Anda di halaman 1dari 25

Tugas Compounding and Dispensing

“Penatalaksanaan dan Analisis Resep Penyakit


Rhinitis Alergi”

Dosen Pengampu Mata Kuliah : Dra. Lungguk H, M.Pd., M.Farm,. Apt.

Disusun oleh :

Adilah Soraya 2017001154


Christoper 2017001164
Endah Mardhekawati 2017001174
Delisa Elen Sihotang 2017001233
Endah Rahayu 2017001243

Kelas : A

PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS PANCASILA
JAKARTA
2018
DAFTAR ISI

Halaman
Daftar isi ........................................................................................................................ 2
Bab I .............................................................................................................................. 3
A. Latar belakang .................................................................................................... 3
B. Tujuan ................................................................................................................ 4
Bab II............................................................................................................................. 5
Deskripsi penyakit ......................................................................................................... 5
A. Rinitis Alergi ...................................................................................................... 5
B. Etiologi ............................................................................................................... 5
C. Pathogenesis ....................................................................................................... 6
D. Manefestasi klinik .............................................................................................. 6
E. Klasifikasi .......................................................................................................... 7
F. Diagnosis dan gejala .......................................................................................... 8
Bab III ......................................................................................................................... 10
A. Tujuan penatalaksanaan rhinitis ....................................................................... 10
B. Terapi Non-Farmakologi .................................................................................. 10
C. Terapi Farmakologi .......................................................................................... 10
Bab IV ......................................................................................................................... 14
A. Analisis Resep 1 ............................................................................................... 14
B. Analisis Resep 2 ............................................................................................... 21
C. Peran Apoteker dalam Tatalaksana Antialergi . Error! Bookmark not defined.
Bab V .......................................................................................................................... 22
Daftar Pustaka ............................................................................................................. 23
BAB I

A. Latar belakang

Alergi merupakan gangguan yang disebabkan pelepasan Ig E dari


sel mast dan basofil yang saling berikatan. Alergi berdasarkan lokasi
timbulnya diklasifikasikan menjadi 2 : alergi kulit (urtikaria dan angioedema)
dan alergi pada saluran pernapasan (alergi rhinitis). Alergi ini kemudian dapat
timbul melalui beberapa jenis menifestasi seperti: anafilaksis, alergi rhinitis,
urtikaria, asma, dan dermatitis eksimatous ( atopik).

Urtikaria merupakan alergi pada kulit yang ditandai dengan bentol-


bentol seperti gigitan nyamuk. Bentol ini dapat menyatu dan biasanya
bertahan paling lama 2-3 hari. Sedangkan angioedema merupakan alergi yang
muncul di bagian lapisan kulit dalam dan mencapai jaringan subkutan.

Alergi pada saluran pernapasan seperti rhinitis merupakan


imflamasi pada hidung yang ditandai dengan bersin, rinorrhea, dan obstruksi
cairan hidung. Obstruksi atau penyumbatan yang terlalu lama dan
produktivitas lendir yang meningkat akan menyebabkan timbulnya penyakit
baru seperti asma dan sinusitis. Hal ini berhubungan langsung dengan gatal
konjungtiva dan faring, lakrimasi. Alergen yang dpat menyebabkan hal ini
biasanya serbuk bunga, rumput, pohon, kapang, debu rumah, dan bulu hewan.

Pada tahun 2016, ada sekitar 15-25% penderita urtikaria dan


angioedema dari seluruh dunia. Alergi tersebut dapat disebabkan karena
infeksi virus, alergi makanan, dan efek samping obat. Sedangkan untuk alergi
rhinitis yang dapat berdampak pada asma mempunyai prevalensi sekitar 10-
30% penderita dan lebih mempengaruhi tingkat morbiditas dari seluruh
negara.

Oleh karena itu berdasarkan data di atas dan tingkat kekronisan


yang dapat ditimbulkan, pada diskusi kali ini kelompok kami akan membahas
alergi rhinitis karena jenis alergi ini timbul pada organ vital dan dapat
mengancam jiwa manusia jika berlaru-larut dibiarkan dan tidak diobati.
B. Tujuan

Dengan adanya makalah ini diharapkan dapat :

a. Menambah pengetahuan dan wawasan tentang alergi rhinitis

b. Menambah pengetahuan terkait penatalaksanaan alergi rhinitis

c. Mengetahui cara peracikan dan penyerahan obat obat untuk pasien alergi
rhinitis
BAB II
Deskripsi penyakit

A. Rinitis Alergi

Rinitis alergi adalah inflamasi membran mukosa hidung


disebabkan oleh paparan terhadap materi alergenik yang terhirup yang
mengawal respon imunologik spesifik, diperantai oleh imunoglobulin E (IgE).
Ada dua tipe :

 Musiman (hay fever, didaerah bertempur); terjadi sebagai respon terhadap


allergen spesifik (serbuk sari) yang ada pada waktu tertentu dalam setahun
(misalnya saat musim semi) dan secara tipikal menyebabkan gejala yang
lebih akut.

 Perennial (berselang-selang atau menetap): terjadi sepanjang tahun sebagai


respons terhadap allergen bukan musiman (misalnya, kutu dan jamur) dan
biasanya menyebabkan gejala yang tersembunyi dan kronik.
 Sejumlah pasien mengalami kedua tipe, dengan gejala sepanjang tahun
dan memburuk pada musim tertentu.

B. Etiologi

Rinitis alergi melibatkan interaksi antara lingkungan dengan


predisposisi genetik dalam perkembangan penyakitnya faktor genetik dan
herediter sangat berperan pada ekspresi rhinitis alergi. Penyebab rhinitis alergi
tersering adalah allergen inhalan pada dewasa dan ingestan pada anak-
anak.Beberapa pasien sensitive terhadap beberapa allergen
sekaligus.Penyebab rhinitis alergi dapat berbeda tergantung dari
klasifikasi.Allergen yang menyebabkan rhinitis alergi musiman biasanya
berupa serbuk sari atau jamur. Berbagai pemicu yang bias berperan dan
memperberat adalah beberapa faktor nonspesifik diantaranya asap rokok,
polusi udara, bau aroma yang kuat merangsang dan perubahan cuaca.
C. Pathogenesis

1. Reaksi awal terjadi ketika allergen di udara memasuki hidung selama


inhilasi dan kemudian diproses oleh limfosit, yang menghasilkan antigen
spesifik IgE. Hal ini menyebabkan sensitiasi pada orang yang secara
genetik rentan terhadap allergen tersebut. Pada saat terjadi paparan ulang
melalui hidung, IgE yang berkaitan dengan sel mast berinteraksi dengan
allergen dari udara, dan memicu mediator inflamasi.
2. Reaksi segera terjadi dalam hitungan menit, yang menyebabkan pelepasan
cepat mediator jalur asma arakidonat. Mediator hipersensitivitas segera
meliputi histamine, leukotriene, prostaglandin, triptase, dan kinin.
Mediator ini menyebabkan vasodilatasi, peningkatan prembilitas vascular,
dan produksi sekresi nasal. Histamin menyebabkan rinorea, gatal, bersin,
dan hidung tersumbat.
3. Dari 4 hingga 8 jam setelah paparan terhadap allergen pertama kali, dapat
terjadi reaksi fase lambat, yang diperkirakan disebabkan oleh sinokin yang
timus. Respon inflamsi ini dapat menjadi penyebab gejala kronik yang
menetap temasuk kongesti hidung.

D. Manefestasi klinik

Gejala termasuk rinorea bersin, kongesti hidung, sensasi adanya


keluaran ingus (Postnasal drip), konjugtivitas alergi, dan ruam mata, telinga
atau hidung.
 Pasien dapat mengeluh hilangnya penciuman atau pengecapan, yang pada
banyak kasus disebabkan oleh sinusitis. Postnasal drip dapat disertai
dengan batuk dan serak.
 Gejala rhinitis yang tak ditangani dapat mengakibatkan insomnia, lemas,
lelah dan memburuknya efisiensi kerja tau sekolah.
 Rhinitis alergi merupakan faktor resiko asma: sebanyak 78% pasien asma
mempunyai gejala nasal, dan sekitar 38% pasien rhinitis alegi menderita
asma.
Sinusitis berulang dan kronik serta epistaksis (pendarahan hidung
yang hebat) berulang dan kronik adalah komplikasi dan rhinitis alergi.
E. Klasifikasi

Rhinitis alergi penyebabnya terbagi menjadi dua golongan yaitu :


a. Rinitis alergi : disebabkan oleh allergen yang terhirup oleh hidung.
b. Rinitis non alergi : disebabkan oleh faktor –faktor pemicu tertentu.
Rhinitis non alergi dibagi lagi menjadi tiga, yaitu rhinitis vasomotor,
rhinitis medicamentosa, dan rhinitis structural.
1) Rinitis vasomotor
Merupakan tipe rhinitis dimana terjadi reaksi hiperresponsitivitas pada
saluran pernapasan bagian atas terhadap faktor pemicu eksternal non-
spesifik, seperti perubahan suhu dan kelembaban, asap rokok, atau
aroma tajam. Symptom yang sering muncul pada tipe ini adalah
inflamasi nasal (sebagian kecil pasien), hiperreaktivitas parasimpatik
dan/atau glandular.
2) Rinitis medicametosa
Rhinitis medicametosa adalah obstruksi nasal yang terjadi pada pasien
yang menggunakan vasokonstriktor intranasal secara kronis.Belum
diketahui dengan jelas penyebnya, namun vasodilatasi dan edema
intravascular telah menjadi implikasi utamanya.Penanganan rhinitis
medicamentosa membutuhkan penghentian penggunaan nasal
dekongestan untuk memulihkan kondisi nasal, lalu diikuti dengan
terapi sesuai dengan symptom yang timbul.
3) Rinitis struktural
Rhinitis tipe disebabkan oleh adanya kelainan anatomi hidung yang
diakibatkan oleh injury (kecelakaan), congential (kelaianan bawaan),
maupun kelainan tumbuh –kembang.Pasien rhinitis tipe ini dapat
mengalami symptom rhinitis kapan saja dalam setahun dan biasanya
keparahanya lebih tinggi pada salah satu sisi hidung disbanding sisi
lainya.

Rhinitis alergi berdasarkan waktu digolongkan menjadi tiga, yaitu :


1. Sensonal (hay fever)
Terjadi sebagai respon terhadap allergen spesifik seperti pollen,
rerumputan, dan alang-alang pada waktu yang dapat terprediksi tiap
tahunya (musim semi dan / atau gugur) dan umumnya memicu
symptom-simptom akut lebih banyak.
2. Perrnial ( Intermittent or persistent)
Dapat terjadi kapanpun sepanjang tahun, sebagai respon terhadap
allergen non-musiman seperti dust mites, bulu hewan, jamur, dan
biasanya menimbulkan symptom yang lebih kronis.
a. Internittent
Seseorang dapat dikatakan menderita rnitis alergi tipe ini bila
gejala rhinitis yang ia alami terjadi kurang 4 hari tiap minggunya,
atau terjadi selama tidak lebih dari empat minggu berturut-turut.
b. Peristent
Sedangkan seseorang dapat dikatakan menderita rhinitis alergi tipe
ini bila gejala rhinitis yang ia alami terjadi dari 4 hari tiap
minggunya, dan terjadi selama lebih dari empat minggu berturut-
turut.
c. Occupational
Rhinitis alergi terjadi sebagai akibat dari appara allergen di tempat
kerja, misalnya paparan terhadap agen dengan bobot molekul
tinggi, agen berbobot molekul rendah, atau zat-zat iritan, melalui
mekanisme imunologi atau patogenik non-imunologi yang tidak
begitu dietahui.

F. Diagnosis dan gejala

a. Gejala dan tanda


Seseorang dapat diduga menderita rhinitis laergi bila mengalami dua atau
lebih dari gejala-gejala rinore anterior dengan produksi air berlebih,
bersin-bersin, obstruksi nasal, rasa gatal atau priritis pada hidung, atau
konjugtivitas (jarang) selama lebih daru satu hari.
b. Pemeriksaan fisik
Pada anak, hasil pemeriksaan fisik biasanya menunjukan adanya lingkaran
hitam dibawah mata (allergic shiners), adanya luka pada daerah hidung
yang disebabkan karena seringnya naka mengosok hidung, pernapasan
adenoidal, edema nasal yang dilapisi dengan lender jernih, serta
pembengkakan periorbital. Simptom fisik lebih susah diamati pada orang
dewasa.
c. Pemeriksaan penunjang.
Pemeriksaan mikroskopik dari jaringan nasal biasanya menujukan jumlah
eosinophil yang sangat banyak.Perhitungan eosinophil darah perifenal
dapat dilakukan, tapi sifatnya kurang spesifik dan kegunaannya terbatas.
Uji radioallergeosorbent (RAST) dapat digunakan untuk mendeteksi IgE
dalam darah yang beraksi spesifik terhadap antigen tertentu, tapi uji ni
tidak lebih efektif ketimbang test perkutan.
d. Rinoskopi anterior atau endoskopi nasal
Rinoskopi anterior menggunakan speculum dan cermin dapat memberikan
inforamsi penting mengenai kondisi fisiologis pasien.Sementara endoskopi
nasal dibutuhkan untuk mengidentifkasi gejala-gejala lain dari rhinitis
seperti polip hidung dan abnormalitas anatomic lainya. Kedua metode
diagnose diatas sering digunakan untuk penegakan diagnosis pasien yang
diduga menderita rhinitis alergi persisten.
e. Skin test
Skin test atau skin prick test mampu mengidentifikasi allergen-spesifik
IgE dalam serum. Test ini diperlukan bila symptom yang dialami bersifat
persisten dan/atau sedang samapai berat, atau bila kualitas hidup pasien
mulai terpengaruh.
f. Nasal challenge test
Test ini dilakukan ketika pasien diduga menderita rhinitis alergi tipe
occupational. Test ini juga akan mengidentifikasi sensitivitas pasien
terhadap faktor pemicu tertentu secara spesifik.
BAB III

A. Tujuan penatalaksanaan rhinitis

Penyakit alergi disebabkan oleh mediator kimia seperti histamin


yang dilepaskan oleh sel mast yang dipicu oleh adanya ikatan alergen dengan
IgE spesifik yang melekat pada reseptornya di permukaan sel tersebut.

Tujuan pengobatan rhinitis alergi adalah :


1. Mengurangi gejala akibat paparan alergen, hiper reaktifitas non spesifik
dan inflamasi
2. Perbaikan kualitas hidup penderita sehingga dapat menjalankan aktifitas
sehari-hari.
3. Mengurangi efek samping pengobatan.
4. Edukasi penderita untuk meningkatkan ketaatan berobat dan kewaspadaan
terhadap penyakitnya. Termasuk dalam hal ini mengubah gaya hidup
seperti pola makanan yang bergizi, olahraga dan menghindari stres.
5. Mengubah jalannya penyakit atau pengobatan kausal

B. Terapi non-farmalogi

Terapi non farmakologi dari penyakit rhinitis adalah dengan menghindari


pencetus alergi (alergen) dengan cara :

1. Mengamati benda-benda apa yang menjadi pencetus (debu, serbuk sari,


bulu binatang, dll), jika perlu pastikan dengan skin test
2. Menjaga kebersihan rumah, jendela ditutup, hindari kegiatan berkebun.
Jika harus berkebun, gunakan masker wajah

C. Terapi Farmalogi

Untuk mencapai tujuan pengobatan rhinitis alergi, dapat diberikan obat-obatan


sebagai berikut :

1. Antihistamin
Antihistamin merupakan pilihan pertama untuk pengobatan rhinitis
alergi.Secara garis besar dibedakan atas antihistamin H1 klasik dan
antihistamin H1 golongan baru.Antihistamin H1 klasik seperti
Diphenhydramine, Tripolidine, Chlorpheniramine dan lain-lain.Sedangkan
antihistamine generasi baru seperti Terfenadine, Loratadine, Desloratadine
dan lain-lain.
Desloratadine memiliki efektifitas yang sama dengan montelukast dalam
mengurangi gejala rhinitis yang disertai dengan asma. Levocetirizine yang
diberikan selama 6 bulan terbukti mengurangi gejala rhinitis alergi
persisten dan meningkatkan kualitas hidup pasien rhinitis alergi dengan
asma.

2. Dekongestan hidung
Obat-obatan dekongestan hidung menyebabkan vasokonstriksi karena
efeknya pada reseptor-reseptor α-adrenergik.Efek vasokonstriksi terjadi
dalam 10 menit, berlangsung selama 1 sampai 12 jam.Pemakaian topikal
sangat efektif menghilangkan sumbatan hidung, tetapi tidak efektif untuk
keluhan bersin dan rinore.Pemakaiannya terbatas selama 10
hari.Kombinasi antihistamin dan dekongestan oral dimaksud untuk
mengatasi obstruksi hidung yang tidak dipengaruhi oleh antihistamin.

3. Kortikosteroid
Pemakaian sistemik kadang diberikan peroral atau suntikan sebagai depo
steroid intramuskuler. Data ilmiah yang mendukung relatif sedikit dan
tidak ada penelitian komparatif mengenai cara mana yang lebih baik dan
hubungannya dengan dose response. Kortikosteroid oral sangat efektif
dalam mengurangi gejala rhinitis alergi terutama dalam episode akut.
Efek samping sistemik dari pemakaian jangka panjang kortikosteroid
sistemik baik peroral atau parenteral dapat berupa osteoporosis, hipertensi,
memperberat diabetes, supresi dari hypothalamic-pituitary-adrenal axis,
obesitas, katarak, glukoma, cutaneous striae. Efek samping lain yang
jarang terjadi diantaranya sindrom Churg-Strauss. Pemberian
kortikosteroid sistemik dengan pengawasan diberikan pada kasus asma
yang disertai tuberkulosis, infeksi parasit, depresi yang berat dan ulkus
peptikus.
Pemakaian kortikosteroid topikal (intranasal) untuk rhinitis alergi seperti
Beclomethason dipropionat, Budesonide, Flunisonide acetate fluticasone
dan Triamcinolone acetonide dinilai lebih baik karena mempunyai efek
antiinflamasi yang kuat dan mempunyai afinitas yang tinggi pada
reseptornya, serta memiliki efek samping sitemik yang lebih kecil. Tapi
pemakaian dalam jangka waktu yang lama dapat menyebabkan mukosa
hidung menjadi atropi dan dapat memicu tumbuhnya jamur.
4. Antikolinergik
Perangsangan saraf parasimpatis menyebabkan vasodilatasi dan sekresi
kelenjar.Antikolinergik menghambat aksi asetilkolin pada reseptor
muskarinik sehingga mengurangi volume sekresi kelenjar dan
vasodilatasi.Ipratropium bromida, yang merupakan turunan atropin secara
topikal dapat mengurangi hidung tersumbat atau bersin.

5. Natrium kromolin
Digolongkan pada obat-obatan antialergi yang baru.Mekanisme kerja
belum diketahui secara pasti. Mungkin dengan cara menghambat
penglepasan mediator dari sel mastosit, atau mungkin melalui efek
terhadap saluran ion kalsium dan klorida.

6. Imunoterapi
Imunoterapi dengan alergen spesifik digunakan bila upaya penghindaran
allergen dan terapi medikamentosa gagal dalam mengatasi gejala klinis
rhinitis alergi. Terdapat beberapa cara pemberian imunoterapi seperti
injeksi subkutan, pernasal, sub lingual, oral dan local
Pemberian imunoterapi dengan menggunakan ekstrak alergen standar
selama 3 tahun, terbukti memiliki efek preventif pada anak penderita asma
yang disertai seasonal rhinoconjunctivitis mencapai 7 tahun setelah
imunoterapi dihentikan.
BAB IV
ANALISIS RESEP

A. Resep 1

dr. Effi Sp.KK

R/ Caladine Lotio 60 ml
Desolex Lotio 30 ml
mf lotio da in
S2dd (setelah mandi)
R/ Cetizine syrup I
S1dd 1/2 cth
R/ CTM V
Vit. B kompleks VI
Metil Prednisolon IV
Gliseril guaiakolat V
mf pulv XX
S3dd pulv I

Pro : Prahnayan
Umur : 1 tahun 8 bulan

A.1. Skrining Resep

Adiministrasi Ada Tidak


Nama dokter √
dan nomor izin praktek
Tanggal penulisan resep √
Tanda tangan / Paraf dokter √
Nama dan umur pasien √
Berat badan pasien √
Farmasetik
Bentuk sediaan √
Dosis obat √
Kekuatan obat √
Lama pemberian obat √
Frekuensi pemberian obat √
Klinis
Adanya alergi √
DRP √

A.2. Perhitungan Dosis


Nama Obat Literatur Dalam R/
(Obat-Obat Penting)
Caladine Lotio 2 x sehari setelah mandi
Desolex Lotio 2 x sehari setelah mandi
Cetirizine syrup Dewasa : 5-10 mg 1 x sehari ½ sendok teh
Anak 6-23 bulan : 1 dd *1/2 sendok teh = 2.5ml
2.5mg (1/2 sendok teh)
CTM Dewasa : 3-4 dd 3-4 mg Tablet biasa digunakan tab 4mg
1x pakai : 3-4 mg 4 mg x5 tablet : 20 puyer = 1 mg
1 hari pakai : 9-16 mg 1x pakai : 1 mg
Anak 1 tahun-23 bulan : 2 3x pakai (1hari) : 3 mg (>DL)
dd 1 mg
1x pakai : 1 mg
1 hari pakai : 2 mg
Vit. B kompleks 6 tablet : 20 puyer = 0,3
(dalam 1 puyer ada 0,3 tablet
vitamin b compleks)
Metil Dewasa : 4 dd 2-4 mg Tablet biasa digunkan tab 4mg
Prednisolon 1x pakai : 2-4 mg 4 mg x4 tablet : 20 puyer = 0,8
1 hari pakai 8-16 mg mg
Pediatri : 4-48 mg 1 hari 1x pakai : 0,8 mg (<DL)
3x pakai (1hari) : 2,4 mg (<DL)
Gliseril Dewasa : 4-6 dd 100-200 mg Tablet yang biasa digunakan tab
Guaikolat 1x pakai : 100-200 mg 100 mg
1 hari pakai : 400-1200mg 100 mg x5 tablet : 20 puyer = 25
Anak 6-2 tahun : 25-50 mg mg
tiap 4 jam, tidak lebih dari 1x pakai : 25 mg
300mg/hari 3x pakai (1hari) : 75 mg

A.3. Perhitungan Harga


PPn = 10%
MARK UP = 30%
HNA = Harga PBF (diambil dari HET tiap bahan)
HJA = HNA x 1,1 x 1,3
HARGA OBAT = (HJA x Jumlah Bahan) + Biaya Pelayanan
Biaya Racik = Rp 5000,-
Biaya Non Racik = Rp 1000,-

Harga R/ Yang diambil


Nama Obat HNA HJA Harga Obat
Caladine Lotio Rp. 15.185,- Rp. 21.714,- Rp. 22.714,-
60ml
Desolex Lotio Rp. 55.600,- Rp. 79.508,- Rp. 80.508,-
30ml
Cetirizine Syrup Rp. 15.581,- Rp. 22.280,- Rp. 23.280,-
CTM Rp. 32.400,- Rp. 46,33 Rp. 5.231,65
(Tablet 4 mg) (1000 tab)
Vitamin B- Rp. 198,- Rp. 283,14 Rp. 6.698,84
Kompleks (per tablet)
Metil Prednisolon Rp. 59.474,- Rp. 850,48 Rp. 8.401,92
(tablet 4 mg) (10x10 tablet)
Gliseril Guaikolat Rp. 37.665,- Rp. 37,66 Rp. 5.188,3
(tablet 100mg) (1000 tablet)
Total Harga Rp. 152.022,71

A.4. Pembuatan Resep Racikan

a. Disiapkan alat (lumpang, alu, sudip, perkamen, plastik klip, etiket putih) dan bahan
(CTM, Vitamin B kompleks, metil prednisolon, gliserin guaikolat)
b. Bahan digerus homogen dan disatukan dalam lumpang yang sama, isi dipindahkan
ke perkamen baru
c. 5 tablet CTM 4 mg digerus hingga halus di dalam lumpang A, isi dipindahkan ke
perkamen baru
d. 6 tablet vitamin b kompleks digerus hingga halus di dalam lumpang A, isi
dipindahkan ke perkamen baru
e. 4 tablet metilprednisolon 4 mg digerus hingga halus di dalam lumpang A, isi
dipindahkan ke perkamen baru
f. 5 tablet gliseril guaikolat 100 mg digerus hingga halus di dalam lumpang A, isi
dipindahkan ke perkamen baru
g. Ditambahkan hasil gerusan CTM ke lumpang A, dihomogenkan
h. Ditambahkan hasil gerusan vitamin b kompleks ke lumpang A, dihomogenkan
i. Ditambahkan hasil gerusan metilprednisolon ke lumpang A, dihomogenkan
j. Puyer dibagi menjadi 20 bungkus dengan cara : bobot seluruh puyer ditimbang,
bobot total dibagi 2 bagian, satu kali pembagian puyer dibutuhkan 10 perkamen,
dilakukan sebanyak 2 kali pembagian sehingga total terdapat 20 puyer
k. 20 puyer ditempatkan kedalam plastik klip dan diberikan etiket putih dan label
yang dituliskan sbb:
P No.1

Awas ! Obat Keras

Bacalah aturan memakainya


A.5. Drug Related Problem dan Solusinya

1. Duplikasi Pengobatan
Desolex lotio dan caladine lotio
Duplikasi obat adalah penggunaan lebih dari 1 obat dari kategori obat yang
sama atau kelas terapi untuk mengobati kondisi yang sama. Hal ini dapat
terjadi dalam peresepan dimana obat dengan indikasi serupa yang digunkan
bersama-sama untuk meningkatkan manfaat terapeutik.
Penanganan:
Dalam duplikasi obat manfaat kombinasi obat harus lebih besar daripada
resiko terkait duplikasi tersebut. Sebaiknya dikonsultasikan kembali kepada
dokter penulis resep dan memberikan saran untuk menghindari duplikasi
pengobatan
2. Dosis melebihi DL untuk balita
CTM pada pemakaian 1x pakai memenuhi dosis terapis balita tetapi jika
dihitung 1 hari (3x pakai) maka dosis 1 hari sudah melebihi rentang.
Penanganan:
Penurunan dosis dapat dilakukan dengan penurunan frekuensi pemberian
obat cukup menjadi 2x untuk 1 hari.
3. Dosis Subterapis
Metilprednisolon yang diberikan baik untuk 1x pakai maupun 3x pakai (1
hari) lebih rendah dari dosis balita pada literatur.
Penanganan:
Dosis dapat disesuaikan dengan rentang dosis literatur. Namun, pemakaian
obat golongan kortikosteroid, seperti prednisolon pada balita harus
diperhatikan, karena obat ini dapat mempengaruhi hormon dalam tubuh.
A.6. Penyerahan dan Informasi Obat

1. Resep diterima dari keluarga pasien


2. Dilakukan pengkajian resep
3. Ketersediaan obat yang tertera dalam resep dicek
4. Dilakukan perhitungan harga obat dalam resep
5. Resep dibayar oleh keluarga pasien
6. Dilakukan peracikan/pembuatan obat
7. Penyerahan obat racikan dilakukan dengan komunikasi, informasi, dan
edukasi yang tepat, yaitu :
a. Penyampaian ke orangtua/wali balita bahwa terdapat lotion yang
harus digunakan 2x sehari setiap setelah mandi, obat cetizine
diminum ½ sendok teh, dan obat racikan diminum 3x sehari
b. Obat cetizine dapat diminum 1x sehari pada jam setelah saat
makan siang, Obat racikan dapat diminum 3 kali sehari pada 1 jam
setelah makan pagi (08:00), setelah makan siang (14:00), dan
setelah makan malam (20:00)
c. Meminum obat hanya boleh dengan air putih (tidak boleh yang lain
seperti susu)
d. Penyimpanan obat racikan harus ditempat yang kering, suhu
ruangan yang tidak panas, dan dijauhkan dari jangkauan anak-anak
e. Bila sakit berlanjut, diharapkan untuk kontrol kembali ke dokter
f. Bila ada hal yang ingin ditanyakan kepada apoteker, dapat
menghubungi ke nomor tlp. apotek yang tertera.
B. Analisis Resep 2

B.1. Skrining resep


Administrasi Ada Tidak
Nama dokter dan nomor ijin praktek
Tanggal penulisan resep
Tanda tangan/Paraf dokter
Nama dan umur pasien
Berat badan pasien
Farmasetik
Bentuk sediaan
Dosis obat
Kekuatan obat
Lama pemberian obat
Frekuensi
Klinis
Adanya alergi
Interaksi obat
Efek samping

B.2. Perhitungan Dosis


No. Nama obat Indikasi Dosis lazim Keterangan
1 Ambroxol Sebagai Dewasa 30 mg Dosis lazim
sekreolitik (2-3 x sehari)
saluran napas
akut dan kronik
Dewasa 10 mg
2 Cetrizine Rinitis alergi Dosis lazim
(1-2 x sehari)

B.3. Perhitungan Harga


No. Nama obat HNA HJA Harga obat
10 x 10 tab =
Rp.168,84 x Rp.241,44 x 15 =
Rp.16.884
1 Ambroxol 1,1 x 1,3 = Rp.3.621,6 ~
1 tab =
Rp.241,44 Rp.3.700
Rp.168,84
Rp.5.572 x Rp.7.967,96 x 10 =
1 tab =
2 Cetrizine 1,1 x 1,3 = Rp.79.679,6 ~
Rp.5.572
Rp.7967,96 Rp.80.000
3 Biaya lain Biaya resep Rp.1.000 Rp.1.000
Rp.3.700 +
Rp.80.000 +
Harga resep
Rp.1.000 =
Rp.84.700

B.4. Penyerahan
1. Konfirmasi kesesuaian nama, umur, alamat serta nama dokter yang
memeriksa pasien
2. Konfirmasi kembali bahwa pasien tidak memiliki alergi obat
3. Berikan obatnya dan jelaskan bahwa pasien mendapatkan 2 macam obat
4. Jelaskan aturan pemakaian obat, cetrizine diminum 2 x sehari, ambroxol
diminum 3 x sehari
5. Jika gejala sudah sembuh atau dirasa sudah sembuh obat boleh di stop
pemberiannya tidak perlu dihabiskan

C. PERAN APOTEKER DALAM PENATALAKSANAAN ANTIALERGI


Pengobatan antialergi memerlukan kepatuhan pasien dalam menggunakan obat,
peran apoteker dalam penatalaksanaan antialergi yaitu mendeteksi, mencegah dan
mengatasi masalah terkait obat yang dapat timbul pada tahapan berikut :
1. Rencana Pengobatan (Care Plan)
Peran apoteker adalah memberikan rekomendasi dalam pemilihan obat yang
tepat berdasarkan kondisi pasien yang diperoleh dari hasil wawancara
dengan orangtua/wali dan hasil diagnosa dokter.
2. Implementasi Pengobatan
a. Menyediakan obat (drug supply management)
b. Pemberian informasi dan edukasi
Tujuan pendidikan kepada keluarga pasien adalah agar mereka
lebih mengerti dan memahami rejimen pengobatan yang diberikan
sehingga balita dapat menggunakan obat sesuai aturan.
Pedoman pemberian informasi dan edukasi :
1) Apoteker yang melakukan kegiatan ini sebaiknya membekali diri
dengan pengetahuan yang cukup mengenai alergi dan pengobatannya
disamping memiliki rasa empati dan ketrampilan berkomunikasi
sehingga dapat tercipta rasa percaya pasien terhadap Apoteker dalam
mendukung pengobatan mereka.
2) Pemberian informasi dan edukasi ini diberikan kepada keluarganya
dengan mempertimbangkan latar belakaang dan pendidikan
keluarganya agar terjalin komunikasi yang efektif.
3) Mengumpulkan dan mendokumentasikan data pasien yang meliputi
riwayat penyakit, riwayat pengobatan makanan atau minuman yang
diberikan yang dapat berpengaruh kepada pengobatan alergi.
4) Penyampaian informasi dan edukasi melalui komunikasi ini sebaiknya
juga didukung dengan sarana tambahan seperti peragaan pemakaian,
rotahaler yang dapat meningkatkan pemahaman pasien dan
keluarganya.
5) Kepatuhan pasien dalam pengobatan akan lebih baik apabila:
a) Jumlah obat yang dipergunakan lebih sedikit.
b) Dosis perhari lebih sedikit.
c) Kejadian efek samping obat lebih jarang terjadi.
d) Ada pengertian dan kesepakatan antara dokter, pasien dan
apoteker.
6) Membantu pasien dan keluarganya dalam menyelesaikan masalah-
masalah yang mereka hadapi dalam penggunaan obat, jika perlu
dengan melibatkan tenaga kesehatan lain seperti dokter.
Informasi yang dapat disampaikan kepada keluarganya
(orangtua/wali):
1) Mengenali sejarah penyakit, gejala dan faktor pencetus alergi.
2) Pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada pasien alergi.
3) Bagaimana mengenali serangan alergi dan tingkat keparahannya; serta
hal-hal Upaya pencegahan serangan pada pasien alergi yaitu mengenali
faktor pencetus seperti kandungan susu yang diminum,
makanan/nutrisi lain yang diberikan.

c. Konseling
Untuk pasien balita yang mendapat resep dokter dapat diberikan konseling
secara terstruktur dengan Tiga Pertanyaan Utama (Three Prime Questions)
kepada wali/orangtuanya sebagai berikut:
1) Apa yang dikatakan dokter tentang peruntukan/kegunaan
pengobatan?
2) Bagaimana yang dikatakan dokter tentang cara pakai obat?
3) Apa yang dikatakan dokter tentang harapan terhadap pengobatan?

3. Monitoring dan evaluasi


Monitoring dan evaluasi perlu dilakukan untuk melihat dan meningkatkan
keberhasilan terapi. Pelaksanakan kegiatan ini memerlukan pencatatan
data pengobatan pasien (medication record).
BAB V
PENUTUP
Rhinitis Alergi adalah salah satu jenis rhinitis alergi (radang membran
hidung) yang muncul ketika menghirup allergen. Rhinitis akergi sangat umum dan
dapat terjadi pada semua umur dimana presentase orang yang mengalami alergi
adalah 10-30% dari populasi dunia. Faktor penyebab rhinitis alergi adalah alergi
sehingga harus diketahui penyebab alergi tersebut, karena alergi bermacam-
macam seperti debu atau yang lain. Dibutuhkan kerja sama dari semua pihak baik
itu dokter maupun apoteker selaku staf yang menyediakan pelayanan kesehatan.
Kita selaku apoteker memegang peran penting dalam hal ini, dimana tugas kita
adalah memastikan bahwa pengobatan yang sedang dijalankan oleh pasien aman
dan rasional, selain itu dibutuhkan pula komitmen dan kerjasama yang baik
dengan tenaga kesehatan lainnya dengan cara memberikan pelayanan kesehatan
yang optimal kepada pasien sehingga akan berdampak pada peningkatan kualitas
hidup pasien.
DAFTAR PUSTAKA

MIMS Indonesia. Petunjuk Konsultasi, Edisi 16, 2016-2017, BIP Kelompok


Gramedia, Jakarta
MMN. 2017. Basic Pharmacology & Drug Notes. Makasar. Penerbit MMN
Publishing.
Sukandar, E.Y., Andrajati, R. Sigit, J.I, dkk. 2009. ISO Farmakoterapi. Jakarta.
PT.ISFI Penerbitan
Tjay, T. H., & Rahardja, K., 2002, Obat-Obat Penting, Khasiat, Penggunaan
dan Efek-Efek Sampingnya Edisi kelima, Jakarta, PT Elex Media
Komputindo Kelompok Gramedia.
“Epidemiology of allergic rhinitis”.
www.ncbi.nlm.nih.gov/m/pubmed/25182349/. Diakses pada tanggal 1 Mei
2018 Pukul 13.00

Anda mungkin juga menyukai