Anda di halaman 1dari 81

PENANGANAN GAGAL JANTUNG

PADA NEONATUS
No. Dokumen Revisi Halaman
RSK
LINDIMARA YM.01.13/SPO.I.E2/17.573/2015 00 1/2
WAINGAPU
Tanggal Terbit : DITETAPKAN OLEH
SPO DIREKTUR
PELAYANAN
INTENSIF 11 Januari 2015
NEONATUS
Dr. Alhairani K.L. Manu Mesa
Pengertian Gagal jantung adalah suatu sindroma klinis saat jantung tidak mampu untuk
memompa darah guna memenuhi kebutuhan metabolisme normal tubuh.
Tujuan Melakukan diagnosis dini gagal jantung, serta penanganan yang cepat dan tepat
untuk memperoleh perbaikan fungsi jantung yang optimal
Kebijakan Petugas medis mesti meguasai penanganan gagal jantung secara teapat,
sehingga morbiditas dan mortalitas bisa dikurangi.
Prosedur 1. Memastikan diagnosis gagal jantung melalui :
- Anamnesis
- Pemeriksaan fisik
- Pemeriksaan penunjang berupa foto toraks, elektrokardiografi,
laboratorium darah rutin, kadar serum elektrolit, analisis gas darah,
kadar gula darah (terutama neonatus), ekokardiografi, kateterisasi
jantung.
2. Memberikan perawatan berupa :
- Bed rest total, sebisa mungkin dengan posisi setenga duduk .
- Pemberian oksigen 40% 2-4 liter/menit
- Melakukan restriksi cairan 80% dari kebutuhan tubuh normal, atau
mengupayakan balans cairan yang nol.
- Melakukan koreksi apabila terjadi hipoglikemia, asidosis metabolik,
anemia, demam, infeksi, dehidrasi.
- Pemakain ventilator bila edema paru hebat atau gagal napas.
- Diet tinggi kalori dan rendah garam.
3. Terapi medikamentosa :
a. Dieretika :
Furosemid :
- Intravena 1 mg/kgBB/kali, 2-3 kali/hari
- Oral 2-5 mg/kgBB/hari, 2-3 kali/hari
Untuk menghindari efek hipokalemia akibat penggunaan furosemid,
maka perlu diberikan bersamaan dengan :
- Kalium klorida 1-2 mEq/kgBB/hari, 2-3 kali/hari
- Atau Spironolakton 3 mg/kgBB/hari, oral, 1-3 kali/hari
b. Digitalis
Dosis digitalisasi cepat memakai cedilanid intravena :
- Prematur : 20 mcg/kgBB/hari
- Aterm : 30 mcg/kgBB/hari
- Bayi : 40 mcg/kgBB/hari
- Anak : 20-30 mcg/kgBB/hari, maksimal 1 mg.
Dibagi dalam 3 dosis (1/2, 1/4 , ¼, interval tiap 8 jam )
Dosis rumatan memakai digoksin oral, 8-10 mcg/kgBB/hari, 2 kali
sehari, maksimal 125 mcg/kali. Mesti diawasi kemungkinan
intoksikasi digitalis
PENANGANAN GAGAL JANTUNG
PADA NEONATUS
No. Dokumen Revisi Halaman
RSK
LINDIMARA YM.01.13/SPO.I.E2/17.573/2015 00 1/2
WAINGAPU
Prosedur c. Vasodilator:
Kaptopril :
- Bayi : 0,1-2 Mg/Kgbb/Menit
- Anak : 12 Mg/Hari, 2 Kali Sehari
d. Inotropik Lain Diberikan Pada Gagal Jantung Yang Sangat Berat
- Dopamin, 5-10 Mcg/Kgbb/Menit
- Dobutamin, 5-10 Mcg/Kgbb/Menit
- Dopamin Digabung Dobutamin, total 15 mcg/kgBB/menit
- Milrinon, loading 10-50 mcg/kgBB dalam 10 menit, lalu drip 0,1-1
mcg/kgBB/menit
e. Obat lain
- Morfin subkutan bila edema paru, 0,05 -0,1 mg/kgBB/kali
- Penenang diazepam atau luminal, pemberian mesti diawasi.
4. Tindakan koreksi (pembedahan atau intervensi) terhadap penyakit
jantung yang mendasarinya.
Unit Terkait 1. SMF Ilmu Kesehatan Anak – Divisi Kardiologi Anak
2. Pelayanan Jantung Terpadu
PEMASANGAN JALUR INTRAOSESEUOUS
PADA NEONATUS
No. Dokumen Revisi Halaman
RSK
LINDIMARA YM.01.13/SPO.I.E2/16.242/2015 00 1/2
WAINGAPU
Tanggal Terbit : DITETAPKAN OLEH
SPO DIREKTUR
PELAYANAN
INTENSIF 11 Januari 2015
NEONATUS
Dr. Alhairani K.L. Manu Mesa
Pengertian Pemasangan didalam tulang tibia proksimal, bila jalur intravena emergency
gagal dilakukan atau tidak berhasil.
Tujuan Sebagai akses vaskuler yang cepat selam resusitasi kardiopulmonar
Kebijakan Mengidentifikasi neonatus yang memerlukan tindakan atau pemasangan
intraoseous kateter.
Prosedur 1. Posisi pasien terlentang
2. Tempatkan kantong pasir atau gulungan handuk di bawah lutut
3. Bersihkan tibia proksimal dengan cairan antiseptic
4. Pakai sarung tangan steril
5. Oleskan aperture drape
6. Jika perlu, suntikkan lidokain 1% dalam 1 ml siring dengan jarum no.
25 ke kulit, jaringan dan periosteum
7. Tentukan kedalaman tusukan jarum, jarang > 1 cm pada bayi :
a. Untuk jarum dengan indikator kedalaman, ataur sesuai kedalaman
yang diperlukan
b. Untuk jarum tanpa indikator kedalaman, tahan jarum dengan ujung
ibu jari, jari telunjuk dan telapak tangan, 1 cm dari ujung jarum
untuk meghindari pendorongan berlebih
8. Raba tuberositas tibia dengan jari telunjuk
9. Tusukkan jarum pada permukaan datar anteromedia tibia, 1-2 cm
dibawah tuberositas tibia.
10. Arahkan jarum dengan sudut 10-15° dari kaki untuk menghindari
growth plate
11. Tahan tulang secara langsung dibawah daerah insersi untuk mengurangi
fraktur
12. Tekan jarum dengan tekanan yang lembut dan gerakkan memutar
sampai tiba-tiba terasa berkurang tahanannya, menunjukkan tusukan
melalui kortek.
13. Lepaskan stilet.
14. Pastikan posisi jarum di ruang sumsum tulang:
a. Jarum harus tertancapa berdiri sendiri
b. Secara hati-hati sambungkan siring 5ml dan aspirasi darah atau
sumsum. Aspirasi tidak selalu sukses saat menggunakan jarum 18
atau 20. Jika teraspirasi, sumsum tulang dapat diperiksa untuk
menilai kimia darah, PCO2, pH, Hb, golongan darah, cross match
atau kultur
c. Sambungkan siring berisi salin normal dan masukkan perlahan 2-3
cc sambil meraba jaringan tempat insersi untuk melihat adanya
ekstravasasi. Seharusnya hanya ada tahanan ringan saat cairan
dimasukkan
PEMASANGAN JALUR INTRAOSESEUOUS
PADA NEONATUS
RSK
LINDIMARA
WAINGAPU
SPO No. Dokumen Revisi Halaman
PELAYANAN
INTENSIF YM.01.13/SPO.I.E2/16.242/2015 00 2/2
NEONATUS
Prosedur 15. Jika sumsum tidap di aspirasi dan terasa ada tahanan saat memasukkan
cairan :
a. Lubang jarum mungkin tersumbat oleh tulang
 Masukkan kemabali stilet, atau
 Masukkan jarum yang lebih kecil melewati tusukkan
sebelumnya
 Hubungkan siringe yang berisis salin normal dan masukkan
2-3 cc
b. Ujung jarum mungkin tidak menembus kortek
16. Jalur intraroseous harus segera dicabut apabila jalur intravena dapat
terpasang dan tidak lebih dari 8 jam.

Unit Terkait Dokter anak dan perawat


PEMASANGAN KATETERISASI VENA UMBILICAL
PADA NEONATUS DI NICU UGD
No. Dokumen Revisi Halaman
RSK
LINDIMARA YM.01.13/SPO.I.E2/16.231/2015 00 1/3
WAINGAPU
Tanggal Terbit : DITETAPKAN OLEH
SPO DIREKTUR
PELAYANAN
INTENSIF 11 Januari 2015
NEONATUS
Dr. Alhairani K.L. Manu Mesa
Pengertian Suatu pemasangan infus di vena umbilical dengan diameter 4-5 mm, panjang 2-
3 cm dan berdinding tipis dari umbilikus vena berjalan ke arah kepala, sedikit
ke kanan dan memasuki cabang simistra vena portal setelah memberikan
beberapa cabang kecil di dalam hepar.
Tujuan 1. Untuk transfusi tukar
2. Monitoring tekanan vena sentral ( central venous pressure/cup)
3. Pemberian cairan intra vena, akses cepat pada keadaan gawat darurat
(saat resusitasi) pemberian produk darah atau obat-obatan.
Kebijakan Pedoman Pelayanan Intensif Neonatus RSK Lindimara Waingapu
Prosedur A. Persiapan Alat
1. Handuk untuk mengeringkan bayi
2. Duk steril berlubang
3. Sarung tangan
4. Three way stop cock dengan luer lock
5. Kateter umbilikal singel lumen, radio-opak, diameter kecil (FR 3,5
untuk BB < 1200 gr). Ujung kateter harus lembut dan membulat.
6. Spuit 10 cc
7. Cairan NaCI 0,9 % + heparin 1 UI/cc (0,5 N saline)
8. Mangkok untuk cairan antiseptik (povidon iodene)
9. Tali katun dan benang silk no 2/0 dengan jarum rounded body
10. Set pemasangan arteri umbilikal terdiri dari :
- 1 bh duk klem
- 2 bh pinset anatomis dengan ujung runcing (pinset iris)
- 1 bh gunting benang
- 2 bh klem arteri bengkok (mosquito hemostats)
- 1 bh needle holder
- 1 bh scalpel no 11 dengan gagangnya
11. Plester micropore
12. Kasa steril
13. Pita pengukur (meteran)
PEMASANGAN KATETERISASI VENA UMBILICAL
RSK PADA NEONATUS DI NICU UGD
LINDIMARA
WAINGAPU
SPO No. Dokumen Revisi Halaman
PELAYANAN
INTENSIF YM.01.13/SPO.I.E2/16.231/2015 00 2/3
NEONATUS
Prosedur B. Teknik pemasangan
1. Cuci tangan dan pakai sarung tangan
2. Memberitahukan kepada pasien sebelum dan sesudah melakukan
tindakan
3. Ukur panjang kateter yang akan dimasukkan, terdapat beberapa
cara :
 Mengukur jarak antara umbilikus ke processus xyphoideus,
ditambah dengan panjang sisa umbilical
 Menggunakan rumus (1,5 x berat lahir ) + 5,5 cm atau ½ (BB x
3) + 9 cm) + 1 cm
 Menggunakan grafik (panjang kateter vena umbilikal
berdasarkan jarak antara ke umbilikal)
4. Ikat umbilikal dan potong datar dengan scalpal
5. Identivikasi vena umbilikal
6. Buang semua bekuan darah yang terdapat didalam vena dengan
pinset iris
7. Pegang kateter dengan pinset iris dan masukkan dengan lembut
sampai ukuran yang telah ditentukan. Jika terdapat tahanan pada
saat memasukkan kateter, jangan dipaksa, tarik ± 4-5 cm, kemudian
masukkan kembali sambil diputar pelan searah jarum jam sampai
memasuki duktus vemosus
8. Setelah kateterberada ditempat yang sesuai ukuran, darah akan
megalir dengan mudah, kadang bisa naik sendiri dan terlihat adanya
palpasi
9. Perhatikan adanya warna pucat, motung atau kebiruan di kaki,
disebabkan oleh vasospasme
10. Setelah posisi tepat, jahit-ikat (purse-string suturea) kateter ke jelly
wharson dengan benang silk 3/0. Hati-hati jangan sampai
menembus kateter. Simpulkan benang dikateter dan tarik sisanya ke
atas.
11. Pasang plester micropore mengikat benang dan kateter seperti
bendera, kemudian jahit lagi dibagian atas plester. Ini akan
memberikan fiksasi yang cukup sehingga kateter tidak akan
berubah posisi.
PEMASANGAN KATETERISASI VENA UMBILICAL
RSK PADA NEONATUS DI NICU UGD
LINDIMARA
WAINGAPU
SPO No. Dokumen Revisi Halaman
PELAYANAN
INTENSIF YM.01.13/SPO.I.E2/16.231/2015 00 3/3
NEONATUS
Prosedur 12. Hubungkan three way ke NaCI-Heparin 1 UI/ml 0,5 – 1 cc/jam.
Jangan memasang klem atau melakukan jahitan dikulit perut bayi.
13. Bersihkan lagi tali pusat, tidak perlu ditutup, sehingga terlihat kalau
ada komplikasi. Kateter harus dicabut jika ada tanda-tanda infeksi
ditali pusat, seperti kemerahan, bau atau bernanah.
14. Kateter umbilikal bisa dilepas, bersihkan tali pusat dengan kapas
alkohol, matikan pompa infus klem kateter, tarik kateter pelan-
pelan sampai 3-4 cm dari kulit dan tempelkan kekulit perut dan
micropore.
Tunggu sampai pulsasi arteri berhenti (biasanya sekitar 10-20
menit), cabut kateter dengan lembut dan dilakukan penekanan
selama 5-10 menit sampai pendaran berhenti. Jangan terlungkupkan
bayi, minimal 4 jam dan observasi adanya perdarahan.
15. Lepas sarung tangan dan cuci tangan
16. Rapikan alat-alat yang sudah dipakai
17. Dokumentasi pada lembaran observasi NICU.
Unit Terkait Dokter anak dan perawat
MENYIAPKAN DAN MEMBANTU
UNTUK TINDAKAN INTUBASI
PADA NEONATUS
No. Dokumen Revisi Halaman
RSK
LINDIMARA
YM.01.13/SPO.I.E2/16.225/2015 00 1/2
WAINGAPU
Tanggal Terbit : DITETAPKAN OLEH
SPO DIREKTUR
PELAYANAN
INTENSIF 11 Januari 2015
NEONATUS
Dr. Alhairani K.L. Manu Mesa
Pengertian Masukkan pipa trachea ke dalam trachea melalui mulut (OTT)
Tujuan 1. Membebaskan jalan nafas
2. Mempertahankan pernapasan yang adekuat pada kegagalan
pernapasan.
3. Untuk pemberian pernapasan mekanis (dengan respirator)
Kebijakan Standar pelayanan intensif neonatus RSK Lindimara Waingapu.
Prosedur 1. Dokter jaga NICU memberi KIE kepada orang tua pasien dan
tercacat di buku KIE serta tanda tangan.
2. Surat persetujuan tindakan medis ( Informed Concern ) sudah
tercatat dan tanda tangan orang tuan pasien, dokter/perawat/bidan
yang memberi KIE.
3. Persiapan pasien dengan posisi terlentang dan kepala ektensi.
4. Mempersiapkan alat-alat :
a. Laringoskope bayi siap pakai.
b. Orotracheal Tube (OTT) tanap kaf dengan berbagai ukuran
sesuai BB pasien.
c. Air viva dan masker siap pakai.
d. Oksigen dan selang O2
e. Suction siap pakai
f. Benang dan gunting
g. Hypavix sudah dibentuk dan siap pakai
h. Sarung tangan
i. Stetoscope
j. Bengkok
k. Monitor EKG lengkap dan siap pakai
l. Sarung tangan
m. Stetoscope
n. Bengkok
o. Monitor EKG lengkap dan siap pakai
p. Trolly emergency
5. Sebelum dan sesudah melakukan tindakan harus cuci tangan dan
selalu pakai sarung tangan
6. Memasang monitor EKG lengkap
7. Dokter melakukan nafas bantuan dengan air viva (bagging)
8. Perawat/bidan menggunting batas atas OTT sesuai intruksi dokter
serta mengikat dengan tali
MENYIAPKAN DAN MEMBANTU
UNTUK TINDAKAN INTUBASI
RSK PADA NEONATUS
LINDIMARA
WAINGAPU
SPO No. Dokumen Revisi Halaman
PELAYANAN
INTENSIF YM.01.13/SPO.I.E2/16.225/2015 00 2/2
NEONATUS
Prosedur 9. Menggunting hypavix sesuai bentuk aturan dan siap pakai
10. Dokter melakukan intubasi
11. Perawat/bidan siap melakukan suction
12. Dokter melakukan nafas buatan dengan di bagging (air viva) serta
melakukan pemeriksaan auskultasi untuk mengetahui masuk atau tidak
OTT (simetris /asimetris) sampai saturasi pasien mencapai 95 – 100%
13. Perawat / bidan memberikan fiksasi ditali pengikat OTT dagu kiri dan
dagu kanan
14. Mengatur posisi pasien kembali
15. Menyambung ventilator yang sudah siapa pakai ke OTT
16. Memberi fiksasi sirkuit ventilator
17. Membersikan dan merapikan alat-alat yang sudah dipakai dan
meletakkan alat-alat pada tempatnya.
Unit Terkait Dokter anak dan perawat
PEMASANGAN VENTILATOR
PADA NEONATUS
No. Dokumen Revisi Halaman
RSK YM.01.13/SPO.I.E2/16.226/2015 00 ½
LINDIMARA
WAINGAPU
Tanggal Terbit : DITETAPKAN OLEH
SPO DIREKTUR
PELAYANAN
INTENSIF 11 Januari 2015
NEONATUS
Dr. Alhairani K.L. Manu Mesa
Pengertian Suatu tindakan memasang alat bantu nafas secara mekanik bila
didapatkan lebih dari gejala di berikut ini :
a. Gejala klinis bayi apnea atau gagal napas berat.
b. Kebutuhan oksigen (F1 O2 > 60%)
c. Bayi dengan usia kehamilan < 25 minggu
d. Hasil analisa gas darah menunjukkan hipoksa dan asidosis berat
- PO2 < 50 mmHg
- PCO2 > 60 mmHg
- PH < 7,25
Tujuan 1. Memberikan kekuatan mekanik pada paru untuk mepertahankan
pertukan O2 dan CO2 yang fisiologis
2. Mengambil alih (manipulasi) tekanan jalan nafas dan pola
pernapasan.
3. Mengurangi kerja otot jantung dengan jalan mengurangi kerja
paru.
Kebijakan Standar pelayanan intensif neonatus RSK Lindimara Waingapu.
Prosedur 1. Surat persetujuan tindakan medik dari orang tua pasien
2. Ventilator lengkap yang siap pakai dan diletakkan disamping
inkubator sisi kiri kepala pasien.
3. Siapkan air viva (ambubag), set pengisap sekresi lengkap dan siap
pakai
4. Penetapan pemasangan ventilator oleh dokter
a. Pada pasien dengan pernapasan kendali
 Artinya pasien bernafas dengan ventilator mekanik yang
bekerja secara otomatis, terus menerus dimana usaha
pernapasan pasien ditiadakan atau tidak ada. Dengan cara
memberi obat sedasi atau relaxan atas intruksi dokter.
 Mode awal yang di set di ventilator antara lain :
1. A/C = Assisted Control atau IPPV = Intermittent
Positip Pressure Ventilation
2. Frekuensi pernapasan (RR) 60 x/menit
3. Flow rate (kecepatan aliran gas) 8-10 lt
4. F1O2 sesuai kebutuhan 100%
5. PIP = Peak Inspirasi Pressure 12-18 cm H2O
PEMASANGAN VENTILATOR
RSK PADA NEONATUS
LINDIMARA
WAINGAPU
SPO No. Dokumen Revisi Halaman
PELAYANAN
INTENSIF YM.01.13/SPO.I.E2/16.226/2015 00 2/2
NEONATUS
Prosedur 6. PEEP = Positip End Expiratory Pressure 5-10 cmmH2O
7. I : E = 1:1
 Mengisap sekresi
 Memulai dan membaca settingan ventilator
 Menghubungkan ventilator ke pasien dengan memakai
konektor
 Evaluasi/monitoring sistem kardiovaskuler dan
pernapasan
 Pemeriksaan thorak foto dan AGD 1 jam setelah
terpasang ventilator
 Evaluasi setting ventilator selanjutnya sesuai dengan
klinis, AGD dan thorak foto
Unit Terkait Dokter anak dan perawat
CPAP
(CONTINUOUS POSITIVE AIRWAY PRESSURE)
No. Dokumen Revisi Halaman
RSK YM.01.13/SPO.I.E2/16.230/2015 00 1/2
LINDIMARA
WAINGAPU
Tanggal Terbit : DITETAPKAN OLEH
SPO DIREKTUR
PELAYANAN
INTENSIF 11 Januari 2015
NEONATUS
Dr. Alhairani K.L. Manu Mesa
Pengertian Suatu alat yang mempertahankan tekanan positif
Tujuan Mengenal dan mengidentifikasi serta tata laksanan pemakaian CPAP
Kebijakan Identifikasi indikasi CPAP pada neonatus :
1. Neonatus prematur dengan sindrom gawat pernapasan (RDS)
2. Neonatus dengan transient tachypnea of the newborn (TTN)
3. Neonatus dengan meconium aspiration syndrome (MAS)
4. Neonatus dengan apnea yang sering terjadi dan bardikardia
prematuritas.
5. Neonatus dengan paralisis diafragma
6. Neonatus yang telah dilepas dari ventilator mekanik
7. Neonatus dengan penyakit saluran napas seperti trakeomalacia
dan bronkiolitis.
8. Neonatus setelah pembedahan dibagian perut atau dada.
Prosedur 1. Mulailah CPAP segera setelah bayi lahir sesuai dengan indikasi
2. Pada saat datang dari ruangan bersalin
- Neonatus harus segera ditimbang , dikeringkan, dan
ditempatkan di tempat tidur dengan penghangat dan probe
servo dipasang pada kulit diatas hati.
- Pulse-oximeter harus dipasang (lebih disukai pada lengan
kanan).
3. Memantau neonatus pada CPAP
- Neonatus dengan CPAP nasal harus menjalani pemeriksaan
sistem setiap 2-4 jam
- Gastrointestinal : amati keberadaan kembung pada perut,
lingkaran usus yang terlihat dan auskultasi bunyi usus.
4. Jaga agar ujung peralatan CPAP tidak mengenai nasal septum
dalam keadaan apapun
5. Isap rongga hidung, mulut , faring dan perut setiap 2-4 jam dan
sesuai dengan kebutuhan.
- Meningkatkan upaya respirasi, meningkatkan kebutuhan akan
O2 dan episode-episode apnea/bradikardia mungkin
merupakan indikasi untuk dilakukannya pengisapan.
Perhatikanlah jumlah, konsistensi dan warna sekresi kental
yang telah mengering, gunakan beberapa tetesan larutan salin
steril 0,9%.
CPAP
RSK (CONTINUOUS POSITIVE AIRWAY PRESSURE)
LINDIMARA
WAINGAPU
SPO No. Dokumen Revisi Halaman
PELAYANAN
INTENSIF YM.01.13/SPO.I.E2/16.230/2015 00 2/2
NEONATUS
Prosedur 6. Periksa integritas seluruh sistem CPAP
- Apakah mesin pencampur telah dipasang pada presentase yang
sesuai?
- Apakah flow meter telah diset pada kecepatan 5 dan 7 liter/menit
- Apakah humidifier berisi air dalam jumlah yang benar?
- Apakah suhu gas yang dihisap telah sesuai?
- Apakah selang korugasi tidak berisi air ?
- Apakah ujung selang pada botol outlet berada pada ketinggian 5 cm
dan untuk asam asetat pada ketinggian 0 cm?
- Apakah botol outlet mengeluarkan gelembung?
Unit Terkait Dokter anak dan perawat
TRANFUSI TUKAR PADA NEONATUS
DI NICU UGD
No. Dokumen Revisi Halaman

RSK YM.01.13/SPO.I.E2/16.234/2015 00 1/4


LINDIMARA
WAINGAPU
Tanggal Terbit : DITETAPKAN OLEH
SPO DIREKTUR
PELAYANAN
INTENSIF 11 Januari 2015
NEONATUS
Dr. Alhairani K.L. Manu Mesa
Pengertian Suatu rangkaian tindakan mengeluarkan darah pasien dan memasukkan darah
donor untuk mengurangi kadar serum bilirubin atau kadar hematokrit yang
tinggi atau mengurangi konsentrasi toksin – toksin dalam aliran darah pasien.
Tujuan 1. Penurunan bilirubin semakin efisien dan mencapai keseimbangan
antara bilirubin ekstra dan intravaskuler.
2. Untuk pengaturan kadar hemoglobin.
3. Membantu membuang bakteri, toksin, produk pemecahan fibrin serta
akumulasi asam laktat dari bayi.
4. Untuk membuang sel eritrosit bayi yang telah tersensitisasi dengan
antibodi maternal.
Kebijakan Pedoman pelayanan Intensif Neonatus RSK Lindimara Waingapu
Prosedur A. Persiapan peralatan :
1. Radiant warmer
2. Peralatan dan obat-obat resusitasi
3. Alat monitor lengkap (denyut jantung, frekuensi nafas, suhu, pulse
oxymetry dan tekanan darah).
4. Peralatan untuk pemasangan arteri dan vena umbilikal
5. Orogastric tube 5 F/6 F untuk mengosongkan lambung
6. Spuit 20 ml  2 buah (untuk mengeluarkan dan memasukkan
darah)
7. Kalsium gluconas 10% (100mg/ml)
8. Heparin encer (5 U/ml dengan mencampurkan 500 unit heparin (0.1
cc) ke dalam 100 cc NaCI 0.9 %)
9. Tempat pembuangan darah (bisa dibuat dari botol infus ) yang telah
dihubungkan dengan set-infus makro
10. Steril 3 way stopcock  2 buah
11. Sarung tangan steril  2 pasang
12. Spuit 5 ml/10 ml steril  2 buah, untuk Ca gluconas 10 % dan
heparin encer
13. Kateter umbilikalis 1 bh ( bila tidak ada bisa menggunakan selang
lambung No. 5 F). Sediakan 2 buah bila memakai teknik
isovolumetric 2 volume exchange, satu dimasukkan ke vena dan 1
lagi untuk arteri umbilikalis
14. Nier-Bekken (2 buah) serta botol plastik bekas infus untuk
menampung darah yang dibuang.
15. Infus set  2 buah
16. Darah harus dihangatkan ke suhu 37° C penggunaan pemanas
TRANFUSI TUKAR PADA NEONATUS
RSK DI NICU UGD
LINDIMARA
WAINGAPU
SPO No. Dokumen Revisi Halaman
PELAYANAN
INTENSIF YM.01.13/SPO.I.E2/16.234/2015 00 2/4
NEONATUS
Prosedur 17. Air tidak dianjurkan
B. Tata laksana
Sebelum transfusi tukar :
1. Cek laboratorium lengkap
 Darah tepi lengkap dan hitung jenis
 Golongan darah (AB, O, Rhesus ) bayi dan donor
 Bilirubin total, direct dan indirect
 Elektrolit dan gula dara sewaktu
 PT dan APTT
 Albumin
Kultur darah kalau perlu
2. Bayi dipuaskan 3-4 jam sebelumnya dan selang lambung diaspirasi
3. 4 jam sebelum transfusi tukar diberi infus albumin 1 gr/kgBB
4. Menentukan dan memesan jumlah dana donor yang diperlukan :
 Jumlah volume darah yang normal pada neonatus cukup bulan
80 cc/kgBB
 Sedangkan berat badan lahir rendah atau berat badan lahir
sangat rendah bisa sampai 95 cc/kgBB
5. Bila tali pusat sudah mulai kering harap dikompres dulu 30 menit
dengan memakai kassa dibasahkan dengan NaCI 0.9% agar lebih
lunak
6. Pada polisitemia dilakukan partai exchange dengan menggunakan
NaCI 0.9% atau untuk anemia yang sangat berat dengan Pack Red
Cell (PRC)
7. Menentukan jumlah volume setiap auquot (jumlah darah ayang akan
dikeluarkan/dimasukkan ke dalam semprit setiap kali sewaktu
melakukan transfusi tukar).
8. Memilih salah satu metode TT yang bisa dilakukan dengan
beberapa cara :
a. Metode yang paling disukai yaitu iso volumetric exchange yaitu
mengeluarkan dan memasukkan darah dilakukan bersama-sama.
Kateter A. Umbilikalis dipakai untuk mengeluarkandarah pasien
dan kateter V. Umbilikalis dipakai untuk memasukkan darah
donor.
TRANFUSI TUKAR PADA NEONATUS
RSK DI NICU UGD
LINDIMARA
WAINGAPU
SPO No. Dokumen Revisi Halaman
PELAYANAN
INTENSIF YM.01.13/SPO.I.E2/16.234/2015 00 2/4
NEONATUS
Prosedur b. Teknik-teknik alternatif
1. Mengeluarkan melalui kateter A. Umbilikalis dan
memasukkan melalui vena perifer
2. Metode “push-pull” melalui kateter A. Umbilikalis
3. Metode “push-pull” melalui kateter V. Umbilikalis.
Bila tidak memungkinkan memasukkan kateter kedalam V.
Umbilikalis, TT bisa dilakukan melalui vena sentral pada
fossa antecubiti / ke dalam V. Feroralis melalui V.
Saphenous. Lokasinya 1 cm dibawah hg.
Inguinalis dan medial dari A. Femoralis karena adanya
resiko kehilangan sirkulasi ke ekstrimitas
4. Mengeluarkan melalui arteri perifer (radialis/tibialis
posterior) dengan memakai ukuran 24 angiocath, dan
memasukkan melalui vena perifer pada ekstremitas sisi
yang lain. Jangan menggunakan A. Brachialis dan A.
Femoralis karena adanya resiko kehilang sirkulasi ke
ekstrimitas.
5. Asisten membuat kolom-kolom pada selembar kertas untuk
mencatat identitas pasien, waktu mulai dan selesai
dilakukan TT serta jumlah darah dan nomor-nomor
frekwensi auquot darah yang dikeluarkan dan dimasukkan,
serta waktu dan kapan rencana diberikan larutan Ca.
Glukonat dan heparin encer selama TT.
Sesudah tranfusi tukar :
1. Pemeriksaan laboratorium :
a. Pemeriksaan elektrolit termasuk natrium, kalium,
kalsium, klorida, gula darah sewaktu dan ausa gas darah
kalau perlu
b. Darah perifer lengkap dan hitung jenis
c. Kultur darah direkomendasikan sesudah TT (masih
kontroversi).
d. Monitor kadar serum bilirubin :
Dicek pada 2.4 dan 6 jam, lalu setiap 6 jam sesudah
transfusi. Suatu rebount kadar bilirubin bisa terjadi 2-4
jam sesudah transfusi.
TRANFUSI TUKAR PADA NEONATUS
RSK DI NICU UGD
LINDIMARA
WAINGAPU
SPO No. Dokumen Revisi Halaman
PELAYANAN
INTENSIF YM.01.13/SPO.I.E2/16.234/2015 00 2/4
NEONATUS
Prosedur 2. Pasien dipuaskan minimal 24 jam untuk memonitor bayi akan
kemungkinan keus sesudah TT.
3. Foto Therapy :
Mulai/dipasang lagi fototerapi sesudah TT untuk gangguan-gangguan
dengan kadar bilirubin yang tinggi.
4. Remedication :
Antibiotika atau antikonvulsan harus diberikan lagi minimal 2.4%
digoksin hilang, tetapi 32.4% theophylin mungkin hilang selama valume
exchange transfusion.
5. Antibiotika profilaksis
Diberikan sesudah transfusi infeksi merupakan komplikasi dengan
frekuensi terbanyak.

Unit Terkait Dokter anak dan perawat


WEANING CPAP

No. Dokumen Revisi Halaman


RSK
LINDIMARA YM.01.06/SPO.BI/5179/2015 01 1/1
WAINGAPU
Tanggal Terbit : DITETAPKAN OLEH
SPO DIREKTUR
PELAYANAN
INTENSIF 11 Januari 2015
NEONATUS
Dr. Alhairani K.L. Manu Mesa
Pengertian Usaha untuk menurunkan setting CPAP sehingga bayi dapat dilepas dari
pemakaian CPAP
Tujuan Mencegah Komplikasi seperti :
1. Distensi paru yang berlebihan, pneumotorak
2. Distensi lambung
3. Ekskoriasi hidung, luka pada kartilago, distorsi septum, luka pada
wajah
4. Peningkatan resistensi pembuluh darah
5. Infeksi
Kebijakan Dapat menentukan atau mengidentifikasi pasien-pasien yang sudah
memerlukan weaning CPAP
Prosedur 1. Setelah bayi bernapas dengan mudah dan terlihat penurunan
frekuensi nafas dan retraksi. FiO2 diturunkan secara bertahap 2-
5% sampai menjadi 25% atau udara ruangan dengan dipandu
“pulse oxymeter” atau hasil analisa gas darah
2. Jika bayi sudah nyaman bernapas dengan CPAP dan FiO2 21 %,
dicoba melepas CPAP. Prong nasal harus dilepas dari corrugated
tubing saat selang masih di tempatnya. Bayi dinilai selama
percobaan ini apakah mengalami takipnea, retraksi, desaturasi
oksigen, atau apnea. Jika tanda tersebut timbul, percobaan di
anggap gagal. CPAP harus segera dipasang lagi pada bayi paling
sedikit satu hari sebelum dicoba lagi di hari berikutnya.
3. Jika bayi terus menggunakan CPAP dengan FiO2 > 21 %, ulangi
percobaan dengan memberikan tambahan oksigen melalui kanula
nasal atau oxyhood.
4. Tidak perlu mengubah tekanan saat proses penyapihan. Bayi
menggunakan CPAP 5 cm atau sama sekali lepas dari CPAP
5. Jika ada keraguan terganggunya pernapasan selama proses
penyapihan, JANGAN disapih. Lebih baik diantisipasi
sebelumnya dan mencegah kolaps paru daripada menatalaksana
paru yang kolaps.
Unit Terkait Dokter anak dan perawat
TINDAKAN EKSTUBASI
PADA NEONATUS

No. Dokumen Revisi Halaman


RSK
LINDIMARA YM.01.13/SPO.E2/16.239/2015 00 1/1
WAINGAPU
Tanggal Terbit : DITETAPKAN OLEH
SPO DIREKTUR
PELAYANAN
INTENSIF 11 Januari 2015
NEONATUS
Dr. Alhairani K.L. Manu Mesa
Pengertian Tindakan yang dilakukan untuk melepas pipa jalan nafas buatan (ETT)
dari trachea. Ekstubasi dilakukan bila setting ventilator minimal,
elektrolit normal, AGD normal dan Hb> 13g/dl.
Tujuan 1. Mencegah kerusakan dinding saluran pernapasan bagian atas dari
penekanan ETT secara terus-menerus
2. Supaya pasien dapat bernapas secara normal seperti semula
3. Memberi perasaan nyaman pada pasien
Kebijakan Setiap pasien terintubasi yang sudah stabil dilakukan ekstubasi
Prosedur 1. Bayi dipuaskan 6 jam sebelum dan sesudah ekstubasi
2. Sebelum dan sesudah melakukan tindakan mencuci tangan
3. Meletakkan alat-alat resusitasidekatkan ke inkubator pasien
4. Melakukan tindakan sekresi sampai bersih.
5. Dokter menari tube perlahan-lahan
6. Memberikan O2 dengan kelembapan yang cukup (nasal CPAP
atau O2 headbox)
7. Fisiopterpi dan suction setiap 3-4 jam
8. Posisi bayi sebaiknya dalam posisi prone
9. Monitoring system kardiovaskuler, pernapasan, analisa gas darah
10. Dokter dan perawat mencatat dokumentasi

Unit Terkait Dokter anak dan perawat


WEANING VENTILATOR

No. Dokumen Revisi Halaman


RSK
LINDIMARA YM.01.13/SPO.E2/16.240/2015 00 1/1
WAINGAPU
Tanggal Terbit : DITETAPKAN OLEH
SPO DIREKTUR
PELAYANAN
INTENSIF 11 Januari 2015
NEONATUS
Dr. Alhairani K.L. Manu Mesa
Pengertian Usaha untuk menurunkan setting Ventilator sehingga bayi dapat dilepas
dari pemakaian Ventilator
Tujuan Mencegah komplika si seperti pneumo thorax, broncho pulmonary
displasia, pendarahan paru
Kebijakan Dapat menentukan atau mengidentifikasi pasien-pasien yang sudah
memerlukan weaning Ventilator
Prosedur Cara I. Ventilator diweaning dari AC ke SIMV dan kemudian ke
CPAP :
 Mudus AC dirubah ke SIMV dan kemudian ke CPAP :
 Set modus SIMV dengan rate 50 x/menit
 Turunkan rare SIMV sebesar 10x/menit sampai mencapai rate
30 x /menit bila bayi bernapas baik
 Bila klinis baik, dapat dirubah ke CPAP (cara II)
Ekstubasi dilakukan bila
 PIP ≤ 16 cmH2O, FiO2 < 40%, rate ≤ 30 x/menit
 Morfin distop, bayi bernafas dengan baik dan spontan
 Switch ke ET CPAP selama berapa menit . Bila bayi bernapas
baik dengan ET CPAP (RR bayi > 30 x/menit, tidal volume >
3.5 ml/kg, saturasi oksigen dan denyut jantung baik) lakukan
ekstubasi dengan nasal CPAP. Gunakan set PEEP terakhir
pada ventilator atau CPAP 7 cm H2O.
 Weaning dapat dilakukan setiap 4-6 jam
Cara II. Ventilator diweaning dari AC langsung ke CPAP tanpa melalui
SIM V:
 AC diweaning ke ET CPAP bila PIP ≤16 cmH2O, FiO 2 <
35%, rate AC 50 x/menit dan morfin distop. Waktu weaning
dengan ET CPAP sebaiknya beberapa menit.
 Bila dengan ET CPAP bayi bernapas baik, bayi dapat
diekstubasi ke nasal CPAP.
 Cara kedua lebih memperpendek waktu weaning.
Unit Terkait Dokter anak dan perawat
PENGHENTIAN TINDAKAN REUSUSITASI
NEONATUS
RSK No. Dokumen Revisi Halaman
LINDIMARA
WAINGAPU YM.01.06/SPO.BI/12366a/2015 00 1/1
Tanggal Terbit : DITETAPKAN OLEH
DIREKTUR
SPO
11 Januari 2015

Dr. Alhairani K.L. Manu Mesa


Pengertian Penghentian tindakan resusitasi terhadap pasien neonatus yang mengalami
gawat darurat dengan masalah jalan napas yang tidak lapang, pernapasan yang
tidak adekuat dan hemodinamik yang tidak stabil serta penurunan tingkat
kesadaran berdasarkan adanya kematian jantung, bukan kematian otak.
Tujuan 1. Melakukan evaluasi dan pemantauan terhadap pasien yang diresusitasi
secara cepat, tepat dan profesional
2. Untuk mengerahui indikasi dilakukan penghentian tindakan resusitasi
terhadap pasien
Kebijakan Kepustakaan :
1. Neonatal Resuscitation, 6th edition, 2011
2. Neonatal resuscitation: 2010 American Heart Association
Guildelines for Cardiopulmonary Resuscitation adn Emegency
Cardiovascular Care. Pediatrics 2010;126:e1400.
Prosedur Penghentian tindakan resusitasi dilakukan bila :
1. Penghentian resusitasi harus berdasarkan adanya kematian jantung,
bukan kematian otak. Kematian jantung terjadi bila denyut jantung
tidak dapat dikembalikan atau bunyi jantung tetap tidak terdengar
walaupun dengan usaha maksimum selama 10 menit, yang dilakukan
oleh residen senior atau chief residen atau supervisor neonatus.
2. Pasien tidak bergerak, pupir dilatasi, nadi femoralis dan karotis tidak
teraba, pernapasannya berhenti (tetapi jalan napas tidak tersumbat) dan
bunyi jantung tetap tidak terdengar setelah dilakukan tindakan resusitasi
selama 10 menit, yang dilakukan oleh residen senior atau chief residen
atau supervisor neonatus.
3. Bila area menjadi tidak aman bagi penolong
4. Bila staf yang lebih ahlitelah datang
5. Bila tanda-tanda kehidupan muncul (sirkulasi dan ventilasi membaik)
6. Bila kelelahan fisik penolong muncul
7. Stadium terminal dari suatu penyakit
8. Bayi baru lahir dengan umur kehamilan kurang dari 23-24 minggu atau
berat badan lahir kurang dari 400 gram
9. Anensefali
10. Bayi yang telah terbukti mempunyai kelainan genetik yang lethal
seperti trisomi 13 atau 18
11. Keluarga menolak dilakukan resusitasi dengan menandatangani surat
penolakan resusitasi
Unit Terkait Dokter anak
PEMASANGAN ELECTRODE PADA NEONATUS DI NICU
No. Dokumen Revisi Halaman

RSK YM.01.06/SPO.BI/14947a/2015 00 1/1


LINDIMARA
WAINGAPU
Tanggal Terbit : DITETAPKAN OLEH
DIREKTUR
SPO
11 Januari 2015

Dr. Alhairani K.L. Manu Mesa


Pengertian Pemasangan elektrode untuk monitoring kondisi kardiovaskuler pada
neonatus.
Tujuan 1. Untuk membenkan kenyamanan yaitu dengan mengurangi
pemeriksaan manual berkala dan minimal handling
2. Sebagai acuan pemasangan elektrode pada neonatus yang tepat
untuk monitoring kondisi kardiovaskuler.

Kebijakan Kepustakaan :
- Pedoman Pelayanan Medis IDAI, Jilid 1, 2010
- EKG pada bayi dan anak , 2008
Prosedur 1. Letakkan bayi dalam posisi supinasi
2. Siapkan monitor dan elektroda
3. Pasang elektroda:
 Putih di ICS II sejajar garis midclavicular kanan
 Hitam di ICS II sejajar garis midclavicular kiri
 Hijau di ICS VI sejajar garis midclavicular kanan
 Coklat di ICS VI sejajar garis midclavicular kiri
 Merah di ICS IV/V sejajar garis parasternal kiri setinggi apex
jantung.
Unit Terkait Dokter anak, perawat
PENERIMAAN PASIEN NEONATUS DARI LUAR RSK
LINDIMARA KE NICU
No. Dokumen Revisi Halaman
RSK
LINDIMARA YM.01.06/SPO.BI/14948/2015 00 1/1
WAINGAPU
Tanggal Terbit : DITETAPKAN OLEH
DIREKTUR
SPO 11 Januari 2015

Dr. Alhairani K.L. Manu Mesa


Pengertian Prosedur dan alur penerimaan pasien neonatus dari luar RSK Lindimara ke
NICU
Tujuan Pemahaman menyeluruh mengenai prosedur dan alur penerimaan pasien dari
luar RSK Lindimara oleh seluruh staf NICU dan dokter residen IKA RSK
Lindimara
Kebijakan SK Direktur tentang alur pasien masuk NICU
Prosedur 1. Pasien neonatus rujukan maupun non rujukan yang berasal dari luar
RSK Lindimara diharapkan mengkonfirmasi ketersediaan tempat dann
alat bantu napas yang sekiranya diperlukan di ruangan NICU saat itu
melalui telepon RSK Lindimara pesawat 76.
2. Informasi mengenai identitas meliputi nama, tanggal lahir dan alamat,
diagnosis, asal rujukan, kondisi terakhir lan rencana tatalaksana beserta
alat bantu napas yang diperlukan (sesuai SBAR - Situation,
Background, Assessment and Recommendation).
3. Penerima telepon melakukan READ BACK dan mengkoordinasikan
hasil informasi tersebut ke perawat, admission, dokter residen dan
dokter DPJP ruang NICU saat itu.
4. Hasil koordinasi berupa persetujuan pasien tersebut akan (1) masuk
NICU tanpa melalui Triage Anak atau (2) masuk NICU tetapi tetap
melalui Triage Anak atau (3) tidak disetujui untuk perawaran NICU.
5. Indikasi masuk NICU tanpa Triage Anak, apabila : DPJP (staf ahli
neonatologi intensif) menyatakan bahwa ( 1 ) kondisi pasien MUTLAK
memerlukan perawatan NICU dan tersedia tempat serta alat bantu napas
yang diperlukan, dan (2) indikasi lain (sosial) dengan persetujuan
direktur perayanan medik RSK Lindimara.
6. Indikasi masuk NICU melarui Triage Anak, apabila : DPJP (staf ahli
neonatologi intensif) menyatakan bahwa kondisi pasien perlu dievaluasi
ulang apakah memang memerlukan perawatan NICU atau dapat dirawat
di ruang perawatan intermediate atau perinatorogi biasa.
7. Indikasi tidak disetujui masuk NICU, apabila : DPJP (staf ahli
neonatologi intensif) menyatakan bahwa kondisi pasien TIDAK
memerlukan perawatan intensif, atau tidak tersedia tempat dan alat
bantu napas yang diperlukan.

Unit Terkait Perawat, dokter PPDS I Ilmu Kesehatan Anak, DPJP (staf ahli neonatologi
intensif), admission
PEMINDAHAN PASIEN NEONATUS KE RUANGAN OPERASI
No. Dokumen Revisi Halaman

RSK YM.01.06/SPO.BI/14490a/2015 00 1/1


LINDIMARA
WAINGAPU
Tanggal Terbit : DITETAPKAN OLEH
DIREKTUR
SPO
11 Januari 2015

Dr. Alhairani K.L. Manu Mesa


Pengertian Persiapan prosedur pemindahan pasien ke ruangan operasi
Tujuan Terdapat keseragaman pemahaman dan pelaksanaan dalam prosedur
pemindahan pasien yang memerlukan tindakan operasi baik yang bersifat
urgensi, cito, maupun elektif dari ruangan neonatologi intensif (NICU) ke
kamar operasi
Kebijakan Mengacu pada SPO patient safety
Prosedur 1. Persiapan pasien meliputi identifikasi pasien, persiapan alat dan
kelengkapan administrasi
2. Kolaborasi perawat dengan tim dokter (anak, bedah dan anestesi)
3. Tim dokter mengevaluasi ulang kondisi pasien apakah
memungkinkan untuk transport ke ruangan operasi
4. Persiapan alat dan kit emergensi yang diperlukan saat transportasi
pasien
5. Persiapan monitoring selama transportasi pasien.
Unit Terkait Perawat, tim ruang operasi, dokter anak, dokter bedah, dokter anestesi
PEMAKAIAN ANTIBIOTIKA PADA SPESIS NEONATUS
No. Dokumen Revisi Halaman

RSK YM.01.06/SPO.BI/12409/2015 00 1/2


LINDIMARA
WAINGAPU
Tanggal Terbit : DITETAPKAN OLEH
DIREKTUR
SPO
11 Januari 2015

Dr. Alhairani K.L. Manu Mesa


Pengertian Sepsis neonatorum merupakan sindrom klinis penyakit sistematik akibat
infeksi yang terjadi dalam satu bulan pertama kehidupan. Bekteri, virus,
jamur dan protozoa dapat menyebabkan sepsis pada neonatus, sehingga
diperlukan pemberian antibiotika yang tepat.
Tujuan Tata laksana yang tepat pada sepsis neonatorum
Kebijakan Tata laksana penderita dengan sepsis neonatorum
Kepustakaan :
- Pedoman pelayanan Medis IDAI, Jilid 1, 2010
- Berdasarkan rekomendasi bagian mikrobiologi klinik RSK
Lindimara waingapu tentang pola sensitivitas antibiotika di
ruang Cempaka Barat dan ICU periode Januari – Juni 2012
Prosedur Pengobatan
- Antibiotika
Sebelum ada hasil kultur darah, diberikan antibiotika
Lini pertama : (kombinasi amoxixillin clavulanic acid +
gentamisin)
Amoxicillin clavulanic acid IV, dosis : 50 mg/kgBB/kali
UK Umur Bayi Interval
(minggu) (hari) (jam)
<37 ≤28 12
>28 8
≥37 ≤7 12
>7 8
Bila diagnosis meningitis, amoxcillin clavulanicc acid
diberikan setiap 6 jam.
Dilarutkan dalam dekstrosa 5%, NaC1 0.9%
Berikan minimal dalam 10 menit
PEMAKAIAN ANTIBIOTIKA PADA SPESIS NEONATUS
No. Dokumen Revisi Halaman

RSK YM.01.06/SPO.BI/12409/2015 00 2/2


LINDIMARA
WAINGAPU
Bila hal kultur belum ada, dan bayi mengalami pemburukan (klinis &
laboratorium), antibiotika diganti dengan lini ke-3

Lini ke 3
 Meropenem 20 mg/kgBB/kali
Umur ≤7 hari setiap 8 jam
Umur > 7 hari setiap 8 jam
Bila diagnosis meningitis, meropenem diberikan dengan dosis
40mg/kgBB/kali.
Dilarutkan dalam dekstrosa 5% dekstrosa 10% , NaCI 0.9%
Berikan minimal dalam 30 menit
Pemberian antibiotika empiris (lini I, II, atau III), berdasarakan
rekomendasi lab mikrobiologi klinik, yang dilaporkan secara berkala.
Bila hasil biakan kuman pada darah positif, pemberian antibiotika
disesuaikan dengan hasil uji sensitivitas.
Unit Terkait Lab mikrobiologi klinik
PEMAKAIAN ANTIBIOTIKA PADA MENGITIS NEONATORUM
No. Dokumen Revisi Halaman

RSK YM.01.06/SPO.BI/2804a/2015 00 1/3


LINDIMARA
WAINGAPU
Tanggal Terbit : DITETAPKAN OLEH
DIREKTUR
SPO
11 Januari 2015

Dr. Alhairani K.L. Manu Mesa


Pengertian Meningitis nenatorum merupakan infeksi pada selaput meningen yang terjadi
dalam satu bulan pertama kehidupan. Bakteri, virus, jamur dan protozoa dapat
menyebabkan sepsis pada neonatus, sehinggadiperlukan pemberian antibiotika
yang tepat.
Tujuan Tata laksana yang tepat pada meningitis neonatorum
Kebijakan Tata laksana penderita dengan meningitis neonatorum
Kepustakaan :
- Pedoman pelayanan Medis IDAI, Jilid 1, 2010
- Berdasarkan rekomendasi bagian mikrobiologi klinik RSK
Lindimara waingapu tentang pola sensitivitas antibiotika di ruang
Cempaka Barat dan ICU periode Januari – Juni 2012
Prosedur Pengobatan
- Antibiotika
Sebelum ada hasil kultur darah, diberikan antibiotika
Lini pertama : (kombinasi amoxixillin clavulanic acid + gentamisin)
Amoxicillin clavulanic acid IV, dosis : 50 mg/kgBB/kali
UK Umur Bayi Interval
(minggu) (hari) (jam)
<37 ≤28 6
>28 6
≥37 ≤7 6
>7 6
Dilarutkan dalam larutan dekstrosa 5%, dekstrosaNaCI 0.9%
Berikan minimal dalam 10 menit
PEMAKAIAN ANTIBIOTIKA PADA MENGITIS NEONATORUM
No. Dokumen Revisi Halaman

RSK YM.01.06/SPO.BI/2804a/2015 00 2/3


LINDIMARA
WAINGAPU
 Gentamisin IV, dosis 5 mg/kgBB/kali
BB Umur Bayi Interval
(minggu) (hari) (jam)
<1200 ≤7 48
8-30 36
>30 24
≥1200 ≤7 36
>7 24
Dilarutkan dalam larutan dekstrosa 5%, dekstrosaNaCI 0.9%
Berikan minimal dalam 30 menit.
Bila hasil kultur belum ada, dan bayi mengalami perburukan (klinis &
laboratorium), antibiotika diganti dengan lini ke – 2
Lini ke-2
 Cefotaxime IV, dosis : 50 mg/kgBB/kali
UK Umur Bayi Interval
(minggu) (hari) (jam)
<30 ≤28 6
>28 6
≥30 ≤14 6
>14 6
Dilarutkan dalam larutan dekstrosa 5%, dekstrosa 10%NaCI 0.9%
Berikan minimal dalam 10 menit

 Amikasin IV, dosis : 7.5 mg/kgBB/kali


UK Interval
(minggu) (jam)
<28 36
28-29 24
30-35 18
≥36 12
Untuk bayi dengan UK ≥37 minggu dan umur >7 hari
amikasin diberikan setiap 8 jam.
Dilarutkan dalam dekstrosa 5%, dekstrosa 10%, NaCI 0.9%
PEMAKAIAN ANTIBIOTIKA PADA MENGITIS NEONATORUM
No. Dokumen Revisi Halaman

RSK YM.01.06/SPO.BI/2804a/2015 00 3/3


LINDIMARA
WAINGAPU
Bila hasil kultur belum ada, dan bayi mengalami perburukan (klinis &
laboratorium), antibiotika diganti dengan lini ke-3

Lini ke-3
 Meropenem 40mg/kgBB/kali
- Umur < 7 hari setiap 12 jam
- Umur> 7 hari setiap 8 jam
Dilarutkan dalam dekstrosa 5%, dekstrosa 10%, NaCI 0.9%
Berikan minimal dalam 30 menit

Pemberian antibiotika empiris (lini I, II, atau III), berdasarkan


rekomendasi lab mikrobiologi klinik, yang dilaporkan secara berkala.
Bila hasil biakan kuman pada cairan cerebrospinal positif, pemberian
antibiotika disesuaikan dengan hasil uji sensitivitas.
Unit Terkait Lab mikrobiologi klinik
FOTOTERAPI
No. Dokumen Revisi Halaman

RSK YM.01.06/SPO.BI/12812a/2015 00 1/1


LINDIMARA
WAINGAPU
Tanggal Terbit : DITETAPKAN OLEH
DIREKTUR
SPO
11 Januari 2015

Dr. Alhairani K.L. Manu Mesa


Pengertian Prosedur medis yang menyangkut pemberian fototerapi pada neonatus
Tujuan 1. Memberikan pedoman pemberian fototerapi pada neonatus
dengan benar
2. Mampu mengoperasikan alat fototerapi
3. Mengantisipasi efek samping pemberian fototerapi
Kebijakan Pedoman pelayanan medis bagian/SMF Ilmu Kesehatan Anak, RSK
Lindimara tahun 2015
Prosedur 1. Menggunakan alat fototerapi standar
2. Alat fototerapi standar dengan 4-6 bulan lampu dalam 1 alat
3. Sinar berwarna biru dengan panjang gelombang 460-480 nm
4. Jarak antara alat fototerapi dengan bayi adalah 30-45nm
5. Selama fototerapi bayi tidak menggunakan pakaian
6. Bayi menggunakan penutup mata
7. Selama fototerapi, diberikan penambahan cairan sebanyak 10%
dari kebutuhan cairan total dalam sehari baik secara oral maupun
intrvena
8. Posisi bayi dalam keadaan supinasi
9. Monitoring tanda dehidrasi akibat fototerapi
Unit Terkait Dokter anak dan perawat
PEMAKAIAN TERAPI SINAR PADA NEONATUS
No. Dokumen Revisi Halaman

YM.01.06/SPO.I.E2/16.220/2015 00 1/2
RSK
LINDIMARA
WAINGAPU
Tanggal Terbit : DITETAPKAN OLEH
SPO DIREKTUR
PELAYANAN
INTENSIF 11 Januari 2015
NEONATUS
Dr. Alhairani K.L. Manu Mesa
Pengertian Suatu pemasangan alat foto therapy dengan sinar blue-green spectrum ( panjang
gelombang 430-490nm) dengan kekuatan 30uW/cm2.
Tujuan Menurunkan kadar bilirubin direk pada bayi dengan hiperbilirubenimia/ikterus
non fisiologis.
Kebijakan Pedoman pelayanan Intensif Care Neonatus RSK Lindimara Waingapu
Prosedur 1. Hangatkan ruangan sehingga suhu dibawah lampu 28°C-30°C
2. Nyalakan tombol alat dan periksa apakah lampu menyala dengan baik
3. Ganti lampu bila terbakar atau mulai berkedip-kedip
4. Cuci tangan dan pakai sarung tangan
5. Salam sama pasien
6. Tutp mata bayi dengan penutup, pastikan penutup tidak menutupi
lubang hidung
7. Letakkan bayi dibawah lampu terapi sinar dengan jarak 45-50cm
8. Letakkan bayi sedekat mungkin dengan lampu sesuai dengan petunjuk
atau manual dari pabrik pembuat alat.
9. Ubah posisi bayi tiap 3 jam
10. Pastikan bayi terpenuhi kebutuhan cairannya
11. Pantau suhu tubuh bayi dan suhu udara ruangan setiap 3 jam
12. Periksa kadar bilirubin serum tiap 6-12 jam pada bayi dengan kadar
bilirubin yang cepat meningkat, bayi kurang bulan atau bayi sakit
13. Lakukan pemeriksaan ulang setelah 12-24 jam terapi sinar dihentikan
14. Hentikan terapi sinar bila kadar bilirubin turun dibawah batas untuk
dilakukan terapi sinar atau mendekati nilai untuk tranfusi tukar
15. Cuci tangan
16. Dokumentasi pada lembaran observasi NICU
PEMAKAIAN TERAPI SINAR PADA NEONATUS
No. Dokumen Revisi Halaman

YM.01.06/SPO.I.E2/16.220/2015 00 2/2
RSK
LINDIMARA
WAINGAPU
Prosedur Pemantauan:
1. Bila kadar bilirubin tidak menurun atau cenderung naik kemungkinan
terjadi proses hemolisis
2. Kebutuhan cairan meningkat selama pemberian terapi sinar naikkan
kebutuhan hariannya dengan menambah 25mL/kgBB
3. Tetap berikan ASI paling tidak setiap 3 jam
4. Bila bayi mendapat cairan IV, naikkan kebutuhan hariannya 10-20 %
5. Selama dilakukan terapi sinar, feses bayi bisa menjadi cair dan
berwarna kuning. Keadaan ini tidak memerlukan terapi khusus
6. Bayi dipindahkan dari alat terapi sinar hanya bila akan dilakukan
tindakan yang tidak dapat dikerjakan dibawah lampu terapi sinar
7. Bila bayi mendapat terapi oksigen, matikan lampu saat memeriksa bayi
untuk mengetahui sianosis sentral
8. Warna kulit tidak dapat digunakan sebagai petunjuk untuk menentukan
kadar bilirubin serum selama bayi dilakukan terapi sinar selama 24 jam
setelah dihentikan.
Unit Terkait Dokter anak dan perawat
INDIKASI PASIEN MASUK NICU
BAYI BERAT LAHIR RENDAH
DENGAN INDIKASI SURFAKTAN
No. Dokumen Revisi Halaman
RSK
LINDIMARA
YM.01.6/SPO.B1/5178/2015 00 1/2
WAINGAPU
Tanggal Terbit : DITETAPKAN OLEH
DIREKTUR
SPO
11 Januari 2015

Dr. Alhairani K.L. Manu Mesa


Pengertian Bayi dengan berat lahir kurang dari 1800 gram yang memerlukan
surfaktan, yaitu berdasarkan thorak foto menderita penyakit membran
hialin dengan impending gagal napas atau gagal napas
Tujuan Sebagai acuan penerapan langkah-langkah tata laksana bayi yang
memerlukan surfaktan.
Kebijakan 1. Pedoman Pelayanan Medis IDAI, Jilid 1, 2010
2. Cloherty JP, Eichenwald EC, Stark AR. Manual of Neonatal
Care, ed. 6; 2008.
Prosedur 1. Terapi kausal dengan surfaktan.

Dosis yang direkomendasikan untuk penggunaan surfaktan eksogen


Produk Dosis Dosis tambahan
3 mL/kg BB lahir Mungkin dapat
diberikan dalam 2 diulang setiap 12 jam
aliquot sampai dosis 3 kali
Calfactant
berturut-turut dengan
interval 12 jam bila
ada indikasi
4 mL/kg BB lahir Mungkin dapat
diberikan dalam 4 diulang minimal
dosis setelah 6 jam, sampai
Beractant
jumlah total 4 dosis
dalam waktu 48 jam
setelah lahir
5 mL/kg BB lahir Mungkin dapat
diberikan dalam diulang setelah 12
Colfosceril
waktu 4 menit jam dan 24 jam bila
ada indikasi
2.5 mL/kg BB lahir Dua dosis berurutan
diberikan dalam 2 1.25 mL/kg, dosis
Porcine aliquots diberikan dengan
interval 12 jam bila
ada indikasi
Pemberian surfaktan melalui pipa endotrakeal dengan ventilator
INDIKASI PASIEN MASUK NICU
BAYI BERAT LAHIR RENDAH
DENGAN INDIKASI SURFAKTAN
No. Dokumen Revisi Halaman
RSK
LINDIMARA
YM.01.6/SPO.B1/5178/2015 00 2/2
WAINGAPU
Prosedur 2. Antibiotika  di stop sampai terbukti tidak ada infeksi
3. Terapi suportif (oksigen, lingkungan (suhu netral), nutrisi dan
elektrolit ).
Unit Terkait 1. SMF Radiologi
2. SMF Patologi Klinik.
INDIKASI PASIEN MASUK NICU
BAYI BERAT LAHIR AMAT SANGAT RENDAH
(BBLASR, <1000 GRAM)
RSK No. Dokumen Revisi Halaman
LINDIMARA
WAINGAPU YM.01.06/SPO.BI/5179/2015 01 1/1
Tanggal Terbit : DITETAPKAN OLEH
DIREKTUR
SPO
11 Januari 2015

Dr. Alhairani K.L. Manu Mesa


Pengertian Bayi dengan berat lahir kurang dari 1000 gram yang memerlukan
perawatan NICU.
Tujuan Sebagai acuan penerapan langkah-langkah tata laksana bayi yang lahir
kurang dari 1000 gram yang memerlukan perawatan NICU
Kebijakan 1. Pedoman pelayanan medis IDAI, jilid 1, 2010
2. Cloherty JP, Eichenwald EC, Stark AR. Manual of Neonatal
Care, ed. 6; 2008
Prosedur 1. Nutrisi parenteral :
Diberikan dektrose 10% 60cc/kg/hari
2. Minum melalui pipa lambang
3. Pemberian minum awal : ≤ 10 mL/kg/hari
4. Asi perah/term formula/half-strength preterm formula
5. Selanjutnya minum ditingkatkan jika memberikan toleransi yang
baik : tambahan 0.5 -1 mL, interval 1 jam, setiap ≥ 24 jam
6. Setelah 2 minggu : Asi perah + HMF (Human Milk
Fortifier)/Full-strength preterm formula sampai berat badan
mencapai 2000 g.
7. Terapi surfaktan sesuai dengan SPO BBLR dengan indikasi
surfaktan.
8. Pemberian vitamin K1
a. Injeksi 1 mg IM sekali pemberian : atau
b. Per oral 2 mg 3 kali pemberian (saat lahir ; umur 3-10 hari,
dan umur 4-6 minggu)
Unit Terkait 1. Radiologi
2. Patologi klinik
TINDAKAN RESUSITASI NEONATUS HENTI NAPAS
No. Dokumen Revisi Halaman
RSK
LINDIMARA YM.01.06/SPO.BI/14630b/2015 00 1/1
WAINGAPU
Tanggal Terbit : DITETAPKAN OLEH
DIREKTUR
SPO
11 Januari 2015

Dr. Alhairani K.L. Manu Mesa


Pengertian Prosedur tindakan resusitasi pada neonatus yang mengalami henti napas ketika
datang di instalasi gawat darurat, atau ditempat perawatan.
Tujuan Mampu melakukan tindakan resusitasi sebagai salah satu upaya pertolongan
pada neonatus yang mengalami henti napas ketika baru datang di instalasi gawat
darurat, atau ditempat perawatan.
Kebijakan Kepustakaan :
1. Neonatal Resuscitation: 2010 American Heart Association Guidelines
for Cardiopulmonary Resuscitation adn Emergency Cardiovascular
Care. Pediatrics 2010 ; 126 : e1400
2. Standart Pelayanan Medis Bagian/SMF IKA, RSK Lindimara
3. Neonatal Resuscitation, 6th Edition, 2011
.
Prosedur 1. Tempatkan bayi di bawah radiant warmer untuk kontrol suhu
2. Prosedur pembebasan airway (A) posisikan bayi dalam posisi
“sniffing” dan bersihkan jalan napas dengan menggunakan suction
catheter
3. Breathing (B) nilai kebutuhan oksigen dengan memasang alat
saturasi oksigen dan berikan oksigen sesuai kebutuhan. Jika pernapasan
tidak adekuat dengan terapi oksigen maksimal (headbox) pasang
endotracheal tube (ETT) dengan ukuran dan ventilasi tekanan positif
(VTP) sebanyak 40x per menit.
4. Circulation (C)
 Jika denyut jantung < 60x/menit setelah dilakukan VTP dan
kompresi dada yang adekuat selama 30 detik kemudian evaluasi
ulang denyut jantung.
 Jika denyut jantung < 60x/menit setelah dilakukan VPT dan
kompresi dada yang adekuat selama 30 detik maka berikan
epinephrin dengan dosis 0.01 – 0.03 mg/kg per dosis atau 0.1
ml – 0.3 ml/kg/ dosis dengan konsentrasi epinephrin 1 : 10.000
(0.1 mg/ml) secara intravena.
 Berikan cairan seperti volume expander (NaCI 0,9%, Ringer
laktat) dengan dosis 10 ml/kg, bisa diulang sesuai klinis.
 Untuk mencegah hipoglikemia, berikan infus glukosa sesuai
kebutuhan maintenance.

Unit Terkait Dokter anak, perawat


APNEA PADA BAYI PREMATUR

No. Dokumen No. Revisi Halaman

YM.01.13/SPO.I.E.2/16.199/2015 0 1/1
RSK
LINDIMARA
WAINGAPU
SPO Tanggal Terbit : DITETAPKAN OLEH
DIREKTUR
PELAYANAN 11 Januari 2015
INTENSIF
NEONATUS
Dr. Alhairani K.L. Manu Mesa
Pengertian Bayi tidak bernafas ≥ 20 detik atau diikuti oleh bradikardia (denyut
jantung < 100 x/menit) dan / atau sianosis (saturasi oksigen < 80%)
Tujuan Tata laksana dini bayi prematur yang mengalami apnea
Kebijakan 1. Identifikasi bayi yang berisiko mengalami apnea
2. Memberikan terapi suportif dan kausal pada apnea of prematurity.
Prosedur Kerja 1. Terapi kausal
1. Non farmakologi
- Prone posisi
- Stimulasi taktil
- Peningkatan FiO2
- CPAP melalui : nasal prong, nasofaringeal tube, face mask
- Ventilator
2. Farmakologi
Obat golongan mentil xanthin, diberikan sampai umur
kehamilan 37 minggu atau jika bebas apnea selam 7 hari
- Aminofilin loading dose : 6 mg/kgBB, dilanjutkan dengan
dosis pemeliharaan diberikan 24 jam setelah loading dose
untuk bayi dengan BB < 1 kg, atau 12 jam setelah loading
dose untuk bayi BB > 1 kg
Dosis pemeliharaan:
- Minggu 1 : 2,5 mg/kgBB/dosis setiap 12 jam
- Minggu 2 :3 mg/kgBB/dosis, setiap 12 jam
- Minggu 2 : 4 mg/kgBB/dosis, setiap 12 jam
- Dilarutkan menjadi 5 mg/ml, diberikan dalam waktu lebih
dari 20 menit secara IV
Monitor
Semua bayi kurang bulan dan neonatus dengan riwayat apnea /
bradikardia seharusnya diawasi selama minimal 7 hari setelah kejadian
apnea.
2. Antibiotika (ampisilin dan gentamisin → distop sampai terbukti tidak
ada infeksi berdasarkan kultur darah)
3. terapi suportif (oksigen, nutrisi dan elektrolit)
Unit Terkait Dokter anak dan perawat
PENAPISAN ROP
(RETINOPATHY OF PREMATURITY)

No. Dokumen No. Revisi Halaman


RSK
YM.01.13/SPO.I.E2/16.200/2015 0 1/2
LINDIMARA
WAINGAPU
SPO Tanggal Terbit : DITETAPKAN OLEH
PELAYANAN DIREKTUR
INTENSIF 11 Januari 2015
NEONATUS
Dr. Alhairani K.L. Manu Mesa
Pengertian Suatu usaha untuk melakukan screening / penapisan kejadian retinopathy
pada bayi prematur
Tujuan Mengenal, mengidentifikasi dan tata laksana ROP pada neonatus
Kebijakan 1. Identifikasi bayi beresiko mengalami ROP.
2. Tata laksana yang tepat kasus ROP pada neonatus
Prosedur Kerja 1. Screening (penapisan)
- BBL ≤ 1500 gram
- Usia gestasi ≤ 34 minggu
- Waktu penapisan umur 4 minggu atau 32-33 posi
menstrual age,
- Bayi laki-laki tergantung pada keputusan klinis
pediatricians/neonatologis.
2. Tata laksana
- Konsultasi bagian mata (pediatric of opthalmology)
Waktu pemeriksaan mata berdasarkan usia kehamilan saat lahir
Usia kehamilan saat Usia saat pemeriksaan awal (minggu)
lahir ( minggu) Pascamenstrual Kronologis
22 31 9
23 31 8
24 31 7
25 31 6
26 31 5
27 31 4
28 32 4
29 33 4
30 34 4
31 35 4
32 36 4
PENAPISAN ROP
(RETINOPATHY OF PREMATURITY)

RSK
LINDIMARA
WAINGAPU
SPO No. Dokumen No. Revisi Halaman
PELAYANAN
INTENSIF YM.01.13/SPO.I.E2/16.200/2015 00 2/2
NEONATUS
Follow Up :
1. Follow up ≤ 1 minggu
- Stadium 1 atau 2 ROP: zona 1
- Stadium 3 ROP : zona II
2. Follow up 1-2 minggu
- Vaskularisasi imatur : zona I – tanpa ROP
- Stadium 2 ROP : zona II
- ROP regresi : zona I
3. Follow up 2 minggu
- Stadium 1 ROP : zona I
- ROP regresi : zona II
4. Follow up 2-3 minggu
- Vaskularisasi imatur : zona II – tanpa ROP
- Stadium 1 atau 2 ROP : zona III
- ROP regresi : zona III

Unit Terkait Pediatric of Opthalmology


SYOK NEONATUS

No. Dokumen No. Revisi Halaman

RSK YM.01.13/SPO.I.E2/16.201/2015 0 1/2


LINDIMARA
WAINGAPU
SPO Tanggal Terbit : DITETAPKAN OLEH
PELAYANAN DIREKTUR
INTENSIF 11 Januari 2015
NEONATUS

Dr. Alhairani K.L. Manu Mesa


Pengertian Syok pada neonatus
 Sindrom akut:
- Perfusi sirkulasi yang tidak memadai →↓ O2 jaringan
- Metabolisme : aerobik (memadai) → anaerobik (kurang )
- Ketidakstabilan fisiologis : disfungsi seluler→ kematian sel
- Curah jantung rendah : Hipotensi : < persentil ke-10
Tujuan Mengenal, mengidentifikasi dan tata laksana syok pada neonatus
Kebijakan  Identifikasi bayi beresiko mengalami syok.
 Tata laksana yang tepat kasus syok pada neonatus
Prosedur Kerja Penatalaksanaan awal :
Penggantian volume cairan ( 10-20 ml/kg) :
 Normal salin atau
 Larutan ringer laktat atau
 Albumin 5% : dapat menyebabkan perpindahan cairan dari
kompartemen intraseluler ke kompartemen ekstraseluler atau
 Whole blood : dengan riwayat kehilangan darah
Vasopressor :
 Depotamine (katekolamin alami) :
- 0.5-2 mkg/kg/menit: vasodilatasi ginjal & mesenterik : sedikit
perubahan pada TD
- 2-10 mkg/kg/menit : β1 rec : output jantung↑ &TD > 10
mkg/kg/menit: α rec : TD ↑
 Dobutamin : sampai dengan 20 mkg/kg/menit
 Adrenalin : 0,05-0,1 mkkg/kg/menit
 Hidrokortison : 20-40 mg/m2/hari IV/ PO Q12h (1-2 mg/kg/dosis)

Penatalaksanaan umum :
 Koreksi asidosis metabolik dengan infus sodium bikarbonat sebesar
1-2 mEq/kg
 Mengoreksi hipoksia dan memberikan dukungan respirasi sesuai
dengan kebutuhan
 Mengoreksi hipoglikemia (D10 W : 2ml/Kg), hipokalsemia ( Ca
glukonat 10%: 1ml/Kg) dan ketidak seimbangan elektrolit jika ada
 Diet: tetap NPO sampai fungsi GI telah pulih
 Mulai nutrisi parenteral total
SYOK NEONATUS

RSK
LINDIMARA
WAINGAPU
SPO No. Dokumen No. Revisi Halaman
PELAYANAN
INTENSIF YM.01.13/SPO.I.E2/16.201/2015 00 2/2
NEONATUS
Penata laksanaan spesifik:
Spesifik
A. Syok hipovolemik
 Penggantian darah : whole blood 10-20 ml/kg atau packed
RBC 5-10 ml/kg selama 30 menit
 Koreksi penyebab perdarahan jika mungkin.
B. Syok septik
 Lakukan kultur (darah, urin, dan CSF)
 Memulai terapi antibiotik empiric.
 Menggunakan volume expander dan inotropik sesuai dengan
kebutuhan.

Catatan : pemakaian kortikosteroid dalam syok septik masih


kontroversial
C. Syok kardiogenik
 Mengobati penyebab yang mendasari kelainan
- Kebocoran udara : evakuasi udara segera
- Redakan aritmia
 Inotropik (dopamin dan dobutamin)
Catatan : inotropik merupakan kontraindikasi delam stenosis sub aorta.

Unit Terkait Dokter anak dan perawat


KEJANG PADA NEONATUS

No. Dokumen No. Revisi Halaman

RSK YM.01.13/SPO.I.E2/16.198/2015 0 1/2


LINDIMARA
WAINGAPU
SPO Tanggal Terbit : DITETAPKAN OLEH
PELAYANAN DIREKTUR
INTENSIF 11 Januari 2015
NEONATUS

Dr. Alhairani K.L. Manu Mesa


Pengertian Serangan kejang yang terjadi pada masa neonatus (samapai dengan umur 1
bulan)
Tujuan Mengenal, mengidentifikasi dan tata laksana kejang pada neonatus
Kebijakan 1. Identifikasi bayi beresiko mengalami kejang.
2. Tata laksana yang tepat kasus kejang pada neonatus
Prosedur Kerja 1. Terapi kausal
- Fenobarbital
 Dosis awal (loading dose) 20-40 mg mg/kgBB intravena diberikan
mulai dengan 20 mg/kgBB selama 5-10 menit
 Pantau depresi pernapasan dan tekanan darah
 Dosis rumatan : 3-5 mg/kgBB dibagi dalam 2 dosis.
 Kadar terapeutik dalam darah diukur 1 jam setelah pemberian
intravena atau 2-4 jam setelah pemberian per oral dengan kadar 15-
45 ugm/mL.
- Fenitoin (Dilantin) : biayasanya diberikan hanya apabila bayi tidak
memberi respons yang adekuat terhadap pemberian fenobarbital.
 Dosis awal (loading dose) untuk status epileptikus 15-20 mg/kgBB
intravena pelan-pelan
 Karena efek alami obat yang iritatip maka beri pembilas larutan
garam fisiologis sebelum dan sesudah pemberian obat.
 Pengawasan terhadap gejala bradikardia, aritmia dan hipotensi
selama pemberian ingus
 Dosis rumat hanya dengan jalur intravena (karena pemberian oral
tidak efektif) 5-8 mg/kgBB/ hari dibagi dalam 2 atau 3 dosis
 Kadar terapeutik dalam darah (fenitoin bebas dan terikat) 12-20
mg/L atau 1-2 mg/L (hanya untuk fenitoin bebas) .
- Lorazepam (Ativan TM ) : biasanya diberikan pada BBL yang tidak
memberi respons terhadap pemberian fenobarbital dan fenitoin secara
berurutan
 Dosis efektip : 0.05 -0.10 mg/kgBB diberikan intravena dimulai
dengan 0.05 mg/kgBB pelan-pelan dalam beberapa menit
 Pengawasan terhadap depresi pernapasan dan hipotensi.
KEJANG PADA NEONATUS

RSK
LINDIMARA
WAINGAPU
SPO No. Dokumen No. Revisi Halaman
PELAYANAN
INTENSIF YM.01.13/SPO.I.E2/16.198/2015 00 2/2
NEONATUS
Prosedur 2. Antibiotik (ampisilin dan gentamisin → di stop sampai kultur
darah negetif.
3. Terapi suportif
- Pemantauan ketat : pasang monitor jantung dan
pernapasan serta “ pulse oxymeter”.
- Pasang jalur intravena, berikan infus desktrose
- Beribantuan respirasi dan terapi oksigen bila diperlukan
- Koreksi gangguan metabolik dengan tepat.

Unit Terkait Sub divisi neurologi, bagian radiologi


KELAINAN KONGENITAL (BAWAAN)

No. Dokumen No. Revisi Halaman

YM.01.13/SPO.I.E.2/16.194/2015 0 1/1
RSK
LINDIMARA
WAINGAPU
SPO Tanggal Terbit : DITETAPKAN OLEH
DIREKTUR
PELAYANAN 11 Januari 2015
INTENSIF
NEONATUS
Dr. Alhairani K.L. Manu Mesa
Pengertian 1. Kelainan bawaan adalah abnormalitas bawaan yang ditemuai saat
lahir
2. Terdapat berbagai jenis malformasi dalam struktur, posisi atau
fungsi dari suatu organ atau sistem
3. Kelainan bawaan merupakan penyebab umum mortalitas dan
disabilitas pada awal kehidupan
4. Penyebabnya berkisar dari kelainan genetik yang diturunkan
hingga gangguan teratogenik terhadap fetus yang sedang
berkembang.

Tujuan 1. Recognizing (mengenali), Diagnosis dan Stabilisasi


2. Membuat keputusan untuk merujuk bayi kepusat rujukan.
Kebijakan 1. Menentukan jenis kelainan kongenital
2. Tata laksana kelainan kongenital bersama dengan tim kelainan
kongnital

Prosedur Kerja 1. Stabilisasi bayi dengan kelainan kongenital (mencegah hipotermi,


hipoglikemia, gangguan elektrolit)
2. Memberikan terapi suportif (oksigen, nutrisi)
3. Terapi kausal (tata laksana bedah bila diperlukan)
Unit Terkait Anastesi anak, Bedah Anak, spesialis bedah terkait dengan jenis kelainan
PERDARAHAN PADA BAYI BARU LAHIR (HDN)

No. Dokumen No. Revisi Halaman

YM.01.13/SPO.I.E.2/16.193/2015 0 1/1
RSK
LINDIMARA
WAINGAPU
SPO Tanggal Terbit : DITETAPKAN OLEH
DIREKTUR
PELAYANAN 11 Januari 2015
INTENSIF
NEONATUS
Dr. Alhairani K.L. Manu Mesa
Pengertian Suatu perdarahan akibat dari kekurangan vitamin K atau menurunnya
faktor koagulasi yang berhubungan dengan vitamin K
Klasifikasi :
1. HDN Dini → terjadi dalam 24 jam pertama kehidupan.
2. HDN klasik → terjadi antara hari 1-7
3. HDN lanjut → terjadi setelah 1 minggu (biasanya 4-12 minggu)
Tujuan Mengenal, mengidentifikasi dan tata laksana perdarahan pada neonatus
Kebijakan 1. Identifikasi bayi berisiko mengalami perdarahan
2. Tata laksana yang tepat kasus perdarahan pada neonatus
Prosedur Kerja 1. Terapi suportif
2. Terapi kausal
- VitaminK 1 mg IM.
- Bila perdarahan aktif dapat diberikan FFP 10 mg/kg BB
Unit Terkait Sub divisi hematologi
HIE
(HYPOXIC-ISCHEMIC ENCEPHALOPATHY)

No. Dokumen No. Revisi Halaman


RSK
LINDIMARA YM.01.13/SPO.I.E2/16.202/2015 0 1/2
WAINGAPU
SPO Tanggal Terbit : DITETAPKAN OLEH
PELAYANAN DIREKTUR
INTENSIF 11 Januari 2015
NEONATUS

Dr. Alhairani K.L. Manu Mesa


Pengertian Suatu abnormalitas dari status neuro behavioral yang terjadi akibat asfiksia pada
bayi baru lahir. Dimana menurut Sarnat and Sarnat diklasifikasikan menjadi :
1. HIE tingkat I
 Terjadi letargik, perubahan kesadaran periodik berupa iritabilitas,
kesadaran berlebihan, jitteriness.
 Gangguan minum
 Meningkatnya tonus otot, refleksi tendon dalam berlebihan
 Refleksi moro spontan atau berlebihan
 Meningkatnya detak jantung, pupil :dilatasi
 Tidak ada kejang Gejala menghilang dalam waktu 24 jam
2. HIE tingkat II
 Letargi
 Gangguan minum, depresi refleks gag
 Hipotonia
 Detak jantung lambat dan kontriksi pupil menggambarkan adanya
rangsangan parasempatis.
 50-70% neonatus mengalami kejang, biasanya dalam 24 jam
pertama setelah kelahiran
3. HIE tingkat III
Kelainan neorologi lainnya:
 Koma
 Lunglai
 Refleks menghilang
 Pupil : tidak bergerak, hanya bereaksi sedikit saja
 Apnea, bradikardi, hipotensi
 Kejang jarang terjadi tapi bila timbul, akan berkepanjangan
Tujuan 1. Mendefinisikan asfiksia perinatal dan HIE
2. Mendefinisikan gambaran klinis berbagai tingkatan HIE menurut Sarnat
dan Sarnat
Kebijakan 1. Menentukan bayi dengan risiko terjadi HIE
2. Menyusun daftar langkah penatalaksanaan yang tepat untuk neonatus
dengan HIE
Prosedur Kerja  Pencegahan merupakan penatlaksanaan yang terbaik
 Waktu merupakan hal penting dan penundaan beberapa menit saja
dapat mengakibatkan kematian atau kecacatan seumur hidup
 Menjaga oksigenasi dan keseimbangan asam basa
 Memualai ventilasi mekanis jika perlu.
HIE
(HYPOXIC-ISCHEMIC ENCEPHALOPATHY)

RSK
LINDIMARA
WAINGAPU
SPO No. Dokumen No. Revisi Halaman
PELAYANAN
INTENSIF YM.01.13/SPO.I.E2/16.202/2015 00 2/2
NEONATUS
Prosedur  Memantau dan menjaga suhu tubuh
 Mengoreksi dan menjaga kebutuhan kalori, cairan, elektrolit
dan kadar glukosa (D10W 60 cc/kg/hari)
 Mengoreksi hipovelemia (whole blood)
 Menghindari cairan berlebihan, hipertensi, hiperviskositas
 Memberikan phenobarbital untuk perawatan kejang
Merawat kejang
 Memberikan Phenobarbital IV 20 mg/kg selama 5 menit
 Dosis bisa ditingkatkan 5 mg/kg setiap 5 menit sampai kejang
terkendali atau hingga tercapai dosis maksimum 40 mg/kg
 Jika tidak terkendali oleh dosis Phenobarbital mksimal yang
diijinkan, tambahkan Phenytoin IV 20 mg/kg. Pertahankan
dosis 5-10 mg/kg/hari dan diberikan setiap delapan jam dalam
beberapa dosis
 Tidak ada intervensi terapeutik lainnya yang terbukti
menolong misalnya kortikosteroid, profilaktik phenobarbital,
furosemide, mannitol, dll.
Antibiotika (ampisilin + gentamisin )→ sampai terbukti bukan
sepsis/hasil kultur darah negatif
Unit Terkait Bedah saraf, unit radiologi
TTN
(TRANSIENT TACHYPNEA OF THE NEWBORN)

No. Dokumen No. Revisi Halaman


RSK
YM.01.13/SPO.I.E.2/16.206/2015 0 1/1
LINDIMARA
WAINGAPU
SPO Tanggal Terbit : DITETAPKAN OLEH
DIREKTUR
PELAYANAN 11 Januari 2015
INTENSIF
NEONATUS
Dr. Alhairani K.L. Manu Mesa
Pengertian Suatu penyakit ringan pada neonatus yang mendekati cukup bulan atau
neonatus cukup bulan yang mengalami gawat napas segera setelah lahir
dan hilang dengan sendirinya dalam waktu 3-5 hari
Tujuan Mengenal, mengidentifikasi dan tata laksana TTN pada neonatus
Kebijakan 1. Identifikasi bayi berisiko mengalami TTN
2. Tata laksana yang tepat kasus TTN pada neonatus
Prosedur Kerja - Pemberian oksigen dalam jumlah berlebihan
- Pembatasan cairan
- Pemberian asupan setelah takipnea membaik konfirmasi
diagnosis, dengan menyisihkan penyebab-penyebab
takipnea lain seperti, pneumonia, penyakit jantung
kongenital dan hiperventilasi serebral.
- Antibiotika (ampisilin + gentamisin) → dihentikan sampai
terbukti bukan sepsis/hasil kultur darah negatif
Unit Terkait Dokter anak dan perawat
IUGR (INTRAUTERINE GROWTH RESTRICTION) ATAU
KMK (KECIL MASA KEHAMILAN)

No. Dokumen No. Revisi Halaman


RSK
YM.01.13/SPO.I.E.2/16.208/2015 0 1/1
LINDIMARA
WAINGAPU
SPO Tanggal Terbit : DITETAPKAN OLEH
DIREKTUR
PELAYANAN 11 Januari 2015
INTENSIF
NEONATUS
Dr. Alhairani K.L. Manu Mesa
Pengertian Pertumbuhan Janin Terhambat (PJT) adalah deviasi, atau turunnya pola
pertumbuhan yang diharapkan pada janin. Hal ini disebabkan oleh
berbagai proses yang mempengaruhi ibu, plasenta dan janin.
Tujuan Mengenal, mengidentifikasi dan tata laksana IUGR pada neonatus
Kebijakan 1. Identifikasi bayi berisiko mengalami IUGR
2. Tata laksana yang tepat kasus IUGR pada neonatus
Prosedur Kerja Di ruang bersalin
 Siapkan resusitasi untuk mencegah HIE
 Memberikan lingkungan dengan suhu yang sesuai
 Penilaian awal usia kehamilan
 Menilai fitur dismorfik dan anomali congenital
 Periksa glukosa

Di ruang bayi
 Memberikan lingkungan dengan suhu yang sesuai dan
memeriksa suhu setiap 4 jam (lebih sering untuk bayi
prematur)
 Periksa glukosa setiap 4 jam pada hari pertama dan setiap 8-
12 jam jika stabil
 Pemberian minum dini jika memungkinkan, tapi jika tidak,
segera mulai cairan intravena
 Periksa toleransi bayi terhadap pemberian minum (risiko
NEC)
 Periksa HB dan rawat polisitemia
Unit Terkait Dokter anak dan perawat
TERAPI HIPOKALEMIA
PADA NEONATUS

No. Dokumen No. Revisi Halaman


RSK
YM.01.13/SPO.I.E.2/16.215/2015 0 1/1
LINDIMARA
WAINGAPU
SPO Tanggal Terbit : DITETAPKAN OLEH
DIREKTUR
PELAYANAN 11 Januari 2015
INTENSIF
NEONATUS
Dr. Alhairani K.L. Manu Mesa
Pengertian Pemeriksaan kadar kalium dalam darah kurang dari 2.5 mmol/L disertai
dengan manifestasi klinis.
Tujuan 1. Mencegah kematian sel tubuh
2. Mencegah gangguan metabolisme sel
Kebijakan Membuat konsep
Prosedur Kerja 1. Koreksi hipokalemia dengan KCI 7.46% :
Dosis 0.5 meq/kg/BB diencerkan dalam NaCI 0.9% dengan
perbandingan 1:1, dengan kecepatan 0.3-0.5 meq/kgBB/jam
2. Evaluasi elektrolit serumpos koreksi
Unit Terkait Dokter dan perawat
TERAPI SURFAKTAN

No. Dokumen No. Revisi Halaman

RSK YM.01.13/SPO.I.E2/16.219/2015 0 1/2


LINDIMARA
WAINGAPU
SPO Tanggal Terbit : DITETAPKAN OLEH
PELAYANAN DIREKTUR
INTENSIF 11 Januari 2015
NEONATUS

Dr. Alhairani K.L. Manu Mesa


Pengertian Pemberian surfaktan eksogen pada bayi dengan paru-paru imatur, sindroma
aspirasi mekonium dan penumonia.
Tujuan 1. Sebagai profilaksis yang diberikan saat lahir atau segera setelah lahir
kepada bayi yang mempunyai resiko tinggi untuk mengalami PMH
2. Sebagai terapi pada bayi yang telah terbukti secara klinis menderita
PMH, sidroma aspirasi mekonium dan Penumonia
Kebijakan Mengidentifikasi neonatus yang mengalami ARDS (Acute Respiratory Distress
Syndrome) seperti :
1. Bayi dengan penyakit membran hialin
2. Bayi dengan sidroma aspirasi mekonium
3. Bayi dengan penumonia

Prosedur 1. Persiapan
 Timbang bayi
 Lakukan intubasi dengan pipa endotrakeal yang sesuai
 Stabilkan kondisi bayi
 Setting ventilator sesaat sebelum instilasi surfaktan
- Respiratory rate : 60 x /menit
- Inspiratory time : 0.5 detik
- FiO2 : 100%
2. Prosedur instilasi surfaktan
 Siapkan dosis surfaktan (survanta : 4 ml/Kg)
 Pastikan tidak ada perubahan warna dari surfaktan
 Apabila terdapat endapan didasar vial, putar vial secara hati-hati
supaya endapan hilang, “jangan dikocok”
 Hangatkan surfaktan dengan meletakkan disuhu kamar selama 20
menit atau dengan menggenggam selama 8 menit
 Apabila digunakan untuk profilaksis, surfaktan harus disiapkan
sebelum persalinan
 Masukkan semua dosis surfaktan kedalam spuit no.20. jangan
menggunakan filter atau dikocok
 Sambungan spuit yang telah terisi surfaktan dengan kateter no.5 isi
kateter tersebut dengan surfaktan
 Sebelum surfaktan diberikan pastikan patensi dan letak pipa
endotrakeal. Jika perlu lakukan isap lendir sebelum surfaktan
dimaksukan.
TERAPI SURFAKTAN

RSK
LINDIMARA
WAINGAPU
SPO No. Dokumen No. Revisi Halaman
PELAYANAN
INTENSIF YM.01.13/SPO.I.E2/16.219/2015 00 2/2
NEONATUS
Prosedur  Cara memasukkan surfaktan :
- Surfaktan dibagi menjadi 4 dosis pada posisi terlentang
kepala lurus sedikit ekstensi
- Setelah memasukkan dosis pertama lakukan vemtilasi
dengan balon dan sungkup dengan kecepatan 60x/menit
dan konsentrasi oksigen 100% sebelum masuk dosis
berikutnya. Ventilasi dilakukan selama paling tidak 30
detik atau sampai bayi stabil.
- Jangan lakukan suction setelah instilasi surfaktan
- Dosis ke 2,3,4 dilakukan sesuai dengan cara memasukkan
surfaktan seperti dosis pertama.

Unit Terkait Dokter anak dan perawat


DIARE PADA NEONATUS

No. Dokumen No. Revisi Halaman

YM.01.13/SPO.I.E.2/16.203/2015 0 1/1
RSK
LINDIMARA
WAINGAPU
SPO Tanggal Terbit : DITETAPKAN OLEH
DIREKTUR
PELAYANAN 11 Januari 2015
INTENSIF
NEONATUS
Dr. Alhairani K.L. Manu Mesa
Pengertian Bertambahnya frekuensi defikasi lebih dari biasanya yang disertai
perubahan konsistensi tinja lebih cair, dengan tanpa darah dan atau lendir,
yang dapat menyebabkan terjadinya dehidrasi
Tujuan 1. Mengenali diare pada neonatus sebagai salah satu penyebab
dehidrasi dan penyakit neonatus
2. Menangani kasus diare pada neonatus
Kebijakan Mengidentifikasi penyakit diare pada neonatus :
1. Penyebab
2. Penanganan dehidrasi
Prosedur 1. Dehidrasi ringan
Cairan dextrose 5%, 1/4 NS 175 cc/kg/hari, diberikan :
- ½ nya diberikan per oral yaitu ASI dan oralit selang-seling
- ½ per IVFD
2. Dehidrasi sedang:
200cc/kgBB/hari, IVFD dengan dextrose 5% , ¼ NS
3. Dehidrasi berat :
250 cc/kgBB/hari, IVFD dengan dextrose 5%, ¼ NS
- 4 jam I diberikan ¼ nya
- 20 jam berikutnya diberikan 3/4 nya
4. Dipantau tiap 4-6 jam, jika sudah terhidrasi kembali ke cairan
maintenance, sesuai kebutuhan.
5. Derajat dehidrasi berdasarkan kriteria WHO
6. Identifikasi penyebab dengan pemeriksaan tinja lengkap atau
analisis tinja.
Unit Terkait Sub divisi gastroenterology
DIARE DEHIDRASI DENGAN HIPERNATREMIA PADA NEONATUS

No. Dokumen No. Revisi Halaman

RSK YM.01.13/SPO.I.E.2/16.204/2015 0 1/1


LINDIMARA
WAINGAPU
SPO Tanggal Terbit : DITETAPKAN OLEH
DIREKTUR
PELAYANAN 11 Januari 2015
INTENSIF
NEONATUS
Dr. Alhairani K.L. Manu Mesa
Pengertian Bertambahnya frekuensi defikasi lebih dari biasanya yang disertai perubahan
konsistensi tinja lebih cair, dengan tanpa darah dan atau lendir, yang dapat
menyebabkan terjadinya dehidrasi berat disertai hipernatremia (Na ≥ 150
mmol/L)
Tujuan Menangani kasus diare dehidrasi dengan hipernatremia pada neonatus.
Kebijakan Mengidentifikasi penyakit diare pada neonatus :
1. Penyebab
2. Penanganan dehidrasi dengan hipernatremia
Prosedur 1. Hitung deficit cairan
Misal :
BBL 3.56 kg, berat badan saat masuk 2.70 kg
Kehilangan berat badan 860 g
Persen dehidrasi = 860/3.560 = 0.241 = 24%
Defisit air bebas = kehilangan berat badan = 860 mL

Terapi cairan
I. Fase emergency (hidrasi) : mengembalikan volume vascular
dengan bolus 20 ML/kg dekstrose 5%/0.9% normal salince.
→ 20 mL/kg x 3.56 kg = 70 mL habis dalam 1 jam
II. Fase rehidrasi : koreksi deficit cairan dan pengeluaran natrium
dalam 48-72 jam.
Cairan maintenance selama 3 hari : 100 ML/kg/hari x 3.56 kg x 3 hari =
1.068 mL
 Cairan maintenance + deficit air bebas –hidrasi= 1068 mL + 860
mL – 70mL = 1.856 mL
 Jadi cairan yang diberikan selam a71 jam berikutnya adalah
1.856 mL/71 jam =36 mL/jam dalam dextrose 5%/0.45% normal
saline
2. Identifikasi penyebab dengan pemeriksaan tinja lengkap atau analisis
tinja
Unit Terkait Dokter anak dan perawat
HIPOTERMIA

No. Dokumen No. Revisi Halaman

YM.01.13/SPO.I.E.2/16.205/2015 0 1/1
RSK
LINDIMARA
WAINGAPU
SPO Tanggal Terbit : DITETAPKAN OLEH
DIREKTUR
PELAYANAN 11 Januari 2015
INTENSIF
NEONATUS
Dr. Alhairani K.L. Manu Mesa
Pengertian Suatu keadaan dimana suhu tubuh < 36.5C (diukur suhu axilla)
Tujuan Mengenal, mengidentifikasi dan tata laksana hipotermi pada neonatus
Kebijakan 1. Identifikasi bayi berisiko mengalami hipotermi
2. Tata laksana yang tepat kasus hipotermi pada neonatus
Prosedur Pencegahan dan penanganan
1. Bayi baru lahir segera dikeringkan dan diselimuti pakai selimut
hangat
2. Pemeriksaan bayi dilakukan dibawah radiant heater.
3. Penggunaan tutup kepala/topi
4. Menghangatkan bayi (rewarming)
- Suhu inkubator dinaikkan I C, setiap jam ( kecuali pada
bayi BBL < 1200 gr atau usia gestasi < 28 minggu atau
suhu tubuh < 32C suhu dinaikkan dengan kecepatan ≤
0.5 C/jam).
Terapi suportif (oksigen, nutrisi dan electrolit)
Antibiotika (ampisilin + gentamisin)  dihentikan sampai hasil kultur
darah negatif/tidak terbukti sepsis)
Unit Terkait Dokter anak dan perawat
PENANGANAN BAYI BARU LAHIR
DARI IBU TERINFEKSI HIV

No. Dokumen No. Revisi Halaman


RSK
LINDIMARA YM.01.13/SPO.I.E2/16.211/2015 0 1/2
WAINGAPU
SPO Tanggal Terbit : DITETAPKAN OLEH
PELAYANAN DIREKTUR
INTENSIF 11 Januari 2015
NEONATUS

Dr. Alhairani K.L. Manu Mesa


Pengertian Bayi baru lahir dengan ibu terbukti terinfeksi HIV
Tujuan Mengenal, mengidentifikasi dan tata laksana HIV pada neonatus
Kebijakan 1. Identifikasi bayi berisiko HIV.
2. Tata laksana yang tepat kasus HIV pada neonatus.
Prosedur 1. Di kamar bersalin
- Bayi sebaiknya dilahirkan dengan cara bedah kaisar.
- Pertolongan persalinan menggunakan sesedikit mungkin
prosedur invasif.
- Segera bersihkan bayi dengan mematuhi kewaspdaan universal
(universal precaution).
- Pilihan nutrisi bayi dilakukan berdasarkan konseling saat
antenatal care.
2. Pemberian ARV profilaksis untuk bayi
- Pemberian ARV provilaksis untuk bayi adalah pemberian
zidovudin selama 4 minggu (enam minggu untuk bayi
prematur) dan nevirapin dosis tinggal.
Dosis ARV profilaksis untuk bayi
Obat Dosis
Zidovudin
Bayi dengan usia 2 mg/kg berat badan/kali, setiap 6 jam,
gestasi >35 diberikan setelah lahir (6-12 jam setelah
minggu kelahiran).
Bayi dengan usia 2 mg/kg berat badan/kali, setiap 12 jam
gestasi 30-35 ( 2 minggu pertama), kemudian setiap 8
minggu jam (setelah usia 2 minggu)
Bayi dengan usia 2 mg/kg berat badan/kali, setiap 12 jam
gestasi < 30 ( 4 minggu pertama), kemudian setiap 8
minggu jam (setelah usia 4 minggu)
Nevirapin 2 mg/kg berat badan, diberikan dosis
tunggal, dalam 72 jam pertama setelah
kelahiran.

3. Pemilihan nutrisi
- Konseling pemilihan nutrisi sudah harus dilakukan sejak pada
masa antenatal care
- Pilihan susu formula akan menghindarkan bayi terhadap risiko
transmisi HIV melalui ASI.
PENANGANAN BAYI BARU LAHIR
DARI IBU TERINFEKSI HIV

RSK
LINDIMARA
WAINGAPU
SPO No. Dokumen No. Revisi Halaman
PELAYANAN
INTENSIF YM.01.13/SPO.I.E2/16.211/2015 00 2/2
NEONATUS
Prosedur - Perlu diperhatikan apakah pemberian susu formula
tersebut memenuhi persyaratan AFASS (acceptable/dapat
diterima, feasible/layak, affordable/terjangkau,
sustainable/berkelanjutan, dan safe/aman)
4. Pemberian imunisasi
- Pemberian imunisasi dapat diberikan sesuai jadwal dengan
pengecualian untuk BCG
- Imunisasi BCG dapat diberikan apabila diagnosis HIV
telah ditentukan.
5. Pemberian profilaksis
6. Pencegahan infeksi oporrtunistik dapat dilakukan dengan
pemberian kotrimoksazol untuk semua bayi yang lahir dari ibu
HIV positif yang dimulai pada usia 4-6 minggu sampai diagnosis
HIV telah disingkirkan.
7. Pemantauan tumbuh kembang
Pemantauan tumbuh kembang dilakukan pada setiap kunjungan
seperti kunjungan bayi sehat lainnya.
8. Penentuan status HIV bayi
 Penentuan status dilakukan dengan pemeriksaan :
- PCR RNA HIV pertama pada usia 4-6 minggu
- PCR RNA HIV kedua pada usia 4-6 bulan
- Pemeriksaan antibodi HIV pada usia 18 bulan
- Pemeriksaan antibodi HIV tidak dapat digunakan sebagai
perasat diagnosis pada anak berusia kurang dari 18 bulan
 Apabila hasil PCR RNA HIV positif maka harus dilakukan
pemeriksaan PCR RNA HIV kedua untuk konfirmasi. Bila
hasil PCR RNA HIV kedua positif maka anak akan ditata
laksana sesuai dengan tata laksana anak dengan infeksi HIV
Unit Terkait Sub divisi alergi imunologi
TETANUS NENATORUM

No. Dokumen No. Revisi Halaman

RSK YM.01.13/SPO.I.E2/16.210/2015 0 1/2


LINDIMARA
WAINGAPU
SPO Tanggal Terbit : DITETAPKAN OLEH
PELAYANAN DIREKTUR
INTENSIF 11 Januari 2015
NEONATUS

Dr. Alhairani K.L. Manu Mesa


Pengertian Adalah penyakit dengan tanda utama kekakuan otot (spasme) tanpa disertai
gangguan kesadaran yang disebabkan oleh clostridium tetanus yang terjadi pada
neonatus (0-28 hari)
Tujuan 1. Untuk mengenal secara dini tetanus neonatorum
2. Penatalaksanaan secara tepat tetanus neonatorum

Kebijakan 1. Mencegah terjadinya tetanus neonatorum dengan melakukan persalinan


3 bersih yaitu : bersih tempat bersalin, bersih penolong, dan bersih alat
pemotong tali pusat
2. Tata laksana yang tepat pada tetanus neonatorum
Prosedur Medikamentosa
1. Pasang jalur IV dan beri cairan dengan dosis rumatan
2. Berikan diazepam 10mg/kg/hari secara IV dalam 24 jam atau dengan
bolus IV setiap 3-6 jam (dengan dosis 0,1-0,2 mg/kg perkali
pemberian), maksimum 40 mg/kg/hari.
- Bila jalur IV tidak terpasang, pasang pipa lambung dan berikan
diazepam melalui pipa atau melalui rektum (dosis sama dengan
IV).
- Bila perlu, beri tambahan dosis 10 mg/kg tiap 6 jam
- Bila frekuensi napas kurang dari 30 kali/menit dan tidak
tersedia fasilitas tunjangan napas dengan ventilator, obat
dihentikan meskipun bayi masih mengalami spasme.
- Bila bayi mengalami henti napas selam spasme atau sianosis
sentral setelah spasme, berikan oksigen dengan kecepatan aliran
sedang, bila belum bernapas lakukan resusitasi, bila tidak
berhasil dirujuk ke rumah sakit yang mempunyai fasilitas NICU
- Setelah 5-7 hari, dosis diazepam dapat dikurangi secara
bertahap 5-10 mg/hari dan diberikan melalui rute orogastrik.
- Pada kondisi tertentu, mungkin diperlukan vencuronium dengan
ventilasi mekanik untuk mengontrol spasme
TETANUS NENATORUM

RSK
LINDIMARA
WAINGAPU
SPO No. Dokumen No. Revisi Halaman
PELAYANAN
INTENSIF YM.01.13/SPO.I.E2/16.210/2015 00 2/2
NEONATUS
Prosedur 3. Berikan bayi :
- Human tetanus immunoglobulin 500 U IM atau anti toksin
tetanus (equine serum) 5000 U IM. Pada pemberian
antitoksin tetanus, sebelumnya dilakukan tes kulit tetanus
toksoid 0,5 mL IM pada tempat yang berbeda dengan
pemberian antitoksin. Pada hari yang sama (di literatur,
imunisasi aktif dengan tetanus toksoid mungkin perlu
ditunda hingga 4-6 minggu setelah pemberian tetanus
imunoglobulin)
Lini I : Metronidazol 30 mg/kg/hari dengan interval
setiap enam jam (oral/parenteral) selam 7-10 hari atau
lini 2 : pinisilin procain 100.000 U/kg IV dosis tunggal
selam 7-10 hari. Jika hipersensitif terhadap penisilin,
berikan tetrasiklin50 mg/kg/hr (untk anak > 8 th). Jika
terdapat sepsis /brokopneuminia, berikan antibiotik
yang sesuai.
- Bila terjadi kemerahan dan/atau pembengkakan pada kulit
sekitar pangkal tali pusat, atau keluar nanah dari
permukaan tali pusat, atau bau busuk dari area tali pusat,
berikan pengobatan untuk infeksi lokal tali pusat.
4. Berikan ibunya imunisasi tetanus toksoid 0,5 mL (untuk
melindungi ibu dan bayi yang dikandung berikutnya) dan minta
datang kembali satu bulan kemudian untuk pemberian dosis
kedua.
Suportif
- Bila terjadi kekauan atau spastisitas yang menetap, terapi
suportif berupa fisioterapi.
Lain-lain (rujukan subspesialis, rujukan spesialisasi lainnya,dll)
1. Bila terjadi spasme berulang dan atau gagal naps dirujuk ke
rumah sakit yang mempunyai fasilitas NICU.
2. Bila diperlukan konsultasi ke Divisi Neorologi Anak dan bagian
Rehabilitasi Medik
Unit Terkait Dokter anak dan perawat
PNEUMONIA NEONATAL

No. Dokumen No. Revisi Halaman

YM.01.13/SPO.I.E.2/16.212/2015 0 1/1
RSK
LINDIMARA
WAINGAPU
SPO Tanggal Terbit : DITETAPKAN OLEH
DIREKTUR
PELAYANAN 11 Januari 2015
INTENSIF
NEONATUS
Dr. Alhairani K.L. Manu Mesa
Pengertian Suatu infeksi paru yang terjadi perinatal / pasca natal, dikelompokkan
menjadi :
1. Kongenital pnemonia
2. Post amnionitis pnemonia.
3. Transnatal pnemonia
4. Nosokomial pnemonia
Tujuan Mengenal, mengidentifikasi dan tata laksana pneumonia pada neonatus
Kebijakan 1. Identifikasi bayi berisiko mengalami pneumonia
2. Tata laksana yang tepat kasus pneumonia pada neonatus
Prosedur 1. Terapi kausal
2. Antibiotika
Sebelum hasil kultur ada : Ampisilin + Gentamisin  di stop
sampai terbukti tidak ada infeksi berdasarkan kultur darah.
- Ampisilin :
Umur 0-7 hari : 100 mg/kgBB/ hari, IV, IM dibagi 2 dosis.
Umur > 7 hari : 100 mg/kgBB/hari, IV, IM dibagi 3-4
dosis.
- Gentamisin :
Dosis 2,5 mg/kgBB/dosis, IV, IM, diberikan:
< 7 hari:
Umur kehamilan <28 minggu diberikan setiap 36 jam.
Umur kehamilan 28-32 minggu diberikan setiap 24 jam.
Umur >32 minggu diberikan setiap 12 jam.
Cukup bulan diberikan setiap 8 jam.
Setelah ada kultur sesuaikan dengan resistensi dan
sensitivitasnya.
3. Terapi suportif (oksigen, nutrisi dan elektrolit)
Unit Terkait Dokter anak dan perawat
GAGAL NAPAS

No. Dokumen No. Revisi Halaman

YM.01.13/SPO.I.E.2/16.214/2015 0 1/1
RSK
LINDIMARA
WAINGAPU
SPO Tanggal Terbit : DITETAPKAN OLEH
DIREKTUR
PELAYANAN 11 Januari 2015
INTENSIF
NEONATUS
Dr. Alhairani K.L. Manu Mesa
Pengertian Ketidakmampuan untuk memelihara pertukaran gas untuk memenuhi
kebutuhan tubuh sehingga dapat mengakibatkan hipoksemia dan atau
hiperkarbia, secara klinis ditandai dengan nilai downes score ≥ 6 atau dari
hasil AGD didapatkan PaCO2 > 50 mmHg, PaO2 < 60 mmHg, atau
Saturasi oksigen arteria < 90%
Tujuan 1. Mencegah terjadinya multiple organ disfunction syndrom
2. Mencegah terjadinya syok septik
3. Mencegah terjadinya sepsis berat
Kebijakan Menyediakan fasilitas NICU level III (ventilator)
Prosedur 1. Menjaga airway, breathing dan sirkulasi adekuat
2. Mencegah hypotermi, hipoglikemi, inbalance elektrolit, asidosis
metabolik
3. Pemasangan ventilator dengan setting awal:
FiO2 + 100% ; PIP = 15 ; PEEP = 5 ; RR = 60 ; Flow = 10 ; I : E =
1:1
4. Terapi sesuai dengan penyakit dasarnya, misal : RDS dengan
surfaktan, terapi gagal jantung, antibiotik pada curiga sepsis
5. Pemeriksaan thorak foto dan AGD ulang setelah 1 jam
pemasangan ventilator
6. Setting ventilator disesuaikan dengan hasil AGD tersebut
Unit Terkait Dokter anak dan perawat
PENYAKIT MEMBRAN HIALIN (PMH)

No. Dokumen No. Revisi Halaman

RSK YM.01.13/SPO.I.E2/16.207/2015 0 1/2


LINDIMARA
WAINGAPU
SPO Tanggal Terbit : DITETAPKAN OLEH
PELAYANAN DIREKTUR
INTENSIF 11 Januari 2015
NEONATUS

Dr. Alhairani K.L. Manu Mesa


Pengertian Suatu penyakit distres pernapasan yang biasanya terjadi pada bayi kurang bulan
yang terjadi segera atau beberapa saat setelah lahir yang menetap atau yang
menjadi progresif dalam 49-96 jam pertama kehidupan.
Tujuan Tata laksana yang tepat pada bayi dengan PMH
Kebijakan 1. Mengenal dan mengidentifikasi bayi yang berisiko mengalami PMH.
2. Tata laksana PMH baik di kamar bersalin maupun diruang perawatan
intensif (NICU)
Prosedur 1. Terapi kausal dengan surfaktan
Dosis yang direkomendasikan untuk penggunaan surfaktan eksogen
Produk Dosis Dosis tambahan
Calfactant 3 mL/kg BB Mungkin dapat diulang
lahUGDiberikan dalam setiap 12 jam sampai
2 aliquot dosis 3 kali berturut-
turut dengan interval 12
jam bila ada indikasi
Beractant 4 mL/kg BB lahir Mungkin dapat diulang
diberikan dalam4 dosis minimal setelah 6 jam,
sampai jumlah total 4
dosis dalam waktu 48
jam setelah lahir
Colfosceril 5 mL/kg BB lahir Mungkin dapat diulang
diberikan dalam waktu setelah 12 jam dan 24
4 menit jam bila ada indikasi
Porcine 2.5 mL/kg BB lahir Dua dosis berurutan
diberikan dalam 2 1.25 mL/kg, dosis
aliquots diberikan dengan
interval 12 jam bila ada
indikasi

2. Antibiotika : ampisilin + gentamisin  di stop sampai terbukti tidak


ada infeksi berdasarkan kultur darah.
Ampisilin :
Umur 0-7 hari : 100 mg/kgBB/hari, IV, IM dibagi 2 dosis
Umur >7 hari : 100 mg/kgBB/hari, IV, IM dibagi 3-4 dosis.
Gentamisin :
Dosis 2,5 mg/kgBB/dosis, IV, IM diberikan :
<7 hari :
Umur kehamilan < 28 minggu  diberikan setiap 36 jam
Umur kehamilan 28-32 minggu  diberikan setiap 24 jam
Umur >32 minggu  diberikan setiap 18 jam
PENYAKIT MEMBRAN HIALIN (PMH)

RSK
LINDIMARA
WAINGAPU
SPO No. Dokumen No. Revisi Halaman
PELAYANAN
INTENSIF YM.01.13/SPO.I.E2/16.207/2015 00 2/2
NEONATUS
Prosedur Umur > 7 hari
Umur kehamilan < 28 minggu,  diberikan setiap 24 jam
Umur 28 – 32 minggu  diberikan setiap 12 jam
Umur kehamilan > 32 minggu  diberikan setiap 12 jam
Cukup bulan  diberikan setiap 8 jam
3. Terapi suportif (oksigen, lingkungan (suhu netral), nutrisi dan
elektrolit)

Evaluasi gawat napas dengan skor Downes


Pemeriksaan Skor
Frekuensi napas 0 1 2
Retraksi Tidak ada Ringan Berat
Sianosis Tidak ada Hilang dengan Menetap
O2 dengan O2
Air entry Udara masuk Penurunan Tidak ada udara
ringan udara masuk
masuk
Merintih Tidak ada Dapat didengar Dapat didengar
dengan tanpa alat bantu
stetoskop
Unit Terkait Dokter anak dan perawat
ANEMIA NEONATUS

No. Dokumen No. Revisi Halaman

RSK YM.01.13/SPO.I.E.2/16.213/2015 0 1/1


LINDIMARA
WAINGAPU
SPO Tanggal Terbit : DITETAPKAN OLEH
DIREKTUR
PELAYANAN 11 Januari 2015
INTENSIF
NEONATUS
Dr. Alhairani K.L. Manu Mesa
Pengertian Keadaan konsentrasi hemoglobin di bawah rentang normal yang sesuai dengan
umur dan jenis kelamin
Tujuan Mengenal,mengidentifikasi dan tata laksana anemia pada neonatus
Kebijakan 1. Identifikasi bayi berisiko mengalami anemia
2. Tatalaksana yang tepat kasus anemia pada neonatus
Prosedur 1. Terapi suportif
2. Terapi kausal
- Hematokrit ≤ 0.20 (≤ 20%) atau hemoglobin ≤ 7 g/dL (≤ 4,34
mmo/L) dan hitung retikulosit < 4% ( atau hitung retikulosit
absolut < 100.000/mol).
- Hematokrit ≤ 0,25 (≤25%) atau hemoglobin ≤ 8 g/dL (≤ 4,96
mmol/L) dan diikuti dengan salah satu keadaan sebagai berikut
:
 Apneu atau bradikardi ≥ 10 kali dalam 24 jam atau ≥ 2 kali
dengan sungkup.
 Takikardi > 180 kali/menit atau takipnu > 80 kali/menit
yang menetap, minimal dalam 24 jam dengan 3 kali
pengukuran.
 Peningkatan berat badan yang kurang adekuat selama 4 hari
(≤ 10 gram/hari atau ≥ 420 kj/kg per hari)
 Sindrome gawat nafas sedang dengan nasal kanul 1/8 -1/4
liter/menit atau Intermitten Mandatory Ventilation (IMV)
atau NCPAP dengan Paw < 6 cm H2O
3. Hematokrit ≤ 0,30 (≤30%) atau hemoglobin ≤ 10 gram/dL (≤ 6,2
mmol/L) dengan sindrom gawat nafas sedang + FiO2 > 35 atau nasal
kamul O2 atau IMV dengan Paw 6-8 cm H2O
4. Hematokrit ≤ 0,35 ( ≤35%) atau hemoglobin ≤ 12 g/dL (≤ 7,44
mmo1/Ldengan sindrom gawat napas berat yang membutuhkan
ventilator dan Paw > 8 cm H2O dan FiO2 > 0,5 atau penyakit jantung
konginetal berat yang berhubungan dengan sianosis atau gagal jantung.
5. Kehilangan darah akut disertai dengan syok : penggantian darah untuk
menjaga keadekuatan volume darah dan hematokrit mencapai 0,40
(40%).
6. Tidak diindikasikan melakukan transfusi hanya untuk mengganti darah
dari hasil laboratorium atau rendahnya hematokrit tanpa menemui salah
satu kriteria di atas.
Unit Terkait Sub divisi hematologi, PMI

HIPOGLIKEMIA
No. Dokumen No. Revisi Halaman

RSK YM.01.13/SPO.I.E2/16.195/2015 00 1/2


LINDIMARA
WAINGAPU
SPO Tanggal Terbit : DITETAPKAN OLEH
PELAYANAN DIREKTUR
INTENSIF 11 Januari 2015
NEONATUS

Dr. Alhairani K.L. Manu Mesa


Pengertian Hipoglikimia adalah kondisi bayi dengan kadar glukosa darah <45 mg/dL (2,6
mmol/L) baik yang memberikan gejala maupu tidak. Keadaan hipoglikemia
dapat sangat berbahaya terutama bila kadar glukosa < 25 mg/dL ( 1,4 mmol/L)
Tujuan 1. Mengenali hipoglikemia sebagai salah satuindikator yang penting untuk
stres dan penyakit pada neonatus
2. Menangani kasu hipoglikemi pada neonatus
Kebijakan Mengidentifikasi neonatus yang berisiko mengalami hipoglikemia seperti :
1. Bayi kurang bulan
2. Bayi KMK
3. Bayi dari ibu DM
4. Bayi BMK
5. Bayi sakit
Prosedur Tata laksana
1. Periksa kadar glukosa darah dalm usia 1-2 jam untuk bayi yang
mempunyai faktor risiko hipoglikemia dan pemberian minum diberikan
setiap 2-3 jam.
2. Pemberian ASI. Apabila bayi dengan ASI memiliki kadar glukosa
rendah tetapi kadar benda keton tinggi, sebaiknya dapat dikombinasi
dengan susu formula
3. Tata laksana hipoglikemia dapat diberikan sesuai dengan algoritma
berikut :
 Hitung Glucose Infusion Rate (GIR) :
6-8 mg/kgBB/menit untuk mencapai gula darah maksimal,
dapat dinaikkan 2 mg/kgBB/menit sampai maksimal 10-12
mg/kgBB/menit
 Bila dibutuhkan >12 mg/kgBB/menit, pertimbangan obat-
obatan : glukason, kortikosteroid, diazoxide dan konsultasi ke
bagian pengobatan : glukason, kortikosteroid, diazoxide dan
konsultasi ke bagian endokrin anak.
 Bila ditemukan hasil GD 36< 47 mg/dL 2 kali berturut-turut
berikan infus dekstrosa 10%, sebagai tambahan asupan per oral
 Bila 2 x pemeriksaan berturut-turut GD >47 mg/dL setelah 24
jam terapi infus glukosa
 Infus dapat diturunkan bertahap 2 mg/kg/menit setiap 6 jam
periksa GD setiap 6 jam
 Asupan per oral ditingkatkan
HIPOGLIKEMIA

RSK
LINDIMARA
WAINGAPU
SPO No. Dokumen No. Revisi Halaman
PELAYANAN
INTENSIF YM.01.13/SPO.I.E2/16.195/2015 00 2/2
NEONATUS
Prosedur Terapi Darurat
- Pemberian Segera Bolus Dekstrosa 10% = 2 Cc/Kg Dan Diberikan
Melalui IV Selam 5 Menit Dan Diulang Sesuai Keperluan
Terapi Lanjutan
- Infus Glukosa 6-8 Mg/Kg/Menit
- Kecepatan Infus Glukosa (GIR) Dihitung Menurut Formula Berikut:
GIR (Mg/Kg/Min) = Kecepatan cairan (ml/kg/hari) x konsentrasi
Dextrose (%)
6 x BB
- Periksa ulang kadar glukosa setelah 20-30 menit dan setiap jam
sampai stabil.
- Ketika pemberian minum telah dapat ditoleransi dan nilai pemantauan
glukosa bed side sudah normal maka infus dapat diturunkan secara
bertahap. Tindakan ini mungkin memerlukan waktu 24-48 jam atau
lebih untuk menghindari kambuhnya hipoglikemia.
GD < 45 MG/DL

GD≥ 25 mpdL GD > 25 - < 45 mg/dL


hipoglikemia berat hipoglikemia ringan/sedang

Hopoglikemia berat

- Koreksi secara IV bonus dekstrosa 10% 2 cc/kgBB Nutrisi oral atau enteral segera : ASI atau
- IVFD Dekstrosa 10% minimal 60 mL kg/hari (hari pertama) PASI maks 100 ml/kg/hari (hari pertama)
dengan GIR 6-8 mg/kg/mnt bila tidak ada kontra indikasi oral
- Oral tetepdiberikan bila tidak ada kontra indikasi

GD ulang 1 jam
GD ulang 30 menit – 1jam

GD < 45 mg/dL GD < 45 mg/dL GD 36 - < 45 mg/dL

Oaral : ASI atau PASI yang dilakukan


Dekstrosa ↑ cara : dengan dekstrosa 5%

- Volume ↑ sampai maks 100


mL/kg/hari (hari pertama GD ulang 1 jam
atau
- Konsentrasi ↑vena perifer
maka 12,5% umbilikal dapat
mencapai 25% GD > 36 - < 45 mg/dL

GD ≥ 45 mg/dL

Ulang GD tiap 2-4 jam, 15 menit sebelum jadwal umum berikut , sampai 2x berturut-turut

Unit Terkait Sub divisi endokrin


BBLR
(BAYI BERAT LAHIR RENDAH)

No. Dokumen No. Revisi Halaman


RSK
LINDIMARA YM.01.13/SPO.I.E2/16.197/2015 00 1/3
WAINGAPU
SPO Tanggal Terbit : DITETAPKAN OLEH
PELAYANAN DIREKTUR
INTENSIF 11 Januari 2015
NEONATUS

Dr. Alhairani K.L. Manu Mesa


Pengertian Bayi berat lahir rendah (BBLR) adalah bayi dengan berat lahir kurang dari 2500
gram tanpa memandang usia gestasi. Berat lahir adalah berat bayi yang
ditimbang dalam 1 jam setelah lahir. BBLR dapat terjadi padsa bayi kurang
bulan (<37 minggu) atau pada bayi cukup bulan ( intrauterine growth
restriction/IUGR).
Tujuan 1. Mengantisipasi dan menangani masalah selama persalinan dan
kelahiran BBLR
2. Mengidentifikasi masalah BBLR
3. Tata laksana BBLR dan mengatasi komplikasinya
Kebijakan 1. Pemantauan persalinan BBLR
2. Perawatan BBLR dengan metode yang tepat
3. Memantau komplikasi
Prosedur 1. Tata laksana BBLR dengan metode yang tepat
2. Perawatan pasca persalinan meliputi:
1. Pemberian vitamin K1
- Injeksi 1 mg IM sekali pemberian ; atau
- Per oral 2 mg 3 kali pemberian (saat lahir; umnur 3-10 hari, dan
umur 4-6 minggu)
2. Mempertahankan suhu tubuh normal
- Gunakan salah satu cara menghangatkan dan mempertahankan
suhu tubuh bayi, seperti kontak kulit, kangaro mother care,
pemancar panas, inkubator, atau ruangan hangat yang tersedia
difasilitasi kesehatan setempat sesuai petunjuk.
- Jangan memandikan atau menyentuh bayi dengan tangan dingin
- Ukur suhu tubuh
3. Pemberian minum
- ASI merupakan pilihan utama
- Apabila bayi mendapat ASI, pastikan bayi menerima jumlah
yang cukup dengan cara apapun, perhatikan cara pemberian
ASI dan nilai kemampuan bayi menghisap paling kurang sehari
sekali
- Apabila bayi sudah tidak mendapat cairan IV dan beratnya naik
20 g/hari selama 3 hari berturut-turut, timbang bayi 2 kali
seminggu.
- Pemberian minum minimal 8x/hari. Apabila bayi masih
menginginkan dapat diberikan lagi (ad libitum)
BBLR
(BAYI BERAT LAHIR RENDAH)

RSK
LINDIMARA
WAINGAPU
SPO No. Dokumen No. Revisi Halaman
PELAYANAN
INTENSIF YM.01.13/SPO.I.E2/16.197/2015 00 2/3
NEONATUS
Prosedur - Indikasi nutrisi parenteral yaitu status kardiovaskuler dan
respirasi yang tidak stabil, fungsi usus belum
berfungsi/terdapat anomali mayor saluran cerna, NEC,
IUGR berat, dan berat lahir < 1000 g.
- Pada bayi sakit, pemberian minum tidak perlu dengan
segera ditingkatkan selam atidak ditemukan tanda
dehidrasi dan kadar natrium serta glukosa normal
Panduan pemberian minum berdasarkan BB:
Berat lahir < 1000 g
- Minum melalui pipa lambung Pemberian minum awal : ≤
10 mL/kg/hari
- Asi perah/term formula half-strength preterm formula
- Selanjutnya minum ditingkatkan jika pemberian toleransi
yang baik : tambahan 0.5-1 mL, interval 1 jam, setiap ≥ 24
jam
- Setelah 2 minggu : Asi perah + HMF (Human Milk
Fortifier)/full-strength preterm formula sampai berat
badan mencapai 2000 g.
Berat lahir 1000-1500 g
- Pemberian minum melalui pipa lambung (gavage feeding)
- Pemberian minum awal : ≤ 10 mL/kg/hari
- Ais perah/term formula half-strength preterm formula
- Selanjutnya minum diangkat jika memberikan toleransi
yang baik : tambahan 1-2 ml, intervena 2 jam,setiap ≥ 24
jam
- Setelah 2 minggu : asi perah + HMF ( human milk
fortifier)/full-strength preterm formula sampai berat badan
mencapai 2000 g
Berat lahir 1500-2000 g
- Pemberian minum melalui pipa lambung (gavage feeding)
- Pemberian minum awal : ≤ 10 ml/kg/hari
- ASI PERAH/term formula/half-strength preterm formula
BBLR
(BAYI BERAT LAHIR RENDAH)

RSK
LINDIMARA
WAINGAPU
SPO No. Dokumen No. Revisi Halaman
PELAYANAN
INTENSIF YM.01.13/SPO.I.E2/16.197/2015 00 2/3
NEONATUS
Prosedur - Selanjutnya minum ditingkatkan jika memberikan
toleransi yang baik : tambahan 2-4 ml, interval 3 jam,
setiap ≥ 12-24 jam
- Setelah 2 minggu : ASI PERAH + HMF/ full-strength
preterm formula sampai berat badan mencapai 2000 g.
Berat lahir 2000-2500 g
- Apabila mampu sebaiknya diberikan minum per oral
- ASI PERAH /term formula

Unit terkait Dokter anak dan perawat


SEPSIS NEONATAL

No. Dokumen No. Revisi Halaman

RSK YM.01.13/SPO.I.E2/16.191/2015 00 1/5


LINDIMARA
WAINGAPU
SPO Tanggal Terbit : DITETAPKAN OLEH
PELAYANAN DIREKTUR
INTENSIF 11 Januari 2015
NEONATUS

Dr. Alhairani K.L. Manu Mesa


Pengertian Sepsis neonatal merupakan sindrom klinis penyakit sistemik akibat infeksi yang
terjadi dalam satu bulan pertama kehidupan. Bakteri, virus, jamur dan protosoa
dapat menyebabkan sepsis pada neonatus.
Sepsis dibedakan menjadi :
- Early onset sepsis (EOS), timbul dalam 3 hari pertama berupa
gangguan multisistem dengan gejala pernapasan yang
menonjol;
- Ditandai dengan awitan tiba-tiba dan cepat berkembang
menjadi syok sepstik dengan mortalitas tinggi.
- Late onset sepsis (LOS), timbul setelah umur 3 hari, lebih
sering diatas 1 minggu. Pada sepsis awitan lambat, biasanya
ditemukan fokus infeksi dan disertai dengan meningitis.
- Sepsis nosokomial, ditemukan pada bayi risiko tinggi yang
dirawat, berhubungan dengan monitor invasif dan berbagai
teknik yang digunakan diruang rawat intensif.
Tujuan 1. Memahami sepsis neonatorum  penyebab utama kesakitan dan
kematian bayi di indonesia.
2. Tata laksana yang tepat pada sepsis neonatorum
Kebijakan 1. Mengenali bayi yang memiliki risiko lebih besar terkena sepsis
2. Anamnesis  identifikasi faktor resiko dan gejala sepsis
3. Pemeriksaan fisik  mengenali berbagai tanda sepsis
4. Menduga bakteri patogen penyebab sepsis
5. Menggunakan uji laboratorium yang tepat  diagnosis sepsis,
memanfaatkan pemeriksaan kultur  identifikasi organisme yang
dicurigai
6. Memutuskan perawatan spesifik yang sesuai dan mendukung.
Prosedur Kecurigaan besar sepsis
1. Antibiotik
Antibiotik awal diberikan ampisilin dan gentamisin. Bila organisme
tidak dapat ditemukan dan bayi tetap menunjukan tanda infeksi sesudah
48 jam, ganti ampisilin dan beri ceftazidime, sedangkan gentamisin
tetap dilanjutkan. Pada sepsis nosokomial, pemberian anti biotik
disesuaikan denga pola kuman setempat. Jika disertai dengan
menginitis, terapi antibiotik diberikan dengan dosis meningitis selama
14 hari untuk kuman Gram positif dan 21 hari untuk kuman Gram
negatif. Lanjutan terapi dilakukan berdasarkan hasil kultur dan
sensitifitas, gejala klinis, dan pemeriksaan laboratorium serial
SEPSIS NEONATAL

RSK
LINDIMARA
WAINGAPU
SPO No. Dokumen No. Revisi Halaman
PELAYANAN
INTENSIF YM.01.13/SPO.I.E2/16.191/2015 00 2/5
NEONATUS
Prosedur (misalnya CRP)
2. Respirasi
Menjaga potensi jalan napas dan pemberian oksigen untuk mencegah
hipoksia. Pada kasus tertentu mungkin dibutuhkan ventilator mekanik.
3. Kardio vaskuler
Pasang jalur IV dan beri cairan dengan dosis rumatan serta lakukan
pemantauan tekanan darah ( bila tersedia fasilitas ) dan perfusi jaringan
untuk mendeteksi dini adanya syok. Pada gangguan perfusi dapat
diberikan volume ekspander ( NaCI fisiologis, darah atau albumin,
tergantung kebutuhan) sebanyak 10 ml/kgBB dalam waktu setengah
jam, dapat diulang 1-2x. Janagan lupa untuk melakukan monitor
keseimbangan cairan. Pada beberapa keadaan mungkin diperlukan obat-
obat inotropik seperti dopamin atau dobutamin.
4. Hematologi
Transfusi komponen jika diperlukan, atasi kelainan yang mendasari.
5. Tunjangan nutrisi adekuat
6. Manajemen khusus
- Pengibatan terhadap tanda khusus lain atau penyakit penyerta
serta komplikasi yang terjadi (misal: kejang, ganguan
metabolik, hematologi, respirasi, gastroin testinal, kardio
respirasi, hiperbilirubin)
- Pada kasus tertentu dibutuhkan imunoterapi dengan pemberian
imunoglobulin, antibodimonoklonal atau tranfusi tukar (bila
fasilitas kemungkinan)
- Transfusi tukar diberikan jika tidak terdapat perbaikan klinis
dan laboratorium setelah pemberian antibiotik adekuat.
SEPSIS NEONATAL

RSK
LINDIMARA
WAINGAPU
SPO No. Dokumen No. Revisi Halaman
PELAYANAN
INTENSIF YM.01.13/SPO.I.E2/16.191/2015 00 2/5
NEONATUS
Prosedur Algoritme Sepsis Neonatorum
SEPSIS NEONATAL

RSK
LINDIMARA
WAINGAPU
SPO No. Dokumen No. Revisi Halaman
PELAYANAN
INTENSIF YM.01.13/SPO.I.E2/16.191/2015 00 2/5
NEONATUS
Prosedur Faktor resiko sepsis neonatorum
Faktor resiko mayor
Ketuban pecah > 24 jam
Ibu demam saat intrapartum suhu > 38C
Korioamnionitis
Denyut jantung janin menetap > 160x/menit
Ketuban berbau
Faktor resiko minor
Ketuban pecah >12 jam
Ibu demam saat intrapartum suhu > 37,5 C
Nilai apgar rendah ( menit ke -1 < 5, menit ke-5 < 7)
Bayi berat lahir sangat rendah ( BBLSR) < 1500 gram
Usia gestasi <37 minggu
Kehamilan ganda
Keputihan yang tidak diobati*
Infeksi saluran kemih (ISK)/tersangka ISK yang tidak diobati

Manifestasi klinis sepsis neonatorum


SSP Letargi, reflex hisap buruk, limp,
tidak dapat dibangunkan, poor or
high pitch cry, iritabel, kejang
Kardiovaskuler Pucat, sionosis, dingin, clummy
skin, denyut jantung ≥
180x/menit, waktu pengisian
kembali kapiler > 3 detik
Respiratorik Takipnu, apnu, merintih, retraksi,
desaturasi oksigen
Saluran pencernaan Muntah, diare, distensi abdomen
Hematologi Pendarahan, ikterus patologis
Kulit Ruam, purpora pustula, iritabilitas
suhu
Metabolik Intoleransi glukosa
SEPSIS NEONATAL

RSK
LINDIMARA
WAINGAPU
SPO No. Dokumen No. Revisi Halaman
PELAYANAN
INTENSIF YM.01.13/SPO.I.E2/16.191/2015 00 2/5
NEONATUS
Prosedur PERJALANAN PENYAKIT INFEKSI PADA NEONATUS
Bila ditemukan 2 atau lebih keadaan :  SIRS
Laju nafas > 60x/m dengan/tanpa retraksi dan
desatulasi O2
Suhu tubuh tidak stabil (<36C atau > 37,5C)
Waktu pengisiankapiler > 3 detik
Hitung leokosit < 4000x 109/Latau > 34000 x 109/L
CRP > 10 mg/dl
IL – 6 atau IL – 8 > 70pg/ml
16 S rRNA gene PCR : positif
Terdapat 1atau lebih kriteria SIRS disertai dengan  SEPSIS
gejala klinis infeksi
Sepsis disertai dipotenai dan disfungsi organ tunggal  SEPSIS BERAT
Sepsis berat disertai hipotenai dan kebutuhan  SYOK SEPTIK
resusitasi cairan dan obat-obat inotropik
Terdapat disfungsi multi organ meskipun telah  AINDROM DISFUNGSI
mendapatkan pengobatan optimal MULTI ORGAN
KEMATIAN

Unit Terkait Dokter anak dan perawat


INDIKASI PASIEN MASUK NICU

No. Dokumen No. Revisi Halaman

RSK YM.01.13/SPO.I.E.2/16.188/2015 0 1/1


LINDIMARA
WAINGAPU
SPO Tanggal Terbit : DITETAPKAN OLEH
DIREKTUR
PELAYANAN 11 Januari 2015
INTENSIF
NEONATUS
Dr. Alhairani K.L. Manu Mesa
Pengertian Prosedur habis pakai yang menyangkut kriteria pasien untuk masuk intensif
neonatus
Tujuan 1. Pasien terseleksi sesuai dengan indikasi
2. Meningkatkan harapan hidup pasien
3. Memberikan pelayanan yang bersifat intensif.
Kebijakan Pedoman pelayanan intensif neonatus RSK Lindimara
Prosedur 1. Penyakit-penyakit yang termasuk indikasi masuk intensif neonatus
antara lain :
a. Asfiksia berat
b. Inpending gagal nafas
c. Gagal nafas
d. Sepsis dan meningitis berat
e. NEC (necrotizius enterocolitis)
f. HDN (hemorragic deseases of the newborn) berat
g. Gagal jantung
h. Kelainan kongenital berat
i. Inbalance elektrolit persistent
j. Hipoglikemia persistent
k. Hiperglikemia persisten
l. Thermoregulation neonatal temperature failure
m. Hiperbilirubinemia dengan indikasi transfusi tukar
n. BBLL ≥ 1800 dengan indikasi surfactant
o. Kejang neonatal
p. Apnea berulang
q. Apnea of prematurity
r. Post oprasi
s. Syok neonatus
t. Ekstrem LBW (low birth weight) < 1000 gram
u. HIE (hipoxic ischemic encephalopati)
v. ICB (intra cranial bleeding)
w. Neonatus dengan diare dehindrasi berat
2. Pasien sakit kritis, tidak stabil memerlukan penanganan intensif dengan
bantuan alat-alat ventilasi, monitoring dan obat-obatan vasoaktif
kontinyu dan lain-lain.
3. Pasien yang memerlukan pelayanan dan pemantauan canggih dari
intensif invasif dan non invasif sehingga komplikasi berat dapat
dihindarkan atau dikurangi.
Unit Terkait Dokter anak dan perawat
INDIKASI PASIEN KELUAR NICU

No. Dokumen No. Revisi Halaman

RSK YM.01.13/SPO.I.E.2/16.189/2015 0 1/1


LINDIMARA
WAINGAPU
SPO Tanggal Terbit : DITETAPKAN OLEH
DIREKTUR
PELAYANAN 11 Januari 2015
INTENSIF
NEONATUS
Dr. Alhairani K.L. Manu Mesa
Pengertian Kriteria pasien yang tidak memerlukan perawatan intensif
Tujuan 1. Pasien dapat dipindahkan apabila tidak membutuhkan lagi perawatan
intensif
2. Pasien dapat dipindahkan apabila hasil pemantaun intensif selanjutnya
tidak diperlukan lagi
Kebijakan Pedoman pelayanan intensif neonatus RSK Lindimara
Prosedur 1. Dokter spesialis/dokter jaga di NICU mengevaluasi perkembangan
pasien.
2. Kriteria pasien boleh pindah dari NICU antara lain :
 Kondisi pasien membaik,
 Kardio vaskuler stabil,
 Semua hasil lab normal,
 Hasil rotgent normal (tidak bermasalah)
 Pasien tidak terpasang alat-alat habis pakai
3. Dokter spesialis memutuskan pasien boleh pindah.
4. Dokter jaga/petugas meberi KIE tentang kondisi pasien kepada orang
tuanya serta tercatat dibuku KIE.
5. Mencatat laporan dilembar observasi baik dokter/petugas diruang
NICU.
6. Dokter jaga/petugas mencatat resume perpindahan
Unit Terkait Dokter anak dan perawat
ENTEROKOLITIS NEKROTIKANS NEONATAL
No. Dokumen No. Revisi Halaman

YM.01.13/SPO.I.E.2/16.189/2015 0 ½
RSK
LINDIMARA
WAINGAPU
SPO Tanggal Terbit : DITETAPKAN OLEH
DIREKTUR
PELAYANAN 11 Januari 2015
INTENSIF
NEONATUS
Dr. Alhairani K.L. Manu Mesa
Pengertian Enterokolitis Nekrotikans ( EKN ) neonatal merupakan penyakit kerusakan usus
yang berat terutama pada usus yang imatur yang disebabkan oleh kerusakan
vascular, kerusakan mukosa usus dan kelainan metabolik, serta terjadi ischemia,
inflamasi dan nekrosis pada usus.
Tujuan 1. Mencegah terjadinya perfusi spontan usus
2. Mengidentifikasikan dan penanganan Enterokolitis Nekrotikans pada
Neonatus
Kebijakan 1. Identifikasi bayi beresiko mengalami EKN
2. Tata laksana yang tepat kasus EKN pada neonatus
Prosedur 1. Puasaa sesuai dengan klinis dan stadium EKN, Total Parental Nutrition
untuk memenuhi kebutuhan nutrisi basal. ( Lihat tabel modifikasi
kriteria Bell )
2. NGT untuk dikompresi
3. Monitoring tanda vital dan lingkaran abdomen
4. Mengganti kateter umbilical dengan pemasangan infuse line perifer atau
sentral
5. Antibiotika umumnya diberikan sampai 14 hari, dimulai dengan
ampicilin dan gentamysin. Dipertimbangkan pemberian vancomysin
bila disebabkan oleh staphylokokos. Ditambahkan antibiotik yang
mengkover bakteri anaerob yaitu metronidazol atau clindarnysin bila
diduga terdapat peritonitis. ( Lihat tabel modifikasi kriteria Bell )
6. Monitoring pendarahan gastrointestinal
7. Monitoring ketat cairan masuk dan cairan keluar pemantauan produksi
urine 1-3ml/kg BB/Jam
8. Monitoring imbalans elektrolit
9. Septic work up sesuai indikasi
10. Evaluai ulang radiologi abdomen X-Ray dilakukan sesuai stadium
11. Pada stadium 2/3 dilakukan konsul bedah anak atau bila ada tanda-tanda
perforasi usus
12. Dukungan alat respirator ( ventilator/CPAP/o2 headbox ) bila diperlukan
ENTEROKOLITIS NEKROTIKANS NEONATAL
No. Dokumen No. Revisi Halaman

YM.01.13/SPO.I.E.2/16.189/2015 0 ½
RSK
LINDIMARA
WAINGAPU
Prosedur 13. Dopamin drip dosis rendah ( 2-4 mg/kg BB/menit ) untuk meningkatkan
aliran darah ke intestinal dan perfusi ginjal
14. Monitoring DIC, terutama pada stadium dua atau tiga
15. Siapkan transfusi darah sesuai indikasi
Prosedur Modifikasi Kriteria Stadium Bell
Stadium Tanda Tanda Tanda Pengobatan
sitemik intestinal radiologik
LA- Dicurigai Suhu tidak stabil. Residu sebelum di Normal atau Tidak ada yang
EKN Apnea. Bradikardi selang meningkat. pelebaran diberikan lewat
Letarga Distensi abdomen intestinal. Ileus mulut. Antibiotic
ringan. ringan untuk 3 hari.kultur
Pemeriksaan tinja ditunda
secara gualac
positif
IB- Dicurugai Suhu tidak stabil. Darah merah Normal atau Tidak ada yang
EKN Apnea. Bradikardi segar dari rectum pelebaran diberikan lewat
Letarga intestinal. Ileus mulut. Antibiotic
ringan untuk 3 hari.kultur
ditunda
SAM
(SINDROM ASPIRASI MEKONIUM)
No. Dokumen No. Revisi Halaman

RSK YM.01.13/SPO.I.E.2/16.189/2015 0 ½
LINDIMARA
WAINGAPU
SPO Tanggal Terbit : DITETAPKAN OLEH
DIREKTUR
PELAYANAN 11 Januari 2015
INTENSIF
NEONATUS
Dr. Alhairani K.L. Manu Mesa
Pengertian Gawat nafas yang bersifat sekunder akibat aspirasi mekonium oleh fetus dalam
uterus atau oleh neonatus selam proses persalinan dan kelahiran
Tujuan Mengenal, mengidentifikasi dan tata laksana SAM pada neonatus
Kebijakan 1. Identifikasi bayi berisiko mengalami SAM
2. Tata laksana yang tepat kasus SAM pada neonatus
Prosedur 1. Terapi kausal
2. Antibiotika (ampicilin da gentamin  distop sampai terbukti tidak ada
infeksi berasarkan kultur darah)
3. Terapi suportif (oksigen, nutrisi, dan elektrolit)
Tatalaksana di ruang bersalin
(jika kebutuhan tercampur mekonium) :
 Visualisasi pita suara dan pengisapan trakea apabila bayi tidak
bernapas .

PENILAIAN:

Air kebutuhan becampur mekonium

Setelah seluruh tubuh bayi lahir :

Apakah bayi menangis/bernapas normal?

TIDAK
YA

Buka mulut bayi dengan lebar,


usap dan isap lendir
Potong tali pusat

Potong tali pusat

LANGKAH AWAL
LANGKAH AWAL

PENILAIAN :

Apakah bayi bernapas normal

YA TIDAK

ASUHAN PASCA VENTILASI


RESUSITASI
SAM
(SINDROM ASPIRASI MEKONIUM)
No. Dokumen No. Revisi Halaman

RSK YM.01.13/SPO.I.E.2/16.189/2015 0 ½
LINDIMARA
WAINGAPU
Prosedur Tatalaksana Umum Neonatus dengan SAM
- Mengosongkan isi lambung untuk menhindari aspirasi lebih
lanjut
- Koreksi abnormalitas metabolik, misalnya hipoksia, asidosis,
hipoglikemia, hipokalsemia, dan hipotermia
- Pemantauan untuk melihat kerusakan pada oragan lain ( otak,
ginjal, jantung dan hati)
Tatalaksana Pernapasan
- Pengisapan dan vibrasi dada dengan frekuensi yang sering
- Pulmonary toilet untuk menghilangkan mekonium residual jika
diintubasi
Antibiotik (ampicillin dan gentamicin)  sampai terbukti bukan sepsis/hasil
kultur darah negatif
Unit Terkait Dokter anak dan perawat

Anda mungkin juga menyukai