Anda di halaman 1dari 3

Silabus

Mata Kuliah : Kebijakan dan Manajemen Otonomi Daerah


Jurusan Ilmu Administrasi Negara
Fisipol - UGM
---------------------

Pendahuluan

Mata kuliah ini hendak membahas berbagai dimensi penting


dari kebijakan otonomi daerah atau desentralisasi penyelenggaraan
pemerintahan di Indonesia. Setelah pembahasan silabus dan
“kontrak belajar”, pertemuan berikutnya akan mencermati berbagai
kasus riil yang terjadi di Indonesia setelah diimplementasikannya
kebijakan otonomi daerah, sejak 2001. Kejadian yang mutakhir,
misalnya, kasus “pemecahan” wilayah Provinsi Sumatera Utara
(usulan pembentukan Provinsi Tapanuli), yang pada salah satu
episodenya berlangsung anarkis sehingga membawa korban jiwa
pada Selasa 03 Februari 2009 (baca Tempo, Edisi 9-15 Februari
2009). Kuliah-kuliah selanjutnya akan mendiskusikan definisi, visi,
dan konsep-konsep dasar otonomi daerah (sering disebut dengan
istilah desentralisasi).

Otonomi daerah bukanlah suatu kebijakan yang dirumuskan


secara tiba-tiba. Ada berbagai preseden yang melatarbelakangi
dikeluarkannya kebijakan otonomi daerah. Selain itu pada era Orde
Baru telah dilakukan berbagai eksperimentasi (proyek percontohan)
pelaksanaan otonomi daerah. Pada titik ini pembahasan masuk
pada dimensi historis kebijakan otonomi daerah. Dari segi produk
kebijakan, telah ada berbagai perundangan-undangan tentang
otonomi daerah; misalnya UU No.5 tahun 1974, UU No.22 tahun
1999, UU No. 32 tahun 2004, Perpu No.3 tahun 2005 tentang
Perubahan atas UU No. 32/ 2004 (selanjutnya ditetapkan dengan
UU No. 8 tahun 2005), dan Amandemen UU Pemerintahan Daerah
2008.

Implementasi kebijakan otonomi daerah membawa


perubahan secara mendasar dalam model penyelenggaraan
pemerintahan daerah. Secara singkat dapat dikatakan terjadi
pergeseran yang amat mendasar dalam pola hubungan dan fungsi
pemerintah pusat dan daerah. Terjadi pergeseran pola hubungan
pemerintah pusat – daerah dari yang berwatak sentralistik dan
paternalistik menjadi pola hubungan yang bersifat kemitraan dan
desentralistik. Kebijakan otonomi daerah juga meninggalkan
paradigma pembangunan sebagai landasan kerja pemerintah (era
Orde Baru) yang telah melahirkan banyak “korban pembangunan”,
menjadi paradigma pelayanan dan pemberdayaan. Hal ini dilakukan
demi mengembalikan harga diri rakyat dan membangun kembali
citra pemerintahan sebagai pelayan (masyarakat) yang adil.

Implementasi kebijakan otonomi daerah juga berimplikasi


pada munculnya berbagai persoalan sosial, politik, dan ekonomi
baik di pusat dan terutama di daerah. Studi Governance dan
Decentralization Survay (GDS) 2002 mensinyalir dengan kuat terjadi
“perebutan kewenangan” antar berbagai tingkatan pemerintahan
(pemerintah pusat dengan pemerintah daerah, pemerintah provinsi
dengan pemerintah kabupaten/ kota, antara sesama pemerintah
kabupaten/kota). Gejala ini dapat dibaca sebagai terjadi beberapa
kecenderungan berikut. Pertama, ada kekeliruan dalam memahami
filosofi, latar belakang, dan tujuan diterapkannya kebijakan otonomi
daerah (baik di kalangan elit pusat maupun daerah, juga di
kalangan masyarakat luas). Kedua, terjadi konflik kepentingan
(vested interest) antarelit di tingkat pusat yang mengakibatkan
munculnya sikap “setengah hati” dalam menjalankan kebijakan
otonomi daerah. Ketiga, adanya sikap berlebihan dari pejabat lokal
dalam memaknai dan menjalankan kebijakan otonomi daerah,
sehingga memunculkan gejala aroganisme daerah (Agus Dwiyanto,
dkk. Teladan dan Pantangan dalam Penyelenggaraan Pemerintahan
dan Otonomi Daerah. PSKK UGM, 2003, halaman 15-17). Selain itu
muncul berbagai isu di seputar penataan struktur organisasi
pemerintah, keuangan daerah, kinerja pelayanan publik, hubungan
eksekutif-legislatif daerah, model pilkada, serta persoalan
peningkatan efektivitas kerja pemerintah, dan seterusnya.

Materi Kuliah

1. Perkenalan dan pengenalan silabus


2. Beberapa kasus implementasi Otonomi Daerah
3. Konsep Negara dan Sistim Pembangian kekuasaan
4. Konsep Desentralisasi: devolusi, dekonsentrasi,
delegasi/medebewind
5. Sejarah desentralisasi di Indonesia
UU No 22 Tahun 1999 dan UU No 25 Tahun 1999 diganti
menjadi UU No 32 Tahun 2004 (selanjutnya ditetapkan
dengan UU No. 8 tahun 2005), dan Amandemen UU
Pemerintahan Daerah 2008.
6. Model-model pemerintahan lokal : Inggris (autonomus),
Perancis (integrated), Indonesia (?), Negara-negara Asia dan
Afrika
7. Sistim pembagian kewenangan: fungsi dan struktur
8. Sumber-sumber pendapatan dan sistim pembelanjaan daerah
di Indonesia
9. Sistem pemilihan kepala daerah dan implikasi pada
pemerintah lokal
10. Pemekaran wilayah: antara isu pelayanan publik,
ekonomi dan kepentingan politik
11. Isu otonomi khusus Papua: etnisitas versus ekonomi
12. Isu Otonomi khusus N A D : sistim pemerintah lokal
berbasis syariah
13. Isu Otonomi D I Yogyakarta: pemerintah lokal berbasis
kultural

Metode Belajar:
1. Ceramah
2. Diskusi
3. Tugas individu: paper pribadi, tugas mingguan

Evaluasi:
1. Partisipasi kelas : 20%
2. Tugas-tugas : 25%
3. UTS : 25 %
4. UAS : 30%

Literatur : menyusul

Anda mungkin juga menyukai