Anda di halaman 1dari 8

PERCOBAAN IV

MIKROMERITIK

A. Tujuan
1. Untuk menentukan ukuran partikel menggunakan mikroskop optik
2. Untuk menentukan distribusi ukuran partikel menggunakan metode ayakan
3. Untuk menjelaskan aplikasi penentuan ukuran partikel dibidang farmasi
4. Untuk menjelaskan perbedaan bulk density, tapped density, dan true density
5. Untuk menetukan bulk density dan tapped density
6. Untuk menetukan porositas serta aplikasinya di bidang farmasi

B. Dasar Teori
Mikromeritik dalam farmasi fisik merupakan ilmu yang berhubungan dengan
teknologi partikel kecil yang diberi nama oleh Dalle Valle. Satuan ukuran partikel
yang sering dipakai dalam mikromeritik adalah mikrometer (µm) juga disebut mikron
dan µ sama dengan 10-6 m. Partikel merupakan fasa terdispersi dan dapat berupa
padatan, misalnya serbuk. Berdasarkan metode pengukurannya, ukuran serbuk
digolongkan dalam rentang ukuran sebagai berikut:
1. Rentang pengayakan (sieve range) > 45 m
2. Rentang bawah pengayakan (subsieve range) 1- 50 m
3. Rentang submikron (submicron range) < 1 m
(Voigt, 1994)
Ilmu dan teknologi partikel kecil diberi nama mikromeritik oleh Dalla Valle.
Dispersi koloid dicirikan oleh partikel yang terlalu kecil untuk dilihat dengan
mikroskop biasa, sedang partikel emulsi dan suspensi farmasi serta serbuk halus
berada dalam jangkauan mikroskop optik. Partikel yang mempunyai ukuran serbuk
lebih kasar, granulat tablet, dan garam berbentuk granular berada dalam kisaran
ukuran ayakan. Satuan ukuran partikel yang paling sering digunakan dalam
mikromeritik adalah mikrometer, µm, juga disebut mikron, µ, yang sama dengan
10-6 m, 10-4 cm dan 10-3 mm.
Setiap kumpulan partikel biasanya disebut polidispersi. Karenanya perlu untuk
mengetahui tidak hanya ukuran dari suatu partikel tertentu, tapi juga berapa banyak
partikel-partikel dengan ukuran yang sama ada dalam sampel. Jadi kita perlu sutau
perkiraan kisaran ukuran tertentu yang ada dan banyaknya atau berat fraksi dari tiap-
tiap ukuran partikel, dari sini kita bisa menghitung ukuran partikel rata-rata untuk
sampel tersebut.
(Sinko, 2012)
Ada beberapa metode untuk menentukan ukuran partikel, antara lain:
1. Mikroskopi Optik
Mikroskopi optik merupakan mikroskopi biasa yang digunakan untuk
pengukuran ukuran partikel yang berkisar dari 0,2 mm–100 mm, dimana pada bagian
bawah mikroskop tempat partikel terlihat, diletakkan mikrometer dan hemocymeter
untuk melihat ukuran partikel.
2. Pengayakan
Metode ini menggunakan suatu seri alat ayakan standar yang dikaliberasi oleh
The National Bureu Of Standards, yang digunakan untuk memilih partikel-partikel
yang lebih kasar dan mengayak bahan sampai sehalus 44 mikrometer. Bahan yang
akan diukur pertikelnya ditaruh di atas ayakan dengan nomor mesh rendah, kemudian
dibawahnya ditempatkan ayakan dengan ayakan bernomor mesh lebih tinggi. Perlu
diingat bahwa ayakan bernomor mesh rendah mempunyai ukuran lubang relatif besar
dibanding ayakan bernomor mesh tinggi. Atau dengan kata lain partikel yang melalui
ayakan dengan nomor mesh 100 ukuran partikel lebih kecil dibandingkan dengan
partikel yang melalui ayakan mesh 30 misalnya. Sejumlah zat yang akan diukur
partikelnya ditimbang 50 gram dan dimasukkan dalam ayakan yang telah disusun
dangan urutan dari nomer mesh yang besar di atas dan kecil dibawah. Setelah partikel
menerobos ayakan barulah ditimbang masing-masing zat tersebut yang tertinggal di
ayakan.
3. Sedimentasi (pengendapan)
Cara ini menggunakan alat (pipet) Andreasen. Sampel serbuk yang akan diuji
disuspensikan dalam cairan pembawa dengan kadar kecil (0,5% atau lebih kecil) dan
dibiarkan memisah (mengendap). Suspensi encer dalam pipet Andreasen dikocok,
lalu pada rentang waktu tertentu sampel diambil. Sampel dikeringkan dan ditimbang.
Setiap sampel yang diambil pada waktu tertentu tersebut akan mempunyai garis
tengah atau jari-jari yang lebih kecil daripada garis tengah yang dihitung berdasarkan
hukum Stokes. Untuk memulai setiap analisis ukuran partikel harus diambil dari
umumnya jumlah bahan besar (ditandai dengan jumlah dasar) suatu contoh yang
reprensif. Karena suatu pemisahan bahan awal dihindari oleh karena suatu
pemisahan, contoh yang diambil berupa bahan halus atau bahan kasar. Untuk
pembagian contoh pada jumlah awal dari 10-1000 gram digunakan alat pambagi.
Setiap kumpulan partikel biasanya disebut polodispersi. Karenanya perlu untuk
mengetahui tidak hanya ukuran dari suatu partikel tertentu, tapi juga beberapa banyak
partikel-partikel dengan ukuran yang sama ada dalam sampel. Jadi kita perlu suatu
perkiraan kisaran ukuran tertentu yang ada dan banyaknya atau berat fraksi dari tiap-
tiap ukuran partukel, dari sini kita bisa menghitung ukuran partikel rata-rata untuk
sampel tersebut.
1. Pengukuran Volume Partikel
Alat yang mengukur volume partikel adalah Coulter Counter, yaitu alat yang
bekerja berdasarkan prinsip bahwa jika suatu partikel disuspensikan dalam suatu
cairan yang mengkonduksi melalui suatu lubang kecil, yang pada kedua sisinya ada
elektroda dimana akan terjadi suatu perubahan tahanan listrik.
2. Metode Elutriasi
Metode elutriasi merupakan metode pengukuran partikel yang merupakan
kebalikan daripada metode pengendapan. Udara dimasukkan kedalam bagian bawah
kolom yang berisi sampel yang akan diukur. Pada kolom sebelah atas terdapat
saringan yang dipasangkan untuk menumpulkan partikulat. Kecepatan udara yang
masuk kedalam kolom sudah tertentu. Udara akan membawa partikel yang halus ke
bagian atas dan akan terkumpul pada penyaring, lalu serbuk ditimbang.
3. Metode Sentrifugal
Sentrifugal dipergunakan untuk memeriksa ukuran partikel yang sangat halus
atau polimer-polimer dengan bobot molekul tinggi. Pada dasarnya diameter partikel
dapat dihitung dengan persamaan Stokes. Tetapan gravitasi (g) digantikan dengan
percepatan sentrifugal, dimana w adalah kecepatan sudut dalam satuan radian per
satuan waktu, dan x adalah jarak partikel dari pusat rotasi.
(Moechtar, 1997)
Berdasarkan dari Howard C. Ansel (1989) partikel dari serbuk obat mungkin
berbentuk sangat kasar dengan ukuran ± 10.000 mikron atau 10 milimikron atau
mungkin juga sangat halus mencapai ukuran koloidal, 1 mikron atau lebih kecil. Agar
ukuran partikel serbuk ini mempunyai standar maka USP menggunakan suatu batasan
dengan istilah “Very Coarse, Coarse, Moderately Coarse, Fine dan Very Fine (sangat
kasar, kasar, cukup kasar, halus, dan sangat halus), yang dihubungkan dengan bagian
serbuk yang mampu melalui lubang-lubang ayakan yang telah distandarisasi yang
berbeda-beda ukurannya, pada suatu periode waktu tertentu ketika diadakan
pengadukan dan biasanya pada alat pengaduk ayakan secara mekanis. Ayakan untuk
menguji dan mengukur bahan farmasi biasanya merupakan anyaman yang mungkin
terbuat dari kawat kuningan, perunggu atau kawat lain yang cocok atau tidak diberi
lapisan. Bentuk obat-obatan dari bahan u tumbuh-tumbuhan atau hewan ditetapkan
dengan nomor sebagai berikut:
a. Very coarse powder (serbuk sangat kasar atau nomor 8) semua partikel serbuk
dapat melewati lubang ayakan nomor 8 dan tidak lebih dari 20% melewati ayakan
lubang nomor 60.
b. Coarse powder (serbuk kasar atau nomor 20) semua partikel serbuk dapat
melewati lubang ayakan nomor 20 dan tidak lebih dari 40% yang melewati
lubang ayakan nomor 60.
c. Moderately coarse powder (serbuk cukup kasar atau nomor 40) semua partikel
serbuk dapat melewati lubang ayakan nomor 40 dan tidak lebih dari 40%
melewati lubang ayakan nomor 80.
d. Fine powder (serbuk halus atau nomor 60) semua partikel serbuk dapat melewati
lubang ayakan nomor 60 dan tidak lebih dari 40% melewati ayakan nomor 100
e. Very fine powder (serbuk sangat halus atau nomor 80) semua partikel sebuk dapat
melewati lubang ayakan nomor 80 dan tidak ada limitasi bagi yang lebih halus
Kehalusan serbuk sebagai bahan kimia ditentukan sebagai berikut ;
a. Serbuk kasar (nomor 20) semua partikel serbuk dapat melewati ayakan nomor 20
dan tidak lebih dari 60% yang melewati ayakan nomor 40
b. Serbuk cukup kasar (nomor 40) semua partikel serbuk dapat melewati ayakan
nomor 40 dan tidak lebih dari 60% melewati ayakan nomor 60.
c. Serbuk halus (nomor 80) semua partikel serbuk dapat melewati ayakan nomor 80
dan tidak ada limitasi bagi yang lebih halus
d. Serbuk sangat halus (nomor 120) semua partikel serbuk melewati ayakan nomor
120 dan tidak ada limitasi bagi yang lebih halus.
Proses pemisahan suatu campuran bahan merupakan bagian yang sangat penting
dalam industri kimia. Tujuan dari proses pemisahan tersebut biasanya antara lain
untuk peningkatan kemurnian suatu komponen atau pemungutan suatu komponen
tertentu dari campurannya. Salah satu aspek yang sering menjadi perhatian utama
para praktisi industri terkait dengan proses pemisahan adalah biaya operasi yang
tinggi untuk kebutuhan energi proses pemisahan tersebut. Seiring dengan semakin
mahalnya energi, riset tentang metode pemisahan banyak difokuskan pada metode
proses pemisahan yang konsumsi energinya rendah. Salah satu inovasi dalam
teknologi pemisahan yang banyak dilakukan adalah pemanfaatan material berpori
sebagai medium pemisahan campuran gas. Proses pemisahan dengan menggunakan
padatan berpori (adsorpsi) dimungkinkan karena adanya perbedaan afinitas dan
difusivitas komponen campuran terhadap padatan berpori tertentu (Prasetyo, 2010).
Berdasarkan dari Patrick J. Sinko (2011) berikut ini ada sifat dasar setiap
kumpulan partikel.
a. Porositas
Jika serbuk tidak berpori, yakni tidak mempunyai pori-pori dalam (pori-pori
internal) atau ruang-ruang kapiler, volume serbuk bulk terdiri dari volume partikel-
partikel padat sebenarnya ditambah volume ruang antara partikel-partikel tersebut.
Volume ruang tersebut dikenal sebagai volume kosong, v, diberikan oleh persamaan:
V =Vb –Vp
Dengan vp adalah volume sebenarnya partikel-partikel tersebut.
Berdasarkan jurnal Sulardjaka (2011) porositas dapat didefinisikan sebagai
perbandingan antara jumlah volume ruang kosong (rongga pori) yang dimiliki oleh
zat padat terhadap jumlah dari volume zat padat itu sendiri. Porositas suatu bahan
pada umumnya dinyatakan sebagai porositas terbuka atau apparent porosity, dan
dapat dinyatakan dengan persamaan:

sitas

Dimana :
= densitas aktual (gram/cm3)
densitas teoritis (gram/cm3)
Misalkan suatu serbuk, sebagai contoh zink oksida, ditempatkan dalam gelas
ukur dan volume totalnya dicatat. Volume yang ditempatkan dikenal sebagai bulk
(ruahan). Jika serbuk tidak berpori, yakni tidak mempunyai pori-pori dalam (pori-pori
internal) atau ruang-ruang kapiler, volume ruahan serbuk terdiri atas volume
sebenarnya partikel-partikel padatan ditambah dengan volume ruang antar partikel-
partikel tersebut. Porositas atau kekosongan serbuk tersebut didefinisikan sebagai
rasio volume kosong dengan volume ruahan penyusunnya (Sinko, 2012).
Perhitungan untuk mengetahui berapa prosentase porositas yg terjadi pada
spesimen menggunakan rumus sebagai berikut:
t-
% Porositas= × 100 % = × 100 %
t t

Dimana,
Vp = Volume porositas (cm3)
Vm = Volume massa (cm3)
Vt = Volume total (cm3) = Vp + Vm
(Pratama, 2012)

Berdasarkan dari Alred Martin (2008), luas permukaan per satuan berat atau
volume merupakan suatu ciri serbuk yang penting jika seseorang melakukan studi
mengenai laju adsorpsi permukaan dan laju disolusi.
a. Bentuk Partikel
Semakin asimetris suatu partikel, semakin besar luas permukaan persatuan
volume. Akan tetapi, untuk mendapatkan suatu perkiraan permukaan partikel atau
volume partikel yang bentuknya tidak sferis, seseorang harus memilih suatu diameter
yang merupakan khas partikel tersebut dan menghubungkan diameter ini dengan luas
permukaan atau volumenya, dengan menggunakan suatu faktor koreksi.
b. Permukaan Spesifik
Permukaan spesifik adalah luas permukaan per satuan volume. Untuk partikel-
partikel tak simetris yang dimensi khasnya belum ditentukan dengan persamaan:
DAFTAR PUSTAKA

Martin, Alred. 2008. Farmasi Fisik. UI-Press: Jakarta.

Moechtar. 1990. Farmasi Fisika. UGM Press: Yogyakar

Prasetyo, Imam. 2010. Pembuatan Ayakan Molekuler Berbasis Karbon Untuk


Pemisahan N2/O2 Dari Pirolisis Resin Phenol Formaldehyde. Reaktor Volume
13 Nomor 1.

Pratama, Rizal Mahendra dan Soeharto. 2012. Studi Eksperimen Pengaruh Jenis
Saluran pada Aluminium Sand Casting terhadap Porositas Produk Toroidal
Piston. Jurnal Teknik ITS Vol. 1, No. 1.

Sinko, Patrick J. 2012. Martin Farmasi Fisika dan Ilmu Farmasetika. EGC: Jakarta.

Sulardjaka. 2011. Pengaruh Temperatur Tuang Pada Proses Pengecoran Stir


Casring Terhadap Densitas dan Prositas Komposit Alumunium Diperkuat
Serbuk Besi. Jurnal Teknik Mesin Volume 13 Nomor 3.

Voigt, R.1994. Buku Pelajaran teknologi Farmasi Edisi V Cetakan I. UGM Press:
Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai