Anda di halaman 1dari 33

Mesin-mesin Non-Konvensional

1. Pendahuluan.

Proses pengerjaan elemen-elemen mesin yang di butuhkan untuk membuat suku cadang (spare
parts) mesin-mesin yang sudah ada pada waktu itu dapat di lakukan dengan mesin konvensional, yaitu
dengan menggunakan perkakas potong atau pahat dari baja karbon, karena material suku cadang tidak
terlalu keras. Penemuan teknologi pembuatan material yang menghasilkan material-material yang
lebih kuat dan lebih keras, menuntut material perkakas potong perlu di tingkatkan dari baja karbon,
High Speed Steel (HSS), Carbide Tool Steel (CTS), Cubic Boron Nitride (CBN), dan lain-lain.
Namun kemajuan teknologi di bidang material berkembang terus, seperti dengan di temukannya
material dengan kekuatan yang sangat tinggi yaitu High Strength Temperature Resistant (HSTR) dan
seiring dengan itu bentuk suku cadang yang semakin kompleks dengan tingkat ketelitian ukuran yang
mumpuni, menuntut para ahli untuk mengembangkan teknologi pemotongan yang lebih baik.

Hal-hal tersebut di atas mengakibatkan proses konvensional (tradisional) tidak mampu lagi
memenuhi tuntutan perkembangan teknologi di bidang proses manufaktur. Situasi inilah yang
mendorong berkembangnya suatu teknologi baru yang lebih dikenal dengan istilah Non-Convetional
Machinery (Non-Traditional Machining).

Proses-proses pengerjaan Non-Conventional tidak dipengaruhi oleh:


 Kekerasan material.
 Keuletan (toughness).
 Kegetasan (brittleness).

Prinsip dasar dari proses pengerjaan Non-Conventional adalah:


 Pemakaian dari bermacam-macam bentuk energi yang ada, yaitu:
o Energi Mekanik.
o Energi Elektrik.
o Energi Kimia.
o Energi Thermal dan magnerik.
o Energi Cahaya.
 Bentuk-bentuk energi tersebut kemudian di transformasikan dengan mempergunakan
prinsip-prinsip yang telah di kenal dan di manfaatkan menjadi proses pengerjaan.

Klasifikasi proses pengerjaan Non-Conventional dapat di lakukan menurut:


1. Energi yang dibutuhkan.
2. Mekanisme proses pengerjaan.
3. Transformasi energi untuk proses pengerjaan.
4. Media untuk transformasi energi.
Ke empat hal di atas akan lebih jelas bila di lihat pada gambar 1.1. berikut ini.
Proses Manufaktur dengan menggunakan Mesin Conventional & Non-Conventional.

Tipe Energi Mekanik Elektro-kimia Kimia Thermo-elektrik

Mekanisme
Shear Erosion Perpindahan Ion Pelarutan Penguapan Peleburan
dasar

Sumber Pahat Tekanan Arus Zat kimia Tegangan Sinar yang Material
transver potong Pneumatik, berkepadatan tinggi di perkuat terionisasi
energi hidrolik tinggi

Media Kontak Partikel Fluida Elektrolit Zat pelarut Elektroda Radiasi Gas panas
perpindahan fisik frekuensi kecepatan
energi tinggi tinggi

Mechanical. LBM
Macam
Contour.
proses WJM ECG ECM EDM EBM
Grinding.

Chemical Chemical Hot IBM PAM


USM AJM Etching Machining Chlorine
Machining

Gambar 1.1. Klasifikasi Proses Pemesinan


Dari klasifikasi di atas dapat diketahui bahwa proses non-conventional berbeda dengan proses
conventional, dimana pada proses konvensional, untuk memotong benda kerja menggunakan alat
potong (pahat), sedangkan pada proses non-conventional untuk melakukan pemotongan benda kerja
harus menggunakan media lain seperti tekanan pneumatik/hidrolik, zat kimia dan lain-lain.
Dalam melakukan proses pemotongan timbullah istilah-istilah seperti:

1. USM = Ultrasonic Machining


2. AJM = Abrasive Jet Machining
3. WJM = Whirling Jet Machining
4. ECG = Electro Chemical Grinding
5. ECM = Electro Chemical Maching
6. EDM = Electrical Discharge Machining
7. EBM = Electron Beam Machining
8. LBM = Laser Beam Macining
9. IBM = Ion Beam Machining
10. PAM = Plasma Arc Machining

2. Sejarah perkembangan proses-proses non-konvensional.


Secara garis besar proses perkembangan proses-proses Non-Conventional di awali oleh:
1. Yoseph Priestly (1770) seorang ilmuwan berkebangsaan Inggris. Beliau menemukan
erosive effect dari electrical discharges.
2. Ide, penelitian maupun pengembangan kearah proses-proses pengerjaan non-
konvensional di mulai lagi sejak tahun 1920, dan ini terjadi di Amerika Serikat maupun di
Rusia.
3. Realisasi dari pada ide-ide tersebut baru bisa terlaksana  20 tahun kemudian, sebagai
berikut:
ECM 1940: Rusia - Gussev
1941: AS - Burgess.
USM 1942: Balamuth, Rosenberg.
4. 1943 EDM: Rusia: Physicists B. R dan N. I. Lazarenko, pada saat itu EDM di gunakan
untuk menghancurkan tap atau bor yang patah di dalam lubang, proses EDM inilah yang
menandai lahirnya vertical EDM atau yang di kenal dengan nama; Sinker EDM,
Conventional EDM, Ram EDM, dan Plunger atau Diesinker EDM. Lazarenko juga
memperkenalkan sistem kontrol pada proses EDM dengan menggunakan
konduktor. Perkembangan EDM dan penggunaannya terus meluas dari tahun ke
tahun seperti yang di perlihatkan pada table 1.1 berikut.
5. 1950: ECG baru bisa terealisasi.
1958: LBM dibuat di AS dan Rusia (Basov).
1960: LBM dipergunakan dalam industri untuk proses pengelasan maupun pemotongsn.

Tabel 1.1. Perkembangan EDM


No. Pengembangan Tahun
1. Origin of EDM (erosive effect) 1770
2. Erosive effect of EDM 1943
3. Controled process for machining 1944
4. First machine patented 1950
5. Start of EDM→ USA, Japan and Switzerland 1950
6. Advance stage patent → USA 1952
7. Slow speed EDM 1952 - 1968
8. DNC, CNC EDM 1970 - 1975
9. Simple orbital and adaptive control 1975 - 1980
10. 3D and more automation 1981 -1990
11. Higher MRR and production EDM 1991 - Onwards
Proses non-konvensional: Pembentukan benda kerja terjadi akibat proses transformasi energi
melalui media perpindahan energi yang disalurkan ke permukaan benda kerja. Proses non-
konvensional tidak dipengaruhi oleh sifat material benda kerja (kekerasan, keuletan, kegetasan).
Proses Konvensional: Bubut, Gurdi, Freis, Gerinda, dll: Pembentukan benda kerja terjadi
akibat proses pemotongan yang dilakukan oleh alat potong (pahat), akibat pahat lebih keras dan tajam
maka benda kerja terpotong sesuai dengan bentuk yang diinginkan.

Alasan mengapa proses konvensional berkembang menuju proses non-konvensional, apabila


benda kerja tidak dapat dibuat dengan proses konvensional, karena:
1. Material sulit dimesin: Proses-proses non-konvensional tidak dipengaruhi oleh; kekerasan
material, keuletan (toughness), kegetasan (britteness).
2. Bentuk benda kerja yang kompleks; sehingga bertambahnya waktu pengerjaan dan proses
pengerjaan menjadi tidak ekonomis.
3. Tuntutan terhadap ketelitian ukuran.
Ketiga hal tersebut diatas merupakan segi positif dari proses non-konvensional.

3. Pengelompokan Proses Non-Konvensional.


Proses-proses non-konvensional dapat dibedakan ke dalam tiga group, yaitu:
3.1. Proses non-konvensional yang termasuk group proses mekanik (Mechanical
Process).
Yang dimaksud dengan proses mekanik di dalam teknik pengerjaan non-konvensional adalah
pengerjaan material (material removal) dengan cara:
1. Shearing action (cara pengupasan).
2. Erosion (erosi).
3. Abrasion (abrasi).
Cara-cara diatas bisa dicapai dengan jalan mentransformasikan suatu bentuk energi kepada
suatu bentuk material perantara (partikel-pertikel abrasive) yang akan mengerjakan cara-cara diatas.
Transformasi energinya berupa:
Energi potensial (berupa tekanan pneumatik/hidrolik) yang tinggi dialirkan melewati nozel dan
menghasilkan energi kinetik. Proses non-konvensional yang termasuk dalam kelompok mekanik ini
antara lain:
3.1.1. Abrasive Jet Machining (AJM).
a. Prinsip dasar pembentukan benda kerja pada AJM:
Pemusatan aliran dengan kecepatan tinggi dari pada fluida (udara atau gas) yang bercampur
dengan partikel-partikel abrasive pada benda kerja. Pengikisan pada benda kerja atau metal removal
pada benda kerja terjadi karena efek shearing oleh partikel abrasive dan disertai oleh efek abrasi dan
erosi oleh aliran fluida dan partikel.

Gambar 1.2. Skema proses AJM.


b. Penggunaan:
Abrasive Jet Machining (AJM) dapat digunakan pada material benda kerja super alloy, keramik
dan refractory material, untuk proses pemotongan (cutting), pembuatan celah (grooving), finishing,
cleaning dan deburing.
c. Parameter-parameter yang mempengaruhi proses AJM:
Parameter-parameter ini akan mempengaruhi karakteristik proses pengerjaan dengan AJM.
Karakteristik dari pada proses dapat dilihat dari:
1. Kecepatan proses pengerjaan material (Rate of Metal Removal).
2. Geometri dan surface finish dari pada benda kerja.
3. Kecepatan keausan dari pada nozel.
Faktor-faktor atau parameter yang mempengaruhi ketiga karakteristik pada proses ini adalah:
1. Partikel abrasive yang digunakan; komposisi, bentuk, ukuran, kecepatan aliran abrasive.
2. Fluida pembawa abrasive; tekanan, viskositas, kecepatan aliran fluida (fluida yang
digunakan: udara, karbon dioksida, gas N2).
3. Nozel; faktor-faktor yang terlibat dalam nozel meliputi: bentuk-bentuk geomtri dari nozel,
konstruksi/material, jarak ujung nozel dengan permukaan benda kerja. Persyaratan umum
untuk material nozel; mempunyai ketahanan tinggi terhadap abrasive (High Abrasive
Resistance Material).
d. Perbandingan dengan proses konvensional lain dan pembatasan pemakaian
AJM.
Proses konvensional yang serupa dengan AJM adalah: proses SAND-BLASTING dan proses
SHOT-BLAST. Keduanya termasuk proses untuk finishing, misalnya terhadap benda kerja setelah
mengalami proses heat treatment ataupun setelah proses casting (penuangan).
Perbedaan proses-proses diatas adalah sebagai berikut:
1 Pada AJM partikel abrasive ukurannya lebih kecil bila dibandingkan dengan partikel
SAND-BLASTING.
2 Parameter pada proses AJM dapat dikontrol secara lebih sempurna dari pada SAND/SHOT-
BLASTING.
e. Pembatasan pemakaian AJM:
1 Kemampuan proses AJM terbatas karena rendahnya Rate of Metal Removal.
2 Kemungkinan melekatnya partikel-partikel abrasive pada permukaan benda kerja.
3 Effek “tapering” pada benda kerja yang terpotong karena terpancarnya aliran abrasive.
4 Partikel-partikel abrasive yang telah terpakai tidak dapat dipergunakan lagi, jadi harus ada
sistem pengumpul debu-debu partikel abrasive tersebut.
3.1.2. Ultra Sonic Machining (USM).
a. Prinsip dasar pembentukan benda kerja pada proses USM.
Proses pengerjaan oleh partikel-partikel abrasive karena adanya efek tumbukan oleh partikel-
partikel ini terhadap permukaan benda kerja. Proses tumbukan ini terjadi karena adanya getaran pahat
relatif terhadap benda kerja, dan pahat berfungsi sebagai media perantara untuk transfer energi.
Gambar 1.3 memperlihatkan proses pengerjaan USM, sumber getaran dihasilkan oleh oscilator dan di
perkuat oleh amplifier diteruskan ke pahat melalui transducer sehingga pahat bergertar.
Gambar 1.3. Skema proses USM

Nama ultra sonic dikaitkan dengan suatu kenyataan bahwa frekuensi getaran dari pahat berkisar
dari 16000 sampai 25000 Hertz. Batas bawah ditentukan oleh tingkat kebisingan, batas atas
ditentukan oleh:
 cooling system pada transducer.
 natural frequency (frequensi pribadi) dari unit pemegang pahat.
b. Penggunaan.
Ultra sonic machining kadang-kadang disebut juga sebagai Ultra Sonic Grinding atau Impact
Grinding. Ultra Sonic Machining (USM) dapat digunakan untuk memotong material seperti bahan
semi konduktor, keramik, dan refractory material dengan bentuk-bentuk seperti ulir, bulat maupun
persegi. Perbedaan pokok antara proses Ultra Sonic dengan proses grinding atau conventional
machining adalah sebagai berikut:
Tabel 2.1. Perbedaan antara Proses Ultra Sonic dengan Gerinda Manual.
Perbedaan pada Proses Gerinda konvensional USM
1. Gerakan pahat Gerakan pahat adalah tangensial Gerakan pahat tegak lurus
relatif terhadap benda kerja benda kerja
2. Mekanisme pengerjaan Karena adanya efek shearing Karena adanya:
material efek tumbukan
efek benturan
efek kavitasi
efek reaksi kimia
Partikel abrasive disupply
3. Partikel Abrasive Batu gerindanya sendiri tersusun dari luar
dari partikel-partikel abrasive

c. Uraian tentang proses USM.


 Proses secara mekanik yang terlihat didalam pengerjaan dengan Ultra Sonic
Machining adalah:
1. Proses tumbukan oleh partikel-partikel abrasive terhadap permukaan benda kerja, karena
bergetarnya pahat (hammering process).
2 Proses pembentukan (impact process) oleh partikel-partikel bebas pada permukaan benda
kerja.
3 Erosi yang terjadi karena adanya kavitasi.
4 Proses kimia dari pada macam fluida yang dipergunakan.
 Didalam proses USM ini peranan dari pergetaran pahat dapat diuraikan
sebagai berikut:
1 Peranan utama adalah untuk menimbulkan efek tumbukan dari pada partikel abrasive pada
permukaan benda kerja.
2 Menimbulkan efek pemompaan ultra sonic terhadap fluida pembawa kedalam ruang antara
benda kerja dengan pahat.
3 Menimbulkan sirkulasi turbulent (turbulence circulation) dari pada aliran fluida + abrasive
pada cela antara pahat dan benda kerja.
4 Menimbulkan efek kavitasi pada fluida pembawa.
 Peranan dari pada fluida pembawa (slurry).
1 Untuk membawa partikel-partikel abrasive.
2 Untuk membawa pergi geram-geram halus hasil pengerjaan.
3 Sebagai pendingin baik untuk benda kerja maupun untuk pahat.
 Material partikel abrasive dalam proses USM.
1 Boron Karbida (B4C).
2 Silikon Karbida (SiC)
3 Aluminium Oksida (Al2O3)
 Dari ketiga material tersebut diatas, yang paling sering digunakan adalah
Boron Karbida karena beberapa alasan sebagai berikut:
1 Boron karbida adalah material yang sangat keras sekitar 1,5 ÷ 2 x lebih keras dari pada
silicon karbida.
2 Tahan terhadap efek benturan maupun tumbukan.
3 Dapat memotong lebih cepat dari pada material abrasive lain.
4 Proses pemotongannya lebih presisi dan surface finish yang lebih sempurnah.
d. Lay Out Mesin perkakas USM.
1. Peralatan elektronik utama terdiri dari oscilator dan amplifier atau generator. Oscilator
berfungsi untuk membangkitkan getaran listrik ultrasonic yang kemudian diperkuat oleh
amplifier sehingga mampu menggetarkan transducer.
2. Transducer berfungsi untuk mengubah sinyal listrik dari getaran listrik ultrasonic menjadi
getaran mekanik ultrasonic. Macam-macam transducer yang digunakan dalam proses USM
antara lain:
o Transducer Magnetostrictive; digunakan untuk daya yang besar misalnya pada
proses pemotongan.
o Transducer Piezo Elektris; dipergunakan pada pemakaian daya rendah misalnya pada
proses finishing.
3. Pemegang pahat (tool holder); prinsip resonansi diantara transducer dengan tool holder
inilah yang mempengaruhi design tool holder.
o Tool holder beresonansi pada frekuensi yang sama dengan frekuensi transducer.
o Terjadi osilasi elastic pada arah longitudinal pada tool holder dengan maksimum
amplitude pada ujung yang berisi pahat.
4. Pahat terbuat dari material bronse (perunggu), mild steel, baja karbon dengan panjang antara
38 mm samapai dengan 60 mm. Pahat yang terbuat dari material yang terlalu keras seperti
Carbide dan baja perkakas lebih mudah terjadi serpihan (pecah) akibat tumbukan, dan dari
bahan yang terlalu lunak seperti kuningan dan aluminium akan lebih cepat aus karena
abrasive yang keras mengikis permukaan pahat.
e. Karakteristik proses USM.
Parameter-parameter yang mempengaruhi karakteristik proses USM, diantaranya:
1. Slurry; (fluida pembawa + partikel-partikel abrasive):
a. Partikel abrasive: kekerasan, bentuk dan besarnya butiran, mass flow rate.
b. Fluida: sifat-sifat kimia, viskositas, flow rate.
2. Pahat; factor-faktor yang termasuk dalam parameter ini, yaitu:
a. Material pahat.
b. Amplitudo dari getaran ultrasonic.
c. Frekuensi dari getaran ultrasonic.
d. Tegangan yang timbul pada pahat.
3. Benda kerja; factor-faktor yang mempengaruhi dalam parameter ini yaitu:
a. Jenis material benda kerja.
b. Kekerasan terhadap tumbukan (impact-hardness).
c. Kekuatan lelah permukaan (surface fatique strength).

3.2 Proses non-konvensional yang termasuk group proses kimia.


3.2.1. Chemical Machining (CHM), Chemical Etching (CHME), Hot Chlorine Machining
(Hot CHL).
a.1.Prinsip-prinsip dasar proses CHM.
Pada dasarnya proses CHM adalah suatu bentuk proses korosi yang terjadi pada suatu metal
akibat adanya suatu reaksi kimia yang mengubah metal tersebut secara kimiawi menjadi seyawa
garam yang mengandung unsur metal tersebut. Zat pelarut kimia yang dipergunakan dalam proses
CHM bisa berupa seyawa kimia yang bersifat asam maupun senyawa kimia yang bersifat basa. Proses
pengerjaan pada metal itu bisa terjadi secara:
1. Secara selektif; pada proses ini pengerjaan material benda kerja terjadi pada tempat-tempat
tertentu saja, sedangkan bagian lainnya dilindungi dengan material tertentu sehingga tidak
terjadi reaksi kimia.
2. Secara tidak selektif; pada proses ini pengerjaan material banda kerja terjadi diseluruh
permukaan benda kerja
Untuk memungkinkan proses pengerjaan pada material benda kerja, maka bias dilakukan
dengan cara:
1. Zat pelarut kimia disemprotkan pada daerah pengerjaan dipermukaan benda kerja.
2. Benda kerja dibenamkan pada zat pelarut kimia tersebut.
Rate of Metal Removal (RMR) dalam proses CHM bias diatur dengan pengaturan konsentrasi,
komposisi dan kondisi pengerjaan dari zat pelarut kimia (etchant solution). Pada umumnya rate of
metal removal adalah sekitar 15 mm3/min dan surface finish antara: 1,1 ÷ 2,5 µm.
a.2.Parameter-parameter didalam proses CHM.
Karakteristik dari proses CHM biasanya ditinjau dari Rate of Metal Removalnya dan ini
dipengaruhi oleh beberapa parameter diantaranya yang terpenting adalah:
1. Material penahan zat pelarut kimia (etchant resistant material):
a. Type material tersebut.
b. Tebal material pelindung tersebut.
2. Zat pelarut kimia (kimia (etchant solution):
a. Komposisi.
b. Konsentrasi.
c. Kondisi kerja.

a.3.Klasifikasi dan seleksi dari pada etchant resistant materials.


Didalam proses pengerjaan secara selektif dibutuhkan suatu material pelindung pada bagian
benda kerja sehingga tidak terjadi reaksi kimia antara bagian yang terlindungi dengan zat pelarut
kimia.
Material pelindung inilah yang disebut etchant resistant materials atau yang lebih dikenal
dengan istilah maskant. Berdasarkan cara pemakaiannya, maka maskant dapat diklasifikasikan
sebagai berikut:
1. Cut and Peel Maskant, karakteristiknya dapat diuraikan sebagai berikut:
a. Seluruh permukaan benda kerja dilapisi dengan maskant ini. Caranya dengan
menyemprotkan atau membenamkan benda kerja kedalam maskant.
b. Tebalnaya lapisan maskant pada permukaan benda kerja bervariasi antara: 20 ÷ 200 µm.
c. Lapisan maskant pada daerah yang akan dikerjakan kemudian dipotong dan dikupas.
Untuk memudahkan dan menjaga ketelitian ukuran maka dipergunakan mal yang bentuk
dan ukurannya telah disesuaikan dengan bagian permukaan benda kerja yang akan
mengalami reaksi kimia.
d. Sifat dan tebal lapisan maskant pada permukaan benda kerja memungkinkan proses
pengerjaan dengan CHM bisa mencapai kedalaman 10 mm.
e. Dengan mempergunakan maskant tipe ini, maka proses pengerjaan CHM secara
bertingkat dapat dilakukan.
Material dari Cut snd Peel Maskant adalah:
o Senyawa organic vinyl
o Senyawa organik yang senyawa dasarnya adalah butyl
o Neoprene.
Cut and peel maskant ini banyak dipergunakan dalam industri pesawat terbang. Material benda
kerja: titanium dan baja paduan.
Keuntungan-keuntungan yang diperoleh dengan mempergunakan maskant jenis ini adalah:
a. Kemampuan untuk melakukan proses pengerjaan pada elemen-elemen mesin dengan bentuk
yang tidak teratur (irregular-shape).
b. Cocok untuk elemen-elemen mesin yang membutuhkan kedalaman proses pengerjaan
sampai dengan 10 mm.
c. Kemampuan untuk menghasilkan suatu bentuk permukaan yang bertingkat pada permukaan
benda kerja.
Pembatasan didalam pemakaian maskant type Cut and peel.
a. Maskant ini tidak cocok dipergunakan pada benda kerja yang tipis karena kemungkinan
terjadi deformasi pada bagian-bagian tertentu pada saat penarikan lapisan maskant dari
permukaan benda kerja.
b. Ketelitian ukuran benda kerja yang dihasilkan terbatas maksimum sekitar 130 µm.

2. Photo Resist Maskant.


Maskant jenis ini sangat sensitive terhadap sinar ultraviolet. Benda kerja dilapisi Photo Resist
Maskant dengan cara: membenamkan benda kerja kedalam maskant atau menyemprotkan maskant
pada permukaan benda kerja dan kemudian dikeringkan. Karena photo resist Maskant mempunyai
ketahanan yang kurang terhadap reaksi kimia, maka proses CHM yang terjadi hanya mampu
menghasilkan kedalaman proses pengerjaan sekitar 2 mm.
Beberapa keuntungan dari pada photo resist maskant:
a. Memungkinkan proses CHM bias dilakukan pada material yang sangat tipis.
b. Ketelitian ukuran benda kerja bisa tinggi, sekitar 15 µm.
c. Kecepatan produksi dari pada proses CHM dengan mempergunakan maskant ini bisa
dipertinggi, dengan teknik fotografi.
Beberapa kekurangan dari pada photo resist maskant:
a. Karena terlalu tipisnya lapisan maskant pada permukaan benda kerja maka mengurangi
kedalaman yang bisa dicapai oleh proses CHM.
b. Pelekatan yang tidak sempurna dari pada photo resist maskant pada permukaan benda kerja,
kecuali jika sebelumnya permukaan benda kerja yang akan dilapis dibersihkan secara hati-
hati.
c. Sensitif terhadap sinar, kotoran dan debu, dan mudah rusak terhadap cara penggunaan yang
kurang hati-hati.
d. Proses pelapisan maskant ini jauh lebih kompleks dibandingkan dengan maskant cut and
peel.

3. Screen-print Maskant.
Sebelum maskant ini dipasangkan pada permukaan benda kerja, terlebih dahulu permukaan
benda kerja tersebut dibersihkan dan diberi tirai dengan semacam sutera (silk). Dengan teknik
fotografi, permukaan tirai tersebut diberi zat pelapis sesuai dengan pola dari pada bagian-bagian yang
akan mengalami proses pengerjaan CHM. Kemudian barulah material benda kerja dicelupkan
kedalam maskant dan maskant ini tidak akan melekat pada bagian-bagian yang telah dilapisi dan
proses CHM hanya terjadi pada bagian-bagian ini.
Jadi urutan pengerjaannya adalah sebagai berikut:
a. Benda kerja dibersihkan dari debu dan minyak, dan diberi tirai.
b. Pemasangan screen print maskant.
c. Pengerjaan dari pola bagian-bagian yang akan mengalami proses CHM, dan pengeringan
maskant.
d. Pelaksanan proses CHM.
Dengan mempergunakan screen print maskant, maka kedalaman pengerjaan bisa mencapai 2
mm dengan ketelitian ± 100 µm.
Gambar 1.4. Skema Proses CHM
Proses pengerjaannya dengan cara mengontrol proses pelarutan yang terjadi pada permukaan
benda kerja yang berhubungan langsung dengan larutan kimia.
Material benda kerja yang dapat dikerjakan antara lain:
o Baja paduan
o Aluminium.

b. Chemical Etching (CHME).


Prinsip dasar CHME.
Proses pengerjaannya dengan cara penyemprotan larutan kimia pada bagian permukaan benda
kerja atau dengan cara merendam benda kerja seperti pada CHM.

c. Hot Chlorine Machining (Hot CHL).


Prosesnya sama dengan kedua cara diatas (CHM dan CHME) hanya pelarut kimianya berupa
gas Chlor.

1. Pemilihan Maskant.
Faktor-faktor yang menentukan dalam pemilihan maskant diantaranya adalah:
a. Daya tahan maskant terhadap zat pelarut kimia (etchant)
b Maskant tersebut mudah dilepaskan pada akhir proses pengerjaan.
c Bentuk dan ukuran benda kerja yang akan diproses.
d Pertimbangan ekonomi.

2. Pemilihan zat pelarut kimia (etchant Solution).


Faktor-faktor yang mempengaruhi etchant solution tersebut dengan memperhatikan fungsi dari
pada zat-zat pelarut kimia itu sendiri.
a. Jenis material benda kerja.
b. Jenis maskant yang dipergunakan.
c. Besarnya Rata of Metal Removal (RMR) yang diinginkan.
d. Kondisi pengerjaan (terutama pengaruh temparatur).
e. Surface finish yang diinginkan.
f. Pertimbangan ekonomi yang terlibat dalam proses pengerjaan ini.
3. Kesimpulan dari proses CHM.
Proses CHM ini bisa dipergunakan untuk pembuatan lubang atau celah untuk blanking-
operation dan engraving (pembuatan huruf atau bentuk-bentuk ukiran)
a. Keuntungan Proses CHM:
1. Set-up dan perkakas yang dipergunakan relatif murah.
2. Tidak terjadi bekas-bekas geram pada bagian tepi dari benda kerja yang dikerjakan.
3. Pelat tipis dapat dikerjakan tanpa terjadi deformasi.
4. Ketelitian pengerjaan bertambah dengan semakin tipisnya benda kerja.
5. Proses CHM tidak tergantung kepada kekerasan benda kerja.
6. Proses CHM sangat fleksibel untuk segala bentuk benda kerja.

b. Batasan-batasan dalam proses CHM:


1. Membutuhkan keahlian operator yang relatif tinggi.
2. Uap yang berasal dari zat pelarut kimia (etchant) adalah sangat korosif sehingga
peralatan-peralatan yang dipergunakan dalam proses ini harus benar-benar terlindung.
3. Dalamnya proses pengerjaan sangat terbatas.
4. Produktivitas relatif rendah, produktivitas optimum dipengaruhi oleh:
o Ukuran benda kerja.
o Dalamnya proses pengerjaan.
o Perbandingan dari pada zat senyawa kimia yang dibutuhkan.

3.2.2. Elektro Chemical Processes.


Proses pengerjaan elektro kimia ini dapat dibedakan menjadi dua bagian yang utama, yaitu:
a. Electro Chemical Machining (ECM).
Proses Electro Chemical Machining (ECM) mirip dengan proses electro plating, (misalnya
Chrome-plating-proses), tetapi diantara kedua proses tersebut terdapat perbedaan-perbedaan pokok
sebagai berikut:
 Pada electroplating, reaksi elektro kimia yang terjadi lebih dititik beratkan pada
daerah sekitar katoda, sehingga ion-ion metal (misalnya Ni, Cr) akan melapisi katoda.
 Pada ECM, reaksi tersebut lebih dititik beratkan pada anodo (benda kerja), sehingga
terjadi pelarutan anodis (anodic-dissolution) pada daerah ini.
Prinsip dasar proses ECM.
Persaratan untuk memungkinkan berlangsungnya proses ECM ialah:
1. Pahat bermuatan negatif dan benda kerja bermuatan positif.
2. Celah antara pahat dengan benda kerja antara 50÷300 µm untuk memungkinkan aliran
cairan electrolit yang selanjutnya akan berfungsi sebagai suatu sel electrolit.
3. Sel electrolit yang terbentuk diantara pahat dengan benda kerja ini lah yang membentuk
terjadinya reaksi electro kimia dan reaksi kimia.
4. Jenis cairan electrolit yang dipergunakan adalah: Na CL, Na NO 3, NaClO.
5. Bila energi listrik yang dibutuhkan telah cukup (sekitar 6 volt) maka ion metal yang terdapat
pada permukaan benda kerja akan tertarik ke dalam sel electrolit. Ion metal yang bermuatan
positif ini akan bereaksi dengan ion negatif dari sel electrolit dan membentuk senyawa metal
hidroksida. Sehingga dengan demikian terjadilah proses pengerjaan material benda kerja
secara pelarutan anodis.

Gambar 1.5. Skema proses ECM

Sirkulasi cairan Electrolit.


Dengan adanya proses pelarutan anodis dari material benda kerja maka terbentuklah senyawa
metal hidroksida yang bercampur dengan cairan electrolit membentuk semacam lumpur. Cairan yang
berupa lumpur ini kemudian diendapkan dalam bak pengendap. Dari bak pengendap ini cairan
electrolit tersebut kemudian dijernihkan dengan mempergunakan centrifuge dan akhirnya baru
dialirkan ke dalam reservoir elektrolit. Dengan mempergunakan pompa, cairan electrolit ini dialirkan
ke dalam celah antara benda kerja dengan pahat.
Proses Electro Kimia dari pada ECM.
Ada dua macam reaksi yang terjadi didalam proses ECM, yaitu:
1. Reaksi electro kimia pada anoda dan katoda yang meliputi proses-proses sebagai berikut:
o Proses pelarutan pada anoda.
o Proses reduksi-oksidasi.
o Proses pembentukan gas.
2. Reaksi kimia pada cairan electrolit.
Reaksi elektro kimia terjadi pada lapisan batas antara permukaan benda kerja dengan cairan
elektrolit dan perpindahan ion-ion terjadi secara:
o Difusi; pergerakan ion karena adanya medan listrik.
o Proses konveksi; karena aliran elektrolit.
Secara umum reaksi-reaksi elektro kimia pada elektroda adalah sebagai berikut:
1. Pada KATODA (pahat)
a. Proses pelapisan oleh ion-ion logam.
b. Proses pembentukan gas hidrogen.
2. Pada ANODA (benda kerja)
a. Proses pelarutan dari ion metal didalam cairan elektrolit (process anodik – dissolution).
b. Proses pembentukan gas oksigen.
c. Proses pembentukan gas Cl2.
c. Penentuan Rate of Metal Removal (RMR).
Rate of metel removal didalam proses ECM diatur oleh hukum Faraday yang terdiri dari dua
hal, yaitu:
a. Hukum Faraday pertama:
Jumlah dari pada suatu unsur yang terlarut atau yang terendap pada suatu reaksi elektro
kimia adalah sebanding dengan jumlah muatan listrik yang melalui cairan elektrolit.
b. Hukum Faraday ke dua:
Untuk suatu jumlah muatan listrik yang sama, maka jumlah unsur yang terlarut ataupun
yang terendapkan adalah sebanding dengan berat ekivalen-nya.
Pemilihan Elektrolit.
Fungsi cairan elektrolit didalam proses ECM:
1. Sebagai media untuk memungkinkan terjadinya proses pengerjaan material.
2. Sebagai fluida pendingin selama proses ECM berlangsung.
3. Untuk menghayutkan bagian-bagian dari material benda kerja yang telah terkerjakan.
Pemilihan cairan elektrolit berdasarkan beberapa faktor sebagai berikut:
1. Bersifat sebagai konduktor listrik.
2. Tidak korosif terhadap peralatan dan pahat dari peralatan ECM.
3. Tidak berracun dan tidak membahayakan operator.
4. Mempunyai sifat kimia yang stabil, sehingga memungkinkan terjadinya reaksi elektro kimia
yang stabil selama proses ECM berlangsung.
Cairan yang terlalu bersifat asam atau basa sekali tidak dapat dipergunakan dalam proses ECM,
karena beberapa pertimbangan sebagai berikut:
1. Mengurangi reaksi elektro kimia pada elektroda-elektroda (Katoda – Anoda).
2. Korosif terhadap peralatan dari pada mesin ECM.
3. Berbahaya terhadap operator.
Oleh sebab itu maka pH dari pada cairan elektrolit diusahakan netral dan berkisar antara 4 :
10.
Kesimpulan tentang ECM.
1. Proses ECM bisa dipergunakan untuk segala macam: Metal, padauan logam dan material
bersifat konduktor listrik. Komposisi dan struktur kimia, titik lelah. Kekerasan dan sifat-sifat
fisik material lainnya tidak mempengaruhi proses pengerjaan ECM.
2. Bentuk pengerjaan benda kerja yang kompleks dapat dikerjakan dengan proses ECM
sehingga proses ini cocok untuk pembuatan cetakan.
3. Rate of Metal Removal antara proses pengerjaan konvensional dengan proses ECM dapat
dibandingkan sebagai berikut:
o Proses pengerjaan dengan ECM meliputi operasi-operasi diantaranya: finishing,
contouring/profling, deburing, deep hole drilling dan honing.
o Proses pengerjaan dengan ECM bebas dari segala bentuk tegangan maupun geram
sehingga memungkinkan tidak terjadinya short-sircuit antara pahat dan benda kerja.
o Surface finish yang bisa dicapai dalam proses ECM berkisar sekitar 0,2 ÷ 0,8 µm.
b. Electro Chemical Grinding (ECG).
Ada persamaan pokok antara proses gerinda konvensional dengan proses electro chemical
grinding (ECG), yaitu terletak pada feeding (pemakanan) yang terjadi pada kedua proses tersebut,
dimana feeding-nya dikerjakan oleh benda kerjanya.
Sedangkan perbedaan pokok pada kedua proses tersebut adalah bahwa pada proses gerinda
konvensional pengerjaan pada benda kerja karena semata-mata proses abrasi yang dilakukan oleh
roda gerinda sedangkan pada ECG proses pengerjaan material (metal removal) sebanyak 95% karena
proses pelarutan anodis oleh sel-elektrolit.
Baik pada proses ECM maupun pada proses ECG, keduanya mempergunakan cairan elektrolit
didalam proses pengerjaan materialnya. Perbedaan utama diantara kedua proses tersebut hanyalah
gerakan feeding-nya. Pada ECM feeding dilakukan oleh pahat, sedangkan pada ECG feeding
dikerjakan oleh benda kerja.
Prinsip dasar dari ECG.
Pengerjaan material (metal removal) dalam Electro Chemical Grinding meliputi beberapa
proses:
1. 95% karena proses peralatan anodis dan sisanya karena
2. Proses abrasi.
3. Pelepasan lapisan-lapisan yang telah teroksidasi.
Didalam proses ECG, batu gerindanya berfungsi sebagai katoda dan benda kerja sebagai anoda
dari sel-elektrolit yang terbentuk oleh cairan elektrolit yang berada diantara kedua benda tersebut
diatas (batu gerinda dan benda kerja).

Gambar 1.6. Skema Proses ECG.

Besarnya celah yang efektif antara batu gerinda dengan benda kerja adalah 25 µm. Batu gerinda
terdiri dari partikel abrasive yang non konduktif tetapi secara keseluruhan partikel abrasive tersebut
direkat dengan mempergunakan material yang konduktif. Tegangan pada power supply 4 : 9 volt.
Fungsi dari abrasive pada grinding weel, diantaranya:
1. Merupakan isolator diantara benda kerja dengan pahat sehingga tidak terjadi hubungan
singkat (short circuit) diantara kedua benda tersebut.
2. Untuk membuang lapisan-lapisan penghalang (passive layer) yang berada diantara pahat
dengan benda kerja.
3. Untuk proses pengerjaan material benda kerja.
Dengan mempergunkan proses ECG, surface finish yang bisa dicapai sekitar 0,4 ÷ 0,5 µm dan
ketelitian benda kerja yang bisa dihasilkan sekitar 15 µm. Proses elektro kimia yang terjadi pada ECG
adalah sama dengan yang terjadi pada ECM, demikian juga halnya dengan karakteristik-karakteristik
lainnya adalah sama dengan ECM.
Hal-hal yang perlu diperhatikan pada ECG.
1. Untuk menjaga ketelitian dimensi benda kerja maka besarnya arus listrik yang mengalir
selama proses pengerjaan berlangsung tetap dijaga konstant.
2. Eksentrisitas dari pada grinding weel terhadap sumbu perputarannya harus dibuat
seminimum mungkin. Karena eksentrisitas sebesar 20 µm akan menyebabkan pertambahan
lebar celah antara benda kerja dengan grinding weel sebesar 10 ÷ 30 µm.
3. Luas permukaan kerja antara grinding weel dengan benda kerja diusahakan seluas mungkin,
karena ini berarti akan memperbesar arus listrik yang mengalir, berarti mempertinggi rate of
metal removal.

3.3. Electrical Discharge Machining (EDM).


(Spark Erotion Machining).
3.3.1.Pendahuluan.
Proses EDM adalah proses pengerjaan material benda kerja yang dikerjakan oleh sejumlah
loncatan bunga api listrik yang terjadi pada celah antara katoda (pahat) dengan benda kerja (anoda).
Loncatan bunga api listrik tersebut terjadi secara tidak kontinyu tetapi secara periodik terhadap waktu.
Kondisi inilah yang merupakan perbedaan secara prinsip antara proses EDM dengan proses
Electrical Arc Machining; dimana:
a. Pada proses Electrical Arc Machining terjadi busur api listrik secara kontinyu dengan
tegangan listrik lebih kecil dari 20 volt, sedangkan pada proses EDM terjadi busur listrik
secara tidak kontinyu dengan tegangan listrik lebih besar dari 20 volt.
b. Pada proses EDM loncatan bunga api listrik terjadi diantara pahat dengan benda kerja yang
terendam dalam cairan dielektrikum.
Proses EDM memiliki dua kemampuan utama didalam proses pengerjaan material benda kerja,
yaitu:
a. Kemampuan untuk mengerjakan metal atau paduan yang sangat keras yang tidak mudah
dikerjakan dengan proses pengerjaan konvensional. Dengan demikian prose EDM ini
memegang peranan penting didalam pembuatan suatu cetakan (dies) dan perkakas potong
(pahat) yang terbuat dari baja yang dikeraskan, seperti: Tungsten-Carbide, Stellite dan
material-material untuk industri luar angkasa, seperti: Hastalloy, Nitralloy, Waspalloy,
Nimonic, Udimet.
b. Kemampuan untuk mengerjakan bentuk-bentuk permukaan benda kerja yang kompleks
(Complicated-shape-workpiece).
Proses pengerjaan dengan EDM dapat dikelompokan secara garis besar kedalam bentuk-bentuk
proses sebagai berikut:
a. Sinking proses:
o Drilling
o Die sinking
b. Cutting proses:
o Slicing dengan pahat yang berupa keping yang berputar.
o Slicing dengan pahat yang berupa pita metal.
o Cutting dengan pahat yang berupa kawat.
c. Grinding by EDM:
o External grinding.
o Internal grinding.
o Gerinda permukaan atau gerinda bentuk.
Berikut ini adalah gambar bentuk-bentuk yang bisa dikerjakan dengan EDM.

Gambar 1.7. Bentuk-bentuk yanga bisa dikerjakan dengan EDM


3.3.2. Prinsip dasar proses EDM.
 Pengerjaan material benda kerja dilakukan oleh sejumlah loncatan bunga api listrik yang
terjadi pada celah antara katoda (pahat) dengan benda kerja (anoda).
 Pahat dan benda kerja berada didalam cairan dielektrik yang berfungsi sebagai media
isolator.
 Agar terjadi loncatan bunga api listrik, beda tegangan antara pahat dan benda kerja harus
melampaui “break down voltage” celah dielektrik.
 Break down voltage tergantung pada:
1. Jarak antara pahat dengan benda kerja.
2. Sifat isolator cairan dielektrikum.
3. Tingkat polusi pada cealah dielektrikum.
Gambar 1.8 memperlihatkan skema proses EDM, dimana sumber arus DC melalui servo motor
kemudian di teruskan ke sistim kontrol EDM untuk melakukan proses discharge. Kutup positif dan
negatif dapat di pertukarkan antara benda kerja atau elektroda. Pompa akan mengalirkan cairan
dielectric yang berfungsi sebagai isolator dan juga untuk membersihkan kotoran (chip) hasil
pemotongan.

Gambar 1.8. Skema proses EDM

3.3.2.1. Proses terjadinya loncatan bunga api listrik diantara katoda dan anoda.
 Pengaruh medan listrik yang ada diantara pahat dengan benda kerja (pada jarak
terdekat) menyebabkan terjadinya pergerakan ion positif (M+) dan elektron (e-),
masing-masing menuju kutub yang berlawanan, sehingga terbentuklah saluran-
saluran ion yang bersifat konduktif (Gambar 1.9)
 Pada kondisi ini arus listrik dapat mengalir melalui saluran ion dan terjadilah
loncatan bunga api listrik
 Tahanan listrik pada saluran ion menjadi rendah sehingga terjadi pelepasan energi
listrik dalam waktu yang singkat, berupa loncatan bunga api listrik.
3.3.2.2. Proses terbentuknya saluran ion dapat diuraikan sebagai berikut.
 Adanya medan listrik diantara pahat dengan benda kerja menyebabkan elektron bebas
yang terdapat pada permukaan pahat akan tertarik menuju anoda (benda kerja).
 Dalam pergerakannya menuju anoda, elektron-elektron yang berenergi kinetis ini
bertubrukan dengan molekul-molekul dielektrik.
 Dalam proses tubrukan ini terjadi dua macam keadaan:
1. Tubrukan biasa, dimana elektron tersebut berkurang energi kinetiknya.
2. Bila energi kinetik elektron bebas tersebut demikian tinggi sehingga terjadi tubrukan
yang menghasilkan elektron baru yang berasal dari molekul dielektrik. Molekul
dielektrik yang telah kehilangan elektronnya itu akan menjadi ion yang bermuatan
positif dan akan tertarik ke arah katoda (pahat).
 Dengan adanya proses tubrukan elektron dengan molekul yang menghasilkan elektron-
elektron baru dan juga membentuk ion-ion positif yang baru maka akhirnya terbentuklah
suatu saluran ion.
 Dengan terbentuknya saluran ion tersebut maka tahanan listrik pada saluran tersebut
menjadi rendah sekali sehingga terjadilah pelepasan energi listrik dalam waktu yang
singkat (pulsa energi listrik) berupa loncatan bunga api listrik.

Gambar 1.9. Pergerakan Ion positif dan Ion negatif

3.3.2.3. Mekanisme pengerjaan material benda kerja (Metal Removal).


Dalam proses pengerjaan material dengan EDM dapat diuraikan sebagai berikut:
 Setiap loncatan bunga api listrik menyebabkan pemusatan aliran elektron kecepatan
tinggi, dan menumbuk permukaan benda kerja.
 Akibat tumbukan tersebut permukaan benda kerja mengalami kenaikan temparatur sekitar
8000oC ÷12000oC, menyebabkan pelelehan lokal pada bagian tumbukan.
 Kondisi seperti ini terjadi juga pada permukaan pahat.
 Pada saat yang sama terjadi juga penguapan baik pada permukaan benda kerja, pahat
maupun cairan dielektrik.
 Kenaikan temparatur menyebabkan membesarnya volume maupun tekanan gelembung
uap.
 Penurunan temparatur secara memdadak yang disebabkan oleh terhentinya aliran listrik,
mengakibatkan gelembung uap menysut.
 Penyusutan secara mendadak tersebut menimbulkan gaya dinamik sehingga material yang
leleh terlempar keluar dari permukaan dan meninggalkan bekas-bekas berupa kawah
halus pada permukaan material benda kerja (terjadi proses erosi).
 Proses erosi pada pahat menyebabkan keausan pahat.
 Proses erosi pada benda kerja merupakan proses pengerjaan benda kerja.
 Erosi pada permukaan pahat dan benda kerja adalah asimetris, tergantung pada:
1. Polaritas.
2. Konduktivitas panas.
3. Titik leleh.
4. Interval waktu.
5. Intensitas loncatan bunga api listrik.
 Dengan mengatur parameter diatas memungkinkan proses erosi sebanyak 99,5% terjadi
pada permukaan benda kerja dan 0,5 % pada pahat.
 Erosi asimetris disebabkan karena total energi tumbukan oleh seluruh elektron lebih besar
dibandingkan dengan energi tumbukan oleh ion-ion.

3.3.3. Material pahat (Elektroda).


Secara teoritis setiap material yang bersifat konduktor listrik dapat dipergunakan sebagai
elektroda pahat didalam proses EDM. Dalam hal ini elektroda yang terbaik adalah memiliki titik leleh
yang tinggi dan tahanan listrik yang rendah.
Material pahat didalam proses EDM dapat dikategorikan dalam tiga kelompok, yaitu:
3.3.3.1. Material pahat dari metal atau logam.
a. Tembaga (Copper); Massa jenis 8,9 g/cm3. Titik leleh 1083 o
C. Tahanan jenis
0,0167Ωmm2/m.
b. Tellurium – Copper. Chromium – Copper. Zinc – Copper.
Dengan menambah unsur-unsur chromium, tellurium dan zinc akan memperbaiki
machinability material paduan tembaga ini, sehingga akan mudah dikerjakan pada proses
pemesinan. Dibandingkan dengan pahat tembaga, maka material tembaga paduan ini
mempunyai keausan yang lebih tinggi (15 s/d 25 %) dan RMR 10 % lebih rendah untuk
kandungan energi pada loncatan bunga api yang sama.
c. Tembaga – Wolfram (Cu W).
Prosentase kandungan Tembaga Wolfram: 50 - 50% atau 20 – 80 %. Dengan
bertambahnya kandungan Wolfram akan mengurangi keausan pahat tetapi proses
pembuatan pahat dengan metode konvensional akan menjadi lebih susah.
Sifat mekanik/listrik dari elektroda Cu W:
Tahanan Jenis : 0,045 ÷ 0,055 Ωmm2/m.
Kekerasan : 85 – 240 Kg/mm2.
Rapat jenis : 15 – 18 g/cm3.
Penilaian terhadap elektroda Cu W:
 Secara keseluruhan material Cu W lebih mudah dikerjakan.
 Sangat kokoh (excelent rigidity)
 Tidak terjadi deformasi selama proses machining.
 Surface finish bagus.
 Cocok untuk pemakaian pahat yang membutuhkan ketelitian yang tinggi.
 Harga termasuk mahal.
Pemakaian:
 Untuk mengerjakan material WC.
 Untuk proses pengerjaan yang teliti.
 Pembuatan lubang dalam.
 Untuk pengerjaan sisi tajam.
d. Paduan Aluminium.
Untuk suatu proses pengerjaan cavity tiga dimensi dengan surface finish yang tidak
begitu halus (Ra = 7µm – 10 µm) maka akan lebih menguntungkan bila dipergunakan
pahat dari paduan aluminium yang lebih dikenal dengan nama “Silumin”.
Komposisi kimia:
Al : 85%; Si 11%; Mg: 0,0 – 0,6%; Zn: 1%; Ti: 1%; Mn + Fe + Cu: 1%
Penilaian pahat Silumin:
 Pembuat pahat lebih mudah, karena material dapat dituang dengan mudah.
 Pembuatan bentuk pahat dapat dengan proses konvensional.
 Dipergunakan didalam proses pembuatan cavity dengan volume yang besar
(500 cm3) dengan benda kerja dari baja perkakas maupun paduan-paduan
khusus.
e. Kuningan.
Didalam praktek walaupun pembuatan pahat dari kuningan sangat mudah dikerjakan
dengan proses konvensional, tatapi pahat kuningan didalam proses EDM jarang
dipergunakan karena laju keasannya cukup tinggi. Pahat kuningan ini umumnya dipakai
dalam pengerjaan material benda kerja dari paduan Titanium.
f. Tungsten (Wolfram).
Biasanya dipergunakan untuk proses pembuatan lubang yang kecil (microhole) atau
sebagai kawat elektroda pada mesin EDM.
g. Baja (Steel).
Material ini bisa juga dipergunakan sebagai elektroda (pahat), tetapi efisiensinya rendah
dibandingkan dengan elektroda tembaga atau grafit.

3.3.3.2. Elektroda Non-Logam.


Grafit.
Sifat mekanis dan elektris dari grafit.
Tahanan jenis : 8 – 15 Ωmm2/m.
Rapat jenis : 1,6 – 1,85 gr/cm3.
Titik didih : 3600oC.
Koefisien muaian panjang: 2 – 4 x 106/oC (1/6 dari tembaga)
U 200 – 700 kg/cm2.
Besar butir : 0,01 – 0,045 mm.
Rapat jenis dari grafit juga mempengaruhi Rate of Metal Removal dalam proses
EDM.
Rapat jenis yang rendah (1,6 – 1,7) menghasilkan RMR yang tinggi, sedangkan rapat
jenis yang tinggi (1,8 – 1,85) menurunkan RMR.
Penilaian terhadap Elektroda Grafit.
Kebaikannya:
 Tidak terpengaruh oleh kejutan panas (thermal shock) yang terjadi pada waktu
proses berlangsung dan sifat-sifat mekanisnya tetap.
 Tidak terjadi distorsi selama proses pembuatan pahat.
 Mudah dikerjakan dengan metode konvensional.
 Murah.
 Dibandingkan dengan elektroda dari metal, maka elektroda grafit relatif ringan
sehingga tidak memberatkan pemegang pahat.
Keburukannya:
 Materialnya abrassve, sehingga pada waktu proses pembuatan pahat, mesin
perkakas harus dilindungi dari debu grafit.
 Grafit bersifat getas, sehingga harus berhati-hati sewaktu membuat pahat dengan
sisi-sisi yang tajam.
Pemakaian pahat grafit.
 Elektroda grafit tidak bisa dipergunakan pada mesin EDM yang mempergunakan
rangkaian relaxation.
 Material benda kerja: Tungsten – Karbida susah dikerjakan dengan
mempergunakan elektroda grafit.
 Didalam proses EDM, dimana keausan dan kekuatan pada sisi-sisi yang tajam
(sharp corner) adalah merupakan parameter yang kritis maka dipergunakan
elektroda grafit dengan kerapatan jenis yang tinggi.
3.3.3.3. Material elektroda kombinasi antara metal dan non-metal.
Tembaga – Grafit.
Sifat Elektris dan Mekanis:
Tahanan jenis : 3 – 5 Ωmm2/m.
Rapat jenis : 2,4 – 3,2 gr/cm3.
Ultimate – Strength: 700 – 900 kg/cm3.
Pembuatan pahat adalah dengan metoda: Konvensional (bubut, gerinda, freis).
Penilaian terhadap elektroda Tembaga – Grafit:
 Sifat-sifat baik elektroda tembaga- grafit adalah sama dengan yang dimiliki
elektroda grafit, dengan kelebihan sebagai berikut:
Proses pembuatan pahat lebih mudah dari pada grafit, karena materialnya tidak getas,
sehingga cocok untuk elektroda yang kecil dengan bentuk yang komplks.
 Kekuranganya sama seperti pada elektroda grafit dan harganya lebih mahal.
Pemakaian didalam proses EDM.
Dibandingkan dengan elektroda grafit, maka tembaga – grafit memiliki kelebihan-
kelebihan sebagai berikut:
 Bisa dipakai untuk mengerjakan material: tungsten karbida.
 Dapat dipergunakan untuk rangkaian relaxation.
 Keausan pahat lebih rendah.
 Menghasilkan surface finish yang bagus sehingga cocok untuk fine finishing.
3.3.4. Keausan Pahat.
Keausan pahat didefenisikan sebagai “material removal” yang terjadi pada pahat. Terdapat
tiga macam keausan pada pahat:
1. Keausan frontal: Didefenisikan sebagai keausan yang diukur pada ujung elektroda
2. Keausan linear: Didefenisikan sebagai ukuran terhadap pengecilan dimensi elektroda yang
terjadi setelah proses berlangsung.
3. Keausan volume – relatif x 100%
Didefenisikan sebagai:
Volume metal removal dari elektroda (pahat)
Volume metal removal benda kerja
Didalam praktek pengertian keausan volume – relatf (Relative – volumetric wear) yang sering
dipergunakan.
3.3.5. Fluida Dielektrik.
Fungsi dari fluida dielektrik dalam proses EDM adalah sebagai berikut:
 Sebagai pendingin antara pahat (elektroda) dengan benda kerja.
 Dalam keadaan terionisasi, fluida dielektrik ini adalah semacam konduktor sehingga
meningkatkan terjadinya loncatan bunga api listrik.
 Sebagai media pendingin didalam proses quenching pada permukaan benda kerja.
 Untuk membawa pergi geram-geram yang terjadi didalam proses pengerjaan material.
 Membantu proses pengerjaan material.
Fluida dielektrik yang dipergunakan didalam proses EDM harus memenuhi beberapa
persyaratan sebagai berikut:
1) Memiliki viskositas yang optimum.
2) Tidak menghasilkan gelembung-gelembung uap atau gas yang berbahaya bagi kesehatan
operator, selama proses berlangsung.
3) Tidak mudah terbakar (non-inflammble).
Pada dasarnya terdapat dua macam fluida dielektrik yang dipergunakan didalam proses EDM,
yaitu:
3.3.5.1. Air (aqua-destilata).
Dipergunakan terutama untuk proses pengerjaan yang kecil-kecil (micromachining),
misalnya pengerjaan dengan mesin EDM yang mempergunakan elektroda kawat.
3.3.5.2. Liquid dengan senyawa hidrokarbon.
 Minyak mineral (mineral oils).
Dipergunakan secara luas didalam proses EDM dan memberikan hasil yang baik bila
kedalam minyak ini tidak ditambahkan lagi zat pencapur (additives). Viskositas
minyak mineral ini perlu diperhatikan dengan pertimbangan sebagai berikut: bila
viskositasnya tinggi, maka cairan dielektrik akan susah mengalir melalui celah yang
sempit, tetapi sebaliknya akan memberikan efisiensi pengerjaan yang tinggi untuk proses
yang kasar (rough machining). Parameter lain yang penting adalah titik api; dimana titik
api yang rendah akan menyebabkanmudahnya pembentukan gelembung-gelembung uap
yang mengakibatkan menurunnya RMR dalam proses EDM tersebut.
 Kerosene.
Viskositasnya rendah sehingga cocok untuk pengerjaan finishing dan super finishing.
Untuk proses EDM dengan benda kerja dari tungsten- karbida dianjurkan untuk
mempergunakan kerosene sebagai fluida dielektrik.
3.3.6. Pedoman pemilihan fluida dielektrik.
Benda kerja: Tungsten-karbida; fluida dielektrik yang dipergunakan kerosene (dan sejenisnya).
Pengerjaan bagian-bagian yang sangat kecil dengan surface finish yang halus (bagian dari
arloji); fluida dielektrik yang dipergunakan kerosene.
Pengerjaan bagian-bagian dengan ukuran menengah (size part) surface finish lebih kecil dari
5,6 µm; fluida dielektrik yang dipergunakan minyak mineral dengan viskositas 6 – 12 Cst.
Pengerjaan bagian-bagian dengan ukuran besar (large part) surface finish lebih besar dari 6,3
µm; fluida dielektrik yang dipergunakan minyak mineral dengan viskositas 12 – 20 Cst.
Tabel 3.2 Fluida dielektrik.

Merk Viskositas (Cst) Pada 20oC (Eo) Titik api (oC)

BP dielectric 250 6 1,48 120

Castrol HONILO 409 6,4 1,52 135

CHEVRON EDM Fluid 71 5,7 1,46 116

ESSO MENTOR20/SOMENTOR 43 7,4 1,6 124

ESSO LECTOR 40 6,8 1,55 132

ESSO UNIVOLT 64 20 2,9 156

Fuchs RATAR FE 5,6 1,46 115

GULF Mineral Seal oil 5,8 1,48 132

KEROSENE 2 - 78

Mobil Oil Velocite 4 9 1,75 118

3.3.7. Flushing.
Flushing adalah sirkulasi yang tepat dari pada cairan dielektrik yang mengalir pada celah antara
pahat dengan benda kerja. Flushing memegang peranan penting didalam proses EDM, karena metode
flushing yang tepat akan mempertingga efisiensi proses pengerjaan material.
Sejauh mana pengaruh flushing didalam proses EDM dapat diuraikan sebagai berikut:
Pada permulaan proses dimana sama sekali belum terjadi loncatan bunga api listrik, maka
fluida dielektrik pada celah antara pahat dengan benda kerja merupakan medium isolator yang
sempurnah. Selanjutnya dengan terjadinya loncatan bunga api listrik, maka percikan-percikan
material benda kerja masuk terbawa didalam cairan dielektrik.
Kondisi ini akan mengurangi kemampuan isolasi dari fluida dielektrik tersebut, sehingga
selanjutnya mempermudah proses terjadinya loncatan-loncatan bunga api listrik lainnya.
Tetapi apabila tidak terjadi flushing, maka lambat laun akan terjadi proses penimbunan
partikel-partikel benda kerja pada celah antara pahat dengan benda kerja, sehingga terjadilah keadaan
sebagai berikut:
 Terjadilah proses peloncatan bunga api listrik secara tidak normal.
 Timbulnya efek hubungan singkat antara pahat dengan benda kerja.
 Terjadinya busur api listrik antara pahat dengan benda kerja yang bisa merusak kedua
benda tersebut.
Untuk menghindari hal-hal diatas dibutuhkan flushing dari cairan dielektrik yang berada pada
celah tersebut. Macam-macam metode flushing adalah sebagai berikut:
1) Flushing semprot/Flushing injeksi (injection flushing):
Didalam metode ini cairan dielektrik di semprotkan kedalam celah melalui suatu saluran
yang dibuat pada benda kerja atau pada pahat. Kelemahan dari sistem ini adalah
kecendrungan terjadinya efek tapering adanya loncatan bunga api listrik pada sisi
elektroda sewaktu aliran dielektrik plus partikel-partikel benda kerja melewati calah
tersebut.
2) Flushing penghisapan (suction flushing):
Didalam beberapa hal, misalnya proses pembuatan cetakan, maka efek tapering tersebut
dibutuhkan pada bagian-bagian yang membutuhkan self-alignment.
Tetapi jika efek tapering tersebut memang tidak dibutuhkan, maka hal ini dapat dilakukan
dengan mempergunakan metode flshing penghisapan. Cairan dielektrik bisa diisap
melalui saluran yang dibuat pada benda kerja maupun yang dibuat pada pahat.
3) Flushing sisi (side-flushing):
Metode ini dipergunakan bila tidak memungkinkan membuat saluran dielektrik baik
melalui benda kerja maupun melalui pahat. Didalam metode ini dipergunakan nozel yang
bisa mengarahkan aliran dielektrik sedemikian rupa sehingga terjadi flushing yang baik
pada daerah pengerjaan material benda kerja.
Metode flushing sisi ini dikombinasikan pada waktu-waktu tertentu dengan menaikan-
menurunkan elektroda pahat sehingga terjadi efek pemompaan cairan dielektrik yang
berada pada celah pahat dan benda kerja, sehingga membantu terjadinya sirkulasi yang
baik dari cairan dielektrik tersebut.
4) Flushing Kombinasi (combinatio-flushing):
Metode ini adalah merupakan kombinasi antara penghisapan dengan injeksi. Biasanya
dipergunakan pada proses pembuatan cetakan yang besar-besar dimana dibutuhkan
elektroda pahat yang besar pula.
A. LANGKAH OPERASI MESIN EDM Neu Ar type ZNC

1. Pastikan tombol emergensi ON. (Putar arah CW).


2. Saklar utama ON. (Putar arah CW).
3. Tekan tombol ON.
4. Tekan tombol Enter.
5. Press any key, (Akan tampil layar ZNC).
6. Press TAB, untuk mengubah tampilan ZNC ke MANUAL.
7. MENGATUR HOME POSISI:
• Gerakan kursor ke posisi Home (1), (Gunakan tombol anak panah pada board).
• Pilih 1 (X) dan tekan ENTER
• Tekan tombol F1 (Home), (Tulisan Home akan tampil pada layar).
• Masukan harga X (putar spindle X kearah CW) sampai muncul tanda bintang (*).
• Pilih 2 (Y) dan tekan ENTER.
• Tekan tombol F1 (Home), (Tulisan Home akan tampil pada layar).
• Masukan harga Y (putar spindle Y kearah CW) sampai muncul tanda bintang (*).
• Pilih 3 (Z) dan tekan ENTER.
• Tekan tombol F1 (Home), perhatikan spindle arah Z bergerak sampai muncul tanda
bintang (*).
B. LANGKAH MENGATUR (SETTING) KE TEGAK LURUSAN ELEKTRODA

8. Mengatur (setting) ke tegak lurusan elektroda:

Gunakan dial indikator untuk memeriksa ketegak lurusan elektroda terhap permukaan benda kerja
dengan cara:
1. Letakan dial indikator pada meja mesin.
2. Atur peraba dial indikator sehingga kontak dengan permukaan elektroda dari arah sumbu X.
 Peraba dapat kontak dengan elektroda pada posisi paling atas atau posisi paling
bawah.
3. Gerakan elektroda. naik jika kontak paling atas dan turun jika kontak paling bawah, dengan
menggunakan tombol:
NG + Z+ elektroda bergerak naik (Z+)

NG + Z- elektroda bergerak turun (Z-).

4. Perhatikan gerakan jarum dial indikator, pastikan arah kemiringan elektroda. Kemiringan
elektroda dapat seperti yang di tunjukan dalam gambar berikut ini atau kebalikannya.
5. Jika kemiringan elektroda seperti pada gambar berikut ini, maka lakukan pengaturan sesuai
dengan yang di instruksikan.
6. Jika kemiringan elektroda kebalikan dari gambar berikut ini, maka lakukan hal yang
sebaliknya agar elektroda dapat tegak lurus atau sejajar dengan sumbu Z.
7. Lakukan hal yang sama untuk mengatur ketegak lurusan dari arah sumbu Y (lakukan seperti
langkah nomor 1 sampai nomor 6).
Sumbu Z

Atur posisi elektroda Atur posisi elektroda


dangan cara dangan cara
kencangkan baut kendorkan baut
pengatur seperti arah pengatur seperti arah
anak panah anak panah

Elektroda

Sampai sejajar
dengan sumbu Z
C. LANGKAH MENGATUR (SETTING) POSISI NOL BENDA KERJA

9. Setting posisi Nol benda kerja:

a. Sentuhkan elektroda pada basis X (benda kerja) sampai terdengar bunyi dan ketik 0
diikuti ENTER. (X = 0). Posisi kursor pada X.

Benda kerja

b. Sentuhkan elektroda pada basis Y (benda kerja) sampai terdengar bunyi dan ketik 0
diikuti ENTER. (Y = 0). Posisi kursor pada Y.

c. Tekan F2 (EDGE), sampai elektroda menyentuh benda kerja dan terdengar bunyi,
kemudian ketik 0 diikuti ENTER. (Z = 0). Posisi kursor pada Z.

Sebelumnya tempatkan posisi elektroda diatas benda kerja jangan terlalu jauh.

d. Bawah benda kerja ke posisi yang akan dikerjakan, (misal X = 60 dan Y = 40).

e. Pilih REF.PT: WORK. Pilih Z dan ketik 1 diikuti ENTER, (Z = 1).


Bawah kursor ke posisi Z.

f. Tekan tombol F4 (Referensi). Perhatikan spindle Z akan bergerak ke posisi Z=1


diatas permukaan benda kerja.

g. Tekan tombol TAB untuk mengganti ke tampilan ZNC.


D. LANGKAH PENULISAN PROGRAM MESIN EDM (ZNC)

Ubah ke tampilan ZNC dengan menekan tombol TAB.


a. (F1) OPER
b. Insert (F1)
c. F1 (Position) ABS POSITION.
- ABS Position, tulis Z1 (Posisi awal elektroda)
- F5 (IO)
- Oil Pump On
- F2 (cut)
- ABS Linier, tulis Z - 0,5; B1 ; C1 (hanya contoh kedalaman pemotongan 0,5 mm).
- F1 (position)
- NG ABS Position Z20. Posisi elektroda setelah selesai pemotongan.
- F5 (IO)
- Oil Pump Off
- F5 (IO)
- Sleep On (mesin mati sendiri) jika diperlukan.
d. F8 (Mach).
e. F1 (Spark), untuk menjalankan program yang telah dibuat diatas.
MENG-EDIT C-CODE.
• OPER (F1)
• MACH (F8). Gunakan tombol anak panah untuk mengubah data yang ada pada C- CODE.
• SIVE (F9). Untuk menyimpan data yang telah di-edit.
• RESET (F10) Pilih YES dan tekan Enter.
Contoh Program.
N001 ABS POSITION Z1
N002 OIL PUM ON
N003 ABS LINIER Z-12 B1 C2
N004 ABS LINIER Z-13,2 B1 C3
N005 ABS LINIER Z-14 B1 C4
N006 ABS LINIER Z-14,3 B1 C5
N007 ABS LINIER Z-14,35 B1 C6
N008 ABS LINIER Z-14,5 B1 C7
N009 ABS POSITION Z15
N010 OIL PUM OFF
Harga C-CODE.
C.NO HT LT PON POFF QDON QUP SPD SERVO GAP +/-
C1 0 12 30 5 5 1 80 80 45 +
C2 0 4,5 90 5 10 1 80 80 45 +
C3 0 4,5 60 5 6 1 60 60 45 +
C4 0 3 30 5 6 1 60 60 45 +
C5 0 1,5 30 5 5 1 60 50 70 +
C6 0 1 10 5 5 1 50 50 70 +
C7 0 0,5 4 5 5 3 50 50 70 +
E. PENGERTIAN DARI BEBERAPA VARIABEL C-CODE

C-CODE terdiri dari beberapa variabel C-CODE, yang memiliki pengertian sebagai berikut:
1. HT: (fine tune setting of high voltage curren), arus voltage tinggi dalam satuan Ampere [A].
2. LT: (low voltage current setting), arus voltage rendah sebagai pemicu discharge dalam satuan
Ampere [A].
3. PON:
 Nilai dari PON berhubungan dengan berkurangnya permukaan elektroda, arus yang
sesuai menentukan kakasaran permukaan.
PON = 0,5 μs, kekasaran permukaan dapat mencapai Rmax 1,6 sampai 3 μm dan
PON Max. 1800 μs, Rmax dapat mencapai 90 sampai120 μm.
 Secara umum tingkat PON discharge di bagi ke dalam tiga karakteristik pemesinan,
yaitu:
(1). Pekerjaan penghalusan; kecepatan rendah, elektroda cepat aus.
(2). Kekasaran medium; kecepatan medium, elektroda tidak cepat aus.
(3). Pengasaran; proses pemesinan cepat, permukaan elektroda dan benda kerja
menjadi kasar dan elektrodacepat aus.
 Material benda kerja berbeda, tingkat PON discharge juga berbeda.
4. POFF:
 POFF adalah waktu OFF discharge; pada umumnya dengan POFF yang rendah aliran
listrik lebih teratur, efisiensi tinggi akan tetapi permukaan elektroda mengalami
proteksi dan tidak baik untuk pembuangan chip. Atur posisi penyemprotan dengan
baik untuk memperlancar pembuangan chip.
 Waktu OFF yang pendek arus di atur besar dan waktu OFF yang panjang arus di atur
kecil. Tetapi voltage di setiap dicharge tetap sama.
 Lamanya waktu POFF seharusnya mengikuti jenis material untuk mendapatkan hal
yang optimum.
 Selama pengaturan waktu PON discharge, tingkat ratio POFF akan secara otomatis
menyesuaikan.
 Ikuti instruksi LT (Low voltage current), besar kecilnya area discharge relatif
terhadap nilai arus. Pengaturan POFF seharusnya betul-betul dipertimbangkan.
 Umumnya pengaturan posisi POFF di bedakan menjadi:
(1). Pengasaran, pada posisi 5 sampai 6 μs.
(2). Pengarjaan medium, pada posisi 5 μs.
(3). Pengerjaan akhir, pada posisi 2 sampai 4 μs. (PON di pilih di bawah 30 μs.
5. QDON:
Lama waktu discharge antara 0,5 sampai 10 secon, pada posisi nol (0) sampai 12.
 Jika QDON di atur pada waktu yang pendek, maka akan terjadi kepala mesin akan
lebih cepat naik.
 Posisi QDON pada waktu yang panjang, menyebabkan kepala mesin bergerak pelan
(lebih lama melakukan discharge). Bilaman QDON pada posisi nol (0), maka kepala
mesin tetap pada jarak discharge dan discharge tetap berlangsung.
 Referensi umum posisi QDON:
(1). Pengerjaan kasar, pada posisi 7.
(2). Pengerjaan medium, pada posisi 5.
(3). Pengerjaan akhir, pada posisi 1 sampai 3 (PON dibawah 30 μs).
6. QUP:
QUP adalah waktu OFF selama discharge, elektroda bergerak naik dan menunjukan jarak
gerak elektroda (sepanjang 0,5 sampai 30 mm).
 QUP pada posisi 1 sampai 2, discharge lebih efisien.
 QUP pada posisi yang lebih panjang (3 sampai 12) di lakukan pada lubang yang
dalam dan pembuangan chip yang sulit.
7. SPD:
Pengaturan kecepatan kepala mesin (sumbu Z), pengaturan kecepatan dalam persentase (10
sampai 100%).
 Luas permukaan elektroda kecil, atur SPD 60%.
 Permukaan elektroda yang luas, dipertimbangkan ±30% atau dibawahnya.
Tergantung pada penarikan elektroda, dapat digunakan persentase yang rendah.
8. SERVO:
Sensitivity selama proses pemesinan. Pengaturan SERVO mempengaruhi kecepatan terendah
dari elektroda, hal ini akan mempengaruhi waktu discharge. Perhatikan kelompok SERVO,
pada umumnya SERVO ditetapkan 50% sampai 60%.
9. GAP:
Pengaturan positif GAP voltage atau pengaturan jarak terdekat untuk melakukan discharge.
 Kuat arus dimana GAP diatur pada 45 volt menghasilkan efisiensi tinggi dan
biasanya digunakan untuk kekakasaran permukaan medium.
 Bilaman GAP 60 volt, biasanya untuk mengerjakan permukaan yang luas atau lubang
yang dalam dengan kemiringan yang membuat pembuangan chip sulit pada
pengerjaan akhir.
10. +/- kutup:
Pergantian kutup listrik pada kepala mesin.
 Pada umumnya elektroda tembaga dan benda kerja besi kutup positif (+) pada mesin,
sehingga voltage discharge akan lebih stabil dan jika kutup negatif (-) pada mesin
voltagedischarge tidak stabil. Kutup negatif hanya dapat digunakan jika PON di atur
pada 4 μs dan permukaan benda kerja akan kelihatan hitam/terang.
 Jika pada material khusus di perlukan discharge pada elektroda atau benda kerja,
maka dapat di lihat pada tabel referensi discharge.

NILAI KEKASARAN: N 18, Waktu satu jam

PROGAM KONDISI OPERASI


C HT LT PON PO QD QU SP SER GA +/
No. FF ON P D VO P _
1 ABS POSITION Z1
2 OIL PUMP ON
3 ABS LINEAR Z-0.4 1 0 6 200 4 5 1 80 70 45
B1 C1 +
4 ABS LINEAR Z-0.45 3 0 1,5 60 4 3 1 80 70 45
B1 C3
......
PROGAM (Program koordinat Absolut).

1. ABS POSITION Z1
2. OIL PUMP ON
3. ABS LINEAR Z-0.5 B1 C1
4. ABS LINEAR Z-0.6 B1 C2
5. ABS LINEAR Z-0.625 B1 C3
6. ABS LINEAR Z-0.67 B1 C4
7. ABS LINEAR Z-0.7 B1 C5
8. ABS LINEAR Z-0.72 B1 C6
9. ABS LINEAR Z-0.73 B1 C7
10. NC ABS POSITION Z5
11. OIL PUMP OFF
12. ABS LINEAR Z-0.73 B1 C502

Keterangan:
 Z = Koordinat sumbu Z.
 B = memberikan kemudahan elektroda bergerak naik.
B1 = Zp, menunjukan sumbu Z bergerak naik dan turun unruk membuang chip atau geram.
B2 = Original path; elektroda memberi celah untuk membuang chip sedikit lebih lama.
 C = C-Code adalah memuat kumpulan data electric discharge. Satu C-Code mewakili satu set
parameter electric discharge dalam proses pemesinan.
REFERENSI

1. Haslehurst, M.: Manufakturing Technilogy edisi ke 3, London 1981.


1. Komang Bagiasna, Sigit Yoewono: Proses-proses Non-Konvensional, Diktat
kuliah ITB-Bandung.
2. Manual book EDM Neu Ar, type ZNC Machine edisi 2001.
3. S.F. Krar, J.W. Oswald, J.E. ST. Amand: Technology of Machine Tools edisi ke 2,
MC. Graw Hill, USA 1977.

Anda mungkin juga menyukai