Anda di halaman 1dari 23

DESAIN MODEL PEMBELAJARAN DICK AND CAREY PADA

MATERI INTERFERENSI GELOMBANG

UJIAN MID SEMESTER

Disusun untuk memenuhi salah satu tugas :

DESAIN DAN MEDIA PEMBELAJARAN FISIKA

Dosen Pengampu

Dr. Wawan Bunawan, M.Pd., M.Si

Disusun Oleh:

Indah Pratiwi

8176176006

PENDIDIKAN FISIKA KELAS C

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS NEGERI MEDAN (UNIMED)

2018
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah


Pendidikan adalah suatu proses dalam rangka mempengaruhi peserta didik agar dapat
menyesuaikan diri sebaik mungkin terhadap lingkungannya dan dengan demikian akan
menimbulkan perubahan dalam dirinya yang memungkinkannya untuk berfungsi sesuai nilai-
nilai yang berlaku dalam kehidupan masyarakat (Hamalik, 2004). Undang-undang Republik
Indonesia No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pendidikan adalah usaha
sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta
didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta penampilan yang
diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara (Sugiyono, 2014). Secara sederhana
pendidikan dapat diartikan sebagai sarana bagi manusia untuk mengembangkan
kepribadiannya sesuai dengan nilai-nilai yang berlaku dalam suatu masyarakat. Tuntutan
pembelajaran yang semakin cepat, efektif, dan efisien tidak dapat dihindari lagi sejalan
dengan perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) yang semakin canggih.
Pembelajaran yang efektif dan efisien merupakan tujuan pembelajaran yang menekankan
pada penguasaan pengetahuan secara tuntas. Salah satu pembelajaran yang menekankan pada
penguasaan pengetahuan secara tuntas yaitu pembelajaran fisika.
Fisika merupakan salah satu cabang dari Ilmu Pengetahuan Alam (IPA). Fisika adalah
bidang ilmu yang banyak membahas tentang alam dan gejalanya, dari yang bersifat nyata
hingga yang bersifat abstrak. Sebagai ilmu yang mempelajari fenomena alam, fisika juga
memberikan pelajaran yang baik bagi manusia untuk hidup selaras berdasarkan hukum alam.
Salah satu alasan fisika perlu diajarkan di SMA/MA sebagai mata pelajaran tersendiri karena
fisika mampu menumbuhkan kemampuan berpikir kritis yang berguna dalam pemecahan
masalah dalam kehidupan sehari-hari sebagai bentuk dari sumber daya manusia yang
berkualitas.
Salah satu materi fisika yang diajarkan di SMA adalah materi gelombang terkhusus
interferensi gelombang. Salah satu permasalahan yang serinbg dihadapi guru fisika dalam
pembelajaran gelombang tersebut adalah kurangnya aktivitas peserta didik yang
mengakibatkan rendahnya pemahaman konsep serta rendahnya hasil belajar. Di samping itu,
penyampaian materi oleh guru kurang menarik perhatian peserta didik. Padahal pelajaran
fisika pada umumnya merupakan pelajaran yang harus dipahami bukan hanya dihafalkan.
Media pembelajaran yang digunakan disekolah hanya berupa buku paket dari
perpustakaan sekolah dan lembar kerja siswa (LKS) yang disediakan sekolah tidak ada
tuntutan kegiatan pratikum yang dapat dilakukan, kurang adanya gambar yang menarik serta
hanya berisikan materi dan soal-soal latihan. Hal ini kurang sesuai dengan kurikulum yang
digagas oleh kemendikbud yaitu kurikulum 2013 yang menggunakan pembelajaran dengan
pendekatan saintifik. Pendekatan saintifik dilakukan dengan lima langkah pembelajaran, yaitu
tahap mengamati, bertanya, mencoba, melakukan, asosiasi, dan mengkomunikasikan.
Untuk mengatasi semua permasalahan tersebut penulis merancang sebuah lembar
kerja siswa (LKS) melalui sebuah media simulasi yang menggunakan software yaitu simulasi
PhET , dimana simulasi itu dijalankan oleh siswa dengan bantuan komputer dan lembar kerja
siswa (LKS) sebagai panduan siswa untuk menjalankan langkah-langkah pratikum.
Lembar kerja siswa yang menggunakan PhET simulations sudah pernah
dikembangkan oleh Riantoni (2014), tetapi LKS tersebut hanya berisi langkah-langkah kerja
yang menggunakan pendekatan Inquiri terbimbing, pendekatan pembelajaran yang
menekankan pada proses berpikir siswa saja dan termbimbing, pada lembar kerja yang
dikembangkan oleh peneliti ini menggunakan pendekatan Problem Solving yang menekankan
proses berpikir siswa dan siswa lah yang menemukan solusi dari pemecahan masalah yang
diterapkan di lembar kerja siswa ini, sehingga mampu meningkatkan kinerja ilmiah siswa.
Penggunaan PhET simulations ini juga harus didukung dengan penggunaan model
instruksional desain Instruksional yang dikembangkan oleh Walter Dick, Lou Carey dan James O
Carey. Model ini adalah salah satu dari model prosedural, yaitu model yang menyarankan agar
penerapan prinsip disain Instruksional disesuaikan dengan langkah-langkah yang harus di tempuh
secara berurutan. Dick, Carey, dan Carey memandang desain pembelajaran sebagai sebuah
sistem dan menganggap pembelajaran adalah proses yang sitematis. Pada kenyataannya cara
kerja yang sistematis inilah dinyatakan sebagai model pendekatan sistem.
1.2. Rumusan Masalah
1. Bagaimana desain pembelajaran model Dick dan Carey?
2. Bagaimana bentuk LKS untuk panduan PhET pada materi Interferensi

Gelombang yang dikembangkan dengan format Problem solving ?

1.3. Tujuan
1. Mengetahui desain pembelajaran model Dick dan Carey.
2. Mengetahui bentuk LKS untuk panduan PhET pada materi Interferensi
Gelombang yang dikembangkan dengan format Problem solving.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Desain Pembelajaran Model Dick dan Carey


Model Dick and Carey adalah model desain Instruksional yang dikembangkan oleh
Walter Dick, Lou Carey dan James O Carey. Model ini adalah salah satu dari model
prosedural, yaitu model yang menyarankan agar penerapan prinsip disain Instruksional
disesuaikan dengan langkah-langkah yang harus di tempuh secara berurutan.
Dick, Carey, dan Carey memandang desain pembelajaran sebagai sebuah sistem dan
menganggap pembelajaran adalah proses yang sitematis. Pada kenyataannya cara kerja yang
sistematis inilah dinyatakan sebagai model pendekatan sistem. Dipertegas oleh Dick, Carey,
dan Carey bahwa pendekatan sistem selalu mengacu kepada tahapan umum sistem
pengembangan pembelajaran (Instructional Systems Development/ ISD). Jika berbicara
masalah desain maka masuk ke dalam proses, dan jika menggunakan istilah instructional
design (ID) mengacu kepada instructional system development (ISD) yaitu tahapan analisis,
desain, pengembangan, implementasi, dan evaluasi. Instructional desain inilah payung
bidang.
Komponen model Dick, Carey, dan Carey meliputi; pembelajar, pebelajar, materi, dan
lingkungan. Demikian pula dilingkungan pendidikan non formal meliputi; warga
belajar (pebelajar), tutor(pembelajar), materi, dan lingkungan pembelajaran. Semua
berinteraksi dalam proses pembelajaran untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Bila
melihat komponen bekerja dengan memuaskan atau tidak maka perlu mengembangkan
format evaluasi. Jika dari hasil evaluasi menunjukkan unjuk kerja pebelajar tidak memuaskan
maka komponen tersebut direvisi untuk mencapai kriteria efektif dalam mencapai tujuan
pembelajaran.
Pada umumnya, tahap pertama dalam desain pembelajaran adalah analisis untuk
mengetahui kebutuhan dalam pembelajaran, dan mengidentifikasi masalah-masalah apa yang
akan dipecahkan. Model Dick, Carey, dan Carey menerapkan tahapan ini, dengan demikian
pengembangan yang dilakukan berbasis kebutuhan dan pemecahan masalah. Produk yang
direkomendasikan dalam model ini yaitu sebuah produk yang dapat digunakan untuk belajar
mandiri. Model ini juga memungkinkan warga belajar menjadi aktif berinteraksi karena
menetapkan strategi dan tipe pembelajaran yang berbasis lingkungan. Dengan bentuk
pembelajaran yang berbasis lingkungan, yang disesuaikan dengan konteks dan setting
lingkungan sekitar atau disebut juga sebagai situational approach oleh
Canale dan Swain memungkinkan pebelajar bahasa dapat mengoptimalkan kompetensi
komunikatif.
Model desain sistem pembelajaran yang dikemukakan oleh Dick dan Carey telah lama
digunakan untuk menciptakan program pembelajaran yang efektif, efisien, dan menarik.
Model yang dikembangkan didasarkan pada penggunaan pendekatan sistem atau system
approach terhadap komponen-komponen dasar dari desain sistem pembelajaran yang
meliputi analisis, desain, pengembangan, implementasi, dan evaluasi. Model ini terdiri atas
beberapa komponen dan sub komponen yang perlu dilakukan untuk membuat rancangan
aktivitas yang lebih besar. Pengembangan model desain sistem pembelajaran ini tidak hanya
diperoleh dari teori dan hasil penelitian, tetapi juga dari pengalaman praktis yang diperoleh di
lapangan. Implementasi model desain sistem pembelajaran ini memerlukan proses yang
sistematis dan menyeluruh. Hal ini diperlukan untuk dapat menciptakan desain sistem
pembelajaran yang mampu digunakan secara optimal dalam mengatasi masalah-masalah
pembelajaran.

2.1.1. Langkah-Langkah Model Pembelajaran Dick dan Carey


1. Mengidentifikasi Tujuan Pembelajaran
Langkah pertama yang perlu dilakukan dalam menerapkan model desain sistem
pembelajaran ini adalah menentukan kemampuan atau kompetensi yang perlu dimiliki oleh
siswa setelah menempuh program pembelajaran. Hal ini disebut dengan istilah tujuan
pembelajaran atauInstructional Goal. Rumusan tujuan pembelajaran dapat dikembangkan
baik dari rumusan tujuan pembelajran yang sudah ada pada silabus maupun dari hasil analisis
kinerja atauPerformance Analysis.
Model yang kita gunakan di seluruh teks ini adalah untuk memandu desain,
pengembangan, dan revisi instruksi. Telah lama diterima bahwa pekerjaan analisis yang
cermat adalah mutlak penting sebelum memulai desain instruksi. Analisis pekerjaan kadang-
kadang disebut juga dengan front-end analisis, dan biasanya mencakup analisis kinerja, need
assessment, dan dalam beberapa kasus analisis pekerjaan. Tapi dalam makalah ini tidak akan
dijelaskan dengan secara lengkat analisis front-end tersebut. Namun secara singkat Gambar
2.1 menjelaskan proses tersebut secara sederhana.
Gambar 2.1 Contoh Analisis Pelatihan Kompleks dan Pengembangan Kurikulum

Secara garis besar proses untuk mendapatkan informasi tentang tujuan yang
diharapkan maka dilakukan Analisa awal dan akhir (Front-End Analysis) atau secara spesifik
terdiri dari: analisis performa, Analisis Kebutuhan, Analisis Pekerjaan, pengalaman praktek
dengan kesulitan belajar dan beberapa instruksi baru
a. Analisis Kinerja (Performance Analysis)
Performance Analysis (Analisa Unjuk Kerja) adalah sebuah analisa tentang
kemampuan unjuk yang bertujuan untuk memperoleh informasi dalam rangka untuk
mengidentifikasi masalah dan solusinya.
b. Penilaian Kebutuhan (Need Assessment)
Penilaian kebutuhan adalah sebuah pengamatan yang dilakukan untuk melihat atau
mengkaji antara harapan dan kenyataan. Ada tiga komponen dalam logika penilaian
kebutuhan, Komponen pertama menetapkan suatu standar atau tujuan yang disebut sebagai
status yang diinginkan.
c. Analisis Pekerjaan (Job Analysis)
Job Analysis (Analisa pekerjaan) adalah sebuah proses pengumpulan, menganalisis,
dan mensintesis deskripsi tentang apa yang dilakukan orang dalam pekerjaan mereka. Proses
analisis pekerjaan dimulai menginventarisir pekerjaan yang biasa dilakukan oleh pekerjaan,
kemudian digolongkan dalam kategori tugas-tugas yang memerlukan solusi dengan
menggunakan Instruksional.
d. Memperjelas Tujuan Pembelajaran (Clarifying Instructional Goals)
Pada proses mengumpulkan informasi tujuan terkadang terdapat beberapa pernyataan
tujuan yang samar atau tidak jelas tujuan. Sering muncul tujuan yang sulit diukur seperti
mengandung kata “menghargai”, “memiliki kesadaran dan seterusnya. Pada kontek ini
perancang harus melakukan beberapa prosedur untuk memperjelas tujuan yang samar tadi.
e. Pembelajar, Lingkungan Dan Alat (Learner, Context And Tools)
Sedangkan aspek yang paling penting dari sebuah tujuan Instruksional adalah
deskripsi dari apa yang pelajar akan dapat lakukan, deskripsi yang tidak lengkap tanpa
indikasi (1) siapa pelajar, (2) di mana mereka akan menggunakan keterampilan , dan (3) alat-
alat yang akan tersedia.
f. Kriteria Dalam Menetapkan Tujuan Pembelajaran (Criteria For Establishing
Instructional Goals)
Kadang-kadang proses penetapan tujuan yang tidak sepenuhnya rasional, yaitu tidak
mengikuti proses penilaian kebutuhan sistematis. Faktor lain misalnya pertimbangan politik
dan ekonomi serta teknis atau yang akademis.

2. Melaksanakan Analisis Pembelajaran.


Setelah melakukan identifikasi tujuan pembelajaran, langkah selanjutnya adalah
melakukan analisis instruksional, yaitu sebuah prosedur yang digunakan untuk menentukan
keterampillan dan pengetahuan relevan dan diperlukan oleh siswa untuk mencapai
kompetensi atau tujuan pembelajaran. Dalam melakukan analisis instraksional, beberapa
langkah diperluakan untuk mengidentifikasi kompetensi, berupa pengetahuan (cognitive),
keterampilan ( psychomotor ), dan sikap ( atitudes ) yang perlu dimiliki oleh siswa setelah
mengikuti proses pembelajaran.Proses analisis instruksional akan mudah dilakukan dengan
menggunakan “peta” yang menggambarkan keterkaitan dan hubungan seluruh keterampilan
dan kemampuan yang diperlukan untuk mencapai kompetensi atau tujuan pembelajaran.
Tujuan utama analisis pembelajaran adalah mengidentifikasi pengetahuan dan
ketrampilan yang harus ada pada pembelajaran. Karena prosesnya relatif kompleks, analisis
pembelajaran terhadap tujuan pembelajaran umum dapat dilakukan melalui dua tahap : 1)
menggolongkan pernyataan tujuan umum menurut jenis kapabilitas belajar. 2) melakukan
analisa lanjutan untuk mengidentifikasi ketrampilan bawahan. Keduanya merupakan proses
analisa pembelajaran. Pembelajaran ketrampilan psikomotor biasanya memerlukan perpaduan
ketrampilan intelektual dan ketrampilan motorik. Langkah pertama untuk analisa dilakukan
dengan menerapkan prosedur analisis hierarkis.
Menentukan kemampuan apa saja yang terlibat dalam proses pembelajaran untuk
mencapai tujuan dan menganalisa topik atau materi yang akan dipelajari. Analisis ini akan
menghasilkan diagram tentang keterampilan-keterampilan/ konsep dan menunjukkan
keterkaitan antara keterampilan konsep tersebut. Menurut Dick and Carey, analisis
instruksional adalah suatu prosedur, yang apabila diterapkan pada suatu tujuan instruksional
akan menghasilkan suatu identifikasi kemampuan-kemampuan bawahan yang diperlukan
bagi siswa untuk mencapai tujuan instruksional. Sedangkan menurut Essef, analisis
instruksional adalah suatu alat yang dipakai para penyusun desain instruksional atau guru
untuk membantu mereka didalam mengidentifikasi setiap tugas pokok yang harus
dikuasai/dilaksanakan oleh siswa dan sub tugas yang membantu siswa dalam menyelesaikan
tugas pokok.

3. Menganalisis karakteristik siswa dan konteks pembelajaran


Selain melakukan analisis tujuan pembelajaran, hal penting yang perlu dilakukan
dalam menerapkan model ini adalah analisis terhadap karakteristik siswa yang akan belajar
dan konteks pembelajaran. Kedua langkah ini dapat dilakukan secara bersamaan atau paralel.
Analisis konteks meliputi kondisi-kondisi terkait dengan keterampilan yang dipelajari oleh
siswa dan situasi yang terkait dengan tugas yang dihadapi oleh siswa untuk menerapkan
pengetahuan dan keterampilan yang dipelajari. Analisis terhadap karakteristik siswa meliputi
kemampuan aktual yang dimiliki oleh siswa, gaya belajar, dan sikap terhadap aktivitas
belajar. Identifikasi yang akurat tentang karakteristik siswa yang akan belajar dapat
membantu perancang program pembelajaran dalam memilih dan menentukan strategi
pembelajaran yang akan digunakan.
Analisis pararel terhadap warga belajar dan konteks dimana mereka belajar, dan
konteks apa tempat mereka menggunakan hasil pembelajaran. Keterampilan-keterampilan
warga belajar yang ada saat ini, yang lebih disukai, dan sikap-sikap ditentukan berdasarkan
karakteristik atau setting pembelajaran dan setting lingkungan tempat keterampilan
diterapkan. Langkah ini adalah langkah awal yang penting dalam strategi pembelajaran
Untuk melakukan analisis pembelajar dan konteks ada tiga analisis yang dilakukan,
yaitu analisis pembelajar, analisis konteks performansi dan analisis konteks learning.
a. Menganalisis Pembelajar (Analyze Learner)
Sebelum kita membahas analisis pembelajar, baik kita tahu dulu siapa pembelajar
dalam desain yang akan dibuat. Pembelajar disini kadang disebut sebagai populasi target atau
kelompok sasaran. Mari kita mulai dengan mempertimbangkan bahwa pebelajar
mendapatkan seperangkat Instruksional. Kita akan mengacu pada pebelajar ini sebagai target
population yaitu mereka adalah orang-orang yang akan dikenai Instruksional secara tepat.
Informasi yang berguna yang akan didapat meliputi (1). Entry behaviour (Perilaku
awal), (2). Pengetahuan awal tentang topik tertentu, (3). Sikap terhadap isi dan sistem
penyampaian, (4). Motivasi belajar, (5). Tingkat pendidikan dan kemampuan, (6).
Pembelajaran yang disukai, (7). Sikap terhadap pengelolana pemberian Instruksional, dan (8).
Karakteristik kelompok. Paragraf berikut akan membahas secara lengkap informasi tersebut.
b. Analisis Konteks Performansi (Analysis Of Performance Context)
Analisis konteks Performasi adalah analisa untuk mengetahui lingkungan pebelajar
dimana akan menerapkan keterampilan tersebut. Berdasarkan perspektif konstruktif, analisa
konteks yang dilakukan secara benar dapat membantu para perancang dalam menciptakan
elemen-elemen yang tepat dalam lingkungan belajar dan membantu pebelajar dalam
mengembangkan konsep yang optimal untuk belajar dan mengingat.
c. Analisis Konteks Pembelajaran (Analysis Of Learning Context)
Terdapat dua aspek untuk analisis konteks pembelajaran, yaitu menentukan apa dan
bagaimana seharusnya. Apa di sini adalah suatu tinjauan kondisi yang mana instruksi tersebut
terjadi. Hal ini mungkin hanya terjadi di satu lokasi, seperti suatu pusat pelatihan bersama,
atau salah satu dari banyaknya lokasi yang dihadiri oleh seorang klien. Bagaimana
seharusnya di sini dapat berupa fasilitas, perlengkapan, dan sumber yang cukup mendukung
instruksi yang diinginkan.
Dalam analisis konteks pembelajaran, fokusnya meliputi unsur-unsur berikut ini:
penyesuaian lokasi dengan kebutuhan instruksional, penyesuaian lokasi untuk mendorong
lokasi kerja, penyesuaian untuk pendekatan penyampaian, batasan-batasan lokasi
pembelajaran yang mempengaruhi rancangan dan penyampaian, pengumpulan data untuk
analisis konteks pembelajaran.
4. Merumuskan tujuan pembelajaran khusus
Berdasarkan hasil analisis instruksional, seorang perancang desain sistem
pembelajaran perlu mengembangkan kompotensi atau tujuan pembelajaran spesifik
(Instructional Objectives) yang perlu dikuasi oleh siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran
yang bersifat umum. (Intructional Goal) perumusan tujuan khusus pembelajaran merupakan
pernyataan tentang apa yang akan dicapai siswa setelah mereka selesai mengikuti kegiatan
pembelajaran. Dalam merumuskan tujuan pembelajaran khusus, ada beberapa hal yang perlu
mendapatkan perhatian, sebagai berikut.

a. Menentukan pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki oleh siswa setelah


menempuh proses pembelajaran.
b. Kondisi yang diperlukan agar siswa dapat melakukan unjuk kemampuan dari
pengetahuan yang telah dipelajari. Komponen kondisi dalam tujuan pembelajaran
khusus menyebutkan sesuatu yang secara khusus diberikan atau tidak diberikan ketika
pebelajar menampilkan perilaku yang ditetapkan dalam tujuan. Komponen kondisi
bisa berupa bahan dan alat, informasi dan lingkungan.
c. Indikator atau kriteria yang dapat digunakan untuk menentukan keberhasilan siswa
dalam menempuh proses pembelajaran. Kriteria yang relevan tersebut dapat berupa
kecermatan, waktu (kecepatan), kesesuaian dengan prosedur, kuantitas atau kualitas
hasil akhir.

Menuliskan tujuan unjuk kerja (tujuan pembelajaran). Berdasarkan analisis tujuan


pembelajaran dan pernyataan tentang perilaku awal, catatlah pernyataan khusus tentang apa
yang dapat dilakukan oleh warga belajar setelah mereka menerima pembelajaran. Pernyataan-
pernyataan tersebut diperoleh dari analisis pembelajaran. Analisis pembelajaran dimaksudkan
untuk mengidentifikasi keterampilan-keterampilan yang dipelajari, kondisi pencapaian unjuk
kerja, dan kriteria pencapaian unjuk kerja.
Dewasa ini dalam dunia pendidikan sering muncul instilah rumus “ABCD” dalam
merumuskan tujuan pembelajara khusus.
a. Audiens.
b. Behavior.
c. Condisi
d. Degree.

5. Mengembangkan instrumen penilaian

Berdasarkan tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan, langkah selanjutnya adalah


mengembangkan alat atau instrumen penilaian yang mampu mengukur pencapaian hasil
belajar siswa. Yang perlu diperhatikan dalam menentukan instrumen evaluasi yang akan
digunakan adalah instrumen harus dapat mengukur performa siswa dalam mencapai tujuan
pembelajaran yang telah dirumuskan. Beberapa tujuan pembelajaran tidak bisa diukur
dengan tes obyektif tetapi harus diukur unjuk kerja dengan pengamatan penilai. Untuk
membuat instrumen penilaian ini harus dilakukan pemberian skor untuk tiap langkah yang
dilakukan oleh pebelajar.
Tes acuan patokan disusun secara langsung untuk mengukur tingkah laku yang
digambarkan dalam tujuan. Ada empat jenis tes acuan patokan sebagai berikut.
a. Tes perilaku awal atau entry behavior test. Tes ini diberikan sebelum mulai
pembelajaran. Tujuannya adalah untuk mengetahui apakah pebelajar telah menguasai
ketrampilan yang menjadi prasyarat bagi pembelajaran.
b. Tes pendahuluan atau pre test, adalah tes acuan patokan yang diperlukan untuk
mengetahui profil pebelajar sehubungan dengan analisis pembelajaran. Pre test tidak
selalu harus dilakukan. Pada saat topic yang akan dipelajari merupakan sesuatu yang
baru, maka hasilnya pre test kadang tidak bisa menggambarkan kemampuan pebelajar
yang sebenarnya. Hal ini karena pebelajar mungkin menebak jawaban tes.
c. Latihan adalah tes yang bertujuan untuk membuat pebelajar berpartisipasi aktif dalam
pembelajaran. Latihan bisa membuat pebelajar mengulang kembali pengetahuan dan
ketrampilan baru sekaligus menilai tingkat pemahaman dan ketrampilannya sendiri.
Pembelajar menggunakan hasil latihan untuk memberikan umpan balik dan
memonitor kecepatan pembelajaran.
d. Post test adalah tes acuan patokan yang mencakup seluruh tujuan pembelajaran yang
mencerminkan hasil belajar yang dilakukan siswa. Meskipun begitu, tujuan awal post
testadalah untuk mengidentifikasi bagian pembelajaran yang tidak berhasil.
Keempat jenis tes itu dimaksudkan untuk digunakan selama proses desain
pembelajaran. Desainer Item tes dan tugas harus sesuai dengan: (1) tujuan sementara dan
tujuan akhir pembelajaran, (2) karakteristik dan kebutuhan pebelajar seperti tingkat
penguasaan bahasa, tingkat perkembangan pebelajar, tingkat motivasional dan ketertarikan,
pengalaman dan latar belakang dan kebutuhan khusus pebelajar.juga harus membuat keadaan
pada saat tes sama dengan saat belajar. Item tes dan tugas harus realistis atau
autentik. Pebelajar juga harus diberi petunjuk sebelum menjawab soal.

6. Mengembangkan strategi pembelajaran


Berdasarkan informasi yang telah dikumpulkan sebelumnya, perancang program
pembelajaran dapat menentukan strategi yang akan digunakan dalam pembelajaran. Strategi
yang digunakan disebut strategi pembelajaran atau instructional strategy. Aktivitas pra
pembelajaran dilakukan dengan memotivasi siswa, menginformasikan tujuan pembelajaran
dan menginformasikan ketrampilan prasyarat pada pebelajar. Selanjutnya dilakukan
penyajian materi. Kegiatan ini bukan hanya untuk menjelaskan konsep konsep baru saja,
tetapi juga menjelaskan hubungan antar konsep. Desainer juga memutuskan berapa jenis dan
jumlah contoh yang akan diberikan untuk tiap tiap konsep.
Salah satu komponen yang paling kuat dalam proses pembelajaran adalah latihan
dengan umpan balik. Desainer harus memberikan aktivitas yang relevan dengan tujuan
disertai dengan umpan balik atau informasi tentang unjuk kerja mereka. Sedangkan untuk
kegiatan lanjutan, desainer meninjau lagi strategi secara keseluruhan untuk menentukan
berhasilnya proses belajar.
Strategi pembelajaran meliputi; kegiatan prapembelajaran (pre-activity), penyajian
informasi, praktek dan umpan balik (practice and feedback, pengetesan (testing), dan
mengikuti kegiatan selanjutnya. Strategi pembelajaran berdasarkan teori dan hasil penelitian,
karakteristik media pembelajaran yang digunakan, bahan pembelajaran, dan karakteristik
warga belajar yang menerima pembelajaran. Prinsip-prinsip inilah yang digunakan untuk
memilih materi strategi pembelajaran yang interaktif
Berdasarkan informasi yang telah dikumpulkan sebelumnya, perancang program
pembelajaran dapat menentukan strategi yang akan digunakan agar program pembelajaran
yang dirancang dapat mencapai tujuan yang telah ditentukan. Strategi yang digunakan disebut
dengan istilah strategi pembelajran atau Instructional Strategy. Bentuk-bentuk strategi
pembelajaran yang dapat digunakan dalam mengimplementasikan aktivitas pembelajaran
yaitu aktifitas pra-pembelajaran, penyajian materi pembelajaran, dan aktivitas tindak lanjut
dari kegiatan pembelajaran.
Strategi pembelajaran yang dipilih untuk digunakan perlu didasarkan pada faktor-
faktor sebagai berikut.
a. Teori terbaru tentang aktifitas pembelajaran.
b. Penelitian tentang hasil belajar.
c. Karakteristik media pembelajaran yang akan digunakan untuk menyampaikan materi
pembelajaran.
d. Materi atau substansi yang perlu dipelajari oleh siswa.
e. Karakteristik siswa yang akan terlibat dalam kegiatan pembelajaran.

Pemilihan strategi pembelajaran yang tepat perlu dilakukan dalam mendesain


berbagai aktivitas pembelajran seperti halnya interaksi pembelajaran yang berlangsung
dikelas, pembelajaran dengan menggunakan media, dan sistem pembelajaran jarak jauh
dengan menggunakan jaringan komputer atau internet dan Web.

7. Mengembangkan dan memilih bahan ajar


Bahan ajar memuat isi yang akan digunakan pebelajar untuk mencapai
tujuan. Termasuk didalamnya adalah tujuan khusus dan tujuan umum dan semua yang
mendukung terjadinya proses belajar dalam diri pebelajar. Bahan ajar juga berisi informasi
yang akan digunakan pebelajar untuk memandu kemajuan mereka selama
pembelajaran. Semua bahan ajar juga harus dilengkapi dengan tes obyektif atau pengukuran
kemampuan pebelajar. Termasuk didalamnya adalah soal pre test dan post test. Selain bahan
ajar, diperlukan juga petunjuk penggunaan bagi pembelajar dan pebelajar .
Mengembangkan dan memilih materi pembelajaran, produk pengembangan ini
meliputi petunjuk untuk warga belajar, materi pembelajaran, dan soal-soal. Materi
pembelajaran meliputi : petunjuk untuk tutor, modul untuk warga belajar, transparansi OHP,
videotapes, format multimedia, dan web untuk pembelajaran jarak jauh. Pengembangan
materi pembelajaran tergantung kepada tipe pembelajaran, materi yang relevan, dan sumber
belajar yang ada disekitar perancang.
Pada tahap ini, perancangan program pembelajaran dapat menerapkan strategi
pembelajaran yang telah dirancang dalam tahap selanjutnya kedalam bahan ajar yang akan
digunakan. Istilah bahan ajar sama dengan media pembelajaran, yaitu sesuatu yang dapat
membawa informasi dan pesan dari sumber belajar kepada siswa. Contoh jenis bahan ajar
yang dapat digunakan dalam aktivitas pembelajaran yaitu buku teks, buku panduan, modul,
program audio video, bahan ajar berbasis komputer, program multimedia, dan bahan ajar
yang digunakan pada sistem pendidikan jarak jauh. Pengadaan bahan ajar yang akan
digunakan dapat dilakukan melalui beberapa cara, sebagai berikut.

a. Membeli produk komersial.


b. Memodifikasi bahan ajar yang telah tersedia.
c. Memproduksi sendiri bahan ajar sesuai tujuan

8. Merancang dan mengembangkan evaluasi formatif


Tujuan dari evaluasi formatif adalah untuk mengumpulkan data yang terkait dengan
kekuatan dan kelemahan pembelajaran. Hasil dari proses evaluasi formatif dapat digunakan
sebagai masukan atau input untuk memperbaiki draf paket pembelajaran. Meskipun tujuan
utamanya adalah mendapat data dari pebelajar tetapi tinjauan dari orang lain yang juga ahli
merupakan hal yang penting.
Tiga jenis evaluasi formatif dapat diaplikasikan untuk mengembangkan produk atau
program pembelajaran, sebagai berikut.
a. Evaluasi perorangan
b. Evaluasi kelompok kecil
c. Evaluasi lapangan.
Evaluasi perorangan merupakan tahap pertama dalam menerapkan evaluasi formatif.
Evaluasi ini dilakukan melalui kontak langsung dengan minimal tiga orang calon pengguna
program untuk memperoleh masukan tentang kesalahan kesalahan yang tampak dalam bahan
ajar dan memperoleh petunjuk awal daya guna bahan ajar dan reaksi pebelajar pada isi bahan
ajar. Untuk tahap ini dipilih satu orang pebelajar yang memiliki kemampuan diatas rata-rata,
satu orang berkemampuan sedang dan satu orang berkemampuan dibawah rata-rata.
Evaluasi kelompok kecil dilakukan dengan mengujicobakan program terhadap
kelompok kecil calon pengguna. Evaluasi ini dilakukan untuk menentukan efektivitas
perubahan yang telah dibuat setelah evaluasi perorangan dan mengidentifikasi masalah yang
mungkin masih ada. Pada langkah ini, pebelajar bisa menggunakan bahan ajar tanpa interaksi
langsung dengan pengembang. Evaluasi lapangan adalah uji coba program terhadap
sekelompok besar calon pengguna program sebelum program tersebut digunakan dalam
situasi pembelajaran yang sesungguhnya.
Dalam merancang dan mengembangkan evaluasi formative yang dihasilkan adalah
instrumen atau angket penilaian yang digunakan untuk mengumpulkan data. Data-data yang
diperoleh tersebut sebagai pertimbangan dalam merevisi pengembangan pembelajaran
ataupun produk bahan ajar. Ada tiga tipe evaluasi formatif : uji perorangan (one-to-one), uji
kelompok kecil (small group) dan uji lapangan (field evaluation).
Setelah draf atau rancangan program pembelajaran selesai dikembangkan, langkah
selanjutnya adalah merancang dan melaksanakan evaluasi formatif. Evaluasi formatif
dilakukan untuk mengumpulkan data yang terkait dengan kekuatan dan kelemahan program
pembelajaran. Hasli dari proses evaluasi formatif dapat digunakan sebagai masukan atau
input untuk memperbaiki draf program .

9. Melakukan revisi terhadap program pembelajaran


Langkah akhir dari proses desain pengembangan adalah melakukan revisi terhadap
draf program pembelajaran. Data yang diperoleh dari prosedur evaluasi formatif dirangkum
dan ditafsirkan untuk mengetahui kelemahan- kelemahan yang dimiliki oleh program
pembelajaran. Evaluasi formatif tidak hanya dilakukan pada draf program pembelajaran saja,
tetapi juga terhadap aspek-aspek desain sistem pembelajaran yang digunakan dalam program,
seperti analisis pembelajaran, entry behavior, dan karakteristik siswa. Prosedur evaluasi
formatif, dengan kata lain, perlu dilakukan pada semua aspek program pembelajaran dengan
tujuan untuk memperbaiki dan meningkatkan kualitas program tersebut.
Data yang diperoleh dari evaluasi f ormative dikumpulkan dan diinterpretasikan untuk
memecahkan kesulitan yang dihadapi warga belajar dalam mencapai tujuan. Bukan hanya
untuk ini, singkatnya hasil evaluasi ini digunakan untuk merevisi pembelajaran agar lebih
efektif.

10. Merancang dan mengembangkan evaluasi sumatif


Evaluasi sumatif merupakan jenis evaluasi yang berbeda dengan evaluasi formatif.
Jenis evaluasi ini dianggap sebagai puncak dalam aktivitas model desain pembelajaran yang
dikemukakan oleh Dick dan Carey. Evaluasi sumatif dilakukan setelah program selesai
dievaluasi secara formatif dan direvisi sesuai dengan standar yang digunakan oleh
perancang. Evaluasi sumatif tidak melibatkan perancang program, tetapi melibatkan penilai
independen. Hal ini merupakan satu alasan untuk menyatakan bahwa evaluasi sumatif tidak
tergolong ke dalam proses desain sistem pembelajaran.
Di antara kesepuluh tahapan desain pembelajaran di atas, tahapan ke-10 (sepuluh)
tidak dijalankan. Evaluasi sumative ini berada diluar sistem pembelajaran model Dick &
Carey, sehingga dalam pengembangan ini tidak digunakan.
Kesepuluh langkah desain yang dikemukakan di atas merupakan sebuah prosedur
yang menggunakan pendekatan sistem dalam mendesain sebuah program pembelajaran.
Setiap langkah dalam desain sistem pembelajaran ini memiliki keterkaitan satu sama lain.
Output yang dihasilkan dari suatu langkah akan digunakan sebagai input bagi langkah-
langkah selanjutnya.
Model desain sistem pembelajaran yang dikemukakan oleh Dick mencerminkan
proses desain yang fundamental. Model ini dapat digunakan dalam dunia bisnis, industri ,
pemerintahan, dan pelatihan. Model desain ini juga telah dan banyak digunakan untuk
menghasilkan program pembelajaran berbasis komputer seperti pada program Computer
Assisted Learning dan program multimedia oleh karena model desain sistem pembelajaran
yang diciptakan oleh Dick. Ini bersifat sangat rinci dan komprehensif pada langkah evaluasi.

Perbandingan evaluasi formative dengan sumatif

Aspek Evaluasi formatif Evaluasi Sumative


Tujuan Mencari kelemahan dalam Mencari kekuatan serta
instruksi untuk merevisinya kelemahan dokumen
dalam pengajaran supaya
dapat memutuskan apakah
akan mempertahankan atau
mengadopsi itu
Uji satu satu
Keputusan Ahli
Fase Kelompok Terbatas
Uji lapangan
Uji lapangan
Bahan pengajaran sistematis Satu set bahan diproduksi
Sejarah
dirancang di rumah dan di rumah atau di tempat
pengembangan
disesuaikan dengan lain tidak perlu mengikuti
pembelajaran
kebutuhan organisasi pendekatan system uraian

2.2. Dasar Pemilihan Model Instruksional Dick dan Carey Pada Materi Interferensi
Gelombang
Dasar pemilihan model ini sesuai dengan analisis SWOT yaitu untuk mengenali
kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman dalam pembelajaran. Hasil analisis SWOT pada
penulisan rancangan desain ini adalah :
1. Kekuatan (Strength)
Analisis yang melihat kondisi kekuatan yang ada dalam model Dick dan Carey. Kekuatan
dari model Dick dan Carey ini adalah sebagai berikut :
a. Model Dick dan Carey adalah salah satu dari model prosedural, yaitu model yang
menyarankan agar penerapan prinsip disain Instruksional disesuaikan dengan langkah-
langkah yang harus di tempuh secara berurutan.
b. Model desain sistem pembelajaran yang dikemukakan oleh Dick dan Carey telah lama
digunakan untuk menciptakan program pembelajaran yang efektif, efisien, dan
menarik.
2. Kelemahan (Weakness)
Merupakan analisis yang melihat kondisi kelemahan yang ada dalam model Dick dan
Carey ini. Dimana kelemahan model ini adalah sebagai berikut :
a. Kaku, karena setiap langkah telah ditentukan.
b. Tidak semua prosedur pelaksanaan KBM dapat dikembangkan sesuai dengan langkah-
langkah tersebut.
c. Uji coba tidak diuraikan secara jelas kapan harus dilakukan dan kegiatan revisi baru
dilaksanakan setelah diadakan tes formatif
3. Peluang (Opportunity)
Analisis peluang, yaitu melihat kondisi peluang yang ada dalam model Dick dan Carey ini.
Dimana peluangnya adalah sebagai berikut :
a. Warga belajar menjadi aktif berinteraksi karena menetapkan strategi dan tipe
pembelajaran yang berbasis lingkungan. Dengan bentuk pembelajaran yang berbasis
lingkungan, yang disesuaikan dengan konteks dan setting lingkungan sekitar atau
disebut juga sebagai situational approach oleh Canale dan Swain memungkinkan
pebelajar bahasa dapat mengoptimalkan kompetensi komunikatif.
4. Ancaman (Threat)
Analisis yang melihat kondisi ancaman yang ada dalam model ini. Dimana ancamannya
adalah sebagai berikut:
a. Ketika tahap-tahap pengembangan tes hasil belajar strategi pembelajaran maupun pada
pengembangan dan penilaian bahan pembelajaran tidak tampak secara jelas ada
tidaknya penilaian pakar (validasi).

2.3. Media
Kata media merupakan bentuk jamak dari kata medium. Medium dapat didefinisikan
sebagai perantara atau pengantar terjadinya komunikasi dari pengirim menuju penerima.
Media merupakan salah satu komponen komunikasi, yaitu sebagai pembawa pesan dari
komunikator menuju komunikan. Berdasarkan defenisi tersebut, dapat dikatakan bahwa
media pembelajaran merupakan sarana prantara dalam proses pembelajaran (Daryanto,
2010).
Media pembelajaran adalah salah satu unsur yang memegang peranan penting dalam
proses pembelajaran. Media pembelajaran sebagai salah satu sumber belajar dapat membantu
guru memperkaya wawasan siswa. Berbagai bentuk dan jenis media pembelajaran yang
digunakan oleh guru akan menjadi sumber ilmu pengetahuan bagi siswa.
Pemakaian media pembelajaran dalam proses belajar-mengajar dapat membangkitkan
keinginan dan minat yang baru, dan rangsangan kegiatan belajar dan bahkan membawa
pengaruh-pengaruh psikologis terhadap siswa. Penggunaan media pembelajaran pada tahap
orientasi pembelajaran akan sangat membantu keefektifan proses pembelajaran dan
penyampaian pesan dan isi pelajaran.
Media pembelajaran adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan
pesan (bahan pembelajaran), sehingga dapat merangsang perhatian, minat,pikiran, dan
perasaan siswa dalam kegiatan belajar untuk mencapai tujuan belajar.Posisi media
pembelajaran. Oleh karena proses pembelajaran merupakan proses komunikasi dan
berlangsung dalam suatu sistem, maka media pembelajaran menempati posisi yang cukup
penting sebagai salah satu komponen sistem pembelajaran. Tanpa media, komunikasi tidak
akan terjadi dan proses pembelajaran sebagai proses komunikasi juga tidak akan bisa
berlangsung secara optimal. Media pembelajaran adalah komponen integral dari sistem
pembelajaran
Media pembelajaranjuga dapat dikatakan sebagai bahan, alat/media, maupun
metode/teknik yang digunakan dalam kegiatan belajar mengajar dengan maksud agar proses
interaksi komunikasi edukatif antara guru dan anak didik dapat berlangsung secara efektif
dan efesien sesuai dengan tujuan pengajaran yang telah dicita-citakan.
Kriteria pemilihan media pembelajaran yaitu:
1) Sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai. Media dipilih berdasarkan tujuan instruksional
yang telah ditetapkan baik dari segi kognitif, afektif, dan psikomotor.
2) Media harus tepat untuk mendukung isi pelajaran yang sifatnya fakta, konsep, prinsip
atau generalisasi.
3) Media harus praktis, luwes dan bertahan. Jika tidak tersedia waktu, dana, atau sumber
daya lainnya untuk memproduksi, tidak perlu dipaksakan. Media yang mahal dan
memakan waktu yang lama bukanlah jaminan. Sebagai media yang terbaik. Sehingga
guru dapat memilih media yang ada, mudah diperolh dan mudah dibuat sendirioleh guru.
Media yang dipilih sebaiknya dapat digunakan dimanapun dan kapanpun dengan
peralatan yang ada di lingkungan sekitarnya, dan mudah dibawa dan dipindahkan ke
mana-mana.
4) Media harus dapat digunakan guru dengan baik dan terampil. Apapun medianya, guru
harus mampu menggunakan dalam proses pembelajaran. Komputer, proyektor
transparansi (OHP), proyektor slide, dan film, dan peralatan canggih lainnya tidak akan
berarti apa-apa jika guru belum dapat menggunakannya dalam proses belajar mengajar di
kelas.
5) Mutu teknis. Pengembangan visual baik gambar maupun fotograf harus memenuhi
persyaratan teknis tertentu. Misalnya visual pada slide harus jelas dan informasi atau
pesan yang ditonjolkan dan ingin disampaikan tidak boleh terganggu oleh elemen lain
yang berupa latar belakang.
6) Media yang digunakan harus sesuai dengan taraf berfikir siswa.
7) Media yang digunakan harus dapat menunjang dan membantu pemahaman siswa
terhadap pelajaran tersebut sehingga proses pembelajan dapat berjalan dengan lancar dan
sesuai dengan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai.

2.4. Pembelajaran Berbasis Problem Solving


2.4.1. Pengertian Problem solving
Banyak ahli mengemukakan pengertian pembelajaran berbasis masalah. Masalah
adalah ketidaksesuaian antara harapan dan kenyataan, ada yang melihat sebagai kebutuhan
seseorang yang tidak terpenuhi dan ada pula yang mengartikannya sebagai suatu hal yang
tidak menyenangkan. Menurut Pepkin dalam Shoimin (2014) “bahwa model pembelajaran
berbasis masalah adalah suatu model pembelajaran yang melakukan pemusatan pada
pengajaran dan ketrampilan pemecahan masalah yang diikuti dengan penguatan ketrampilan.
Ketika dihadapkan dengan suatu pertanyaan, siswa dapat melakukan ketrampilan
memecahkan masalah untuk memilih dan mengembangkan tanggapannya.Tidak hanya
dengan menghapal berfikir, ketrampilan memecahkan masalah Memperluas proses berfikir”.
Menurut Gagne (dalam Hamiyah dan Jauhar, 2014) menyatakan bahwa, “pemecahan
masalah dapat dipandang sebagai suatu proses dimana pembelajar menemukan rumus atau
konsep yang sudah dipelajari sebelumnya dan selanjutnya diterapkan untuk memperoleh cara
pemecahan dalam situasi yang baru dan proses belajar yang baru”.
Sedangkan menurut Shoimin (2014) merupakan suatu ketrampilan yang meliputi
kemampuan untuk mencari informasi, menganalisis situasi, dan mengidentifikasi masalah
dengan tujuan untuk mengahasilkan alternatif sehingga mengambil suatu tindakan keputusan
untuk mencapai sasaran. Jadi dapat kita simpulkan bahwa strategi pemecahan masalah atau
strategi problem solving adalah upaya mencari jalan keluar untuk mencapai tujuan yang
diperoleh sebelumnya kedalam situasi baru.
Ada beberapa pendapat yang menjelaskan tahapan-tahapan pembelajaran problem
solving learning atau pembelajaran berbasis masalah diantaranya adalah Shoimin (2014)
langkah-langkah pembelajaran berbasis Problem solving adalah :
1. Masalah sudah ada dan materi diberikan.
2. Siswa diberi masaah sebagai pemecahan, kerja kelompok.
3. Masalah tidak dicari
4. Siswa ditugaskan untuk mengevaluasi
5. Siswa memberikan kesimpulan dari jawaban yang diberikan sebagai hasil akhir
6. Penerapan pemecahan terhadap masalah yang dihadapi sekaligus berlaku sebagai pengujian
kebenaran pemecahan tersebut untuk sampai kesimpulan.
Sedangkan Langkah-langkah pembelajaran berbasis Problem solving menurut polya
(dalam hamiyah dan jauhar, 2014) sebagai berikut :
1. Memahami masalah.
2. Membuat rencana untuk menyelesaikan masalah.
3. Menyelesaikan masalah sesuai rencana.
4. Memeriksa ulang jawaban yang diperoleh.

2.5. Simulasi PhET


Simulasi merupakan salah satu bentuk pembelajaran yang digunakan oleh seorang
guru untuk mempermudah dalam menjelaskan materi pembelajaran. Selain itu juga simulasi
juga digunakan untuk menggantikan kerja laboratarium yang nyata. Hal ini sesuai dengan
yang dijelaskan oleh Rusman (2013) yang menyatakan bahwa,”model simulasi pada
dasarnya merupakan salah satu strategi pembelajaran yang bertujuan memberikan
pengalaman belajar yang lebih kongkrit melalui penciptaan tiruan-tiruan bentuk pengalaman
yang mendekati suasana sebenarnya dan berlangsung dalam suasana tanpa risiko”.
Pendapat lain yang menjelaskan tentang simulasi adalah Sridadi (2005) dalam
Rusman (2013),“simulasi adalah program (software) komputer yang berfungsi untuk
menirukan perilaku sistem nyata (realitas) tertentu”. Sehingga simulasi dapat dijadikan
alternatif lain untuk sebuah kerja laboratarium dalam proses pembelajaran yang membuat
siswa mudah dalam memahami konsep suatu pembelajaran.
Salah satu bentuk simulasi yang terkenal dalam Fisika adalah simulasi PhET. PhET
merupakan singkatan dari Physics Education Technology, yang mana simulasi ini dapat
digunakan secara online maupun offline. Simulasi ini berisi teori dan percobaan yang
melibatkan penguna secara aktif.
Adapun manfaat dari simulasi ini menurut Firdaus, dkk (2013) adalah sebagai berikut:
1. Dapat dijadikan suatu pendekatan pembelajaran yang membutuhkan keterlibatan dan
interaksi dengan siswa
2. Memberikan feedback yang dinamis
3. Mendidik siswa agar memiliki pola berfikir kontruktivisme, dimana siswa dapat
menggabungkan pengetahuan awal dengan temuan-temuan virtual dari simulasi yang
dijalankan
4. Membuat pembelajaran lebih menarik karena siswa dapat belajar sekaligus bermain pada
simulasi tersebut
5. Menvisualisasi konsep-konsep fisika dalam bentuk model. Seperti electron, photon,
molekul dan lain-lain.
Inilah yang menjadikan PhET merupakan simulasi yang sangat bagus digunakan
dalam proses pembelajaran, karena bisa diterapkan baik untuk kegiatan diskusi siswa dan
juga bisa diterapkan untuk melakukan pratikum siswa. Tergantung bagaimana kreatifitas
guru dalam memanfaatkan media PhET ini.
BAB III
KESIMPULAN
1. Model Dick and Carey adalah model desain Instruksional yang dikembangkan oleh
Walter Dick, Lou Carey dan James O Carey. Model ini adalah salah satu dari model
prosedural, yaitu model yang menyarankan agar penerapan prinsip disain Instruksional
disesuaikan dengan langkah-langkah yang harus di tempuh secara berurutan.
2. Model pembelajaran berbasis masalah adalah suatu model pembelajaran yang melakukan
pemusatan pada pengajaran dan ketrampilan pemecahan masalah yang diikuti dengan
penguatan ketrampilan.
3. Simulasi merupakan salah satu bentuk pembelajaran yang digunakan oleh seorang guru
untuk mempermudah dalam menjelaskan materi pembelajaran.
4. PhET merupakan simulasi yang sangat bagus digunakan dalam proses pembelajaran,
karena bisa diterapkan baik untuk kegiatan diskusi siswa dan juga bisa diterapkan untuk
melakukan pratikum siswa. Tergantung bagaimana kreatifitas guru dalam memanfaatkan
media PhET ini.
DAFTAR PUSTAKA

Daryanto. 2010.Media Pembelajaran. Penerbit Satu Nusa: Bandung.


Dick, Walter, Lou Carey., & James O. Carey. 2009. The Systematic Design Of Instruction.
Library of Congress Cataloging-in-Publication Data. Addison – Welswey Educational
Publisher Inc.
Firdaus, T., Agustina, I., Wahyuningrum, D. 2013 . Peran Program Phet Dalam
Pembelajaran Fisika. Yogyakarta : Universitas Ahmad Dahlan
Gufron, Anis. 2012. Pengembangan Lembar Kerja Siswa Berbasis Pendekatan Problem
Solving dalam Pembelajaran Fisika SMA Untuk Meningkatkan Kinerja Ilmiah
Siswa. Skripsi. Universitas Negeri Yogyakarta, yogyakarta.
Hamiyah,N, Jauhar,M.2014.Strategi Belajar-Mengajar Dikelas. Jakarta : Pustakaraya
Majid, A. 2013. Strategi Pembelajaran. Bandung : PT Remaja Rosdakarya.
Nasution, S., 2003. Berbagai Pendekatan dalam Proses Belajar Mengajar, Jakarta: Bumi
Aksara
Prastowo, A. 2011. Panduan Kreatif Membuat Bahan Ajar Inovatif. Banguntapan
Jogjakarta: DIVA Press.
Pribadi, Benny Agus. 2009. Model-Model Desain Sistem Pembelajaran. Jakarta: Dian
Rakyat.
Rusman. 2012. Model-Model Pembelajaran. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada
Shoimin, A.2013.68 Model Pembelajaran Inovatif. Yogyakarta: Ar-ruzz Media
Sugiyono. 2013. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung : Alfabeta
Susanto, H. Diakses Tanggal 18 April 2018. Model Pembelajaran problem solving
http://bagawanabiyasa.wordpress.com/2015/10/20/m0del-pembelajaran-problem solving/.
Trianto. (2011). Mendesain Model Pembelajaran Inovatif – Progresif. Kencana Jakarta:
Prenada Media Group
Wikipedia. Instructional Design. http://en.wikipedia.org/wiki/Instructional_design University
of Michigan. Dick and Carey Model.
http://www.nc.gsu/~mstswh/course/it7000/papers/robert.htm.
http://www.sarjanaku.com/2010/12/teori-belajar.html
http://aupress.au.af.mil/digital/pdf/paper/ap_0010tharpleveragingeffectivelearning.pdf
http://thorndike.tc.columbia.edu/~david/MTSU4083/Readings/Task-Driven%20ID/Dick-
TheDickandCareyModel.pdf\
http://www.personal.psu.edu/wxh139/Dick_Carey.htm\

Anda mungkin juga menyukai