Anda di halaman 1dari 46

PRESENTASI KASUS

PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIS

Dokter Pembimbing:
dr. Yahya, Sp.P

Dibuat Oleh:

Velda Amalia Andina 1102013295

Nurul Dahniar Latupono 1102013220

Niken Larasati 1102014193

Ilmu Penyakit paru

Fakultas Kedokteran Universitas Yarsi

Rumah Sakit Bhayangkara Tk. I R. Said Sukamto

2 Juli 2018 – 8 September 2018

1
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum wr.wb.Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena


atas berkat rahmat-Nya, penulis berhasil menyelesaikan penulisan presentasi kasus yang
berjudul “Penyakit Paru Obstruktif Kronis”.

Presentasi Kasus ini dibuat sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan
kepaniteraan klinik di bagian Paru Ilmu Penyakit Dalam Rumah Sakit Bhayangkara Tk. I
R. Said Sukamto. Penulisan presentasi kasus ini tidak lepas dari bantuan dan bimbingan
dari berbagai pihak, oleh karena itu dalam kesempatan ini penulisan menyampaikan
ucapan terima kasih kepada dr. Yahya, Sp.P selaku konsulen bagian paru pada stase Ilmu
Penyakit Dalam di Rumah Sakit Bhayangkara Tk. I R. Said Sukamto, yang selalu
membimbing dan memberi saran selama kepaniteraan klinik di bagian ilmu penyakit
dalam.

Dalam penulisan presentasi kasus ini penulis menyadari bahwa masih jauh dari
kesempurnaan dan masih banyak kekurangan baik dari segi penulisan maupun dari segi
isi materi. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak yang
bersifat membangun untuk perbaikan pada penulisan dan penyusunan presentsi kasus ini.
Penulis berharap presentasi kasus ini dapat membawa manfaat bagi semua pihak. Semoga
Allah SWT senantiasa membalas segala kebaikan semua pihak yang telah membantu.
Aamiin ya rabbal’alamin. 

Wassalamualaikum wr.wb

Jakarta, 2 agustus 2018

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.......................................................................................2

DAFTAR ISI....................................................................................................3

BAB I STATUS PASIEN..................................................................................4

BAB II PENDAHULUAN…………………………………………………………………………….17

BAB III TINJAUAN PUSTAKA………………………………………………………………….18


3.1 Definisi………………………………………………………………...18

3.2 Faktor risiko…………………………………………………………...18

3.3 Patogenesis…………………………………………………………….19

3.4 Klasifikasi……………………………………………………………..21

3.5 Diagnosis……………………………………………………………...21

3.6 Diagnosis banding…………………………………………………….28

3.7 Penatalaksanaan………………………………………………………29

3.8 Komplikasi……………………………………………………………41

3.9 Pencegahan…………………………………………………………...42

3.10 Prognosis……………………………………………………………42

DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………….43

3
BAB I

STATUS PASIEN

I. IDENTITAS

- Nama : Tn. Pai


- Jenis kelamin : Laki – laki
- Nomor RM : 970156
- Umur : 74 tahun
- Alamat : Pejaten
- Agama : Islam
- Suku Bangsa : Jawa
- Status Pernikahan : Sudah Menikah
- Status Pekerjaan : Pensiun (Kuli Bangunan)
- Tanggal Masuk : 26 Juli 2018
- Tanggal Keluar :
- Ruangan : Parkit 1

II. ANAMNESIS
- Keluhan utama
Pasien datang ke IGD RS POLRI mengeluh sesak yang memberat
sejak 1 hari yang SMRS.
- Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke IGD RS POLRI mengeluh sesak yang
memberat sejak 1 hari yang lalu SMRS. Sesak yang dirasakan
pasien mulai timbul dan dirasakan kembali sejak bulan Juni setelah
lebaran tahun 2018. Sesak dirasa seperti nafas yang tidak dapat
keluar, sesak juga tidak dipengaruhi oleh aktivitas. Sesak yang
dirasakan pasien semakin lama semakin memberat, hilang timbul
namun selalu muncul. Ketika sesak pasien tidak dapat berbaring
sama sekali, dan cenderung duduk untuk mengurangi sesak.
Pasien juga mengeluh batuk kering yang munculnya tiba -
tiba namun sering, dan saat batuk pasien bertambah sesak, tidak

4
disertai nyeri dada dan batuk darah disangkal. Pasien juga
mengeluh demam yang naik turun, berat badan turun drastis yaitu
18 kg disertai nafsu makan menurun. Nafsu makan pasien
membaik setelah dirawat dirumah sakit.

Sebelumnya pasien berobat di RSUD Pasar Minggu, dan


sudah bolak balik hampir 10x dalam setahun. Satu tahun lalu,
awalnya pasien batuk yang tidak berhenti dan muncul tiba – tiba,
lalu, setelah itu baru diikuti dengan sesak. Pasien juga mudah lelah
semenjak sakit.
Pasien adalah perokok aktif sejak usia muda, merokok satu
sampai dengan dua bungkus dalam sehari, dan baru berhenti dua
tahun yang lalu. Pasien bekerja sebagai tukang bangunan.

- Riwayat Pengobatan
Sebelumnya pasien mendapat perawatan di RSUD Pasar Minggu,
namun pasien tidak ingat obat apa saja yang diberikan dalam
perawatan sebelumnya. DM (-) HT (-) Jantung (-)
- Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak terdapat keluarga maupun orang sekitar yang mengalami
sakit serupa dengan pasien.

III. ANAMNESIS UMUM


A. Keluhan Umum
Perasaan nyeri : (-)
Rasa lelah : (+)
Berat badan : 50 kg
Panas badan : 36,50C
Bengkak : (-)
Ikterus : (-)
Nafsu makan : menurun (membaik saat dirumah
sakit)
Rasa lemas : (+)
Rasa haus : Normal
Tidur : Normal

B. Keluhan Kepala
Pengelihatan di waktu siang : dalam batas normal
Pengelihatan di malam hari : dalam batas normal

5
Berkunang-kunang : dalam batas normal
Sakit pada mata : (-)
Pendengaran : dalam batas normal
Keseimbangan : dalam batas normal
Kotoran Telinga : dalam batas normal
Hidung : Darah : (-)
Lendir : (-)
Nyeri : (-)
Lidah : dalam batas normal
Gigi : dalam batas normal
Gangguan Bicara : (-)
Gangguan Menelan : (-)

C. Keluhan Alat di Leher


Kaku kuduk : (-)
Pembesaran/nyeri kel. limfe : (-)
Pembesaran/nyeri kel. tyroid : (-)
Pembengkakan leher : (-)

D. Keluhan Alat di Dada


Sesak nafas : (+)
Sesak nafas malam hari : (+)
Ortopneu : (-)
Nyeri waktu bernafas : (-)
Bunyi waktu bernafas : (-)
Nafas berbunyi : (-)
Nyeri daerah jantung : (+)
Berdebar-debar : (-)
Nyeri retrosternal : (+)
Batuk : (+) (paling berat malam)
Dahak : (-)
Hemoptoe : (-)

6
E. Keluhan di Perut
Membesar : (-)
Mengecil : (-)
Nyeri spontan : (-)
Nyeri tekan : (-)
Nyeri bila makan : (-)
BAB : dalam batas normal
BAK : dalam batas normal
Lapar : (-)
Mual : (-)
Muntah : (-)
Obstipasi : (-)
Melena : (-)
Feses : (-)
Urin Warna : Kuning jernih
Frekuensi : sering
Jumlah : dalam batas normal
Nocturia : (-)
Inkontinensia Urin : (-)

F. Keluhan di Kaki
Gerakan tangan terganggu : (-)
Gerakan kaki terganggu : (-)
Nyeri spontan : (-)
Gangguan sendi : (-)
Nyeri tekan : (-)
Kesemutan : (-)
Luka-luka : (-)
Gangrene : (-)
Edema : (-)
Nekrosis : (-)

7
Kelaninan kuku : (-)
Kelainan Kulit : (-)

G. Keluhan Lain
Alat Lokomotorik : (-)
Tulang : (-)
Otot : (-)
Kelenjar Limfe : (-)
Hipertyroid : (-)
Hipotyroid : (-)
Endokrin : (-)
Lain-lain : (-)

IV. PEMERIKSAAN UMUM


Kesadaran Umum
Kesadaran : Composmentis
Keadaan Gizi : IMT 20,5 kg/m2 (Gizi Baik)
Anemia : Tidak ditemukan
Ikterus : Tidak ditemukan
Sianosis : Tidak ditemukan
Edema : Tidak ditemukan
Afonia : Tidak ditemukan
Afasia : Tidak ditemukan
Kedaan Peredaran Darah
Tekanan : 100/60 mmHg
Nadi : 98 x/menit
Irama Nadi : Regular

Keadaan Pernapasan
Frekuensi : 29 x/menit
Inspirasi : dalam batas normal
Ekspirasi : dalam batas normal
Nafas berbunyi :(-)

8
V. PEMERIKSAAN KHUSUS
Kepala
Bentuk : Normocephal
Nyeri Tekan : (-)
Lain-lain : (-)
Muka
Otot : dalam batas normal
Kel. Kulit : dalam batas normal
Tumor : (-)
Oedem : (-)
Kakheksia : (-)
Kel. Parotis : (-)
Hidung
Bentuk : dalam batas normal
Lendir : dalam batas normal
Darah : (-)
Meatus : dalam batas normal
Lidah
Besar : dalam batas normal
Bentuk : dalam batas normal
Papil : dalam batas normal
Frenulum : dalam batas normal
Pergerakan : dalam batas normal
Mata
Pergerakan : dalam batas normal
Ikterus : dalam batas normal
Reflex cahaya : +/+
Pupil : isokor
Kornea : sikatrik (-),
Konvergensi : dalam batas normal
Konjungtiva : anemis (-), sklera ikterik (-)

9
Telinga
Cairan : (-)
Pendengaran : baik
Faring
Mukosa : tidak hiperemis, tidak ada massa
Tonsil : T1/T1
Dinding : tidak hiperemis, tidak ada massa
Uvula : tidak hiperemis, tidak deviasi
Leher
Inspeksi : pembesaran organ (-)
Palpasi : pembearan KGB (-), pembesaran tiroid (-),
trakea ditengah
Axilla
Inspeksi : pembesaran KGB (-)
Palpasi : teraba KGB (-)
Thorax Depan
Inspeksi : Bentuk dada normal, pergerakan dinding
dada simetris kanan-kiri warna kulit normal,
penggunaan otot bantu nafas (+), terdapat
purse lips breathing (seperti meniup). Barrel
Chest (+)
Palpasi : Nyeri tekan (-), pergerakan dinding dada
simetris, fremitus vokal simetris (melemah),

thrill (-), Iktus cordis (+) lokalisasi 2 jari

dibawah papila mamae ke arah lateral.


Perkusi : Hipersonor, diphragma rendah/datar
Auskultasi :Suara nafas vesikuler +/+ (melemah/
menurun, wheezing (-/-), Ronkhi basah
kasar (-/-)
Thorax Belakang
Inspeksi : Dalam batas normal

10
Palpasi :Nyeri tekan (-), fremitus vokal N/N
(melemah)
Perkusi : Sonor pada seluruh lapang paru kanan
Auskultasi :Suara nafas vesikuler +/+ (melemah/
menurun, wheezing (-/-), Ronkhi basah
kasar (-/-)
Abdomen
Inspeksi : Bentuk normal, simetris, sikatrik (-).
Auskultasi :Suara usus normal, tidak terdapat suara
aliran dalam pembuluh darah.
Palpasi : Nyeri tekan (-), defans muscular (-), ascites
(-), massa (-)
Perkusi : Shifting dullness (-)

Regio Inguinal dan Genital


Tidak Diperiksa

Ekstremitas Atas dan Bawah


Kulit : Normal
Otot : Normal
Tulang : Normal
Nyeri tekan : Normal
Edema : Normal
Tremor : Normal
Saraf
Refleks Patologis : -/-
Perasaan di Tangan :N/N
Perasaan di Kaki :N/N
Tes Sensibilitas : Normal

VI. PEMERIKSAAN PENUNJANG


Pemeriksaan Laboratorium
Tanggal 25/07/2018

11
Hematologi

Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Satuan

Hemoglobin 13,8 13.0-16.0 g/dL

Hematokrit 42 37 – 43 %

Leukosit 10.900* 5-10 /L

Trombosit 186 150 – 400 /L

Kimia Klinik

Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Satuan

Ureum 26 10 – 50 mg/dl

Creatinine 0,8 0,5 – 1,5 mg/dl

Estimasi GFR 88 >= 90 ml/min/1,73 m2

GDS 90 <200 mg/dl

Tanggal 26/07/2018
Hematologi

Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Satuan

Hemoglobin 12,3 13.0-16.0 g/dL

Hematokrit 37 37 – 43 %

Leukosit 9.900 5-10 /L

Trombosit 201 150 – 400 /L

Kimia klinis
Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Satuan
SGOT/AST 15,1 <37 U/L
SGPT/ALT 16,1 <40 U/L

12
Tanggal 30/07/2018

Kimia Klinik
ANALISA GAS DARAH
Jenis Hasil Nilai Rujukan Satuan
Pemeriksaan
O
Temprature 37 C
FIO2 21 %
PH 7,29* 7,35 - 7,45
pCO2 27* 35 – 45 mmHg
pO2 96* 85 – 95 mmHg
O2 Saturasi 97* 85 – 95 %
HCO3 12* 21 – 25 mmol/L
Base Excess -13* - 2,5 - +2,5 mmol/L
Total CO2 13* 21 – 27 mmol/L

Tanggal 31/07/18
(Pukul 06:04:02)
Kimia Klinik
ANALISA GAS DARAH
Jenis Hasil Nilai Rujukan Satuan
Pemeriksaan
O
Temprature - C
FIO2 - %
PH 7,32* 7,35 - 7,45
pCO2 33* 35 – 45 mmHg
pO2 128* 85 – 95 mmHg
O2 Saturasi 99* 85 – 95 %
HCO3 17* 21 – 25 mmol/L
Base Excess -8* - 2,5 - +2,5 mmol/L
Total CO2 18* 21 – 27 mmol/L
Kimia Klinik
Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Satuan
Glukosa Darah 265* < 200 mg/dl
Sewaktu

Tanggal 31/07/18
(Pukul 23:06:52)
Kimia Klinik
ANALISA GAS DARAH
Jenis Hasil Nilai Rujukan Satuan

13
Pemeriksaan
O
Temprature 37,0 C
FIO2 - %
PH 7,38* 7,35 - 7,45
pCO2 33* 35 – 45 mmHg
pO2 124* 85 – 95 mmHg
O2 Saturasi 99* 85 – 95 %
HCO3 19* 21 – 25 mmol/L
Base Excess -5* - 2,5 - +2,5 mmol/L
Total CO2 20* 21 – 27 mmol/L
Tanggal 01/08/18
Kimia Klinik
Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Satuan
Gula darah 2 jam 319 < 140 mg/dl
post Prandial

Pemeriksaan Radiologi
Rontgen Thorax

VII. PEMERIKSAAN FISIK


Kesadaran : CM

14
Tekanan darah : 100/60 mmHG
Nadi : 98 x/ menit
Respirasi : 29 x/ menit
Suhu Axilla : 36,50C
Status general
Mata : CA +/+, SI-/-
THT : dalam batas normal
Leher : pembesaran KGB (-)
Abdomen : asites (-)
VIII. RESUME
Berdasarkan anamnesa didapatkan, pasien datang dengan keluhan
sesak yang memberat sejak 1 hari yang lalu SMRS. Disertai batuk kering
berat, yang hilang timbul serta mendadak. Berat badan turun 18kg
(kehilangan masa otot) pasien, pasien terlihat kurus, dan didapati pursed-
lip breathing, nafsu makan menurun, lemas (+), lelah (+). Terlihat
penggunaan otot bantu napas.
Pasien sebagai perokok aktif semenjak usia muda (20 tahun) dan
baru berhenti 2 tahun lalu, dan bekerja sebagai kuli bangunan saat usia
muda. Gejala awal timbul 1 tahun lalu dengan batuk berat yang tidak
kunjung sembuh, lalu diikuti dengan sesak napas. Dan selama 1 tahun
pasien sudah 10x masuk rumah sakit dengan keluhan yang sama.
Berdasarkan Pemeriksaan Fisik didapapatkan, Barrel Chest (+)
dan dipahragma rendah atau datar. Fremitus melemah, dan suara nafas
vesikuler juga melemah. Ronkhi (+), Wheezing (+).
Berdasarkan pemeriksaan laboratorium leukosit meningkat
menunjukan adanya infeksi, sebagai salah satu pencetus eksaserbasi
(meningkat pada tanggal 25), dan normal setelah ditatalaksana dengan
antibiotic (pada pemeriksaan tanggal 26). Kenapa hb dan ht meningkat.
SGOT SGPT MENURUN
Pasien juga dipantau perkembangannya dari Analisa gas darah.
Analisa gas darah pada tanggal 30/07/2018, terjadi asidosis metabolic
terkompensasi, dengan base excess yang banyak terpakai. Analisa gas
darah pada tanggal 31/07/2018, walaupun masih asidosis metabolic

15
terkompensasi. Namun PH dan HCO3 hampir menuju batas normal
dengan base excess yang hanya sedikit terpakai.
Kenapa g2pp meningkat
Berdasarkan pemeriksaan Radiologi ditemukan, hiperinflasi,
hiperlusen, diafragma mendatar, corakan broncho - vaskularnya
meningkat, dan jantung pendulum (tear-drop).
IX. DIAGNOSIS DAN DIAGNOSIS BANDING
Diagnosis Kerja : Penyakit Paru Obstruktif Kronik Eksaserbasi
Diagnosis Banding : Asthma, Emphisema
X. PENATALAKSANAAN
Tanggal 25/07/2018

- IVFD RL 21 tpm
- Inj IV Ceftriaxone 1 x 2 gr
- Inj IV Rantin 2 x 50mg
- PO: NAC 3 x 1
Tanggal 30/07/2018

- IVFD RL 21 tpm
- Inj IV Ceftriaxone 1 x 2 gr
- Inj IV Rantin 2 x 50mg
- PO: NAC 3 x 200mg
- Inhalasi Combivent 4x
Tanggal 31/07/2018

- IVFD RL 21 tpm
- Inj IV Ceftriaxone 1 x 2 gr
- Inj IV Rantin 2 x 50mg
- PO: NAC 3 x 200mg
- Ventolin 4x
- Pulmicort 4x
- Capsul Obat (tidak diberitahukan capsul yang diberikan kepada
pasien)
- Medixon IV 3x40
Tanggal 1/08/2018

- Inj IV Ceftriaxone 1x2gr


- Inj IV Rantin 2x50

16
- PO Bicnat 3x200
- Inhalasi Combivent 4x
XI. RENCANA DIAGNOSTIK
- Nilai Spirometer
XII. RENCANA MONITORING
- Tanda – tanda Vital
- Saturasi Oksigen
- Analisa Gas Darah
XIII. PROGNOSIS
- Quo ad Vitam : Dubia ad malam
- Quo ad Sanactionam : Malam
- Quo ad Functionam : Malam

BAB II

PENDAHULUAN

PPOK atau Penyakit Paru Obstruksi Kronis merupakan penyakit yang


dapat dicegah dan dirawat dengan beberapa gejala ekstrapulmonari yang
signifikan, yang dapat mengakibatkan tingkat keparahan yang berbeda pada tiap
individual. (Slamet H, 2006)
Asap rokok merupakan satu-satunya penyebab terpenting, jauh lebih
penting dari faktor penyebab lainnya. Faktor resiko genetik yang paling sering
dijumpai adalah defisiensi alfa-1 antitripsin, yang merupakan inhibitor sirkulasi
utama dari protease serin.
Penderita PPOK akan datang ke dokter dan mengeluhkan sesak nafas,
batuk-batuk kronis, sputum yang produktif, faktor resiko (+). Sedangkan PPOK
ringan dapat tanpa keluhan atau gejala. Dan baku emas untuk menegakkan PPOK
adalah uji spirometri.

17
Penatalaksanaan bisa dibedakan berdasarkan derajat tingkat keparahan
PPOK. PPOK eksaserbasi didefinisikan sebagai peningkatan keluhan/gejala pada
penderita PPOK berupa 3P yaitu: 1. Peningkatan batuk/memburuknya batuk 2.
Peningkatan produksi dahak/sputum 3. Peningkatan sesak napas. Komplikasi bisa
terjadi gagal nafas, infeksi berulang dan cor pulmonal. Prognosa PPOK
tergantung dari stage / derajat, penyakit paru komorbid, penyakit komorbid lain.
(Riyanto dan Hisyam, 2006)

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Definisi
Penyakit Paru Obstrutif Kronik (PPOK) adalah penyakit paru kronik
yang ditandai oleh hambatan aliran udara di saluran napas yang bersifat
progressif nonreversibel atau reversibel parsial, bersifat progresif, biasanya
disebabkan oleh proses inflamasi paru yang disebabkan oleh pajanan gas
berbahaya yang dapat memberikan gambaran gangguan sistemik. Gangguan
ini dapat dicegah dan dapat diobati. Penyebab utama PPOK adalah rokok,
asap polusi dari pembakaran, dan partikel gas berbahaya.

Pada prakteknya cukup banyak penderita bronkitis kronik juga


memperlihatkan tanda-tanda emfisema, termasuk penderita asma persisten

18
berat dengan obstruksi jalan napas yang tidak reversibel penuh, dan memenuhi
kriteria PPOK.

Faktor yang berperan dalam peningkatan penyakit tersebut :

- Kebiasaan merokok yang masih tinggi (laki-laki di atas 15 tahun 60-70 %)

- Pertambahan penduduk

- Meningkatnya usia rata-rata penduduk dari 54 tahun pada tahun 1960-an


menjadi 63 tahun pada tahun 1990-an

- Industrialisasi

- Polusi udara terutama di kota besar, di lokasi industri, dan di


pertambangan

(PDPI,2010).

3.2 Faktor Resiko


 Kebiasaan merokok merupakan satu - satunya penyebab kausal yang
terpenting, jauh lebih penting dari faktor penyebab lainnya.

Dalam pencatatan riwayat merokok perlu diperhatikan :

Riwayat merokok

1. Perokok aktif

2. Perokok pasif

3. Bekas perokok

 Riwayat terpajan polusi udara di lingkungan dan tempat kerja

 Hipereaktiviti bronkus

 Riwayat infeksi saluran napas bawah berulang

 Defisiensi antitripsin alfa - 1, umumnya jarang terdapat di Indonesia

19
3.3 Patogenesis
Seperti telah dijelaskan sebelumnya, bahwa faktor resiko utama dari
PPOK ini adalah merokok. Komponen-komponen asap rokok ini merangsang
perubahan-perubahan pada sel-sel penghasil mukus bronkus dan silia. Selain
itu, silia yang melapisi bronkus mengalami kelumpuhan atau disfungsional
serta metaplasia. Sehingga mukus tersebut menghambat aliran nafas, san
menghambat saat ekspirasi.

Perubahan-perubahan pada sel-sel penghasil mukus dan sel-sel silia ini


mengganggu sistem eskalator mukosiliaris dan menyebabkan penumpukan
mukus kental dalam jumlah besar dan sulit dikeluarkan dari saluran nafas.
Mukus berfungsi sebagai tempat persemaian mikroorganisme penyebab
infeksi dan menjadi sangat purulen. Timbul peradangan yang menyebabkan
edema dan pembengkakan jaringan. Ventilasi, terutama ekspirasi terhambat.
Timbul hiperkapnia akibat dari ekspirasi yang memanjang dan sulit dilakukan
akibat mukus yang kental dan adanya peradangan. (Antonio et all, 2007)

Obstruksi saluran napas pada PPOK bersifat ireversibel dan terjadi


karena perubahan struktural pada saluran napas kecil yaitu: inflamasi, fibrosis,
metaplasi sel goblet dan hipertropi otot polos penyebab utama obstruksi jalan
napas seperti pada gambar 1.

Gambar 1. PPOK Terkait Partikel Inhalasi

20
(Sumber :Antonio et all, 2007)
Ada beberapa karakteristik inflamasi yang terjadi pada pasien
PPOK, yakni: peningkatan jumlah neutrofil (didalam lumen saluran nafas),
makrofag (lumen saluran nafas, dinding saluran nafas, dan parenkim),
limfosit CD 8+ (dinding saluran nafas dan parenkim). Yang mana hal ini
dapat dibedakan dengan inflamasi yang terjadi pada penderita asma.
(Corwin EJ, 2001)

Tabel 1. Patogenesis PPOK

(Sumber : PDPI,2010

3.4 Klasifikasi
Berdasarkan Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease (GOLD)
2007, dibagi atas 4 derajat : (Antonio et all, 2007)
 Derajat I: PPOK ringan

21
Dengan atau tanpa gejala klinis (batuk produksi sputum). Keterbatasan
aliran udara ringan (VEP1 / KVP < 70%; VEP1 > 80% Prediksi). Pada
derajat ini, orang tersebut mungkin tidak menyadari bahwa fungsi parunya
abnormal.
 Derajat II: PPOK sedang
Semakin memburuknya hambatan aliran udara (VEP1 / KVP < 70%; 50%
< VEP1 < 80%), disertai dengan adanya pemendekan dalam bernafas.
Dalam tingkat ini pasien biasanya mulai mencari pengobatan oleh karena
sesak nafas yang dialaminya.
 Derajat III: PPOK berat
Ditandai dengan keterbatasan / hambatan aliran udara yang semakin
memburuk (VEP1 / KVP < 70%; 30%  VEP 1 < 50% prediksi). Terjadi
sesak nafas yang semakin memberat, penurunan kapasitas latihan dan
eksaserbasi yang berulang yang berdampak pada kualitas hidup pasien.
 Derajat IV: PPOK sangat berat
Keterbatasan / hambatan aliran udara yang berat (VEP1 / KVP <
70%; VEP1 < 30% prediksi) atau VEP1 < 50% prediksi ditambah dengan
adanya gagal nafas kronik dan gagal jantung kanan.
Terdapat ketidak sesuaian antara nilai VEP1 dan gejala penderita,
oleh sebab itu perlu diperhatikan kondisi lain. Gejala sesak napas mungkin
tidak bisa diprediksi dengan VEP1.

3.5 Diagnosis
Gejala dan tanda PPOK sangat bervariasi, mulai dari tanpa gejala,
gejala ringan hingga berat. Pada pemeriksaan fisis tidak ditemukan kelainan
jelas dan tanda inflasi paru. Diagnosis PPOK di tegakkan berdasarkan :

a. Anamnesis

 Riwayat merokok atau bekas perokok dengan atau tanpa gejala


pernapasan.

 Riwayat terpajan zat iritan yang bermakna di tempat kerja.

22
 Terdapat faktor predisposisi pada masa bayi/anak, mis berat badan
lahir rendah (BBLR), infeksi saluran napas berulang, lingkungan asap
rokok dan polusi udara.

 Batuk berulang dengan atau tanpa dahak.

 Sesak dengan atau tanpa bunyi mengi.

b. Pemeriksaan Fisik

a. Inspeksi

 Pursed - lips breathing (mulut setengah terkatup mencucu)

 Barrel chest (diameter antero - posterior dan transversal sebanding)

 Penggunaan otot bantu napas

 Hipertropi otot bantu napas

 Pelebaran sela iga

 Bila telah terjadi gagal jantung kanan terlihat denyut vena jugularis
leher dan edema tungkai

 Penampilan pink puffer atau blue bloater

b. Palpasi : Pada emfisema fremitus melemah, sela iga melebar

c. Perkusi : Pada emfisema hipersonor dan batas jantung mengecil,


letak diafragma rendah, hepar terdorong ke bawah.

d. Auskultasi :

1. Suara napas vesikuler normal, atau melemah

23
2. Terdapat ronki dan atau mengi pada waktu bernapas biasa atau
pada ekspirasi paksa, ekspirasi memanjang bunyi jantung
terdengar jauh

Ciri khas yang mungkin ditemui pada penderita PPOK:

1. Pink puffer: Gambaran yang khas pada emfisema, penderita


kurus, kulit kemerahan dan pernapasan pursed – lips breathing

2. Blue bloater: Gambaran khas pada bronkitis kronik, penderita


gemuk sianosis, terdapat edema tungkai dan ronki basah di basal
paru, sianosis sentral dan perifer

3. Pursed - lips breathing: Adalah sikap seseorang yang bernapas


dengan mulut mencucu dan ekspirasi yang memanjang. Sikap ini
terjadi sebagai mekanisme tubuh untuk mengeluarkan retensi
CO2 yang terjadi pada gagal napas kronik.

c. Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan Rutin

1. Faal paru

a. Spirometri (VEP1, VEP1prediksi, KVP, VEP1/KVP)

 Obstruksi ditentukan oleh nilai VEP1 prediksi (%) dan atau


VEP1/KVP (%). Obstruksi : % VEP1(VEP1/VEP1 pred) < 80%
VEP1% (VEP1/KVP) < 75 %

 VEP1 merupakan parameter yang paling umum dipakai untuk


menilai beratnya PPOK dan memantau perjalanan penyakit.

 Apabila spirometri tidak tersedia atau tidak mungkin dilakukan,


APE meter walaupun kurang tepat, dapat dipakai sebagai alternatif
dengan memantau variabiliti harian pagi dan sore, tidak lebih dari
20%

b. Uji bronkodilator

24
 Dilakukan dengan menggunakan spirometri, bila tidak ada gunakan
APE meter.

 Setelah pemberian bronkodilator inhalasi sebanyak 8 hisapan, 15 -


20 menit kemudian dilihat perubahan nilai VEP1 atau APE,
perubahan VEP1 atau APE < 20% nilai awal dan < 200 ml

 Uji bronkodilator dilakukan pada PPOK stabil

2. Darah rutin : Hb, Ht, leukosit

3. Radiologi
Foto toraks PA dan lateral berguna untuk menyingkirkan penyakit
paru lain. Pada emfisema terlihat gambaran :

 Hiperinflasi

 Hiperlusen

 Ruang retrosternal melebar

 Diafragma mendatar

 Jantung menggantung (jantung pendulum / tear drop / eye drop


appearance)

Pada bronkitis kronik :

 Normal

 Corakan bronkovaskuler bertambah pada 21% kasus

Pemeriksaan Khusus (Tidak rutin)

25
1. Faal paru
 Volume Residu (VR), Kapasiti Residu Fungsional (KRF),
Kapasiti Paru Total (KPT), VR/KRF, VR/KPT meningkat
 Diffusing Capacity of the lung for carbon monoxide (DLCO)
menurun pada emfisema
 Raw meningkat pada bronkitis kronik
 Sgaw meningkat
 Variabiliti Harian APE kurang dari 20 %

2. Uji latih kardiopulmoner


 Sepeda statis (ergocycle)
 Jentera (treadmill)
 Jalan 6 menit, lebih rendah dari normal
3. Uji provokasi bronkus
Untuk menilai derajat hipereaktiviti bronkus, pada sebagian kecil PPOK
terdapat hipereaktiviti bronkus derajat ringan

4. Uji coba kortikosteroid

Menilai perbaikan faal paru setelah pemberian kortikosteroid oral


(prednison atau metilprednisolon) sebanyak 30 - 50 mg per hari selama
2minggu yaitu peningkatan VEP1 pasca bronkodilator > 20 % dan
minimal 250 ml. Pada PPOK umumnya tidak terdapat kenaikan faal paru
setelah pemberian kortikosteroid

5. Analisis gas darah, Terutama untuk menilai :

 Gagal napas kronik stabil

 Gagal napas akut pada gagal napas kronik

6. Radiologi

26
 CT - Scan resolusi tinggi

Mendeteksi emfisema dini dan menilai jenis serta derajat emfisema


atau bula yang tidak terdeteksi oleh foto toraks polos

 Scan ventilasi perfusi : Mengetahui fungsi respirasi paru

7. Elektrokardiografi

Mengetahui komplikasi pada jantung yang ditandai oleh Pulmonal dan


hipertrofi ventrikel kanan.

8. Ekokardiografi : Menilai fungsi jantung kanan

9. Bakteriologi

Pemerikasaan bakteriologi sputum pewarnaan Gram dan kultur resistensi


diperlukan untuk mengetahui pola kuman dan untuk memilih antibiotik
yang tepat. Infeksi saluran napas berulang merupakan penyebab utama
eksaserbasi akut pada penderita PPOK di Indonesia.

10. Kadar alfa-1 antitripsin

Kadar antitripsin alfa-1 rendah pada emfisema herediter (emfisema pada


usia muda), defisiensi antitripsin alfa-1 jarang ditemukan di Indonesia.

Uji penilaian PPOK

Tujuan dari assessment pasien PPOK adalah menentukann derajat keparahan


penyakit sehingga mempengaruhi status kesehatan pasien dan beresiko terjadi
kejadian kedepannya (eksasebasi, rawat inap, hingga kematian). Dalam rangka
untuk pemilihan terapi yang sesuai. Hal ini dapat dinilai melalui beberapa
aspek itu yaitu:

 Penilaian gejala dengan menggunakan quisoner tervalidasi, seperti CAT


(COPD assessment test) atau mMRC (modified british medical research
council)

 Penilaian Spirometri

27
Pemeriksaan dilakukan ketika tidak dalam eksaserbasi akut. Terbagi
menjadi 4 klasifikasi, dapat dilihat pada tabel 2.

Tabel 2. Klasifikasi derajat keterbatasan aliran udara pada PPOK


(berdasarkan VEP1 setelah penggunaan bronkodilator)

GOLD 1: ringan VEP1 > 80% prediksi

GOLD 2: sedang 50% < VEP1 < 80% prediksi

GOLD 3: berat 30% < VEP1 < 50% prediksi

GOLD 4: Sangat berat VEP1 < 30% prediksi

 Penilaian resiko eksaserbasi

Eksaserbasi pada PPOK diartikan sebagai kejadian akut akibat gejala


pernafasan yang memburuk dibandingkan biasanya sehingga
menyebabkan perubahan tatalaksana. Eksaserbasi dikatakan sering jika
terjadi > 2x per tahun. Lihat tabel 3.

Tabel 3. Kombinasi penilaian pasien PPOK

Pasien Karakteristik Klasifikasi Eksaserbasi CAT mMRC


spirometry per taun

A Resiko rendah, GOLD 1-2 <1 <10 0-1


gejala sedikit

B Resiko redah, GOLD 1-2 <1 > 10 >2


gejala banyak

C Resiko tinggi, GOLD 3-4 >2 <10 0-1


gejala sedikit

D Resiko tinggi, GOLD 3-4 >2 > 10 >2


gejala banyak

 Kormobiditas

28
Penyakit kormobid seperti penyakit cardiovascular, osteoporosis, depresi
dan cemas, sindrom metabolic, kanker paru dan disfungsi otot skeletal.

3.6 Diagnosis Banding


1 Asma

2 SOPT (Sindroma Obstruksi Pasca tuberculososis): Adalah penyakit


obstruksi saluran napas yang ditemukan pada penderita pasca tuberculosis
dengan lesi paru yang minimal.

3 Pneumotoraks

4 Gagal jantung kronik

5 Penyakit paru dengan obstruksi saluran napas lain misal : bronkiektasis,


destroyed lung.

Asma dan PPOK adalah penyakit obstruksi saluran napas yang


sering ditemukan di Indonesia, karena itu diagnosis yang tepat harus
ditegakkan karena terapi dan prognosisnya berbeda. Adapun karakteristik
dari Asma, PPOK, dan SOPT pada tabel 4.

Tabel 4. Perbedaan Asma, PPOK, dan SOPT

(Sumber : PDPI,2010)

3.7 Penatalaksanaan
Tujuan penatalaksanaan:

29
1. Mengurangi gejala

2. Mencegah eksaserbasi berulang

3. Memperbaiki dan mencegah penurunan faal paru

4. Meningkatkan kualiti hidup penderita

PPOK merupakan penyakit paru kronik progresif dan nonreversibel,


sehingga penatalaksanaan PPOK terbagi atas (1) penatalaksanaan pada
keadaan stabil dan (2) penatalaksanaan pada eksaserbasi akut.

 Tatalaksana PPOK stabil:

Penatalaksanaan PPOK dibagi menjadi terapi non farmakologi dan


farmakologi. Penatalaksanaan non farmakologi pada pasien PPOK
berdasarkan penilaian resiko eksaserbasi dan gejala, yaitu:

- Pasien kelompok A : smoking cessation (konseling,


terapi pengganti nikotin) akitivitas fisik.

- Pasien kelompok B,C,D : smoking cessation, rehabilitas


pulmonal, aktivitas fisik.

Tabel 5. Terapi farmakologi pasien PPOK stabil

Terapi lainnya
Grub Rekomendasi pilihan
Pilihan alternative yang
pasien pertama
memungkinkan

 Antikolinergik kerja  Antikolinergik kerja


cepat lama

 Atau B2 agonis kerja  Atau B2 agonis kerja


A cepat lama Teofilin

 Atau B3 agonis kerja


cepat + antikolinergik
kerja cepat

B  Antikolinergik kerja  Antikolinergik kerja B2 agonis kerja


lama alama + B2 agonis kerja cepat dan/atau
lama antikolinergik
 Atau B2 agonis kerja

30
lama kerja cepat

teofilin

 Kortikosteroid inhalasi +  Antikolinergik kerja lama B2 agonis kerja


B2 agonis kerja lama + B2 agonis kerja lama cepat dan/atau
antikolinergik
 Atau antikolinergik kerja  Atau kortikosteroid kerja
C lama lama + inhibitor kerja cepat
fosfodiesterase-4 (PED-4)
teofilin
 Atau B2 agonis kerja lama
+ inhibitor PED-4

 Kortikosteroid inhalasi +  Kortikosteroid inhalasi + Karbosistein.


B2 agonis kerja lama B2 agonis kerja lama+
antikolinegik kerja lama B2 agonis kerja
 Dan/atau antikolinergik cepat dan/atau
kerja lama  Atau steroid inhalasi + B2 antikolinergik
agonis kerja lama +
kerja cepat
D inhibitor PED-4
teofilin
 Atau kolinergik kerja
lama + B2 agonis kerja
lama

 Atau antikolinergik kerja


lama + inhibitor PED-4

 Tatalaksana PPOK eksaserbasi

Kriteria eksaserbasi PPOK antara lain sputum berubah warna atau


semakin banyak dan sesak yang memberat. Gejala dapat disertai batuk
yang semakin sering, keterbatasan aktivitas gagal nafas acute on cronic
hingga penurunan kesadaran.

Eksaserbasi akut dapat diklasifikasikan berdasarkan 3 gejala


cardinal yaitu peningkatan sesak nafas, peningkatan jumlah sputum, dan
peningkatan kekentalan/purulensi sputum:

 Eksaserbasi berat : terdapat 3 gejala cardinal

 Eksaserbasi sedang : terdapat 2 dari 3 gejala cardinal

31
 Esaserbasi ringan : terdapat 1 dari 3 gejala cardinal + salah
satu dari kriteria tambahan, antara lain infeksi saluran nafas atas > 5
hari, demam tanpa sebab lainnya, peningkatan batuk, mengi,
peningkatan laju pernafasan atau frekuensi nadi > 20% nilai dasar.

TATALAKSANA :

1. Penilaian awal (derajat, kesadaran)

2. Pemeriksaan penunjang : analisis gas darah, darah perifer lengkap,


foto thorax, EKG. Spirometri tidak direkomendasikan untuk dilakukan
ketika kondisi akut.

3. Pemberian oksigen

Pada PPOK terjadi hipoksemia progresif dan berkepanjangan yang


menyebabkan kerusakan sel dan jaringan. Pemberian terapi oksigen
merupakan hal yang sangat penting untuk mempertahankan oksigenasi
seluler dan mencegah kerusakan sel baik di otot maupun organ - organ
lainnya.

 Manfaat oksigen :

o Mengurangi sesak

o Memperbaiki aktiviti

o Mengurangi hipertensi pulmonal

o Mengurangi vasokonstriksi

o Mengurangi hematocrit

o Memperbaiki fungsi neuropsikiatri

o Meningkatkan kualitas hidup

 Indikasi:

32
o PaO2 < 60mmHg atau Sat O2 < 90%

o PaO2 diantara 55 - 59 mmHg atau Sat O2 > 89% disertai Kor


Pulmonal, perubahan P pulmonal, Ht >55% dan tanda - tanda
gagal jantung kanan, sleep apnea, penyakit paru lain

Terapi oksigen dapat dilaksanakan di rumah maupun di


rumah sakit. Terapi oksigen di rumah diberikan kepada penderita
PPOK stabil derajat berat dengan gagal napas kronik. Sedangkan di
rumah sakit oksigen diberikan pada PPOK eksaserbasi akut di unit
gawat daruraat, ruang rawat ataupun ICU. Pemberian oksigen
untuk penderita PPOK yang dirawat di rumah dibedakan :

o Pemberian oksigen jangka panjang (Long Term Oxygen


Therapy = LTOT)

o Pemberian oksigen pada waktu aktiviti

o Pemberian oksigen pada waktu timbul sesak mendadak

Terapi oksigen jangka panjang yang diberikan di rumah


pada keadaan stabil terutama bila tidur atau sedang aktiviti, lama
pemberian 15 jam setiap hari, pemberian oksigen dengan nasal
kanul 1 - 2 L/mnt. Terapi oksigen pada waktu tidur bertujuan
mencegah hipoksemia yang sering terjadi bila penderita tidur.
Terapi oksigen pada waktu aktiviti bertujuan menghilangkan sesak
napas dan meningkatkan kemampuan aktiviti. Sebagai parameter
digunakan analisis gas darah atau pulse oksimetri. Pemberian
oksigen harus mencapai saturasi oksigen di atas 90%.

4. Obat-obatan

 Bronkodilator, B2 agonis kerja cepat dengan atau tanpa anti kolinergik


kerja cepat.

33
- Nebulizer: agonis B2 kerja cepat (salbutamol) + anti kolinergik
[2,5 + 0,5 mg], lama kerja: 4-8jam

- Xantin IV (bolus dan drip)

Contoh: aminofolin (seiaan oral: 200 mg, IV: 240mg, lama kerja:
4-6jam), toefilin (oral: 100-400 mg. lama kerja bervariasi hingga
24 jam).

Bronkodilator Diberikan secara tunggal atau kombinasi dari ketiga


jenis bronkodilator dan disesuaikan dengan klasifikasi derajat berat
penyakit. Pemilihan bentuk obat diutamakan inhalasi, nebuliser tidak
dianjurkan pada penggunaan jangka panjang. Pada derajat berat
diutamakan pemberian obat lepas lambat (slow release) atau obat berefek
panjang (long acting).

Macam - macam bronkodilator:

o Golongan antikolinergik

Digunakan pada derajat ringan sampai berat, disamping sebagai


bronkodilator juga mengurangi sekresi lendir (maksimal 4x perhari).

o Golongan agonis beta – 2

Bentuk inhaler digunakan untuk mengatasi sesak, peningkatan


jumlah penggunaan dapat sebagai monitor timbulnya eksaserbasi.
Sebagai obat pemeliharaan sebaiknya digunakan bentuk tablet yang
berefek panjang. Bentuk nebuliser dapat digunakan untuk mengatasi
eksaserbasi akut, tidak dianjurkan untuk penggunaan jangka panjang.
Bentuk injeksi subkutan atau drip untuk mengatasi eksaserbasi berat.

o Kombinasi antikolinergik dan agonis beta – 2

Kombinasi kedua golongan obat ini akan memperkuat efek


bronkodilatasi, karena keduanya mempunyai tempat kerja yang

34
berbeda. Disamping itu penggunaan obat kombinasi lebih sederhana
dan mempermudah penderita.

o Golongan xantin

Dalam bentuk lepas lambat sebagai pengobatan pemeliharaan jangka


panjang, terutama pada derajat sedang dan berat. Bentuk tablet biasa
atau puyer untuk mengatasi sesak (pelega napas), bentuk suntikan
bolus atau drip untuk mengatasi eksaserbasi akut.

o Kortikosteroid sistemik

Pemberian ini akan mempercepat waktu pemulihan: meningkatkan


fungsi paru dan hipoksemia arteri: menurunkan risiko relaps,
kegagalan terapi dan durasi rawat inap.

Pemberian prednisone 30-40 mg selama 10-14 hari. Diberikan PO


untuk eksaserbasi ringan sedang atau IV untuk eksaserbasi berat.
Pemberian kortikosteroid sebaiknya <2 minggu untuk mencegah efek
samping.

o Antibiotic

Antibiotic diindikasikan jika terdapat salah satu gejala cardinal atau


pada pasien yang membutuhkan ventilasi mekanik. Pemilihan regimen
antibiotic bergantung dari data prevalensi bakteri setempat. Dianjurkan
untuk menggunakan antibiotic spectrum sempit jika belum memiliki
riwayat penggunaan antibiotic sebelumnya (amoksisilin 500 mg
3x/hari PO 3-14 hari atau doksisiklin 100mg 2x/hari PO 2-14 hari atau
spectrum luas jika diketahui terdapat resisten antibiotic
( amoksisilin/klavulanat 875 mg 2x/hari atau 500 mg 3x/hari PO 5 hari
atau levofloksasin 500 mg 1x/hari PO 5 hari). Dapat diberikan secara
intravena jika dirawat dirumah sakit.

35
o Antiinflamasi

Digunakan bila terjadi eksaserbasi akut dalam bentuk oral atau injeksi
intravena, berfungsi menekan inflamasi yang terjadi, dipilih golongan
metilprednisolon atau prednison. Bentuk inhalasi sebagai terapi jangka
panjang diberikan bila terbukti uji kortikosteroid positif yaitu terdapat
perbaikan VEP1 pascabronkodilator meningkat > 20% dan minimal
250 mg.

o Mukolitik

Hanya diberikan terutama pada eksaserbasi akut karena akan


mempercepat perbaikan eksaserbasi, terutama pada bronkitis kronik
dengan sputum yang viscous. Mengurangi eksaserbasi pada PPOK
bronkitis kronik, tetapi tidak dianjurkan sebagai pemberian rutin.

5. Terapi suportif: tergantung dari kondisi pasien. Contoh pemberian


diuretic, bila ada resistensi cairan.

36
Tabel 5. Penatalaksanaan PPOK (Sumber : PDPI,2010)

37
38
Indikasi rawat inap:

 Esaserbasi sedang dan berat

 Terdapat komplikasi

o infeksi saluran napas berat


o gagal napas akut pada gagal napas kronik
o gagal jantung kanan
Selama perawatan di rumah sakit harus diperhatikan:

o Menghindari intubasi dan penggunaan mesin bantu napas


dengan cara evaluasi klinis yang tepat dan terapi adekuat
o Terapi oksigen dengan cara yang tepat
o Obat-obatan maksimal, diberikan dengan drip, intrvena dan
nebulizer
o Perhatikan keseimbangan asam basa
o Nutrisi enteral atau parenteral yang seimbang
o Rehabilitasi awal
o Edukasi untuk pasca rawat

Indikasi rawat inap untuk eksaserbasi (GOLD 2010)

o Peningkatan gejala yang nyata, seperti sesak nafas mendadak waktu


istirahat

o Riwayat PPOK berat

o Munculnya gejala fisik yang baru (sianosis, edema perifer)

o Eksaserbasi tidak resposif terhadap pengobatan

o Komorbiditas signifikan

o Aritmia baru

39
o Diagnosis yang meragukan

o Usia lanjut

o Perawatan rumah sakit yang tidak memadai.

Edukasi

Edukasi merupakan hal penting dalam pengelolaan jangka panjang pada


PPOK stabil. Edukasi pada PPOK berbeda dengan edukasi pada asma. Karena
PPOK adalah penyakit kronik yang ireversibel dan progresif, inti dari edukasi
adalah menyesuaikan keterbatasan aktiviti dan mencegah kecepatan perburukan
fungsi paru. Berbeda dengan asma yang masih bersifat reversibel, menghindari
pencetus dan memperbaiki derajat adalah inti dari edukasi atau tujuan pengobatan
dari asma.

Tujuan edukasi pada pasien PPOK :

1. Mengenal perjalanan penyakit dan pengobatan

2. Melaksanakan pengobatan yang maksimal

3. Mencapai aktiviti optimal

4. Meningkatkan kualiti hidup

Edukasi PPOK diberikan sejak ditentukan diagnosis dan berlanjut secara


berulang pada setiap kunjungan, baik bagi penderita sendiri maupun bagi
keluarganya. Edukasi dapat diberikan di poliklinik, ruang rawat, bahkan di unit
gawat darurat ataupun di ICU dan di rumah. Secara intensif edukasi diberikan di
klinik rehabilitasi atau klinik konseling, karena memerlukan waktu yang khusus
dan memerlukan alat peraga. Edukasi yang tepat diharapkan dapat mengurangi
kecemasan pasien PPOK, memberikan semangat hidup walaupun dengan
keterbatasan aktivitas. Penyesuaian aktiviti dan pola hidup merupakan salah satu
cara untuk meningkatkan kualitas hidup pasien PPOK.

40
Bahan dan cara pemberian edukasi harus disesuaikan dengan derajat berat
penyakit, tingkat pendidikan, lingkungan sosial, kultural dan kondisi ekonomi
penderita.

Secara umum bahan edukasi yang harus diberikan adalah

 Pengetahuan dasar tentang PPOK

 Obat - obatan, manfaat dan efek sampingnya

 Cara pencegahan perburukan penyakit

 Menghindari pencetus (berhenti merokok)

 Penyesuaian aktiviti

Edukasi diberikan dengan bahasa yang sederhana dan mudah diterima,


langsung ke pokok permasalahan yang ditemukan pada waktu itu. Pemberian
edukasi sebaiknya diberikan berulang dengan bahan edukasi yang tidak terlalu
banyak pada setiap kali pertemuan. Edukasi merupakan hal penting dalam
pengelolaan jangka panjang pada PPOK stabil, karena PPOK merupakan penyakit
kronik progresif yang ireversibel

Tabel 7. Algoritma PPOK (Sumber : PDPI,2010)

41
3.8 Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada PPOK adalah :

1 Gagal napas

 Gagal napas kronik

 Gagal napas akut pada gagal napas kronik

2 Infeksi berulang

3 Kor pulmonal

Gagal napas kronik :

a. Hasil analisis gas darah PO2 < 60 mmHg dan PCO2 > 60 mmHg, dan pH
normal.

b. Jaga keseimbangan Po2 dan PCO2

c. Bronkodilator adekuat

d. Terapi oksigen yang adekuat terutama waktu latihan atau waktu tidur

e. Antioksidan

Latihan pernapasan dengan pursed lips breathing Gagal napas akut pada gagal
napas kronik, ditandai oleh :

- Sesak napas dengan atau tanpa sianosis

- Sputum bertambah dan purulen

- Demam

- Kesadaran menurun

- Infeksi berulang

Pada pasien PPOK produksi sputum yang berlebihan menyebabkan


terbentuk koloni kuman, hal ini memudahkan terjadi infeksi berulang. Pada

42
kondisi kronik ini imuniti menjadi lebih rendah, ditandai dengan menurunnya
kadar limposit darah.

Kor pulmonal: Ditandai oleh P pulmonal pada EKG, hematokrit > 50 %, dapat
disertai gagal jantung kanan.

3.9 Pencegahan
a. Mencegah terjadinya PPOK :

- Hindari asap rokok

- Hindari polusi udara

- Hindari infeksi saluran napas berulang

b. Mencegah perburukan PPOK :

- Berhenti merokok

- Gunakan obat-obatan adekuat

- Mencegah eksaserbasi berulang

2.10 Prognosis

Prognosis penyakit ini bervariasi. Bila pasien tidak berhenti merokok,


penurunan fungsi paru akan lebih cepat dari pada bila pasien berhenti
merokok.Prognosis jangka pendek maupun jangka panjang bergantung
pada umur dan gejala klinis pada waktu berobat. Penderita dengan
penyakit emfisema paru akan lebih baik daripada penderita yang
penyakitnya bronkitis kronik. Penderita dengan sesak nafas ringan (<50
tahun), 5 tahun kemudian akan terlihat ada perbaikan. Tetapi bila penderita
datang dengan sesak sedang, maka 5 tahun kemudian 42% penderita akan
sesak lebih berat dan meninggal.

43
DAFTAR PUSTAKA

Anonim 2008. Konsensus PPOK. Tersedia di:


http://www.klikpdpi.com/konsensus/konsensus-ppok/konsensus-ppok

Antonio et all 2007. Global Strategy for the Diagnosis, Management, and
Prevention of Chronic Obstructive Pulmonary Disease. USA, p. 16-19 Didapat
dari : http://www.goldcopd.com/Guidelineitem.asp

BMJ. ABC of COPD.2006. [Cited] 17 Maret 2011. Didapat dari:


http://www.bmj.com/content/332/7552/1261.full

Chris tanto, et al., (2014), Kapita Selekta Kedokteran. Ed IV. Jakarta : Media
Aeskulapius.

Corwin EJ 2001. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC, p. 437-8.

DMI. 2006. Acuan Penanganan PPOK Terkini. Tersedia di:


www.kalbe.co.id/news/seminar/acuanpenangananppokterkini

Drummond MB, Dasenbrook EC, Pitz MW, et all 2011. Inhaled Corticosteroids
in Patients With Stable Chronic Obstructive Pulmonary Disease. Journal of
American Medical Association, p. 2408-2416.

Rani AA 2006. Panduan Pelayanan Medik. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen


IPD FKUI, p. 105-8

Riyanto BS, Hisyam B 2006. Obstruksi Saluran Pernafasan Akut. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam Edisi 4. Jakarta: Pusat Penerbit Departemen IPD FKUI, p.984-5.

Roberto RR et all 2007. Pocket Guide to COPD Diagnosis, Management and


Prevention. USA. Tersedia di http://www.goldcopd.com/Guidelineitem.asp

44
Sin DD, McAlister FA, Paul SF, et all 2003. Management of chronic obstructive
pulmonary disease (COPD). Journal of American Medical Association, p 2302-
2312.

Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Buku Ajar Ilmu


Penyakit Dalam Jilid II edisi V. Jakarta: Interna Publishing; 2009.

Slamet H 2006. PPOK Pedoman Praktis Diagnosis & Penatalaksanaan di


Indonesia. Jakarta:. p. 1-18.

45

Anda mungkin juga menyukai