Disusun oleh :
Kelas : A
Halaman
Daftar isi ........................................................................................................................ 2
Bab I .............................................................................................................................. 3
A. Latar belakang .................................................................................................... 3
B. Tujuan ................................................................................................................ 4
Bab II............................................................................................................................. 5
Deskripsi penyakit ......................................................................................................... 5
A. Rinitis Alergi ...................................................................................................... 5
B. Etiologi ............................................................................................................... 5
C. Pathogenesis ....................................................................................................... 6
D. Manefestasi klinik .............................................................................................. 6
E. Klasifikasi .......................................................................................................... 7
F. Diagnosis dan gejala .......................................................................................... 8
Bab III ......................................................................................................................... 10
A. Tujuan penatalaksanaan rhinitis ....................................................................... 10
B. Terapi Non-Farmakologi .................................................................................. 10
C. Terapi Farmakologi .......................................................................................... 10
Bab IV ......................................................................................................................... 14
A. Analisis Resep 1 ............................................................................................... 14
B. Analisis Resep 2 ............................................................................................... 21
C. Peran Apoteker dalam Tatalaksana Antialergi . Error! Bookmark not defined.
Bab V .......................................................................................................................... 22
Daftar Pustaka ............................................................................................................. 23
BAB I
A. Latar belakang
c. Mengetahui cara peracikan dan penyerahan obat obat untuk pasien alergi
rhinitis
BAB II
Deskripsi penyakit
A. Rinitis Alergi
B. Etiologi
D. Manefestasi klinik
B. Terapi non-farmalogi
C. Terapi Farmalogi
1. Antihistamin
Antihistamin merupakan pilihan pertama untuk pengobatan rhinitis
alergi.Secara garis besar dibedakan atas antihistamin H1 klasik dan
antihistamin H1 golongan baru.Antihistamin H1 klasik seperti
Diphenhydramine, Tripolidine, Chlorpheniramine dan lain-lain.Sedangkan
antihistamine generasi baru seperti Terfenadine, Loratadine, Desloratadine
dan lain-lain.
Desloratadine memiliki efektifitas yang sama dengan montelukast dalam
mengurangi gejala rhinitis yang disertai dengan asma. Levocetirizine yang
diberikan selama 6 bulan terbukti mengurangi gejala rhinitis alergi
persisten dan meningkatkan kualitas hidup pasien rhinitis alergi dengan
asma.
2. Dekongestan hidung
Obat-obatan dekongestan hidung menyebabkan vasokonstriksi karena
efeknya pada reseptor-reseptor α-adrenergik.Efek vasokonstriksi terjadi
dalam 10 menit, berlangsung selama 1 sampai 12 jam.Pemakaian topikal
sangat efektif menghilangkan sumbatan hidung, tetapi tidak efektif untuk
keluhan bersin dan rinore.Pemakaiannya terbatas selama 10
hari.Kombinasi antihistamin dan dekongestan oral dimaksud untuk
mengatasi obstruksi hidung yang tidak dipengaruhi oleh antihistamin.
3. Kortikosteroid
Pemakaian sistemik kadang diberikan peroral atau suntikan sebagai depo
steroid intramuskuler. Data ilmiah yang mendukung relatif sedikit dan
tidak ada penelitian komparatif mengenai cara mana yang lebih baik dan
hubungannya dengan dose response. Kortikosteroid oral sangat efektif
dalam mengurangi gejala rhinitis alergi terutama dalam episode akut.
Efek samping sistemik dari pemakaian jangka panjang kortikosteroid
sistemik baik peroral atau parenteral dapat berupa osteoporosis, hipertensi,
memperberat diabetes, supresi dari hypothalamic-pituitary-adrenal axis,
obesitas, katarak, glukoma, cutaneous striae. Efek samping lain yang
jarang terjadi diantaranya sindrom Churg-Strauss. Pemberian
kortikosteroid sistemik dengan pengawasan diberikan pada kasus asma
yang disertai tuberkulosis, infeksi parasit, depresi yang berat dan ulkus
peptikus.
Pemakaian kortikosteroid topikal (intranasal) untuk rhinitis alergi seperti
Beclomethason dipropionat, Budesonide, Flunisonide acetate fluticasone
dan Triamcinolone acetonide dinilai lebih baik karena mempunyai efek
antiinflamasi yang kuat dan mempunyai afinitas yang tinggi pada
reseptornya, serta memiliki efek samping sitemik yang lebih kecil. Tapi
pemakaian dalam jangka waktu yang lama dapat menyebabkan mukosa
hidung menjadi atropi dan dapat memicu tumbuhnya jamur.
4. Antikolinergik
Perangsangan saraf parasimpatis menyebabkan vasodilatasi dan sekresi
kelenjar.Antikolinergik menghambat aksi asetilkolin pada reseptor
muskarinik sehingga mengurangi volume sekresi kelenjar dan
vasodilatasi.Ipratropium bromida, yang merupakan turunan atropin secara
topikal dapat mengurangi hidung tersumbat atau bersin.
5. Natrium kromolin
Digolongkan pada obat-obatan antialergi yang baru.Mekanisme kerja
belum diketahui secara pasti. Mungkin dengan cara menghambat
penglepasan mediator dari sel mastosit, atau mungkin melalui efek
terhadap saluran ion kalsium dan klorida.
6. Imunoterapi
Imunoterapi dengan alergen spesifik digunakan bila upaya penghindaran
allergen dan terapi medikamentosa gagal dalam mengatasi gejala klinis
rhinitis alergi. Terdapat beberapa cara pemberian imunoterapi seperti
injeksi subkutan, pernasal, sub lingual, oral dan local
Pemberian imunoterapi dengan menggunakan ekstrak alergen standar
selama 3 tahun, terbukti memiliki efek preventif pada anak penderita asma
yang disertai seasonal rhinoconjunctivitis mencapai 7 tahun setelah
imunoterapi dihentikan.
BAB IV
ANALISIS RESEP
A. Resep 1
R/ Caladine Lotio 60 ml
Desolex Lotio 30 ml
mf lotio da in
S2dd (setelah mandi)
R/ Cetizine syrup I
S1dd 1/2 cth
R/ CTM V
Vit. B kompleks VI
Metil Prednisolon IV
Gliseril guaiakolat V
mf pulv XX
S3dd pulv I
Pro : Prahnayan
Umur : 1 tahun 8 bulan
a. Disiapkan alat (lumpang, alu, sudip, perkamen, plastik klip, etiket putih) dan bahan
(CTM, Vitamin B kompleks, metil prednisolon, gliserin guaikolat)
b. Bahan digerus homogen dan disatukan dalam lumpang yang sama, isi dipindahkan
ke perkamen baru
c. 5 tablet CTM 4 mg digerus hingga halus di dalam lumpang A, isi dipindahkan ke
perkamen baru
d. 6 tablet vitamin b kompleks digerus hingga halus di dalam lumpang A, isi
dipindahkan ke perkamen baru
e. 4 tablet metilprednisolon 4 mg digerus hingga halus di dalam lumpang A, isi
dipindahkan ke perkamen baru
f. 5 tablet gliseril guaikolat 100 mg digerus hingga halus di dalam lumpang A, isi
dipindahkan ke perkamen baru
g. Ditambahkan hasil gerusan CTM ke lumpang A, dihomogenkan
h. Ditambahkan hasil gerusan vitamin b kompleks ke lumpang A, dihomogenkan
i. Ditambahkan hasil gerusan metilprednisolon ke lumpang A, dihomogenkan
j. Puyer dibagi menjadi 20 bungkus dengan cara : bobot seluruh puyer ditimbang,
bobot total dibagi 2 bagian, satu kali pembagian puyer dibutuhkan 10 perkamen,
dilakukan sebanyak 2 kali pembagian sehingga total terdapat 20 puyer
k. 20 puyer ditempatkan kedalam plastik klip dan diberikan etiket putih dan label
yang dituliskan sbb:
P No.1
1. Duplikasi Pengobatan
Desolex lotio dan caladine lotio
Duplikasi obat adalah penggunaan lebih dari 1 obat dari kategori obat yang
sama atau kelas terapi untuk mengobati kondisi yang sama. Hal ini dapat
terjadi dalam peresepan dimana obat dengan indikasi serupa yang digunkan
bersama-sama untuk meningkatkan manfaat terapeutik.
Penanganan:
Dalam duplikasi obat manfaat kombinasi obat harus lebih besar daripada
resiko terkait duplikasi tersebut. Sebaiknya dikonsultasikan kembali kepada
dokter penulis resep dan memberikan saran untuk menghindari duplikasi
pengobatan
2. Dosis melebihi DL untuk balita
CTM pada pemakaian 1x pakai memenuhi dosis terapis balita tetapi jika
dihitung 1 hari (3x pakai) maka dosis 1 hari sudah melebihi rentang.
Penanganan:
Penurunan dosis dapat dilakukan dengan penurunan frekuensi pemberian
obat cukup menjadi 2x untuk 1 hari.
3. Dosis Subterapis
Metilprednisolon yang diberikan baik untuk 1x pakai maupun 3x pakai (1
hari) lebih rendah dari dosis balita pada literatur.
Penanganan:
Dosis dapat disesuaikan dengan rentang dosis literatur. Namun, pemakaian
obat golongan kortikosteroid, seperti prednisolon pada balita harus
diperhatikan, karena obat ini dapat mempengaruhi hormon dalam tubuh.
A.6. Penyerahan dan Informasi Obat
B.4. Penyerahan
1. Konfirmasi kesesuaian nama, umur, alamat serta nama dokter yang
memeriksa pasien
2. Konfirmasi kembali bahwa pasien tidak memiliki alergi obat
3. Berikan obatnya dan jelaskan bahwa pasien mendapatkan 2 macam obat
4. Jelaskan aturan pemakaian obat, cetrizine diminum 2 x sehari, ambroxol
diminum 3 x sehari
5. Jika gejala sudah sembuh atau dirasa sudah sembuh obat boleh di stop
pemberiannya tidak perlu dihabiskan
c. Konseling
Untuk pasien balita yang mendapat resep dokter dapat diberikan konseling
secara terstruktur dengan Tiga Pertanyaan Utama (Three Prime Questions)
kepada wali/orangtuanya sebagai berikut:
1) Apa yang dikatakan dokter tentang peruntukan/kegunaan
pengobatan?
2) Bagaimana yang dikatakan dokter tentang cara pakai obat?
3) Apa yang dikatakan dokter tentang harapan terhadap pengobatan?