Alamat Korespondensi:
Fitryani
Fakultas Kedokteran
Universitas Hasanuddin
Makassar
Hp: 085396179221
Email: rinimed@yahoo.com
ABSTRAK
Pasien gagal ginjal tahap akhir (GGTA) yang menjalani hemodialisis (HD) reguler terbukti sebagian besar
mengalami malnutrisi energi protein yang dapat berdampak pada penurunan kualitas hidup mereka. Penelitian
ini bertujuan untuk menilai korelasi status gizi berdasarkan antropometri dan bioimpedance analysis (BIA)
dengan kualitas hidup kesehatan fisik dan mental berdasarkan format short-form 36 (SF-36) yang telah
diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Penelitian dilakukan di unit hemodialisis RSUP DR Wahidin
Sudirohusodo dan rumah-rumah sakit lainnya dalam wilayah kota Makassar. Metode penelitian yang digunakan
adalah potong lintang (cross sectional) yang bersifat analisis deskriptif (descriptive analytic) pada 57 subyek
GGTA-HD yang memenuhi kriteria inklusi. Wawancara dengan responden untuk pengisian kuesioner SF-36 dan
menilai asupan 24 jam (food-recall 24h) dilakukan pada saat sesi hemodialisis berlangsung, sedangkan
pengukuran parameter status gizi dengan menggunakan antropometri, BIA (SF-BIA Tanita BC-541®), dan
laboratorium dilakukan sesaat setelah hemodialisis. Kalkulasi skoring SF-36 dilakukan secara on-line melalui
internet sehingga didapatkan jumlah komponen kesehatan fisik dan mental secara terpisah. Karakteristik subyek
penelitian menunjukkan jumlah sampel laki-laki lebih banyak daripada perempuan (61,4% : 38,6%), dengan
umur rata-rata 49.04 ± 7.98 tahun, IMT rata-rata 21,91 kg/m2, komposisi tubuh FM 20.06 ± 10.78%, TBW 57.00
± 7.98 kg, MM 41.90 ± 8.75 kg, FFM 43.66 kg, FFMI 19.21, nilai kualitas hidup kesehatan fisik 32,7 dan
kesehatan mental 44,7. Terdapat perbedaan signifikan pada dry weight (p<0,05) dan seluruh komponen
komposisi tubuh (p<0,01) antara laki-laki dan perempuan subyek GGTA-HD, namun tidak ada perbedaan
signifikan pada IMT, kualitas hidup fisik maupun mental. Perbedaan signifikan juga nampak pada seluruh
parameter komposisi tubuh (p<0,05) di antara 3 kelompok IMT (IMT kurang, normal dan lebih), dengan
komponen FFMI dan TBW menunjukkan nilai paling signifikan (p<0,01), kualitas hidup kesehatan fisik juga
berbeda signifikan pada kelompok IMT kurang dan normal (p<0,05), . Analisis data juga menunjukkan korelasi
yang signifikan antara status gizi berdasarkan BIA dengan kualitas hidup kesehatan fisik subyek GGTA-HD (r =
0,29 ; p = 0,02), sedangkan dengan kesehatan mental tidak berkorelasi signifikan. Dari penelitian ini
disimpulkan bahwa status gizi berdasarkan BIA berkorelasi dengan kualitas hidup kesehatan fisik, sedangkan
status gizi berdasarkan antropometri berkorelasi pula dengan kualitas hidup kesehatan fisik namun hanya pada
kelompok IMT kurang dan normal.
Kata kunci : antropometri, BIA, kualitas hidup kesehatan fisik, kualitas hidup kesehatan mental
Abstract
End-stage renal failure patients (ESRF) undergoing hemodialysis (HD) proved to be the most regular protein
energy malnutrition that can affect their quality of life decline. This study aimed to assess the correlation of
nutritional status by anthropometry and bioimpedance analysis (BIA) with the quality of life on physical and
mental health based on the format of the short-form 36 (SF-36) which has been translated into Indonesian. The
study was conducted in the hemodialysis unit RSUP DR Wahidin Sudirohusodo and other hospitals in the
Makassar. The research method used was a cross-sectional (cross-sectional) that are descriptive analysis at 57
GGTA-HD subjects who meet the inclusion criteria. Interviews with respondents to questionnaires SF-36 and
assess intake for 24 hours (24h food recall) made during hemodialysis sessions, while the measurement
parameters of nutritional status using anthropometry, BIA (SF-BIA Tanita BC-541®), and laboratory performed
shortly after hemodialysis. SF-36 scoring calculation done on-line via the internet to obtain the amount of
physical and mental health components separately. Characteristics of the study subjects showed the sample of
men more than women (61.4%: 38.6%), with an average age of 49.04 ± 7.98 years, BMI 21.91 kg/m2 on
average, body composition FM 20:06 ± 10.78%, 57.00 ± 7.98 kg TBW, MM 41.90 ± 8.75 kg, FFM 43.66 kg,
FFMI 19,21, the value of the physical health quality of life is 32.7 and mental health 44.7. There are significant
differences in dry weight (p <0.05) and all components of body composition (p <0.01) between male and female
subjects GGTA-HD, but no significant differences in BMI, physical and mental quality of life. Significant
differences were also evident in all body composition parameters (p <0.05) among the 3 BMI groups (BMI less,
normal, and more), with components FFMI and TBW demonstrated the most significant values (p <0.01),
physical health quality of life also differed significantly on less and normal BMI groups (p <0.05). Analysis of
the data also showed a significant correlation between nutritional status by the BIA to the physical health
quality of life of GGTA-HD subjects (r = 0.29, p = 0.02), whereas no significant correlation with mental health.
This study suggests that the nutritional status by BIA correlated with physical health quality of life, while the
nutritional status by anthropometric correlates well with quality of life in physical health, but only on less and
normal BMI groups.
Keywords: anthropometry, BIA, the quality of life of physical health, mental health quality of life
PENDAHULUAN
Insiden dan prevalensi Penyakit Ginjal Kronik (PGK) semakin meningkat di seluruh
dunia dan sangat berkaitan dengan luaran yang buruk. CDC (Centers for Disease Control)
melaporkan bahwa dalam kurun waktu tahun 1999 hingga 2004, 16.8% dari populasi
penduduk usia di atas 20 tahun mengalami PGK. Persentase ini meningkat bila dibandingkan
data pada 6 tahun sebelumnya, yakni 14.5% (Saydah, 2007). Di negara-negara berkembang,
insiden ini diperkirakan sekitar 40 – 60 kasus per juta penduduk per tahun. Di Indonesia,
dari data di beberapa bagian nefrologi, diperkirakan insidens PGK berkisar 100-150 per 1 juta
penduduk dan prevalensi mencapai 200-250 kasus per juta penduduk (Bakri, 2005).
PGK yang tidak ditatalaksana dengan baik dapat memburuk ke arah gagal ginjal tahap
akhir (GGTA) atau dikenal sebagai End Stage Renal Disease. Stadium akhir ini yang juga
disebut sebagai gagal ginjal, membutuhkan terapi pengganti ginjal permanen berupa dialisis
atau transplantasi ginjal. Malnutrisi sering terjadi pada pasien GGTA yang menjalani
hemodialisis (HD) reguler, dimana banyak faktor yang mempengaruhi, di antaranya gejala
uremia yang menyebabkan asupan protein dan kalori yang menurun, inflamasi kronik, dan
komorbid akut atau kronik (Dumler, 2003). Sehingga mereka mengalami berat badan
menurun, kehilangan simpanan energi (jaringan lemak) dan protein tubuh juga albumin
serum, transferin dan protein viseral lainnya (Stenvinkel, 2000).
Ada beberapa cara penilaian status gizi seperti antropometri (berat badan, lingkaran
lengan, triceps skinfold thickness), laboratorium (seperti albumin serum, transferin), DEXA
dan BIA. Cara menilai status gizi (nutritional assessment) seperti antropometri, hasilnya
bisa menjadi salah karena adanya perubahan hidrasi jaringan pada pasien gagal ginjal
(Dumler, 2003). Pemeriksaan antropometri memerlukan waktu yang lama dan
keterampilan khusus, penilaian indeks massa tubuh (IMT) memiliki keterbatasan dalam
menilai lemak tubuh dan sangat dipengaruhi oleh hidrasi jaringan (Gupta, 2004). Analisis
komposisi tubuh penting untuk menilai status gizi karena penilaian berat badan saja
tidak akan memberikan informasi tentang kurangnya Body Cell Mass (BCM). Perubahan
extracellular water (ECW) dapat menutupi tanda kehilangan BCM. Orang yang memiliki
IMT yang sama belum tentu memiliki komposisi tubuh yang sama (Kaysen, 2005). Dumler
dkk (1992) melakukan studi terhadap 39 pasien HD yang difollow-up selama 5-12 bulan
dengan antropometri dan BIA, ternyata pengukuran berat badan serial tidak berkorelasi
dengan perubahan FFM yang diukur dengan BIA, ini menunjukkan bahwa perubahan status
hidrasi dan FM inilah yang menyebabkan perbedaan tersebut. Selama lebih dari 20 tahun,
bioelectrical impedance analysis (BIA) telah dikenal sebagai suatu teknik yang non-invasif
dan sederhana untuk mengukur status hidrasi tubuh pasien dan telah berhasil digunakan untuk
menentukan berat badan kering pada pasien HD (Zhu F, 2004).
Kualitas hidup (KH) penderita GGTA yang menjalani HD reguler di berbagai tempat
telah diteliti dan hasilnya pada umumnya menunjukkan penurunan kualitas hidup. Tujuan
menilai KH sebagai indikator tambahan dari outcome terapi adalah untuk mengetahui efek
keseluruhan dari terapi. 36-Item Short-Form Health Survey (SF-36) secara luas telah dipakai
untuk mengevaluasi kualitas hidup pada penyakit GGTA (Zadeh, 2001).
Tattersall (2009) telah melakukan studi penggunaan single-frequency (SF) BIA dan
multi-frequency (MF) BIA untuk menilai status nutrisi dan cairan pasien HD. Hasilnya
menunjukkan SF-BIA memiliki keunggulan dari segi harga dan penggunaan yang lebih
praktis dibandingkan MF-BIA. SF-BIA dapat memberikan informasi tentang jumlah cairan
tubuh, nutrisi dan komposisi tubuh pasien, namun MF-BIA selain itu dapat pula mengukur
kelebihan cairan tubuh pasien sebanyak 1-2 liter dan output MF-BIA juga lebih mudah
diinterpretasikan. MF-BIA tidak cocok untuk penggunaan rutin tetapi dapat dipertimbangkan
sebagai gold standard untuk pemakaian klinis BIA sekali-kali (Tattersall, 2009).
Penelitian Zadeh, dkk (2006) menunjukkan kualitas hidup yang cenderung menurun
pada pasien HD reguler dengan persentase lemak tubuh yang rendah, sehingga manajemen
obesitas pada pasien dialysis mesti dipertimbangkan sebaik-baiknya (Zadeh, 2006).
Studi yang dilakukan oleh Chiang (2004) menunjukkan aspek kesehatan fisik dan
mental dari kualitas hidup pasien HD reguler di Taiwan secara substansial lebih rendah,
kecuali toleransi nyeri tubuh yang tinggi. Sejumlah karakterisitik demografik dan klinis
mempunyai dampak yang signifikan terhadap kualitas hidup pasien HD reguler di Taiwan
(Chiang, 2004).
Penelitian yang menggunakan metode BIA untuk menilai status gizi pasien GGTA
yang menjalani HD telah banyak dilakukan di Indonesia, Namun, penelitian yang
menghubungkan status gizi berdasarkan antropometri dan BIA dengan kualitas hidup
sepengetahuan kami belum pernah dilakukan di Indonesia, khususnya di Sulawesi Selatan.
Atas dasar inilah dilakukan penelitian yang bertujuan untuk melihat korelasi status gizi
berdasarkan antropometri dan BIA dengan kualitas hidup yang menggunakan SF-36.
Bakri S. 2005. Deteksi dini dan upaya-upaya pencegahan progresifitas penyakit ginjal
kronik. Jurnal Medika Nusantara. 26(3): 36-40.
Chih-Kang Chiang, Yu-Sen Peng, Shou-Shan Chiang, Chwei-Shiun Yang. 2004. Health-
Related Quality of Life of Hemodialysis Patients in Taiwan: A Multicenter Study.
Blood Purif. 22 : 490–498
Dumler, Kilate C. 2003. Body Composition Analysis by Bioelectrical Impedance in Chronic
Dialysis Patients: Comparison to the National Health and Nutrition Chronic
Dialysis Patients: Comparison to the National Health and Nutrition Examination
Survey III. J of Renal Nutrition. 13(2):166-172.
Gupta D, Lammersfeld C. 2004. Bioelectrical Impedance Phase Angle in Clinical Practice:
Implications for Prognosis in Advanced Colorectal Cancer. Am J Nutrition. 80 :
1634-1638.
James Tattersall. 2009. Bioimpedance Analysis in Dialysis: State of the Art and What We
Can Expect. Blood Purif. 27 : 70–74.
Kalantar Zadeh, Kopple J. 2001. Association Among SF36, Quality of Life Measures and
Nutrition, Hospitalization and Mortality in Hemodialysis. J of the American Society
of Nephrology. 12 : 2797- 806.
Kamyar Kalantar-Zadeh, Noriko Kuwae, Dennis Y Wu, Ronney S Shantouf, Denis Fouque,
Stefan D Anker, Gladys Block, and Joel D Kopple. 2006. Associations of body fat and
its changes over time with quality of life and prospective mortality in hemodialysis
patients. Am J Clin Nutr. 83 : 202–10.
Kaysen, Fansan Z, et al. 2005. Estimation of Total Body and Limb Muscle Mass in
Hemodialysis Patients by Using Multifrequency Bioimpedance Spectroscopy. Am J
Nutrition. 82 : 988-995.
Port, Ashby VB, Dhingra RK, Roys EC,Wolfe RA. 2002. Dialysis dose and body mass index
are strongly associated with survival in hemodialysis patients. J Am Soc Nephrol. 13 :
1061–1066.
Sarkar SR, Kuhlmann MK, Kotanko P, Zhu F, Heymsfield SB, Wang J, Meisels IS, Gotch
FA, Kaysen GA, Levin NW. 2006. Metabolic consequences of body size and body
composition in hemodialysis patients. Kidney Int. 70 : 1832–1839.
Saydah, Burrows NR, Williams DGL. 2007. Prevalence of chronic kidney disease and
associated risk factors—United States,1999-2004. JAMA. 297(16) : 1767-1768.
Slowick, Safranow K, Dziedziejko V, Dutkiewicz G, Ciechanowski K, Chlubek D. 2006: The
influence of gender, weight, height and BMI on pentosidine concentrations in plasma
of hemodialyzed patients. J Nephrol. 19 : 65–69.
Stenvinkel P, Heimburger O, Lindhom B. 2000. Are There Two Types of Malnutrition in
Chronic Renal Failure? Evidence for Relationships between Malnutrition,
Inflammation and Atherosclerosclerosis (MIA syndrome). Nephrol Dial Transplant.
15 : 953-960.
Yamauchi T, Kuno T, Takada H, Nagura Y, Kanmatsuse K, Takahashi S. 2003. The impact of
visceral fat on multiple risk factors and carotid atherosclerosis in chronic
haemodialysis patients. Nephrol Dial Transplant. 18 : 1842–1847.
Zhu F, Kuhlmann MK, Sarkar S, Kaitwatcharachai C, Khilnani R, Leonard EF, Greenwood
R, Levin NW. 2004. Adjustment of dry weight in hemodialysis patients using
intradialytic continuous multifrequency bioimpedance of the calf. Int J Artif Organs.
27 : 104–109.
Tabel 1. Karakteristik subyek penelitian
Tabel 3. Perbandingan variabel status gizi dan Kualitas hidup berdasarkan klasifikasi
IMT
Variabel IMT < 18.49 IMT 18.5–24.9 IMT >25.0 p
(n = 7) (n = 36) (n = 14)
Umur 46.28 ± 13.71 49.61 ± 7.30 48.92 ± 6.25 .609
Lama HD 27.42 ± 30.78 20.25 ± 22.51 15.00 ± 10.15 .777
Komposisi
Tubuh
FM 46.28 ± 13.71 49.61 ± 7.30 48.92 ± 6.25 .002*
TBW 27.42 ± 30.78 20.25 ± 22.51 15.00 ± 10.15 .000*
BM 1.64 ± 0.60 2.39 ± 0.79 2.29 ± 0.61 .021*
MM 41.31 ± 6.42 43.32 ± 7.02 44.44 ± 11.35 .009*
VF 2.29 ± 1.38 5.44 ± 3.23 9.07 ± 4.02 .001*
LBM 35.80 ± 6.31 46.31 ± 7.01 48.13 ± 12.12 .002*
BCM 34.17 ± 5.75 43.92 ± 7.01 45.85 ± 11.62 .003*
FFMI 15.86 ± 1.97 19.20 ± 1.78 20.94 ± 2.61 .000*
Albumin 4.79 ± 1.89 5.72 ± 2.88 5.59± 2.57 .709
Asupan
Kalori 944.86±226.86 1183.32±413.33 1041.07±334.49 .220
Protein 34.33 ± 8.96 47.41 ± 19.63 41.31 ± 11.97 .146
PCS 41.32 ± 9.98 31.84 ± 7.51 35.99 ± 9.77 .020*
MCS 44.97± 13.89 44.16 ± 12.34 45.79 ± 14.41 .923
*P < 0.05 = signifikan : One way ANOVA test
Tabel 4. Korelasi Status Gizi berdasarkan Antropometri dan BIA dengan Kualitas
Hidup berdasarkan SF-36
Variabel Kes. Fisik SF-36 (PCS) Kes. Mental SF-36 (MCS)
r;p r;p
Umur -.059 ; .6621 .184 ; .1701
Lama HD -.052 ; .7022 .140 ; .2992
IMT -.089 ; .5112 .100 ; .4612
Komposisi Tubuh
FM .264* ; .0472 .016 ; .9062
TBW -.269* ; .0431 -.006 ; .9661
MM .273* ; . 0401 . .084 ; .5341
BM -.033 ; .8082 -.144 ; .2852
VF -.034 ; .8042 .095 ; .4802
LBM -.322* ; .0151 .115 ; .3961
BCM -.323* ; .0141 .131 ; .3301
FFMI -.284* ; .0322 .067 ; .6222
Albumin -.013 ; .9241 -.093 ; .4921
Asupan
Kalori -.154 ; .2541 .249 ; .0621
Protein -.086 ; .5242 .105 ; .4392
1
Pearson correlation test; 2 Spearman test *P < 0,05 = signifikan