LP Wound Dehisence
LP Wound Dehisence
WOUND DEHISCENCE
Untuk memenuhi tugas Profesi Ners Departemen Surgikal di Ruang 14
RSSA Malang
Oleh :
REZKY PRAYOGIATMO
NIM. 170070301111075
Oleh :
REZKY PRAYOGIATMO
NIM. 170070301111075
( ) ( )
A. Definisi Wound Dehiscence
Laparotomi merupakan suatu proses insisi bedah kedalam rongga abdomen yang
dilakukan dengan berbagai indikasi seperti trauma abdomen, penanganan obstetric (sectio
saesaria) infeksi pada rongga abdomen, perdarahan saluran cerna, sumbatan pada usus
halus dan usus besar serta masa pada abdomen tindakan laparotomi dapat menimbulkan
berbagai komplikasi pasca bedah antara lain gangguan perfusi jaringan, infeksi pada luka
yang menyebabkan buruknya integritas kulit serta terjadinya burst abdomen.
Burst abdomen juga dikenal sebagai abdominal wound dehiscence atau luka
operasi terbuka, didefinisikan sebagai suatu keadaan yang ditandai terbukanya sebagian
atau seluruh luka operasi yang disertai protusi atau keluarnya isi rongga abdomen.
Keadaan ini sebagai akibat kegagalan proses penyembuhan luka operasi. Wound
dehiscence merupakan komplikasi pertama dari pembedahan abdominal. Insidennya
sekitar 0,2% sampai dengan 0,6% dengan angka mortalitas cukup tinggi, mencapai 10%
sampai dengan 40%, disebabkan penyembuhan luka operasi yang inadekuat (Baxter,
2003).
Terjadinya wound dehiscence dengan berbagai kondisi seperti anemia,
hipoalbumin, malnutrisi, keganasan, obesitas dan diabetes, usia lanjut, prosedur
pembedahan spesifik seperti pembedahan pada kolon atau laparotomi emergency. Wound
dehiscence dapat juga terjadi karena perawatan luka yang tidak adekuat serta faktor
mekanik seperti batuk batuk yang berlebihan, ileus obstruktif dan hematoma serta teknik
operasi yang kurang baik.
Burst abdomen atau abdominal wound dehiscence adalah terbukanya tepi-tepi luka
sehingga menyebabkan evirasi atau pengeluaran isi organ-organ dalam seperti usus, hal
ini merupakan salah satu komplikasi post operasi dari penutupan luka didalam perut.
B. Klasifikasi Wound Dehiscence
Menurut Theodore (1999), klasifikasi dari Wound Dehiscence atau burst abdomen adalah
sebagai berikut :
a. Kontusio dinding abdomen
Disebabkan oleh trauma non-penetrasi. Kontusio dinding abdomen tidak terdapat
cedera intra abdomen, kemungkinan terjadi eksimosis atau penimbunan darah dalam
jaringan lunak dan masa darah dapat menyerupai tumor.
b. Laserasi
Jika terdapat luka pada dinding abdomen yang menembus rongga abdomen harus di
eksplorasi. Atau terjadi karena trauma penetrasi. Trauma Abdomen adalah terjadinya
atau kerusakan pada organ abdomen yang dapat menyebabkan perubahan fisiologi
sehingga terjadi gangguan metabolisme, kelainan imonologi dan gangguan faal
berbagai organ.
C. Etiologi Wound Dehiscence
Terjadinya Wound Dehiscence atau burst abdomen dipengaruhi oleh banyak
faktor. Faktor risiko akan dibedakan menjadi tiga bagian yaitu faktor pre-operative,
operative, dan post-operative (British Medical Journal:1966).
a. Pre operasi
1. Jenis kelamin
Kejadian pada pria dan wanita didapatkan perbedaan yang sedikit meningkat pada
pria yang mana berbanding 3:1.
2. Umur
Kejadian burst abdomen meningkat dengan bertambahnya umur. Burst abdomen
pada pasien yang berumur ,45 tahun sebesar 1.3%, sedangkan pada pasien >45 tahun
sebesar 5.4% (Schwartz et al,Principles Of Surgery). Burst abdomen sering terjadi
pada usia >60 tahun. Hal ini dikarenakan sejalan dengan bertambahnya umur, organ,
dan jaringan tubuh mengalami proses degenerasi dan otot dinding melemah (Lotfy,
2009).
3. Anemia
Hemoglobin menyumbang oksigen untuk regenerasi jaringan granulasi dan
penurunan tingkat hemoglobin mempengaruhi penyembuhan luka.
4. Hippoproteinemia
Hipoproteinemia adalah salah satu faktor yang penting dalam penundaan
penyembuhan, seseorang yang memiliki tingkat protein serum dibawah 6g/dl
memiliki risiko burst abdomen.
5. Defisiensi vitamin C
Vitamin C sangat penting untuk memperoleh kekuatan dalam penyembuhan luka.
Kekurangan vitamin C dapat mengganggu penyembuhan dan merupakan
predisposisi kegagalan luka.
6. Kortikosteroid
Steroid memiliki peranan dalam menghambat proses inflamasi, fungsi mmakrofag,
proliferasi kapiler, dan fibroblast. Selain itu kortikosteroid juga dapat menurunkan
sistem imun.
7. Merokok
Kebiasaan merokok sejak muda menyebabkan batuk-batuk yang persisten, batuk
yang kuat dapat menyebabkan peningkatan tekanan intra abdomen.
8. Hypoalbuminanemia (serum albumin <3 mg%)
Keadaan hipoalbuminemia ini akan mengurangi sintesa komponen sulfas
mukopolisarida dan kolagen yang merupakan bahan dasar penyembuhan luka.
Defisiensi tersebut akan mempengaruhi proses fibroblasi dan kolagenisasi yang
merupakan proses awal penyembuhan luka.
9. Operasi yang bersifat emergensi
Beberapa penelitian menunjukkan adanya hubungan dengan terjadinya burst
abdomen. Hal ini mungkin lebih disebabkan karena keadaan hemodinamik pasien
yang tidak stabil dibandingkan dengan persiapan operasi yang terencana.
10. Diabetes (GDP>140 mg/dl atau GDA>200 mg/dl)
Pada orang dengan diabetes, proses penyembuhan luka berlangsung lama
(Lotfy,2009). DM berkaitan dengan gangguan metabolisme pada jaringan ikat hal
tersebut tentu saja amat sangat berpengaruh pada daya tahan tubuh sehingga akan
mengganggu proses penyembuhan luka operasi.
D. Manifestasi Klinis Wound Dehiscence
1. Luka yang dehiscence yang ditunjukkan pada 7-14 hari setelah operasi
2. Nyeri yang sangat bahkan sampai meledak-ledak
3. Batuk yang berat disertai muntah-muntah
4. Adanya serosa kekuning- kuningan yang keluar dari luka
5. Perut yang distended (membesar dan tegang) yang menandai adanya infeksi di daerah
tersebut
6. Keluar cairan merah pada bekas jahitan atau bahkan keluar nanah
7. Luka jahitan menjadi lembek dan merah (hiperemi)
8. Keadaan umum pasien juga menurun ditandai dengan wajah tampak anemis dan
pasien tampak sangat kesakitan
E. Patofisiologi Wound Dehiscence
Batuk, Merokok, Anemia, Tipe insisi, Jahitan luka, Batuk, Distensi abdomen,
Hypoalbumin, Usia Bahan jahitan, Teknik Kebocoran usus, Infeksi,
penutupan laparatomi Hematoma
Anemia
Tipe insisi Batuk
Penurunan Hb
Penekanan Intra Abdomen
Midline incision
Suplay oksigen ke
Ketegangan pada luka
jaringan menurun Titik lemah abdomen
Wound Dehiscence
MK : Nyeri
Intake makanan ↓ MK : Pola Pertahanan tubuh
nafas tidak berespon : Inflamasi
Nutrisi tidak adekuat
efektif
NOC NIC
Setelah dilakukan asuhan keperawatan Respiratory Status (3350)
selama 1x24 jam pola nafas klien dapat 1. Memantau kecepatan, irama,
kembali normal, dengan kriteria hasil: kedalaman, dan upaya pernapasan
Respiratory Status (0415) 2. Memantau pola pernapasan (mis,
1. Respiratory rate (041501) bradypnea, takipnea, hiperventilasi,
2. Irama pernapasan (041502) Cheyne-Stokes pernapasan, apneustic)
3. Kedalaman inspirasi (041503) 3. Memantau saturasi oksigen
4. Saturasi Oksigen (041508)
5. Sesak saat istirahat (041514) 4. Pantau adanya kelelahan otot
diafragma, seperti ditunjukkan oleh
gerak paradoks
5. Lakukan auskultasi bunyi nafas,
mencatat daerah menurun atau tidak
ada ventilasi dan adanya bunyi
adventif
6. Pantau adanya dyspnea dan keadaan
yang meningkatkan dan memperburuk
pernapasan
7. Lakukan pengobatan terapi
pernapasan (misalnya, nebulizer),
sesuai yang dibutuhkan
Hyperthermia (00007) berhubungan dengan adanya peningkatan laju metabolisme
akibat respon inflamasi
Definition : Core body temperature above the normal diurnal range due to failure of
thermoregulation.
Domain 11. Safety/protection
Class 6. Thermoregulation
NOC NIC
Setelah dilakukan asuhan keperawatan Hyperthermia Treatment (3786)
selama 1x24 jam suhu badan klien 1. Memantau tanda-tanda vital
normal, dengan kriteria hasil: 2. Mendapatkan nilai laboratorium untuk
Risk Control: Hyperthermia (1922) elektrolit serum, urinalisis, enzim
1. Mengidentifikasi faktor risiko jantung, enzim hati, dan hitung darah
hipertermia lengkap
2. Mengidentifikasi tanda dan gejala 3. Pantau komplikasi (misalnya,
hiperthermi gangguan ginjal, ketidakseimbangan
3. Mengidentifikasi kondisi kesehatan asam-basa)
yang mempercepat peningkatan 4. Beritahu pasien pada tanda-tanda awal
suhu dan gejala penyakit yang berhubungan
dengan panas