Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN KASUS

IDENTITAS PASIEN

Nama : Tn. BA
Umur : 56 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Suku/Bangsa : Bugis/Indonesia
RM : 591303
Agama : Islam
Pekerjaan : -
Alamat : Jl. Kajenjeng Dalam 3 No. 29
Tgl. Pemeriksaan : 29 Januari 2013
Rumah Sakit : Poliklinik Mata Rumah Sakit Wahidin Sudirohusodo
Dokter Pemeriksa : dr. A

ANAMNESIS

Keluhan Utama: Penglihatan kabur pada mata kanan


Anamnesis Terpimpin:
Dialami sejak ± 5 bulan yang lalu, penglihatan mata seperti berawan, Rasa
mengganjal (+), mata merah (+), nyeri (+), air mata berlebih (+), riwayat mata
berpasir (+), kotoran mata berlebih (-), silau ketika melihat cahaya (+), kelilipan
(+). Pasien juga merasakan bola mata hitam sebelah kanannya menjadi keruh
sekitar ± 6 bluan yang lalu.
Riwayat HT(-), Riwayat DM tidak diketahui, Riwayat menggunakan
kacamata (-), Riwayat trauma (-), Riwayat berobat di poliklinik mata
sebelumnya di RSP 1 bulan yang lalu dengan diagnosis susp. Ulkus kornea.

1
PEMERIKSAAN OFTALMOLOGI

FOTO
Oculus Dextra

1. Inspeksi
PEMERIKSAAN OD OS

Palpebra Edema (-) Edema (-)

Apparatus lakrimalis Lakrimasi (+) Lakrimasi (-)

Silia Normal Normal

Konjungtiva Hiperemis (+) Hiperemis (-)

Bola mata Normal Normal

Kornea Keruh (+) Jernih


Tes fluoresens (+)

Bilik mata depan Normal Normal

Iris sde Coklat, Kripte (+)

Pupil sde Bulat, sentral, RC(+)

Lensa sde Jernih

2
Mekanisme Muskular Kesegala arah Kesegala arah

2. Palpasi
PEMERIKSAAN OD OS

Tensi okuler Tn Tn

Nyeri tekan (-) (-)

Massa tumor (-) (-)

Glandula periaurikuler Tidak ada pembesaran Tidak ada pembesaran

3. Tonometri
NCT : Tidak dilakukan pemeriksaan

4. Visus
1/2
- VOD : /60
PH

- VOS : 6/9,6  6/6 F


5. Campus visual : Tidak dilakukan pemeriksaan
6. Color sense : Tidak dilakukan pemeriksaan
7. Light sense : Tidak dilakukan pemeriksaan
8. Penyinaran oblik
No Pemeriksaan Oculus Dextra Oculus Sinistra
1 Konjungtiva Hiperemis (+) Hiperemis (-),
Inj. Konjungtiva (+).

3
Inj. Perikornea (+).
2 Kornea Keruh Jernih
3 Bilik mata depan Normal Normal
4 Iris Sde Cokelat, kripte (+)
5 Pupil Sde Bulat,sentral,refleks
cahaya (+)
6 Lensa Sde Jernih

9. Tes fluoresensi : OD (+) defek berbentuk dendritik


10. Funduskopi : Tidak dilakukan pemeriksaan
11. Slit lamp :

- SLOD : Konjungtiva hiperemis (+) injeksi perikornea (+) injeksi


konjungtiva (+) kornea nampak keruh di sentral, edema (+),
fluoresensi (+), BMD dalam, detail lain Sulit dievaluasi.

- SLOS : Konjungtiva hiperemis (-) kornea jernih, iris cokelat, kripte


(+), pupil bulat, sentral RC (+), lensa jernih

Gambar SLOS Gambar SLOS dengan flouresensi (+)

4
RESUME
Seorang laki-laki berumur 57 tahun datang ke poliklinik mata Rumah
sakit Wahidin Sudirohusodo dengan keluhan penglihatan kabur pada mata kanan.
Dialami sejak 5 bulan yang lalu, penglihatan mata seperti berawan, Rasa
mengganjal (+), blefarospasme (+), mata merah (+), nyeri (+), lakrimasi (+),
riwayat mata berpasir (+), sekret berlebihan (-), fotofobia (+). Riwayat keruh pada
kornea sekitar 6 bulan yang lalu, Riwayat HT(-). Riwayat DM tidak diketahui.
Riwayat menggunakan kacamata (-). Riwayat berobat sebelumnya di RSP 1 bulan
yang lalu dengan diagnosis susp. Ulkus kornea. PH

Pada pemeriksaan visus didapatkanVOD : 1/2/60 VOS : 6/9,6  6/6 f


SLOD : Konjungtiva hiperemis (+) injeksi perikornea (+) injeksi konjungtiva (+)
kornea nampak keruh di sentral, edema (+), fluoresensi (+), BMD dalam, detail
lain Sulit dievaluasi. Tes fluoresens: OS (+) defek berbentuk geografik

DIAGNOSIS

OD keratitis herpetika
DD/ Ulkus kornea
konjungtivitis

TERAPI
 Terapi topikal
C. Hervis 3x1 tts OD
C. Hyaloph 6x1 tts OD
 Terapi oral
Formuno Kap 1x1

PROGNOSIS
1.Quo ad vitam : bonam
2.Quo ad sanationem : bonam

5
3.Quo ad visam : bonam
4.Quo ad kosmeticum : bonam

DISKUSI

Keratitis merupakan kelainan akibat terjadinya infiltrasi radang pada


kornea yang akan mengakibatkan kornea menjadi keruh. Keratitis biasanya
diklasifikasikan dalam lapis yang terkena seperti keratitis superfisial dan profunda
atau interstisial. Akibat terjadinya kekeruhan pada media kornea ini, maka tajam
penglihatan akan menurun. Mata akan merah yang terjadi akibat injeksi pembuluh
darah perikorneal yang dalam atau injeksi siliar. Gejala yang ditimbulkan berupa
fotofobia, lakrimasi, dan blefarospasme yang dikenal dengan trias keratitis.
Keratitis dapat disebabkan oleh infeksi bakteri, virus selain itu dapat juga
disebabkan faktor lain seperti mata kering, keracunan obat, alergi, idiopatik
ataupun radiasi sinar ultraviolet. Keratitis herpetika merupakan keratitis yang
disebabkan oleh herpes simpleks dan herpes zoster.
Komplikasi dari keratitis dapat menyebabkan sikatriks keratitis (berupa
nebula, makula ataupun leukoma), iridosiklitis, dan descematokele. Keratitis
herpetika memberikan gambaran seperti ulkus dendritik pada kornea pada tes
fluoresensi yang dapat terlihat jelas pada slit lamp. Ulkus ini biasanya
menyembuh tanpa parut. Namun jika melibatkan stroma maka akan
mengakibatkan hilangnya transparansi kornea.
Keratitis herpetika dapat di diagnosis banding dengan konjungtivitis,
iridosiklitis, dan ulkus kornea. Pada konjungtivitis terdapat gejala berupa mata
merah, bengkak, sakit, panas, gatal serta ada sekret, perbedaannya adalah pada
konjungtivitis tidak terdapat infiltrat seperti pada keratitis.
Ulkus kornea juga dapat di diagnosis banding dengan keratitis herpetika
yaitu dengan tes fluoresens. Dimana akan memberikan hasil positif pada ulkus
kornea dengan adanya defek pada semua lapisan kornea.

6
Iridosiklitis merupakan peradangan iris dan badan siliar yang dapat
berjalan akut ataupun kronis. Pada iridosiklitis mata merah, visus juga berkurang,
iris keruh, warna kabur, kecoklatan, serta pupil miosis.
Pasien ini didiagnosa dengan keratitis herpetika berdasarkan anamnesis
dan pemeriksaan fisis. Dari anamnesis didapatkan keluhan berupa penglihatan
kabur pada mata kanan, penglihatan seperti berawan, gejala penglihatan kabur
tersebut disebabkan oleh karena kornea merupakan salah satu media refrakta,
sehingga jika terdapat kekeruhan pada kornea maka akan memberikan gejala
berupa penurunan visus disebabkan oleh karena adanya defek pada kornea
sehingga menghalangi refleksi cahaya yang masuk ke media refrakta. Pasien juga
mengeluhkan kadang-kadang mata terasa nyeri, berair dan sering silau jika
melihat cahaya, Gejala nyeri terjadi oleh karena kornea memiliki banyak serabut
saraf yang tidak bermielin sehingga setiap lesi pada kornea baik luar maupun
dalam akan memberikan rasa sakit dan rasa sakit ini diperhebat oleh adanya
gesekan palpebra pada kornea. Dari pemeriksaan fisik, pada inspeksi didapatkan
berupa kemerahan pada konjungtiva dan lakrimasi berlebihan. Gejala
belfarospasme, fotofobia dan lakrimasi tersebut dikenal dengan nama trias
keratitis.

Pada pemeriksaan fisis didapatkan :

 Pemeriksaan visus:
 VOD : 1/2
/60
PH

 VOS : 6/9,6  6/6 F


SLOD : Konjungtiva hiperemis (+) injeksi perikornea (+) injeksi
konjungtiva (+) kornea nampak keruh di sentral, edema (+),
fluoresensi (+), BMD dalam, detail lain Sulit dievaluasi.

Keratitis merupakan infeksi pada kornea yang bisa disebabkan oleh


bakteri, virus, jamur atau penyebab lainnya. Injeksi konjungtiva dapat terjadi

7
akibat pengaruh infeksi jaringan konjungtiva. Injeksi perikornea atau injeksi siliar
dapat terjadi akibat radang pada kornea, pada kasusnya ini akibat adanya
keratitsis.
Pemeriksaan tes flouresence : OD positif (+) Pemeriksaan fluoresense
menggunakan fluoresein yaitu bahan yang berwana orange yang bila disinari
gelombang biru akan memberikan gelombang hijau. Bahan larutan ini dipakai
untuk melihat terdapatnya defek epitel kornea, fistel kornea atau yang disuntikkan
untuk dibuat foto pembuluh darah retina.
Hasil pemeriksaan diatas mendukung untuk didiagnosis sebagai suatu
keratitis. Pada penatalaksanaan diberikan farmakoterapi berupa obat topikal
maupun oral. Obat topikal berupa obat tetes mata Hervis yang berisi antivirus
Becom C adalah vitamin untuk meningkatkan sistem imunitas pasien. Anjuran
pemeriksaan kultur dan sensitivitas serta KOH untuk membantu menegakkan
diagnosis mikroorganisme penyebab dari keratitis serta mengetahui resistensi
obat–obat yang diberikan.

8
KERATITIS

I. PENDAHULUAN

Kornea adalah salah satu media refrakta sehingga manusia dapat melihat.
Seorang ahli mata dapat melihat struktur dalam mata karena kornea bersifat jernih
dan memiliki daya bias sebesar 43D. Kornea memiliki mekanisme protektif
terhadap lingkungan maupun paparan patogen (virus, amuba, bakteri dan jamur).
Ketika patogen berhasil masuk dan membuat defek epitelial di kornea, maka
jaringan braditropik kornea akan merespon patogen spesifik dengan peradangan
pada kornea (keratitis).1
Keratitis akan memberikan gejala seperti rasa nyeri, fotofobia, dan adanya
secret yang purulen yang biasa terdapat pada keratitis herpetika. Penyebab
keratitis 90% disebabkan oleh bakteri, jenis bakteri seperti Staphylococcus aureus,
Staphylococcus epidermidis, Stapylococcus aeroginosa, dan Moarxella. Penyebab
lain bisa karena virus, jamur, dan mikro organisme lainnya.1
Herpes simpleks (HSV) tipe I merupakan penyebab yang sering dan
penting pada penyakit mata. Herpes simpleks tipe 2 yang menyebabkan penyakit
kelamin kadang dapat menyebabkan keratitis. 2

Gambar 1. Gambaran fluoresensi keratisis herpetika

9
II. ANATOMI DAN FISIOLOGI KORNEA

II. 1. Anatomi Kornea

Gambar2. Anatomi kornea

Kornea merupakan jaringan yang avaskular, bersifat transparan, berukuran


11-12 mm horizontal dan 10-11 mm vertikal, serta memiliki indeks refraksi 1,37.
Kornea memberikan kontribusi 74 % atau setara dengan 43,25 dioptri (D) dari
total 58,60 kekuatan dioptri mata manusia. Kornea juga merupakan sumber
astigmatisme pada sistem optik. Dalam nutrisinya, kornea bergantung pada difusi
glukosa dari aqueus humor dan oksigen yang berdifusi melalui lapisan air mata.
Sebagai tambahan, kornea perifer disuplai oksigen dari sirkulasi limbus. Kornea
adalah salah satu organ tubuh yang memiliki densitas ujung-ujung saraf terbanyak
dan sensitifitasnya adalah 100 kali jika dibandingkan dengan konjungtiva. Kornea
dipersarafi oleh banyak saraf sensoris terutama berasal dari saraf siliar longus,
saraf nasosiliar, saraf ke V, saraf siliar longus yang berjalan suprakoroid, masuk
ke dalam stroma kornea, menembus membran Bowman melepas selubung
Schwannya. Seluruh lapis epitel dipersarafi sampai pada kedua lapis terdepan.
Sensasi dingin oleh Bulbus Krause ditemukan pada daerah limbus 3

10
Kornea dalam bahasa latin “cornum” artinya seperti tanduk, merupakan
selaput bening mata, bagian dari mata yang bersifat tembus cahaya, merupakan
lapis dari jaringan yang menutup bola mata sebelah depan, dari anterior ke
posterior, kornea mempunyai lima lapisan yang terdiri atas: 4,5
1. Epitel
- Tebalnya 50 um, terdiri atas lim lapis sel epitel tidak bertanduk yang
saling tumpang tindih; satu lapis sel basal, sel poligonal, dan sel gepeng
- Pada sel basal sering terlihat mitosis sel, dan sel muda ini terdorong ke
depan menjadi lapis sel sayap dan semakin maju ke depan menjadi sel
gepeng. Sel basal berkaitan erat dengan sel basal di sampingnya dan sel
polygonal di depannya melalui desmosom dan macula okluden; ikatan ini
menghambat pengaliran air, elektrolit, dan glukosa yang merupakan
barrier.
- Sel basal menghasilkan membrane basal yang melekat erat kepadanya.
Bila terjadi gangguan akan mengakibatkan erosi rekuren.
- Epitel berasal dari ectoderm permukaan

2. Membrana Bowman
- Terletak di bawah membrane basal epitel kornea yang merupakan kolagen
yang tersusun tidak teratur seperti stroma dan berasal dari bagian depan
stroma
- Lapisan ini tidak mempunyai daya regenerasi

3. Stroma
- Terdiri atas lamel yang merupakan susunan kolagen yang sejajar satu
dengan lainnya, pada permukaan terlihat anyaman yang teratur sedang di
bagian perifer serat kolagen ini bercabang; terbentuknya kembali serat
kolagen memakan waktu lama yang kadang-kadang sampai 15 bulan.
keratosit merupakan sel stroma kornea yang merupakan fibroblast terletak

11
di antara serat kolagen stroma. Diduga keratosit membentuk bahan dasar
dan serat kolagen dalam perkembangan embrio atau sesudah trauma.

4. Membrana Descemet
- Membrane aselular;merupakan batas belakang stroma kornea dihasilkan
sel endotel dan merupakan membran basalnya.
- Bersifat sangat elastis dan berkembang terus seumur hidup, tebal 40 um.

5. Endotel
- Berasal dari mesotelium, berlapis satu, bentuk heksagonal, tebal 20-40 um.
Endotel melekat pada membrane descemett melalui hemidesmosom dan
zonula okluden.

Kornea dipersarafi oleh banyak saraf sensorik terutama berasal dari saraf siliar
longus, saraf nasosiliar, saraf V saraf siliar longus berjalan suprakoroid, masuk ke
dalam stroma kornea, menembus membrana Bowman melepaskan selubung
Schwannya. Seluruh lapis epitel dipersarafi sampai pada kedua lapis terdepan
tanpa ada akhir saraf.Bulbus Krause untuk sensasi dingin ditemukan di daerah
limbus. Daya regenerasi saraf sesudah dipotong di daerah limbus terjadi dalam
waktu 3 bulan. Trauma atau penyakit yang merusak endotel akan
mengakibatkan system pompa endotel terganggu sehingga dekompensasi endotel
dan terjadi edema kornea. Endotel tidak mempunyai daya regenerasi.1
Kornea merupakan bagian mata yang tembus cahaya dan menutup bola
mata di sebelah depan. Pembiasan sinar terkuat dilakukan oleh kornea, di mana 40
dioptri dari 50 dioptri pembiasan sinar masuk kornea dilakukan oleh kornea.
Transparansi kornea disebabkan oleh strukturnya yang seragam, avaskularitasnya,
dan deturgensinya.1

12
II.2 fisiologi kornea

Fungsi utama kornea adalah sebagai membrane protektif dan sebuah


“jendela” yang dilalui cahaya untuk mencapai retina. Transparansi kornea
dimungkinkan oleh sifatnya yang avaskuler, memiliki struktur yang uniform yang
sifat deturgescencenya. Transparansi stroma dibentuk oleh pengaturan fisis
special dari komponen-komponen fibril. Walaupun indeks refraksi dari masing-
masing fibril kolagen berbeda dari substansi infibrilar, diameter yang kecil (300
A) dari fibril dan jarak yang kecil diantara mereka (300 A) mengakibatkan
pemisahan dan regularitas yang menyebabkan sedikit pembiasan cahaya
dibandingkan dengan inhomogenitas optikalnya. Sifat deturgescence di jaga
dengan pompa bikarbonat aktif dari endotel dan fungsi barbier dari epitel dan
endotel. Kornea di jaga agar tetap berada pada keadaan “basah” dengan kada air
sebanyak 78%.6,7
Peran kornea dalam proses refraksi cahaya bagi penglihatan seseorang
sangatlah penting. Pembiasan sinar terkuat dilakukan oleh kornea, dimana 43,25
dioptri dari total 58,6 kekuatan dioptri mata normal manusia, atau sekitar 74%
dari seluruh kekuatan dioptri mata normal. Hal ini mengakibatkan gangguan pada
kornea dapat memberikan pengaruh yang cukup signifikan dalam fungsi fisus
seseorang.8
Kornea merupakan struktur vital dari mata dan oleh karenanya kornea
sangat lah sensitif. Saraf – saraf kornea masuk dari stroma kornea melalui
membrana bowman dan berakhir secara bebas diantara sel – sel epithelial serta
tidak memiliki selebung myelin lagi sekitar 2 – 3 mm dari limbus ke sentral
kornea, sehingga menyebabkan sensitifitas yang tinggi pada kornea.7
Kornea menerima suplai sensoris dari bagian oftalmik nervus trigeminus.
Sensasi taktil yang terkecil pun dapat menyebabkan refleks penutupan mata.
Setiap kerusakan pada kornea (erosi, penetrasi benda asing atau
keratokonjungtivitis ultraviolet) mengekspose ujung saraf sensorik dan
menyebabkan nyeri yang intens disertai dengan refleks lakrimasi dan penutupan

13
bola mata involunter. Trias yang terdiri atas penutupan mata involunter
(blepharospasme), refleks lakrimasi (epiphora) dan nyeri selalu mengarahkan
kepada kemungkinan adanya cedera kornea.9
Seperti halnya lensa, sklera dan badan vitreous, kornea merupakan struktur
jaringan yang bradittrofik, metabolismenya lambat dimana ini berarti
penyembuhannya juga lambat. Metabolisme kornea (asam amino dan glukosa)
diperoleh dari 3 sumber, yaitu :9

 Difusi dari kapiler – kapiler disekitarnya


 Difusi dari humor aquous
 Difusi dari film air mata

Tiga lapisan film air mata prekornea memastikan bahwa kornea tetap
lembut dan membantu nutrisi kornea. Tanpa film air mata, permukaan epitel akan
kasar dan pasien akan melihat gambaran yang kabur. Enzim lisosom yang terdapat
pada film air mata juga melindungi mata dari infeksi.4

III. ETIOLOGI

Infeksi keratitis adalah kondisi yang berpotensi membutakan yang dapat


menyebabkan kehilangan penglihatan yang parah jika tidak diobati pada tahap
awal. Jika pengobatan antimikroba yang tepat tertunda, hanya 50% dari mata
memperoleh pemulihan visual yang baik. Hal ini dapat disebabkan oleh bakteri,
virus, jamur, protozoa, dan parasit. Faktor risiko umum untuk infeksi keratitis
meliputi trauma okular, memakai lensa kontak, riwayat operasi mata sebelumnya,
mata kering, gangguan sensasional kornea, penggunaan kronis steroid topikal, dan
imunosupresi sistemik. Patogen umum termasuk Staphylococcus aureus,
koagulase-negatif Staphylococcus, Pseudomonas aeruginosa, Streptococcus
pneumonia, dan spesies Serratia. Mayoritas kasus yang ditemukan di masyarakat
adalah keratitis bakteri yang teratasi dengan pengobatan empirik dan tidak
memerlukan kultur bakteri. Apusan kornea untuk kultur dan tes sensitivitas

14
diindikasikan untuk ulkus kornea dengan ukuran yang besar, berlokasi di sentral
kornea, mencapai daerah stroma.8
Penyebab keratitis 90% disebabkan oleh bakteri, jenis bakteri seperti
Staphylococcus aureus, Staphylococcus epidermidis, Stapylococcus aeroginosa,
dan Moarxella. 9

IV. PATOFISIOLOGI

Terdapat beberapa kondisi yang dapat sebagai predisposisi terjadinya


inflamasi pada kornea seperti blefaritis, perubahan pada barrier epitel kornea (dry
eyes), penggunaan lensa kontak, lagopthalmos, gangguan paralitik, trauma dan
penggunaan preparat imunosupresif topical maupun sistemik.9
Kornea mendapatkan pemaparan konstan dari mikroba dan pengaruh
lingkungan, oleh sebab itu untuk melindunginya kornea memiliki beberapa
mekanisme pertahanan. Mekanisme pertahanan tersebut termasuk refleks
berkedip, fungsi antimikroba film air mata (lisosim), epitel hidrofobik yang
membentuk barrier terhadap difusi serta kemampuan epitel untuk beregenerasi
secara cepat dan lengkap.9
Epitel adalah merupakan barrier yang efisien terhadap masuknya
mikroorganisme ke dalam kornea. Pada saat epitel mengalami trauma, struma
yang avaskuler dan lapisan bowman menjadi mudah untuk mengalami infeksi
dengan organisme yang bervariasi, termasuk bakteri, amoeba dan jamur.
Sreptokokus pneumonia adalah merupakan pathogen kornea bacterial, pathogen-
patogen yang lain membutuhkan inokulasi yang berat atau pada host yang
immunocompromised untuk dapat menghasilkan sebuah infeksi di kornea.7
Ketika pathogen telah menginvasi jaringan kornea melalui lesi kornea
superfisial, beberapa rantai kejadian tipikal akan terjadi, mulai dari Lesi pada
kornea yang selanjutnya agen patogen akan menginvasi dan mengkolonisasi pada
daerah struma kornea respon tubuh berupa pelepasan antibodi yang akan
menginfiltrasi lokasi invasi agen pathogen. Hasilnya, akan tampak gambaran
opasitas pada kornea dan titik invasi pathogen akan membuka lebih luas dan

15
memberikan gambaran infiltrasi kornea. Iritasi dari bilik mata depan dengan
hipopion (umumnya berupa pus yang akan berakumulasi pada lantai dari bilik
mata depan) dan selanjutnya agen pathogen akan menginvasi seluruh kornea.
Hasilnya stroma akan mengalamii atropi dan melekat pada membarana descement
yang relatif kuat dan akan menghasilkan descematocele yang dimana hanya
membarana descement yang intak. Ketika penyakit semakin progresif, perforasi
dari membrane descement terjadi dan humor aquos akan keluar. Hal ini disebut
ulkus kornea perforate dan merupakan indikasi bagi intervensi bedah secepatnya.
Pasien akan menunjukkan gejala penurunan visus progresef dan bola mata akan
menjadi lunak.7

V. GEJALA KLINIS
Pada anamnesis pasien, bisa didapatkan beberapa gejala klinis pada pasien
yang terkait dengan perjalan penyakit keratitis herpetika. Pasien dapat
mengeluhkan adanya pengeluaran air mata berlebihan, fotofobia, penurunan visus,
sensasi benda asing, iritasi okuler dan blefarosspasma dan kadang juga di temukan
hypopion pada kamera anterior.4
Oleh karena kornea bersifat sebagai jendela mata dan merefraksikan
cahaya, lesi kornea sering kali mengakibatkan penglihatan menjadi kabur,
terutama ketika lesinya berada dibagian central.7
Pada keratitis pungtata superfisial didapatkan lesi kornea berupa lesi
epithelia multiple sebanyak 1 – 50 lesi (rata – rata sekitar 20 lesi didapatkan). Lesi
epithelia yang didapatkan pada keratitis pungtata superfisial berupa kumpulan
bintik – bintik kelabu yang berbentuk oval atau bulat dan cenderung berakumulasi
di daerah pupil. Opasitas pada kornea tersebut tidak tampak apabila di inspeksi
secara langsung, tetapi dapat dilihat dengan slitlamp ataupun loup setelah diberi
flouresent.7
Sensitifitas kornea umumnya normal atau hanya sedikit berkurang, tapi
tidak pernah menghilang sama sekali seperti pada keratitis herpes simpleks.

16
Walaupun umumnya respons konjungtiva tidak tampak pada pasien akan tetapi
reaksi minimal seperti injeksi konjungtiva bulbar dapat dilihat pada pasien.6

VI. DIAGNOSIS

Kecurigaan akan adanya keratitis pada pasien dapat timbul pada pasien
yang datang dengan trias keluhan keratitis yaitu gejala mata merah, rasa silau
(fotofobia) dan merasa kelilipan (blefarospasme). Adapun radang kornea ini
biasanya diklasifikasikan dalam lapisan kornea yang terkena, seperti keratitis
superfisial dan interstisial atau propunda. Keratitis superfisial termasuk lesi
inflamasi dari epitel kornea dan membrane bowman superfisial.6
Sangat penting untuk dilakukan penegakan diagnosis morfologis pada
pasien yang dicurigai dengan lesi kornea. Letak lesi di kornea dapat diperkirakan
dengan melihat tanda-tanda yang terdapat pada kornea. Pada keratitis epithelial,
perubahan epitel bervariasi secara luas mulai dari penebalan epitel, Punctate
Epitelial Erosion (PEE), dan lecet kornea untuk pseudodendrites. Dapat menjadi
reaksi traumatis sekunder dan alergi terhadap lensa kontak. Pada pewarnaan
fluorescein terutama terihat pada posisi pukul 3 dan pukul 9 kornea, edema ringan
dan vakuolasi hingga erosi, pembentukan filament maupun keratinisasi partial.
Pada keratitis stromal, respon struma kornea dapat berupa infiltrasi sel radang,
edema yang bermanifestasi kepada edema kornea yang awalnya bermula dari
stroma lalu ke epitel kornea.6,7
Periksa ketajaman visual dengan lensa kontak atau kacamata, jika pasien
tidak memiliki kacamata, gunakan lubang jarum dari occluder periksa pergerakan
lensa kontak dan defect kornea pada slit lamp. Minta pasien melepaskan lensa
kontak jika mampu, dapat menggunakan satu tetes proparacaine atau anestesi
topikal lain untuk membuka mata agar dapat diperiksa secara koperatif.7
Periksa reaktivitas pupil dengan senter, pemeriksaan slit lamp dengan
memperhatikan daerah konjungtiva bulbar dan palpebral untuk mencari setiap

17
papillae atau folikel, permukaan kornea untuk menyingkirkan ulkus kornea, dan
reaksi pada ruang anterior mata.7
Pemeriksaan fisis pada keluhan yang mengarahkan kecurigaan kepada
keratitis melalui inspeksi dengan pencahayaan adekuat. Larutan flouresent dapat
menggambarkan lesi epitel superfisial yang mungkin tidak dapat terlihat dengan
inspeksi biasa. Pemeriksaan biomikroskop (slit lamp) esensial dalam pemeriksaan
kornea, apabila tidak terdapat alat tersebut dapat digunakan sebuah loup dan
dengan iluminasi yang terang. Pemeriksaan harus melihat jalannya refleksi cahaya
sementara memindahkan cahaya dengan hati-hati ke seluruh kornea. Dengan cara
ini area yang kasar sebagai indikasi dari defek kornea dapat terlihat.7
Keratitis herpetikadisebabkan oleh herpes simpleks dan herpes zoster,
yang disebabkan oleh herpes simpleks dibagi dalam 2 bentuk yaitu epitelial dan
stromal. Hal yang murni epitelial adalah dendritik dan stromal adalah diskiformis.
Biasanya infeksi herpes simpleks ini berupa campuran epitel dan stroma.
Perbedaan ini akibat mekanisme kerusakannya berbeda. Pada yang epitelial
kerusakan terjadi akibat pembelahan virus di dalam sel epitel, yang akan
mengakibatkan kerusakan sel dan membentuk tukak kornea superfisial. Stromal
diakibatkan reaksi imunologik tubuh pasien sendiri terhadap virus yang
menyerang. Antigen (virus) dan antibodi (pasien) bereaksi di dalam stroma kornea
dan menarik sel leukosit dan sel radang lainnya. Sel ini mengeluarkan bahan
proteolitik untuk merusak antigen(virus) yang juga akan merusak jaringan stromal
di sekitarnya.4
Pasien biasanya mengeluhkan adanya sensasi benda asing, fotofobia dan
air mata yang berlebihan. Lesi pungtata pada kornea dapat dimana saja tapi
biasanya pada daerah sentral. Daerah lesi biasanya meninggi dan berisi titik – titik
berwarna abu – abu yang kecil. Tidak adanya terapi spesifik untuk keadaan ini,
tergantung faktor penyebabnya.5
Floresensi topikal adalah merupakan larutan nontoksik dan water-soluble
yang tersedia dalam beberapa sediaan : dalam larutan 0,25% dengan zat anestetik
(benoxinate atau proparacaine), sebagai antiseptic (povidone-iodine), maupun

18
dalam zat pengawet sebagai tetes mata tanpa pengawet 2% dosis unit. Floresens
akan menempel pada defek epithelial pungtata maupun yang berbentuk
makroulseratif (positive stanining) dan dapat memberikan gambaran akan lesi
yang tidak bebrbekas melalui film air mata (negative staining). Floresens yang
terkumpul dalam sebuah defek epithelial akan mengalami difusi ke dalam strauma
kornea dan tampak dengan warna hijau pada kornea.2

VII. DIAGNOSIS BANDING


1. Ulkus kornea
Ulkus kornea merupakan hilangnya sebagian permukaan kornea akibat
kematian jaringan kornea. Terbentuknya ulkus pada kornea mungkin banyak
ditemukan oleh adanya kolagenase yang dibentuk oleh sel epitel baru dan sel
radang. Dikenal dua bentuk ulkus kornea yaitu ulkus kornea sentral dan marginal
atau perifer.1
Penyebab ulkus kornea adalah bakteri, jamur, akantamuba, dan herpes
simpleks. Bakteri yang sering mengakibatkan ulkus kornea adalah Streptokokkus
alfa hemolitik, Streptokokkus aureus, Moraxella likuefasiens, Pseudomonas
aeruginosa, Nocardia asteroids, Alcaligenes sp., Streptokokkus beta hemolitik,
dll. Pada ulkus kornea yang disebabkan jamur dan bakteri akan terdapat defek
epite yang dikelilingi leukosit polimorfnuklear. Bila infeksi disebabkan virus,
akan terlihat reaksi hipersensitivitas disekitarnya.1
Gejala yang dapat menyertai adalah terdapat penipisan kornea, lipatan
descement reaksi jaringan uvea, berupa hipopion, hifema dan sinekia posterior.
Pemeriksaan laboratorium sangat berguna untuk membuat diagnosa kausa.
Pemeriksaan jamur dilakukan dengan sediaan hapus yang memakai larutan KOH.1

2. Konjungtivitis

Konjungtivitis merupakan radang konjungtiva atau radang selaput lendir


yang menutupi belakang kelopak dan bola mata.Konjungtivitis menunjukkan
gejala yaitu hiperemi konjungtiva bulbi, lakrimasi, eksudat dengan secret yang

19
lebih nyata di pagi hari, pseudoptosis akibat kelopak membengkak dan mata
terasa seperti ada benda asing.
Ulkus kornea dapat diadiagnosis banding dengan konjungtivitis dilihat dari
gejala mata merah yang terjadi.Pada konjungtivitis kornea masih jernih dan
terang sehingga tidakada gangguan visus yang berbeda dengan ulkus kornea
dimana terjadi kekeruhan lensa.

3. Keratomikosis
Keratomikosis merupakan suatu infeksi kornea oleh jamur.Biasanya
dimulai oleh suatu ruda paksa pada kornea oleh ranting pohon, daun dan
bagian-bagian tumbuhan. Setelah beberapa hari pasien akan merasa sakit hebat
pada mata dan silau.1
Keratomikosis dapat didiagnosis banding dengan ulkus kornea karena
menujukkan gambaran yang sama pada kornea. Untuk mendiagnosis
keratomikosis perlu dilakukan pemerikasaan KOH dimana diharapkan pada
kerokan kornea ditemukan adanya hifa.1

VIII. PEMERIKSAAN PENUNJANG


Diagnosis yang tepat dan pengobatan infeksi kornea sedini mungkin
sangatlah penting dalam menghindari penurunan penglihatan secara permanen.
Diagnosis dari setiap jenis infeksi keratitis pada dasarnya meliputi langkah-
langkah berikut:1

1. Mengidentifikasi agen patogen dan tes sensitivitas. Hal ini dilakukan dengan
mengambil apusan dasar ulkus sebagai bahan sampel dan inokulasi media
kultur untuk bakteri dan fungi. Spesimen lensa kontak yang digunakan juga
harus diambil dan di kultur untuk memastikan sumber dari bakteri atau jamur.
2. Dilakukan pewarnaan dengan Gram dan Giemsa pada spesimen yang diambil
untuk mendeteksi bakteri.

20
3. Apabila dicurigai suatu infeksi virus, tes sensitivitas kornea dianjurkan
dimana hasil sensitivitasnya akan berkurang.

IX. PENATALAKSANAAN
Berhenti memakai lensa kontak, jika dicurigai terjadi infeksi pada kornea,
pasien harus menjalani pemeriksaan menyeluruh oleh dokter mata sesegera
mungkin untuk menyingkirkan ulkus kornea. Jika tidak ada akses yang tepat ke
dokter mata: ambil apusan/smear dan kultur dari apusan ulkus dengan spatula
kecil, mulai antibiotik spektrum luas topikal dengan cakupan gram negatif seperti
fluorokuinolon (misalnya, ofloxacin atau ciprofloxacin) 6 sampai 8 kali per hari
dan cycloplegic tetes, jangan menggosok mata dan segera ke dokter mata.
Pengobatan empiris harus sesuai dengan anjuran dokter mata.7
Beberapa terapi yang dapat secara baik menangani keratitis pungtata
superfisial. Terapi suportif dengan lubrikans topikal seperti air mata artifisial
seringkali adekuat pada kasus-kasus yang ringan. Air mata artifisial dapat
mengurangi sisa produk inflamasi yang tertinggal pada reservoir air mata. Mereka
tidak hanya bekerja sebegai lubrikans, tapi juga sebagai agen pembersih, pembilas
dan dilusi dari film air mata serta sebagai agen pemoles dari epitel superfisial
untuk membentuk kembali microvillae dan menstabilkan lapisan mucin dari air
mata.7
Tergantung dari keparahan gejala pada pasien, air mata artifisial dengan
viskositas berbeda (dari tetes mata hingga jel viskositas tinggi) diresepkan pada
pasien dan diaplikasikan dengan frekuensi yang berbeda. Pada keratitis akibat
pemaparan (exposure keratitis ), jel atau krim dengan viskositas yang tinggi
digunakan karena waktu retensinya yang panjang.4
Prosedur collagen cross-linking (CXL) digunakan dalam pengobatan
infeksi keratitis hampir identik dengan standar protokol pengobatan keratoconus,
dengan penggunaannya setelah setelah penggunaan obat anestesi tetes mata,
jaringan epitel longgar dan epitel yang nekrosis di sekitar daerah infeksi diangkat
dari kornea. Tujuannya untuk menghilangkan epitel kornea agar terjadi penetrasi

21
riboflavin yang adekuat pada daeah kornea. Riboflavin (riboflavin / dekstran
solusi 0,5-0,1%) ditanamkan pada permukaan kornea dengan jangka waktu 20-30
menit pada interval dari 2-3 menit. Hal ini diikuti dengan pencahayaan kornea
menggunakan lampu UV-X, UV-A 365 nm, dengan radiasi 3.0mW/cm2 dan total
dosis 5,4 J/cm2.8
Antibiotik sistemik digunakan apabila terdapat ekstensi ke sklera akibat
infeksi atau didapatkan adanya ancaman perforasi pada pasien. Levofloxacin
maupun ofloxacin memiliki penetrasi aqueous dan vitreus yang baik dengan
pemberian oral. Tidak perlu untuk menangani pasien hingga seluruh lesi di kornea
hilang. Akan tetapi penanganan dilaksanakan hanya hingga pasien dapat mencapai
titik kenyamanan.4
Terapi pembedahan, emergency keratoplasty diindikasikan untuk
mengobati suatu descemetocele atau ulkus kornea perforasi pada daerah nekrosis
yang luas dan memerlukan flap konjungtiva untuk mempercepat penyembuhan.
Stenosis atau penyumbatan dari sistem lakrimal yang lebih rendah yang mungkin
mengganggu penyembuhan ulkus harus dikoreksi melalui pembedahan.1
Sesegera mungkin melakukan pemeriksaan tes bakteriologis dan tes
resistansi untuk mendapatkan hasil yang lebih dini, agar dokter segera melakukan
terapi empiris pada agen patogen. Pada keadaan keratitis yang tidak berespon
dengan pengobatan mungkin agen patogen tersebut belum diidentifikasi secara
positif, pasien tidak menggunakan antibiotik yang dianjurkan dokter, agen
patogen tersebut resisten terhadap antibiotik, ataukah keratitis ini tidak disebabkan
oleh bakteri, tetapi oleh salah satu patogen berikut: 1.Herpes simplex virus,
2.Jamur, 3. Acanthamoeba, atau agen patogen langkah seperti 4. Nocardia atau
mycobacteria.1

22
X. KOMPLIKASI
Komplikasi keratitis herpetika dapat berupa :1
1. Hypopyon: sebagai proses perluasan pada kasus yang tidak diobati, jaringan
uveal anterior yang disusupi oleh limfosit, sel-sel plasma dan PMNLs
bermigrasi melalui iris ke kamera anterior.
2. Penyembuhan: membentuk jaringan parut atau sikatriks di lokasi
sebelumnya. Sikatriks yang dapat dibagi menjadi 3 yaitu nebula , macula
dan leukoma.
 Leukoma : di stroma . Dengan mata telanjang bisa dilihat
 Makula disubepitel. Dengan senter bisa dilihat
 Nebula di epitel dengan slit lamp atau dengan lup bisa dilihat
3. Ulkus kornea
4. Descemetocoele: membran descemet yang tahan terhadap collagenolysis
dan mengalami perbaikan dengan pertumbuhan epitel kearah anterior
membran kornea, Kondisi ini lebih umum sebagai sekuel keratitis virus
5. Perforasi

XI. PROGNOSIS
Dengan pengobatan dini yang memadai, banyak jenis keratitis dapat
sembuh dengan sedikit atau tanpa bekas luka sama sekali, secara umum prognosis
dari keratitis herpetika adalah baik jika tidak terdapat jaringan parut ataupun
vaskularisasi dari kornea. Sesuai dengan metode penanganan yang dilaksanakan
prognosis dalam hal visus pada pasien dengan keratitis herpetika sangat baik. Jika
infeksi mengenai bagian mata yang lain, terapi tambahan mesti dilakukan untuk
menyingkirkan infeksi.1,10
Prosedur bedah mungkin diperlukan untuk memperbaiki masalah keratitis
yang berhubungan dengan ketidak mampuan untuk benar-benar menutup kelopak
mata.10

23
24
DAFTAR PUSTAKA
1. Lang GK. Cornea. In : Lang GK. Ophthalmology A Short Textbook Atlas. 2 nd
edition. Stuttgart ; thieme ; 2007. p. 462-466.
2. James bruce, et all. Lecture note oftalmology. Edisi Kesembilan. Penerbit
erlangga 2006. h.67-69
3. K.Weng Sehu et all. Opthalmologic Pathology. Blackwell Publishing. UK. 2005.
p.62.
4. Ilyas S. Anatomi dan Fisiologi Mata. Dalam : Ilyas S. Ilmu Penyakit Mata. Edisi
ketiga. Jakarta : Balai Penerbit FKUI ; 2008. h. 1-13
5. Schlote T, Rohrbach J, Grueb M, Mielke J. Pocket atlas of Ophtalmology.
Thieme. 2006. p. 97-99
6. Khaw PT, Shah P, Elkington AR. ABC of Eye Foutrth Edition. BMJ
Books. p. 17-19.
7. Tasman W, Jaeger EA. Duane’s Ophtalmology. Lippincott Williams &
Wilkins Publishers. 2007
8. Chern KC. Emergency Ophtalmology a Rapid Treatment Guide. Mc
Graw-Hill. 2002.
9. Raymond L. M. Wong, R. A. Gangwani, LesterW. H. Yu, and Jimmy S.
M. Lai. New Treatments for Bacterial Keratitis. Department of
Ophthalmology, Queen Mary Hospital, Hong Kong. 2012
10. Ann M. Keratitis, Available, at URL : http://www.mdguidelines,com/keratitis.
Accesed januari 31st, 2013

25

Anda mungkin juga menyukai