Anda di halaman 1dari 27

2[Type the document title]

KASUS
Congestive Heart Failure

A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. R
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 50 tahun
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Status Penikahan : Menikah
Alamat :
Pendidikan Terakhir : SMA
Masuk Ruangan : 30 Oktober 2014 (Melati)
Nomer RM : 04-81-02

B. ANAMNESIS
Anamnesis pada pasien ini dilakukan secara autoanamnesis pada hari
Kamis, 30 Oktober 2014, sekitar pukul 10.30 WITA di Ruang Perawatan Melati
RSUD Pambalah Batung, Amuntai.

Keluhan Utama
Sesak napas.

Riwayat Penyakit Sekarang


Sejak 7 hari yang lalu penderita mengeluh sesak nafas yang dirasakan
semakin lama semakin memberat. Pada awalnya sekitar 1 tahun lalu sesak nafas
hanya dirasakan penderita jika melakukan aktifitas berat seperti berjalan jauh,
namun semakin lama dirasakan semakin berat bahkan jika melakukan aktifitas
ringan pun keluhan sesak sering terjadi, Penderita juga mengeluhkan sering
terbangun pada malam hari karena sesak nafas. Penderita lebih nyaman tidur
dengan menggunakan dua bantal.

Keluhan sesak disertai nyeri dada sebelah kiri, seperti ditusuk-tusuk jarum,
nyeri dada tersebut menjalar ke tangan hingga punggung pasien.Nyeri dada
tersebut berlangsung selama 20 menit dan berkurang jika beristirahat.

[Type text]
3[Type the document title]

Keluhan sesak disertai dengan jantung yang dirasakan berdebar ketika


beraktifitas berat ataupun ringan dan membaik jika diistirahatkan.

Keluhan sesak disertai dengan adanya mual dan muntah 3x berupa sisa
makan sebanyak setengah gelas belimbing.

Keluhan disertai dengan batuk yang berdahak yang timbul 5 hari sebelum
masuk rumah sakit.

Keluhan sesak nafas tidak disertai dengan bunyi mengi.

Keluhan sesak nafas tidak berkurang dengan mengubah posisi tidur


menjadi miring ke salah satu sisi.

Keluhan sesak nafas tidak disertai dengan adanya bengkak pada kedua
tungkai

Riwayat merokok tidak ada, pasien merupakan seorang perokok pasif,


dimana kedua anaknya yang tinggal serumah merupakan perokok berat.

Riwayat darah tinggi ada, sejak 2 tahun yang lalu. Namun penderita tidak
rajin control.

Riwayat kencing manis tidak ada.

Riwayat keluarga dengan penyakit jantung, darah tinggi, kolesterol tinggi


dan penyakit kencing manis tidak diketahui pasien.

Anamnesis Sistem

Sistem Cerebrospinal : Tidak ada keluhan


Sistem Kardiovaskuler : Nyeri dada
Sistem Respiratorius : Sesak napas

[Type text]
4[Type the document title]

Sistem Gastrointestinal : Mual dan Muntah


Sistem Urogenital : Tidak ada keluhan
Sistem Muskuloskeletal : Tidak ada keluhan
Sistem Integmental : Tidak ada keluhan

C. PEMERIKSAAN JASMANI
Pemeriksaan umum
Keadaan Umum : sedang, kesan gizi cukup
Kesadaran : Compos Mentis, GCS: E4V5M6
Tinggi Badan : 150 cm (anamnesis)
Berat Badan : 61 kg (anamnesis)
Status gizi : Obesitas (BMI = 27,1 kg/m2)

Tanda-tanda Vital
Tekanan darah : 140/90 mmHg
Nadi : 92 kali/menit, teratur, tekanan cukup, isi cukup
Suhu : 36,6oC
Pernapasan : 26 kali/menit, regular.

Kulit
Warna : sawo matang Suhu raba : Afebris
Pertumbuhan rambut : merata Edema : Tidak ada
Lembab / kering : Lembab
Pigmentasi : Merata

Kepala
Mesosefal, deformitas (-), otorrhea (-), rhinorrhea (-), eksoftalmus (-),
Konjungtiva Anemis (-/-), Sklera Ikterik (-/-),

Leher
Limfonodi tak teraba membesar, JVP + 2 cm H2O.

Paru-paru
Inspeksi : pergerakan dada simetris, ketinggalan gerak (-/-),

[Type text]
5[Type the document title]

retraksi dinding dada (-/-)


Palpasi : nyeri tekan (-/-), pengembangan dada simetris, fremitus
taktil (+/+) simetris,
Perkusi : sonor (-/-)
Auskultasi : suara napas vesikuler (+/+), rhonki (+/+), wheezing (-/),

Jantung
Bunyi jantung I dan II murni reguler, tunggal, murmur (-), gallop (-)

Perut
Inspeksi datar, dinding perut sejajar dengan dinding dada,
kelainan kulit (-)
Auskultasi bising usus (+) normal

Perkusi timpani diseluruh kuadran paru


Palpasi supel, nyeri tekan (-), massa (-), defansmuscular
(-), Hepar/lien/massa tidak teraba.

Anggota gerak
Akral hangat, + + edema - -
+ + - -

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
DARAH
Hb : 11,9 gr%

Leukosit : 12.600/mm3

Eritrosit : 4.190.000 juta/mm³

Trombosit : 288.000/mm3

Hematokrit : 32,9 %

KIMIA DARAH
Glukosa Puasa : 168 mg/dl

Cholesterol : 238 mg/dl

[Type text]
6[Type the document title]

Triglyceride : 40 mg/dl

HDL : 28 mg/dl

LDL : 202 mg/dl


E. DIAGNOSIS AKHIR
Congestive Heart Failure NYHA FC III e.c Old Miokard Infark
Angina Pectoris
Dislipidemia

F. PENATALAKSANAAN
a. Non-Farmakologis
Bed rest total
Minum maksimal 4 gelas/ hari
b. Farmakologis
Oksigen 3 liter/menit
IUFD RL 8 tpm
Inj. Furosemide 20 mg 1x1
ISDN 10 mg 1x1
Aspilet 80 mg 1x1 (siang)
Spironolactone 25 mg 1x1
Simvastatin 20 mg 1x1

G. PROGNOSIS
Ad vitam : dubia
Ad functionam : dubia
Ad sanatioanm : dubia

[Type text]
7[Type the document title]

TINJAUAN PUSTAKA
GAGAL JANTUNG

2.1 Definisi Gagal Jantung

Gagal jantung didefinisikan sebagai kondisi dimana jantung tidak lagi


dapat memompakan cukup darah ke jaringan tubuh. Keadaan ini dapat timbul
dengan atau tanpa penyakit jantung. Gangguan fungsi jantung dapat berupa
gangguan fungsi diastolik atau sistolik, gangguan irama jantung, atau
ketidaksesuaian preload dan afterload. Keadaan ini dapat menyebabkan kematian
pada pasien.

Gagal jantung dapat dibagi menjadi gagal jantung kiri dan gagal jantung
kanan. Gagal jantung juga dapat dibagi menjadi gagal jantung akut, gagal jantung
kronis dekompensasi, serta gagal jantung kronis.

Gagal jantung kongestif adalah sindroma klinis kompleks akibat kelainan


jantung ataupun non-jantung yang mempengaruhi kemampuan jantung untuk
memenuhi kebutuhan fisiologis tubuh seperti peningkatan cardiac output. Gagal
jantung dapat muncul akibat gangguan pada miokardium, katup jantung,
perikardium, endokardium ataupun gangguan elektrik jantung (SIGN, 2007).

2.2 Anatomi dan fsiologi jantung

Jantung adalah organ muskular yang berlubang yang berfiIngsi sebagai


pompa ganda system kardiovaskular. Berat jantung normal satu pon (0,45 kg) dan
kurang lebih sebesar tinju orang dewasa. Jantung terletak di dalarn rongga dada
dan terletak diantara sternum (ruang dada) dan kolumna vertrebralis; ( Sandra,
dkk, 1996 ). Jantung dapat diibaratkan suatu pompa berganda, yang terdiri dari
bagian kiri dan kanan. Bagian kanan dari jantung berfungsi untuk memompa
darah dari tubuh ke paru - paru, sedangkan bagian kiri berfungsi untuk memompa
darah dari paru – paru ke tubuh. Setiap bagian terdiri dari dua kompartemen, di

[Type text]
8[Type the document title]

bagian atas merupakan serambi (atrium) dan dibagian bawah merupakan bilik
(ventriculus). Antara serambi dan bilik terdapat katup, begitu pula antara bilik dan
pembuluh besar. Fungsi keempat katup tersebut adalah untuk menjamin darah
mengalir hanya satu jurusan. ( Tjay, 2000 ).

Pada setiap denyutan jantung dapat dibedakan menjadi dua fase, yaitu
diastole dimana otot jantung melepaskan diri dm biliknya terpenuhi darah vena.
Kemudian menyusul sistole, dimana otot jantung menguncup (kontraksi) sebagai
reaksi terhadap diastole, sehingga darah dipompa keluar jantung dan kedalam
arteri. Pada penyakit jantung dapat disebabkan oleh beberapa faktor, adalah
merokok, hiperkolesterolemia, hipertensi, kegemukan, diabetes, stress, selain itu
faktor usia dan kelamin juga berpengaruh (Tjay, 2000 ).

Gambar 1. Anatomi Jantung

[Type text]
9[Type the document title]

2. 3 Etiologi Gagal jantung

Beberapa etiologi dari penyakit gagal jantung kongestif ialah :

a. Penyakit Jantung Koroner

Seseorang dengan penyakit jantung koroner (PJK) rentan untuk menderita


penyakit gagal jantung, terutama penyakit jantung koroner dengan hipertrofi
ventrikel kiri. Lebih dari 36% pasien dengan penyakit jantung koroner selama 7-8
tahun akan menderita penyakit gagal jantung kongestif ( Hellerman, 2003). Pada
negara maju, sekitar 60-75% pasien penyakit jantung koroner menderita gagal
jantung kongestif (Mann, 2008). Bahkan dua per tiga pasien yang mengalami
disfungsi sistolik ventrikel kiri disebabkan oleh Penyakit Jantung Koroner
(Doughty dan White, 2007).

b. Hipertensi

Peningkatan tekanan darah yang bersifat kronis merupakan komplikasi


terjadinya gagal jantung (Riaz, 2012). Berdasarkan studi Framingham dalam
Cowie tahun 2008 didapati bahwa 91% pasien gagal jantung memiliki riwayat
hipertensi. Studi terbaru Waty tahun 2012 di Rumah Sakit Haji Adam Malik
menyebutkan bahwa 66.5% pasien gagal jantung memiliki riwayat hipertensi.
Hipertensi menyebabkan gagal jantung kongestif melalui mekanisme disfungsi
sistolik dan diastolik dari ventrikel kiri. Hipertrofi ventrikel kiri menjadi
predisposisi terjadinya infark miokard, aritmia atrium dan ventrikel yang nantinya
akan berujung pada gagal jantung kongestif (Lip G.Y.H., GibbsN C.R., Beevers
D.G., 2000).

[Type text]
10[Type the document title]

c. Cardiomiopathy

Cardiomiopathy merupakan kelainan pada otot jantung yang tidak


disebabkan oleh penyakit jantung koroner, hipertensi atau kelainan kongenital.
Cardiomiopathy terdiri dari beberapa jenis. Diantaranya ialah dilated
cardiomiopathy yang merupakan salah satu penyebab tersering terjadinya gagal
jantung kongestif. Dilated cardiomiopathy berupa dilatasi dari ventrikel kiri
dengan atau tanpa dilatasi ventrikel kanan. Dilatasi ini disebabkan oleh hipertrofi
sel miokardium dengan peningkatan ukuran dan penambahan jaringan fibrosis
(Lip G.Y.H., Gibbs C.R., Beevers D.G., 2000). Hipertrophic cardiomiopathy
merupakan salah satu jenis cardiomiopathy yang bersifat herediter autosomal
dominan. Karakteristik dari jenis ini ialah abnormalitas pada serabut otot
miokardium. Tidak hanya miokardium tetapi juga menyebabkan hipertrofi
septum. Sehingga terjadi obstruksi aliran darah ke aorta (aortic outflow). Kondisi
ini menyebabkan komplians ventrikel kiri yang buruk, peningkatan tekanan
diastolik disertai aritmia atrium dan ventrikel (Scoote M., Purcell I.F., Wilson
P.A., 2005). Jenis lain yaitu Restrictive and obliterative cardiomiopathy.

Karakteristik dari jenis ini ialah berupa kekakuan ventrikel dan komplians
yan buruk, tidak ditemukan adanya pembesaran dari jantung. Kondisi in
berhubungan dengan gangguan relaksasi saat diastolik sehingga pengisia ventrikel
berkurang dari normal. Kondisi yang dapat menyebabkan keadaa ini ialah
Amiloidosis, Sarcoidosis, Hemokromasitomatosis dan penyaki resktriktif lainnya
(Scoote M., Purcell I.F., Wilson P.A., 2005).

d. Kelainan Katup Jantung

Dari beberapa kasus kelainan katup jantung, yang paling sering


menyebabkan gagal jantun kongestif ialah Regurgitasi Mitral. Regurgitas mitral
meningkatkan preload sehingga terjadi peningkatan volume di jantung
Peningkatan volume jantung memaksa jantung untuk berkontraksi lebih kua agar
darah tersebut dapat didistribusi ke seluruh tubuh. Kondisi ini jik berlangsung

[Type text]
11[Type the document title]

lama menyebabkan gagal jantung kongestif (Lip G.Y.H., Gibb C.R., Beevers
D.G., 2000).

e. Aritmia

Artial Fibrilasi secara independen menjadi pencetus gagal jantun tanpa perlu
adanya fakto concomitant lainnya seperti PJK atau hipertensi 31% dari pasien
gagal jantung ditemukan gejala awal berupa atrial fibrilas dan ditemukan 60%
pasien gagal jantung memiliki gejala atrial fibrilas setelah dilakukan pemeriksaan
echocardiografi. Aritmia tidak hanya sebagai penyebab gagal jantung tetapi juga
memperparah prognosis denga meningkatkan morbiditas dan mortalitas (Cowie
et.al., 1998).

f. Alkohol dan Obat-obatan

Alkohol memiliki efek toksik terhadap jantung yang menyebabkan atrial


fibrilasi ataupun gagal jantung akut. Konsumsi alkohol dalam jangka panjang
menyebabkan dilated cardiomiopathy. Didapati 2-3% kasus gagal jantung
kongestif yang disebabkan oleh konsumsi alkohol jangka panjang. Sementara itu
beberapa obat yang memiliki efek toksik terhadap miokardium diantaranya ialah
agen kemoterapi seperti doxorubicin dan zidovudine yang merupakan antiviral
(Cowie, 2008).

g. Lain-lain

Merokok merupakan faktor resiko yang kuat dan independen untuk


menyebabkan penyakit gagal jantung kongestif pada laki-laki sedangkan pada
wanita belum ada fakta yang konsisten (Lip G.Y.H., Gibbs C.R., Beevers D.G.,
2000). Sementara diabetes merupakan faktor independen dalam mortalitas dan
kejadian rawat inap ulang pasien gagal jantung kongestif melalui mekanisme
perubahan struktur dan fungsi dari miokardium. Selain itu, obesitas menyebabkan

[Type text]
12[Type the document title]

peningkatan kolesterol yang meningkatkan resiko penyakit jantung koroner yang


merupakan penyebab utama dari gagal jantung kongestif. Berdasarkan studi
Framingham disebutkan bahwa diabetes merupakan faktor resiko yang untuk
kejadian hipertrofi ventrikel kiri yang berujung pada gagal jantung (Lip G.Y.H.,
Gibbs C.R., Beevers D.G., 2000).

Faktor pencetus dari gagal jantung seperti :

a. Meningkatnya asupan garam.

b. Ketidakpatuhan menjalani pengobatan anti gagal jantung.

c. Infark miokard akut.

d. Serangan hipertensi.

e. Aritrnia akut.

f. Infeksi atau demam.

g. Emboli paru.

h. Anemia.

i. Tirotoksikosis.

j. Kehamilan.

k. Indokarditis infektif (Arif., dkk, 1999).

2.4 Patogenesis Gagal Jantung

Gagal Jantung Kongestif diawali dengan gangguan otot jantung yang tidak
bisa berkontraksi secara normal seperti infark miokard, gangguan tekanan
hemodinamik, overload volume, ataupun kasus herediter seperti cardiomiopathy.
Kondisi-kondisi tersebut menyebabkan penurunan kapasitas pompa jantung.
Namun, pada awal penyakit, pasien masih menunjukkan asimptomatis ataupun

[Type text]
13[Type the document title]

gejala simptomatis yang minimal. Hal ini disebabkan oleh mekanisme kompensasi
tubuh yang disebabkan oleh cardiac injury ataupun disfungsi ventrikel kiri (Mann,
2010).

Gambar 2. Patogenesis CHF

Gagal jantung merupakan kelainan multisitem dimana terjadi gangguan


pada jantung, otot skelet dan fungsi ginjal, stimulasi sistem saraf simpatis serta
perubahan neurohormonal yang kompleks. Pada disfungsi sistolik terjadi
gangguan pada ventrikel kiri yang menyebabkan terjadinya penurunan cardiac
output. Hal ini menyebabkan aktivasi mekanisme kompensasi neurohormonal,
sistem Renin – Angiotensin – Aldosteron (system RAA) serta kadar vasopresin
dan natriuretic peptide yang bertujuan untuk memperbaiki lingkungan jantung
sehingga aktivitas jantung dapat terjaga (Jackson G, 2000).

Aktivasi sistem simpatis melalui tekanan pada baroreseptor menjaga


cardiac output dengan meningkatkan denyut jantung, meningkatkan kontraktilitas

[Type text]
14[Type the document title]

serta vasokons-triksi perifer (peningkatan katekolamin). Apabila hal ini timbul


berkelanjutan dapat menyeababkan gangguan pada fungsi jantung. Aktivasi
simpatis yang berlebihan dapat menyebabkan terjadinya apoptosis miosit,
hipertofi dan nekrosis miokard fokal (Jackson G, 2000).

Stimulasi sistem RAA menyebabkan penigkatan konsentrasi renin,


angiotensin II plasma dan aldosteron. Angiotensin II merupakan vasokonstriktor
renal yang poten (arteriol eferen) dan sirkulasi sistemik yang merangsang
pelepasan noradrenalin dari pusat saraf simpatis, menghambat tonus vagal dan
merangsang pelepasan aldosteron. Aldosteron akan menyebabkan retensi natrium
dan air serta meningkatkan sekresi kalium. Angiotensin II juga memiliki efek pada
miosit serta berperan pada disfungsi endotel pada gagal jantung (Jackson G,
2000).

Terdapat tiga bentuk natriuretic peptide yang berstruktur hampir sama yang
memiliki efek yang luas terhadap jantung, ginjal dan susunan saraf pusat. Atrial
Natriuretic Peptide (ANP) dihasilkan di atrium sebagai respon terhadap
peregangan menyebabkan natriuresis dan vasodilatsi. Pada manusia Brain
Natriuretic Peptide (BNO) juga dihasilkan di jantung, khususnya pada ventrikel,
kerjanya mirip dengan ANP. C-type natriuretic peptide terbatas pada endotel
pembuluh darah dan susunan saraf pusat, efek terhadap natriuresis dan
vasodilatasi minimal. Atrial dan brain natriuretic peptide meningkat sebagai
respon terhadap ekspansi volume dan kelebihan tekanan dan bekerja antagonis
terhadap angiotensin II pada tonus vaskuler, sekresi aldosteron dan reabsorbsi
natrium di tubulus renal. Karena peningkatan natriuretic peptide pada gagal
jantung, maka banyak penelitian yang kompensasi neurohormonal, sistem Renin –
Angiotensin – Aldosteron (system RAA) serta kadar vasopresin dan natriuretic
peptide yang bertujuan untuk memperbaiki lingkungan jantung sehingga aktivitas
jantung dapat terjaga (Jackson G, 2000).

[Type text]
15[Type the document title]

Endotelin disekresikan oleh sel endotel pembuluh darah dan merupakan


peptide vasokonstriktor yang poten menyebabkan efek vasokonstriksi pada
pembuluh darah ginjal, yang bertanggung jawab atas retensi natrium. Konsentrasi
endotelin-1 plasma akan semakin meningkat sesuai dengan derajat gagal jantung.

Disfungsi diastolik merupakan akibat gangguan relaksasi miokard, dengan


kekakuan dinding ventrikel dan berkurangnya compliance ventrikel kiri
menyebabkan gangguan pada pengisian ventrikel saat diastolik. Penyebab
tersering adalah penyakit jantung koroner, hipertensi dengan hipertrofi ventrikel
kiri dan kardiomiopati hipertrofik, selain penyebab lain seperti infiltrasi pada
penyakit jantung amiloid. Walaupun masih kontroversial, dikatakan 30 – 40 %
penderita gagal jantung memiliki kontraksi ventrikel yang masih normal. Pada
penderita gagal jantung sering ditemukan disfungsi sistolik dan diastolic yang
timbul bersamaan meski dapat timbul sendiri.

Gambar 3. Dekompensasi Kordis

[Type text]
16[Type the document title]

2.5 Diagnosis Gagal Jantung

a. Pemeriksaan Fisik

o Gejala dan tanda sesak nafas

o Edema paru

o Peningkatan JVP

o Hepatomegali

o Edema tungkai

a. Pemeriksaan Penunjang

o Pada pemeriksaan foto toraks seringkali menunjukkan


kardiomegali (rasio kardiotorasik (CTR) > 50%), terutama bila gagal
jantung sudah kronis. Kardiomegali dapat disebabkan oleh dilatasi
ventrikel kiri atau kanan, LVH, atau kadang oleh efusi perikard.
Derajat kardiomegali tidak berhubungan dengan fungsi ventrikel kiri.
o Elektrokardiografi memperlihatkan beberapa abnormalitas pada
sebaigian besar pasien (80-90%), termasuk gelombang Q, perubahan
ST-T, hipertropi LV, gangguan konduksi, aritmia.

[Type text]
17[Type the document title]

Gambar 4. EKG dengan CHF

o Ekokardiografi harus dilakukan pada semua pasien dengan


dugaan klinis gagal jantung. Dimensi ruang jantung, fungsi ventrikel
(sistolik dan diastolik), dan abnormalitas gerakan dinding dapat dinilai
dan penyakit katub jantung dapat disinggirkan.

o Tes darah dirkomendasikan untuk menyinggirkan anemia dan


menilai fungsi ginjal sebelum terapi di mulai. Disfungsi tiroid dapat
menyebabkan gagal jantung sehingga pemeriksaan fungsi tiroid harus
selalu dilakukan.

o Pencitraan radionuklida menyediakan metode lain untuk menilai


fungsi ventrikel dan sangat berguna ketika citra yang memadai dari
ekokardiografi sulit diperoleh. Pemindahan perfusi dapat membantu
dalam menilai fungsional penyakit jantung koroner.

[Type text]
18[Type the document title]

Kriteria Diagnosis

Berdasarkan studi Framingham, diagnosis gagal jantung kongestif


ditegakkan apabila diperoleh :

1 atau dua kriteria mayor + dua kriteria minor

Tabel 1. Kriteria Framingham dalam penegakan diagnosis gagal jantung kongestif

Kriteria Mayor

 Dispnea/orthopnea Nocturnal Parkosismal


 Distensi vena leher
 Ronki
 Kardiomegali
 Edema pulmonary akut
 Gallop-S3
 Peningkatan tekanan vena (>16 cmH2O)
 Waktu sirkulasi > 25 detik
 Reflex hepatojugularis

Kriteria Minor

 Edema pretibial
 Batuk malam
 Dispnea saat aktivitas
 Hepatomegali
 Efusi pleura
 Kapasitas vital paru menurun 1/3 dari maksimal
 Takikardia (>120 kali/menit)
 Kriteria Mayor atau Minor
 Penurunan berat badan > 4.5 Kg dalam 5 hari

2.5 Penatalaksanaan Gagal Jantung

1. Terapi Umum dan Faktor Gaya Hidup

[Type text]
19[Type the document title]

a. Aktifitas fisik harus disesuaikan dengan tingkat gejala. Aktifitas yang sesuai
menurunkan tonus simpatik, mendorong penurunan berat badan, dan memperbaiki
gejala dan toleransi aktivitas pada gagal jantung terkompensasi dan stabil.

b. Oksigen merupakan vasorelaksan paru, merupakan afterload RV, dan


memperbaiki aliran darah paru.

c. Merokok cenderung menurunkan curah jantung, meningkatkan denyut jantung,


dan meningkatkan resistensi vascular sistemik dan pulmonal dan harus dihentikan.
d. Konsumsi alkohol merubah keseimbangan cairan, inotropik negative, dan dapat
memperburuk hipertensi. Penghentian konsumsi alcohol memperlihatkan
perbaikan gejala dan hemodinamik bermakna.

2. Terapi obat-obatan

a. Diuretik digunakan pada semua keadaan dimana dikehendaki peningkatan


pengeluaran air, khususnya pada hipertensi dan gagal jantung (Tjay, 2007).
Diuterik yang sering digunakan golongan diuterik loop dan thiazide (Lee, 2005).
Diuretik Loop (bumetamid, furosemid) meningkatkan ekskresi natrium dan cairan
ginjal dengan tempat kerja pada ansa henle asenden, namun efeknya bila
diberikan secara oral dapat menghilangkan pada gagal jantung berat karena
absorbs usus. Diuretik ini menyebabkan hiperurisemia.
Diuretik Thiazide (bendroflumetiazid, klorotiazid, hidroklorotiazid, mefrusid,
metolazon). Menghambat reabsorbsi garam di tubulus distal dan membantu
reabsorbsi kalsium. Diuretik ini kurang efektif dibandingkan dengan diuretic loop
dan sangat tidak efektif bila laju filtrasi glomerulus turun dibawah 30%.
Penggunaan kombinasi diuretic loop dengan diuretic thiazude bersifat sinergis.
Tiazide memiliki efek vasodilatasi langsung pada arterior perifer dan dapat
menyebabkan intoleransi karbohidrat (Gibbs CR, 2000).

b. Digoksin, pada tahun 1785, William Withering dari Birmingham menemukan


penggunaan ekstrak foxglove (Digitalis purpurea). Glikosida seperti digoksin
meningkatkan kontraksi miokard yang menghasilkan inotropisme positif yaitu
memeperkuat kontraksi jantung, hingga volume pukulan, volume menit dan
dieresis diperbesar serta jantung yang membesar menjadi mengecil (Tjay, 2007).

[Type text]
20[Type the document title]

Digoksin tidak meneyebabkan perubahan curah jantung pada subjek normal


karena curah jantung ditentukan tidak hanya oleh kontraktilitas namun juga oleh
beban dan denyut jantung. Pada gagal jantung, digoksin dapat memperbaiki
kontraktilitas dan menghilangkan mekanisme kompensasi sekunder yang dapat
menyebabkan gejala.

c. Vasodilator dapat menurunkan afterload jantung dan tegangan dinding


ventrikel, yang merupakan determinan utama kebutuhan oksigen moikard,
menurunkan konsumsi oksigen miokard dan meningkatkan curah jantung.
Vasodilator dapat bekerja pada system vena (nitrat) atau arteri (hidralazin) atau
memiliki efek campuran vasodilator dan dilator arteri (penghambat ACE,
antagonis reseptor angiotensin, prazosin dan nitroprusida). Vasodilator menurukan
prelod pada pasien yang memakan diuterik dosis tinggi, dapat menurunkan curah
jantung dan menyebabkan hipotensi postural. Namun pada gagal jantung kronis,
penurunan tekanan pengisian yang menguntungkan biasanya mengimbangi
penurunan curah jantung dan tekanan darah. Pada gagal jantung sedang atau berat,
vasodilator arteri juga dapat menurunkan tekanan darah (Gibbs CR, 2000).

d. Beta Blocker (carvedilol, bisoprolol, metoprolol). Penyekat beta


adrenoreseptor biasanya dihindari pada gagal jantung karena kerja inotropik
negatifnya. Namun, stimulasi simpatik jangka panjang yang terjadi pada gagal
jantung menyebabkan regulasi turun pada reseptor beta jantung. Dengan memblok
paling tidak beberapa aktivitas simpatik, penyekat beta dapat meningkatkan
densitas reseptor beta dan menghasilkan sensitivitas jantung yang lebih tinggi
terhadap simulasi inotropik katekolamin dalam sirkulasi. Juga mengurangi aritmia
dan iskemi miokard (Gibbs CR, 2000). Penggunaan terbaru dari metoprolol dan
bisoprolol adalah sebagai obat tambahan dari diuretic dan ACE-blokers pada
dekompensasi tak berat. Obat-obatan tersebut dapat mencegah memburuknya
kondisi serta memeperbaiki gejala dan keadaan fungsional. Efek ini bertentangan
dengan khasiat inotrop negatifnya, sehingga perlu dipergunakan dengan hati-hati
(Tjay, 2007).

[Type text]
21[Type the document title]

e. Antikoagolan adalah zat-zat yang dapat mencegah pembekuan darah dengan


jalan menghambat pembentukan fibrin. Antagonis vitamin K ini digunakan pada
keadaan dimana terdapat kecenderungan darah untuk memebeku yang meningkat,
misalnya pada trombosis. Pada trobosis koroner (infark), sebagian obat jantung
menjadi mati karena penyaluran darah kebagian ini terhalang oleh tromus disalah
satu cabangnya. Obat-obatan ini sangat penting untuk meningkatkan harapan
hidup penderita (Tjay, 2007).

f. Antiaritmia dapat mencegah atau meniadakan gangguan tersebut dengan jalan


menormalisasi frekuensi dan ritme pukulan jantung. Kerjanya berdasarkan
penurunan frekuensi jantung. Pada umumnya obat-obatn ini sedikit banyak juga
mengurangi daya kontraksinya. Perlu pula diperhatikan bahwa obat-obatan ini
juga dapat memeperparah atau justru menimbulkan aritmia (Tjay, 2007). Obat
antiaritmia memepertahankan irama sinus pada gagal jantung memberikan
keuntungan simtomatik, dan amiodaron merupakan obat yang paling efektif dalam
mencegah AF dan memperbaiki kesempatan keberhasilan kardioversi bila AF
tetap ada (Gibbs, 2000).

2.5 Klasifikasi Gagal Jantung

Gagal jantung dalam bahasa yunani dikenal sebagai Decompensatio


Cordis, adalah suatu keadaan dimana jantung tidak dapat memompa darah ke
jaringan untuk memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh, dan kemampuan
tersebut hanya ada kalau disertai dengan peninggian volume diastolok secara
abnormal. Faktor predeposisis dari gagal jantung adalah : penyakit yang
menimbulkan penurunan fimgsi ventrikel ( seperti : penyakit arteri koroner,
hipertensi, kardiomiopita, penyakit pembuluh darah, atau penyakit jantung
congenital), dan keadaan yang membatasi pengisisan ventrikel ( seperti : stenosis
mitral, kardiomiopita, atau penyakit perikardial ).

2.5.1 Gagal Jantung Akut

[Type text]
22[Type the document title]

2.5.1.1 Pengertian Gagal Jantung Akut

Gagal jantung akut didefinisikan sebagai serangan cepat dari gejala-gejala


atau tanda-tanda akibat fungsi jantung yang abnormal. Dapat terjadi dengan atau
tanpa adanya sakit jantung sebelumnya. Disfungsi jantung bisa berupa disfungsi
sistolik atau disfungsi diastolik (Manurung, 2006).

2.5.1.2. Diagnosis Gagal Jantung Akut

Diagnosis gagal jantung akut ditegakkan berdasarkan gejala dan penilaian


klinis, didukung oleh pemeriksaan penunjang seperti EKG, foto thoraks,
biomarker dan ekokardiografi Doppler. Pasien segera diklasifikasikan apakah
disfungsi sistolik atau disfungsi diastolik.

2.5.1.3 Pengobatan Gagal Jantung Akut

Terapi Medikamentosa

a. Morfin dan analog morfin diindikasikan pada stadium awal apabila pasien
gelisah dan sesak nafas (class IIb recommendation, level of evidens B). morfin
boleh diberikan bolus IV 3mg segera sesudah dipasang intravenous line.
b. Vasodilator diindikasikan pada gagal jantung akut sebagai first line therapy,
apabila hipoperfusi padahal tekanan darah adekuat dan tanda-tanda kongesti
dengan dieresis sedikit, untuk membuka sirkulasi perifer dan mengurangi pre-
load.
c. Nitrat mengurangi kongesti paru tanpa memepengaruhi stroke volume atau
meningkatkan kebutuhan oksigen oleh miokard pada gagal jantung akut. Akan
lebih baik di kombinasikan dengan furosemid dengan dosis rendah (class I
recommendation, lefel of evidence B).

2.5.2 Gagal Jantung Kronik

[Type text]
23[Type the document title]

2.5.2.1 Pengertian Gagal Jantung Kronik

Gagal jantung adalah suatu kondisi patofisiologi, dimana terdapat kegagalan


jantung memompa darah yang sesuai dengan kebutuhan jaringan. Gagal jantung
kronis juga didefinisikan sebagai sindroma klinik yang komplek yang disertai
keluhan gagal jantung berupa sesak, fatiq baik dalam keadaan istirahat maupun
beraktifitas (Ghani, 2006).

2.5.2.2 Pengobatan Gagal Jantung Kronik

a. Diuretik (diureik loop, thiazide, metolazon) penting untukpengobatan


simtomatik bila ditemukan beb\an cairan berlebihan, kongesti paru dan edema
perifer.
b. Beta bloker direkomendasikan pada semua gagal jantung ringan, sedang dan
berat yang stabil baik dalam keadaan iskemi atau kardiomiopati non iskemi dalam
pengobatan standard seperti diuretic atau penyekat enzim konversi angiotensin.
c. Nitrat sebagai tambahan bila ada keluhan angina atau sesak, jangka panjang
tidak terbukti memperpanjang simtom gagal jantung.

Gejala yang paling sering dialami adalah berupa sesak nafas, yang semula pada
waktu mengduarkan tenaga, tetapi juga pada saat istirahat (berbaring) dalam kasus
yang lebih berat. Begitu pula udema di pergelangan kaki dengan vena memuai,
karena darah-balik terhambat kembalinya ke jantung. Sering kali perasaan sangat
letih dan kurang tenaga. ( Tjay, 2000 ) Menurut New York Heart Association
(NYHA), membagi klasifikasi Fungsional gagal jantung dalam 4 kelas :

Kelas 1 : Bila pasien dapat melakukan aktivitas berat tanpa kelahan.

Kelas 2 : Bila pasien tidak dapat melakukan aktivitas lebih berat dari
aktivitas Seharihari tanpa keluhan.

[Type text]
24[Type the document title]

Kelas 3 : Bila pasien tidak dapat melakukan aktivitas sehari-hari tanpa


keluhan.

Kelas 4 : Bila pasien sama sekali tidak dapat melakukan aktivitas apapuN
dan harus tirah baring.( Lily, dkk, 1 996).

Klasifikasi Stevenson menggunakan tampilan klinis dengan melihat tanda


kongesti dan kecukupan perfusi. Kongesti didasarkan adanya ortopnea, distensi
vena juguler, ronki basah, refluks hepato jugular, edema perifer, suara jantung
pulmonal yang berdeviasi ke kiri, atau square wave blood pressure pada manuver
valsava. Status perfusi ditetapkan berdasarkan adanya tekanan nadi yang sempit,
pulsus alternans, hipotensi simtomatik, ekstremitas dingin dan penurunan
kesadaran. Pasien yang mengalami kongesti disebut basah (wet) yang tidak
disebut kering (dry). Pasien dengan gangguan perfusi disebut dingin (cold) dan
yang tidak disebut panas (warm). Berdasarkan hal tersebut penderta dibagi
menjadi empat kelas, yaitu:

- Kelas I (A) : kering dan hangat (dry – warm)

- Kelas II (B) : basah dan hangat (wet – warm)

- Kelas III (L) : kering dan dingin (dry – cold)

- Kelas IV (C) : basah dan dingin (wet – cold)

Klasifikasi berdasarkan Killip digunakan pada penderita infark miokard


akut, dengan pembagian:

 Derajat I : Tanpa gagal jantung


 Derajat II : Gagal jantung dengan ronki basah halus di basal paru, S3
galop dan peningkatan tekanan vena pulmonalis
 Derajat III : Gagal jantung berat dengan edema paru seluruh lapangan
paru.
 Derajat IV : Syok kardiogenik dengan hipotensi (tekanan darah sistolik _
90 mmHg) dan vasokonstriksi perifer (oliguria, sianosis dan diaforesis).

[Type text]
25[Type the document title]

Berdasarkan dari bagian jantung yang mengalami kegagalan pemompaan,


gagal jantung tersebut dibagi menjadi tiga, yaitu :

1). Gagal jantung kanan

Gejala yang timbul pada gagal jantung kanan adalah : fatig, edema, liver,
anoreksia, dan kembung. Pada pemeriksaan fisisk bias didapatkan hipertrofi
jantung kanan, irama derap atrium kanan, murmur, tanda-tanda penyakit paru
kronlk, tekanan vena jugularis meningkat, fihidritiraks, peningkatan tekanan vena.
(Arif , dkk, 1999).

2). Gagal jantung kiri

Pada gagal jantung kiri akan timbul :

a) Dyspneu d 'efort yaitu, sesak nafas yang terjadi pada saat melakukan aktivitas
fisik.

b) Fatigue

c) Ortopnea, merupakan sesak nafas yang terjadi pada saat berbaring, dan dapat
dikurangi dengan sikap duduk atau berdiri. Hal ini disebabkan karena pada saat
berdiri terjadi penimbunan &an di kaki dan perut. Pada saat berbaring maka
cairan ini kembali ke pembuluh darah dan menambah darah balik, sehingga terjadi
sesak nafas.

d) Dispnea nokturnal peroksimal, serangan sesak nafas ini terjadi pada malarn
hari, pada saat pasien tertidur dan akan terbangun karena sesak nafas. Faktor-
faktor yang menyebabkan antara lain : menurunnya tonus simpatis, darah balik
yang bertambah, penurunan aktivitas pada saat pernafasan di malam hari, dan
edema paru. Untuk menghilangkan gejala ini penderita memerlukan waktu h a n g
lebih 30 menit.

e) Pembesaran jantung

f) Takikardia

g) Batuk (Lily, dkk, 1996)

[Type text]
26[Type the document title]

3) Gagal jantung kanan dan kiri ( kongestif )

Gagal jantung kiri dalam jangka panjang dapat diikuti dengan gagal jantung
kanan, demikian sebaliknya Bila gagal jantung kanan terjadi bersamaan dengan
gagal jantung kiri maka akan terjadi gagal jantung kongestif Secara klinis hal ini
tampak sebagai suatu keadaan dimana penderita sesak nafas disertai dengan gejala
bendungan cairan di vena jugularis, hepatomegali, edema perifer, asites. Gagal
jantung kongestif biasanya dirnulai lebih dahulu oleh gagal jantung kiri dan secara
larnbat diilcuti gagal jantung kanan ( Lily, dkk, 1996).

Pada gangguan serius ini, jantung tidak mampu lagi memelihara selaknya
peredaran darah, hingga volume-menit menurun dan arteri mendapat terlalu
sedikit darah. Sebagai akibat kelemahan jantung ini, darah terbendung di vena
kaki dm paruparu, yang menimbulkan sesak dada dan udema pergelangan kaki.
Pada keadaan parah dapat terjadi udema paru yang sangat berbahaya Penyaluran
darah ke jaringan juga berkurang, sehingga ginjal mengekskresi lebih sedikit
natriurn dan air. Dalam hal akut, pasien perlu segera mungkin dirawat di rumah
sakit. Untuk penanganan penderita gagal jantung, bila keadaannya berupa
insufisiensi ini umumnya dilakukan dengan tiga tindakan untuk meniadakan
cairan, yakni ; banyak istirahat untuk meringankan beban jantung, pembatasan
asupan garam , dan pengobatan dengan diuretika untuk memperbesar ekskresi
cairan. Yang terakhir perlu guna mengurangi pengeluaran tenaga berlebihan yang
memperkuat penyaluran darah ke otot, sehingga mengurangi filtrasi glomeruler
dengan akibat retensi natrium ( Tjay, 2000 ).

Penatalaksanaan untuk gagal jantung didasarkan pada usaha untuk menentukan


diagnosa yang tepat, menyingkirkan kelainan yang menyerupai gagal jantung, dan
memberikan pengobatan untuk mengurangi keluhan. Secara umurn tindakan dan
pengobatan untuk gagal jantung didasarkan pada 4 aspek, yaitu:

1. Mengurangi beban kerja.

2. Memperkuat kontraktilitas miokard.

3. Mengurangi kelebihan cairan dan gararn.

[Type text]
27[Type the document title]

4. Melakukan tindakan dan pengobatan khusus terhadap penyabab, faktor-faktor


pencetus, dan kelainan yang mendasari.

Umumnya semua penderita gagal jantung dianjurkan untuk membatasi


aktivitas fisik sesuai dengan berat ringannya keluhan. Pada penderita gagal
jantung ringan mungkin hanya perlu membatasi aktivitas yang lebih berat dari
biasanya, narnun untuk penderita gagal jantung berat harus di rawat di rumah
sakit untuk menjalani tirah baring. Semua penderita wajib diberi edukasi
mengenai sebab-sebab dan faktor-faktor pencetusnya agar dapat menghmdari hal-
hal yang memperberat kondisinya. ( Lily, dkk, 1996).

Tujuan utama pengobatan gagal jantung adalah untuk mengurangi gejala akibat
bendungan sirkulasi, memperbaiki kapasitas kerja dan kualitas hidup, serta
memperpanjang harapan hidup. Untuk gagal jantung yang tetap bergejala
walaupun penyakit yang mendasarinya telah diobati memerlukan pembatasan
aktivitas fisik, pembatasan asupan garam, dan obat.untuk itu pendekatan awal
adalah memperbaiki berbagai gangguan yang mampu pulih untuk menghilangkan
beban kardiovaskuler yang berlebihan, seperti ; mengobati hipertensi, mengobati
anemia, mengurangi berat badan, atau memperbaiki stenosis aorta. ( Tjay, 2000 ).
Pengobatan gagal jantung yaitu dapat dilakukan dengan mengurangi beban awal
dengan cara pemberian diuretik, nitrat, atau vasodilator lainnya. Sedangkan untuk
mengurangi beban akhir dapat dilakukan dengan pentberim pengharnbatan ACE.
Untuk kontraktilitas dapat ditingkatkan dengan obat-obat inotropik seperti
digitalis, dopamine, dan dobutamin. ( Lily, dkk, 1996). Kebanyakan penderita
gagal jantung memperlihatkan gangguan fungsi sistolik. Pada penderita dernikian
terapi obat dimaksudkan untuk :

a. Menghilangkan gejala bendungan sirkulasi dengan memperbaiki kontraktilitas


miokard.

b. Mengurangi beban pengisian ventrikel dan menurunkan tahanan perifer


(Armen, dkk, 1995). Karena penyembuhan fungsi pompa pada prinsipnya tidak
bisa dicapai, maka penanganan khususnya ditujukan pada prevensi memburuknya
penyakit dan meringankan gejalanya.

[Type text]
28[Type the document title]

DAFTAR PUSTAKA

1. Boswood. Heart Failure Management; The Use of Diuretic Vasodilators


and Inotropics. Conference Voorjaasdargen 24-26 April 2008.
Amsterdam, Netherlands.
2. Chapman S., dkk. Oxford Handbook of Respiratory Medicine. 2005. UK:
Oxford University Press.
3. Fauci, Braunwald. Harrison Internal Medicine. 2007. US : McGraw Hill’s
Access Medicine.
4. Goldman, Ausiello. Cecil medicine 23rd Edition. Elsevier Saunders : 2006.
5. Hill Mc-Graw. Current medical Diagnosi & Treatment. 2006. UK.
6. Kelly S. Brian. Evaluation of The Elderly Patient With Acute Chest Pain.
Elseviers Saunders : 2007.
7. Kumar P, Clark M. Kumar & Clark : Clinical medicine. 2005. US :
Emedicine Forum.
8. RSUP Nasional dr. Cipto Mangunkusumo. Panduan Pelayanan Medis
Departemen Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : 2007.
9. Sylvia A price, Lorraine M Wilson. Patofisiologi: Konsep klinis proses-
proses penyakit. Volume 2. Jakarta: EGC. 2005.
10. Ully ervinaria. Gagal Jantung pada Geriatri. Universitas Maranatha,
Bandung : 2012.

[Type text]

Anda mungkin juga menyukai