Anda di halaman 1dari 6

Anindita dan Hanna Mutiara | Filariasis: Pencegahan Terkait Faktor Risiko

Filariasis : Pencegahan Terkait Faktor Risiko


Anindita1, Hanna Mutiara2
1
Mahasiswa, Fakultas Kedokteran, Universitas Lampung
2
Bagian Parasitologi, Fakultas Kedokteran, Universitas Lampung

Abstrak
Filariasis adalah penyakit menular yang disebabkan oleh cacing Filaria sp. yang menyerang saluran dan kelenjar getah
bening. Gejala klinis terdiri dari gejala akut (limfadenitis, limfangitis, adenolimfangitis, demam, sakit kepala, serta abses) dan
gejala kronik (limfedema, lymph scrotum, kiluri, dan hidrokel). Penyakit ini diperkirakan dapat menyerang 1.1 milyar
penduduk, terutama di daerah tropis seperti Indonesia, dan beberapa daerah subtropis. Di Indonesia, filariasis paling sering
disebabkan oleh tiga spesies, yaitu Wuchereria Bancrofti, Brugia Malayi, dan Brugia Timori. Jumlah kasus yang dilaporkan
meningkat dari 6.571 kasus pada tahun 2002 menjadi 14.932 kasus pada tahun 2014. Penularan filariasis terjadi apabila ada
lima unsur utama sebagai sumber penular yaitu reservoir (manusia dan hewan), parasit (cacing), vektor (nyamuk), host
(manusia yang rentan), dan lingkungan (fisik, biologik, ekonomi dan social budaya). Faktor risiko yang memicu filariasis
antara lain adalah manusia (umur, jenis kelamin, imunitas, ras), nyamuk (perilaku, frekuensi menggigit, siklus gonotrofik),
lingkungan (fisik, biologi, ekonomi dan sosial budaya), dan agen (cacing filaria). Simpulan: Pencegahan filariasis secara umum
dapat dilakukan dengan cara edukasi (penyuluhan), identifikasi vektor (waktu dan tempat menggigit), pengendalian vektor
(perubahan konstruksi lingkungan), serta pengobatan yang dapat dilakukan secara masal maupun individu. [JK Unila. 2016;
1(2): 393-398]

Kata kunci: faktor resiko, filariasis, pencegahan

Filariasis : Prevention Related to Risk Factor


Abstract
Filariasis is a contagious disease caused by Filaria sp. worm that attack channels and lymph nodes. Clinical symptoms consist
of acute symptoms (lymphadenitis, lymphangitis, adenolimfangitis, fever, headache, and abscesses) and chronic symptoms
(lymphedema, lymph scrotum, kiluri, and hydrocele). Estimated that 1.1 billion people are at risk for infection, especially in
tropical areas and some subtropical area. In Indonesia, filariasis most frequently caused by three species; Wuchereria
Bancrofti, Brugia Malayi, and Brugia Timori. The number of reported cases increased from 6.571 cases in 2002 to 14.932
cases in 2014.Filariasis contagion occurs if there are five main elements as the source of contagion such as a reservoir
(human and animal), parasite (worm), vector (mosquito), host (human who are vulnerable), and environment (physical,
biological, economic and social-cultural). The risk factors that triggered filariasis are human (age, sex, immunity, race),
mosquito (behavior, bite frequency, gonotrofik cycle), environment (physical, biological, economic and social-cultural), and
agent (filarial worm). Conclution: The prevention of filariasis in general can be done by educating (counseling), vector
identification (time and bite place), vector control (change of environmental construction), and treatments that can carry
out en masse or individually. [JK Unila. 2016; 1(2): 393-398]

Keywords: filariasis, prevention, risk factors

Korespondensi: Anindita | Jl. Imam Bonjol Gg. Batu Kalam No. 45 Kemiling Bandar Lampung | HP. 081273884264 |
e-mail: fairuz.quzwain@yahoo.com

Pendahuluan di seluruh provinsi di Indonesia. Berdasarkan


Filariasis adalah penyakit menular yang data jumlah kasus klinis filariasis yang
disebabkan oleh cacing Filaria sp. yang dapat dilaporkan dari tahun ke tahun menunjukkan
menyerang kelenjar dan saluran getah bening. adanya peningkatan.2 Dalam 12 tahun terakhir
Penyakit ini dapat merusak limfe, menimbulkan dari tahun 2002 jumlah kasus yang dilaporkan
pembengkakan pada tangan, kaki, glandula sebanyak 6.571 kasus, meningkat pada tahun
mammae, dan scrotum, menimbulkan 2014 sebanyak 14.932 kasus. Tiga provinsi
kecacatan serta stigma negatif bagi penderita dengan kasus terbanyak berturut-turut adalah
dan keluarganya. Penyakit ini berdampak pada Nusa Tenggara Timur sebanyak 3.175 orang,
penurunan produktivitas kerja, menambah Nangroe Aceh Darussalam sebanyak 2.375
beban keluarga dan menimbulkan kerugian orang dan Papua Barat sebanyak 1.765 orang.
ekonomi bagi negara yang tidak sedikit.1 Di Indonesia penyakit tersebut lebih banyak
Penyakit ini diperkirakan dapat ditemukan di pedesaan.3
menyerang 1.1 milyar penduduk, terutama di Filariasis disebabkan oleh cacing Filaria
daerah tropis seperti Indonesia, dan beberapa sp. pada manusia, yaitu Wuchereria bancrofti,
daerah subtropis. Filariasis tersebar luas hampir Brugia malayi, Brugia timori, Loa loa,
Onchocerca volvulus, Acanthocheilonema
JK Unila | Volume 1 | Nomor 2| Oktober 2016 393
Anindita dan Hanna Mutiara | Filariasis: Pencegahan Terkait Faktor Risiko

perstants, Mansonella azzardi. Yang terpenting akan masuk melalui lubang bekas tusukan
ada tiga spesies, yaitu: W.bancrofti, B.malayi, nyamuk di kulit dan selanjutnya akan
dan B.timori.4 Tipe B.malayi yang dapat hidup bergerak mengikuti saluran limfa. Sebelum
pada hewan merupakan sumber infeksi utama menjadi cacing dewasa, larva infektif tersebut
bagi manusia.5 akan mengalami perubahan bentuk sebanyak
Manusia yang mengandung parasit dapat dua kali. Larva L3 (masa inkubasi ekstrinsik
menjadi sumber infeksi bagi orang lain yang dari parasit) Brugia malayi memerlukan
rentan. Biasanya pendatang baru ke daerah waktu 3,5 bulan untuk menjadi cacing
endemis lebih rentan terkena infeksi filariasis dewasa.6
dan mengalami gejala klinis lebih berat Gejala klinis filariasis terdiri dari gejala
dibandingkan penduduk asli. Pada umumnya klinis akut dan kronis. Gejala akut berupa
laki-laki lebih sering terkena infeksi limfadenitis, limfangitis, adenolimfangitis yang
dapat diserti demam, sakit kepala, rasa lemah
dibandingkan perempuan karena lebih banyak
serta dapat pula menjadi abses. Abses dapat
kesempatan untuk mendapat paparan infeksi
pecah yang selanjutnya dapat menimbulkan
(exposure). Wanita umumnya mengalami gejala
parut, terutama di daerah ketiak dan lipat
klinis lebih ringan dibandingkan laki-laki karena
paha.9
pekerjaan fisik yang lebih ringan.5 Penularan
Gejala kronik berupa limfedema, lymph
filariasis dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu
scrotum, kiluri, dan hidrokel. Limfedema
sumber penular (manusia dan hewan sebagai
adalah pembengkakan yang disebabkan oleh
reservoir), parasit (cacing), vektor (nyamuk),
gangguan pengaliran getah bening kembali ke
manusia yang rentan (host), lingkungan (fisik,
dalam darah. Lymph scrotum adalah
biologik, ekonomi dan sosial budaya).6
pelebaran saluran limfe superfisial pada kulit
Terdapat berbagai faktor risiko yang
scrotum. Ditemukan juga vesikel dengan
dapat memicu timbulnya kejadian filariasis.
ukuran bervariasi pada kulit, yang dapat pecah
Faktor tersebut yaitu faktor manusia dan
dan membasahi pakaian.10 Kiluria adalah
nyamuk, lingkungan dan agen. Untuk
kebocoran yang terjadi akibat pecahnya
mengurangi tingkat kejadian filariasis diperlukan
saluran limfe dan pembuluh darah di ginjal
adanya upaya pencegahannya yakni dengan
(pelvis renalis).9 Hidrokel adalah
meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang
pembengkakan yang terjadi pada skrotum
filariasis melalui kegiatan penyuluhan yang
karena terkumpulnya cairan limfe di dalam
sederhana dan dapat diaplikasikan dalam
tunica vaginalis testis.10
kehidupan sehari-hari seperti menghindari
Gejala klinis tersebut dapat timbul
kontak dengan vektor penyakit filariasis yaitu
karna dipengaruhi oleh beberapa faktor.
nyamuk.7
Faktor-faktor resiko kejadian filariasis adalah
sebagai berikut:10
Isi
1. Faktor Manusia dan Nyamuk (Host)
Filariasis adalah penyakit menular yang
a. Manusia
disebabkan oleh cacing Filaria sp. dan ditularkan
1) Umur
oleh nyamuk Mansonia sp., Anopheles sp., Culex
Filariasis dapat menyerang semua
sp., dan Armigeres sp. Cacing Filaria sp. hidup
kelompok umur. Pada dasarnya setiap
dan menetap di saluran dan kelenjar getah
orang memiliki risiko yang sama untuk
bening yang dapat timbulkan manifestasi klinik
tertular apabila mendapat tusukan
akut berupa demam berulang, peradangan
nyamuk infektif (mengandung larva
saluran dan saluran kelenjar getah bening. Pada
stadium 3) ribuan kali.
stadium lanjut filariasis dapat menimbulkan
2) Jenis Kelamin
manifestasi berupa pembesaran kaki, lengan,
Laki-laki maupun perempuan dapat
payudara dan alat kelamin.8
terserang penyakit filariasis, tetapi laki-
Filaria sp. memiliki siklus hidup sehingga
dapat menginfeksi manusia dan menimbulkan laki memiliki Insidensi lebih tinggi
gejala. Siklus tersebut dimulai dari dalam tubuh daripada perempuan karena pada
nyamuk sampai menimbulkan penyakit filariasis umumnya laki-laki lebih sering terpapar
adalah sebagai berikut: di dalam tubuh nyamuk dengan vektor karena pekerjaannya.
betina, mikrofilaria yang ikut terhisap waktu 3) Imunitas
menghisap darah akan melakukan penetrasi Orang yang pernah terinfeksi filariasis
pada dinding lambung dan berkembang di sebelumnya tidak terbentuk imunitas
dalam thorax hingga menjadi larva infektif yang dalam tubuhnya terhadap filaria,
akan berpindah ke proboscis. Larva infektif (L3) demikian pula yang tinggal di daerah
JK Unila | Volume 1 | Nomor 2| Oktober 2016 394
Anindita dan Hanna Mutiara | Filariasis: Pencegahan Terkait Faktor Risiko

endemis biasanya tidak mempunyai Perilaku nyamuk berdasarkan obyek


imunitas alami terhadap penyakit filariasis. yang digigit dapat diklasifikasikan
Pada daerah endemis, tidak semua orang menjadi antropofilik, zoofilik, dan
yang terinfeksi filariasis menunjukkan indiscriminate biters. Perilaku nyamuk
gejala klinis. Seseorang yang terinfeksi yang lebih suka menggigit manusia
filariasis tetapi belum menunjukkan gejala disebut antropofilik, sedangkan
klinis biasanya telah mengalami perubahan perilaku nyamuk yang lebih suka
patologis dalam tubuhnya. menggigit hewan disebut zoofilik, dan
4) Ras perilaku nyamuk tanpa kesukaan
Penduduk pendatang pada daerah tertentu terhadap hospes disebut
endemis filariasis memiliki risiko terinfeksi Indiscriminate biters/indiscriminate
filariasis lebih besar dibanding penduduk feeders.10
asli. Penduduk pendatang dari daerah 2). Frekuensi menggigit manusia
non endemis ke daerah endemis, Frekuensi nyamuk menghisap darah
biasanya menunjukan gejala klinis yang tergantung jenis spesiesnya dan
lebih berat walaupun pada pemeriksaan dipengaruhi oleh suhu dan kelembaban.
darah jari mikrofilia yang terdeteksi hanya Untuk iklim tropis biasanya siklus ini
sedikit. berlangsung selama sekitar 48-96 jam.10
3). Siklus gonotrofik
b. Nyamuk Siklus gonotrofik yaitu waktu yang
Nyamuk termasuk serangga yang diperlukan untuk proses pematangan
melangsungkan siklus kehidupan di air. Siklus telur. Waktu ini juga merupakan interval
hidup nyamuk akan terputus apabila tidak menggigit nyamuk.10
terdapat air. Sekali bertelur nyamuk dewasa 2. Lingkungan (Environment)
dapat menghasilkan ± 100-300 butir, dengan Lingkungan sangat mempengaruhi
ukuran sekitar 0,5 mm. Setelah 1-2 hari telur distribusi kasus filariasis dan mata rantai
akan menetas jadi jentik, 8-10 hari menjadi penularannya. W.Bancrofti tipe perkotaan
kepompong (pupa), dan 1-2 hari menjadi (urban) memiliki daerah endemis di daerah-
nyamuk dewasa. Nyamuk jantan akan terbang daerah perkotaan yang kumuh, padat
disekitar perindukkannya dan makan cairan penduduk dan banyak genangan air kotor
tumbuhan yang ada disekitarnya. Makanan sebagai habitat dari vektor yaitu nyamuk C.
nyamuk betina yaitu darah, yang dibutuhkan Quinquefasciatus. Daerah endemis
untuk pertumbuhan telurnya.11 Beberapa aspek W.Bancrofti tipe pedesaan (rural) memiliki
penting dari nyamuk adalah: kondisi lingkungan yang secara umum sama
1). Perilaku nyamuk dengan daerah endemis B.Malayi yaitu di
a). Tempat hinggap atau beristirahat daerah sungai, hutan, rawa-rawa, sepanjang
Perilaku nyamuk berdasarkan tempat sungai atau badan air lain yang ditumbuhi
hinggap atau istirahatnya dapat tanaman air.11 Pada dasarnya, lingkungan
diklasifikasikan menjadi eksofilik dan hidup manusia terbagi menjadi dua yaitu,
endofilik. Perilaku nyamuk yang lebih lingkungan hidup internal dan eksternal.
suka hinggap atau beristirahat di luar Lingkungan hidup internal merupakan suatu
rumah disebut eksofilik, sedangkan keadaan yang dinamis dan seimbang,
perilaku nyamuk yang lebih suka sedangkan lingkungan hidup eksternal
hinggap atau beristirahat di dalam merupakan lingkungan di luar tubuh manusia
rumah disebut endofilik. yang terdiri atas beberapa komponen, antara
b). Tempat menggigit lain:12
Perilaku nyamuk berdasarkan tempat a.Lingkungan Fisik
menggigitnya dapat diklasifikasikan Yang termasuk lingkungan fisik antara lain
menjadi eksofagik dan endofagik. kondisi geografik dan keadaan musim.
Perilaku nyamuk yang lebih suka Lingkungan fisik bersifat abiotik atau benda
menggigit di luar rumah disebut mati seperti suhu, kelembaban, angin,
eksofagik, sedangkan perilaku nyamuk hujan, tempat berkembangbiak nyamuk,
yang lebih suka menggigit di dalam kondisi rumah, dll.
rumah disebut endofagik. 1). Suhu udara
c). Obyek yang digigit

JK Unila | Volume 1 | Nomor 2| Oktober 2016 395


Anindita dan Hanna Mutiara | Filariasis: Pencegahan Terkait Faktor Risiko

Suhu udara berpengaruh terhadap Pemasangan kawat kasa pada


pertumbuhan, masa hidup serta ventilasi dapat memperkecil risiko
keberadaan nyamuk.10 kontak antara nyamuk yang berada
2). Kelembaban udara di luar rumah dengan penghuni
Kelembaban udara dapat rumah, dimana nyamuk sulit untuk
berpengaruh terhadap masa hidup, masuk ke dalam rumah.10
pertumbuhan, dan keberadaan b. Lingkungan Biologi
nyamuk. Kelembaban yang rendah Faktor lingkungan biologis yang
akan memperpendek umur nyamuk mempunyai peran penting dalam proses
sedangkan pada kelembaban yang terjadinya penyakit selain bakteri dan virus
tinggi nyamuk menjadi lebih aktif dan patogen adalah perilaku manusia, bahkan
lebih sering menggigit, sehingga akan dapat dikatakan penyakit kebanyakan
meningkatkan risiko penularan.10 timbul akibat perilaku manusia. Maka
3). Angin dapat dikatakan bahwa orang yang tinggal
Salah satu faktor yang menentukan di rumah yang memiliki tumbuhan air
jumlah kontak antara manusia dan mempunyai risiko untuk terjadinya
nyamuk adalah kecepatan angin. penularan penyakit filariasis.13
Kecepatan angin pada saat matahari c. Lingkungan Sosial, Ekonomi, dan Budaya
terbit dan terbenam menentukan Lingkungan sosial, ekonomi dan budaya
waktu terbang nyamuk ke dalam atau adalah lingkungan yang timbul sebagai
keluar rumah. Arah angin juga dapat akibat adanya interaksi antar manusia,
mempengaruhi jarak terbang nyamuk termasuk perilaku, adat istiadat, budaya,
(flight range). Jarak terbang nyamuk kebiasaan dan tradisi penduduk. Faktor
Anopheles biasanya tidak lebih dari 2- yang perlu untuk diperhatikan adalah
3 km dari tempat perindukannya. Bila kebiasaan bekerja di kebun pada malam
ada angin yang kuat nyamuk hari atau kebiasaan keluar pada malam
Anopheles bisa terbawa sampai 30 hari, atau pola tidur karena berkaitan
km.10 dengan intensitas kontak vektor (bila
4). Hujan vektornya menggigit pada malam hari).13
Hujan dapat mempengaruhi proses 1. Kebiasaan keluar rumah
perkembangan larva nyamuk menjadi Kebiasaan berada di luar rumah
bentuk dewasa. Jenis hujan, jumlah sampai
hari hujan, derasnya hujan, jenis larut malam dapat berpengaruh
vektor dan jenis tempat apabila
perkembangbiakan (Breeding place) vektor bersifat eksofilik dan eksofagik
menentukan besar atau kecilnya yang akan memudahkan vektor
pengaruh. 10 berkontak dengan manusia.13
5). Tempat perkembangbiakan nyamuk 2. Pemakaian kelambu
Nyamuk dapat berkembang biak pada Kelambu sangat efektif dan berguna
genangan air, baik air tawar maupun untuk mencegah kontak antara
air payau, tergantung dari jenis vektor dengan manusia.13
nyamuknya.10 3. Obat anti nyamuk
6). Keadaan dinding Penggunaan obat nyamuk semprot,
Keadaan dinding rumah berhubungan obat nyamuk bakar, mengoles kulit
dengan kegiatan penyemprotan dengan obat anti nyamuk, atau
rumah (indoor residual spraying) dengan cara memberantas nyamuk
karena insektisida yang disemprotkan diketahui efektif untuk mencegah
ke dinding akan terserap oleh dinding kontak antara vektor dengan
rumah sehingga saat nyamuk hinggap manusia.14
di dinding rumah, nyamuk tersebut 4. Pekerjaan
akan mati akibat kontak dengan Pekerjaan yang dilakukan pada jam-
insektisida. Dinding rumah yang jam nyamuk mencari darah dapat
terbuat dari kayu memiliki risiko lebih berisiko untuk terkena filariasis,
besar untuk masuknya nyamuk.10 diketahui bahwa pekerjaan pada
7).Pemasangan kawat kasa malam hari ada hubungan dengan
kejadian filariasis.14

JK Unila | Volume 1 | Nomor 2| Oktober 2016 396


Anindita dan Hanna Mutiara | Filariasis: Pencegahan Terkait Faktor Risiko

5. Pendidikan kakus yang terbuka, ban-ban bekas,


Tingkat pendidikan sebenarnya tidak batok kelapa dan membunuh larva
berpengaruh langsung terhadap dengan larvasida apabila penularan
kejadian filariasis tetapi umumnya terjadi oleh nyamuk yang menggigit
berpengaruh terhadap jenis pekerjaan pada malam hari di dalam rumah. Jika
dan perilaku kesehatan seseorang.14 ditemukan Mansonia sp. sebagai
3. Agent vektor pada suatu daerah, tindakan
Filariasis di Indonesia disebabkan oleh yang dilakukan adalah dengan
tiga spesies cacing filarial, yaitu: W.Bancrofti, membersihkan kolam-kolam dari
B.Malayi, B.Timori. Cacing filarial baik limfatik tumbuhan air yang menjadi sumber
maupun non limfatik, mempunyai ciri khas yang oksigen bagi larva tersebut.10
sama sebagai berikut: dalam reproduksinya c. Pengendalian vektor jangka panjang
cacing filarial tidak mengeluarkan telur tetapi mungkin memerlukan perubahan
mengeluarkan mikrofilaria (larva cacing), dan konstruksi rumah dan termasuk
ditularkan oleh Arthropoda (nyamuk). Daerah pemasangan kawat kasa serta
endemis filariasis pada umumnya terdapat di pengendalian lingkungan untuk
daerah dataran rendah, terutama di pedesaan, memusnahkan tempat
pantai, pedalaman, persawahan, rawa-rawa dan perkembangbiakan nyamuk.10
hutan.10 d. Melakukan pengobatan dengan
Penatalaksanaan untuk pasien filariasis terbagi menggunakan diethilcarbamazine
menjadi dua yaitu perawatan umum dan citrate.10
pengobatan spesifik. Perawatan umum meliputi e. Pencegahan massal melalui kontrol
istirahat yang cukup, antibiotik bila terjadi vektor (nyamuk) dapat dilakukan,
infeksi sekunder dan abses serta pengikatan namun hal ini terbukti tidak efektif
didaerah pembendungan untuk mengurangi mengingat masa hidup parasit yang
edema. Pengobatan spesifik meliputi panjang sekitar 4-8 tahun. Baru-baru
pengobatan untuk infeksi dan pengobatan ini diberikan pengobatan dosis
untuk penyakitnya. Untuk pengobatan infeksi tunggal, satu kali per tahun, dengan
dilakukan dengan tujuan menurunkan angka dua regimen obat yaitu Albendazol
mikrofilaremia pada komunitas dengan 400 mg dan Ivermectin 200mg/kgBB.16
pemberian Dietilcarbamazine (DEC) f. Pencegahan individu dengan
6mg/KgBB/hari selama 12 hari.15 mengurangi kontak dengan nyamuk
Pencegahan filariasis berdasarkan faktor melalui penggunaan kelambu, obat
risiko dapat dilakukan dengan cara sebagai oles anti nyamuk, serta insektisida.16
berikut: 10
a. Memberikan penyuluhan di daerah Ringkasan
endemis mengenai cara penularan dan Filariasis adalah penyakit menular
cara pengendalian vektor nyamuk.10 kronis yang disebabkan oleh cacing Filaria sp.
b. Mengidentifikasi vektor dengan yang dapat menyerang saluran dan kelenjar
mendeteksi adanya larva infektif dalam getah bening. Gejala klinis filariasis terdiri dari
nyamuk dengan menggunakan umpan gejala akut dan kronis. Gejala akut berupa
manusia; mengidentifikasi tempat dan limfadenitis, limfangitis, adenolimfangitis yang
waktu menggigit nyamuk serta tempat dapat disertai demam, sakit kepala, rasa
perkembangbiakannya secara tepat. lemah serta dapat pula menjadi abses. Gejala
Tindakan pencegahan yang dapat kronik berupa limfedema, lymph scrotum,
dilakukan apabila penularan terjadi oleh kiluri, dan hidrokel. Banyak faktor risiko yang
nyamuk yang menggigit pada malam mampu memicu timbulnya kejadian filariasis.
hari di dalam rumah adalah dengan Faktor tersebut yaitu faktor manusia dan
penyemprotan menggunakan pestisida nyamuk, lingkungan serta agen. Faktor
residual, memasang kawat kasa, tidur manusia sebagai host dalam hal ini
dengan menggunakan kelambu (lebih dipengaruhi oleh umur, jenis kelamin,
baik jika sudah dicelup dengan imunitas, dan ras. Faktor nyamuk dipengaruhi
insektisida piretroid), memakai obat oleh pengetahuan mengenai kepadatan
gosok anti nyamuk (repellents) dan nyamuk dan vektor. Faktor lingkungan sangat
membersihkan tempat mempengaruhi distribusi kasus filariasis dan
perkembangbiakan nyamuk seperti mata rantai penularannya, karena masing-

JK Unila | Volume 1 | Nomor 2| Oktober 2016 397


Anindita dan Hanna Mutiara | Filariasis: Pencegahan Terkait Faktor Risiko

masing vektor memiliki habitat yang berbeda- 8. Chin J. Pemberantasan Penyakit Menular.
beda. Faktor agen, filariasis di Indonesia Editor: dr. I. Nyoman Kandun, CV.
disebabkan oleh tiga spesies cacing filarial, yaitu Infomedika, Edisi 17 Cetakan II. Jakarta:
W.Bancrofti, B.Malayi, B.Timori. pengobatan CV. Infomedika; 2006.
spesifik penyakit filariasis dengan pemberian 9. Depkes RI. Epidemiologi Filariasis.
Dietilcarbamazine (DEC) 6mg/KgBB/hari selama Jakarta: Ditjen PP & PL; 2006.
12 hari. Pencegahan filariasis dapat dilakukan 10. Depkes RI. Pedoman Penatalaksanaan
dengan meningkatkan pengetahuan masyarakat Kasus Klinis Filariasis. Jakarta: Ditjen PP &
tentang filariasis melalui kegiatan penyuluhan PL; 2006.
yang sederhana dan dapat diaplikasikan dalam 11. Depkes RI. Ekologi dan Aspek Vektor.
kehidupan sehari-hari seperti menghindari Jakarta: Direktorat Jenderal PP & PL;
kontak dengan vektor penyakit filariasis yaitu 2007.
nyamuk, diantaranya menggunakan kelambu, 12. Chandra B. Pengantar Kesehatan
menutup ventilasi rumah dengan kawat kasa, Lingkungan. Jakarta: Penerbit Buku
dan menggunakan anti nyamuk. Kedokteran EGC; 2007.
13. Notoatmodjo S. Kesehatan Masyarakat
Simpulan Ilmu dan Seni. Jakarta: Rhineka Cipta;
Faktor–faktor risiko terjadinya penyakit 2007.
filariasis adalah faktor manusia, nyamuk, 14. Maharani A, Febrianto B. Studi Faktor
lingkungan dan agen. Upaya pencegahannya Risiko Filariasis di Desa Samborejo,
dengan memberikan penyuluhan, melakukan Kecamatan Tirto Kabupaten Pekalongan.
penyemprotan, menggunakan pestisida Jawa tengah: Rinbinkes; 2006.
residual, memasang kawat kasa, tidur dengan 15. Depkes RI. Pedoman Pengobatan Massal
menggunakan kelambu memakai obat gosok Filariasis. Jakarta: Departemen Kesehatan
anti nyamuk (repellents) dan membersihkan RI; 2006.
tempat perkembangbiakan nyamuk seperti 16. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I,
kakus yang terbuka, ban-ban bekas, batok Simadibrata M, Setiati S. Buku Ajar Ilmu
kelapa dan membunuh larva dengan larvasida. Penyakit Dalam jilid 1 edisi VI. Jakarta:
Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam
Daftar Pustaka FKUI; 2014.
1. Depkes RI. Pedoman Program Eliminasi
Filariasis Di Indonesia. Jakarta: Direktorat
Jenderal PP & PL; 2008.
2. Depkes RI. Filariasis di Indonesia. Buletin
Jendela Epidemiologi Volume 1. Jakarta:
Direktorat Jenderal PP & PL; 2010.
3. Kemenkes RI. Menuju Eliminasi Filariasis
2020. Jakarta: Pusat Data dan Informasi
Kementrian Kesehatan RI; 2015.
4. Restila R. Perbedaan Faktor Risiko Kejadian
Filariasis di Wilayah Kerja Puskesmas
Andalas dan Puskesmas Padang Pasir Kota
Padang Tahun 2011. Padang[SKRIPSI]:
PSIKM FK Unand; 2011.
5. Tim Editor Fakultas Kedokteran UI.
Parasitologi Kedokteran Edisi Keempat
Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2009.
6. Depkes RI. Pedoman Pengendalian
Filariasis. Jakarta: Direktorat Jenderal PP &
PL; 2005.
7. Syuhada Y, Nurjazuli, & Nur EW. Studi
Kondisi Lingkungan Rumah dan Perilaku
Masyarakat Sebagai Faktor Risiko Kejadian
Filariasis di Kecamatan Buaran dan Tirto
Kabupaten Pekalongan Vol. II, No 1. Jawa
Tengah: JKLI; 2012.

JK Unila | Volume 1 | Nomor 2| Oktober 2016 398

Anda mungkin juga menyukai