Anda di halaman 1dari 7

PENGARUH ACCEPTANCE AND COMMITMENT THERAPY

TERHADAP GEJALA DAN KEMAMPUAN KLIEN DENGAN RESIKO


PERILAKU KEKERASAN

Ni Made Dian Sulistiowati*, Budi Anna Keliat **, Ice Yulia Wardani**

* Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Udayana, Denpasar


** Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, Depok

Email : madedian.2010@gmail.com

ABSTRAK

Sebanyak 70% gangguan jiwa di Indonesia merupakan skizofrenia dimana memiliki gejala perilaku kekerasan.
RSMM Bogor merupakan rumah sakit jiwa yang sudah menerapkan MPKP pada tiap ruang rawatnya. Klien
yang dirawat sudah mendapatkan terapi keperawatan dan juga terapi secara medis. Terapi keperawatan yang
diberikan berupa terapi generalis dan terapi spesialis. Acceptance and Commitment Therapy (ACT) merupakan
suatu terapi baru yang menggunakan prinsip penerimaan terhadap suatu masalah dan komitmen untuk mengatasi
masalah tersebut. Penelitian yang dilakukan bertujuan untuk mengetahui pengaruh ACT terhadap gejala dan
kemampuan klien dengan resiko perilaku kekerasan yang dirawat diRumah Sakit Dr. H. Marzoeki Mahdi Bogor.
Desain penelitian yang digunakan adalah quasi eksperiment dengan jumlah sampel sebanyak 60 orang. Hasil
penelitian menunjukkan penurunan gejala perilaku kekerasan secara bermakna pada kelompok yang
mendapatkan terapi ACT dibandingkan dengan kelompok yang tidak mendapatkan terapi ACT (p value < 0,05).
Kemampuan ACT memiliki hubungan terhadap gejala perilaku kekerasan dimana didapatkan bila kemampuan
ACT meningkat maka terjadi penurunan gejala perilaku kekerasan. ACT direkomendasikan untuk dikembangkan
sebagai terapi keperawatan jiwa yang dapat diberikan pada klien resiko perilaku kekerasan.

Kata kunci: Gejala dan kemampuan, resiko perilaku kekerasan, Acceptance and Commitment Therapy (ACT).

Pengaruh Acceptance And Commitment Therapy Terhadap Gejala Dan Kemampuan Klien 51
Dengan Resiko Perilaku Kekerasan
Ni Made Dian Sulistiowati, Budi Anna Keliat, Ice Yulia Wardani
PENDAHULUAN menjadi 30 orang pada kelompok kontrol
Perilaku kekerasan timbul akibat rasa tidak (tidak mendapatkan terapi ACT) dan 30
nyaman dan panik yang terjadi akibat orang pada kelompok intervensi
stressor dari dalam dan luar lingkungan. (mendapatkan terapi ACT) dengan
Perilaku kekerasan yang timbul pada klien menggunakan metode purposive sampling.
skizofrenia diawali dengan adanya Pengumpulan data dilakukan dengan
perasaan tidak berharga, takut dan ditolak menggunakan instrumen yang terdiri dari
oleh lingkungan sehingga individu akan kuesioner pengukurran perilaku marah,
menyingkir dari hubungan interpersonal lembar observasi perilaku marah,
dengan orang lain. Tindakan keperawatan kuesioner pengukuran kemampuan ACT
yang diberikan pada klien resiko perilaku dan lembar observasi ACT. Proses analisis
kekerasan akan menjadi lebih yang dilakukan antara lain analisis
komprehensif apabila digabung dengan univariat, bivariat dan multivariat
terapi psikososial/ spesialis sehingga hasil (menggunakan program Linier Logistic
yang didapatkan akan lebih baik. Regression).
Psikoterapi yang sudah diterapkan pada
klien perilaku kekerasan antara lain CBT HASIL
(Wahyuni, 2010; Fauziah, 2010), AT Hasil penelitian yang disajikan berikut ini
(Wahyuningsih, 2009), REBT (Putri, terdiri dari karakteristik umur, frekuensi
2010), RECBT (Hidayat, Sudiatmika dan dirawat, jenis kelamin, pendidikan,
Lelono, 2011). Acceptance and pekerjaan, dan riwayat gangguan jiwa.
Commitment Therapy (ACT) merupakan Tabel 1 dan 2 memperlihatkan hasil
salah satu psikoterapi baru yang analisis karakteristik responden
dikembangkan oleh Hayes (1999) berdasarkan umur dan frekuensi dirawat
digunakan dalam membantu klien dan analisis karakteristik responden
gangguan jiwa dimana menggunakan berdasarkan jenis kelamin, pekerjaan,
prinsip penerimaan dan komitmen dalam pendidikan, status perkawinan dan riwayat
memperbaiki perilaku. ACT membantu gangguan jiwa. Dari hasil univariat
seseorang dalam mengurangi penderitaan didapatkan paling muda umur responden
yang dialami dengan meningkatkan adalah 19 tahun dan paling tua 45 tahun,
kesadaran dan kemampuan seseorang responden memiliki frekuensi paling
tersebut terhadap apa yang diinginkannya banyak dirawat sebesar 14 kali dan paling
dalam hidup ini. Tujuan penelitian ini sedikit dirawat yaitu 1 kali dan lebih dari
adalah untuk mendapatkan gambaran setengah responden (76,7%) laki-laki,
tentang pengaruh ACT terhadap penurunan lebih dari setengah responden (65%)
gejala perilaku kekerasan serta pendidikan rendah (tidak
peningkatan kemampuan klien resiko sekolah/SD/SMP), setengah responden
perilaku kekerasan. (80%) pernah bekerja, dan lebih dari
setengah responden (91,67%) memiliki
METODE riwayat gangguan jiwa sebelumnya.
Desain penelitian yang digunakan pada
penelitian ini adalah Quasi Eksperimen Tabel 1
Pre-Post Test With Control Group” Analisis karakteristik responden
dengan intervensi Acceptance and berdasarkan umur dan frekuensi dirawat
Commitment Therapy (ACT). Pemilihan
sampel berdasarkan pada hasil perhitungan No Variabel Mean Min-Max
uji beda rerata berpasangan independent 1 Umur 30.07 19-45
dan uji hipotesa satu sisi yang didapatkan 2 Frekuensi dirawat 3.80 1-14
sampel sebesar 60 orang yang dibagi

52 Jurnal Keperawatan Jiwa . Volume 2, No. 1, Mei 2014; 51-57


Tabel 2
Analisis karakteristik responden
berdasarkan jenis kelamin, pekerjaan,
pendidikan, status perkawinan dan riwayat
gangguan jiwa

No Variabel Mean Prosentase


1 Jenis kelamin
a. Laki-laki 46 76.67
b. Perempuan 14 23.33
2 Pendidikan
a. Rendah (tdk Gambar 1. Grafik Perubahan Gejala
39 65
sekolah/SD/SMP)
b. Tinggi (SMA/PT) 21 35
Perilaku kekerasan Sebelum dan Sesudah
3 Pekerjaan Pemberian Terapi ACT.
a. Bekerja 31 51.67
b. Tidak sekolah 29 48.33 Hasil analisis untuk kemampuan responden
4 Status perkawinan sebelum dan sesudah pemberian ACT
a. Menikah 12 20 didapatkan terjadi perubahan yang
b. Belum
menikah/cerai
48 80 bermakna pada kelompok yang
Riwayat gangguan mendapatkan terapi ACT terhadap
5
jiwa kemampuan mengatasi perilaku kekerasan
a. Ada 55 91.67 sebesar 55,60% seperti yang ditunjukkan
b. Tidak ada 5 8.33 pada grafik 3. Rata-rata kemampuan klien
sebelum diberikan terapi ACT pada
Gambar 1 memperlihatkan hasil analisis kelompok intervensi sebesar 56.77
gejala perilaku kekerasan dimana (24.73%) dan setelah intervensi rata-rata
didapatkan penurunan gejala yang kemampuan klien meningkat menjadi
signifikan pada kelompok yang 103.47 (80.32%). Pada kelompok kontrol
mendapatkan terapi ACT sebesar 53.49%. sebelum intervensi, memiliki rata-rata
Penurunan lebih besar di temukan pada kemampuan sebesar 49.43 (15.99%),
kelompok intervensi dimana rata-rata setelah intervensi rata-rata kemampuan
gejala perilaku kekerasan sebelum ACT responden sebesar 78.27 (50.32%).
diberikan terapi ACT pada kelompok Terjadi peningkatan kemampuan sebesar
intervensi berada pada rentang 34.33%.
94.73(76,78%) kategori gejala tinggi dan
setelah intervensi rata-rata tanda gejala
perilaku kekerasan turun menjadi 50.33
(23,29%) kategori gejala rendah. Terjadi
penurunan gejala perilaku kekerasan
sebesar 53,49%. Pada kelompok kontrol
sebelum intervensi kelompok kontrol
memiliki rata-rata tanda gejala perilaku
kekerasan 93.23 (74,98%) kategori gejala
tinggi, setelah intervensi rata-rata tanda
gejala perilaku kekerasan turun menjadi
73.50 (51,20%) kategori gejala sedang.
Terjadi penurunan gejala perilaku
kekerasan sebesar 23,77%. Gambar 3. Grafik Perubahan Kemampuan
Sebelum dan Sesudah Pemberian Terapi
ACT.

Pengaruh Acceptance And Commitment Therapy Terhadap Gejala Dan Kemampuan Klien 53
Dengan Resiko Perilaku Kekerasan
Ni Made Dian Sulistiowati, Budi Anna Keliat, Ice Yulia Wardani
Tabel 3 menunjukkan hasil analisis Sundeen, 1991) sehingga dengan
korelasi antara kemampuan ACT dengan berkomitmen akan mempengaruhi respon
penurunan gejala perilaku kekerasan. Hasil emosi dan koping individu untuk beraksi
menunjukkan adanya hubungan signifikan terhadap adanya stressor. Hal ini diperkuat
antara kemampuan ACT dengan dengan hasil penelitian Savender (2007)
penurunan gejala perilaku kekerasan dimana ia memberikan terapi ACT pada 15
dengan hubungan negatif dimana bila orang dengan perilaku marah dan
terjadi peningkatan kemampuan ACT akan didapatkan hasil bahwa setelah dilakukan
menyebabkan penurunan gejala perilaku terapi ACT perilaku marah menurun
kekerasan. sebesar 50%. Hasil tersebut sesuai dengan
hasil penelitian ini dimana dikatakan
Tabel 3 bahwa setelah mendapatkan terapi ACT
Analisis Hubungan Kemampuan ACT maka gejala klien dengan perilaku
dengan Penurunan Gejala Perilaku kekerasan dapat mengalami penurunan
Kekerasan yang signifikan sebesar 53.49%.
iabel N r P value Berdasarkan hal tersebut maka memang
Kemampuan
30 -0.419 0.021 sesuai bila kelompok yang tidak
ACT*Gejala PK mendapatkan terapi ACT dapat juga
mengalami penurunan gejala. Ini
Tabel 4 menunjukkan hasil analisis mengindikasikan bahwa terapi generalis
juga berperan dalam menurunkan gejala
multivariat karakteristik yang
berkontribusi terhadap penurunan gejala perilaku kekerasan hanya saja penurunan
gejalanya pada penelitian ini tidak sebesar
perilaku kekerasan dimana didapatkan
variabel pekerjaan, kemampuan kognitif penurunan gejala pada kelompok yang
mendapatkan terapi ACT.
dan afektif ACT memiliki hubungan yang
kuat terhadap penurunan gejala perilaku Hal ini sama dengan yang dilakukan oleh
Keliat (2003) dimana dilakukan pemberian
kekerasan dengan memiliki peluang
sebesar 43.8% menjelaskan perubahan terapi generalis pada klien perilaku
kekerasan dan didapatkan hasil dengan
gejala perilaku kekerasan.
pemberian terapi generalis pada klien
Tabel 4 perilaku kekerasan dapat meningkatkan
Karakteristik Klien yang Berkontribusi kemampuan sebesar 86,6% dalam
Pada Perubahan Gejala Klien mencegah perilaku kekerasan. Hal ini
dengan Resiko Perilaku Kekerasan sesuai dengan hasil yang didapatkan
Karakteristik Gejala Perilaku Kekerasan peneliti dimana terjadi penurunan
B SE β P r R2 gejala perilaku kekerasan pada
(Constant) 87.267 10.607 0.000 .662 .438 kelompok kontrol sebesar 23,77%
Pekerjaan -.394 .112 -.540 .002
Kemampuan -.365 .157 -.359 .028
hanya saja penurunan gejalanya pada
kognitif ACT penelitian ini tidak sebesar
Kemampuan -.962 .283 -.542 .002 penurunan gejala pada kelompok
afektif ACT
yang mendapatkan terapi ACT.
Pada penelitian ini, kemampuan yang
DISKUSI dinilai adalah kemampuan klien secara
Penurunan respon gejala perilaku kognitif, afektif dan psikomotor dalam
kekerasan pada kelompok intervensi dapat mengikuti terapi yang diberikan. Seperti
disebabkan pada terapi ACT ini klien yang dikemukakan oleh Bloom dalam
diminta untuk melakukan komitmen. As’ari Djohar (2003) dimana ada tiga
Komitmen menyatakan apa yang penting kategori dalam domain perilaku individu
untuk individu dan ketika melakukan yaitu kognitif, afektif dan psikomotor.
komitmen maka klien akan menggaris Domain kognitif berkenaan dengan
bawahi pilihan yang sudah dibuat (Stuart&

54 Jurnal Keperawatan Jiwa . Volume 2, No. 1, Mei 2014; 51-57


perkembangan kecakapan dan didapatkan hubungan yang signifikan
keterampilan intelektual. Domain afektif antara kemampuan ACTdengan penurunan
berkenaan dengan perubahan minat, sikap, gejala perilaku kekerasan dimana p value <
nilai-nilai, perkembangan apresiasi dan 0,05. Dimana dengan adanya peningkatan
kemampuan menyesuaikan diri. Domain kemampuan ACT maka akan terjadi
psikomotor berkenaan dengan penurunan gejala perilaku kekerasan. Hal
keterampilan-keterampilan gerak. diatas sesuai dengan tujuan dari terapi
Cara mengevaluasi hasil kemampuan ACT itu sendiri dimana mengajarkan
setelah pemberian terapi dengan cara penerimaan terhadap kejadian yang
pemberian kuesioner yang diisi oleh menyebabkan terjadi pikiran dan perasaan
responden dan pengamatan menggunakan yang tidak menyenangkan untuk dapat
lembar observasi yang dilakukan langsung menjalani kehidupan lebih bermakna
oleh peneliti. Hal ini sesuai dengan yang dengan berkomitmen untuk melakukan
diungkapkan oleh Ryan (1980) untuk perilaku yang lebih baik. Sehingga bila
menilai hasil belajar melalui (1) klien sudah bisa menerapkan terapi ACT
pengamatan langsung dan penilaian didalam kemampuannya menghadapi
tingkah laku peserta didik selama proses masalah maka sudah dipastikan bahwa
pembelajaran praktik berlangsung, (2) perilaku yang dilakukan dapat menurunkan
sesudah mengikuti pembelajaran, yaitu gejala yang timbul dari masalah yang
dengan jalan memberikan tes kepada terjadi. Pada hasil analisa multivariat yang
peserta didik untuk mengukur sudah dilakukan, didapatkan bahwa faktor
pengetahuan, keterampilan, dan sikap, (3) yang berhubungan dengan penurunan
beberapa waktu sesudah pembelajaran gejala perilaku kekerasan antara lain
selesai dan kelak dalam lingkungan pekerjaan, kemampuan kognitif dan afektif
kerjanya. ACT dimana memiliki kontribusi dalam
Leighbody (1968) menjelaskan bahwa menurunkan gejala perilaku kekerasan
keterampilan yang dilatih melalui praktik sebesar 43,8%.
secara berulang-ulang akan menjadi Kaplan dkk (2007) menyebutkan bahwa
kebiasaan atau otomatis dilakukan. perubahan status pekerjaan yang terjadi
Sementara itu Goetz (1981) dalam secara tiba-tiba bisa menjadikan suatu
penelitiannya melaporkan bahwa latihan stressor psikososial bagi klien. Hal ini
yang dilakukan berulang-ulang akan lebih lanjut diutarakan oleh Stuart &
memberikan pengaruh yang sangat besar Laraia (2005) dimana kondisi sosial seperti
pada pemahiran keterampilan. Lebih lanjut pengangguran menjadi salah satu faktor
dalam penelitian itu dilaporkan bahwa sosial yang dapat menimbulkan perilaku
pengulangan saja tidak cukup kekerasan. Hidayat (2005) juga
menghasilkan prestasi belajar yang tinggi, mengatakan bahwa tidak adanya pekerjaan
namun diperlukan umpan balik yang merupakan salah satu faktor yang
relevan yang berfungsi untuk berpengaruh dalam kesehatan jiwa
memantapkan kebiasaan. Sekali seseorang. Sehingga pekerjaan memang
berkembang maka kebiasaan itu tidak bisa menjadi stressor dan berkontribusi
pernah mati atau hilang. Oleh karena itu dalam menyebabkan perilaku kekerasan.
perlunya mendelegasikan kepada perawat Selain pekerjaan, peningkatan kemampuan
yang ada diruangan untuk memotivasi kognitif dan afektif klien mempengaruhi
klien dalam melakukan kegiatan ketika juga dalam penurunan gejala perilaku
tidak bersama dengan peneliti sehingga kekerasan. Sebagaimana yang diutarakan
terapi dapat memiliki pengaruh yang oleh Bloom dalam As’ari Djohar (2003)
maksimal terhadap gejala klien. bahwa kemampuan kognitif seperti
Pada penelitian ini, dilakukan analisis pengetahuan dan keterampilan berpikir
menggunakan uji correlation yang serta kemampuan afektif yang berfokus

Pengaruh Acceptance And Commitment Therapy Terhadap Gejala Dan Kemampuan Klien 55
Dengan Resiko Perilaku Kekerasan
Ni Made Dian Sulistiowati, Budi Anna Keliat, Ice Yulia Wardani
pada perasaan dan emosi sangat membantu Karakteristik gejala perilaku kekerasan
klien untuk menyadari bahwa perilaku klien pada penelitian ini berada pada
yang dilakukan sangat merugikan dirinya rentang 75,88% dari total gejala 100%.
sendiri sehingga ketika klien menyadari Gejala perilaku kekerasan pada kelompok
dan menerima dirinya harus berubah yang mendapatkan ACT menurun secara
menjadi lebih baik lagi sehingga gejala bermakna sebesar 53,49% sedangkan pada
perilaku kekerasan yang ditimbulkan akan kelompok yang tidak mendapatkan terapi
menurun seiring meningkatnya kesadaran ACT menurun sebanyak 23,77%.
diri klien. Kemampuan klien setelah pemberian ACT
Kejadian buruk seperti perceraian atau pada kelompok yang mendapatkan terapi
ditinggal pasangan menikah merupakan ACT meningkat secara bermakna sebesar
salah satu stressor psikologis seseorang. 55,60% sedangkan kemampuan klien pada
Menurut Keliat (2003) dikatakan bahwa kelompok yang tidak mendapatkan terapi
status perkawinan merupakan salah satu ACT meningkat sebesar 34,33%.
faktor yang mempengaruhi dalam kejadian Peningkatan kemampuan ACT
perilaku kekerasan. Selain itu juga berhubungan secara bermakna terhadap
kemampuan secara kognitif, afektif dan penurunan gejala perilaku kekerasan.
psikomotor ternyata memiliki kontribusi Karakteristik pekerjaan, kemampuan
dalam mengurangi gejala perilaku kognitif ACT dan kemampuan afektif ACT
kekerasan. Kemampuan secara kognitif memiliki kontribusi secara bermakna
dimana klien diminta untuk menjelaskan, dalam menurunkan gejala perilaku
menguraikan tentang kejadian yang tidak kekerasan.
menyenangkan yang menjadi stressor bagi
klien dan kemudian secara afektif klien DAFTAR PUSTAKA
menilai kejadian dan menerima kondisi Hidayat, Eyet. (2011). Pengaruh CBT dan
yang dapat menjadikan stressor menjadi REBT Terhadap Klien dengan PK dan
lebih buruk serta secara psikomotor klien HDR di RSMM Bogor. Tesis FK-UI.
memilih kegiatan/perilaku yang dapat Tidak Dipublikasikan.
memperbaiki kondisinya dan melakukan Keliat. (2003). Pemberdayaan Klien dan
kegiatan yang dipilihnya merupakan Keluarga Dalam Perawatan Klien
serangkaian kemampuan yang diajarkan Skizofrenia dengan Perilaku
kepada klien sehingga klien dapat Kekerasan di RSJP Bogor. Disertasi
bertindak dimana apa yang dilakukannya FKM-UI. Tidak Dipublikasikan.
itu dapat menurunkan gejala marahnya. Lelono, Satrio. (2011). Efektivitas Terapi
Oleh karena itulah kemampuan pada terapi Spesialis : CBT dan REBT Terhadap
ACT dapat memiliki hubungan dalam Klien dengan PK, Halusinasi dan HDR
penurunan gejala perilaku kekerasan. di RSMM Bogor. Tesis FK-UI. Tidak
Dipublikasikan.
KESIMPULAN Putri, D.E. (2010) Pengaruh Rational
Berdasarkan penelitian yang telah Emotive Behaviour Therapy (REBT)
dilakukan dapat disimpulkan bahwa Terhadap Klien Perilaku Kekerasan di
karakteristik klien yang menjadi responden Rumah sakit Marzoeki Mahdi Bogor.
dalam penelitian ini adalah rata-rata Tesis FIK-UI. Tidak dipublikasikan.
berusia 31 tahun dengan frekuensi dirawat Stuart, G.W. & Laraia, M.T. (2005).
rata-rata sebanyak 4 kali. Sebagian besar Principles and Practice of Psychiatric
merupakan laki-laki (76,7%), memiliki Nursing, 8th ed. Missouri : Mosby, Inc.
tingkat pendidikan rendah (SD dan SMP) Stuart, G.W. (2009). Principles and
sebanyak 65%, pernah bekerja (80%) dan Practice of Psychiatric Nursing, 9th ed.
memiliki riwayat gangguan jiwa Missouri : Mosby, Inc.
sebelumnya sebesar 91,67%. Sudiatmika, Ketut. (2011). Efektivitas CBT

56 Jurnal Keperawatan Jiwa . Volume 2, No. 1, Mei 2014; 51-57


dan REBT Terhadap Klien dengan PK dipublikasikan
dan Halusinasi di RSMM Bogor. Tesis Wahyuni, SE. (2010). Pengaruh Cognitive
FIK-UI. Tidak Dipublikasikan. Behaviour Therapy Terhadap
Wahyuningsih, Dyah. (2009). Pengaruh Halusinasi Pasien di Rumah Sakit Jiwa
assertive trainning terhadap perilaku Pempropsu Medan. Tesis FIK-UI.
kekerasan pada klien skizoprenia, Tidak dipublikasikan.
Tesis. Jakarta. FIK UI. tidak

Pengaruh Acceptance And Commitment Therapy Terhadap Gejala Dan Kemampuan Klien 57
Dengan Resiko Perilaku Kekerasan
Ni Made Dian Sulistiowati, Budi Anna Keliat, Ice Yulia Wardani

Anda mungkin juga menyukai