Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PRAKTIKUM

GETARAN

OLEH:
KELOMPOK 3
KELAS ILMU GIZI
ZUHELVIYANI K21116306
SYARIFAH NURHALIMA K21116305
ANDI AISYAH AINUN K21116309
ENDAH TRIASTY DININGRUM K21116307
HUSNUL AINI K21116304
SIH WENING SHIVANELA K21116302
NUR AIZAH GIAN K21116310
SARAH JUNIAR K21116303
AULIA MAGHFIRAH K21116308
ESZHA WIDNATUSIFAH K21116301

PROGRAM STUDI ILMU GIZI


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2018
KATA PENGANTAR
Segala puji kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan
karunia yang diberikan, sehingga Laporan Praktikum Getaran ini bisa terselesaikan
dengan baik. Adapun laporan ini kami susun sebagai bagian dari tugas mata kuliah
Praktikum Dasar Kesehatan Masyarakat
Dalam penyusunan laporan ini, saya mengucapkan terima kasih sebesar-
besarnya kepada semua pihak yang telah membantu terselesaikannya laporan ini.
Baik itu dukungan moral ataupun moril.
Kami selaku penyusun menyadari bahwa laporan praktikum ini belum dapat
dikatakan sempurna. Untuk itu, kami dengan sangat berharap kritik dan saran dari
pembaca sekalian. Semoga laporan praktikum ini bermanfaat untuk kita semua.

Makassar, 21 Mei 2018

Kelompok 3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) merupakan suatu permasalahan
yang banyak menyita perhatian berbagai organisasi saat ini karena mencakup
permasalahan segi perikemanusiaan, biaya dan manfaat ekonomi, aspek
hukum, pertanggungjawaban serta citra organisasi itu sendiri. Kecelakaan
kerja sendiri sering terjadi akibat kurang dipenuhinya persyaratan dalam
pelaksanaan keselamatan dan kesehatan kerja. Dalam hal ini pemerintah
sebagai penyelenggara negara telah memberikan perlindungan kepada
tenaga kerja. Hal ini direalisasikan pemerintah dengan dikeluarkannya
peraturan-peraturan seperti : UU RI No. 1 Tahun 1970 tentang keselamatan
kerja, Undang-undang No. 3 Tahun 1992 Tentang Jaminan Sosial Tenaga
Kerja (JAMSOSTEK), dan Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. 5 Tahun 1996
mengenai sistem manajemen K3. Walaupun pemerintah telah memberi
jaminan kepada tenaga kerja, namun kecelakaan kerja harus tetap dihindari
(Soputan, 2014).
Kesehatan kerja sesuai dengan UU kesehatan tahun 1992 pasal 23 yaitu,
kesehatan kerja meliputi pelayanan kesehatan kerja, pencegahan penyakit
akibat kerja, dan syarat kesehatan kerja yang wajib diselenggarakan setiap
tempat kerja untuk mewujudkan produktivitas kerja yang optimal. Pekerja di
Indonesia tahun 2014 sesuai data dari Badan Statistik Pusat (BPS) sebanyak
47,5 juta orang (40,19 persen) bekerja pada kegiatan formal dan 70,7 juta orang
orang (59,81 persen) bekerja pada kegiatan informal (Mastha, dkk., 2015).
Menurut Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor 13
Tahun 2011 tentang Nilai Ambang Batas Faktor Fisika di Tempat Kerja,
getaran adalah gerakan yang teratur dari benda atau media dengan arah bolak-
balik dari kedudukan keseimbangannya. Keseimbangan yang dimaksud adalah
keadaan dimana suatu benda berada pada posisi diam jika tidak ada gaya yang
bekerja pada benda tersebut. Getaran mempunyai amplitudo (jarak simpangan
terjauh dengan titik tengah) yang sama. Menurut Menteri Negara Lingkungan
Hidup dalam surat keputusan No. 49 tahun 1996 tentang Baku Tingkat
Getaran, getaran adalah gerakan bolak-balik suatu massa melalui keadaan
setimbang terhadap suatu titik acuan, sedangkan yang dimaksud dengan
getaran mekanik adalah getaran yang ditimbulkan oleh sarana dan peralatan
kegiatan manusia.
Seperti yang dilansir dari gsa.gov, sekitar 2,5 juta pekerja di Amerika
Serikat menderita hand-arm vibration syndrome (HAVS) akibat penggunaan
peralatan mekanis yang menimbulkan getaran setiap harinya di tempat kerja.
Para pekerja yang terpapar alat-alat kerja yang bergetar dalam jangka waktu
yang cukup lama berpotensi besar mengalami gangguan fungsi tangan. Jika hal
ini dibiarkan maka akan berdampak pada kerusakan pembuluh darah,
kehilangan sensoris secara permanen, kerusakan tulang dan otot menjadi
lemah. HAVS merupakan penyakit yang terjadi akibat getaran mekanis yang
menyerang tangan dan lengan pekerja. Adapun gejala yang ditimbulkan yaitu
gejala vaskuler yang biasa dikenal dengan fenomena Raynaud, gejala ini
ditandai dengan pemucatan jari-jari (jari-jari memutih dan menjadi dingin).
Jari-jari tersebut kemudian berubah warna jadi kebiruan akibat kurangnya
suplai oksigen, dan kemudian menjadi memerah. Gejala ini berselang beberapa
menit hingga beberapa jam, gejala ini dapat dirangsang dengan pekerja
menyentuh benda dingin. Gejala lain yang ditimbulkan yaitu gejala
sensorineural yang timbul rasa baal/kesemutan pada satu atau lebih jari.
Tingkat gejala sensorineural yang dirasakan tiap penderita bisa berbeda-beda.
Risiko HAVS ini dapat dialami oleh pekerja yang bekerja di bidang konstruksi
dan pemeliharaan jalan raya atau jalur kereta api, konstruksi dan
pembongkaran bangunan, manufaktur, pengecoran logam, pertambangan,
perakitan dan perbaikan kendaraan bermotor, dan lain-lain. Seorang pekerja
akan berisiko tinggi terkena HAVS jika secara rutin mengoperasikan:
palu/pahat listrik atau bor listrik lebih dari 15 menit per hari, penggunaan mesin
berputar atau penggunaan peralatan/mesin yang bergetar lainnya selama lebih
dari 1 jam per hari.
Di Indonesia pun juga terjadi kejadian HAVS seperti yang terjadi
Kelurahan Bukir, Kecamatan Gadingrejo, Kota Pasuruan yang terkenal dengan
industri mebelnya. Pada sektor informal industri mebel kayu tidak lepas dari
penggunaan mesin gerinda terutama pada bagian finishing. Proses finishing ini
bertujuan untuk meratakan setiap sudut yang telah termodel. Hal ini
menyebabkan dugaan adanya keluhan arm hand vibration syndrome pada
pekerja mebel informal di Kelurahan Bukir. Pekerja mebel khususnya di
bagian pengamplasan mengalami keluhan nyeri pada bagian jari, tangan dan
lengan bawah. Pada sebagian pekerja terindikasi mengalami perubahan tropik
pada jarinya, hal ini dapat dilihat dari jari yang memutih khususnya pada
pekerja yang terpapar mesin gerinda. HAVS (Hand Arm Vibration Syndrome)
merupakan kumpulan penyakit diakibatkan paparan getaran pada tangan.
Sensitivitas maksimum pada frekuensi 12-16 Hz. Gangguan kesehatan yang
ditimbulkan adalah white fingers syndrome (WFS). Gangguan dapat berupa
penyempitan pembuluh darah, gangguan saraf perifer, gangguan tulang sendi
dan otot. Gejala yang timbul berupa jari-jari pucat dan kaku, mati rasa terhadap
suhu dan sentuhan. (Bhirawa, Secaria, 2015)
Seperti dilansir dalam laman Surabaya.tribunnews.com, pembangunan
Tol Porong-Gempol (TPG) yang dimulai dari bulan Januari 2017 ini mulai
dikeluhkan oleh warga sekitar Desa Simo Kesambi, Porong. Mereka
mengeluhkan rumah mereka yang mengalami keretakan di berbagai sudut yang
diduga akibat getaran pemasangan paku bumi tol yang termasuk ke dalam
proyek Surabaya-Gempol tersebut. (Surabaya Tribunnews. 2017)
Bahaya getaran yang disebabkan oleh proyek Tol Porong-Gempol ini
tidak hanya dapat mengakibatkan potensi bahaya bagi pekerja tetapi dapat
membahayakan keselamatan bagi warga sekitar yang tinggal di sekitar proyek
tersebut. Hal ini bisa terjadi karena NAB getaran yang digunakan pada proyek
tersebut melewati batas normal sehingga menimbulkan dampak di sekitar
wilayah proyek.
Selain itu, berdasarkan situs JawaPos.com, puluhan rumah di Kabupaten
Sijunjung, Sumatera Barat mengalami kerusakan. Hal ini dipicu oleh getaran
dari kegiatan seismik (pencarian potensi) minyak dan gas oleh PT. GSI.
Perusahaan itu merupakan subkontraktor dari PT Rizki Bukik Barisan (RBB).
Puluhan rumah rusak akibat dari getaran kuat yang ditimbulkan oleh akyivitas
seismik dari proyek perusahaan tambang tersebut.
Seperti halnya dengan getaran yang ditimbulkan oleh proyek Tol Porong-
Gempol yang menimbulkan potensi bahaya, kegiatan seismik minyak dan gas
ini juga menimbulkan bahaya bagi masyarakat sekitar dengan banyaknya
puluhan rumah rusak akibat getaran yang kuat diakibatkan kegiatan seismik
yang dilakukan oleh perusahaan tambang tersebut. Seharusnya pihak
perusahaan dapat menerapkan hierarchy of control untuk meminimalisir
dampak dari getaran yang ditimbulkan dari kegiatan seismik minyak dan gas
sehingga tidak memberikan dampak bagi tenaga kerja maupun masyarakat
sekitar yang bertempat tinggal di sekitar proyek tersebut.
Hal serupa lainnya pun terjadi di Gresik-Semarang, pengerjaan proyek
pipanisasi gas oleh Pertamina Gas (Pertagas), membuat resah warga kelurahan
Balun, Kecamatan Cepu, Kabupaten Blora, Jawa tengah. Sebab getaran alat
berat yang digunakan menghancurkan jalan beton untuk keperluan penanaman
pipa dan juga membuat dinding rumah warga retak. Proyek pipanisasi ini
memberikan dampak bagi warga seperti retaknya rumah warga dan ditutupnya
akses jalan. Peristiwa ini seperti dilansir dari laman berita suarabanyuurip.com
B. Tujuan
Adapun tujuan dilakukan praktikum ini adalah untuk:
1. Untuk mengetahui cara penggunaan alat ukur getaran yaitu Segmental
Vibration Meter
2. Untuk mengetahui intensitas getaran suatu alat kerja.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
Adapun hasil pengukuran intensitas getaran yang dilakukan di
Laboratorium Kimia Biofisik Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas
Hasanuddin pada alat Vortex Mixer sebagai sumber getaran, yaitu:
Pengukuran intensitas getaran dengan sumber getaran Vortex Mixer
diukur dengan menggunakan Segmental Vibration Meter selama 20 detik
dengan 5 kali pengukuran. Adapaun hasil pengukuran getaran yang
diperoleh adalah sebagai berikut:
Tabel III
Hasil Pengukuran Vortex Mixer menggunakan Alat Segmental
Vibration Meter
Percobaan
20 Detik
I II III IV V Rata-
rata
7,4 m/s² 16,1 m/s² 15,4 m/s² 24,3 m/s² 14,1 m/s² 15,06
m/s²
(Sumber:Data Primer, 2018)
Berdasarkan tabel di atas, dapat diketahui bahwa hasil pengukuran
intensitas gerakan dengan sumber getaran Vortex Mixer diperoleh hasil
tertinggi yaitu 24,3 m/s² pada pengukuran ke IV dan hasil terendah yaitu 7,4
m/s² pada pengukuran ke I. Rata-rata hasil yang diperoleh dari kelima
pengukuran tiap 20 detik adalah 15,06 m/s².
B. Pembahasan
Adapun pembahasan yang dapat praktikan jabarkan berdasarkan hasil
pengukuran yang telah dilakukan dalam pengukuran intensitas getaran pada
Vortex Mixer sebagai sumber getaran, yaitu pengukuran dengan menggunakan
vortex mixer merupakan pengukuran yang dilakukan dengan jenis getaran
segmental vibration atau getaran yang hanya dirasakan oleh sebagian tubuh
saja. Alat vortex mixer dipilih karena diduga akibat pemanfaatannya alat
tersebut meninmbulkan intensitas getaran yang tinggi dan dapat mengganggu
kesehatan para penggunanya. Pengukuran dilakukan setiap 20 detik sebanyak
5 kali pengukuran.
Vortex mixer adalah perangkat sederhana yang umum digunakan di
laboratorium untuk mencampur cairan dalam wadah kecil. Alat ini terdiri dari
sebuah motor listrik dengan drive shaft yang berorientasi vertikal dan melekat
pada sepotong karet yang dipasang sedikit keluar dari pusat. Sebagai alat yang
berjalan, potongan karet berisolasi cepat dengan gerakan melingkar. Ketika
tabung reaksi atau wadah lain yang sesuai ditekan ke dalam gelas karet (atau
menyentuh ke tepi) gerak ditransmisikan ke cairan di dalam dan pusaran yang
dibuat. Kebanyakan vortexmixer memiliki pengaturan kecepatan variabel dan
dapat diatur untuk terus berjalan atau berjalan hanya ketika tekanan diterapkan
ke bagian karet (Samara, 2012).
Berdasarkan hasil pengukuran intensitas gerakan dengan sumber getaran
Vortex Mixer diperoleh hasil tertinggi yaitu 24,3 m/s² pada pengukuran ke IV
dan hasil terendah yaitu 7,4 m/s² pada pengukuran ke I. Rata-rata hasil yang
diperoleh dari kelima pengukuran tiap 20 detik adalah 15,06 m/s². Hasil
pengukuran tersebut menandakan bahwa getaran yang ada pada Vortex Mixer
berada dalam intensitas getaran yang berisiko menyebabkan gangguan
kesehatan pada pekerja. Sebagaimana standar intensitas getaran yang
tercantum dalam Permenakertrans Nomor 13 Tahun 2011 tentang Nilai
Ambang Batas Faktor Fisika di Tempat Kerja, menyatakan bahwa NAB
getaran pada alat kerja dengan pekerjaan yang dilakukan selama kurang dari 1
jam adalah sebesar 12 m/s2. Tetapi hasil rata-rata pengukuran kelima
pengukuran tersebut menunjukkan 15,06 m/s2, melebihi nilai ambang batas
Paparan yang terus dibiarkan semakin sering dan meningkat hingga
melewati NAB maka pemaparan tersebut dapat menyebabkan gangguan pada
pekerja seperti misalnya menyebabkan kelelahan, kehilangan sensasi raba atau
kram dan lain-lain.Pengendalian perlu dilakukan agar dapat mengurangi risiko
pekerja mengalami gangguan yang lebih serius. Pengendalian yang dapat
dilakukan misalnya dengan memasang peredam pada alat yang menjadi sumber
getaran dan memberlakukan shift kerja agar waktu terpapar dapat lebih
terkontrol.
Efek getaran terhadap tubuh tergantung besar kecilnya frekuensi yang
mengenai tubuh:
3 – 9 Hz : Akan timbul resonansi pada dada dan perut
6 – 10 Hz : Dengan intensitas 0,6 gram, tekanan darah, denyut jantung,
pemakaian O2 dan volume per denyut sedikit berubah. Pada intensitas 1,2 gram
terlihat banyak perubahan sistem peredaran darah.
10 Hz : Leher, kepala, pinggul, kesatuan otot dan tulang akan beresonansi
13 – 15 Hz: Tenggorakan akan mengalami resonansi
< 20 Hz : Tonus otot akan meningkat, akibat kontraksi statis ini otot
menjadi lemah, rasa tidak enak dan kurang ada perhatian.
Penelitian lain menunjukkan wilayah stasiun kereta api sangat sering
dijumpai peristiwa getaran yang ditimbulkan oleh kereta api. Hal ini
menyebabkan orang yang bertempat tinggal di sekitar stasiun kereta api akan
terkena dampaknya. Adapun dampak getaran/vibrasi kereta api terhadap
masyarakat yang bermukim di sekitar rel kereta api terutama terjadi pada
bagian organ-organ tertentu seperti: dada, kepala, rahang dan persendian
lainnya. Di samping rasa ketidaknyamanan yang ditimbulkan oleh goyangan
organ seperti ini, menurut beberapa penelitian, telah dilaporkan efek jangka
lama yang menimbulkan orteoartritis tulang belakang. Getaran dapat juga
menimbulkan efek vaskuler dan efek neurologik. (Anonim, 2010)
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil praktikum yang dilakukan maka praktikan dapat menarik
kesimpulan, sebagai berikut:
1. Praktikan telah mengetahui cara pengoperasian alat ukur getaran baik untuk
jenis getaran segmental vibration dengan menggunakan alat Segmental
Vibration Meter Type VB-8201HA. Pengoperasian dilakukan mulai dari
menekan tombol ON untuk menyalakan alat, mengarahkan sensor atau alat
pendeteksi kesumber getaran dan menekan tombol hold setiap kali akan
melakukan pengcatatan hasil yang muncul pada display monitor.
2. Pengukuran intensitas getaran pada Vortex Mixer diperoleh hasil terendah
yaitu 7,4 m/s2 pada pengukuran I, dan hasil tertinggi yaitu 24,3 m/s2 pada
pengukuran IV. Dimana hasil dari pengukuran I yang diperoleh hasil
pengukuran terendah tidak melewati nilai NAB yaitu 12 m/s2 selama kurang
dari 1 jam sedangkan pada pengukuran ke IV dimana diperoleh nilai
pengukuran tertinggi dan dibandingkan dengan nilai NAB bahwa nilai
pengukuran IV sudah melewati batas NAB yang dianjurkan. Sedangkan
rata-rata hasil pengukuran tiap 20 detik adalah 15,06 m/s2. Hasil rata-rata
tersebut melewati NAB yang ditetapkan, oleh karena itu perlu dilakukan
Hierarchy of control berupa eliminasi, subtitusi, engineering control,
administrative control, dan penggunaan APD (Alat Pelindung Diri) karena
apabila dibiarkan terpapar secara terus menerus maka bisa terjadi efek
kumulatif dan dapat pula meninggikan risiko gangguan kesehatan.
B. Saran
Berdasarkan hasil praktikum yang dilakukan, terdapat beberapa saran
yang dapat diberikan oleh praktikan, yaitu:
1. Fakultas
Disarankan kepada fakultas untuk menunjang APD untuk proses praktikum
terutama untuk praktikum getaran agar tidak ada risiko yang terjadi kepada
praktikan selama proses praktikum berlangsung
2. Dosen
Sebaiknya dosen mata kuliah K3 ini, memberikan kuliah pengantar dan
tetap mengawasi praktikan selama praktikum berlangsung.
3. Asisten
Diharapkan asisten selalu mendampingi dan memberi arahan kepada
praktikan selama proses praktikum berlangsung.
DAFTAR PUSTAKA

Armen, A., 2013. Pengaruh Lingkungan Kerja Terhadap Keselamatan dan


Kesehatan Kerja Pada Karyawan di PT. Waskita Guna Jaya Dipekanbaru.
Skripsi. Medan: Universitas Sumatera Utara.

Cindyastira, D., 2014. Hubungan Intensitas Getaran dengan Keluhan


Muskuloskeletal Disorders (Msds) pada Tenaga Kerja Unit Produksi
Paving Block CV. Sumber Galian Makassar.Skripsi. Makassar:
Universitas Hasanuddin.

Fatoni, A, F, Mukzam, M. D, & Mayowan, Y., 2018.Pengaruh Keselamatan dan


Kesehatan Kerja (k3) terhadap Kinerja Karyawan (Studi pada PG Kebon
Agung Malang).Jurnal Administrasi Bisnis, 56(1).

Harrianto, R., 2009. Buku Ajar Kesehatan Kerja. Jakarta: Kedokteran EGCLestari,
A., Lie, D, Butarbutar, M, & Halim, F., 2018. Pengaruh Kesehatan dan
Keselamatan Kerja Serta Lingkungan Kerja terhadap Kinerja Karyawan
Pada PT PLN (persero) Area Pematangsiantar. Maker, 3(1).

Internasional Labour Organization (ILO)., 2013. Pedoman Praktis: Keselamatan


dan Kesehatan Kerja Sarana Untuk Produktivitas. Jakarta.

Kementerian Negara Lingkungan Hidup., 1996. Keputusan Menteri Negara


Lingkungan Hidup. Kep 49/MENLH/11/1996 tentang Baku Tingkat
Getaran. Jakarta.

Lestari., 2017. Pengaruh Kesehatan dan Keselamatan Kerja serta Lingkungan Kerja
Terhadap Kinerja Karyawan Pada PT PLN (persero) Area
Pematangsiantar. Jurnal Maker, 3(1).

Mastha, A. F., Jayanti, S, & Suroto, S., 2015. Hubungan Getaran Lengan-Tangan
Degan Hand Arm Vibration Syndrome pada Pekerja Bagian Pemotongan
dan Penghalusan Pengrajin Gitar di Sukoharjo. Jurnal Kesehatan
Masyarakat (e-Journal), 3(3), 277-284.

Natan, O., 2015. Getaran dan Keluhan Nyeri Punggung Bawah Pada Pengemudi
Angkutan Kota Trayek Makassar Mall-Perumnas Sudiang Kota Makassar
Tahun 2015.Skripsi. Makassar: Universitas Hasanuddin.

Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. Per.13/MEN/X/2011, 2011.


Nilai Ambang Batas Faktor Fisika dan Faktor Kimia di Tempat Kerja.
Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia.

Ramdan, I. M., 2013. Higiene Industri. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas


Mulawarman.
Ramli, S., 2010. Pedoman Praktis Manajemen Risiko dalam Perseptif K3. Jakarta.

Retyawan, O. N., 2016. Pengaruh Jenis Proses Pemotongan pada Mesin Milling
terhadapgetaran dan Kekasaran Permukaan dengan Material Aluminium
6061. Skripsi. Surakarta: Universitas Sebelas Maret.

Redjeki, S., 2016. Kesehatan dan Keselamatan Kerja. Kementerian Kesehatan


Republik Indonesia.

Samara, D., 2012. Diagnosis dan Penatalaksanaan Hand-Arm Vibration Syndrome


pada Pekerja Pengguna Alat yang Bergetar, 25(3). Jakarta: Universitas
Trisakti.
Secaria, Bhirawa, 2015. Hubungan Paparan Getaran Mesin Gerinda dengan
Terjadinya Keluhan Hand Arm Vibration Syndrome pada Pekerja

Subaris, H., 2008. Hygiene Lingkungan Kerja. Yogyakarta: Mitra Cendika Press.

Suma’mur., 1967. Higiene Perusahaan Dan Kesehatan Kerja. Jakarta : PT.


Gunung Agung.

Suma’mur., 1988. Higiene Perusahaan Dan Kesehatan Kerja Cet. 6. Jakarta :


Yayasan Masagung.

Suma’mur., 2009. Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja (HIPERKES).


Jakarta: Sagung Seto.

Wulandari, D, M, Lovely, L, & Umyati, A., 2017. Pengaruh Getaran Mekanik Dan
Kebisingan Terhadap Tekanan Darah Pada Laki-Laki Dan
Perempuan. Jurnal Teknik Industri Untirta.

Anda mungkin juga menyukai