PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Penyakit stenosis katup jantung masih sering ditemukan
terutama di negara berkembang, bahkan menjadi penyebab dari
morbiditas dan mortalitas pada bidang kardiovaskular. Stenosis
mitral merupakan penyakit jantung katup. Di Asia masih dijumpai
prevalensi yang tinggi untuk penyakit stenosis katup jantung,
terutama katup mitral, dengan prevalensi berkisar 21-25%. Angka
mortalitasnya di Asia merupakan yang tertinggi di dunia.
Diperkirakan 15,6 juta orang mengalami kelainan katup, serta
dijumpai 282.000 kasus baru dan 233.000 kematian setiap
tahunnya. Keparahan stenosis mitral sangat memengaruhi
diagnosis, prognosis, dan penetapan terapi yang akan digunakan.
Ekokardiografi masih menjadi standar utama dalam menentukan
keparahan stenosis mitral. Baik secara kuantitas maupun kualitas,
modalitas yang dapat dilakukan juga cukup banyak seperti
modalitas 2D, Doppler, M-Mode, bahkan 3D. Ironisnya, fasilitas
ekokardiografi masih sangat terbatas di beberapa rumah sakit,
terutama di daerah kabupaten/kota atau daerah terpencil di
Indonesia.
American Society of Echocardiography (ASE)
merekomendasikan pengukuran planimetri dan tekanan paruh
waktu (PHT) untuk menentukan tingkat keparahan stenosis
mitral.1,2 Planimetri menggunakan ekokardiografi 2D—kedua daun
katup stenosis mitral dapat dipotong secara tegak lurus dengan
sayatan sumbu pendek. Dari potongan sumbu pendek ini
diharapkan terbentuk orifisium katup (lubang) mitral yang terbuka,
dapat diukur pada pinggir sirkumferensi. Operator dapat menilai
luas pembukaan katup mitral pada saat mid-diastol dengan
1
melakukan penelusuran secara manual pada pinggir dalam
lingkaran mulut katup mitral (tracing).3 Kelemahan dari pengukuran
planimetri adalah pengukuran ini sangat bergantung pada keahlian
operator dan sulit mendapatkan gambaran pada kalsifikasi yang
sangat tebal dari katup mitral. Pemeriksaan metode tekanan paruh
waktu (PHT) juga memiliki beberapa kelemahan, antara lain
keberadaan dari aorta regurgitasi, daya regang dari ventrikel,
beberapa metode lain terkadang sulit untuk dilakukan.4 Modalitas
tambahan baru yang sederhana dalam menentukan keparahan
stenosis mitral perlu dipertimbangkan terutama pada daerah yang
tidak memiliki fasilitas ekokardiografi yang lengkap sehingga pasien
stenosis mitral di daerah perifer dapat ditangani dengan baik.
Perubahan anatomi, histiologi, serta fisiologi dari katup mitral
yang mengalami stenosis, memberikan dampak gambaran
ekokardiografi yang berbeda.5 Secara umum, perubahan yang
tampak dapat berupa penebalan meliputi seluruh dari daun katup
anterior dan posterior dan satu atau kedua komisura mengalami
fusi. Hal ini akan berdampak terhadap kekakuan dari daun katup
dan fusi komisura yang akan mengurangi ukuran mulut katup.2,3,6
Mekanisme perubahan ini terutama disebabkan oleh fusi dari
komisura. Penebalan, restriksi, dan kekakuan dari kedua daun
katup menyebabkan keterbatasan hemodinamik, berkonstribusi
pada terjadinya stenosis.5 Pada peneliti an lain ditemukan adanya
perubahan panjang dari daun katup mitral selama terjadinya
stenosis mitral, ketika pemendekan terjadi pada daun katup baik
daun katup anterior maupun katup posterior dibanding katup mitral
normal. Ini berkaitan erat dengan tingkat kekakuan dari daun katup,
kalsifikasi, dan masalah subvalvular.7,8 Penyakit stenosis mitral
memperlihatkan kekakuan yang lebih besar, paling besar terjadi di
zona kasar, dan paling minimal pada zona basal. Hal ini sangat
berbeda dengan kondisi katup mitral yang normal.7 Perubahan
2
secara histiologis dapat dilihat dari semakin meningkatnya fibrosis,
hyalinosis, dan kalsifikasi pada katup mitral yang mengalami
stenosis. Perubahan pada myxoid berbanding terbalik dengan
peningkatan kekakuan.
Perubahan pada apparatus mitral memperlihatkan gerakan
daun katup posterior yang seharusnya bergerak secara posterior
pada saat diastol, menjadi secara anterior dikarenakan adanya fusi,
daya putar, atau torsi yang sangat tergantung kepada panjang dari
daun katup. Torsi pada daun katup anterior akan lebih besar
daripada posterior dikarenakan rasio anterior dengan posterior lebih
panjang, biasanya 3:2 atau lebih, pada saat diastol daun katup
anterior membentuk sudut yang lebih besar dengan arah gradien
atrioventrikular daripada katup posterior. Seperti diketahui
persamaan fisika menunjukan daya torsi sebanding dengan sudut
yang terbentuk dengan arah gradien.12,13,14 Hal ini akan
berdampak terhadap gambaran ekokardiografi yang khas berupa
end diastolic dooming pada katup mitral yang stenosis. Dengan
memperhatikan adanya hubungan perubahan anatomi, histiologi
terhadap katup mitral terutama daun katup dengan terjadinya
gambaran spesifik ekokardiografi pada stenosis mitral berupa
mekanisme pergerakan ke arah anterior dari daun posterior dan
terbentuknya gambaran end diastolic dooming, maka penelitian ini
bertujuan untuk menguji perbandingan panjang daun posterior
dengan daun anterior katup mitral pada saat end diastole sebagai
parameter sederhana untuk menilai tingkat keparahan stenosis
mitral
.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa yang di maksud dengan mitral stenosis?
2. Bagaimana etiologi dari mitral stenosis?
3. Bagaimana patofisiologi mitral stenosis?
3
4. Bagaimana manisfestasi klinik mitral stenosis?
5. Apa saja komplikasi dari mitral stenosis?
6. Apa saja pemeriksaan penunjang dari mitral stenosis?
7. Bagaimana penatalaksanaan dari pemeriksaan mitral stenosis?
8. Bagaimana pencegahan mitral stenosis?
C. TUJUAN
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini yaitu untuk
mengetahui prinsip kerja dari alat-alat yang digunakan dalam
pemeriksaan MS (Mitral Stenosis) serta prosedur dan teknik-teknik
yang digunakan dalam pemeriksaan
D. MANFAAT
Adapun manfaat dari pembuatan makalah ini adalah
mahasiswa dapat lebih memahami tentang nama dan prinsip kerja
dari alat-alat yang diguanakan pada pemeriksaan Mitral Stenosis.
4
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. DEFENISI
Mitral Stenosis dapat diartikan sebagai blok aliran darah pada tingkat
katup mitral, akibat adanya perubahan struktur Mitral Leafest yang
menyebabkan tidak terbukanya katup Mitral secara sempurna pada saat
Diastolik.
Stenosis mitral adalah suatu keadaan di mana terjadi
gangguan aliran darah dari atrium kiri melalui katup mitral oleh
karena obstruksi pada level katup mitra. Kelainan struktur mitral ini
menyebabkan gangguan pembukaan sehingga timbul gangguan
pengisian ventrikel kiri saat diastole
B. ETIOLOGI
Mitral Stenosis merupakan kelainan katup yang paling sering
diakibatkan oleh penyakit jantung reumatik. Sekitar 90% dari kasus Mitral
Stenosis yang diawali dengan demam reumatik. Sisanya non-reumatik seperti
Congenital Mitral Stenosis, Systemic Lupus Erythematosus (SLE), Bacterial
Endocarditis, dll.
C. PATOFISIOLOGI
Pada keadaan normal, area katup mitral mempunyai ukuran
4-6 cm2. Bila areaorifisiumkatu ini berkurang sampai 2 cm2,maka
diperlukan upaya aktif atrium kiri berupa peningkatan tekanan
atrium kiri agar aliran transmitral yang normal tetap terjadi. Stenosis
mitralkritis terjadi bila pembukaan katup berkurang hingga menjadi
1 cm2.Pada tahap ini, dibutuhkan suatu tekanan atrium kiri sebesar
25 mmHg untuk mempertahankan cardiac output yang normal.
5
Gradient transmitral merupakan “hall mark” stenosis mitral
selain luasnya area katup mitral, walaupun rahimtoola berpendapat
bahwa gradient dapat terjadi akibatnya kenaikan tekanan atrium
akan diteruskan ke vena pulmonalis dan seterusnya mengakibatkan
kongesti paru dan serta keluhan sesak (exertional dyspnue).
Derajar besar ringannya stenosis mitral selain berdasarkan
gradient transmitral, dapat juga ditentukan oleh luasnya area katup
mitral serta hubungan antara lamanya waktu penutupan katup aorta
dan kejadian opening snap. Berdasarkan luasnya area katup mitral,
derajat stenosis mitral sebagai berikut:
1. Minimal : bila area > 2,5 cm2
2. Ringan : bila area 1,4 – 2,5 cm2
3. Sedang : bila area 1 – 1,4 cm2
4. Berat : bila area <1,0 cm2
5. Reaktif : bila area < 1,0 cm2
Mitral stenosis terjadi karena adanya fibrosis dan komisura
katup mitral pada waktu fase penyembuhan demam reumatik. Pada
kasus demam reumatik akut, terjadi infeksi oleh strepkokus B
hemolitic group A sehingga timbul pharyngitis satu minggu setelah
nasofaringitis, bakteri akan dihasilkan antigen yang memicu reaksi
antigen-antibodi, dimana antigen ini mirip dengan sel yang berada
pada katup jantung, sehingga antibody yang akan memakan
antigen juga ikut memakan sel di katup jantung. Dan menyebabkan
kematian sel di katup jantung, sehingga pada katup jantung terjadi
fibrosis dan penyempitan.
Mitral stenosis merupakan penyempitan atau obstruksi
parsial aliran pada katup mitralis selama diastole, sehingga
menyebabkan aliran turbulan darah pada atrium kiri yang akan
menimbulkan bunyi Mid Diastolik Murmur. Selain itu, akibat
penyempitan katup mitral juga menyebabkan Cardiac Output ke
seluruh tubuh menurun karena darah tertimbun di atrium kiri.
6
Kompensasi dari keadaan ini adalah Dilatasi dan Hipertrofi atrium
kiri, keadaan ini juga dipengaruhi oleh tekanan atrium kiri sehingga
timbul palpitasi. Selain itu, akibat tekanan atrium kiri yang
meningkatkan terjadi statis darah yang akan menimbulkan emboli
sistematik yang akan menimbulkan gejala-gejala Neurologis. Akibat
lain dari peningkatan tekanan atrium kiri adalah timbulnya opening
snaps. Dilatasi dan hipertrofi atrium kiri menyebabkan peningkatan
tekanan Vena Pulmonalis. (untuk menyeimbangkan tekanan atrium
kiri yang meningkat); karena tekanan Vena Pulmonaris meningkat,
maka tekanan kapiler pulmo juga meningkat. Hal ini menimbulkan 2
keadaan yaitu : edema pulmo akibat transudasi cairan ke jaringan
interstisial, hal ini menimbulkan penyempit bronchus, yang
mengakibatkan timbulnya reflex pernapasan cepat dan lemah,
seperti Dyspnea, Ortopnea, dan Haemoptysis. Keadaan lain yang
timbul akibat peningkatan tekanan kapiler pulmo adalah
peningkatan tekanan Arteri Pulmoralis yang akan menimbulkan
Hipertensi Pulmonal (merupakan kompensasi agar Edema Pulmo
tidak berlanjut, diman terjadi perubahan Vaskular dengan
penebalan dinding alveolus dan kapiler serta Vasokonstriksi)
akibatnya tekanan jantung kanan meningkat; darah di ventrikel
kanan mengalami resistensi yang lebih besar untuk mengalir ke
arteri pulmonal, sehingga darah mengumpul di ventrikel kanan,
maka terjadi dilatasi dan hipertrofi ventrikel kanan sehingga terjadi
gagal jantung kanan.
D. MANIFESTASI KLINIK
Kebanyakan penderita stenosis mitral bebas keluhan dan
biasanya keluhan utama berupa sesak napas dan dapat juga
berupa fatigue. Pada stenosis mitral yang bermakna dapat
mengalami sesak pada aktifitas sehari-hari, paroksismal nokturnal
dispnea, ortopnea atau oedema paru. Aritmia atrial berupa fibrilasi
7
atrium juga merupakan kejadian yang sering terjadi pada stenosis
mitral, yaitu 30-40%. Sering terjadi pada usia yang lebih lanjut atau
distensi atrium yang akan merubah sifat elektrofisiologi dari atrium
kiri, dan hal ini tidak berhubungan dengan derajat stenosis.
Manifestasi klinis dapat juga berupa komplikasi stenosis
mitral seperti tromboemboli, infektif endokarditis atau simtomatis
karena kompresi akibat besarnya atrium kiri seperti disfagia dan
suara serak. Timbulnya keluhan pada pasien stenosis mitral adalah
akibat peninggian tekanan vena pulmonal yang diteruskan ke paru.
Gejala-gejala yang timbul pada pasien mitral stenosis antara lain
dispnea, orthopnea, paroxysmal nocturnal dyspnea, hemoptisis,
palpitasi, lelah, oedem kaki dan nyeri dada. Gejala-gejala yang
muncul tergantung dari derajat MS(mitral stenosis):
1. Stenosis Mitral ringan
MVA(mitral valve area) 1,6 sampai 2 cm2. Pada MS
ringan ini timbul gejala sesak nafas pada beban fisik yang
sedang, tetapi pada umumnya dapat mengerjakan aktivitas
sehari-hari. Beban fisik berat, kehamilan, infeksi atau atrial
fibrilasi (AF) rapid respon dapat menyebabkan sesak nafas
yang hebat.
2. Stenosis Mitral sedang-berat
MVA 1 sampai 1,5 cm2. Gejala pada MS tipe ke dua
ini timbul sesak nafas yang sudah mengganggu aktivitas
sehari-hari, sesak nafas timbul seperti jalan cepat, jalan
menanjak. Infeksi pulmonal, AF (atrial fibrilasi) dengan QRS
rate cepat sebagai pemicu, mendasari terjadinya kongesti
pulmonal, dan memerlukan penanganan emergency dan
perawatan di rumah sakit. Batuk, sesak nafas, suara nafas
wheezing, hemoptisis mirip atau disangka bronchitis karena
kadang-kadang bising diastolik tidak terdengar oleh
aukultator yang tidak terlatih. Palpitasi biasanya akibat Atrial
8
fibrilasi. Selain itu, warna semua kemerahan di pipi menjadi
salah satu tanda yang menunjukkan bahwa seseorang
menderita stenosis mitral.
E. KOMPLIKASI
1. Stenosis mitral akan menyebabkan bronkopneumonia,
hipertensi arteri pulmonalis, hipertensi ventrikel kanan
sehingga dapat mengakibatkan gagal jantung kanan.
2. Gagal jantung adalah suatu kondisi di mana jantung tidak
dapat memompakan darah untuk memenuhi kebutuhan
tubuh. Katup mitral menyempit mengganggu aliran darah
dari jantung keluar ke seluruh tubuh. Selain itu, tekanan
menumpuk di paru-paru, menyebabkan akumulasi cairan.
3. Pembesaran jantung. Penumpukan tekanan hasil
stenosis katup mitral, pembesaran atrium kiri, pada
awalnya perubahan ini membantu jantung memompa
lebih efisien, tapi akhirnya, itu merusak kesehatan
keseluruhan jantung. Selain itu, tekanan dapat
menumpuk di paru-paru dan menyebabkan penyumbatan
paru dan hipertensi.
4. Atrial fibrilasi. Pada stenosis katup mitral, peregangan
dan pembesaran atrium kiri jantung dapat menyebabkan
ketidakteraturan irama jantung yang disebut atrial
fibrillation. Pada fibrilasi atrium, atrium jantung berdetak
tidak beraturan dan cepat
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Ekg : Sebuah EKG dapat memberikan informasi tentang irama
jantung dan, secara tidak langsung ukuran jantung. Dengan
stenosis katup mitral, beberapa bagian dari jantung mungkin
9
membesar dan mungkin memiliki atrial fibrilasi, sebuah
ketidakteraturan irama jantung.
2. Pemeriksaan Foto Thoraks : Pembesaran atrium kiri, pelebaran
arteri pulmonal, pembesaran ventrikel kanan.
3. Ecokardiografi Doppler : Dengan ekokardiografi, dapat
dilakukan evaluasi struktur dari katup, pliabilitas dari daun katup,
ukuran dari area katup dengan planimetri.
4. Ecokardiografi Transesofageal : menggunakan tranduser
endoskop sehingga jendela ekokardiografi akan lebih luas
terutama untuk struktur katup, atrium kiri atau apendiks atrium.
5. Kateterisasi : untuk menentukan luas dan jenis
penyumbatannya.
G. PENATALAKSANAAN MEDIS
1. Diuretik.
Obat ini dapat mengurangi akumulasi cairan di paru-
paru atau di tempat lain. Pengencer darah (antikoagulan).
Obat-obat ini membantu mencegah penggumpalan
darah. Seperti : furosemide 20 – 80 mg dan
spironolactone dosis 100mg s/d 200mg.
2. Beta blockers atau calcium channel blockers.
Obat-obat ini dapat digunakan untuk memperlambat
denyut jantung dan memungkinkan jantung untuk mengisi
lebih efektif. Seperti : bisoprolol fumarate, amliodipine 5 –
10 mg.
3. Obat anti-arrhythmic .
Obat-obat ini dapat digunakan untuk mengobati
fibrilasi atrium atau gangguan irama lain yang terkait
dengan stenosis katup mitral. Seperti : amliodipine
4. Pembedahan :
10
Valvotomi mitral perkutan dengan balon, menganti
katup mitral
H. PENCEGAHAN
Stenosis katup mitral dapat dicegah hanya dengan mencegah
terjadinya demam rematik, yaitu penyakit pada masa kanak-kanak
yang kadang terjadi setelah strep throat (infeksi tenggorokan oleh
Streptokokus) yang tidak diobati. Pencegahan eksaserbasi demam
rematik dapat dengan:
1. Benzatin penisilin G 1,2 juta µ IM setiap 4 minggu sampai umur
40 tahun.
2. Eritrimisin 2x250 mg/hari.
Profilaksis reuma harus diberikan sampai umur 25 tahun
walaupun sudah dilakukan intervensi. Bila sesudah umur 25
tahun masih terdapat tanda-tanda reaktivasi, maka profilaksis
dilanjutkan 5 tahun lagi. Pencegahan terhadap endocarditis
infektif diberikan pada setiap tindakan operasi misalnya
pencabutan gigi, luka dan sebagainya.
11
BAB III
PEMBAHASAN
A. Alat Echocardiography
12
B. Prinsisp Kerja Dari Alat
USG diagnostik menggunakan gelombang suara berdenyut,
frekuensi tinggi (> 20.000 Hz). Gelombang ultrasonik memasuki
jaringan, ditransmisikan melalui jaringan dan dipantulkan kembali
dari jaringan berdasarkan impedansi akustik jaringan. Impedansi
akustik jaringan adalah densitasnya kali kecepatan di mana suara
bergerak melalui jaringan. Semakin besar ketidakcocokan dalam
impedansi akustik antara dua jaringan yang berdekatan, semakin
besar jumlah USG dipantulkan kembali ke transduser. Tulang /
jaringan dan udara / jaringan antarmuka sangat reflektif karena
ketidakcocokan besar dalam impedansi akustik mereka dari
jaringan yang berdekatan. Tulang memiliki impedansi akustik yang
sangat tinggi dan udara memiliki impedansi akustik yang sangat
rendah relatif terhadap jaringan lunak. Jadi, ketika sinar ultrasound
memotong struktur tulang atau antarmuka yang dipenuhi udara,
sinar ultrasound dipantulkan kembali ke transduser, mencegah
pencitraan struktur yang lebih dalam. Oleh karena itu,
ekokardiografi harus dilakukan di ruang interkostal dalam jendela
jantung (di mana jantung melawan toraks, tanpa paru-paru
intervening) atau dari jendela subcostal (tergantung pada spesies).
Gelombang ultrasound disebarkan melalui jaringan yang
berdekatan pada kecepatan yang diketahui, yang bervariasi
tergantung pada jenis jaringan yang dilewati oleh sinar ultrasound.
Kecepatan ultrasound melalui jaringan lunak sekitar 1540 m / detik.
Ketebalan, ukuran dan lokasi berbagai struktur jaringan lunak
dalam hubungannya dengan transduser dapat dihitung pada setiap
titik waktu. USG mematuhi hukum optik geometrik dengan
memperhatikan refleksi, transmisi dan pembiasan. Ketika
gelombang ultrasound memenuhi antarmuka dari impedansi akustik
yang berbeda, gelombang dipantulkan, dibiaskan dan diserap.
13
Intensitas sinar ultrasound menurun ketika ia bergerak menjauh
dari transduser karena divergensi sinar, penyerapan, pencar, dan
refleksi energi gelombang pada antarmuka jaringan. Refleksi
ultrasound terbesar terjadi ketika sinar ultrasound tegak lurus
terhadap struktur yang dicitrakan, menciptakan pantulan yang kuat
atau gema. Gelombang ultrasound yang direfleksikan ini kemudian
diterima oleh transduser dan diproses oleh mesin ultrasound untuk
membuat gambar. Transduser berfungsi sebagai penerima lebih
dari 99% dari waktu. Gambar-gambar ekokardiografi yang diperoleh
ditampilkan monitor dan dapat direkam pada kaset video, kertas
termal, film radiografi atau disk komputer.
Frekuensi gelombang ultrasound yang dipancarkan oleh
transduser sangat mempengaruhi kualitas gambar yang diperoleh
dan kedalaman jaringan yang dapat dicitrakan dengan sukses.
Gelombang ultrasound frekuensi yang lebih tinggi memiliki panjang
gelombang yang lebih pendek dan menghasilkan resolusi yang
lebih baik dari struktur kecil yang dekat dengan permukaan kulit.
Namun, lebih banyak energi yang diserap dan tersebar dengan
ultrasound frekuensi tinggi dan dengan demikian, transduser
frekuensi tinggi memiliki kemampuan penetrasi yang lebih sedikit.
Sebaliknya, transduser frekuensi rendah akan memiliki kedalaman
penetrasi yang lebih besar tetapi resolusi yang buruk. Transduser
yang dipilih untuk ekokardiografi harus merupakan frekuensi
tertinggi yang tersedia yang akan menembus ke kedalaman yang
diperlukan untuk menggambarkan jantung secara keseluruhan.
Frekuensi yang umumnya digunakan untuk kisaran
echocardiography veteriner dari 2,25-3,5 MHz untuk kuda dewasa
dan sapi menjadi 3,5-10,0 MHz untuk hewan kecil, ruminansia kecil,
anak kuda, betis dan eksotik.
14
C. TEKNIK-TEKNIK PEMERIKSAAN DASAR
1. Prosedur tindakan/urutan prosedur tindakan
a. Anda akan terbaring pada satu sisi bagian tubuh atau
punggung.
b. Seorang operator akan menaruh cairan (jelly) khusus pada
bagian atas probe dan akan meletakkan diatas wilayah
dada.
c. Dengan menggunakan gelombang suara Ultra-High-
Frequency akan menggambil gambar dari hati anda serta
klep (valve) jantung anda, pada penggunaan alat ini tak akan
menggunakan sinar-X.
d. Pergerakan (denyut) dari jantung atau hati anda dapat dilihat
pada suatu layar video. Sebuah video atau foto dapat
membuat gambar dari pergerakan (denyut) tadi. Anda dapat
pula mengamatinya pada saat test ini berlangsung, dan
biasanya mengambil waktu kurang lebih 15-20 menit.
e. Dalam test ini anda tak akan merasa sakit dan tidak
mempunyai efek samping.
f. Selanjutnya dokter akan memberitahukan hasil pemeriksaan
tersebut.
g. Gelombang suara tadi akan mengambil gambar hati atau
jantung anda secara jelas dan ketika pemeriksaan telah
selesai maka operator tadi akan mencabut probe yang
sebelumnya digunakan untuk melihat pergerakan hati atau
jantung anda.
h. Setelah itu anda akan menunjukkan tanda-tanda ingin batuk,
sebagai tanda bahwa pemeriksaan telah selesai.
2. Teknik teknik pemeriksaan dasar menggunakan alat
15
parasternal dan pendekatan apikal digunakan. Pasien sebaiknya
diperiksa terlentang untuk pendekatan subxiphoid, tetapi untuk
pandangan lain Anda harus memposisikan pasien jika situasi klinis
memungkinkan – miliki pasien berguling ke kiri dan jika
memungkinkan, letakkan tangan kiri mereka di belakang kepala
mereka. Ini turun jantung jauh dari belakang sternum dan membuka
ruang tulang rusuk.
16
Periksa bentuk dan ukuran ventrikel. Itu LV harus lebih besar
daripada RV. LV seharusnya bulat dan bulan sabit RV berbentuk,
seperti kebalikannya huruf ‘D’. Hubungan ini terbalik dalam cor akut
pulmonale karena emboli paru.
17
e. Subcostal Long Axis View
18
BAB IV
PENUTUP
Mitral Stenosis dapat diartikan sebagai blok aliran darah pada tingkat
katup mitral, akibat adanya perubahan struktur Mitral Leafest yang
menyebabkan tidak terbukanya katup Mitral secara sempurna pada saat
Diastolik. Mitral Stenosis merupakan kelainan katup yang paling sering
diakibatkan oleh penyakit jantung reumatik. Sekitar 90% dari kasus Mitral
Stenosis yang diawali dengan demam reumatik. Sisanya non-reumatik seperti
Congenital Mitral Stenosis, Systemic Lupus Erythematosus (SLE), Bacterial
Endocarditis, dll.
Pemerikasaan yang dapat dilakukan untuk mengetahui seberapa
besar stenosis pada katup mitral salah satunya dengan pemeriksaan
echocardiography .pemeriksaan ini dapat menggambarkan stenosis pada
katup mitral.
19
DAFTAR PUSTAKA
20
Lampiran 1
RESUME KASUS
A. IDENTITAS PASIEN
1. Biodata Pasien :
Nama : Ny. JM
Umur : 47 tahun
Agama : Islam
Jenis Kelamin : Perempuan
Status Perkawinan : Kawin
Alamat : Jl. Sapanang Jeneponto
No.Register : 805xxx
Tanggal Pengkajian : 19 juni 2018
Diagnosi Medis : Mitral Stenosis Severe
2. Riwayat Penyakit : Ada riwayat hipertensi, diabetes
mellitus
3. Pemeriksaan Penunjang : Echocardiography, Lab ,Foto
Thorax , Pemberian Obat Sesuai instruksi.
21
Pupil : isokor, diameter 2,5 mm
Leher : JVP R+3
Thoraks : Simetris
COR : S1/S2 ireguler
MurMur : Diastolik gr III / IV
Pulmo : Ronchi ada dan Wheezing ada
Abdomen : Tidak Distensi
Peristaltik : Normal
Asites : Tidak ada
Nyeri Tekan : Tidak ada
Hepar/ Lien : Tidak teraba
Extremitas : Hangat
Udem : Tidak ada
4. Etiologi : Deman reumatik/e n d o k a r d i t i s r e u m a t i k
22
a. Melakukan pemeriksaan Elektrokardiogram (EKG)
b. Melakukan pemeriksaan Echocardiography
23
F. Adapun hasil gambar dari pemeriksaan Echocardiography pasien
yaitu:
24
Lampiran 2
Ruang : Echocardiography
A. PENGKAJIAN
1. Identitas Pasien.
Nama : Tn. N
Umur : 32 tahun
Jenis Kelamin : laki-laki
Agama : Islam
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Alamat : Sapanang Jeneponto
Status Perkawinan : kawin
2. Pemeriksaa primer
a. Airway :Normal
b. Breathing : Normal
c. Circulation : Normal
25
3. Pemeriksaan Sekunder
a. Pemeriksaan TTV
TD : 120/70 mmHg
HR :135 x/menit
RR : 24 x/menit
S :38.2oc
b. Keluhan Utama : Sesak napas
c. Riwayat penyakit sekarang : Dirasakan memberat
sejak kurang lebih 1 hari terakhir,batuk ada 1 hari terakhir
dan berlendir.
d. Riwayat penyakit sebelumnya : Warna kekuningan, nyeri
dada, demam ada 1 hari terakhir, HT, DM.
B. ANALISIS DATA
1. Data Subjektif :
a. Pasien mengeluh sesak napas dirasakan memberat sejak 1
hari terakhir.
2. Data Objektif :
a. TD : 120/70 mmHg
b. HR : 135 x/menit
c. S : 38,2oC
26
C. WEB OF CAUTION ( WOC )
D. DIOGNOSIS MEDIS
1. Congestif Heart Failue
2. Mitral Stenosis Severe
3. Atrial Fibrilasi Repid Ventrikuler Response
F. IMPLEMENTASI
Perawatan biasa
27
G. EVALUASI
28