Anda di halaman 1dari 8

BAB I

PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang

Ajaran filsafat secara umum adalah hasil pemikiran seseorang atau beberapa ahli filsafat tentang
sesuatu secara fundamental. Dalam memecahkan suatu masalah terdapat pebedaan di dalam
penggunaan cara pendekatan, hal ini melahirkan kesimpulan-kesimpulan yang berbeda pula,
walaupun masalah yang dihadapi sama. Perbedaan ini dapat disebabkan pula oleh faktor-faktor lain
seperti latar belakang pribadi para ahli tersebut, pengaruh zaman, kondisi dan alam pikiran manusia di
suatu tempat.
Perkembangan filsafat Yunani berlangsung begitu cepatnya, sehingga dalam usaha untuk
menggambarkannya dengan mudah akan mengalami kesukaran mengenai kronologisnya.
Perkembangan ini berlangsung berangsur-angsur, meskipun secara relatif berjalan cepat. Sampai saat
ini filsafat Eropa dan Amerika juga didasarkan atas daya pikir orang-orang Yunani, tidaklah mungkin
untuk memahami filsafat dewasa ini tanpa mengetahui sejarah dan asal-usulnya. Yang menjadi asal
mulanya dalam arti sempit ialah pemikiran Plato dan Aristoteles, dalam arti lebih luas lagi ialah
seluruh pikiran kuno sampai dengan surutnya peradaban kuno.
Meskipun terdapat banyak perbedaan pendapat diantara para pemikir yang satu dengan yang lain,
namun filsafat merupakan suatu kesatuan. Filsafat ini merupakan upaya memahami. Para filsuf yang
paling tua merupakan orang-orang pertama yang tidak lagi merasa puas dengan penjelasan
berdasarkan mitos-mitos, melainkan menghendaki penjelasan yang masuk akal.
Dan pada makalah ini kami akan membahas tentang pemikiran seorang tokoh filosof utama pada
zaman nya yaitu Plato dengan pemikiran nya tentang filsafat Idealisme.

B.     Rumusan Masalah

Berdasarkan judul dan latar belakang di atas tadi, maka rumusan masalah dapat dijabarkan
sebagai berikut :
1.      Bagaimana Biografi Plato ?
2.      Apa Itu Filsafat Idealisme ?
3.      Seperti Apa Idealisme Plato ?

C.    Tujuan Penulisan

Penulisan ini di dilakukan dengan tujuan :


1.            Untuk Mengetahui Bagaimana Biografi Plato.
2.            Untuk Mengetahui Filsafat Idealisme.
3.            Untuk Mengetahui Seperti Apa Idealisme Plato.

BAB II

PEMBAHASAN

A.    Biografi Plato

Plato dilahirkan di Atena pada tahun 427 SM dan meninggal disana pada tahun 347 SM dalam
usia 80 tahun. Ia berasal dari keluarga aristokrasi yang turun-temurun memegang politik penting
dalam politik Atena. Ia pun bercita-cita sejak mudanya untuk menjadi orang negarawan. Tetapi
perkembangan politik di masanya tidak memberi kesempatan padanya untuk mengikuti jalan hidup
yang diingininya itu.

Ayahnya bernama Ariston, keturunan raja Krodus, raja terakhir Athena yang hidup sekitar abad
1068 SM dan sangat dikagumi rakyatnya dikarenakan kecakapan dan kebijaksanannya memerintah
Athena. Ibunya bernama Periktione, keturunan Solon, tokoh legendaris dan negarawan agung Athena
yang hidup sekitar seratus lebih awal dari Periktione.

Nama Plato yang sebenarnya ialah Aristokles. Karena dahi dan bahunya yang amat lebar, ia
memperoleh julukan “Plato” tersebut dari seorang pelatih senamnya. Plato dalam bahasa Yunani
berasal dari kata benda “platos” (“kelebarannya”/”lebarnya”). Julukan yang diberikan oleh pelatih
senamnya itu begitu cepat populer dan menjadi panggilannya sehari-hari, bahkan kemudian menjadi
nama resmi yang diabadikannya lewat seluruh karyanya. [1]

Plato adalah pengikut Socrates yang taat di antara para pengikut-pengikutnya yang mempunyai
pengaruh besar. Selain dikenal sebagai ahli pikir, ia juga dikenal sebagai sastrawan yang terkenal.
Tulisannya sangat banyak, sehingga keterangan tentang dirinya dapat diperoleh secara maksimal.

Sebagai titik tolak pemikiran filsafatnya, ia mencoba menyelesaikan permasalahan lama, mana
yang benar antara yang berubah-ubah (Heraclitos) atau yang tetap (Parmenides). Mana yang benar
antara pengetahuan lewat indra dengan pengetahuan lewat akal. Pengetahuan yang diperoleh lewat
indra disebut pengetahuan indra atau pengetahuan pengalaman, dan pengetahuan tersebut bersifat
tidak tetap atau berubah-ubah. Sedangkan pengetahuan lewat akal disebut pengetahuan akal dan
bersifat tetap atau tidak berubah-ubah.[2]
B.     Filsafat Idealisme

1.      Pengertian Filsafat

Filsafat sebenarnya berasal dari bahasa Yunani yaitu “Philosophia”. Kemudian dari kata ini
banyak di peroleh pengertian-pengertian filsafat, baik dalam segi pengertian secara etimologi maupun
secara menyeluruh dalam kandungannya.

Beberapa ahli filsafat mendefinisikan tentang filsafat:

a.       Menurut Aristoteles filsafat ialah ilmu pengetahuan yang meliputi kebenaran yang terkandung di
dalamnya ilmu-ilmu metafisika, logika, retorika, etika, ekonomi, politik dan estetika. Dia juga
berpendapat bahwa filsafat itu menyelidiki sebab dan asas segala benda.
b.       Menurut Cicero filsafat adalah pengetahuan tentang sesuatu yang maha agung dan usaha-usaha
mencapai hal tersebut.
c.       Menurut Plato filsafat ialah pengetahuan tentang segala yang ada, serta pengetahuan yang berminat
mencapai kebenaran yang asli.[3]

2.      Sumber-sumber Filsafat Plato

Guru filsafat yang amat dikagumi, dihormati, dan dicintai plato ialah Socrates. Bagi Plato,
Socrates adalah guru dan sahabat, “the noblest and the wisest and most just” (yang paling mulia dan
paling bijaksana dan yang paling tulus). Ungkapan itu menunjukkan bahwa Socrates memiliki tempat
yang paling khusus dalam kehidupan Plato dan hal itu nampak jelas lewat karya-karya filsafatnya.
Hampir seluruh karya filsafat Plato menggunakan “metode sokratik”, yaitu metode yang
dikembangkan oleh Socrates yang dikenal juga dengan nama “metode dialektis” atau yang sering kali
juga disebut “elenkhus”.
Metode itu terwujud ke dalam suatu bentuk tanya jawab atau dialog sebagai suatu upaya
untuk meraih kebenaran dan pengetahuan. Plato berhasil menyempurnakan metode sokratik dengan
menuliskan dialog-dialognya ke dalam suatu bentuk kesastraan yang mampu mempesona begitu
banyak orang dari abad ke abad. Dalam hampir semua dialog Plato, peran Socrates senantiasa
ditempatkannya sebagai pelaku utama. Lewat seluruh karya filsafatnya, Plato seolah-seolah hendak
mengabdikan nama gurunya yang amat dikagumi, dihormati dan dicintainya itu.
Filsafat Plato tidak hanya dipengaruhi oleh paham Socrates tetapi juga dipengaruhi oleh filsuf
sebelumnya yang dikenal sebagai filsuf pra-sokratik. Sebelum Plato menjadi murid
Socrates, Plato pernah belajar filsafat dari Kratylos. Kratylos adalah murid Herakleitos, si gelap (ho
skoteinos), meraih gelar demikian itu, karena filsafatnya sulit dipahami. Herakleitos mengajarkan
bahwa segala sesuatu senantiasa bergerak dan berubah. Plato membenarkan pemikiran mereka itu
hanya berlaku dalam hal yang indrawi semata.
Plato pun mengenal ajaran Parmenides yang bertolak belakang dengan pemikiran Herakleitos.
Bagi Parmenides “yang ada itu ada” dan “yang tidak ada itu tidak ada”. Permenides mengatakan tidak
ada yang bergerak, tidak ada yang berubah, tidak ada yang mengalir dan berlalu serta
meniadakan. Plato mengakui kebenaran Parmenides, namun kebenaran ajaran Parmenides itu tidak
berlaku di dunia indrawi.
Plato juga mengetahui dengan baik ajaran Orphisme atau yang sering disebut sebagai Mysteri
Orphik, yakni suatu gerakan agamis dan filosofi yang tersebar di Yunani pada awal abad ke-6 SM dan
yang begitu mempengaruhi serta menarik perhatian para penganut Pythagoreanisme di Italia Selatan.
Orphisme mengajarkan dualisme tubuh adalah tugas manusia. Jiwa terpenjara dalam tubuh dan tugas
manusia adalah membebaskan jiwa dari penjara tubuh itu. Untuk pembebasan jiwa itu hanya mungkin
tercapai lewat upacara kudus.[4]

3.      Paham Idealisme

Definisi Idealisme, Kata idealis dalam filsafat mempunyai arti yang sangat berbeda dari arti
yang biasa dipakai dalam sehari-hari. Kata idealis itu berarti:
1. Seseorang yang menerima ukuran moral yang tinggi, estetika dan agama serta menghayatinya.
2. Orang yang dapat melukiskan dan menganjurkan suatu rencana atau progam yang belum ada.

W.E. Hocking seorang idealis mengatakan bahwa kata-kata “idea-ism” lebih tepat daripada


kata idealism. Secara ringkas paham idealisme mengatakan bahwa realitas terdiri dari ide, pikiran,
akal (mind) atau jiwa (selves), bukan benda material dan kekuatan. Idealisme menekankan
akal sebagai hal yang lebih dahulu (primer) daripada materi. Sebaliknya Materialisme mengatakan
bahwa materi itulah yang real (nyata) dan akal hanyalah fenomena yang menyertainya, idealisme
mengatakan bahwa akal itulah yang riil dan materi hanyalah merupakan produk sampingan.

4.      Jenis-Jenis Idealisme

1.      Idealisme Subjektif- Immaterialisme

 Idealisme jenis ini kadang-kadang dinamakan mentalisme atau fenomenalisme. Seorang


idealis subjektif akan mengatakan bahwa akal, jiwa dan persepsi-persepsinya atau ide-idenya
merupakan segala yang ada. “Objek” pengalaman bukanlah benda material; objek pengalaman adalah
persepsi. Oleh karena itu benda-benda seperti bangunan dan pepohonan itu ada, akana tetapi hanya
ada dalam akan mempersepsikannya.

2.      Idealisme Objektif

Plato adalah seorang filosof yang pertama kali memperkenalkan faham idealisme. Plato
membagi dunia dalam dua bagian. Pertama, dunia persepsi, dunia penglihatan, suara dan benda-benda
individual. Dunia yang kongkret ini adalah temporal dan rusak; bukan dunia yang sesungguhnya,
melainkan sebagai bayangan alias penampakan saja. Kedua, terdapat alam diatas alam benda yaitu
alam konsep, ide, universal, atau esensi yang abadi.

3.      Personalisme atau Idealisme Personal

Personalisme muncul sebagai protes terhadap materialisme mekanik, bagi seorang personalis
realitas dasar itu bukanlah pemikiran yang abstrak atau protes pemikiran yang khusus, akan tetapi
jiwa seseorang pemikir.[5]

C.    Idealisme Plato

Seluruh filsafat Plato bertumpu pada ajarannya tentang ide. Plato percaya bahwa ide adalah
realitas yang sebenarnya dari segala sesuatu yang ada yang dapat dikenal lewat panca indera. Pohon,
bunga, manusia, hewan, dan lain-lain, sebagaimana akan mati dan berubah, tetapi ide pohon, bunga,
manusia, dan hewan, tidak akan pernah berubah. Karena ide adalah realitas yang sebenarnya atau
keberadaan ada yang sesungguhnya, maka bagi Plato ide bukanlah sekedar gagasan atau gambaran
yang hanya berada di dalam pemikiran manusia.

Ide bukanlah sesuatu yang subjektif yang tercipta oleh daya pikir manusia dan oleh sebab itu
keberadaan ide itu lalu bergantung pada daya pikir manusia. Sebagai realitas yang sebenarnya, bagi
Plato, ide bersifat objektif. Keberadaan ide tidak bergantung pada daya fikir manusia. Ide itu mandiri,
sempurna, abadi, dan tidak berubah-rubah.

Bagi Plato, kenyataan yang demikian itu membuktiakan bahwa dunia indrawi bukanlah
realitas yang sebenarnya. Dunia indrawi itu hanyalah bayangan atau gambaran yang tidak lengkap dan
tidak sempurna dari dunia ide. Contonya seperti kursi, ini beraneka ragam kursi di dunia indrawi
hanyalah bayangan yang tidak lengkap dari yang sempurna yang ada di dunia ide. Kursi yang
sempurna yang ada di dunia ide itu hanya satu, sedangkan kursi yang ada di dunia indrawi bermacam-
macam karena sebagai bayangan atau gambaran yang tidak sempurna ia justru menggambarkan yang
sempurna itu lewat aneka bentuk dan berbagai rupa.

Plato mengakui bahwa dunia indrawi yang serba majemuk dan adalah juga suatu realitas,
namun bukanlah realitas yang sebenarnya. Dunia indrawi hanyalah tiruan sementara dari dunia ide.
Oleh sebab itu yang paling utama bagi Plato ialah dunia ide. Tetapi itu tidak berarti dunia indrawi
harus disangkal keberadaannya. Kedua dunia itu tetap merupakan realitas sendiri-
sendiri, meskipunyang indrawi hanyalah merupakan tiruan dari dunia ide. Dari uraian yang telah
dipaparkan di atas, jelas terlihat bahwa idealisme Plato berbeda dengan idealisme modern. Dunia ide
bagi Plato merupakan suatu realitas yang objektif, karena itu idealism Plato sering disebut sebagai
idealism realitas, sedangkan idealisme modern bersifat subjektif oleh sebab itu sering
disebut idealisme subjektif.[6]
BAB III

PENUTUP

A.  Simpulan

Terjadi perbedaan dikalangan para filsuf tentang tempat dan tahun kelahiran Plato yang
sesungguhnya, akan tetapi dari sekian banyak buku filsafat yang diterbitkan diperoleh data bahwa
Plato lahir di Athena pada tahun 427-347 SM, dan yang pasti ialah, Plato lahir dalam suatu keluarga
Aristokrat Athena yang turun-temurun memiliki peranan yang amat penting dalam kehidupan politik
di Athena.

Banyak sekali definisi-definisi yang dikemukakan tentang filsafat, akan tetapi Plato
mempunyai definisi tersendiri mengenai filsafat yaitu pengetahuan tentang segala yang ada, serta
pengetahuan yang berminat mencapai kebenaran yang asli.

Dalam hampir semua dialog Plato, peran Socrates senantiasa ditempatkannya sebagai pelaku
utama. Lewat seluruh karya filsafatnya, Plato seolah-seolah hendak mengabdikan nama gurunya yang
amat dikagumi, dihormati dan dicintainya itu.

Filsafat Plato tidak hanya dipengaruhi oleh faham Socrates tetapi juga dipengaruhi oleh
filusuf sebelumnya yang dikenal sebagaifilusuf pra-sokratik seperti Kratylos, Herakleitos,
Parmenides, dan ajaran Orphisme.

Secara ringkas paham idealisme mengatakan bahwa realitas terdiri dari ide, pikiran, akal (mind) atau
jiwa (selves), bukan benda material dan kekuatan. Idealisme menekankan akal sebagai hal yang lebih
dahulu (primer) daripada materi.

Plato mengatakan bahwa ide adalah realitas yang sebenarnya dari segala sesuatu yang ada,
yang dapat dikenal lewat panca indera. Bagi Plato, dunia indrawi bukanlah realitas yang sebenarnya.
DAFTAR PUSTAKA

S. Pradja, Juhaya. 1987. Aliran-aliran Filsafat Dari Rasionalisme Hingga Sekularisme. Bandung:
CV Alva Gracia.

Achmadi, Asmoro. 2001. Filsafat Umum. Jakarta: Rajawali Pers.

Hendrik, Rapar, Jan. 1991. Filsafat Politik Plato. Jakarta: CV. Rajawali.

Yakub, Hamzah. 1984. Filsafat Ketuhanan. Bandung: PT. Al Ma’arif.

Dhiqin, Ahmad. “Idealisme Plato”. 5 Maret 2014.

 http://duniakampus7.blogspot.ca/2014/03/idealisme-plato.html

Antasari, Ariezt Pasther. “Filsafat Plato”. 8 Mei 2012

http://laskarphasterantasari.blogspot.ca/2012/05/filsafat-plato.html

[1] Jan Hendrik Rapar, Filsafat Politik Plato, (Jakarta: CV. Rajawali, 1991), cet.II,41-42

[2] Asmoro Achmadi, Filsafat Umum,  (Jakarta: Rajawali Pers, 2001), 52-53.

[3] Hamzah Yakub, Filsafat Ketuhanan (Bandung: PT. Al Ma’arif, 1984),11-12.

[4] Jan Hendrik Rapar, Filsafat Politik Plato, 47-49.

[5] Juhaya S. Pradja, Aliran-aliran Filsafat dari Rasionalisme hingga Sekulerisme, (Bandung: CV Alva
Gracia, 1987), 36-38.

[6] Jan Hendrik Rapar, Filsafat Politik Plato, 51-53.

Anda mungkin juga menyukai