Anda di halaman 1dari 47

ASUHAN KEPERAWATAN PADA TN.

S
DENGAN DIAGNOSA MEDIS STRIKTUR URETRA
DI RUANG BEDAH DAHLIA RSUD Dr. SOETOMO SURABAYA

Oleh :
Asiadi, S. Kep. NIM. 131723143005
Anggar Dwi Untari, S. Kep NIM. 131723143010
Rian Kusuma Dewi, S.Kep. NIM. 131723143012
Rini Purwanti, S. Kep. NIM. 131723143017
Rini Sartika, S.Kep. NIM. 131723143019
Baiq Selly Silviani, S. Kep. NIM. 131723143028

Kelompok 1

PROGRAM PROFESI PENDIDIKAN NERS (P3N)


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS AIRLANGGA
2018
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan “Asuhan Keperawatan Pada Tn. S Dengan Diagnosa Medis Striktur Uretra Di
Ruang Bedah Dahlia RSUD Dr. Soetomo Surabaya” yang telah dilaksanakan tanggal 11-16 Maret
2018 dalam rangka pelaksanaan Program Profesi Pendidikan Ners Stase Keperawatan Medikal
Bedah di Di Ruang Bedah Dahlia RSUD Dr. Soetomo Surabaya
Telah disetujui untuk dilaksanakan Seminar Kasus di RSUD Dr. Soetomo pada hari Rabu
4 April 2018.

Disahkan tanggal 18 Maret 2018

Menyetujui

Pembimbing Akademik Pembimbing Klinik

Lailatun Ni’mah S.Kep,.Ns,. M.Kep Rini Winarsih. S.Kep, Ns,. M.Kep


NIP.198606022015042001 NIP : 19750506031997032005

Mengetahui,
Kepala Ruangan Bedah Dahlia

Djemadi, SST
NIP : 195806141980031010

ii
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas segala berkat dan
rahmat serta karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah Seminar Keperawatan
pada stase medikal bedah yang berjudul “Asuhan Keperawatan Pada Tn. S Dengan Diagnosa
Medis Striktur Uretra Di Ruang Bedah Dahlia RSUD Dr. Soetomo Surabaya”
Dalam penyusunan makalah ini penulis berpedoman pada materi perkuliahan,
pengalaman, dan bimbingan praktek, bantuan serta dorongan moril dan materil dari berbagai
pihak, sehingga penulis mampu menyelesaikannya. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan
terima kasih kepada:

1. Allah S.W.T dalam perlindungan-Nya dan kekuasaan-Nya telah membuat penulis berada
saat ini dan memperlancar segalanya.
2. Prof. Dr. Nursalam, M.Nurs (Hons), selaku dekan Fakultas Keperawatan Universitas
Airlangga Surabaya yang telah memberikan kesempatan dan fasilitas kepada penulis untuk
mengikuti dan menjalankan pendidikan Program Studi Pendidikan Ners.
3. Djemadi, SST. selaku kepala ruangan dan pembimbing yang senantiasa membimbing dan
memotivasi mahasiswa dalam penyelesaian makalah ini.
4. Lailatun Ni’mah S.Kep,.Ns,. M.Kep selaku pembimbing akademik yang telah memberikan
bimbingan dan arahan dalam penyelesaian makalah ini.
5. Rini Winarsih. S.Kep, Ns,. M.Kep selaku pembimbing ruangan yang memberikan
bimbingan dan arahan dalam penyelesian makalah ini, dan
6. Teman-teman yang telah bekerja sama dalam penyelesaian tugas ini.

Penulis menyadari bahwa makalah ini belum sempurna dan masih banyak kekurangan.
Oleh karena itu, penyusun berharap kritik dan saran yang dapat membangun agar dalam
penyusunan makalah selanjutnya akan menjadi lebih baik. Penyusun berharap semoga makalah
ini bermanfaat bagi kami secara pribadi dan bagi pembaca.

Surabaya, 18 Maret 2018

Penulis

iii
DAFTAR ISI

Cover
Lembar Pengesahan ...................................................................................................................... ii
Kata Pengantar .............................................................................................................................. iii
Daftar Isi ....................................................................................................................................... iv

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ....................................................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah .................................................................................................................. 2
C. Tujuan .................................................................................................................................... 2
BAB II TINJAUAN TEORI
A. Anatomi uretra ....................................................................................................................... 3
B. Definisi Striktur Uretra .......................................................................................................... 3
C. Klasifikasi Striktur Uretra ...................................................................................................... 4
D. Etiologic ................................................................................................................................. 4
E. Patofisiologi ........................................................................................................................... 6
F. Manifestasi Klinis .................................................................................................................. 8
G. Pemeriksaan ........................................................................................................................... 9
H. Penatalaksanaan ..................................................................................................................... 10
I. Komplikasi ............................................................................................................................. 14
J. Pencegahan ............................................................................................................................ 15
K. Konsep Asuhan Keperawatan ................................................................................................ 17
1. Pengkajian ........................................................................................................................ 17
2. Analisis Data ................................................................................................................... 21
3. Diagnosa Keperawatan .................................................................................................... 22
4. Intervensi ......................................................................................................................... 23
BAB II LAPORAN KASUS ....................................................................................................... 28
DAFTAR PUSTAKA

iv
BAB 1
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Uretra merupakan suatu organ pendukung yang sangat penting dari sistem
perkemihan, organ ini berfungsi sebagai saluran atau jalan untuk mengeluarkan hasil
pembuangan metabolisme dalam tubuh dalam bentuk urine. Uretra pada laki-laki dan
perempuan memiliki perbedaan, secara anatomis pada perempuan ukuran dan panjang uretra
lebih pendek antara 3-5 cm. Pada perempuan saluran uretra terpisah dari orivicium vagina,
keadaan ini yang menyebabkan perermpuan lebih rentan terkena infeksi saluran kemih
maupun infeksi lainya. Sedangkan pada laki-laki secara anatomis lebih panjang, antara 20-25
cm mengingat ukuran penis laki-laki yang berfariasi. Pada laki-laki saluran uretra memiliki
fungsi yang sama dengan saluran tempat keluarnya sperma (Basuki. 2011).
Seperti halnya organ lain, uretra pada sistem perkemihan juga rentan terhadap penyakit
atau keadaan patologis lainya. Salah satunya adalah striktur uretra. Striktur uretra merupakan
penyakit atau kelainan yang berupa penyempitan atau konstriksi dari lumen uretra akibat
adanya obstruksi . Striktur uretra disebut juga penyempitan akibat dari adanya pembentukan
jaringan fibrotik (jaringan parut) pada uretra atau daerah uretra (Basuki. 2011).
Striktur uretra adalah penyempitan atau kontraksi dari lumen uretra akibat adanya
osbtruksi. Striktur uretra adalah penyempitan akibat dari adanya pembentukan jaringan
fibrotik (jaringan parut) pada uretra atau daerah uretra. Striktur uretra adalah berkurangnya
diameter atau elastisitas uretra yang disebabkan oleh jaringan uretra diganti jaringan ikat yang
kemudian mengerut menyebabkan jaringan lumen uretra mengecil (C. Smeltzer, Suzanne,
2002).
Dilihat dari segi aspek promotif perawat berperan sebagai pendidik dapat memberi
pencegahan dan perawatan dalam menangani asuhan keprawatan striktur uretra dirumah sakit,
tidak hanya memberi perawatan, pengobatan dan penyembuhan, tetapi juga bisa memberi
informasi mengenai penyakit yang bertujuan menghindari klien dari komplikasi yang
mungkin timbul. Dari segi aspek preventif peran perawat memberikan asuhan keperawatan
yang baik dengan memberikan penyuluhan, penatalaksanaan dini kepada klien mengenai
striktur uretra. Dari segi kuratif peran perawat untuk memberikan pertolongan yang sangat

1
cepat seperti pemberian obat antipiretik dan antibiotik. Dari segi aspek rehabilitatif peran
peran perawat adalah pemberian obat teratur.
Berdasarkan permasalahan yang terdapat diatas maka penyusun tertarik untuk
menyusun makalah ini yang berjudul “Asuhan Keperawatan Pada Tn. S Dengan Diagnosa
Medis Striktur Uretra Di Ruang Bedah Dahlia RSUD Dr. Soetomo Surabaya”

B. Rumusan Masalah
1 Bagaimanakah anatomi fisiologi dari uretra?
2 Apakah definisi dari striktur uretra?
3 Apakah etiologi dari striktur uretra?
4 Apakah patofisiologi striktur uretra?
5 Apakah manifestasi klinis striktur uretra?
6 Apakah derajat penyempitan dari striktur uretra?
7 Apakah macam-macam pemeriksaan diagnostik dari striktur uretra?
8 Bagaimanakah penatalaksanaan pada pasien striktur uretra?
9 Apakah prognosis dari striktur uretra?
10 Bagaimana WOC dari strikture uretra?
11 Bagaimana asuhan keperawatan dari striktur uretra?
C. Tujuan
1 Tujuan Umum
Setelah proses perkuliahan keperawatan perkemihan diharapkan mahasiswa mampu
mengetahui mengenai konsep asuhan keperawatan pada pasien dengan striktur uretra
2 Tujuan Khusus
a. Menjelaskan definisi dari striktur uretra.
b. Menjelaskan etiologi/ faktor pencetus dari striktur uretra.
c. Menjelaskan manifestasi klinis dari striktur uretra.
d. Menjelaskan patofisiologi striktur uretra.
e. Menjelaskan pemeriksaan diagnostik pada striktur uretra.
f. Menjelaskan penatalaksanaan klien dengan striktur uretra.
g. Menjelaskan prognosis dari striktur uretra.
h. Menjelaskan WOC dari striktur uretra.
i. Menjelaskan asuhan keperawatan pasien dengan striktur uretra.

2
BAB II
TINAJUAN TEORI

A. Anatomi Uretra
Uretra adalah saluran yang dimulai dari orifisium uretra interna dibagian buli-buli sampai
orifisium uretra eksterna glands penis, dengan panjang yang bervariasi. Uretra pria dibagi
menjadi dua bagian, yaitu bagian anterior dan bagian posterior. Uretra posterior dibagi menjadi
uretra pars prostatika dan uretra pars membranasea. Uretra anterior dibagi menjadi meatus
uretra, pendulare uretra dan bulbus uretra. Dalam keadaan normal lumen uretra laki-laki 24 ch,
dan wanita 30 ch. Kalau 1 ch = 0,3 mm maka lumen uretra laki-laki 7,2 mm dan wanita 9 mm.
1. Uretra bagian anterior
Uretra anterior memiliki panjang 18-25 cm (9-10 inchi). Saluran ini dimulai dari meatus
uretra, pendulans uretra dan bulbus uretra. Uretra anterior ini berupa tabung yang lurus,
terletak bebas diluar tubuh, sehingga kalau memerlukan operasi atau reparasi relatif mudah.
2. Uretra bagian posterior
Uretra posterior memiliki panjang 3-6 cm (1-2 inchi). Uretra yang dikelilingi kelenjar
prostat dinamakan uretra prostatika. Bagian selanjutnya adalah uretra membranasea, yang
memiliki panjang terpendek dari semua bagian uretra, sukar untuk dilatasi dan pada bagian
ini terdapat otot yang membentuk sfingter. Sfingter ini bersifat volunter sehingga kita dapat
menahan kemih dan berhenti pada waku berkemih. Uretra membranacea terdapat dibawah
dan dibelakang simpisis pubis, sehingga trauma pada simpisis pubis dapat mencederai
uretra membranasea (Basuki, 2011)

B. Definisi Striktur Uretra


Striktur uretra adalah berkurangnya diameter atau elastisitas uretra yang disebabkan
karena jaringan uretra digantikan oleh jaringan ikat, disebabkan penyempitan lumen uretra
akibat adanya jaringan parut dan kontraksi. Striktur uretra lebih sering terjadi pada pria
daripada wanita terutama karena perbedaan panjang uretranya (C. Smeltzer, Suzanne, 2002).

3
C. Klasifikasi Striktur Uretra
Klasifikasi striktur uretra sesuai dengan derajat penyempitan lumennya, striktur uretra dibagi
menjadi tiga tingkatan (Basuki, 2011):
1. Ringan : jika oklusi yang terjadi kurang dari 1/3 diameter lumen uretra
2. Sedang: jika terdapat oklusi 1/3 sampai dengan ½ diameter lumen uretra
3. Berat : jika terdapat oklusi lebih besar dari ½ diameter lumen uretra
Pada penyempitan derajat berat kadang kala teraba jaringan keras di korpus spongiosum
yang dikenal dengan spongiofibrosis.

Gambar 1.1. Derajat Penyempitan Uretra


D. Etiologi
Striktur uretra dapat terjadi pada (Basuki. 2011):
1. Infeksi
Merupakan faktor yang paling sering menimbulkan striktur uretra, seperti infeksi oleh
kuman gonokokus yang menyebabkan uretritis gonorrhoika atau non gonorrhoika
telah menginfeksi uretra beberapa tahun sebelumnya namun sekarang sudah jarang
akibat pemakaian antibiotik, kebanyakan striktur ini terletak di pars membranasea,
walaupun juga terdapat pada tempat lain; infeksi chlamidia sekarang merupakan
penyebab utama tapi dapat dicegah dengan menghindari kontak dengan individu yang
terinfeksi atau menggunakan kondom .
2. Trauma
Fraktur tulang pelvis yang mengenai uretra pars membranasea, trauma tumpul pada
selangkangan (straddle injuries) yang mengenai uretra pars bulbosa, dapat terjadi pada

4
anak yang naik sepeda dan kakinya terpeleset dari pedal sepeda sehingga jatuh dengan
uretra pada bingkai sepeda pria, trauma langsung pada penis, instrumentasi transuretra
yang kurang hati-hati (iatrogenik) seperti pemasangan kateter yang kasar, fiksasi
kateter yang salah.
3. Iatrogenik
a. Operasi rekonstruksi dari kelainan kongenital seperti hipospadia, epispadia
b. Post operasi
Beberapa operasi pada saluran kemih dapat menimbulkan striktur uretra, seperti
operasi prostat, operasi dengan alat endoskopi.
4. Tumor
Trauma yang dapat menyebabkan striktur uretra adalah trauma tumpul pada
selangkangannya (straddle injury), fraktur tulang pelvis, atau cedera pasca bedah
akibat insersi peralatan bedah selama operasi transuretral, pemasangan kateter, dan
prosedur sitoskopi (Selius & Subedi. 2008)
5. Kelainan Kongenital,misalnya kongenital meatus stenosis, klep uretra posterior
Penyebab paling umum dari striktur uretra saat ini adalah traumatik atau iatrogenik.
Penyebab yang lebih jarang ditemui adalah peradangan atau infeksi, keganasan, dan
kongenital. Striktur akibat infeksi biasanya merupakan gejala sekunder dari urethritis
gonococcal, yang masih umum di beberapa populasi berisiko tinggi.

Penyebab yang paling penting adalah idiopati, reseksi transuretral, kateterisasi uretra,
fraktur panggul dan operasi hipospadia. Penyebab iatrogenik keseluruhan (reseksi
transuretral, kateterisasi uretra, sistoskopi, prostatektomi, operasi brachytherapy dan
hipospadia) adalah 45,5% dari kasus striktur. Pada pasien yang lebih muda dari 45 tahun
penyebab utama adalah idiopati, operasi hipospadia dan fraktur panggul. Pada pasien yang
lebih tua dari 45 tahun penyebab utama adalah reseksi transuretral dan idiopathy. Penyebab
utama penyakit penyempitan multifokal/ panuretral adalah kateterisasi uretra anterior,
sedangkan fraktur panggul adalah penyebab utama dari striktur uretra posterior.

5
E. Patofisiologi
Struktur uretra terdiri dari lapisan mukosa dan lapisan submukosa. Lapisan mukosa pada
uretra merupakan lanjutan dari mukosa buli-buli, ureter dan ginjal. Mukosanya terdiri dari
epitel kolumnar, kecuali pada daerah dekat orifisium eksterna epitelnya skuamosa dan berlapis.
Submukosanya terdiri dari lapisan erektil vaskular. Apabila terjadi perlukaan pada uretra, maka
akan terjadi penyembuhan cara epimorfosis, artinya jaringan yang rusak diganti oleh jaringan
lain (jaringan ikat) yang tidak sama dengan semula. Jaringan ikat ini menyebabkan hilangnya
elastisitas dan memperkecil lumen uretra, sehingga terjadi striktur uretra (Basuki. 2011)
Segala proses yang melukai lapisan epitelium uretra atau di bagian korpus spongiosum
pada proses penyembuhannnya akan menghasilkan jaringan parut tau scar. Hal ini akan
menyebabkan striktur uretra anterior. Sebagian besar striktur uretra disebabkan oleh trauma,
biasanya stradle trauma. Trauma ini biasanya tidak dirasakan sampai pasien mengeluh
kesulitan BAK yang merupakan tanda dari obstruksi oleh karena striktur atau scar. Trauma
iatrogenik juga dapat menyebabkan striktur uretra. Namun dengan berkembangnya endoskopi
yang kecil dan pembatasan indikasi sistoskopi pada pria membuat kejadian striktur uretra lebih
sedikit. Jejas pada uretra posterior yang berakibat terjadinya striktur berhubungan dengan
fibrosis periuretral yang luas (Mundy, Anthony R. and Andrich, Daniela E. 2010).
Striktur akibat radang berhubungan dengan gonorrhea adalah penyebab paling sering
pada masa lalu dan sekarang sangat jarang ditemui. Dengan penanganan antibiotik yang tepat
dan efektif, urethriris gonococcal jarang menjadi striktur uretra. Sampai hari ini belum jelas
hubungan antara uretritis nonspesifik dengan striktur uretra anterior (Mundy, Anthony R. and
Andrich, Daniela E. 2010)
Karakteristik dari striktur adalah perubahan epitel uretra oleh jaringan fibrosa padat
karena tromboflebitis lokal di korpus spongiosum dalam. Epitel itu sendiri biasanya utuh,
meskipun yang abnormal. Patogenesis striktur belum dipelajari secara luas dan studi yang ada
menyebutkan infeksi sebagai penyebab, meskipun telah ada studi pada model binatang yang
mempelajari trauma elektro-koagulasi pada uretra kelinci sebagai model cedera iatrogenik.
Lokasi dari kelenjar uretra berhubungan dengan tempat kejadian infeksi yang berhubungan
dengan striktur yang mengimplikasikannya sebagai penyebab. Namun, satu-satunya studi
tentang patogenesis penyakit striktur menunjukkan bahwa perubahan yang utama adalah
metaplasia epitel uretra dari normal jenisnya pseudo-kolumnar bertingkat pada epitel

6
skuamosa berlapis. Ini adalah epitel yang rapuh, dan ini cenderung untuk robek saat terjadi
distensi selama berkemih. Robekan tersebut akan membuat lubang di epitel menyebabkan
ekstravasasi urine saat berkemih yang memicu untuk terbentuknya fibrosis subepitel. Pada
penampakan mikroskopis, tempat terjadinya robekan terbentuk fibrosis dan menyatu selama
periode tahun untuk membentuk plak makroskopik, yang kemudian dapat menyempitkan
uretra jika mereka menyatu di sekitar lingkar uretra untuk membentuk sebuah cincin yang
lengkap. Dalam model pembentukan striktur, infeksi bakteri dapat menginduksi metaplasia
skuamosa, dan faktor lainnya dapat berupa bahan kimia, fisik atau biologis (Mundy, Anthony
R. and Andrich, Daniela E. 2010).

Sumber : Mundy, Anthony R. and Andrich, Daniela E (2010)

7
GAMBAR : Anatomi striktur uretra anterior meliputi, dalam banyak kasus, yang
mendasari spongiofibrosis (Wein. 2007)
a. Sebuah lipat, mukosa.
b. Iris penyempitan.
c. Full-ketebalan keterlibatan dengan fibrosis minimal dalam jaringan
spons.
d. Full-ketebalan spongiofibrosis.
e. Peradangan dan fibrosis yang melibatkan jaringan luar korpus
spongiosum.
f. striktur kompleks rumit dengan fistula

F. Manifestasi Klinis
Adanya obstruksi saluran kemih bawah akan memberikan sekumpulan gejala yang populer
diistilahkan sebagai LUTS (lower urinary tract symptoms). Patofisiologi LUTS didasarkan
atas 2 kelompok gejala, yaitu (Basuki. 2011):
1. Voiding symptom; yaitu gejala yang muncul sebagai akibat kegagalan buli untuk
mengeluarkan sebagian atau seluruh isi kandung kemih, antara lain: weakness of stream
(pancaran kencing melemah), abdominal straining (mengejan), hesitancy (menunggu saat
akan kencing), intermittency (kencing terputus-putus), disuria (nyeri saat kencing),
incomplete emptying (kencing tidak tuntas), terminal dribble ( kencing menetes).
2. Storage symptom; yaitu gejala yang muncul sebagai akibat gangguan pengisian kandung
kemih, bias karena iritasi atau karena perubahan kapasitas kandung kemih, antara lain :
frekuensi, urgensi, nocturia, incontinensia (paradoxal), nyeri suprasimfisis.

8
3. Miction post symptom; yaitu gejala yang muncul pasca miksi, antara lain tidak lampias,
terminal dribbling, inkontinensia paradoks
Gejala dari striktur uretra yang khas adalah pancaran buang air seni kecil dan bercabang.
Gejala yang lain adalah iritasi dan infeksi seperti frekuensi, urgensi, disuria, inkontinensia,
urin yang menetes, kadang-kadang dengan penis yang membengkak, infiltrat, abses dan fistel.
Gejala lebih lanjutnya adalah retensi urine.

G. Pemeriksaan
1. Pemeriksaan Fisik
a. Anamnesa:
Untuk mencari gejala dan tanda adanya striktur uretra dan juga mencari penyebab
striktur uretra.
b. Pemeriksaan fisik dan local:
Untuk mengetahui keadaan penderita dan juga untuk meraba fibrosis di uretra,
infiltrat, abses atau fistula (Basuki. 2011).
2. Pemeriksaan Penunjang
g. Laboratorium
- Urin dan kultur urin untuk mengetahui adanya infeksi
- Ureum dan kreatinin untuk mengetahui faal ginjal
h. Uroflowmetri
Uroflowmetri adalah pemeriksaan untuk menentukan kecepatan pancaran urin.
Volume urin yang dikeluarkan pada waktu miksi dibagi dengan lamanya proses
miksi. Kecepatan pancaran urin normal pada pria adalah 20 ml/detik dan pada wanita
25 ml/detik. Bila kecepatan pancaran kurang dari harga normal menandakan ada
obstruksi (Basuki. 2011).
3. Radiologi
Diagnosa pasti dibuat dengan uretrografi, untuk melihat letak penyempitan dan
besarnya penyempitan uretra. Teknik pemeriksaan uretrogram adalah pemeriksaan
radiografi ureter dengan bahan kontras.uretra.
Untuk mengetahui lebih lengkap mengenai panjang striktur adalah dengan
membuat foto bipolar sistouretrografi dengan cara memasukkan bahan kontras secara

9
antegrad dari buli-buli dan secara retrograd dari uretra. Dengan pemeriksaan ini panjang
striktur dapat diketahui sehingga penting untuk perencanaan terapi atau operasi (Basuki.
2011).

GAMBAR: Retrograde urethrogram menunjukkan striktur uretra bulbar


(http://emedicine.medscape.com/article/450903-overview)
4. Instrumentasi
Pada pasien dengan striktur uretra dilakukan percobaan dengan memasukkan kateter Foley
ukuran 24 ch, apabila ada hambatan dicoba dengan kateter dengan ukuran yang lebih kecil
sampai dapat masuk ke buli-buli. Apabila dengan kateter ukuran kecil dapat masuk
menandakan adanya penyempitan lumen uretra.
5. Uretroskopi
Untuk melihat secara langsung adanya striktur di uretra. Jika diketemukan adanya striktur
langsung diikuti dengan uretrotomi interna (sachse) yaitu memotong jaringan fibrotik
dengan memakai pisau sachse.

H. Penatalaksanaan
Striktur uretra tidak dapat dihilangkan dengan jenis obat-obatan apapun.Pasien yang
datang dengan retensi urin, secepatnya dilakukan sistostomi suprapubik untuk mengeluarkan
urin, jika dijumpai abses periuretra dilakukan insisi dan pemberian antibiotika. Pengobatan
striktur uretra banyak pilihan dan bervariasi tergantung panjang dan lokasi dari striktur, serta
derajat penyempitan lumen uretra. Tindakan khusus yang dilakukan terhadap striktur uretra
adalah:

10
1. Bougie (Dilatasi)
Sebelum melakukan dilatasi, periksalah kadar hemoglobin pasien dan periksa
adanya glukosa dan protein dalam urin. Tersedia beberapa jenis bougie. Bougie bengkok
merupakan satu batang logam yang ditekuk sesuai dengan kelengkungan uretra pria;
bougie lurus, yang juga terbuat dari logam, mempunyai ujung yang tumpul dan umumnya
hanya sedikit melengkung; bougie filiformis mempunyai diameter yang lebih kecil dan
terbuat dari bahan yang lebih lunak (Cook J, Sankaran B, Wasunna A.E.O.1995).
Berikan sedatif ringan sebelum memulai prosedur dan mulailah pengobatan
dengan antibiotik, yang diteruskan selama 3 hari. Bersihkan glans penis dan meatus uretra
dengan cermat dan persiapkan kulit dengan antiseptik yang lembut. Masukkan gel
lidokain ke dalam uretra dan dipertahankan selama 5 menit. Tutupi pasien dengan sebuah
duk lubang untuk mengisolasi penis (Cook J, Sankaran B, Wasunna A.E.O.1995).
Apabila striktur sangat tidak teratur, mulailah dengan memasukkan sebuah bougie
filiformis; biarkan bougie di dalam uretra dan teruskan memasukkan bougie filiformis
lain sampai bougie dapat melewati striktur tersebut. Kemudian lanjutkan dengan dilatasi
menggunakan bougie lurus (Cook J, Sankaran B, Wasunna A.E.O.1995).

Sumber. Cook J, Sankaran B, Wasunna A.E.O (1995)


Apabila striktur sedikit tidak teratur, mulailah dengan bougie bengkok atau lurus
ukuran sedang dan secara bertahap dinaikkan ukurannya.

11
Dilatasi dengan bougie logam yang dilakukan secara hati-hati. Tindakan yang
kasar tambah akan merusak uretra sehingga menimbulkan luka baru yang pada akhirnya
menimbulkan striktur lagi yang lebih berat. Karena itu, setiap dokter yang bertugas di
pusat kesehatan yang terpencil harus dilatih dengan baik untuk memasukkan bougie.
Penyulit dapat mencakup trauma dengan perdarahan dan bahkan dengan pembentukan
jalan yang salah (false passage). Perkecil kemungkinan terjadinya bakteremi, septikemi,
dan syok septic dengan tindakan asepsis dan dengan penggunaan antibiotic (Basuki.
2011).

GAMBAR:
Dilatasi uretra pada pasien pria
(lanjutan). Bougie lurus dan bougie
bengkok (F); dilatasi strikur anterior
dengan sebuah bougie lurus (G)
dilatasi dengan sebuah bougie
bengkok (H-J)
Sumber: Cook J, Sankaran B,
Wasunna A.E.O (1995)

2. Uretrotomi interna
Tindakan ini dilakukan dengan menggunakan alat endoskopi yang memotong
jaringan sikatriks uretra dengan pisau Otis atau dengan pisau Sachse, laser atau
elektrokoter. Otis uretrotomi dikerjakan pada striktur uretra anterior terutama bagian
distal dari pendulans uretra dan fossa navicularis, otis uretrotomi juga dilakukan pada
wanita dengan striktur uretra (Basuki. 2011).
Indikasi untuk melakukan bedah endoskopi dengan alat Sachse adalah striktur
uretra anterior atau posterior masih ada lumen walaupun kecil dan panjang tidak lebih

12
dari 2 cm serta tidak ada fistel, kateter dipasang selama 2-3 hari pasca tindakan. Setelah
pasien dipulangkan, pasien harus kontrol tiap minggu selama 1 bulan kemudian 2 minggu
sekali selama 6 bulan dan tiap 6 bulan sekali seumur hidup. Pada waktu kontrol dilakukan
pemeriksaan uroflowmetri, bila pancaran urinnya < 10 ml/det dilakukan bouginasi
(Barbagli & Lazerri. 2007)
3. Uretrotomi eksterna
Tindakan operasi terbuka berupa pemotongan jaringan fibrosis kemudian
dilakukan anastomosis end-to-end di antara jaringan uretra yang masih sehat, cara ini
tidak dapat dilakukan bila daerah strikur lebih dari 1 cm. Cara Johansson; dilakukan bila
daerah striktur panjang dan banyak jaringan fibrotic (Basuki. 2011).
- Stadium I: daerah striktur disayat longitudinal dengan menyertakan sedikit
jaringan sehat di proksimal dan distalnya, lalu jaringan fibrotik dieksisi. Mukosa
uretra dijahit ke penis pendulans dan dipasang kateter selama 5-7 hari.
- Stadium II: beberapa bulan kemudian bila daerah striktur telah melunak,
dilakukan pembuatan uretra baru.
4. Uretroplasty
Dilakukan pada penderita dengan panjang striktur uretra lebih dari 2 cm atau dengan
fistel uretro-kutan atau penderita residif striktur pasca Uretrotomi Sachse. Operasi
uretroplasty ini bermacam-macam, pada umumnya setelah daerah striktur di eksisi, uretra
diganti dengan kulit preputium atau kulit penis dan dengan free graft atau pedikel graft
yaitu dibuat tabung uretra baru dari kulit preputium/kulit penis dengan menyertakan
pembuluh darahnya (Basuki. 2011).

13
I. Komplikasi
1. Trabekulasi, sakulasi dan divertikel
Pada striktur uretra kandung kencing harus berkontraksi lebih kuat, maka otot kalau diberi
beban akan berkontraksi lebih kuat sampai pada suatu saat kemudian akan melemah. Jadi
pada striktur uretra otot buli-buli mula-mula akan menebal terjadi trabekulasi pada fase
kompensasi, setelah itu pada fase dekompensasi timbul sakulasi dan divertikel. Perbedaan
antara sakulasi dan divertikel adalah penonjolan mukosa buli pada sakulasi masih di
dalam otot buli sedangkan divertikel menonjol di luar buli-buli, jadi divertikel buli-buli
adalah tonjolan mukosa keluar buli-buli tanpa dinding otot (Basuki. 2011).
2. Residu urine
Pada fase kompensasi dimana otot buli-buli berkontraksi makin kuat tidak timbul residu.
Pada fase dekompensasi maka akan timbul residu. Residu adalah keadaan dimana setelah
kencing masih ada urine dalam kandung kencing. Dalam keadaan normal residu ini tidak
ada (Basuki. 2011).
3. Refluks vesiko ureteral
Dalam keadaan normal pada waktu buang air kecil urine dikeluarkan buli-buli melalui
uretra. Pada striktur uretra dimana terdapat tekanan intravesika yang meninggi maka akan

14
terjadi refluks, yaitu keadaan dimana urine dari buli-buli akan masuk kembali ke ureter
bahkan sampai ginjal (Basuki. 2011).
4. Infeksi saluran kemih dan gagal ginjal
Dalam keadaan normal, buli-buli dalam keadaan steril. Salah satu cara tubuh
mempertahankan buli-buli dalam keadaan steril adalah dengan jalan setiap saat
mengosongkan buli-buli waktu buang air kecil. Dalam keadaan dekompensasi maka akan
timbul residu, akibatnya maka buli-buli mudah terkena infeksi.Adanya kuman yang
berkembang biak di buli-buli dan timbul refluks, maka akan timbul pyelonefritis akut
maupun kronik yang akhirnya timbul gagal ginjal dengan segala akibatnya (Basuki.
2011).
5. Infiltrat urine, abses dan fistulas
Adanya sumbatan pada uretra, tekanan intravesika yang meninggi maka bisa timbul
inhibisi urine keluar buli-buli atau uretra proksimal dari striktur. Urine yang terinfeksi
keluar dari buli-buli atau uretra menyebabkan timbulnya infiltrat urine, kalau tidak diobati
infiltrat urine akan timbul abses, abses pecah timbul fistula di supra pubis atau uretra
proksimal dari striktur (Basuki. 2011).

J. Pencegahan
- Menghindari terjadinya trauma pada uretra dan pelvis
- Tindakan transuretra dengan hati-hati, seperti pada pemasangan kateter
- Menghindari kontak langsung dengan penderita yang terinfeksi penyakit menular
seksual seperti gonorrhea, dengan jalan setia pada satu pasangan dan memakai kondom
- Pengobatan dini striktur uretra dapat menghindari komplikasi seperti infeksi dan gagal
ginjal.
Melihat beberapa faktor yang telah dijelaskan diatas, terdapat solusi untuk
mencegah terjadinya striktur uretra atau paling tidak menurunkan angka morbiditasnya,
terutama akibat pemasangan kateter uretra. Salah satunya yang paling mudah adalah
melakukan program pendidikan kepada tenaga medis. Sebuah studi yang mencoba
melakukan intervensi kepada kelompok sampel guna mencegah terjadinya striktur uretra.
Studi ini dilakukan selama 13 bulan. Pada bulan ke-1 sampai ke-6 injuri yang diakibatkan
oleh kateter dicatat dan dianalisis. Pada bulan ke-7, dilakukan program pendidikan bagi

15
tenaga medis mengenai anatomi dasar urologi, teknik pemasangan kateter uretra, dan
kateter yang aman. Bulan ke-8 sampai ke-13 dilihat insiden injuri terkait kateter. Data
sebelum intervensi dan sesudah kemudian dibandingkan. Didapatkan hasil bahwa sebelum
intervensi injuri terjadi dengan insiden 3,2/1000 pasien dengan 1 pasien yang mengalami
striktur uretra yang berulang. Setelah dilakukan intervensi didapatkan data bahwa insiden
terjadinya injuri berkurang menjadi 0,7/1000 pasien (p=0,006) dan tidak didapatkan
striktur uretra. Ini menunjukkan injuri iatrogenik pada pemasangan kateter dapat dicegah
sehingga angka morbiditas pasien di rumah sakit turun (Hapsari. 2009)
Infeksi sebagai salah satu pencetus terjadinya striktur juga dapat dicegah.
Pencegahan dapat diawali dengan sebuah sistem dimana tenaga medis yang melakukan
kateterisasi diingatkan bahwa kateter masih terpasang dan bila tidak diperlukan dapat
dilepas. Selain itu tenaga medis diingatkan untuk mengganti kateter yang telah terpasang
pada interval tertentu dan bila tenaga medis itu bukan dokter dapat menggantinya tanpa
persetujuan dokter. Pada sebuah studi metanalisa mendapatkan hasil dengan dilakukan
intervensi angka kejadian infeksi saluran kencing terkait kateter berkurang sebesar 52%
(P=0,001). Secara keseluruhan durasi pemasangan kateter berkurang 37%, 2,61 hari lebih
sedikit pada pasien dengan intervensi. Sedangkan pada studi dengan intervensi
penggantian kateter tidak ditemukan perbedaan sebelum dan sesudah intervensi. 23 Bahan
kateter juga dijadikan pertimbangan. Kateter yang dilapisi silver mengurangi angka
kejadian infeksi terkait kateter. Dengan berkurangnya durasi kateterisasi dan angka
kejadian infeksi saluran kemih terkait kateter maka kemungkinan pasien menjadi striktur
uretra juga berkurang (Hapsari. 2009)
Pada guideline eropa dan asia menyebukan langkah-langkah untuk mencegah
infeksi terkait kateter. Langkah-langkah tersebut adalah (1) sistem kateter harus tetap
tertutup, (2) durasi pemasangan kateter haruslah seminimal mungkin, (3) antiseptik atau
antibiotik topical pada kateter, uretra, atau meatus tidak direkomendasikan, (4) walaupun
keuntungan profilaksis antibiotik dan antiseptik telah terbukti, tidak direkomendasikan, (5)
pelepasan kateter sebelum tengah malam setelah prosedur operasi non-urologi mungkin
bermakna, (6) pada pemasangan jangka panjang sebaiknya kateter diganti secara teratur,
walaupun belum ada bukti ilmiah interval penggantian kateter, dan (7) terapi antibiotik
kronis tidak disarankan (Hapsari. 2009).

16
Tidak ada konsensus mengenai waktu kapan penggantian kateter rutin harus
dilakukan. Hal ini dapat dilihat pada instruksi pabrik. Periode yang lebih pendek mungkin
diperlukan jika ada kerusakan atau kebocoran kateter. Secara umum, pemakaian jangka
panjang kateter harus diganti sebelum terjadi penyumbatan. Waktu untuk melakukan
penggantian berbeda dari satu pasien ke pasien lain (Basuki. 2011).
Berbagai macam tindakan medis dapat menyebabkan striktur uretra, salah satunya
adalah internal urethrotomy. Striktur dapat dicegah dengan melakukan kateterisasi sendiri
secara periodik. Pasien diminta melakukan kateterisasi sendiri secara berkala setiap hari
atau tiap seminggu sekali. Studi menyebutkan, dengan melakukan ini secara signifikan
(P<0,01) striktur uretra berulang lebih sedikit pada tahun pertama post-operasi. Tidak
terdapat komplikasi yang tercatat pada studi ini. Mitomycin C disebut dapat mencegah
striktur uretra pula. Mitomycin C memiliki sifat antifibroblast dan anticollagen dan dalam
laporan pada hewan disebutkan mampu meningkatkan tingkat keberhasilan trabeculectomy
dan miringotomi. Dengan menyuntikkan mitomycin C pada submukosa uretra pada saat
internal urethrotomy didapatkan penurunan striktur uretra berulang (p=0,006).29
Penggunaan alat seperti sumpit yang terbuat dari baja telah dilaporkan di Cina. Metode ini
merupakan metode dimana pasien melakukan dilatasi uretra sendiri. Pemakaian sumpit ini
dilakukan setelah dilakukan urethrotomy dengan ukuran 18 French. Seberapa dalam
penggunaan sumpit ini ditentukan oleh lokasi striktur. Tidak ada striktur uretra berulang
yang dilaporkan pada laporan ini (Basuki. 2011).
Beberapa tindakan dapat dilakukan untuk mencegah trauma uretra iatrogenik.
Rekomendasi yang diberikan eropa adalah mencegah kateterisasi yang beresiko trauma,
durasi pemasangan kateter dilakukan seminimal mungkin, dan pada saat melakukan
operasi abdomen atau pelvis harus dilakukan dengan kateter uretra terpasang sebagai
struktur protektif (Basuki. 2011).

K. Konsep Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Strikur Uretra


1 Pengkajian
a. Identitas Klien
1) Nama
2) Alamat

17
3) Umur
4) Jenis Kelamin
5) Berat Badan
6) Agama
7) Pekerjaan
b. Riwayat Kesehatan
1) Keluhan Utama
Klien merasakan pancaran urine melemah, sering kencing, dan sedikit urine yang
keluar.
2) Riwayat Penyakit Sekarang
Pada klien striktur uretra keluhan-keluhan yang ada adalah nokturia, urgensi, disuria,
pancaran melemah, rasa tidak lampias/ puas sehabis miksi, hesistensi, intermitency,
dan waktu miksi memanjang dan akirnya menjadi retensio urine.

3) Riwayat Penyakit Dahulu


Adanya penyakit yang berhubungan dengan saluran perkemihan, misalnya ISK
(Infeksi Saluran Kencing ) yang berulang. Penyakit kronis yang pernah di derita.
Operasi yang pernah di jalani kecelakaan yang pernah dialami adanya riwayat
penyakit DM dan hipertensi.
4) Riwayat Penyakit Keluarga
Adanya riwayat keturunan dari salah satu anggota keluarga yang menderita penyakit
striktur uretra Anggota keluarga yang menderita DM, asma, atau hipertensi.
5) Riwayat Alergi
Kaji apakah klien dan keluarga memiliki riwayat alergi.
6) Riwayat Penggunaan Obat
Kaji obat apa yang sudah dikonsumsi selama ini, obat apa yang sudah diminum
sebelum MRS.

18
c. Pemeriksaan Fisik
1) B1 (breathing)
Kaji bentuk hidung, pergerakan cuping hidung pada waktu bernafas, kesimetrisan
gerakan dada pada saat bernafas, auskultasi bunyi nafas dan gangguan pernafasan
yang timbul. Apakah bersih atau ada ronchi, serta frekuensi nafas.
2) B2 (blood)
Adanya peningkatan TD (efek pembesaran ginjal) dan peningkatan suhu tubuh.
3) B3 (brain)
Kaji fungsi serebral, fungsi saraf cranial, fungsi sensori serta fungsi refleks.
4) B4 (bladder)
Penurunan aliran urin, ketidakmampuan untuk mengosongkankandung kemih
dengan lengkap, dorongan dan frekwensi berkemih meningkat.
5) B5 (bowel)
Kaji apakah ada nyeri tekan abdomen, apakah ada kram abdomen, apakah ada mual
dan muntah, anoreksia, dan penurunan berat badan.
6) B6 (bone)
Kaji derajat Range of Motion dari pergerakan sendi mulai dari kepala sampai anggota
gerak bawah, ketidaknyamanan atau nyeri yang dilaporkan klien waktu
bergerak, dan toleransi klien waktu bergerak.Kaji keadaan kulitnya, rambut dan
kuku, pemeriksaan kulit meliputi : tekstur, kelembaban, turgor, warna dan fungsi
perabaan.

19
WOC STRIKTUR URETRA

Kongenital: anomaly saluran kemih Didapat: infeksi, spasmus, cederal


uretral, cedera peregangan urethritis
gonorhea

Jaringan parut

Penyempitan lumen uretra Total tersumbat

Kekuatan pancaran dan jumlah Obstruksi saluran kemih yang bermuara


urin menurun ke vesika urinaria

MK: perubahan pola eliminasi Peningkatan tekanan vesika Refluks urine


urinaria

Penebalan dinding MK: Nyeri akut Hidroureter


Vesikaurinaria

Hidronefrosis
kontraksi otot VU

Pyelonefritis
Kesulitan berkemih

Retensi urin Sistostomi MK: Resiko Infeksi

MK: Risiko infeksi MK: Perubahan pola Luka insisi


berkemih

MK: Nyeri akut

20
2 Analisa Data
No Data Etiologi Masalah Keperawatan
1 DS: Pasien mengeluh dapat kencing Penyempitan lumen uretra Retensi Urine

tetapi kencingnya sedikit dan
Kekuatan pancaran dan jumlah urine berkurang
pancarannya lemah. ↓
DO: Terasa distensi pada kandung
Haluaran urine berkurang
kemih saat dipalpasi. ↓
Retensi urine

2 DS: Obstruksi saluran kemih yang bermuara ke vesika urinaria Nyeri Akut

- Pasien mengeluh nyeri pada
Refluks urine
daerah pinggang,suprapubik dan ↓
Hidroureter
perineal saat berkemih.

- Nyeri seperti tertekan benda Hidronefrosis

tumpul pada area suprapubik,
Iskemia
perineal dan panggul, nyeri ↓
Nyeri akut
hilang timbul
DO :
- Ekspresi wajah pasien tampak
meringis saat berkemih
- Adanya Penyempitan pada
lumen Urethra
- Skala nyeri 6

21
3 DS: klien mengatakan suhu badan Obstruksi saluran kemih yang bermuara ke vesika urinaria Resiko Infeksi

meningkat.
Peningkatan tekanan vesika urinaria
DO: muncul keringat dingin, akral ↓
Penebalan dinding vesika urinaria
hangat, Suhu : 37,5°C.

Penurunan kontraksi otot vesika urinaria

Kesulitan berkemih

Retensi urine

Resiko Infeksi

4 DS: Klien mengeluh sering kencing Obstruksi saluran kemih yang bermuara ke vesika urinaria Gangguan Eliminasi
dengan jumlah urine sedikit. ↓ Uri
DO: intake dan output tidak Peningkatan tekanan vesika urinaria
seimbang ↓
Penebalan dinding vesika urinaria

Penurunan kontraksi otot vesika urinaria

Kesulitan berkemih

Retensi urine

Sitostomi

Gangguan eliminasi urine

3 Diagnosa Keperawatan
a. Retensi urine b.d. obstruksi pada jalan urin

22
b. Nyeri akut b.d. luka biologi (iskemia)
c. Resiko infeksi b.d. ketidak adekuatan pertahanan primer
d. Gangguan eliminasi urine b.d. obstruksi anatomik
4 Intervensi
No Diagnosa : Retensi urine b.d. obstruksi pada jalan urine.
NOC NIC
1 Domain II : Physiologic Health Domain 1 : physiological
Class F : Elimination Class B : Elimination Management
Urinary Elimination (0503) Urinary Retention Care (05620)
a. Pola eliminasi (050301) 1. Melakukan pengkajian yang berfokuske inkontinensia urin (seperti output urin, pola
b. Bau urine (050302) pengosongan urine, fungsi kognitif, dan masalah urinary preeksisten)
c. Jumlah urine (050303) 2. Monitor penggunaan antikolinergik atau alpha agonist
d. Warna urine (050304) 3. Monitor efek resep obat seperti calcium channel blokers dan antikolinergik
e. Kejernihan urine (050306) 4. Gunakan sugesti seperti menyalakan air atau menyiram toilet
f. Intake cairan (050307) 5. Menstimulasi reflek kandung kemih dengan menggunakan sesuatu yang dingin ke
g. Kesempurnaan pengosongan abdomen, gerakan dibagian dalam paha, atau menyalakan air
bladder (050313) 6. Gunakan crede maneuver jika dibutuhkan
h. Ada darah dalam urine 7. Gunakan kateter urin jika dibutuhkan
(050329) 8. Informasikan kepada klien/keluarga untuk mencatat output urin
i. Frekuensi berkemih (050331) 9. Monitor intake dan output
j. Retensi urine (050332) 10. Berikan waktu yang cukup untuk pengosongan kandung kemiih (10menit)
k. Nyeri saat berkemih (050309)

23
No Diagnosa : Nyeri akut b.d luka biologi (iskemia).
NOC NIC
2 Domain IV : Health Knowledge & Domain 1 : physiological
Behavior Class E : Physical Comfort Promotion
Class Q : Health Behavior Pain Management (1400)
Pain Control (1605) 1. Lakukan pengkajian nyeri seperti lokasi,karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, factor
a. identifikasi onset nyeri pencetus nyeri.
(160502) 2. Kaji pengetahuan pasien tentang nyeri
b. Identifikasi factor penyebab 3. Tentukan efek nyeri pada kualitas hidup klien seperti (hubungan, tidur,napsu makan,
(160501) aktifitas,mood)
c. Gunakan tindakan preventif 4. Kontrol factor lingkungan yg dapat mempengaruhi nyeri (suhu,keramaian,pencahayaan)
(160503) 5. Berikan farmakologis/nonfarmakologis untuk mengurangi nyeri (kolaborasi jika
d. Gunakan analgesic jika farmakologis)
dibutuhkan (160505) 6. Ajarkan teknik relaksasi, TENS, hypnosis, terapi music, distraksi, terapi bermain, terapi
e. Laporkan perubahan gejala aktifitas, masase, aplikasi dingin/hangat sebelum, setelah, dan jikamemungkinkan saat
nyeri kepada petugas kesehatan nyeri berlangsung
(160513)

24
No Diagnosa : Resiko infeksi b.d. ketidak adekuatan pertahanan primer.
NOC NIC
3 Tujuan: Kontrol Infeksi (6540)
Setelah dilakukan tindakan 1. Pertahankan teknik aseptif
keperwatan infeksi pada klien dapat 2. Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah tindakan keperawatan.
terkontrol. 3. Gunakan baju, sarung tangan sebagai alat pelindung
4. Gunakan kateter intermiten untuk menurunkan infeksi kandung kemih
Kriteria Hasil: 5. Tingkatkan intake nutrisi
1. Level 1 Domain II: Physiologic 6. Dorong klien untuk memenuhi intake cairan
Health 7. Berikan terapi antibiotik
Level 2 Kelas H: Immune Proteksi Terhadap Infeksi (6550)
Response 1. Monitor tanda dan gejala infeksi sitemikdan lokal
Level 3 Outcome: Infection 2. Inspeksi kulit dan membran mukosa terhadap kemerahan, panas, drainase
Severity 3. Monitoring adanya luka
1) Klien bebas dari tanda dan 4. Batasi pengunjung bila perlu
gejala infeksi (tumor, dolor, rubor, 5. Anjurkan klien untuk istirahat
kolor) 6. Ajarkan klien dan keluarga tentang tanda dan gejala infeksi
2) Menunjukkan kemampuan 7. Laporkan kecurigaan infeksi
untuk mencegah timbulnya infeksi
3) Jumlah leukosit alam batas
normal

25
2. Level 1 Domain II: Physiologic
Health
Level 2 Kelas H: Immune
Response
Level 3 Outcome: Immune Status
1) Suhu tubuh
2) Fungsi respirasi
3) Fungsi gastrointestinal
4) Fungsi genitourinaria
5) Integritas kulit
6) Integritas mukosa

No Diagnosa : Gangguan eliminasi uri b.d. obstruksi anatomik.


NOC NIC
 Eliminasi urine
4 Urinary Retention Care
 Urinary continuence 1. Lakukan penilaian berkemih yang komprehensif berfokus pada inkontinensia
Kriteria hasil : (misalnya, output urin, pola berkemih, fungsi kognitif, dan masalah kencing
 Kandung kemih kosong secara penuh praeksisten)
 Tidak ada residu urine ≥ 100-200 cc 2. Memantau penggunaan obat dengan sifat antikolinergik atau properti alpha agonis
 Intake cairan dalam rentang normal 3. Memonitor efek dari obat-obatan yang diresepkan, seperti calcium channel blockers
 Bebas dari ISK dan antikolinergik
 Tidak ada spasme bladder 4. Gunakan kekuatan sugesti dengan menjalankan air atau di toilet

26
 Balance cairan seimbang 5. Merangsang refleks kandung kemih dengan menerapkan dingin pada perut
6. Sediakan waktu yang cukup untuk pengosongan kandung kemih (10 menit)
7. Gunakan spirit wintergreen di pispot atau urinal
8. Anjurkan klien / keluarga untuk memantau output urine
9. Memantau asupan dan keluaran
10. Memantau tingkat distensi kandung kemih dengan palpasi dan perkusi

27
BAB III
LAPORAN KASUS
Tanggal MRS : 06/03/2018 Jam Masuk : 12:00
Tanggal Pengkajian : 12/03/2018 No. RM : 10.54.2x.xx
Jam Pengkajian : 13.00 Diagnosa Masuk : Striktur Uretra
Pars Bulbosa + Cystostomy
Hari Rawat Ke :6 Status

IDENTITAS
1. Nama Pasien : Tn.S
2. Umur : 60 thn
3. Suku/Bangsa : Jawa / indonesia
4. Agama : Islam
5. Pendidikan : SLTP
6. Pekerjaan : Pegawai swasta
7. Alamat : Surabaya
8. Sumber Biaya : BPJS

KELUHAN UTAMA
Keluhan Utama : Klien mengatakan Nyeri

RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG


Riwayat Penyakit Sekarang :
Klien terpasang Cystostomy sejak 28 november 2017. Cystostomy dipasang karena klien
mengalami penyempitan saluran kemih. Klien kemudian direncanakan tindakan elektif operasi
urethrotomy interna sacshe. Pada Tanggal 06 maret 2018, klien masuk rumah sakit dan dilaukan
operasi penendoscopy pada tanggal 12 maret 2018. Saat dilakukan pengkajian klien mengatakan
nyeri pada daerah perut bagian bawah bekas operasi. Nyeri hilang timbul, nyeri bertambah jika
digunakan untuk bergerak dan berkurang jika pasien istirahat, nyeri sejak keluar dari kamar
operasi.

28
RIWAYAT PENYAKIT DAHULU
1. Pernah Dirawat : Klien mengatakan pernah dirawat pada tanggal 28 November 2017
dengan diagnosa medis Striktur Uretra
2. Riwayat Penyakit Kronik Dan Menular : Klien mengtakan tidak memiliki penyakit Menular
dan Kronik tapi klien memiliki penyakit Hipertensi, klien sering kontrol dan mengkonsumsi
obat anti hipertensi yaitu Amlodipin 1 x 5 mg.
3. Riwayat Alergi : klien mengatakam tidak ada riwayat alergi makanan, minuman maupun
obat-obatan
4. Riwayat Operasi : klien mengatakan pernah melakukan operasi Cystostomi pada tangal 28
November 2017
5. Lain-Lain :
1) 30 tahun yang lalu : Operasi Laparatomi Eksplorasi
2) 12 tahun yang lalu : Operasi kerok saluran kencing dikarenakan penyempiatan
saluran kencing
3) 2 bulan yang lalu : Operasi pemasangan WSD yang di sebabkan Heradopneumothorax
4) Tanggal 28 November 2017 : Operasi Cystostomy

RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA


Klien mengatakan didalam keluarga tidak ada yang mengalami penyakit serupa seperti penyakit
yang diderita klien dan klien selama sakit ditunggui oleh tetangga klien dikarenakan istri dan anak
klien telah meninggal
Genogram:

: Laki-laki

: Perempuan

: Meninggal

: Klien

29
PERILAKU YANG MEMPENGARUHI KESEHATAN
Klien mengatakan tidak perna meminum-minuman keras, maupun obat-obtan terlarang dan klien
juga tidak merokok klien juga melakukan olah raga yaitu joging setiap habis solat subuh.

OBSERVASI DAN PEMERIKASAAN FISIK


1. Tanda-Tanda Vital
S: 36,2 oC N: 80 x/mnt T :110/80 mmHg RR : 18 x/mnt
Kesadaran : Composmentis
2. Sistem Pernafasan
a. RR : 18 x/menit Tidak ditemukan masalah
b. Keluhan : keperawatan pada sistem pernafasan

Inspeksi : Tidak ada penggunaan otot bantu nafas


Palpasi : Tidak ada pernafasan paradoksal
Perkusi : sonor pada kedua lapang dada
Auskultasi : Suara paru vesikuler
3. Sistem Kardiovaskuler
a. Tekanan Darah : 110/70 mmHg
Tidak ditemukan masalah keperawatan
b. Nadi : 80 x/mnt pada sistem Kardiovaskuler
c. Heart Rate : 80 X/menit
d. Keluhan nyeri dada : klien mengatakan tidak ada nyeri dada dari hasil pemeriksaan
didapatkan irama jantung reguler S1/S2 tunggal, tidak ada murmur maupun suara gallop
dengan CRT < 2 detik, akral hangat kering dan sirkulasi perifer normal pada pmeriksaan
EKG pada tanggal 06-03-2018 yaitu irama sinus
4. Sistem Persyarafan
a. Suhu : 36,5 oC Tidak ditemukan masalah
keperawatan pada sistem persyarafan
b. GCS : 4 5 6
c. Keluhan Pusing : Klien tidak mengeluh pusing
e. Pemeriksaan Saraf Kranial
Pada pemeriksaan saraf kranial tidak ditemukan adanya kelainan dari N1 sampai dengan
N12, dan pupil klien isokor dengan diameter 3 mm, sclera anikterus, konjungtiva ananemis,
dan istirahat tidur klien 6 jam/hari dan klien mengatakan tidak memiliki gangguan tidur

30
5. Sistem Perkemihan 1. Gangguan Eliminasi Uri
2. Nyeri akut pada area perkemihan

- Inspeksi : terpasang silicon catether dengan ukuran 16 fr, genetalia bersih tidak ada
kemerahan maupun sekret pada meatus uretra, pada area supra pubic terpasang cystostomi
dengan kateter no 16 fr dalam kondisi di klem
- Palpasi : terdapat nyeri tekan pada area supra pubic, tidak ada distended kandung kemih,
terpasang cystostomy dengan kateter no 16 fr dalam kondisi di klem
- Urine : Jumlah urin 600 mL/6 jam , warna kuning jernih, tidak ada kemerahan, bau has
ammonia
- Intake : cairan peroral = 1500 mL/hari , parenteral = 1000 mL/hari.
- Balance Cairan =
Input = 2500
Output = 2400
+ 100 (excess)

6. Sistem Pencernaan
Tidak ditemukan masalah
keperawatan pada sistem perkemihan
BB : 75 Kg
TB : 170 cm
Tenggorokan :
- Tidak mengalami nyeri telan, tidak ada pembesaran tonsil , mulut bersih, membrane
mukosa lembab
Abdomen :
- Inspeksi : terdapat Cystostomi pada supra pubic, dengan kateter no 16 fr dalam
kondisi di klem
- Palpasi : Nyeri tekan area supra pubic
- Perkusi : tympani
- Auskultasi : bising usus 15x/menit
- Pola Eliminasi : Klien BAB sehari sekali dengan konsistensi lembek

31
7. Sistem Penglihatan
Tidak ditemukan masalah
keperawatan pada sistem perkemihan
Pengkajian segmen anterior dan posterior :
OD OS
- Visus -
- Palpebra -
An anemis Conjungtiva An anemis
- Kornea -
- BMD -
Isocor Pupil Isocor
- Iris -
- Lensa -
- TIO -

8. Sistem Pendengaran
Pada pemeriksaan pendengaran tidak ditemukan masalah keperawatan
9. Sistem Muskuloskeletal
Tidak ditemukan masalah keperawatan
pada sistem muskuloskeletal
Kemampuan pergerakan sendi klien bebas tidak terbatas dengan kekuatan otot 5,5,5,5
tidak terdapat kelainan ekstermitas atas maupun bawah, tidak ada kelainan tulang belakang dan
tidak terpasang traksi ataupun luka operasi, klien mampu bergerak bebas dan tidak ada tahanan.

32
10. Sistem Integumen
Penilaian Risiko Decubitus (Braden-Scale)
APEK YANG KRITERIA PENILAIAN
DI UKUR
1 2 3 4 NILAI

PRESEPSI TERBATAS KETERBATASAN TIDAK ADA


SANGAT TERBATAS 3
SENSORI SEPENUHNYA RINGAN GANGGUAN
TERUS KADANG-
KELEMBABAN MENERUS SANGAT LEMBAB KADANG JARANG BASAH 4
BASAH BASAH
KADANG2 LEBIH SERING
AKTIVITAS BEDFAST CHAIRFAST 3
JALAN JALAN
IMMOBILE KETERBATASAN TIDAK ADA
MOBILITAS SANGAT TERBATAS 4
SEPENUHNYA RINGAN KETERBATASAN
SANGAT KEMUNGKINANTIDAK SANGAT
NUTRISI ADEKUAT 4
BURUK ADEKUAT ADEKUAT
TIDAK
GESEKAN & POTENSIAL
BERMASALAH MENIMBULKAN 3
PERGERAKAN BERMASALAH
MASALAH
NOTE : Pasien dengan nilai total < 16 maka dapat dikatakan bahwa pasien
berisiko
TOTAL NILAI 22
mengalami dekubitus (pressure ulcers).(15 or 16 = low risk, 13 or 14 = moderat
risk, 12 or less = high ris)

11. Sistem Endokrin


Tidak ditemukan masalah
keperawatan pada sistem endokrin
Klien tidak memiliki pembesaran thyroid, tidak ada pembesaran getah bening tidak hiper
maupun hipoglikemia tidak ada luka gangren klien tidak memiliki riwayat DM.
PENGKAJIAN PSIKOSOSIAL
1. Persepsi klien terhadap penyakitnya :
Klien mengatakan sudah beradaptasi dengan penyakitnya karena sebelumnya klien pernah
mengalami penyakit yang serupa
2. Ekspresi klien terhadap penyakitnya
Klien terlihat terkadang diam namun klien kooperatif saat diwawancara dan tidak ditemukan
masalah gangguan konsep diri. Tidak di temukan masalah keperawatan

PERSONAL HYGIENE & KEBIASAAN


1. Kebersihan diri : selam sakit kllien diseka pada pagi dan sore hari
2. Kemampuan klien dalam pemenuhan kebutuhan : klien mengatakan untuk mandi dibantu
yang menjaganya diseka pada pagi dan sorehari namun untukk gosok gigi dan makan maupun
berhias klien mampu mandiri

33
PENGKAJIAN SPIRITUAL
1. Kebiasaan beribadah : Klien mengtakan sering beribadah sebelum dan sesudah sakit
2. Bantuan yang diperlukan klien untuk memenuhi kebutuhan beribadah : Klien mengatakan
membutuhkan bantuan untuk berwuduh

PEMERIKSAAN PENUNJANG (Laboratorium, Radiologi, EKG, USG, dll)


Lab pada tanggal 6 Maret 2018
Hb :12,9 g/dL (N : 13,3-16,6) (√) Na : 140 mmol/L ( N : 136-145)
PLT :231 103/μL (N : 150 - 400) Clorida: 103,0 mmol/L (N : 98-107 )
WBC :5,24 103/μL (N : 3,37-10) BUN : 16,0 mg/dL (N : 7-18)
Ka : 3,5 mmol/L (N : 3,5-5,3 mmol/L)

TERAPI
Terapi tanggal 12 Maret 2018
 Injeksi Cefo Sulbactam 2 x 1 gr per IV (selama 2 hari)
 Injeksi Tranexamic Acid 3 x 500 mg per IV
 injeksi antrain 3 x 1 gr per IV

DATA TAMBAHAN LAIN


Tanggal 14 Februari 2018
 Parsial striktur uretra pas bulbosa sepanjang 1,5 cm dengan passase kontras yang masih lancar
 Dilatasi pars prostatika sepanjang kurang lebih 3,3 cm dan diameter kurang lebih 1,5 cm
 Tak tampak fistel

34
ANALISA DATA
TANGGAL DATA ETIOLOGI MASALAH
12 Maret S : Klien mengatakan nyeri pada perut Striktur uretra Nyeri akut
2018 bagian bawah bekas operasi sejak sadar
sehabis operasi
O: Pembedahan
1. Terdapat cystostomi dengan selang
cateter no 16 fr dalam kondisi di klem
2. Post operasi pen endoctomy ( tgl 12-03- Luka insisi / terputusnya kontinuitas jaringan
2018) hari ke 0
3. Terpasang silikon cateter
4. Ekspresi wajah menyeringai Nyeri
5. Skala nyeri 4 (agak mengganggu).
6. Td : 110/70 mmhg, Nadi : 86 x/menit
12 Maret S : Klien mengatakan kencing dengan Striktur uretra Gangguan
2018 menggunakan selang cateter eliminasi uri
O:
1. Terpasang cateter silikon no 16 fr Penedoctomy
terfixasi pada paha kanan
2. Meatus uretra bersih tidak ada
kemerahan Pemasangan cateter
3. Adanya riwayat pembedahan
penendoctomy tgl 12 Maret 2018
12 Maret S : klien mengataan nyeri pada area bekas Struktur uretra Resiko Infeksi
2018 operasi
O:
1. terdapat cytostomy pada supra pubis
dengan kateter no 16 fr, kondisi terawat Systostomy Pembedahan
baik, tidak ada kemerahan, tidak ada
pus. Resiko infeksi Pemasangan silikon
2. Cateter cytostomy dalam kondisi di cateter 2-4 minggu
klem

35
3. Tidak ada kemerahan pada meatus Resiko infeksi
uretra .
4. Produksi Urine : 2400 ml/24 jam,
warna kuning jernih, tidak ada
kemerahan, bau has amoniak
5. Suhu : 36,3 oc
6. Nadi : 20x/menit

36
DAFTAR PRIORITAS DIAGNOSA KEPERAWATAN

TANGGAL : 12 Maret 2018


1. Nyeri akut berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan
2. Gangguan eliminasi urin berhubungan dengan prosedur infasive pemasangan silikon
cateter
3. Resiko infeksi berhubungan dengan status cytostomy

37
INTERVENSI KEPERAWATAN
HARI/ WAKTU DIAGNOSA KEPERAWATAN INTERVENSI
TANGGAL (Tujuan, Kriteria Hasil)
12 Maret 13.15 Nyeri b.d terputusnya kontinuitas jaringan 1. Kaji sakala nyeri
2018 NOC : 2. Kolaborasi pemberian analgetik
1. Pain level dengan medis
2. Pain control 3. Ajarkan teknik distraksi dan
3. Comfort level relaksasi
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 X 24 jam 4. Berikan HE pada klien tentang
diharapkan masalah nyeri teratasi nyeri dan penyebabnya
Kriteria Hasil : 5. Optimalkan lingkungan
1. Mampu mengontrol nyeri terapeutik
2. Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan 6. Observasi TTV
menggunakan managejemen nyeri
3. Mampu mengenal nyeri
4. Mengatakan rasa nyaman
12 Maret 13.15 Gangguan eliminasi urin 1. Kaji output urin dan
2018 NOC : karakteristik nyeri
1. Urinary elimination 2. Pertahankan cateter silikon
2. Urinary contiunence selama 2-4 minggu
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 7 hari 3. Rawat kateter silikon
diharapkan masalah gangguan eliminassi uri teratasi menggunakan tindakan aseptik
Kriteria Hasil : 4. Jelaskan kepada klien tentang
1. Klien dapat beradaptasi dengan kateter yang penyakitnya
terpasang 5. Observasi TTV
2. Tidak ada spasme pada buli 6. Menjaga kepatenan kateter
3. Tidak ada nyeri saat berkemih, skala nyeri 1-2

13 Maret 13.30 Resiko infeksi 1. Observasi adanya tanda infeksi


2018 2. Rawat luka Cystostomy dengan
NOC: prinsip aseptik
1. Infection control 3. Beri HE tentang penyakit

38
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 X 7 hari 4. Observasi TTV
diharapkan masalah resiko infeksi tidak terjadu 5. Ajarkan perawatan systostomi
Kriterai Hasil : kepada klien saat dirumah
1. Tidak ada tanda-tanda infeksi berupa kemerahan,
panas dan hematom disekitar area infeksi
2. Suhu dalam batas normal yaitu 36-37 oc
3. Jumlah leukosit dalam batas normal 4000x103 –
10.000x103

IMPLEMENTASI DAN EVALUASI


Hari No Jam Implementasi Paraf Jam Evaluasi (SOAP) Paraf
/tgl/shhif DK
12-03- 1 13:30 1. Kolaborasi dengan tim medis 15:20 S : Klien mengatakan nyeri berkurang
2018 pemberian analgesik O:
 Injeksi antrain 1 gr per IV  Ekspresi wajah rileks
13:40 2. Mengkaji skala nyeri  Klien dapat mendemostrasikan
 Nyeri skala 4 (agak mengganggu) teknik relaksasi dan distraksi saat
13:40 3. Mengajarkan teknik distraksidan nyeri datang
relaksasi  TD :110/70 mmHg Nadi :
 Relaksasi : dengan bernapas 80x/menit
dalam A: Masalah nyeri teratasi sebagian
 Distraksi : dengan mengobrol P : Pertahankan interevensi
15:00 klien maupun keluarga klien 1. Kolaborasi pemberian anal
4. Mengukur TTV gesik antrain 3 x 1 gr/hari
 TD : 110/70 mmHg sampai 2-3 hari post operasi
 Nadi: 76x/menit 2. Ajarkan teknik distraksi dan
 RR: 16x/menit relaksasi
15:30 3. Observasi tanda vital
 Suhu :36⸰C
5. Memberikan HE tentang nyeri dan 4. Evaluasi pemahaman klien
16:00 tentang nyeri
penyebabnya
6. Menciptakan lingkungan yang I : Melakukan tindakan sesuai
terapeutik : implementasi

39
 Membatasi jumlah penggunjung
12/03/2018 2 18:30 1. Mengkaji Output Urin : 19:00 S: Klien mengatakan dapat
- Urin : 2400 ml/24 jam beradaptasi dengan cateter yg
- Warna kuning jernih, tidak terpasang
ada perdarahan O:
18:30 - Balance Cairan :  Urin produksi : 600ml/6 jam
Input = 2500 warna kuning jenih
19:00 Output = 2400  Tidak terdapat spasme pada
+ 100 (excess) area supra pubis
 Kateter terfixsasi baik
2. Menjaga kepatenan cateter A : Masalah gangguan pola eliminasi
19:00  Memberikan fixsasi pada cateter teratasi sebagian
3. Memberi HE pada klien tentang P : Pertahankan intervensi
penyakitnya,memberi informasi  Pertahankan cateter silicon
tentang cateter yang terpasang kurang sampai dengan 2-4 minggu
lebih 2-4 minggu setelah operasi. post operasi
09:00 4. Mengobservasi TTV :  Rawat kateter dengan teknik
 TD : 110/70 mmHg aseptik
 Nadi : 80x/menit
 S: 36x/menit
 RR:18x/menit
5. Merawat cateter silikon dengan
menggunakan NaCl 0,9 %.
- Meatus urethra bersih, tidak
ada kemerahan
13-03- 3 09:00 1. Mengobsservasi adanya tanda infeksi 14.00 S :Klien mengatakan mengerti cara
2018  Luka systostomy baik, tidak ada merawat systostomi di rumah
kemerahan/ pus pada area systostomi O:
09:00 2. Merawat cystostomi dengan teknik  Tidak ada tanda infeksi berupa
aseptik kemerahan, panas, tidak ada pus
 Mengganti kasa pada sytostomi pada area sistostomi
09:00 3. Mengobservasi TTV  Cystostomy terawat baik

40
 TD: 100/70 mmHg  Leukosit 4:50 x103
 S: 36 oc  Suhu : 36,7 oc
 Nadi :76 x/menit A : Masalah resiko infeksi tidak
4. Memberikan HE kepada klien tentang terjadi
10:00 penyakit dan cara perawatan P : Pertahankan Intervesi
systostomi dirumah  Gunakan teknik
Aseptik
 Observasi TTV
 Beri HE tentang perawatan
systostomy di rumah

13-03- 1 09:00 1. Kolaborasi dengan tim medis S : Klien mengatakan nyeri hilang
2018 pemberian analgesik O:
 Injeksi antrain 1 gr per IV  Ekspresi wajah rileks
09:10 2. Mengkaji skala nyeri  Klien dapat mendemostrasikan
- Nyeri skala 4 (agak teknik relaksasi dan distraksi saat
mengganggu) nyeri datang
09:30 3. Mengajarkan teknik distraksidan  TD :110/70 mmHg
relaksasi  Nadi : 80x/menit
- Relaksasi : dengan bernapas A: Masalah nyeri teratasi
dalam P : Pertahankan interevensi
- Distraksi : dengan mengobrol 1. Kolaborasi pemberian anal
klien maupun keluarga klien gesik antrain 3 x 1 gr/hari
10:00 4. Mengukur TTV sampai 2-3 hari post operasi
- TD : 110/70 mmHg 2. Ajarkan teknik distraksi dan
- Nadi : 76x/menit relaksasi
- Respirasi : 16x/menit 3. Observasi tanda vital
- Suhu :36◦C 4. Rencanakan poliklinis
11:00 6. Mengevaluasi pemahaman klien I : Melakukan tindakan sesuai
tentang nyeri dan penyebabnya implementasi

41
12:00 7. Menciptakan lingkungan yang
terapeutik :
- Membatasi jumlah
penggunjung
13-03- 09:00 1. Mengkaji Output Urin : S: Klien mengatakan dapat
2018 - Urin : 2400 ml/24 jam beradaptasi dengan cateter yg
- Warna kuning jernih, tidak terpasang
ada perdarahan O:
- Balance Cairan :  Urin produksi : 500ml/6 jam
Input = 2500 warna kuning jenih
Output = 2400  Tidak terdapat spasme pada
+ 100 (excess) area supra pubis
 Kateter terfixsasi baik
09:10 2. Menjaga kepatenan cateter A : Masalah gangguan eliminasi
 Memberikan fixsasi pada cateter urine teratasi
09:30 pada paha kanan P : Pertahankan intervensi
3. Memberi HE pada klien tentang  Pertahankan cateter silicon
penyakitnya. sampai dengan 2-4 minggu
- Memberi informasi tentang post operasi
cateter yang terpasang kurang  Rawat kateter dengan teknik
lebih 2-4 minggu setelah aseptik
10:00 operasi.  Rencanakan poliklinis
4. Mengobservasi TTV :
 TD : 110/70 mmHg
 Nadi : 80x/menit
 Suhu: 36x/menit
11:00  Respirasi:18x/menit
5. Merawat cateter silikon dengan
menggunakan NaCl 0,9 %.
- Meatus urethra bersih, tidak
ada kemerahan

42
DAFTAR PUSTAKA

Baroroh Dewi Baririet. 2011. Nursing Care Plan : Striktur Uretra. Malang : Medical Surgical
Department PSIK FIKES UMM.

Cook J, Sankaran B, Wasunna A.E.O. 1995. Uretra Pria, Dalam: Penatalaksanaan Bedah Umum
di Rumah Sakit. Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta,. Hal;165-166.

Doenges E. Marilynn, Rencana Asuhan keperawatan : Pedoman Untuk Perencanaan dan


Pendokumentasian Perawatan Pasien, Jakarta. EGC. 2000

Gibson, John. (2003).Fisiologi dan Anatomi Modern untuk Perawat Edisi 2,Jakarta:EGC

Gousse, Angelo E.,et al. Uretral Strikturs in Males. Avaible


from: http://emedicine.medscape.com/article/450903-overview. (Akses: 13 Maret 2018)

Hapsari, Chairunnisa P. 2010. Hubungan antara Pembesaran prostat Jinak dengan Gambaran
Endapan Urin di Kandung Kemih pada Pemeriksaan Ultrasonografi.Surakarta : Fakultas
Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta

Hapsari Tri dkk.2009. Gambaran Pengetahuan Pasien Penderita Striktur Uretra Tentang
Pencegahan Kejadian Ulang Striktur Uretra di Ruang Perawatan Bedah Rumah Sakit Dr
Hasan Sadikin Bandung. Bandung : Jurnal Kesehatan Kartika Stikes A. Yani

Mundy, Anthony R. and Andrich, Daniela E. 2010. Uretral strikturs. BJU International. Vol. 107,
Hal. 6-26.

Nanda, NOC, NIC.2015-2017.Asuhan Keperawatan

Nursalam. 2008. Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Gangguan Sistem Perkemihan.
Jakarta: Salemba Medika.

Pearce, Evelyn C. (2000). Anatomi dan Fisiolog untuk Paramedis Edisi Baru. Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama.

Purnomo BB., Seto S. Striktur Uretra. Dalam: Dasar-Dasar Urologi. Edisi Kedua. Pene Susanne,
C Smelzer, Keperawatan Medikal Bedah (Brunner &Suddart) , Edisi VIII, Volume 2,
Jakarta, EGC, 2002

Wein. 2009. Uretral Striktur Disease. In. Campbell-Walsh Urology, 9th ed. Wein, Alan J. Et al
(editor) Saunders Elsevier.

43

Anda mungkin juga menyukai