Anda di halaman 1dari 36

LAPORAN KASUS BESAR

HIPERTENSI EMERGENCY

DENGAN HEMIPARESIS SINISTRA

Penyusun :
Qorry Amanda, dr.

Pembimbing :
Laksmawati, dr. Sp.S

Pendamping:
Utariyah Budiastuti, dr.

PROGRAM DOKTER INTERNSIP

RSUD BATANG

2016

1
BORANG PORTOFOLIO

NamaPeserta : Qorry Amanda, dr.


NamaWahana : RSUD Batang
Topik : HIPERTENSI EMERGENCY DENGAN HEMIPARESIS SINISTRA

TanggalKasus :03 Juni 2016


NamaPasien :Ny. T No RM : 351956
TanggalPresentasi: 30-06-2016 NamaPembimbing : Laksmawati, dr. Sp.S
Nama Pendamping: Utariyah Budiastuti, dr.

TempatPresentasi : Ruang Komite Medik RSUD Batang


ObyektifPresentasi :
√ Keilmuan Ketrampilan Penyegaran √ TinjauanPustaka
√ Diagnostik √ Manajemen Masalah Istimewa
Neonatus Bayi Anak Remaja √Dewasa Lansia Bumil
Deskripsi :
Tujuan : diagnosis, manajemen, prevensi
Bahan Bahasan : √ TinjauanPustaka Riset Kasus Audit
Cara Pembahasan : Diskusi √ Presentasi dan Email Pos
diskusi

2
BAB I

LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN
A. Nama: Ny. T.
B. Usia: 45 tahun
C. Jenis Kelamin: Perempuan
D. Agama: Islam
E. Pekerjaan: Petani
F. Alamat: Reban, Batang
G. No. CM: 351956
H. Tanggal Masuk RS: 03-06-2016 pukul 11.35 WIB
I. Cara Pembayaran: KIS

II. ANAMNESIS
A. Keluhan Utama: Nyeri kepala
B. Riwayat Penyakit Sekarang:
Pasien datang ke IGD RSUD Batang dalam keadaan sadar diantar oleh
suaminya, mengeluh nyeri kepala menjalar dari bagian tengkuk ke seluruh
bagian kepala, terasa tegang. Nyeri kepala sudah dirasakan sejak 4 hari SMRS.
Pasien sudah memeriksakan diri ke bidan di dekat rumahnya dan dinyatakan
mengalami tekanan darah tinggi, berupa 190/110 mmHg. Oleh bidan pasien
disarankan untuk segera ke Rumah Sakit tetapi pasien menolak karena alasan
jarak tempuh yang jauh. Pasien kemudian diberi obat antihipertensi oleh bidan
dan dikonsumsi selama 1 hari, namun keluhan pada kepala tidak berkurang.
3 hari SMRS (1 hari setelah dinyatakan tekanan darah 190/110), pasien
merasakan kaki dan lengan kirinya mendadak terasa lemas, terasa berat bila
digerakkan ketika sedang mandi pagi sehingga pasien terjatuh dan harus
dipapah keluar. Saat jatuh pasien masih sadar dan tidak terbentur pada bagian
kepala atau mengalami luka di bagian tubuh lainnya. Pasien kemudian
memeriksakan diri ke bidan di dekat rumahnya lagi namun disarankan segera
ke rumah sakit karena ditakutkan terjadi gejala stroke. Pasien kemudian tidak
lekas ke rumah sakit karena masih kesulitan akomodasi dan transportasi.

3
2 hari SMRS pasien masih mengalami nyeri kepala seperti
sebelumnya, kelemahan pada anggota gerak kiri, dan muncul rasa kesemutan
di seluruh bagian kiri tubuhnya. Pasien dan keluarganya belum segera ke
rumah sakit karena keterbatasan jauhnya jarak tempuh dan transportasi.
1 hari SMRS pasien nyeri kepala yang dirasakan pasien bertambah
hebat dan merasa mual tapi tidak sampai muntah, sehingga pasien dan
keluarga memutuskan untuk segera memeriksakan diri ke Rumah Sakit.
Adanya gejala lain seperti muntah-muntah profuse, mimisan, nyeri
dada, gangguan penglihatan, muntah, kejang, kehilangan kesadaran, atau
gangguan BAK disangkal.
C. Riwayat Penyakit Dahulu:
 Hipertensi (+) sejak 5 tahun yang lalu, tidak
kontrol teratur
 Diabetes Mellitus (+) sejak 6 tahun yang lalu, tidak
kontrol teratur
 Penyakit Jantung Koroner (-)
 Gagal Jantung (-)
 Gastritis (-)
 Stroke (-)
 Gagal Ginjal (-)

D. Riwayat Penyakit Keluarga:


Riwayat penyakit keluarga yang mirip dengan kondisi pasien sekarang
tidak diketahui.
E. Riwayat Penyakit Sosial, Ekonomi, dan Lingkungan
Pasien bekerja sebagai buruh tani bersama dengan suaminya, bekerja di
sawah dekat rumahnya dari jam 6 pagi hingga jam 11 siang. Sehari-harinya pasien
tinggal di rumah bersama seorang suami, 2 anak, dan 1 mertua. Pasien memiliki
kebiasaan makan malam larut malam dengan porsi besar, sering minum teh manis
hingga 4-5 gelas sehari, dan tidak pernah melakukan olahraga karena telah
menganggap sudah cukup dengan bekerja di sawah. Berat badan pasien saat ini
sekitar 78 kg dengan tinggi badan 159 cm (IMT = 30.09). Sumber penghasilan pasien
dan keluarganya adalah dari pekerjaannya sebagai buruh tani.
Kesan Ekonomi: Kurang.

4
III. PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan fisik dilakukan di IGD dan bangsal dahlia, tanggal 3 Juni 2016 pukul
12.00:
A. Status Generalis:

1. Keadaan Umum: Tampak sakit sedang


2. Kesadaran: Composmentis; E4V5M6
3. Pemeriksaan Tanda Vital:

 Tekanan Darah: 220/130 mmHg


 Nadi: 84 kali per menit
 Respiration Rate: 24 kali per menit
 Suhu: 36.4 C

4. Pemeriksaan Kepala

 Bentuk: Mesocephal,
 Rambut: Warna hitam, tidak mudah dicabut
 Mata: Conjungtiva anemis -/- Sklera ikterik -/- Pupil isokor 2 mm / 2
mm reaktif +/+
 THT: Napas cuping hidung -/- discharge -/- darah -/-

5. Cavum Oris: Bibir kering (-), lidah typhoid (-)


6. Regio Colli: Struma (-), Limfadenopati (-), JVP tidak naik
7. Thorax Pulmo: SDV +/+ Rhonki -/- Rhonki basah halus -/- Wheezing -/-
Stridor -/-
8. Cor: S1 S2 reguler, murmur (-), gallop (-)
9. Abdomen: Datar, Bising Usus (+) normal, timpani, nyeri tekan (-) regio
epigastrium, hipokondriaka dan iliaca kiri
10. Ekstremitas: Hangat, nadi isi dan tegangan kuat, reguler, simetris kanan dan
kiri ; capillary refill <2/<2, edem -/-
11. Genitourinaria: Perempuan, dalam batas normal

5
B. Status Neurologis:

1. Kesadaran kualitatif: composmentis


2. GCS: E4V5M6
3. Reflek fisiologis: N/↑
4. Reflek patologis: -/-
5. Tonus: N/↑
6. Klonus: -/-
7. Kekuatan: 5/3
8. Sensorik: N / ↓
9. Kaku Kuduk: (-)
10. Rangsang Meningeal (-)

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG

A. Laboratorium 03/06/2016

No. Nama Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan


1. Hemoglobin (Hb) 15.9 g/dl 12 -16
2. Leukosit 8.99 x 103 /ul 4.50 - 11.00
3. Trombosit 312 x 103 /ul 150.000-450.000
4. Eritrosit 5.030.000 uL 4.100.000 - 5.100.000
5. Hematokrit 43.2 % 36.0-46.0
6. MCV 78.1 fl 78.0-102.0
7. MCH 28.8 pg 25.0-35.0
8. MCHC 36.8 g/dl 31.0-37.0
9. RDW-SD 36 fl 37-54
10. RDW-CV 12.8 % 11-16
11. LED 1 jam 18.0 mm/jam <10
12. LED 2 jam 25.0 mm/jam <20
13. Gula Darah Sewaktu 358.0 mg/dl 70.0 – 140.0
14. Neutrofil 50.7 % 42-74

6
15. Limfosit 37.2 % 17-45
16. Monosit 5.8 % 2.0 – 8.0
17. Eosinofil 5.1 % 0.0 – 5.0
18. Basofil 0.2 % 0-1
19. Limfosit Absolut 3.34 x 103 /uL 0.90 – 5.20
20. Ureum 30.6 mg/dl 10.0-50.0
21. Creatinin 1.15 mg/dl 0.50-0.90

B. EKG (03/06/2016)

7
V. DIAGNOSA
A. Diagnosa Utama: Krisis Hipertensi (Hipertensi Emergency); Diabetes Mellitus
B. Diagnosa Komplikasi: Hemiparesis sinistra tipe spastik susp. SNH

VI. INITIAL PLAN


Assessment: Krisis Hipertensi (Hipertensi Emergency)
A. IP Dx
1. Nyeri kepala (√)
2. Keadaan Umum tampak sakit sedang – berat (√)
3. Tekanan Darah >180 / >120 (230/130) (√)
4. Penurunan sensibilitas (√)

8
5. Penurunan kekuatan motorik (√)
6. CT Scan Kepala (?)
7. Funduskopi (?)
8. Cek Ureum Kreatinin (√)
9. Cek EKG (√)

B. IP Tx
1. O2 kanul 4 lpm (√)
2. IVFd isotonik (RL) 20 tpm (√)
3. Inj. Katapres (√)
4. Candesartan 1x16 mg (√)
5. Amlodipin 1x10 mg (√)

C. IP Mx
1. Kesadaran
2. Keadaan Umum
3. Tanda-tanda Vital (suhu, nadi, TD, RR)
4. Saturasi O2
5. Tanda kegawatan krisis hipertensi (penglihatan kabur, nyeri dada,
gangguan BAK, mimisan, kehilangan kesadaran)
D. IP Ex
1. Menjelaskan pada keluarga mengenai penyakit yang diderita pasien:
bahwa pasien mengalami tekanan darah tinggi yang mengkhawatirkan
dan harus segera ditangani agar tidak terjadi komplikasi yang lebih
berat.
2. Menjelaskan kepada keluarga bahwa terapi yang diberikan adalah
terapi untuk menurunkan tekanan darah sehingga diharapkan dapat
mencegah komplikasi yang lebih berat dan memperbaiki keadaan
umum pasien.
3. Bekerjasama dengan keluarga untuk mengawasi adanya tanda-tanda
kegawatan krisis hipertensi (penglihatan kabur, nyeri dada, gangguan
BAK, mimisan, kehilangan kesadaran).

9
Assessment: Hemiparesis Sinistra tipe spastik susp. SNH
A. IP Dx
1. Kelemahan anggota gerak (√)
2. Kejang (X)
3. Muntah (X)
4. Mual (√)
5. Peningkatan refl. Fisiologis (√)
6. Peningkatan tonus (√)
7. Refl. Patologis (X)
8. CT Scan (?)
9. Cek elektrolit
10. Cek Profil Lipid
11. Cek Asam Urat
12. Diabetes Mellitus (√)

B. IP Tx
1. Elevasi Kepala 30o (√)
2. Inj. Piracetam 12 gr/hari (√)
3. Inj. Citicholin 500 mg/8 jam (√)
4. Inj. Novomix 3x10iu (√)
5. Cek GDS 23.00 – 06.00 (√)
C. IP Mx
1. Keadaan Umum
2. Status Neurologis
3. Cek TTV
4. Cek GDS per hari
D. IP Ex
1. Menjelaskan pada keluarga mengenai penyakit yang diderita pasien:
bahwa pasien mengalami kelemahan anggota gerak kiri kemungkinan
besar akibat hipertensi yang telah dideritanya sejak 4 hari sebelumnya

10
tanpa mendapat pertolongan yang adekuat telah menyebabkan
komplikasi pada bagian tertentu di syaraf otak.
2. Menjelaskan kepada keluarga bahwa terapi yang diberikan adalah
terapi untuk mencegah komplikasi kelemahan yang lebih berat dan
memperbaiki keadaan umum pasien.
3. Bekerjasama dengan keluarga untuk mengawasi adanya tanda-tanda
gawat darurat perburukan gangguan saraf otak seperti penurunan
kesadaran, muntah, dan kejang.

VII. PROGNOSA
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad fungsionam : dubia ad bonam
Quo ad sanam : dubia ad bonam

VIII. PERJALANAN PENYAKIT (3 Juni - 7 Juni)

TANGGAL PERJALANAN PENYAKIT TERAPI YANG


DIBERIKAN
04/06/16 S: Tungkai-kaki dan lengan-tangan kiri terasa 1. Inf. RL 20 tpm
berat bila digerakkan 2. Inj. Piracetam 12
O: gr/24 jam
3. Inj. Citicholin 250
 TTV: t: 36.6; HR 80; TD: 145/91; RR:
mg/8 j
22
4. Amlodipin 1x10 mg
 KU: Baik
5. Candesartan 1x16 mg
 Kes: CM / E4V5M6
6. Inj. Novomix 3x12 iu
 Thorax: SDV +/+ RH -/- WH-/-
 Cor: s1s2 reguler; murmur (-); gallop
(-)
 Ext: Hangat, nadi isi dan tegangan
kuat, edem -/-
 M: 5/3
 S: N/↓

11
 T: N/↑
 R. Fisiologis: N/↑
 R. Patologis: -/-
 GDS: 23.00 348.0 mg/dL ; 06.00 228
mg/dL

A:
HT Emergency-Hemiparesis Sinistra-DM
(Neuropati)
05/06/16 S: Tungkai-kaki dan lengan-tangan kiri masih 1. Inf. RL 20 rpm
terasa berat bila digerakkan 2. Inj. Piracetam 12
O: gr/24 jam
3. Inj. Citicholin 250
 TTV: t: 36; HR 78; TD: 150/97; RR:
mg/8 j
22
4. Amlodipin 1x10 mg
 KU: Baik
5. Candesartan 1x16 mg
 Kes: CM / E4V5M6
6. Inj. Novomix 3x12 iu
 Thorax: SDV +/+ RH -/- WH-/-
 Cor: s1s2 reguler; murmur (-); gallop
(-)
 Ext: Hangat, nadi isi dan tegangan
kuat, edem -/-
 M: 5/3
 S: N/↓
 T: N/↑
 R. Fisiologis: N/↑
 R. Patologis: -/-
 GDS: 23.00 101 mg/dL ; 06.00 163
mg/dL

A:
HT Emergency-Hemiparesis Sinistra-DM
(Neuropati)
06/06/16 S: Tungkai-kaki dan lengan-tangan kiri terasa 1. Inf. RL 20 rpm

12
berat bila digerakkan 2. Inj. Piracetam 12
O: gr/24 jam
3. Inj. Citicholin 250
 TTV: t: 36.4; HR 82; TD: 140/95; RR:
mg/8 j
20
4. Amlodipin 1x10 mg
 KU: Baik
5. Candesartan 1x16 mg
 Kes: CM / E4V5M6
6. Inj. Novomix 3x12 iu
 Thorax: SDV +/+ RH -/- WH-/-
 Cor: s1s2 reguler; murmur (-); gallop
(-)
 Ext: Hangat, nadi isi dan tegangan
kuat, edem -/-
 M: 5/3
 S: N/↓
 T: N/↑
 R. Fisiologis: N/↑
 R. Patologis: -/-
 GDS: 23.00 348.0 mg/dL ; 06.00 228
mg/dL

A:
HT Emergency-Hemiparesis Sinistra-DM
(Neuropati)
07/06/16 S: Tungkai-kaki dan lengan-tangan kiri terasa 1. Inf. RL 20 rpm
berat bila digerakkan 2. Inj. Piracetam 12
O: gr/24 jam
3. Inj. Citicholin 250
 TTV: t: 36.6; HR 80; TD: 145/91; RR:
mg/8 j
22
4. Amlodipin 1x10 mg
 KU: Baik
5. Candesartan 1x16 mg
 Kes: CM / E4V5M6
6. Inj. Novomix 3x12 iu
 Thorax: SDV +/+ RH -/- WH-/-
 Cor: s1s2 reguler; murmur (-); gallop
(-)

13
 Ext: Hangat, nadi isi dan tegangan
kuat, edem -/-
 M: 5/3
 S: N/↓
 T: N/↑
 R. Fisiologis: N/↑
 R. Patologis: -/-
 GDS: 23.00 148.0 mg/dL ; 06.00 120
mg/dL

A:
HT Emergency-Hemiparesis Sinistra-DM
(Neuropati)
08/06/2016 S: Tungkai-kaki dan lengan-tangan kiri masih BLPL
terasa berat; sudah agak membaik
O:

 TTV: t: 36.6; HR 80; TD: 139/95; RR:


22
 KU: Baik
 Kes: CM / E4V5M6
 Thorax: SDV +/+ RH -/- WH-/-
 Cor: s1s2 reguler; murmur (-); gallop
(-)
 Ext: Hangat, nadi isi dan tegangan
kuat, edem -/-
 M: 5/3
 S: N/↓
 T: N/↑
 R. Fisiologis: N/↑
 R. Patologis: -/-
 GDS: 23.00 153.0 mg/dL ; 06.00 107
mg/dL

14
A:
HT Emergency-Hemiparesis Sinistra-DM
(Neuropati)

15
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi

Hampir semua consensus/ pedoman utama baik dari dalam walaupun luar

negeri, menyatakan bahwa seseorang akan dikatakan hipertensi bila memiliki tekanan

darah sistolik ≥ 140 mmHg dan atau tekanan darah diastolik ≥ 90 mmHg, pada

pemeriksaan yang berulang. Tekanan darah sistolik merupakan pengukuran utama

yang menjadi dasar penentuan diagnosis hipertensi.

Hipertensi krisis merupakan salah satu kegawatan dibidang neurovaskular

yang sering dijumpai di instalasi gawat darurat. Hipertensi krisis ditandai dengan

peningkatan tekanan darah akut dan sering berhubungan dengan gejala sistemik yang

merupakan konsekuensi dari peningkatan darah tersebut. Ini merupakan komplikasi

yang sering dari penderita dengan hipertensi dan membutuhkan penanganan segera

untuk mencegah komplikasi yang mengancam jiwa.

Krisis hipertensi dapat dibagi menjadi dua kelompok, yakni hipertensi

emergensi dan hipertensi urgensi. Sebagian besar ahli mendefinisikan hipertensi

emergensi sebagai suatu situasi yang membutuhkan penurunan tekanan darah segera

16
dengan menggunakan obat parenteral akibat adanya ancaman kerusakan organ target

yang akut dan bersifat progresif, sedangkan hipertensi urgensi merupakan suatu

situasi dengan peningkatan tekanan darah yang nyata tetapi tanpa disertai gejala klinis

yang berat atau kerusakan organ target yang progresif, namun tekanan darah tetap

perlu diturunkan dalam hitungan jam dengan menggunakan obat oral. Pasien dewasa

muda dengan hipertensi perlu dicurigai mengalami hipertensi renovaskular meskipun

keadaan ini dapat juga disebabkan oleh faktor lain.

Dikenal beberapa istilah yang berkaitan dengan hipertensi krisis

antara lain:

1. Hipertensi refrakter

Respon pengobatan yang tidak memuaskan dan tekanan darah > 200/110

mmHg, walaupun telah diberikan pengobatan yang efektif (triple drug)

pada penderita dan kepatuhan pasien

2. Hipertensi akselerasi

Peningkatan tekanan darah diastolic > 120 mmHg disertai dengan

kelainan funduskopi. Bila tidak diobati dapat berlanjut ke fase maligna.

3. Hipertensi maligna

Penderita hipertensi akselerasi dengan tekanan darah diastolik > 120-

130 mmHg dan kelainan funduskopi disertai papil edema, peninggian

tekanan intrakranial, kerusakan yang cepat dari vaskular, gagal ginjal

akut, ataupun kematian bila penderita tidak mendapatkan pengobatan.

Hipertensi maligna biasanya pada penderita dengan riwayat hipertensi

esensial ataupun sekunder dan jarang pada penderita yang sebelumnya

mempunyai tekanan darah normal.

17
4. Hipertensi ensefalopati

Kenaikan tekanan darah dengan tibatiba disertai dengan keluhan sakit

kepala yang hebat, penurunan kesadaran dan keadaan ini dapat menjadi

reversibel bila tekanan darah tersebut diturunkan.

B. Etiologi – Faktor Resiko

Berdasarkan penyebabnya hipertensi dibagi menjadi 2 golongan, yaitu:

hipertensi esensial atau hipertensi primer dan hipertensi sekunder atau hipertensi

renal.

o Hipertensi esensial Hipertensi esensial atau hipertensi primer yang tidak

diketahui penyebabnya, disebut juga hipertensi idiopatik. Terdapat sekitar

95% kasus. Banyak faktor yang mempengaruhinya seperti genetik,

lingkungan, hiperaktifitas sistem saraf simpatis, sistem renin angiotensin,

defek dalam ekskresi Na, peningkatan Na dan Ca intraseluler dan faktor-

faktor yang meningkatkan risiko seperti obesitas, alkohol, merokok, serta

polisitemia. Hipertensi primer biasanya timbul pada umur 30 – 50 tahun.

o Hipertensi sekunder Hipertensi sekunder atau hipertensi renal terdapat

sekitar 5 % kasus. Penyebab spesifik diketahui, seperti penggunaan

estrogen, penyakit ginjal, hipertensi vaskular renal, hiperaldosteronisme

primer, dan sindrom cushing, feokromositoma, koarktasio aorta, hipertensi

yang berhubungan dengan kehamilan, dan lain – lain

Faktor penyebab hipertensi intinya terdapat perubahan vascular, berupa

disfungsi endotel, remodeling, dan arterial stiffness. Namun faktor penyebab

hipertensi emergensi dan hipertensi urgensi masih belum dipahami. Diduga karena

terjadinya peningkatan tekanan darah secara cepat disertai peningkatan resistensi

18
vaskular. Peningkatan tekanan darah yang mendadak ini akan menyebabkan jejas

endotel dan nekrosis fibrinoid arteriol sehingga membuat kerusakan vaskular, deposisi

platelet, fibrin dan kerusakan fungsi autoregulasi.

C. Patogenesis

Autoregulasi merupakan penyesuaian fisiologis organ tubuh terhadap

kebutuhan dan pasokan darah dengan mengadakan perubahan pada resistensi terhadap

aliran darah dengan berbagai tingkatan perubahan kontraksi/dilatasi pembuluh darah.

Bila tekanan darah turun maka akan terjadi vasodilatasi dan jika tekanan darah naik

akan terjadi vasokonstriksi. Pada individu normotensi, aliran darah otak masih tetap

pada fluktuasi Mean Atrial Pressure (MAP) 60-70 mmHg. Bila MAP turun di

bawah batas autoregulasi, maka otak akan mengeluarkan oksigen lebih banyak dari

darah untuk kompensasi dari aliran darah yang menurun. Bila mekanisme ini gagal,

maka akan terjadi iskemia otak dengan manifestasi klinik seperti mual, menguap,

pingsan dan sinkop.

Pada penderita hipertensi kronis, penyakit serebrovaskuar dan usia tua, batas

ambang autoregulasi ini akan berubah dan bergeser ke kanan pada kurva,sehingga

pengurangan aliran darah dapat terjadi pada tekanan darah yang lebih tinggi

19
20
D. Diagnosa

Kemampuan dalam mendiagnosis hipertensi emergensi dan urgensi harus

dapat dilakukan dengan cepat dan tepat sehingga dapat mengurangi angka morbiditas

dan mortalitas pasien. Anamnesis tentang riwayat penyakit hipertensinya, obat-obatan

anti hipertensi yang rutin diminum, kepatuhan minum obat, riwayat konsumsi kokain,

amphetamine dan phencyclidine. Riwayat penyakit yang menyertai dan penyakit

kardiovaskular atau ginjal penting dievaluasi. Tanda-tanda defisit neurologik

harus diperiksa seperti sakit kepala,penurunan kesadaran, hemiparesis dan kejang.

21
Pemeriksaan laboratorium yang diperlukan seperti hitung jenis, elektrolit,

kreatinin dan urinalisa. Foto thorax, EKG dan CT- scan kepala sangat penting

diperiksa untuk pasien-pasien dengan sesak nafas, nyeri dada atau perubahan status

neurologis. Pada keadaan gagal jantung kiri dan hipertrofi ventrikel kiri pemeriksaan

ekokardiografi perlu dilakukan.

22
Perjalanan penyakit hipertensi sangat perlahan. Penderita hipertensi mungkin

tidak menunjukkan gejala selama bertahun – tahun. Masa laten ini menyelubungi

perkembangan penyakit sampai terjadi kerusakan organ yang bermakna. Bila terdapat

gejala biasanya bersifat tidak spesifik, misalnya sakit kepala atau pusing. Gejala lain

yang sering ditemukan adalah epistaksis, mudah marah, telinga berdengung, rasa

berat di tengkuk, sukar tidur, dan mata berkunang-kunang. Apabila hipertensi tidak

diketahui dan tidak dirawat dapat mengakibatkan kematian karena payah jantung,

infark miokardium, stroke atau gagal ginjal. Namun deteksi dini dan parawatan

hipertensi dapat menurunkan jumlah morbiditas dan mortalitas

23
E. Tatalaksana

Pada penelitian Stragard, dilakukan pemgukuran MAP pada penderita

hipertensi dengan yang normotensi. Didapatkan penderita hipertensi dengan

pengobatan mempunyai nilai diantara grup normotensi dan hipertensi tanpa

pengobatan. Orang dengan hipertensi terkontrol cenderung menggeser autoregulasi ke

arah normal

24
Dari penelitian didapatkan bahwa baik orang yang normotensi maupun

hipertensi, diperkirakan bahwa batas terendah dari autoregulasi otak adalah kira-kira

25% di bawah resting MAP. Oleh karena itu dalam pengobatan hipertensi krisis,

penurunan MAP sebanyak 20%-25% dalam beberapa menit atau jam,tergantung dari

apakah emergensi atau urgensi. Penurunan tekanan darah pada penderita

diseksi aorta akut ataupun edema paru akibat payah jantung kiri dilakukan dalam

tempo 15-30 menit dan bisa lebih cepat lagi dibandingkan hipertensi emergensi

lainya. Penderita hipertensi ensefalopati, penurunan tekanan darah 25% dalam 2-3

jam. Untuk pasien dengan infark serebri akut ataupun perdarahan intrakranial,

25
penurunan tekanan darah dilakukan lebih lambat (6-12 jam) dan harus

dijaga agar tekanan darah tidak lebih rendah dari 170-180/100 mmHg.

 Hipertensi Urgensi

A. Penatalaksanaan Umum

Manajenem penurunan tekanan darah pada pasien dengan hipertensi

urgensi tidak membutuhkan obat-obatan parenteral. Pemberian obat-

obatan oral aksi cepat akan memberi manfaat untuk menurunkan tekanan

darah dalam 24 jam awal Mean Arterial Pressure (MAP) dapat

diturunkan tidak lebih dari 25%. Pada fase awal standard goal penurunan

tekanan darah dapat diturunkan sampai 160/110 mmHg. Penggunaan

obat-obatan anti-hipertensi parenteral maupun oral bukan tanpa risiko

dalam menurunkan tekanan darah. Pemberian loading dose obat oral

anti-hipertensi dapat menimbulkan efek akumulasi dan pasien akan

mengalami hipotensi saat pulang ke rumah. Optimalisasi penggunaan

kombinasi obat oral merupakan pilihan terapi untuk pasien dengan

hipertensi urgensi.

B. Obat-obatan spesifik untuk hipertensi urgensi

Captopril adalah golongan angiotensin-converting enzyme (ACE)

inhibitor dengan onset mulai 15-30 menit. Captopril dapat diberikan 25

mg sebagai dosis awal kemudian tingkatkan dosisnya 50-100 mg setelah

90-120 menit kemudian. Efek yang sering terjadi yaitu batuk, hipotensi,

hiperkalemia, angioedema, dan gagal ginjal (khusus pada pasien dengan

stenosis pada arteri renal bilateral).

Nicardipine adalah golongan calcium channel blocker yang sering

digunakan pada pasien dengan hipertensi urgensi. Pada penelitian yang

26
dilakukan pada 53 pasien dengan hipertensi urgensi secara random

terhadap penggunaan nicardipine atau placebo. Nicardipine memiliki

efektifitas yang mencapai 65% dibandingkan placebo yang mencapai

22% (p=0,002). Penggunaan dosis oral biasanya 30 mg dan dapat

diulang setiap 8 jam hingga tercapai tekanan darah yang diinginkan.

Efek samping yang sering terjadi seperti palpitasi, berkeringat dan sakit

kepala.

Labetalol adalah gabungan antara α1danβ-adrenergic blocking dan

memiliki waktu kerjamulai antara 1-2 jam. Dalam penelitian labetalol

memiliki dose range yang sangat lebar sehingga menyulitkan dalam

penentuan dosis. Penelitian secara random pada 36 pasien, setiap grup

dibagi menjadi 3 kelompok; diberikan dosis 100 mg, 200 mg dan 300

mg secara oral dan menghasilkan penurunan tekanan darah sistolik dan

diastolik secara signifikan. Secara umum labetalol dapat diberikan mulai

dari dosis 200 mg secara oral dan dapat diulangi setiap 3-4 jam

kemudian. Efek samping yang sering muncul adalah mual dan sakit

kepala.

Clonidine adalah obat-obatan golongan simpatolitik sentral (α2-

adrenergicreceptor agonist) yang memiliki mula kerja antara 15-30 menit

dan puncaknya antara 2-4 jam. Dosis awal bisa diberikan 0,1-0,2 mg

kemudian berikan 0,05-0,1 mg setiap jam sampai tercapainya tekanan

darah yang diinginkan, dosis maksimal adalah 0,7 mg. Efek samping

yang sering terjadi adalah sedasi, mulut kering dan hipotensi ortostatik.

Nifedipine adalah golongan calcium channel blocker yang memiliki

pucak kerja antara 10-20 menit. Nifedipine kerja cepat tidak dianjurkan

27
oleh FDA untuk terapi hipertensi urgensi karena dapat menurunkan

tekanan darah yang mendadak dan tidak dapat diprediksikan sehingga

berhubungan dengan kejadian stroke.

 2. Hipertensi Emergensi

A. Penatalaksanaan Umum

Terapi hipertensi emergensi harus disesuaikan setiap individu

tergantung pada kerusakan organ target. Manajemen tekanan darah

dilakukan dengan obat-obatan parenteral secara tepat dan cepat.

Pasien harus berada di dalam ruangan ICU agar monitoring tekanan

darah bisa dikontrol dan dengan pemantauan yang tepat. Tingkat

ideal penurunan tekanan darah masih belum jelas, tetapi penurunan

Mean Arterial Pressure (MAP) 10% selama 1 jam awal dan 15%

pada 2-3 jam berikutnya.Penurunan tekanan darah secara cepat dan

berlebihan akan mengakibatkan jantung dan pembuluh darah orak

mengalami hipoperfusi.

B. Penatalaksanaan khusus untuk hipertensi emergensi:

Neurologic emergency

Kegawatdaruratan neurologi sering terjadi pada hipertensi

emergensi seperti hypertensive encephalopathy, perdarahan

intracranial dan stroke iskemik akut. American Heart Association

merekomendasikan penurunan tekanan darah > 180/105 mmHg

pada hipertensi dengan perdarahan intracranial dan MAP harus

dipertahankan di bawah 130 mmHg. Pada pasien dengan stroke

iskemik tekanan darah harus dipantau secara hati-hati 1-2 jam awal

untuk menentukan apakah tekanan darah akan menurun secara

28
sepontan. Secara terus-menerus MAP dipertahankan > 130 mmHg.

Cardiac emergency

Kegawatdaruratan yang utama pada jantung seperti iskemik

akut pada otot jantung, edema paru dan diseksi aorta. Pasien dengan

hipertensi emergensi yang melibatkan iskemik pada

otot jantung dapat diberikan terapi dengan nitroglycerin. Pada studi

yang telah dilakukan, bahwa nitroglycerin terbukti dapat

meningkatkan aliran darah pada arteri koroner. Pada keadaan diseksi

aorta akut pemberian obat-obatan β-blocker (labetalol dan esmolol)

secara IV dapat diberikan pada terapi awal, kemudian dapat

dilanjutkan dengan obat-obatan vasodilatasi seperti

nitroprusside. Obat-obatan tersebut dapat menurunkan tekanan

darah sampai target tekanan darah yang diinginkan (TD sistolik

> 120mmHg) dalam waktu 20 menit.

Kidney Failure

Acute kidney injury bisa disebabkan oleh atau merupakan

konsekuensi dari hipertensi emergensi. Acute kidney injury ditandai

dengan proteinuria, hematuria, oligouria dan atau anuria. Terapi

yang diberikan masih kontroversi, namun nitroprusside IV telah

digunakan secara luas namun nitroprusside sendiri dapat

menyebabkan keracunan sianida atau tiosianat. Pemberian

fenoldopam secara parenteral dapat menghindari potensi keracunan

sianida akibat dari pemberian nitroprussidedalam terapi

gagal ginjal.

29
Hyperadrenergic states

Hipertensi emergensi dapat disebabkan karena pengaruh obat-obatan

seperti katekolamin, klonidin dan penghambat monoamin oksidase.

Pasien dengan kelebihan zat-zat katekolamin seperti

pheochromocytoma, kokain atau amphetamine dapat menyebabkan

over dosis. Penghambat monoamin oksidase dapat mencetuskan

timbulnya hipertensi atau klonidin yang dapat menimbukan sindrom

withdrawal.

Pada orang-orang dengan kelebihan zat seperti pheochromocytoma,

tekanan darah dapat dikontrol dengan pemberian sodium

nitroprusside (vasodilator arteri) atau phentolamine IV (ganglion-

blocking agent). Golongan β-blockers dapat diberikan sebagai

tambahan sampai tekanan darah yang diinginkan tercapai.

Hipertensi yang dicetuskan oleh klonidinterapi yang terbaik adalah

dengan memberikan kembali klonidin sebagaidosis inisial dan

dengan penambahan obat-obatan anti hipertensi yang telah

dijelaskan di atas.

30
31
32
F. Prognosa

Penyebab kematian tersering adalah stroke (25%) , gagal ginjal (19%) dan gagal

jantung (13%). Prognosis menjadi lebih baik apabila penangannannya tepat dan

segera.

33
BAB III
PEMBAHASAN
I. SUBJEKTIF
Seorang wanita berusia 45 tahun datang ke IGD RSUD Batang mengeluh
kelemahan pada anggota gerak sebelah kiri disertai nyeri kepala hebat yang sudah
dialaminya sejak 4 hari yang lalu. Pasien memiliki riwayat sejak 4 hari yang lalu
hingga mencapai 190/110 mmHg namun tidak segera dibawa ke rumah sakit untuk
dilakukan pertolongan segera. Hal ini sesuai dengan teori hipertensi emergency pada
krisis hipertensi di mana peningkatan tekanan darah > 180/110 mmHg telah
menyerang salah satu organ target, dalam kasus ini: sistem saraf pusat (otak).
Pasien juga melaporkan tidak ada gejala seperti muntah, kejang, kehilangan
kesadaran, yang sesuai dengan manifestasi Stroke non hemorrhagic (SNH) pada
umumnya.
Tidak adanya gangguan penglihatan, nyeri dada, atau gangguan berkemih
mengindikasikan bahwa hipertensi emergency yang dialami pasien tidak menyerang
organ target lainnya.

II. OBJEKTIF
Saat dilakukan pemeriksaan tanda vital di IGD, didapatkan hasil pengukuran
tekanan darah sebesar 220/130 mmHg. Hal ini sesuai dengan kondisi krisis hipertensi
di mana tekanan darah mengalami peningkatan hingga mencapai >180/110 mmHg
dan memerlukan pertolongan segera. Jenis pertolongan yang dibutuhkan
menyesuaikan dengan jenis krisis hipertensi yang dialami, apakah berupa emergency
atau urgency. Pada pemeriksaan status neurologis, didapatkan peningkatan reflek
fisiologis anggota gerak sebelah kiri, kelemahan pada motorik anggota gerak sebelah
kiri, gangguan sensorik di seluruh bagian kiri tubuh, dan peningkatan tonus pada
anggota gerak sebelah kiri sehingga dapat disimpulkan pasien mengalami gangguan
organ target sistem saraf pusat. Kondisi ini mengindikasikan pasien mengalami
hipertensi emergency. Tidak adanya kaku kuduk atau tanda positif lainnya pada
rangsal meningeal, status kesadaran yang masih baik, dan refleks patologis yang
negatif menunjang ke arah diagnosis stroke non hemorrhagic, bukan stroke
hemorrhagic.

34
III. ASSESSMENT
Penegakkan diagnosa krisis hipertensi dapat dilakukan dengan melakukan
pemeriksaan tekanan darah pada pasien. Krisis hipertensi adalah kondisi di mana
didapatkan peningkatan tekanan darah >`180/110 mmHg. Krisis hipertensi terbagi
menjadi 2 jenis: hipertensi emergency dan hipertensi urgency. Hipertensi emergency
membutuhkan pertolongan penurunan tekanan darah segera dalam 1 jam, sedangkan
hipertensi urgency membutuhkan pertolongan penurunan tekanan darah dalam 24
jam. Pada pasien ini, peningkatan tekanan darah sudah terjadi sejak 4 hari SMRS dan
hanya diterapi obat jalan tanpa pengawasan lanjutan terhadap respon terapi. 1 hari
setelah mengalami nyeri kepala (3 hari SMRS) pasien mengalami keluhan tambahan
berupa kelemahan dan kesemutan pada seluruh bagian kiri tubuh yang terjadi pada
pagi hari yang dengan data pemeriksaan lainnya dapat disimpulkan organ target yang
sudah mengalami komplikasi akibat hipertensi emergency yang dialami pasien adalah
susunan sistem saraf pusat.
Penegakkan stroke non hemorrhagic secara gold standard seharusnya
dilakukan dengan pemeriksaan CT Scan. Pada pasien ini tidak dilakukan pemeriksaan
CT Scan, tetapi dari data anamnesis dan klinis serta perkembangan keadaan umum
pasien selama dirawat, dapat disimpulkan pasien menderita Stroke Non Hemorrhagic.
Mekanisme patofisiologi terjadinya stroke non hemorrhagic atau iskemik
dapat dijelaskan mengenai teori endothelial injury yang terjadi karena peningkatan
tekanan darah dapat menyebabkan menginisiasi atau memperparah proses thrombus
yang terjadi. Selain itu, dapat juga terjadi pecahnya plak akibat aliran deras darah
menyebabkan terbentuk emboli yang menyumbat pada pembuluh darah otak.

35
DAFTAR PUSTAKA

Majid, Abdul. 2004. Krisis Hipertensi Aspek Klinis Dan Pengobatan. Universitas Sumatera
Utara. http://library.usu.ac.id/download/fk/fisiologi-abdul%20majid.pdf

Devicaesaria, Asnelia. Hipertensi Krisis. 2014. Departemen Neurologi Fakultas Kedokteran


Universitas Indonesia / RSUPN Cipto Mangunkusumo.
http://cme.medicinus.co/file.php/1/LEADING_ARTICLE_Hipertensi_Kritis.pdf

PERKI. 2015. Pedoman Tatalaksana Hipertensi Pada Penyakit Kardiovaskular.


http://www.inaheart.org/upload/file/Pedoman_TataLaksna_hipertensi_pada_penyakit_
Kardiovaskular_2015.pdf
Wijaya, Indra. Siregar, Parlindungan. 2013. Hypertensive Crises in the Adolescent:
Evaluation of Suspected Renovascular Hypertension. Departemen Penyakit Dalam Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia / RSUPN Cipto Mangunkusumo.
http://www.inaactamedica.org/archives/2013/23585409.pdf
Brewster LM, MD; Michael Sutters, MD (2006). "Hypertensive Urgencies & Emergencies -
Hypertension Drug Therapy". Systemic Hypertension. Armenian Health Network, Health.am.
Retrieved 2007-12-02.
Robert L. Talbert, PharmD. 2015. Management of Hypertensive Crisis: Advances in
Pathogenesis and Treatment (Slides With Transcript). University of Florida College of
Pharmacy . http://www.medscape.org/viewarticle/569183

36

Anda mungkin juga menyukai