Anda di halaman 1dari 29

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Anemia merupakan suatu bentuk kelainan pada darah yang paling sering
terjadi pada masyarakat. Sebenarnya, anemia ini tidak termasuk kelainan yang
berbahaya. Akan tetapi, bila tidak ditangani dengan tepat dapat memicu terjadinya
penyakit yang lebih parah. Anemia yang berasal dari kata dalam bahasa Yunani
anhaimia yang secara harfiah berarti tanpa darah. Anemia ini memiliki beberapa
macam jenis yang dapat dibedakan berdasarkan penyebabnya. Secara garis besar,
anemia dapat dibedakan menjadi 4 kelompok yaitu:

1. Anemia yang disebabkan oleh cacat atau masalah yang ada pada faktor
konstitusional dari sel darah merah
2. Anemia yang disebabkan oleh defisiensi atau kekurangan bahan-bahan
yang berasal dari luar tubuh
3. Anemia karena kehilangan sel darah merah yang baik dan sehat
4. Anemia yang disebabkan karena adanya reaksi autoimun dari tubuh.

Bersadarkan klasifikasi anemia di atas, anemia sel sabit termasuk dalam jenis
anemia yang pertama, yaitu anemia yang disebabkan oleh cacat pada faktor
konstitusional pada sel darah merah, dalam hal ini adalah cacat pada hemoglobin,
yang disebut dengan istilah hemoglobinopathy. Berdasarkan kasus yang telah
dijumpai, Sickle Cell Disease (Penyakit Sel Sabit) dan thalassemia merupakan
hemoglobinopati yang paling sering dijumpai. (Beutler E, Collethr : 2005)

Menurut Williams Hematology (2001) Anemia yang disebabkan karena


kelainan pada hemoglobin, hemoglobinopati, merupakan suatu bentuk kelainan yang
umum terjadi di dunia hingga mencapai angka 7% dari populasi dunia.5,8 Angka
tersebut hingga mempengaruhi 300.000- 400.000 bayi yang baru lahir tiap tahunnya
menjadi penderita hemoglobinopati. Sebagian besar dari jumlah tersebut, sekitar

1
250.000 bayi, merupakan penderita penyakit sel sabit. Dari seluruh jumlah penderita
penyakit sel sabit tersebut, prevalensi tertinggi terdapat di daerah tropis Afrika,
tepatnya di daerah Benin, Uganda, Senegal, Afrika Tengah, dan pantai barat Afrika.
Selain daerah-daerah Afrika tersebut, terdapat juga penderita dengan prevalensi yang
lebih kecil di daerah mediterania, Arab Saudi, India, dan di antara orang-orang kulit
hitam di Amerika Serikat.

Selain jumlah dari penderita penyakit sel sabit tersebut, jumlah dari karier
penyakit tersebut juga harus diperhatikan, karena penyakit sel sabit ini termasuk
kelainan genetik yang dapat diwariskan dari orang tua kepadanya anaknya. Di
berbagai negara Eropa non-endemik penyakit sel sabit telah dilakukan survei untuk
mengetahui jumlah karier di negara mereka, diantaranya Albania ditemukan 3% karier;
Prancis 0,6%; Portugal 0,57%; Yunani 0,53%; Belanda 0,47%; Inggris 0.47%; Turki
0,44%; Skotlandia 0,01%; Finlandia 0,02%; Irlandia 0,08%; Amerika Serikat,
Amerika Latin dan karibia ditemukan 8% karier.

Anemia sel sabit merupakan autosomal recessive disorder yang menyebabkan


keabnormalan pada hemoglobin sehingga terjadi hemolisis yang mengakibatkan
manifestasi klinik. Pada anemia ini terjadi perubahan 1 base DNA yang
mengakibatkan perubahan glutamin menjadi valin pada b-globin. Jika HbS
ini mengalami oksidasi maka akan menyebabkan kerusakan membran. Sebenarnya
polimer HbS dan kerukan membran yang dini dapat pulih kembali. Namun, jika
kerusakan yang diakibatkan terlalu sulit untuk diperbaiki maka eritrosit akan berubah
menjadi sabit yang irreversibel. Kecepatan perubahan menjadi berbentuk sabit
dipengaruhi oleh beberapa faktor dan faktor yang paling penting adalah banyaknya
HbS dalam eritrosit. Eritrosit yang dehidrasi akan menyebabkan sel mudah menjadi
sabit. Hemoglobin yang lain juga mempunyai pengaruh kuat dalam perubahan ini.
Akibat adanya HbS, HbF tidak dapat bergabung dengan polimer, dan keadaan ini
memperlambat proses perubahan menjadi sabit. Faktor lain yang meningkatkan
perubahan eritrosit adalah meningkatnya deoksi hemoglobin HbS akibat asidosis dan
hipoksemia.

2
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Apakah yang dimaksud dengan Sickle cell anemia?
1.2.2 Apakah etiologi dari Sickle cell anemia?
1.2.3 Bagaimanakah Patofisiologi dari Sickle cell anemia?
1.2.4 Apakah manifestasi klinis dari Sickle cell anemia?
1.2.5 Bagaimana pemeriksaan diagnostik pada Sickle cell anemia?
1.2.6 Apakah komplikasi dari Sickle cell anemia?
1.2.7 Bagaimana Tindakan Pengobatan pada Sickle cell anemia?
1.2.8 Bagaimana asuhan keperawatan pasien dengan Sickle cell anemia?

1.3 Tujuan

1.3.1 Mahasiswa mengetahui pengertian dari Sickle cell anemia


1.3.2 Mahasiswa mengetahui etiologi dari Sickle cell anemia
1.3.3 Mahasiswa mengetahui manifestasi klinis dari Sickle cell anemia
1.3.4 Mahasiswa mengetahui patofisiologi dari Sickle cell anemia
1.3.5 Mahasiswa mengetahui pemeriksaan diagnostik pada Sickle cell anemia
1.3.6 Mahasiswa mengetahui komplikasi dari Sickle cell anemia
1.3.7 Mahasiswa mengetahui tindakan pengobatan Sickle cell anemia
1.3.8 Mahasiswa mengetahui asuhan keperawatan pasien dengan Sickle cell
anemia

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sickle cell anemia

2.1.1 Pengertian Sickle cell anemia

Anemia sel sabit adalah sejenis anemia kongenital dimana sel darah merah
berbentuk menyerupai sabit, karena adanya hemoglobin abnormal. (Noer Sjaifullah,
1999). Anemia sel sabit adalah anemia hemolitika berat akibat adanya defek pada
molekulhemoglobin dan disertai dengan serangan nyeri. (Suzanne C. Smeltzer, 2002)
Anemia Sel Sabit (Sickle cell anemia) disebut juga anemia
drepanositik, meniskositosis, penyakit hemoglobin S. Penyakit sel sabit (Sickle cell
anemia)) adalah suatu penyakit keturunan yang ditandai dengan sel darah merah yang
berbentuk sabit dan anemia hemolitik kronik. Pada penyakit sel sabit, sel darah merah
memiliki hemoglobin (protein pengangkut oksigen) yang bentuknya abnormal,
sehingga mengurangi jumlah oksigen di dalam sel dan menyebabkan bentuk sel
menjadi seperti sabit. Sel yang berbentuk sabit menyumbat dan merusak
pembuluhdarah terkecil dalam limpa, ginjal, otak, tulang dan organ lainnya serta
menyebabkan berkurangnya pasokan oksigen ke organ tersebut. Sel sabit ini rapuh
dan akan pecah pada saat melewati pembuluh darah, menyebabkan anemia berat,
penyumbatan aliran darah, kerusakan organ dan mungkin kematian.

4
Anemia sel sabit adalah kondisi serius di mana sel-sel darah merah menjadi
berbentuk bulan sabit, seperti huruf C. Sel darah merah normal berbentuk donat tanpa
lubang (lingkaran, pipih di bagian tengahnya), sehingga memungkinkan mereka
melewati pembuluh darah dengan mudah dan memasok oksigen bagi seluruh bagian
tubuh. Sulit bagi sel darah merah berbentuk bulan sabit untuk melewati pembuluh
darah terutama di bagian pembuluh darah yang menyempit, karena sel darah merah
ini akan tersangkut dan akan menimbulkan rasa sakit, infeksi serius, dan kerusakan
organ tubuh.

Anemia sel sabit dapat diwariskan oleh orang tua kepada anak laki-laki
atau perempuan. Pewarisan dari salah satu gen sel sabit disebut keadaan carriers
atau disebut juga ciri sel sabit. Orang-orang dengan ciri sel sabit seperti ini
tidak mengalami anemia sel sabit, tidak pula mengalami banyak gejala penyakit
yang disebabkan oleh sel sabit dan memiliki harapan hidup seperti orang-orang
yang normal. Jika dua carriers dari ciri sel sabit kawin, maka akan memiliki
anak dengan kemungkinan menderita anemia sel sabit. Penyakit sel sabit
sebenarnya dapat dibedakan menjadi 2, yaitu:

1) penyakit sel sabit yang heterozigot

2) penyakit sel sabit yang homozigot.

Untuk penyakit sel sabit heterozigot, hemoglobin yang terdapat dalam darah
pasien tidak hanya HbS saja, melainkan bisa saja ada bentuk kelainan hemoglobin
yang lain seperti HbC, HbD, HbE, maupun -thalassemia. Sebaliknya, dalam darah
pasien penderita penyakit sel sabit homozigot hanya terdapat satu kelainan
hemoglobin, yaitu HbS. Kelainan homozigot ini justru merupakan kelainan yang
paling parah bila dibandingkan dengan kelainan heterozigot. Berdasarkan kedua jenis
tersebut, anemia sel sabit termasuk ke dalam penyakit sel sabit homozigot. Anemia sel
sabit merupakan suatu kelainan pada darah yang disebabkan karena adanya
perubahan asam amino ke-6 pada rantai protein globin  yang menyebabkan adanya
perubahan bentuk dari sel darah merah menjadi serupa dengan sabit, yang disebut

5
dengan HbS. Kelainan struktur terjadi pada fraksi globin di dalam molekul
hemoglobin. Globin tersusun dari dua pasang rantai polipeptida. Misalnya, Hb S
berbeda dari Hb A normal Karena valin menggantikan asam glutamat pada salah satu
pasang rantainya.
Individu sehat : HbAHbA
Individu terkena anemia sel sabit : HbSHbS
Individu genotip heterozigot : HbAHbS
Orang heterozigotik HbAHbS memiliki dua macam sel darah merah, yaitu
yang mengandung hemoglobin A dan ada yang mengandung hemoglobin S. Oleh
karena membentuk dua macam hemoglobin, maka gen HbA dan HbS merupakan
gen-gen kodominan. Orang heterozigotik HbAHbS biasanya tidak menderita anemia
separah yang homozigotik untuk alel S yang menyebabkan anemia sel sabit

2.1.2 Etiologi Sickle cell anemia


Anemia sel sabit adalah gangguan resesif autosomal yang disebabkan
pewarisan dua salinan gen hemoglobin defektif, masing-masing satu dari orang
tua. Hemoglobin yang cacat tersebut yang disebut hemoglobin S (HbS), menjadi
kaku dan membentuk konfigurasi seperti sabit jika terpajan oksigen berkadar rendah.
Tekanan oksidatif juga memicu produksi hasil akhir glikasi yang masuk ke dalam
sirkulasi, sehingga memperburuk proses patologi vaskular pada individu yang
mengidap anemia sel sabit.

Sel darah merah pada anemia sel sabit ini kehilangan kemampuan untuk
bergerak dengan mudah melewati pembuluh yang sempit dan mengakibatkan

6
terperangkapnya di dalam mikro sirkulasi. Hal ini menyebabkan penyumbatan aliran
darah ke jaringan di bawahnya, akibatnya timbul nyeri karena iskemia jaringan.
Meskipun bentuk sel sabit ini bersifat reversible atau dapat kembali ke bentuk semula
jika saturasi hemoglobin kembali normal, sel sabit sangat rapuh dan banyak yang
sudah hancur di dalam pembuluh yang sangat kecil, sehingga menyebabkan anemia.
Sel-sel yang telah hancur disaring dan dipindahkan dari sirkulasi ke dalam limpa,
kondisi ini mengakibatkan limpa bekerja lebih berat. (Benz EJ : 2001)
Disfungsi multiorgan sering terjadi setelah beberapa tahun. Kondisi-kondisi
yang dapat menstimulasi sel sabit antara lain hipoksia, ansietas, demam, dan terpajan
dingin. Karena limpa merupakan organ imun yang penting, infeksi terutama yang
disebabkan bakteri, umumnya sering menstimulasi krisis sel sabit. Pada saat lahir,
tanda anemia sel sabit mungkin tidak terlihat karena semua bayi memiliki kadar
tinggi jenis hemoglobin yang berbeda, yaitu hemoglobin fetal (F). Hemoglobin fetal
tidak berbentuk sabit, tetapi hanya bertahan dalam waktu kira-kira empat bulan
setelah lahir. Pada saat inilah tanda penyakit mulai terlihat. Tanda-tanda ini termasuk
gejala klasik anemia dan tanda yang berhubungan dengan karakteristik gangguan
sumbatan yang sangat nyeri.

2.1.3 Patofisiologi Sickle cell anemia


Perubahan asam amino ke-6 pada rantai protein globin  dari asam glutamat
menjadi valin ternyata membawa dampak yang sangat besar terhadap morfologi sel
darah merah dan interaksi hemoglobin dalam sel darah merah tersebut. Perubahan
asam amino tersebut menyebabkan HbS mempunyai kecenderungan untuk berikatan
dengan HbS yang lain sehingga membentuk suatu rantai spiral yang menyerupai tali
tambang ketika mengalami deoksigenasi sehingga secara keseluruhan bentuk dari
sel darah merah tidak lagi menjadi bikonkaf, tetapi menyerupai sabit. Proses
polimerisasi tersebut akan menyebabkan adanya peningkatan viskositas dan
solubilitas dari darah, sehingga darah akan menjadi lebih kental yang kemudian
dapat menyebabkan penyumbatan pada pembuluh darah kecil. (Kastrifah :2007)
Pada tahap awal penyakit ini, sel darah merah yang telah mengalami

7
polimerisasi masih dapat kembali ke bentuknya semula jika mengalami oksigenasi.
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi proses polimerisasi;
1) Oksigen: Oksigen memegang peranan penting dalam proses polimerisasi.
Ketika oksigen terlepas dari sel darah merah untuk menuju ke jaringan tubuh, hal ini
akan memicu terjadinya polimerisasi karena pada saat itu hemoglobin mengalami
deoksigenasi. Akan tetapi, masih ada faktor lain, yang masih berkaitan dengan
afinitas hemoglobin-oksigen, yang juga mempengaruhi polimerisasi, yaitu senyawa
2,3-BPG (2,3-bifosfogliserat) dan nilai pH darah. Pada proses pelepasan ikatan
hemoglobin-oksigen, senyawa 2,3-BPG memegang peranan penting dalam
menurunkan afinitas hemoglobin terhadap oksigen, sehingga peningkatan senyawa
2,3-BPG akan dapat memicu polimerisasi hemoglobin. Sementara itu, penurunan
nilai pH akan menyebabkan jumlah ion hidrogen (H+) meningkat sehingga akan
memaksa hemoglobin melepaskan oksigen untuk membentuk senyawa Hb. Dengan
demikian, memicu terjadinya polimerisasi
2) Konsentrasi HbS dalam darah: Konsentrasi HbS dalam darah dapat
memicu terjadinya polimerisasi. Pada umumnya, polimerisasi akan terjadi bila
konsentrasi HbS naik melebihi 20.8 g/dl
3) Suhu. Suhu mempengaruhi keadaan kental dari deoksi HbS. Deoksi HbS
akan mengalami pencairan bila mengalami pendinginan, tetapi perlu diperhatikan
pula bahwa pendinginan tersebut dapat memperburuk keadaan penderita sebab akan
menyebabkan terjadinya vasokonstriksi.
4) Hb lain selain HbS. Beberapa hemoglobin dapat menghambat terjadinya
polimerisasi, sedangkan yang lainnya dapat memicu polimerisasi. HbF dan HbA
merupakan contoh dari hemoglobin yang dapat menghambat proses polimerisasi.
Kedua hemoglobin tersebut, ketika mengalami deoksigenasi tidak akan mengalami
polimerisasi dan tidak menjadi bentuk sabit, sehingga dapat menjaga viskositas serta
volume darah untuk tidak berubah menjadi lebih kental. Berkaitan dengan hal ini,
agen apapun yang dapat meningkatkan volume darah akan dapat mencegah
terjadinya polimerisasi. Dalam kasus ini, HbF dan HbA yang terdapat dalam darah
seolah-olah menambah volume darah yang sedang mengalami perubahan menjadi

8
lebih kental. Sebaliknya, HbC, HbD, HbO dan HbJ merupakan contoh hemoglobin
yang dapat memicu terjadinya polimerisasi.
5) Infeksi. Beberapa infeksi dapat mempengaruhi terjadinya polimerisasi
hemoglobin, seperti demam, muntah, diare dapat menyebabkan dehidrasi yang
berkaitan dengan volume darah yang berkurang sehingga memicu perubahan darah
menjadi lebih kental; asupan makanan yang kurang dapat menyebabkan terjadinya
asidosis yang dapat menurunkan nilai pH darah sehingga memicu terjadinya
polimerisasi hemoglobin; pneumonia dapat menyebabkan terjadinya hipoksemia
yang secara langsung mengurangi jumlah oksigen dalam darah, dengan demikian
dapat menyebabkan deoksigenasi hemoglobin.
Menurut Mohamad Sadikin (2001) Pada tahap tertentu, sel darah merah yang
telah mengalami polimerisasi, tidak akan dapat kembali lagi ke bentuk normalnya.
Hal ini disebabkan karena perubahan bentuk hemoglobin menjadi sabit berkali-kali
telah mengubah membran sel darah merah yang menyebabkan terjadinya kebocoran
ion kalium dan masuknya ion natrium. Ion kalium yang hilang jauh lebih banyak,
selain itu juga terjadi peningkatan jumlah ion kalsium sebanyak empat kali lipat
yang menyebab adanya aliran K-Cl dan terbukanya gerbang Gardos, yang
merupakan gerbang keluarnya ion kalium yang diaktifkan oleh ion kalsium, yang
menimbulkan kehilangan ion kalium yang lebih banyak lagi. Pada penderita yang
masih banyak memiliki sel darah merah yang masih reversibel, sel darah merah
tersebut memiliki kecenderungan untuk menempel ke sel endotelium. Hal ini
berkaitan dengan terjadinya vasooklusi pada penderita anemia sel sabit. Sementara
itu, pada penderita yang memiliki lebih banyak sel darah merah yang ireversibel, sel
darah merah tersebut memicu akumulasi IgG pada permukaan selnya yang
kemudian akan dikenali oleh reseptor makrofag sehingga menyebabkan
erythrophagocytosis.

2.1.4 Manifestasi Klinis Sickle cell anemia


Hemoglobin sabit mempunyai sifat buruk karena mempunyai bentuk seperti
Kristal bila terpajan tekanan oksigen rendah. Oksigen dalam darah vena cukup rendah

9
sehingga terjadilah perubahan ini; konsekuensinya sel yang mengandung hemoglobin
S akan rusak, kaku dan berbentuk sabit ketika berada di sirkulasi vena. Sel yang
panjang dan kaku dapat terperangkap dalam pembuluh kecil, dan ketika mereka
saling menempel satu sama lain, aliran darah ke daerah atau organ mengalami
perlambatan. Apabila terjadi iskemia atau infark, pasien dapat mengalami nyeri,
pembengkakan, dan demam. Urutan kejadian tersebut menerangkan terjadinya krisis
nyeri penyakit ini, namun apa yang mencetuskan urutan kejadian tersebut atau yang
mencegahnya tidak diketahui. (Montalembert M : 2007)
Gejala disebabkan oleh hemolisis dan thrombosis. Sel darah merah sabit
memiliki usia hidup yang pendek 15-25 hari; sel normal 120 hari. Pasien selalu
anemis, dengan nilai hemoglobin antara 7-10 g/dl. Setiap jaringan dan organ rentan
terhadap gangguan mikrosirkulasi akibat proses penyabitan, sehingga peka terhadap
kerusakan hipoksik atau nekrosis iskemik yang sebenarnya. Terdapat kenaikan
kekentalan darah.

Menurut Lonergan GJ (2001) Penderita selalu mengalami berbagai tingkat


anemia dan sakit kuning (jaundice) yang ringan, tetapi mereka hanya memiliki sedikit
gejala lainnya. Berbagai hal yang menyebabkan berkurangnya jumlah oksigen dalam
darah, (misalnya olah raga berat, mendaki gunung, terbang di ketinggian tanpa
oksigen yang cukup atau penyakit) bisa menyebabkan terjadinya krisis sel sabit, yang
ditandai dengan:

10
a) Semakin memburuknya anemia secara tiba – tiba nyeri (seringkali
dirasakan di perut atau tulang – tulang panjang)
b) Demam, kadang sesak nafas.
c) Nyeri perut bisa sangat hebat dan bisa penderita bisa mengalami muntah;
gejala ini mirip dengan apendisitis atau suatu kista indung telur.
d) Pada anak – anak, bentuk yang umum dari krisis sel sabit adalah sindroma
dada, yang ditandai dengan nyeri dada hebat dan kesulitan bernafas.
Penyebab yang pasti dari sindroma dada ini tidak diketahui tetapi diduga
akibat suatu infeksi atau tersumbatnya pembuluh darah karena adanya
bekuan darah atau embolus (pecahan dari bekuan darah yang menyumbat
pembuluh darah).
Sebagian besar penderita mengalami pembesaran limpa selama masa kanak-
kanak. Pada umur 9 tahun, limpa terluka berat sehingga mengecil dan tidak berfungsi
lagi. Limpa berfungsi membantu melawan infeksi, karena itu penderita cenderung
mengalami pneumonia pneumokokus atau infeksi lainnya.

No. Sistem Tanda dan Gejala


1. Jantung Kardiomegali, takikardi, napas pendek, dispnea sewaktu kerja
fisik, gelisah
2. Pernapasan Nyeri dada, batuk, sesak napas, demam, gelisah
3. Saraf Pusat Afasia, pusing, kejang, sakit kepala, disfungsi usus dan kandung
kemih
4. Genitourinaria Nyeri pinggang, hematuria
5. Gastrointestinal Nyeri perut, hepatomegali, demam
6. Okular Nyeri, perubahan penglihatan, buta
7. Skeletal Nyeri, mobilitas berkurang, nyeri dan bengkak pada lengan dan
kaki
8. Kulit Nyeri, ulkus terbuka dan mengering

2.1.5 Pemeriksaan Diagnostik


Setelah dilakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik, untuk mengetahui
gambaran klinis dari penderita, hal selanjutnya yang dapat dilakukan dalam

11
menegakkan diagnosis adalah melakukan pemeriksaan penunjang Menurut Roberts I
(2007) yaitu:
a) Pemeriksaan darah lengkap : Retikulosit (jumlah darah bervariasi dari 30% –
50%), leukositos (khususnya pada krisis vaso oklusit) penurunan Hb
b) Tes tabung turbiditas sabit : pemeriksaan rutin yang menentukan adanya
hemoglobin S, tetapi tidak membedakan antara anemia sel sabit dan sifat yang
diwariskan (trait).
c) Elektroforesis hemoglobin : mengidentifikasi adanya tipe hemoglobin
abnormal dan membedakan antara anemia sel sabit dan anemia sel trait.
d) LED : meningkat
e) GDA : dapat menunjukkan penurunan PO2
f) Bilirubin serum : meningkat
g) LDH : meningkat.
h) IVP : mungkin dilakukan untuk mengevaluasi kerusakan ginjal.
i) Radiografik tulang : mungkin menunjukkan perubahan tulang
j) Rontgen : mungkin menunjukkan penipisan tulang. (Doenges E.M, 2002, hal :
585).

2.1.6 Penatalaksanaan Sickle cell anemia

Sekitar 60% pasien anemia sel sabit mendapat serangan nyeri yang berat
hampir terus-menerus dan terjadinya anemia sel sabit selain dapat disebabkan karena
infeksi dapat juga disebabkan oleh beberapa faktor misalnya perubahan suhu yang

12
ekstrim, stress fisis atau emosional lebih sering serangan ini terjadi secara mendadak.
Orang dewasa dengan anemia sel sabit sebaiknya diimunisasi terhadap pneumonia
yang disebabkan pneumokokus. Tiap infeksi harus diobati dengan antibiotik yang
sesuai. Transfusi sel darah merah hanya diberikan bila terjadi anemia berat atau krisis
aplastik. Pada kehamilan usahakan agar Hb berkisar sekitar 10 – 12 g/dl pada
trimester ketiga. Kadar Hb perlu dinaikkan hingga 12 – 14 g/dl sebelum operasi.
Penyuluhan sebelum memilih teman hidup adalah penting untuk mencegah keturunan
yang homozigot dan mengurangi kemungkinan heterozigot. (Noer Sjaifullah H.M,
1999, hal : 534)

Sampai saat ini belum diketahui ada pengobatan yang dapat memperbaiki
pembentukan sabit, karena itu pengobatan secara primer ditujukan untuk pencegahan
dan penunjang. Karena infeksi tampaknya mencetuskan krisis sel sabit, pengobatan
ditekankan pada pencegahan infeksi, deteksi dini dan pengobatan segera setiap ada
infeksi pengobatan akan mencakup pemberian antibiotik dan hidrasi dengan cepat
dan dengan dosis yang besar. Pemberian oksigen hanya dilakukan bila penderita
mengalami hipoksia. Nyeri hebat yang terjadi secara sendiri maupun sekunder
terhadap adanya infeksi dapat mengenai setiap bagian tubuh. Tranfusi hanya
diperlukan selama terjadi krisis aplastik atau hemolitis. Transfusi juga diperlukan
selama kehamilan.

Hindari faktor-faktor yang diketahui mencetuskan krisis:

1. Profilaktik.
2. Asam folat, misalnya 5 mg perhari, jika diit buruk.
3. Gizi umum baik dan hygiene.
4. Krisis – istirahat, dehidrasi, berikan antibiotik jika terdapat infeksi,
bikarbonat jika pasien asidosis. Analgetik kuat biasanya diperlukan,
transfusi diberikan hanya jika anemia sangat berat dengan gejala transfusi.
Sukar mungkin dibutuhkan pada kasus berat.

13
5. Perawatan khusus diperlukan pada kehamilan dan anestesi sebelum
persalinan atau operasi, pasien dapat ditransfusi berulang dengan darah
normal untuk mengurangi proporsi haemoglobin S yang beredar.

Meningkatkan hidrasi setidaknya 1,5 sampai 2 kali dari kebutuhan normal


dapat menurunkan tingkat keparahan kejadian vasooklusif atau sumbatan pembuluh
darah. Menghindari situasi yang menyebabkan kadar oksigen rendah atau aktivitas
yang memerlukan banyak oksigen. Terapi obat, termasuk sediaan hidroksiurea (suatu
obat sitotoksik fase-S), dapat digunakan. Hidroksiurea memiliki efek langsung
terhadap peningkatan volume sel dan peningkatan produksi hemoglobin janin. Tidak
hanya hemoglobin janin yang tidak berbentuk sel sabit, tetapi juga meningkatkan
afinitas untuk oksigen dibandingkan dengan hemoglobin orang dewasa.

2.1.7 Komplikasi

Komplikasi anemia sel sabit meliputi infeksi, hipoksia dan iskemia, episode
thrombosis, stroke, gagal ginjal, dan priapiosmus (nyeri abnormal dan ereksi penis
terus menerus). Pasien dengan anemia sel sabit biasanya rentan terhadap infeksi,
terutama pneumonia dan osteomielitis. Mereka dapat mengalami krisis aplastika
dengan infeksi dan dapat menderita batu kandung empedu (akibat peningkatan
hemolisis yang menyebabkan batubilirubun) dan ulkus tungkai. Ulkus dapat bersifat
kronis dan nyeri serta memerlukan tandur kulit. Infeksi merupakan penyebab
kematian utama terjadi karena krisis sekuestrasi dimana terjadi pooling sel darah
merah ke RES dan kompartemen vaskular sehingga hematokrit mendadak menurun.
Pada orang dewasa menurunnya faal paru dan ginjal dapat berlangsung progresif.
Komplikasi lain berupa infark tulang, nekrosis aseptik kaput femoralis, serangan-
serangan priapismus dan dapat berakhir dengan impotensi karena kemampuan
ereksi.( Walters MC: 2002)

No. Sistem Komplikasi


1. Jantung Gagal jantung kongestif
2. Pernapasan Infark paru, pneumonia

14
3. Saraf Pusat Trombosis serebral
4. Genitourinaria Disfungsi ginjal
5. Gastrointestinal Kolesistitis, fibrosis hati, abses hati
6. Okular Ablasio retina, penyakit pembuluh darah perifer,
perdarahan
7. Skeletal Nekrosis aseptik kaput femoris dan kaput humeri
8. Kulit Ulkus tungkai kronis

2.1.8 Tindakan Pengobatan

Pengobatan dilakukan hanya untuk mengurangi rasa sakit dan penggunaan


antibiotik untuk mencegah infeksi berbahaya akibat bakteri (seperti sepsis/infeksi
yang terjadi di darah, meningitis, dan pneumonia) yang dapat menyebabkan kematian
pada penderita, terutama bayi. Hidroksiurea, yang telah dikenal sebagai obat
antitumor ternyata dapat pula digunakan untuk terapi bagi penderita, terutama pada
bayi. Hidroksiurea meningkatkan pembentukan sejenis hemoglobin (terutama
ditemukan pada janin) yang akan menurunkan jumlah sel darah merah yang berubah
bentuknya menjadi sabit. Oleh karena itu, obat ini mengurangi frekuensi terjadinya
krisis sel sabit dan juga terbukti dapat menekan rasa sakit serta mencegah komplikasi
penyakit pada anak-anak dan orang dewasa. Penelitian lebih lanjut masih dilakukan
untuk mengetahui keamanan dan efek jangka panjang penggunaannya. (Nienhuis
AW:2002)

Saat ini sedang dikembangkan teknik pengobatan baru untuk SCA, yaitu
dengan terapi gen. Terapi genetik merupakan teknik penanaman gen normal ke dalam
sel-sel prekursor (sel yang menghasilkan sel darah). Namun, teknik ini masih dalam
tahap penelitian dan baru diujicobakan pada tikus. Walaupun para peneliti khawatir
akan sulitnya menerapkan terapi gen pada manusia, mereka yakin bahwa terapi baru
ini akan menjadi pengobatan yang penting untuk penyakit sickle cell anemia.

15
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian Keperawatan

Data-data yang perlu dikaji dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien yang
menderita anemia sel sabit yaitu :

1. Pengumpulan data

a. Identifikasi Pasien : nama pasien, jenis kelamin, status perkawinan, agama, suku/
bangsa, pendidikan, pekerjaan, dan alamat.

b. Identitas penanggung

c. Keluhan utama dan riwayat kesehatan masa lalu

Keluhan utama: pada keluhan utama akan nampak semua apa yang dirasakan pasien
pada saat itu seperti kelemahan, nafsu makan menurun dan pucat.

Riwayat kesehatan masa lalu: riwayat kesehatan masa lalu akan memberikan
informasi kesehatan atau penyakit masa lalu yang pernah diderita.

d. Riwayat kesehatan keluarga

Penyakit anemia sel sabit dapat disebabkan oleh kelainan/kegagalan genetik yang
berasal dari orang tua yang sama-sama trait sel sabit

e. Riwayat kesehatan sekarang

- Klien terlihat keletihan dan lemah

- Muka klien pucat dan klien mengalami palpitasi

- Mengeluh nyeri mulut dan lidah

f. Pemeriksaan fisik

Aktivitas/ istirahat

Gejala: Keletihan/ kelemahan terus-menerus sepanjang hari, kehilangan


produktivitas, kebutuhan tidur lebih besar dan istirahat

Tanda: Tidak bergairah, gangguan gaya berjalan (nyeri)

16
Sirkulasi

Gejala: Palpitasi atau nyeri dada anginal

Tanda: Takikardi, disritmia (hipoksia), tekanan darah menurun, nadi lemah,


pernapasan lambat, warna kulit pucat atau sianosis, konjungtiva pucat.

Eliminasi

Gejala: Sering berkemih, nokturia ( berkemih malam hari)

Tanda: Nyeri tekan pada abdomen, hepatomegali, asites, urine encer, kuning pucat,
hematuria, berat jenis urine menurun

Integritas ego

Gejala: Mudah marah, kuatir, takut

Tanda: Ansietas, gelisah

Makanan/ cairan

Gejala: Haus, anoreksia, mual/ muntah

Tanda: Penurunan berat badan, turgor kulit buruk dengan bekas cubitan, tampak kulit
dan membran mukosa kering.

Hygiene

Gejala: Keletihan/ kelemahan, kesulitan mempertahankan nyeri

Tanda: Ceroboh, penampilan tidak rapi

Neurosensori

Gejala: Sakit kepala/ pusing, gangguan penglihatan, kesemutan pada ekstremitas

Tanda: Kelemahan otot, penurunan kekuatan otot, ataksia, kejang

Nyeri/ kenyamanan

Gejala: Nyeri punggung, sakit kepala

Tanda: Penurunana rentang gerak, gelisah

17
Pernapasan

Gejala: Dispnea saat bekerja/ istirahat

Tanda: Distres pernapasan akut, bunyi bronkial, bunyi napas menurun, mengi

Keamanan

Gejala: Riwayat transfusi

Tanda: Demam ringan, gangguan penglihatan, gangguan ketajaman penglihatan

Seksualitas

Gejala: Kehilangan libido, amenorea, priapisme

Tanda: Maturitas seksual terlambat, serviks dan dinding vagina (anemia)

2. Pemeriksaan Penunjang

a. Jumlah Darah Lengkap ( JDL): Leukosit dan trombosit menurun

b. Retikulosit: jumlah dapat bervariasi dari 30% – 50%

c. Pewarnaan SDM: menunjukkan sebagian sabit atau lengkap

d. LED: meningkat

e. Eritrosit: menurun

f. GDA: dapat menunjukkan penurunan PO2

g. Billirubin serum: meningkat

h. LDH: meningkat

i. TIBC: normal sampai menurun

j. IVP: mungkin dilakukan untuk mengevaluasi kerusakan ginjal

k. Radiografik tulang: mungkin menunjukkan perubahan tulang

l. Rontgen: mungkin menunjukkan penipisan tulang, osteoporosis

18
3.2 Diagnosa Keperawatan

1. Kerusakan pertukaran gas yang berhubungan dengan penurunan kapasitas


pembawa oksigen darah.

2. Perubahan perfusi jaringan yang berhubungan dengan penurunan fungsi/


kerusakan miokardial akibat infark kecil, deposit besi, dan fibrosis.

3. Resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan yang berhubungan


dengan peningkatan kebutuhan cairan.

4. Nyeri yang berhubungan dengan aglutinasi sel sabit dalam pembuluh darah.

5. Resiko tinggi terhadap kerusakan integritas kulit yang berhubungan dengan


gangguan sirkulasi.

6. Kurang pengetahuan yang berhubungan dengan kurangnya informasi


tentang penyakitnya.

3.3 Tindakan/ Intervensi Keperawatan

Diagnosa keperawatan: Kerusakan pertukaran gas yang berhubungan dengan


penurunan kapasitas pembawa oksigen darah, yang ditandai oleh: dispnea, gelisah,
takikardia, dan sianosis (hipoksia).

Tujuan Umum: Tidak terdapatnya sekret

Tujuan Khusus: Menunjukkan perbaikan ventilasi/ oksigenasi dan bunyi napas


normal.

INTERVENSI RASIONAL
Indikator keadekuatan fungsi pernapasan
atau tingkat gangguan dan
kebutuhan/keefektifan terapi.

Mandiri Terjadinya atelektasis dan stasis sekret


dapat mengganggu pertukaran gas.
Awasi frekuensi/ kedalaman pernapasan,
area sianosis. Menggambarkan terjadinya infeksi paru,
yang meningkatkankerja jantung dan
Auskultasi bunyi napas, catat adanya/ kebuttuhan oksigen.
takadanya, dan bunyi adventisisus.
Meningkatkan ekspansi dada optimal,
Kaji laporan nyeri dada dan peningkatan memobilisasikan sekresi, dan menurunkan

19
kelemahan. stasis sekret.

Bantu dalam mengubah posisi, batuk Jaringan otak sangat sensitif pada
dan napas dalam. penurunan oksigen dan merupakan
indikator dini terjadinya hipoksia.
Kaji tingkat kesadaran.
Penurunan kebutuhan metabolik tubuh
Kaji toleransi aktivitas; tempatkan menurunkan kebutuhan O2.
pasien pada tirah baring.
Melindungi dari kelelahan berlebihan.
Dorong pasien untuk memilih periode
istirahat dan aktivitas. Relaksasi menurunkan teganagn otot dan
ansietas.
Peragakan dan dorong penggunaan
teknik relaksasi. Masukan yang mencukupi perlu untuk
mobilisasi sekret.
Tingkatkan masukan cairan yang
adekuat. Melindungi dari potensial sumber infeksi
pernapasan.
Batasi pengunjung/ staf.
Memaksimalkan transpor O2 ke jaringan,
Kolaborasi khususnya pada adanya gangguan paru/
pneumonia.
Berikan suplemen O2 sesuai indikasi.
Dilakukan untuk memobilisasi sekret dan
Lakukan/ bantu fisioterapi dada. meningkatkan pengisian udara area paru.

Berikan pak SDM atau transfusi tukar Meningkatkan jumlah sel pembawa
sesuai indikasi. oksigen, melarutkan persentase
hemoglobin S (untuk mencegah sabit) dan
merusak sel sabit.

Diagnosa keperawatan: Perubahan perfusi jaringan yang berhubungan dengan


penurunan fungsi/ kerusakan miokardial akibat infark kecil, deposit besi, dan fibrosis,
yang ditandai oleh: penurunan tanda vital, pucat, gelisah, nyeri tulang, angina, dan
gangguan penglihatan.

Tujuan Umum: Perfusi jaringan adekuat

Tujuan Khusus: Menunjukkan perbaikan perfusi jaringan yang dibuktikan oleh tanda
vital yang stabil.

20
INTERVENSI RASIONAL
Mandiri

Awasi tanda vital dengan cermat. Kaji Pengendapan dan sabit pembuluh perifer
nadi untuk frekuensi, irama, dan volume. dapat menimbulkan obliterasi lengkap/
terjadi penurunan perfusi jaringan pada
sekitar pembuluh darah.

Kaji kulit untuk rasa dingin, pucat,


sianosis, diaforesis, pelambatan Perubahan menunjukkan penurunan
pengisian kapiler. sirkulasi/ hipoksia yang meningkatkan
oklusi kapiler.
Catat perubahan dalam tingkat
kesadaran. Perubahan dapat menunjukkan penurunan
perfusi SSP akibat iskemia atau infark.

Pertahankan pemasukkan cairan adekuat. Dehidrasi tidak hanya menyebabkan


hipovolemia tetapi meningkatkan
pembentukan sabit dan oklusi kapiler.

Pertahankan suhu lingkungan dan Mencegah vasokontriksi; membantu


kehangatan tubuh. dalam mempertahankan sirkulasi dan
perfusi.
Kolaborasi

Awasi pemeriksaan laboratorium, mis. Penurunan perfusi jaringan dapat


Darah lenkap, BUN menimbulkan infark organ jaringan
seperti otak, hati, limpa, ginjal dsb.

Berikan cairan hipo-osmolar (mis. Cairan Hidrasi menurunkan konsentrasi Hb S


garam faal 0,45) melalui pompa infus. dalam SDM, yang menurunkan
kecenderungan sabit, dan juga
menurunkan viskositas darah yang
membantu untuk mempertahankan
Berikan agen antisabit percobaan (mis, perfusi.
natrium sianat) dengan hati-hati
Agen antisabit ditujukan pada hidup
panjang eritrosit dan mencegah sabit
dengan mempengaruhi perubahan
membran sel

21
Diagnosa keperawatan: Resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan yang
berhubungan dengan peningkatan kebutuhan cairan, yang ditandai oleh: anoreksia,
dehidrasi (muntah, diare, demam).

Tujuan Umum: Intake cairan terpenuhi

Tujuan Khusus: Mempertahankan keseimbangan cairan adekuat.

INTERVENSI RASIONAL
Mandiri

Pertahankan pemasukan dan pengeluaran Pasien dapat menurunkan pemasukan


akurat. Timbang tiap hari. cairan selama periode krisis karena
malaise, anoreksia dsb.
Perhatikan karakteristik urine dan berat Ginjal dapat kehilangannya untuk
jenis. mengkonsentrasikan urine,
mengakibatkan kehilangan banyak urine
encer.

Awasi tanda vital. Penurunan sirkulasi darah dapat terjadi


dari peningkatan kehilangan cairan
mengakibatkan hipotensi dan takikardia.

Observasi demam, perubahan tingkat Gejala yang menunjukkan dehidrasi.


kesadaran, turgor kulit buruk, nyeri.

Awasi tanda vital dengan ketat selama Jantung dapat kelelahan dan cenderung
transfusi darah dan catat adanya dispnea, gagal karena kebutuhan pada status
ronki, mengi, batuk, dan sianosis. anemia.
Kolaborasi

Berikan cairan sesuai indikasi. Penggantian atas kehilangan/ defisit:


dapat memperbaiki ginjal pada SDM.

Awasi pemeriksaan laboratorium, mis. Peningkatan menunjukkan


Hb/Ht, elektrolir serum dan urine. hemokonsentrasi. Kehilangan
kemampuan ginjal untuk
mengkonsentrasikan urine dapat
mengakibatkan penurunan Na+, K+, dan
Cl+ serum.

22
Diagnosa keperawatan: Nyeri yang berhubungan dengan aglutinasi sel sabit dalam
pembuluh darah, yang ditandai oleh: nyeri lokal, menyebar, berdenyut, perih, sakit
kepala.

Tujuan Umum: Mengurangi nyeri

Tujuan Khusus: Menyatakan nyaeri berkurang; menunjukkan postur badan rileks,


bebas bergerak; meningkatkan asupan cairan.

INTERVENSI RASIONAL
Kaji berat dan lokasi nyeri. Tempat nyeri Jaringan dan organ sangat peka terhadap
yang sering adalah sendi dan ekstremitas, trombosis mikrosirkulasi dengan akibat
dada, dan abdomen. kerusakan hipoksik; hipoksia
menyebabkan nyeri.

Berikan analgetik sesuai rsesp. Anageltik oploid penting untuk


Perhitungkan pemakaian anagelsik yang mengurangi nyeri yang berat.
dikontrol pasien.
Cairan akan memperbaiki hemodilusi dan
Dukung asupan cairan peroral dan menguraiakn algutinasi sel sabit dalam
berikan cairan IV sesuai resep; memantau pembuluh darah kecil.
asupan dan haluaran cairan.
Nyeri sendi dapat dikurangi selama krisis
Posisikan pasien dengan hati-hati dan dengan gerakan yang hati-hati dan
sangga daerah nyeri; dukung penggunaan penggunaan kompres panas; teknik
teknik relaksasi dan latihan pernapasan. relaksasi dan latihan pernapasan dapat
berfungsi sebagai pelemas. Penyumbatan
pembuluh darah oleh sel sabit akan
menurunkan sirkulasi.

Diagnosa keperawatan: Resiko tinggi terhadap kerusakan integritas kulit yang


berhubungan dengan gangguan sirkulasi, yang ditandai oleh: turgor kulit buruk, kulit
kering, pucat.

Tujuan Umum: Mempertahankan integritas kulit dengan kriteria: kulit segar, sirkulasi
darah lancar.

Tujuan Khusus: Mencegah cedera; berpartisipasi dalam perilaku untuk menurunkan


faktor resiko/kerusakan kuilt.

INTERVENSI RASIONAL
Mandiri

23
Mencegah tekanan jaringan lama dimana
Sering ubah posisi, bahkan bila duduk di sirkulasi telah terganggu, menurunkan
kursi. resiko trauma jaringan/ iskemia.

Sirkulasi buruk pada jaringan, mencegah


kerusakan kulit.
Inspeksi kulit/ titik tekanan secara teratur
untuk kemerahan, beriakan pijatan Lembab, area terkontaminasi memberikan
lembut. media yang baik untuk pertumbuhan
organisme patogen.
Pertahankan permukaan kulit kering dan
bersih; linen kering/ bebas kerutan.
Potensi jalan masuk untuk organisme
patogen. Pada adanya gangguan sistem
imun, ini meningkatkanresiko infeksi/
Awasi tungkai terhadap kemerahan, pelambatan penyembuhan.
perhatikan dengan ketat terhadap
pembentukan ulkus. Meningkatkan aliran balik vena
menurunkan stasis vena/ pembentukan
edema.

Tinggikan ekstremitas bawah bila duduk.


Kolaborasi

Berikan kasur air atau tekanan udara. Menurunkan tekanan jaringan dan
membantu dalam memaksimalkan perfusi
seluler untuk mencegah cedera.

Awasi status area iskemik, ulkus.


Perhatikan distribusi, ukuran, Perbaikan atau lambanya penyembuhan
kedalaman, karakter, dan drainase. menunjukkan status perfusi jaringan dan
keefektifan intervensi.
Siapkan untuk/ bantu oksigenasi pada
ulkus. Memaksimalkan pemberian oksigen ke
jaringan, meningkatkan penyembuhan

Diagnosa keperawatan: Kurang pengetahuan yang berhubungan dengan kurangnya


informasi tentang penyakitnya, yang ditandai oleh: pertanyaan; meminta informasi;
tidak akurat mengikuti intruksi; dan ansietas.

Tujuan Umum: Memahami tentang penyakitnya

24
Tujuan Khusus: Menyatakan pemahaman proses penyakit, termasuk gejala krisis;
melakukan perilaku yang perlu/perubahan pola hidup untuk mencegah komplikasi.

INTERVENSI RASIONAL
Berikan informasi tentang penyakitnya. Memberikan dasar pengethuan sehingga
pasien dapat membuat pilihan yang tepat,
menurunkan ansietas dan dapat
meningkatkan kerjasama dalam program
terapi.
Kaji pengetahuan pasien tentang
penyakitnya. Menberi pengetahuan berdasarkan pola
kemampuan pasien untuk memilih
informasi.
Dorong mengkonsumsi sedikitnya 4-6
liter cairan perhari. Mencegah dehidrasi dan konsekuensi
hiperviskositas yang dapat membuat
sabit/ krisis.
Dorong latihan rentang gerak dan
aktivitas fisik teratur dengan Mencegah demineralisasi tulang dan
keseimbangan antara aktivitas dan dapat menurunkan resiko fraktur.
istirahat.

3.4 Implementasi Keperawatan

Pelaksanaan adalah pengobatan dan perwujudan dari rencana keperawatan yang


meliputi tindakan yang direncanakan oleh perawat, melaksanakan anjuran dokter dan
menjalankan ketentuan dari rumah sakit. Sebelum pelaksanaan terlebih dahulu harus
mengecek kembali data yang ada, karena kemungkinan ada perubahan data bila
terjadi demikian kemungkinan rencana haurs direvisi sesuai kebutuhan pasien.

3.5 Evaluasi Keperawatan

Evaluasi adalah pengukuran dari keberhasilan rencana perawatan dalam memenuhi


kebutuhan pasien. Tahap evaluasi merupakan kunci keberhasilan dalam
menggunakan proses keperawatan.

25
Hasil evaluasi yang diharapkan/ kriteria: evaluasi pada pasien dengan anemia sel sabit
adalah sebagai berikut:

Mengatakan pemahaman situasi/ faktor resiko dan program pengobatan individu


dengan kriteria:

1. Menunjukkan teknik/ perilaku yang memampukan kembali melakukan


aktivitas.
2. Melaporkan kemampuan melakukan peningkatan toleransi aktivitas.

Menyatakan pemahaman proses penyakit dan pengobatan pengobatan dengan


kriteria:

c. Mengidentifikasikan hubungan tanda/ gejala penyebab.

d. Melakukan perubahan perilaku dan berpartisipasi pada pengobatan.

Mengidentifikasikan perasaan dan metode untuk koping terhadap persepsi dengan


kriteria:

f. Menyatakan penerimaan diri dan lamanya penyembuhan.

g. Menyukai diri sebagai orang yang berguna.

Mempertahankan hidrasi adekuat dengan kriteria:

h. Tanda-tanda vital stabil, turgor kulit normal, masukan dan keluaran seimbang.

Menunjukkan perilaku perubahan pola hidup untuk meningkatkan/ mempertahankan


berat badan yang sesuai dengan kriteria:

i. Menunjukkan peningkatan berat badan, mencapai tujuan denagn nilai laboratorium


normal.

26
BAB IV

PENUTUP

3.1 Simpulan

Anemia sel sabit adalah gangguan resesif autosomal yang disebabkan


pewarisan dua salinan gen hemoglobin defektif, masing-masing satu dari orang
tua. Hemoglobin yang cacat tersebut yang disebut hemoglobin S (HbS), menjadi kaku
dan membentuk konfigurasi seperti sabit jika terpajan oksigen berkadar rendah.
Anemia sel sabit merupakan suatu kelainan pada darah yang disebabkan karena
adanya perubahan asam amino ke-6 pada rantai protein globin  yang menyebabkan
adanya perubahan bentuk dari sel darah merah menjadi serupa dengan sabit, yang
disebut dengan HbS.

Penderita selalu mengalami berbagai tingkat anemia dan sakit kuning


(jaundice) yang ringan, tetapi mereka hanya memiliki sedikit gejala lainnya. Berbagai
hal yang menyebabkan berkurangnya jumlah oksigen dalam darah, (misalnya olah
raga berat, mendaki gunung, terbang di ketinggian tanpa oksigen yang cukup atau
penyakit) bisa menyebabkan terjadinya krisis sel sabit. Sebagian besar penderita
mengalami pembesaran limpa selama masa kanak-kanak. Pada umur 9 tahun, limpa
terluka berat sehingga mengecil dan tidak berfungsi lagi. Limpa berfungsi membantu
melawan infeksi, karena itu penderita cenderung mengalami pneumonia
pneumokokus atau infeksi lainnya

3.2 Saran

Karena penyakit dapat menimbulkan krisis yang berbahaya, mereka yang


mengidap anemia sel sabit perlu bekerja keras untuk mempertahankan kesehatan
yang baik. Mereka dapat melakukan hal ini dengan menjaga kebersiahn pribadi,
dengan menghindari aktivitas yang berat yang berkepanjangan, dan dengan
mengkonsumsi makanan yang seimbang dan baik. Para penderita anemia sel sabit
hendaknya juga melakukan pemeriksaan medis yang teratur. Jika penderita anemia

27
sel sabit sering melakukan pemeriksaan medis dengan teratur, maka ini
memungkinkan banyak penderita anemia sel sabit untuk hidup secara normal.

28
DAFTAR PUSTAKA

Bakta, IM. Anemia Hemolitik. Dalam: Kastrifah, Purba DL, editor. Hematologi
Klinik Ringkas edisi I. Jakarta: EGC; 2007; 5; 50-96.

Benz EJ. Hthemoglobinopathies. Dalam: Harrison's Principle of Internal


Medicine 15 edition CD-ROM. USA: The McGraw-Hill Companies. 2001; 106;
666-74.

Beutler E. Disorders of Hemoglobin Structure: Sickle Cell Anemia and Related


Abnormalities. Dalam: Beutler E, Collethr BS, Lichtman MA, Kipps TJ,
Seligsohn U, editors. Williams Hematology 8 ed. USA: The McGraw-Hill
Companies; 2001; 47; 581-605.

Price, Sylvia A. 2006. Patofisisologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Volume


1. EGC: Jakarta

Ralph C. Benson & Martin L. Pernol .2009. Pengobatan anemia sel sabit. EGC :
Jakarta http://books.google.co.id/pengobatan anemia sel sabit. dikases pada
tanggal 2 November 2014 pukul 21.00 WIB

Smeltzer, Suzanne C. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Volume 2. EGC:


Jakarta

Doenges, Marilynn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk


Perencanaan Dan Pendokumentasiaan Perawatan Pasien. EGC: Jakarta

29

Anda mungkin juga menyukai