Anda di halaman 1dari 11

PEMBUATAN ASETILEN

Asetilen adalah hidrokarbon sederhana yang memiliki sebuah ikatan rangkap tiga.
Sebelum minyak ditemukan dan dipergunakan secara meluas sebagai bahan baku untuk
industri kimia, asetilen merupakan blok bangunan utama untuk industri kimia organik. Pada
tahun 1800-an, asetilen mulai diproduksi dalam jumlah banyak dengan proses kalsium
karbida, yakni dengan mereaksikan kalsium karbida dengan air. Metode ini terus
dipergunakan hingga tahun 1940, proses thermal cracking menggunakan methane dan
hidrokarbon lainnya mulai diperkenalkan. Awalnya, proses thermal cracking menggunakan
pancaran bunga api listrik, kemudian pada tahun 1950-an mulai dikembangkan proses dengan
metode oksidasi parsial dan regenerasi.
Saat ini, Amerika Serikat dan negara-negara Eropa barat adalah produsen asetilen dari
hidrokarbon terbesar, yakni lebih dari 80%. Negara lainnya, khususnya Eropa timur dan
Jepang masih memproduksi asetilen dari kalsium karbida.
Kegunaan asetilen sendiri sangat luas. Asetilen dapat digunakan dalam proses
pembuatan logam dan sebagai bahan baku untuk berbagai macam produksi bahan kimia.
Sampai saat ini asetilen memerankan peranan penting dalam industri kimia. Oleh
sebab itu, berbagai macam penemuan proses produksi asetilen telah banyak dilakukan dan
dikembangkan dari tahun ke tahun. Secara umum metode produksi asetilen dapat
digolongkan ke dalam chemical reaction process (bekerja pada temperatur normal) dan
thermal cracking process (berkerja pada temperatur tinggi). Proses produksi asetilen yang
akan dibahas ada empat proses, yakni produksi dari reaksi kalsium karbida-air, proses BASF
(partial combustion), produksi asetilen sebagai produk samping steam cracking, dan produksi
asetilen dari batubara.

A. Sifat Produk dan Bahan Baku

1. Sifat Kimia dan Fisika Asetilen (Produk)


Gas asetilen merupakan gas yang tidak berwarna dan berbau. Sebenarnya, gas asetilen
dengan konsentrasi 100% pun tidak berbau, namun gas asetilen yang dijual dipasaran berbau
seperti bawang dengan bau yang tajam, hal tersebut tergantung pada proses yang digunakan
dalam penghasilan gas asetilen itu sendiri.
Sifat-sifat lain dari gas asetilen adalah sebagai berikut:
- Kemurnia : 99%
- Impuritis : 1%
- Spesifik grafiti : 0,906
- Berat Molekul : 26,04 gr/mol
- Titik didih (10 psig) : -103,4 ◦F (-75 ◦C)
- Berat Jenis (udara = 1) : 0,906
- Titik lebur : -116 ◦F (-82,2 ◦C)
- Tekanan uap (pada 70 ◦F) : 635 Psig
- Rapat massa gas (pada 32 ◦F dan 1 atm) : 0,07314 lb./cu ft
- Kelarutan dalam air (pada 32 ◦F dan 1 atm) : 1,7
- Konstanta Antoine : A (16,348); B (1637,1); C (-19,77)

Gas etilen jangan digunakan pada tekanan di atas 15 psig. Dalam kondisi tertentu,
asetilen dapat bereaksi dengan tembaga, perak, dan merkuri dan membentuk asetilida, suatu
senyawa yang dapat menjadi sumber pengapian. Kuningan yang mengandung kurang dari
65% tembaga dalam bentuk alloy dan alloy nikel tertentu cocok digunakan untuk asetilen
dalam kondisi normal. Asetilen dapat bereaksi dengan menimbulkan ledakan bila
dikombinasikan dengan oksigen dan oksidator lain termasuk semua halogen dan senyawa
halogen. Kehadiran cairan, asam-asam tertentu, atau zat basa cenderung mempercepat laju
pembentukan tembaga asetilida.
Gas asetilen dapat menimbulkan gangguan pernafasan seperti sesak. Akan tetapi,
asetilen tidak menimbulkan korosi pada suatu peralatan, tidak merugikan lingkungan, dan
tidak mengandung bahan kimia tingkat I dan II yang dapat merusak lapisan ozon dan tidak
menyebabkan polutan laut.
Adapun fungsi utama penggunaan gas asetilen sebagai berikut:
- Gas Asetilen apabila dibakar dengan oksigen akan menghasilkan temperatur yang tinggi
yang dipergunakan untuk mengelas (memotong atau menyambung logam)
- Gas asetilen pada pembakaran dengan udara dapat menghasilkan nyala yang terang, maka
dapat digunakan sebagai penerangan
- Gas asetilen dapat pula digunakan sebagai bahan baku pembutan karet sintetis (Neopren)
dengan melalui pembuatan venil asetilen
- Gas asetilen dapat digunakan untuk pembuatan asam asetat melalui pembuatan etanal yang
kemudian dioksidasi menghasilkan asam asetat
- Gas asetilen bila direaksikan dengan ClAsCl2 akan menghasilkan gas beracun (kloro vinil
dikloro arsin) yang dibuat oleh Amerika Serikat pada perang dunia I.

2. Sifat Kimia dan Fisika Bahan Baku

A. Kalsium Karbida
Bentuk fisik dari kalsium karbida adalah kristal hitam dengan bau seperti bawang putih.
Kalsium karbida merupakan gas yang beracun, dapat menyebabkan iritasi pada saluran
pernafasan, iritasi pada kulit seperti luka bakar, kerusakan lapisan kulit dalam, dan nyeri yang
hebat. Kalsium karbida merupakan suatu senyawa yang berbahaya bagi kesehatan apabila
kontak langsung.
 Sifat-sifat lain dari kalsium karbida adalah sebagai berikut:
o Densitas : 2,22 gr/cm3
o Massa molar : 64,099 gr/mol
o Berat Molekul : 74,1
o Bentuk : Padat
o Titik leleh : 580 ◦C
o Spesifik graviti : 2,2
o Kelarutan : larut dalam air
 Sifat Kimia dan Fisika Air (Bahan Baku)
- Berat molekul : 18
- Bentuk : Cairan bening tidak berwarna
- Titik didih : 100 ◦C
- Titik lebur : 0 ◦C
- Suhu kritis : 274 ◦C
- Tekanan kritis : 374,25 atm
- Densitas (25 ◦C) : 1000 kg/m3
- Viskositas : 0,951 cp
- Kapasitas panas (Cp) : 1 Kkal/kg ◦C
- Spesifik graviti : 1

3. Pemilihan dan Deskripsi Proses

3.1 Jenis-Jenis Proses


1. Asetilen dari Reaksi Kalsium Karbida-Air

Gambar Diagram Blok Proses Produksi Asetilen dari Kalsium Karbida

Deskripsi proses:

Dua buah reaktor disusun dimana air dan kalsium karbida dicampur dan dialirkan.
Reaksi berlangsung dalam fasa liquid dengan residence time dan reaksi berjalan 60%-90%
saat di reaktor pertama. Aliran produk reaksi dan material umpan yang tak bereaksi yang
terdiri dari fasa padat menuju reaktor ke dua dengan tipe laminar plug-flow. Kalsium
hidroksida yang dihasilkan diendapkan dan dipisahkan dari bagian bawah reaktor. Air yang
tak bereaksi dipisahkan dari kalsium hidroksida dan kemudian di-recycled menuju reaktor
pertama. Yield yang dihasilkan dari prosesn ini sebesar 93% - 95%.
Namun ada beberapa masalah yang timbul dalam operasi ini, yakni:

1. Kontak antara karbida dengan air tidak terkendali. Jika tekanan asetilen lebih tinggi
dari 27 lb/inch2 absolut, akan terjadi reaksi detonasi atau deflagarasi dalam asetilen
yang menyebabkan peningkatan tekanan yang semakin besar, pecahnya bejana, dan
isi yang bisa saja tumpah. Kondisi ini bisa menimbulkan api yang besar dan
membahayakan. Karena itu proses hanya bisa dilakukan dengan tekanan rendah.
2. Bejana didesain berpengaduk, baik CSTR ataupun plug-flow reaktor, yang bersifat
kurang mendukung karena bejana yang digunakan besar, menghasilkan rate control
yang lemah dan unsteady operation. Oleh karena itu dibutuhkan desain bejana yang
sangat tepat untuk proses.

Produk samping berupa kalsium hidroksida berkualitas rendah dan tidak memiliki nilai
jual. Masalah ini bisa diatasai dengan menambah unit neutralizer dimana kalsium hidroksida
akan bereaksi dengan hidrogen klorida membentuk kalsium klorida yang memiliki nilai jual.

2. BASF Proses

Flowsheet Proses Produksi Asetilen dengan Metode BASF

Deskripsi proses:

Pertama-tama umpan berupa natural gas (1) dan oksigen (2) dipanaskan terlebih dahulu
di fire preheaters secara terpisah (3). Kemudian keluaran dari fire preheaters (3), masuk dan
dicampur ke dalam zona pencampuran (4) kemudian reaksi pembakaran terjadi di dalam
ruang pembakaran (5). Kemudian pembakaran dipadamkan dari bawah ruang pembakaran
dengan menyemprotkan air proses (6). Gas yang dihasilkan (7) yakni asetilen dan pengotor
masuk ke kolom pendingin (8) kira-kira pada temperatur kolom pendingin yang terbatas dan
uap jenih. Gas yang masuk (7) didinginkan dengan tambahan air dingin proses (9) dan
sebagian besar dari steam dikondensasikan. (10) api dibutuhkan untuk proses startup dan
rundown. Gas keluaran kolom bagian atas (11) kemudian didinginkan pada suhu sekitar
40oC.(45000 m3 (S.T.P)/h dry), yang kemudian dikompresikan dengan stwo-stage screw
compressor (12). Pertama-tama dari 1.1 ke 4.2 dan kemudian ke 11 bar (abs), pengotor
kemudian diendapkan. 7.5 m3/h air proses (13) disemprotkan ke tiap stage komprosor. Untuk
mengunci dari atmosfer, air demineralisasi (14) yang disebut dengan sealing liquid, ditambah
nitrogen, dengan hasil 4m3/h masuk ke sirkulasi air proses. Keluaran dari stage pertama (15),
bersuhu 85oC dan pengotor yang terkandung dalam air sebesar 0.22% berat. Setelah
dikompres di tiap stage kompresi, gas keluaran didinginkan ke suhu 40oC oleh air dingin
proses (16) dari kolom pendingin (17). Setelah dikompresi, gas keluaran dipisahkan menjadi
unsur-unsurnya. Air yang dikondensasikan selama kompresi dan pendinginan berikutnya dan
air dari proses demineralisasi disirkulasikan dan kemudian dikeluarkan (19).

Jelaga yang dihasilkan merupakan suatu masalah utama dalam proses ini karena dapat
mengurangi efektifitas proses, oleh karena itu harus dipisahkan terlebih dari gas keluaran
kolom. Selain itu, jelaga juga bisa merusak kinerja kompresor, oleh karena itu gas yang
masuk kompresor harus setidaknya bebas dari jelaga. Normalnya, burner proses dapat
menghasilkan 25 ton asetilen per hari dari natural gas.

3. Produksi asetilen sebagai produk samping steam cracking

Di dalam steam cracking hidrokarbon jenuh dikonversi menjadi produk olefin seperti
ethylene dan propylene. Selain itu masih banyak produk yang dihasilkan seperti asetilena
sebagai produk samping. Konsentrasi asetilena tergantung pada jenis umpan, waktu tinggal,
dan temperature. .Konsentrasi acetylene dalam gas keluaran dari furnace antara 0,25 dan
1,2% wt. Pabrik etilen yang memproduksi 400 000 t / a etilena menghasilkan 4500-11 000 t /
a asetilena. Pada produksi etilen, asetilen yang dihasilkan dipisahkan dengan hidrogenasi
katalitik yang selektif atau dengan ekstraksi.

Hidrogenasi asetilena.

Kebanyakan produksi etilen dilengkapi dengan unit hidrogenasi dengan bantuan katalis
Pd. Kondisi operasi meliputi suhu sekitar 40oC-120oC, tekanan 15 bar-40 bar, dan kecepatan
1000-120000 kg/L.h. kondisi ini bergantung pada jenis umpan yang digunakan.

Acetylene recovery

Asetilen diekstrak dari fraksi C2 steam cracker dengan bantuan solven. Solven yang
paling sesuai untuk proes yaitu DMF.

Deskripsi proses :

Campuran gas C2 yang terdiri dari etilena, etana, dan asetilen, diumpankan ke absorber
acetylene, aliran gas dihubungkan dengan counterflowing DMF pada tekanan 0,8-3,0 MPa.
Seluruh asetilen dan beberapa etilena dan etana terlarut oleh pelarut. Fraksi C2 yang telah
dimurnikan, mengandung <1 ppm asetilen, diumpankan ke C2 splitter. Aliran yang kaya akan
pelarut dikirim ke stripper ethylene, yang beroperasi sedikit di atas tekanan atmosfer. Etilena
dan etana yang terpisah didaur ulang menuju kompresor tahap pertama untuk cracked gas.
Asetilen keluaran kemudian dicuci dengan pelarut dingin di bagian atas splitter. Dalam
stripper asetilen, asetilena murni terisolasi dari bagian atas kolom. Setelah pendinginan dan
heat recovery, asetilena bebas pelarut didaur ulang ke absorber dan etilen stripper. Produk
asetilena memiliki kemurnian> 99,8% dan kandungan DMF kurang dari 50 ppm dan tersedia
pada tekanan 10 kPa dan suhu ambien. Evaluasi ekonomi menunjukkan bahwa asetilena
petrokimia tetap menarik bahkan meskipun harga etilena dua kali lipat. Hal ini ekonomis
untuk retrofit penyerapan asetilena di pabrik olefin yang ada dilengkapi dengan hidrogenasi
katalitik.

4. Produksi Asetilen dari Batu bara (arc coal process)

Banyak tes laboratorium konversi batubara menjadi asetilen menggunakan proses arc
atau plasma telah dilakukan sejak awal 1960-an. Secara ringkas proses yang didapat yaitu:

1. Acetylene yang dihasilkan mencapai 30%.


2. Karena pemanasan batubara yang cepat di jet plasma, total yield gas yang dihasilkan
lebih tinggi dibandingkan yang ditunjukkan oleh pengukuran volatil batubara dalam
kondisi standar.
3. Hidrogen (bukan argon) gas plasma dapat meningkatkan hasil asetilena.

Baru-baru ini, Corp AVCO di Amerika Serikat dan Chemische Werke Hüls di Jerman
membangun pabrik percontohan di pinggir sungai untuk pengembangan teknis dari proses.
AVCO arc furnace terdiri dari air-cooled tungsten-tip katoda dan air-cooled anoda. katoda.
Batubara kering dan halus disuntikkan melalui aliran gas hidrogen di sekitar katoda. Gas
tambahan tanpa batubara dimasukkan sekitar katoda dan anoda sebagai selubung. Saat
melewati zona pembakaran, partikel batubara dipanaskan dengan cepat. Volatil dilepaskan
dan terpecah-pecah menjadi asetilena dan produk berbagai sampingan, meninggalkan residu
coke halus yang tertutup jelaga. Setelah waktu tinggal beberapa milidetik, campuran gas-coke
dipadamkan dengan cepat dengan air atau gas. Tekanan sistem dapat bervariasi antara 0,2 dan
1,0 bar (20 dan 100 kPa). Pilot plant Hüls menggunakan tungku plasma yang sama untuk
perengkahan minyak mentah, tetapi dengan 500 kW. Batubara kering disuntikkan ke dalam
jet plasma, dan batubara yang terengkah menjadi asetilen dan produk sampingan dalam
reaktor. Limbah reaktor dapat di-prequenched dengan hidrokarbon untuk produksi ethylene
atau langsung dipadamkan dengan air atau minyak. Char dan komponen didih lebih tinggi
masing-masing dipisahkan oleh cyclones dan scrubber. Masalah utama dalam desain reaktor
adalah pencapaian menyeluruh dan cepat pencampuran batubara dengan jet plasma dan
menghindari pembentukan deposit karbon di dinding reactor. sejumlah kecil deposit dapat
diatasi dengan pencucian dengan air secara periodic.

Percobaan yang dilakukan oleh Hüls dan AVCO menunjukkan bahwa waktu tinggal
optimal, energy density jet plasma, daya spesifik, dan tekanan sangat mempengaruhi hasil
asetilen. Parameter lain yang mempengaruhi hasil adalah jumlah volatil di batubara dan
ukuran partikel.
Keuntungan dari proses ini adalah, dengan cara pirolisis batu bara, produksi asetilen jauh
lebih mudah sehingga membutuhkan biaiya investasi yang lebih rendah dibandingkan untuk
produksi utama etilen. Yield gas yang dihasilkan berkisar 33% sampai 50%. Artinya, 50%
dari batubara tetap sebagai char. Namun, char yang terbentuk bisa pula bernilai ekonomis.
Char yang dihasilkan bisa diaplikasikan ke industri karet, untuk gasifikasi, atau sebagai
bahan bakar.

Dari empat proses produksi asetilen di atas, semua proses memiliki keunggulan dan
kekurangan tersendiri. Untuk bahan baku, proses BASF lebih bagus karena menggunakan gas
alam yang banyak tersedia bebas di alam dan penggunaanya saat ini masih kurang meluas.
Untuk proses, proses produksi asetilen dari batu bara memperlihatkan singkatnya dan
mudahnya proses sehingga meminimalkan modal. Untuk kualitas produk, proses produksi
asetilen sebagai produk samping sangat bagus, karena menghasilkan kemurnian mencapai
99,8%. Untuk kemudahan kondisi opersi, proses produksi dari kalsium karbida memiliki
keunggulan karena operasi berjalan pada temperature normal.

4. Pemilihan Proses
Dari uraian proses di atas serta bahan baku yang akan membentuk gas asetilen, proses
pembuatan yang sering digunakan adalah proses dengan kalsium karbida. Hal ini dikarenakan
proses karbida sangat sederhana, ekonomis, dan dapat terjangkau oleh investor-investor
menengah ke atas. Pemilihan proses didasarkan atas beberapa pertimbangan-pertimbangan
lain, antaranya adalah:
1. Konversi dan yield yang dihasilkan lebih besar dibandingkan dengan proses lainnya
2. Produk samping yang dihasilkan bernilai ekonomis
3. Proses karbida merupakan proses yang banyak digunakan pada berbagai industri
asetilen lainnya, sehingga memudahkan dalam sharing problem/hal konsultan dan
merupakan sparing partner dalam kompetisi merebut pasar
4. Dari analisa ekonomi proses dengan menggunakan karbida lebih menguntungkan,
karena bahan baku yang digunakan lebih ekonomis dibandingkan bahan baku pada
proses lainnya.
5. Dari segi produk, proses menggunakan karbida memberikan keuntungan yang lebih
baik.

5. Uraian proses

1. Dasar Reaksi
Asetilen secara komersial dibuat dengan fasa padat-cair:
CaC2 (s) + 2H2O(l)  C2H2(g) + Ca(OH)
Karbid diuapkan dan direaksikan pada tekanan atmosfer dan temperature 30 - 90 ◦C, pada
suhu tersebut kondisi reaktan adalah fasa gas, maka digunakan reaktor cyclone.
Reaksi yang terjadi: CaC2 (s) + 2H2O(l)  C2H2(g) + Ca(OH)
∆𝐻 = ∆𝐻 𝑝𝑟𝑜𝑑𝑢𝑘 − ∆𝐻 𝑟𝑒𝑎𝑘𝑡𝑎𝑛
= -758,61 – (-631,461)
= -127,15 kkal/mol
Hasil ∆𝐻 menunjukkan nilai yang negatif, berarti reaksi yang terjadi adalah reaksi
eksotermis.
Asetilen secara komersial dibuat dengan dehidrogenasi fasa padat. Karbida diuapkan
dan direaksikan pada tekanan 1 atm dan temperature 30-90 ◦C. Pada suhu tersebut kondisi
reaktan adalah fasa gas, maka digunakan reaktor cyclone dan untuk perhitungannya
digunakan metode Shringking Core Model.

6. Alir Proses
Secara garis besar ada tiga tahap utama dalam pembuatan asetilen ini, yaitu:
a. Persiapan Bahan Baku
b. Reaksi Dehidrogenasi Karbid
c. Pemurnian Produk

1. Persiapan Bahan Baku


Persiapan bahan baku bertujuan untuk mengkondisikan bahan baku agar sesuai dengan
persyaratan kondisi operasi di dalam reaktor. Hal-hal yang diatur dalam tahapan menyangkut
kondisi penyimpanan bahan baku dan proses fisis yang diperlukan untuk mengubah kondisi
bahan baku agar sesuai dengan kondisi umpan yang masuk ke dalam reaktor. Bahan baku
karbida disimpan dalam fasa padat di dalam silo atau tangkin penyimpanan. Kondisi
penyimpanan karbid ini adalah pada tekanan atmosfer dan pada temperatur kamar.
Karbida dialirkan dengan belt conveyor, bucket elevator, screw conveyor dari silo yang
kemudian dialirkan ke reaktor, sedangkan air dialirkan melalui pompa. Reaksi dehidrogenasi
dioperasikan pada tekanan 1 atm dan temperatur 90◦C. Pompa air beroperasi pada tekanan 2,7
atm.

2. Reaksi Dehidrogenasi Karbida


Reaksi dehidrigenasi karbida menjadi asetilen berlangsung dalam fasa padat. Kondisi
reaksi di dalam reaktor adalah dengan tekanan 1 atm dan temperatur 90◦C, reaksi yang terjadi
adalah:
CaC2 (s) + 2H2O(l)  C2H2(g) + Ca(OH)
Konversi reaksi adalah 90%
3. Pemurnian Produk
Kalsium karbida dari silo ditransportasikian dengan belt conveyor ke bucket elevator
dan screw conveyor. Selanjtnya kalsium karbida dialirkan dari screw conveyor menuju
bagian inlet reaktor. Pada bagian inlet reaktor terdapat lubang-lubang kecil yang bertujuan
untuk memudahkan jatuhnya kalsium karbida.
Air dari unit utilitas dipompakan masuk ke dalam reaktor, kemudian disemprotkan
melalui sistem spray yang terletak pada dinding reakstor, sehingga terjadi reaksi antara air
dan dengan kalsium karbida. Reaksi yang terjadi adalah reaksi eksotermis, yaitu reaksi yang
menghasilkan panas. Reaktor beroperasi pada tekanan 1 atm dan temperatur 30-90◦C. Hasil
reaksi yang terbentuk adalah gas asetilen (C2H2) basah dan kalsium karbida (Ca(OH)2) basah.
Reaksi yang terjadi pada reaktor adalah sebagai berikut:
CaC2 (s) + 2H2O(l)  C2H2(g) + Ca(OH)
Gas asetilen yang terbentuk pada reaktor merupakan gas asetilen basah yaitu banyak
mengandung uap air, keluar melalui bagian atas dengan temperatur 90◦C dan masuk ke
kondensor. Produk samping Ca(OH)2 slurry/basah keluar dari bagian bawah reaktor an masuk
ke dalam belt conveyor yang dilengkapi dengan pengering yaitu udara. Pengeringan
dilakukan dengan tujuan untuk mengurangi kadar air di dalam Ca(OH)2. Ca(OH)2 kering
kemudian dialirkan menuju silo sebagai tempat penampungan dengan menggunakan bucket
elevator dan Ca(OH)2 siap dipasarkan kepada konsumen.
Gas asetilen yang berasal dari bagian atas reaktor masuk ke dalam kondensor. Padaa
kondensor terjadi pengembunan gas H2O dengan media pengembunan adalah air pendingin.
Air pendingin yang digunakan untuk pengembunan ini berasal dari unit utilitas. Kondisi
operasi pada kondensor adalah dengan temperatur 30◦C dan tekanan 1 atm. Hasil atas dari
kondensor adalah asetilen basah masuk ke separator untuk memisahkan antara asetilen
dengan H2O. Sedangkan hasil bawah adalah air pendingin yang akan dikembalikan kembali
ke dalam unit utilitas.
Produk atas yang keluar dari separator adalah gas asetilen dengan kemurnian hingga
88% karena masih mengandung H2O. Selanjutnya produk dialirkan menuju adsorber untuk
menaikkan kemurnian gas asetilen menjadi 99% dengan cara penyerapan gas H2O
menggunakan adsorbent yaitu silica gel. Kondisi operasi adsorber adalah dengan tekanan 1
atm dan temperatur 30◦C, sedangkan hasil bawah berupa embun gas H2O berupa kondensat
yang dialirkan ke unit utilitas. Gas asetilen 99% (gas asetilen yang kering) diumpankan ke
compressor untuk ditekan dari kondisi 1 atm menjadi 15 atm, kemudian dialirkan menuju
tangki. Kondisi operasi tangki adalah dengan tekanan 15 atm dan temperatur 40◦C.

Diagram Alir Kuantitas


DAFTAR PUSTAKA
A Moulijn, Jacob; Makkee,Michiel; Van Diepen, Annelies. Chemical Process
Technology. 2001. New York : John Wiley & Sons Ltd.
th
Austin, George T. Shreve’s Chemical Process Industries 5 ed. 1984. New York : Mc-
Graw Hill.
Imamkhasani, Soemanto, Dr. Material Safety Data Sheet (MSDS) – Lembar Data Keselamatan
bahan Vol. I. 1999. Puslitbang Kimia Terapan – LIPI.
KOMPUTASI TEKNIK KIMIA
PEMBUATAN ASETILEN

Disusun Oleh :

Nama : Vonnie Fani Dillah

Kelas : 3 KIA

Dosen Pembimbing : Dr. Ir. Yerizam, M.T

POLITEKNIK NEGERI SRIWIJAYA PALEMBANG


TAHUN AKADEMIK 2016/2017

Anda mungkin juga menyukai