Anda di halaman 1dari 16

Makalah Kelompok Filsafat Moral

MORAL ABSOLUT DALAM FILSAFAT PLATO DAN SISTEM POLITIK


INDONESIA

Filsafat Moral

Dosen Pengampu :

Prof. Dr Suyahmo

Noorochmat Isdaryanto

Novia Wahyu Wardhani

oleh

Anisa Fitri Yuniasih 3301413021


Ariyani Qonita 3301413057
M. Ari Wibowo 3301413078
Asih Widya Cahyani 3301413141

PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN


FAKULTAS ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2016
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Plato (bahasa Yunani: Πλάτων) adalah seorang filsuf dan matematikawan
Yunani, penulis philosophical dialogues dan pendiri dari Akademi Platonik di Athena,
sekolah tingkat tinggi pertama di dunia barat. Ia adalah murid Socrates. Pemikiran Plato
pun banyak dipengaruhi oleh Socrates. Plato adalah guru dari Aristoteles. Karyanya
yang paling terkenal ialah Republik (dalam bahasa Yunani Πολιτεία atau Politeia,
"negeri") yang di dalamnya berisi uraian garis besar pandangannya pada keadaan
"ideal".
Sebagai seorang filosof, Plato mempunyai kedudukan yang istimewa. Ia pandai
menyatukan puisi dan ilmu, seni dan filosofi. Ia mampu melukiskan Pandangan yang
dalam dan abstrak dalam bahasa yang indah. Sehingga dikatakan tak ada filosof yang
mampu menandinginya dalam hal ini, baik filosof yang lahir sebelum masanya maupun
setelahnya.
Adapun inti dari pemikiran filsafat yang dicetuskan Plato ialah pendapatnya
tentang idea atau yang disebut dengan dunia ide. Dalam pemikiran ini, plato
memisahkan kenyataan yang terlihat dalam alam lahir dengan jiwa yang abstrak (idea).
Idea berlaku tanpa bergantung kepada pandangan dan pendapat orang banyak. Idea
timbul semata-mata karena kecerdasan berfikir. Idea pada hakikatnya sudah ada, tinggal
mencarinya saja. Idea menurut paham plato tidak saja pengertian jenis, tetapi juga
bentuk dari pada keadaan yang sebenarnya. Idea bukanlah suatu pikiran, melainkan
suatu realita. Ini semacam pendapat Parmenides tentang adanya satu hal yang kekal,
dan tidak berubah-ubah. Tetapi yang baru dalam ajaran Plato ini ialah pendapatnya
tentang suatu dunia yang tidak bertubuh.
Idea inilah kemudian yang dijadikan sebagai dasar etika moral oleh Plato, dalam
konsep etika moralnya, Plato menekankan bahwa yang menjadi tolok ukur etika
moralnya adalah “dunia ide” yang oleh Plato dipresepsi sebagai suatu hal yang sifatnya
absolut. Dunia ide ini oleh Plato dipresepsi sebagai realitas yang ssungguhnya, absolut,
langgeng, terlepas dari aksidensia yaitu sesuatu hal yang mempengaruhi keberdaan
substansi ide. Di samping dunia ide, ada dunia inderawi yang oleh Plato dipresepsi
sebagai aktualisasi dari dunia ide. Dunia inderawi ini keberadaannya tidak mutlak, tidak
absolute, selalu berubah, bersifat sementara, semu atau maya
Selain menggagas permasalahan mengenai etika moral, Plato juga menggagas
pemikirannya tentang etika pemerintahan. Etika pemerintahan merupakan ajaran untuk
berperilaku yang baik dan benar sesuai dengan nilai-nilai keutamaan yang berhubungan
dengan hakikat mnausia. Dalam pergaulan baik terbatas maupun secara luas,
memerlukan rasa etika atau etis. Etika (ethics) adalah suatu system dari pada prinsip-
prinsip moral tentang baik dan buruk. Baik dan buruk terhadap tindakan dan atau
perilaku.
Hal ini harusnya dapat diterapkan dalam etika sistem perpolitikan di Indonesia.
Di Indonesia, sistem politik yang dianut adalah sistem politik demokrasi pancasila
yakni sistem politik yang didasarkan pada nilai-nilai luhur, prinsip, prosedur dan
kelembagaan yang demokratis. Pemikiran Plato tersebut harusnya sangat ideal dengan
sistem politik di Indonesia, tetapi hingga saat ini sistem tersebut belum dapat terwujud
karena masih banyak pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan di Indonesia.
B. Rumusan Masalah
1. Siapakah Plato? Apa inti dari gagasan pemikirannya?
2. Bagaimana konsep pemikiran Plato tentang moral absolut?
3. Bagaimana konsep pemikiran Plato tentang etika pemerintahan?
4. Bagaimana sistem perpolitikan di Indonesia?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui aiapakah Plato dan inti dari pemikirannya.
2. Untuk mengetahui konsep pemikiran Plato tentang moral absolut.
3. Untuk mengetahui konsep pemikiran Plato tentang etika pemerintahan
4. Untuk mengetahui sistem perpolitikan di Indonesia.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Biografi Plato
Plato (bahasa Yunani: Πλάτων) adalah seorang filsuf dan matematikawan
Yunani, penulis philosophical dialogues dan pendiri dari Akademi Platonik di Athena,
sekolah tingkat tinggi pertama di dunia barat. Ia adalah murid Socrates. Pemikiran Plato
pun banyak dipengaruhi oleh Socrates. Plato adalah guru dari Aristoteles. Karyanya
yang paling terkenal ialah Republik (dalam bahasa Yunani Πολιτεία atau Politeia,
"negeri") yang di dalamnya berisi uraian garis besar pandangannya pada keadaan
"ideal". Dia juga menulis 'Hukum' dan banyak dialog di mana Socrates adalah peserta
utama. Salah satu perumpamaan Plato yang termasyhur adalah perumpaan tentang
orang di gua. Cicero mengatakan Plato scribend est mortuus (Plato meninggal ketika
sedang menulis).
Sedikit yang dapat diketahui tentang kehidupan awal dan pendidikan Plato.Ia
merupakan yang Filsuf berasal dari salah satu keluarga di Athena dan paling aktif
secara politik. Sumber-sumber kuno menggambarkan dia sebagai seorang anak
biasa yang sederhana meskipun unggul dalam studinya. Ayahnya memiliki kontribusi
dalam semua hal yang diperlukan untuk diberikan kepada anaknya berupa pendidikan
yang baik, oleh sebab itu Plato diajari dlama dalam tata bahasa, musik, senam dan
filsafat oleh beberapa guru yang paling terkenal di jamannya.
1. Kelahiran dan Keluarga
Waktu dan tempat yang tepat untuk kelahiran Plato tidak diketahui, tetapi
dapat dipastikan bahwa ia milik keluarga bangsawan dan berpengaruh. Berdasarkan
sumber-sumber kuno, kebanyakan sarjana modern percaya bahwa ia lahir di Athena
atau Aegina antara 429 dan 423 SM. Ayahnya adalah Ariston. Menurut tradisi yang
disengketakan, yang dilaporkan oleh Diogenes Laertius, setelah ditelusuri, Ariston
nerupakan keturunan dari raja Athena, Codrus, dan raja dari Messenia, Melanthus.
ibu Plato adalah Perictione, yang keluarganya membanggakan hubungan dengan
anggota parlemen Athena terkenal dan penyair lirik Solon.
Perictione adalah adik Charmides dan keponakan dari Critias, tokoh dari Tiga
Puluh Tiran, rezim oligarkis, pada runtuhnya Athena pada akhir Perang
Peloponnesia (404-403 SM ). Selain Plato sendiri, Ariston dan Perictione memiliki
tiga anak lain; dua putra yakni, Adeimantus dan Glaucon, dan seorang putri Potone,
ibu Speusippus (keponakan dan pengganti Plato sebagai kepala Akademi filosofis).
Menurut Republik, Adeimantus dan Glaucon lebih tua dari Plato. Namun demikian,
dalam bukunya Memorabilia, Xenophon menyajikan Glaucon lebih muda dari Plato.
Menurut beberapa laporan, Ariston mencoba untuk memaksa perhatiannya
pada Perictione, tetapi gagal dalam tujuannya, maka dewa Apollo menampakkan diri
kepadanya dalam sebuah visi, dan sebagai hasilnya, Ariston meninggalkan
Perictione tanpa gangguan. Legenda lain menceritakan bahwa, ketika Plato masih
bayi, lebah menetap di bibirnya saat ia sedang tidur: sebuah nujum dari manisnya
gaya di mana ia akan berbicara tentang filsafat.
Ariston meninggal saat Plato masih anak-anak. Perictione kemudian menikah
dengan Pyrilampes, saudara ibunya, yang pernah menjabat beberapa kali sebagai
duta besar untuk pengadilan Persia dan teman dari Pericles, pemimpin faksi
demokrasi di Athena. Pyrilampes memiliki seorang putra dari pernikahan
sebelumnya, Demus, yang terkenal karena kecantikannya. Perictione melahirkan
putra kedua Pyrilampes ', Antiphon, setengah saudara Plato, yang muncul dalam
Parmenides.
2. Pendidikan
Setelah sebelumnya mempelajari filsafat dari Kratylos yang ternyata ajarannya
tidak bisa diterima oleh Plato. Akhirnya sejak plato berumur 20 tahun plato mulai
mengikuti pelajaran filsafat dari Sokrates, karena pelajaran ini yang akhirnya mampu
memberi kepuasan baginya. Sehingga jadilah Plato salah seorang murid dari
Socrates. Socrates ialah seorang Filosof Yunani yang termasyhur. Karena memiliki
pemikiran yang cocok satu sama lain, hubungan Plato dan Socrates menjadi sangat
dekat layaknya seorang Ayah dan Anak. Plato adalah murid yang patuh, dari
berbagai kitab yang ditulis oleh plato dapat diktehaui bahwa plato sangat mengagumi
gurunya ini.
Keduanya sering terlibat dalam diskusi Filsafat yang mendalam, sehingga
pemikiran-pemikiran plato banyak dipengaruhi oleh pemikiran socrates, dan
akhirnya banyak dari pemikiran-pemikiran socrates yang tidak pernah ia tuliskan
diterbitkan oleh Plato. Saat Socrates meninggal karena hukuman meminum racun
cemara, Plato masih berumur 29 tahun.
3. Pendirian Akademia
Kematian Socrates menjadi awal bagi plato untuk mengembara. Plato
mengembara selama 12 tahun lamanya dari tahun 399 SM. Mulai dari Megara
(Yunani), lalu ke Kyreni (Afrika Utara), Mesir, hingga ke Sisilia. Pengembaraan
yang ia lakukan adalah untuk mencari kebijaksanaan sesuai apa yang diajarkan oleh
gurunya, Sokrates. Kembali dari pengembaraannya, Plato mendirikan Akademia,
ialah sekolah yang dapat menjadi tempat bagi orang-orang yang hendak mempelajari
ilmu seperti etika, matematika, ataupun logika. Akademia dikatakan sebagai sekolah
tingkat tinggi pertama yang ada di dunia barat. Dan di Akademia inilah Plato
memperoleh murid yang akhirnya menjadi salah satu dari tiga Filosof Yunani yang
paling berpengaruh, Aristotles.
Pernah suatu ketika, Aristoteles bertanya kepada Plato sebagai guru, apakah
manusia itu? Plato kemudian menjawab ‘manusia itu adalah binatang/ hewan yang
berkaki dua’. Akhirnya keesokan harinya Aristoteles membawa seekor ayam lalu
menyodorkannya; ‘inikah yang anda maksud manusia?” Setelah kaget melihat ayam
yang muridnya bawa, Plato kemudian merevisi definisinya tentang manusia.
‘manusia adalah hewan bekaki dua dan tidak berbulu’, begitu teriak Plato.
Mendengar jawaban baru, Aristoteles pun tidak kehilangan akal. Keesokan harinya
ia kembali ke Akademia dengan membawa seekor ayam yang bulunya sudah habis
ia cabuti. Kemudian ia kembali bertanya; ‘apakah ini yang guru maksud tentang
manusia?’. Cerita itu berakhir sampai di sana, tidak ada informasi lebih jauh
mengenai anekdot tentang definisi manusia itu.
4. Pemikiran Plato Secara Singkat
Sebagai seorang filosof, Plato mempunyai kedudukan yang istimewa. Ia
pandai menyatukan puisi dan ilmu, seni dan filosofi. Ia mampu melukiskan
Pandangan yang dalam dan abstrak dalam bahasa yang indah. Sehingga dikatakan
tak ada filosof yang mampu menandinginya dalam hal ini, baik filosof yang lahir
sebelum masanya maupun setelahnya.
Adapun inti dari pemikiran filsafat yang dicetuskan Plato ialah pendapatnya
tentang idea atau yang disebut dengan dunia ide. Dalam pemikiran ini, plato
memisahkan kenyataan yang terlihat dalam alam lahir dengan jiwa yang abstrak
(idea). Idea berlaku tanpa bergantung kepada pandangan dan pendapat orang banyak.
Idea timbul semata-mata karena kecerdasan berfikir. Idea pada hakikatnya sudah
ada, tinggal mencarinya saja. Idea menurut paham plato tidak saja pengertian jenis,
tetapi juga bentuk dari pada keadaan yang sebenarnya. Idea bukanlah suatu pikiran,
melainkan suatu realita. Ini semacam pendapat Parmenides tentang adanya satu hal
yang kekal, dan tidak berubah-ubah. Tetapi yang baru dalam ajaran Plato ini ialah
pendapatnya tentang suatu dunia yang tidak bertubuh.
B. Moral Absolute dalam Filsafat Plato
Plato sebagai seorang pemikir pada era Yunani Kuno, ajarannya sampai
sekarang masih menjadi rujukan para ilmuwan. Ajaran Plato salah satunya terkait
dengan etika moral, merupakan sumbangan pemikiran yang mencermikan kepribadian
manusia untuk menjadi manusia berbudi luhur, arif bijaksana dalam bersikap dan
berperilaku. Konsep pemikiran etika seperti itu oleh Plato dipandang sebagai suatu hal
yang sangat mulia, karena dengan mengetahui, memahami substansi ajaran moral
termaksud, manusia diharapkan menjadi manusia yang dalam sikap dan perilakunya
selalu mncerminkan nilai-nilai keutamaan (vertue).
Dalam konsep etika moralnya, Plato menekankan bahwa yang menjadi tolok
ukur etika moralnya adalah “dunia ide” yang oleh Plato dipresepsi sebagai suatu hal
yang sifatnya absolut. Dunia ide ini oleh Plato dipresepsi sebagai realitas yang
ssungguhnya, absolut, langgeng, terlepas dari aksidensia yaitu sesuatu hal yang
mempengaruhi keberdaan substansi ide. Di samping dunia ide, ada dunia inderawi yang
oleh Plato dipresepsi sebagai aktualisasi dari dunia ide. Dunia inderawi ini
keberadaannya tidak mutlak, tidak absolute, selalu berubah, bersifat sementara, semu
atau maya.
Menurut Raper (dalam Suyahmo,2016: 83) hadirnya dua dunia itu, dunia ide
dan dunia inderawi, Plato berupaya menjelaskan konsepnya tentang etika moral. Bagi
Plato, bahwa manusia dalam hidupnya harus mengupayakan kesenangan dan
kebahagiaan. Kesenangan dan kebahagiaan itu bukanlah pemuasan hawa nafsu selama
hidup di dunia inderawi, tetapi hal itu haruslah dilihat dalam hubungan kedua dunia
tersebut, dunia ide dan dunia inderawi.
Sebagaimana yang ditekankan oleh Plato, bahwa dunia yang sesungguhnya ada
konkret adalah dunia ide. Dengan demikian semua ide, termasuk ide yang baik, ide
kebaikan atau ide kebajikan adalah sebagai ide tertinggi yang terdapat dalam dunia ide
merupakan suatu realitas yang sesungguhnya dan sifatnya konkret, sedangkan segala
sesuatu yang berada di dunia inderawi, sebagai pengejawantahan, transformasi atau
aktualisasi dari dunia ide, sifatnya hanya bayangan saja dari dunia ide. Jiwa manusia
sebelum terbelenggu dalam tubuh manusia, ia berada di dunia ide yang langgeng dan
absolut. Oleh karena itu, ketika dunia manusia menjelma bersatu dengan tubuh
manusia, pada suatu saat ia harus kembali keduna asalnya dunia ide.
Ketika munusia hidup di dunia inderawi, maka ia haru berupaya untuk
memperoleh jalan atau sarana yang mampu mengantarkan kembali dirinya bersatu
dengan dunia ide, ide kebaikan. Untuk itu, manusia harus dibekali dengan pengetahuan
yang benar. Dengan memiliki pengetahuan yang benar, menjadikan diri manusia
mampu bersikap, berperilaku bijaksana, dan berbudi baik. Manusia demikian ini akan
dapat memahami segala sesuatu di dunia inderawi yang beraneka ragam, plural,
berubah-ubah dengan arif bijaksana. Hal demikian ini, menjadikan manusia mendapat
predikat penilaian berbudi baik. Hanya orang bijaksana dan berbudi baik yang mampu
memahami arti kebenaran sejati, kebenaran substansial yang melekat dalam diri dunia
ide. Jika orang telah sampai dalam tataran ini, maka ia akan mencintai ide itu, dan ia
akan senantiasa terarah kepada yang baik atau yang bijak.
Dengan demikian, orang tersebut tidak akan berbuat kejahatan, dan sebaliknya
ia justru akan berbuat kebaikan terhadap sesama manusia. Orang seperti inilah yang
akan mendapat kesenangan dan kebahagiaan yang menjadi cita-cita semua orang.
Dalam keadaan seperti ini, meskipun manusia berada di dunia inderawi, akan tetapi ia
sanggup hidup seolah-olah berada di dunia ide yang selalu diliputi oleh suasana
kehidupan yang mengedepankan kebenaran, keadilan, kejujuran, kedamaian, toleransi,
dan kebersamaan.
Lebih dari itu, orang yang mempunyai karakter demikian itu akan senantiasa
berupaya untuk menghadirkan dunia ide, ide kebaikan atau ide kebajikan di tengah-
tengah kehidupannya di dunia inderawi. Upaya seperti itu hanya mungkin bisa
terealisasi bilamana manusia memiliki pengetahuan yang benar, pengetahuan sejati.
Oleh karena itu, manusia harus berupaya untuk mendapatkan kesenangan dan
kebahagiaan yang sesungguhnya, yang pada gilirannya manusia tersebut ketika
meninggalkan dunia inderawi kembali ke dunia ide kebaikan, ia akan mendapat tempat
yang langgeng, suatu tempat yang oleh para pemeluk agama sekarang ini dipresepsi
sebagai surga atau nirwana.1
C. Etika Pemerintahan dalam Filsafat Plato
1. Etika Pemerintahan

1
Suyahmo.2016.Buku Ajar: Filsafat Moral, Semarang: Fakultas ilmu Sosial Universitas negeri Semarang.
Etika pemerintahan merupakan ajaran untuk berperilaku yang baik dan benar
sesuai dengan nilai-nilai keutamaan yang berhubungan dengan hakikat mnausia.
Dalam pergaulan baik terbatas maupun secara luas, memerlukan rasa etika atau etis.
Etika (ethics) adalah suatu system dari pada prinsip-prinsip moral tentang baik dan
buruk. Baik dan buruk terhadap tindakan dan atau perilaku. Etika dapat dibedakan
antara etika umum dan etika khusus. Etika umum yang berlaku umum dan etika
khusus berlaku khusus (terbatas) di kalangan tertentu, misalnya etika pemerintahan.
Ethics dapat berupa etika (etik), yaitu berasal dari dalam diri sendiri (hati nurani)
yang timbul bukan karena keterpaksaan, akan tetapi didasarkan pada ethos dan
spirit, jiwa dan semangat. Etika dapat juga berarti tata susila (kesusilaan) dan tata
sopan santun (kesopanan) dalam pergaulan hiudp sehari-hari baik dalamkeluarga,
masyarakat, pemerintah, berbangsa, dan bernegara. Etika pemerintahan juga
terdapat masalah kesusilaan dan kesopanan ini dalam aparat, aparatur, struktur dan
lembaganya.
Etika pemerintahan selalu berkaitan dengan nilai-nilai keutamaan yang
berhubungan dengan hak-hak dasar warga Negara selaku manusia sosial (makhluk
sosial). Nilai-nilai keutamaan yang dikembangkan dalam etika pemerintahan
adalah:
a. Penghormatan terhadap hidup manusia dan HAM lainn
b. Kejujuran baik terhadap diri sendiri maupun terhadap manusia lainnya (honesty)
c. Keadilan dan kepantasan merupakan sikap yang terutama harus diperlukan
terhadap orang lain
d. Kekuatan moralitas, ketabahan serta berani karena benar terhadap godaan
(fortitude
e. Kesederhanaan dan pengendalian diri (temperance)
f. Nilai-nilai agama dan sosial budaya termasuk nilai agama agar manusia harus
bertindak secara profesionalisme dan bekerja sama.2

Etika pemerintahan tersebut merupakan aturan-aturan ideal yang dinyatakan


dalam UUD baik yang dikatakan oleh dasar Negara (pancasila) maupun dasar-dasar
perjuangan Negara (teks proklamasi). Di Indonesia wujudnya adalah pembukaan

2
Yusuf, iyas.2012.”Peranan Etika Penyelenggaraan Pemerintahan dalam Mewujudkan Good Governance”.
http://iyasyusuf.blogspot.co.id/2012/03/peranan-etika-penyelenggaraan.html diunduh pada 31-05-2016 Pukul
10:29 WIB
UUD 1945 sekaligus pancasila sebagai dasar Negara (fundamental falsafah bangsa)
dan doktrin politik bagi organisasi formil yang mendapatkan legitimasi dan serta
keabsahan hukum secara de yure maupun de facto oleh pemerintahan RI, dimana
pancasila digunakan sebagia doktrin politik organisasinya.

2. Etika Pemerintahan dalam Filsafat Plato


Menurut Schmandt (dalam Suyahmo, 2016: 84) Etika pemerintahan yang
diajarkan oleh Plato dituangkan dalam konsepnya tentang “Politeia”. Dalam
politeia ini, plato menjelaskan bahwa etika moral yang harus menjadi landasan
Negara atau pemerintahan adalah keadilan, yang mencerminkan moral absolut.
Keadilan harus memerintah, dalam arti keadilan harus dijadikan landasan atau tolok
ukur dalam pemerintahan. Dengan hadirnya keadilan dalam pemerintahan, maka
kebaikan akan menjelma dalam Negara. Pengertian keadilan bagi Plato dipersepsi
sebagai susunan ketertiban dari orang-orang yang menguasai dirinya sendiri. Hanya
orang-orang merdeka yang mampu menguasai dirinya sendiri, dan hal demikian itu
akan dapat mengantarkan mereka ketujuan hidup bahagia. Hidup bahagia yang
dilandasi oleh rasa keadilan itu bisa dicapai bila suatu pemerintahan dalam Negara
berorientasi pada konsep “trikotomi” kejiwaan manusia yaitu akal, keberanian, dan
kebutuhan.
Atas dasar konsep tersebut, Plato berupaya menjelaskan asal mula Negara
yang juga tak lepas dari konsep kejiwaan manusia tersebut. Menurut Plato, bahwa
asal mula Negara juga didasari oleh kebutuhan-kebutuhan dan keinginan-keinginan
manusia yang bermacam-macam dan kebutuhan untuk bekerja sama satu dengan
yang lain. Menurut Plato, ada tiga sifat hakiki manusia yang bisa dijadikan dasar
untuk menjelaskan sifat negara, yaitu akal, keberanian, dan kebutuhan. Atas dasar
tersebut, Plato menjelaskan bahwa di dalam Negara ideal harus bersemayam tiga
kelas, yaitu ahli piker atau filsuf, penjaga keamanan atau tentara, petani dan
pedagang. Dari tiga kelas yang dikonsep oleh Plato tersebut sebagai pihak yang
dipandang bisa menciptakan keadilan bermoral dalam kehidupan bernegara. Plato
menempatkan filsuf atau ahli piker pada tataran tertinggi, tataran paling atas.
Menurut Plato, karena para ahli piker atau filsuf itu akan mampu memerintah
dengan baik dan benar, memeirntah berdasarkan atas peradaban dan pengetahuan
yang seluas-luasnya. Dalam hal ini, para cendikia “aristrokrasi” yang mampu
mengeplai dan mengendalikan pemerintahan dalam kehidupan bernegara, karena
mereka dipimpin oleh pikiran keadilan yang akan menuntun dan mengarahkan
mereka ke jalan kebenaran, kebiakan, dan kebajikan.
Pemikiran Plato tersebut menempatkan aristrokrasi sebagai bentuk
pemerintahan paling baik dan ideal pada urutan hierarki paling atas atau puncak.
Ditempakannya para cendikia aristrokrasi di urutan hierarki paling atas, bahwa
ketika para cendikia aristrokrasi sikap perilakunya mencerminkan kebaikan dan
keadilan maka dengan sendirinya kelompok di bawahnya akan mengikuti dan
meneladani apa yang dilakukan oleh kelompok diatasnya. Namun konsep
pemikiran tersebut dianggap Plato sebagai sesuatu yang hanya bersifat Utopia
belaka. Kosep pemikiran Plato yang ideal tersebut dilatarbelakagi oleh suatu
keadaan pada waktu itu yang diwarnai oleh adanya kemerosotan moral, banyak
terjadi ketidak adilan, kesewenang-wenangan, dan otoriter dari piak penguasa. Oleh
karena itu, dalam pemerintahan suatu Negara. Dengan hadirnya undang-undang dan
adat kebiasaan dalam Negara, maka bentuk pemerintahan nyang paling baik
adalah”monarkhi”, kemudian “arstrokrasi”, dan akhirnya “demokrasi”.
Menurut Plato, bentuk pemerintahan tirani dipandang sebagai bentuk
pemerintahan yang paling buruk, sewenang-wenang dan tidak bermoral. Karena
dalam kondisi seperti itu, kebenaran dan kebaikan didominasi oleh penguasa,
sedangkan rakyat yang diperintah tidak mempunyai kekuatan untuk menentang atau
menolaknya. Kesewenang-wenangan penguasa ini yang menimbulkan kerugian dan
penderitaan rakyat, yang posisinya selalu ditindas. Dengan demikian rakyat tidak
pernah merasakan keadilan yang semestinya juga berhak mendapatkannya.
Dmeikian juga bentuk pemerintahan dmeokrasi, oleh Plato dipandang kurang baik,
kurang dapat memperjuagkan hak-hak rakyat, karena dianggap lemah. Menurut
Plato, bentuk demokrasi tidak dapat menegakkan Undang-Undang. Karena diikat
oleh perundnag-undangan itu sendiri.3
D. Sistem Politik Indonesia dan Sistem Politik di Indonesia
1. Sistem Politik Indonesia
Sistem politik Indonesia diartikan sebagai kumpulan atau keseluruhan
berbagai kegiatan dalam Negara Indonesia yang berkaitan dengan kepentingan

3
Ibid
umum termasuk proses penentuan tujuan, upaya-upaya mewujudkan tujuan,
pengambilan keputusan, seleksi dan penyusunan skala prioritasnya.
Sistem politik Indonesia dalam rangka mewujudkan cita-cita bangsa dan
mencapai tujuan nasional maka harus sesuai dengan Pancasila dan UUD 1945.
Dalam menyelenggarkan politik negara, yaitu keseluruhan penyelenggaraan politik
dengan memanfaatkan dan mendayagunakan segala kemampuan aparatur negara
serta segenap daya dan dana demi tercapainya tujuan nasional dan terlaksananya
tugas negara sebagaimana yang ditetapkan dalam UUD 1945.
Sebagai suatu sistem, sistem politik terdiri atas berbagai sub sistem antara
lain sistem kepartaian, sistem pemilihan umum, sistem budaya politik dan sistem
peradaban politik lainnya. Dalam eksistensinya sistem politik akan terus
berkembang sesuai dengan perkembangan tugas dan fungsi pemerintahan serta
perubahan dan perkembangan yang ada dalam faktor lingkungan.
Politik adalah semua lembaga-lembaga negara yang tersebut di dalam
konstitusi negara ( termasuk fungsi legislatif, eksekutif, dan yudikatif ). Dalam
Penyusunan keputusan-keputusan kebijaksanaan diperlukan adanya kekuatan yang
seimbang dan terjalinnya kerjasama yang baik antara suprastruktur dan
infrastruktur politik sehingga memudahkan terwujudnya cita-cita dan tujuan-tujuan
masyarakat/Negara. Dalam hal ini yang dimaksud suprastruktur politik adalah
Lembaga-Lembaga Negara. Lembaga-lembaga tersebut di Indonesia diatur dalam
UUD 1945 yakni MPR, DPR, DPD, Presiden dan Wakil Presiden, Mahkamah
Agung, Mahkamah Konstitusi, Komisi Yudisial. Lembaga-lembaga ini yang akan
membuat keputusan-keputusan yang berkaitan dengan kepentingan umum.
Badan yang ada di masyarakat seperti Parpol, Ormas, media massa,
Kelompok kepentingan (Interest Group), Kelompok Penekan (Presure Group),
Alat/Media Komunikasi Politik, Tokoh Politik (Political Figure), dan pranata
politik lainnya adalah merupakan infrastruktur politik, melalui badan-badan inilah
masyarakat dapat menyalurkan aspirasinya. Tuntutan dan dukungan sebagai input
dalam proses pembuatan keputusan. Dengan adanya partisipasi masyarakat
diharapkan keputusan yang dibuat pemerintah sesuai dengan aspirasi dan kehendak
rakyat.
Di Indonesia, sistem politik yang dianut adalah sistem politik demokrasi
pancasila yakni sistem politik yang didasarkan pada nilai-nilai luhur, prinsip,
prosedur dan kelembagaan yang demokratis. Adapun prinsip-prinsip sistem politik
demokrasi di Indonesia antara lain:
a. pembagian kekuasaan eksekutif, legislatif dan yudikatif berada pada badan yang
berbeda
b. Negara berdasarkan atas hukum
c. Pemerintah berdasarkan konstitusi
d. jaminan terhadap kebebasan individu dalam batas-batas tertentu
e. pemerintahan mayoritas
f. pemilu yang bebas
g. parpol lebih dari satu dan mampu melaksanakan fungsinya

Sebagai suatu sistem, prinsip-prinsip ini saling berhubungan satu sama lain.
Sistem politik demokrasi akan rusak jika salah satu komponen tidak berjalan atau
ditiadakan. Contohnya, suatu negara sulit disebut demokrasi apabila hanya ada satu
partai politik. Dengan satu partai, rakyat tidak ada pilihan lain sehingga tidak ada
pengakuan akan kebebasan rakyat dalam berserikat, berkumpul dan mengemukakan
pilihannya secara bebas. Dengan demikian berjalannya satu prinsip demokrasi akan
berpengaruh pada prinsip lainnya.

Kenyataan bahwa bangsa Indonesia adalah bangsa yang besar, tidak perlu
diragukan lagi kebenarannya. Tetapi fakta bahwa banyak masyarakat yang justru
merasa tertindas oleh pemerintahannya sendiri. Masalah ketidakadilan pemerintah
menjadi persoalan yang memicu disintegrasi bangsa karenanya sistem politik
Indonesia diharapkan merupakan penjabaran nilai-nilai luhur pancasila dalam
keseluruhan penyelenggaraan tugas-tugas pemerintah, pembangunan dan
kemasyarakatan, dalam rangka mewujudkan masyarakat adil dan makmur.

2. Sistem Politik di Indonesia


Sistem politik Indonesia berdasar pada ketentuan-ketentuan dalam UUD
1945. sistem politik Indonesia mengalami banyak perubahan setelah ada
amandemen terhadap UUD 1945. amandemen terakhir atas UUD 1945 dilakukan
pada tahun 2002. Perbandingan sistem politik Indonesiasebelum amandemen dan
sesudah amandemenUUD 1945 adalah sebagai berikut :
a. Sistem Politik Indonesia Sebelum Amandemen UUD 1945
Indonesia adalah negara kesatuan yang berbentuk republik. Hal itu berarti
bahwa kedaulatan berada di tangan rakyat dan sepenuhnya dijalankan oleh
MPR, Indonesia menganut sistem pemerintahan presidensiil artinya presiden
berkedudukan sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan.
UUD 1945 adalah konstitusi negara Indonesia yang mengatur kedudukan
dan tanggung jawab penyelenggaraan negara, kewenangan, tugas, dan
hubungan antara lembaga-lembaga negara. UUD 1945 juga mengatur hak dan
kewajiban warga negara.
Lembaga legislatif terdiri atas MPR yang merupakan lembaga tertinggi
negara dan DPR. Lembaga eksekutif terdiri atas presiden dan menjalankan
tugasnya yang dibantu oleh seorang wakil presiden serta kabinet. Lembaga
yudikatif menjalankan kekuasaan kehakiman yang dilakukan oleh MA sebagai
lembaga kehakiman tertinggibersama badan-badan kehakiman lain yang berada
dibawahnya.
b. Sistem Politik Indonesia Setelah Amandemen UUD 1945
Pokok-pokok sistem politik di Indonesia setelah amandemen UUD 1945 adalah
sebagai berikut :
1. bentuk negara adalah kesatuan, sedangkan bentuk pemerintahan adalah
republik. NKRI terbagi dalam 33 daerah provinsi dengan menggunakan
prinsip desentralisasi yang luas, nyata, dan bertanggung jawab. Dengan
demikian, terdapat pemerintah pusat dan pemerintah daerah.
2. kekuasaan eksekutif berada ditangan presiden. Presiden adalah kepala
negara sekaligus kepala pemerintahan. Presiden beserta wakilnya dipilih
dalam satu paket secara langsung oleh rakyat. Presiden tidak bertanggung
jawab pada parlemen, dan tidak dapat membubarkan parlemen. Masa
jabatan presiden beserta wakilnya adalah 5 tahun dan setelahnya dapat
dipilih kembali untuk satu kali masa jabatan.
3. tidak ada lembaga tertinggi dan lembaga tinggi negara. Yang ada lembaga-
lembaga negara seperti MPR, DPR, DPD, BPK, presiden, MK, KY dan
MA.
4. DPA ditiadakan yang kemudian dibentuk sebuah dewan pertimbangan yang
berada langsung dibawah presiden.
5. kekuasaan membentuk UU ada ditangan DPR. Selain itu DPR menetapkan
anggaran belanja negara dan mengawasi jalannya pemerintahan.DPR tidak
dapat dibubarkan oleh presiden beserta kabinetnya, tetapi dapat
mengajukan usulan pemberhentian presiden kepada MPR.
PENUTUP

A. Simpulan
1. Plato (bahasa Yunani: Πλάτων) adalah seorang filsuf dan matematikawan Yunani,
penulis philosophical dialogues dan pendiri dari Akademi Platonik di Athena, sekolah
tingkat tinggi pertama di dunia barat.
2. Inti dari pemikiran filsafat yang dicetuskan Plato ialah pendapatnya tentang idea atau
yang disebut dengan dunia ide. Idea timbul semata-mata karena kecerdasan berfikir
hal itulah yang mendasari pikiran plato tentang filsafat moral.
3. Bentuk pemerintahan paling baik menurut Plato jika ada undang-undang dalam negara
adalah monarkhi, tetapi jika tidak ada undang-undang dalam negara yang paling baik
adalah demokrasi.
4. Di Indonesia, sistem politik yang dianut adalah sistem politik demokrasi pancasila
yakni sistem politik yang didasarkan pada nilai-nilai luhur, prinsip, prosedur dan
kelembagaan yang demokratis.
5. Sistem negara idel yang dicita-citakan oleh Plato jika diamati adalah sistem politik di
Negara Indonesia
B. Saran
Sistem politik di Indonesia pada dasarnya adalah sistem politik yang ideal, dengan
tujuan untuk kebaikan bersama, akan tetapi dalam pelaksanaannya perlu ditinjau kembali
karena kenyataannya sistem tersebut masih belum bisa berjalan sesuai konsep dan masih
banyak pelanggaran-pelanggaran yang terjadi.
DAFTAR PUSTAKA

Mukhlis,ikhsan.2011.”Sistem Pemerintahan Indonesia Menurut UUD 1945”.

http://ikhsan-mukhlis.blogspot.co.id/2011/01/sistem-pemerintahan-indonesia-
menurut.html. diunduh pada tanggal 31-05-2016 Pukul 10:54 WIB

Suyahmo.2016.Buku Ajar: Filsafat Moral, Semarang: Fakultas ilmu Sosial


Universitas Negeri Semarang.

Yusuf, iyas.2012.”Peranan Etika Penyelenggaraan Pemerintahan dalam Mewujudkan


Good Governance”.

http://iyasyusuf.blogspot.co.id/2012/03/peranan-etika-penyelenggaraan.html
diunduh pada 31-05-2016 Pukul 10:29 WIB

Anda mungkin juga menyukai