Anda di halaman 1dari 27

Pengertian Beras

Beras adalah bagian bulir padi (gabah) yang telah dipisah dari sekam.
Sekam (Jawa merang) secara anatomi disebut 'palea' (bagian yang ditutupi)
dan 'lemma' (bagian yang menutupi).
Pada salah satu tahap pemrosesan hasil panen padi, gabah ditumbuk dengan
lesung atau digiling sehingga bagian luarnya (kulit gabah) terlepas dari
isinya. Bagian isi inilah, yang berwarna putih, kemerahan, ungu, atau
bahkan hitam, yang disebut beras.
Beras umumnya tumbuh sebagai tanaman tahunan. Tanaman padi dapat
tumbuh hingga setinggi 1 - 1,8 m. Daunnya panjang dan ramping dengan
panjang 50 - 100 cm dan lebar 2 - 2,5 cm. Beras yang dapat dimakan
berukuran panjang 5 - 12 mm dan tebal 2 - 3 mm.

Anatomi beras
Beras sendiri secara biologi adalah bagian biji padi yang terdiri dari aleuron,
lapis terluar yang sering kali ikut terbuang dalam proses pemisahan kulit,
endosperma, tempat sebagian besar pati dan protein beras berada, dan
embrio, yang merupakan calon tanaman baru (dalam beras tidak dapat
tumbuh lagi, kecuali dengan bantuan teknik kultur jaringan). Dalam bahasa
sehari-hari, embrio disebut sebagai mata beras.

Kandungan beras
Sebagaimana bulir serealia lain, bagian terbesar beras didominasi oleh pati
(sekitar 80-85%). Beras juga mengandung protein, vitamin (terutama pada
bagian aleuron), mineral, dan air.
Pati beras tersusun dari dua polimer karbohidrat:
- amilosa, pati dengan struktur tidak bercabang
- amilopektin, pati dengan struktur bercabang dan cenderung bersifat
lengket
Perbandingan komposisi kedua golongan pati ini sangat menentukan warna
(transparan atau tidak) dan tekstur nasi (lengket, lunak, keras, atau pera).
Ketan hampir sepenuhnya didominasi oleh amilopektin sehingga sangat
lekat, sementara beras pera memiliki kandungan amilosa melebihi 20%
yang membuat butiran nasinya terpencar-pencar (tidak berlekatan) dan
keras.

Macam dan warna beras


Warna beras yang berbeda-beda diatur secara genetik, akibat perbedaan gen
yang mengatur warna aleuron, warna endospermia, dan komposisi pati pada
endospermia.
Beras "biasa" yang berwarna putih agak transparan karena hanya memiliki
sedikit aleuron, dan kandungan amilosa umumnya sekitar 20%. Beras ini
mendominasi pasar beras.
Beras merah, akibat aleuronnya mengandung gen yang memproduksi
antosianin yang merupakan sumber warna merah atau ungu.
Beras hitam, sangat langka, disebabkan aleuron dan endospermia
memproduksi antosianin dengan intensitas tinggi sehingga berwarna ungu
pekat mendekati hitam.
Ketan (atau beras ketan), berwarna putih, tidak transparan, seluruh atau
hampir seluruh patinya merupakan amilopektin.
Ketan hitam, merupakan versi ketan dari beras hitam.
Beberapa jenis beras mengeluarkan aroma wangi bila ditanak (misalnya
'Cianjur Pandanwangi' atau 'Rajalele'). Bau ini disebabkan beras melepaskan
senyawa aromatik yang memberikan efek wangi. Sifat ini diatur secara
genetik dan menjadi objek rekayasa genetika beras.
Aspek pangan
Beras dimanfaatkan terutama untuk diolah menjadi nasi, makanan pokok
terpenting warga dunia. Beras juga digunakan sebagai bahan pembuat
berbagai macam penganan dan kue-kue, utamanya dari ketan, termasuk pula
untuk dijadikan tapai. Selain itu, beras merupakan komponen penting bagi
jamu beras kencur dan param. Minuman yang populer dari olahan beras
adalah arak dan air tajin.
Dalam bidang industri pangan, beras diolah menjadi tepung beras. Sosohan
beras (lapisan aleuron), yang memiliki kandungan gizi tinggi, diolah
menjadi tepung bekatul (rice bran). Bagian embrio juga diolah menjadi
suplemen makanan dengan sebutan tepung mata beras.
Untuk kepentingan diet, beras dijadikan sebagai salah satu sumber pangan
bebas gluten dalam bentuk berondong.
Di antara berbagai jenis beras yang ada di Indonesia, beras yang berwarna
merah atau beras merah diyakini memiliki khasiat sebagai obat. Beras
merah yang telah dikenal sejak tahun 2.800 SM ini, oleh para tabib saat itu
dipercaya memiliki nilai nilai medis yang dapat memulihkan kembali rasa
tenang dan damai. Meski, dibandingkan dengan beras putih, kandungan
karbohidrat beras merah lebih rendah (78,9 gr : 75,7 gr), tetapi hasil analisis
Nio (1992) menunjukkan nilai energi yang dihasilkan beras merah justru di
atas beras putih (349 kal : 353 kal). Selain lebih kaya protein (6,8 gr : 8,2
gr), hal tersebut mungkin disebabkan kandungan tiaminnya yang lebih
tinggi (0,12 mg : 0,31 mg).
Kekurangan tiamin bisa mengganggu sistem saraf dan jantung, dalam
keadaan berat dinamakan beri-beri, dengan gejala awal nafsu makan
berkurang, gangguan pencernaan, sembelit, mudah lelah, kesemutan,
jantung berdebar, dan refleks berkurang.
Unsur gizi lain yang terdapat pada beras merah adalah fosfor (243 mg per
100 gr bahan) dan selenium. Selenium merupakan elemen kelumit (trace
element) yang merupakan bagian esensial dari enzim glutation peroksidase.
Enzim ini berperan sebagai katalisator dalam pemecahan peroksida menjadi
ikatan yang tidak bersifat toksik. Peroksida dapat berubah menjadi radikal
bebas yang mampu mengoksidasi asam lemak tidak jenuh dalam membran
sel hingga merusak membran tersebut, menyebabkan kanker, dan penyakit
degeneratif lainnya. Karena kemampuannya itulah banyak pakar
mengatakan bahan ini mempunyai potensi untuk mencegah penyakit kanker
dan penyakit degeneratif lain.
Produksi padi (gabah kering giling) 10 negara terbesar tahun 2009
(dalam juta metrik ton)
Produksi padi per negara — 2009
(million metric ton)

Republik Rakyat Cina 196

India 133

Indonesia 64
Bangladesh 47

Vietnam 38

Myanmar 32

Thailand 32

Filipina 16

Brasil 12

Jepang 10

Sumber:
fao.org

Produksi beras indonesia (dalam ribuan ton)


Produksi beras diprediksi sebagai 63,2% dari produksi Gabah Kering
Giling (GKG):

Produksi Produksi Produksi Produksi


Tahun Tahun Tahun Tahun
(kiloton) (kiloton) (kiloton) (kiloton)

1983 25.932 1992 31,356 2001 31,891 2009 40,656

1984 24,006 1993 31,318 2002 32,130 2010 42,43**

1985 26.542+ 1994 30,317 2003 32,950 2011 41,32

1986 27,014+ 1995 32,334 2004 [7] 33,490

1987 27,253+ 1996 33,216 2005 34,120

1988 28,340 1997 31,206 2006 34,600+

1989 29,072 1998 31,118 2007 36,970+§


1990 29,366 1999 31,294 2008 38,078+#

1991 29,047 2000 32,130 2008 40,34*


+Swasembada beras
§Dengan asumsi produksi GKG 58.5 juta ton yang setara dengan 36,9 juta
ton beras
#Perkiraan BPS Maret 2009
*surplus 3 juta ton dan asumsi bahwa 63.83 juta ton GKG setara dengan
40.34 juta ton beras
**67.15 juta ton GKG diasumsikan setara dengan 42.43 juta ton beras
Sumber:BPS dan The Rice Report, 2003

Impor beras indonesia (dalam ribuan ton)

Tahun Produksi (kiloton)

1983 1.169

1984 403

1985 -371 (swasembada beras)

1986 -213

1987

1988 13

1989 325

1990 32

1991 179
1992 561

1993 -540

1994 643

1995 3.104

1996 1.090

1997 406

1998 6.077

1999 4.183

2000 1.512

2001 1.404

2002 3.703

2003 550

2004 0 (impor dilarang)

2005 0 (surplus 16 ribu ton)

2006 15

2007 500

2008 0

2009 0 (perkiraan)
Sumber: BPS dan The Rice Report, 2003

Padi
Padi (bahasa latin: Oryza sativa L.) merupakan salah satu tanaman budidaya
terpenting dalam peradaban. Meskipun terutama mengacu pada jenis
tanaman budidaya, padi juga digunakan untuk mengacu pada beberapa jenis
dari marga (genus) yang sama, yang biasa disebut sebagai padi liar. Padi
diduga berasal dari India atau Indocina dan masuk ke Indonesia dibawa oleh
nenek moyang yang migrasi dari daratan Asia sekitar 1500 SM. [1]
Produksi padi dunia menempati urutan ketiga dari semua serealia, setelah
jagung dan gandum. Namun demikian, padi merupakan sumber karbohidrat
utama bagi mayoritas penduduk dunia.
Hasil dari pengolahan padi dinamakan beras.
Budidaya padi
S.R.I. adalah teknik budidaya padi yang mampu meningkatkan
produktivitas padi dengan cara mengubah pengelolaan tanaman, tanah, air,
dan unsur hara. Metode S.R.I. ini terbukti telah berhasil meningkatkan
produktivitas padi sebesar 50 % bahkan di beberapa tempat mencapai lebih
dari 100 %.
Teknik S.R.I. ini telah berkembang di 36 negara antara lain Indonesia,
Kamboja, Laos, Thailand, Vietnam, Bangladesh, Cina, Nepal, Srilanka,
Gambia, Madagaskar dan lainnya.
Dalam budidaya padi metode S.R.I. ini ada beberapa prinsip yang menjadi
ketentuan, yaitu :
a. Tanam bibit muda berusia kurang dari 12 hari setelah sebar (hss) ketika
bibit masih berdaun 2 helai.
b. Tanam bibit satu lubang satu batang dengan jarak tanam biasa 25 Cm x
25 Cm, 30 Cm x 30 Cm atau legowo 2.
c. Pindah tanam harus hati-hati karena batang masih lemah dan akar tidak
putus dan ditanam tidak dalam.
d. Pemberian air maksimal 2 Cm dengan cara intermitten (berselang).
e. Penyiangan sejak awal pada umur 10 hari dan diulang sampai 3 kali
dengan interval 10 harian.
f. Upayakan menggunakan pupuk organik.
Kelebihan S.R.I. dibandingkan dengan tanam padi secara biasa petani
(konvensional) adalah :
a. Tanaman hemat air.
b. Hemat biaya benih.
c. Hemat waktu karena panen lebih awal.
d. Produksi bisa meningkat.

Budidaya Padi Metode S.R.I.


a. Pengolahan Tanah
• Tanah dibajak sedalam 25 – 30 Cm.
• Benamkan sisa-sisa tanaman dan rumput-rumputan
• Gemburkan dengan garu sampai terbentuk struktur lumpur yang
sempurna, lalu diratakan sehingga saat diberikan air ketinggiannya di
petakan sawah merata.
• Sangat dianjurkan pada waktu pembajakan diberikan pupuk organik
(pupuk kandang,pupuk kompos,pupuk hijau).
b. Pemilahan Benih Bernas dengan Larutan Garam
Untuk mendapatkan benih yang bermutu baik (bernas) maka perlu
dilakukan pemilihan, walaupun benih tersebut dihasilkan sendiri, atau benih
berlabel yaitu dengan menggunakan larutan garam dengan langkah-langkah
sebagai berikut:
• Masukan air kedalam ember, kemudian masukan garam lalu diaduk
sampai larut, jumlah garam dianggap cukup bila telur itik bisa mengapung.
• Masukan benih padi kedalam ember, kemudian pisahkan benih yang
mengambang dengan yang tenggelam. Selanjutnya benih yang
tenggelam/benih yang bermutu dicuci dengan air biasa sampai bersih.
c. Perendaman dan Pemeraman Benih
Setelah uji benih selesai proses berikutnya adalah:
• Benih yang bermutu (tenggelam) direndam dalam air bersih selama 24-
48 jam.
• Setelah direndam, dianginkan (ditiriskan) selama 24-48 jam sampai
berkecambah
d. Persemaian
Persemaian untuk budidaya S.R.I dapat dilakukan dengan mempergunakan
baki plastik atau kotak yang terbuat dari bambu/besek. Hal ini dimaksudkan
untuk mempermudah pemindahan, pencabutan, dan penanaman.
Proses persemaian adalah sebagai berikut:
• Benih yang dipergunakan tergantung pada kebiasaan/ kesukaan petani
(bermutu baik/bernas).
• Penyiapan tempat persemaian dilapisi dengan daun pisang yang sudah
dilemaskan, kemudian diberikan tanah yang subur bercampur kompos
(perbandingan 1:1), tinggi tanah pembibitan sekitar 4cm.
• Benih yang ditaburkan ke dalam tempat persemaian, kemudian ditutup
tanah tipis.
e. Penanaman
• Pola penanaman bibit metoda S.R.I adalah bujur sangkar 30 x 30 cm, 35
x 35 cm atau lebih jarang lagi misalkan sampai 50 x 50 cm pada tanah
subur.
• Garis-garis bujur sangkar dibuat dengan caplak.
• Bibit ditanam pada umur 5-15 hari (daun dua) setelah semai, dengan
jumlah bibit per lubang satu, dan dangkal 1-1,5 cm, serta posisi perakaran
seperti huruf L.
f. Pemupukan
Takaran pupuk an-organik (kimia) disesuaikan dengan anjuran. Hasil
Demplot digunakan pupuk kimia sebagai berikut:
• Pemupukan I pada umur 7-15 HST dengan dosis Urea 125kg/Ha, SP-36
100kg/ha.
• Pemupukan II pada umur 20-30 HST dengan dosis Urea 125kg/ha
• Pemupukan III pada umur 40-45 HST dengan dosis ZA 100kg/ha. jika
tanaman belum bagus.
Metode S.R.I sangat menganjurkan pemakaian pupuk organik (pupuk
kandang, kompos atau pupuk hijau/daun-daunan), penggunaan pupuk
organik selain memperbaiki struktur tanah juga bisa mengikat
air/menghemat air.
g. Penyiangan
Penyiangan dilakukan dengan mempergunakan alat penyiang jenis landak
atau rotary weeder, atau dengan alat jenis apapun dengan tujuan untuk
membasmi gulma dan sekaligus penggemburan tanah. Penyiangan
dilakukan sebanyak 3 kali atau lebih, sesuai kondisi sawah. Semakin sering
dilakukan penyiangan akan dapat meningkatkan produksi.
h. Pemberian air secara terputus/berselang
Dengan cara terputus-putus (intermitten) dengan ketinggian air di petakan
sawah maksimum 2 cm, paling baik macak-macak (0,5 cm). Pada periode
tertentu petak sawah harus dikeringkan sampai tanahnya pecah-pecah
rambut.
i. Panen
Panen dilakukan setelah tanaman sudah tua dengan ditandai menguningnya
semua bulir secara merata atau masaknya gabah. Bulir padi telah benar-
benar bernas berisi. Bila dihitung dari pesemaian, maka umur panen lebih
singkat dibandingkan dengan cara konvensional.

http://id.wikipedia.org/wiki/Beras
http://id.wikipedia.org/wiki/Padi

sumber ;

http://indaharitonang-fakultaspertanianunpad.blogspot.co.id/2013/05/pengertian-
beras.html
http://digilib.unila.ac.id/16138/13/BAB%20II.pdf

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Beras

Beras adalah biji gabah yang bagian kulitnya sudah dipisahkan dengan cara

digiling dan disosoh menggunakan alat pengupas dan penggiling serta alat

penyosoh (Astawan dan Wresdiyati, 2004). Beberapa cara penggolongan beras

yaitu (1) berdasarkan varietas padinya, sehingga dikenal adanya beras Bengawan

Solo, Celebes, Sintanur, dan lain-lain, (2) berdasarkan asal daerahnya, sehingga

dikenal adanya beras Cianjur, beras Garut, dan beras Banyuwangi, (3)

berdasarkan cara pengolahannya, sehingga dikenal adanya beras tumbuk dan

beras giling, (4) berdasarkan tingkat penyosohannya, sehingga dikenal beras

kualitas I atau beras kualitas II, (5) berdasarkan gabungan antara sifat varietas

padi dengan tingkat penyosohannya (Winarno, 2004). Sifat-sifat fisik beras antara

lain suhu gelatinisasi, konsistensi gel, penyerapan air, kepulenan, kelengketan,

kelunakan, dan kilap nasi (Damardjati dan Purwani, 1991).

Karbohidrat utama dalam beras adalah pati dan hanya sebagian kecil pentosan,
selulosa, hemiselulosa, dan gula. Pati beras berkisar antara 85 – 90% dari berat

kering beras. Kandungan pentosan berkisar antara 2 – 2,5% dan gula 0,6 – 1,4%

dari beras pecah kulit (Winarno, 1997). Komposisi kimia beras pecah kulit dapat

dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Komposisi kimia beras putih kulit per 100 g.

Keterangan Nilai Energi Karbohidrat 79 g Gula Serat pangan Lemak Protein Air Thiamin
(Vit. B1) Riboflavin (Vit. B2) Niasin (Vit. B3) Asam Pantothenat (B5) Vitamin B6 Folat (Vit.
B9) Kalsium Besi Magnesium Mangan Forfor Potassium Seng 1,527 kJ (365 kkal) 79 g
0,12 g 0,66 g 7,13 g 11,62 g 0,070 mg (5%) 0,049 mg (3%) 1,6 mg (11%) 1,014 mg (20%)
0,164 mg (13%) 8 μg (2%) 28 mg (3%) 0,80 mg (6%) 25 mg (7%) 1,088 mg (54%) 115 mg
(16%) 115 mg (2%) 1,09 mg (11%) Sumber: Sumber Data Nutrisi USDA, 2009.

Berdasarkan data dari Angka Tetap (ATAP) produksi padi pada tahun 2012

sebesar 69,06 juta ton Gabah Kering Giling (GKG) atau mengalami kenaikan

sebesar 3,30 juta ton (5,02 persen) dibandingkan tahun 2011. Produksi padi pada

tahun 2013 diperkirakan 69,27 juta ton GKG atau mengalami kenaikan sebesar

0,21 juta ton (0,31 persen) dibandingkan tahun 2012. Kenaikan produksi tersebut

diperkirakan terjadi di Jawa sebesar 0,02 juta ton dan di luar Jawa sebesar 0,19

juta ton. Kenaikan produksi diperkirakan terjadi karena peningkatan luas panen

seluas 5,69 ribu hektar (0,04 persen) dan peningkatan produktivitas sebesar 0,14

kuintal/hektar (0,27 persen) (Badan Pusat Statistik, 2013).


Mutu kematangan atau tanak nasi sangat dipengaruhi oleh sifat fisikokimia beras

seperti suhu gelatinisasi pati, pengembangan volume, penyerapan air, viskositas

pasta, dan konsistensi gel pati dalam proses pengolahannya (Purwani, 2001).

Suhu gelatinisasi pati adalah suhu saat granula pati pecah dengan adanya

penambahan air panas saat proses pengolahan. Setiap jenis pati memiliki suhu

gelatinisasi berbeda-beda tergantung varietas beras dan berpengaruh terhadap

lama pemasakan. Beras yang mempunyai suhu gelatinisasi tinggi membutuhkan

waktu pemasakan lebih lama daripada beras yang mempunyai suhu gelatinisasi

rendah (Winarno, 2008). Konsumsi nasi yang mempunnyai Indeks Glikemik

rendah atau dari beras berkadar amilosa tinggi menyebabkan laju pencernaan

lebih lambat karena pada saat pengolahan atau pemanasan amilosa membentuk

senyawa kompleks yang berikatan dengan lipid sehingga menurunkan kerentanan

terhadap hidrolisis enzimatik sehingga laju pencernaan daya cerna pati menurun

(Widowati, 2007).

Berdasarkan kandungan amilosanya, beras dapat dibedakan menjadi beras ketan

dengan kadar amilosa <10%, beras beramilosa rendah kadar amilosa 10 – 20%,

beras beramilosa sedang dengan kadar amilosa 20 – 25%, dan beras beramilosa

tinggi dengan kadar amilosa >25% (Juliano, 2006). Beras berkadar amilosa

rendah mempunyai sifat nasi yang pulen, tidak terlalu basah maupun kering.

Sedangkan beras berkadar amilosa tinggi mempunyai sifat nasi yang keras, kering
dan pera. Penduduk daerah tropis seperti Indonesia, Pakistan dan sebagian

Filipina menyukai beras berkadar amilosa sedang, sedangkan penduduk Srilanka,

Vietnam Selatan, Malaysia Barat, dan Burma menyukai beras berkadar amilosa

tinggi (Damardjati dan Purwani, 1991).

10

2.2. Nasi Instan

Beras merupakan makanan pokok yang mengandung karbohidrat yang dibutuhkan

tubuh. Beras memiliki banyak keunggulan antara lain kandungan karbohidrat,

vitamin dan mineral yang tinggi, serta kandungan amilosa dan amilopektin yang

beragam. Secara umum, beras membutuhkan waktu 45 – 60 menit agar dapat

dikonsumsi yang meliputi pencucian, perendaman, pemasakan, dan pengukusan.

Selain itu, beras juga dapat dimasak dengan metode quick cooking rice sehingga

menjadi beras instan yang dapat disajikan dalam waktu singkat. Beras instan ini

dibuat menjadi porous sehingga air dan panas lebih cepat terserap ke dalam biji

beras sehingga proses gelatinisasi menjadi lebih cepat dan menyebabkan waktu

memasak beras juga menjadi lebih cepat. Nasi dapat dikatakan instan adalah

apabila dapat dipersiapkan dalam waktu 1 sampai 5 menit dengan cara persiapan

yang sederhana. Setelah dimasak, diharapkan nasi instan tetap mempunyai rasa,
aroma, tekstur, warna dan kenampakan seperti nasi biasa. Begitu pula nilai gizi

dan komposisi seimbang serta dapat diproduksi dalam jumlah banyak (Pamungkas

et al., 2013).

Nasi instan dapat menjadi pangan fungsional bagi penderita diabetes mellitus

apabila ditambahkan komponen aktif yang dapat menurunkan daya cerna patinya

(Indrasari et al., 2008). Nasi instan fungsional dangan daya cerna rendah dapat

diproduksi dengan menggunakan ekstrak teh hijau (Widowati, 2007). Hal ini

karena teh hijau memiliki komponen aktif seperti senyawa polifenol (Wijaya et

al., 2012). Senyawa polifenol dapat menurunkan daya cerna protein maupun pati

sehingga respon glikemiknya menurun (Himmah dan Handayani, 2012).

11

2.3. Tingkat Hidrolisis dan Daya Cerna Pati

Pati merupakan sumber utama karbohidrat dalam pangan berupa polisakarida

yang tersimpan dalam jaringan tanaman, berupa granula dalam kloroplas daun dan

dalam amiloplas pada biji dan umbi (Sajilata et al., 2006). Pati merupakan

homopolimer yang tersusun dari banyak glukosa dengan ikatan glikosidik. Ikatan

glikosidik merupakan ikatan yang menyatukan dua monosakarida sehingga

membentuk disakarida. Pati tersusun oleh amilosa yang merupakan polimer

berantai lurus dan amilopektin yang merupakan struktur dengan rantai bercabang
(BeMiller dan Whistler, 2009). Pada amilopektin, sebanyak 4 – 5 % glukosanya

menyusun percabangan, dengan jumlah glukosa antar cabang sekitar 20 – 25 unit

(Sajilata et al., 2006). Kandungan amilosa berbagai jenis pati bervariasi rata-rata

20-30 % (Bender, 2003).

Berdasarkan sifat pati terhadap aktivitas enzim, Berry (1986) membagi jenis pati

dalam tiga golongan yaitu pati yang cepat terhidrolisis, pati yang terhidrolisis

dengan lambat, dan pati resisten. Pati yang dapat dicerna dengan cepat atau Rapid

Digestible Starch (RDS), dan pati yang memiliki daya cerna lambat atau Slowly

Digestible Starch (SDS). Contoh RDS yaitu beras dan kentang yang telah

dimasak serta beberapa sereal instan siap saji, dan contoh SDS adalah pati sereal,

produk pasta, dan RS, yaitu pati yang sulit dicerna di dalam usus halus (Englyst,

1992). Pati resisten merupakan pati yang tidak tercerna dengan baik dalam usus

halus tapi terfermentasi pada usus besar oleh mikroflora (Fuentes et al., 2010)

Pati resisten dikenal dengan pati resisten tipe satu (RS1) tidak dapat dihidrolisis

oleh enzim, pati resisten tipe dua (RS2) yaitu pati mentah yang tidak bisa di

12

tembus oleh enzim tapi bila dimasak pati menjadi tidak resisten lagi, RS3

terbentuk karena proses pengolahan dan RS4 pati termodifikasi baik secara fisik

atau kimiawi (Leszcznski, 2004). Pati resisten dianggap menjadi komponen

pangan yang penting terhadap kesehatan (Alsaffar, 2012). Pati yang mengandung
kadar resisten tinggi mempunyai kadar indeks glikemik rendah (Silva et al.,

2011). Daya cerna pati (in vitro) ditentukan dengan menghitung jumlah maltosa

yang terbentuk akibat hidrolisa pati oleh enzim alfa-amilase (Widowati et al.,

2007).

Pati beras tersusun dari dua polimer karbohidrat, yaitu amilosa dan amilopektin.

Amilosa adalah pati dengan struktur kimia tidak bercabang dan merupakan fraksi

yang larut dalam air, sedangkan amilopektin adalah pati dengan struktur kimia

bercabang, tidak larut air, dan cenderung bersifat lengket dibandingkan dengan

sifat kimia amilosa (Haryadi, 2008). Perbandingan adanya komposisi kedua

golongan pati ini berpengaruh terhadap penentuan warna beras (transparan atau

tidak) dan tekstur nasi (lengket, lunak, keras, atau pera). Karakteristik dari

amilosa dalam suatu larutan adalah kecenderungan membentuk rantai yang sangat

panjang dan fleksibel yang selalu bergerak melingkar. Struktur ini mendasari

terjadinya interaksi iodamilosa membentuk warna biru. Dalam pengolahan

masakan, amilosa memberikan efek keras bagi pati. Struktur rantai amilosa

cenderung membentuk rantai yang linear (Hee-Young, 2005). Struktur kimia dari

pati dapat dilihat pada Gambar 1.


13

a)

b)

Gambar 1. Struktur kimia (a) amilosa dan (b) amilopektin.

Gelatinisasi terjadi apabila pati dipanaskan dalam kondisi kelembaban yang

cukup. Granula-granula pati akan menyerap air lalu mengembang dan

menyebabkan kekacauan pada kristalin tanpa bisa kembali pada kondisi semula

(irreversible). Menurut teori Harper (1981), mekanisme terjadinya gel dapat

dibagi menjadi tiga tahapan. Pertama, granula pati mulai berinteraksi dengan

molekul air dan dengan peningkatan suhu suspensi terjadilah pemutusan sebagian

besar ikatan intermolekul pada kristal amilosa. Tahap kedua terjadi

pengembangan granula pati. Tahap akhir adalah mulai berdifusinya molekul

molekul amilosa keluar dari granula sebagai akibat dari meningkatnya suhu panas

14

dan air yang berlebihan, hal ini menyebabkan granula mengembang lebih lanjut.
Konsistensi gel yang diukur dari viskositas pasta dingin dari pati adalah indikator

yang baik dalam menentukan tekstur nasi yang dihasilkan, terutama untuk beras

dengan kadar amilosa tinggi (Singh et al., 2003)

Gel yang mengandung amilosa sekitar 25% akan menghasilkan gel yang keras

karena molekul pati membentuk jaringan, sebaliknya pada gel dengan amilosa

yang rendah bertekstur lembut dan tidak memiliki jaringan (Copeland et al.,

2009). Suhu gelatinisasi mempengaruhi lamanya memasak nasi. Beras dengan

suhu geletinisasi rendah pada suhu 55 – 590C, sedang pada suhu 79 – 740C

sedangkan gelatinisasi tinggi pada suhu 75 – 790C. Beras yang mempunyai suhu

gelatinisasi tinggi apabila dimasak akan membutuhkan lebih banyak air dan akan

mengembang dan waktu tanak lebih lama dibanding beras bersuhu gelatinisasi

rendah (Prihatini, 2002 dan Juliano, 2006).

Mengkonsumsi makanan dengan kadar pati resisten yang tinggi dapat mengontrol

kenaikan kadar glukosa darah akibat pelepasan glukosa yang lambat yaitu 5 – 7

jam hal tersebut dapat menurunkan respon insulin tubuh dan menormalkan

kembali kadar gula darah (Mark et al., 2010). Penelitian (Zhang et al, 2007),

menunjukan bahwa mengkonsumsi pati resisten dapat secara efektif memperbaiki

insulin pada diabetes tipe 3. Penelitian (Kay et al.,2006), menunjukan bahwa

mengkonsumsi makanan yang mengandung pati resisten dapat menurunkan kadar

glukosa darah dan meningkatkan produksi insulin.


http://etd.repository.ugm.ac.id

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Beras merupakan bahan makanan pokok bagi sebagian besar penduduk

dunia. Negara-negara di Asia termasuk Indonesia, China, India, Bangladesh,

Vietnam, Jepang, Thailand, Myanmar dan Pakistan, merupakan negara-negara

penghasil padi dan menggunakan nasi sebagai sumber energi yang utama

(Rabbani & Ali, 2009). Beras dikenal sebagai “the grain of life” dan identik

sebagai makanan orang Asia. Masyarakat memanfaatkan beras dalam berbagai

kuliner tradisional, upacara adat, upacara keagamaan dan festival di sebagian

besar negara-negara di Asia (Ahuja et al., 2008).

Beras utuh mengandung nutrien yang lengkap untuk menunjang kesehatan

tubuh. Selain mengandung karbohidrat, protein, serat, dan lemak esensial, beras

juga mengandung vitamin, mineral serta senyawa fitokimia lain yang bermanfaat

bagi kesehatan. Kandungan nutrien yang terdapat pada beras merah dan beras

hitam adalah polifenol, flavonoid, vitamin E, asam fitat, dan γ-oryzanol (Hu et al.,

2003). Beras berpigmen mengandung antosianin yang bersifat antioksidan (Kong

& Lee, 2010).

Komposisi nutrien pada beras bervariasi tergantung varietas. Proses

pengolahan beras dapat menghilangkan sebagian nutrien yang terdapat pada beras.

Penggilingan dan pemolesan beras sangat menentukan kandungan nutrien yang


hilang. Protein, asam lemak esensial, vitamin, dan mineral sebagian besar terdapat

pada embrio dan lapisan luar endosperm. Penghilangan bagian pericarp beras

dapat menyebabkan kandungan nutrien beras yang terdapat pada lapisan aleuron

akan mudah hilang saat pencucian beras (Abbas et al., 2011).

Asupan makanan dengan kandungan gizi yang rendah dapat menyebabkan

malnutrisi. Malnutrisi menimbulkan berbagai permasalahan kesehatan di

masyarakat, seperti angka harapan hidup yang rendah, prevalensi penyakit yang

tinggi, perkembangan fisik yang buruk, dan produktifitas kerja yang rendah. Beri

beri merupakan salah satu jenis penyakit yang melanda beberapa negara yang

menggunakan nasi sebagai bahan makanan pokok. Selain itu defisiensi

mikronutrien seperti anemia zat besi, kekurangan yodium, dan kekurangan

vitamin A merupakan permasalahan kesehatan yang penting (Varshini et al.,

2013).

Selain sebagai sumber makanan pokok, beras juga merupakan sumber pangan

fungsional. Konsumsi biji-bijian dan serealia dalam diet dapat meningkatkan

kesehatan dan mencegah terjadinya penyakit. Biji-bijian dan serealia seperti

gandum, barley, oat, kedelai dan beras cokelat merupakan sumber pangan

fungsional dan nutraseutikal. Kandungan nutrien dalam biji-bijian dan serealia

diketahui berpotensi menurunkan resiko penyakit jantung koroner, tumor, kanker,


hipertensi, kolesterol, dan penyerapan lemak, serta menjaga kesehatan saluran

pencernaan (Saikia & Deka, 2011). Antosianin pada beras berpigmen dapat

menurunkan resiko serangan penyakit jantung koroner, proses inflamasi, dan

aterosklerosis, karena bersifat antioksidan, anti plak, dan memiliki aktivitas anti

inflamasi (Hu et al., 2003).

Gaya hidup dan pola makan yang tidak seimbang berhubungan dengan

berbagai jenis penyakit degeneratif seperti penyakit jantung, diabetes, dan kanker.

Menurut hasil survei yang dilakukan oleh National Health and Nutrition

Examination Survey pada tahun 1999-2004, menyebutkan bahwa orang yang

mengkonsumsi nasi dalam diet lebih beresiko mengidap penyakit diabetes tipe 2,

kardiovaskuler, dan sindrom metabolisme dibanding orang yang tidak

mengkonsumsi nasi dalam diet (Vulgoni et al., 2010). Kesadaran masyarakat

terhadap kesehatan menimbulkan perubahan pola makan dan gaya hidup sehingga

masyarakat lebih selektif dalam memilih jenis makanan yang dikonsumsi

(Anonymous, 2011).

Upaya untuk mengatasi permasalahan malnutrisi telah banyak dilakukan,

antara lain melalui biofortifikasi, persilangan konvensional terhadap benih padi

berkualitas unggul, serta pemanfaatan teknologi rekayasa genetika. Upaya

tersebut dilakukan untuk mendapatkan beras dengan kandungan nutrien yang


diinginkan. Namun demikian, hilangnya sebagian nutrien pada beras selama

penggilingan dan pemolesan menjadi permasalahan penting yang harus

diperhatikan. Para ahli nutrisi menyarankan agar mengkonsumsi beras pecah kulit.

Beras pecah kulit mengandung nutrien yang lebih baik dibanding dengan beras

poles. Namun beras pecah kulit kurang disukai oleh masyarakat karena memiliki

tekstur yang keras serta rasa yang kurang enak (Varshini et al., 2007).

Konsumsi beras kecambah (Germinated Brown Rice) dapat menjadi alternatif

untuk menjaga kandungan nutrien beras. Perkecambahan merupakan salah satu

cara yang efektif untuk meningkatkan kandungan nutrien pada biji-bijian dan

serealia (Maisont & Narkrugsa, 2010). Proses perkecambahan ini dilakukan

dengan perendaman, kemudian dilanjutkan dengan inkubasi untuk mendapatkan

beras kecambah. Beras kecambah mengandung GABA, suatu neurotransmiter

inhibitor yang sangat bermanfaat bagi kesehatan. Kadar GABA yang rendah atau

terjadinya penurunan fungsi GABA di otak berhubungan dengan penyakit

kejiwaan dan kelainan neurologi seperti ansietas, depresi, insomnia, dan epilepsi

(Zhang et al., 2006). Proses perkecambahan beras pecah kulit dapat meningkatkan

kandungan GABA hingga mencapai 10 kali lipat. Selain GABA, proses

perkecambahan juga dapat meningkatkan aktivitas antioksidan pada beras

(Komatsuzaki et al., 2007).


Indonesia memiliki berbagai varietas beras lokal yang tersebar di berbagai

provinsi. Beras hitam dan beras merah merupakan padi kultivar lokal yang

semakin langka di kalangan petani. Saat ini para petani lebih berminat menanam

padi varietas unggul, hanya sebagian kecil petani yang masih berminat menanam

padi kultivar lokal. Beras merah dan beras hitam kurang diminati oleh masyarakat

karena memiliki tekstur yang keras dan rasa yang kurang enak. Untuk mendorong

minat masyarakat agar mengkonsumsi beras hitam diperlukan inovasi tekhnologi

penyajian beras berpigmen sehingga memiliki nilai lebih sebagai sumber pangan

fungsional (Kristamtini & Purwaningsih, 2009).

Di Yogyakarta terdapat beberapa varietas lokal beras putih, beras merah dan

beras hitam. Kekayaan berbagai varietas beras lokal dapat menjadi sumber pangan

fungsional yang potensial. Selain itu perubahan gaya hidup dan pola makan

masyarakat menjadi peluang besar untuk mengembangkan pangan fungsional.

Manfaat GABA bagi kesehatan menyebabkan penelitian tentang kandungan

GABA pada berbagai bahan pangan menarik untuk dikaji, salah satunya adalah

pada beras kultivar lokal. Namun demikian informasi mengenai kandungan

nutrien beras kecambah kultivar lokal masih sangat terbatas

Anda mungkin juga menyukai