PADA NEONATUS
No. Dokumen Revisi Halaman
RSK
LINDIMARA YM.01.13/SPO.I.E2/17.573/2015 00 1/2
WAINGAPU
Tanggal Terbit : DITETAPKAN OLEH
SPO DIREKTUR
PELAYANAN
INTENSIF 11 Januari 2015
NEONATUS
Dr. Alhairani K.L. Manu Mesa
Pengertian Gagal jantung adalah suatu sindroma klinis saat jantung tidak mampu untuk
memompa darah guna memenuhi kebutuhan metabolisme normal tubuh.
Tujuan Melakukan diagnosis dini gagal jantung, serta penanganan yang cepat dan tepat
untuk memperoleh perbaikan fungsi jantung yang optimal
Kebijakan Petugas medis mesti meguasai penanganan gagal jantung secara teapat,
sehingga morbiditas dan mortalitas bisa dikurangi.
Prosedur 1. Memastikan diagnosis gagal jantung melalui :
- Anamnesis
- Pemeriksaan fisik
- Pemeriksaan penunjang berupa foto toraks, elektrokardiografi,
laboratorium darah rutin, kadar serum elektrolit, analisis gas darah,
kadar gula darah (terutama neonatus), ekokardiografi, kateterisasi
jantung.
2. Memberikan perawatan berupa :
- Bed rest total, sebisa mungkin dengan posisi setenga duduk .
- Pemberian oksigen 40% 2-4 liter/menit
- Melakukan restriksi cairan 80% dari kebutuhan tubuh normal, atau
mengupayakan balans cairan yang nol.
- Melakukan koreksi apabila terjadi hipoglikemia, asidosis metabolik,
anemia, demam, infeksi, dehidrasi.
- Pemakain ventilator bila edema paru hebat atau gagal napas.
- Diet tinggi kalori dan rendah garam.
3. Terapi medikamentosa :
a. Dieretika :
Furosemid :
- Intravena 1 mg/kgBB/kali, 2-3 kali/hari
- Oral 2-5 mg/kgBB/hari, 2-3 kali/hari
Untuk menghindari efek hipokalemia akibat penggunaan furosemid,
maka perlu diberikan bersamaan dengan :
- Kalium klorida 1-2 mEq/kgBB/hari, 2-3 kali/hari
- Atau Spironolakton 3 mg/kgBB/hari, oral, 1-3 kali/hari
b. Digitalis
Dosis digitalisasi cepat memakai cedilanid intravena :
- Prematur : 20 mcg/kgBB/hari
- Aterm : 30 mcg/kgBB/hari
- Bayi : 40 mcg/kgBB/hari
- Anak : 20-30 mcg/kgBB/hari, maksimal 1 mg.
Dibagi dalam 3 dosis (1/2, 1/4 , ¼, interval tiap 8 jam )
Dosis rumatan memakai digoksin oral, 8-10 mcg/kgBB/hari, 2 kali
sehari, maksimal 125 mcg/kali. Mesti diawasi kemungkinan
intoksikasi digitalis
PENANGANAN GAGAL JANTUNG
PADA NEONATUS
No. Dokumen Revisi Halaman
RSK
LINDIMARA YM.01.13/SPO.I.E2/17.573/2015 00 1/2
WAINGAPU
Prosedur c. Vasodilator:
Kaptopril :
- Bayi : 0,1-2 Mg/Kgbb/Menit
- Anak : 12 Mg/Hari, 2 Kali Sehari
d. Inotropik Lain Diberikan Pada Gagal Jantung Yang Sangat Berat
- Dopamin, 5-10 Mcg/Kgbb/Menit
- Dobutamin, 5-10 Mcg/Kgbb/Menit
- Dopamin Digabung Dobutamin, total 15 mcg/kgBB/menit
- Milrinon, loading 10-50 mcg/kgBB dalam 10 menit, lalu drip 0,1-1
mcg/kgBB/menit
e. Obat lain
- Morfin subkutan bila edema paru, 0,05 -0,1 mg/kgBB/kali
- Penenang diazepam atau luminal, pemberian mesti diawasi.
4. Tindakan koreksi (pembedahan atau intervensi) terhadap penyakit
jantung yang mendasarinya.
Unit Terkait 1. SMF Ilmu Kesehatan Anak – Divisi Kardiologi Anak
2. Pelayanan Jantung Terpadu
PEMASANGAN JALUR INTRAOSESEUOUS
PADA NEONATUS
No. Dokumen Revisi Halaman
RSK
LINDIMARA YM.01.13/SPO.I.E2/16.242/2015 00 1/2
WAINGAPU
Tanggal Terbit : DITETAPKAN OLEH
SPO DIREKTUR
PELAYANAN
INTENSIF 11 Januari 2015
NEONATUS
Dr. Alhairani K.L. Manu Mesa
Pengertian Pemasangan didalam tulang tibia proksimal, bila jalur intravena emergency
gagal dilakukan atau tidak berhasil.
Tujuan Sebagai akses vaskuler yang cepat selam resusitasi kardiopulmonar
Kebijakan Mengidentifikasi neonatus yang memerlukan tindakan atau pemasangan
intraoseous kateter.
Prosedur 1. Posisi pasien terlentang
2. Tempatkan kantong pasir atau gulungan handuk di bawah lutut
3. Bersihkan tibia proksimal dengan cairan antiseptic
4. Pakai sarung tangan steril
5. Oleskan aperture drape
6. Jika perlu, suntikkan lidokain 1% dalam 1 ml siring dengan jarum no.
25 ke kulit, jaringan dan periosteum
7. Tentukan kedalaman tusukan jarum, jarang > 1 cm pada bayi :
a. Untuk jarum dengan indikator kedalaman, ataur sesuai kedalaman
yang diperlukan
b. Untuk jarum tanpa indikator kedalaman, tahan jarum dengan ujung
ibu jari, jari telunjuk dan telapak tangan, 1 cm dari ujung jarum
untuk meghindari pendorongan berlebih
8. Raba tuberositas tibia dengan jari telunjuk
9. Tusukkan jarum pada permukaan datar anteromedia tibia, 1-2 cm
dibawah tuberositas tibia.
10. Arahkan jarum dengan sudut 10-15° dari kaki untuk menghindari
growth plate
11. Tahan tulang secara langsung dibawah daerah insersi untuk mengurangi
fraktur
12. Tekan jarum dengan tekanan yang lembut dan gerakkan memutar
sampai tiba-tiba terasa berkurang tahanannya, menunjukkan tusukan
melalui kortek.
13. Lepaskan stilet.
14. Pastikan posisi jarum di ruang sumsum tulang:
a. Jarum harus tertancapa berdiri sendiri
b. Secara hati-hati sambungkan siring 5ml dan aspirasi darah atau
sumsum. Aspirasi tidak selalu sukses saat menggunakan jarum 18
atau 20. Jika teraspirasi, sumsum tulang dapat diperiksa untuk
menilai kimia darah, PCO2, pH, Hb, golongan darah, cross match
atau kultur
c. Sambungkan siring berisi salin normal dan masukkan perlahan 2-3
cc sambil meraba jaringan tempat insersi untuk melihat adanya
ekstravasasi. Seharusnya hanya ada tahanan ringan saat cairan
dimasukkan
PEMASANGAN JALUR INTRAOSESEUOUS
PADA NEONATUS
RSK
LINDIMARA
WAINGAPU
SPO No. Dokumen Revisi Halaman
PELAYANAN
INTENSIF YM.01.13/SPO.I.E2/16.242/2015 00 2/2
NEONATUS
Prosedur 15. Jika sumsum tidap di aspirasi dan terasa ada tahanan saat memasukkan
cairan :
a. Lubang jarum mungkin tersumbat oleh tulang
Masukkan kemabali stilet, atau
Masukkan jarum yang lebih kecil melewati tusukkan
sebelumnya
Hubungkan siringe yang berisis salin normal dan masukkan
2-3 cc
b. Ujung jarum mungkin tidak menembus kortek
16. Jalur intraroseous harus segera dicabut apabila jalur intravena dapat
terpasang dan tidak lebih dari 8 jam.
Kebijakan Kepustakaan :
- Pedoman Pelayanan Medis IDAI, Jilid 1, 2010
- EKG pada bayi dan anak , 2008
Prosedur 1. Letakkan bayi dalam posisi supinasi
2. Siapkan monitor dan elektroda
3. Pasang elektroda:
Putih di ICS II sejajar garis midclavicular kanan
Hitam di ICS II sejajar garis midclavicular kiri
Hijau di ICS VI sejajar garis midclavicular kanan
Coklat di ICS VI sejajar garis midclavicular kiri
Merah di ICS IV/V sejajar garis parasternal kiri setinggi apex
jantung.
Unit Terkait Dokter anak, perawat
PENERIMAAN PASIEN NEONATUS DARI LUAR RSK
LINDIMARA KE NICU
No. Dokumen Revisi Halaman
RSK
LINDIMARA YM.01.06/SPO.BI/14948/2015 00 1/1
WAINGAPU
Tanggal Terbit : DITETAPKAN OLEH
DIREKTUR
SPO 11 Januari 2015
Unit Terkait Perawat, dokter PPDS I Ilmu Kesehatan Anak, DPJP (staf ahli neonatologi
intensif), admission
PEMINDAHAN PASIEN NEONATUS KE RUANGAN OPERASI
No. Dokumen Revisi Halaman
Lini ke 3
Meropenem 20 mg/kgBB/kali
Umur ≤7 hari setiap 8 jam
Umur > 7 hari setiap 8 jam
Bila diagnosis meningitis, meropenem diberikan dengan dosis
40mg/kgBB/kali.
Dilarutkan dalam dekstrosa 5% dekstrosa 10% , NaCI 0.9%
Berikan minimal dalam 30 menit
Pemberian antibiotika empiris (lini I, II, atau III), berdasarakan
rekomendasi lab mikrobiologi klinik, yang dilaporkan secara berkala.
Bila hasil biakan kuman pada darah positif, pemberian antibiotika
disesuaikan dengan hasil uji sensitivitas.
Unit Terkait Lab mikrobiologi klinik
PEMAKAIAN ANTIBIOTIKA PADA MENGITIS NEONATORUM
No. Dokumen Revisi Halaman
Lini ke-3
Meropenem 40mg/kgBB/kali
- Umur < 7 hari setiap 12 jam
- Umur> 7 hari setiap 8 jam
Dilarutkan dalam dekstrosa 5%, dekstrosa 10%, NaCI 0.9%
Berikan minimal dalam 30 menit
YM.01.06/SPO.I.E2/16.220/2015 00 1/2
RSK
LINDIMARA
WAINGAPU
Tanggal Terbit : DITETAPKAN OLEH
SPO DIREKTUR
PELAYANAN
INTENSIF 11 Januari 2015
NEONATUS
Dr. Alhairani K.L. Manu Mesa
Pengertian Suatu pemasangan alat foto therapy dengan sinar blue-green spectrum ( panjang
gelombang 430-490nm) dengan kekuatan 30uW/cm2.
Tujuan Menurunkan kadar bilirubin direk pada bayi dengan hiperbilirubenimia/ikterus
non fisiologis.
Kebijakan Pedoman pelayanan Intensif Care Neonatus RSK Lindimara Waingapu
Prosedur 1. Hangatkan ruangan sehingga suhu dibawah lampu 28°C-30°C
2. Nyalakan tombol alat dan periksa apakah lampu menyala dengan baik
3. Ganti lampu bila terbakar atau mulai berkedip-kedip
4. Cuci tangan dan pakai sarung tangan
5. Salam sama pasien
6. Tutp mata bayi dengan penutup, pastikan penutup tidak menutupi
lubang hidung
7. Letakkan bayi dibawah lampu terapi sinar dengan jarak 45-50cm
8. Letakkan bayi sedekat mungkin dengan lampu sesuai dengan petunjuk
atau manual dari pabrik pembuat alat.
9. Ubah posisi bayi tiap 3 jam
10. Pastikan bayi terpenuhi kebutuhan cairannya
11. Pantau suhu tubuh bayi dan suhu udara ruangan setiap 3 jam
12. Periksa kadar bilirubin serum tiap 6-12 jam pada bayi dengan kadar
bilirubin yang cepat meningkat, bayi kurang bulan atau bayi sakit
13. Lakukan pemeriksaan ulang setelah 12-24 jam terapi sinar dihentikan
14. Hentikan terapi sinar bila kadar bilirubin turun dibawah batas untuk
dilakukan terapi sinar atau mendekati nilai untuk tranfusi tukar
15. Cuci tangan
16. Dokumentasi pada lembaran observasi NICU
PEMAKAIAN TERAPI SINAR PADA NEONATUS
No. Dokumen Revisi Halaman
YM.01.06/SPO.I.E2/16.220/2015 00 2/2
RSK
LINDIMARA
WAINGAPU
Prosedur Pemantauan:
1. Bila kadar bilirubin tidak menurun atau cenderung naik kemungkinan
terjadi proses hemolisis
2. Kebutuhan cairan meningkat selama pemberian terapi sinar naikkan
kebutuhan hariannya dengan menambah 25mL/kgBB
3. Tetap berikan ASI paling tidak setiap 3 jam
4. Bila bayi mendapat cairan IV, naikkan kebutuhan hariannya 10-20 %
5. Selama dilakukan terapi sinar, feses bayi bisa menjadi cair dan
berwarna kuning. Keadaan ini tidak memerlukan terapi khusus
6. Bayi dipindahkan dari alat terapi sinar hanya bila akan dilakukan
tindakan yang tidak dapat dikerjakan dibawah lampu terapi sinar
7. Bila bayi mendapat terapi oksigen, matikan lampu saat memeriksa bayi
untuk mengetahui sianosis sentral
8. Warna kulit tidak dapat digunakan sebagai petunjuk untuk menentukan
kadar bilirubin serum selama bayi dilakukan terapi sinar selama 24 jam
setelah dihentikan.
Unit Terkait Dokter anak dan perawat
INDIKASI PASIEN MASUK NICU
BAYI BERAT LAHIR RENDAH
DENGAN INDIKASI SURFAKTAN
No. Dokumen Revisi Halaman
RSK
LINDIMARA
YM.01.6/SPO.B1/5178/2015 00 1/2
WAINGAPU
Tanggal Terbit : DITETAPKAN OLEH
DIREKTUR
SPO
11 Januari 2015
YM.01.13/SPO.I.E.2/16.199/2015 0 1/1
RSK
LINDIMARA
WAINGAPU
SPO Tanggal Terbit : DITETAPKAN OLEH
DIREKTUR
PELAYANAN 11 Januari 2015
INTENSIF
NEONATUS
Dr. Alhairani K.L. Manu Mesa
Pengertian Bayi tidak bernafas ≥ 20 detik atau diikuti oleh bradikardia (denyut
jantung < 100 x/menit) dan / atau sianosis (saturasi oksigen < 80%)
Tujuan Tata laksana dini bayi prematur yang mengalami apnea
Kebijakan 1. Identifikasi bayi yang berisiko mengalami apnea
2. Memberikan terapi suportif dan kausal pada apnea of prematurity.
Prosedur Kerja 1. Terapi kausal
1. Non farmakologi
- Prone posisi
- Stimulasi taktil
- Peningkatan FiO2
- CPAP melalui : nasal prong, nasofaringeal tube, face mask
- Ventilator
2. Farmakologi
Obat golongan mentil xanthin, diberikan sampai umur
kehamilan 37 minggu atau jika bebas apnea selam 7 hari
- Aminofilin loading dose : 6 mg/kgBB, dilanjutkan dengan
dosis pemeliharaan diberikan 24 jam setelah loading dose
untuk bayi dengan BB < 1 kg, atau 12 jam setelah loading
dose untuk bayi BB > 1 kg
Dosis pemeliharaan:
- Minggu 1 : 2,5 mg/kgBB/dosis setiap 12 jam
- Minggu 2 :3 mg/kgBB/dosis, setiap 12 jam
- Minggu 2 : 4 mg/kgBB/dosis, setiap 12 jam
- Dilarutkan menjadi 5 mg/ml, diberikan dalam waktu lebih
dari 20 menit secara IV
Monitor
Semua bayi kurang bulan dan neonatus dengan riwayat apnea /
bradikardia seharusnya diawasi selama minimal 7 hari setelah kejadian
apnea.
2. Antibiotika (ampisilin dan gentamisin → distop sampai terbukti tidak
ada infeksi berdasarkan kultur darah)
3. terapi suportif (oksigen, nutrisi dan elektrolit)
Unit Terkait Dokter anak dan perawat
PENAPISAN ROP
(RETINOPATHY OF PREMATURITY)
RSK
LINDIMARA
WAINGAPU
SPO No. Dokumen No. Revisi Halaman
PELAYANAN
INTENSIF YM.01.13/SPO.I.E2/16.200/2015 00 2/2
NEONATUS
Follow Up :
1. Follow up ≤ 1 minggu
- Stadium 1 atau 2 ROP: zona 1
- Stadium 3 ROP : zona II
2. Follow up 1-2 minggu
- Vaskularisasi imatur : zona I – tanpa ROP
- Stadium 2 ROP : zona II
- ROP regresi : zona I
3. Follow up 2 minggu
- Stadium 1 ROP : zona I
- ROP regresi : zona II
4. Follow up 2-3 minggu
- Vaskularisasi imatur : zona II – tanpa ROP
- Stadium 1 atau 2 ROP : zona III
- ROP regresi : zona III
Penatalaksanaan umum :
Koreksi asidosis metabolik dengan infus sodium bikarbonat sebesar
1-2 mEq/kg
Mengoreksi hipoksia dan memberikan dukungan respirasi sesuai
dengan kebutuhan
Mengoreksi hipoglikemia (D10 W : 2ml/Kg), hipokalsemia ( Ca
glukonat 10%: 1ml/Kg) dan ketidak seimbangan elektrolit jika ada
Diet: tetap NPO sampai fungsi GI telah pulih
Mulai nutrisi parenteral total
SYOK NEONATUS
RSK
LINDIMARA
WAINGAPU
SPO No. Dokumen No. Revisi Halaman
PELAYANAN
INTENSIF YM.01.13/SPO.I.E2/16.201/2015 00 2/2
NEONATUS
Penata laksanaan spesifik:
Spesifik
A. Syok hipovolemik
Penggantian darah : whole blood 10-20 ml/kg atau packed
RBC 5-10 ml/kg selama 30 menit
Koreksi penyebab perdarahan jika mungkin.
B. Syok septik
Lakukan kultur (darah, urin, dan CSF)
Memulai terapi antibiotik empiric.
Menggunakan volume expander dan inotropik sesuai dengan
kebutuhan.
RSK
LINDIMARA
WAINGAPU
SPO No. Dokumen No. Revisi Halaman
PELAYANAN
INTENSIF YM.01.13/SPO.I.E2/16.198/2015 00 2/2
NEONATUS
Prosedur 2. Antibiotik (ampisilin dan gentamisin → di stop sampai kultur
darah negetif.
3. Terapi suportif
- Pemantauan ketat : pasang monitor jantung dan
pernapasan serta “ pulse oxymeter”.
- Pasang jalur intravena, berikan infus desktrose
- Beribantuan respirasi dan terapi oksigen bila diperlukan
- Koreksi gangguan metabolik dengan tepat.
YM.01.13/SPO.I.E.2/16.194/2015 0 1/1
RSK
LINDIMARA
WAINGAPU
SPO Tanggal Terbit : DITETAPKAN OLEH
DIREKTUR
PELAYANAN 11 Januari 2015
INTENSIF
NEONATUS
Dr. Alhairani K.L. Manu Mesa
Pengertian 1. Kelainan bawaan adalah abnormalitas bawaan yang ditemuai saat
lahir
2. Terdapat berbagai jenis malformasi dalam struktur, posisi atau
fungsi dari suatu organ atau sistem
3. Kelainan bawaan merupakan penyebab umum mortalitas dan
disabilitas pada awal kehidupan
4. Penyebabnya berkisar dari kelainan genetik yang diturunkan
hingga gangguan teratogenik terhadap fetus yang sedang
berkembang.
YM.01.13/SPO.I.E.2/16.193/2015 0 1/1
RSK
LINDIMARA
WAINGAPU
SPO Tanggal Terbit : DITETAPKAN OLEH
DIREKTUR
PELAYANAN 11 Januari 2015
INTENSIF
NEONATUS
Dr. Alhairani K.L. Manu Mesa
Pengertian Suatu perdarahan akibat dari kekurangan vitamin K atau menurunnya
faktor koagulasi yang berhubungan dengan vitamin K
Klasifikasi :
1. HDN Dini → terjadi dalam 24 jam pertama kehidupan.
2. HDN klasik → terjadi antara hari 1-7
3. HDN lanjut → terjadi setelah 1 minggu (biasanya 4-12 minggu)
Tujuan Mengenal, mengidentifikasi dan tata laksana perdarahan pada neonatus
Kebijakan 1. Identifikasi bayi berisiko mengalami perdarahan
2. Tata laksana yang tepat kasus perdarahan pada neonatus
Prosedur Kerja 1. Terapi suportif
2. Terapi kausal
- VitaminK 1 mg IM.
- Bila perdarahan aktif dapat diberikan FFP 10 mg/kg BB
Unit Terkait Sub divisi hematologi
HIE
(HYPOXIC-ISCHEMIC ENCEPHALOPATHY)
RSK
LINDIMARA
WAINGAPU
SPO No. Dokumen No. Revisi Halaman
PELAYANAN
INTENSIF YM.01.13/SPO.I.E2/16.202/2015 00 2/2
NEONATUS
Prosedur Memantau dan menjaga suhu tubuh
Mengoreksi dan menjaga kebutuhan kalori, cairan, elektrolit
dan kadar glukosa (D10W 60 cc/kg/hari)
Mengoreksi hipovelemia (whole blood)
Menghindari cairan berlebihan, hipertensi, hiperviskositas
Memberikan phenobarbital untuk perawatan kejang
Merawat kejang
Memberikan Phenobarbital IV 20 mg/kg selama 5 menit
Dosis bisa ditingkatkan 5 mg/kg setiap 5 menit sampai kejang
terkendali atau hingga tercapai dosis maksimum 40 mg/kg
Jika tidak terkendali oleh dosis Phenobarbital mksimal yang
diijinkan, tambahkan Phenytoin IV 20 mg/kg. Pertahankan
dosis 5-10 mg/kg/hari dan diberikan setiap delapan jam dalam
beberapa dosis
Tidak ada intervensi terapeutik lainnya yang terbukti
menolong misalnya kortikosteroid, profilaktik phenobarbital,
furosemide, mannitol, dll.
Antibiotika (ampisilin + gentamisin )→ sampai terbukti bukan
sepsis/hasil kultur darah negatif
Unit Terkait Bedah saraf, unit radiologi
TTN
(TRANSIENT TACHYPNEA OF THE NEWBORN)
Di ruang bayi
Memberikan lingkungan dengan suhu yang sesuai dan
memeriksa suhu setiap 4 jam (lebih sering untuk bayi
prematur)
Periksa glukosa setiap 4 jam pada hari pertama dan setiap 8-
12 jam jika stabil
Pemberian minum dini jika memungkinkan, tapi jika tidak,
segera mulai cairan intravena
Periksa toleransi bayi terhadap pemberian minum (risiko
NEC)
Periksa HB dan rawat polisitemia
Unit Terkait Dokter anak dan perawat
TERAPI HIPOKALEMIA
PADA NEONATUS
Prosedur 1. Persiapan
Timbang bayi
Lakukan intubasi dengan pipa endotrakeal yang sesuai
Stabilkan kondisi bayi
Setting ventilator sesaat sebelum instilasi surfaktan
- Respiratory rate : 60 x /menit
- Inspiratory time : 0.5 detik
- FiO2 : 100%
2. Prosedur instilasi surfaktan
Siapkan dosis surfaktan (survanta : 4 ml/Kg)
Pastikan tidak ada perubahan warna dari surfaktan
Apabila terdapat endapan didasar vial, putar vial secara hati-hati
supaya endapan hilang, “jangan dikocok”
Hangatkan surfaktan dengan meletakkan disuhu kamar selama 20
menit atau dengan menggenggam selama 8 menit
Apabila digunakan untuk profilaksis, surfaktan harus disiapkan
sebelum persalinan
Masukkan semua dosis surfaktan kedalam spuit no.20. jangan
menggunakan filter atau dikocok
Sambungan spuit yang telah terisi surfaktan dengan kateter no.5 isi
kateter tersebut dengan surfaktan
Sebelum surfaktan diberikan pastikan patensi dan letak pipa
endotrakeal. Jika perlu lakukan isap lendir sebelum surfaktan
dimaksukan.
TERAPI SURFAKTAN
RSK
LINDIMARA
WAINGAPU
SPO No. Dokumen No. Revisi Halaman
PELAYANAN
INTENSIF YM.01.13/SPO.I.E2/16.219/2015 00 2/2
NEONATUS
Prosedur Cara memasukkan surfaktan :
- Surfaktan dibagi menjadi 4 dosis pada posisi terlentang
kepala lurus sedikit ekstensi
- Setelah memasukkan dosis pertama lakukan vemtilasi
dengan balon dan sungkup dengan kecepatan 60x/menit
dan konsentrasi oksigen 100% sebelum masuk dosis
berikutnya. Ventilasi dilakukan selama paling tidak 30
detik atau sampai bayi stabil.
- Jangan lakukan suction setelah instilasi surfaktan
- Dosis ke 2,3,4 dilakukan sesuai dengan cara memasukkan
surfaktan seperti dosis pertama.
YM.01.13/SPO.I.E.2/16.203/2015 0 1/1
RSK
LINDIMARA
WAINGAPU
SPO Tanggal Terbit : DITETAPKAN OLEH
DIREKTUR
PELAYANAN 11 Januari 2015
INTENSIF
NEONATUS
Dr. Alhairani K.L. Manu Mesa
Pengertian Bertambahnya frekuensi defikasi lebih dari biasanya yang disertai
perubahan konsistensi tinja lebih cair, dengan tanpa darah dan atau lendir,
yang dapat menyebabkan terjadinya dehidrasi
Tujuan 1. Mengenali diare pada neonatus sebagai salah satu penyebab
dehidrasi dan penyakit neonatus
2. Menangani kasus diare pada neonatus
Kebijakan Mengidentifikasi penyakit diare pada neonatus :
1. Penyebab
2. Penanganan dehidrasi
Prosedur 1. Dehidrasi ringan
Cairan dextrose 5%, 1/4 NS 175 cc/kg/hari, diberikan :
- ½ nya diberikan per oral yaitu ASI dan oralit selang-seling
- ½ per IVFD
2. Dehidrasi sedang:
200cc/kgBB/hari, IVFD dengan dextrose 5% , ¼ NS
3. Dehidrasi berat :
250 cc/kgBB/hari, IVFD dengan dextrose 5%, ¼ NS
- 4 jam I diberikan ¼ nya
- 20 jam berikutnya diberikan 3/4 nya
4. Dipantau tiap 4-6 jam, jika sudah terhidrasi kembali ke cairan
maintenance, sesuai kebutuhan.
5. Derajat dehidrasi berdasarkan kriteria WHO
6. Identifikasi penyebab dengan pemeriksaan tinja lengkap atau
analisis tinja.
Unit Terkait Sub divisi gastroenterology
DIARE DEHIDRASI DENGAN HIPERNATREMIA PADA NEONATUS
Terapi cairan
I. Fase emergency (hidrasi) : mengembalikan volume vascular
dengan bolus 20 ML/kg dekstrose 5%/0.9% normal salince.
→ 20 mL/kg x 3.56 kg = 70 mL habis dalam 1 jam
II. Fase rehidrasi : koreksi deficit cairan dan pengeluaran natrium
dalam 48-72 jam.
Cairan maintenance selama 3 hari : 100 ML/kg/hari x 3.56 kg x 3 hari =
1.068 mL
Cairan maintenance + deficit air bebas –hidrasi= 1068 mL + 860
mL – 70mL = 1.856 mL
Jadi cairan yang diberikan selam a71 jam berikutnya adalah
1.856 mL/71 jam =36 mL/jam dalam dextrose 5%/0.45% normal
saline
2. Identifikasi penyebab dengan pemeriksaan tinja lengkap atau analisis
tinja
Unit Terkait Dokter anak dan perawat
HIPOTERMIA
YM.01.13/SPO.I.E.2/16.205/2015 0 1/1
RSK
LINDIMARA
WAINGAPU
SPO Tanggal Terbit : DITETAPKAN OLEH
DIREKTUR
PELAYANAN 11 Januari 2015
INTENSIF
NEONATUS
Dr. Alhairani K.L. Manu Mesa
Pengertian Suatu keadaan dimana suhu tubuh < 36.5C (diukur suhu axilla)
Tujuan Mengenal, mengidentifikasi dan tata laksana hipotermi pada neonatus
Kebijakan 1. Identifikasi bayi berisiko mengalami hipotermi
2. Tata laksana yang tepat kasus hipotermi pada neonatus
Prosedur Pencegahan dan penanganan
1. Bayi baru lahir segera dikeringkan dan diselimuti pakai selimut
hangat
2. Pemeriksaan bayi dilakukan dibawah radiant heater.
3. Penggunaan tutup kepala/topi
4. Menghangatkan bayi (rewarming)
- Suhu inkubator dinaikkan I C, setiap jam ( kecuali pada
bayi BBL < 1200 gr atau usia gestasi < 28 minggu atau
suhu tubuh < 32C suhu dinaikkan dengan kecepatan ≤
0.5 C/jam).
Terapi suportif (oksigen, nutrisi dan electrolit)
Antibiotika (ampisilin + gentamisin) dihentikan sampai hasil kultur
darah negatif/tidak terbukti sepsis)
Unit Terkait Dokter anak dan perawat
PENANGANAN BAYI BARU LAHIR
DARI IBU TERINFEKSI HIV
3. Pemilihan nutrisi
- Konseling pemilihan nutrisi sudah harus dilakukan sejak pada
masa antenatal care
- Pilihan susu formula akan menghindarkan bayi terhadap risiko
transmisi HIV melalui ASI.
PENANGANAN BAYI BARU LAHIR
DARI IBU TERINFEKSI HIV
RSK
LINDIMARA
WAINGAPU
SPO No. Dokumen No. Revisi Halaman
PELAYANAN
INTENSIF YM.01.13/SPO.I.E2/16.211/2015 00 2/2
NEONATUS
Prosedur - Perlu diperhatikan apakah pemberian susu formula
tersebut memenuhi persyaratan AFASS (acceptable/dapat
diterima, feasible/layak, affordable/terjangkau,
sustainable/berkelanjutan, dan safe/aman)
4. Pemberian imunisasi
- Pemberian imunisasi dapat diberikan sesuai jadwal dengan
pengecualian untuk BCG
- Imunisasi BCG dapat diberikan apabila diagnosis HIV
telah ditentukan.
5. Pemberian profilaksis
6. Pencegahan infeksi oporrtunistik dapat dilakukan dengan
pemberian kotrimoksazol untuk semua bayi yang lahir dari ibu
HIV positif yang dimulai pada usia 4-6 minggu sampai diagnosis
HIV telah disingkirkan.
7. Pemantauan tumbuh kembang
Pemantauan tumbuh kembang dilakukan pada setiap kunjungan
seperti kunjungan bayi sehat lainnya.
8. Penentuan status HIV bayi
Penentuan status dilakukan dengan pemeriksaan :
- PCR RNA HIV pertama pada usia 4-6 minggu
- PCR RNA HIV kedua pada usia 4-6 bulan
- Pemeriksaan antibodi HIV pada usia 18 bulan
- Pemeriksaan antibodi HIV tidak dapat digunakan sebagai
perasat diagnosis pada anak berusia kurang dari 18 bulan
Apabila hasil PCR RNA HIV positif maka harus dilakukan
pemeriksaan PCR RNA HIV kedua untuk konfirmasi. Bila
hasil PCR RNA HIV kedua positif maka anak akan ditata
laksana sesuai dengan tata laksana anak dengan infeksi HIV
Unit Terkait Sub divisi alergi imunologi
TETANUS NENATORUM
RSK
LINDIMARA
WAINGAPU
SPO No. Dokumen No. Revisi Halaman
PELAYANAN
INTENSIF YM.01.13/SPO.I.E2/16.210/2015 00 2/2
NEONATUS
Prosedur 3. Berikan bayi :
- Human tetanus immunoglobulin 500 U IM atau anti toksin
tetanus (equine serum) 5000 U IM. Pada pemberian
antitoksin tetanus, sebelumnya dilakukan tes kulit tetanus
toksoid 0,5 mL IM pada tempat yang berbeda dengan
pemberian antitoksin. Pada hari yang sama (di literatur,
imunisasi aktif dengan tetanus toksoid mungkin perlu
ditunda hingga 4-6 minggu setelah pemberian tetanus
imunoglobulin)
Lini I : Metronidazol 30 mg/kg/hari dengan interval
setiap enam jam (oral/parenteral) selam 7-10 hari atau
lini 2 : pinisilin procain 100.000 U/kg IV dosis tunggal
selam 7-10 hari. Jika hipersensitif terhadap penisilin,
berikan tetrasiklin50 mg/kg/hr (untk anak > 8 th). Jika
terdapat sepsis /brokopneuminia, berikan antibiotik
yang sesuai.
- Bila terjadi kemerahan dan/atau pembengkakan pada kulit
sekitar pangkal tali pusat, atau keluar nanah dari
permukaan tali pusat, atau bau busuk dari area tali pusat,
berikan pengobatan untuk infeksi lokal tali pusat.
4. Berikan ibunya imunisasi tetanus toksoid 0,5 mL (untuk
melindungi ibu dan bayi yang dikandung berikutnya) dan minta
datang kembali satu bulan kemudian untuk pemberian dosis
kedua.
Suportif
- Bila terjadi kekauan atau spastisitas yang menetap, terapi
suportif berupa fisioterapi.
Lain-lain (rujukan subspesialis, rujukan spesialisasi lainnya,dll)
1. Bila terjadi spasme berulang dan atau gagal naps dirujuk ke
rumah sakit yang mempunyai fasilitas NICU.
2. Bila diperlukan konsultasi ke Divisi Neorologi Anak dan bagian
Rehabilitasi Medik
Unit Terkait Dokter anak dan perawat
PNEUMONIA NEONATAL
YM.01.13/SPO.I.E.2/16.212/2015 0 1/1
RSK
LINDIMARA
WAINGAPU
SPO Tanggal Terbit : DITETAPKAN OLEH
DIREKTUR
PELAYANAN 11 Januari 2015
INTENSIF
NEONATUS
Dr. Alhairani K.L. Manu Mesa
Pengertian Suatu infeksi paru yang terjadi perinatal / pasca natal, dikelompokkan
menjadi :
1. Kongenital pnemonia
2. Post amnionitis pnemonia.
3. Transnatal pnemonia
4. Nosokomial pnemonia
Tujuan Mengenal, mengidentifikasi dan tata laksana pneumonia pada neonatus
Kebijakan 1. Identifikasi bayi berisiko mengalami pneumonia
2. Tata laksana yang tepat kasus pneumonia pada neonatus
Prosedur 1. Terapi kausal
2. Antibiotika
Sebelum hasil kultur ada : Ampisilin + Gentamisin di stop
sampai terbukti tidak ada infeksi berdasarkan kultur darah.
- Ampisilin :
Umur 0-7 hari : 100 mg/kgBB/ hari, IV, IM dibagi 2 dosis.
Umur > 7 hari : 100 mg/kgBB/hari, IV, IM dibagi 3-4
dosis.
- Gentamisin :
Dosis 2,5 mg/kgBB/dosis, IV, IM, diberikan:
< 7 hari:
Umur kehamilan <28 minggu diberikan setiap 36 jam.
Umur kehamilan 28-32 minggu diberikan setiap 24 jam.
Umur >32 minggu diberikan setiap 12 jam.
Cukup bulan diberikan setiap 8 jam.
Setelah ada kultur sesuaikan dengan resistensi dan
sensitivitasnya.
3. Terapi suportif (oksigen, nutrisi dan elektrolit)
Unit Terkait Dokter anak dan perawat
GAGAL NAPAS
YM.01.13/SPO.I.E.2/16.214/2015 0 1/1
RSK
LINDIMARA
WAINGAPU
SPO Tanggal Terbit : DITETAPKAN OLEH
DIREKTUR
PELAYANAN 11 Januari 2015
INTENSIF
NEONATUS
Dr. Alhairani K.L. Manu Mesa
Pengertian Ketidakmampuan untuk memelihara pertukaran gas untuk memenuhi
kebutuhan tubuh sehingga dapat mengakibatkan hipoksemia dan atau
hiperkarbia, secara klinis ditandai dengan nilai downes score ≥ 6 atau dari
hasil AGD didapatkan PaCO2 > 50 mmHg, PaO2 < 60 mmHg, atau
Saturasi oksigen arteria < 90%
Tujuan 1. Mencegah terjadinya multiple organ disfunction syndrom
2. Mencegah terjadinya syok septik
3. Mencegah terjadinya sepsis berat
Kebijakan Menyediakan fasilitas NICU level III (ventilator)
Prosedur 1. Menjaga airway, breathing dan sirkulasi adekuat
2. Mencegah hypotermi, hipoglikemi, inbalance elektrolit, asidosis
metabolik
3. Pemasangan ventilator dengan setting awal:
FiO2 + 100% ; PIP = 15 ; PEEP = 5 ; RR = 60 ; Flow = 10 ; I : E =
1:1
4. Terapi sesuai dengan penyakit dasarnya, misal : RDS dengan
surfaktan, terapi gagal jantung, antibiotik pada curiga sepsis
5. Pemeriksaan thorak foto dan AGD ulang setelah 1 jam
pemasangan ventilator
6. Setting ventilator disesuaikan dengan hasil AGD tersebut
Unit Terkait Dokter anak dan perawat
PENYAKIT MEMBRAN HIALIN (PMH)
RSK
LINDIMARA
WAINGAPU
SPO No. Dokumen No. Revisi Halaman
PELAYANAN
INTENSIF YM.01.13/SPO.I.E2/16.207/2015 00 2/2
NEONATUS
Prosedur Umur > 7 hari
Umur kehamilan < 28 minggu, diberikan setiap 24 jam
Umur 28 – 32 minggu diberikan setiap 12 jam
Umur kehamilan > 32 minggu diberikan setiap 12 jam
Cukup bulan diberikan setiap 8 jam
3. Terapi suportif (oksigen, lingkungan (suhu netral), nutrisi dan
elektrolit)
HIPOGLIKEMIA
No. Dokumen No. Revisi Halaman
RSK
LINDIMARA
WAINGAPU
SPO No. Dokumen No. Revisi Halaman
PELAYANAN
INTENSIF YM.01.13/SPO.I.E2/16.195/2015 00 2/2
NEONATUS
Prosedur Terapi Darurat
- Pemberian Segera Bolus Dekstrosa 10% = 2 Cc/Kg Dan Diberikan
Melalui IV Selam 5 Menit Dan Diulang Sesuai Keperluan
Terapi Lanjutan
- Infus Glukosa 6-8 Mg/Kg/Menit
- Kecepatan Infus Glukosa (GIR) Dihitung Menurut Formula Berikut:
GIR (Mg/Kg/Min) = Kecepatan cairan (ml/kg/hari) x konsentrasi
Dextrose (%)
6 x BB
- Periksa ulang kadar glukosa setelah 20-30 menit dan setiap jam
sampai stabil.
- Ketika pemberian minum telah dapat ditoleransi dan nilai pemantauan
glukosa bed side sudah normal maka infus dapat diturunkan secara
bertahap. Tindakan ini mungkin memerlukan waktu 24-48 jam atau
lebih untuk menghindari kambuhnya hipoglikemia.
GD < 45 MG/DL
Hopoglikemia berat
- Koreksi secara IV bonus dekstrosa 10% 2 cc/kgBB Nutrisi oral atau enteral segera : ASI atau
- IVFD Dekstrosa 10% minimal 60 mL kg/hari (hari pertama) PASI maks 100 ml/kg/hari (hari pertama)
dengan GIR 6-8 mg/kg/mnt bila tidak ada kontra indikasi oral
- Oral tetepdiberikan bila tidak ada kontra indikasi
GD ulang 1 jam
GD ulang 30 menit – 1jam
GD ≥ 45 mg/dL
Ulang GD tiap 2-4 jam, 15 menit sebelum jadwal umum berikut , sampai 2x berturut-turut
RSK
LINDIMARA
WAINGAPU
SPO No. Dokumen No. Revisi Halaman
PELAYANAN
INTENSIF YM.01.13/SPO.I.E2/16.197/2015 00 2/3
NEONATUS
Prosedur - Indikasi nutrisi parenteral yaitu status kardiovaskuler dan
respirasi yang tidak stabil, fungsi usus belum
berfungsi/terdapat anomali mayor saluran cerna, NEC,
IUGR berat, dan berat lahir < 1000 g.
- Pada bayi sakit, pemberian minum tidak perlu dengan
segera ditingkatkan selam atidak ditemukan tanda
dehidrasi dan kadar natrium serta glukosa normal
Panduan pemberian minum berdasarkan BB:
Berat lahir < 1000 g
- Minum melalui pipa lambung Pemberian minum awal : ≤
10 mL/kg/hari
- Asi perah/term formula half-strength preterm formula
- Selanjutnya minum ditingkatkan jika pemberian toleransi
yang baik : tambahan 0.5-1 mL, interval 1 jam, setiap ≥ 24
jam
- Setelah 2 minggu : Asi perah + HMF (Human Milk
Fortifier)/full-strength preterm formula sampai berat
badan mencapai 2000 g.
Berat lahir 1000-1500 g
- Pemberian minum melalui pipa lambung (gavage feeding)
- Pemberian minum awal : ≤ 10 mL/kg/hari
- Ais perah/term formula half-strength preterm formula
- Selanjutnya minum diangkat jika memberikan toleransi
yang baik : tambahan 1-2 ml, intervena 2 jam,setiap ≥ 24
jam
- Setelah 2 minggu : asi perah + HMF ( human milk
fortifier)/full-strength preterm formula sampai berat badan
mencapai 2000 g
Berat lahir 1500-2000 g
- Pemberian minum melalui pipa lambung (gavage feeding)
- Pemberian minum awal : ≤ 10 ml/kg/hari
- ASI PERAH/term formula/half-strength preterm formula
BBLR
(BAYI BERAT LAHIR RENDAH)
RSK
LINDIMARA
WAINGAPU
SPO No. Dokumen No. Revisi Halaman
PELAYANAN
INTENSIF YM.01.13/SPO.I.E2/16.197/2015 00 2/3
NEONATUS
Prosedur - Selanjutnya minum ditingkatkan jika memberikan
toleransi yang baik : tambahan 2-4 ml, interval 3 jam,
setiap ≥ 12-24 jam
- Setelah 2 minggu : ASI PERAH + HMF/ full-strength
preterm formula sampai berat badan mencapai 2000 g.
Berat lahir 2000-2500 g
- Apabila mampu sebaiknya diberikan minum per oral
- ASI PERAH /term formula
RSK
LINDIMARA
WAINGAPU
SPO No. Dokumen No. Revisi Halaman
PELAYANAN
INTENSIF YM.01.13/SPO.I.E2/16.191/2015 00 2/5
NEONATUS
Prosedur (misalnya CRP)
2. Respirasi
Menjaga potensi jalan napas dan pemberian oksigen untuk mencegah
hipoksia. Pada kasus tertentu mungkin dibutuhkan ventilator mekanik.
3. Kardio vaskuler
Pasang jalur IV dan beri cairan dengan dosis rumatan serta lakukan
pemantauan tekanan darah ( bila tersedia fasilitas ) dan perfusi jaringan
untuk mendeteksi dini adanya syok. Pada gangguan perfusi dapat
diberikan volume ekspander ( NaCI fisiologis, darah atau albumin,
tergantung kebutuhan) sebanyak 10 ml/kgBB dalam waktu setengah
jam, dapat diulang 1-2x. Janagan lupa untuk melakukan monitor
keseimbangan cairan. Pada beberapa keadaan mungkin diperlukan obat-
obat inotropik seperti dopamin atau dobutamin.
4. Hematologi
Transfusi komponen jika diperlukan, atasi kelainan yang mendasari.
5. Tunjangan nutrisi adekuat
6. Manajemen khusus
- Pengibatan terhadap tanda khusus lain atau penyakit penyerta
serta komplikasi yang terjadi (misal: kejang, ganguan
metabolik, hematologi, respirasi, gastroin testinal, kardio
respirasi, hiperbilirubin)
- Pada kasus tertentu dibutuhkan imunoterapi dengan pemberian
imunoglobulin, antibodimonoklonal atau tranfusi tukar (bila
fasilitas kemungkinan)
- Transfusi tukar diberikan jika tidak terdapat perbaikan klinis
dan laboratorium setelah pemberian antibiotik adekuat.
SEPSIS NEONATAL
RSK
LINDIMARA
WAINGAPU
SPO No. Dokumen No. Revisi Halaman
PELAYANAN
INTENSIF YM.01.13/SPO.I.E2/16.191/2015 00 2/5
NEONATUS
Prosedur Algoritme Sepsis Neonatorum
SEPSIS NEONATAL
RSK
LINDIMARA
WAINGAPU
SPO No. Dokumen No. Revisi Halaman
PELAYANAN
INTENSIF YM.01.13/SPO.I.E2/16.191/2015 00 2/5
NEONATUS
Prosedur Faktor resiko sepsis neonatorum
Faktor resiko mayor
Ketuban pecah > 24 jam
Ibu demam saat intrapartum suhu > 38C
Korioamnionitis
Denyut jantung janin menetap > 160x/menit
Ketuban berbau
Faktor resiko minor
Ketuban pecah >12 jam
Ibu demam saat intrapartum suhu > 37,5 C
Nilai apgar rendah ( menit ke -1 < 5, menit ke-5 < 7)
Bayi berat lahir sangat rendah ( BBLSR) < 1500 gram
Usia gestasi <37 minggu
Kehamilan ganda
Keputihan yang tidak diobati*
Infeksi saluran kemih (ISK)/tersangka ISK yang tidak diobati
RSK
LINDIMARA
WAINGAPU
SPO No. Dokumen No. Revisi Halaman
PELAYANAN
INTENSIF YM.01.13/SPO.I.E2/16.191/2015 00 2/5
NEONATUS
Prosedur PERJALANAN PENYAKIT INFEKSI PADA NEONATUS
Bila ditemukan 2 atau lebih keadaan : SIRS
Laju nafas > 60x/m dengan/tanpa retraksi dan
desatulasi O2
Suhu tubuh tidak stabil (<36C atau > 37,5C)
Waktu pengisiankapiler > 3 detik
Hitung leokosit < 4000x 109/Latau > 34000 x 109/L
CRP > 10 mg/dl
IL – 6 atau IL – 8 > 70pg/ml
16 S rRNA gene PCR : positif
Terdapat 1atau lebih kriteria SIRS disertai dengan SEPSIS
gejala klinis infeksi
Sepsis disertai dipotenai dan disfungsi organ tunggal SEPSIS BERAT
Sepsis berat disertai hipotenai dan kebutuhan SYOK SEPTIK
resusitasi cairan dan obat-obat inotropik
Terdapat disfungsi multi organ meskipun telah AINDROM DISFUNGSI
mendapatkan pengobatan optimal MULTI ORGAN
KEMATIAN
YM.01.13/SPO.I.E.2/16.189/2015 0 ½
RSK
LINDIMARA
WAINGAPU
SPO Tanggal Terbit : DITETAPKAN OLEH
DIREKTUR
PELAYANAN 11 Januari 2015
INTENSIF
NEONATUS
Dr. Alhairani K.L. Manu Mesa
Pengertian Enterokolitis Nekrotikans ( EKN ) neonatal merupakan penyakit kerusakan usus
yang berat terutama pada usus yang imatur yang disebabkan oleh kerusakan
vascular, kerusakan mukosa usus dan kelainan metabolik, serta terjadi ischemia,
inflamasi dan nekrosis pada usus.
Tujuan 1. Mencegah terjadinya perfusi spontan usus
2. Mengidentifikasikan dan penanganan Enterokolitis Nekrotikans pada
Neonatus
Kebijakan 1. Identifikasi bayi beresiko mengalami EKN
2. Tata laksana yang tepat kasus EKN pada neonatus
Prosedur 1. Puasaa sesuai dengan klinis dan stadium EKN, Total Parental Nutrition
untuk memenuhi kebutuhan nutrisi basal. ( Lihat tabel modifikasi
kriteria Bell )
2. NGT untuk dikompresi
3. Monitoring tanda vital dan lingkaran abdomen
4. Mengganti kateter umbilical dengan pemasangan infuse line perifer atau
sentral
5. Antibiotika umumnya diberikan sampai 14 hari, dimulai dengan
ampicilin dan gentamysin. Dipertimbangkan pemberian vancomysin
bila disebabkan oleh staphylokokos. Ditambahkan antibiotik yang
mengkover bakteri anaerob yaitu metronidazol atau clindarnysin bila
diduga terdapat peritonitis. ( Lihat tabel modifikasi kriteria Bell )
6. Monitoring pendarahan gastrointestinal
7. Monitoring ketat cairan masuk dan cairan keluar pemantauan produksi
urine 1-3ml/kg BB/Jam
8. Monitoring imbalans elektrolit
9. Septic work up sesuai indikasi
10. Evaluai ulang radiologi abdomen X-Ray dilakukan sesuai stadium
11. Pada stadium 2/3 dilakukan konsul bedah anak atau bila ada tanda-tanda
perforasi usus
12. Dukungan alat respirator ( ventilator/CPAP/o2 headbox ) bila diperlukan
ENTEROKOLITIS NEKROTIKANS NEONATAL
No. Dokumen No. Revisi Halaman
YM.01.13/SPO.I.E.2/16.189/2015 0 ½
RSK
LINDIMARA
WAINGAPU
Prosedur 13. Dopamin drip dosis rendah ( 2-4 mg/kg BB/menit ) untuk meningkatkan
aliran darah ke intestinal dan perfusi ginjal
14. Monitoring DIC, terutama pada stadium dua atau tiga
15. Siapkan transfusi darah sesuai indikasi
Prosedur Modifikasi Kriteria Stadium Bell
Stadium Tanda Tanda Tanda Pengobatan
sitemik intestinal radiologik
LA- Dicurigai Suhu tidak stabil. Residu sebelum di Normal atau Tidak ada yang
EKN Apnea. Bradikardi selang meningkat. pelebaran diberikan lewat
Letarga Distensi abdomen intestinal. Ileus mulut. Antibiotic
ringan. ringan untuk 3 hari.kultur
Pemeriksaan tinja ditunda
secara gualac
positif
IB- Dicurugai Suhu tidak stabil. Darah merah Normal atau Tidak ada yang
EKN Apnea. Bradikardi segar dari rectum pelebaran diberikan lewat
Letarga intestinal. Ileus mulut. Antibiotic
ringan untuk 3 hari.kultur
ditunda
SAM
(SINDROM ASPIRASI MEKONIUM)
No. Dokumen No. Revisi Halaman
RSK YM.01.13/SPO.I.E.2/16.189/2015 0 ½
LINDIMARA
WAINGAPU
SPO Tanggal Terbit : DITETAPKAN OLEH
DIREKTUR
PELAYANAN 11 Januari 2015
INTENSIF
NEONATUS
Dr. Alhairani K.L. Manu Mesa
Pengertian Gawat nafas yang bersifat sekunder akibat aspirasi mekonium oleh fetus dalam
uterus atau oleh neonatus selam proses persalinan dan kelahiran
Tujuan Mengenal, mengidentifikasi dan tata laksana SAM pada neonatus
Kebijakan 1. Identifikasi bayi berisiko mengalami SAM
2. Tata laksana yang tepat kasus SAM pada neonatus
Prosedur 1. Terapi kausal
2. Antibiotika (ampicilin da gentamin distop sampai terbukti tidak ada
infeksi berasarkan kultur darah)
3. Terapi suportif (oksigen, nutrisi, dan elektrolit)
Tatalaksana di ruang bersalin
(jika kebutuhan tercampur mekonium) :
Visualisasi pita suara dan pengisapan trakea apabila bayi tidak
bernapas .
PENILAIAN:
TIDAK
YA
LANGKAH AWAL
LANGKAH AWAL
PENILAIAN :
YA TIDAK
RSK YM.01.13/SPO.I.E.2/16.189/2015 0 ½
LINDIMARA
WAINGAPU
Prosedur Tatalaksana Umum Neonatus dengan SAM
- Mengosongkan isi lambung untuk menhindari aspirasi lebih
lanjut
- Koreksi abnormalitas metabolik, misalnya hipoksia, asidosis,
hipoglikemia, hipokalsemia, dan hipotermia
- Pemantauan untuk melihat kerusakan pada oragan lain ( otak,
ginjal, jantung dan hati)
Tatalaksana Pernapasan
- Pengisapan dan vibrasi dada dengan frekuensi yang sering
- Pulmonary toilet untuk menghilangkan mekonium residual jika
diintubasi
Antibiotik (ampicillin dan gentamicin) sampai terbukti bukan sepsis/hasil
kultur darah negatif
Unit Terkait Dokter anak dan perawat