Anda di halaman 1dari 53

HALAMAN JUDUL

PENERAPAN KOMPRES HANGAT TERHADAP PENURUNAN NYERI


SENDI RHEUMATOID ARTHRITIS PADA LANSIA
DI DESA LANTOJAYA

PROPOSAL STUDI KASUS

OLEH :

NURFADILAH RANGA
NIM : P00220218025

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN PALU


JURUSAN KEPERAWATAN PRODI D-III KEPERAWATAN
POSO TAHUN 2020/2021
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING

Proposal ini telah diperiksa dan disetujui oleh tim penguji Poltekkes Kementerian
Kesehatan Palu Jurusan Keperawatan Program Studi D-III Keperawatan Poso.
Nama : NURFADILAH RANGA
Nim : P00220218025

Poso, 2021
Pembimbing I

Ni Made Ridla P, S. Kep, Ns, M. Biomed


NIP. 198301302006042002

Poso, 2021
Pembimbing II

Ulfa Sulfianingsi, S. Kep. M. Kes

Menyetujui
Ketua Program Studi

Agusrianto, S.Kep.Ns.MM
NIP. 197307271997031002

LEMBAR PENGESAHAN TIM PENGUJI


Proposal studi kasus ini telah diperiksa dan disetujui oleh Tim Penguji Poltekkes
Kemenkes Palu Jurusan Keperawatan Program Studi D-III Keperawatan Poso.
Senin pada tanggal………………… 2020

Nama : Nurfadilah Ranga


NIM : P00220218025

Tim Penguji

Penguji 1

NIP
Penguji 2

NIP
Penguji 3
NIP

Mengetahui
Ketua Progran Studi

Agusrianto. S.Kep, Ns, MM


NIP : 19730721997031001
KATA PENGANTAR

Puji syukur dan terimah kasih penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena
berkat Rahmat dan Hidaya-Nyalah, sehingga penulis dapat menyelesaikan proposal
ini. Adapun judul Proposal ini adalah “Penerapan Kompres Hamgat Terhadap
Penurunan Nyeri Sendi Rheumatoid Arthritis Pada Lansia Di Desa Lantojaya”,
yang di ajukan sebagai salah satu persyaratan dalam ranka menyelesaikan Program
Diploma III Keperawatan di Politeknuk Kesehatan Kementrian Kesehatan Palu
Program Tudi Keperawatan Poso.
Penlis menyadari bahwa Proposal ini masih jau dari sempurna karena dalam
menyusun Proposal ini penulis banyak memnentukan keselitan dan hambatan, namun
berkat bantuan dan masukan saran dari semua pihak akhirnya peneliti dapat
menyelesaikan Proposal Studi Kasus ini. untuk itu peneliti mengucapkan banyak
terimah kasih kepada kedua orang tua (Alban Ranga) dan (Rappeani Dg. Matutuh)
yang telah banyak berkorban dan selalu memberikan nasehat, arahan serta
mendoakan penulis sehingga dapat menyelesaikan pendidikan ini, dan pada
kesempatan ini penulis menyampaikan terimah kasih sebesar-besarnya kepada :
1. Bapak Nasrul, SKM,M.Kes. Direktur Politeknik Kesehatan Kementrian
Kesehatan Palu
2. Ibu Selvi Alfrida Mangundap,S.Kp.M,Si Ketua Jurusan Keperawatan Politeknik
Kesehatan Kementrian Kesehatan Palu
3. Bapak Agusrianto,S.Kep.Ns.MM. Ketua Program Studi Keperawatan Politekknik
Kesehatan Kementrian Kesehatan Palu Prodi D-III Keperawatan Poso
4. Ni Made Ridla P,S.Kep,Ns, M.Biomed selaku pembimbing I yang selalu sabar,
tidak pernah lelah memberikan masukan serta bimbingan selama belajar di
Poltekkes Kemenkes Palu Prodi Poso.
5. Ulfa Sulfianingsi , S.Kep.M.Kes selaku pembimbing II yang telah memberikan
saran dan masukan dalam penyelesaian penulisan proposal studi kasus ini.
6. Bapak, Ibu dosen dan tenaga pendidika Progran Studi Keperawatan Poso yang
selama ini telah banyak memberi bantuan kepada penulis
7. Kepada semua teman-taman saya yaitu Ani Suryani, Fitrawati, Ririn Febriyanti,
Zulfitri, Qatrun Nada, Suci ramadhani, Widya Ahmad, Ika Rustiani, dan seluruh
teman-teman kelas yang telah bersama-sama berjuang untuk menyelesaiakan
pendidikan pada waktunya.
Penulis meyadari dengan segala keterbatasan pengetahuan dan kemampuan
yang di miliki penulis maka proposal ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena
itu, kritik dan saran yang sifatnya membangun sangat di harapkan penulis untuk di
jadikan perbaikan penyusuna di masa akan dating.
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang.
Rheumatoid Arthritis adalah semua keadaan yang disertai dengan
adanya nyeri dan kaku pada system musculoskeletal, dan ini termasuk juga
gangguan atau penyakit yang berhubungan dengan jaringan ikat (Wiwied,
2008). Rheumatoid arthritis (RA) adalah penyakit kronis yang menyebabkan
nyeri, kekakuan, pembengkakan dan keterbatasan gerak serta fungsi dari
banyak sendi. Pada rheumatoid arthritis kekakuan paling sering terburuk di
pagi hari (Hardiani, 2011)
Berdsarkn hasil survey yang sama yang dilaksanakan oleh WHO pada
tahun 2017 Indonesia merupakan negara terbesar ke 4 didunia yang
penduduknya menderita rheumatoid arthritis. Survey badan kesehatan dunia
tersebut juga menunjukkan sebanyak 81% menderita rheumatoid arthritis dari
populasi yang diteliti, dan sebagian penyakit rheumatoid arthritis 35% terjadi
pada pria dibawah usia 34 tahun (Alexander, 2017)
Angka kejadian Rhematoid Arthritis pada tahun 2018 yang dilaporkan
oleh organisasi kesehatan dunia WHO mencapai 20% dari penduduk dunia,
dimana 20% tersebut adalah mereka yang berusia 55 tahun ke atas, sedangkan
laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Indonesia tahun 2018
prevalensi penyakit Rhematoid Arthritis adalah 24,7%3. Prevalensi penyakit
rheumatoid arthritis di sulawesin tengah sendiri pada tahun 2009 berada di
posisi ke-12 di Indonesia sebesar 29,7%, sedangkan pada tahun 2013 berada
pada posisi ke-6 yaitu sebesar 26,7% dari data tersebut dapat di simpulkan
bahwa prevalensi penyakit serheumatoid arthritis di Sulawesi Tengah
mengalami penurunan, namun terjadi peningkatan posisi terbanyak
(Riskesdas, 2013). Data di Kabupaten Poso pada tahun 2019 jumlah
keseluruhan penderita Rheumatoid Arthritis sebanyak 2.112 pasien (Poso,
2018). Setelah dilakukan pendataan pada 10 kelurahan yang termaksud dalam
wilaya kerja puskesmas mapane,jumlah penderita terbanyak pada bulan
terakhir, dari bulan januari-maret tahun 2018 terdapat 4 kelurahan yang
memiliki jumlah penderita lebih dari 2, yaitu Kelurahan Kasiguncu berjumlah
15 penderita, Kelurahan Bega 3 penderita Kelurahan Mapane 3 penderita dan
kelurahan Lantojaya 2 penderita (Puskesmas Mapane, 2018)
Data dari Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Selatan, didapatkan
jumlah lansia sebanyak 145.427 jiwa pada tahun 2013 dari seluruh populasi
lansia. Berdasarkan kelompok umur 55-60 tahun laki-laki sebanyak 77.894
jiwa sedangkan perempuan sebanyak 67.533 jiwa. Perubahan struktur fungsi,
baik fisik maupun mental akan mempengaruhi kemampuan seseorang untuk
tetap beraktivitas. Lansia dalam proses menua akan berpengaruh terhadap
penampilan, penyakit, penyembuhan dan memerlukan proses rehabilitasi.
Kesulitan berjalan yang di alami lansia karena adanya penurunan pada
regeneratif sendi sehingga menyebabkan lansia mengalami immobilitas fisik.
Penurunan fleksibilitas sendi pada usia 30-70 tahun bisa mencapai 40-50%,
sehingga dianjurkan banyak melakukan melakukan aktivitas bergerak bebas
pada persendian. Hal ini bertujuan untuk mencegah proses degenerasi melalui
gerakan yang tidak menimbulkan beban berlebihan pada otot, sehingga otot
memiliki kesempatan pulih (Salim et al., 2021).
Dampak Arthritis rheumatoid pada lanjut usia yaitu kualitas harapan
hidup seperti kelelahan yang demikian hebatnya mengalami penurunan,
menurunkan rentang gerak tubuh dan nyeri pada pergerakan. Pada saat
bangun tidur pagi hari kekakuan akan bertambah berat, disertai nyeri yang
hebat pada awal gerakan tetapi kekakuan dirasakan tidak berlangsung lama
yaitu seperempat jam. Kekakuan yang terjadi di waktu pagi hari akan
menyebabkan berkurangnya kemampuan gerak ekstensi, keterbatasan dalam
mobilitas fisik dan efek sistemik yang dapat menyebabkan kegagalan organ
dan kematia (Prices, 2005)
Untuk menanggulangi nyeri, dapat di lakukan tindakan
mengkombinasikan teknik non farmakologis dengan beberapa obat
merupakan cara yang paling efektif untuk menghilangkan nyeri. Salah satu
metode penanganan nyeri non farmakologis dalam upaya mengatasi nyeri
antara lain dengan metode kompres hangat.
Perawat perlu memberikan intervensi atau tindakan non farmakologis
untuk mengatasi nyeri. Penanganan penderita rheumatoid arthritis difokuskan
pada cara mengontrol rasa sakit, mengurangi kerusakan sendi, dan
meningkatkan atau mempertahankan fungsi dan kualitas hidup (Gulbuddin &
Hikmatyar, 2017). Tindakan non farmakologis untuk penderita asam urat
adalah kompres hangat. Menurut penelitian yang dilakukan Wahyu ningsih
tahun 2013, menghasilkan kesimpulan, setelah dilakukan hasil kompres
hangat lebih efektif untuk menurunkan nyeri pada penderita rheumatoid
arthritir. Kompres hangat adalah upaya yang mudah dan murah, sehingga
diharapkan dapat mengatasi atau menurunkan keluhan nyeri lansia dengan
rheumatoid arthritis (Mellynda & Dkk, 2016)
Menurut (Bobak, 2005), kompres hangat berfungsi untuk mengatasi
atau mengurangi nyeri, dimana panas dapat meredakan iskemia dengan
menurunkan kontraksi otot dan melancarkan pembuluh darah sehingga dapat
meredakan nyeri dengan mengurangi ketegangan dan meningkatkan perasaan
sejahtera, menigkatkan aliran darah di daerah persendian. Berdasarkan hasil
penelitian ini¸ peneliti berasumsi bahwa nyeri yang dirasakan pasien asam
urat merupakan rasa ketidaknyamanan emosional yang diakibatkan oleh
kerusakan jaringan pada pasien, sehingga kompres air hangat termasuk
intervensi yang efektif sebagai penghilang rasa nyeri khususnya pada pasien
asam urat, karena rasa hangat yang diberikan kepada pasien asam urat dapat
melancarkan pembuluh darah sehingga dapat menghilangkan rasa nyeri
tersebut

Berdasarkan latar belakang di atas, maka peneliti tertarik untuk


meneliti mengenai Penerapan Kompres Hangat Terhadap Nyeri Sendi
Rheumatoid Arthritis Pada Lansia Di Desa Lantojaya.
B. Rumusan Masalah
Bagaimana “Penerapan Kompres Hangat Terhadap Nyeri Sendi
Rheumatoid Arthritis Pada Lansia Di Desa Lantojaya”
C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui Penerapan Kompres Hangat Terhadap Nyeri Sendi
Rheumatoid Arthritis Pada Lansia Di Desa Lantojaya.
2. Tujuan khusus
a. Dapat melakukan pengkajian secara komprehensif dengan Penerapan
Kompres Hangat Terhadap Penurunan Nyeri Sendi Rheumatoid
Arthritis Pada Lansia di Desa Lantojaya.
b. Dapat merumuskan diagnosa keperawatan pada asuhan keperawatan
Rheumatoid Arthritis Pada Lansia.
c. Dapat menetapkan intervensi Penerapan Kompres Hangat Asuhan
Keperawatan Pada Kasus Penurunan Nyeri Sendi Rheumatoid
Arthritis Pada Lansia di Desa Lantojaya.
d. Dapat melakukan implementasi keperawatan dengan Penerapan
Kompres Hangat Terhadap Penurunan Nyeri Sendi Rheumatoid
Artritis Pada Lansia di Desa Lantojaya.
e. Dapat melaksanakan evaluasi terhadap tindakan yang dilakukan pada
kasus Penurunan Nyeri Sendi Rheumatoid Arthritis Pada Lansia di
Desa Lantojaya.
D. Manfaat Penelitian
Studi kasus ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi:
1. Bagi Mahasiswa
Meningkatkan ilmu pengetahuan dan pengelaman praktek bagi
mahasiswa khususnya memberikan asuhan keperawatan pada pasien lansia
dengan menerapkan kompres hangat terhadap penurunan nyeri sendi
rheumatoid arthritis pada lansia di desa lantojaya
2. Bagi institusi Pendidikan
Hasil penelitian ini di harapkan menjadi sumber informasi bagi
mahasiswa yang ingin melanjutkan kasus tentang penerapan kompres
hangat terhadap penurunan nyeri sendi rheumatoid arthritis pada lansia di
desa lantojaya
3. Bagi Rumah Sakit
Sebagai masukan bagi para perawat dalam meningkatkan mutu
pelayanan pada pasien lansia dengan menerapkan kompres hangat
terhadap penurunan nyeri sendi rheumatoid arthritis pada lansia di desa
lantojaya
4. Bagi pasien
Di harapkan dapat menambah pengetahuan dan intervensi
Penerapan kompres hangat terhadap penurunan nyeri sendi rheumatoid
arthritis pada lansia di lesa lantojaya
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Tentang Rheumatoid Arthritis


1. Definisi Rheumatoid Arthritis
Rheumatoid Arthritis adalah penyakit kronos sistemik yang
progresif pada jaringan pengikat mencankup peradangan pada persendian
sinovial yang simetris sehingga menyebabkan kerusakan pada persendian
(Reevers, 2011). Rheumatoid Arthritis adalah penyakit inflamasi sistemik
kronik dengan manifestasi utama poliarthritis dan melibatkan seluruh
tubuh (Noer, 2012). Menurut pengertian lain Arthritis Reumatoid adalah
suatu penyakit autoimun dimana persendian (biasanya terjadi pada tangan
dan kaki), secara simetris mengalami peradangan, sehingga terjadi
pembengkakan nyeri dan menyebabkan kerusakan pada bagian sendi
(Handriani, 2012).
2. Etiologi
Menurut Noer & Surwono, 2012 faktor penyebab terjadinya
Rheumatoid Arthritis secara pasti belum diketahui, tetapi ada beberapa
faktor yang menyebabkan terrjadinya penyakit Rheumatoid Arthritis,
diantaranya :
a. Faktor Genetik
Hal ini membuktikan terdapatnya hubungan antar komples
histokompabilitas utama untuk menderita penyakit Arthritis
Reumatoid.
b. Faktor Hormonal
Kecenderungan wanita untuk menderita Arthritis Reumatoid
dan sering dijumpai pada wanita yang sedang hamil. Menimbulkan
dugaan terdapatnya aktor keseimbangan hormonal sebagai salah satu
faktor yang berefektifitas pada penyakit ini, walaupun demikian
pemberian estrogen sering dijumpai pada wanita yang sedang hamil.
Menimbulkan dugaan terdapatnya aktor keseimbangan hormonal
sebagai salah satu faktor yang berefektifitas pada penyakit ini,
walaupun demikian pemberian estrogen eksternal tidak pernah
menghasilakan perbaikan, sehingga faktor hormonal belum dipastikan
sebagai faktor penyebab penyakit ini.
c. Faktor Infeksi
Infeksi ini telah menyebabkan Arthritis Reumatoid. Dugaan
dari faktor infeksi sebagai penyebab terjadinya Arthritis Reumatoid,
karena penyakit ini terjadi secara mendadak dan timbul sebagai
gambaran inflasi yang menolak. Hingga kini belum berhasil dilakukan
isolasi. Suatu mikroorganisme dari jaringan sinovial, tidak
memungkinkan bahwa terdapat suatu komponen endotoksin
mikroorganisme yang dapat menyebabkan terjadinya Arthritis
Reumatoid. Infeksius yang diduga sebagai penyebab Arthtritis
Reumatoid diantaranya bakteri, dan virus.
3. Patofisologi
Pada Rheumatoid Arthritis, reaksi autoimun terutama terjadi dalam
jaringan sinovial prosese fagositosis yang menghasilkan enzom-enzim
dalam sendi. Enzim-enzim tersebut akan memecah kolagen sehingga
terjadi edema, proliferasi membran sinovial dan akhrinya pembentukan
pannus. Pannus akan menghancurkan tulang rawan dan menimbulkan
erosi pada tulang. Akibatnya adalah menghilangnya permukaan sendi
yang akan mengganggu gerak sendi. Otot akan terkena karena serabut otot
akan mengalami degeneratif dengan menghilangnya elastisitas otot dan
kekuatan otot
4. Pathway rheumatoid arthritis

Inflamasi Non-Bakterial Disebabkan Oleh Infeksi,Endokrin,


Autoinum, Metabolic Dan Faktor Genetic, Serta Faktor
Lingkungan

Rheumatoid Arthritis

Sinovili Tenosinoitis Kelainan Pada Tulang

Hiperemia & Pembengkakan Erosi Tulang & Kerusakan


Inavi Kolagen Pada Tulang Rawan

Nekrosis & Kerusakan Gambaran Khas Modul


Dalam Sendi Kekakuan Sendi Subkutan

Mk : Nyeri Ruptur Tendon Secara Persial Atau Lokal Gangguan Mekanis &
Fungsional Pada Sendi

Perubahan Bentuk Tubuh


Gangguan Mobilisasi Mk : Gangguan Rasa Nyaman
Pada Tulangdan Sendi
Fisik

Mk:Gangguan Konsep Diri,


Mk: Gangguan Aktivitas
Citra Diri
5. Manifestasi Klinis
a. Rasa nyeri dari pembengkakan sendi, panas, dan gangguan fungsi pada
sendi
b. Kaku sendi di pagi hari berlangsung lebih dari 30 menit
c. Deformitas tangan dan kaki
d. Nafsu makan berkurang
e. Berat badan menurun
f. Fenofena keynoud (vasospasme yang ditimbulakn oleh cuaca dingin
dan stres sehingga jari-jari menjadi pucat atau sianosis)
6. Pembagian Penyakit Rheumatoid Arthritis
Menurut (Handriani, 2012), Rheumatoid Arthritis dibagi menjadi
2, yaitu:
a. Arthritis Akut
Gejala inflamasi akibat aktivasi sinovial yang bersifat
reveriabel. Menurut (Handriani, 2013), manifestasi sistemik yang
terjadi adalah lesu, anoreksia, berat badan menurun dan demam.
Persendian yang sering diserang adalah tangan, lutu, siku, kaki, bahu
dan pinggul. Karakteristik pada Arthritis Akut seperti persendian
tangan dan kaki. Gejala lokal awal adalah nyeri dan kekakuan ringan
(lebih dari 1 jam) yang terutama dirasakan waktu mulai menggerakkan
persendian yang meradang.
b. Arthritis Kronis
Gejala dari Arthritis Kronis ini adalah akibat kerusakan
struktur persendian yang bersifat ireversibel. Kerusakan struktur
persendian akibat kerusakan rawan persendian dan erosi pada tulang.
Periartikuler merupakan proses yang tidak dapat diperbaiki lagi dan
memerlukan modifikasi mekanik atau pembebasan rekonstruksf. Pada
fase ini terdapat nodula-nodula reuamtoid deformitas sendi Noer &
Surwono, 2012
7. Penatalaksanaan Rheumatoid Arthritis
Setelah dilakukan diagnosa Rheumatoid Arthritis dapat ditegakkan
bahwa pendekatan pertama yang harus dilakukan adalah mambina
hubungan baik antar pasien dan keluarga dengan dokter dan tim keshatan
yang merawatnya.
a. Pendidikan pada pasien yang menderita penyakit Arthritis Reumatoid
b. Istirahat, latihan spesifik bemanfaat dalam mempertahankan fungsi
persendian
c. Kompres hangat pada bengkak dan nyeri
d. Alat-alat pembantu mungkin diperlukan untuk melakukan aktivitas
sehari-hari
e. Pemberian obat sejak dini membantu untuk mengurangi rasa nyeri,
aspirin dewasa dosis 3-4 x 1 / hari.
8. Perawatan Penyakit Arthritis Reumatoid
a. Tindakan Farmakologis
Dengan pemberian analgesik. Disini analgesik dibagi menjadi 3
macam, yaitu :
1) Analgesik non opioid dan obat antiinflamasi non steroid
2) Analgesik opioid
3) Obat tambahan (ajuvan) atau koanalgesik
b. Tindakan Non Farakologis
1) Diet
Untuk penderita Arthritis Reumatoid diet rendah purin. Purin
adalah protein yang termasuk dalam golongan nukleoprotein.
2) Latihan
Menurut (Reevers, 2011), latihan untuk penderita Arthritis
Reumatoid dengan menjaga tubuh agar tetap pada kondisi yang
paling baik, mengontrol berat badan, waktu istirahat dan waktu
latihan.
c. Mengurangi Rasa Nyeri
Nyeri pada sendi penderita Arthritis Reumatoid dapat dikurang
dengan cara
1) Mengistirahatkan pada bagian sendi yang nyeri
2) Istirahat tidak boleh terlalu lama, diselingi dengan
relaksasi/istirahat 15-20 menit dan dilakukan massage
3) Kompres dengan iar hangat
4) Menjemur daerah sendi dengan sinar matahari pagi jam 07.00-
09.00 WIB
5) Saat nyeri lakukan untuk napas dalam
6) Berobat ke puskesmas
d. Istirahat
1) Istirahat pada penderita Arthritis Reumatoid meliputi : Istirahat
setiap hari minimal 30-60 menit
2) Istirahat malam hari 8-9 jam 3) Pada Arthritis Reumatoid posisi
tidur terlentang atau setengan duduk
3) Setelah melakukan kegiatan atau pekerjaan segera istirahat yang
cukup
e. Kompres Air Hangat
Menurut (Sulistyarini, T. Sari, H. P. Ika Dewi, dan Kurnia, 2017),
dikutip dalam (Perry & Potter, 2005) efek dari pemberian kompres air
hangat adalah :
1) Dapat meningkatkan aliran darah keseluruh tubuh yang mengalami
cidera, dan mengurangi kongesti vena di dalam jaringan yang
mengalami cidera
2) Meningkatkan relaksasi otot dan mengurangi rasa nyeri akibat
spasme atau kekaukan
3) Metabolisme jaringan dapat meningkat dan memberi rasa hangat
local.
f. Relaksasi
Klien dapat mengubah persepsi kognitif dan motivasi afektif
dengan melakukan relaksasi dan teknik imajinasi. Relaksasi
merupakan kebebasan mental dan fisik dari ketegangan dan stress.
g. Distraksi
9. Mekanisme Terapi Kompres Hangat terhadap Arthritis Reumatoid
Pemberian kompres air hangat adalah intervensi keperawatan yang
sudah lama di aplikasikan oleh perawat, kompres air hangat dianjurkan
untuk menurunkan nyeri karena dapat meredakan nyeri, meningkatkan
relaksasi otot, meningkatkan sirkulasi, meningkatkan relaksasi psikologis,
dan memberi rasa nyaman, bekerja sebagai counteriritan (Kozier, 2009)
Pada tahap fisiologis kompres hangat menurunkan nyeri lewat tranmisi
dimana sensasi hangat pada pemberian kompres dapat menghambat
pengeluaran mediator inflamasi seperti sitokinin pro inflamasi, kemokin,
yang dapat menurunkan sensitivitas nosiseptor yang akan meningkatkan
rasa ambang pada rasa nyeri sehingga terjadilah penurunan nyeri.
B. Tinjauan Tentang Kompres Hangat
1. Definisi Kompres Hangat
Kompres Hangat adalah tindakan yang bertujuan memenuhi kebutuhan
rasa nyaman, mengurangi atau membebaskan nyeri, mencegah terjadinya
spasme otot, dan memberikan rasa hangat pada bagian tubuh yang
memerlukannya. (Kusyanti, 2006)
Kompres Hangat adalah memberikan rasa hangat untuk memenuhi
kebutuhan rasa nyaman, mengurangi atau membebaskan nyeri,
mengurangi atau mencegah spasme otot dan memberikan rasa hangat pada
bagian daerah tertentu. Terapi Kompres Hangat adalah tindakan yang
dilakukan dengan memberikan kompres hangat untuk memenuhi rasa
nyaman, mengurangi atau memebebaskan nyeri, dan memeberikan rasa
hangat (Hidayat & A, 2006)
2. Efek Terapeutik Pemberian Kompres
Menurut (Perry & Potter, 2005), efek terapeutik pemberian kompres
hangat dijelaskan sebagai berikut :
a. Vasodilatasi, meningkatkan aliran darah kebagian tubuh yang
mengalami cedera, meningkatkan pengiriman nutrisi dan pembuangan
zat sisa, mengurangi kongesti vena di dalam jaringan yang mengalami
cidera.
b. Viskositas darah menurun, meningkatkan pengiriman leukosit dan
antibiotik ke daerah luka.
c. Ketegangan otot menurun, meningkatkan relaksasi otot dan
mengurangi nyeri akibat spasme atau kekakuan.
d. Metabolisme jaringan meningkat, meningkatkan aliran darah, memberi
rasa hangat local.
e. Permaebilitas kapiler meningkat, meningkatkan pergerakan zat sisa
dan nutrisi.
3. Efek Fisiologis Kompres Hangat
a. Vasodilatasi
b. Meningkatkan mermeabilitas kapiler
c. Meningkatkan metabolisme seluler
d. Merelaksasi otot
e. Meningkatkan aliran darah ke sutu area
f. Meredakan nyeri
g. Efek sedative
h. Mengurangi kekakuan sendi meredakan perdarahan.
Pemakaian kompres hangat biasanya dilakukan hanya setempat saja
pada bagian tubuh tertentu. Dengan pemberian panas, pembuluh-
pembuluh darah melebar. Sehingga akan memperbaiki peredaran darah
didalam jaringan tersebut. Pada otot –otot, panas memeiliki efek
menghilangkan ketegangan
4. Manfaat Efek Kompres Hangat
Menurut Kozier (2009), kompres hangat digunakan secara luas dalam
pengobatan karena memiliki efek bermanfaat yang besar. Adapun manfaat
efek kompres hangat adalah efek fisik, efek kimia, dan efek biologis.
a. Efek fisik
Panas dapat menyebabkan zat cair, padat, dan gas mengalami
pemuaian ke segala arah.
b. Efek kimia
Bahwa rata-rata kecepatan reaksi kimia didalamtubuh tergantung
pada temperatur. Menurunnya reaksi kimia tubuh sering dengan
menurunnya temperatur tubuh. Permeabilitas membran sel akan
meningkat sesuai dengan peningkatan suhu, pada jaringan akan terjadi
peningkatan metabolisme seiring dengan peningkatan pertukaran
antara antara zak kimia tubuh dengan cairan tubuh.
c. Efek biologis
Panas dapat menyebabkan dilatasi pembuluh darah yang
mengakibatkan peningkatan sirkulasi darah. Secara fisiologis respon
tubuh terhadap panas yaitu menyebabkan pembuluh darah
menurunkan kekentalan darah, menurunkan ketegangan otot,
meningkatkan metabolisme jaringan.
Penggunaan kompres hangat diharapkan dapat meningkatkan
relaksasi beberapa otot dan mengurangi nyeri akibat spasme atau
kekakuan serta memberikan rasa hangat lokal. Kompres hangat tidak
akan melukai kulit karena terapi kompres hangat tidak dapat masuk
jauh ke dalam jaringan. Apabila kompres hangat digunakan selama 1
jam atau lebih dapat menyebabkan kemerahan dan rasa perih. Maka
dari itu pemberian kompres hangat dilakukan secara periodik, dengan
pemberian secara periodik dapat mengembalikan efek vasodilatasi
5. Prosedur Kompres Hangat
Langkah-langkah pemberian terapi kompres hangat adalah sebagai
berikut:
a. Persiapan alat dan bahan
1) Botol atau kain yang dapat menyerap air
2) Air hangat dengan suhu 40 oC
b. Tahap kerja
1) Cuci tangan
2) Jelaskan pada klien prosedur yang akan dilakukan
3) Ukur suhu air dengan thermometer
4) Isi botol dengan air hangat, kemudian dikeringkandan dibungkus /
lapisi botol dengan kain ataau menggunakan WWZ (Warm Water
Zak)
5) Bila menggunakan WWZ (Warm Water Zak) isin WWZ dengan
air hangat kemudian tempelkan pada aera yang nyeri
6) Bila menggunakan kain, masukkan kain pada air hangat, lalu
diperas
7) Tempatkan botol berisi air hangat atau kain yang sudah diperas
pada daerah yang akan dikompres
8) Angkat botol atau kain setelah 15-20 menit, dan lakukan kompres
ulang jika nyeri belum teratasi
9) Kaji perubahan yang terjadi selama kompres dilakukan
6. Mekanisme Kerja Kompres Hangat terhadap Nyeri Sendi
Pemberian kompres air hangat adalah intervensi keperawatan yang
sudah lama di aplikasikan oleh perawat, kompres air hangat dianjurkan
untuk menurunkan nyeri karena dapat meredakan nyeri, meningkatkan
relaksasi otot, meningkatkan sirkulasi, meningkatkan relaksasi psikologis,
dan memberi rasa nyaman, bekerja sebagai counteriritan (Kozier, 2009)
Pada tahap fisiologis kompres hangat menurunkan nyeri lewat tranmisi
dimana sensasi hangat pada pemberian kompres dapat menghambat
pengeluaran mediator inflamasi seperti sitokinin pro inflamasi, kemokin,
yang dapat menurunkan sensitivitas nosiseptor yang akan meningkatkan
rasa ambang pada rasa nyeri sehingga terjadilah penurunan nyeri.
C. Tinjauan Tentang Nyeri
1. Definisi Tentang Nyeri
Nyeri merupakan suatu kondisi yang lebih dari sekedar sensasi
tunggal yang disebabkan oleh stimulu tertentu. Nyeri bersifat subjektif dan
sangat bersifat indivisual. Stimulus nyeri dapaat berupa stimulus yang
bersifat fisik dan atau mental, sedangkan kerusakan dapat terjadi pada
jaringan aktual atau pada fungsi ego seorang individul. Nyeri sendi adalah
masalah bagi pasien dalam semua kelompok usia yang menyerang
persendian seseorang (Stanley, 2006)
Nyeri adalah suatu pengalaman sensorik dan emosional yang tidak
menyenangkan akibat dari kerusakan jaringan yang bersifat subjektif.
Keluhan sensorik yang dinyatakan seperti pegal, linu, ngilu, keju, cangkue
dan seterusnya dapat dianggap sebagai modalitas nyeri (Mutaqqin, 2008).
Pengertian lain nyeri didefinisikan sebagai suatu keadaan yang
memefektifitasi seseorang yang pernah mengalaminya (Asmadi, 2008)
2. Faktor-Faktor Mempengaruhi Pengalaman Nyeri
Berbagai faktor mempengaruhi persepsi dan reaksi seseorang terhadap
nyeri. Nyeri merupakan suatu yang kompleks, banyak faktor yang
mempengaruhi pengalaman nyeri individu (Perry & Potter, 2005), yaitu :
a. Faktor Fisiologis
b. Faktor Sosial
c. Faktor Spiritual
d. Faktor psikologi
3. Fisiologi Nyeri
Nyeri diawali sebagai pesan yang diterima oleh saraf-saraf perifer.
Zatkimia (substansi P, bradikinin, prostaglandin) dilepaskan, kemudian
menstimulasi saraf perifer, membantu mengantarkan pesan nyeri dari
daerah yang terluka ke otak. Sinyal nyeri dari daerah yang terluka berjalan
sebagai implus elektrokimia di sepanjang nervus ke bagian dorsalbspinal
cord (daerah pada spinal yang menerima sinyal dari seluruh tubuh). Pesan
kemudian dihantarkan ke thamulus, pusat sensorik di otak dimana sensasi
sperti panas, dingin, nyeri, dan sentuhan pertama kali dipersepsikan.
Pessan lalu dihantarkan ke cortex, dimana intensitas dan lokasi nyeri
dipersepsikan. Penyembuhan nyeri dimulai sebagai tanda dari otak
kemudian turun ke spinal cord. Di bagian dorsal, zat kimia seperti
endorphin dilepaskan untuk mengurangi nyeri di daerah yang terluka. Di
dalam spinal cord, ada gerbang yang dapat terbuka atau tertutup. Saat
gerbang terbuka, implus nyeri lewat dan dikirim ke otak. Gerbang juga
bisa ditutup. Stimulasi saraf sensorik dengan cara menggaruk atau
mengelus secara lembut di dekat daerah nyeri dapat menutup gerbang
sehingga mencegah transmisi implus nyeri. Implus dari pusat juga dapat
menutup gerbang, misalnya motivasi dari individu yang bersemangat
ingin sembuh dapat mengurangi dampak atau beratnya nyeri yang
dirasakan (Perry & Potter, 2005).
4. Patofisologi Nyeri Sendi
Pemahaman mengenai anatomi normal dan fisiologis persendian
diatrodial penyakit atau sinovial merpakan kunci untuk memahami
patofisiologi penyakit nyeri sendi. Fungsi persendian sinovial adalah
gerakan. Setiap sendi sinovial memiliki kisaran gerak tertentu kendati
masing-masing orang tidak mempunyai kisaran gerak yang sama pada
sendi-sendi yang dapat digeraka. Pada sendi sinoval yang normal.
Kartilago artikuler membungkus ujung tulang pada sendi dan
menghasilakan permukaan yang licin sertas ulet untuk gerakan. Membran
sinovial melapisi dinding dalam kapsula fibrosa dan mensekresikan cairan
kedalam ruang antara tulang. Cairan sinoval ini berfungsi sebagai peredam
kejut (shock absorber) dan pelunas yang memungkinkan sendi untuk
bergerak secarabebas dalam arah arah yang tepat. Sendi merupakan bagian
tubu yang sering terkana inflamasi dan degenarasi yang terlihat pada
penyakit nyeri sendi. Meskipun memiliki keanekaragaman mulai dari
kelainan yang terbatas pada satu sendi hingga kelainan multi sistem yang
sistemik, semua penyakit reumatik meliputi inflamasi dan degenarasi
dalam derajat tertentu yang bisa terjadi sekaligus. Inflamasi akan terlihat
pada persendian sebagai sinovitis.
Inflamasi merupakan proses primer dan degenerasi yang merupakan
proses sekunder yang timbul akibat pembentukan pannue (proliferasi
jaringan sinovial). Inflamasi merupakan akibat dari respon imun.
Sebaliknya pada penyakit nyeri sendi degenerati dapat terjadi proses
inflamasi yang sekunder. Sinovitis ini biasanya lebih ringan serta
menggambarkan suatu proses reaktif, dan lebih besar kemungkinannya
untuk terlihat pada penyakit yang lanjut. Sinovitis dapat berhungan
dengan pelepasan proteoglikan tulang rawan yang bebass dari karilago
artikulerr yang mengalami degenerasi kendati faktor-faktor imunologi
dapat terlibat (Smeltzer, 2011)
5. Tindakan Pereda Nyeri
a. Tindakan Non Farmakologis
Tindakan pereda nyeri Non Farmakolis menurut Tri Sulistyarini, dkk,
(2017) dikutip dalam Perry, (2005), antara lain :
1) Sentuhan Terapeutik
Pendekatan ini menyatakan bahwa pada individu yang sehat,
terdapat ekuilibrum antara aliran energi dalam dan luar tubuh.
Sentuhan terapeutik meliputi penggunaan tangan untuk secara sadar
melakukan pertukaran energi. Langkah dasar dalam melakukan
teknik ini adalah pemusatan, pengkajian terapi dan evaluasi.
2) Relaksasi
Kien dapat mengubah persepsi kognitif dan motivasi afektif
dengan melakukan relaksasi dan teknik imajinasi. Relaksasi
merupakan kebebasan mental dan fisik dari ketegangan dan stres.
Teknik relaksasi memberikan individu kontrol diri ketika terjadi
rasa tidak nyaman atau nyeri. Teknik relaksasi tersebut merupakan
upaya pencegahan untuk membantu tubuh segar kembali dan
beregenerasi setiap hari dan meupakan alternatif. Teknik relaksasi
meliputi meditasi, yoga dan latihan relaksasi.
3) Distraksi
Distraksi mengalihkan perhatian klien ke hal yang lain sehingga
menurunkan kewaspadaan terhadap nyeri bahkan meningkatkan
toeransi terhadap nyeri. Distraksi bekerja memberi efektifitas paing
baik untuk jangka waktu yang singka, saah satu distraksi yang efektif
adaah musik, yang dapat menurunkan nyeri fisiologis, stress dan
cemas dengan mengalihkan perhatian seseorang dari nyeri.
4) Pemberian Sensasi Hangat dan Dingin
Mengurangi nyeri dan memberikan kesembuhan pemiihan antara
intervensi pemberian sensasi hangat dan sensai dingin bervarias
sesuai dengan kondisi kien (Mc Carberg dan O’connor, 2004 dan
Perry, 2005).
b. Tindakan Farmakologis
Tindakan pereda nyeri Farmakologis menurut (Sulistyarini, T.
Sari, H. P. Ika Dewi, dan Kurnia, 2017) dikutip dalam (Perry,
2009)antara lain :
1) Analgesik
Analgesik merupakan metde yang paing umum untuk
mengatasi nyeri ada beberapa jenis analgesik, yaitu :
a) Non narkotik, seperti Asitaminfen (paacetamol), asam
asetilsaisilat (aspirin) Obat antinflamasi nonsteroid, seperti
ibuprofen, naproksen, indometasin, tolmetin, piroksikam,
ketorolak.
b) Analgesik narkotik atau opiat, seperti meperidin, matimorfin,
morfin sulfat, fentanil, butofanol, hidromorfon Hcl.
c) Obat tambahan (adjusvant) atau koanalgesik, seperti
amitriptilin, hidroksin, klorpromazin,diazepam
.

2) Analgesik Dikontrol Pasien (ADP)


Klien menerima keuntungan, apabila ia mampu mengontrol
terapi nyeri. Sistem pembeian obat ADP ini merupakan metode
yang aman untuk penatalaksanaan nyari kanker, nyeri paska-
operasi dan nyeri traumatik. Tujuan metode ini adalah
mempertahankan kadar plasma analgetik yang konstan, sehingga
masalah pemberian dosis sesuai kebutuhan dihindari
3) Anastesi Lokal dan Regional
Anastesi lokal adalah suatu keadaan hilangnya sensasi pada
lokalisasi bagian tubuh. Dokter menggunakan anastesi ini saat
menjahit luka, membantu persalinan dan melakukan pembedahan
sederhana.
4) Analgesia Epidural
Analgesia epidural merupakan suatu bentuk anestesi lokal dan
terapi yang efektif untuk menangani nyeri paksa – operasi akut,
nyeri persalinan dan melahirkan, serta neri kronik khususnya yang
berhubungan dengan kanker. Analgesia ini memungkinkan
pengontrolan atau pengurangan nyeri yang berat tanpa efek sedatif
dari narkotik parenteral atau oral yang lebih srius.
Keuntungan analgesia ini adalah penghasil analgesia yang luar
biasa, kejadian sedasi yang minimal, kerja durasi yang panjang,
tidak ada efek yang bermakna pada sensasi dan efek pada tekanan
darah dan denyut jantung yang kecil.
6. Sistem Penekanan Nyeri
Derajat reaksi seseorang terhadap rasa nyeri sangat bervariasi.
Keadaan ini sebagian disebabkan oleh kemampuan otak sendiri untuk
menekan besarnya sinyal nyeri yang masuk kedalam sistem saraf, yaitu
dengan mengaktifkan sistem pengatur nyeri, disebut sistem analgesik.
Neurotransmietr otak akan menjadi reseptor dan jika diaktivasi, sistem
saraf pusat tubuh tertekan, sehingga menurunkan persepsi nyeri. Sebagai
neurotransmitter dasar dan sama pentingnya seperti noradrenalin, serotin
dan dopamine dalam fungsi otak. Pengalam nyeri berbeda pada setiap
indivisu. Beberapa orang mempunyai toleransi tinggi terhadap nyeri dari
pada yang lain. Jumlah endrophin yang dilepaskan dalam aktivitas yang
berbeda adalah berbeda pada setiap orang. Semakin banyak endorphin
dalam tubuh, nyeri yang dirasakan semakin berkurang (Voight, 2003)
7. Skala Pengukuran Nyeri Arthritis Reumatoid
Skala penilaian numerik (Numerical Rating Scale, NRS) lebih
digunakan sebagai pengganti alat deskripsi kata. Dalam hal ini, klien menilai
nyeri dengan menggunakan skala 0-10. Skala paling efektif digunakan saat
mengkaji intensitas nyeri sebelum dan sesudah melakukan intervensi
terapeutik. Apabila digunakan skala untuk menilai nyeri maka
direkomendasiakn patokan 10 cm.

Skala Intensitas Nyeri Numerik Sumber : Smeltzer, S.C bare B.G


dalam Qittun (Bourbanis

Keterangan :
0 : None (tidak nyeri)

1-3 : Mild (nyeri ringan) : secara obyektif klien dapat berkomunikasi dengan
baik
4-6 : Moderate (nyeri sedang) : secara obyektif klien mendesis, menyeringai,
dapat menunjukkan lokasi nyeri, dapat mendeskripsikannya, dapat mengikuti
perintah dengan baik

7-10 : Severe (nyeri berat) : secara obyektif klien terkadang tidak dapat
mengikuti perintah tetapi masih respon / tidak merespon terhadap tindakan,
dapat menunjukkan lokasi

D. Konsep Asuhan Keperawatan Gerontik Pada Lansia


1. Pengkajian
Pengkajian adalah langkah pertama pada proses keperawatan, meliput
pengumpulan data, analisa data, dan meghasilkan diagnosis keperawatan
a. Biodata
Identitas klien meliputi nama, umur, jenis kelamin, suku
bangsa/latar belakang kebudayaan, status sipil, pendidikan, pekerjaan,
dan alamat. pada pengkajian umur didapatkan data umur pasien
memasuki usia lanjut.
b. keluhan utama
Keluhan utama yang sering ditemukan pada klien dengan masalah
nyeri pada persendian
c. Riwayat Penyakit Sekarang
Didapatkan adanya keluhan nyeri yang terjadi di otot sendi. Sifat
dari nyerinya umumnya seperti pegal/di tusuk-tusuk/panas/ di tarik-
tarik dan nyeri yang dirasakan terus menerus atau pada saat bergerak,
terdapat kekakuan sendi, keluhan biasanya dirasakan sejak lama dan
sampai menggangu pergerakan dan pada Rheumatoid Arthritis Kronis
didapakan benjolan atan Tofi pada sendi atau jaringan sekitar.
d. Riwayat Penyakit Dahulu
Penyakit apa saja yang pernah diderita oleh klien, apakah keluhan
penyakit Rheumatoid Arthritis sudah diderita sejak lama dan apakah
mendapat pertolongan sebelumnya dan umumnya klien Rheumatoid
Arthritis disertai dengan Hipertensi.
e. Riwayat Penyakit Keluarga
Kaji adakah riwayat Rheumatoid Arthritis dalam keluarga.
f. Riwayat Psikososial
Kaji respon emosi klien terhadap penyakit yang diderita dan
penyakit klien dalam lingkungannya. Respon yang didapat meliputi
adanya kecemasan individu dengan rentan variasi tingkat kecemasan
yang berbeda dan berhubungan erat dengan adanya sensasi nyeri,
hambatan mobilitas fisik akibat respon nyeri dan kurang pengetahuan
akan program pengobatan dan perjalanan penyakit. Adanya perubahan
aktivitas fisik akibat adanya nyeri dan hambatan mobilitas fisik
memberikan respon terhadap konsep diri yang maladaptif.
g. Riwayat Nutrisi
Kaji riwayat nutisi klien apakah klien sering menkonsumsi
makanan yang mengandung tinggi Purin.
h. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik meliputi inspeksi, palpasi, perkusi dan
auskultasi dari ujung rambut hingga ujung kaki (head to toe).
Pemeriksaan fisik pada daerah sendi dilakukan dengan inspeksi dan
palpasi. Inspeksi yaitu melihat dan mengamati daerah keluhan klien
seperti kulit, daerah sendi, bentuknya dan posisi saat bergerak dan saat
diam. Palpasi yaitu meraba daerah nyeri pada kulit apakah terdapat
kelainan seperti benjolan dan merasakan suhu di daerah sendi dan
anjurkan klien melakukan pergerakan yaitu klien melakukan beberapa
gerakan bandingkan antara kiri dan kanan serta lihat apakah gerakan
tersebut aktif, pasif atau abnormal.
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah suatu pernyataan yang jelas, padat dan
pasti tentang status dan masalah kesehatan klien yang dapat diatasi dengan
tindakan keperawatan. Dengan demikian, diagnosis keperawatan
ditetapkan berdasarkan masalah yang ditemukan. Diagnosis keperawatan
akan memberikan gambaran tentang masalah dan status kesehatan, baik
yang nyata (aktual) maupun yang mungkin terjadi (potensial)
a. Nyeri akut
b. Gangguan mobilitas fisik
c. Integritas aktifitas
d. Gangguan identitas diri

3. Rencana keperawatan
No Diagnosa keperawatan Tujuan & kriteria hasil Intervensi
1. Nyeri akut (D.0077) Tingat nyeri (L.08066) Manajemen nyeri
Defiisi : Setelah dilakukan (I.08238)
Pengalaman sensorik tindakan keperawatan Observasi
atau emosional yang diharapkan nyeri akut 1. Identifikasi
berkaitan dengan membaik dengan lokasi,
kerusakan jaringan kriteria hasil : karakteristik,
actual atau fungsional, durasi, frekuensi,
dengan onset 1. Keluhan nyeri kualitas, intensitas
mendadak atau lambat menurun nyeri
dan berintensitas ringan 2. Meringis menurun 2. Identifikasi skala
hingga berat yang 3. sikap protektif nyeri
berlangsung kurang menurun 3. Identifikasi
dari 3 bulan 4. Gelisah menurun respon nyeri non
5. Kesulitan tidur verbal
Batasan karakteristik : menurun 4. Identifikasi faktor
- Data mayor : 6. frekuensi nadi yang
Subjektif : meningkat memperberat dan
1. Menguluh nyeri memperingan
Objektif : nyeri
1. Tampak meringis 5. Identifikasi
2. Bersikap protektif pengetahuan dan
3. Gelisah keyaninan tentang
4. Frekuensi nadi nyeri
meningkat 6. Identifikasi
5. Sulit tidur pengaruh budaya
- Data minor : terhadap respon
Subjektif : nyeri
(tidak tersedia) 7. Identifikasi
Objektif : pengaruh nyeri
1. Tekanan darah pada kualitas
meningkat hidup
2. Pola nafas berubah 8. Monitor
3. Nafsu makan keberhasialan
berubah terapi
4. Proses berpikir komplementer
terganggu yang sudah
5. Menarik diri diberikan
6. Berfokus pada diri 9. Monitor efek
senidri samping
7. Diaforesia penggunaan
analgetik
Terapeutik
1. Berikut teknik
non farmakologo
untuk mengurangi
rasa nyeri (mis:
TENS, hinosis,
akupresur, terapi
musik,
biofeedback,
terapi pijat, aroma
terpi, teknik
imajinasi
terbimbing,
kompres
hangat/dingin.
terapi bermain).
2. Kontrol
lingkungan yang
memperberat rsa
nyeri (mis: suhu
ruangan,
pencahayaan,
kebisingan)
3. Fasilitasi istirahat
dan tidur
4. Pertimbangkan
jenis dan sumber
nyeri dalam
pemilihan strategi
meredahkan nyeri
Edukasi
1. Jelaskan
penyebab,
periode, dan
pemicu nyeri
2. Jelaskan strategi
meredaan nyeri
3. anjurkan
menggunakan
analgetik secara
tepat
4. Ajarkan teknik
non
faramakologis
untuk mengurangi
rasa nyeri
Kolaborasi
1. Kolaborasi
pemberian
analgetik, jika
perlu
2. Gangguan mobilitas Mobilitas fisik Dukungan ambulasi
fisik (D.0054) (L.05042) (I.06171)
Definisi: Setelah dilakukan Observasi
Keterbatasan dslsm tindakan keperawatan 1. Identifikasi
gerakan fisik dari satu diharapkan gangguan adanya nyeri akut
ataunlebih ekstremitas mobilitas fisik membaik keluhan fisik
secara mandiri dengan kriteria hasil : lainnya
2. Identoifikasi
Betasan karakteristik: 1. Pergerakan toleransi fisik
Data mayor: ekstremitas melakukan
Subjektif meningkat ambulasi
1. Mengeluh sulit 2. Kekuatan otot 3. memonitor
menggerakan meningkat frekuensi jantung
ekstremitas 3. Kentang gerak dan tekanan darah
Objektif (ROM) meningkat sebelum
1. Kekuatan otot melakukan
menurun rentang ambulasi
gerak (ROM) 4. Monitor kondisi
menurun umum selama
Data minor melakukan
Subjektif ambulasi
1. Nyri saat bergerak Terapeutik
2. Enggan melakukan 1. Fasilitasi aktivitas
pergerakan ambulasi dengan
3. Merasa cemas saat alat bantu (mis:
bergerak tongkat, kruk)
Objektif 2. fasilitasi
1. Sendi kaku melakukan
2. Gerakan tidak ambulasi fisik,
terkoordinasi jika perlu
3. Gerakan terbatas 3. libatkan keluarga
4. Fisik lemah untuk membantu
pasien dalam
meningkatkan
ambulasi
Edukasi
1. Jelaskan tujuan
prosedur ambulasi
2. Anjurkan
melakukan
ambulasi dini
3. Ajarkan ambulasi
sederhana yang
harus dilakukan
(mis: berjalan dari
tempat tidur ke
kursi roda, berjala
dari tempat tidur
ke kamar mandi,
berjalan sesuai
toleransi).
3. Intolerasi aktivitas Toleransi aktivitas Edukasi teknik
(D.0056) (L.05047) ambulai (I.12450)
Definisi: Setelah dilakukan Observasi
Ketidak cukupan energi tindakan keperawatan 1. Identifikasi
untuk melakukan diharapkan gangguan kesiapan dan
aktifitas sehari-hari mobilitas fisik membaik kemampuan
dengan kriteria hasil : menerima
Batasan karakteristik: informasi
Data mayor: 1. Frekuensi nadi 2. Monitor kemajuan
Subjektif meningkat pasien dalam
1. Mengeluh lelah 2. Keluhan lelah ambulasi
Objektif menurun Terapeutik
1. Frekuensi jantung 3. Dispnea saat 1. Sediakan materi,
meningkat >20% aktifitas meningkat media dan alat
dari kondisi 4. Dispnea setelah bantu jalan (mis:
istirahat aktivitas meningkat tongkat, walker,
Data minor: kruk)
Subjektif 2. jadwalkan
1. Dispnea saat/setelah pendidikan
aktivitas kesehatan sesuai
2. Meras tidak nyaman kesepakatan
3. Merasa lelah 3. Beri kesempatan
Objektif pada keluarga
1. Tekanan darah untuk bertanya
berubah >20% dari Edukasi
kondisi istirahat 1. Jelaskan prosedur
2. Gambaran EKG dan tujuan
menunjukan aritmia ambulasi dengan
saat/setelah atau tanpa alat
aktivitas bantu
3. Menunjukkan 2. Anjurkan
iskemia menggunakan alas
4. Sianosis kaki yang
memudahkan
berjalan dan
mencegah cedera
3. Anjurkan
menggunakan
sabuk
pengamamn
secara trasfer dan
ambulasi, jika
perlu
4. Anjurkan cara
mengidentifikasi
sarana dan
prasarana yang
mendukung untuk
ambulasi di
rumah
5. Anjurkan cara
mengidentifikasi
kemampuan
ambulasi (mis:
kekuatan otot,
rentang gerak)
6. Ajarkan duduk di
tempat tidur, di
sisi tempat tidur
(menjuntai), atau
di kursi, sesuai
toleransi
7. Ajarkan
memposisikan diri
dengat tepat
selama prosedur
8. transfer
9. Ajarkan teknik
ambulasi yang
aman
10. Ajarkan berdiri
dan ambulasi
dalam jarak
tertentu
11. Demonstrasikan
cara ambulasi
tanpa alat bantu
berjalan
12. Demonstrasikan
cara ambulasi
dengan alat bantu
(mis: walker,
Kruk, korsi roda,
cane)
4. Gangguan identitas Harga diri (L.09069) Promo kesehatan
diri (D.0084) Setelah dilakukan diri (I.09311)
Definisi: tindakan keperawatan Observasi
Tidak mampu diharapkan gangguan 1. Identifikasi
mempertahankan mobilitas fisik membaik keadaan
kebutuhan persepsi dengan kriteria hasil : emosional saat ini
terhadap identitas diri 2. Identifikasi
1. Penilaian diri positif respons yang di
Batasan karakteristik: 2. Perasaan memiliki tunjukan berbagai
Data mayor: kelebihan atau situasi
Subjektif kemampuan positif Terapeutik
1. (Tidak tersedia) 3. Penerimaan 1. diskusikan nilai-
Objektif penilaian positif nilai yang
1. (Tidak tersedia) terhadap diri sendiri berkontrasi
4. Perasaan malu terhadap konsep
5. Perasaan bersalah diri
6. Perasaan tidak 2. Diskusikan
mampu melakukan tentang pikiran,
apapun perilaku, atau
7. meredahkan respons terhadap
kemampuan kondisi
mengatasih masalh 3. Ungkapkan
penyangkalan
tentang kenyataan
4. Motivasi dalamn
meningkatkan
kemampuan
belajar
Edukasi
1. Anjurkan
mengenali pikiran
dan perasaan
tentang diri
2. Anjurkan
menyadari bahwa
seiap orang unik
3. Anjurkan
mengungkapkan
perasaan (mis:
marah atau
depresi)
4. Anjurkan
meminta bantuan
orang lain, sesuai
kebutuhan
5. Anjurkan
mengubah
pandang diri
sebagai korban
6. Anjurkan
mengidentifikasi
perasaan bersalah
7. Anjurkan
mengidentifikasi
situasi yang
muncul
kecemasan
8. Anjurkan
mengevaluasi
kembali persepsi
negatif tentang
diri
9. Anjuran dalam
mengekspresikan
diri dengan
kelompok sebaya
10. Ajarkan cara
membuat priritas
hidup
11. Latih kemampuan
positif diri yang
dimiliki.

4. Implementasi
Implementasi keperawatan adalah insiatif dari rencana tindakan untuk
mencapai tujuan yang spesifik yang bertujuan untuk membantu klien
dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan yang telah mencakup
peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit, pemulihan kesehatan, dan
mamfasilitasi koping.
Pelaksanaan keperawatan/implementasi harus sesuai dengan rencana
yang telah ditetapkan sebelumnya dan pelaksanaan ini disesuaikan
dengan masalah yang terjadi.

5. Evaluasi
Evaluasi merupakan tahap akhir dari proses keperawatan. Namun,
evaluasi dapat dilakukan pada setiap tahap akhir proses keperawatan.
Pada tahap evaluasi perawat dapat menemukan reaksi klien terhadap
intervensi keperawatan yang telah diberikan dan menetapkan apakah
sasaran dari rencana keperawatan telah dapat diterima (suara & Dkk,
2010)
Tahapan evaluasi merupakan proses yang menentukan sejauh mana
tujuan dapat dicapai, sehingga dalam mengevaluasi efektifitas tindakan
keperawatan. Perawat perlu mengetahui kriteria keberhasilan dimana
kriteria ini harus dapat diukur dan diamati agar kemajuan perkembangan
keperawatan kesehatan klien dapat di ketahui.
BAB III
METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif dengan
pendekatan studi kasus yaitu Penerapan Kompres Hamgat Terhadap
Penurunan Nyeri Sendi Rheumatoid Arthritis Pada Lansia di Desa Lantojaya.
B. Lokasi Dan Waktu Penelitian
Penerapan dari tindakan ini dilakukan di Desa Lantojaya, dan waktu
penelitian selama 7 hari.
C. Subyek Studi Kasus
Subyek penelitian dalam studi kasus ini adalah 1 (Satu) orang lansia
dengan rheumatoid arthritis yang gangguan nyeri skala 5 (sedang).
D. Fokus Studi
Fokus studi yang digunakan adalah Penerapan Kompres Hangat
Terhadap Penurunan Nyeri Sendi Rheumatoid Arthritis Pada Lansia di Desa
Lantojaya
E. Definisi Operasional
Definisi operasional adalah unsur penelitian yang menjelaskan bagaimana
caranya menentukan variabel dan mengukur suatu variabel.
1. Asuhan keperawatan
Keperawatan pasien dengan rheumatoid arthritis merupakan proses
atau rangkaian pada praktik keperawatan yang diberikan secara langsung
kepada pasien meliputi pengkajian, diagnose keperawatan, intervensi
keperawatan, implementasi dan evaluasi pada pasien dengan rheumatoid
arthritis di Desa Lantojaya
2. Rheumatoid arthritis adalah suatu penyakit yang di alami oleh persendian
(biasanya terjadi pada tangan dan kaki), secara simetris mengalami
peradangan, sehingga terjadi pembengkakan nyeri dan menyebabkan
kerusakan pada bagian sendi
3. Nyeri adalah suatu pengalaman sensorik dan emosional yang tidak
menyenangkan akibat dari kerusakan jaringan yang bersifat subjektif.
Keluhan sensorik yang dinyatakan seperti pegal linu, ngilu, keju, cangkue
dan seterusnya dapat dianggap sebagai modalitas nyeri. Pengukuran nyeri
menggunakan nyeri Numerical Rating Scale (NRS) sendi skala 5 (sedang).
4. Kompres hangat adalah tindakan yang bertujuan untuk memenuhi
kebutuhan rasa nyaman, mengurangi atau membebaskan nyeri, mencegah
terjadinya spasme otot, dan memberikan rasa hangat pada bagian tubuh
yang memerlukannya serta pemberiannya selama 20 menit selama 7 hari
dilakukan pada pagi hari
F. Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang digunakan yaitu dengan 3 cara :
a. Wawancara
Data yang di peroleh dalam wawancara yaitu hasil anamnese teentang
identitas pasien, keluhan utama, riwayat kesehatan sekarang, riwayat
kesehatan dahulu, riwayat kesehatan keluarga, wawancara biasa antara
pasien, keluarga dengan perawat
b. Observasi
Data yang diperoleh melalui observasi yaitu dengan melihat keadaan
pasien dengan menggunakan pemeriksaan fisik yaitu inspeksi, palpasi,
perkusi, dan auskultasi pada system tubuh
Mk: gangguan konsep diri, citra diri

c. Studi dokumentasi
Studi dokumentasi yang dilakukan dalam penelitian ini adalah dengan
pengambilan Dinas Kesehatan, dan di Desa Lantojaya
G. Etika Keperawatan
Sebelum melakukan penelitian, penelitian harus memahami prinsip-
prinsip-prinsip etika dalam penelitian karena penelitian yang digunakan
adalah subjek manusia, dimana setiap manusia memiliki hak masing-masing
yang tidak bisa dipaksakan.
Adapun etika dalam penelitian, sebagai berikut :
1. Informed Consent
Sebelum melakukan tindakan yang akan diberikan maka pasien harus
menandatangani surat persetujuan, dimana dalam persetujuan tersebut
sudah dijelaskan maksud dan tujuan dari tindakan yang akan diberikan.
2. Anonymity (Tanpa Nama)
Salah satu etika keperawatan yang harus dilakukan oleh perawat adalah
menjaga kerahasian pasien. Maka dari itu dalam melakukan penelitian
perawat harus menjaga kerahasian pasien dengan tidak mencantumkan
nama responden. Data yang ditampilkan menggunakan inisial untuk
menjaga privasi pasien
3. Prinsip Autonomy
Prinsip autonomy didasarkan pada keyakinan bahwa individu mampu
berpikir logis dan mampu membuat keputusan sendiri. Dalam melakukan
tindakan perawat harus jujur dan menggungkapkan sesuai dengan
kenyataan yang ada.
4. Prinsip Confidientiality (Kerahasian)
Semua informasi yang telah dikumpulkan dijamin kerahasiaanya oleh
peneliti, baik informasi maupun masalah-masalh lainnya, data yang telah
didapatkan harus dijaga kerahasiaanya.
5. Prinsip Beneficence And Nonmaleficence
Dalam memberikan tindakan perawat harus berbuat artinya dalam
melakukan tindakan harus mempertimbangkan apakah tindakan tersebut
berbahaya atau tidak kepada pasien serta merugikan pasien.
6. Prinsip Justice
Prinsip ini menekankan pada aspek keadilan, dimana dalam melakukan
penelitian perawat tidak memandang dari segi ras, suku, agama, ekonomi
dan lain-lain.
DAFTAR PUSTAKA

Alexander. (2017). Alexander. (2017). Prevalensi gout. Diperoleh pada Tanggal 28


Juni 2018 dari ejournal.umm.ac.id. Prevalensi Gout., 5(2), 74–80.
Asmadi. (20082). Asmadi. 2008. Teknik Prosedur Keperawatan: Konsep dan
Aplikasi Kebutuhan Dasar Klien. Jakarta: Salemba Medika. Teknik Prosedur
Keperawatan: Konsep Dan Aplikasi Kebutuhan Dasar Klien, 151(21–121).
Bobak, L. (2005). Bobak, L. 2005. Keperawatan Medikal Bedal. Edisi 5. Jakarta.
EGC.
Gulbuddin, & Hikmatyar. (2017). Gulbuddin, Hikmatyar (2017). Pentalaksanaan
Kom- prehensif Arthritis Gout dan Osteorthritis Pada Buruh Usia Lanjut. Jurnal
Ners Dan Kebidanan (Journal of Ners and Midwifery), 5(3), 182–187.
https://doi.org/10.26699/jnk.v5i3.art.p182-187
Handriani. (2012). Noer, Sarwono. 2012. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 1
(Edisi Ketiga). Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 74. Noer Sarwono, 151(2), 1–121.
Hardiani. (2011). Handriani. 2011. Kesehatan Gaya Hidup Modern bisa Disebabkan
Reumatik. Diakses 29 Januari 2015. Kesehatan Gaya Hidup Modern Bisa
Disebabkan Reumatik, 4(1), 9–15.
Hidayat, & A, A. (2006). Hidayat, A. A. 2006. Keterampilan Dasar Praktik Klinik
Kebidanan. Jakarta Salemba Medika. Keterampilan Dasar Praktik Klinik
Kebidanan, 151(21–121).
Kozier, D. (2009). Kozier, dkk. 2009. Buku Ajar Keperawatan Klinis, Jakarta: EGC.
Buku Ajar Keperawatan Klinis, 151(2), 1–121.
Kusyanti. (2006). Kusyanti, 2006. Keterampilan dan Prosedur Laboratorium
Kesehatan Teknik Mengatasi Nyeri. Jakarta: EGC. Keterampilan Dan Prosedur
Laboratorium Kesehatan Teknik Mengatasi Nyeri, 151(2), 1–121.
Mellynda, & Dkk. (2016). Mellynda dkk. (2016). Kompres Hangat Terhadap
Penurunan Pengaruh Skala Nyeri Pada Penderita Gout Arthritis di Wilayah
Kerja Puskesmas Baku Manado. Kompres Hangat Terhadap Penurunan
Pengaruh Skala Nyeri Pada Penderita Gout Arthritis Di Wilayah Kerja
Puskesmas Baku Manado., 5(3), 182–187.
Noer, & Surwono. (2012). Noer, Sarwono. 2012. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam
Jilid 1 (Edisi Ketiga). Jakarta: Balai Penerbit FKUI. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam Jili 1, 151(2), 1–121.
Perry. (2009). Perry, P. 2009. Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses,
Praktik. Edisi 7. Jakarta: EGC. Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep,
Proses, Praktik. Edisi 7, 151(2), 1–121.
Perry, & Potter. (2005). Perry, P. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan:
Konsep, Proses, Praktik. Edisi 4. Jakarta: EGC. Buku Ajar Fundamental
Keperawatan: Konsep, Proses, Praktik, 151(2), 1–121.
Poso, D. kesehatan K. (2018). Dinas Kesehatan Kabupaten Poso. Jumlah Penderita
Rheumathoid Arthritis di Kabupaten Poso. 2018. Jumlah Penderita
Rheumathoid Arthritis Di Kabupaten Poso, 1(1), 7–10.
Prices. (2005). Prices. 2005. Patofisiologi: Konsep Klinik Proses-Proses Penyakit Vol
7 Edisi 6. Jakarta : EGC. Patofisiologi: Konsep Klinik Proses-Proses Penyakit
Vol, 1(1), 226–237.
http://www.ejournal.lppmstikesjayc.ac.id/index.php/pinlitamas1/article/view/70/
67
Reevers. (2011a). Reevers. 2011. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: Salemba
Medical. Keperawatan Medikal Bedah, 151(2), 1–121.
Reevers. (2011b). Reevers. 2011. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: Salemba
Medical. Keperawatan Medikal Bedah, 151(2), 1–121.
Riskesdas. (2013). Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia, (2013). Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 1(1),
2013.
Salim, A., Kaharuddin, B., Nuddin, A., & Hengky, H. K. (2021). PENGARUH
AKTIVITAS FISIK TERHADAP KEJADIAN PENYAKIT ARTHRITIS The Effect
of Physical Activity on Event Arthritis Disease in Further Ages in District
Bacukiki Barat Parepare City. 4(1).
Smeltzer. (2011). Smeltzer, S. C. 2011. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah
(edisi 8). (vol.3). Jakarta: EGC. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah (Edisi
8). (Vol.3), 151(2), 1–121.
Stanley. (2006). Stanley, M. 2006. Buku Ajar Keperawatan Gerontik. Edisi 2.
Jakarta: EGC. Sulistyarini,. Buku Ajar Keperawatan Gerontik Edisi 2, 151(2),
1–121.
Sulistyarini, T. Sari, H. P. Ika Dewi, dan Kurnia, E. (2017). Sulistyarini, T. Sari, H. P.
Ika Dewi, dan Kurnia, E. 2017. Kompres Hangat dan Senam Lansia. Dalam
Menurunkan Nyeri Sendi Lansia. Editor Adji Media Nusantara. Cetakan 2.
Nganjuk: Penerbit Adji Media Nusantara. Kompres Hangat Dan Senam Lansia.
Dalam Menurunkan Nyeri Sendi Lansia, 151(2), 1–121.
Voight. (2003). Voight. 2003. Techniques in musculoskeletal rehabilitation. Mc
Graw-Hill, Medical Pub. Division Walsh, Linda 2008 Buku Ajar Kebidanan
Komunitas. Jakarta: EGC. Buku Ajar Kebidanan Komunitas, 151(2), 1–121.
Wiwied. (2008). Wiwied (2008) Penyakit Rematik.Bersumber
dari:http://ilmukeperawatan.wordpr es.com.(diakses tanggal 9 September.
Penyakit Rematik., 5(1), 72–76.
Lampiran 1

Novembe April Mei


Desember Januari Februari Maret
No Kegiatan r
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
Penyusunan
1
judul
Penyusunan
2
proposal
3 Konsultasi

4 Perbaikan

5 Persetujuan
Ujian
6
proposal
7 Perbaikan

Perizinan
8
penelitian

9 Penelitian

Pengelolaan
10
data
Konsultasi
11
hasil

12 Ujian KTI

13 Perbaikan

Penyetoran
14
KTI

Jadwal Kegiatan Penelitian


Lampiran 2

SURAT PERNYATAAN PERSETUJUAN


UNTUK IKUT SERTA DALAM PENELITIAN
(INFORMED CONSENT)
Yang bertanda tangan dibawah ini :

Nama :

Jenis kelamin :

Usia :

Alamat :

Dengan sesungguhnya menyatakan bahwa :

Setelah memperoleh penjelasan sepenuhnya menyadari, mengerti dan memahami


tentang tujuan, manfaat, dan resiko yang timbul dalam penelitian ini, maka saya ikut
serta dalam penelitian yang berjudul:

“Penerapan Kompres Hangat Terhadap Penurunan Nyeri Sendi Rheumatoid Arthritis


Pada Lansia Di Desa Lantojaya”

Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan tanpa ada paksaan
dari pihak

Poso, 2021

Yang menyatakan

(…………………)
Lampiran 3
PENJELASAN SEBELUM PENELITIAN
Saya Nurfadilah Ranga Mahasiswa dari Poltekkes Kemenkes Palu Jurusan Prodi D-
III Keperawatan Poso yang sedang melakukan penelitian tugas akhir, dengan ini
meminta Bapak/Ibu untuk berpartisipasi dengan suka rela dalam penelitian yang
berjudul “Penerapan Kompres Hangat Terhadap Penurunan Nyeri Sendi
Rheumatoid Arthritis Pada Lansia Di Desa Lantojaya
1. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melakukan penerapan kompres hangat
terhadap penurunan nyeri sendi rheumatoid arthritis pada lansia di desa lantojaya
2. Manfaat dari penelitian ini adalah untuk meningkatakan mutu pelayanan
keperawatan dalam memberikan asuhan keperawatan pasien lansia dengan
rheumatoid arthritis
3. Tindakan yang akan dilakukan adalah prosedur tindakan keperawatan dengan
Penerapan kompres hangat terhadap penurunan nyeri sendi rheumatoid arthritis
pada lansia di desa lantojaya
4. Partisipasi Bapak/Ibu bersifat sukarela, tidak ada paksaan dan Bapak/Ibu bisa
sewaktu-waktu mengundurkan diri dari penelitian ini.
5. Semua data yang telah diberikan selama penelitian disimpan dijaga
kerahasiaannya. Peneliti akan merahasiakan data Bapak/Ibu dengan cara
memberikan inisial sebagai pengganti nama klien yang berarti identitas Bapak/Ibu
hanya diketahui peneliti. Untuk informasi lebih lanjut Bapak/Ibu dapat
menghubungi di nomor telepon 082291331204

Peneliti

(Nurfadilah Ranga)
Lampiran 4

SOP KOMPRES HANGAT

NO STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR KOMPRES HANGAT

1. PENGERTIAN Kompres hangat adalah memberikan rasa


hangat pada daerah tertentu dengan
menggunakan cairan atau alat yang
menimbulkan hangat pada bagian tubuh yang
memerlukan.

2. TUJUAN 1. Memperlancar sirkulasi darah


2. Menurunkan suhu tubuh
3. Mengurangi rasa sakit
4. Memberi rasa hangat, nyaman dan
tenang pada klien
3. INDIKASI 1. Klien hipertermi (suhu tubuh yang
tinggi)
2. Klien dengan perut kembung.
3. Klien yang mempunyai penyakit
peradangan, seperti radang persendian.
4. Spasme otot.
5. Adanya abses.
4. KONTRAINDIKASI 1. Trauma 12-24 jam pertama
2. Perdarahan/edema
3. Gangguan vascular
4. Pleuritis

5. PERSIAPAN PASIEN 1. Berikan salam, perkenalkan diri anda, dan


identifikasi pasien dengan memeriksa
identitas pasien secara cermat.
2. Jelaskan tentang prosedur tindakan yang
akan dilakukan. Berikan kesempatan
kepada pasien untuk bertanya dan jawab
seluruh pertanyaan pasien.
3. Atur posisi pasien sehingga merasakan
aman dan nyaman.
6. PERSIAPAN ALAT: 1. Air panas
2. Washlap
3. Sarung tangan
4. Handuk kering
7. CARA KERJA:
1. Beri tahu pasien bahwa tindakan akan segera dimulai
2. Tinggikan tempat tidur sampai ketinggian kerja yang nyaman
3. Cek alat-alat yang akan digunakan
4. Dekatkan alat-alat ke sisi tempat tidur
5. Posisikan pasien senyaman mungin
6. Cuci tangan dan kenakan sarung tangan
7. Periksa TTV pasien sebelum memulai backrub (terutama nadi dan tekanan
darah)
8. Kebersihan alat diperhatikan
9. Kompres hangat diletakkan di bagian tubuh yang memerlukan (dahi, aksila,
lipat paha).
10. Minta pasien untuk mengungkapkan ketidaknyamanan saat dilakukan
kompres.
11. Pengompresan dihentikan sesuai waktu yang telah ditentukan.
12. Kaji kembali kondisi kulit disekitar pengompresan, hentikan tindakan jika
ditemukan tanda-tanda kemerahan.
13. Rapikan pasien ke posisi semula
14. Beri tahu bahwa tindakan sudah selesai
15. Bereskan alat-alat yang telah digunakan dan lepas sarung tangan
16. Kaji respon pasien (respon subjektif dan objektif)
17. Berikan reinforcement positif pada pasien
18. Buat kontrak pertemuan selanjutnya
19. Akhiri kegiatan dengan baik

HASIL:

Dokumentasikan nama tindakan/tanggal/jam tindakan, hasil yang diperoleh,


respon pasien selama tindakan, nama dan paraf perawat

Anda mungkin juga menyukai