Anda di halaman 1dari 173

PROSEDUR TETAP PELAYANAN PROFESI

GLOMERULONEFRITIS AKUT PASCA STREPTOKOKUS


(GNAPS)
RSUD KOTA SURAKARTA

No. Dokumen No. Revisi Halaman


RSUD KOTA 1 1-2
SURAKARTA

Ditetapkan,
Direktur

Prosedur Tetap Tanggal Terbit dr. Sumartono Kardjo, M.Kes


NIP. 19590105 198903 1 002

Penyakit ginjal yang disebabkan oleh Streptokokus β hemolitikus grup A (riwayat


Pengertian
infeksi saluran nafas atas atau infeksi kulit) yang ditandai dengan hematuria nyata,
edema, oliguria/anuria dan kadang-kadang hipertensi. Komplikasinya gagal
jantung, gagal ginjal, dan ensefalopati hipertensi. Umumnya penderita dapat
sembuh sempurna (95%).
Tujuan Mencapai tingkat kesembuhan maksimal dan mencegah komplikasi.

Kebijakan S M F Anak

Prosedur A. Anamnesis: Riwayat infeksi saluran nafas atas atau kulit 1-4 minggu
sebelumnya. Keluhan urin warna merah, jumlah berkurang, sembab mata
dan tungkai, sesak nafas, kadang-kadang datang dengan kejang dan
penurunan kesadaran.
B. Pemeriksaan fisik: Edema, hematuria nyata, hipertensi, sesak nafas, tanda-
tanda gagal jantung, kejang, penurunan kesadaran. Ditemukan tanda bekas
infeksi pada kulit.
C. Pemeriksaan laboratorium:
1. Darah perifer lengkap: Hb,Ht,Leukosit, Hitung Jenis,Trombosit. Kimia
darah: Protein total, albumin, ureum, kreatinin, kolesterol. Urinalisis
lengkap, diulang tiap 3 hari
2. Darah perifer lengkap diulang tiap 1 minggu
3. Ureum, kreatinin diulang seriap 3 kali sampai kadar normal
4. Urine tampung tiap hari, analisis proteinuri, balans dan diuresis
D. Pemeriksaan lain : Foto toraks, EKG
E. Penatalaksanan :
1. Istirahat bila klinis sakit,kesadaran turun,edema anasarka
2. Oksigenasi, tergantung klinis
3. Diet tergantung klinis, kadar ureum dan kreatinin
4. Kalori cukup sesuai kebutuhan harian
Kadar ureum dan kreatinin normal  diet nefrotik:
protein 2-3 g/kg/hari, garam 1g/hari
Kadar ureum dan kreatinin meningkat  diet nefritik:
Protein 1 g/kg/hari, garam 1g/hari

1
5. Pengobatan :
Antibiotika spektrum luas selama 10 hari berturut-turut
Amoksisilin 50 mg/kg/hari dibagi 3 dosis atau
Eritromisin 30 mg/kg/hari dibagi 3 dosis
(bila alergi amoksisilin)
Antihipertensi bila sistolik>140mmHg diastolik>90mmHg
(furosemid, kaptopril). Nifedipin diberikan pada krisis hipertensi (sistolik
≥180mmHg dan / diastolik ≥120mmHg)
Diuretik untuk mengatasi edema. Dosis awal 1mg/kg/12 jam, dapat
ditingkatkan sesuai respons klinis penderita.
6. Pulang bila gejala klinik hilang, darah dan urinalisis normal
7. Kontrol di poliklinik anak untuk evaluasi terapi dan monitoring komplikasi.
8. Komplikasi yang harus diperhatikan
 Hipertensi ensefalopati
 Gagal jantung kongestif
 Gagal ginjal.
Alur Kegiatan
Pasien tersangka
GNAPS

Cek lab darah perifer, kimiawi darah, urinalisis, dan pemeriksaan


penunjang yang diperlukan (Foto toraks/EKG)

Terdiagnosis
GNAPS

Perawatan di bangsal, evaluasi berkala sampai klinis


dan laboratorium darah/urinalisis normal. Monitoring komplikasi.

Perbaikan / Sembuh Komplikasi (+)

Pulang, kontrol Rujuk


berkala

Unit terkait SMF Anak


PICU
Patologi Klinik
Radiologi

2
PROSEDUR TETAP PELAYANAN PROFESI
SINDROM NEFROTIK ( S N )
RSUD KOTA SURAKARTA

No. Dokumen No. Revisi Halaman


1 3-4
RSUD KOTA
SURAKARTA

Ditetapkan,
Direktur

Prosedur Tetap Tanggal Terbit


dr. Sumartono Kardjo, M.Kes
NIP. 19590105 198903 1 002

Pengertian Suatu kumpulan gejala penyakit yaitu edema, protenuria masif (+3 atau+4),
hipoalbuminemia (<2,5g/dl), dan hiperkolesterolemia. Dapat disertai hematuria,
hipertensi, dan gangguan fungsi ginjal. Merupakan reaksi antigen-antibodi dan
ada kecenderungan untuk kambuh / relaps.

Tujuan Mencapai tingkat kesembuhan maksimal dan mencegah komplikasi.

Kebijakan S M F Anak

1. Diagnosis
- Anamnesis
Keluhan yang sering ditemukan adalah bengkak di kedua kelopak mata,
perut dan tungkai, atau seluruh tubuh yang dapat disertai penurunan jumlah
Prosedur
urin.keluhan lain juga dapat ditemukan seperti urin keruh atau jika terdapat
hematuri berwarna kemerahihan.
- Pemeriksaan fisk
Ditemukan edema dikedua kelopak mata, tungkai atau adanya ascites dan
edema scrotum/labia; terkadang ditmukan hipertensi

- Pemeriksaan penunjang
Urinalisis proteinuria masif (>+2 ) rasio albumin kreatinin urin >2 dan dapat
disertai hematuria.

3
Darah didapatkan hipoalbuminemia (<2,5g/dl) hiperkolestrol (>200) laju
endah darah meningkat

2. Penatalaksanaan
- Medikamentosa
Pengobatan dengan prednison diberikan dosis awal 60mg/m2/hari atau
2mg/kgbb/hari (maks 80mg/kgbb/hri) dalam dosis terbagi 3 selama 4
mggudilanjutkan dengan 2/3 dosis awal (40mg/kgbb/hari maks
60mg/kgbb/hri) dosis tunggal pagi selang sehari selama 4-8 minggu.
Bila terjadi relaps maka diberikan prednison 60mg/m2/hari sampai terjadi
remisi maksimal 4 minggu dilanjutkan dengan 2/3 dosis awal
(40mg/kgbb/hari maks 60mg/kgbb/hri) dosis tunggal pagi selang sehari
selama 4 minggu . pada sindrom nefrotik resisten steroid atau steroid toksik
diberikan obat imunosupresan lain seperti siklofosfamid per oral 2-
3mg/kgbb/hari dalam dosis tunggal dibawh pengawasan dr nefrologi anak.
Dosisi dihitung berdasarkan berat badan anak tanpa edema
- Suportif
Bila ada edema anarsakadiperlukan tirah baring.

Pemberian diet protein (1,5-2g/kgbb/hari) diet rendah garam (1-2gr/hri) dan


diuretik

Alur Kegiatan
Pasien tersangka SN

Cek lab darah perifer, kimiawi darah, urinalisis, dan pemeriksaan


penunjang yang diperlukan (Foto toraks/EKG)

SN Inisial
Terdiagnosis SN
SN Relaps

Perawatan di bangsal, evaluasi berkala sampai klinis dan


laboratorium darah / urin normal (remisi)

Dipulangkan, edukasi pasien & keluarga

Kontrol berkala darah perifer, urinalisis, ureum


kreatinin. Waspadai timbulnya relaps

Unit terkait SMF Anak


PICU
Patologi Klinik
Radiologi

4
PROSEDUR TETAP PELAYANAN PROFESI
INFEKSI SALURAN KEMIH (ISK)
RSUD KOTA SURAKARTA

No. Dokumen No. Revisi Halaman


1 5-6
RSUD KOTA
SURAKARTA

Ditetapkan,
Direktur

Prosedur Tetap Tanggal Terbit


dr. Sumartono Kardjo, M.Kes
Desember 2011 NIP. 19590105 198903 1 002

Pengertian Pertumbuhan bakteri dalam saluran kemih, mulai dari parenkim ginjal sampai
kandung kemih. Penyebab demam kedua terbanyak pada anak < 2 tahun.
Penyebab tersering adalah E.coli. Dasar diagnosis adalah jumlah bakteri ≥
100.000/ml urin segar. Komplikasi meliputi parut ginjal, hipertensi, dan gagal ginjal
kronik.

Tujuan Mencapai tingkat kesembuhan maksimal dan mencegah komplikasi.

Kebijakan S M F Anak

Prosedur A. Anamnesis: Bervariasi, tidak khas, mungkin asimtomatik. Demam, muntah,


diare, anoreksia,berat badan tidak naik, disuria, polakisuria.
B. Pemeriksaan fisik: Demam, nyeri ketok kostovertebral, nyeri tekan supra
simfisis, mungkin dijumpai kelainan genitalia eksterna seperti fimosis,
hipospadia, kelainan tulang belakang.
C. Pemeriksaan laboratorium: Urinalisis didapatkan proteinuria, lekosituria
(>5/LPB) hematuria (>5/LPB). Diagnosis pasti berdasarkan kultur urin dengan
baku emas pengambilan sampel menggunakan pungsi supra pubik. Cara
pengambilan lain adalah kateterisasi dan urin pancar tengah, menyokong ISK
bila didapatkan bakteri > 105. Ureum, kreatinin untuk menilai fungsi ginjal.
D. Pemeriksaan penunjang: foto polos abdomen, USG urologi

5
E. Penatalaksanaan: Antibiotika empirik 7-10 hari
Obat parenteral: Ampisilin 100mg/kg/hari dibagi 3-4 dosis atau Sefotaksim
150mg/kg/hari dibagi 4 dosis, atau Gentamisin 5 mg/kg/hari dibagi 2-3 dosis,
atau Seftriakson 75mg/kg/hari dosis tunggal atau Seftazidim 150mg/kg/hari
dibagi 4 dosis.
Obat oral: Amoksisilin 20-40mg/kg/hari dibagi 3 dosis atau ampisilin 50-
100mg/kg/hari dibagi 4 dosis atau Sefiksim 4 mg/kg/hari dibagi 2 dosis, dan
kotrimoksasol.

Alur Kegiatan
Tersangka ISK

Urinalisis
Pemeriksaan penunjang bila diperlukan

Antibiotika empiris

Antibiotika, monitoring komplikasi

Komplikasi (+)

Klinis baik, pasien


rawat jalan, Konsul Bedah /
kontrol poli Anak Rehabilitasi Medik

Unit terkait SMF Anak


Patologi Klinik
Radiologi

6
PROSEDUR TETAP PELAYANAN PROFESI
GAGAL GINJAL AKUT (GGA)
RSUD KOTA SURAKARTA

No. Dokumen No. Revisi Halaman


1 7-8
RSUD KOTA
SURAKARTA

Ditetapkan,
Direktur

Prosedur Tetap Tanggal Terbit


dr. Sumartono Kardjo, M.Kes
NIP. 19590105 198903 1 002

Pengertian Penurunan fungsi ginjal yang mendadak, ditandai peningkatan kreatinin progresif
0,5 mg/dl per hari dan peningkatan ureum 10-20 mg/dl per hari. Pasien tampak
lemah, pucat, edema, produksi urin dapat berkurang (oliguri <1ml/kg/jam),
hematuria, hipertensi, sesak nafas Komplikasi: edema paru, gagal jantung,
ensefalopati hipertensi, perdarahan saluran cerna, gangguan kesadaran. Angka
kematian tergantung penyakit primer yang mendasari.

Tujuan Mencapai tingkat kesembuhan maksimal dan mencegah komplikasi.

Kebijakan S M F Anak

Prosedur A. Anamnesis: Lemah, anemis, edema, oliguri, hematuria, sesak nafas, kejang.
Riwayat penyakit yang mendasari:
 GGA prarenal:dehidrasi, syok, perdarahan, gagal jantung, sepsis.
 GGA renal: pielonefritis, glomerulonefritis, nefrotoksisitas, lupus nefritis,
nekrosis tubuler akut, sindrom hemolitik uremikum, purpura Henoch-
Schonlein.
 GGA pascarenal: keracunan jengkol, batu/obstruksi saluran kemih,

7
sindrom tumor lisis, buli-buli neurogenik.
B. Pemeriksaan fisik:pernafasan Kussmaul,edema,hipertensi, dan tanda
overload cairan seperti edema paru, gagal jantung, dan ensefalopati
hipertensi, perdarahan saluran cerna.
C. Pemeriksaan laboratorium: darah perifer lengkap, kimiawi darah: elektrolit,
ureum, kreatinin, albumin, protein total. Urinalisis.
D. Pemeriksaan penunjang: Foto toraks, EKG, USG urologi.
E. Penatalaksanaan:
1. Diet ginjal: cukup kalori, rendah garam dan protein.
2. Terapi penyakit primer.
3. Antibiotika bila ada infeksi (dosis disesuaikan fungsi ginjal)
4. Koreksi gangguan cairan dan elektrolit
5. Diuretik untuk memacu diuresis: furosemid 1-2 mg/kg/12 jam, dosis
maksimal 10 mg/kg/kali
6. Natrium bikarbonat 1-3 mEq/kg/hari bila ada asidosis metabolik
7. Dapat dipertimbangkan dialisis peritoneal / hemodialisis

Alur Kegiatan
Pasien
tersangka GGA

Cek lab darah perifer, kimiawi darah, urinalisis, dan pemeriksaan


penunjang yang diperlukan (Foto toraks/EKG/USG)

Terdiagnosis
GGA

Perawatan di bangsal, menentukan etiologi dan monitoring


komplikasi, evaluasi perbaikan klinis dan laboratorium

Perbaikan / Sembuh Komplikasi (+)

Pulang, kontrol berkala Rujuk

Unit terkait SMF Anak


PICU
Patologi Klinik

8
Radiologi

PROSEDUR TETAP PELAYANAN PROFESI


GAGAL GINJAL KRONIK (GGK)
RSUD KOTA SURAKARTA

No. Dokumen No. Revisi Halaman


1 9-10
RSUD KOTA
SURAKARTA

Ditetapkan,
Direktur

Prosedur Tetap Tanggal Terbit


dr. Sumartono Kardjo, M.Kes
NIP. 19590105 198903 1 002

Pengertian Gangguan fungsi ginjal sehingga kreatinin naik 2-3 kali angka normal untuk jenis
kelamin dan usianya, atau laju filtrasi glomerulus (LFG) < 30ml/mnt/1,73m 2 selama
minimal 3 bulan. Gagal ginjal terminal bila kreatinin > 4 kali angka normal atau LFG
< 10 ml/mnt/1,73m2. Penyebab utamanya glomerulonefritis dan infeksi saluran
kemih.

Tujuan Mencapai tingkat kesembuhan maksimal dan mencegah komplikasi.

Kebijakan S M F Anak.

Prosedur A. Anamnesis: Riwayat ISK dan/glomerulonefritis. Keluhan tidak spesifik, seperti


pucat, letargi, anoreksia, muntah, hipertensi, polidipsi, poliuri, produksi urin

9
berkurang, dan edema.
B. Pemeriksaan fisik: Letargis, anemis, gangguan kesadaran, hipertensi,
pernafasan cepat-dalam (Kussmaul) dan edema. Dapat ditemukan gangguan
pertumbuhan, perdarahan, gangguan jantung dan neurologi (gangguan
multiorgan).
C. Pemeriksaan laboratorium: darah perifer lengkap, gambaran morfologi darah
perifer, kimiawi darah: elektrolit, ureum, kreatinin, albumin, protein total.
Urinalisis.
D. Pemeriksaan penunjang: Foto toraks, EKG, USG urologi
E. Penatalaksanaan:
1. Diet ginjal: cukup kalori, rendah garam dan protein.
2. Antibiotika bila ada infeksi (dosis disesuaikan fungsi ginjal)
3. Antihipertensi bila sistolik>140 mmHg diastolik>90 mmHg
4. Diuretik untuk memacu diuresis: furosemid 1-2 mg/kg/12 jam, dosis
maksimal 10 mg/kg/kali
5. Suplemen kalsium dan vitamin D
6. Eritropoietin 50-150ug/kg/kali, 3 kali seminggu
7. Hemodialisis

Alur Kegiatan Pasien


tersangka GGK

Cek lab darah perifer, kimiawi darah, urinalisis, dan pemeriksaan


penunjang yang diperlukan (Foto toraks/EKG/AGD/USG/bone age)

Terdiagnosis
GGK

Perawatan di bangsal, menentukan etiologi dan monitoring


komplikasi, evaluasi perbaikan klinis dan laboratorium

Perbaikan klinis Rujuk untuk


dan laboratorium Hemodialisis

Pulang, kontrol berkala di poli Anak.


Bila perlu hemodialisis rutin

Unit terkait SMF Anak


Radiologi

10
Patologi Klinik
PICU

PROSEDUR TETAP PELAYANAN PROFESI


DEMAM BERDARAH DENGUE
RSUD KOTA SURAKARTA

No. Dokumen No. Revisi Halaman


2 11-12

RSUD KOTA
SURAKARTA
Ditetapkan,
Direktur

Prosedur Tetap Tanggal Terbit


dr. Sumartono Kardjo, M.Kes
NIP. 19590105 198903 1 002

Pengertian Demam berdarah dengue (DBD) adalah suatu penyakit yang disebabkan virus
genus Flavivirus, famili Flaviviridae, yang ditandai dengan demam tinggi
mendadak, selama 2 – 7 hari, disertai dengan manifestasi perdarahan dan
bertendensi menimbulkan renjatan yang dapat menimbulkan kematian.

Tujuan Kesembuhan pasien.

Kebijakan SMF Anak.

Prosedur A. Anamnesis.

11
B. Pemeriksaan fisik dan laboratorium.
Diagnosis
Diagnosis DBD ditegakkan berdasarkan kriteria klinis dan laboratorium
(WHO 1997)
Kriteria Klinis:
 Demam tinggi mendadak, tanpa sebab yang jelas, berlangsung terus-
menerus selama 2 – 7 hari.
 Terdapat menifestasi perdarahan, termasuk uji bendung positif, petekie,
ekimosis, epistaksis, perdarahan gusi, hematemesis dan/melena.
 Pembesaran hati.
 Syok, ditandai dengan nadi cepat dan lemah serta penurunan tekanan
nadi, hipotensi, kaki dan tangan dingin, kulit lembab dan pasien tampak
gelisah.
Kriteria laboratorium
 Trombositopenia (100.000/µl atau kurang).
 Hemokonsentrasi, dilihat dari peningkatan hematokrit ≥ 20% menurut
standar umur dan jenis kelamin.
Dua kriteria klinis pertama + trombositopenia dan hemokonsentrasi,
dikonfirmasi dengan uji serologik hemaglutinasi.

C. Laboratorium
 Darah perifer: Hb, lekosit, hitung jenis lekosit, hematokrit, trombosit.
 Pemeriksaan radiologis: foto dada, USG abdomen(sesuai indikasi)
D. Tatalaksana
1. Pemberian cairan sesuai kebutuhan.
2. Pemberian obat-obatan simptomatis.
3. Pengawasan keadaan umum, tensi, nadi, pernafasan, suhu, hematokrit,
trombosit.
4. Mengatasi syok, perdarahan.
5. Transfusi darah, komponen-komponen darah.

Alur kegiatan
Demam tinggi mendadak
2 – 7 hari
DBD derajat DBD derajat
III/ IV
I / II

Tindakan resusitasi
 Muntah Kuat
 Malas minum
minum

Syok Syok tidak


teratasi teratasi Rawat Pulang
inap
12
Bangsal PICU

Unit Terkait 1. SMF Anak.


2. PICU.
3. Patologi Klinik.
4. Radiologi.

PROSEDUR TETAP PELAYANAN PROFESI


DEMAM TIFOID
RSUD KOTA SURAKARTA

No. Dokumen No. Revisi Halaman


2 13-15

RSUD KOTA
SURAKARTA

Ditetapkan,
Direktur

Prosedur Tetap Tanggal Terbit

dr. Sumartono Kardjo, M.Kes


NIP. 19590105 198903 1 002

Pengertian Demam tifoid adalah penyakit infeksi akut yang biasanya terdapat pada saluran
pencernaan, disebabkan oleh Salmonella Typhi dengan gejala demam naik
bertahap tiap hari, mencapai suhu tertinggi pada akhir minggu pertama, diikuti
demam terus menerus tinggi pada minggu kedua, disertai gangguan pencernaan
dan gangguan kesadaran.

Tujuan Kesembuhan pasien.

13
Kebijakan SMF Anak.

Prosedur A. Pemeriksaan
1. Gejala klinis dan tanda laboratorium.
2. Tirah baring
3. Pemberian obat-obatan: kloramfenikol, tiamfenikol, kotrimoksazol,
ampisilin, amoksisilin, seftriakson, sefiksim.
4. Diit:
 Makanan tidak berserat dan mudah dicerna.
 Setelah demam reda, dapat segera diberikan makanan yang lebih
padat dengan kalori cukup.
5. Mengatasi komplikasi.
B. Tatalaksana
Demam tifoid ringan dapat dirawat di rumah. Penderita baru dengan
kemungkinan demam tifoid berat harus dirawat inap di rumah sakit. Bila
orang tua menolak rawat inap, diterangkan cara merawat di atumah dan
keungkinan yimbulnya komplikasi. Rawat inap perlu bagi penderita dengan
komplikasi, bila intake makanan/cairan kurang, orang tua tidak mampu
merawat sendiri di rumah, dan ada gangguan kesadaran.
C. Pemeriksaan penunjang
Darah tepi perifer
- Anemia pada umumnya terjadi karena depresi sumsum tulang, defisiensi
fe atau perdarahan usus.
- Leukopenia, namun jarang dibawah 3000/ul
- Limfositosis relatif
- Trombositopenia, terutama pada demam tifoid berat
Pemeriksaan serologi
- Serologi widal ; kenaikan titer S.typhi titer O 1:200 atau kenaikan 4 kali
titer fase akut ke fase konvalesens
- Kadar IgM dan IgG (typhi dot)
Pemeriksaan biakan salmonela
- biakan darah terutama 1-2 minggu dari perjalan penyakit
- Biakan sumsum tulang masih positif sampai minggu ke4
Pemeriksaaan radiologik
- Foto thoraks apabila diduga terjadi komplikasi pneumonia
- Foto abdomen pabila diduga terjadi komplikasi intestinal seperti perforasi
usus atau perdarahan saluran cerna
Pada peeforasi usus tampak :

- Distribusi udara tak merata


- Air fluid level
- Bayangan radiolusen didaerah hepar
- Udara bebas pada abdomen

D. Tatalaksana penderita rawat inap


1. Istirahat (tirah baring), dengan alih baring.
2. Cairan dan kalori.
 Bila demam tinggi dengan muntah atau diare, bila perlu intake

14
melalui sonde lambung.
 Pada ensefalopati, kebutuhan cairan dikurangi menjadi 4/5
kebutuhan dengan kadar natrium rendah.
 Kebutuhan volume cairan intravaskular dan jaringan dipenuhi
dengan pemberian oral / parenteral.
 Pertahankan fungsi sirkulasi dengan baik.
 Pertahankan oksigenasi jaringan, bila perlu berikan oksigen.
 Pelihara keadaan nutrisi.
 Pengobatan gangguan asam basa dan elektrolit.
3. Diit:
 Makanan tidak berserat dan mudah dicerna.
 Setelah demam reda, dapat segera diberikan makanan yang lebih
padat dengan kalori cukup.
4. Antipiretik diberikan bila demam > 390C, kecuali pada riwayat kejang
demam dapat diberikan lebih awal. Diberikan Parasetamol 10
mg/kgbb/kali.
5. Transfusi darah kadang diperlukan pada perdarahan saluran cerna dan
perforasi usus.
6. Medikamentosa
Antibiotik
 Kloramfenikol (drug of choice): 75 mg/kgbb/hari, oral atau i.v, dibagi
3 atau 4 dosis, dosis maksimum 2 g/hari, diberikan selama 10–14
hari, minimal 7 hari, sampai 3 hari bebas panas.
 Amoksisilin: 100 mg/kgbb/hari, oral atau intravena, selama 10 hari.
 Kotrimoksasol: 6 mg/kgbb/hari, oral, selama 10 hari.
 Seftriakson: 20-80 mg/kgbb/hari, intravena atau intramuskular, sekali
sehari selama 5 hari.
 Sefiksim: 10 mg/kgbb/hari, oral, dibagi 2 dosis. Maksimum 2 x 200
mg/hari. Diberikan selama 10 hari sampai 3 hari bebas panas .
Kortikosteroid diberikan pada kasus berat dengan gangguan kesadaran.
Deksametason: 1-3 mg/kgbb/hari intravena dibagi 3 dosis sampai
kesadaran membaik.
7. Bedah
Tindakan bedah diperlukan bila ada penyulit perforasi usus.

E. Pemantauan
1. Keadaan umum, tanda utama.
2. Intake makanan / cairan.
3. Kemungkinan komplikasi:
 Renjatan: kedaan umum, tanda utama.
 Perforasi dan perdarahan usus: keadaan umum, pemeriksaan
fisik, tinja, darah tepi, radiologi.
 Miokarditis: pemeriksaan fisik, EKG
 Penekanan sumsum tulang karena klomramfenikol: angka
trombosit, jumlah granulosit, retikulosit.

15
4. Pemeriksaan widal dapat diulang seminggu kemudian kalau hasil
pertama negatif; kenaikan titer > 4x lipat diagnosis tifoid
F. Tatalaksana penderita rawat jalan
1. Nasihat istirahat (tirah baring)
2. Nasihat diit
3. Kontrol: keluarga melaporkan perkembangan anak di rumah setiap 3
hari sekali. Terutama mengenai suhu badan, gejala dan tanda
komplikasi. Anak dapat kontrol ke rumah sakit setelah 7 hari bebas
panas.
G. Penderita dinyatakan sembuh bila:
1. Gejala dan tanda sudah hilang, bebas panas 7 hari.
Tidak ada komplikasi atau sudah sembuh dari komplikasi

Alur kegiatan
Pasien

IGD Klinik rawat jalan anak

Rawat inap

Sembuh Komplikasi

Pulang Rujuk

Unit Terkait 1. SMF Anak.


2. PICU.
3. Patologi Klinik.
4. Radiologi.

16
PROSEDUR TETAP PELAYANAN PROFESI
DIFTERIA
RSUD KOTA SURAKARTA

No. Dokumen No. Revisi Halaman


2 16-18
RSUD KOTA
SURAKARTA

Ditetapkan,
Direktur

Prosedur Tetap Tanggal Terbit


dr. Sumartono Kardjo, M.Kes
NIP. 19590105 198903 1 002

Pengertian Difteria merupakan penyakit infeksi akut yang sangat menular, disebabkan oleh
Corynebacterium diphteriae dengan ditandai pembentukan pseudomembran
pada kulit dan / atau mukosa. Infeksi ini terutama menyerang saluran
pernafasan atas dan kuman menghasilkan eksotoksin yang menimbulkan gejala
umum dan lokal.

Tujuan Mencegah terjadinya komplikasi yang berat dan angka mortalitas.

Kebijakan SMF Anak.

Prosedur A. Pemeriksaan
1. Pemeriksaan fisik.
2. Laboratorium darah, feses, urin.
3. Dilakukan EKG minggu ke 1,2,3,4.
B. Tatalaksana
Tatalaksana penderita rawat inap
1. Penderita dirawat di ruang isolasi sampai masa akut terlampaui dan
biakan hapusan tenggorok negatif 2 kali berturut-turut. Pada umumnya
pasien tetap diisolasi sampai 2 – 3 minggu.
2. Tirah baring selama kurang lebih 2 – 3 minggu.
3. Menjaga jalan napas supaya selalu bebas, bila perlu dilakukan
trakeostomi kalau ada obstruksi. Kelembaban jalan napas dijaga dengan
menggunakan nebulizer.
4. Oksigenasi bila perlu.
5. Diit TKTP, masukan cairan adekuat, bila perlu diberikan makanan lewat
sonde lambung.
6. Antibiotik, diberikan untuk eradikasi kuman
 Penisilin prokain 50.000 – 100.000 Unit/kg/hari selama 10 hari, atau
sampai 3 hari bebas panas.
 Bila hipersensitif terhadap Penisilin Prokain dapat diberikan
Eritromisin 40 – 50 mg/kg/hari, dibagi 4 dosis.

17
 Ampisilin 100 mg/kgbb/hari dibagi 3 dosis, diberikan sampai 3 hari
bebas panas.
7. Spesifik
 Antitoksin: Anti Diphteria Serum (ADS)
 Antitoksin harus segera diberikan setelah dibuat diagnosa difteria.
 Pemberian antitoksin pada hari I menurunkan angka kematian < 1
%, sedangkan penundaan lebih dari hari VI akan meningkatkan
angka kematian sampai 30%.
Dosis ADS menurut lokasi membran dan lama sakit

Tipe difteria Dosis ADS (KI) Cara pemberian

 Difteria hidung 20.000 Intramuskular

 Difteria tonsil 40.000 Intramuskular/intravena

 Difteria faring 40.000 Intramuskular/intravena

 Difteria laring 40.000 Intramuskular/intravena

 Kombinasi lokasi 80.000 Intravena


di atas

 Difteria disertai 80.000 – 100.000 Intravena


penyulit, bullneck

 Terlambat berobat 80.000 – 100.000 Intravena


(> 72 jam), lokasi
di mana saja

 Sebelum pemberian ADS harus dilakukan uji kulit atau uji mata,
karena dapat terjadi anafilaktik; siapkan larutan adrenalin 1 : 1.000
dalam semprit.
 Uji kulit dilakukan dengan menyuntikkan 0,1 ml ADS dalam garam
fisiologis 1 : 1.000 secara intrakutan. Hasil positif bila dalam 20 menit
terjadi indurasi > 10 mm.
 Uji mata dilakukan dengan meneteskan 1 tetes larutan serum 1 ; 10
dalam garam fifiologis. Pada mata yang lain diteteskan garam
fisiologis. Hasil positif bila dalam 20 menit tampak gejala hiperemis
pada konjungtiva bulbi dan lakrimasi.
 Bila uji kulit/mata positif, ADS diberikan cara desensitisasi
(Besredka)
8. Vitamin B1: 3 x 100 mg sampai 10 hari.
9. Penanganan komplikasi tergantung jenisnya.
10. Kortikosteroid diberikan bila terdapat gejala obstruksi saluran napas
bagian atas (dengan atau tanpa bullneck) atau bila terdapat miokarditis.
Kortikosteroid tidak bermanfaat untuk mencegah miokarditis.
C. Pemantauan
1. Keadaan umum dan tanda utama.
2. Kemungkinan sumbatan jalan napas, pemeriksaan tenggorok.
3. Masukan makanan/cairan.
4. Jantung: pemeriksaan auskultasi jantung, EKG tiap minggu untuk
memantau timbulnya miokarditis.

18
5. Bila perlu dipasang monitor jantung
6. Pemeriksaan usap tenggorok langsung penderita dilakukan sampai tiga
hari hasil negatif.
7. Pemeriksaan usap tenggorok untuk kontak serumah dengan cara
langsung atau biakan, bila positif diberikan Eritromisin 50 mg/kgbb/hari.
D. Tatalaksana penderita rawat jalan
Penderita pulang rawat inap kontrol ke poliklinik, dan ditatalaksana sebagai
berikut:
 Dipantau kemungkinan komplikasi, seperti miokarditis dan kelumpuhan
saraf (palatum molle, pita suara, dll).
 Medikamentosa kalau perlu diteruskan.
E. Penderita dinyatakan sembuh bila:
1. Gejala dan tanda sudah hilang.
2. Usap tenggorok hasil negatif 3 kali berturut-turut.
3. EKG normal 3 kali berturut-turut bagi yang ada komplikasi jantung.

Alur Kegiatan

Pasien Klinik anak / IGD

Ruang isolasi anak

Dokter

 Pemeriksaan
 Diagnosis
 Tatalaksana
 Follow up
 Pemeriksaan Laboratorium
 Biakan usap tenggorok

Rujuk
Rawat Inap

Sembuh/Pulang

Unit Terkait 1. SMF Anak.


2. THT
3. Patologi Klinik.
4. Radiologi.

19
PROSEDUR TETAP PELAYANAN PROFESI
PERTUSIS
RSUD KOTA SURAKARTA

No. Dokumen No. Revisi Halaman


2 19-20
RSUD KOTA
SURAKARTA

Ditetapkan,
Direktur

Prosedur Tetap Tanggal Terbit


dr. Sumartono Kardjo, M.Kes
NIP. 19590105 198903 1 002

Pengertian Pertusis merupakan penyakit infeksi akut yang ditandai dengan batuk,
spasmodik, paroksismal. Penyakit ini disebabkan oleh Bordetella pertusis atau
Hemofilus pertusis.

Tujuan Menurunkan mortalitas dan mencegah terjadinya komplikasi.

Kebijakan SMF Anak.

Prosedur A. Pemeriksaan.
1. Anamnesis.
2. Pemeriksaan fisik.
3. Laboratorium darah, urin, feses.
B. Tatalaksana
1. Penderita dengan indikasi rawat inap dirawat di ruang isolasi.
2. Oksigenasi bila perlu.
3. Dipantau masukan makanan, cairan, bila perlu diberikan cairan
parenteral.
4. Diit tinggi kalori tinggi protein.
5. Medikamentosa.
 Antibiotika (terutama stadium kataral)
a. Eritromisin: 50mg/kgbb/hari dibagi 4 dosis selama 7 hari.
b. Kloramfenikol: 30 – 50 mg/kgbb/hari.
 Mukolitik
 Sedativa
 Antitusif bila sangat perlu.
6. Penanganan komplikasi tergantung jenis komplikasinya.

20
C. Pemantauan
1. Keadaan umum dan tanda utama.
2. Keseimbangan cairan.
3. Masukan makanan
4. Kemungkinan timbulnya komplikasi.

Alur Kegiatan

Pasien Klinik anak / IGD

Ruang isolasi anak

Dokter

 Pemeriksaan
 Diagnosis
 Tatalaksana
 Follow up

Sembuh Pulang Kontrol ke klinik anak


untuk follow up

Unit Terkait 1. SMF Anak.


2. Patologi Klinik.
3. Radiologi.

21
PROSEDUR TETAP PELAYANAN PROFESI
TETANUS
RSUD KOTA SURAKARTA

No. Dokumen No. Revisi Halaman


2 21-22

RSUD KOTA
SURAKARTA

Ditetapkan,
Direktur

Prosedur Tetap Tanggal Terbit

dr. Sumartono Kardjo, M.Kes


NIP. 19590105 198903 1 002

Pengertian Tetanus adalah suatu penyakit toksemik akut dan fatal yang disebabkan oleh
Clostridium tetani dengan tanda utama spasme tanpa gangguan kesadaran.

Tujuan Menurunkan mortalitas dengan lebih memperhatikan segi perawatan.

Kebijakan SMF Anak.

Prosedur A. Pemeriksaan.
1. Anamnesis.
2. Pemeriksaan fisik.
3. Laboratorium darah, urin, feses.
B. Tatalaksana
1. Antibiotik
 Penisilin prokain: 50.000 IU/kgbb/kali, i.m, tiap 12 jam, atau
 Ampisilin: 150 mg/kgbb/hari, i.v dibagi 4 dosis, atau
 Metronidazole: loading dose 15 mg/kg/jam, selanjutnya 7,5 mg/kg
tiap 6 jam, i.v, atau
 Eritromisin: 40 – 50 mg/kg/hari p.o, dibagi 4 dosis, atau
 Sefotaksim 50 – 100 mg/kg/hari dibagi 3 dosis.
2. Netralisasi toksin
 Anti Tetanus Serum (ATS): 50.000 – 100.000 IU. Setengah dosis
diberikan i.m, setengah dosis berikutnya i.v, dilakukan uji kulit lebih
dulu.
 Bila tersedia dapat diberikan Human Tetanus Immunoglobulin
(HTIG): 3.000 – 6.000 IU i.m.
3. Anti konvulsan
 Diazepam 0,1 – 0,3 mg/kgbb/kali i.v tiap 2 - 4 jam.

22
 Dalam keadaan berat: Diazepam drip 20 mg/kg/hari di ICU
 Dosis pemeliharaan 8 mg/kg/hari oral, dibagi 6 – 8 dosis.
4. Perawatan luka por’d entre
Dilakukan setelah diberi antitoksin dan antikonvulsi

5. Terapi suportif
 Bebaskan jalan napas.
 Hindarkan aspirasi dengan mengisap lendir perlahan-lahan dan
memindah-mindah posisi pasien.
 Pemberian oksigen.
 Perawatan dengan stimulasi minimal.
 Pemberian cairan dan nutrisi adekuat, bila trismus berat dapat
dipasang sonde nasogastrik.
 Bantuan napas pada tetanus berat atau tetanus neonatorum.
 Pemantauan / monitoring kejang dan tanda penyulit.
6. Pada tetanus berat
 Terapi dasar seperti di atas.
 Perawatan di ICU, diperlukan intubasi dan ventilator.
 Balans cairan dimonitor ketat.
 Bila spasme sangat hebat dapat diberi pankuronium bromida: 0,02
mg/kgbb i.v, diikuti o,o5 mg/kgbb/kali, diberikan tiap 2 - 3 jam.
 Bila terjadi aktivitas simpatis yang berlebihan, berikan  blocker
seperti propranolol /  dan  - blocker labetolol.
7. Tetanus ringan dan sedang
 Diberikan pengobatan tetanus dasar.
 Pada tetanus sedang perhatian khusus pada keadaan jalan napas,
diberikan cairan parenteral dan bila perlu nutrisi secara parenteral.

Alur Kegiatan
Pasien Klinik anak / IGD

Rawat Inap di Ruang isolasi


anak

Dokter

 Pemeriksaan
 Diagnosis
 Tatalaksana
 Follow up
 Konsultasi ke bagian lain (SMF Bedah, SMF Gigi
dan Mulut, SMF THT)

Komplikasi/bertambah berat

23
Sembuh

Pulang Rujuk

Unit Terkait 1. SMF Anak.


2. Patologi Klinik.
3. Radiologi.
4. SMF Bedah.
5. SMF Gigi dan Mulut.

PROSEDUR TETAP PELAYANAN PROFESI


CAMPAK
RSUD KOTA SURAKARTA

No. Dokumen No. Revisi Halaman


2 23-24
RSUD KOTA
SURAKARTA

Ditetapkan,
Direktur

Prosedur Tetap Tanggal Terbit

Campak, measles atau rubeola adalah penyakit virus akut yang disebabkan
Pengertian
virus campak. Penyakit ini sangat infeksius dapat menular sejak masa prodromal
sampai 4 hari setelah munculnya ruam.
Umur terbanyak penderita campak adalah < 12 bulan, diikuti kelompok umur 1 –
4 tahun dan 5 - 14 tahun.
Tujuan Mencegah terjadinya komplikasi yang berat dan angka mortalitas.

Kebijakan SMF Anak

Prosedur A. Pemeriksaan
1. Anamnesis
2. Pemeriksaan fisik
3. Pemeriksaan penunjang.
 Laboratorium
 Radiologi
B. Tatalaksana
Pengobatan bersifat suportif
 Cairan yang cukup
 Suplemen nutrisi
 Antibiotik diberikan bila terjadi infeksi sekunder

24
 Anti konvulsi bila terjadi kejang
 Vitamin A
Indikasi rawat inap:
 Hiperpireksia (suhu > 390C), dehidrasi, kejang, asupan oral sulit, atau
adanya komplikasi.
 Tanpa komplikasi
Pasien dirawat di ruang isolasi, tirah baring
Vitamin A 100.000 IU, bila disertai malnutrisi dilanjutkan 1.500 IU/hari.

Diit makanan cukup cairan, kalori yang memadai. Jenis makanan


disesuaikan dengan tingkat kesadaran pasien dan ada tidaknya
komplikasi.
 Pengobatan dengan komplikasi
Ensefalopati/ensefalitis
 Kloramfenikol dosis 75 mg/kgbb/hari dan ampisilin 100 mg/kgbb/hari
selama 7 – 10 hari.
 Kortikosteroid: Deksametason 1 mg/kgbb/hari dosis awal dilanjutkan
0,5mg/kgbb/hari dibagi 3 dosis sampai kesadaran membaik (bila
pemberian > 5 hari dilakukan tappering off)
 Kebutuhan jumlah cairan dikurangi menjadi ¾ kebutuhan serta
koreksi terhadap gangguan elektrolit.
Pneumonia
Kloramfenikol dan ampisilin dosis seperti tertera di atas.
Oksigen 2 L/menit
Koreksi gangguan analisis gas darah dan elektrolit.
Enteritis
 Koreksi dehidrasi sesuai derajat dehidrasi.
Alur Kegiatan

Pasien Klinik anak / IGD

Ruang isolasi anak

Dokter

 Pemeriksaan
 Diagnosis
 Tatalaksana
 Follow up
 Pemeriksaan
Laboratorium
 Radiologi

Sembuh/pulang Rujuk

Unit Terkait 1. SMF Anak.


2. Patologi Klinik.

25
3. Radiologi.

PROSEDUR TETAP PELAYANAN PROFESI


PENYAKIT JANTUNG BAWAAN ASIANOTIK : VSD, ASD, PDA
RSUD KOTA SURAKARTA

No. Dokumen No. Revisi Halaman


1 25-26

Ditetapkan,
Direktur

Prosedur Tetap Tanggal Terbit

Pengertian Penyakit jantung bawaan asianotik dimana terjadi L to R shunt

Tujuan  Untuk deteksi dini dan penatalaksanaan


 Untuk mencegah jangan sampai terjadi kegagalan pertumbuhan

Kebijakan SMF Anak.

Prosedur A. Pemeriksaan:
1. Anamnesis
2. Fisik diagnostik
3. Laboratorium darah feces & urine lengkap.
4. Foto thoraks.
5. EKG
B. Penatalaksanan :
Rawat inap:
Medikamentosa
1. Bila perlu pemberian oksigen dan i.v.f.d.
2. Tatalaksa untuk mengurangi overload cairan (preload), memperbaiki
kontraksi jantung dan mengurangi afterload
3. Tatalaksana radang paru-paru.
4. Tatalaksana hipertensi pulmonal (lihat tatalaksana HP)
5. Tatalaksana gangguan gizi berat. (rawat bersama dengan subdivisi
gizi).
6. Bila memerlukan perawatan khusus di PICU (lihat persyaratan kriteria
masuk PICU)

26
Penutupan defek(rujuk)
1. Non bedah.
2. Bedah, kecuali PDA ligasi dapat dilakukan di RSUD DR Moewardi.
Rawat jalan:
Medikamentosa
1. Tatalaksana untuk mengurangi overload cairan: Furosemide.
2. Tatalaksana memperbaiki kontraksi jantung: digoxin dosis rumatan.
3.Tatalaksana untuk mengurangi afterload: catopril.
4. Pemberian antibiotik profilaksis untuk mencegah endokarditis infektif
pada setiap tindakan tertentu.
Penutupan defek (rujuk)
Intervensi non bedah/ bedah kecuali PDA ligasi.
3.Edukasi keluarga:
Perjalanan penyakit, komplikasi penyakit, pengobatan, kontrol rutin di poli
klinik subspesialis jantung anak setiap Senin/Sabtu dan rencana tindakan
selanjutnya.

Alur Kegiatan : PASIEN

IGD U R J ANAK Kamar Bersalin

Rujuk
Intervensi non
bedah/bedah

27
Unit terkait SMF Anak
PICU
Radiologi/Patologi Klinik.

PROSEDUR TETAP PELAYANAN PROFESI


PENYAKIT JANTUNG BAWAAN SIANOTIK : TETRALOGI of FALLOT
RSUD KOTA SURAKARTA

No. Dokumen No. Revisi Halaman


1 27-28

Ditetapkan,
Direktur

Prosedur Tetap Tanggal Terbit

Pengertian Adalah penyakit jantung bawaan tipe sianotik yang digambarkan dengan 4
macam kelainan.
Stenosis pulmonal, deffek septum ventrikel, hipertrofi ventrikel kanan dan
overriding aorta pada septum ventrikel.

Tujuan Untuk mencegah terjadinya serangan hipoksia dan penatalaksaan lanjut.

Kebijakan SMF Anak.

Prosedur a. Pemeriksaan :
1. Anamnesis
2. Pemeriksaan Fisik
b. Pemeriksaan penunjang
1. Laboratorium darah, feces & urine lengkap.
2. X foto thoraks.
3. EKG
c. Penatalaksanan :
1. Pengawasan kegawatan yang ada, kalau perlu penggunaan alat
monitor jantung, Pemberian oksigen yang cukup5-8 liter/ menit,
pemberian cairan yang cukup(i.v.f.d.).
2. Tindakan konservatif:
 Pada yang sering mengalami hipoxia : Posisi Kneechest.
 Pemberian morfin sulfat 0,1 – 0,2 mg/kgBB secara im atau sc.
 Pemberian bikarbonas natrikus 1 meq/ kgBB secara iv secara

28
perlahan/drip.
 beri propranolol diberi per oral 0,5-1 mg/kg BB/ hari dibagi 2-3
dosis.Pemberian i.v. 0,01-0,15mg/kgbb/6-8 jam diberikan selama 10
menit atau Diazepam 0,1-0,2 mg/kgbb dapat rectal/ i.v.
3. Tindakan bedah (rujuk):
 Operasi paliatif.( Sewaktu-waktu).
 Operasi definitif.( Total koreksi) > usia 1 tahun, idealnya 2 thn.

Alur Kegiatan :

PASIEN

IGD U R J ANAK Kamar Bersalin

Rujuk

Unit terkait SMF Anak


PICU
Radiologi
Patologi Klinik.

PROSEDUR TETAP PELAYANAN PROFESI


DEMAM REMATIK/PENYAKIT JANTUNG REMATIK (PJR)
RSUD KOTA SURAKARTA

No. Dokumen No. Revisi Halaman


1 29-30

Ditetapkan,
Direktur

29
Prosedur Tetap Tanggal Terbit

Pengertian Demam rematik merupakan penyebab utama kelainan katup jantung pada anak
yang disebabkan oleh Steptokokus hemolitikus beta group A.

Tujuan Untuk menurunkan mortalitas dan untuk mencegah kekambuhan.

Kebijakan SMF Anak

Prosedur a. Pemeriksaan:
1. Anamnesis
2. Fisik diagnostik
b. Pemeriksaan penunjang
1. Laboratorium darah feces & urine lengkap, ASTO, CRP, Protein total
albumin, Globulin & Biakan usap tenggorok
2. X foto thoraks
3. EKG & Echokardiografi
c. Penatalaksanan :
1. Tindakan Umum dan tirah baring.
2. Pemusnahan Streptokokus B hemoltikus
Eritromisin 40mg/kg/2-4 dosis selama 10 hari.
Sulfadiazin 1 gr/hari.
3.Pengobatan anti nyeri dan anti radang
Karditis berat : Prednison 2 mg/kgbb/hari dibagi 4 dosis 2-6
Minggu. Tapp pada minggu terakhir pemberian dan mulai diberi
Kan aspirin, setelah minggu ke 2 aspirin diturunkan 60mg/kgbb/
Hari.
4. Rujuk

Alur Kegiatan :
PASIEN

IGD U R J ANAK

RAWAT INAP
TATALAKSANA
AWAL DSA
30
Unit terkait SMF Anak
PICU/RANAP
Radiologi
Patologi Klinik

PROSEDUR TETAP PELAYANAN PROFESI

31
KEJANG DEMAM
RSUD KOTA SURAKARTA

No. Dokumen No. Revisi Halaman


2 37-38

Ditetapkan,
Direktur

Prosedur Tetap Tanggal Terbit

Kejang demam adalah kejang yang berhubungan dengan demam (suhu diatas
Pengertian
38,4°C per rektal) tanpa adanya infeksi susunan saraf pusat atau gangguan
elektrolit akut, terjadi pada anak berusia diatas 1 bulan dan tidak ada riwayat
kejang tanpa demam sebelumnya. Kejang demam sederhana bila bersifat
umum, berlangsung kurang dari 15 menit atau terjadi hanya sekali dalam 24
jam, kejang demam kompleks bila bersifat fokal, berlangsung lebih dari 15
menit atau berulang dalam 24 jam.
Tujuan Menghentikan serangan kejang pada anak dan mencegah komplikasi.

Kebijakan S M F Anak
Penderita harus rawat inap bila :
Prosedur
1. Kejang pertama perlu diobservasi sehari dan bila perlu dilakukan lumbal
pungsi.
2. Kejang lebih dari 15 menit.
3. Dalam sehari dua kali atau lebih serangan kejang.
4. Terdapat penurunan kesadaran atau kelainan neurologik

Penderita dirawat jalan bila: hanya ada riwayat kejang, hanya terjadi satu
kali, tidak ada rangsangan meningeal atau kelainan neurologik lain.

Penatalaksanaan Kejang Demam:


1. Melonggarkan jalan nafas dan pemberian oksigenasi yang cukup.
2. Menghentikan serangan kejang secepatnya dengan diazepam rektal 5
mg untuk BB<10 kg atau 10 mg untuk BB>10 kg atau diazepam injeksi
0,3-0,5 mg/kgBB/kali iv dan dapat diulang sebanyak 3 kali.
3. Mencari etiologi dari kejang dengan pemeriksaan laboratorium darah
rutin lengkap, urine, tinja, GDS, lumbal pungsi cairan LCS dan foto
thoraks serta mengobati penyebab sesuai etiologi yang ditemukan.
4. Terapi penunjang dan pencegahan berulangnya kejang:
- Menurunkan panas bila demam atau hiperpireksia dengan
kompres seluruh tubuh dan diberikan parasetamol 10
mg/kgBB/kali kombinasi diazepam oral 0,3 mg/kgBB/kali bila
suhu> 38,5°C
- Memberikan cairan yang cukup bila kejang berlangsung cukup
lama (>10 menit) dengan intravena RL, D5 1/4S)

Pencegahan berulangnya kejang pada Kejang Demam Kompleks:


Diberikan anti kejang rumatan: fenitoin 5-8 mg/kgBB/hari dalam
dua kali pemberian atau dengan fenobarbital 5-8 mg/kgBb/hari
dalam dua kali pemberian

32
Alur Kegiatan :
Pemeriksa Dokter

Melonggarkan jalan nafas dan oksigenasi

Menghentikan serangan kejang

Kejang Demam Sederhana Kejang Demam Kompleks

Pemeriksaan penunjang utk mencari etiologi

Terapi penunjang dan mencegah berulangnya kejang

Terapi etiologi

Rawat Inap Rawat jalan Dirujuk

Unit terkait SMF Anak


Patologi Klinik
Radiologi

33
PROSEDUR TETAP PELAYANAN PROFESI
MENINGITIS BAKTERIALIS PADA ANAK
RSUD KOTA SURAKARTA

No. Dokumen No. Revisi Halaman


2 39-40

Ditetapkan,
Direktur

Prosedur Tetap Tanggal Terbit

Meningitis bakterialis adalah suatu peradangan selaput otak yang disebabkan


Pengertian
oleh bakteri pathogen. Etiologinya adalah S. pneumonia, N. meningitides dan H.
influenza.
Tujuan Menghentikan serangan kejang pada anak dan mencegah komplikasi.

Kebijakan S M F Anak

Prosedur
1 Melonggarkan jalan nafas dan pemberian oksigenasi yang cukup
2 Menghentikan serangan kejang secepatnya dengan diazepam rektal 5
mg untuk BB<10 kg atau 10 mg untuk BB>10 kg atau injeksi diazepam
0,3-0,5 mg/kgBB/kali iv dan dapat diulang sebanyak 3 kali.
3 Mencari etiologi dari kejang dengan pemeriksaan laboratorium darah
rutin lengkap, urine, tinja, GDS, lumbal pungsi cairan LCS, dan foto
thoraks
4 Terapi penunjang dan pencegahan berulangnya kejang:
a. Menurunkan panas bila demam atau hiperpireksia dengan
kompres seluruh tubuh dan diberikan parasetamol 10
mg/kgBB/kali kombinasi diazepam oral 0,3 mg/kgBB/kali bila
suhu >38,5°C.
b. Memberikan cairan yang cukup bila kejang berlangsung cukup
lama (>10 menit) dengan intravena RL, D5 1/4S)
c. Diberikan anti kejang rumatan: fenitoin 5-8 mg/kgBB/hari dalam
dua kali pemberian atau dengan fenobarbital 5-8 mg/kgBb/hari
dalam dua kali pemberian
d. Deksametason 0,6 mg/kgBB/hari dibagi 4 dosis untuk 2 hari
pertama. Dosis awal diberikan sebelum atau pada saat
pemberian antibiotik.
e. Mengatasi gangguan elektrolit dan glukosa bila ada.
f. Terapi empirik antibiotik:
- 1-3 bulan: ampisilin 200-400 mg/kgBb/hari setiap 6 jam iv dan
sefotaksim 200 mg/kg/hari setiap 6 jam iiv atau seftriakson 100
mg/kg/hari setiap 12 jam iv.
- > 3 bulan: sefotaksim 200 mg/kg/hari setiap 6-8 jam iv atau
seftriakson 100 mg/kg/hari setiap 12 jam iv atau ampisilin 200
mg/kg/hari setiap 6 jam iv ditambah kloramfenikol 100 mg/kg/hari
setiap 6 jam.
Lamanya pengobatan tergantung kuman penyebab umumnya
selama 10-14 hari.

34
Alur Kegiatan :
Pemeriksa Dokter

Melonggarkan jalan nafas dan oksigenasi

Menghentikan serangan kejang

Pemeriksaan penunjang utk mencari etiologi

Terapi penunjang

Terapi pencegahan berulangnya kejang

Terapi etiologi dan terapi empirik antibiotik

Rawat Inap Meninggal Dirujuk

Unit terkait SMF Anak


Patologi Klinik
Radiologi

PROSEDUR TETAP PELAYANAN PROFESI


ENSEFALITIS
RSUD KOTA SURAKARTA

No. Dokumen No. Revisi Halaman


2 41-42

Ditetapkan,
Direktur

35
Prosedur Tetap Tanggal Terbit

Ensefalitis adalah infeksi jaringan otak yang disebabkan oleh berbagai macam
Pengertian
mikroorganisme. Penyebab yang tersering adalah virus.
Tujuan Menghentikan serangan kejang pada anak dan mencegah komplikasi.

Kebijakan S M F Anak
Diagnosis:
Prosedur
1. Suhu mendadak tinggi dan kadang hiperpireksia
2. Kesadaran cepat menurun
3. Kejang dapat bersifat umum, fokal atau twitching saja
4. Gangguan neurology lainnya misal: paresis, afasia dsb
5. Pungsi lumbal: cairan jernih, jumlah sel > normal, hitung jenis didominasi
limfosit, protein dan glukosa normal atau meningkat
6. CT scan kepala menunjukkan gambaran edema otak
7. EEG didapatkan penurunan aktifitas atau perlambatan
Penatalaksanaan:
1 Melonggarkan jalan nafas dan pemberian oksigenasi yg cukup
2 Menghentikan serangan kejang secepatnya dengan diazepam rektal 5
mg untuk BB<10 kg atau 10 mg untuk BB>10 kg atau injeksi diazepam
0,3-0,5 mg/kgBB/kali iv dan dapat diulang sebanyak 3 kali.
3 Mencari etiologi dari kejang dengan pemeriksaan laboratorium darah
rutin lengkap, kultur darah, urine, tinja, elektrolit, GDS, lumbal pungsi
cairan LCS, foto thoraks, CT scan dan EEG.
4 Terapi penunjang dan pencegahan berulangnya kejang:
a. Menurunkan panas bila demam atau hiperpireksia dengan
kompres seluruh tubuh dan diberikan parasetamol 10
mg/kgBB/kali kombinasi diazepam oral 0,3 mg/kgBB/kali bila
suhu >38,5°C.
b. Memberikan cairan yang cukup bila kejang berlangsung cukup
lama (>10 menit) dengan intravena RL, D5 1/4S)
c. Diberikan anti kejang rumatan: fenitoin 5-8 mg/kgBB/hari dalam
dua kali pemberian atau dengan fenobarbital 5-8 mg/kgBb/hari
dalam dua kali pemberian
d. Mengatasi edema otak dengan pemberian manitol 0,5-1
gram/kg/kali dapat diberikan setiap 8 jam sekali dan
metilprednisolon 1-2 mg/kg/hari
e. Mengatasi gangguan elektrolit dan glukosa bila ada
f. Tidak ada pengobatan lain yang spesifik, asiklovir dapat
diberikan 10 mg/kg tiap 8 jam bila secara klinis dicurigai
disebabkan oleh virus herpes simpleks.

36
Alur Kegiatan :
Pemeriksa Dokter

Melonggarkan jalan nafas dan oksigenasi

Menghentikan serangan kejang

Pemeriksaan penunjang utk mencari etiologi

Terapi penunjang

Terapi pencegahan berulangnya kejang

Terapi etiologi

Rawat Inap Meninggal Dirujuk

Unit terkait SMF Anak


Patologi Klinik
Radiologi

37
PROSEDUR TETAP PELAYANAN PROFESI
STATUS KONVULSIVUS
RSUD KOTA SURAKARTA

No. Dokumen No. Revisi Halaman


2 43-44

Ditetapkan,
Direktur

Prosedur Tetap Tanggal Terbit

Status konvulsivus adalah kejang konvulsif yang berlangsung lebih dari 30


Pengertian
menit atau kejang berulang selama lebih dari 30 menit, selama kejang pasien
tidak sadar.
Tujuan Menghentikan serangan kejang pada anak dan mencegah komplikasi.

Kebijakan S M F Anak
Penatalaksanaan:
Prosedur
1 Melonggarkan jalan nafas dan pemberian oksigenasi yg cukup
2 Menghentikan serangan kejang secepatnya dengan diazepam rektal 5
mg untuk BB<10 kg atau 10 mg untuk BB>10 kg atau injeksi diazepam
0,3-0,5 mg/kgBB/kali iv
3 Mencari etiologi dari kejang dengan pemeriksaan laboratorium darah
rutin lengkap, kultur darah, urine, tinja, elektrolit, GDS, lumbal pungsi
cairan LCS, foto thoraks, CT scan dan EEG.
4 Terapi penunjang dan pencegahan berulangnya kejang

38
Alur Kegiatan :
Pemeriksa Dokter

Melonggarkan jalan nafas dan oksigenasi

Menghentikan serangan kejang

Pemeriksaan penunjang utk mencari etiologi

Kejang berhenti Kejang tidak berhenti

Terapi rumatan fenobarbital Fenitoin iv 10-20 mg/kg


8-10 mg/kg/hr selama 2 hr bolus, dgn kecepatan
dilanjutkan 4-5 mg/kg/hr 0,5-1 mg/kg/menit

Kejang tidak berhenti Kejang berhenti

Meninggal Rawat PICU Dirujuk Terapi rumatan


Fenobarbital fenitoin 8-10
5-15 mg/kg/hr mg/kg/hr
iv atau selama 2 hr
Midazolam 0,2 dilanjutkan 4-5
mg/kg mg/kg/hr
dilanjutkan
0,1-0,4
mg/kg/jam
Unit terkait SMF Anak
Patologi Klinik
Radiologi
UGD
Rawat Inap

39
PROSEDUR TETAP PELAYANAN PROFESI
PERDARAHAN INTRAKRANIAL
RSUD KOTA SURAKARTA

No. Dokumen No. Revisi Halaman


2 45-46

Ditetapkan,
Direktur

Prosedur Tetap Tanggal Terbit

Perdarahan Intrakranial adalah perdarahan yang terjadi di daerah intrakranial


Pengertian
(epidural, subdural maupun intraserebral) yang disebabkan oleh trauma
ataupun penyakit kelainan darah.
Tujuan Menghentikan perdarahan intrakranial dan mencegah komplikasi.

Kebijakan S M F Anak

Prosedur
1 Melonggarkan jalan nafas dan pemberian oksigenasi yang cukup
2 Menghentikan serangan kejang secepatnya bila ada, dengan pemberian
diazepam rektal 5 mg untuk BB<10 kg atau 10 mg untuk BB>10 kg atau
dengan injeksi diazepam 0,3-0,5 mg/kgBB/kali iv
3 Menentukan adanya perdarahan intrakranial dengan CT scan kepala
atau USG kepala.
4 Mencari etiologi dari perdarahan intrakranial dengan pemeriksaan
laboratorium darah rutin lengkap, kultur darah, urine, tinja, elektrolit,
GDS, CT, BT, gambaran darah tepi, retikulosit, PT, APTT, Hb
elektroforesis bila perlu dan foto thoraks
5 Menghentikan perdarahan dan terapi etiologi
6 Terapi penunjang
- Mengatasi anemia dengan transfusi PRC
- Menurunkan panas bila demam atau hiperpireksia dengan
kompres seluruh tubuh dan diberikan parasetamol 10
mg/kgBB/kali
- Memberikan cairan yang cukup dengan intravena RL, D5 1/4S
atau D5%
- Diberikan anti kejang rumatan bila ada dengan: fenitoin 5-8
mg/kgBB/hari dalam dua kali pemberian atau dengan
fenobarbital 5-8 mg/kgBb/hari dalam dua kali pemberian
- Mengatasi edema otak dengan pemberian manitol 0,5-1
gram/kg/kali dapat diberikan setiap 8 jam sekali dan
metilprednisolon 1-2 mg/kg/hari
- Mengatasi gangguan elektrolit dan glukosa bila ada
7 Terapi empirik antibiotik
8 Konsul bagian bedah syaraf

40
Alur Kegiatan :
Pemeriksa Dokter

Melonggarkan jalan nafas, oksigenasi, menghentikan kejang

Menentukan perdarahan intrakranial dgn CT scan kepala

Pemeriksaan penunjang utk mencari etiologi perdarahan

Menghentikan perdarahan dan terapi etiologi

Terapi penunjang

Meninggal Dirujuk

Unit terkait SMF Anak


Patologi Klinik
Radiologi
UGD

41
PROSEDUR TETAP PELAYANAN PROFESI
STATUS ASMATIKUS
RSUD KOTA SURAKARTA

No. Dokumen No. Revisi Halaman


2 47-48

Ditetapkan,
Direktur

Prosedur Tetap Tanggal Terbit

Pengertian Mengi berulang dan atau batuk persisten dengan karakteristik sebagai berikut:
timbul secara episodik, cenderunag pada malam / dini hari (nokturnal),
musiman, setelah aktivitas fisik, serta adanya riwayat asma atau atopi lain pada
pasien dan atau keluarganya

Tujuan  Anak terbebas dari serangan asma.


 Tercapai masa remisi yang panjang
 Anak dapat tumbuh dan berkembang secara optimal.

Kebijakan SMF Anak

Prosedur a. Anamnesis lengkap


b. Pemeriksaan Fisik
c. Pemeriksaan penunjang meliputi :
1. Darah tepi
2. Foto paru AP (kalau perlu lateral)
3. Elektrolit Na, K, Cl,
4. Analisis gas darah dan asam basa
5. Urine, feces
6. Glukosa darah.
d. Pengobatan :
2. Oksigen
3. Infus
4. Aminophyllin
5. Adrenalin
6. Obat-obat B 2 agonis secara intralasi dengan nebulizer
7. Koreksi gangguan asam basa

42
8. Kortikosteroid
9. Obat mukolitik
10. Antibiotika (bila perlu)
e. Pemantauan : Komplikasi

Alur Kegiatan
IGD PASIEN

KLINIK RAWAT KLINIK RAWAT


JALAN ANAK JALAN PARU

PICU RAWAT INAP


TATALAKSANA TATALAKSANA DSA
DSA

MENINGGAL

PULANG

KONTROL DOKTER
PENGIRIM KONTROL
KLINIK RJ
PARU ANAK

Unit Terkait SMF Anak


Patologi Klinik
Radiologi

PROSEDUR TETAP PELAYANAN PROFESI

43
PNEUMONIA
RSUD KOTA SURAKARTA

No. Dokumen No. Revisi Halaman


2 49-50

Ditetapkan,
Direktur

Prosedur Tetap Tanggal Terbit

Pengertian Pneumonia adalah peradangan parenkim paru yang berupa infiltrat atau
konsolidasi pada alveoli atau jaringan interstisial.

Tujuan Untuk menurunkan mortalitas, mencegah komplikasi

Kebijakan SMF Anak

Prosedur a. Anamnesa lengkap


b. Pemeriksaan Fisik Diagnostik, panentuan derajat beratnya penyakit.
c. Pemeriksaan panunjang meliputi :
1. Darah tepi
2. Urina, feces
3. Foto paru AP (kalau perlu lateral)
4. Uji Tuberkulin
5. Analisis gas darah dan asam basa
6. Elektrolit Na, K, Cl
7. Glukosa darah
8. Kulture darah dan usap tenggorok (bila perlu bilasan bronkus atau
fungsi paru).
d. Bila terjadi perburukan/ komplikasi/ penyakit penyerta tindakan disesuaikan :
1. USG
2. Konfirmasi pleura
3. Pungsi pleura
4. Konfirmasi kultur
5. Pungsi lumbal
6. Konfirmasi meningitis
Pengobatan : 1. O2
2. Infus
3. Antibiotika
4. Pemantauan

44
Alur Kegiatan
IGD PASIEN

KLINIK RAWAT
JALAN ANAK

RAWAT INAP
TATALAKSANA DSA

RUJUK MENINGGAL PULANG

KONTROL
DOKTER

Unit Terkait SMF Anak


Patologi Klinik
Radiologi

PROSEDUR TETAP PELAYANAN PROFESI


BRONKHIOLITIS AKUT
RSUD KOTA SURAKARTA

No. Dokumen No. Revisi Halaman


2 51-52

Ditetapkan,
Direktur

Prosedur Tetap Tanggal Terbit

Pengertian Bronkhiolitis akut adalah infeksi akut pada bronkhiolus secara menyeluruh yang
ditandai adanya obstruksi inflamasi pada saluran nafas. Sering mengenai anak

45
dibawah usia 2 tahun dengan insiden tertinggi umur 6 bulan.

Tujuan  Mengurangi beratnya gejala.


 Mencegah timbulnya/mengatasi komplikasi.
 Menurunkan mortalitas.

Kebijakan SMF Anak

Prosedur a. Anamnesa lengkap


b. Pemeriksaan Fisik
c. Pemeriksaan panunjang :
1. Darah tepi
2. Urine, feces
3. Foto paru AP (kalau perlu lateral)
4. Glukosa darah
5. EKG ( bila perlu )
d. Pengobatan : O2, Infus, Antibiotika
e. Pemantauan : Komplikasi

46
Alur Kegiatan
IGD PASIEN

KLINIK RAWAT
JALAN ANAK

RAWAT INAP
TATALAKSANA

MENINGGAL

PULANG

KONTROL RJ
ANAK

Unit Terkait SMF Anak


Patologi Klinik
Radiologi

47
PROSEDUR TETAP PELAYANAN PROFESI
AVIAN INFLUENZA
RSUD KOTA SURAKARTA

No. Dokumen No. Revisi Halaman


2 53-56

Ditetapkan,
Direktur

Prosedur Tetap Tanggal Terbit

Pengertian Penyakit saluran pernapasan yang disebabkan oleh virus influenza H5N1 yang
bisa menyerang unggas / burung / manusia, yang menimbulkan gejala demam >
38oC, batuk, pilek, nyeri otot, nyeri tenggorok. Penderita juga ada riwayat kontak
dengan binatang yang terinfeksi virus tersebut dalam waktu 7 hari terakhir

Tujuan Memberikan pelayanan kesehatan yang optimal sehingga didapat kesembuhan


yang maksimal

Kebijakan SMF Anak


Prosedur :
Prosedur
b. Pemeriksaan Lab:
1. Darah rutin
Hitung jenis lekosit
Kimia: Protein total, alb, Ureum, Creatinin,SGOT, SGPT, alkali Urine
lengkap.
c. Pemeriksaan lain : - Foto Thorax
-EKG
d. Penatalaksanan :
1. Hidrasi
2. Oksigenasi
3. Rujuk

e. Definisi Kasus
1. Kasus Observasi:
1. Panas > 380C
2. > 1 gejala berikut :
 Batuk
 Radang tenggorokan
 Sesak napas
3. Yang pemeriksaan klinis & laboratorium sedang berlangsung

48
2. Kasus Possible (kasus tersangka):
1. Kasus observasi DAN salah 1 di bawah ini:
2. Hasil tes laboratorium (+) untuk virus indluenza tanpa
mengetahui subtypenya
3. Kontak 1 minggu sebelum timbul gejala dengan penderita yang
confirmed
4. Kontak 1 minggu sebelum timbul gejala dengan unggas yang
mati karena sakit
5. Bekerja di laboratorium 1 minggu sebelum timbul gejala yang
memproses sampel dari orang/binatang tersangka Highly
Pathogenic AI
3. Kasus Probable
1. Kasus Possible DAN
2. Hasil lab tertentu (+) untuk virus influenza A (H5) seperti tes
antibodi spesifik pada 1 spesimen serum
4. Kasus Confirmed
1. Hasil biakan virus (+) H5N1
2. PCR untuk influenza H5 (+), ATAU
3.  titer antibodi spesifik H5 > 4x
4. IFA (+) untuk antigen H5
Alur kegiatan Kasus tersangka

Pemeriksaan DL

Rujuk

Unit Terkait 1. SMF Anak.


2. Patologi Klinik.

49
PROSEDUR TETAP PELAYANAN PROFESI
ANEMIA DEFISIENSI BESI
RSUD KOTA SURAKARTA

No. Dokumen No. Revisi Halaman


1 61-64

Ditetapkan,
Direktur

Prosedur Tetap Tanggal Terbit

Anemia defisiensi besi (ADB) adalah anemia akibat kekurangan zat besi untuk
Pengertian
sintesis akibat hemoglobin dan merupakan defisiensi nutrisi yang paling banyak
paa anak dan menyebabkan masalah kesehatan yang paling besar di seluruh
dunia terutama di negara yang sedang berkembang termasuk di Indonesia.
Tujuan Memberikan pelayanan kesehatan yang optimal sehingga didapat kesembuhan
yang maksimal

Kebijakan SMF Anak


Diagnosis
Prosedur
Anamnesis
 Pucat yang berlangsung lama tanpa manifestasi perdarahan.
 Mudah lemas, mudah marah, tidak ada nafsu makan, daya tahan tubuh
terhadap infeksi menurun, serta gangguan perilaku dan prestasi belajar.
 Gemar memakan makanan yang tidak biasa (pica) seperti es batu,
kertas, tanah, rambut.
 Memakan bahan makanan yang tidak mengandung zat besi, bahan
makanan yang menghambat penyerapan zat besi seperti kalsium dan
fitat (beras, gandum), serta konsumsi susu sebagai sumber energi
utama sejak bayi sampai usia 2 tahun (milkaholics).
 Infeksi malatria, infestasi parasit seperti ankylostoma dan schistosoma.
Pemeriksaan fisis
 Gejala klonis ADB sering terjadi perlahan dan tidak begitu diperhatikan
oleh keluarga. Bila kadar Hb < 5 g/dL ditemukan gejala iritabel dan
anoreksia.
 Pucat ditemukan bila kadar Hb < 7 g/dL.
 Tanpa organomegali
 Dapat ditemukan koilonikia, glosistis, stomatitis angularis, takikardi dan
gagal jantung, protein-losing enteropathy.
 Rentan terhadap infeksi
 Gangguan pertumbuhan.
 Penurunan aktifitas kerja.

Pemeriksaan penunjang
 Darah lengkap yang terdiri dari: hemoglobin rendah; MCV, MCH, dan
MCHC rendah. Red cell distribution widht (RDW) yang lebar dan MCV
yang rendah merupakan salah satu skrining defisiensi besi .

50
o Nilai RDW tinggi >14,5% pada defisiensi besi, bila RDW normal
(<13%) pada talasemia trait.
o Ratio MCV/RBC (Mentzer Index)≥13 dan bila RDW index
(MCV/RBCxRDW) 220, merupakan tanda anemia defisiensi besi,
sedangkan jika kurang dari 220 merupakan tanda talasemia trait.
o Apusan darah tepi: mikrositik, hipokromik, anisositosis, dan
poikilositosis.
 Kadar besi serum yang rendah, TIBC, serum ferritin <12ng/mL
dipertimbangkan sebagai diagnostik defisiensi besi.
 Nilai retikulosit: normal atau menurun, menunjukkan produksi sel darah
merah yang tidak adekuat,
 Serum transferrin receptor (STfR): sensitif untuk menentukan defisiensi
besi, mempunyai nilai tinggi untuk membedakan anemia defisiensi besi
dan anemia akibat penyakit kronik.
 Kadar zinc protoporphyrin (ZPP) akan meningkat.
 Terapi besi (therapeutic trial): respons pemberian preparat besi dengan
dosis 3mg/kgBB/hari, ditandai dengan kenaikan jumlah retikulosit antara
5-10 hari diikuti kenaikan kadar hemoglobin 1g/dL atau hematokrit 3%
setelah 1 bulan menyokong diagnosis anemia defisiensi besi.kira-kira 6
bulan setelah terapi, hemoglobin dan hematokrit dinilai kembali untuk
menilai keberhasilan terapi. Pemeriksaan penunjang tersebut dilakukan
sesuai dengan fasilitas yang ada.

 KRITERIA DIAGNOSIS ADB MENURUT WHO:


1. Kadar Hb kurang dari normal sesuai usia.
2. Konsentrasi Hb eritrosit rata-rata 31% (N=32-35%)
3. Kadar Fe serum <50 ug/dl (N=80-180ug/dl)
4. Saturasi transferin <15% (N=20-50%)
Kriteria ini harus dipenuhi, paling sedikit kriteria nomor 1,3, dan 4.tes
paling efisien untuk mengukur cadangan besi tubuh yaitu feritinj serum.
Bila sarana terbatas, diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan :
1. Anemia tanpa perdarahan.
Tanpa organomegali
2. Gambaran darah tepi mikrositik, hipokromik, anisositosis, sel target.
3. Respon terhadap pemberian terapi besi.

TATA LAKSANA
Mengetahui faktor penyebab, riwyat nutrisi, dan kelahiran, adanya
perdarahan abnormal, pasca pembedahan.
1. Preparat besi
Preparat yang tersedia ferous sulfat, ferous glukonat, ferous fumarat,
dan ferous suksinat. Dosis besi elemental4-6 mg/kgBB/hari. Respon
terapi dengan menilai kenaikan kadar Hb sebesar 2 g/dl atau lebih.
Bila repon ditemukan, terapi dilanjutkan sampai 2-3 bulan
Komposisi besi elemental:
Ferous fumarat 33% merupakan besi elemental
Ferous glukonas 11,6% merupakan besi elemental
Ferous sulfat 20% merupakaana besi elemental
2. Tranfusi darah
Jarang diperlukan, hanya diberikn bila pada keadaan anemia yang
sangat berat dengan kadar hb<4 g/dl. Komponen darah yang
diberikan adalah PRC.

PENCEGAHAN
PENCEGAHAN PRIMER
1. Mempertahankan ASI eksklusif hingga usia 6 bulan
2. Menunda pemakaian susu sapi hingga usia 1 tahun
3. Menggunakan sereal atau makanan tambahan yang difortifikasi tepat
pada waktunya, yaitu sejak usia 6 bulan sampai 1 tahun.
4. Pemberian vitamin C seperti jeruk, apel waktu makan dan minum
preparat besi untuk meningkatkan absorbsi besi, serta menghindari
bahan yang menghambat absorbsi besi seperti teh, fosfat, dan fitat

51
pada makanan.
5. Menghindari minum susu yang berlebihan dan meningkatkan
makanan yang mengandung kadar besi yang berasal dari hewani.
6. Pendidikan kebersihan lingkungan
PENCEGAHAN SEKUNDER
1. Skrining ADB
a. Skrining ADB dilakukan dengan pemeriksaan Hb atau Ht,
waktunya disesuaikan dengan berat badan lahir dan usia bayi.
Waktu yang tepat masih kontroversial.
American Academy of Pediatric (AAP)menganjurkan antara usia
9-12 bulan, 6 bulan kemudian, dan usia 24 bulan. Pada daerah
dengan risiko tinggi dilakukan tiap tahun sejak usia 1 tahun hingga
5 tahun.
1. Gambaran darah tepi mikrositik, hipokromik, anisositosis, sel
target.
2. Respon terhadap pemberian terapi besi.

TATA LAKSANA
Mengetahui faktor penyebab, riwyat nutrisi, dan kelahiran, adanya
perdarahan abnormal, pasca pembedahan.
1. Preparat besi
Preparat yang tersedia ferous sulfat, ferous glukonat, ferous fumarat,
dan ferous suksinat. Dosis besi elemental4-6 mg/kgBB/hari. Respon
terapi dengan menilai kenaikan kadar Hb sebesar 2 g/dl atau lebih.
Bila repon ditemukan, terapi dilanjutkan sampai 2-3 bulan
Komposisi besi elemental:
Ferous fumarat 33% merupakan besi elemental
Ferous glukonas 11,6% merupakan besi elemental
Ferous sulfat 20% merupakaana besi elemental
2. Tranfusi darah
Jarang diperlukan, hanya diberikn bila pada keadaan anemia yang
sangat berat dengan kadar hb<4 g/dl. Komponen darah yang
diberikan adalah PRC.

PENCEGAHAN
PENCEGAHAN PRIMER
1. Mempertahankan ASI eksklusif hingga usia 6 bulan
2. Menunda pemakaian susu sapi hingga usia 1 tahun
3. Menggunakan sereal atau makanan tambahan yang difortifikasi tepat
pada waktunya, yaitu sejak usia 6 bulan sampai 1 tahun.
4. Pemberian vitamin C seperti jeruk, apel waktu makan dan minum
preparat besi untuk meningkatkan absorbsi besi, serta menghindari
bahan yang menghambat absorbsi besi seperti teh, fosfat, dan fitat
pada makanan.
5. Menghindari minum susu yang berlebihan dan meningkatkan
makanan yang mengandung kadar besi yang berasal dari hewani.
6. Pendidikan kebersihan lingkungan
PENCEGAHAN SEKUNDER
1. Skrining ADB
a. Skrining ADB dilakukan dengan pemeriksaan Hb atau Ht,
waktunya disesuaikan dengan berat badan lahir dan usia bayi.
Waktu yang tepat masih kontroversial.
American Academy of Pediatric (AAP)menganjurkan antara usia
9-12 bulan, 6 bulan kemudian, dan usia 24 bulan. Pada daerah
dengan risiko tinggi dilakukan tiap tahun sejak usia 1 tahun hingga
5 tahun.
b. Skrining dapat dilanjutkn dengan pemeriksaan MCV,RDW, feritin
serum, dan trial terapi besi. Skrining dilakukan sampai usia
remaja.
c. Nillai MCV yang rendah dengan RDW yang lebar merupakan
salah satu alat skrining ADB.
d. Skrining yang paling sensitif, mudah dan dianjurkan yaitu zinc

52
erythrocyte protoporphirin (ZEP)
e. Bila bayi dan anak diberi susu sapi sebagai menu utama dan
berlebihan, sebaiknya dipikirkan melakukan skrining untuk deteksi
ADB dan segera memberi terapi.
2. Suplementasi besi
Merupakan cara yang tepat untuk mencegah terjadinya anemia
defisiensi besi di daerah dengan prevalensi tinggi. Dosis besi
elemental yang dianjurkan :
a. Bayi berat lahir normal dimulai sejak usia 6 b7ulan dianjurkan 1
mg/kgBB/hari
b. Bayi 1,5-2,0 kg:2 mg/kg BB/hari diberikan sejak usia 2 minggu
c. Bayi 1,0-1,5 kg:3 mg/kgBB/hari diberikan sejak usia 2 minggu
d. Bayi <1kg: 4 mg/kgBB/hari, diberikan sejak usia 2 minggu
Bahan makanan yang sudah difortifikasi seperti susu formula
untuk bayi dan makanan pendamping ASI seperti sereal.

Alur Kegiatan
Pasien tersangka ADB

Cek lab darah, kadar besi serum, dan satursi tranferin

Terdiagnosis ADB

Perawatan di bangsal, evaluasi berkala sampai klinis dan


laboratorium darah normal

Dipulangkan, edukasi pasien & keluarga

Waspadai timbulnya relaps

53
PROSEDUR TETAP PELAYANAN PROFESI
IMMUNE THROMBOCYTOPENIC PURPURA
RSUD KOTA SURAKARTA

No. Dokumen No. Revisi Halaman


1 65-67

Ditetapkan,
Direktur

Prosedur Tetap Tanggal Terbit

ITP merupakan suatu kelainan yang didapat yang berupa gangguan autoimun
Pengertian
yang menyebabkan trombositopenia. Hal ini disebabkan karena penghancuran
trombosit secara dini dalam sistem retikuloendotelial akibat adanya autoantibodi
terhadap trombosit yang biasanya berasal dari IgG (trombosit < 150.000/uL).
Kasus trombositopenia pada anak 90% disebabkan oleh virus. Virus yang
paling banyak diidentifkasi adalah varisella zoster dan Ebstein Barr

Tujuan Memberikan pelayanan kesehatan yang optimal sehingga didapat kesembuhan


yang maksimal

Kebijakan SMF Anak


ANAMNESIS
Prosedur
1. Trombositopenia terjadi 1-3 minggu setelah infeksi bakteri atau
virus(infeksi saluran nafas atas atau saluran cerna), misalnya rubella,
rubeola, varicela, atau setelah vaksinasi dengan virus hidup

2. Riwayat perdarahan, gejala dan tipe perdarahan , lama perdarahan,


riwayat sebelum perdarahan

3. Riwayat pemberian obat-obatan misalnya heparin, sulfonamide,


kuinidin/kuinin, aspirin

4. Riwayat ibu menderita HIV, riwayat keluarga yang menderita


trombositopenia atau kelainan hematologi.

PEMERIKSAAN FISIK
1. Perhatikan manifestasi perdarahan, tipe perdarahan termasuk
perdarahan retina, beratnya perdarahan

2. Perabaan hati, limpa, kelenjar getah bening


3. Adanya infeksi
4. Adanya gambaran dismorfik yang diduga sebagai kelainan kongenital
termasuk kelainan tulang, kehilangan pendengaran

PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Morfologi eritrosit, leukosit dan retikulosit biasanya normal. Hemoglobin,
indeks eritrosit dan jumlah leukosit normal

2. Trombositopenia,besar trombosit normal atau lebih besar(giant platelet),

54
masa perdarahan memanjang

3. Pemeriksaan aspirasi sumsum tulang tidak perlu bila gambaran klinis


dan laboratories klasik, tapi perlu dilakukan bila ditemukan
limfadenopati, organomegali, anemia atau kelainan jumlah leukosit
Tabel Stadium ITP berdasarkan jumlah trombosit, manifestasi klinis
dan petunjuk intervensi

Stadium Trombosit Gejala dan Rekomendasi


(x109//l) pemeriksaaan fisik
1 >50-150 Tidak ada Tidak ada

2 >20 Tidak ada Pengobatan individual


(terapi/preventif)

3 >20 dan/ atau Perdarahan mukosa Dirawat di RS dan


<10 Perdarahan minor IVFG atau
kortikosteroid

TERAPI
ITP brsifat akut dan sembuh spontan, karena itu keputusan apakah perlu
diberikan pengobatan masih diperdebatkan
MEDIKAMENTOSA
Beberapa kemungkinan pengobatan ITP pada anak

Immunoglobulin intravena Besar dosis 0,8g/KgBB, 1 kali


pemberian. Diulang dengan dosis yang
sama jika jumlah trombosit < 30x109/l
pada hari ke 3 (72 jam setelah infuse
pertama)
Pada perdarahan emergensi: 0,8
g/KgBB, 1-2 kali pemberian bersama-
sama dengan kortikosteroid dan
tranfusi trombosit.
Pada ITP kronis : 0,4 g/KgBB/x, setiap
2-8 minggu
Kortikosteroid 4 mg prednisone/KgBB/hari/po atau iv
selama 7 hari, kemudian tapering off
dalam periode 7 hari.
Pada perdarahan emergensi 8-12 mg
metal prednisolon/KgBB/iv atau 0,5-1,0
mg deksametason/kgBB/iv atau po,
bersama-sama dengan IVIG atau
tranfusi trombosit

Anamnesis
Pemeriksaan fisik
Pemeriksaaan darah
Hitung jenis
Trombosit
Apus darah tepi

55
Trombositopenia

Morfologi trombosit

Splenomegali atau Sindrom Bernard-soulier


limfadenopati Sindrom Wiskott-Aldrich
Anomali May-Hegglin
Glazmann’s thrombasthenia
Sindrome Gray platelet

Aspirasi Sumsum Pemeriksaan normal Kelainan kongenital


tulang

Diagnosis Banding : Diagnosis Banding : Diagnosis Banding :


Keganasan ITP : Kelainan skelet
Infeksi HIV Disebabkan virus Anemia Fanconi
Storage disease Disebabkan obat-obatan Trombositopenia Absent
Hipersplenism HIV Radii (TAR)
Penyakit kolagen pembuluh HIV
darah pada bayi Penyakit jantung Sianosis
Aloimun, Eksim
Autoimun (placental Ab Sindrom Wislott-Aldrich
transfer), Hemangioma
Hemangioma(type SindromKasabach-
visceral) Merritt
Anemia Aplastik
Anemia Fanconi
Familial

PROSEDUR TETAP PELAYANAN PROFESI


TALASEMIA BETA

56
RSUD KOTA SURAKARTA

No. Dokumen No. Revisi Halaman


0 68-69

Ditetapkan,
Direktur

Prosedur Tetap Tanggal Terbit


Drg. R. Basoeki Soetardjo, MMR
Desember 2011 Pembina Utama Muda
19581018 198603 1 009

Pengertian Talasemia, khususnya talasemia- merupakan kelainan genetik yang paling


sering ditemukan di dunia, termasuk di Indonesia. Sebagai penyakit hemolitik
yang diderita seumur hidup sejak umur kurang dari 1 tahun, penyakit ini
menimbulkan masalah baik dari segi medis maupun sosial. Penderita talasemia
berat memerlukan transfusi darah seumur hidupnya. Umumnya talasemia berat
diakhiri dengan kematian pada masa kanak-kanak. Frekuensi gen talasemia di
Indonesia sekitar 3 - 10%. Berdasarkan angka ini, diperkirakan lebih 2000
kasus baru dilahirkan setiap tahunnya di Indonesia.

Tujuan Memberikan pelayanan kesehatan yang optimal sehingga didapat kesembuhan


yang maksimal

Kebijakan SMF Anak Sub divisi Hematologi


LANGKAH PROMOTIF / PREVENTIF
Prosedur
Penyakit yang ditimbulkan akibat kelainan genetik merupakan masalah
kesehatan yang penting karena akan terbawa seumur hidup dan dapat
diturunkan ke generasi berikutnya. Oleh karena itu perlindungan kesehatan
tidak hanya penting terhadap penyakit yang timbul dalam masa tumbuh
kembang, melainkan harus sudah di mulai sebelum kelahiran. Perawatan
thalassemia yang ideal memerlukan biaya yang sangat tinggi; ini pun bukan
pengobatan secara total. Menyadari bahwa penyakit ini belum dapat
disembuhkan dan perawatannya sangat mahal, banyak negara yang
mempunyai frekuensi gen thalassemia tinggi melaksanakan program
pencegahan lahirnya penderita baru. Untuk hal ini dilakukan skrining pembawa
sifat dan diagnosis pranatal.

LANGKAH DIAGNOSTIK
Anamnesis
Keluhan yang timbul terjadi karena adanya anemia dengan segaja akibatnya.
Keluhan yang sering timbul berupa pucat, gangguan nafsu makan, gangguan
tumbuh kembang, dan perut membesar karena pembesaran limpa dan hati.
Pada umumnya keluh kesan ini mulai timbul pada usia 6 bulan.

Pemeriksaan fisis
Pasien nampak pucat, bentuk muka mongoloid (facies Cooley), dapat
ditemukan ikterus, gangguan pertumbuhan, splenomegali dan hepatomegali
yang menyebabkan perut membesar. Gambaran radiologis tulang kepala
menunjukkan hair on end appearance.

Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan umum

57
Hb, MCV (VER), MCH (KHR), morfologi sel darah merah (apusan darah),
retikulosit, fragilitas osmotik.

Pemeriksaan lebih lanjut


Analisis Hb terhadap kadar HbF, HbA2 dan elektroforesis hemoglobin; kadar
besi, saturasi transferin, dan feritin.

Pemeriksaan khusus
 Analisis DNA untuk menentukan jenis mutasi penyebab talasemia.
 Anemia dengan kadar Hb berkisar 2 - 9 g/dl, kadar MCV dan MCH
berkurang, retikulosit biasanya meningkat dan fragilitas osmotik menurun
(resistensi osmotik meningkat).
 Gambaran darah tepi memperlihatkan mikrositik hipokrom, fragmentasi, sel
target, dan normoblas (sel darah merah berinti).
 Kadar HbF menjngkat antara 10-90%, kadar HbA2 normal, rendah atau
sedikit meningkat. Peningkatan kadar HbA2 merupakan parameter penting
untuk menegakkan diagnosis pembawa sifat talasemia-. Besi serum, feritin
dan saturasi transferin meningkat.

PEMANTAUAN (MONITORING)
 Pemeriksaan kadar feritin setiap 1-3 bulan, karena adanya kecenderungan
kelebihan besi sebagai akibat absorbsi besi yang meningkat dan transfusi
darah yang berulang.
 Efek samping kelasi besi yang perlu dipantau yaitu demam, nyeri perut,
nyeri kepala, gatal, sukar bernapas. Bila hal ini terjadi pemberian kelasi besi
dihentikan.

Tumbuh Kembang
Anemia yang kronis memberikan dampak Pada proses tumbuh kembang. Oleh
karena itu diperlukan perhatian dan pemantauan tumbuh kembang pasien.

58
PROSEDUR TETAP PELAYANAN PROFESI
HIV
RSUD Dr. MOEWARDI

No. Dokumen No. Revisi Halaman


1 72-74

Ditetapkan,
Direktur

Prosedur Tetap Tanggal Terbit

Pengertian HIV merupakan suatu penyakit yang disebabkan karena infeksi virus Human
Immunodefisiensi Virus, yang penyebebkan penurunan kekebalan tubuh
penderita.

Tujuan Meningkatkan kualitas hidup penderita.

Kebijakan SMF Anak

Prosedur Pemeriksaan.
1. Anamnesis.
2. Pemeriksaan fisik.
3. Laboratorium darah.
Klasifikasi klinis infeksi HIV (CDC revisi 1994)
1. Kategori N (tanpa gejala).
Tidak terdapat tanda dan gejala klinis akibat infeksi HIV, atau hanya
terdapat satu gejala kategori A.
2. Kategori A (gejala klinis ringan).
Terdapat dua atau lebih berikut tanpa gejala kategori B dan C
a. Limfadenopati (≥ 0,5 cm lebih dari satu tempat, bilateral dianggap 1
tempat)
b. Hepatomegali.
c. Splenomegali.
d. Dermatitis.
e. Parotitis.
f. Infeksi saluran napas atas, sinusitis, atau otitis media berulang atau
menetap.
3. Kategori B (gejala klinis sedang)
Terdapat gejala klinis lain selain gejala kategori A atau C.
a. Anemia (Hb < 8 g/dL), neutropenia (< 1.000/mm3), atau trombositopenia
(< 100.000/mm3) menetap ≥ 30 hari.

59
b. Meningitis bakterialis, pneumonia, atau sepsis (episode tunggal).
c. Kandidiasis orofaring menetap >2 bulan pada anak usia > 6 bulan.

d. Kardiomiopati.
e. Infeksi sitomegalovirus dengan onset < usia 1 bulan.
f. Diare berulang atau kronik.
g. Hepatitis.
h. Stomatitis herpes simpleks (HSV) berulang (>2 episode dalam setahun)
i. Bronkitis, pneumonitis, atau esofagitis HSV dengan onset usia < 1 tahun.
j. Herpes zoster pada paling sedikit dua episode berbeda atau > 1
dermatom.
k. Leiomiosarkoma.
l. Pneumonitis interstitialis limfoid atau kompleks hiperplasia limfoid paru.
m. Nefropati.
n. Nokardiosis.
o. Demam > 1 bulan.
p. Toksoplasmosis dengan onset < 1 bulan.
q. Varisela diseminata cacar air dengan komplikasi (gejala klinis berat).
4. Kategori C (gejala klinis berat)
Semua anak yang memenuhi kriteria AIDS, kecuali untuk pneumonitis
interstitialis limfoid yang masuk dalam kategori B

Sistem klasifikasi infeksi HIV pada anak: kategori status imunosupresi


berdasarkan jumlah dan presentase sel T CD4 menurut usia (revisi 1994).
Rekomendasi utama antiretrovirus inisial pada anak.
1. Satu inhibitor protease sangat aktif nelfinavir, ritonavir + dua NRTI.
2. NNRTI efavirenz + dua NRTI, untuk anak > 3 tahun.
3. Dua NNRTI + Nevirapin (NVP)

Usia < 12 bulan 1 – 5 tahun 6 – 12 tahun

Status imun No/mm3 % No/mm3 % No/mm3 %

Kategori 1. ≥ 1.500 ≥ 25 ≥ 1.000 ≥ 25 ≥ 500 ≥ 25


Tidak ada
supresi

Kategori 2. 7.500 15 500 15 200 15


Supesi
s/d s/d s/d s/d s/d s/d
sedang
1.499 24 999 24 499 24

Kategori 3. < 750 < 15 < 500 < 15 < 200 < 15
Supresi Berat

Tatalaksana
Indikasi dan rekomendasi pengobatan antiretrovirus pada anak

60
Indikasi:
 Diagnosis infeksi HIV (+)
 Gejala klinis kategori A,B,C
 Imunosupresi kategori 2 atau 3
 Semua bayi dengan diagnosis HIV (+) usia < 12 bulan.
 Usia ≥ 1 tahun tanpa gejala klinis (asimtomatik) dan status imun normal.
1. Opsi 1) beri terapi antiretrovirus.
2. Opsi 2) terapi antiretrovirus bila risiko progresivitas klinis tinggi, bila
risiko progresivitas rendah lebih baik antiretrovirus ditunda sambil
memonitor status klinis, imunitas, dan virologi untuk melihat perubahan
risiko progresivitas klinis.

Faktor yang harus dipertimbangkan untuk memulai terapi antiretrovirus pada


anak dengan diagnosis infeksi HIV asimtomatik dan status imun normal
1. Jumlah kopi RNA HIV tinggi atau meningkat.
2. Jumlah atau rasio CD4 cepat menurun.
3. Perkembangan gejala klinis cepat.

Alur Kegiatan

Pasien Klinik anak / IGD

Ruang perawatan non


infeksi anak

Dokter

 Pemeriksaan
 Konsultasi ke VCT
 Diagnosis
 Tatalaksana
 Follow up

Perbaikan klinis Meninggal

Pulang Kontrol ke klinik anak


untuk follow up

Unit Terkait 1. SMF Anak.


2. Patologi Klinik.
3. Radiologi.

61
4. VCT.

PROSEDUR TETAP PELAYANAN PROFESI


DIARE AKUT DEHIDRASI BERAT
RSUD KOTA SURAKARTA

No. Dokumen No. Revisi Halaman


0 75-76

Ditetapkan,
Direktur

Prosedur Tetap Tanggal Terbit

Pengertian Diare akut drhidrasi berat adalah buang air besar dengan frekuensi yang
meningkat, dengan konsistensi tinja cair, bersifat mendadak, dan berlangsung
dalam waktu kurang dari 1 minggu pada bayi atau anak yang sebelumnya sehat
dengan kekurangan cairan tubuh > 10 %.

Tujuan Mengatasi dehidrasi berat/ Syok

Kebijakan SMF Anak

Prosedur a. Penderita
b. Diagnostik
c. Memberikan Cairan intra vena R.1. pada prinsipnya diberikan 100 ml/kg
dalam beberapa jam (Defisit pada dehidrasi berat – 100 ml/kg bb)
i. 20 ml/kgBB/10’  sisanya (80 ml) 1x  10 ml/kgBB/ 1 jam, bila
belum ada perbaikan
ii. 20 ml/kgBB/10’  sisanya (60 ml) 2x  10 ml/kgBB/ 1 jam, bila
belum ada perbaikan.
iii. 20 ml/kgBB/10’  (sisanya 40 ml) 1x  bila belum ada perbaikan →
berikan cairan koloid dengan dosis 10–20 ml/kg bb)
1. Pemeriksaaan Lab : tinja + darah
2. Tetap diberikan makan-minum, terutama ASI kecuali ada malabsoprsi
laktosa,CMA, atau lainnya
3. pemberian suplementasi seng
4. Memberikan antibiotika kalau ada indikasi
5. Penyuluhan tindakan promotif, kuratif dan prevatif
6. Penderita pulang :

62
Apabila tidak ada komplikasi kembalikan kepada teman sejawat pengirim.

Alur Kegiatan :

PASIEN
Klinik Rawat Jalan Anak IGD

Rawat Inap Anak

Tatalaksana

Penyuluhan

Pulang

Unit terkait SMF Anak


Patologi Klinik
PICU

63
PROSEDUR TETAP PELAYANAN PROFESI
DIARE
RSUD KOTA SURAKARTA

No. Dokumen No. Revisi Halaman


2 72-77

Ditetapkan,
Direktur

Prosedur Tetap Tanggal Terbit

Pengertian diare akut adalah buang air besar lebih dari 3 kali dalam 24 jam dengan
konsistensi cair dan berlangsung kurang dari 1 minggu.

Tujuan 1. Mencegah jangan sampai terjadi dehidrasi


2. Mencegah kasus diare
Kebijakan SMF Anak

Prosedur 1. Diagnosis
Anamnesis
- Lama diare berlangsung, frekuensi diare sehari, warna dan konsistensi
tinja, lender dan/ darah dalam tinja
- Muntah, rasa haus, rewel, anak lemah, kesadaran munurun, buang air
kecil terakhir, demam, sesak, kejang, kembung.
- Jumlah cairan yang masuk selama diare
- Jenis makanan dan minuman yang diminum selama diare, mengkonsumsi
makanan yang tidak biasa
- Pendierita diare disekitarnya dan sumber air
Pemeriksaan fisis
- Keadaan umum, kesadaran dan tanda vital
- Tanda utama : keadaan umum gelisah/cengeng atau lemah/letargi/koma,
rasa haus, turgor kulit abdomen menurun
- Tanda tambahan : ubun-ubun besar, kelopak mata, air mata, mukosa
bibir, mulut dan lidah
- Berat badan
- Tanda gangguan keseimbangan asam basa dan elektrolit seperti napas
cepat dan dalam (asidosis metabolik), kembung (hipokalemia), kejang

64
(hipo atau hipernatremia)
- Penilaian derajat dehidrasi dilakukan sesuai criteria berikut:
- Tanda dehidrasi (kehilangan cairan <5% berat badan)
 Tidak ditemukan tanda utama dan tanda tambahan
 Keadaan umum baik, sadar
 Ubun-ubun besar tidak cekung, mata tidak cekung, air mata ada,
mukosa mulut dan bibir basah
 Turgor abdomen baik, bising usus normal
 Akral hangat
- dehidrasi ringan sedang/ tidak berat (kehilangan cairan 5-10%)
 apabila didapatkan 2 tanda utama ditambah 2 atau lebih tanda
tambahan
 keadaan umum gelisah/ cengeng
 ubun-ubun besar sedikit cekung, mata sedikit cekung, air mata
kurang, mukosa mulut dan bibir sedikit kering.
 Turgor kurang, akral hangat
- dehidrasi berat (kehilangan cairan >10% berat badan)
 apabila didapatkan 2 tanda utama ditambah 2 atau lebih tanda
tambahan
 keadaan umum lemah, letargi atau koma
 ubun-ubun besar sangat cekung, mata sangat cekung, air mata
tidak ada, mukosa mulut dan bibir sangat kering.
 Turgor sangat kurang, akral dingin
 Pasien harus rawat inap

Pemeriksaan penunjang
- Pemeriksaann tinja tidak rutin dilakukan pada diare akut, kecuali apabila
ada tanda intoleransi laktosa dan amubiasis
- Pemeriksaan elektrolit bila secara klinis dicurigai adanya gangguan
keseimbangan asam basa

3. Penatalaksanaan
- Lintas diare : cairan, seng, nutrisi, antibiotic yang tepat dan edukasi
- Tanpa dehidrasi
cairan rehidrasi oaralit dengan menggunakan new oralit diberikan 5-
10mg/kgBB setiap diare cair atau berdasarkan usia yaitu umur <1 tahun
sebanyak 50-100ml, umur 1-5 tahun sebanyak 100-200 ml, dan umur
diata 5 tahun semaunya. Dapat diberikan cairan rumah tangga sesuai
kemauan anak. ASI harus diberikan. Pasien dapat dirumah, kecuali
apabila terdapat komplikas lain (tidak mau minum, muntah terus-
menerus, diare frekuen dan profus)

- Dehidrasi ringan sedang


 cairan rehidrasi oral hiperosmolar diberikan sebanyak 75ml/kgBB
dalam 3 jam untuk mengganti kehilangan cairan yang telah terjadi
dan sebanyak 5-10ml/kgBB setiap diare cair
 rehidrasi parenteral (intravena) diberikan bila anak muntah setiap
diberi minum walaupun telat diberikan dengan cara sedikit demi
sedikit atau pipa nasogastrik. Cairan intravena yang diberikan adalah
ringer laktat atau KaEN 3B atau Nacl dengan jumlah cairan dihitung
berdasarkan berat badan. Status hidrasi dinilai secara berkala :
 berat badan 3-10kg : 200ml/kgbb/hari

65
 berat badan 10-15kg : 175ml/kgbb/hari
 berat badan >15kg : 135ml/kgbb/hari
- Dehidrasi berat
 diberikan cairan parenteral dengan ringer lakatat atau ringer asetat
100ml/kgBB dengan cara pemberian :
 umur kurang dari 12 bulan : 30 ml/kg bb dalam 1 jam pertama,
dilanjutaka 70 ml kgbb dalam 5 jam berikutnya
 umur diatas 12 bulan : 30 ml/kg bb dalam ½ jam pertama,
dilanjutaka 70 ml kgbb dalam 2,5 jam berikutnya
 masukkan cairan peroral diberikan bila psien sudah mau dan dapat
minum, dimulai dengan 5 ml/kgbb selam proses hidrasi
- Koreksi gangguan keseimbang elektrolit
- Seng
seng/zink elemental diberika 10-14 hari meskipun anak telah tidak
mengalami diare dengan dosi :
umur dibawa 6 bulan : 10 mg perhari
umur diatas 6 bulan : 20 mg/hari
- Nutrisi
ASI dan makanan dengan menu yang sama saat anak sehat sesuai umut
tetap diberikan untuk mencegah kehilangan berat badan dan sebagai
pengganti nutrisi yang hilang.
- Medikamentosa
 Tidak boleh diberikan obat anti diare
 Antibiotic diberikan bila ada indikasi, misalnya disentri atau kolera
 Antiparasit
Metronidazol 50 mg/kgbb dibagi 3 dosis merupakan pilihan obat
untuk amuba vegetatif
- Edukasi
Asi tetap diberikan
Kebersihan perorangan cuci tangan sebelum makam
Kebersihan lingkungan, buang air besar dijamban
Imunisasi campak
Memberikan makanan penyapihan yang benar
Penyediaan air minum bersih
Selalu memasak makanan

Alur Kegiatan :
PASIEN

UGD
Klinik Rawat
Jalan Anak

 Pemeriksaan
 Diagnosis
 Tatalaksana dan R/ Oralit
 Penyuluhan

Pulang Rawat Inap

66
Unit terkait Patologi klinik
SMF Anak

PROSEDUR TETAP PELAYANAN PROFESI

MALNUTRISI ENERGI PROTEIN ( MEP )

RSUD KOTA SURAKARTA

No. Dokumen No. Revisi Halaman

1 85-90

Ditetapkan,

Prosedur Tetap Tanggal Terbit Direktur

Keadaan kurang gizi yang disebabkan rendahnya konsumsi energi dan protein
Pengertian
dalam makanan sehari-hari sehingga tidak memenuhi angka kebutuhan gizi.

Tujuan Memberikan pelayanan kesehatan yang optimal sehingga didapat kesembuhan


yang maksimal dan menjamin tumbuh kembang anak.

Kebijakan S M F Anak

MEP diklasifikasikan menjadi MEP derajat ringan-sedang (gizi kurang) dan


Prosedur
MEP derajat berat (gizi buruk).
Klasifikasi :
1. MEP ringan-sedang (Gizi kurang) bila z-score BB/TB antara -3 SD dan
-2 SD berdasarkan tabel z-score WHO 2005 atau CDC 2000.
2. MEP berat (Gizi Buruk) bila z-score BB/TB < -3 SD berdasarkan tabel z-
score WHO 2005 atau CDC 2000.

67
MEP ringan
Sering ditemukan ganguan pertumbuhan:
1. Anak tampak kurus
2. pertumbuhan linier berkurang atau berhenti
3. kenaikan BB berkurang atau berhenti
4. ukuran LLA lebih kecil dari normal
5. maturasi tulang terlambat
6. rasio BB/TB normal /menurun
7. tebal lipatan kulit normal atau berkurang
8. anemia ringan
9. aktivitas dan perhatian berkurang jika dibandingkan dengan anak
sehat
MEP berat
Kwasiorkor:
1. perubahan mental sampai apatis
2. edema simetris pada kedua punggung kaki, dapat sampai seluruh
tubuh
3. wajah sembab/bulat
4. perubahan warna dan tekstur rambut, mudah dicabut
5. atrofi otot
6. crazy pavement dermatosis
7. gangguan GI
8. pembesaran hati
9. anemia.
Marasmus:
1. terlihat sangat kurus
2. wajah seperti orang tua
3. kulit keriput/kering, dingin dan mengendor
4. perubahan mental, cengeng
5. rambut kering, tipis, mudah rontok
6. lemak subkutan menghilang hingga turgor kulit berkurang
7. otot atropi sehingga kontur tulang terlihat jelas
8. sering diare atau konstipasi
9. tekanan darah lebih rendah dibandingkan anak sehat yang sebaya
10. kadang frekuensi pernafasan menurun kadang terdapat bradikardi

Marasmik-kwashiokor:

68
Terdapat tanda dan gejala klinis marasmus dan kwasiokhor secara
bersamaan.

Kriteria Diagnosis MEP berat:


1. terlihat sangat kurus
2. edema nutrisional, simetris
3. BB/TB < - 3SD (grafik z-score WHO 2005 atau CDC 2000)
4. LLA < 11,5 cm.

b. Pemeriksaan lain :
1. Darah tepi lengkap, kadar gula darah, protein total, albumin,
globulin, elektrolit serum
2. feritin
3. Urine lengkap
4. Feses lengkap
5. Tes mantoux
6. Pemeriksaan lain : Radiologi (dada AP dan lateral)
EKG
c. Penatalaksanan :
MEP berat di tataaksana melalui 3 fase (stabilisasi, transisi dan rehabilitasi)
dengan 10 langkah tindakan seperti pada tabel.
1. Pengobatan gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit
– rehidrasi secara oral dengan Resomal, secara parenteral hanya
pada dehidrasi berat atau syok.
2. Atasi/cegah hipoglikemia
3. Atasi gangguan elektrolit
4. Atasi/cegah hipotermi
5. Antibiotik
- Bila tidak jelas ada infeksi, berikan kotrimoksasol selama 5 hari
- Bila infeksi nyata: Ampicillin IV selama 2 hari, dilanjutkan dengan
oral sampai 7 hari, ditambah dengan gentamisin IV selama 7 hari
atau sesuai kultur kuman.
6. Atasi penyakit penyerta yang ada sesuai pedoman
7. Vitamin A (dosis sesuai usia, yaitu < 6 bulan: 50.000 SI, 6-12 bulan:
100.000 SI, > 1 tahun: 200.000 SI) pada awal perawatan dan hari ke-
15 atau sebelum pulang.
8. Multivitamin-mineral, khusus asam folat hari pertama 5 mg,
selanjutnya 1 mg per hari.
d. Suportif/Dietetik
1. Oral (enteral):

69
- Gizi kurang : kebutuhan energy dihitung sesuai RDA untuk umur
TB (height-age) dikalikan berat badan ideal (BB/TB)
- Gizi buruk : lihat tabel 5
2. Intravena (parenteral) hanya atas indikasi tepat
e. Pemantauan
Kriteria sembuh
- BB/TB > -2SD (grafik z-score WHO 2005 atau CDC 2000)
Tumbuh Kembang
- Memantau status gizi secara rutin dan berkala
- Memantau perkembangan psikomotor
Edukasi Keluarga
Memberikan pengetahuan pada orang tua tentang:
1. Pengetahuan gizi
2. Melatih ketaatan dalam pemberian diet
3. Menjaga kebersihan diri dan lingkungan
Alur Kegiatan :

Memenuhi Kriteria
Diagnosis

MEP ringan-sedang atau


Berat

tatalaksana

Evaluasi dan edukasi

70
N FASE STABILISASI TRANSISI REHABILI
o Hari ke 1-2 Hari ke 2-7 Minggu ke-2 Minggu ke
1 Hipoglikemia
2 Hipotermia
3 Dehidrasi
4 Elektrolit
5 Infeksi
6 Mulai Pemberian
Makanan (F-75)
7 Pemberian Makanan
utk Tumbuh kejar
(F-100)
8 Mikronutrien Tanpa Fe dengan Fe
9 Stimulasi
10 Tindak lanjut

Tabel Kebutuhan energi, protein dan cairan sesuai fase-fase tata laksana gizi
buruk
Stabilisasi (F75) Transisi (F75 → F100)
Rehabilitasi (F100)
Energi 80-100 kkal/kgbb/hr 100-150 kkal/kgbb/hr 150-
220/kgbb/hr
Protein 1-1.5 g/kgbb/hr 2-3 g/kgbb/hr 4-6
g/kgbb/hr
Cairan 100-130 ml/kgbb/hr ---- bebas sesuai
Bila ada edema berat: kebutuhan energi -----
100 kkal/kgbb/hr

Unit terkait SMF Anak

Patologi Klinik

Radiologi

Insatalasi Gizi

71
PROSEDUR TETAP PELAYANAN PROFESI

OBESITAS

RSUD KOTA SURAKARTA

No. Dokumen No. Revisi Halaman

1 95-97

Ditetapkan,

Direktur

Tanggal Terbit

Prosedur Tetap

Pengertian Obesitas atau kegemukan adalah kelaianan atau penyakit yang ditandai
dengan penimbunan jaringan lemak tubuh secara berlebihan

Tujuan Menurunkan berat badan dan mengurangi dampak obesitas

Kebijakan S M F Anak

Prosedur 1. Secara klinis:


 Wajah yang membulat
 Pipi yang tembem
 Dagu rangkap

72
 Leher relatif pendek
 Dada yang membusung dengan payudara yang membesar
mengandung jaringan lemak
 Perut membuncit disertai dinding perut yang berlipat-lipat
 Kedua tungkai umumnya berbentuk X
 Pada anak lelaki, penis tampak kecil karena tersembunyi dalam
jaringan lemak suprapubik (buried penis)
 Kulit: ruam panas, intertrigo, dermatitis moniliasis dan acanthosis
nigricans, jerawat
 Terbatasnya gerakan panggul (slipped capital femoral epiphysis)

2. Berdasarkan antropometri
- Klasifikasi obesitas berdasarkan IMT terhadap umur untuk usia
lebih dari 2 tahun adalah berdasarkan kurva CDC 2000, yaitu
persentil ke-85 hingga kurang dari persentil ke-95 adalah
overweight dan di atas persentil ke-95 adalah kegemukan atau
obesitas.
- untuk anak usia 2 tahun atau kurang, IMT dinilai berdasarkan
kurva WHO 2005 dan diklasifikasikan sebagai berikut: z-score
IMT >1 tetapi <2 adalah possible risk of overweight, z-score >2
dan <3 adalah overweight, sedangkan z-score >3 adalah obesitas

3. Tatalaksana
Tata laksana komprehensif obesitas mencakup penanganan obesitas dan
dampak yang terjadi. Tujuan utama tata laksana obesitas adalah perbaikan
kesehatan fisik jangka panjang melalui kebiasaan hidup sehat yang
permanen. Prinsip tata laksana obesitas adalah mengurangi asupan energi
serta meningkatkan keluaran energi.
Alur Kegiatan :
OBESITAS

Mengurangi Perubahan Meningkatkan


asupan energi perilaku aktifitas fisik
makan

73
KOMPONENEN
KEBERHASILAN

Menentukan
target
Penurunan BB
Pengaturan diet
Aktivitas fisik
Keterlibatan
keluarga

Komponen Keberhasilan Rencana Penurunan Berat Badan


Komponen Komentar
Menetapkan target Mula-mula 2,5 sampai 5 kg atau dengan kecepatan 0,5-2
penurunan berat badan per bulan.
Pengaturan diet Nasehat diet yang mencantumkan jumlah kalori per hari d
anjuran komposisi lemak, protein dan karbohidrat
Aktivitas fisik Awalnya disesuaikan dengan tingkat kebugaran anak den
tujuan akhir 20-30 menit per hari di luar aktivitas fisik di
sekolah

Modifikasi perilaku Pemantauan mandiri, pendidikan gizi, mengendalikan


rangsangan, memodifikasi kebiasaan makan, aktivitas fisi
perubahan perilaku, penghargaan dan hukuman (reward a
punishment)
Analisis ulang aktifitas keluarga, pola menonton televisi;
Keterlibatan keluarga
melibatkan orang tua dalam konsultasi gizi.

Unit terkait SMF Anak

Patologi Klinik

Instalasi gizi

74
PROSEDUR TETAP PELAYANAN PROFESI

KELAINAN METABOLIK BAWAAN

RSUD KOTA SURAKARTA

No. Dokumen No. Revisi Halaman

1 98-100

Ditetapkan,

Direktur

Tanggal Terbit

Prosedur Tetap

75
Pengertian Kelainan bawaan pada proses metabolik. Metabolisme adalah cara tubuh
menghasilkan nergi serta membentuk molekul yang diperlukannya dari asupan
karbohidrat, protein, lemak dalam makanan.

Tujuan Untuk mempertahankan tingkat kesehatan pasien dan tumbuh kembang yang
lebih baik

Kebijakan SMF Anak

Prosedur Anamnesis

- adanya riwayat dalam keluarga

- riwayat adanya saudara dengan kelainan yang tidak dapat diterangkan


misalnya SIDS (Sudden infant death syndrome), ensefalopati, sepsis

- Adanya derajat kelainan yang bersifat familial: penyakit neurologis yang


progresif, fenilketonuria maternal, keguguran berulang, sindroma HELLP
(haemolysis, elevated liver enzymes and low platelet count), dll

- gagal tumbuh atau malnutrisi

- dekompensasi metabolik berulang yang dipicu oleh keadaan spesifik


mis, puasa, trauma, operasi, infeksi, demam, vaksinasi, asupan diet
tinggi protein, laktosa, karbohidrat, fruktosa, lemak, serta obat-obatan

- bau tubuh dan urin yang tidak lazim terutama terjadi saat dekompensasi
metabolik: fenilketonuria, MSUD (maple syrup urine disease), dll

- warna urin biru-coklat pada alkaptonuria, coklat pada mioglobinuria

Pemeriksaan fisik

a. sindrom neurologis (ensefalopati kronik, ensefalopati akut, kelainan gerak)

b. sindrom hati (ikterik, hepatomegali, hipoglikemia, disfungsi hepatoseluler)

c. Sindrom jantung (kardiomiopati, aritmia, penyakit arteria koronaria


prematur)

d. Dismorfisme dan storage syndrome (kelainan bentuk yang semakin berat


dengan bertambahnya usia, wajah kasar, kelainan tulang, perawakan
pendek, organomegali)

Pemeriksaan laboratium

- Darah perifer lengkap


- Analisa gas darah dan elektrolit
- Glukosa darah.
- Amonia.(jika memungkinkan)

76
- Transaminase, uji fungsi hati
- Kadar Creatine kinase (CK)
- Laktat dan piruvat.(jika memungkinkan)
- Badan keton (jika memungkinkan)
- Analisis lipid: kadar kolesterol, trigliserida dan kolesterol
- Ureum,kreatinin,asam urat
- Urin : bau, warna, keton, pH, glukosa, reduksi, uji sulfit (jika
memungkinkan), ureum, kreatinin, asam urat.
- Pemeriksaan penunjang khusus: pungsi lumbal, radiologis, EKG, USG
kepala, EEG,

Tatalaksana

1. pengendalian diet

2. obat (bila ada)

3. motivasi keluarga, mengingat banyak kelainan yang sulit dalam


pemeriksaan penunjang

PASIEN
Alur Kegiatan :

77
IGD KLINIK RJ ANAK

SKRINING
METABOLIK

DIAGNOSIS KESULITAN
TEGAK DIAGNOSIS

Bisa dikendalikan Motivasi


(Diet, obat) keluarga

Unit terkait SMF Anak

Radiologi

Patologi Klinik

Instalasi gizi

PROSEDUR TETAP PELAYANAN PROFESI

KESULITAN MAKAN PADA ANAK

RSUD KOTA SURAKARTA

No. Dokumen No. Revisi Halaman

1 101-103

Ditetapkan,

78
Direktur

Tanggal Terbit

Prosedur Tetap

Pengertian Segala sesuatu yang berkaitan dengan ketidakmampuan bayi/anak untuk


mengkonsumsi sejumlah makanan yang diperlukannya secara alami dan wajar,
yaitu dengan menggunakan mulutnya secara sukarela.

Tujuan Membantu anak untuk bisa meningkatkan asupan makanan lewat mulut tanpa
paksaan sehingga meningkatkan gizi anak dan menjamin tumbuh kembang
yang lebih baik.

Kebijakan SMF Anak

Prosedur MENCARI PENYEBAB

1. faktor nutrisi yang meliputi kemampuan untuk mengkonsumsi makanan

2. faktor penyakit/kelainan organik

3. faktor gangguan/kelainan kejiwaan

PENEGAKAN DIAGNOSIS

a. Anamnesis
- Riwayat antenatal dan perinatal
- Riwayat atopi atau kesulitan makan pada anak
- Riwayat penyakit sebelumnya
- Riwayat perawatan di rumah sakit, adakah manipulasi daerah orofaring
seperti pemberian makan melalui tube
- Kronologis kesulitan makan:
- Diet sejak lahir, penggantian formula, pengenalan makanan padat, diet
saat ini, tekstur, cara dan waktu pemberian, serta posisi saat makan
- Keengganan makan banyaknya yang dimakan, durasi makan dan
kebiasaan makan, strategi yang telah dicoba, dan lingkungan serta
kebiasaan saat waktu makan.
- Curigai kelainan anatomis bila terdapat hal-hal berikut ini:
- Ganguan menelan
- Pneumonia berulang → Aspirasi kronik
- Stridor yang berkaitan dengan makan → kelainan glotis atau subglotis
- Koordinasi menghisap-menelan-bernafas → atresia koana
- Muntah, diare, atau konstipasi, kolik, dan nyeri abdomen → refluks
gastroesofagus (GER) atau alergi susu sapi

79
- Cari faktor stress, dinamika keluarga, dan masalah emosional

b.Pemeriksaan fisik :

- Dimulai dengan pengukuran antropometris, termasuk lingkar kepala


- Penilaian pertumbuhan sejak lahir dengan melihat kurva pertumbuhannya
- Abnormalitas kraniofasial, tanda penyakit sistemik, dan atopi harus dicari
- Pemeriksaan neurologis menyeluruh harus dilakukan sebagain evaluasi
perkembangan psikomotor
c. Laboratorium sesuai dengan penyakit dasarnya
d. Tata laksana
- Bila anak tumbuh dan berkembang secara normal, cukup yakinkan orangtua
bahwa tidak diperlukan pemeriksaan lanjutan.
- Jika pertumbuhan anak terhambat, asupan kalori harus ditingkatkan:
- ASI dapat ditambah susu formula.
- Formula bayi dapat dikonsentrasikan sampai 24-30 kkal/oz (30 ml),
dengan mengurangi jumlah air atau menambahkan polimer glukosa atau
minyak sayur.
- Makanan padat dapat ditambah dengan mentega, minyak sayur, krim,
polimer glukosa, dan susu bubuk (level of evidence III).
- Masalah medis yang menyertai harus ditata laksana tuntas sesuai panduan
yang berlaku.

e. Pemantauan
1. Terapi: Perubahan perilaku makan anak dan perilaku orangtua dan/atau
pengasuh.
2. Tumbuh Kembang: Status gizi membaik sampai menjadi normal
3. Langkah Promotif/Preventif
- Manajemen laktasi yang benar
- Pengenalan makanan padat sesuai usia
- Pemilihan makanan yang sesuai dengan tahapan perkembangan
bayi
- Jadwal pemberian makanan yang fleksibel sesuai dengan keadaan
lapar dan haus yang berkaitan dengan pengosongan lambung
- Hindari makan dengan paksaan
- Perhatikan kesukaan (like) dan ketidak-sukaan (dislike),
penerimaan (acceptance), dan ketidakcocokan (allergy/intolerance).
Alur Kegiatan :
PASIEN Poli Anak / IGD

Cari faktor
penyebab
80
 Pemeriksaan
 Diagnosis
 Tatalaksana

Tindakan bedah
Tidak perlu
tindakan bedah

Evaluasi status gizi


dan perubahan
makan anak

Unit terkait SMF Anak

Patologi Klinik

Radiologi

Instalansi Gizi

PROSEDUR TETAP PELAYANAN PROFESI

NUTRISI PADA ANAK SAKIT KRITIS

RSUD KOTA SURAKARTA

No. Dokumen No. Revisi Halaman

81
0 104-408

Ditetapkan,

Direktur

Prosedur Tetap Tanggal Terbit

Pemberian nutrisi yang mengandung karbohidrat, protein dan lemak baik lewat
Pengertian
oral atau lewat vena.
Pemenuhan nutrisi, mempercepat penyembuhan, mengurangi lamanya masa
Tujuan
perawatan, mengurangi terjadinya komplikasi, menurunkan morbiditas dan
mortalitas serta dapat mencegah terjadinya malnutrisi akibat pengobatan.

Kebijakan SMF Anak

Diet enteral atau parenteral diberikan bila pemberian diet lewat oral tidak
Prosedur
adekuat atau tidak memungkinkan.
kebutuhan kalori serta protein pasien dapat diperhitungkan dengan cara
sebagai berikut:
1. tentukan kebutuhan energy basal (Basal Energy Expenditure =
BEE)
2. tentukan faktor stres
3. kebutuhan kalori total = BEE X faktor stres
4. tentukan kebutuhan protein pasien (sesuai dengan RDA)
5. kebutuhan protein total = RDA X faktor stres
6. evaluasi dan sesuaikan kebutuhan berdasarkan hasil pemantauan

Kebutuhan cairan
Kebutuhan rumatan + cairan rehidrasi + cairan yang diperkirakan akan
hilang
Kebutuhan rumatan :
1. 1-10 kg = 100 ml/kg/hari
2. 10-20 kg = 1000 ml + 50 ml tiap kg > 10 kg
3. >20 kg =1500 ml + 20 ml tiap kg > 20 kg

Nutrisi Enteral
Pada prinsipnya diet enteral lebih baik dari parenteral dan selama fungsi
gastrointestinal masih baik, nutrisi enteral tetap merupakan pilihan utama.
Diet enteral adalah diet yang diberikan dengan lewat :
1. nasogastrik

82
2. transpilorik
3. perkutan atau perubahan karena pembedahan
Kontra indikasi diet enteral
1. usus tidak berfungsi, kelainan anatomis usus, iskemia usus
2. peritonitis berat
3. shock berat dll
Hal-hal berikut berpotensi pada gagalnya pemberian diet enteral :
Prosedur
1. pengosongan lambung
2. aspirasi isi lambung
3. diare
4. sinusitis
5. esofagitis
6. pencabutan jalur makan dll

Pemilihan jenis formula yang dipakai tergantung faktor penderita (usia,


diagnosis, masalah nutrisi yang ada, kebutuhan nutrisi dan faktor
gastrointestinal). Selanjutnya perlu dipertimbangkan apakah nutrisi enteral
tersebut akan diberikan secara intermiten atau kontinyu.
Tabel. Pedoman pemberian continous tube feeding
BB sesuai Tetesan awal Penambahan Kecepatan yang
umur tetesan/hari harus dicapai
2,0-15 kg 2-15 cc/jam 2-15 cc/jam 15-55 cc/jam
1 cc/kg/jam 1 cc/kg/jam
16-30 kg 8-25 cc/jam 8-16 cc/jam 45-90 cc/jam
0,5-1cc/kg/jam 0,5-1cc/kg/jam
30-50 kg 15-25 cc/jam 15-25 cc/jam 70-130 cc/jam
0,5 cc/kg/jam 0,5 cc/kg/jam
>50 kg 25cc/jam 25cc/jam 90-150 cc/jam

Tabel. Pedoman pemberian intermitten tube feeding


BB sesuai Tetesan awal Penambahan Kecepatan yang
umur tetesan/hari harus dicapai
2,0-15 kg 5-30 cc/3-4jam 5-30 cc/6-8jam 50-200 cc/jam
12-30 kg 20-60 cc/4jam 20-60 cc/6-8jam 150-350cc/jam

>30 kg 30-60 cc/jam 30-60 cc/6-8jam 240-400 cc/jam

Nutrisi Parenteral
Adalah pemberian lewat vena perifer atau vena sentral

83
Komposisis berdasarkan :
1. kebutuhan cairan
2. kebutuhan energi
3. vitamin
4. mikronutrien
5. dll sesuai kebutuhan
Indikasi nutrisi parenteral:
I. disfungsi traktus digestivus
 penyakit yang menyerang daerah wajah, mulut, faring, atau
esophagus
 spastisitas otot menyeluruh
 pasca bedah neonatus (gasroskizis, atresia esophagus, hernia
diafragmatika, dll)
 reseksi usus yang panjang
 Pemberian kemoterapi dengan atau tanpa radiasi
 Transplantasi organ
 BBLSR dengan penyakit saluran nafas atau penyakit lain yang
berat, dll

II. Pasien dengan kebutuhan metabolisme yang meningkat yang kemungkinan


tidak adekuat dengan pemberian nutrisi enteral
 luka bakar atau trauma yang hebat
 sepsis berat
 gagal jantung berat, dll
Tabel. Pelaksanaan nutrisi parenteral
Nutrisi parenteral perifer
Hari 0 Normalisasi kimia darah
Hari 1 Dekstrosa 10%, protein sesuai kebutuhan, intralipid
0,5g/kg/hari setelah 24 jam periksa : serum
elektrolit, glukosa, urea, kreatinin, trigliserida
hari 2 Intralipid dinaikkan bertahap dengan target 1-
3g/kg/hari
Periksa serum trigliserida
Nutrisi parenteral sentral (total)
Hari 0 Normalisasi kimia darah
Hari 1 Dekstrosa 10%, protein sesuai kebutuhan, intralipid
0,5 g/kg/hari setelah
24 jam periksa serum elektrolit, glukosa, urea,
kreatinin, trigliserida
Dekstrosa 10% dapat diganti dekstrosa 20% setelah

84
24 jam periksa serum
elektrolit, glukosa, urea, kreatinin, trigliserida
hari 2 Dekstrosa 20 % dengan intralipid 1-3 g/kg/hari

Catatan: lipid diberikan jika pasien tidak menderita sepsis, trombositopeni,


asidosis dan hiperbilirubinemia.

Evaluasi
Respons jangka pendek yaitu:
 Daya terima (akseptansi) makanan/obat.
 Toleransi saluran cerna.
 Efek samping di luar saluran cerna.
Respons jangka panjang yaitu:
 Nilai dukung terhadap penyembuhan penyakit
 Nilai penunjang terhadap tumbuh kembang anak
Edukasi Keluarga:
 Perjalanan penyakit dasar dan tindak lanjut.
 Komplikasi pemberian nutrisi.
 Masalah diit dan follow up rutin.
 Menjelaskan tatalaksana selanjutnya.

85
Penentuan status
Alur Kegiatan nutrisi

Apakah traktus digestivus


baik?

TIDAK YA

Nutrisi parenteral Nutrisi enteral

evaluasi 1. Tentukan cara


pemberian ( oral, NGT,
gastrostomi )
2. Pemilihan formula
- umur
- fungsi traktus GI

Unit terkait SMF Anak

Instalasi Gizi

86
PROSEDUR TETAP PELAYANAN PROFESI
GAGAL NAFAS
RSUD KOTA SURAKARTA

No. Dokumen No. Revisi Halaman


0 109-111

Ditetapkan,

Direktur

Prosedur Tetap Tanggal Terbit

Dr. Sumartono Kardjo, M.Kes

Desember 2010 NIP. 19590105 198903 1 002

Gagal napas adalah ketidakmampuan sistem pernapasan untuk


Pengertian
mempertahankan pertukaran gas normal yang dapat terjadi akibat kegagalan
paru atau pompa napas, penderita dianggap menderita gagal napas bila PaCO2
lebih dari 50 mmHg dan PaO2 kurang dari 50 mmHg saat bernapas dalam udara
ruang

Mengurangi morbiditas dan mortalitas akibat gagal nafas


Tujuan

Kebijakan SMF Anak

A. Pemeriksaan
1. Anamnesis
Mengingat penyebab gagal napas sangat beragam, anamnesis spesifik
harus dilakukan sesuai kecurigaan penyebabnya
2. Pemeriksaan fisik
Beberapa tanda spesifik antara lain :

 Peningkatan frekuensi napas


 Retraksi.
 Stridor.
 Mengi.
 Grunting.
 Air entry.
 Penurunan suara napas
 Ronkhi.
 Napas cuping hidung.
 Aktivitas otot bantu napas.
 Gejala lain yang menyertai.

87
B. Pemeriksaan Penunjang
Untuk pemantauan dapat digunakan alat pantau non-invasif yaitu pulse
oxymetry.

C. Tata laksana
Tata laksana penunjang darurat pada gagal napas antara lain adalah :

1. Mempertahankan jalan napas terbuka, dapat dilakukan dengan alat


penyangga oropharyngeal airway (guedel), penyangga
nasopharyngeal airway, atau pipa endotrakea.

2. Terapi oksigen.

 Kanul nasal.

 Oxygen hood/ head box

 Masker:

 Masker oksigen sederhana (simple mask)

 Non-rebreathing mask

 Partial rebreathing mask

 Venturi mask
3. Bantuan ventilasi

Secara spesifik tata laksana gagal napas amat tergantung pada


penyebabnya.

88
Alur Kegiatan :
PASIEN

IGD KLINIK RAWAT JALAN /


INAP ANAK

GAGAL
NAFAS

 PERTAHANKAN
JALAN NAFAS
 TERAPI OKSIGEN
 BANTUAN
VENTILASI

Instalasi perinatologi

Lanjutkan Tatalaksana Sesuai


Etiologinya

89
PROSEDUR TETAP PELAYANAN PROFESI
KRITERIA KELUAR MASUK PERINATOLOGI
RSUD KOTA SURAKARTA

No. Dokumen No. Revisi Halaman


0 112-116

Ditetapkan,

Direktur

Prosedur Tetap Tanggal Terbit

Dr. Sumartono Kardjo, M.Kes

NIP. 19590105 198903 1 002

Tujuan Mengatur pemasukan, pelayanan dan pengeluaran pasien perinatologi

Kebijakan S M F Anak
PROSEDUR MEMASUKKAN PENDERITA KE PERINATOLOGI
Prosedur
 Penderita masuk perinatologi melalui IGD (penderita baru) atau dari
ruangan (penderita lama).
 Dokter IGD atau dokter ruangan konsul ke dokter perinatologi.
 Dokter menilai perlu atau tidaknya penderita dirawat di Perinatal, kemudian
memberikan persetujuan atau menolak secara tertulis.
 Dalam hal bed penuh, Dokter memutuskan pasien mana yang bisa
dikeluarkan dari yang paling kecil resikonya.
 Apabila mendapat persetujuan dirawat di perinatal, maka petugas
IGD/ruangan mengantarkan penderita masuk dan diserah terimakan ke
petugas perinatal.
 Kelengkapan CM untuk penderita yang berasal dari ruangan menjadi
tanggung jawab dokter pengirim.

90
INDIKASI MASUK PERINATOLOGI
1. Kriteria untuk Dirawat di Ruang Intensif Pediatrik
Sistem Respirasi

Pasien dengan gangguan/ potensi gangguan respirasi berat yang


mengancam jiwa. Kondisi ini meliputi (tidak terbatas pada daftar berikut) :

 Kebutuhan penggunaan ETT (endotracheal tube) dan ventilator mekanik.

 Gangguan sistem pernapasan (atas dan bawah) yang progresif dengan


risiko tinggi gagal napas dan/ atau obstruksi total.

 Kebutuhan terapi oksigen dengan FiO2 > 0,5.


 Pasca pemasangan trakeostomi.
 Barotrauma akut.
 Kebutuhan terapi inhalasi/nebulisasi yang sering.
Sistem Kardiovaskular

Pasien dengan gangguan kardiovaskular yang mengancam nyawa, antara


lain (tidak terbatas pada daftar berikut) :

 Prolong Syok.

 Pasca resusitasi jantung-paru.


 Aritmia yang mengancam nyawa.
 Gagal jantung kongestif (dengan atau tanpa kebutuhan ventilator).
 Kelainan jantung bawaan (dengan atau tanpa kebutuhan ventilator).
 Pasca tindakan berisiko tinggi (contoh : kateterisasi).
 Kebutuhan akan pemantauan tekanan darah invasif, tekanan vena sentral
atau tekanan arteri pulmonal.

 Kebutuhan pemasangan alat pacu jantung (pace maker).

Neurologis

Pasien dengan kelainan neurologis yang mengancam nyawa, antara lain :


 Kejang yang tidak responsif dengan terapi standar atau membutuhkan
antikonvulsan kontinyu secara intravena.

 Gangguan kesadaran berat dan gangguan neurologis lain yang belum


dapat diperkirakan perkembangannya, atau koma disertai dengan potensi
gangguan pernapasan.

 Pasca bedah saraf yang membutuhkan pemantauan ketat.

 Inflamasi akut atau infeksi medula spinalis, selaput otak atau otak dengan
depresi neurologis, gangguan metabolic dan hormonal, gangguan
pernapasan dan atau hemodinamik atau kemungkinan peningkatan
tekanan intrakranial.

 Trauma kepala dengan peningkatan tekanan intrakranial.

 Perawatan pra-operatif bedah syaraf dengan penurunan status neurologis.

91
 Disfungsi neuromuscular progresif tanpa gangguan kesadaran yang
membutuhkan pemantauan respirasi dan kardiovaskular.

 Trauma spinal.

 Penggunaan drain ventrikel eksternal.

Hematologi dan Onkologi

Pasien dengan gangguan hematologi dan onkologi yang mengancam nyawa,


antara lain :

 Transfusi tukar.

 Plasmaferesis atau leukoferesis dengan kondisi klinis tidak stabil.

 Koagulopati berat.

 Anemia berat dengan gangguan hemodinamik dan/atau respirasi.

 Komplikasi krisis sickle cell.

 Tumor yang menekan pembuluh darah vital, jalan napas atau organ vital
lainnya.

Endokrin dan Metabolik

Pasien dengan gangguan endokrin dan metabolik yang mengancam nyawa,


antara lain :

 Ketoasidosis diabetik.

 Gangguan elektrolit seperti :

- Hiperkalemia yang membutuhkan pemantauan jantung dan terapi


intervensi.

- Hipo atau hipernatremia berat.


- Hipo atau hiperkalsemia berat.
- Hipo atau hiperglikemia dengan keadaan klinis tidak stabil.
- Asidosis metabolik berat.
- Gangguan keseimbangan cairan kompleks.
 Inborn errors of metabolism dengan kegawatan yang mengancam nyawa.

Sistem Gastrointestinal

Pasien dengan gangguan saluran cerna yang mengancam jiwa, antara lain :

 Perdarahan saluran cerna akut dan berat.

 Pasca endoskopi darurat.

 Gagal hati akut.

Ginjal dan Saluran Kemih

Pasien dengan gangguan ginjal dan saluran kemih yang mengancam nyawa,
antara lain :

 Gagal ginjal.

92
 Kebutuhan hemodialisis, dialisis peritoneal, atau renal replacement therapy
lain dalam keadaan tidak stabil.

 Krisis hipertensi

TIDAK PERLU DI RAWAT


1. Pasien mati batang otak (dipastikan secara klinis dan laboratorium).
2. Pasien menolak terapi bantuan hidup
3. Pasien secara medis tidak ada harapan dapat disembuhkan lagi, misalnya
penderita gawat dalam stadium terminal penyakit kronis (SSP rusak dengan
vegetatif state).

INDIKASI KELUAR
Kriteria keluar dari ruang intensif didasarkan atas :

1. Parameter hemodinamik stabil.


2. Status respirasi stabil (tanpa ETT, jalan napas bebas, gas darah normal).
3. Kebutuhan suplementasi oksigen minimal (tidak melebihi standar yang
dapat dilakukan di luar ruang intensif pediatrik).

4. Tidak lagi dibutuhkan tunjangan inotropik, vasodilator, anti aritmia, atau bila
masih dibutuhkan, digunakan dalam dosis rendah dan dapat diberikan
dengan aman di luar ruang intensif.

5. Disritmia jantung terkontrol.


6. Alat pemantau tekanan intrakranial invasif tidak terpasang lagi.
7. Neurologis stabil, kejang terkontrol.
8. Kateter pemantau hemodinamik telah dilepas.
9. Pasien dengan ketergantungan ventilator mekanik kronik harus telah
mengatasi keadaan akutnya hingga tidak dibutuhkan tindakan khusus lain
di luar standar perawatan di luar ruang intensif atau di rumah.

10. Pasien dengan peritoneal dialisis atau hemodialisis kronik telah mengatasi
keadaan akutnya hingga tidak dibutuhkan tindakan khusus lain di luar
standar perawatan di luar ruang intensif atau di rumah.

11. Pasien dengan trakeomalasia, tidak lagi membutuhkan suctioning eksesif.


12. Staf medik dan keluarga telah melakukan penilaian bersama dan
menyepakati bahwa tidak lagi ada keuntungannya untuk tetap
mempertahankan perawatan anak di ruang intensif.

HUBUNGAN DENGAN SPESIALIS LAIN


- Konsultasi dengan SMF lain terkait (berhubungan dengan kasus)
- Konsultasi dengan divisi terkait di lingkungan SMF IKA
- Konsultasi meliputi:
 Konsultasi medis klinis
 Konsultasi medis teknis
 Konsultasi laboratorium
 Konsultasi pemakaian alat canggih

SARANA DAN PRASARANA


- Kapasitas tempat tidur 4 bed, 2 inkubator

93
Alur kegiatan
Jam Kerja
Neonatus
Dari
bangsal/UGD

Diluar Jam
kerja
Masuk ruang
Persetujuan Perinatologi
Dokter
Jam Kerja perinatologi

Anak
Dari
bangsal/UGD

Diluar Jam
kerja

PROSEDUR TETAP PELAYANAN PROFESI


SYOK HIPOVOLEMIK
RSUD KOTA SURAKARTA

No. Dokumen No. Revisi Halaman


0 117-119

Ditetapkan,

Direktur

Prosedur Tetap Tanggal Terbit

Dr. Sumartono Kardjo, M.Kes

NIP. 19590105 198903 1 002

Syok yang disebabkan oleh berbagai hal dengan akibat berkurangnya volume
Pengertian
intravaskuler hingga menyebabkan berkurangnya arus balik vena ke jantung dan
penurunan curah jantung. Syok hipovolemik merupakan syok yang paling sering
dijumpai pada anak.

Mengurangi morbiditas dan mortalitas akibat syok hipovolemik


Tujuan

Kebijakan SMF Anak

D. Pemeriksaan
1. Anamnesis
Adanya tanda-tanda syok (lihat di pemeriksaan fisik) serta penyebab
syok hipovolemik (perdarahan, diare, muntah, luka bakar, peritonitis,
poliuri, dsb).

94
2. Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik perlu dibedakan hipovolemik akibat kehilangan
cairan keluar tubuh seperti pada diare atau perpindahan cairan ke
ruang intersisial seperti pada demam berdarah dengue atau sepsis.
Anak dengan kehilangan cairan ke luar tubuh akan menunjukkan tanda
klasik dehidrasi seperti ubun-ubun besar cekung, mata cekung, mukosa
kering, turgor kulit turun, waktu pengisian kapiler yang menurun, akral
dingin dan penurunan status mental.

Anak dengan perpindahan cairan ke ruang intersisial menunjukkan


tanda gangguan perfusi seperti waktu pengisian kapiler yang menurun,
akral dingin, dan penurunan status mental tanpa adanya tanda lain
yang dijumpai pada anak dehidrasi.

Tekanan darah akan menurun bila terjadi kehilangan cairan lebih dari
30%. Pada syok akibat perdarahan, hipotensi biasanya terjadi bila
kehilangan darah lebih dari 40% volume.

E. Terapi

1. Pertahankan jalan napas dan berikan oksigen.

2. Pasang akses vaskular.

3. Berikan cairan kristaloid 20 ml/kgBB dalam waktu < 10 menit.

4. Lakukan evaluasi selanjutnya :

 Dehidrasi : bila masih terdapat tanda hipovolemik (frekuensi


nadi meningkat, refill kapiler memanjang, penurunan status
mental dan penurunan produksi urin) ulangi pemberian
kristaloid 20 ml/kgBB bolus sampai tanda syok hilang.

 Diabetik ketoasidosis : tata laksana awal seperti pada


dehidrasi. Bila tidak ada tanda hipoperfusi organ setelah
pemberian kristaloid 20 ml/kgBB selama 2 jam, berikan cairan
yang sesuai dengan gangguan elektrolit yang terjadi.

 Luka bakar : tata laksana awal seperti pada dehidrasi. Bila


tidak ada tanda hipoperfusi organ, gunakan formula Parkland
(D5LR) yaitu total cairan 24 jam pertama = rumatan +
(4ml/kgBB/% luka bakar) + kehilangan cairan lain. Setengah
dari jumlah cairan diberikan dalam 8 jam pertama, sisanya
dalam 16 jam. Lakukan penilaian setiap 6-8 jam.

 Sepsis : bolus cairan kristaloid/koloid 20-60 ml/kgBB dalam 10


menit pertama. Evaluasi denyut nadi, refill kapiler, status
mental dan produksi urin secara terus-menerus. Kadang-
kadang dibutuhkan kristaloid/koloid 80-100 ml/kgBB untuk
mempertahankan fungsi sirkulasi.

 Perdarahan : berikan 20 ml/kgBB whole blood atau komponen


darah. Pantau denyut nadi, refill kapiler, status mental dan
produksi urin, hematokrit, dan perdarahan yang masih
berlangsung.

F. Pemantauan (Monitoring)

95
 Tekanan darah.

 Denyut nadi.

 Refill kapiler.

 Status mental.

 Produksi urin.

Alur Kegiatan :
PASIEN

IGD KLINIK RAWAT JALAN


ANAK

Berikan oksigen. Atasi syok dengan resusitasi


melalui pemberian cairan infus kristaloid/koloid.
Monitor ketat tanda-tanda syok dan produksi urin.

Syok teratasi Syok tidak teratasi

Rawat Inap di perinatal


bangsal anak
TATALAKSANA DSA

Lanjutkan resusitasi dengan


pemberian cairan koloid

96
PROSEDUR TETAP PELAYANAN PROFESI
PEMANTAUAN PERTUMBUHAN

RSUD KOTA SURAKARTA

No. Dokumen No. Revisi Halaman


0 120-126

Ditetapkan,

Direktur

Prosedur Tetap Tanggal Terbit

Dr. Sumartono Kardjo, M.Kes

Desember 2010 NIP. 19590105 198903 1 002

Pengertian Memantau pertumbuhan linier (tinggi badan, berat badan, lingkar kepala)
seorang anak

Tujuan Mendeteksi dini adanya gangguan pertumbuhan, memantau status gizi dan
meningkatksn gizi anak menilai dampak kegiatan intervensi medis dan nutrisi,
serta deteksi dini penyakt yang mendasari gangguan pertumbuhan.

Kebijakan S M F Anak.
Alat-alat:
Prosedur
 Perlengkapan pengukuran dasar seperti timbangan yang sudah ditera,

papan pengukur panjang/tinggi badan, pin pengukur lingkar kepala.

 Perlengkapan untuk mencatat hasil pengukuran dan membandingkan

dengan standar pertumbuhan (seperti Boy’s Growth Record dan Girls

97
Growth Record).

 WHO Child Age Calculator berupa rotating disk yang dipakai untuk

monghitung umur anak dalam minggu, bulan, atau tahun.

 Grafik standar pertumbuhan anak (WHO Child Growth Standards) yang

meliputi kurva:

 LengthJheight-forvage boys (bi-ui to S years)

 Weight-for-age boys (birth to 5 years)

 Weight-for-length boys (birth to 5 years)

 Weight-for-height boys (birth to 5 years)

 BMI-for-age boys (birth to 5 years)

 Length/height-for-age girls (birth to 5 years)

 Weight-for-age girls (birth to 5 years)

 Weight-for length girls (birth to 5 years)

 Weight-for-height girls (birth to 5 yaws)

 BMI-for-age girls (birth to S years)

 Height-for-age boys ( 5 to 19 years)

 Weight-for-age boys (5 to 10 years)

 BMI-for-age boys (5 to 19 years)

 Height-for-age girls ( 5 to 19 years)

 Weight-forage girls (5 to I O years)

 BP11-forage girls (5 to 19 years)

 Untuk pengukuran lingkar kepala, kurva lingkar kepala Nellhaus (lampiran

masih dianjurkan mengingat cakupan usia yang lebih luas namun kurva

WHO Juga dapat digunakan untuk menilai lingkar kepala anak usia 0 – 5

tahun.

 Tabel BMI, dapat dipakai untuk mengukur BMI anak tanpa kalkulator,

dengan mencari panjang/tinggi anak (dalam motor) terhadap berat (dalam

kg).

Persiapan

 Langkah persiapan meliputi penyediaan instrumen seperti yang

98
dicantumkan di atas. Khusus mengenai timbangan berat badan yang

direkomendasikan adalah sebagai berikut:

 Untuk anak < 2 tahun: timbangan pediatrik dengan alas tidur (pediatric

scale with pan). Gambar 1)

 Untuk anak > 2 tahun: boom balance stoic (Gambar 2), UNISCALE

(timbangan elektronik untuk menimbang ibu dan anak sekaligus (Gambar

3).

 Timbangan berat badan yang dlrekomendasikan adalah sbb:

 Solidity built clan durable

 Elektrontk (digital)

 Dapat mengukur berat sampai 150 kg

 Mengukur sampai ketelitian 0,1 kg (100 g)

 Penimbangan berat badan dengan cara ditera

 Timbangan harus ditera secara berkala sesuai dengan spesifikasi

masing-masing timbangan.

 Timbangan kamar mandi (bathroom scale) tidak direkomendasikan.

 Anak dalam kondisi tidak berpakaian atau berpakaian minimal.

Mengukur Pertumbuhan Anak

 Mulai dari catatan pertumbuhan (growth record) anak, dari halaman pada

buku pencatatan tersebut sesuai dengan umur anak saat kunjungan.

 Tentukan umur anak pada saat pengukuran.

 Kenali tanda-tanda klinis maramus dan kwashiorkor.

 Ukur dan catat berat badan anak

 Ukur dan catat panjang badan atau tinggi badan.

 Ukur dan catat lingkar kepala anak.

 Tentukan BMI dengan menggunakan tabel atau kalkulator.

BB kg 
BMI 
TB 2 m 2 
Penentuan Umur Anak

Penentuan umur yang tepat diperlakukan untuk menenaikan Indikator

pertumbuhan yang pasti. Penentuan umur dapat dengan mengurangi tanggal

99
pemeriksaan lahir atau menggunakan child age calculator. Child age calculator

adalah sebuah disk dapat diputar untuk menghitung umur anak dalam minggu

atau bulan pada satu tahun pertama. Jika anak berumur lebih dari satu tahun

dinyatakan dalam bulan dan tahun. Pada anak yang lahir kurang

bulan/prematur, umur dihitung berdasarkan usia koreksi lagi. Pada anak yang

lahir kecil untuk masa kehamilan, mencapai umur 2 tahun, tidak diperlukan

koreksi lagi. Pada anak yang lahir kecil untuk masa kehamilan, pada usia 2

tahun diharapkan harus sudah catch-up sesuai potensi genetiknya.

Pengukuran Berat Badan

 Mengukur berat badan anak usia di bawah dua tahun.

 Penimbangan juga dapat dilakukan dengan timbangan pediatrik. Pada

penimbangan dengan menggunakan alat ini, harus dipastikan anak

ditempatkan di atas baring sehingga berat badan terdistribusi secara

merata. Setelah anak berbaring dengan tenang, berat badan dicatat.

Untuk anak usia kurang dari 1 tahun, catat berat badan sampai 10

gram terdekat (Gambar 1).

 Bila tidak ada alternatif, dapat digunakn UNISCALE. (Gambar 3)

 Sebelum digunakan pudkan UNISCALE ditempatkan di alas yang datar

dan keras serta mendapat pencahayaan yang cukup.

 Untuk menyalakan UNISCALE, tutupi bagian panel hingga muncul

angka 0.0.

 Pastikan Ibu sudah melepas sepatunya dan anak yang akan ditimbang

sudah telanjang namun diselimuti.

 Ibu diminta berdiri di tengah timbangan, kaki tidak dirapatkan, pakaian

tidak menutupi panel, dan tetap tenang di atas timbangan sampai

anaknya ditimbang.

 Tera timbangan kembali setelah muncul angka berat badan Ibu dengan

cara menutupi panel hingga muncul gambar Ibu dan bayi serta angka

0.0 kembali.

 Perlahan berikan anak pada Ibu dan mint Ibu untuk tetap berdiri tenang

dan berat badan bayi akan terlihat di panel.

100
 Catat berat badan bayi dari arah ate seakan-akan pemeriksa dalam

posisi berdiri di timbangan.

 Bila berat badan Ibu terlalu berat (missal > 100 kg) dan berat badan

anak sangat kecil (missal < 2,5 kg), berat badan anak tidak akan

muncul di panel sehingga harus ditimbang bersama orang lain yang

lebih ringan.

 Berat badan anak dihitung dengan mengurangi berat badan total (lbu

dan anak) dengan berat badan Ibu secara otomatiss. Ketepatan

penimbangan dengan cara ini adalah 100 gram.

 Mengukur berat badan anak usia > 2 tahun dengan beam balance scale

ataum timbangan elektronik.

 Penimbangan sebaiknya dilakukan setelah anak mengosongkan

kandung kemih dan sebelum makan.

 Timbangan harus ditempatkan di alas yang keras dan datar serta

dipastikan ada pada angka nol sebelum digunakan.

 Anak berdiri tenang di tengah timbangan dan kepala menghadap luurs

ke depan, tanpa dipegangi. Adaripa edam aau muss ham dkwnt

 Berat badan dicatat hingga 0.1 kg terdekat.

 Waktu pengukuran harus dicatat karena dapat terjadi variasi diurnal

berat badan.

Pengukuran Panjang Badan

 Untuk bayi dan anak berusia < 2 tahun, panjang badan diukur

menggunakan papan pengukur kayu atau Perspex (Perspex measuring

board, Gambar 4). Bila karena sesuatu hal, ketentuan tsb. tidak dipenuhi,

hasil pengukuran harus dikoreksi 0,7 cm. Hal ini, berkaitan dengan

referensnya. Bila anak berusia <2 tahun diukur tinggi badannya (misalnya

karena anak lebih suka berdiri), maka untuk mendapatkan panjang

badannya : tinggi badan + 0,7 cm.

 Pengukuran harus dilakukan oleh dua pemeriksa untuk memastikan poslsl

anak secara benar agar hasilnya akurat dan dapat dipercaya.

 Anak diposisikan dengan wajah menghadap ke atas, kepala menempel

101
pada sisi yang terfiksasi (Gambar 5), bahu menempel dl Permukaan

papan, dan tubuh paralel terhadap aksis papan.

 Pcmeriksa kedua memegang kaki anak tanpa sepatu, /jari kaki menghadap

ke atas, dan lutut anak lurus

 Ujung papan yang dapat digerakkan, didekatkan hingga tumit anak dapat

menginjak papan (Gambar 6).

 Bila anak tidak dapat diam, pengukuran dapat dilakukan hanya dengan

mengukur tungkai kiri.

 Pengukuran dilakukan hingga milimeter terdekat

Pengukuran Tinggi Badan

 Untuk anak dengan berusia 2 tahun atau lebih, pengukuran tingi badan

hanya dilakukan dalam posisi berdiri bila usia ≥ 2 tahun diukur panjang

badannya karern anak tak dapat berdiri, tinggi badan = panjang badan -

0.7 cm.

 Jika memungkinkan, gunakan (Free-standing stadiometer atau

anthropometer (Gambar7) Pengukuran juga dapat dilakukan dengan right-

angle headboard dan batang pengukur. pita yang tidak meregang dan

terfiksasi ke dinding, atau wall-mounted stadiometer.

 Pakaian anak seminimal mungkin sehingga postur tubuh dapat dilihat,

dengan Jelas Sepatu dan kaos kaki harus dilepas.

 Anak diminta berdiri tegak, kepala dalam posisi horisontal, kedua kaki

dirapatkan, lutut lurus, dan tumit, bokong serta bahu menempel pada

dinding atau permukaan vertikal stadiometer atau antropometer. Kedua

lengan berada disisi tubuh dan telapak tangan menghadap ke paha; tidak

harus menempel pada permukaan vertikal. Untuk anak yang lebih muda,

tumit perlu dipegang agar kaki tidak diangkat (Gambar 8).

 Papan di bagian kepala yang dapat bergerak (movable head-broad) di

turunkan perlahan hingga menyentuh ujung kepala

 Tinggi badan dicatat saat anak inspirasi minimal dan posisi mata

pemeriksa paralel dengan papan kepala.

 Tinggi badan diukur hingga milimeter terdekat.

102
 Catat waktu pengukuran karena dapat terjadi variasi dijurnal.

Pengukuran Lingkar Kepala

Pengukuran lingkar kepala dilakukan pada semua bayi dan anak

secara rutin untuk mengetahui adanya mikrosefal, mokrosefall, atau normal

sesuai dengan umur dan jenis kelamin. Alat yang dipakai adalah pita pengukur

fleksibel terbuat dari bahan yang tidak elastik (pita plastik atau metal yang

fleksibel).sebaliknya ada yang membantu memegang kepala bayi/anak selama

pemeriksaan agar posisi kepala anak tetap. Cara mengukur :

 Kepala pasien harus diam selama diukur

 pita pengukur ditempatkan melingkar di kepala pasien melalui bagian yang

paling menonjol (protuberantia accipitalis) dan dahi (globella), pita

pengukur harus kencang mengikat kepala

 Cantumkan hasil pengukuran pada grafik lingkar kepala.

Unit terkait SMF Anak


Gizi-metabolik

103
PROSEDUR TETAP PELAYANAN PROFESI
SKRINING PERKEMBANGAN DENVER II

RSUD KOTA SURAKARTA

No. Dokumen No. Revisi Halaman


0 133-136

Ditetapkan,
Direktur

Prosedur Tetap Tanggal Terbit


Dr. Sumartono Kardjo, M.Kes

NIP. 19590105 198903 1 002

Pengertian Mendeteksi perkembangan seorang anak

Tujuan Mendeteksi adanya keterlambatan perkembangan, mencari penyebabnya dan


menatalaksana sedini mungkin.

Kebijakan S M F Anak.
Formulir Denver II
Prosedur
Alat-alat:

- Benang

- Kismis

104
- Kerincingan dengan gagang yang kecil

- Balok-balok berwarna luas 10 inci

- Botol kaa kecil dnegan lubang 5/8 inci

- Bel kecil

- Bola tenis

- Pinsil merah

- Boneka kecil dengan botol susu

- Cangkir plastik dengan gagang/pegangan

- Kertas kosong

Langkah Pelaksanaan

Deteksi dini penyimpangan perkembangan anak umur < 6 tahun, berisi

125 gugus tugas yang disusun dalam formulir menjadi 4 sektor untuk

menjaring fungsi berikut:

- Personal social (sosial personal)

Penyesuaian diri dengan masyarakat dan perhatian terhadap kebutuhan

perorangan.

- Fine motor adaptive (motor halus adaptif)

Koordinasi mata tangan, memainkan, menggunakan benda-benda kecil.

- Language (Bahasa)

Mendengar, mengerti, dan menggunakan bahasa.

- Grass motor (motor kasar)

Duduk, jalan, melompat dan gerakan umum otot besar.

Langkah Persiapan

- Sapa orangtua/pengasuh dan anak dengan ramah.

- Menjelaskan kepada orangtua/pengasuh tujuan dilakukan tes

perkembangan, jelaskan bahwa tes ini bukan untuk mengetahui IQ anak.

- Membuat komunikasi yang baik dengan anak.

- Menghitung umur anak dengan benar.

- Ditanyakan apakah anak lahir prematur.

- Tanggal pemeriksaan ditulis di atas garis umur.

105
- Garis umur digambbarkan dengan benar.

- Melakukan tugas perkembangan untuk tiap sektor minimal 3 tugas sebelah

kiri garis umur dan bila lulus diteruskan sampai menembus garis umur

serta sebelah kanan sampai anak gagal pada 3 tugas perkembangan 12.

Beri skor penilaian dengan tepat.

- Selama penilaian orangtua/pengasuh ditanyakan adanya perilaku yang

khas pada anak.

Langkah Mengambil Kesimpulan

- Mengambil kesimpulan dengan benar.

- Menjelaskan hasil penilaian, mengucapkan terima kasihj, dan salam

perpisahan.

Skor Penilaian

Skor tiap ujicoba ditulis pada kotak segi empat.

Uji coba dekat tanda garis 50%.

P : Pass/lewat. Anak melakukan ujicoba dengan baik, atau ibu/pengasuh

anak memberi laporan (tepat/dapat dipercaya bahwa anak dapat

melakukannya).

F : Fail/gagal. Anak tidak dapat melakukan ujicoba karena ada hambatan.

Skor ini hanya boleh dipakai pada ujicoba dengan tanda R.

R : Refusal/menolak. Anak menolak untuk melakukan ujicoba. Penolakan

dapat dikurangi dengan mengatakan kepada anak “apa yang harus

dilakukan”. Jika tidak menanyakan kepada anak apakah dapat

melakukannya (ujicoba yang dilaporkan oleh ibu/pengasuh anak tidak

diskor sebagai penolakan).

Interpretasi Penilaian Individual

- Lebih (advanced)

Bila seseorang anak lewat pada ujicoba yang terletak di kanan garis umur,

dinyuatakan perkembangan anak lebih pada ujicoba tersebut.

- Normal

Bila seorang anak gagal atau menolak melakukan ujicoba di sebelah

kanan garis umur.

106
- Caution/peringatan

Bila seorang anak gagal atau menolak ujicoba, garis umur terletak pada

atau antara persentil 75 dan 90 skornya.

- Deleyed/keterampilan

Bila seorang anak gagal atau menolak melakukan ujicoba terletak lengkap

di sebelah kiri garis umur.

- Opportunity/tidak ada kesempatan ujicoba yang dilaporkan orangtua.

Intepretasi Denver II

Normal

- Bila tidak ada keterlambatan dan atau paling banyak satu caution.

- Lakukan uji ulang dalam 1 – 2 minggu untuk menghilangkan faktor sesaat

seperti rasa takut, keadaan sakit, atau kelelahan.

Tidak dapat diuji

- Bila ada skor menolak pada > 1 ujicoba terletak disebelah kiri garis umur

atau menolak pada > 1 uji coba yang ditembus garis umur pada daerah

75,90 %.

Uji ulang dalam 1 – 2 minggu

- Bila ulangan hasil pemeriksaan didapatkan suspek atau tidak dapat diuji,

maka dipikirkan untuk dirujuk (referral consideration).

Unit terkait SMF Anak

107
PROSEDUR TETAP PELAYANAN PROFESI
ASFIKSIA NEONATORUM
RSUD KOTA SURAKARTA

No. Dokumen No. Revisi Halaman


1 137

Ditetapkan,
Direktur

Prosedur Tetap Tanggal Terbit


Dr. Sumartono Kardjo, M.Kes

NIP. 19590105 198903 1 002


Asfiksia neonatorum adalah kegagalan bernafas secara spontan pada bayi baru
Pengertian
lahir
Tujuan Menangani asfiksia neonatorum

Kebijakan Ditetapkan pada semua neonatus dengan asfiksia neonatorum

Prosedur 1. Bila nafas bayi kurang dari 20 kali/menit atau bayi mengalami megap-megap
atau tidak bernafas spontan, maka lakukan resusitasi dengan menggunakan
balon atau sungkup
2. Bila bayi mengalami apnea, lakukan manajemen apnea

108
3. Beri oksigen, bila diperlukan untuk gangguan nafas. Kurangi oksigen secara
bertahap sampai batas terendah untuk memperbaiki gangguan nafas dan
mencegah sianosis sentral (lihat bab gangguan nafas dan terapi oksigen)
4. Ukur suhu aksiler tiap 2 jam, dan tangani bila ditemukan suhu tubuh abnormal.
5. Yakinkan bayi dapat minum dengan baik
5.1. Bila bayi dapat menghisap baik dan tidak sedang mendapat oksigen,
anjurkan bayi untuk tetap menyusu ASI
5.2. Bila bayi sedang mendapat oksigen atau tidak dapat menyusu ASI, beri
ASI peras dengan memasang pipa lambung
5.3. Bila bayi tidak dapat menerima minum termasuk pipa lambung, pasang
jalur infus dan beri cairan dengan dosis rumatan secara intravena
Lakukan konseling dengan ibu tentang asfiksia dan prognosis bayinya.

1. SMF Anak
Unit terkait
2. Instalasi Materal Perinatal

PROSEDUR TETAP PELAYANAN PROFESI


PERDARAHAN PADA NEONATUS
RSUD KOTA SURAKARTA

No. Dokumen No. Revisi Halaman


1 139-140

Ditetapkan,
Direktur

Prosedur Tetap Tanggal Terbit


Dr. Sumartono Kardjo, M.Kes

NIP. 19590105 198903 1 002


Bayi dengan kondisi perdarahan atau dengan tanda pucat yang terjadi baik saat
Pengertian
lahir atau sesudahnya, dengan atau tanpa gejala perdarahan internal atau
eksternal.
Tujuan Mengatasi keadaan yang ditimbulkan akibat perdarahan

Kebijakan Diterapkan pada semua kasus dengan perdarahan pada neonates


Manajemen umum
Prosedur
Perdarahan yang tampak atau riwayat perdarahan
1. Hentikan perdarahan

109
2. Beri vitamin K 1 mg IM sekali, tanpa memandang apakah bayi telah diberi pada
saat lahir
3. Bila ada tanda syok beri infus NaCl 0,9% dan ringer laktat dengan dosis 10
ml/kgbb selama 10 menit dan dapat diulangi setelah 20 menit bila tanda syok
masih berlanjut, beri transfuse darah segera menggunakan darah golongan O
rhesus negatif
4. Ambil sample darah untuk pemeriksaan hemoglobin dan hematrokit serta
golongan darah dari reaksi silang bila belum dikerjakan, bila hemoglobin
kurang dari 12 g/dl beri transfuse darah
5. Bila syok belum teratasi, beri oksigen dan infus ringer laktat atau NaCl 0,9%
dengan tetesan 10 ml/kg dalam 10 menit, bila tidak ada perbaikan dapat
diulang sekali lagi.
Pucat dengan riwayat perdarahan atau tanpa perdarahan
1. Bila ada pucat disertai syok, naikkan tetesan infus menjadi 20 ml/kgbb dalam 1
jam
2. Periksa tanda sepsis. Bila ada tanda sepsis, berikan antibiotic (lihat protap
sepsis neonatorum)
3. Periksa kadar glukosa darah. Bila kadar gula darah kurang 45 mg/dl tangani
untuk hipoglikomia. (lihat protap hipoglikemia)
4. Ambil sampel darah dan periksa hemoglobin. Bila hemoglobin kurang dari 12
g/dl beri transfusi darah.

Manajemen spesifik
Kondisi perdarahan pada bayi baru lahir
1. Bila perdarahan tidak berhenti dalam 3 jam tangani sebagai kasus sepsis
neonatorum (lihat protap sepsis neonatorum)
2. Ambil sampel darah dan periksa hemoglobin/hematrokit tiap hari
3. Bila hemoglobin kurang dari 10 g/dl beri transfusi darah.
Koagulasi
1. Tangani sebagai kasus sepsis
2. Bila hemoglobin kurang dari 10 g/dl beri transfusi darah.
Kehilangan darah akibat masalah obstetric
1. Ambil sampel darah setiap hari dan periksa kadar Hb sekali sehari
2. Bila hemoglobin < 10 g/dl beri transfusi darah.
3. Bila hemoglobin antara 10 -13 g/dl beri transfusi darah, bila ada tanda syok,
dan bila tidak ada tanda syok ulangi pemeriksaan hemoglobin setiap tiga hari
dan beri transfusi darah bila kapan saja hemoglobin < 10 g/dl
Pucat tidak diketahui penyebabnya atau anemia pada bayi sakit atau bayi kecil
1. Bila hemoglobin kurang dari 1 g/dl beri transfusi darah.
2. Bila kondisi stabil, periksa hemoglobin tiap minggu selama bayi masih dirawat
di rumah sakit. Bila kapan saja hemoglobin kurang dari 8 g/dl beri transfusi
darah

110
SMF ilmu kesehatan anak
Unit terkait
Instalasi maternal perinatal

Unit Transfusi Darah PMI

PROSEDUR TETAP PELAYANAN PROFESI


POTENSIAL TERINFEKSI
RSUD KOTA SURAKARTA

No. Dokumen No. Revisi Halaman


1 141-142

Ditetapkan,
Direktur

Prosedur Tetap Tanggal Terbit


Dr. Sumartono Kardjo, M.Kes

NIP. 19590105 198903 1 002


Bayi baru lahir dari ibu yang mengalami infeksi intrauterin demam yang dicurigai
Pengertian
infeksi berat selama proses persalinan atau ketuban pecah lebih 18 jam sebelum

111
persalinan
Tujuan Melakukan tindakan pencegahan sepsis pada bayi yang tampak sehat pada saat
lahir

Kebijakan Semua kasus bayi dengan potensial terinfeksi merupakan kasus yang harus
segera tangani mengingat kemungkinan terjadinya sepsis pada bayi yang tampak
sehat pada saat lahir

Prosedur
1. Umum
1.1 Bila bayi berumur lebih 3 hari (tanpa melihat umur kehamilan), tidak perlu
penanganan
1.2 Beritahu ibu tentang tanda sepsis dan nasehati ibu untuk membawa
bayinya jika salah satu tanda sepsis muncul
1.3 Bila bayi berumur 3 hari atau kurang, amati bayi untuk gejala /tanda sepsis
1.4 Bila ada gejala/ tanda sepsis, ambil sampai darah bayi, dan kirim ke
laboratorium untuk pemeriksaan kultur dan tes sensitifitas. Kelola bayi
sesuai protap sepsis
2. Bayi dengan umur kehamilan 35 minggu atau lebih, atau berat lahir 2000 gram
atau lebih
2.1 Infeksi intrauterum, atau ibu demam dengan/ tanpa KPD
a. Ambil sampel darah, beri antibiotika seperti pemberian untuk
kemungkinan besar sepsis
b. Bila hasil kultur negatif dan bayi tidak menunjukkan tanda-tanda sepsis
hentikan antibiotika
c. Bila hasil kultur positif atau kapan saja timbul tanda-tanda sepsis, obati
sebagai kemungkinan besar sepsis
d. Bila kultur tidak dapat dilakukan dan bayi tidak menunjukkan tanda
septis hentikan antibiotika setelah 5 hari.
e. Amati bayi selama 2 jam setelah antibiotika dihentikan
 Bila bayi dalam keadaan baik, dan tidak ada tanda yang memerlukan
perawatan di rumah sakit, bayi dapat dipulangkan
 Beri tahu ibu tentang tanda-tanda septic dan nasehati ibu untuk
membawa bayi jika salah satu tanda septic muncul
2.2 KPD tanpa infeksi intrauterin atau demam yang dicurigai infeksi
a. Tidak perlu antibiotic
b. Amati tanda sepsis setiap 4 jam selama 48 jam
 Bila hasil kultur negatif, dan bayi tidak menunjukkan tanda-tanda
septis setelah 48 jam dan tidak ada gejala yang memerlukan di
rumah sakit, bayi dapat dipulangkan
 Beritahu ibu tentang tanda-tanda sepsis dan nasehati ibu untuk
membawa bayinya jika salah satu tanda septik muncul
c. Bila hasil kultur positif atau kapan saja timbul tanda-tanda septis, obati
sebagai kemungkinan besar septik
d. Bila kultur darah tidak diperiksa amati bayi selama 3 hari lagi, bila bayi
dalam keadaan baik, bayi dapat dipulangkan
3. Bayi dengan umur kehamilan kurang dari 35 minggu atau berat lahir kurang
dari 2000 gram

112
3.1 KPD, infeksi intrauterum, atau demam curiga infeksi
a. Ambil sampel darah, beri antibitika seperti pemberian untuk
kemungkinan besar septic
b. Bila kultur darah negatif dan bayi tidak ada tanda-tanda septic
 Bila ada KPD tanpa infeksi intrauterum atau demam, hentikan
antibiotika setelah 3 hari
 Bila ibu menderita infeksi intrauterum atau demam, hentikan
antibiotika setelah 5 hari
c. Bila hasil kultur positif atau kapan saja timbul tanda-tanda sepsis, obati
sebagai kemungkinan besar sepsis
Bila kultur tidak dapat dilakukan, dan bayi tidak menunjukkan tanda sepsis
hentikan antibiotika setelah 5 hari

SMF Ilmu Kesehatan Anak


Unit terkait
Instalasi Maternal Perinatal

SMF Bedah Saraf

PROSEDUR TETAP PELAYANAN PROFESI


TRANSIENT TACHYPNEU OF THE NEWBORN
RSUD KOTA SURAKARTA

No. Dokumen No. Revisi Halaman


1 143-144

Ditetapkan,
Direktur

Prosedur Tetap Tanggal Terbit


Dr. Sumartono Kardjo, M.Kes

113
NIP. 19590105 198903 1 002
Transient Tachypnea Of The New Born (TTN) adalah suatu gangguan respirasi
Pengertian
ringan pada neonatal lahir aterm atau premature dengan berat lahir besar yang
terjadi segera setelah lahir dan membaik dalam 3 hari
Tujuan Menangani Transient Tachypnea Of The New Born (TTN)

Kebijakan TNT ditangani dnegan ilmu kedokteran yang berbasis bukti

Prosedur
Diagnosis
1. Gejala klinis: takipnea, grunting, nafas cuping hidung, retraksi dada, dan
sianosis
2. Roentgen thorax didapatkan hiperekspansi paru, parihiler sterealding yang
prominea, pembesaran jantung ringan sampai sedang, diafragma yang datar,
dan cairan di fisura minor
3. Diagnosis TTN merupakan diagnosis terakhir setelah kemungkinan gangguan
respirasi lain disingkirkan.
Penanganan :
1. Oksigenasi :
1.1 Berikan oksigenasi sesuai kondisi bayi (lihat protap terapi oksigen)
1.2 Amati respirasi bayi tiap 2 jam selama 6 jam berikutnya
1.3 Bila dalam pengamatan gangguan pernafasan memburuk tanggani
sebagai gangguan napas sedang atau berat
1.4 Hentikan pemberian oksigen secara bertahap bila ada perbaikan
gangguan napas. Hentikan pemberian oksigen jika frekuensi napas antara
30-60 kall/menit
2. Pemberian makanan
2.1 Pasang jalur intravena dan berikan cairan dosis rumatan jika bayi tidak
dapat minum lewat enteral
Jaga bayi agar tetap hangat

SMF Ilmu Kesehatan Anak


Unit terkait

PROSEDUR TETAP PELAYANAN PROFESI


APNEA PADA NEONATUS
RSUD KOTA SURAKARTA

No. Dokumen No. Revisi Halaman


1 145-146

Ditetapkan,

114
Direktur

Prosedur Tetap Tanggal Terbit


Dr. Sumartono Kardjo, M.Kes

NIP. 19590105 198903 1 002


Apnea neonates adalah henti napas selama 20 detik atau lebih atau sebagai
Pengertian
episode singkat dengan disertai bradikardia (denyut jantung < 80 kali/menit),
synopsis sentral atau pucat
Tujuan 1. Memberi bantuan napas dan rangsal taktil setiap neonates yang mengalami
apnes
2. Memberikan pengobatan untuk merangsang pusat napas
Kebijakan Setiap kasus apnea pada neonates ditangani oleh petugas yang trampil berdasar
ilmu kedokteran berbasis bukti
Penanganan Umum
Prosedur
1. Bayi dirangsang dengan meraba/mengelus dada atau punggung bayi
2. Bila bayi tidak mulai bernafas atau mengalami sionasis sentral, megap-megap
atau denyut jantung menetap kurang dari 100 kali/menit melakukan resisutasi
dnegan melakukan balon dan sungkup
3. Evaluasi ulang dari anamnesis/riwayat umum dan pemeriksaan fisik
4. Ambil sampel darah untuk pemeriksaan identifikasi penyebab : darah rutin,
CRP, kultur, glukosa.
5. Bila kadar glukosa kurang dari 45 mg/dl (2,6 mmol/1) terapi untuk hipoplekimia
6. Melakukan foto rontgen dada untuk : kemungkinan sindrom disres respirasi,
pemunemia dll
7. Lakukan USG kepala untuk kemungkinan terjadinya pendarahan intratranial,
dilitasi ventikal
8. Observasi bayi secara ketat terhadap serangan periodic apnea berikutnya dan
rangsangan pernapasan bayi bila perlu dengan merapa/menepuk dada atau
punggung bila gagal, lakukan resusitasi dnegan melakukan balon dan sungkup
9. Bila bayi dapat serangan episode apnea lebih sekali, lakukan resusitasi setiap
jam:
9.1 Jangan diberi minum. Pasang infus 4 dan berikan cairan infus rumatan
setiap hari sesuai pola pos natal
9.2 Bila bayi tidak ada serangan apnea resusitasi diperlukan untuk 6 jam.
Bayi diperbolehkan menyusu bila tidak dapat menyusu berikan ASI peras
dengan memakai cara minum alternative
9.3 Bila serangan episode apnea setelah resisutasi oksigenasi menggunakan
tekanan positif kontinyu (CPAP) sesuai prosedur yang ada sampel darah
alteri/perifer untuk pemeriksaan analisis gas darah
10. Lakukan perawatan lengkap atau kontak kulit bayi ibu dengan cara ini
serangan apnea bayi berkurang dan ibu mampu melakukan amati secara ketat
11. Berikan antibiotic (ampisilin dan gentamisin) untuk sepsis
12. Urgup kecil (berat lahir L <1500 gr atau kelahiran kurang 30 minggu)
kurang apnea menetap biarpun dengan cara-cara tersebut diatas infeksi telah
teratasi berikan:
12.1 Teovilin dosis awal 5 mg/kg BBper oral/IV, diteruskan 2 mg/kg BB

115
tiap 8 jam selama 7 hari
12.2 Ampisilin dosis awal 6 mg/kg BB IV, diteruskan 2 mg/kg BB tiap 8
jam selama 7 hari atau
12.3 Kapein dosis awal 10 mg/kg BB oral/IV, diteruskan 2,5 mg/kg BB
sekali sehari
12.4 Kapein sistrat dosis awal 10 mg/kg BB oral/IV, diteruskan 5 mg/kg
BB sekali sehari
Amati bayi selama 24 jam setelah pemberian antibiotic distop. Jika ada serangan
apnea selama /hari, minum bayi baik dan tak ada masalah-masalah lain yang
memerlukan perawatan di rumah sakit bayi dipulangkan.

SMF Ilmu Kesehatan Anak


Unit terkait
Instalasi Maternal Perinatal

PROSEDUR TETAP PELAYANAN PROFESI


IKTERUS NEONATORUM
RSUD KOTA SURAKARTA

No. Dokumen No. Revisi Halaman

116
1 147-149

Ditetapkan,
Direktur

Prosedur Tetap Tanggal Terbit


Dr. Sumartono Kardjo, M.Kes

NIP. 19590105 198903 1 002


Ikterus Neonatorum adalah diskolorisasi pada kulit atau organ lain akibat
Pengertian
penumpukan billirubin. Kadar ini disebabkan oleh produksi billirubin yang berlebih,
ekstresi berkurang atau campuran antara keduanya
Tujuan Mengatasi ikterus neonatorum pada neonates menurut penyebabnya dengan
segera

Kebijakan Menangani semua kasus ikterus pada neonates menurut penyebabnya dan
dilakukan berdasar ilmu kedokteran berbasis bukti

Prosedur
Manajemen Awal
1. Mulai dengan terapi sinar
2. Amati sampel darah bayi untuk pemeriksaan kadar bilirublin
2.1 Tentukan apakah bayi memiliki salah satu factor resiko (lahir kurang dari
2500 gram atau umum kelahiran kurang 37 minggu hemolisis atau sepsis)
2.2 Bila kadar bilirublin serum di bawah kadar yang memerlukan terapi sinar
(lihat tabel indikasi terapi sinar) hentikan terapi sinar
2.3 Bila kadar bilirublin serum sesuai di atas kadar yang memerlukan terapi
sinar lanjutkan terapi sinar
3. Bila ada riwayat hemolisis atau inkompatibilitas factor Rh atau golongan darah
ABC pada kelahiran ssebelumnya
3.1 ambil sampel darah bayi dan ibu dan periksa kadar hemoglobin golongan
darah bayi dan tes Coombs
3.2 Bila factor Rh dan golongan darah ABO (bukan merupakan penyebab dari
hemelisis atau ada riwayat keluarga depisiensi G6PD lakukan pemeriksaan
G6PD
4. Bila hasil pemeriksaan kadar bilirublin dan tes lain telah diperoleh tentukan
diagnosis yang memungkinkan
Manajemen Ikterus Hemolitik
1. Bila kadar billurubin serum masuk indikasi dilakukan terapi, melakukan foto
terapi (lihat protap fototerapi)
2. Bila kadar billurubin serum masuk indikasi dilakukan tranfusi tukar, lakukan
transfuse tukar
3. Nasehat ibu
3.1. Bila penyebab ikterus adalah inkompabilitas factor Rh yakinkan ibu
sudah mendapatkan konseling tentang kehamilan berikutnya
3.2. Bila bayi dengan definisi G6PD beri nasehat pada ibu tentang hal-
hal yang harus dihindari untuk mencegah krisis hemolisis pada bayi
(contoh : anti malaria obat golongan Sulfa, aspirin dll)
4. Bila Hb < 12d/dl (ht < 36%) beri transfuse darah

117
5. Setelah terapi sinar dihentikan
5.1. Pantau bayi selama 24 jam dan ulangi pemeriksaan kadar billrubin,
bila memungkinkan atau perkiraan ikterus dengan menggunakan perkiraan
klinik
5.2. Bila ikterus telah sampai pada kadar untuk dilakukan terapi sinar,
ulangi kembali terapi sinar dalam waktu yang sama seperti sebelumnya
5.3. Ulangi langkah ini setiap kali terapi sinar dihentikan sampai dapat
dipastikan atau diperkirakan kadar billirubin berada dibawah kadar untuk
dibutihkan terapi sinar
6. Bila ekterus berlangsung dalam 2 minggu atau lebih dan airseni bayi berwarna
gelap atau feses berwarna terang/pucat lakukan terapi untuk prolonged
jondice
7. Tindak lanjuti setelah bayi dipulangkan dari RS dengan mengukur Hb setiap
minggu selama 4 minggu. Bila Hb < 10d/dl (ht<30%) beri transfuse darah (lihat
protap transfuse darah)
Manajemen ikterus pada prematuritas
1. Bila kadar billirubin serum berada dalam kadar untuk dilakukan terapi sinar,
lanjutkan terapi sinar
2. Begitu terapi sinar dihentikan bila bayi berusia < dari 3 hari, pantau ikterus
untuk 24 jam berikutnya
3. Bila ikterus berlangsung dalam 2 minggu atau lebih dan kencing bayi
berwarna gelap atau feses berwarna terang/pucat lakukan terapi untuk
prolonged jondice
Manajemen ikterus berkepanjangan (prolonged jondice)
1. Bila ikterus yang terlihat menetap setelah 2 minggu pada bayi cukup bulan
atau 3 minggu pada bayi premature
1.1. Hentikan terapi sinar
1.2. Bila feses bayi berwarna pucat atau kencing berwarna kuning gelap
lakukan penanganan untuk kasus Kholestasis
1.3. Bila ibu dengan tes Sifilis (+) berikan terapi pada bayi untuk Sifilis
Kongentital
Manajemen kern-ikterus
1. Lakukan kapan saja terjadi kejang, kelola kejang
2. Lanjutkan terapi sinar sampai kadar billirubin serum dibawah kadar untuk
dilakukan terapi sinar (lihat tabel)
3. Diskusikan dengan keluarga tentang kondisi :
3.1. Terangkan mengenai kemungkinan dilakukan transfuse tukar dan
prognosis bayi
3.2. Ijinkan keluarga untuk memutuskan bayi dilakukan trnasfusi tukar
bila diperlukan
3.3. Berikan konseling kepada keluarga tentang gambaran
kemungkinan terjadi kecacatan menetap dan berikan dukungan emosional
Rencanakan tindak lanjut untuk jangka panjang karena resiko masalah
perkembangan bayi

118
SMF Ilmu Kesehatan Anak
Unit terkait
Instalasi Maternal Perinatal

PROSEDUR TETAP PELAYANAN PROFESI

119
KEJANG PADA NEONATUS
RSUD KOTA SURAKARTA

No. Dokumen No. Revisi Halaman


1 150-152

Ditetapkan,
Direktur

Prosedur Tetap Tanggal Terbit


Dr. Sumartono Kardjo, M.Kes
Desember 2010
NIP. 19590105 198903 1 002
Kejang pada neonatus adalah setiap gerakan yang tidak biasa pada bayi baru
Pengertian
lahir, berlangsung berulang-ulang dan periodic. Manisfetasi kejang pada bayi lahir
dapat berupa tremor, hiperaktif, kejang, tiba-tiba menangis melengking, tonus otak
hilang disertai/tidak dengan hilangnya kesadaran, pergerakan yang tidak
terkendali (involuntary movements) nistagmus atau mata mengedip-ngedip
paroksimal, gerakan seperti mengunyah dan menelan (fenomena oral dan bukai),
bahkan apnea
Tujuan Mengatasi kasus kejang pada neonates dengan segera

Kebijakan Kejang pada neonates merupakan kasus darurat yang harus ditangani segera
oleh petugas yang terlatih berdasar ilmu kedokteran berbasis bukti

Prosedur
1. Pasang jalur Infus IV beri cairan IV dengan dosis rumat
2. Bila kadar glukosa darah kurang dari 43 mg/dl, ditangani untuk hipogilkemia
sebelum melanjutkan manajemen kejang seperti dibawah ini, untuk
menyingkirkan kemungkinan hipogilkemia sebagai penyebab kejang
3. Bila bayi dalam keadaan kejang atau bayi kejang dalam beberapa jam terakhir,
beri fenobartial dengan dosis 20 mg/kg berat badan IV pelan-pelan dalam
waktu 5 menit
3.1. Bila jalur IV belum terpasang, beri fenobartial 20 mg/kg sebagai
dosis tunggal dengan injeksi IM
3.2. Bila kejang tidak berhenti dalam waktu 30 menit, beri dosis ulangan
fenobartial 10 mg/kg BB IV atau IM. Dapat diulangi sekali lagi 30 menit
kemungkinan bila perlu.
3.3. Bila kejang masih berlanjut atau berulang, beri Fenitoin IV 20 mg/kb
BB, dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut :
a. Beri fen-toin hanya IV
b. Campur jumlah dosis total dalam 15 ml gram fisiologis dengan
kecepatan infus 0,5 ml/menit selama 30 menit. Hanya gunakan larutan
garam fisiologis untuk mencampur fenetoin sebab jenis cairan lain akan
mengakibatkan kristalisasi fenition.
c. Monitor denyut jantung selama pemberian fenition IV
4. Lanjutkan pemberian oksigen bila bayi mengalami gangguan napas misalnya :
sianosis, sentral napas kurang dari 30 kali per menit. Kurangi oksigen secara
bertahap sampai batas terendah yang tidak menyebabkan sianosis sentral
5. Amati bayi, untuk melihat kemungkinan kejang berulang khususnya cari

120
kejang subtle
6. Bila kejang berulang dalam waktu 2 hari, beri fenobarbital 5 mg/kg 38/hari per
oral, sampai batas kejang selama 7 hari. Bila kejang berulang setelah 2 hari
bebas kejang, ulangi pengobatan dengan fenobarbital dari awal.
7. Lanjutkan pemberian cairan IV:
7.1 Batasi volume cairan sampai dengan 60 mlkg BB/hari untuk hari pertama
7.2 Monitor dieresis:
7.2.1. Bila bayi kencing kurang drai 6 kali/hari atau tidak ada sama sekali
produksi urin, jangan ditambah jumlah volume cairan pada hari selanjutnya

7.2.2. Bila jumlah urin missal meningkat naikkan volume cairan IV

8. Berikan perawatan umum untuk bayi:


8.1. Hindarkan stimulasi suara dan memegang bayi secara berlebihan
8.2. Pegang dan gerakkan bayi dengan pelan, untuk menghindari
trauma karena tonus ototnya masih lemah
8.3. Jelaskan pada ibu bahwa fenbartial dapat menyebabkan bayi
mengantuk untuk beberapa hari
9. Bila bayi sudah 3 jam tidak kejang, anjurkan bayi untuk menyusu ASI. Bila bayi
tidak mau menyusu ASI, beri ASI peras dengan menggunakan salah satu
alternative cara pemberian minum.
10. Bila bayi sedang mendapat fenobarbital setiap saat:
10.1. Lanjutkan fenobartial sampai dengan 7 hari setelah kejang yang
terakhir
10.2. Bila fenobartial sudah dihentikan, lanjutkan amati sampai tiga hari
berikutnya
11. Jelaskan kepada ibu bahwa bila kejang sudah berhenti dan dapat minum
sampai 7 hari, kemudian bayi akan sembuh sempurna.
12. Anjurkan ibu untuk memegang dan mengelus elus bayinya untuk
membantu mengurangi iritabilitas
13. Bila sudah tidak kejang minimal 3 hari dan ibu dapat menyusui dengan ASI
dan tidak dijumpai masalah yang memerlukan perawatan di rumah sakit, maka
bayi dapat dipulangkan.
14. Rencanakan kunjungan tidak lanjut, dimulai setiap minggu:
14.1 Mulai minumnya, bantu ibu untuk menemukan cara yang paling
baik untuk member minum, bila bayi tidak dapat menyusu ASI. Bila bayi
minum pelan sekali, anjurkan ibu untuk minum lebih sering.
Bila kondisi bayi tidak membaik setelah 1 minggu (bayi berlanjut menjadi letargik,
tidak menyusu ASI atau malas minum, atau masih kejang) kemungkinan bayi
menderita kerusakan otak yang berat dan akan merupakan masalah jangka
panjang

121
SMF Ilmu Kesehatan Anak
Unit terkait
Instalasi Maternal Perinata

PROSEDUR TETAP PELAYANAN PROFESI


MENINGITIS PADA NEONATUS
RSUD SURAKARTA

No. Dokumen No. Revisi Halaman


1 153-154

Ditetapkan,
Direktur

Prosedur Tetap Tanggal Terbit


Dr. Sumartono Kardjo, M.Kes
Desember 2010
NIP. 19590105 198903 1 002
Meningitis adalah infeksi selaput otak yang ditandai dengan adanya kejang, ubun-
Pengertian
ubun menonjol dan opistotonus atau bila jumlah lekosit dalam cairan serebrospinal
sesuai dengan kriteria (20 leukosit/ml pada bayi umur < 7 hari; 10 leukosit/ml pada
bayi umur ≥ 7 hari).
Tujuan Mengatasi infeksi intrakranial dengan antibiotika yang sesuai dan dosis yang
tepat.

Kebijakan Menangani kasus meningitis pada neonatus secara holistik berdasar ilmu
kedokteran berbasis bukti (evidence based medicine).

Prosedur
1. Pasang jalur IV dan berikan cairan IV dengan dosis rumatan.
2. Jangan memberi minum bayi selama 12 jam pertama.
3. Ambil sampel darah dan kirim ke laboratorium untuk pemeriksaan darah rutin
(termasuk rasio batang; segmen), gula darah, elektrolit serta kultur dan
sensitivitas.
4. Bila terdapat gejala meningitis (kejang, opistotonus, atau ubun-ubun besar
menonjol) :
4.1. Lakukan pungsi lumbal segera sesudah pengambilan darah.
4.2. Kirimkan sampel cairan serebrospinal ke laboratorium untuk menghitung
jumlah sel, pengecatan gram, kultur dan sensitivitas.
4.3. Mulai manajemen untuk meningitis.
5. Bila kadar hemoglobin kurang 12 g/dl (hematokrit kurang dari 36%), beri
transfusi darah.
6. Beri ampisilin dan gentamisin. Perhatikan dosis ampisilin dua kali lipat dari
dosis yang diberikan untuk sepsis.
7. Pantau dengan ketat asupan dan pengeluaran cairan.
8. Bila kejang, tangani kejang (lihat Protap Kejang).
9. Anjurkan bayi menyusu ASI setelah pengobatan selama 12 jam dengan

122
antibiotika, atau bila bayi mulai menunjukkan perbaikan. Bila bayi tidak dapat
menyusu ASI, berikan ASI peras dengan menggunakan salah satu cara
alternatif pemberian minum.
10. Periksa kadar hemoglobin setiap tiga hari sesudah mulai pengobatan
antibiotika. Bila kapan saja dijumpai kadar hemoglobin kurang dari 10 g/dl
(hematokrit kurang dari 30%), berikan transfusi darah.
11. Bila keadaan bayi membaik setelah 48 jam, lanjutkan pengobatan antibiotika.
12. Bila keadaan bayi membaik setelah 24 jam, ulangi pungsi lumbal :
12.1.Bila ditemukan organisme di dalam cairan serebrospinal pada
pengecatan gram, ganti antibiotika sesuai dengan organisme yang
ditemukan.
12.2.Bila organisme tidak dapat ditemukan dan bayi tetap menunjukkan
tanda infeksi sesudah 48 jam, hentikan pemberian ampisilin dan beri
sefotaksim disamping tetap beri gentamisin.
Tidak tergantung antibiotika yang diberikan, lanjutkan pengobatan antibiotika
sampai 14 hari dari pertama kali dijumpai perbaikan.

SMF Ilmu Kesehatan Anak.


Unit terkait
Instalasi Maternal Perinatal.

123
PROSEDUR TETAP PELAYANAN PROFESI
PENANGANAN HIPOGLIKEMIA PADA NEONATUS
RSUD SURAKARTA

No. Dokumen No. Revisi Halaman


1 155-156

Ditetapkan,
Direktur

Prosedur Tetap Tanggal Terbit


Dr. Sumartono Kardjo, M.Kes
Desember 2010
NIP. 19590105 198903 1 002
Hipoglikemia adalah kadar glukosa darah < 45 g/dl pada bayi kurang bulan/cukup
Pengertian
bulan disertai gejala apnea, hipotonia, kejang, asfiksia isap turun, letargis,
hipotermia, syok, ibu DM.
Tujuan Meningkatkan kadar glukosa sampai kadar yang tidak membahayakan bayi baru
lahir/neonatus.

Kebijakan Semua kasus hipoglikemia merupakan kasus darurat dan harus ditangani segera
secara holistik oleh petugas yang terlatih dan berdasarkan ilmu kedokteran
berbasis bukti.

Prosedur
Manajemen glukosa darah <25 mg/dl atau terdapat tanda hipoglikemi.
1. Pasang jalur IV jika belum terpasang.
2. Berikan glukosa 10% 2 mg/kg BB secara IV bolus pelan dalam lima menit.
Jika jalur IV tidak dapat dipasang dengan cepat, berikan dengan dosis yang
sama larutan glukosa melalui pipa lambung.
3. Infus glukosa 10% sesuai kebutuhan rumatan menurut umur dan berat badan.
4. Periksa kadar glukosa darah satu jam setelah bolus glukosa dan kemudian
tiap tiga jam :
4.1. Jika kadar glukosa darah masih tetap 25 mg/dl (1,1 mmol/1), ulangi
pemberian bolus glukosa seperti tersebut di atas dan lanjutkan
pemberian infuse.
4.2. Jika kadar glukosa darah 25-45 mg/dl (1,1-2,6 mmol/1), teruskan infuse
dan ulangi pemeriksaan kadar glukosa setiap tiga jam sampai kadar
glukosa 45 mg/dl (2,6 mmol/1) atau lebih.

124
4.3. Bila kadar glukosa darah 45 mg/dl (2,6 mmol/1) atau lebih dalam dua
kali pemeriksaan berturut-turut, ikuti petunjuk tentang frekuensi
pemeriksaan kadar glukosa darah setelah kadar glukosa kembali
normal.
5. Anjurkan ibu menyusui, bila bayi tidak dapat menyusu berikan ASI peras
dengan menggunakan salah satu alternatif cara pemberian minum.
6. Bila kemampuan minum bayi meningkat turunkan pemberian cairan infuse
setiap hari secara bertahap. Jangan menghentikan infus glukosa dengan tiba-
tiba.
Manajemen glukosa darah antara 25 mg/dl – 45 mg/dl tanpa tanda
hipoglikemi.
1. Anjurkan ibu menyusui, bila bayi tidak dapat menyusu berikan ASI peras
dengan menggunakan salah satu alternatif cara pemberian minum.
2. Pantau tanda hipoglikemia, bila dijumpai tanda tersebut, tangani seperti
tersebut di atas.
3. Periksa kadar glukosa darah dalam tiga jam atau sebelum pemberian minum
berikutnya.
3.1. Jika kadar glukosa darah kurang 25 mg/dl atau terdapat tanda
hipoglikemia, tangani seperti tersebut di atas.
3.2. Jika kadar glukosa darah masih antara 25-45 mg/dl, naikkan frekuensi
pemberian minum ASI atau naikkan volume pemberian minum dengan
menggunakan salah satu alternatif cara pemberian minum.
3.3. Jika kadar glukosa darah 45 mg/dl atau lebih, lihat tentang frekuensi
pemeriksaan kadar glukosa darah di bawah ini.
Frekuensi pemeriksaan glukosa darah setelah glukosa darah kembali
normal.
1. Jika bayi mendapatkan cairan IV, dengan alasan apapun, lanjutkan
pemeriksaan kadar glukosa darah setiap 12 jam selama bayi masih
memerlukan infuse. Jika kapan saja kadar glukosa darah turun, tangani
seperti tersebut di atas.
2. Jika bayi sudah tidak lagi mendapat infuse cairan IV, periksa kadar glukosa
darah setiap 12 jam selama dua kali pemeriksaan.
3. Jika kapan saja kadar glukosa darah turun, tangani seperti tersebut di atas.
Jika kadar glukosa darah tetap normal selama waktu tersebut, maka
pengukuran dihentikan.

SMF Ilmu Kesehatan Anak.


Unit terkait
Instalasi Maternal Perinatal.

125
PROSEDUR TETAP PELAYANAN PROFESI
SEPSIS NEONATORUM
RSUD SURAKARTA

No. Dokumen No. Revisi Halaman


1 157-159

Ditetapkan,
Direktur

Prosedur Tetap Tanggal Terbit


Dr. Sumartono Kardjo, M.Kes
Desember 2010
NIP. 19590105 198903 1 002
Sepsis neonatorum adalah infeksi sistemik (masuknya kuman ke dalam tubuh
Pengertian
disertai manifestasi klinis) pada neonatus. Penyakit ini dapat disebabkan oleh
bakteri Gram (+) maupun (-) dan virus.
Berdasarkan mulai timbulnya gejala klinis, sepsis dibagi menjadi 2 (dua):
1. Onset dini; gejala mulai tampak pada hari-hari pertama kehidupan (rata-rata
48 jam), biasanya infeksi berkaitan dengan faktor ibu (infeksi transplasenta,
dari cairan amnion yang terinfeksi, waktu bayi melewati jalan lahir). Kuman
penyebab adalah Streptokokus grup beta, H. influenzae, S. pneumoniae, E.
coli, Klebsiella spp, L. monocytogeneses. Mortalitas 30-100%.
2. Onset lambat; gejala timbul 1 minggu setelah lahir pada bayi tanpa kelainan
perinatal, infeksi didapat dari lingkungan atau dari rumah sakit (nosokomial).
Sering terjadi komplikasi susunan saraf pusat. Kuman penyebab biasanya S.
aureus, S. epidermidis, Pseudomonas spp, dapat juga dari flora vagina seperti
Streptokous grup beta, L. monocytogeneses dan E.coli.
Infeksi ini mempunyai mortalitas tinggi, dapat terjadi secara hematogen atau
asenden dan sering terjadi pada :
1. Persalinan/kehamilan dengan potensial terinfeksi, ketuban pecah dini, infeksi
waktu hamil, amnionitis, prematuritas, pertolongan persalinan yang tidak steril.
2. Sesudah lahir resusitasi bayi yang tidak steril, BBLR, ruang perawatan yang
tidak memadai.
3. Adanya infeksi fokal : stomatitis, luka lecet pustule, furunkel dll.
Diagnosis sepsis neonatorum didasarkan atas terdapatnya lebih dari satu

126
gejala/tanda pada paling tidak 4 kelompok gejala sebagai berikut :
1. Gejala umum :
1.1. Bayi tampak sakit.
1.2. Bayi tidak mau minum.
1.3. Kenaikkan atau penurunan suhu tubuh.
1.4. Sklerema/skleredoma.
2. Gejala gastrointestinal : muntah, diare, hepatomegali dan perut kembung.
3. Gejala saluran pernapasan : dispnea, takipnea, sianosis.
4. Gejala kardiovaskuler : takikardi, edema, dehidrasi.
5. Gejala sistem saraf pusat : letargi, iritabel, kejang.
6. Gejala hematologi : ikterus, splenomegali, petekie atau perdarahan,
leukopenia (leukosit < 5000/mm3; rasio batang/tembereng ≥ 0,2)
Selain hal-hal di atas, pemeriksaan lain yang bisa membantu diagnosis sepsis
neonatorum : KED tinggi, trombositopenia, Granulasi toksil atau vakuolisasi pada
PMN, CRP > 2 mg/dl, gambaran radiologik menunjukkan gambaran pneumonia.
Diagnosis pasti ditegakkan dengan ditemukannya mikroorganisme pada biakan
fokus yang penting, misalnya : darah, cairan serebrospinal, urine, tinja, usapan
faring mata, sekret dari umbilikus, telinga, hidung, luka, aspirasi cairan selulitis
dan abses.
Tujuan Untuk menurunkan angka mortalitas dan morbiditas bayi-bayi dengan sepsis
neonatorum.

Kebijakan Menangani kasus sepsis neonatorum secara holistik berdasar ilmu kedokteran
berbasis bukti (evidence based medicine).

Prosedur 1. Pasang jalur IV dan berikan cairan IV dengan dosis rumatan.


2. Jangan memberi minum bayi selama 12 jam pertama.
3. Ambil sampel darah dan kirim ke laboratorium untuk pemeriksaan darah rutin
(termasuk rasio batang; segmen), gula darah, elektrolit serta kultur dan
sensitivitas.
4. Bila bayi kejang, opistotonus, atau ubun-ubun besar menonjol :
4.1. Lakukan pungsi lumbal segera sesudah pengambilan darah.
4.2. Kirimkan sampel cairan serebrospinal ke laboratorium untuk menghitung
jumlah sel, pengecatan gram, kultur dan sensitivitas.
4.3. Mulai manajemen untuk meningitis.
5. Bila kadar hemoglobin kurang 12 g/dl (hematokrit kurang dari 36%), beri
transfusi darah.
6. Bila bayi tidak menderita meningitis, beri ampisilin dan gentamisin (atau
amoksisilin dan amikasin), sesuai dengan pedoman yang ada, tunggu hasil
kultur darah dan sensitivitas dan nilai kondisi bayi secara ketat tiap hari untuk
melihat perkembangannya.
6.1. Bila keadaan bayi membaik sesudah pengobatan selama 3 hari,
lanjutkan pengobatan sampai 5-7 hari.
6.1.1. Bila kultur darah negatif, hentikan pemberian ampisilin dan
gentamisin.
6.2. Bila keadaan bayi tidak membaik setelah pengobatan selam 3-5 hari :
6.2.1. Bila kultur darah positif, ganti antibiotika sesuai dengan hasil
kultur dan sensitivitas, diobati sampai dengan tujuh hari terhitung
sejak pertama kali dijumpai perbaikan.
6.2.2. Bila kultur darah tidak dapat dilakukan atau bila organisme tidak
dapat diidentifikasi, hentikan ampisilin dan berikan sefotaksim
dan gentamisin sampai dengan tujuh hari terhitung sejak
pertama kali dijumpai perbaikan. Bila memungkinkan ambil
sampel darah untuk pemeriksaan kultur darah dan sensitivitas
ulang kedua.
6.3. Bila setelah pemberian antibiotika kedua selama 5-7 hari keadaan tetap
tidak membaik :
6.3.1. Bila kultur darah positif, ganti antibiotika sesuai dengan hasil
kultur dan sensitivitas, diobati sampai dengan tujuh hari terhitung
sejak pertama kali dijumpai perbaikan.

127
6.3.2. Bila kultur darah tidak dapat dilakukan atau bila organisme tidak
dapat diidentifikasi, hentikan sefotaksin dan gentamisin, ganti
dengan sefalosporin generasi ketiga (?) sampai dengan tujuh
hari terhitung sejak pertama kali dijumpai perbaikan.
6.4. Anjurkan bayi untuk menyusu ASI setelah 12 jam pengobatan dengan
antibiotika, atau bila bayi mulai menunjukkan perbaikan. Bila bayi tidak
dapat menyusu ASI, beri ASI peras dengan menggunakan salah satu
cara alternatif pemberian minum.
6.5. Setelah selesai pengobatan antibiotika, amati bayi selama 24 jam
berikutnya.
6.5.1. Bila bayi tetap baik selama pengamatan 24 jam dan minum
dengan baik serta tidak dijumpai masalah lain yang memerlukan
perawatan di rumah sakit, maka bayi dapat dipulangkan. Bila
dijumpai lagi tanda infeksi, maka ulangi lagi manajemen
infeksi/sepsis.
Ambil sampel darah, dan periksa kadar hemoglobin dua kali setiap
minggu, selama masa perawatan di rumah sakit dan sekai lagi sebelum
pulang. Bila kapan saja dijumpai kadar hemoglobin kurang dari 10 g/dl
(hematokrit kurang dari 30%), beri transfusi darah.

SMF Ilmu Kesehatan Anak.


Unit terkait
Instalasi Maternal Perinatal.

128
PROSEDUR TETAP PELAYANAN PROFESI
INKUBATOR
RSUD SURAKARTA

No. Dokumen No. Revisi Halaman


1 160-161

Ditetapkan,
Direktur

Prosedur Tetap Tanggal Terbit


Dr. Sumartono Kardjo, M.Kes
Desember 2010
NIP. 19590105 198903 1 002
Merupakan salah satu cara menghangatkan bayi dan mempertahankan suhu
Pengertian
tubuh bayi, terutama ditujukan pada bayi dengan berat < 1500 g yang tidak dapat
dilakukan KMC (Kangaroo Mother Care) dan untuk bayi sakit berat (sepsis,
gangguan napas berat).
Tujuan Untuk menghangatkan bayi dan mempertahankan suhu tubuh bayi agar tetap
berkisar pada suhu normal, digunakan pada bayi-bayi dengan indikasi tertentu dan
mengetahui indikasi bayi turun inkubator.

Kebijakan Menggunakan inkubator sesuai indikasi dan dengan cara yang benar.

Prosedur
Cara menggunakan inkobator
1. Bersihkan inkubator dengan desinfektan setiap hari, dan bersihkan secara
keseluruhansetiap minggu atau setiap akan dipergunakan.
2. Tutup matras dengan air bersih.
3. Kosongkan air reservoir, dapat tumbuh bakteri yang berbahaya dalam air dan
menyerang bayi.

129
4. Atur suhu sesuai dengan umur dan berat bayi.
Berat bayi Suhu Inkubator Menurut Umur
0
35 C 340C 330C 320C
< 1500 g 1-10 hari 11hr–3mgg 3-5 mgg > 5 minggu
1500-2000 g 1-10 hari 11hr-4mgg > 4 minggu
2100-2500 g 1-2 hari 3 hr-3mgg > 3 minggu
> 2500 g 1-2 hari > 2 hari
5. Hangatkan inkubator sebelum digunakan.
6. Bila diperlukan melakukan pengamatan seluruh tubuh bayi atau terapi sinar,
lepas semua pakaian bayi dan segera diberi pakaian kembali setelah selesai.
7. Tutup inkubator secepat mungkin, jaga lubang jendela inkubator tetap tertutup
agar tetap hangat.
8. Gunakan satu inkubator untuk satu bayi.
9. Periksa suhu inkubator dengan menggunakan termometer ruang dan ukur
suhu aksila bayi tiap jam dalam 8 jam pertama, kemudian setiap 3 jam :
9.1. Bila suhu aksila < 36,50C atau > 37,50C, atur suhu inkubator
secepatnya.
9.2. Bila suhu inkubator tidak sesuai dengan suhu yang sudah diatur, maka
inkubator tidak berfungsi dengan baik.
10. Bila bayi tetap dingin, lihat manajemen suhu tubuh abnormal.
11. Pindahkan bayi ke ibu secepat mungkin bila bayi sudah tidak menunjukkan
tanda-tanda sakit.

Indikasi bayi turun inkubator :


1. Suhu tubuh, frekuensi napas dan denyut jantung stabil dalam 3 hari berturut-
turut.
2. Bayi sudah tidak menunjukkan tanda-tanda sakit.
Berat badan bayi mencapai 2000 g atau terdapat kenaikkan berat badan
bayi selama 3 hari berturut-turut.

SMF Ilmu Kesehatan Anak.


Unit terkait
Instalasi Maternal Perinatal.

130
PROSEDUR TETAP PELAYANAN PROFESI
PEMANCAR PANAS (RADIANT WARMER)
RSUD SURAKARTA

No. Dokumen No. Revisi Halaman


1 162

Ditetapkan,
Direktur

Prosedur Tetap Tanggal Terbit


Dr. Sumartono Kardjo, M.Kes
Desember 2010
NIP. 19590105 198903 1 002

Pemancar panas (radiant warmer) merupakan salah satu cara menghangatkan


Pengertian
bayi dan mempertahankan suhu tubuh bayi, terutama pada bayi dengan berat ≤
1500 g dan bayi sakit, juga dapat digunakan sebagai pemeriksaan awal bayi
selama dilakukan tindakan atau menghangatkan kembali bayi hipotermia.
Tujuan Untuk menghangatkan bayi dan mempertahankan suhu tubuh bayi agar tetap
berkisar pada suhu normal dengan pemancar panas.

Kebijakan Menggunakan pemancar panas sesuai indikasi dan dengan cara yang benar.

Prosedur
Cara menggunakan pemancar panas :

131
1. Hangatkan ruangan (minimal 220C) dimana pemancar panas akan digunakan.
2. Bersihkan matras dan alas, tutup alas dengan kain bersih sebelum bayi
diletakkan dibawah pemancar panas.
3. Nyalakan alat dan atur sesuai petunjuk (biasanya antara 36-370C).
4. Sebelum bayi datang, nyalakan alat untuk menghangatkan matras dan alas
agar bayi tidak kedinginan.
5. Bayi hendaknya tidak menggunakan pakaian atau dibungkus selimut,
sebaiknya dibiarkan menggunakan popok atau pampers saja.
6. Bila mendapat cairan IV, hitung jumlah cairan yang diberikan (misalnya beri
tambahan cairan 10%) untuk mengganti cairan yang hilang.
Pindahkan bayi ke ibu segera mungkin jika tidak ada tindakan atau
pengobatan yang diberikan.

SMF Ilmu Kesehatan Anak.


Unit terkait
Instalasi Maternal Perinatal.

PROSEDUR TETAP PELAYANAN PROFESI


PERSIAPAN PENERIMAAN PASIEN BARU
RSUD SURAKARTA

No. Dokumen No. Revisi Halaman


1 165-166

Ditetapkan,
Direktur

Prosedur Tetap Tanggal Terbit


Dr. Sumartono Kardjo, M.Kes
Desember 2010
NIP. 19590105 198903 1 002
Persiapan yang harus dilakukan untuk menerima pasien baru, baik yang pertama
Pengertian
kali dirawat atau pernah dirawat di bangsal perinatal.
Tujuan Melakukan persiapan untuk pasien baru untuk dirawat di bangsal perinatal.

Kebijakan Melakukan persiapan yang terpadu untuk pasien baru.

Prosedur
Pasien Lahir Dalam :
1. Diagnosis sudah diketahui sebelum persalinan.
2. Dokter dan perawat yang ikut dalam pertolongan persalinan akan

132
memberitahu perawat di bangsal keadaan bayi dan diagnosisnya serta
persiapan yang harus dilakukan.
3. Perawat di bangsal melakukan persiapan.
4. Bayi yang lahir dari persalinan normal, dirawat bersama ibu di bangsal
5. Bayi yang lahir dari persalinan pathologis atau bayi yang bermasalah tanpa
gangguan hemodinamika dan gangguan respirasi dirawat di ruang observasi
(ruang KBRT).
6. Bayi bermasalah dengan gangguan hemodinamika dan gangguan respirasi
dirawat di ruang perawatan intensif.
Pasien Rujukan :
1. Sebelum bayi dikirim diharapkan rumah sakit perujuk memberitahu
sebelumnya ke bangsal bayi.
2. Perujuk memberikan data selengkap-lengkapnya dan dituliskan pada lembar
rujukan.
3. Pasien didaftarkan melalui Instalasi Rawat Darurat baik pada jam kerja
maupun di luar jam kerja.
4. Bayi yang bermasalah tanpa gangguan hemodinamika dan gangguan
respirasi dirawat di ruang observasi (ruang KBRT).
5. Bayi bermasalah dengan gangguan hemodinamika dan gangguan respirasi
dirawat di bangsal perawatan neonatal intensif KBRT.
Pasien Rawat Jalan :
1. Pasien rawat jalan baik dari poli maupun konsultasi perjanjian yang
memerlukan rawat inap didaftarkan melalui poliklinik .
2. Sebelum mengantar pasien ke ruang perawatan diharapkan memberitahukan
ke ruang bayi.
3. Pasien tanpa gangguan hemodinamika dan gangguan respirasi dirawat di
ruang observasi (ruang KBRT).
4. Pasien dengan gangguan hemodinamika dan gangguan respirasi dirawat di
bangsal perawatan neonatal intensif.

SMF Ilmu Kesehatan Anak.


Unit terkait
Instalasi Maternal Perinatal.
Instalasi Rawat Darurat.

133
PROSEDUR TETAP PELAYANAN PROFESI
PENGENDALIAN INFEKSI NOSOKOMIAL DI IMP
RSUD KOTA SURAKARTA

No. Dokumen No. Revisi Halaman


1 167-168

Ditetapkan,
Direktur

Prosedur Tetap Tanggal Terbit


Dr. Sumartono Kardjo, M.Kes

NIP. 19590105 198903 1 002


Infeksi nosokomial adalah infeksi yang didapat di rumah sakit dalam batasan
Pengertian
waktu 3x24 jam.
Tujuan Agar tidak terjadi infeksi nosokomial di IMP.

Kebijakan Infeksi nosokomial tidak boleh terjadi di RS.

Prosedur 1. Ruang IMP dibagi dengan batasan tertentu yang dibedakan dengan garis
merah. Warna merah berarti kurang steril.
2. Daerah Publik/Umum (di luar garis merah).
2.1. Daerah dimana orang yang masuk tidak memerlukan baju khusus (baju
kamar operasi).
2.2. Daerah ini meliputi : ruang penerimaan pasien, ruang ganti petugas,
ruang poliklinik perjanjian/prenatal diagnostik, dapur, ruang pertemuan.
3. Daerah semi steril (dalam garis merah).
3.1. Daerah dimana orang memerlukan baju khusus, minimal komino kamar
bersalin.
3.2. Daerah ini meliputi ruang dalam kamar bersalin : ruang observasi, ruang
tindakan, kamar bersalin, laboratorium, ruang sterilisasi.
4. Melaksanakan dan memperhatikan kebersihan dan kesterilan setiap saat.
5. Melaksanakan bongkar besar 1 kali seminggu (hari Sabtu, kosong tidak ada
pasien bergantian).
6. Setiap selesai tindakan/persalinan, dilakukan bongkar kecil sebelum dipakai
persalinan berikutnya.
7. Melakukan sterilisasi setelah dipakai pasien menular/infeksius oleh petugas
sanitasi.

134
8. Melakukan uji kuman secara berkala tiap bulan (untuk ruangan).
9. Semua petugas yang masuk kamar bersalin memakai baju khusus kamar
bersalin dengan perlengkapannya.
10. Semua petugas cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan.
11. Petugas kamar bersalin mengetahui dan melaksanakan teknik antiseptik dan
aseptik.
12. Pengelolaan instrumen dilaksanakan sesuai dengan prosedur tetap.
13. Instrumen yang dipakai tidak lebih dari tanggal kadaluarsa (tanggal
penyeterilan).
Pasien/keluarga yang masuk kamar bersalin memakai baju khusus
kamar bersalin.

Instalasi Sanitasi.
Unit terkait
IRNA.
Instalasi Maternal Perinatal.

PROSEDUR TETAP PELAYANAN PROFESI


TRANSFUSI PACKED RED CELLS (PRC)
RSUD KOTA SURAKARTA

No. Dokumen No. Revisi Halaman


1 169-170

Ditetapkan,
Direktur

Prosedur Tetap Tanggal Terbit Dr. Sumartono Kardjo, M.Kes

NIP. 19590105 198903 1 002

Transfusi adalah tindakan memasukkan darah atau komponen darah. Packed red
Pengertian
cells adalah sel darah merah yang dimampatkan.
Tujuan Meningkatkan kadar hemoglobin sampai ke tingkat yang normal (14-15 g/dl) pada
neonatus.

135
Kebijakan Transfusi packed red cells pada neonatus dilakukan dengan cara ilmu kedokteran
mutakhir dan ilmu kedokteran yang berbasis bukti.
Sebelum transfusi :
Prosedur
1. Kajian ulang prinsip umum transfusi packed red cells.
1.1. Bayi dengan kelainan kardiopulmonal.
Kategori Deskripsi Kriteria transfusi
Berat RDS dan MAP > 8 cm H2O, Hct < 40%
dan FlO2 > 50%.
Sedang MAP 6-8 cm H2O, dan/atau Hct < 35%
FlO2 > 35% NCPAP, nasal
kanul.
Ringan MAP < 6 cm H2O, dan/atau Hct < 30%
FlO2 > 25-35% NCPAP,
nasal kanul.
1.2. Bayi premature dengan kondisi stabil.
1.2.1. Jika Hct < 20% dan asimptomatik.
1.2.2. Jika Hct < 25% dan terdapat takikardi atau takipnea yang
menetap selama 24 jam, jika membutuhkan ventilasi tekanan
positif dan tidak responsive terhadap metilxantine, tidak terdapat
peningkatan berat badan dalam 4 hari dengan kebutuhan kalori
yang optimal.
2. Periksa dan pastikan hal-hal berikut :
2.1. Apakah golongan darah bayi sudah benar dan identifikasi bayi tertulis
dengan jelas.
2.2. Telah dilakukan uji silang antara darah bayi dengan darah donor.
2.3. Kantong darah belum dibuka dan tidak bocor.
2.4. Kantong darah belum dikeluarkan dari lemari es lebih dari 2 jam dan sel
darah merahnya tidak berwarna ungu atau hitam.
2.5. Darah diberikan dengan memakai syringe pump dan pastikan
tetesannya lancar.
3. Catat tanda vital bayi yaitu suhu, denyut jantung dan frekuensi napas.
Selama transfusi :
1. Berikan transfusi packed red cells sebanyak 10 cc/kg BB selama 4 jam,
diberikan sebanyak 2 kali dengan rentang waktu 12 jam.
2. Pastikan darah diberikan dengan kecepatan yang tepat.
3. Catat waktu mulai dan selesainya transfusi.
4. Pantau keadaan umum dan tanda vital bayi yaitu suhu, denyut jantung dan
frekuensi napas dalam 15 menit setelah transfusi dimulai dan setiap jam
selama transfusi.
5. Amati setiap efek samping dan reaksi transfusi, atasi sesuai dengan prosedur
penanganan reaksi transfusi (lihat bab reaksi transfusi).
Selesai transfusi :
1. Lakukan penilaian ulang biasanya 2 jam setelah transfusi selesai. Bila masih
dibutuhkan darah, berikan transfusi dalam jumlah yang sama.
2. Pantau keadaan umum dan tanda vital bayi yaitu suhu, denyut jantung dan
frekuensi napas tiap selang 4 jam selama 24 jam setelah transfusi selesai.
Amati setiap efek samping atau reaksi transfusi, bila didapatkan efek
samping dan reaksi transfusi atasi (lihat bab reaksi transfusi).

136
SMF Ilmu Kesehatan Anak.
Unit terkait
Instalasi Maternal Perinatal.
Unit Transfusi Darah PMI.

PROSEDUR TETAP PELAYANAN PROFESI


TRANSPORTASI NEONATUS
DARI INSTALASI DARURAT KE RUANGAN
RSUD KOTA SURAKARTA

No. Dokumen No. Revisi Halaman


1 171-172

Ditetapkan,
Direktur

137
Prosedur Tetap Tanggal Terbit Dr. Sumartono Kardjo, M.Kes

NIP. 19590105 198903 1 002

Memindahkan neonatus/ bayi baru lahir dari Instalasi Rawat Darurat (IRD) ke
Pengertian
tempat perawatan yang sesuai dengan masalah neonatus tersebut.
Tujuan Memindahkan neonatus/ bayi baru lahir dari IRD ke tempat perawatan yang
sesuai dengan masalah neonatus tersebut dengan kondisi sarana dan
prasaranayang optimal.

Kebijakan Dilakukan pada neonatus yang perlu ditransport dari IRD ke ruang perawatan.
Petugas yang berwenang memberi instruksi pemindahan :
Prosedur
1. Dokter jaga yang bertugas jaga saat itu.
Tata Cara Pemindahan :
1. Sebelum mengirim atau memindahkan neonatus, petugas yang berwenang
atau para medis senior yang bertugas, memberi informasi terlebih dahulu
termasuk memberikan keterangan tujuan dan masalah yang didapatkan saat
itu ke ruangan yang dituju dengan telepon yang ada atau aipone.
2. Menyiapkan surat-surat yang diperlukan, melengkapi rekam medis dan data
identitas neonatus sesuai prosedur.
Tatalaksana Pemindahan :
1. Neonatus dalam keadaan stabil dan layak transport, termasuk dijaga suhu
tubuhnya untuk pencegahan hipotermia. Selama transportasi dijaga keadaan
umum, jalan napas oksigenasi dan masalah yang dihadapi neonatus.
2. Peralatan Medis.
Perlengkapan peralatan medis yang dibutuhkan harus tersedia lengkap yaitu
peralatan resusitasi neonatus, tabung oksigen, isap lendir dan inkubator
transport.
3. Sarana Transportasi.
Menggunakan inkubator transport atau boks bayi yang dilengkapi dengan
penghangat, dll yang diperlukan neonatus dalam perjalanan.
4. Petugas Kesehatan.
Petugas IRD mendampingi neonatus ke ruangan disesuaikan dengan
masalah yang dihadapi neonatus, saat transportasi, maka petugas
pendamping :
4.1. Dokter triage yang bertugas pada saat itu, jika kondisi neonatus
membutuhkan pengawasan ketat atau jika tidak ada keduanya,.
4.2. Diperlukan 2 paramedis, dengan minimal 1 paramedis yang sudah mahir
dalam resusitasi neonatus.

SMF Ilmu Kesehatan Anak.


Unit terkait
Instalasi Maternal Perinatal.
Instalasi Gawat Darurat.

138
PROSEDUR TETAP PELAYANAN PROFESI
RUJUKAN DARI INSTALASI LAIN DALAM RUMAH
RSUD KOTA SURAKARTA

No. Dokumen No. Revisi Halaman


1 173

Ditetapkan,
Direktur

Prosedur Tetap Tanggal Terbit


Dr. Sumartono Kardjo, M.Kes

NIP. 19590105 198903 1 002

Pengertian 1. Rujukan adalah pemindahan tempat perawatan.

139
2. Instalasi lain dalam RS adalah IRNA I, IRNA II.
Tujuan Menerima rujukan pasien dari instalasi lain dalam RSUD Surakarta ke Instalasi
Maternal Perinatal (IMP).

Kebijakan Pelayanan rujukan dari instalasi lain dalam RSUD Surakarta ke Instalasi Maternal
Perinatal (IMP).

Prosedur 1. Dokter di instalasi lain memberitahukan tentang rujukan ke bangsal


maternal/perinatal.
2. Perawat/bidan mempersiapkan tempat perawatan sesuai dengan kondisi
ibu/bayi.
3. Perawat memberitahu dokter jaga meternal/perinatal tentang rencana rujukan
dari instalasi lain.
4. Dokter maternal/perinatal melakukan pemeriksaan dan tindakan sesuai
kondisi ib/bayi.
5. Perawat/bidan melakukan perawatan sesuai dengan kondisi ibu/bayi.

Unit terkait 1. IRNA I.


2. IRNA II.

PROSEDUR TETAP PELAYANAN PROFESI


RUJUKAN DARI LUAR KE
RSUD KOTA SURAKARTA

No. Dokumen No. Revisi Halaman


1 174

Ditetapkan,
Direktur

Prosedur Tetap Tanggal Terbit


Dr. Sumartono Kardjo, M.Kes
Desember 2010
NIP. 19590105 198903 1 002

Pengertian 1. Rujukan adalah pemindahan tempat perawatan.


2. Dari luar adalah tempat pelayanan kesehatan baik pemerintah, swasta, rumah
sakit, klinik, rumah bersalin, praktek dokter, praktek bidan, dukun bayi
maupun tempat lain dari seluruh Indonesia.

140
Tujuan Menerima rujukan pasien dari luar RSUD Surakarta.

Kebijakan Pelayanan rujukan dari luar RSUD Surakarta.

Prosedur 1. Apabila memungkinkan, perujuk memberitahukan ke bangsal perinatal


tentang recana rujukan.
2. Perawat mempersiapkan tempat perawatan sesuai dengan kondisi bayi.
3. Perawat memberitahu dokter jaga perinatal tentang rencana rujukan dari luar.
4. Pasien yang dirujuk masuk lewat Instalasi Gawat Darurat (IGD)
5. Dari IGD, pasien langsung ke bangsal perinatal.
6. Dokter melakukan pemeriksaan dan tindakan sesuai dengan kondisi bayi.
7. Perawat melakukan perawatan sesuai dengan kondisi bayi.

Unit terkait Instalasi Gawat Darurat.

PROSEDUR TETAP PELAYANAN PROFESI


RUJUKAN DARI RUMAH SAKIT SURAKARTA
KE RUMAH SAKIT LAIN

No. Dokumen No. Revisi Halaman


1 175

Ditetapkan,
Direktur

Prosedur Tetap Tanggal Terbit


Dr. Sumartono Kardjo, M.Kes

NIP. 19590105 198903 1 002

Pengertian 1. Rujukan adalah pemindahan tempat perawatan.


2. Rumah sakit lain adalah rumah sakit yang mempunyai pelayanan yang

141
fasilitas lebih lengkap atau mempunyai pelayanan yang belum bisa dilakukan
di RSUD Surakarta.
Tujuan Melakukan rujukan pasien dari RSUD Surakarta ke Rumah Sakit lain baik di dalam
maupun ke luar negeri.

Kebijakan Pelayanan rujukan dari RSUD Surakarta ke Rumah Sakit Lain.


Indikasi :
Prosedur
1. Bayi dengan kelainan berat.
Prosedur : .
1. Dokter memberitahu rumah sakit tujuan tentang recana rujukan.
2. Setelah mendapat persetujuan dari rumah sakit tujuan, dilakukan persiapan
pasien agar dalam kondisi stabil untuk dirujuk.
3. Pasien dirujuk dengan menggunakan ambulance.
4. Pasien yang dirujuk didampingi oleh satu dokter dan satu perawat.
5. Transportasi bayi dari bangsal perinatal sesuai protap pemindahan bayi.

Unit terkait SMF Anak.

PROSEDUR TETAP PELAYANAN PROFESI


PELAYANAN RESIKO TINGGI TINGKAT I
RSUD KOTA SURAKARTA

No. Dokumen No. Revisi Halaman


1 176

Ditetapkan,
Direktur

Prosedur Tetap Tanggal Terbit


Dr. Sumartono Kardjo, M.Kes

NIP. 19590105 198903 1 002


Pelayanan Resiko Tinggi Tingkat I adalah pelayanan yang diberikan kepada bayi
Pengertian
normal atau dengan komplikasi ringan.
Tujuan Memberikan pelayanan kepada bayi resiko tinggi tingkat I.

Kebijakan Pelayanan resiko tinggi tingkat I.

142
Pelayanan resiko tinggi tingkat I diberikan kepada bayi dengan :
Prosedur
1. Skor apgar lebih dari 6.
2. Berat lahir cukup (2500-<4000gram).
3. Berat lahir besar (≥4000 gram) yang tanpa hipoglikemi.
4. Cukup bulan.
5. Lebih bulan tanpa komplikasi.
6. Persalinan spontan.
7. Persalinan vakum ekstraksi tanpa sefal hematom.
8. Persalinan secsio sesaria yang ibunya sudah dapat dirawat gabung.
9. Potensi terinfeksi (ketuban pecah dini >18 jam, air ketuban keruh) tanpa
tanda-tanda infeksi.

Unit terkait Instalasi Rawat Inap I.

PROSEDUR TETAP PELAYANAN PROFESI


PELAYANAN RISIKO TINGGI TINGKAT II
RSUD KOTA SURAKARTA

No. Dokumen No. Revisi Halaman


1 177

Ditetapkan,
Direktur

Prosedur Tetap Tanggal Terbit


Dr. Sumartono Kardjo, M.Kes
Desember 2010
NIP. 19590105 198903 1 002
Pelayanan resiko tinggi II adalah pelayanan yang diberikan kepada bayi dengan
Pengertian
resiko tinggi, tapi belum memerlukan perawatan intensif.

143
Tujuan Memberikan pelayanan kepada bayi resiko tinggi tingkat II

Kebijakan Pelayanan resiko tinggi tingkat II


Pelayanan resiko tinggi tingkat II diberikan kepada bayi dengan :
Prosedur
1. Skor apgar kurang dari 7
2. Berat lahir rendah (<2500)
3. Berat lahir besar (>4000 gram ) yang dengan hipoglikemi
4. Kurang bulan
5. kondisi lain pada bayi tanpa gangguan kardio-respirasi
6. Persalinan vakum ekstrasi berat.
7. Pesalinan seksio sesaria yang ibunya belum dapat dirawat gabung.
8. Potensi terinfeksi (ketuban pecah dinit > 18 jam, air ketuban keruh) dengan
tanda-tanda infeksi

Unit terkait SMF ANAK


Instalasi maternal perinatal

PROSEDUR TETAP PELAYANAN PROFESI


BAYI IBU DIABETES MELITUS
RSUD KOTA SURAKARTA

No. Dokumen No. Revisi Halaman


1 179

Ditetapkan,
Direktur

Prosedur Tetap Tanggal Terbit


Dr. Sumartono Kardjo, M.Kes

144
NIP. 19590105 198903 1 002
Bayi dilahirkan dari ibu menderita Diabetes Melitus (DM)
Pengertian

Tujuan Mengelola bayi yang dilahirkan dari ibu menderita DM

Kebijakan Dilakukan pada semua bayi baru lahir yang ibu menderita DM

Prosedur 1. Pada bayi berumur kurang 3 hari, amati tanda-tanda hipoglemia sampai umur 3
hari
2. Periksa kadar glukosa darah pada umur tiga jam untuk bayi lahir dalam
3. Periksa kadar glukose darah pada saat masuk kamar bayi untuk bayi lahir luar
4. Periksa kadar glukose darah lagi 3 jam lagi setelah pemeriksaan pertama
5. pemeriksaan kadar glukosa darah selanjutnya setiap 6 jam selama 24 jam atau
sampai kadar glukose dalam batas normal dalam 2 kali pemeriksaan berturut-
turut
6. Bila kadar glukose < 45 mg/dL atau bayi menunjukkan tanda hipoglikemi
(tremor atau letargi), tangani untuk hipoglikemi (lihat hipoglikemi)
7. Bila dalam pengamatan tidak ada tanda hipoglikemi atau masalah lain, bayi
dapat minum dengan baik, pulangkan bayi pada hari ke-3
8. Bila bayi berumur 3 hari atau lebih dan tidak menunjukkkan tanda-tanda
penyakit, bayi tidak perlu pengamtan
9. Bila bayi dapat minum dapat minum baik dan tidak ada masalah lain yang
memerlukan perawatan dirumah sakit, bayi dapat dipulangkan.
Anjurkan ibu untuk menyusui secara dini dan lebih sering, paling tidak 8
kali sehari, siang dan malam

SMF Ilmu Kesehatan Anak


Unit terkait
Instalasi Maternal-Perinatai
Instalasi Patologi Klinik

PROSEDUR TETAP PELAYANAN PROFESI


BAYI IBU HBsAG
RSUD KOTA SURAKARTA

No. Dokumen No. Revisi Halaman


1 180

Ditetapkan,
Direktur

145
Prosedur Tetap Tanggal Terbit
Dr. Sumartono Kardjo, M.Kes

NIP. 19590105 198903 1 002


Bayi yang dilahirkan dari ibu yang hasil pemeriksaan darahnya HbsAG positif
Pengertian

Tujuan Mengelola bayi yang dilahirkan dari ibu yang hasil pemeriksaan darahnya HbsAG
positif

Kebijakan Dilakukan pada semua bayi yang dilahirkan dari ibu yang hasil pemeriksaan
darahnya HbsAG positif

Prosedur 1. Berikan dosis awal Vaksin Hepatitis B (VHB) 0,5 ml IM segera setelah lahir
(sebaiknya 12 jam setelah lahir) dilanjutkan dosis ke-2 dan ke-3 sesuai jadwal
Imunisasi hepatitis
2. Apabila orang tua bersedia membeli Imonoglobulin Hepatitis B, berikan
Imonoglobulin Hepatitis B 200 IU (0,5 ml IM disuntikkan pada paha sisi yang
lainnya, dalam waktu 24 jam setelah lahir, atau paling lambat 48 jam setelah
lahir
3. Yakinkan ibu untuk tetap menyusui bayinya

SMF Ilmu Kesehatan Anak


Unit terkait
Instalasi Maternal-Perinatal

PROSEDUR TETAP PELAYANAN PROFESI


IMUNISASI
RSUD KOTA SURAKARTA

No. Dokumen No. Revisi Halaman

146
1 187-188

Ditetapkan,
Direktur

Prosedur Tetap Tanggal Terbit


Dr. Sumartono Kardjo, M.Kes

NIP. 19590105 198903 1 002


Memberikan kekebalan terhadap penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi
Pengertian

Tujuan Memberikan imunisasi BCG, Hepatitis B, Polio, DPT kepada pasien seosatus
sesuai jadwal

Kebijakan Imunisasi BCG, Hepatitis B, Polio, DPT diberikan kepada semua bayi yang tidak
ada kontra indikasi, sesuai jadwal.

Prosedur 1. Imunisasi yang dapat diberikan pada pasien yang masih dirawat di bangsal
preinatai adalah BCG dan Hepatitis B
2. Imunisasi polio dapat diberikan pada pasien rawat inap bangsal perinatai
yang akan pulang pada hari itu
3. Imunisasi yang dapat diberikan di Poli konsultasi Perjanjian adalah BCG,
Hepatitis B dan DPT
4. Pada bayi dengan berat badan lahir < 2500 gram (BBLR) atau prematur
diberikan imunisasi seperti bayi berat lahir cukup dan cukup bulan dan
jangan mengurangi dosis vaksin
5. Bayi yang telah dirawat selama jangkan waktu yang lama, jika bayi masih
dirumah sakit pada usia 60 hari, lengkapi satu rangkaian imunisasi dan
juga berikan DPT 0,5 ml IM pada paha bagian atas, pada saat bayi
dipulangkan dari rumah sakit.
6. Bayi yang mempunyai kondisi neurologic yang stabil secara klinik (misal
trauma otak), atau dilahirkan dari Ibu HIV positif, atau mendapat terapi
antibiotik, atau Ikterus tetap diberikan imunisasi
7. Setiap Imunisasi (kecuali polio) menggunakan semprit dan jarum yang
baru dan sekali pakai

Tuberkulosis (Vaksin BCG)


1. Berikan Imunisasi BCG sesegera mungkin setelah lahir
2. Jika bayi sakit berikan imunisasi setelah bayi sembuh dan tepat sebelum
dipulangkan dari rumah sakit.
3. Jika ibu bayi menderita TBC paru aktif dan telah diobati selama kurang 2
bulan sebelum kelahiran bayi atau didiagnosis TBC setelah persalinan.
4. Berikan Dosis tunggal 0,05 ml intradermal pada bagian atas lengan kiri
dengan menggunakan semprit khusus BCG
5. Suntikkan harus menimbulkan “bleb” kecil dibawah kulit yang
menyebabkan kulit mengerut seperti kulit jeruk (“peaud” orange).

Polio Melitis (OPV)


1. Berikan 4 Dosis OPV
2. Tanpa Memandang apakah dosis pertama diberikan pada saat lahir,
berikan dosis OPV pada usia 6, 10 dan 14 minggu
3. Berikan 2 tetes vaksin pada lidah

Hepatitis (VHB)
1. Jika bayi sakit berikan dosis pertama segera setelah bayi sembuh
2. Ibu yang menderita penyakit hepatitis akut atau tes serologi HbsAG positif
lihat penanganan bayi dengan ibu HbsAG positif
Jika ibu diketahui HbsAG negatif dan bayi masih tetap di rumah sakit

147
pada usia 60 hari, berikan HBV pada hari bayi dipulangkan.

SMF Ilmu Kesehatan Anak


Unit terkait
Instalasi Maternal-Perinatal

PROSEDUR TETAP PELAYANAN PROFESI


INFEKSI KULIT
RSUD KOTA SURAKARTA

No. Dokumen No. Revisi Halaman


1 189-190

Ditetapkan,
Direktur

Prosedur Tetap Tanggal Terbit


Dr. Sumartono Kardjo, M.Kes

NIP. 19590105 198903 1 002


Infeksi kulit adalah infeksi pada kulit bayi yang meliputi pustule/lepu baik dengan
Pengertian
ataupun tanda sepsis neonatorum,ruam popok,dan thrush di mulut
Tujuan Menangani infeksi kulit pada bayi

Kebijakan Diterapkan pada semua bayi yang mengalami infeksi kulit

Prosedur 1. Tentukan pustule atau lepuh meliputi kurang atau lebih setengah bagian
tubuh
2. Bila dalam satu bangsal terdapat lebih dari satu bayi dengan infeksi kulit
dalam waktu 2 hari,curiga infeksi nosokomial dan lakukan sesuai.
3. Bila jumlah pustule/ lepuh <10 atau meliputi kurang setengah bagian
tubuh. Gunakan sarung tangan bersih dan cuci kulit yang terkena dengan
larutan antiseptik dan bersihkan dengan kain kasa 4 kali sehari sampai

148
pustula/ lepuh bersih. Minta ibu melakukan kapan saja bila memungkinkan.
4. Amati bayi selama lima hari.
5. Cari tanda-tanda sepsis neonatorum. Bila ada, tangani sesuai Protap
Sepsis Neonatorum.
6. Jika pustula dan lepuh menghilang dalam lima hari, tidak diperlukan
pengobatan lebih lanjut.
7. Jika sebagian besar pustul/ lepuh masih ada setelah lima hari tapi bayi
tetap tidak mempunyai tanda-tanda sepsis, beri kloksasilin atau linkomisin
selama lima hari.
8. Jumlah pustula/ lepuh 10 atau lebih atau meliputi lebih setengah bagian
tubuh gunakan sarung tangan bersih dan cuci kulit yang terkena dengan
larutan antiseptik dan bersihkan dengan kain kasa 4 kali sehari sampai
pustula/ lepuh bersih. Minta ibu melakukan ini kapan saja bila
memungkinkan.
9. Buka bagian pusat dari pustula yang berwarna putih menggunakan lanset
steril dan gunakan kapas steril untuk mengambil spesimen pus untuk
pemeriksaan kultur dan sensitivitas.
10. Berikan kloksasilin peroral selama lima hari.
11. Nilai keadaan bayi paling kurang sekali sehari untuk melihat tanda-tanda
perbaikan (pustula/ lepuh tidak menyebar dan mulai mongering dan
menyembuh).
12. Jika pustula/ lepuh mulai membaik pada hari ketiga pengobatan, lanjutkan
kloksasilin sampai lima hari penuh.
13. Jika pustula/ lepuh tidak membaik pada hari ketiga pengobatan, ganti
antibiotik sesuai hasil kultur dan sensitivitas dan berikan selama lima hari
tambahan.
14. Jika pustula/ lepuh mulai membaik pada hari ketiga pengobatan. Jika tidak
memungkin mengambil spesimer pus untuk pemeriksaan kultur dan
sensitivitas atau jika hasil kultur negatif, lanjutkan kloksasilin dan
tambahkan gentamisin selama 7 hari.

Pustula/ lepuh pada kulit dengan tandan sepsis


1. Gunakan tangan bersih dan cuci kulit yang terkena dengan larutan
antiseptic dan bersihkan dengan kain kasa 4 kali sehari sampai pustule /
lepu bersih mint ibu melakukan hal ini kapan saja bila memungkinkan
2. Jika bayi belum mendapatkan antibiotic, trapi sebagai kemungkinan besar
sepsis, beri koksasillin atau sefotaksim sebagai ganti ampisillin

Ruam Pokok
1. Beri krim nistatin pada lesi natau olesi lesi dengan larutan gentian violet
0,5%
2. Ganti popok, lanjutkan sampai 3 hari setelah lesi menghilang.
3. Pastikan popok diganti setiap basah atau kotor

”Trush” di mulut
1. Lakukan pemeriksaan untuk membedakan thrush dari bercak dengan
mengorek lidah secara lembut untuk melihat apakah bercak putih mudah
dilepas : bercak susu mudah dilepas sedangkan thrush sukar dilepas
2. Olesi bercak Thrush dalam mulut bayi dengan larutan nistatin oral atau
gentian violet 0,5% 4 kali sehari, lanjutkan sampai dua minggu setelah lesi
menghilang
Anjurkan ibu mengolesi payudaranya dengan krim nistatin atau larutan
gentian violet0,5% setiap kali setelah menyusul selama bayi diobati.

149
SMF Ilmu Kesehatan Anak
Unit terkait
Instalasi Maternal-Perintal

PROSEDUR TETAP PELAYANAN PROFESI


PELAYANAN RISIKO TINGGI TINGKAT II
RSUD KOTA SURAKARTA

No. Dokumen No. Revisi Halaman


1 191

Ditetapkan,
Direktur

Prosedur Tetap Tanggal Terbit


Dr. Sumartono Kardjo, M.Kes

NIP. 19590105 198903 1 002


Infeksi tali pusat adalah infeksi pada tali pusat atau jaringan kulit disekitar tali
Pengertian
pusat
Tujuan Menangani bayi dengan infeksi tali pusat

Kebijakan Diterapkan pada semua bayi yang mengalami infeksi tali pusat.
Infeksi tali pusat lokal atau terbatas
Prosedur
1. Bersihkan tali pusat menggunakan larutan anti septik (iodium povidon 2,5%)
dengan kasa yang bersih.
2. Olesi tali pusat dan daerah sekitarnya dengan larutan antiseptik (iodium
povidon 2,5%) delapan kali sehari sampai tidak ada nanah lagi pada tali pusat.
3. Anjurkan ibu melakukan ini kapan saja bila memungkinkan.
Infeksi tali pusat berat atau meluas
1. Ambil sampel darah dan kirim ke laboratorium untuk pemeriksaan kultur dan
sensitivitas.
2. Berikan kloksasillin peroral selama 5 hari.
3. Cari tanda-tanda sepsis. Bila ada, tangani pasien sesuai Protap Sepsis
Neonatorum
4. Lakukan perawatan umum seperti dijelaskan untuk infeksi tali pusat lokat atau
terbatas

SMF Ilmu Kesehatan Anak


Unit terkait
Instalasi Maternal-Perinatal

150
PROSEDUR TETAP PELAYANAN PROFESI
KERN IKTERUS
RSUD KOTA SURAKARTA

No. Dokumen No. Revisi Halaman


1 192

Ditetapkan,
Direktur

Prosedur Tetap Tanggal Terbit Dr. Sumartono Kardjo, M.Kes

NIP. 19590105 198903 1 002

Kern ikterus adalah gangguan / kerusakan otak akibat toksisitas billrubin.


Pengertian

Tujuan Mengatasi keadaan yang ditimbulkan oleh kadar billrubin dalam darah yang tinggi.

Kebijakan Dilakukan pada semua bayi yang dicurigai menderita kern ikterus.

Prosedur 1. Bila terjadi kejang, tangani kejang sesuai dengan prosedur penanganan
kejang (Lihat Protap Kerja Pada Neonatus).
2. Periksa kadar billrubin, bila kadarnya lebih normal, lakukan foto terapi /
transfusi tukar.

SMF Ilmu Kesehatan Anak


Unit terkait
Instalasi Maternal Perinatal.

151
PROSEDUR TETAP PELAYANAN PROFESI
KELAINAN JANTUNG BAWAAN
RSUD KOTA SURAKARTA

No. Dokumen No. Revisi Halaman


1 193

Ditetapkan,
Direktur

Prosedur Tetap Tanggal Terbit

Dr. Sumartono Kardjo, M.Kes

NIP. 19590105 198903 1 002


Kelainan jantung bawaan adalah suatu kelainan pada jantung yang ada sejak
Pengertian
lahir, dengan manifestasi sianosis sentral walaupun telah diberikan oksigen 100%
maupun tanpa diagnosis. Bayi mungkin tidak mempunyai gangguan napas selain
napas cepat. Suara bising jantung dapat terdengar, tetapi diagnosis pasti adalah
dengan ekokardiografi.
Tujuan Menangani kelainan jantung bawaan seoptimal mungkin.

Kebijakan Diterapkan pada semua bayi dengan kelainan jantung bawaan.

Prosedur 1. Oksigenasi
1.1 Berikan oksigenasi pada kecepatan aliran maksimal (Lihat Bab Terapi
Oksigen)
1.2 Amati respirasi bayi tiap 2 jam selama 6 jam berikutnya.
1.3 Monitor Saturasi oksigen dengan menggunakan pulse oxymetri.
2. Pemberian makanan
2.1 Berikan ASI eksklusif jika memungkinkan, namun jika respirasi > 60 kali /
menit, pasang pipa lambung.
2.2 Bila pemberian makanan lewat enteral tidak memungkinkan, pasang jalur
vena dan awasi dengan ketat untuk balans cairan.
3. Rujuk atau Lakukan konsultasi dengan Sub Bagian Kardiologi Anak

SMF Ilmu Kesehatan Anak


Unit terkait
Instalasi Maternal Perinatal

152
PROSEDUR TETAP PELAYANAN PROFESI
MUNTAH DAN / ATAU DISTENSI ABDOMEN
RSUD KOTA SURAKARTA

No. Dokumen No. Revisi Halaman


1 194-195

Ditetapkan,
Direktur

Prosedur Tetap Tanggal Terbit


Dr. Sumartono Kardjo, M.Kes

NIP. 19590105 198903 1 002

Pengertian 1. Muntah adalah pengeluaran isi lambung yang bukan regurgitasi


2. Distensi abdomen adalah bertambahnya lingkar perut, sehingga dinding perut
lebih tinggi daripada dinding dada.
Tujuan 1. Mengelola bayi dengan muntah.
2. Mengelola bayi dengan distensi abdomen.
Kebijakan Diterapkan pada semua bayi dengan muntah dan / atau distensi abdomen.

Prosedur 1. Lakukan anamnesis dan pemeriksaan dan dapatkan informasi tambahan


sebagai berikut untuk menentukan kemungkinan diagnosis.
2. Pada anamnesis tanyakan hal-hal sebagai berikut ini :
Apakah muntah terjadi sejak pertama kali minum atau beberapa saat
kemudian ?
Tenggang waktu antara pemberian minum dan muntah.
Macam muntah (berbulin, berwarna hijau atau bercampur darah)
Apakah mekonium sudah keluar?
Apakah putting susu ibu lecet?
Riwayat persalinan, kelahiran dan jumlah air ketuban.
Riwayat perdarahan ante partum.
Jika didapatkan darah dalam cairan lambung, tanyakan apakah sudah
mendapatkan vitamin K1 dan adakah perdarahan dibagian tubuh lainnya?
3. Pada pemeriksaan fisik cari tanda-tanda beikut ini :
3.1. Distensi abdomen dan nyeri tekan (bayi menangis ketika abdomennya
ditekan dengan lembut)
3.2. Anus Imperforata
3.3. Hipersalivasi
4. Manajemen Umum
4.1. Pasang pipa lambung
4.2. Jika pipa lambung tidak bisa masuk dan bayi tersedak dan muntah segera
setelah menelan pipa, bayi kemungkinan mengalami atresia esofagus

153
atau fistula trakheo-esofageal yang membutuhkan tindakan bedah segera.
Konsultasikan segera ke SMF Bedah.
4.3. Jika pipa lambung bisa masuk, pastikan bahwa pipa tersebut berada di
dalam lambung dan isaplah cairan isi lambung, kemudian biarkan ujung
pipa terbuka.
4.4. Jika bayi tampak sakit berat (misalnya layuh, letargi) atau berat lahir <
2500 gram atau umur kehamilan < 37 minggu, pasang jalur intravena dan
berikan cairan dosis rumatan.
5. Penyebab muntah yang belum diketahui
5.1 Pasang jalur intraverna beri cairan dosis rumatan
5.2 Jangan berikan apapun melalui mulut selama 12 jam
5.3 Jika Bayi tidak memiliki tanda lain kecuali muntah setelah periode 12 jam.
Pasang pipa lambung dan beri ASI peras selama 24 jam.
SMF Ilmu Kesehatan Anak
Unit terkait
Instalasi Maternal Perinatal

154
PROSEDUR TETAP PE NUTRISI PARENTERAL TOTAL
LAYANAN PROFESI
RSUD KOTA SURAKARTA

No. Dokumen No. Revisi Halaman


196 196

Ditetapkan,
Direktur

Prosedur Tetap Tanggal Terbit


Dr. Sumartono Kardjo, M.Kes

NIP. 19590105 198903 1 002


Kelainan bawaan saluran cerna, Enterokolitis netrotikans (EKN), Distres
Pengertian
pernapasan berat, digesti dan absorsi makanan yang buruk, operasi major dan
Bayi Berat Lahir Sangat Rendah (BBLSR) dengan penyulit.
Tujuan Untuk memenuhi kebutuhan metabolic dan pertumbuhan.

Kebijakan Nutrisi Purenteral

Prosedur 1. Pasang jalur intavena.


2. Hitung kebutuhan cairan, kalori, protein elektrolit yang dibutuhkan setiap hari
atau setiap ada perubahan.
3. Cairan nutrisi parerteral yang telah dibuat sesuai item-item dibuat untuk 24 jam,
dalam ruangan dan cara sesuai protap pembuatan cairan parenteral.
4. Berikan dengan infus pump sedangkan lipid dalam syringe pump.
5. Atur mesin infus/syringe pump sesuai dosis dan durasi yang telah dibuat.
6. Awasi tiap 1-3 jam kondisi jalur intavena dan ketepatan daosis dan durasi
sesuai item 5.
7. Evaluasi tanda vital dan tanda klinik dan metabolik lain setiap 3 jam.
8. Monitor kadar gula darah dan penunjang lain sesuai protap yang ada.

155
SMF Ilmu Kesehatan Anak
Unit terkait
Instalasi Maternal Perinatal

PROSEDUR TETAP PELAYANAN PROFESI


RESUSITASI PADA ASFIKSIA NEONATORUM
RSUD KOTA SURAKARTA

No. Dokumen No. Revisi Halaman


1 198

Ditetapkan,
Direktur

Prosedur Tetap Tanggal Terbit


Dr. Sumartono Kardjo, M.Kes

NIP. 19590105 198903 1 002


Resusitasi adalah urut-urutan tindakan yang dilakukan pada bayi baru lahir yang
Pengertian
mengalami asfiksia neonatorum. Asfiksia neonatorum adalah keganjalan bernafas
secara spontan pada bayi baru lahir.
Tujuan Menangani Asfiksia Neonatorum

Kebijakan Diterapkan pada semua bayi baru lahir yang mengalami asfiksia neonatorum
Bagan terlampir halaman 2
Prosedur

156
SMF Ilmu Kesehatan Anak
Unit terkait
Instalasi Maternal Perinatal

PROSEDUR TETAP PELAYANAN PROFESI


FOTO TERAPI (TERAPI SINAR)
RSUD KOTA SURAKARTA

No. Dokumen No. Revisi Halaman


1 200-201

Ditetapkan,
Direktur

Prosedur Tetap Tanggal Terbit Dr. Sumartono Kardjo, M.Kes

NIP. 19590105 198903 1 002

Fototerapi (terapi sinar) adalah terapi dengan menggunakan sinar Ultraviolet


Pengertian
dengan panjang gelombang tertentu dan waktu tertentu yang dimaksudkan untuk
menurunkan kadar billrubin.
Tujuan Menurunkan kadar billrubin indirek sampai pada kadar yang tidak memerlukan
fototerapi lagi.

Kebijakan Melakukan fototerapi pada semua bayi dengan ikterus neoratorum dan kadar

157
bilrubin indirek lebih tinggi dari batas tertentu

Prosedur
Persiapan alat fototerapi :
1. Pastikan penutup atau pelindung pada posisi yang tepat. Hal ini untuk
mencegah agar bayi tidak terluka bila tiba-tiba lampu pecah, serta melindungi
dari bahan sinar ultraviolet.
2. Hangatkan ruangan dimana unit itu berada sehingga suhu dibawah lampu 28
0
C – 30 0C.
3. Nyalakan tombol unit dan periksa apakah seluruh lampu flourenses menyala
dengan baik.
4. Ganti lampu flouresens bila terbakar atau mulai berkedip-kedip
5. Catat tanggal kapan lampu mulai dipasang dan pastikan durasi total
penggunaan lampu
6. Ganti lampu setiap 2000 jam atau setelah penggunaan 3 bulan, walaupun
masih menyala.
7. Gunakan kain pada boks bayi, atau incubator dan letakkan tirai putih
mengelilingi area sekelilingi unit tersebut berada untuk memantulkan kembali
sinar sebanyak mungkin kearah bayi.

Ca cara melakukan fototerapi


1. Letakkan bayi dibawah lampu terapi sinar
bila berat badan bayi 200gram atau lebih, letakkan bayi dalam keadaan
telanjang di boks bayi. Letakkan bayi lebih kecil didalam inkubator.
Tutup mata bayi dengan penutup, pastikan penutup mata tidak menutupi lubang
hidung. Jangan gunakan plester untuk fiksasi penutup. Letakkan bayi sedekat
mungkin dengan lampu sesuai dengan petunjuk atau manual dari pabrik pembuat
unit.
2. Diusahakan permukaan tubuh seluas – luasnya terpapar sinar.
3. Ubah Posisi bayi setiap 3 jam.
4. Pastikan bayi diberi minum :
4.1. Anjurkan ibu untuk memberi minum setiap diperlukan, paling tidak
setiap 3 jam
4.2. Pindahkan bayi dari unit fototerapi selama diberi minum dan lepaskan
penutup mata
4.3. Tidak diperlukan untuk menambah atau mengganti ASI dengan air
dekstrose atau PASI
4.4. Bila bayi tidak dapat menyusu berikan ASI perasan sengan
menggunakan salah satu cara alternatif pemberian. Naikkan volume
pemberian ASI peras dalam sehari 10-15% dari kebutuhan rumatan
sehari, mungkin sampai 25% atau dengan menambah 25 ml/kg susu
selama bayi dibawah lampu terapi sinar. Jika masukan cairan tidak
mencukupi, diberikan cairan per infus.
5. Bila bayi menerima cairan IV naikkan jumlah volume cairan 10% selama bayi
dibawah lampu terapi sinar.
6. Bila bayi menerima cairan IV atau diberi minum melalui pipa lambung, tidak
perlu dipindahkan dari lampu terapi sinar.
7. Timbang bayi setiap hari dan awasi penunurunan berat badan akibat
kehilangan cairan secara evaporasi atau diare. Terutama pada bayi prematur.
8. Feses bayi mungkin akan keluar dan berwarna kuning saat bayi menerima
fototerapi. Kondisi ini tidak memerlukan terapi khusus.
9. Hentikan fototerapi saat orang tua mengunjungi bayinya dan membuka
pelindung mata untuk memudahkan interaksi alami bayi dan orangtua.
10. Lanjutkan pengobatan dan pemeriksaan lain :
10.1. Bayi dipindahkan dari unit terapi sinar hanya untuk prosedur yang tidak
dapat dilakukan selama dibawah lampu terapi sinar.
10.2. Bila bayi menerima oksigen, matikan lampu saat memeriksa bayi untuk
mengetahui sianosis sentral.
11. Pantau suhu tubuh bayi dan suhu udara sekitar bayi setiap 3 jam. Untuk bayi
dalam inkubator thermistor probe harus dilindungi dari sinar.
12. Periksa kadar bilirubin serum tiap 12 jam

158
13.1. Hentikan fototerapi kadar bilirubin turun dibawah kadar indikasi
dilakukan fototerapi atau 15 mg/dl.
13. Bila kadar bilirubin serum mendekati nilai untuk dilakukan transfusi tukar,
lanjutkan transfusi tukar.
14. Bila kadar bilirubin tidak dapat diperiksa.
15. Bila bayi kecil (berat badan < 2500 mg dan umur kehamilan < 37 minggu) atau
sepsis, hentikan fototerapi setelah 3 hari.
16. Bila ada kecurigaan Ikterus Hemolitik atau Ikterus ditemukan pada hari
pertama, hentikan fototerapi setelah 4 hari.

SMF Ilmu Kesehatan Anak


Unit terkait
Instalasi Maternal Perinatal

PROSEDUR TETAP PELAYANAN PROFESI


PENANGANAN HIPERGLIKEMIA PADA NEONATUS
RSUD KOTA SURAKARTA

No. Dokumen No. Revisi Halaman


1 202

Ditetapkan,
Direktur

Prosedur Tetap Tanggal Terbit


Dr. Sumartono Kardjo, M.Kes

NIP. 19590105 198903 1 002


Hiperglikemia adalah kadar glukosa darah > 125 mg/dl
Pengertian

Tujuan Menurunkan kadar glukosa darah sampai 80 – 120 mg/dl

159
Kebijakan Menangani kasus hiperglikemia pada neonatus secara holistik dan berdasarkan
ilmu kedokteran berbasis bukti.

Prosedur
Persiapan
1. Kapas, alkohol, set infus, Infussion pump
2. Cairan salin normal dan glukosa < 4,7 % + elektrolit
Cara
1. Sterilkan kulit diatas vena yang akan diinjeksi
2. Tusukkan jarum set infus sampai masuk vena; kontrol darah keluar vena
masuk ke pangkal jarum
3. Pasang set infus dengan cairan salin normal dan masukkan sebanyak 2 cc
Berikan cairan glukosa < 4,7 % + elektrolit dengan dosis sesuai
kebutuhan cairan rumatan per hari

SMF Ilmu Kesehatan Anak


Unit terkait
Instalasi Maternal Perinatal

PROSEDUR TETAP PELAYANAN PROFESI


PENANGANAN HIPERTERMIA PADA NEONATUS
RSUD KOTA SURAKARTA

No. Dokumen No. Revisi Halaman


1 206-207

Ditetapkan,
Direktur

Prosedur Tetap Tanggal Terbit


Dr. Sumartono Kardjo, M.Kes

NIP. 19590105 198903 1 002

160
Hipertermia adalah suhu tubuh lebih dari 37,50C
Pengertian

Tujuan Mencegah dan mengatasi hipertermia pada neonatus

Kebijakan Hipertermia pada neonatus ditangani dengan cara ilmu kedokteran mutakhir dan
berbasis bukti.

Prosedur
Bila suhu diduga karena paparan panas yang berlebih :
1. Bila bayi tidak pernah diletakkan di dalam alat penghangat
1.1. Letakkan bayi di dalam suhu lingkungan yang normal (25-280C)
1.2. Lepaskan sebagian atau seluruh pakaiannya bila perlu
1.3. Periksa suhu aksiler setiap jam sampai dicapai suhu dalam batas
normal.
1.4. Bila suhu sangat tinggi (lebih dari 390C), bayi di kompres atau
dimandikan selama 10-15 menit dalam air yang suhunya lebih rendah
40C dibawah suhu tubuh bayi.
2. Bila bayi pernah diletakkan dibawah pemancar panas atau inkubator :
2.1. Kurangi pengaturan suhu alat penghangat. Bila bayi di dalam
inkubator, buka inkubator sampai suhu dalam batas normal.
3. Lepaskan sebagian atau seluruh pakaian bayi selama 10 menit kemudian
beri pakaian lagi sesuai dengan alat penghangat yang digunakan.
4. Periksa suhu bayi setiap jam sampai suhu dalam batas normal.
5. Periksa suhu inkubator atau pemancar panas setiap jam dan sesuaikan
pengatur suhu.
Bila bukan karena paparan panas yang berlebihan
1. Terapi untuk kemungkinan besar sepsis
2. Letakkan bayi di lingkungan suhu normal (25-280C)
3. Lepaskan pakaian bayi sebagian atau seluruhnya bila perlu
4. Periksa suhu bayi setiap jam sampai dicapai suhu tubuh dalam batas
normal.
5. Bila suhu sangat tinggi (lebih dari 390C), bayi di kompres atau dimanidkan
selama 10-15 menit dalam air yang suhunya 40C lebih rendah dari suhu
tubuh bayi. Jangan menggunakan air dingin atau air yang suhunya lebih
dari 40C lebih rendah dari suhu tubuh bayi.
Manajemen lanjutan suhu lebih dari 37,50C
1. Yakinkan bayi mendapat cukup cairan atau minuman
1.1. Anjurkan ibu untuk menyusui bayinya. Bila bayi tidak dapat disusui,
beri ASI peras dan gunakan cara alternatif pemberian.
1.2. Bila terdapat tanda dehidrasi (mata atau ubun-ubun besar sekung,
elastisitas berkurang, lidah dan membran mukosa kering), tangani
untuk dehidrasi.
2. Periksa kadar glukosa darah, bila < 45 mg/dl (2 mmol/L), tangani untuk
hipoglikemia
3. Cari tanda sepsis sekarang dan ulangi lagi bila suhu telah mencapai batas
normal.
4. Setelah suhu bayi normal
4.1. Lakukan perawatan lanjutan untuk bayi
4.2. Pantau bayi selama 12 jam berikutnya, periksa suhu setiap 3 jam
Bila suhu tetap salam batas normal dan bayi dapat minum dengan baik
serta tidak ada masalah lain yang memerlukan perawatan di Rumah
Sakit, bayi dapat dipulangkan. Nasehati ibu cara menghangatkan bayi di
rumah dan melindungi dari pemanasan yang berlebihan.

161
SMF Ilmu Kesehatan Anak
Unit terkait
Instalasi Maternal Perinatal

PROSEDUR TETAP PELAYANAN PROFESI


PEMBERIAN SUSU FORMULA
RSUD KOTA SURAKARTA

No. Dokumen No. Revisi Halaman

162
1 210

Ditetapkan,
Direktur

Prosedur Tetap Tanggal Terbit

Dr. Sumartono Kardjo, M.Kes

NIP. 19590105 198903 1 002


Susu Formula adalah susu buatan bukan ASI, biasanya dibuat dari susu sapi.
Pengertian

Tujuan Bila ibu tidak dapat menyusui atau memeras ASI, berikan bayi susu formula bila
ada

Kebijakan Menangani kasus hiperglikemia pada neonatus secara holistik dan berdasarkan
ilmu kedokteran berbasis bukti.

Prosedur 1. Cuci tangan dengan sabun lebih dahulu.


2. Untuk mempersiapkan susu formula dari susu bubuk gunakan air yang
telah dididihkan selama 10 menit.
3. Gunakan perlengkapan yang telah dicuci dan direndam air panas.
4. Tentukan jumlah susu bubuk yang diperlukan.
5. Takar bubuk susu dan air yang diperlukan dan campur dengan cara
mengocok.
6. Tuangkan jumlah susu formula yang diperlukan kedalam cangkir atau spuit
dan berikan kepada bayi.
7. Setelah setiap pemberian minum bersihkan semua perlengkapan yang
digunakan.
8. Apabila bayi kecil (misal berat badan lahir < 2500 gram atau lahir kurang
bulan) gunakan susu formula khusus untuk bayi prematur
Apabila tidak ada susu formula gunakan ASI donor yang telah
dipasteurisasi

SMF Ilmu Kesehatan Anak


Unit terkait
Instalasi Maternal Perinatal

163
PROSEDUR TETAP PELAYANAN PROFESI
MEMERAS ASI
RSUD KOTA SURAKARTA

No. Dokumen No. Revisi Halaman


1 211

Ditetapkan,
Direktur

Prosedur Tetap Tanggal Terbit

Dr. Sumartono Kardjo, M.Kes

NIP. 19590105 198903 1 002


Cara mengeluarkan ASI secara langsung tanpa dihisap oleh bayi.
Pengertian

Tujuan Mengeluarkan atau memeras ASI

Kebijakan Ibu bayi tidak mampu menyusui harus dilatih tata cara memeras ASI yang benar.

Prosedur 1. Cuci tangan sampai bersih


2. Perah sedikit Asi dan oleskan pada puting dan areola di sekitarnya.
3. Duduk yang enak dan wadah yang steril yang bermulut lebar dibawah
payudara
4. Perah ASI
5. Topang payudara dengan empat jari dan letakkan ibu jari di atas, perah
areola antara ibu jari dan jari lainnya sambil menekan kearah dada.
6. Tempat menampung ASI harus dari bahan gelas
7. Peras ASI daru sat payudara untuk paling kurang 4 menit.
8. Kemudian pindahkan ke payudara lain dan perah selama 4 menit.
9. Lanjutkan memeras bergantian selama paling kurang 20-30 menit.
10. Apabila ASI tidak mengalir lancar :
10.1. Bantu ibu teknik memeras yang benar.
10.2. Berikan kompres hangat pada payudara
10.3. Pijat punggung ibu supaya rileks
11. Apabila ASI peras tidak akan digunakan segera, setelah diberi label,
simpan ASI peras di dalam lemari es dan gunakan dalam waktu 24 jam.
11.1. Apabila tidak mempunyai lemari es, perasan ASI dapat disimpan
dalam suhu kamar selama 6 jam.
11.2. Usahakan suhu ASI peras pada saat diminum bayi berada pada
suhu kamar.
11.3. Hangatkan ASI peras dengan merendamnya dalam air hangat.
11.4. Gunakan ASI peras segera, bila bersisa tidak boleh disimpan dalam
lemari es kembali.
11.5. Jangan merebus ASI peras
Anjurkan ibu untuk memeras paling kurang 8 kali dalam 24 jam
sebanyak yang dibutuhkan satu bayi atau lebih.

164
Unit terkait Instalasi Maternal Perinatal

PROSEDUR TETAP PELAYANAN PROFESI


PENANGANAN HIPOTERMIA PADA NEONATUS
RSUD KOTA SURAKARTA

No. Dokumen No. Revisi Halaman


1 213-215

Ditetapkan,
Direktur

Prosedur Tetap Tanggal Terbit

Dr. Sumartono Kardjo, M.Kes

NIP. 19590105 198903 1 002


Hipotermia pada bayi baru lahir adalah penurunan suhu tubuh sampai di bawah
Pengertian
36,50C (normal 26,5 – 37,50C)
Tujuan Mencegah dan mengatasi hipotermia pada bayi baru lahir/neonatus dengan faktor
risiko BBLR, prematur, asfiksia atau kondisi lain.

Kebijakan Hipotermia pada neonatus ditangani dengan cara kedokteran yang berbasis bukti.

Prosedur
Tindakan Pencegahan
1. Siapkan ruang yang cukup hangat
Berat lahir (gram) Suhu ruangan (0C)

1000-5000 34-35

1500-2000 32-34

2000-2500 30-32
> 2500 28-30

2. Bayi dengan asfiksia, distres respirasi atau sepsis membutuhkan suhu


ruangan lebih tinggi dibanding bayi dengan berat yang sama tanpa
masalah.
3. Gunakan pemancar panas hanya selama resusitasi
4. Bayi segera dikeringkan setelah lahir dengan handuk bersih dan lembut.
5. Jangan memandikan bayi segera setelah lahir, lebih baik madi ditunda.
6. Jangan hilangkan verniks.
7. Tutuplah kepala dengan handuk bersih dan kering.

165
8. Berikan bayi ke dada ibunya dan selimuti keduanya.
9. Khusus bayi kecil (BBLR) lakukan perawatan bayi lekat (PBL) dengan
metode Kanguru bila kondisi sudah stabil.
10. Susukan bayi dalam 30 menit setelah lahir.
Penanganan hipotermia berat (suhu tubuh < 320C)
1. Segera hangatkan bayi dengan menggunakan pemancar panas yang
sebelumnya telah dihangatkan (bila mungkin). Gunakan inkubator atau
ruangan hangat bila perlu.
2. Ganti baju yang dingin dan basah bila perlu. Beri pakaian yang hangat,
pakai topi dan selimut dengan selimut hangat.
3. Hindari bayi dengan gangguan napas (frekuensi napas > 60 atau 30
kali/menit, retraksi dada, merintih)
 Pasang jalur IV dan beri cairan IV sesuai dengan dosis rumatan,
dan pipa infus tetap terpasang di bawah pemancar panas, untuk
menghangatkan cairan.
 Periksa kadar glukosa darah, bila kadar glukosa darah < 45 mg/dl,
tangani untuk hipoglikemia.
 Nilai bayi untuk tanda kegawatan (misalnya gangguan napas,
kejang atau tidak sadar) setiap jam dan nilai juga kesiapan untuk
minum setiap 4 jam sampai suhu tubuh kembali ke batas normal.
 Ambil sampel darah dan beri antibiotika sesuai standar pelayanan
untuk penanganan sepsis.
 Anjurkan menyusu segera setelah bayi siap :
 Bila bayi tidak cepat menyusu, beri ASI peras dengan
menggunakan salah satu alternatif cara pemberian minum.
 Bila refleks menelan bayi tidak baik, pasang pipa lambung dan
beri ASI peras begitu suhu bayi mencapai 350C
 Periksa suhu bayi setiap jam. Bila suhu naik paling tidak 0,50C/jam,
berarti upaya menghangatkan berhasil, kemudian lanjutkan dengan
memeriksa suhu bayi setiap 2 jam.
 Setelah suhu tubuh bayi normal :
 Lakukan perawatan lanjutan untuk bayi
 Pantau bayi selama 12 jam kemudian, dan ukur suhunya tiap 3
jam.
 Pantau bayi selama 24 jam setelah penghentian antibiotika. Bila
suhu bayi tetap dalam batas normal dan bayi minum dengan baik
dan tidak ada masalah lain yang memerlukan perawatan di Rumah
Sakit, bayi dapat dipulangkan dan nasehati ibu bagaimana cara
menjaga agar bayi tetap hangat selama di rumah.
Penanganan hipotermia sedang (suhu tubuh 32-350C)
1. Ganti pakaian yang dingin dan basah dengan pakaian yang hangat,
memakai topi dan selimuti dengan selimut hangat.
2. Bila ada ibu/pengganti ibu, anjurkan menghangatkan bayi dengan
melakukan kontak kulit dengan kulit (perawatan bayi lekat)
3. Bila tidak ada :
Hangatkan kembali bayi dengan menggunakan alat pemancar panas.
Gunakan inkubator dan ruangan hangat bila perlu.

 Periksa suhu alat penghangat dan ruangan hangat, beri ASI peras
dengan menggunakan salah satu alternatif cara pemberian minum
dan sesuaikan pengaturan suhu.
 Hindari paparan panas yang berlebihan dan lebih sering mengubah
posisi bayi.
 Anjurkan ibu untuk menyusui lebih sering. Bila bayi tidak dapat
disusui, berikan ASI peras dengan menggunakan salah satu alternatif
cara memberikan minum.
4. Mintalah ibu untuk mengamati tanda kegawatan (misalnya gangguan
napas, kejang, tidak sadar) dan segera mencari pertolongan bila terjadi hal
tersebut.
5. Periksa suhu tubuh bayi setiap jam, bila suhu naik minimal 0,50C/jam,

166
berarti usaha menghangatkan berhasil, lanjutkan memeriksa suhu setiap 2
jam.
6. Bila suhu tidak naik atau naik terlalu pelan, kurang dari 0,50C/jam, cari
tanda sepsis.
7. Setelah suhu normal :
 Lakukan perawatan lanjutan untuk bayi.
 Pantau bayi selama waktu 12 jam berikutnya, periksa suhu setiap 3
jam.
8. Bila suhu tetap dalam batas normal dan bayi dapat minum dengan baik
serta tidak ada masalah lain yang memerlukan perawatan di Rumah Sakit,
bayi dapat dipulangkan. Nasehati ibu cara menghangatkan bayi di rumah.

SMF Ilmu Kesehatan Anak


Unit terkait
Instalasi Maternal Perinatal

167
PROSEDUR TETAP PELAYANAN PROFESI
MENERIMA BAYI BARU LAHIR
DENGAN TINDAKAN SEKSIO CAESAR (SC)
RSUD KOTA SURAKARTA

No. Dokumen No. Revisi Halaman


1 163-164

Ditetapkan,
Direktur

Prosedur Tetap Tanggal Terbit

Menerima bayi baru lahir dengan tindakan seksio caesaria (SC) dari kamar
Pengertian
operasi.
1. Melakukan resusitasi bayi baru lahir.
Tujuan
2. Mencegah hipotermi pada bayi.
3. Memindahkan bayi dari kamar operasi ke ruang perinatalogi.
Dilakukan pada :
Kebijakan
1. Bayi baru lahir dengan seksio caesar elekti/direncana di IBS.
2. Bayi baru lahir dengan seksio caesar secara darurat di UGD.
Bayi baru lahir dengan seksio caesar kiriman luar di ODC.
Dokter/ perawat menyiapkan alat:
Prosedur
1. Radient warmer.
2. Alat-alat resusitasi : 1 set ambubag, laringoskop, ET dengan ukuran 2,5; 3;
3,5.
3. Stetoskop.
4. Peralatan infus : selang infus, cairan, plester, gunting.
5. Obat-obat : adrenalin, dextrose 10%, bikarbonat natrikus, aquabidestilata.
6. Spuit 2%, 10cc, betadine, alkohol 70%, kasa alkohol, tali pengikat/ tali pusar
steril, 1 set pemotong tali pusat.
7. Flowmeter beserta selang oksigen.
8. Selang penghisap dan air hangat steril.
9. Pipa ukuran Fr 8 5 40 cm untuk menghisap lendir.
10. Selimut untuk alat resusitasi serta untuk membungkus bayi.
11. Status bayi.
12. Kertas untuk catatan.
13. Bantalan cap untuk stempel kaki.

168
Llangkah-langkah (dilakukan oleh dokter dan perawat) :
1. Peralatan disiapkan di ruang perinatalogi.
2. Peralatan dibawa disiapkan di ruangan tindakan.
3. Memakai baju operasi, masker dan topi.
4. Cuci tangan.
5. Memakai jas operasi steril.
6. Memakai handscone.
7. Memegang duk steril untuk menerima bayi.
8. Bila bayi lahir segera diterima dan dilakukan resusitasi di ruang tindakan
resusitasi.
9. Bila kondisi bayi baik, resusitasi berhasil, bayi dibawa ke ruang perinatalogi
dengan radiant warmer.
10. Bila kondisi bayi buruk, lakukan intubasi, siapkan obat-obatan bila diperlukan,
segera dibawa ke ruang perinatalogi.
11. Siapkan ruang NICU.
12. Petugas minimal 3 orang untuk menerima bayi baru lahir dengan tindakan.
13. Lapor ke bagian maternal ada pasien SC dan meminta no. CM dan surat
kelahiran.
Keluarga diminta ke ruang maternal untuk memberi nama lengkap.

SMF Ilmu Kesehatan Anak.


Unit terkait
Instalasi Maternal Perinatal.

169
PROSEDUR TETAP PELAYANAN PROFESI
RESUSITASI NEONATUS
RSUD KOTA SURAKARTA

No. Dokumen No. Revisi Halaman


1 216-218

Ditetapkan,
Direktur

Prosedur Tetap Tanggal Terbit


Dr. Sumartono Kardjo, M.Kes

NIP. 19590105 198903 1 002


Tindakan resusitasi adalah tindakan bantuan napas pada bayi baru lahir
Pengertian
menggunakan prinsip dasar resusitasi! ABCD
Memastikan saluran napas terbuka
1. Meletakkan bayi dalam poalai yang benar.
2. Mengisap mulut, kemudian hidung, kalau perlu trakea.
3. Bila perlu, masukkan pipa endotrakeal (ET) untuk memastikan pernapasan
tebuka.
Memulai pernapasan
1. Lakukan rangsangan taktil untuk memulai pernapasan.
2. Bila perlu memakai ventilasi tekanan positif (VTP) menggunakan sungkup
dan balon atau pipa ET dan balon.
Mempertahankan sirkulasi darah
1. Rangsang dan pertahankan sirkulasi darah dengan cara kompresi dada.
Memberikan obat-obatan sesuai indikasi
Bila perlu menggunakan obat-obatan untuk mempertahankan sirkulasi darah.
Tujuan 1. Memberikan rangsangan dan bantuan napas pada bayi baru lahir dengan
asfiksia.
2. Mempertahankan kelangsungan pemberian oksigen dan sirkulasi darah.
Kebijakan 1. Tindakan resusitasi merupakan tindakan life saving pada bayi baru lahir
dengan asfiksia.
2. Tindakan resusitasi pada bayi baru lahir harus dilakukan oleh tim yang
terkoordinasi dan yang telah ditunjuk.
3. Penanggung jawab resusitasi neonatus dari masing-masing tim harus
diketahui.

170
4. Perlu pelatihan secara periodik terhadap anggota tim sehingga tercapai
perawatan bayi yang efektif dan terkoordinasi
Persiapan alat
Prosedur
1. Periksa kelengkapan alat.
2. Lakukan pemasangan alat sesuai dengan fungsinya.
3. Lakukan pengujian peralatan yang ada, untuk menjaga keselamatan
bayi.
Penilaian awal setiap bayi baru lahir
1. Apakah air ketuban tanpa mekonium?
2. Apakah bayi bernapas atau menangis?
3. Apakah tonus otot baik?
4. Apakah kulit bayi berwarna merah muda?
5. Apakah umur kehamilan cukup bulan?
Bila semua pertanyaan jawabannya “ya”, bayi memerlukan perawatan rutin untuk
bayi baru lahir (lihat Protap Perawatan Bayi Baru Lahir).
Bila salah satu jawabannya “tidak”, bayi memerlukan beberapa langkah awal
resusitasi.
Langkah awal resusitasi (dilakukan dengan cepat dan diselesaikan dalam waktu
30 detik).
1. Jaga lingkungan yang hangat dan kering
2. Letakkan pada posisi yang benar dan bersihkan jalan napas, terutama bila
ada mekonium.
3. Bayi dikeringkan dan dilakukan stimulasi napas sambil dilakukan reposisi
kepala untuk membuka jalan napas.
4. Berikan oksige, bila perlu, untuk mengurangi sianosis.
Evaluasi langkah awal
1. Bila bayi bernapas dan denyut jantung > 100 kali/menit, kulit berwarna
merah muda, selanjutnya bayi memerlukan perawatan suportif.
2. Bila bayi tidak bernapas (apnea) atau denyut jantung <100 kali/menit, bayi
memerlukan tindakan selanjutnya (tahap 8-memulaikan pernapasan).
Ventilasi tekanan positif / VTP
1. Pilih ukuran sungkup sedemikian sehingga menutup mulut, hidung dan
ujung dagu, tapi tidak menutup mata.
2. Pastikan jalan napas bersih, lakukan isapan mulut dan hidung sekali lagi
untuk meyakinkan tidak ada sumbatan pada waktu melakukan bantuan
napas.
3. Letakkan kepala bayi pada posisi sedikit ekstensi untuk membuka jalan
napas.
4. Letakkan sungkup ke muka bayi dan rapatkan bantalan sungkup agar
tercapai tekanan positif yang diperlukan untuk mengembangkan paru.
5. Pompa balon resusitasi dengan tekanan pertam > 30 mm H2O, dengan
frekuensi 40-60 kali/menit.
Evaluasi VTP
1. Sementara denyut jantung meningkat kearah normal, tetap lanjutkan
ventilasi dengan kecepatan 40-60 kali/menit.
2. Bila denyut jantung stabil diatad 100 kali/menit, kecepatan dan tekanan
ventilasi diturunkan secara bertahap sambil dilakukan rangsangan agar
bayi bernapas.
3. Bila bayi sudah bernapas spontan dan denyut jantung telah mencapai
normal, bantuan ventilasi dapat dihentikan setelah denyut jantung dan
napas spontan adekuat.
4. Lanjutan pemberian oksigen arus bebas seperlunya agar bayi tetap
berwarna merah muda.
5. Bila denyut jantung tidak meningkat dan < 60 kali/menit, lakukan tahap
resusitasi C dengan melakukan kompresi dada.
Kompresi dada (dilakukan selama 30 detik)
1. Kompresi dada harus selalu dilakukan bersama VTP, dan harus
dilaksanakan terkoordinir dengan melakukan ventilasi setelah kompresi
ketiga (1:3), sehingga didapat frekuensi ventilasi 30 kali dan kompresi 90
kali/menit.

171
2. Evaluasi kompresi dada
 Bila denyut jantung > 60 kali/menit, kompresi dada dapat dihentikan
tapi VTP tetap dilanjutkan.
 Bila denyut jantung meningkat 100 kali/menit dan bayi mulai
bernapas spontan, VTP diturunkan secara perlahan-lahan.
 Bila denyut jantung tetap <60 kali/menit, lanjutkan ketahap
resusitasi D dengan memberikan pengobatan (epinefrin)
Intubasi endoteakheal
Tujuan :
1. Bila diperlukan mengisap mekonium langsung dari trakhea pada bayi lahir
dengan air ketuban bercampur mekonium disertai distres napas.
2. Memperbaiki ventilasi bayi dan memfasilitasi koordinasi ventilasi dan
kopresi dada.
3. Jalan untuk memberikan epinefrin.
Cara :
1. Latakkan bayi dengan posisi kepala sedikit ekstensi.
2. Stabilkan kepala bayi dengan tangan kanan. Oksigen aliran bebas harus
diberikan selama prosedur.
3. Masukkan daun laringoskop diatas sebelah kanan lidah, tekan lidah kesisi
kiri mulut, terus masukkan lagi daun laringoskop sampai ujung di valekula,
tepat dibawah lidah.
4. Angkat daun sedikit, mengangkat lidah sehingga tidak menghalangi
pandangan untuk memvisualisasikan daerah faring. Pada waktu
mengangkat daun, naikkan seluruh daun dengan menekan keatas searah
dengan pegangan laringoskop.
5. Visualisasikan glotis dengan memberikan tekanan kebawah pada krikoid.
6. Masukkan pipa endotrakheal dengan ukuran yang sesuai menggunakan
tangan kanan lewat sisi kanan mulut.
7. Fiksasi pipa ET dengan tangan kanan, dan keluarkan laringoskop dengan
tangan kiri.
8. Lakukan prosedur tersebut dalam 20 detik saja, bila dalam 20 detik pipa
endotrakheal belum berhasil dimasukkan, lakukan ventilasi dengan balon
dan sungkup sampai keadaan bayi stabil dan lanjutkan memasang pipa ET
kembali.
Pemberian epinefrin
Indikas :
1. Denyut jantung tetap < 60 kali/menit setelah dilakukan VTP selama 30
detik dilanjutkan kompresi dada bersama VTP selama 30 detik.
Cara pemberian
1. Dapat diberikan melalui pipa ET dan vena umbilikalis.
2. Melalui pipa ET : suntikkan epinefri langsung melalui pipa ET, kemudian
didorong ke paru-paru dengan melakukan VTP.
3. Melalui v. Umbilikalis :
 Pasang tali umbilikal secara longgar disekitar dasar tali pusat.
 Isi kateter 3,5F/5F dengan salin normal.
 Potong tali pusat secara steril dengan skalpel dibawah klem 1-2 cm
diatas garis kulit.
 Masukkan kateter ke v. Umbilikalis dengan arah ke atas menuju
kejantung, sedalam 2-4 cm sampai darah mengalir.
 Suntikkan epinefrin sesuia dosis (0,1-0,3 ml/kgbb larutan 1:10.000,
kemudian diikuti injeksi salin normal 0,5-1 ml).
 Bila dalam 30 detik denyut jantung tidak meningkat >60 kali/menit,
ulangi pemberian setian 3-5 menit.
 Bila bayi tampak lemah dan bikti ada pendarahan, pikirkan
kemungkinan hipovolemia dan asidosis metabolik.
Penanganan hipovelemia akut
1. Cairan yang direkomendasi adalah cairan kristaloid isotonik (selain normal,
ringer laktat, darah golongan O) dan pemberian paling mudah dari melalui
vena umbilikalis (boleh diberikan secara intraposseur).

172
2. Berikan dosis awal 10 ml/kgbb, bila belum ada perbaikan ulangi pemberian
10 ml/kgbb.
Penanganan asidosis metabolik
1. Rujuk
2. Pemberian natrium bikarbonat terlalau awal berbahaya. Jangan berikan
natrium bikarbonat, sebelum dilakukan ventilasi yang adekuat pada paru-
paru.
3. Setelah semua langkah resusitasi dilakukan dan belum ada perbaikan,
berikan natrium bikarbonat dengan dosis 2 mEq/kgbb (4 ml/kgbb larutan
4,2 %).
5. Cara pemberian : melalui v. Umbilikalis yang aliran darahnya baik,
diberikan secara lambat (tidak lebih dari 1 mEq/kgbb/menit).
SMF Ilmu Kesehatan Anak
Unit terkait
Kebidanan dan Kandungan
Instalasi Maternal-Perinatal
Instalasi Rawat Darurat

173

Anda mungkin juga menyukai