“Neurocritical Care”
Pembimbing :
dr. Tendi Novara, Msi.Med, Sp. An-KAO
Disusun Oleh:
Agnes Indah Nugraheni G4A015143
Inez Ann Marie G4A015145
Mochamad Riski Kurniadi G4A016015
2016
HALAMAN PENGESAHAN
Disusun Oleh:
Agnes Indah Nugraheni G4A015143
Inez Ann Marie G4A015145
Mochamad Riski Kurniadi G4A016015
Mengetahui,
Dokter Pembimbing,
B. Monitoring Pasien
1. Pemeriksaan klinis
Berbagai macam pengukuran kesadaran dilakukan untuk mengetahui
efek blokade neuromuskular dan sedasi. GCS (Gambar 2.1) merupakan marker
prognosis kuat dan indikator diperlukannya operasi traumatic brain injury,
outcome stroke sirkulasi posterior diikuti serangan jantung. Pada isolasi, GCS
memiliki kekurangan dimana terdapat confounder berupa intubasi endotrakeal,
dan kurangnya pengukuran respons pupil. Pasien tanpa sedasi belakangan ini
dinilai dengan FOUR (Full Outline of Unresponsiveness) score (Gambar 2.2)
yaitu pengukuran respons mata terhadap perintah dan nyeri, termasuk respons
pupil dan pola pernapasan yang dapat membantu menilai fungsi batang otak.
Untuk menilai nyeri dapat digunakan NRS (Numeric Rating Scale) (Gambar
2.3) dan BPS (Behavioral Pain Scale) (Gambar 2.4). Apabila pasien tidak
sadar dapat menggunakan NCS-R (Nociceptor Coma Scale-revised) (Le Roux
et al., 2014).
Gambar 2.1. FOUR score (Fugate et al., 2010)
2. Hemodinamik Sistemik
Komplikasi kardiopulmoner sering kali terjadi setelah ABI (acquired
brain injury). Mekanisme utama trauma jantung setelah ABI berhubungan
dengan stimulasi simpatis dan pelepasan katekolamin. Semua pasien ABI yang
masuk ICU memerlukan monitoring hemodinamik dasar berupa tekanan darah,
nadi dan pulse oximeter. Pasien tidak stabil maupun pasien berisiko sebaiknya
dilakukan juga monitoring EKG dan IBP (invasive monitoring of arterial blood
pressure) (Le Roux et al., 2014).
Gambar 2.5. Monitor Hemodinamik
C. Tujuan Monitoring
Alasan dilakukannya monitoring pada pasien dengan kelainan neurologis yang
memerlukan penanganan khusus adalah (Le Roux et al., 2014):
1. Mendeteksi perburukan neurologis dini sebelum terjadi kerusakan otak
ireversibel
2. Individualisasi penanganan setiap pasien
3. Mengarahkan penanganan pasien
4. Memonitoring respons fisiologis terhadap pengobatan dan menghindari
efek samping
5. Membantu tenaga medis mengetahui lebih baik patofisiologi dari kelainan
pada pasien
6. Membentuk protokol penanganan yang tepat
7. Memperbaiki outcome neurologis dan kualitas hidup pasien dengan
kerusakan otak berat
8. Dengan mengetahui patofisiologi penyakit diharapkan dapat
mengembangkan terapi baru yang saat ini masih kurang
D. Keadaan yang membutuhkan pemantauan/monitoring di Intensive Care
Unit (ICU) dan rekomendasi protokol pemantauan.
1. Kecurigaan peningkatan tekanan intrakranial
a. Glasgow Coma Scale (GCS) > 8 dan pasien kooperatif terhadap
pemeriksaan yang dilakukan :
1) Lanjutkan dengan pemeriksaan neurologis, berupa (Restrepo, 2010):
a) Derajat kesadaran
Pemeriksaan derajat kesadaran dapat dilakukan dengan
pemeriksaan GCS. Pasien dengan GCS 12-15 diobservasi di
ruangan kecuali pemeriksaan neurologis menunjukkan adanya lesi
atau kelainan yang memerlukan observasi di ICU. GCS 9-12
mengindikasikan koma sedang. GCS <8 menunjukkan koma berat
dan biasanya membutuhkan pemasangan intubasi endotrakeal
sehingga respons verbal pasien tidak dapat dinilai dan digunakan
huruf T.
b) Pemeriksaan nervus kranialis
Bledsoe, B.E., Casey M.J., Feldman J., Johnson. L., Diel, S,. Forred, W. et al.,
2015. Glasgow Coma Scale scoring is often inaccurate. Prehospital Disaster
Medicine, 30(1):46–53.
Brhardwaj, Anish. Marek A. John A. 2004. Handbook of Nuerocritical Care. New
Jersey: Humana Press
Chanques, G., Payen, J. F., Mercier, G., Lattre, S., Viel, E., Jung, B. et al., 2009.
Assessing pain in non-intubated critically patients unable to self report: an
adaptation of the Behavioral Pain Scale. Intensive Care Medicine, 35(1):
2060.
Diringer, M. N., 2009. Management of aneurysmal subarachnoid hemorrhage.
Critical Care Medicine, 37(2):432-440.
Fernandez, A., 2016. Continous Monitoring in Critical Care. JHN Journal,
11(1):8-10.
Fugate, J. E., Rabinstein, A. A., Claassen, D. O., White, R. D. & Wijdickss, E. F.
M., 2010. The FOUR Score Predicts Outcom in Patients after Cardiac Arrest.
Neurocritical Care, 13(2):205-210.
Guldemund, P., Stender, J., Heine, L. & Laureys, S., 2012. Mindsight:Diagnostics
in Disorders of Consciousness. Critical Care Research and Practice.
2012(2012).
Kuroda, Y., 2016. Neurocritical Care Update. Journal of Intensive Care, 64 (36).
Le Roux, P., Menon, D. K., Citerio, G., Vespa, P., Bader, M. K., Brophy, G., M.
et al., 2014. Consensus summary statement of the International
Multidisciplinary Consensus Conference on Multimodality Monitoring in
Neurocritical Care. Intensive Care Medicine, 40(1):1189–1209.
Restrepo, R. D., 2010. Neurologic Assessment. In: Wilkins, R. L., Dexter, J. R. &
Heuer, A. J. ed. Clinical Assessment in Respiratory Care. Elsevier:St. Louis.
pp. 95-116.
Smith, W. S. & Weingart, S., 2012. Emergency Neurological Life Support
(ENLS): What to Do in the First Hour of a Neurological Emergency.
Neurocritical Care, 17(1).
Woo, A., Lechner, B., Fu, T., Wong, C. S., Chiu, N., Lam, H. et al., 2015. Cut
points for mild, moderate, and severe pain among cancer and non-cancer
patients: a literature review. Annals of Palliative Medicine, 4(4):176-183.