Anda di halaman 1dari 27

LAPORAN HASIL

STUDENT CENTERED LEARNING

Tutor : Thresya Febrianti, SKM, M. Epid

Kelompok 3 :

1. PUTRI RISA SONIA (2016710023)


2. HOLIS TIAWATI (2016710044)
3. SYAFAATURROSIDA (2016710005)

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
2018

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur senantiasa kami panjatkan kehadirat Allah SWT, atas segala
limpahan rahmat dan hidayahNya sehingga kami dapat menyelesaikan laporan Student
Centered Learning (SCL) yang melingkupi mata Epidemiologi Penyakit Tidak Menular.
Ucapan terimaksih kami sampaikan kepada Ibu Thresya Febrianti, SKM, M.
Epid selaku Tutor SCL yang telah membimbing kami, dan tak lupa kami sampaikan
Terimakasih kepada Kedua orang tua kami yang selalu memberikan dukungan serta
perhatian, motivasi dan do’a setiap saat, serta semua pihak yang membantu kami hingga
makalah ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya.
Kami menyadari, dalam laporan hasil SCL ini masih banyak kesalahan dan
kekurangan.Hal ini disebabkan terbatasnnya kemampuan, pengetahuan, dan pengalaman
yang kami miliki, namun demikian banyak pula pihak yang telah membantu kami
dengan menyediakan data atau sumber informasi, memberikan masukan pemikiran.
Oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan saran. Demi perbaikan dan
kesempurnaan laporan hasil SCL ini di di waktu yang akan datang. Semoga laporan ini
dapat bermanfaat bagi kami pada khususnya dan pembaca pada umumnya.

Cirendeu, 13 November 2018

Tim Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .......................................................................................................i

DAFTAR ISI .................................................................................................................... ii

BAB I SKENARIO ..........................................................................................................1

BAB II PENDAHULUAN ................................................................................................ 3

BAB III KATA SULIT DAN KATA KUNCI ..................................................................4

BAB IV MAIND MAPPING ........................................................................................... 6

BAB V TUJUAN PEMBELAJARAN .............................................................................7

BAB VI POHON MASALAH ......................................................................................... 8

BAB VII PEMBAHASAN ................................................................................................ 9

PERTANYAAN ......................................................................................................9

JAWABAN ..............................................................................................................9

1. DEFINISI GANGGUAN MUSKULOSKELETAL.......................................9


2. FAKTOR RISIKO GANGGUAN MUSKULOSKELETAL.........................9
3. GEJALA GANGGUAN MUSKULOSKELETAL ......................................14
4. JENIS-JENIS GANGGUAN MUSKULOSKELETAL................................15
5. DAMPAK GANGGUAN MUSKULOSKELETAL.....................................17
6. PENANGGULANGAN GANGGUAN MUSKULOSKELETAL...............18

BAB VII PENUTUP.......................................................................................................21


DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................................22

ii
BAB I

SKENARIO I

Karakterisasi Keluhan Muskuloskeletal Akibat Postur Kerja Buruk Pada Pekerja


Industri Kecil
Luciana Triani Dewi

Gangguan muskuloskeletal akibat kerja atau work related musculoskeletal disorders


(WMSD) merupakan gangguan yang mengakibatkan kerusakan struktur pada tendon,
otot, tulang dan persendian, syaraf dan system pembuluh darah (Simoneau, dkk, 1996).
WMSD secara signifikan menjadi penyebab utama cedera industri baik di negara-negara
maju maupun negara berkembang (Pollak & Castillo, 2014; Shahnavaz, 1987).
Prevalensi WMSD di Indonesia terjadi pada kelompok pekerja di berbagai sektor.
Penelitian di 8 (delapan) sektor yang berbeda di tanah air menyebutkan bahwa WMSD
dialami oleh 31,6 % petani kelapa sawit di Riau, 18% perajin onyx di Jawa Barat,
16,4% penambang emas di Kalimantan Barat, 14,9% perajin sepatu di Bogor, dan 8%
perajin kuningan di Jawa Tengah, 76,7% perajin batu bata di Lampung dan 41,6%
nelayan di DKI Jakarta (Riyadina dkk., 2008). Faktor resiko yang menyebabkan
terjadinya WMSD pada aktivitas kerja antara lain adalah beban kerja (work load),
postur kerja, pengulangan (repetisi) dan durasi aktivitas (Bridger, 2003). Postur kerja
buruk menyebabkan pembebanan statis pada jaringan lunak tertentu secara kontinyu
sehingga berpotensi terjadi gangguan dan penurunan kondisi otot, tulang dan sendi dan
pada akhirnya dapat berdampak pada performansi kerja dan produktivitas pekerja.

Berdasarkan artikel ilmiah terdahulu, keluhan musculoskeletal pekerja industri


disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain postur kerja (Quansah, 2005; Velaga &
Telaprolu, 2013), kondisi tempat kerja dan faktor individu (Hagberg, dkk., 2002) dan
faktor-faktor psikososial (Mehrdad, dkk., 2010). Studi terdahulu mengevaluasi
prevalensi keluhan muskuloskeletal di berbagai negara, tempat kerja dan berbagai jenis
pekerjaan (Leroux, dkk., 2005; Elfering, dkk., 2008; Buettner, dkk., 2008; Alazawi,
2012).

Penelitian ini fokus pada industri mikro kecil (IMK) sektor makanan di Yogyakarta.
Data BPS melaporkan bahwa IMK sektor makanan merupakan salah satu golongan

1
industri yang yang mendominasi di Yogyakarta dari aspek jumlah populasi, penyerapan
tenaga kerja dan nilai investasi pada tahun 2013 (BPS DIY, 2014). IMK sektor makanan
di Yogyakarta menunjukkan pertumbuhan positif pada triwulan III tahun 2014.
Pertumbuhan ini didukung oleh sektor pariwisata, dimana Yogyakarta merupakan salah
satu tujuan wisata yang menarik bagi wisatawan. Pada umumnya IMK makanan di
Yogyakarta merupakan industri sederhana yang dilakukan di tempat kerja yang terbatas.
Observasi umum terhadap beberapa IMK makanan di Yogyakarta ditemukan prevalensi
postur kerja buruk yang cukup signifikan pada proses produksinya. Beberapa postur
kerja buruk yang dijumpai seperti postur membungkuk, duduk menyilang, jongkok,
berlutut, dan postur non natural lainnya. Postur kerja buruk tersebut pada umumnya
terjadi secara repetitif atau kontinyu sepanjang waktu kerja.

Jurnal Ilmiah Teknik Industri p-ISSN 1412-6869 e-ISSN 2460-4038

2
BAB II

PENDAHULUAN

Keselamatan kerja merupakan hal yang sangat diperhatikan dalam pekerjaan,


pekerja tidak hanya fokus denga keselamatankerja, tetapi juga pada kesehatan pekerja
tersebut. Menurut ILO (International Labour Organization) tahun 2013, setiap tahun
terjadi 2,3 juta kematian yang disebabkan oleh kecelakaan kerja dan penyakit akibat
kerja. Salah satu penyakit akibat kerja adalah gangguan muskuloskeletal, gangguan
muskuloskeletal adalah keluhan yang berada pada bagian otot skeletal atau otot rangka
yang dirasakan oleh seseorang mulai dari keluhan sangat ringan hingga sangat sakit.
Apabila otot menerima beban statis secara berulang dan dalam jangka waktu cukup
lama maka akan dapat menyebabkan keluhan berupa kerusakan pada sendi, ligamen dan
tendon. Faktor penyebab terjadinya keluhan muskuloskeletal adalah peregangan otot
yang berlebihan, aktivitas berulang, sikap kerja tidak alamiah, penyebab sekunder dan
penyebab kombinas. Menurut ILO juga melaporkan bahwa gangguan musculoskeletal
saat ini mengalami peningkatan kasus di banyak negara. Perkiraan terbaru dari Survei
Angkatan Kerja (2016) menunjukkan bahwa di Inggris , Jumlah kasus Work Related
Musculoskeletal Disorder (WRMSDs) pada tahun 2015-2016 adalah 539.000 dari
1.311.000 untuk semua penyakit terkait pekerjaan atau sekitar 41% . Jumlah kasus baru
WRMSD pada tahun 2015/2016 adalah 176.000, tingkat kejadian 550 kasus per
100.000 orang. Tingkat ini tidak jauh berbeda dengan tahun sebelumnya. Diperkirakan
8,8 juta hari kerja hilang karena WRMSDs, rata-rata 16 hari hilang untuk setiap kasus.
Gangguan muskuloskeletal terkait kerja mencakup 34% dari seluruh hari kerja yang
hilang akibat kerja yang buruk. Selama periode lima tahun antara 2009-2014, ada 360
180 klaim MSD yang serius, yang setara dengan 60 persen dari semua klaim serius
untuk periode tersebut. Cedera menyumbang 76 % MSD. Jenis umum cedera MSD
adalah kelainan jaringan lunak (29%), trauma pada otot atau tendon (21 %), dan trauma
pada persendian atau ligamen (14 %). Oleh karena itu upaya pencegahan harus
dilakukan dengan baik

3
BAB III

KATA KUNCI DAN KATA SULIT

A. KATA SULIT
1. GANGGUAN MUSKULOSKELETAL
Gangguan Muskuloskeletal adalah cedera muskuloskeletal dan sistem syaraf
yang disebabakan oleh tugas yang berulang, pengerahan tenaga melebihi batas,
getaran, kompresi mekanik dengan menekan permukaan keras berlebihan atau
posisi canggung sewaktu bekerja (Sulianta, 2014).
2. POSTUR KERJA
Postur kerja adalah postur yang diadopsi oleh seorang karyawan saat
melakukan tugas pekerjaan (Danuta, 2018).
3. CEDERA
Cedera merupakan kerusakan fisik pada tubuh manusia yang diakibatkan oleh
kekuatan yang tidak dapat ditoleransi dan tidak dapat diduga sebelumnya
(WHO, 2018).
4. TENDON
Tendon adalah sebuah pita jaringan ikat yang melekat pada otot dan ujung
yang lain berinsersi ke dalam tulang (Sugiarto, 2003).
5. PERFORMANSI KERJA
Performansi kerja adalah fungsi perkalian usaha (Effort) atau motivasi dengan
kemampuan (Ability) sebagaimana dikemukakan oleh Dubrin, S. J (1984:81),
sebagai berikut: “Performance is the multiflicaton of effort (or motivation) and
ability, as expressed in the equation P=(ExA). Ability reflects one’s capability
to perform; motivation reflect show vigorously one will apply that capability
(Romli, 2014).
6. PREVALENSI
Prevalensi adalah semua populasi yang menderita penyakit (kasus baru dan
lama) dari populasi yang beresiko menderita peyakit tersebut dalam periode
waktu tertentu (Dwipraharso, 2008)
7. FAKTOR PSIKOSOSIAL

4
Faktor Psikososial adalah dari setiap perubahan dalam kehidupan indivisu,
baik yang bersifat psikologi maupun sosial yang mem[unyai pengaruh timbal
balik (Mulyana, 2003)
8. PRODUKTIVITAS PEKERJA
Produktifitas Kerja adalah Perbandingan kegiatan antara efektifitas keluaran
dengan efisiensi masukan, artinya sebagai sikap mental yang diperlukan untuk
melakukan perbaikan dan peningkatan dalam setiap pekerjaannya. (AF,
Muchtar. 2014)

B. KATA KUNCI
Gangguan Muskuloskeletal adalah cedera muskuloskeletal dan sistem syaraf yang
disebabkan oleh tugas yang berulang, pengerahan tenaga melebihi batas, getaran,
kompresi mekanik dengan menekan permukaan keras berlebihan atau posisi
canggung sewaktu bekerja (Sulianta, 2014).

5
BAB IV
MIND MAPING

6
BAB V
TUJUAN PEMBELAJARAN

1. Diketahui definisi dari Gangguan Muskuloskeletal.


2. Diketahui faktor risiko Gangguan Muskuloskeletal.
3. Diketahui gejala Gangguan Muskuloskeletal.
4. Diketahui jenis-jenis Gangguan Muskuloskeletal.
5. Diketahui dampak Gangguan Muskuloskeletal.
6. Diketahui penanggulangan Gangguan Muskuloskeletal.

7
BAB VI
POHON MASALAH

8
BAB VII
PEMBAHASAN

A. PERTANYAAN
1. Apa definisi dari Gangguan Muskuloskeletal?
2. Apa faktor risiko Gangguan Muskuloskeletal?
3. Apa gejala Gangguan Muskuloskeletal?
4. Apa jenis-jenis Gangguan Muskuloskeletal?
5. Apa dampak Gangguan Muskuloskeletal?
6. Apa penanggulangan Gangguan Muskuloskeletal?

B. JAWABAN
1. Definisi Gangguan Muskuloskeletal
Gangguan Muskuloskeletal adalah cedera muskuloskeletal dan sistem
syaraf yang disebabakan oleh tugas yang berulang, pengerahan tenaga
melebihi batas, getaran, kompresi mekanik dengan menekan permukaan
keras berlebihan atau posisi canggung sewaktu bekerja (Sulianta, 2014).
Menurut OSHA 2000 dalam Nurliah, 2012 : Penyakit sistem musculoskletal
atau gangguan muskuloskeletal, yaitu cedera dan gangguan pada jaringan
lunak (otot, tendon, ligamen, sendi, dan tulang rawan) dan sistem saraf.

2. Faktor Risiko Gangguan Muskuloskeletal


Menurut Peter VI (2000) dalam Tarwaka and Sudiajeng (2004) dan
Handayani (2011) terdapat faktor yang berkontribusi terkait munculnya
Musculoskeletal Disorders yakni :
1. Faktor pekerjaan
a. Peregangan otot yang berlebihan
Terjadinya cedera otor skeletal sering dikaitkan dengan kegiatan
atas peregangan otot yang berlebih atau over exertion. Over Exertion
ini lebih didominan dikeluhkan oleh pekerja yang menuntut gerakan
tenaga yang besar yang melampaui kekuatan optimmum otot, seperti
: mengangkat, menahan berat badan, mendorong dan menarik

9
b. Aktivitas berulang
Pekerja yang melakukan gerakan berulang-ulang pada
aktivitasnya tanpa melakukan relaksasi, kemungkinan mengalami
keluhan otot seperti Tendonitis/ tenosynovitis, Epicondylitis (elbow
tendonitis/), Carpal tunnel syndrome, dan DeQuervain’s disease
terkait dengan WMSD dapat terjadi. Aktivitas yang berulang dan
postur canggung merupakan faktor yang membuat pekerja berisiko
mengembangkan Musculoskeletal Disorders.
c. Sikap kerja tidak alamiah
Di Indonesia, kebanyakan sektor kerja menggunakan sejumlah
alat yang berasal dari luar negri baik manual maupun berupa mesin.
Sehingga, sering terjadi ketidakergonomisan ketika pengguna alat
ketika digunakan oleh pekerja. Kurang baiknya dalam
pengadaptasian pekerja dengan alat-alat kerja tersebut dikenal
dengan sikap kerja yang tidak alamiah.
Pada penelitian Solichul (2016) di PT Angkasa Pura II, Bandara
Ngurah Rai Balimasih banyaknya sikap paksa pada operator pada
saat bekerja seperti : gerakan menjangkau berlebihan, memantau
monitor dengan sudut pandang yang terlalu besar, tulang belakang
tidak mampu tersandar dengan baik ketika duduk, tata letak sarana
pendukung kurang mendukung, penempatan kabel dan alat kontrol
kurang tepat sehingga menyebabkan rasa tidak aman dan tidak
nyaman pekerja dalam bekerja. Akibat interaksi manusia dengan
mesin yang tidak ergonomis, sehingga terjadinya gangguan sistem
muskuloskeletal pada anggota tubuh seperti bagian pinggang,
punggung, bahu kanan, bokong, leher atas dan lengan kanan atas
d. Beban angkut
Beban angkut adalah efektifitas pekerjaan yang dibebankan
kepada tenaga kerja meliputi beban fisik maupun beban mental.
Akibat beban angkut yang terlalu berat atau kemapuan fisik yang
terlalu lemah dapat mengakibatkan pekerja menderita gangguan atau
penyakit akibat kerja (Friska 2015).

10
e. Durasi
Menurut NIOSH (1997), durasi merupakan jumlah waktu dimana
pekerja terpajan oleh faktor risiko. Beberapa penelitian menemukan
dugaan adanya hubungan antara meningkatnya level atau durasi
pajanan dan jumlah kasus gangguan muskuloskeletal pada bagian
leher.
Durasi dapat dilihat sebagai meint-menut dari jam kerja/hari
pekerja terpajan resiko. Secara umum, semakin besar pajanan
durasi pada faktor resiko, semakin besar pula tingkat resikonya.
Durasi dibagi sebagai berikut
- Durasi sibgkat : < 1 jam/hari
- Durasi sedang : 1-2 jam/hari
- Durasi lama : >2 jam/hari
Lamanya waktu kerja (durasi) berkaitan dengan keadaan fisik
tubuh pekerja otot, kardiovaskular, sistem pernapasan dan lainnya.
Jika pekerjaan dalam waktu yang lama tanpa istirahat, kemampuan
tubuh akan menurun dan dapat menyebabkan kesakitan pada
anggota tubuh (Suma’mur, 1989).

2. Faktor pekerja
a. Umur
Keluhan otot skeletal biasanya dialami seseorang pada usia kerja
yaitu 24-65 tahun. Biasanya keluhan pertama dialamipada usia
30 tahun dan tingkat keluhan akan meningkat sering dengan
bertambahnya umur. Pertambahan umur pada masing-masing orang
menyebabkan adanya penurunan kemampuan pada jaringan tubuh
(otot, tendon, sendi dan ligament)
Penurunan elastisitas tendon dan otot meningkatkan jumlah sel
mati sehingga terjadi adanya penuruna fungsi dan kapabilitas otot,
tendon, sendi dan ligament yang akan meningkatkan respon setres
mekanik sehingga tubuh menjadi rentan terhadap MSDs. Dengan

11
dmeikian adanya kecenderungan bahwa risiko MSDS meningkat
seiring bertambahnya umur. (Ulfah et al.2014
b. Kebiasaan merokok
Semakin lama dan semakin tingginya frekuensi merokok
seseorang maka semakin tinggi pula tingkat keluhan yang dirasakan.
Meningkatnya otot ada hubungannya dengan lama dan tingkat
kebiasaan merokok.
c. Lama kerja
Umunya dalam sehari seseorang bekerja selama 6-8 jam dan
sisanya 14-18 digunakan untukberistirahat atau berkumpul dengan
keluarga dan berkumpul dnegan masyarakat. Adanya penambahan
jam kerja yang dapat menurunkan efesiensi pekerja, menurunkan
produktivitas, timbulnya kelelahan dan dapat mengabaikan penyakit
dan kecelakaan. (Wahidin et al,2013)
d. Masa kerja
Adalah waktu yang dihitung dari pertama kali pekerja masuk
kerja sampai penelitian berlangsung. Penentuan waktu dapat
diartikan s-ebagai pengukuran kerja untuk mencatat tentang jangka
waktu dan perbandingan kerja yaitu mengenai suatu unsur pekerjaan
tertentu yang dilaksanakan dalam suatu keadaan.

3. Faktor lingkungan
a. Tekanan
Ialah pemberian tekanan yang kuat pada pada jaringan otot yang
lunak sehingga akan muncul perasaan nyeri pada bagian otot
tersebut. Sebagai contoh mencengkeram mouse komputer dapat
menyebabkan iritasi selubung disekitar dua tendon. Menyebabkan
pembengkakan dan penebalan serta membatasi kemampuan jempol
untuk bergerak.
b. Getaran
Keterpaparan atas getaran tinggi yang teratur dan sering, dapat
menyebabkan efek kesehatan yang permanen berupa kerusakan saraf

12
dan pembuluh darah serta gangguan pada jaringan lunak. Risiko ini
lebih dominan kepada pekerja yang kontak langsung dengan alat
getar atau merupakan bagian dari proses kerja seseorang.
Penderita yang mengalami kondisi ini biasa disebut dengan Hand
Arm Vibration Syndromes (HAVS), kondisi ini ditandai dengan jari
yang memerah, sakit pada sendi terkadang menyebabkan
pembengkakan yang buruk. Adapun untuk menilai risiko dari getaran
akan dinilai dengan :
1) Mengukur tingkat getaran peralatan
2) Memantau waktu/lama pemaparan petugas
3) Melakukan pengawasan kesehatan
c. Mikrolimat
Bekerja di lingkungan yang sangat dingin atau sangat sangat panas
dapat berisiko Musculoskeletal Disorders (MSDs). Pada suhu dingin,
darah rendah ke otot dan jaringan berkurang. Dingin bisa mengurangi
kepekaan tangan dan ingatan, membutuhkan kekuatan yang lebih
tinggi untuk mencengkeram sebuah benda. Bekerja dilingkungan
yang panas atau lembab menyebabkan tubuh menaikan darah rendah
ke permukaan kulit. Hal ini memungkinkan panas memancar dan
menghasilkan keringat. Bila suhu tubuh internal meningkat,
cadangan energi dan cairan tubuh bisa turun, yang dapat
menyebabkan dehidrasi dan kelelahan otot.

4. Faktor psikososial
Faktor-faktor psikososial merupakan interaksi yang terjadi
diantara lingkungan kerja, pekerjaan, kondisi organisasi, kapasitas serta
pemenuhan pekerja, budaya, dan pertimbangan pribadi dengan pekerjaan
yang berlebih, melalui persepsi dan pengalaman serta berpengaruh pada
kesehatan, kinerja, dan kepuasan kerja (Rahardjo, 2005).
Johansson dan Rubenowitz (1996) menjelaskan faktor-faktor
psikososial yang dapat mempengaruhi terjadinya gangguan
muskuloskeletal yaitu diantaranya (Octaviani, 2017) :

13
a. Pengaruh dan kontrol pekerjaan Pada aspek ini beberapa hal yang
dapat ditinjau antara lain seperti pengaruh tingkatan kerja, pengaruh
metode kerja, pengaruh alokasi kerja, dan control teknis, serta
pengaruh peraturan kerja
b. Iklim terhadap supervisor (pengawas) Dapat dilihat hubungan
dengan penyelia, bagaimana komunikasi dalam lingkup pekerjaan
saat meminta masukan, pertimbangan sudut pandang mengenai
masalah dan memberikan informasi.
c. Rangsangan dari pekerjaan itu sendiri Hal-hal yang patut
diperhatikan adalah apakah pekerjaan tersebut menarik dan dapat
menstimulasi individu untuk bekerja atau tidak, apakah pekerjaan
bervariasi atau monoton, terdapat kesempatan untuk menggunakan
bakat dan keterampilan, dan untuk belajar hal baru dari pekerjaan.
d. Hubungan dengan rekan kerja Hal-hal yang patut diperhatikan
adalah hubungan dengan rekan kerja, komunikasi yang berkaitan
dengan pekerjaan dengan rekan kerja
e. Beban kerja secara psikologis Pertimbangkan pengaruh stress kerja,
beban kerja, perasaan lelah dan kejenuhan sehabis bekerja yang
meningkat, ada atau tidaknya kemungkinan untuk istirahat saat
bekerja, dan beban mental yang muncul dari pekerjaan itu sendiri.

3. Gejala Gangguan Muskuloskeletal


Menurut Humantech (1995) dalam Handayani (2011) , gejala gangguan
muskuloskeletal biasanya sering disertai dengan keluhan yang sifatnya
subyektif, sehingga sulit untuk menentukan derajat keparahan penyakit
tersebut. Gangguan muskuloskeletal ditandai dengan beberapa gejala yaitu
sakit, nyeri, rasa tidak nyaman, mati rasa, rasa lemas atau kehilangan daya
dan koordinasi tangan, rasa panas, agak sukar bergerak, rasa kaku dan retak
pada sendi, kemerahan, bengkak, panas, dan rasa sakit yang membuat terjaga
di tengah malam dan rasa untuk memijit tangan, pergelangan dan lengan.
Menurut Suma’mur (1996), gejala-gejala Muskuloskeletal yang biasa
dirasakan oleh seseorang adalah :

14
a. Leher dan punggung terasa kaku
b. Bahu terasa nyeri, kaku ataupun kehilangan fleksibeltas
c. Tangan dan kaki terasa nyeri seperti tertusuk
d. Siku ataupun mata kaki mengalami sakit, bengkak dan kaku
e. Tangan dan pergelangan tangan merasakan gejala sakit atau nyeri
disertai bengkak
f. Mati rasa, terasa dingin, rasa terbakar ataupun tidak kuat
g. Jari menjadi kehilangan mobitasnya, kaku dan kehilangan kekuatan
serta kehilangan kepekaan
h. Kaki dan tumit merasakan kesemutan, dingin, kaku ataupun sensasi
rasa panas

4. Jenis-Jenis Gangguan Muskuloskeletal


Secara garis besar keluhan otot dapat dikelompokan menjadi dua (Tarwaka,
et al. 2004) yaitu:
1. Keluhan sementara (reversible), yaitu keluhan otot yang terjadi pada
saat otot menerima beban statis, namun demikian keluhan tersebut akan
segera hilang apabila pembebanan dihentikan,.
2. Keluhan menetap (persistent), yaitu keluhan otot yang bersifat menetap,
walaupun pembebanan kerja telah dihentikan, namun rasa sakit pada
otot masih terus berlanjut.
Jenis-jenis keluhan Musculoskeletal Disorders (MSDs) Jeyaratnam, 2009 antara
lain:
a. Sakit Leher
Sakit leher adalah penggambaran umum terhadap gejala yang mengenai
leher, peningkatan tegangan otot atau myalgia, leher miring atau kaku leher.
Pengguna komputer yang terkena sakit ini adalah pengguna yang
menggunakan gerakan berulang pada kepala seperti menggambar dan
mengarsip, serta pengguna dengan postur yang kaku.
b. Nyeri Punggung
Nyeri punggung merupakan istilah yang digunakan untuk gejala nyeri
punggung yang spesifik seperti herniasi lumbal, arthiritis, ataupun spasme

15
otot. Nyeri punggung juga dapat disebabkan oleh tegangan otot dan postur
yang buruk saat menggunakan komputer.
c. Carpal Tunnel Syndrome
Merupakan kumpulan gejala yang mengenai tangan dan pergelangan tangan
yang diakibatkan iritasi dan nervus medianus. Keadaan ini disebabkan oleh
aktivitas berulang yang menyebabkan penekanan pada nervus medianus.
Keadaan berulang ini antara lain seperti mengetik, arthritis, fraktur
pergelangan tangan yang penyembuhannya tidak normal, atau kegiatan apa
saja yang menyebabkan penekanan pada nervus medianus.
d. De Quervains Tenosynovitis
Penyakit ini mengenai pergelangan tangan, ibu jari, dan terkadang lengan
bawah, disebabkan oleh inflamasi tenosinovium dan dua tendon yang berasa
di ibu jari pergelangan tangan. Aktivitas berulang seperti mendorong space
bar dengan ibu jari, menggenggam, menjepit, dan memeras dapat
menyebabkan inflamasi pada tenosinovium. Gejala yang timbul antara lain
rasa sakit pada sisi ibu jari lengan bawah yang dapat menyebar ke atas dan
ke bawah;
e. Thoracic Outlet Syndrome
Merupakan keadaan yang mempengaruhi bahu, lengan, dan tangan yang
ditandai dengan nyeri, kelemahan, dan mati rasa pada daerah tersebut.
Terjadi jika lima saraf utama dan dua arteri yang meninggalkan leher
tertekan. Thoracic Outlet Syndrome disebabkan oleh gerakan berulang
dengan lengan diatas atau maju kedepan. Pengguna komputer beresiko
terkena sindrom ini karena adanya gerakan berulang dalam menggunakan
keyboard dan mouse.
f. Tennis Elbow
Tennis elbow adalah suatu keadaan inflamasi tendon ekstensor, tendon yang
berasal dari siku lengan bawah dan berjalan keluar ke pergelangan tangan.
Tennis elbow disebabkan oleh gerakan berulang dan tekanan pada tendon
ekstensor.
g. Low Back Pain

16
Nyeri punggung bagian bawah salah satu Musculoskeletal disorders yang
paling sering mempengaruhi kadang-kadang hingga 80% dalam hidup
manusia. Umumnya, rasa sakit di punggung bawah pada satu atau kedua
belah bagian hingga kadang-kadang memperluas ke bokong atau paha. Low
back pain terjadi apabila ada penekanan pada daerah lumbal yaitu L4 dan
L5. Apabila dalam pelaksanaan pekerjaan posisi tubuh membungkuk ke
depan maka akan terjadi penekanan pada discus. Hal ini berhubungan
dengan posisi duduk yang janggal, kursi yang tidak ergonomis dan peralatan
lainnya yang tidak sesuai dengan antopometri pekerja. Orang yang berisiko
tinggi terkena sakit punggung bawah adalah usia 20-40 tahun dan mereka
yang pekerjaannya melibatkan tenaga fisik yang mengangkat, mendorong
atau menarik benda berat atau memutar selama mengangkat.
h. Reumatik Jaringan Otot Lunak
Diantara yang paling umum dari Musculoskeletal disorders adalah sesuatu
yang menyebabkan rasa sakit di daerah otot atau tendon dari kaki tetapi tidak
dalam sendi. Hal ini disebut dengan gangguan jaringan lunak yang
mencakup berbagai bentuk lokal dari Tendinitis dan Bursitis (radang
kandung lendir) serta gangguan nyeri yang lebih umum. Gangguan ini
adalah penyebab umum sakit di bahu, siku, pinggul, leher dan kaki.

5. Dampak Gangguan Muskuloskeletal


Gangguan Muskuloskeletal terkait kerja berkembang dari waktu ke
waktu, gangguan ini dapat terjadi secara episodik ataupun kronis dalam
durasi dan juga bisa diakibatkan oleh cedera yang diderita dalam kecelakaan
kerja yangd apat berkembang dar gangguan ringan ke gangguan parah.
Sebuah studi tentang Global Burden Disease dan dampak dari seluruh
penakit di seluruh dunia menemukan kondisi muskuloskeletal merupakan
salah satu penyakit yang menyumbang angka kecacatan urutan ke-2 di dunia
dan terbesar ke-4 pada keseluruhan populasi di dunia untuk kematian dan
kecacatan.
Menurut Arthritis Research UK (2017) dampak dari kondisi
muskuloskeletal dapat di klasifikasikan atas 4 bagian, yakni dampak pada

17
individu dan sosial, dampak pada kehidupan terkait kerja, dampak pada
kesehatan dan pelayanan kesehatan sosial, dan dampak dari segi ekonomi
(Saleh, 2018)..
Dampak yang diakibatkan oleh gangguan muskuloskeletal pada aspek
ekonomi perusahaan yaitu (pheasant 1991) dalam Handayani (2011) :
a. Pada aspek produksi yaitu berkurangnya output, kerusakan material
produk yang akhirnya menyababkan tidak terpenuhinya
deadline/target produksi, pelayanan yang tidak memuaskan dan lain-
lain.
b. Biaya yang timbul akibat absensi pekerja yang akan menyebabkan
penurunan keuntungan, biayay untuk pelatihan karyawan baru yang
menggantikan pekerja yang sakit, biaya untuk menyewa jas
akonsultan atau agensi.
c. Biaya pergantian pekerja untuk recruitment dan pelatihan
d. Biaya asuransi
Sementara itu menurut Bird (2005), gangguan muskuloskeletal dapat
menjadi permasalahan penting karena dapat :
a. Waktu kerja yang hilang karena sakit umumnya disebabkan penyakit
otot rangka
b. Menurunkan produktivitas kerja
c. Meningkatkan resiko terjadinya kecelakaan
d. Menimbulkan ketidakmampuan secara temporer atau cacat tetap

6. Pencegahan Gangguan Muskuloskeletal


Berdasarkan rekomendasi dari Occupational Safety and Health
Administration (OSHA), tindakan ergonomik untuk mencegah adanya
sumber penyakit adalah melalui dua cara, yaitu rekayasa teknik (desain
stasiun dan alat kerja) dan rekayasa manejemen (kriteria dan organisasi
kerja). Langkah preventif ini dimaksudkan untuk meminimalisir
overexertion dan mencegah adanya sikap kerja tidak almiah.
1. Rekayasa Teknik

18
Rekayasa teknik pada umumnya dilakukan melalui pemilihan beberapa
alternatif sebagai berikut:
a. Eliminasi, yaitu dengan menghilangkan sumber bahaya yang ada. Hal
ini jarang bisa dilakukan mengingat kondisi dan tuntutan pekerjaan
yang mengharuskan untuk menggunakan peralatan yang ada. ¾
Substitusi, yaitu mengganti alat/bahan lama dengan alat/bahan baru
yang aman, menyempurnakan proses produksi dan menyempurnakan
prosedur penggunaan peralatan.
b. Partisi, yaitu melakukan pemisahan antara sumber bahaya dengan
pekerja, sebagai contoh, memisahkan ruang mesin yang bergetar
dengan ruang kerja lainnya, pemasangan alat peredam getaran, dsb.
c. Ventilasi, yaitu dengan menambah ventilasi untuk mengurangi resiko
sakit, misalnya akibat suhu udara yang terlalu panas.
2. Rekayasa Manajemen
Rekayasa Manejemen dapat dilakukan melalui tindakan-tindakan sebagai
berikut :
a. Pendidikan dan pelatihan Melalui pendidikan dan pelatihan, pekerja
menjadi lebih memahami lingkungan dan alat kerja sehingga
diharapkan dapat melakukan penyesuaian dan inovatf dalam
melakukan upaya-upaya pencegahan terhadap resiko sakit akibat
kerja
b. Pengaturan waktu kerja dan istirahat yang seimbang, dalam arti
disesuaikan dengan kondisi lingkungan kerja dan karakteristik
pekerjaan, sehingga dapat mencegah paparan yang berlebihan
terhadap sumber bahaya.
c. Pengawasan yang intensif Melalui pengawasan yang intensif dapat
dilakukan pencegahan secara lebih dini terhadap kumungkinan
terjadinya resiko sakit akibat kerja.

Berikut ini adalah penerapan konsep lima tingkatan pencegahan penyakit


(five level of prevention disease) pada penyakit akibat kerja, yakni (Salawati,
2015):

19
1. Peningkatan kesehatan (health promotion). Misalnya: penyuluhan
kesehatan dan keselamatan kerja (K3) pendidikan kesehatan,
meningkatkan gizi yang baik, pengembangan kepribadian,
perusahaan yang sehat dan memadai, rekreasi, lingkungan kerja yang
memadai, penyuluhan perkawinan dan pendidikan seksual, konsultasi
tentang keturunan dan pemeriksaan kesehatan periodik.
2. Perlindungan khusus (specific protection). Misalnya: imunisasi,
hygiene perorangan, sanitasi lingkungan, serta proteksi terhadap
bahaya dan kecelakaan kerja dengan menggunakan alat pelindung
diri (APD) seperti helm, kacamata kerja, masker, penutup telinga (ear
muff dan ear plug) baju tahan panas, sarung tangan, dan sebagainya.
3. Diagnosis (deteksi) dini dan pengobatan segera serta pembatasan
titik-titik lemah untuk mencegah terjadinya komplikasi.
4. Membatasi kemungkinan cacat (disability limitation). Misalnya:
memeriksa dan mengobati tenaga kerja secara komprehensif,
mengobati tenaga kerja secara sempurna dan pendidikan kesehatan.
5. Pemulihan kesehatan (rehabilitation). Misalnya: rehabilitasi dan
mempekerjakan kemali para pekerja yang menderita cacat. Sedapat
mungkin perusahaan mencoba menempatkan keryawan-karyawan
cacat di jabatan yang sesuai.

20
BAB VIII

PENUTUP

KESIMPULAN
Gangguan Muskuloskeletal merupakan penyakit yang diakibatkan oleh kerja yang
ditandai dengan kerusakan sistem muskuloskeletal seperti kerusakan otot, sendi,
ligament dan tendon. Gangguan ini disebakan oleh tugas kerja yang berulang,
pengerahan tenaga melebihi batas, getaran, kompresi mekanik dengan menekan
permukaan keras berlebihan atau posisi canggung sewaktu bekerja. Jika gangguan
muskuloskeletal ini dibiarkan begitu saja, maka akan berdampak besar bagi kualitas
hidup pekerja maupun kerugian pada industri. Maka dari itu perlu adanya
pencegahan dari pihak industri yang bersangkutan meliputi pencegahan primer,
sekunder dan tersier.

21
DAFTAR PUSTAKA

AF, Muchtar. 2014. MONITORING LINGKUNGAN KERJA TEKANAN PANAS/


HEAT STRESS. Jakarta : Universitas Esa Unggul. Tersedia di:
Http://Ikk354.Weblog.Esaunggul.Ac.Id/Wp-
Content/Uploads/Sites/310/2012/12/Moniring-Lingkungan-Kerja-Haeat-
Stress.Pdf Diakses 13 November 2018
Friska, Y.U.K.E.L.M., 2015. HUBUNGAN SIKAP KERJA DENGAN KELUHAN
MUSCULOSKELETAL PADA PENYORTIR TEMBAKAU DI GUDANG
SORTASI TEMBAKAU KEBUN KLUMPANG SUTK PTPN II TAHUN
2015. Keselamatan dan Kesehatan Kerja FKM USU, 2015, pp.1–8.
Handayani, Wita. 2011. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Keluhan
Muskuloskeletal Disorders pada Pekerja di Bagian Polishing PT. Surya
Toto Indonesia. Tbk Tangerang Tahun 2011. Jakarta: UIN

HSE (2016) „Work-related Musculoskeletal Disorder ( WRMSDs ) Statistics , Great


Britain 2016‟, in, pp. 1–20

http://www.who.int/topics/injuries/en/ Diakses 13 November 2018.

https://books.google.co.id/books?id=t_S_F7iYVJAC&pg=PA79&dq=survey+adalah&h
l=id&sa=X&ved=0ahUKEwjS-
9v5jtTdAhXWfH0KHVTaCEYQ6AEILTAB#v=onepage&q=survey%20ad
alah&f=false Diakses 13 November 2018

ILO, 2014. Safety and Health at Work: A Vision for Sustainable Prevention.

ILO, 2014. Safety and Health at Work: A Vision for Sustainable Prevention.
http://www.ilo.org/WCMS_301214.htm Diakses 13 November 2018

Jeyaratnam, J. 2009. Buku Ajar Praktik Kedokteran Kerja. EGC : Jakarta


Lalu Muhammad Saleh. 2018. Man Behind The Scane Aviation Safety. Yogyakarta.
Muliana, 2003. Tinjauan Faktor Risiko Misculoskeletal Disorders pada Leher, Bahu,
dan Pinggang pada Pekerja Perekam Data Badan Pusat Statistik (BPM).
Depok: Universitas Indonesia.

22
Nurliah, A. (2012) ‘UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS RISIKO
MUSCULOSKELETAL DISORDERS ( Penyakit sistem musculoskletal )
PADA OPERATOR FORKLIFT DI PT . LLI TAHUN 2012 UNIVERSITAS
INDONESIA ANALISIS RISIKO MUSCULOSKELETAL DISORDERS (
Penyakit sistem musculoskletal ) PADA OPERATOR FORKLIFT DI PT . LLI
TAHUN 2012’
Octaviani, Dian. 2017. Hubungan Postur Kerja Dan Faktor Lain Terhadap Keluhan
Musculoskeletal Disorder’s (Msds) Pada Sopir Bus Antar Provinsi Di
Bandar Lampung. Lampung : Universitas Lampung

Rahardjo W. 2005. Peran Faktor-faktor Psikososial dan Keselamata Kerja pada Jenis
Pekerjaan yang Bersifat ISO-STRAIN. Jakarta: Seminar Nasional PESAT
Romli, Khomsahrial. 2014. Komunikasi Organisasi Lengkap (edisi Revisi). Jakarta:
Gramedia Widiasarana Indonesia.

Salawati, L. (2015) ‘Penyakit akibat kerja dan pencegahan’, Jurnal Kedokteran Syiah
Kuala, 15(Nomor 2), pp. 91–95. Available at:
http://download.portalgaruda.org/article.php?article=428813&val=3947&title
PENYAKIT AKIBAT KERJA DAN PENCEGAHAN.
Saleh, Lalu Muhammad. 2018. Man Behind The Scene Aviation Safety. Jakarta:
Deepublish
Sugiarto, Bertha. 2003. Fisiologi dan Anatomi Modern Untuk Perawat. Jakarta: EGC.

Sulianta, Feri. 2014. Rahasia dan Trik IT Paling dicari. Jakata: Gramedia Widiasarana
Indonesia.

Suma’mur. 1989. Ergonomi untuk Produktivitas Kerja. Jakarta:CV.Haji Masagung


Suma’mur.1996. Hygiene Perusahaan dan Keselamatan Kerja. Cetakan 13.
Jakarta:Haji Masagung
Tarwaka, et al (2004), Ergonomi Untuk K3 dan Produktvitas, UNIBA Press: Surakarta
Ulfah, N., Harwanti, S. & Nurcahyo, P.J., 2014. Sikap Kerja dan Risiko
Musculoskeletal Disorders pada Pekerja Laundry. Jurnal Kesehatan
Masyarakat Nasional, 8(7), pp.313– 318.

23
Wahidin, R. et al., 2013. FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN
GANNGUANMUSKULOSKELETAL PADA CLEANING SERVICEDI
RSUP DR.WAHIDIN SUDIROHUSODO MAKASSAR. Kesehatan dan
Keselamatan Kerja Universitas Hassanudin Makassar.

24

Anda mungkin juga menyukai