Anda di halaman 1dari 19

ANALISIS RISIKO KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA

PADA PEKERJA PENAMBANG PASIR SUNGAI DI DAERAH


JEMBATAN KOREK, ANDONGSARI- AMBULU, KABUPATEN
JEMBER

Sebagai Tugas Mata Kuliah Keselamatan Pasien dan Keselamatan Kesehatan Kerja
Semester 3 yang dibimbing Elok Permatasari, SKM, M.Kes
Tahun Pelajaran 2017 – 2018

Oleh Kelompok 8:
Eva Meiroikhatul Jannah (1611011002)
Bintari Puspa Alfirosa (1611011005)
Okta Savira Devi N. (1611011017)

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JEMBER

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

PRODI S-1 KEPERAWATAN

November, 2017

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT atas limpahan rahmat taufik dan
hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah yang berjudul :
“Analisis Risiko Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Pada Pekerja Penambang Pasir
Sungai Di Daerah Jembatan Korek, Andongsari- Ambulu, Kabupaten Jember”.
Dalam menyusun Karya Tulis Ilmiah ini penulis telah banyak mendapat bimbingan dan
bantuan dari berbagai pihak baik secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu
penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang tak terhingga kepada :
1. Elok Permatasari, SKM, M.Kes selaku Dosen mata kuliah Keselamatan Pasien dan
Keselamatan Kesehatan Kerja dalam Keperawatan yang telah memberikan banyak
bimbingan sehingga karya ilmiah ini dapat terselesaikan.
2. Pekerja Penambang Pasir di Daerah Andongsari - Ambulu yang telah bersedia
meluangkan sedikit waktu untuk diwawancarai.
Penulis menyadari bahwa karya tulis ini masih jauh dari kesempurnaan, mengingat
kemampuan penulis yang terbatas dan semoga dengan adanya karya tulis ilmiah ini dapat
memberiakan manfaat kepada pembaca. Amin.

Jember, November 2017

Kelompok 8

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ....................................................................................................... i

KATA PENGANTAR..................................................................................................... ii

DAFTAR ISI.................................................................................................................... iii

PENDAHULUAN............................................................................................................ 1

TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................................. 2

HASIL OBSERVASI ..................................................................................................... 5

ANALISIS DAN PEMBAHASAN ................................................................................ 9

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................... 13

LAMPIRAN................................................................................................................... 14

iii
PENDAHULUAN

Angka-angka tentang kecelakaan dan penyakit kerja di Indonesia menunjukkan


perlunya memberikan perhatian serius untuk pekerja Indonesia.Berdasarkan catatan BPJS
Kesehatan, dilaporkan pada tahun 2016 bahwa setiap tahun terjadi hingga 98.000 kasus
kecelakaan kerja di Indonesia dari jumlah pekerja sekitar 121 juta orang. Bukan hanya
kecelakaan kerja, penyakit akibat kerja (PAK) juga merupakan masalah penting di dunia,
termasuk Indonesia. International Labour Organization(ILO) pada tahun 2013 menyatakan
bahwa 160 pekerja mengalami sakit akibat kerja setiap 15 detik. Kecelakaan kerja dan
Penyakit akibat kerja menjadi beban kesehatan dan ekonomi di Indonesia karena bukan hanya
membutuhkan pelayanan dan biaya kesehatan, namun juga menurunkan produktivitas para
pekerja di Indonesia.

Data Sakernas menyebutkan sampai dengan Agustus 2008, sektor informal masih
mendominasi kondisi ketenagakerjaan di Indonesia dengan kontribusi sekitar 65,92% pekerja
laki-laki dan 73,54% pekerja perempuan. Meskipun nilai tambah penyerapan tenaga kerja di
sektor informal tidak sebesar di sektor formal. Wilayah pedesaan masih dominan menjadi
sarang sektor informal. Dari segenap pekerja di pedesaan lebih dari 75%-nya bekerja di
sektor informal, sedangkan di perkotaan hanya 40% pekerja.

Tenaga kerja sektor informal adalah tenaga kerja yang bekerja pada segala jenis
pekerjaan tanpa ada perlindungan negara dan atas usaha tersebut tidak dikenakan pajak.
Pekerja sektor informal seperti buruh dianggap sebagai pekerja kasar (blue collar) sebagai
pekerja pada pekerjaan yang mengandalkan kekuatan fisik pada kelompok lapangan usaha
Salah satu pekerjaan yang termasuk dalam sektor informal adalah pekerja pada
tambang pasir.

Alasan memilih pertambangan pasir sebagai objek penelitian dikarenakan pekerja


tambang pasir banyak menggunakan tenaga fisik yang berhubungan langsung dengan
bahaya dan risiko pada lingkungan serta dampak pekerjaan yang dilakukannya. Risiko yang
dihadapi oleh penambang pasir sangat beragam, mulai dari risiko kecelakaan yang berasal
dari peralatan penambangan yang tradisional, kondisi lingkungan, hingga beban kerja
yang dihadapi. Upaya pencegahan kecelakaan akibat kerja dapat direncanakan, dilakukan
dan dipantau dengan melakukan studi karakteristik tentang kecelakaan agar upaya
pencegahan dan penananggulangnya dapat dipilih melalui pendekatan yang paling tepat.

1
TINJAUAN PUSTAKA

A. Kesehatan dan Keselamatan Kerja

Pada hakekatnya Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) merupakan suatu


keilmuwan multidisiplin yang menerapkan upaya pemeliharaan dan peningkatan kondisi
lingkungan kerja, keamanan kerja, keselamatan dan kesehatan tenaga kerja, serta
melindungi tenaga kerja terhadap resiko bahaya dalam melakukan pekerjaan serta
mencegah terjadinya kerugian akibat kecelakaan kerja, penyakit akibat kerja, kebakaran,
peledakan atau pencemaran lingkungan kerja.
Undang-undang yang telah mengatur tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
yaitu Undang-undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1970 Tentang Keselamatan
Kerja. Undang-Undang tersebut selanjutnya diperbaharui menjadi Pasal 86 ayat 1
Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 yang menyebutkan bahwa setiap pekerja/buruh
berhak untuk memperoleh perlindungan atas Keselamatan dan kesehatan kerja serta
moral dan kesusilaan. Selain itu, Undang-Undang No. 23 tahun 1992 tentang Kesehatan
juga memberikan ketentuan mengenai kesehatan kerja dalam Pasal 23, menyebutkan
bahwa kesehatan kerja dilaksanakan supaya semua pekerja dapat bekerja dalam kondisi
kesehatan yang baik tanpa membahayakan diri mereka sendiri atau masyarakat, dan
supaya mereka dapat mengoptimalkan produktivitas kerja mereka sesuai dengan program
perlindungan tenaga kerja.

B. Kecelakaan dan Penyakit Akibat Kerja


Menurut Per 03/Men/1994 bab I pasal 1 butir 7 mengenai Program JAMSOSTEK,
pengertian kecelakaan kerja adalah kecelakaan berhubung dengan hubungan kerja ,
termasuk penyakit yang timbul karena hubungan kerja demikian pula kecelakaan
yang terjadi dalam perjalanan berangkat dari rumah menuju tempat kerja dan pulang
ke rumah melalui jalan biasa atau wajar dilalui.
Kecelakaan adalah kejadian yang tidak terduga dan tidak diharapkan. Tidak terduga
karena di belakang peristiwa itu tidak terdapat unsur kesengajaan,
dan tidak diharapkan karena peristiwa kecelakaan disertai dengan kerugian material
ataupun penderitaan dari yang paling ringan sampai yang paling berat. Kecelakaan
akibat kerja adalah kecelakaan yang berkaitan dengan hubungan kerja pada perusahaan.

2
Hubungan kerja disini dapat diartikan bahwa kecelakaan terjadidikarenakan oleh
pekerjaan atau pada waktu melaksanakan pekerjaan.
Kecelakaan selalu ada penyebabnya, dan cara penggolongan sebab-sebab kecelakaan
diberbagai negara juga tidak sama. Namun secara umum, sebab-sebab kecelakaan kerja
dapat digolongkan sebagai berikut:
1. Tindak perbuatan manusia yang tidak memenuhi keselamatan (unsafe human acts)
Umumnya bahaya-bahaya kecelakaan yang disebabkan oleh faktor ini antara lain:
 Bekerja pada mesin yang bukan haknya, melupakan keamananatau peringatan.
 Bekerja dengan kecepatan dan berbahaya (terlalu cepat, terlalulambat atau tergesa-
gesa).
 Tidak memperhatikan peraturan, mengganggu orang lain, marah-marah dan
bercanda.
 Lupa menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) misalnya sumbat telinga, masker,
helm, topi dan sebagainya.
2. Keadaan lingkungan yang tidak aman (unsafe conditions).
Sebab-sebab kecelakaan yang ditimbulkan oleh keadaan lingkungan yangtidak
aman meliputi: kendaraan, mesin, debu, bahan kimia dan lain-lain.
Antara lain dapat dikelompokkan sebagai berikut:
 Perkakas, alat-alat dan bahan-bahan yang rusak, misalnya karenasudah tua, pecah
dan lain-lain.
 Pengamanan mesin yang tidak baik atau alat-alat perkakas yangsama sekali tanpa
alat pengaman, misal gir, ban berjalan, mata pisau, pisau, rantai dan lain-lain.
 Keadaan lingkungan kerja yang tidak diinginkan. Misalnya banyak timbunan, suhu
yang tidak tepat, pertukaran udara yangkurang, tidak ada penghisap debu, keadaan
lingkungan yang tidak sehat dan lain-lain.
 Tata rumah tangga yang tidak baik.

Penyakit kerja adalah kondisi abnormal atau penyakit yang disebabkan oleh
kerentanan terhadap faktor lingkungan yang terkait dengan pekerjaan. Hal ini meliputi
penyakit akut dan kronis yang disebakan oleh pernafasan, penyerapan, pencernaan, atau
kontak langsung dengan bahan kimia beracun atau pengantar yang berbahaya (Dessler,
2007). Masalah kesehatan karyawan sangat beragam dan kadang tidak tampak. Penyakit
ini dapat berkisar mulai dari penyakit ringan seperti flu, hingga penyakit yang serius

3
yang berkaitan dengan pekerjaannya (Malthis dan Jackson, 2002). Schuler dan Jackson
(1999) menjelaskan bahwa dalam jangka panjang, bahaya-bahaya di lingkungan tempat
kerja dikaitkan dengan kanker kelenjar tiroid, hati, paru-paru, otak dan ginjal; penyakit
paru-paru putih, cokelat, dan hitam; leukimia; bronkitis; emphysema dan lymphoma;
anemia plastik dan kerusakan sistem saraf pusat; dan kelainan kelainan reproduksi (misal
kemandulan, kerusakan genetic, keguguran dan cacat pada waktulahir).

C. Pertambangan Pasir Sebagai Usaha Sektor Non-Formal


Secara umum sektor non-formal adalah lingkungan usaha tidak resmi, karena
lapangan pekerjaan diciptakan dan diusahakan sendiri oleh pencari kerja seperti
wiraswasta. Usaha yang paling menguntungkan dari sektor nonformal adalah membuka
rumah makan di tempat-tempat yang ramai, membangun usaha pertambangan pasir
tradisional, serta unit usaha kecil yang melakukan kegiatan produksi atau distribusi
barang dan jasa untuk menciptakan lapangan kerja dan memberikan penghasilan. Mereka
yang terlibat dalam unit kegiatan tersebut bekerja dengan berbagai keterbatasan, baik
modal, fisik, tenaga, maupun keahlian.
Keberadaan pertambangan pasir mempunyai banyak peranan penting bagi masyarakat
sekitar. Secara tidak langsung dapat mempengaruhi kehidupan ekonomi dan sosial
masyarakat. Dalam bidang ekonomi, pertambangan tersebut dapat menambah
penghasilan bagi para penambangnya, terutama dalam meningkatkan taraf hidup. Dalam
bidang sosial, mereka dapat menjadikan pertambangan tersebut sebagai tempat
terkumpul dan berinteraksi antar sesama penambang, bahkan pembeli.
Pasir sebagai material pokok dalam pembangunan fisik mempunyai fungsi yang
sangat vital. Sehubungan dengan hal tersebut, pertambangan pasir memegang peranan
yang sangat penting, namun hal tersebut tidak lantas membuat penambang pasir bisa
hidup dengan keyakinan mampu memenuhi kebutuhan ekonominya.
Selain indikator ekonomi, kondisi kesehatan dapat menjelaskan bagaimana kehidupan
penambang pasir. Pola waktu kerja yang panjang dan lokasi bekerja yang tidak steril
telah memunculkan berbagai penyakit. Kebanyakan penambang bekerja pagi-pagi sekali
dan selesai siang atau sore hari. Pekerjaan mereka tidak lepas dari berendam dalam air.
Hal ini banyak menimbulkan penyakit air seperti penyakit Kadas, Kurap, Kutu Air,
Varises,dan Kapalan.

4
HASIL OBSERVASI

Observasi dilakukan di Sungai daerah Penambangan Pasir Andongsari- Ambulu


Kabupaten Jember lebih tepatnya di bawah Jembatan Korek mulai pukul 09.15 – 13.30 WIB
pada tanggal 12 November 2017. Selain melakukan pengamatan, penulis juga melakukan
wawancara untuk memperoleh informasi yang diperlukan dari para pekerja penambang pasir
di daerah tersebut. Diketahui jumlah penambang pasir di bawah Jembatan Korek,
Andongsari- Jember adalah 11 orang. Dengan waktu pengalaman kerja sebagai penambang
pasir mulai dari 3 tahun hingga 25 tahun. Para penambang pasir dari yang termuda berusia 28
tahun hingga yang tertua berusia 50 tahun. Berikut adalah hasil observasi yang didapatkan:

Tabel 1. Frekuensi Risiko Keselamatan dan Kesehatan Kerja di Penambangan


Pasir Jembatan Korek Andongsari- Ambulu Kabupaten Jember:

Keberadaan Presentase
Jenis Risiko Resiko Jumlah (%)
Gatal- gatal pada bagian tubuh Pernah Mengalami 10 90,9
yang tertutupi celana dalam Tidak Mengalami 1 9,91
Pernah Mengalami 8 72,7
Kutu air pada kaki
Tidak Mengalami 3 27,3
Pernah Mengalami 5 45,4
Telinga sakit kemasukan air
Tidak Mengalami 6 54,6
Pernah Mengalami 5 45,4
Sakit pada pinggang
Tidak Mengalami 6 54,6
Pernah Mengalami 9 81,8
Sakit pada punggung
Tidak Mengalami 2 18,2
Terpapar suhu yang terlalu Pernah Mengalami 11 100
dingin atau panas Tidak Mengalami 0 0
Kaki tertusuk beling, kerikil Pernah Mengalami 7 63,7
lancip dan bambu Tidak Mengalami 4 36,3
Pernah Mengalami 5 45,4
Terjatuh di pusaran air
Tidak Mengalami 6 54,6
Tenggelam di sungai Pernah Mengalami 1 9,91

5
Tidak Mengalami 10 90,9
Pernah Mengalami 1 9,91
Terbawa arus sungai
Tidak Mengalami 10 90,9
Tidak sengaja meminum air Pernah Mengalami 11 100
sungai Tidak Mengalami 0 0

Tabel 1. Menunjukkan risiko Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) terbanyak atau
yang dialami oleh seluruh pekerja penambang pasir adalah gatal- gatal pada bagian tubuh
yang tertutupi celana dalam 100% (11 responen), terpapar suhu yang terlalu dingin atau
panas sebesar 100% (11 responen), dan tidak sengja meminum air sungai 100% (11
responden). Risiko yang sangat jarang dialamii oleh pekerja penambang pasir adalah
tenggelam di sungai.

Tabel 2. Frekuensi Penggunaan Alat Pelindung Diri pada Pekerja Penambangan


Pasir Jembatan Korek Andongsari- Ambulu Kabupaten Jember

Penggunaan Alat Presentase


Jenis Alat Pelindung Diri Jumlah
Pelindung Diri (100%)

Sepatu Karet atau Sepatu Memakai 0 0


Pengaman Tidak Memakai 11 100
Memakai 0 0
Sarung Tangan
Tidak Memakai 11 100
Memakai 0 0
Masker
Tidak Memakai 11 100
Memakai 0 0
Kaca Mata Pengaman
Tidak Memakai 11 100
Memakai 5 45,4
Penutup Telinga
Tidak Memakai 6 54,6

Dari tabel 2. diketahui bahwa penggunan Alat Pelindung Diri (APD) sangat jarang
diterapkan oleh para pekerja penambangan pasir di Jembatan Korek Andongsari- Ambulu.
Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) hanya dilakukan oleh 5 pekerja penambangan pasir,
itupun Alaat Pelindung Diri (APD) yang mereka gunakan hanya memakai penutup telinga

6
berupa kasa untuk menghambat air masuk ke dalam telinga. Dalam praktiknya, mereka
mencari pasir di sungai hanya dengan memakai celana dalam saja.

Tabel 3. Penilaian Risiko pada Pekerja Penambangan Pasir Jembatan Korek


Andongsari- Ambulu Kbupaten Jember
Peluang/
Jenis Risiko Kemungkin Akibat Penilaian Keterangan
an Risiko
Gatal- gatal pada bagian
tubuh yang tertutupi celana
dalam 5 2 10 Signifikan
Kutu air pada kaki 4 2 8 Signifikan
Telinga sakit kemasukan
air 3 3 6 Moderat
Sakit pada pinggang 3 2 6 Moderat
Sakit pada punggung 4 2 8 Signifikan
Terpapar suhu yang terlalu
dingin atau panas 5 1 5 Moderat
Kaki tertusuk beling,
kerikil lancip dan bambu 4 3 12 Signifikan
Terjatuh di pusaran air 3 4 12 Signifikan
Tenggelam di sungai 1 4 4 Moderat
Terbawa arus sungai 2 4 4 Signifikan
Tidak sengaja meminum
air sungai 5 1 5 Moderat

Berdasarkan diskusi yang telah dilakukan oleh penulis, diperoleh peluang


kemungkinan dan akibat seperti seperti tabel 3. Penilaian risiko diperoleh dari hasil kali
antara Peluang/ Kemungkinan dan Akibat. Dari tabel 3. dapat diketahui bahwa penilaian
risiko pada pekerja penambangan Pasir Jembatan Korek Andongsari- Ambulu adalah
Signifikan dan Moderat. Berdasarkan hasil observasi, Signifikan diperoleh dari gatal- gatal
pada bagian tubuh yang tertutupi celana dalam, kutu air pada kaki, sakit pada punggung,
terpapar suhu yang terlalu dingin atau panas, terbawa arus sungai, terjatuh di pusaran air serta
kaki tertusuk beling kerikil lancip dan bambu. Selanjutnya Moderat diperoleh dari telinga

7
sakit kemasukan air, sakit pada pinggang, tenggelam di sungai dan tidak sengaja meminum
air sungai.

Tabel 4. Pengendalian Risiko Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) pada


Pekerja Penambangan Pasir Jembatan Korek Andongsari- Ambulu Kabupaten Jember

Jenis Risiko Pengendalian Risiko

Gatal- gatal pada bagian tubuh yang tertutupi


celana dalam Penggunaan APD
Kutu air pada kaki Penggunaan APD
Telinga sakit kemasukan air Penggunaan APD
Sakit pada pinggang Pengendalian Administrasi
Sakit pada punggung Pengendalian Administrasi
Terpapar suhu yang terlalu dingin atau panas Pengendalian Administrasi

Kaki tertusuk beling, kerikil lancip dan bambu Penggunaan APD


Terjatuh di pusaran air Pengendalian Administrasi
Tenggelam di sungai Pengendalian Administrasi
Terbawa arus sungai Pengendalian Administrasi
Tidak sengaja meminum air sungai Pengendalian Administrasi

Berdasarkan Tabel 4. Diketahui bahwa untuk pengendalian risiko Keselamatan dan


Kesehatan Kerja (K3) pada Pekerja Penambangan Pasir Jembatan Korek Andongsari-
Ambulu, penulis mengambil pengendalian Administrasi dan Penggunaan APD. Pengendalian
Administrasi ditujukan untuk jenis risiko berupa: sakit pada pinggang, sakit pada punggung
terpapar suhu yang terlalu dingin atau panas, terjatuh di pusaran air, tenggelam di sungai,
terbawa arus sungai, dan tidak sengaja meminum air sungai. Seanjutnya, penggunaan APD
ditujukan untuk jenis risiko berupa: gatal- gatal pada bagian tubuh yang tertutupi celana
dalam, kutu air pada kaki, telinga sakit kemasukan air, serta kaki tertusuk beling, kerikil
lancip dan bambu.

ANALISIS DAN PEMBAHASAN

8
A. Risiko Keselamatan dan Kesehatan Kerja di Penambangan Pasir Jembatan Korek
Andongsari- Ambulu Kabupaten Jember

Kondisi arus sungai di daerah Penambangan Pasir Jembatan Korek, Andongsari –


Ambulu Kabupaten Jember adalah relatif tenang dengan kedalaman kurang lebih hanya
sebatas perut para pekerja pencari pasir saat pada bulan- bulan musim kemarau. Saat
musim penghujan terutama di bulan Desember, air sungai bisa naik sampai batas telinga
para pekerja pencari air. Para pekerja rata- rata mencari pasir di sungai selama 4 sampai
5 jam non stop lalu akan dilanjutkan lagi jika merasa masih kuat dalam mencari pasir.
Terkadang, jika sedang membutuhkan uang dan ada pesanan banyak, mereka akan
bekerja di malam hari juga. Untuk 1 pick up pasir didapatkan selama waktu 3 hari
dengan bayaran 90.000 rupiah per pick upnya.
Langkah pertama dalam menganalisis risiko adalah melakukan identifikasi apa saja
potensi bahaya yang ada dalam tempat kerja. Bahaya dapat bersumber dari proses
produksi, material atau bahan yang digunakan, serta kegiatan kerja yang dijalankan oleh
para pekerja yang mengandung potensi risiko. Jenis risiko Keselamatan dan Kesehatan
Kerja (K3) di Penambangan Pasir Jembatan Korek Andongsari- Ambulu Kabupaten
Jember dapat berupa penyakit akibat kerja dan kecelakaan akibat kerja.
Setelah dilakukan obserasi diketahui bahwa jenis risiko yang dialami pekerja
penambang pasir akibat bekerja mencari pasir di sungai Jembatan Korek, Andongsari-
Ambulu Kabupaten Jember berupa gatal- gatal pada bagian tubuh yang tertutupi celana
dalam, kutu air pada kaki, telinga sakit kemasukan air, sakit pada pinggang, sakit pada
punggung, terpapar suhu yang terlalu dingin atau panas, kaki tertusuk beling, kerikil
lancip dan bambu, terjatuh di pusaran air, tenggelam di sungai, terbawa arus sungai dan
tidak sengaja meminum air sungai.
Jenis risiko Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) tertinggi yang dialami oleh para
pekerja di penambangan pasir tersebut adalah gatal- gatal pada bagian tubuh yang
tertutupi celana dalam, terpapar suhu yang terlalu dingin atau panas, dan tidak sengaja
meminum air sungai. Risiko- risiko tersebut dialami oleh seluruh pekerja pencari pasir di
penambangan pasir tersebut. Selanjutnya jenis risiko yang sangat jarang dialami oleh
pekerja penambang pasir di daerah penambangan tersebut adalah tenggelam di sungai.

B. Penggunaan Alat Pelindung Diri pada Pekerja Penambangan Pasir Jembatan


Korek Andongsari- Ambulu Kabupaten Jember

9
Menurut Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia
Nomor ER.08/MEN/VII/2010 Tentang Alat Pelindung Diri pada Pasal 1 menjelaskan
bahwa Alat Pelindung Diri (APD) adalah suatu alat yang mempunyai kemampuan untuk
melindungi seseorang yang fungsinya mengisolasi sebagian atau seluruh tubuh dari
potensi bahaya di tempat kerja. Dalam sektor formal, Alat Pelindung Driri (APD)
disediakan secara gratis oleh perusaan yang menaungi sebagai salah satu bentuk
tanggung jawab dan fasilitas yang diterima oleh para pekerjanya. Namun penambangan
pasir adalah pekerjaan sektor informal, dimana tidak ada perusahaan atau pengusaha
yang menaunginya. Sehingga untuk urusan penggunaan Alat Pelindung Diri (APD)
bergantung penuh pada kesadaran dan keinginan setiap individu untuk memakainya.
Tingkat kesadaran para pekerja pencari pasir di Penambangan Pasir Jembatan Korek,
Andongsari- Ambulu Kabupaten Jember akan pentingnya Alat Pelindung Diri (APD)
masih sangat rendah, pemahaman mereka akan bahaya penyakit dan kecelakaan yang
akan diderita juga dianggap permasalahan yang tidak terlalu serius. Para pekerja di sana
juga memiliki kendala berupa upah pembelian pasir hasil pencarian mereka selama
berhari- hari masih terlalu sedikit jika harus digunakan untuk membeli Alat Pelindung
Diri (APD).
Berdasalkan hasil observasi, Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) hanya dilakukan
oleh 5 pekerja penambangan pasir, itupun Alat Pelindung Diri (APD) yang mereka
gunakan hanya memakai penutup telinga berupa kasa untuk menghambat jumlah air
masuk ke dalam telinga. Sepatu Karet atau Sepatu Pengaman Untuk Penggunaan sarung
tangan, masker, kaca mata pengaman, dan penutup Telinga tidak ada satu pun pekerja
penambangan pasir di daerah sugai Jembatan Korek, Andongsari –Ambulu Kabupaten
Jember yang memakainya.

C. Penilaian Risiko pada Pekerja Penambangan Pasir Jembatan Korek Andongsari-


Ambulu Kabupaten Jember

Penilaian risiko didapatkan dari hasil kali dari tingkat Peluang/ Kemungkinan dan
Akibat dari suatu risiko. Untuk memudahkan menentukan penilaian suatu risiko maka
digunakan matriks penilaian risiko yang berisi kombinasi antara peluang dan akibat dari
suatu risiko. Selanjutnya setelah keduanya dikombinasi atau dikalikan akan diperoleh
peringkat risiko yang dikategorikan atas: T (Tinggi) ditandai dengan warna merah

10
diperoleh jika angkanya mencapai salah satu dari 15, 16, 20 atau 25; S (Signifikan)
ditandai dengan warna orange jika diperoleh angka- angka kombinasinya mencapai salah
satu dari 8, 9, 10 ataupun 12; M (Moderat) ditandai dengan warna kuning jika hasil
kombinasinya berupa salah satu dari angka 4, 5, 6; R (Rendah) ditandai dengan warna
hijau jika hasil kombinasi diperoleh angkan berupa salah satu dari 1 , 2 ataupun 3..

Diketahui bahwa kategori Rendah memiliki keterangan risiko cukup ditangani dengan
prosedur rutin yang berlaku, Moderat memiliki keterangan tidak melibatkan manajemen
puncak namun sebaliknya segera diambil tindakan penanganan / kondisi bukan darurat,
Signifikan memiliki keterangan memerlukan perhatian dari pihak manajemen dan
melakukan tindakan perbaikan secepat mungkin, serta Tinggi memiliki keterangan
memerlukan perencanaan khusus di tingkat manajemen puncak dan penanganan dengan
segera / kondisi darurat.

Berdasarkan diskusi yang telah dilakukan, diketahui bahwa penilaian risiko pada
pekerja penambangan Pasir Jembatan Korek Andongsari- Ambulu adalah Signifikan dan
Moderat. Berdasarkan hasil observasi, Signifikan diperoleh dari gatal- gatal pada bagian
tubuh yang tertutupi celana dalam, kutu air pada kaki, sakit pada punggung, terpapar
suhu yang terlalu dingin atau panas, terbawa arus sungai, terjatuh di pusaran air serta
kaki tertusuk beling kerikil lancip dan bambu. Selanjutnya Moderat diperoleh dari telinga
sakit kemasukan air, sakit pada pinggang, tenggelam di sungai dan tidak sengaja
meminum air sungai.
Dengan kata lain untuk jenis risiko berupa gatal- gatal pada bagian tubuh yang
tertutupi celana dalam, kutu air pada kaki, sakit pada punggung, terpapar suhu yang
terlalu dingin atau panas, terbawa arus sungai, terjatuh di pusaran air serta kaki tertusuk
beling kerikil lancip dan bambu memerlukan perhatian dan perlu dilakukan tindakan
perbaikan secepat mungkin. Kemudian untuk jenis risiko berupa telinga sakit kemasukan
air, sakit pada pinggang, tenggelam di sungai dan tidak sengaja meminum air sungai
masuk kategori bukan kondisi darurat namun sebaiknya segera diambil tindakan
pengamanan.

D. Pengendalian Risiko Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) pada Pekerja


Penambangan Pasir Jembatan Korek Andongsari- Ambulu Kabupaten Jember

11
Diketahui dari analisis diatas bahwa pengendalian risiko merupakan langkah penting
dalam menentukan dalam keseluruhan manajemen risiko. Jika pada tahapan sebelumnya
lebih banyak bersifat konsep dan perencanaan, maka pada tahap ini sudah merupakan
realisasi dari upaya pengelolaan risiko. Risiko yang telah diketahui kemungkinan
penyebab besar dan potensi akibatnya juga besar harus dikelola dengan tepat, efektif dan
sesuai dengan kemampuan dan kondisi lokasi penambangan.
Pengendalian risiko dapat dilakukan dengan berbagai pilihan, misalnya dengan
eliminasi sumber bahaya, substitusi alat/ mesin/ bahan, modifikasi alat/ mesin/ bahan,
pererancangan administrasi berupa pemberian prosedur, pelatihan, aturan, durasi kerja,
tanda bahaya, rambu, poster dan label secara tepat, serta pemberian Alat Pelindung Diri
(APD) yang tepat. Untuk pengendalian risiko keselamatan dan kesehatan kerja (K3) di
penambang pasir jembatan korek di Desa Andongsari-Ambulu Kabupaten Jember
penulis mengambil pengendalian administrasi dan penggunaan APD.
Pengendalian adminitrasi ditujukan untuk jenis risiko berupa sakit pinggang dan sakit
pada punggung serta bisa diperbaiki dengan melakukan prosedur cara mengangkat beban
yang baik dan benar sehingga tidak berdampak pada bagian punggung dan pinggang.
Untuk jenis risiko terpapar suhu yang terlalu dingin atau panas bisa dilakukan dengan
pengendalian administrasi berupa pengaturan waktu agar tubuh bisa lebih adaptif.
Terjatuh di pusaran air, tenggelam di sungai, terbawa arus sungai bisa dilakukan dengan
pengendalian risiko berupa pemberian tanda bahayadi daerah rawan tersebut.
Pengendalian risiko untuk tidak sengaja meminum air sungai bisa dilakukan dengan
pengendalian diri dan sering berlatih sehingga risiko tersebut sedikit demi sedikit tidak
terjadi lagi.
Penggunaan APD yang di tujukan untuk jenis risiko berupa gatal-gatal pada bagian
tubuh yang tertutupi celana dalam dan kutu air pada kaki berupa suatu pelapis yang anti
air sehingga bagian tersebut tidak lembab karena air. Telinga sakit karena kemasukan air
bisa diatasi dengan penggunan ear plug. Lalu untuk kaki tertusuk beling, kerikil tajam
dan bambu bisa menggunakan sepatu karet yang tidak mengganggu jika digunakan di air
dan lumpur.

DAFTAR PUSTAKA

12
Yeoman, K. M., Halldin, C. N., Wood, J., Storey, E., Johns, D., & Laney, A. S. (2016).
Current knowledge of US metal and nonmetal miner health: Current and potential
data sources for analysis of miner health status. Archives of environmental &
occupational health, 71(2), 119-126.

Landen, D., Wilkins, S., Stephenson, M., & McWilliams, L. (2004). Noise exposure and
hearing loss among sand and gravel miners. Journal of occupational and
environmental hygiene, 1(8), 532-541.

Chevallier, R. (2014). Illegal sand mining in South Africa. South African Institute for
International Affairs, Policy Briefing, 116: 4.

Nur, R., Rusydi, M., & Hadi, A. G. (2017). Kelompok Perempuan Penambang Pasir Di Desa

Sunju Kec. Marawola Kab. Sigi Biromaru. Jurnal Pengabdian Masyarakat


Kreatif, 1(01).

Mahanggoro, T. P. (2016). Perbedaan Tingkat Ketajaman Visus antara Penambang Pasir di


Sungai Serayu dan Perenang di Umbang Tirto Yogyakarta. Jurnal Mutiara
Medika, 7(2 (s)), 111-119.

Kristanto, Y. (2016). Dampak Pertambangan Pasir di Sungai Grindulu terhadap


Lingkungan Sosial Ekonomi Masyarakat Kecamatan Pacitan dan Arjosari
Kabupaten Pacitan (Doctoral dissertation, Universitas Sebelas Maret).

Norhidayat, N., Rochgiyanti, R., & Effendi, R. (2017). Dinamika Sosial Ekonomi
Penambang
Pasir Tradisional di Desa Mataraman (1960-2010). Yupa: Historical Studies
Journal, 1(1), 63-72.

Suherman, D. W. (2015). Kajian Perubahan Kondisi Lahan, Air, Sosial Dan Ekonomi Akibat

Penambangan Pasir Di Kecamatan Sukaratu, Kabupaten Tasikmalaya (Doctoral


dissertation, Bogor Agricultural University (IPB)).

13
LAMPIRAN

A. GAMBAR

Gambar 1 (Peralatan)

Gambar 2 ( Saat Menyelam)

14
Gambar 3 (Saat memisahkan Batu dengan Pasir)

Gambar 4 (Saat mengangkat Pasir)

15
B. JURNAL

Chevallier, R. (2014). Illegal sand mining in South Africa. South African Institute for
International Affairs, Policy Briefing, 116: 4.

Atau klik
https://www.google.co.id/url?
sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=1&ved=0ahUKEwj57djAotHXAhUHS4
8KHdtMBkYQFgg8MAA&url=https%3A%2F%2Fwww.africaportal.org
%2Fdocuments
%2F12793%2Fsaia_spb__116_chavallier_20141208.pdf&usg=AOvVaw1IvXNq7x1
vHK5XVhfzTYTy

Norhidayat, N., Rochgiyanti, R., & Effendi, R. (2017). Dinamika Sosial Ekonomi
Penambang Pasir Tradisional di Desa Mataraman (1960-2010). Yupa: Historical
Studies Journal, 1(1), 63-72.

Atau klik
http://jurnal.fkip.unmul.ac.id/index.php/yupa/article/download/12/7

16

Anda mungkin juga menyukai