BAB IV Penetapan Parameter Farmakokinetika
BAB IV Penetapan Parameter Farmakokinetika
BAB IV Penetapan Parameter Farmakokinetika
PERCOBAAN IV
PENETAPAN PARAMETER FARMAKOKINETIKA SETELAH
PEMBERIAN DOSIS TUNGGAL PADA TIKUS
A. Tujuan Praktikum
B. Dasar Teori
Parameter farmakokinetika adalah besaran yang diturunkan secara
matematis dari model berdasarkan hasil pengukuran kadar obat utuh dan
atau metabolitnya di dalam darah, urin, atau cairan hayati lainnya. Dalam
praktek, uji dengan darah paling banyak digunakan, karena darah adalah
tempat yang paling cepat dicapai obat, darah juga tempat yang paling logis
bagi penetapan kadar obat di dalam darah. Juga karena darahlah yang
mengambil obat dari tempat absorbsi, menyebabkan ketempat
distribusi/aksi, serta membuangnya ke organ eliminasi. Kegunaan
menetapkan parameter farmakokinetik suatu obat adalah untuk mengkaji
kinetika absorbsi, distribusi dan eliminasi obat dalam tubuh. (Shargel,
2005).
Farmakokinetika adalah ilmu yang mempelajari absorpsi,
distribusi, metabolisme, dan ekskresi obat dan secara singkat dimaksudkan
pengaruh tubuh terhadap obat. Fase farmakokinetik adalah perjalanan obat
mulai titik masuk obat ke dalam badan hingga mencapai tempat aksinya.
Absorpsi
Proses absorpsi terjadi, bila obat melintasi paling tidak satu membran
sel dan kemudahan absorpsi obat akan memberi gambaran kadar obat
yang mencapai pada jaringan dan cairan tubuh.
Laporan Biofarmasetika P4 2
PENETAPAN PARAMETER FARMAKOKINETIKA SETELAH
PEMBERIAN DOSIS TUNGGAL PADA TIKUS
Distribusi
Tiap obat merupakan zat asing yang tidak diingini bagi badan dan
badan berusaha merombak zat tersebut menjadi metabolit yang bersifat
hidrofil agar lebih lancar diekskresikan melalui ginjal, jadi reaksi
biotransformasi merupakan detoksifikasi.
Ekskresi
kecepatan absorbsi (Ka), luas daerah dibawah kurva kog kadar obat
terhadap waktu (AUC), fraksi obat yang diabsorbsi (Fa), dan
bioavailabilitas obat (F), sedangkan untuk kinetika distribusi adalah
volume distribusi (Vd dan Vd ᄃ ). Dan untuk kinetika eliminasi adalah
klirens total (Cl), tetapan kecepatan eliminasi (K), dan waktu paruh
eliminasi (t ½).
a. Tetapan kecepatan absorbsi (Ka)
Penetapan laju e Kt absorbsi dari data absorbsi oral dapat
digunakan beberapa cara, antara lain metode residual. Dengan
menanggap Ka >>K, maka harga tidak bermakna terhadap waktu, oleh
karena itu dapat dihilangkan karena pada kadaan tersebut obat telah
sempurna terabsorbsi.
b. Area dibawah kurva (AUC)
Area dibawah kurva kadar obat dalam plasma - waktu adalah
suatu ukuran dari jumlah bioavailabilitas suatu obat. AUC
mencerminkan jumlah total obat aktif yang mencapai sirkulasi sistemik.
AUC adalah area dibawah kurva kadar obat dalam plasma – waktu dari
t = 0 sampai t = , dan sama dengan jumlah obat tidak berubah yang
mencapai sirkulasi umum dibagi klirens.
AUC dapat ditentukan dengan suatu prosedur integrasi numerik,
AUC 0 Cpdt
0
karena obat dalam saluran cerna juga mengikuti suatu proses penurunan
Laporan Biofarmasetika P4 6
PENETAPAN PARAMETER FARMAKOKINETIKA SETELAH
PEMBERIAN DOSIS TUNGGAL PADA TIKUS
dengan dosis yang diberikan (D) dan fraksi obat terabsorbsi (F).
Perhitungan t dan Cp maks
max biasanya perlu dilakukan,oleh karena
Keterangan :
vi= laju invasi
ki= tetapan invasi
a = kadar dalam darah, yg dlm hal penyuntikan secara intravena
terletak pd t= 0
c = kadar dalam darah pada saat t
–ki.t
Integrasi persamaan di atas menghasilkan c= a (1 – e ), dengan
persyaratan bahwa untuk saat t = 0. Walaupun demikian dalam
keadaan sesungguhnya kinetika total yang dapat ditentukan
berdasarkan kurva kadar dalam darah merupakan hasil dari kinetika
invasi dan kinetika eliminasi. Dalam gambar dibawah, bentuk kurva
untuk saat invasi murni, untuk eliminasi murni serta untuk invasi dan
eliminasi digambarkan secara linear dan semilogaritmik.
Log c
Log c
a
konsen- konsen-
trasi trasi
plasma plasma
a
b c
b
A B
Waktu (t)
Waktu (t)
Laporan Biofarmasetika P4 8
PENETAPAN PARAMETER FARMAKOKINETIKA SETELAH
PEMBERIAN DOSIS TUNGGAL PADA TIKUS
Kurva yang di hasilkan dari invasi dan eliminasi diberikan lagi melalui
persamaan :
c = Error: Reference source not found = ( Error: Reference source not
found– Error: Reference source not found)
yang disebut fungsi batemen. Pada penggambaran secara
semilogaritmik (gambar bagian B) bagian menurun dari kurva berbentuk
lurus yang berlangsung sejajar dengan bagian proses yang lebih lambat.
Ini umumnya adalah eliminasi. Dari bagian kurva menurun yang lurus
dapat ditentukan tetapan eliminasi seperti yang di gambarkan dalam
gambar di atas, melalui kemiringan garis lurus, serta melalui garis
ekstrapolasi konsentrasi plasma teori pada waktu t = 0. Jika konsentrasi
plasma yang diperoleh secara ekstrapolasi dikurangi dengan konsentrasi
yang diperoleh dengan pengukuran, maka di dapat kurva absorpsi.
Log c
Konsen-
trasi
plasma
Kurva ini
seperti kurva
eliminasi
Waktu (t)
umumnya bersifat
Laporan Biofarmasetika P4 9
PENETAPAN PARAMETER FARMAKOKINETIKA SETELAH
PEMBERIAN DOSIS TUNGGAL PADA TIKUS
ALAT :
Laporan Biofarmasetika P4 10
PENETAPAN PARAMETER FARMAKOKINETIKA SETELAH
PEMBERIAN DOSIS TUNGGAL PADA TIKUS
BAHAN :
Sulfamethoxazol (SMZ) NaOH 0,1 % dan 10%
Paracetamol (PCT) HCl 6N
TCA 5% dan 20% N (1-naftil) etilendiamin
NaNO2 0,1% dan 10%
0,1%
Asam sulfamat 0,5 % dan Heparin
15% Tikus
Hewan uji : Masing-masing kelompok mendapatkan 2 ekor tikus
D. Skema Kerja
Parasetamol
Prosedur penetapan kadar Paracetamol
1 Pembuatan larutan stok Paracetamol
100,0 mg Paracetamol
Labu takar 100,0 ml
+ 0,5 ml HCL 6 N
+ 1,0 ml NaNO2 10 %
E. Data Pengamatan
ü HASIL ABSORBANSI
Consentrasi(µg/ml) absorbansi
0.11400
201.400
0.13900
302.100
0.22300
402.800
0.32700
503.500
0.45600
604.200
0.55500
704.900
WAKTU
Kelompok
15 30 45 60 90 120 150 180 210 240
1 0.1180 0.2660 0.1670 0.1510 0.3180 0.2120 0.1700 0.2010 0.0950 0.1050
2 0.2340 0.2770 0.1630 0.4490 0.1490 0.1630 0.2200 0.1150 0.0560 0.0820
3 0.0620 0.3070 0.0750 0.0780 0.5510 0.1290 0.3080 0.1550 0.3270 0.1080
4 0.1810 0.1030 0.3780 0.0850 0.1560 0.4230 0.2140 0.0930 0.1720 0.0690
5 0.2480 0.3660 0.2620 0.0970 0.3630 0.2590 0.1840 0.3210 0.0620 0.0920
6 0.0850 0.2270 0.2070 0.2290 0.2040 0.1220 0.2830 0.1560 0.0610 0.0780
7 0.1840 0.2580 0.1040 0.1040 0.0880 0.2040 0.2920 0.1130 0.1300 0.2060
KETERANGAN DIPAKAI SEBAGAI DATA PERHITUNGAN
KELOMPOK 2,5
DENGAN KETENTUAN BEBERAPA DATA DI CORET( ),
= merupakan T Max
F. Perhitungan
PARACETAMOL 750 mg
1. Perhitungan Dosis
Diketahui :
Dosis PCT pada manusia :
Konversi dari manusia ke tikus : 0.018
Maka :
Dosis pada manusia 70 kgBB :
Dosis pada tikus 200 g :
Dosis per Kg BB tikus :
Diketahui :
Berat tikus terbesar : 250 g
Dosis tikus terbesar :
Maka :
Konsentrasi larutan stock :
Jumlah PCT yang ditimbang :
Diketahui :
Berat kertas + zat : 1.4483 g
Berat kertas + sisa : 0.4979 g -
Berat zat : 0.9504 g
Rentang penimbangan
Konsentrasi Lar. stock Sebenarnya :
VOLUME PEMBERIAN
172,4 16.2918 =1.714ml →1.70 ml
Deret Baku Paracetamol
Konsentrasi Perhitungan Koreksi kadar
0 µg/ml V1. C1 = V2. C2 V1. C1 = V2. C2
V1. 1000 µg/ml = 500 µL. 0 µg/ml 0 µL. 1007 µg/ml = 500 µL. C2
V1 = 0 L (Paracetamol ) C2 = 0 µg/ml
Darah = 500 µL
100 µg/ml V1. C1 = V2. C2 V1. C1 = V2. C2
V1. 1000 µg/ml = 500 µL. 100 µg/ml 50 µL. 1007 µg/ml = 500 µL. C2
V1 = 50 µL (Paracetamol ) C2 = 100,7 µg/ml
Darah = 450 µL
200 µg/ml V1. C1 = V2. C2 V1. C1 = V2. C2
V1. 1000 µg/ml = 500 µL. 200 g/ml 100 µL. 1007 µg/ml = 500 µL. C2
V1 = 100 µL (Paracetamol ) C2 = 201,4 µg/ml
Darah = 400 µL
300 µg/ml V1. C1 = V2. C2 V1. C1 = V2. C2
V1. 1000 µg/ml = 500 µL. 300 µg/ml 150 µL. 1007 µg/ml = 500 µL. C2
V1 = 150 µL (Paracetamol ) C2 = 302,1 µg/ml
Darah = 350 µL
400 µg/ml V1. C1 = V2. C2 V1. C1 = V2. C2
V1. 1000 µg/ml = 500 µL. 400 µg/ml 200 µL. 1007 µg/ml = 500 µL. C2
V1 = 200 µL (Paracetamol ) C2 = 402,8 µg/ml
Darah = 300 µL
500 µg/ml V1. C1 = V2. C2 V1. C1 = V2. C2
V1. 1000 µg/ml = 500 µL. 500 µg/ml 250 µL. 1007 µg/ml = 500 µL. C2
V1 = 250 µL (Paracetamol ) C2 = 503,5 µg/ml
Darah = 250 µL
600 µg/ml V1. C1 = V2. C2 V1. C1 = V2. C2
V1. 1000 µg/ml = 500 µL. 600 µg/ml 300 µL. 1007 µg/ml = 500µL. C2
V1 = 300 µL (Paracetamol ) C2 = 604,2 µg/ml
Darah = 200 µL
700 µg/ml V1. C1 = V2. C2 V1. C1 = V2. C2
V1. 1000 µg/ml = 500 µL. 700 µg/ml 350 µL. 1007 µg/ml = 500 µL. C2
V1 = 350 µL (Paracetamol ) C2 = 704,9 µg/ml
Darah = 150 µL
503.500 0.32700
604.200 0.45600
704.900 0.55500
Paracetamol kelompok 2
waktu
(menit) Absorbansi
15 0.2340
30 0.2770
60 0.4490
90 0.1490
120 0.1630
180 0.1150
210 0.0560
240 0.0820
Paracetamol kelompok 5
waktu(menit) Absorbansi
15 0.2480
45 0.2620
90 0.3630
120 0.2590
150 0.1840
210 0.0620
240 0.0920
KELOMPOK 2
Data Absorbansi Kelompok 2
waktu Absorban Cp
(menit) si
15 0.2340 379.2
7
30 0.2770 425.7 Fase Absorbsi
6
60 0.4490 611.7
2
90 0.1490 287.3
8
120 0.1630 302.5
1
180 0.1150 250.6
2 Fase Eliminasi
210 0.0560 186.8
3
240 0.0820 214.9
4
Perhitungan
Fase Eliminasi
waktu
(menit) Cp
250.
180
62
186.
210
83
214.
240
94
Reg.Lin T Vs Ln Cp
a=5.91235
b= - 0.00255
r= -0.522660
B= anti ln a =369.5736
b= - K el = -(-0.00255) = 0.00255/menit
Fase Absorbsi
waktu ˄ Cpr =│Cp-
(menit) Cp Cp' Cp'│
379.272 355.655
15
4 8 23.6166
425.761 342.259
30
2 3 83.5019
611.716 316.961
60
5 2 294.7553
PARAMETER FARMAKOKINETIK
Persamaan Kurva = Cp = Be –kt – Ae – ka t
-0.00255t
=Cp = 369,5736e - 12.5698e -0.05408t
1. FASE ABSORBSI
Ka =0.05408 / menit
AUC
=2,844.525
=6,037.725
=15,562.2
=13,486.5
=8,848.35
=16,593.9
=6,561.75
=6,026.55
= =84,290.19 +
2. FASE DISTRIBUSI
Vd = = =1468.2 ml
Atau
Vd = = =1497.6ml
3. FASE ELIMINASI
Clirens = = = 3.744 ml/menit
T ½ eliminasi =0.693/k=0.693/0.00255=271.76menit =4.529 jam
K el =0.00255/ menit
4. T Max = = = 59.2736 menit
–kt – ka t
5. Cp Max= Cp = Be – Ae
= Cp = 369.5736e -0.00255 x 59.2736 - 12.5698e -0.05408 x59.2736
=317.73-0.0509 =317.22 µg/ml
KELOMPOK 5
Data Absorbansi Kelompok 5
waktu(menit) Absorbansi Cp
394
15 0.2480
.41
409 FASE
45 0.2620 ABSORBSI
.54
518
90 0.3630
.74
406
120 0.2590
.30
325
150 0.1840
.22
193 FASE ELIMINASI
210 0.0620
.32
225
240 0.0920
.75
Kurva Ln Cp Terhadap Waktu
waktu(menit) Ln Cp
15 5.9
8
45 6.0
2
90 6.2
5
120 6.0
1
150 5.7
8
210 5.2
6
240 5.4
2
Perhitungan
Fase Eliminasi
waktu(menit) Cp
406.3
120
0
325.2
150
2
193.3
210
2
225.7
240
5
Reg.Lin T Vs Ln Cp
a=6.636
b= - 0.005616
r= -0.91465
B= anti ln a = 762.040
K el = 0.0056/menit
Fase Absorbsi
waktu ˄ Cpr =│Cp-
(menit) Cp Cp' Cp'│
15
394.408 700.194 305.7856
45
409.544 590.996 181.4517
90
518.739 458.283 60.4560
PARAMETER FARMAKOKINETIK
Persamaan Kurva = Cp = Be –kt – Ae – ka t
=Cp = 762.040e -0.0056t- 445.9915e -0.0218t
1. FASE ABSORBSI
Ka =0.0218/ menit
AUC
=2,958.075
=12,059.25
=20,886.3
=13,875.6
=10,972.8
=15,556.2
=6,286.05
= = 40,312.5+
2. FASE DISTRIBUSI
Vd = = =871.74 ml
Atau
Vd = = =871.74ml
3. FASE ELIMINASI
Clirens = = = 4.8817 ml/menit
T ½ eliminasi =0.693/k=0.693/ =123.75mnt=2.06 jam
K el =/ menit
4. T Max = = = 83.89 menit
5. Cp Max = Cp = Be – Ae – ka t
–kt
G. Pembahasan
Pada percobaan kali ini merupakan percobaan kelanjutan dari P1, P2, dan
P3 yang bertujuan untuk menetapkan parameter farmakokinetika setelah
pemberian dosis tunggal pada obat paracetamol. Pemilihan dosis paracetamol
berdasarkan hasil dari P3 yang paling bagus yaitu untuk paracetamol dosis 750
mgyang selanjutnya akan ditentukan parameter farmakokinetiknya.
Farmakokinetik seringkali diartikan sebagai perlakuan tubuh terhadap obat yang
ditujukan terhadap pergerakan obat masuk ke dalam tubuh, melalui tubuh dan
pergerakannya keluar dari tubuh.
Farmakokinetika merupakan aspek farmakologi yang mencakup nasib
obat dalam tubuh yaitu absorbsi, distribusi, metabolisme, dan ekskresinya
(ADME). Obat yang masuk ke dalam tubuh melalui berbagai cara pemberian
umunya mengalami absorpsi, distribusi, dan pengikatan untuk sampai di tempat
kerja dan menimbulkan efek. Kemudian dengan atau tanpa biotransformasi, obat
diekskresi dari dalam tubuh. Seluruh proses ini disebut dengan proses
farmakokinetika dan berjalan serentak seperti yang terlihat pada gambar dibawah
ini.
1) Absorpsi
Absrobsi merupakan proses penyerapan obat dari tempat pemberian, menyangkut
kelengkapan dan kecepatan proses tersebut.
2) Distribusi
Setelah diabsorpsi, obat akan didistribusi ke seluruh tubuh melalui sirkulasi darah. Selain
tergantung dari aliran darah, distribusi obat juga ditentukan oleh sifat fisikokimianya.
Distribusi obat dibedakan atas 2 fase berdasarkan penyebarannya di dalam tubuh. Distribusi
fase pertama terjadi segera setelah penyerapan, yaitu ke organ yang perfusinya sangat baik
misalnya jantung, hati, ginjal, dan otak. Selanjutnya, distribusi fase kedua jauh lebih luas yaitu
mencakup jaringan yang perfusinya tidak sebaik organ di atas misalnya otot, visera, kulit, dan
jaringan lemak.
Distribusi dibatasi oleh ikatan obat pada protein plasma, hanya obat bebas yang dapat
berdifusi dan mencapai keseimbangan. Derajat ikatan obat dengan protein plasma ditentukan
oleh afinitas obat terhadap protein, kadar obat, dan kadar proteinnya sendiri. Pengikatan obat
oleh protein akan berkurang pada malnutrisi berat karena adanya defisiensi protein.
3) Metabolisme
Metabolisme obat ialah proses perubahan struktur kimia obat yang terjadi dalam tubuh
dan dikatalis oleh enzim. Pada proses ini molekul obat diubah menjadi lebih polar, artinya
lebih mudah larut dalam air dan kurang larut dalam lemak sehingga lebih mudah diekskresi
melalui ginjal. Selain itu, pada umumnya obat menjadi inaktif, sehingga metabolisme sangat
berperan dalam mengakhiri kerja obat. Tetapi, pada obat yang metabolitnya sama aktif, lebih
aktif, atau tidak toksik. Ada obat yang merupakan calon obat (prodrug) justru diaktifkan oleh
enzim metabolisme ini.
Metabolit aktif akan mengalami biotransformasi lebih lanjut dan atau diekskresi
sehingga kerjanya berakhir. Enzim yang berperan dalam metabolisme obat dapat dibedakan
berdasarkan letaknya dalam sel, yakni enzim mikrosom yang terdapat dalam retikulum
endoplasma halus (yang pada isolasi in vitro membentuk mikrosom), dan enzim non-
mikrosom. Kedua macam enzim metabolisme ini terutama terdapat dalam sel hati, tetapi juga
terdapat di sel jaringan lain misalnya ginjal, paru, epitel, saluran cerna, dan plasma.
4) Ekskresi
Obat dikeluarkan dari tubuh melalui berbagai organ ekskresi dalam bentuk metabolit
hasil biotransformasi atau dalam bentuk asalnya. Obat atau metabolit polar diekskresi lebih
cepat daripada obat larut lemak.
Obat diberikan secara oral pada hewan uji tikus, baik pada obat
sulfametoxazol maupun paracetamol. Pemberian peroral ini termasuk pemberian
secara ekstravaskuler. Dimana pemberian ekstravaskuler terjadi proses absorbsi,
distribusi, metabolisme, dan ekskresi.
Paracetamol (PCT)
Struktur
Paracetamol
Asam sulfamat yang ditambahkan juga akan menghilangkan gas N2 secara perlahan dengan
diberikan getaran ultrasonik pada larutan. Gas N2 hilang ditandai dengan berkurangnya
gelembung gas yang terbentuk. Apabila gas N2 ini tidak hilang, maka akan mengganggu
pengukuran absorbansi. Kemudian ditambahkan NaOH 10% sebanyak 3,5ml kedalamnya. Hal
ini bertujuan untuk memperpanjang gugus kromofor sehingga warna yang terbentuk semakin
jelas dan dapat terbaca absorbansinya dengan valid.
Setelah didapat nilai Cp digunakan untuk perhitungan Cpr dan selanjutnya digunakan
untuk menentukan t1/2 eliminasi, Vd, AUC, tmax, dan kliren serta Cp max. Parameter
farmakokinetik untuk mengkaji kinetika absorbsi digunakan tetapan kecepatan absorbsi (Ka)
yang dipengaruhi adanya pergerakan di saluran cerna, aliran darah ke tempat absorbsi dan luas
permukaan dinding usus. Lalu fraksi obat yang diabsorbsi (F) dan AUC yang menggambarkan
banyaknya obat yang masuk dalam sirkulasi sistemik.
Parameter Fase Absorbsi
Yang termasuk dalam parameter farmakokinetik fase absobsi adalah F,
Ka, AUC, Cp maks dan t maks.
a. Nilai F yaitu menggambarkan fraksi obat yang terabsorbsi secara sistemik.
Untuk sediaan per oral umumnya didapat nilai F sebesar 80% atau 0.8.
b. Ka adalah tetapan yang menggambarkan kecepatan absorpsi obat , yakni
masuknya obat ke dalam sirkulasi sistemik dari absorpsinya (saluran cerna
pada pemberian oral, jaringan otot pada pemberian intramuskuler, dsb). Bila
terjadi hambatan dalam proses absorpsi, akan didapatkan nilai Ka yang lebih
kecil. Nilai Ka untuk PCT kelompok 2 = 0.05408/ menit dan PCT kelompok
0.0218/menit.
c. AUC (Area Under Curva) menggambarkan ukuran dari jumlah total obat
aktif yang mencapai sirkulasi sistemik. AUC total PCT kelompok 2
160,251.69 µg.menit/ml dan PCT kelompok 5 = 122,906.775 µg.menit/ml .
Luas daerah di bawah kurva (AUC), merupakan total area di bawah kurva
konsentrasi vs waktu yang menggambarkan perkiraan jumlah obat yang
berada dalam sirkulasi sistemik. Bila membandingkan suatu formulasi untuk
acuan, parameter ini menggambarkan jumlah ketersediaan hayati dan biasa
digunakan sebagai perkiraan kasar jumlah obat diabsorbsi
d. tmax didapatkan untuk PCT kelompok 2 adalah 59.27 menit, sementara PCT
kelompok 5 sebesar 83.89 menit. Artinya pada menit ke 60-90 menit setelah
pemberian obat, kadar obat dalam sirkulasi sistemik mencapai puncak.
berdasarkan literature t max parasetamol 30-60 menit(Katzung) artinya dari
hasil percobaan untuk tmax paracetamol sesuai teori untuk percobaan PCT
kelompok 2. Sementara kelompok 5 tidak memenuhi literature. Waktu untuk
konsentrasi puncak (tmax) menggambarkan lamanya waktu tersedia untuk
mencapai konsentrasi puncak dari obat sirkulasi sistemik, dengan rumus
tmax= Parameter ini tergantung pada konstanta absorbsi yang
menggambarkan permulaan dari level puncak dari respon biologis dan bisa
digunakan sebagai perkiraan kasar untuk laju absorbsi,tmax ini tidak
bergantung pada dosis.T maks yaitu nilai yang menunjukkan kapan kadar
obat dalam sirkulasi sistemik mencapai puncak.
e. Kadar puncak adalah kadar tertinggi yang terukur dalam darah/serum/plasma.
Cp max ini umumnya juga digunakan sebagai tolok ukur, apakah dosis yang
diberikan cenderung memberikan efek toksik atau tidak. Dosis dikatakan
aman apabila kadar puncak obat tidak melebihi kadar toksik minimal (KTM).
Cp maks PCT Kelompok 2 = 317.22µg/ml dan PCT Kelompok 5 =
404.79µg/ml. Dari Teori Pracetamol Cmax 54 ± 10.17 dari data dikatakan
jika Cp Maks kedua kelompok melampaui teori.
Dari data didapatkan jika Cl dari kedua kelompok tidak sesuai dengan Cl teori.
Dari keseluruhan Parameter, hasil yang diperoleh dari kelompok kami sesuai
dengan tabel di atas dimana dibandingkan literatur ini menunjukkan ada parameter
yang hasilnya mendekati namun ada pula parameter yang hasilnya kurang sesuai
kemungkinan disebabkan dari faktor-faktor tertentu.
Beberapa faktor yang mempengaruhi nilai parameter farmakokinetik tidak
sesuai dengan literatur, salah satunya adalah kondisi fisiologis hewan uji, dimana
peneliti tidak bisa mengontrol apa yang terjadi selama perjalanan obat didalam tubuh
hewan uji. Faktor stress yang dialami hewan uji juga menentukan kualitas darah yang
diambil.
H. Kesimpulan
1. Parameter farmakokinetika adalah besaran yang diturunkan secara
matematis dari model berdasarkan hasil pengukuran kadar obat utuh dan
atau metabolitnya di dalam darah, urin, atau cairan hayati lainnya.
2. Hasil nilai parameter farmakokinetik dari PCT kelompok 2 dan 5 adalah
sebagai berikut :
Parameter PCT kelompok 2 PCT kelompok 5
Farmakokinetik
K eliminasi 0.00255 /menit 0.0056 /menit
eliminasisi T ½ el 4.529 jam 2.06 jam
Cl 3.744 ml/menit 4.881 ml/menit
K absorbs 0.05408 /menit 0.0218 /menit
T1/2 abs 12.81 menit 31.79 menit
absorbsi T maks 59.2736 menit menit
Cp maks g/ml µg/ml
AUC total 160,251.69 (g menit/ml 122,906.775 (g menit/ml
distribusi Vd 1468.2 ml 871.74 ml
I. Daftar Pustaka
.
LAMPIRAN PIKET
1. Pembuatan Asam trikloroasetat (TCA) 20% sebanyak 50mL
Cara pembuatan:
a. Ditimbang asam trikloroasetat 5g, dimasukkan dalam beaker glass
b. Dilarutkan dengan aquadest, diad kan hingga 50mL
Cara pembuatan:
a. Ditimbang Na. Nitrit 10g, dimasukkan dalam beaker glass
b. Dilarutkan dengan aquadest, diad kan hingga 50mL
Cara pembuatan:
a. Ditimbang asam sulfamat 7,5g, dimasukkan dalam beaker glass
b. Dilarutkan dengan aquadest, diad kan hingga 50mL
4. Pereaksi Trinder
Fecl3 = 8g
HgCl = 8g
HCl(p) = 24mL
Aquadest ad 200mL
Cara pembuatan:
a. Ditimbang FeCl3 8g, HgCl 8g dimasukkan dalam beaker glass
b. Ditambah dengan HCl pekat 24mL, diad kan hingga 200mL
5. HCl 6N
Cara pembuatan:
a. Ditimbang HCl 21,62mL, dimasukkan dalam beaker glass
b. Dilarutkan dengan aquadest, diad kan hingga 50mL
Cara pembuatan:
a. Ditimbang NaOH 10g, dimasukkan dalam beaker glass
b. Dilarutkan dengan aquadest, diad kan hingga 50mL
Mengetahui, Semarang, Oktober 2015
Dosen Pengampu
Praktikan
Nurul Hanifah
(1041311119))
Pegia Marti
(1041311122)
Disusun oleh :
1. Nur Rochmah (1041311116)