Anda di halaman 1dari 10

SEJARAH BETAWI

BETAWI

Sejarah Betawi diawali pada masa zaman batu yang menurut Sejarawan
Sagiman MD sudah ada sejak zaman neolitikum. Sementara Yahya Andi
Saputra (Alumni Fakultas Sejarah UI), berpendapat bahwa penduduk asli
Betawi adalah penduduk Nusa Jawa. Menurutnya, dahulu kala penduduk di
Nusa Jawa merupakan satu kesatuan budaya. Bahasa, kesenian, dan adat
kepercayaan mereka sama. Dia menyebutkan berbagai sebab yang kemudian
menjadikan mereka sebagai suku bangsa sendiri-sendiri.

 Pertama, munculnya kerajaan-kerajaan di zaman sejarah.


 Kedua, kedatangan penduduk dari luar Nusa Jawa.
 Terakhir, perkembangan kemajuan ekonomi daerah masing-masing.

Penduduk asli Betawi berbahasa Kawi (Jawa kuno). Di antara penduduk juga
mengenal huruf hanakacara (abjad bahasa Jawa dan Sunda). Jadi, penduduk
asli Betawi telah berdiam di Jakarta dan sekitarnya sejak zaman dahulu .
Menurut Etimoogi kata dari Betawi digunakan untuk menyatakan suku asli
yang menghuni Jakarta dengan menggunakan bahasa Melayu kreol juga
kebudayaan Melayu.

Mengenai asal mula kata Betawi, menurut para ahli dan sejarawan ada
beberapa acuan diantaranya :

 Pitawi (Bahasa Melayu Polynesia Purba) yang artinya larangan.


Perkataan ini mengacu pada komplek bangunan yang dihormati di Batu
Jaya. Sejarahwan Ridwan Saidi mengaitkan bahwa Kompleks Bangunan
di Batu Jaya, Karawang merupakan sebuah Kota Suci yang tertutup,
sementara Karawang, merupakan Kota yang terbuka.
 Betawi (Bahasa Melayu Brunei) di mana kata "Betawi" digunkan untuk
menyebut giwang. Nama ini mengacu pada ekskavasi di Babelan,
Kabupaten Bekasi, yang banyak ditemukan giwang dari abad ke-11 M.
 Flora guling Betawi (cassia glauca), famili papilionaceae yang
merupakan jenis tanaman perdu yang kayunya bulat seperti guling dan
mudah diraut serta kokoh. Dahulu kala jenis batang pohon Betawi
banyak digunakan untuk pembuatan gagang senjata keris atau gagang
pisau. Tanaman guling Betawi banyak tumbuh di Nusa Kelapa dan
beberapa daerah di pulau Jawa dan Kalimantan. Sementara di Kapuas
Hulu, Kalimantan Barat, guling Betawi disebut Kayu Bekawi. Ada
perbedaan pengucapan kata "Betawi" dan "Bekawi" pada penggunaan
kosakata "k" dan "t" antara Kapuas Hulu dan Betawi Melayu, dan ini
biasa terjadi dalam bahasa Melayu, seperti kata tanya apakah atau
apatah yang memiliki persamaan makna atau arti.

Kemungkinan nama Betawi yang berasal dari jenis tanaman pepohonan ada
kemungkinan benar. Menurut Sejarahwan Ridwan Saidi Pasalnya, beberapa
nama jenis flora selama ini memang digunakan pada pemberian nama tempat
atau daerah yang ada di Jakarta, seperti Gambir, Krekot, Bintaro, Grogol dan
banyak lagi. "Seperti Kecamatan Makasar, nama ini tak ada hubungannya
dengan orang Makassar, melainkan diambil dari jenis rerumputan" Sehinga
Kata "Betawi" bukanlah berasal dari kata "Batavia" yang nama lama dari Kota
Jakarta pada masa Hindia Belanda. Dikarenakan nama Batavia lebih merujuk
kepada wilayah asal nenek moyang orang Belanda

“Batavia is the Latin name for the land of the Batavians during Roman times. This
“ was roughly the area around the city of Nijmegen, Netherlands, within the Roman
Empire. The remainder of this land is nowadays known as Betuwe. During the
Renaissance, Dutch historians tried to promote these Batavians to the status of
"forefathers" of the Dutch people. They started to call themselves Batavians, later
resulting in the Batavian Republic, and took the name "Batavia" to their colonies
such as the Dutch East Indies, where they renamed the city of Jayakarta to become
Batavia from 1619 until about 1942, when its name was changed to Djakarta (this is
the short for the former name Jayakarta, later respelt Jakarta; see: History of Jakarta).
The name was also used in Suriname, where they founded Batavia, Suriname, and in
the United States where they founded the city and the town of Batavia, New York.
This name spread further west in the United States to such places as Batavia, Illinois,
near Chicago, and Batavia, Ohio.”. ”
Batavia merupakan nama Latin dari tanah Batavia pada zaman Romawi.
Perkiraan kasarnya berada sekitar kota Nijmegen, Belanda, dalam Kekaisaran
Romawi. Sisa lahan yang kini dikenal sebagai Betuwe. Selama Renaisans,
sejarawan Belanda mencoba untuk mempromosikan Batavia menjadi sebuah
status "nenek moyang" dari orang-orang Belanda. Kemudian mereka mulai
menyebut diri Orang-orang atau penduduk Batavia, kemudian hal tersebut
mengakibatkan munculnya Republik Batavia, dan mengambil nama "Batavia"
untuk koloni mereka seperti Hindia Belanda, dimana mereka mengganti nama
menjadi dari Kota Jayakarta menjadi Batavia dari 1619 sampai sekitar 1942,
ketika namanya diubah menjadi Djakarta ( nama pendek dari nama Jayakarta,
kemudian dirubah kembali dalam ejaan nya menjadi Jakarta ). Nama Batavia
juga digunakan di Suriname yang di mana mereka mendirikan Batavia,
Suriname di Amerika Serikat yang di mana mereka mendirikan kota Batavia,
New York. Nama ini menyebar lebih jauh ke barat di Amerika Serikat untuk
tempat-tempat seperti Batavia, Illinois, dekat Chicago, dan Batavia, Ohio.
Kemudian penggunaan kata Betawi sebagai suatu suku yang pada masa hindia
belanda, diawali dengan pendirian sebuah organisasi yang bernama
Perkoempoelan Kaoem Betawi yang lahir pada tahun 1923.

SUKU BETAWI

Menurut pembagian priodenya saya bagi menjadi Awal dan Kolonialisasi


Eropa sebagai berikut:

Periode Awal
Abad ke-2

Pada abad ke-2, Menurtut Yahya Andi Saputra Jakarta dan sekitarnya
termasuk wilayah kekuasaan Salakanagara atau Holoan yang terletak di kaki
Gunung Salak, Bogor. Penduduk asli Betawi adalah rakyat kerajaan
Salakanagara. Pada zaman itu perda gangan dengan Cina telah maju. Bahkan,
pada tahun 432 Salakanagara telah mengirim utusan dagang ke Cina.
Abad ke-5

Pada akhir abad ke-5 berdirinya kerajaan Hindu Tarumanagara di tepi kali
Citarum. Menurut Yahya, ada anganggapan Tarumanagara merupakan
kelanjutan dari kerajaan Salakanagara. Hanya saja ibukota kerajaan
dipindahkan dari kaki gunung Salak ke tepi kali Citarum. Penduduk asli dari
Betawi menjadi rakyat kerajaan Tarumanagara. Tepatnya letak dari ibukota
kerajaan berada di tepi sungai Candrabagha, yang oleh Poerbatjaraka
diidentifikasi sebagai sungai Bekasi. Candra berarti Bulan atau Sasi, jadi
ucapan lengkapnya Bhagasasi atau Bekasi, yang terletak di sebelah timur
pinggiran Jakarta. Di sinilah, menurut perkiraan Poerbatjaraka, letak istana
kerajaan Tarumanengara yang termashur itu. Raja Hindu ini ternyata seorang
ahli pengairan. Raja mendirikan bendungan di tepi kali Bekasi dan Kalimati.
Maka sejak saat itu rakyat Tarumanagara mengenal persawahan menetap.
Pada zaman Tarumagara kesenian mulai berkembang. Petani Betawi
membuat orang -orangan sawah untuk mengusir burung. Orang-orangan ini
diberi baju dan bertopi, yang hingga kini ma sih dapat kita saksikan di sawah-
sawah menjelang panen. Petani Betawi menyanyikan lagu sambil mengge rak-
gerakkan tangan orang-orangan sawah itu. Jika panen tiba petani bergembira.
Sawah subur karena diyakini Dewi Sri menyayangi mereka. Dewi Sri, menurut
Mitologi Hindu, adalah Dewi kemakmuran.Pendu duk mengarak barongan
yang dinamakan ondel-ondel untuk menyatakan merdeka punya
kagoembiraan. Ondel-ondel pun diarak dengan dibunyikannya gamelan.para
Nelayan bergembira menyambut panen laut. dengan Ikan segar yang
merupakan hasil rezeki yang mereka dapatkan dari laut. Karena itu mereka
mengadakan upacara Nyadran. Ratusan perahu nelayan melaut mengarak
kepala kerbau yang dilarungkan ke lautan.
Abad ke-7

Pada abad ke-7 Kerajaan Tarumanagara ditaklukkan Kerajaan Sriwijaya yang


beragama Budha. Di zaman kekuasaan Sriwijaya berdatangan penduduk
Melayu dari Sumatera. Mereka mendirikan pemukiman di pesi sir Jakarta.
Kemudian bahasa Melayu menggantikan kedudukan bahasa Kawi sebagai
bahasa pergaulan. Ini disebabkan terjadinya perkawinan antara penduduk asli
dengan pendatang Melayu. Bahasa Melayu mula-mula hanya dipakai di
daerah pesisir saja. Kemudian meluas sehingga ke daerah kaki Gunung Salak
dan Gu nung Gede. Bagi masyarakat Betawi keluarga punya arti penting.
Kehidupan berkeluarga dipandang suci. Anggota keluarga wajib menjunjung
tinggi martabat keluarga. Dalam keluarga Betawi Ayah disebut babe ada juga
yang menyebutkan baba, mba, abi atau abah yang dipengaruhi oleh para
pendatang dari Hadra maut. Ibu disebut mak dan banyak juga yang menyebut
nyak atau umih. Anak pertama diberikan nama anak bongsor dan anak
bungsu dinamai anak bontot.
Abad ke-10

Pada sekitar abad ke-10. Saat terjadi persaingan antara wong Melayu yaitu
Kerajaan Sriwijaya dengan wong Jawa yang tak lain adalah Kerajaan Kediri.
Persaingan ini kemudian menjadi perang dan membawa Cina ikut campur
sebagai penengah karena perniagaan mereka terganggu. Perdamaian tercapai,
kendali lautan dibagi dua, sebelah Barat mulai dari Cimanuk dikendalikan
Sriwijaya, sebelah timur mulai dari Kediri dikendalikan Kediri. Artinya
pelabuhan Kalapa termasuk kendali Sriwijaya. Sriwijaya kemudian meminta
mitranya yaitu Syailendra di Jawa Tengah untuk membantu mengawasi
perairan teritorial Sriwijaya di Jawa bagian barat. Tetapi ternyata Syailendara
abai maka Sriwijaya mendatangkan migran suku Melayu Kalimantan bagian
barat ke Kalapa. Pada periode itulah terjadi persebaran bahasa Melayu di
Kerajaan Kalapa yang pada gilirannya – karena gelombang imigrasi itu lebih
besar ketimbang pemukin awal – bahasa Melayu yang mereka bawa
mengalahkan bahasa Sunda Kawi sebagai lingua franca di Kerajaan Kalapa.
Sejarahwan Ridwan Saidi mencontohkan, orang “pulo”, yaitu orang yang
berdiam di Kepulauan Seribu, menyebut musim di mana angin bertiup sangat
kencang dan membahayakan nelayan dengan “musim barat” (bahasa Melayu),
bukan “musim kulon” (bahasa Sunda), orang-orang di desa pinggiran Jakarta
mengatakan “milir”, “ke hilir” dan “orang hilir” (bahasa Melayu Kalimantan
bagian barat) untuk mengatakan “ke kota” dan “orang kota”.

Periode Kolonialisasi Eropa


Abad ke-16

Perjanjian antara Surawisesa raja dari kerajaan Pajajaran dengan bangsa


Portugis ditahun 1512 yang membolehkan Portugis untuk membangun suatu
komunitas di Sunda Kalapa mengakibatkan perkawinan campuran antara
penduduk lokal dengan bangsa Portugis yang menurunkan darah campuran
Portugis. Dari komunitas ini lahir musik Keroncong atau dikenal sebagai
Keroncong Tugu. Setelah VOC menjadikan Batavia sebagai pusat kegiatan
niaganya, Belanda memerlukan banyak tenaga kerja untuk membuka lahan
pertanian dan membangun roda perekonomian kota ini. Ketika itu VOC
banyak membeli budak dari penguasa Bali, karena saat itu di Bali masih
berlangsung praktik perbudakan. Itulah penyebab masih tersisanya kosa kata
dan tata bahasa Bali dalam bahasa Betawi kini. Kemajuan perdagangan
Batavia menarik berbagai suku bangsa dari penjuru Nusantara hingga
Tiongkok, Arab dan India untuk bekerja di kota ini. Pengaruh suku bangsa
pendatang asing tampak jelas dalam busana pengantin Betawi yang banyak
dipengaruhi unsur Arab dan Tiongkok. Berbagai nama tempat di Jakarta juga
menyisakan petunjuk sejarah mengenai datangnya berbagai suku bangsa ke
Batavia, Kampung Melayu, Kampung Bali, Kampung Ambon, Kampung Jawa,
Kampung Makassar dan Kampung Bugis. Rumah Bugis di bagian utara Jl.
Mangga Dua di daerah kampung Bugis yang dimulai pada tahun 1690. Pada
awal abad ke 20 ini masih terdapat beberapa rumah seperti ini di daerah Kota.
Abad ke-20

Pada zaman kolonial Belanda tahun 1930, kategori orang Betawi yang
sebelumnya tidak pernah ada justru muncul sebagai kategori baru dalam data
sensus tahun tersebut. Jumlah orang Betawi sebanyak 778.953 jiwa dan
menjadi mayoritas penduduk Batavia waktu itu.menurut Uka
Tjandarasasmita penduduk asli Jakarta telah ada sejak 3500-3000 tahun
sebelum masehi.menurut Antropolog Universitas Indonesia, Prof Dr Parsudi
Suparlan menyatakan, kesadaran sebagai orang Betawi pada awal
pembentukan kelompok etnis belum mengakar. dalam pergaulan sehari-hari,
mereka lebih sering menyebut diri berdasarkan lokalitas pada tempat tinggal
mereka, seperti orang Kemayoran, orang Senen, atau orang Rawabelong dan
pengakuan terhadap adanya orang Betawi sebagai sebuah kelompok etnis dan
sebagai satuan sosial dan politik dalam lingkup yang luas, yakni Hindia
Belanda, baru muncul pada tahun 1923, saat Husni Thamrin, tokoh
masyarakat Betawi mendirikan Perkoempoelan Kaoem Betawi. Baru pada
waktu itu segenap orang Betawi sadar bahwa mereka merupakan sebuah
golongan, ialah golongan orang Betawi. ada juga yang berpendapat bahwa
orang Betawi tidak hanya mencakup masyarakat campuran dalam benteng
Batavia yang dibangun oleh Belanda tapi juga mencakup penduduk di luar
benteng tersebut yang disebut masyarakat proto Betawi. Penduduk lokal di
luar benteng Batavia tersebut juga sudah menggunakan bahasa Melayu, yang
umumnya digunakan di Sumatera dan kemudian dijadikan sebagai bahasa
nasional.

Dalam majalah Indonesia terbitan April 1967 Cornell University, Amerika,


Lance Castles dalam penelitiannya menyangkut asal-usul orang Betawi.dari
hasil penelitian berjudul “ The Ethnic Profile of Jakarta ” menyebutkan bahwa
orang Betawi terbentuk pada sekitar pertengahan abad 19 sebagai hasil proses
peleburan dari berbagai kelompok etnis yang menjadi budak di Batavia.

Secara singkat sketsa sejarah terjadinya orang Betawi menurut Castles dapat
ditelusuri dari :

1. Daghregister, yaitu catatan harian tahun 1673 yang dibuat Belanda yang
berdiam di dalam kota benteng Batavia.
2. Catatan Thomas Stanford Raffles dalam History of Java pada tahun
1815.
3. Catatan penduduk pada Encyclopaedia van Nederlandsch Indie tahun
1893
4. Sensus penduduk yang dibuat pemerintah Hindia Belanda pada tahun
1930.

Dari klasifikasi penduduk dalam keempat catatan itu relatif sama, maka tiga-
tiganya dapat diperbandingkan satu sama lain, untuk memberikan gambaran
perubahan komposisi etnis di Jakarta sejak awal abad 19 hingga awal abad 20.
Sebagai hasil rekonstruksi, angka-angka tersebut mungkin tidaklah
mencerminkan situasi yang sebenarnya, namun menurut Castles hanya itulah
data sejarah yang tersedia yang relatif meyakinkan walaupun hasil kajian yang
dilakukan Lance Castles mendapatkan banyak tentangan dan kritikan karena
hanya menitik beratkan kepada skesta dari sejarah yang baru ditulis pada
tahun 1673.
mengikuti kajian Lance Castles, Antropolog Universitas Indonesia, Dr.
Yasmine Zaki Shahab, MA melalui pemikiran dan kajiannya, etnis Betawi baru
terbentuk sekitar seabad lalu, antara tahun 1815-1893. perkiraan ini
didasarkan atas studi Sejarah Demografi penduduk Jakarta yang dirintis
sejarawan Australia, Lance Castle. Di zaman kolonial Belanda, pemerintah
selalu melakukan sensus, yang dibuat berdasarkan bangsa atau golongan
etnisnya. Dari data sensus penduduk Jakarta ditahun 1615 dan 1815, terdapat
penduduk dari berbagai jenis golongan etnis, namun tidak ada catatan
mengenai golongan etnis Betawi. Hasil sensus tahun 1893 menunjukkan
hilang sejumlah golongan etnis dari sebelumnya ada. Misalnya saja orang
Arab dan Moor, orang Bali, Jawa, Sunda, orang Sulawesi Selatan, orang
Sumbawa, orang Ambon dan Balanda, juga orang Melayu. kemungkinan
semua suku bangsa di Nusantara dan Arab Moor ini dikategorikan ke dalam
kesatuan penduduk pribumi ( Belanda: inlander ) di Batavia yang kemudian
terserap ke dalam kelompok etnis Betawi.

Sepuluh tahun setelah pengumuman hasil penelitian Lance Castles yakni pada
tahun 1977 arkeolog Uka Tjandarasasmita mengemukakan monografinya
"Jakarta Raya dan Sekitarnya Dari Zaman Prasejarah Hingga Kerajaan
Pajajaran ( 1977 )". Uka memang tidak menyebut monografinya untuk
menangkis tesis Castles, tetapi secara arkeologis telah memberikan bukti-
bukti yang kuat dan ilmiah tentang sejarah penghuni Jakarta dan sekitarnya
dari masa sebelum Tarumanagara di abad 5.dikemukakan lah bahwa paling
tidak sejak zaman neolitikhum atau batu baru ( 3500 – 3000 tahun yang lalu )
daerah Jakarta dan sekitarnya dimana terdapat aliran-aliran sungai besar
seperti Ciliwung, Cisadane, Kali Bekasi, Citarum pada tempat-tempat tertentu
sudah didiami oleh kelompok masyarakat. ada Beberapa tempat yang diyakini
bahwa berpenghuni diantara lain Cengkareng, Sunter, Cilincing, Kebon Sirih,
Tanah Abang, Rawa Belong, Sukabumi, Kebon Nanas, Jatinegara, Cawang,
Cililitan, Kramat Jati, Condet, Pasar Minggu, Pondok Gede, Tanjung Barat,
Lenteng Agung, Kelapa Dua, Cipete, Pasar Jumat, Karang Tengah, Ciputat,
Pondok Cabe, Cipayung, dan Serpong. Jadi menyebar hampir di seluruh
wilayah Jakarta. dari alat-alat yang ditemukan pada situs-situs, seperti kapak,
beliung, pahat, pacul yang sudah diumpam halus dan memakai gagang dari
kayu, disimpulkan bahwa masyarakat manusia itu sudah mengenal pertanian
( semacam perladangan ) dan peternakan. bahkan mungkin telah mengenal
struktur organisasi kemasyarakatan yang sudah teratur. setelah kemerdekaan
(1945), Jakarta telah dibanjiri imigran dari seluruh Indonesia, sehingga orang
Betawi dalam arti apapun juga tinggal sebagai minoritas. pada tahun 1961,
suku Betawi mencakup kurang lebih lebih 22,9 persen dari antara 2,9 juta
penduduk di Jakarta pada waktu itu. mereka semakin terdesak ke pinggiran,
bahkan ramai-ramai digusur dan tergusur ke luar Jakarta. melalui proses
Asimilasi dari berbagai suku yang ada di Indonesia hingga kini terus
berlangsung dan melalui proses panjang pulalah salah satu caranya Suku
Betawi hadir di bumi Nusantara kita.
Sumber (http://merrydamei.blogspot.com/2013/03/sejarah-betawi.html)
KERAJAAN PERTAMA DI KAKI GUNUNG SALAK

Gunung Salak memang indah namun memiliki jalur yang cukup sulit dengan medan
hutan yang rapat. Memang tidak jarang pendaki yang menjelajahi gunung tersebut.
Tapi dari cerita yang beredar, kebanyakan mereka hilang atau tidak kembali lagi.

Di wilayah sekitar Halimun Bogor dan sekitarnya, ada benteng - benteng milik Prabu
Siliwangi yang tak kelihatan, pusat kerajaan ada di Gunung Salak. Sebenarnya ini
sudah menjadi rahasia umum. Catatan sejarah soal Kerajaan Siliwangi pasca
kehancurannya setelah diserang Kesultanan Banten pada tahun 1620 - an, adalah
catatatan pertama kali dari Scipio yang melakukan ekspedisi sekitar tahun 1687.

Ekspedisi ini mencatat ada ratusan macan gembong atau harimau bertempat tinggal di
sebuah bangunan dekat Kebun Raya Bogorsekarang, selain itu ditemukan rawa yang
berisi badak di sekitar Sawangan, dinamakan Rawa Badak dimana di ujung Rawa
Badakditemukan juga situs parit dan bekas tembok keraton yang dijadikan sarang
macan, sekarang sarang macan ini dikenal pertigaan beringin di Sawangan. Selain
catatan - catatan arkeologi, ada catatan mistis tentang segitiga Bogor.

Orang zaman dahulu lebih mengenal Gunung Salak dengan sebutan Gunung Buled (
bulat ) karena bentuk puncaknya menyerupai lingkaran. Konon, penamaan Salak
berasal dari penemuan buah salak besar. Gunung Salak pernah meletus dua kali. Yang
pertama pada tahun 1669 dan kedua tahun 1824. Letusan pertama sempat meratakan
desa atau wilayah yang berada di bawahnya. Menurut dia, di kaki Gunung Salak
pernah berdiri kerajaan Hindu pertama di Jawa Barat dengan
nama Salakanagara pada abad ke - 4 dan 5 Masehi.

Kemungkinan besar, penamaan Salak berasal dari kerajaan ini karena dilihat dari
konsonan vokal terdapat kemiripan. Salakanagara dipimpin oleh seorang raja dengan
gelar Raja Dewawarman I - VIII. Tidak jelas nama asal usul dan nama asli para raja
yang menguasai semenanjung Sunda tersebut, namun terungkap jika mereka berasal
dari India Selatan.

Terungkapnya kerajaan Salakanagara bermula dari penemuan tulisan Raja


Cirebon yang berkuasa tahun 1617 Wangsakerta, yang ditemukan pada abad ke - 19
Masehi. Dari sinilah kemudian diketahui, jika kerajaan Hindu pertama di Jabar
bukan Tarumanagara, tapi Salakanagara.

Ada kurang lebih 20 kitab yang tersebar dan dikumpulkan oleh peneliti asal Belanda
dan Indonesia. Tulisan Wangsakerta sempat menyinggung tentang Salakanagara yang
dipimpin oleh Raja Dewawarman dari India Selatan.

Konon, Raja Dewawarman memiliki banyak sekali keturunan. Di antaranya pernah


menjadi raja besar di Tanah Jawa sepertiPurnawarman yang memerintah
Tarumanagara dan Mulawarman raja dari Kutai Kartanagara. Tapi, meletusnya
Gunung Salak pada tahun 1669 diduga ikut mengubur barang peninggalan bersejarah
dari kerajaan Salakanagara.

Ada kecenderungan suatu pola dimana pesawat jatuh di tempat yang sama, di tahun
1966 helikopter yang ditumpangi Laksamana RE Martadinata jatuh, sampai sekarang
penyebabnya tidak ketahuan. Lalu banyak pesawat jatuh di sekitar lokasi yang sama
sekitarGunung Salak dan Gunung Halimun.

Ada tiga gunung yang dianggap angker di masa Mataram Sultan Agung, pertama
Gunung Merapi, Kedua Gunung Slamet dan Ketiga Gunung Halimun, diantara ketiganya
Gunung Halimun - lah yang dianggap paling angker karena memiliki misteri luar biasa.
Sampai saat ini banyak peristiwa jatuhnya pesawat di sekitar segitiga Gunung
Halimun - Gunung Salak - Gunung Gede.

Daya energi ketiga gunung itu ada di Istana Cipanas, sekitar gedung yang dibangun
Bung Karno namanya Gedung Bentol, tempat dimana Bung Karno selalu bermeditasi
sejak dia menempati Istana Merdeka di tahun 1949. Di belakang Gedung Bentol ada
sumber air panas, yang merupakan energi dari Siliwangi.

Dari cerita diatas, adakah hubungannya dengan kejatuhan pesawat Sukhoi yang
terkena medan magnetis Gunung Halimun - Salak - Gede? Terlebih dikatakan kondisi
pesawat Sukhoi dalam keadaan prima dan merupakan pesawat terbaik milik Rusia.

Misteri Gunung Salak kini banyak dikaitkan dengan jatuhnya Sukhoi Superjet 100.
Prabu Siliwangi, menurut cerita mistik, adalah penunggu Gunung Salak. Gunung Salak
ini oleh warga sekitar juga dianggap angker. Hal ini terkait dengan adanya mitos
Prabu Siliwangi, raja Padjajaran yang sampai saat ini kuburannya pun belum
diketahui letaknya.

Konon, Prabu Siliwangi menghilang di Gunung Salak untuk menghindari kejaran Kian
Santang. Prabu Siliwangi yang bersembunyi di belantara kemudian terkepung.Tapi
ajaibnya, sang Prabu bisa meloloskan diri dengan mengapung ke udara. Tempat
menghilangnya Prabu Siliwangi tersebut kemudian dinamakan ‘pengapungan’ yang
berlokasi tidak jauh dari Kawah Ratu.

Di kawasan Gunung Salak ini juga terdapat banyak makam para raja. Menurut juru
kunci Gunung Salak, H.Marsa, setidaknya ada 40 makam kuno yang berusia ratusan
tahun. Selain makam, ada juga petilasan suci yang banyak tersebar di berbagai titik,
seperti petilasan Prabu Siliwangi yang berada di kaki Gunung Salak, Bogor dengan
total mencapai lebih dari 91 lokasi.

Ada yang menyebutkan bahwa Gunung Salak merupakan lokasi tempat pernikahan
antara manusia dan jin. Adapula cerita yang menyebutkan bahwa lokasi itu karena
keangkerannya, dijadikan tempat penyimpanan harta Belanda berupa emas saat
menjajah Indonesia.

Di kawahnya yang juga disebut “Kawah Ratu” masih terdapat sumber sulfur dan
belerang baik berupa gas, uap ataupun kubangan yang panas dan mendidih. Kawah itu
bisa dengan tiba - tiba mengeluarkan asap belerang yang meracuni paru - paru. Ada
sederet peristiwa di wilayah tersebut yang korbannya meninggal dunia.

Karena kondisi tersebut, maka kawah Ratu juga dianggap sebagai lokasi yang keramat
dan berbahaya oleh warga sekitar dan parapecinta alam.
Sumber (http://www.belantaraindonesia.org/2012/12/misteri-zona-segitiga-halimun-salak-
dan.html?m=1)

Anda mungkin juga menyukai