Anda di halaman 1dari 259

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/322343447

Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah

Book · January 2018

CITATIONS READS

0 4,911

1 author:

Darwis Panguriseng
Universitas Muhammadiyah Makassar
60 PUBLICATIONS   9 CITATIONS   

SEE PROFILE

Some of the authors of this publication are also working on these related projects:

Author’s Purpose Performance Task View project

All content following this page was uploaded by Darwis Panguriseng on 09 January 2018.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah | i
DASAR-DASAR TEKNIK
PERBAIKAN TANAH

Disusun Oleh :
Dr. Ir. H. Darwis, M.Sc.

Semua konstruksi dan bangunan Teknik Sipil pasti berdiri di atas tanah, tanah
merupakan material yang sangat mempengaruhi kinerja konstruksi bangunan
sipil. Perbaikan tanah merupakan usaha meningkatkan kapasita tanah yang
rendah/lemah, karena tanah yang berada pada suatu daerah selalu memiliki
karaktersitik yang berbeda dengan tanah di daerah yang lainnya.

ii | Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah


DASAR-DASAR TEKNIK PERBAIKAN TANAH

Penulis : Dr. Ir. H. Darwis, M.Sc.

Penerbit : Pustaka AQ
Nyutran MG II /14020 Yogyakarta
FB- Pustaka AQ
Imprint Penerbit
YLJK2 Indonesia

ISBN : 978-602.0938-48.6

Hak cipta dilindungi undang-undang.


Dilarang memperbanyak buku ini sebagian atau seluruhnya, dalam
bentuk dan dengan cara apapun juga, baik secara mekanis maupun
elektronis, termasuk fotocopy, scan, rekaman, dan lain-lain tanpa
izin tertulis dari penulis.

Cetakan Pertama, Agustus 2017

Sanksi pelanggaran pasal 44, Undang-undang No. 7 Tahun 1987 tentang


Perubahan atas Undang-undag No.6 Tahun 1982 tentang hak cipta.
1. Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak mengumumkan atau
memperbanyak suatu ciptaan atau memberi izin untuk itu dipidana
dengan pidana penjara paling lama 7 tahun dan/atau denda paling
banyak Rp. 100.000.000,- (seratus juta rupiah).
2. Barang siapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan,
mengedarkan atau menjual kepada umum suatu ciptaan atau barang
hasil pelanggaran hak cipta sebagaimana dimaksud dalam ayat 1
(satu), dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 tahun dan/atau
denda paling banyak Rp. 50.000.000 (lima puluh juta rupiah).

Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah | iii


PRAKATA

“Dia-lah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu
dan Dia berkehendak (menciptakan) langit, lalu dijadikan-Nya tujuh
langit. dan Dia Maha mengetahui segala sesuatu.”
(al-Baqarah: 29)
Sang Khalik telah mempercayakan kepada manusia untuk
memanfaatkan sumberdaya yang ada di Bumi sesuai kebutuhan
hidupnya, namun tidak akan membiarkan Bumi porak poranda karena
manusia merusak alam guna memenuhi kepentingannya yang selalu
melebihi kebutuhan yang sebenarnya.
Pembangunan berbagai bentuk dan dimensi konstruksi, sering
hanya merupakan perwujudan dari ambisi manusia untuk memenuhi
kepentingan belaka. Kemudian manusia memanfaatkan anugrah Allah
berupa akal yang kemudian menghasilkan teknologi praktis dan
menggunakannya berupa inovasi rancang bangun untuk memenuhi
ambisi tersebut. Sangat disayangkan apabila hasil olah pikir manusia itu,
justru melampaui batas sehingga menimbulkan dampak kerusakan pada
sumber dayaalam yang ada, yang meng- akibatkan sumberdaya alam
tersebut hancur dan tidak akan berkesinambungan untuk dimanfaatkan
oleh generasi yang akan lahir di kemudian hari.
Pertumbuhan populasi dan kepentingan manusia hidup
berkelompok, telah melahirkan konsep-konsep land use yang tidak
mengindahkan lagi daya dukung lahan, melainkan semata-mata
mementingkan kepentingan masing-masing. Dari sisi masyarakat akan
menggunakan lahan berdasarkan kepentingan untuk efisiensi biaya dan
rasa nyaman yang relatif, sedangkan dari sisi pengambil kebijakan
(government and planner) penggunaan lahan semata-mata didasarkan
pada kepentingan seni tata ruang permukaan belaka. Akibatnya lahan
sawah yang bertanah lunak disulap menjadi lahan gedung yang butuh
lapisan tanah keras, lereng tanah yang labil diubah menjadi jalur jalan
yang butuh tanah stabil, bantaran sungai untuk ruang aliran air setiap
puncak musim hujan, didesak oleh bangunan permukiman, dan lain
sebagainya.
Desakan kepentingan manusia dalam penggunaan lahan yang
menyimpang dari esensi penciptaanNya itulah yang melahirkan inovasi
bagi para engineer untuk mengubah lahan bertanah lunak menjadi
bertanah keras, lereng yang labil menjadi stabil, bantaran sungai yang

iv | Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah


rendah menjadi tinggi, sehingga memunculkan berbagai cabang ilmu
pengetahuan, dan salah satunya adalah bidang Stabilisai Tanah (Soil
Stabilization). Stabilisasi tanah secara umum memiliki dua tujuan, yakni :
(1) untuk meningkatkan berbagai jenis kapasitas tanah sesuai dengan
kebutuhan perekayasaan konstruksi; (2) untuk memelihara atau
mempertahankan kapasitas tanah yang sudah ada agar tidak menurun
akibat pengaruhi lingkungan, baik dari luar (external effect) maupun
pengaruh dari dalam (internal effect).
Secara garis besarnya Stabilisasi Tanah dapat dibedakan atas dua
macam, yakni : (1) Stabilisasi tanah melalui teknik perbaikan tanah (soil
improvement); (2) Stabilisasi tanah melalui teknik perkuatan tanah (soil
reinforcement). Teknik perbaikan tanah adalah merupakan tindakan
stabilisasi tanah dengan memperbaiki karakteristik tanah yang asli, hingga
memenuhi syarat teknis yang dibutuhkan oleh konstruksi, seperti
peningkatan daya dukung dan kuat geser tanah, penurunan
kompresibilitas tanah, peningkatan atau penurunan permeabilitas tanah,
dan lain sebagainya. Sedangkan teknik perkuatan tanah adalah bentuk-
bentuk rekayasa yang dilakukan agar terjadi aksi komposit antara tanah
dengan material sisipan, sehingga dihasilkan berbagai jenis kapasitas
pada tanah sesuai yang dikehendaki (kepentingan konstruksi). Contoh
teknik perkuatan tanah antara lain ; perkuatan tebing atau perkuatan
tanah dasar dengan material sisipan dari metal strip atau geosyntetic,
pembuatan lapis separator dalam tanah dengan menggunakan material
sisipan dari geomembrane, dan lain sebagainya.
Dalam buku ini pembahasan hanya mencakup perbaikan tanah
sebagai sub bagian dari bidang ilmu stabilisasi tanah. Sedangka
pembahasan mengenai perkuatan tanah akan disusun oleh penulis dalam
suatu buku yang terpisah. Pembahasan dalam buku ini banyak
memberikan sugesti tentang hal-hal yang perlu mendapat perhatian
dalam penerapan berbagai teknik perbaikan tanah, yang oleh penulis
dinilai beresiko tinggi akan merusak keseimbangan lingkungan. Hal ini
dimaksudkan untuk menjadi bahan pertimbangan seksama bagi para
rekayasawan, agar selalu mempertimbangkan kesinambungan
sumberdaya alam untuk menjamin terselenggaranya konsep
pembangunan keberlanjutan (sustainable development) yang telah
menjadi kesepakatan masyarakat dunia, dalam rangka menyelamatkan
planet Bumi ini.
Salah satu faktor yang sangat mendukung terwujudnya
pembangunan berkelanjutan adalah tingginya kesadaran para
rekayasawan (engineer) dalam membangun infrastruktur yang ramah

Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah | v


lingkungan, baik dalam proses konstruksi maupun pasca konstruksi atau
masa operasional dari konstruksi yang dibangun. Kesadaran dan
pemahaman para rekayasawan tentang pentingnya pelestarian
sumberdaya alam (lingkungan) sangat dibutuhkan, karena rekayasawan
yang tidak paham lingkungan menghasilkan pembangunan yang merusak
lingkungan, karena pelaksanaannya akan bersifat teknologi brutal (violent
technology).
Bagi rekayasawan yang menggunakan akal-budi secara seimbang,
akan melahirkan konsep pembangunan yang ramah lingkungan (eco-
friendly), dan melaksanakan pembangunan secara arif dengan
menempatkan aspek kelestarian lingkungan hidup di atas kepentingan
ekonomi dan kepentingan sosial. Rekayasawan yang bijaksana akan selalu
memperhatikan berbagai peringatan dari Sang Pencipta Bumi ini, seperti
ayat-ayat dalam Al Qur’an yang banyak mendorong manusia untuk
melembutkan hati, memuji Allah, menyukuri nikmat Allah, bertasbih
kepada Allah, dan bertauhid kepada Allah, serta mampu mendidik daya
afeksi dan emosional manusia untuk tunduk kepada Allah. Selain itu ayat-
ayat Allah banyak menuntun akal manusia terdidik untuk terbiasa dalam
kondisi ilmiah. Jadi Allah Swt tidak hanya memerintahkan manusia secara
dogmatis untuk tunduk, tetapi diperintahkan pula agar manusia
menggunakan prinsip dan kaidah-kaidah ilmiah dalam mengolah potensi
sumberdaya alam untuk kesejahteraan manusia. Sebagaimana
firmanNya......
“Dan Dia menundukkan malam dan siang, matahari dan bulan
untukmu. dan bintang-bintang itu ditundukkan (untukmu) dengan
perintah-Nya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar ada
tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang memahami (Nya), Dan
Dia (menundukkan pula) apa yang Dia ciptakan untuk kamu di bumi ini
dengan berlain-lainan macamnya. Sesungguhnya pada yang demikian itu
benar-benar terdapat tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang
mengambil pelajaran. Dan Dia-lah, Allah yang menundukkan lautan
(untukmu), agar kamu dapat memakan daripadanya daging yang segar
(ikan), dan kamu mengeluarkan dari lautan itu perhiasan yang kamu
pakai; dan kamu melihat bahtera berlayar padanya, dan supaya kamu
mencari (keuntungan) dari karunia-Nya, dan supaya kamu bersyukur.
Dan Dia menancapkan gunung-gunung di bumi supaya bumi itu tidak
goncang bersama kamu, (dan Dia menciptakan) sungai-sungai dan jalan-
jalan agar kamu mendapat petunjuk, dan (dia ciptakan) tanda-tanda
(penunjuk jalan). dan dengan bintang-bintang Itulah mereka mendapat
petunjuk. Maka Apakah (Allah) yang menciptakan itu sama dengan yang

vi | Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah


tidak dapat menciptakan (apa-apa) ?. Maka mengapa kamu tidak
mengambil pelajaran. Dan jika kamu menghitung-hitung nikmat Allah,
niscaya kamu tak dapat menentukan jumlahnya. Sesungguhnya Allah
benar-benar Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (an-Nahl: 12-18)
“Dan Allah telah membuat suatu perumpamaan (dengan) sebuah negeri
yang dulunya aman lagi tentram, rezeki datang kepadanya melimpah
ruah dari segenap tempat, tetapi penduduknya mengingkari nikmat-
nikmat Allah , karena itu Allah menimpakan kepada mereka bencana
kelaparan dan ketakutan disebabkan apa yang mereka perbuat”.
(QS.An Nahl, 112)

Makassar, Agustus 2017


Penulis,

Dr. Ir. H. Darwis, M.Sc.

Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah | vii


DAFTAR ISI

Prakata .................................................................................. iii


Daftar Isi ............................................................................. vii
Daftar Tabel .......................................................................... ix
Daftar Gambar ....................................................................... x

I. PENGERTIAN & JENIS STABILISASI TANAH ................... 1


1.1. Pengertian Umum ............................................. 2
1.2. Perbaikan Tanah ............................................... 9
1.3. Perkuatan Tanah ............................................. 10

II. TEORI PERBAIKAN TANAH ......................................... 11


2.1. Prinsip Dasar Perbaikan Tanah ........................ 12
2.2. Jenis Perbaikan Tanah ..................................... 13
2.3. Tujuan Tindakan Perbaikan Tanah .................. 16
2.4. Pemilihan Jenis Perbaikan Tanah .................... 20

III. PERBAIKAN TANAH DENGAN METODE KIMIAWI ....... 22


3.1. Batasan Penerapan Metode Kimiawi .............. 23
3.2. Minerologi Lempung ....................................... 24
3.3. Pengaruh Air Pada Tanah Lempung ................ 30
3.4. Keseimbangan Partikel Dalam Tanah Lempung 34
3.5. Susunan Partikel Pada Tanah Granular ........... 36
3.6. Mekanisme Reaksi Kimia Pada Lempung ......... 38
3.7. Perbaikan Tanah Dengan Kapur ...................... 43
3.8. Perbaikan Tanah Dengan Semen ..................... 76
3.9. Perbaikan Tanah Dengan Larutan Kimia ..........107
3.9.1. Perbaikan Dengan Soda Kaustik (NaOH) .........107
3.9.2. Perbaikan Dengan Sodium Klorida (NaCl)........114

viii | Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah


3.9.3. Perbaikan Dengan Kalsium Klorida (CaCl2) ......125
3.9.4. Perbaikan Dengan Garam Magnesium(MgCl2) 132
3.9.5. Perbaikan Dengan Garam Aluminium (AlCl3) ...137
3.9.6. Perbaikan Dengan Asam Sulfat (H2SO4) ...........145
3.9.7. Perbaikan Dengan Asam Posfat (H2PO3)..........146

IV. PERBAIKAN TANAH DENGAN METODE FISIK .............156


4.1. Pengertian Metode Fisik .................................157
4.2. Perbaikan Tanah Dengan Pemadatan ............158
4.3. Perbaikan Tanah Dengan Konsolidasi..............172
4.4. Perbaikan Tanah Dengan Pengeringan ..........177
4.5. Perbaikan Dengan Penggantian Tanah ........... 181
4.6. Perbaikan Dengan Perekatan Butir Tanah ..... 183
4.7. Perbaikan Tanah Dengan Bahan Limbah ...... 192

V. PENGEMBANGAN METODE PERBAIKAN TANAH .......196


5.1. Pengembangan Metode Perbaikan Tanah .........197
5.2. Perbaikan Dengan Teknik Inclusions .................197
5.3. Perbaikan Dengan Teknik Vibroflotation ..........198
5.4. Perbaikan Dengan Teknik Stone Column ..........202
5.5. Perbaikan Dengan Teknik Compaction Grouting211
5.6. Perbaikan Dengan Teknik Dynamic Compaction 213
5.7. Perbaikan Dengan Teknik Vibro Replacement ...218

DAFTAR PUSTAKA ............................................................ 224


INDEX .............................................................................. 236
GLOSERIUM ..................................................................... 238

Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah | ix


DAFTAR TABEL

Tabel 3.1. Ukuran Jari-jari Kation ................................................. 39


Tabel 3.2. Kapasitas Kation Pada Mineral Lempung ...................... 40
Tabel 3.3. Variasi Kadar Semen Sesuai Jenis Tanah Untuk
Perkerasan Jalan (Pavement Construction) ......................... 77
Tabel 3.4. Hasil pengujian sifat-sifat tanah-campuran ................ 100
Tabel 3.5. Permeabilitas Tanah Gambut Umur 3 & 7 hari ........... 106
Tabel 3.6. Reduksi Semen Akibat Penambahan NaOH ............... 112
Tabel 3.7. Reduksi Parameter Teknis Akibat NaCl pada Tanah
Ekspansif (Durotoye et al., 2016) ...................................... 117
Tabel 3.8. Peningkatan Parameter Teknis Akibat NaCl pada
Tanah Ekspansif .............................................................. 117
Tabel 3.9. Perubahan Parameter Teknis Tanah Ekspansif + NaCl 118
Tabel 3.10. Tegangan Volumetrik (Swelling) & UCS ................... 130
Tabel 3.11. Pengaruh Asam Fosfat Terhadap Group Index .......... 151
Tabel 4.1. Korelasi Jumlah Pukulan & Enersi Pemadatan ........... 164
Tabel 4.2. Hubungan Kadar Aspal dengan OMC dan MDD ......... 188
Tabel 4.3. Hubungan Kadar Aspal dengan OMC dan MDD .......... 189
Tabel 5.1. Hubungan Probe Spacing dengan Peluang Capaian
Perbaikan dengan Metode Vibro Campaction ................. 201
Tabel 5.2. Hubungan Enersi Penumbuk dengan Peluang Capaian
Perbaikan dengan Metode Dynamic Campaction ............ 214

x | Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah


DAFTAR GAMBAR

Gbr 3.1. Bentuk Ikatan Senyawa pada Mineral Lempung .............. 25


Gbr 3.2. Simbol lembaran Silika dan Alluminium .......................... 25
Gbr 3.3. Diagram skematik struktur mineral Montmorillonite ...... 26
Gbr 3.4. Diagram skematik struktur mineral Kaolinite .................. 27
Gbr 3.5. Diagram skematik struktur mineral Illite ........................ 29
Gbr 3.6. Struktur Mineral Tanah Liat (Berger, 2007) .................... 30
Gbr 3.7. Skema Sifat Dipolar pada Air (H2O) ................................. 31
Gbr 3.8. Tarik Menarik Molekul Air Dipolar Dengan
Partikel Lempung ............................................................... 32
Gbr 3.9. Ketebalan Air Lapisan Ganda pada Partikel Lempung ...... 33
Gbr 3.10. Illustrasi Pertukaran Ion : Tanah – Air – Kalsium
(Berger, 2007) .................................................................... 34
Gbr 3.11. Susunan Partikel Tanah................................................. 35
Gbr 3.12. Susunan Butiran Tanah Granuler .................................. 36
Gbr 3.13. Kesesuaian Antara Tanah Dengan Metode
Perbaikan Tanah (Berger, 2007) ......................................... 42
Gbr .13. Pengaruh pH terhadap kelarutan Silika dan
Alumina (Berger, 2007) ...................................................... 48
Gbr 3.14. Pengaruh Mineral Tanah terhadap Prosentase
Kapur (Berger, 2007) .......................................................... 49
Gbr 3.15. Pengaruh Kadar Kapur Terhadap Parameter
Atterberg (Metcalf, 1959) .................................................. 50
Gbr 3.16. Batas cair pada persentase tailing tambang &
kapur untuk variasi umur campuran (Ramesh el al., 2013) . 51
Gbr 3.17. Batas plastis pada persentase tailing tambang &
kapur untuk variasi umur campuran (Ramesh el al., 2013) . 51
Gbr 3.18. Batas susut pada persentase tailing tambang &
kapur untuk variasi umur campuran (Ramesh el al., 2013) . 52
Gbr 3.19. Nilai Indeks Plastisitas berdasarkan Nilai Batas Cair
pada campuran Tanah-Kapur (Ramesh el al., 2013) ............ 53
Gbr 3.20. Pengaruh Kapur Terhadap Batas-batas Atterberg
Pada Tanah Kaolin (Muhmed & Wanatowski, 2013) .......... 53
Gbr 3.21. Pengaruh Kadar Kapur Terhadap Kuat Tekan Bebas
(Metcalf, 1959) ................................................................. 54
Gbr 3.22. Pengaruh Umur Lime-Soil (5%-Kapur) Terhadap
Kuat Tekan Bebas (Metcalf, 1959) .................................... 54

Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah | xi


Gbr 3.23. Pengaruh Umur Campuran terhadap Kekuatan pada
Temperatur Berbeda (Marshall, 1967) ............................... 55
Gbr 3.24. Pengaruh Umur Campuran terhadap UCCS pada
Jenis Tanah Berbeda (Berger, 2007) .................................. 55
Gbr 3.25. Hubungan Prosentase Kadar Kapur Dengan CBR
(Warsiti, 2009) .................................................................. 56
Gbr 3.26. Pengaruh Kapur Terhadap Kepadatan Kering Pada
Tanah Kaolin (Muhmed & Wanatowski, 2013) ................... 57
Gbr 3.27. Pengaruh Umur Campuran Terhadap UCS Pada
Tanah Kaolin – Kapur(Muhmed & Wanatowski, 2013) ....... 57
Gbr 3.28. Hubungan Tegangan–Regangan, Beberapa Umur Camp.
Tanah Kaolin - Kapur (Muhmed & Wanatowski, 2013) ....... 58
Gbr 3.29. Hubungan Regangan Vertikal dan Siklus Kembang-Susut
pada Tanah-Kapur dengan Tanah Tanpa Kapur
(Al-Taie et al., 2016) ........................................................... 59
Gbr 3.30. Hubungan Angka Pori dengan Kadar Air Pada Kondisi
Seimbang (Equilibrium) Kapur (Al-Taie et al., 2016) ........... 59
Gbr 3.31. Hubungan Prosentase Kadar Kapur Dengan
Prosentase Swelling (Warsiti, 2009) .................................. 60
Gbr 3.32. Pengaruh Kadar Kapur & Umur Campuran Terhadap
Swelling Potential (Basma & Tuncer, 2007) ........................ 62
Gbr 3.33. Swelling strain versus elapsed time dalam kondisi
free-swell conditions. (Danh Tran et al., 2014) .................... 64
Gbr 3.34. Pengaruh Kadar Kapur terhadap Permeabilitas Pada
Tanah Saprolitik Coklat (Galvao et al., 2004) ...................... 65
Gbr 3.35. Pengaruh Kadar Kapur terhadap Permeabilitas Pada
Tanah Laterit Merah (Galvao et al., 2004) ......................... 66
Gbr 3.36. Pengaruh Kadar Kapur & Umur Campuran Terhadap
Kompresibilitas (Basma & Tuncer, 2007) ........................... 67
Gbr 3.37. Pengaruh Kadar Kapur & Umur Campuran Terhadap
Indeks Rebound (Basma & Tuncer, 2007) .......................... 68
Gbr 3.38. Hubungan LTCR dengan Kadar Kapur & Umur Campuran
(Basma & Tuncer, 2007) .................................................... 69
Gbr 3.39. Pengaruh Kadar Kapur & Umur Campuran Terhadap
Beberapa Tipe Settlement (Basma & Tuncer, 2007) ............ 70
Gbr 3.40. Hubungan Prosentase Kadar Kapur Dengan Angka Pori
(Shahidul, 2001) ................................................................ 73
Gbr 3.41. Pengaruh Kadar Kapur terhadap Permeabilitas Pada
Tanah Laterit Coklat & Merah (Galvao et al., 2004) ........... 75

xii | Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah


Gbr 3.42. Pengaruh kadar semen terhadap Kuat Tekan Bebas
pada berbagai tingkat pemadatan (Mitchell, 1976) ........... 82
Gbr 3.43. Pengaruh kadar semen terhadap Kohesi tanah
berbutir kasar & berbutir halus (Mitchell, 1976) ................ 83
Gbr 3.44. Korelai Clegg vs UCS (Griffin & Tingle, 2009) ................ 86
Gbr 3.45. Korelai SSG vs UCS (Griffin & Tingle, 2009) ................... 86
Gbr 3.46. Korelai FPWD vs UCS (Griffin & Tingle, 2009) ............... 87
Gbr 3.47. Korelai PSPA vs UCS (Griffin & Tingle, 2009) ................. 87
Gbr 3.48. Umur vs Kuat Tekan Bebas Campuran tanah lunak
dengan kadar semen bervariasi (Bhuria & Sachan, 2014) ... 89
Gbr 3.49. Kadar semen vs Kuat Tekan Bebas Campuran tanah
lunak dengan umur bervariasi (Bhuria & Sachan, 2014) ...... 90
Gbr 3.50. Pengaruh Kadar LS Terhadap Persen Kembang-Susut,
seiring umur campuran (Alazigha et al., 2016) ................... 94
Gbr 3.51. Pengaruh LS (konten 2%) Terhadap Kehilangan
Massa Tanah pada Uji Durabilitas (Alazigha et al., 2016) .... 95
Gbr 3.52. Hubungan Kadar Semen dengan Kadar Air
Optimum (Wojciech & Gluchowski, 2013) ......................... 97
Gbr 3.53. Pengaruh SemenTerhadap Sifat-sifat
Optimum – Wopt & dry (Ikhlef et al., 2016) ....................... 98
Gbr 3.54. Grafik Umur vs Permeabilitas pada Tanah Liat
dengan Variasi Kadar CKD (Al-hassani, 2015) .................... 102
Gbr 3.55. Grafik Umur vs Permeabilitas pada Tanah Lanau
dengan Variasi Kadar CKD (Al-hassani, 2015) ................... 103
Gbr 3.56. Grafik Koefisien Permeabilitas vs Kadar CKD
(Al-hassani, 2015) ............................................................ 103
Gbr 3.57. Grafik Kadar Semen vs Koefisien Permeabilitas
(Z.A. Rahman et al., 2016) ............................................... 105
Gbr 3.58. Grafik Kuat Tekan pada berbagai variasi kadar
NaOH (Olaniyan et al., 2011) ........................................... 108
Gbr 3.59. Grafik Penyerapan Air & Porositas versus %-NaOH
untuk Sampel Basah (Olaniyan et al., 2011) ..................... 109
Gbr 3.60. Grafik Penyerapan Air & porositas versus %-NaOH
untuk sampel siklik (Olaniyan et al., 2011) ....................... 109
Gbr 3.61. Kadar NaOH vs UCS pada Umur 7 hr, Suhu 35oC dan
Kadar Semen 12,5% (Zangana, 2012) ............................... 110
Gbr 3.62. Konsentrasi NaOH vs UCS pada Kadar NaOH 1%, Umur
7 hr, Suhu 35oC & Kadar Semen 12,5% (Zangana, 2012) ... 111
Gbr 3.63. Konsentrasi NaOH vs Kohesi pada NaOH 1%, Umur
7 hr, Suhu 35oC & Semen 12,5% (Zangana, 2012) ............ 113

Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah | xiii


Gbr 3.64. Konsentrasi NaOH vs Sudut Geser dgn NaOH 1%,
Umur 7 hr, Suhu 35oC & Semen 12,5% (Zangana, 2012) ... 113
Gbr 3.65. Konsentrasi NaOH vs CBR pada NaOH 1%, Umur 7 hr,
Suhu 35oC & Semen 12,5% (Zangana, 2012) .................... 114
Gbr 3.66. Persen Salt versus Moisture Content
(Abood & Mohamed, 2015) ............................................. 119
Gbr 3.67. Grafik Uji Kompaksi – Optimum Water Content
(Abood & Mohamed, 2015) ............................................. 120
Gbr 3.68. Grafik UCS - Stress versus Strain
(Abood & Mohamed, 2015) ............................................. 121
Gbr 3.69. Varietas Kehilangan UCS dengan Konsentrasi Garam
pada umur 28 hari (Dingwen et al., 2013) ........................ 123
Gbr 3.70. Peningkatan Kuat Tekan Bebas (UCS) versus Kadar
Semen (Dingwen et al., 2013) .......................................... 124
Gbr 3.71. Modulus Elastisitas (E) versus UCS pada campuran
semen-tanah (Dingwen et al., 2013) ................................ 124
Gbr 3.72. Variasi Modulus Elastis Pada Konsentrasi Garam,
Kadar Semen, Umur 28 hari (Dingwen et al., 2013) .......... 125
Gbr 3.73. Kadar Air vs Kepadatan Pada Stabilisasi Tanah
Ekspansif, Variasi % CaCl2 (Krishna & Ramesh, 2012) ........ 127
Gbr 3.74. Nilai UCS Pada Stabilisasi Tanah Ekspansif, Variasi
% CaCl2 & Umur (Krishna & Ramesh, 2012) ..................... 128
Gbr 3.75. Faktor Keamanan (FOS) Pada Tanah Ekspansif, Variasi
Kemiringan Tanggul (Krishna & Ramesh, 2012) ................ 129
Gbr 3.76. Kenaikan kadar air setelah difusi dalam larutan CaCl 2
pada konsentrasi berbeda (Lajurkar et al., 2016) .............. 131
Gbr 3.77. Perilaku swelling tanah selama difusi dalam larutan
pada konsentrasi berbeda (Lajurkar et al., 2016) ............... 131
Gbr 3.78. Peningkatan UCS tanah diperbaiki dengan larutan
CaCl2 pada konsentrasi berbeda (Lajurkar et al., 2016) ..... 132
Gbr 3.79. Variasi DFS untuk Campuran Tanah + MgCl2 + Flyash
(Radhakrishnan et al., 2014) ............................................ 134
Gbr 3.80. Variasi Potensi Swelling untuk Campuran Tanah +
MgCl2 + Flyash (Radhakrishnan et al., 2014) .................... 135
Gbr 3.81. Variasi Tekanan Swelling untuk Campuran Tanah +
MgCl2 + Flyash (Radhakrishnan et al., 2014) .................... 135
Gbr 3.82. Penyemprotan MgCl2 Pada Perbaikan Subgrade Jalan
(ROADSAVER® FROM ENVIROTECH, 2017) ....................... 137
Gbr 3.83. Pengaruh Kadar Aluminium Klorida Terhadap UCS
Gambut (Thamer et al., 2015) ......................................... 139

xiv | Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah


Gbr 3.84. Variasi Batas Cair Tanah Ekspansif dengan Persentase
AlCl3 & Flyash yang Berbeda (Devi & Prasad, 2016) ......... 140
Gbr Variasi Batas Plastis Tanah Ekspansif dengan Persentase
AlCl3 & Flyash Berbeda (Devi & Prasad, 2016) .................. 141
Gbr 3.86. Variasi Indeks Plastis Tanah Ekspansif dengan Persen
AlCl3 & Flyash Berbeda (Devi & Prasad, 2016) .................. 141
Gbr 3.87. Variasi Batas Susut Tanah Ekspansif dengan Persen
AlCl3 & Flyash Berbeda (Devi & Prasad, 2016) .................. 142
Gbr 3.88. Variasi Nilai DFS Tanah Ekspansif dengan Persen AlCl 3
& Flyash Berbeda (Devi & Prasad, 2016) .......................... 143
Gbr 3.89. Variasi Nilai OMC Tanah Ekspansif dengan Persen AlCl 3
& Flyash Berbeda (Devi & Prasad, 2016) .......................... 143
Gbr 3.90. Variasi Nilai MDD Tanah Ekspansif dengan Persen AlCl3
& Flyash Berbeda (Devi & Prasad, 2016) .......................... 144
Gbr 3.91. Variasi Nilai CBR Tanah Ekspansif dengan Persen AlCl 3
& Flyash Berbeda (Devi & Prasad, 2016) .......................... 144
Gbr 3.92. Kekuatan Tanah vs Kadar H3PO4 untuk Umur Campuran
5 hari (Lyons & McEwan, 1972) ....................................... 151
Gbr 3.93. Kekuatan Tanah vs Kadar H3PO4 untuk Umur Campuran
30 hari (Lyons & McEwan, 1972) ..................................... 152
Gbr 3.94. Kekuatan Tanah vs Waktu Pemeliharaan (Lyons &
McEwan, 1972) ............................................................... 153
Gbr 3.95. Kekuatan Tanah vs Kadar H3PO4 untuk Umur Berbeda
(Lyons & McEwan, 1972) .................................................. 154
Gbr 4.1. Kadar Air vs Berat Volume pada Pemadatan ............... 161
Gbr 4.2. Kurva Kadar Air vs Berat Volume Kering untuk
mendapatkan wopt beberapa jenis tanah (ASTM-698) ....... 162
Gbr 4.3. Pengaruh Enersi Pada Hasil Pemadatan
(Braja M.Das, 1994) ......................................................... 165
Gbr 4.4. Garis Optimum Faktor Ekonomis Dalam Memperoleh
Hasil Pemadatan Optimal ................................................ 166
Gbr 4.5. Pengaruh Jumlah dan Kecepatan Lintasan thdp Berat
Volume Kering (D’Appolonia, 1969 dalam Hary C., 2006) . 169
Gbr 4.6. Hubungan Jumlah Lintasan dengan Kedalaman
Pemadatan (D’Appolonia, 1969 dalam Hary C., 2006) ...... 170
Gbr 4.7. Penentuan Tebal Lapis Pemadatan (D’Appolonia, 1969
dalam Hary C., 2006) ....................................................... 171
Gbr 4.8. Skema dan Penerapan Prefabricated Vertical Drains
(James D. Hussin, 2006) ................................................... 173
Gbr 4.9. Susunan Vertikal Drain (Soletanche-Bachy. 2015) ........ 174

Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah | xv


Gbr 4.10. Prinsip Kerja Vacuum Preloading Method
(Chu & Yan, 2011) ........................................................... 174
Gbr 4.11. Korelasi Penurunan vs Durasi dari hasil Vacuum
Preloading Method (Chu & Yan, 2011) ........................... 175
Gbr 4.12. Reduksi Tekanan Air Pori vs Durasi dari hasil Vacuum
Preloading Method (Chu & Yan, 2011) ........................... 176
Gbr 4.13. Pengaruh Dewatering terhadap Muka Air Tanah
(Patrick Powers, 1992) .................................................... 178
Gbr 4.14. Efek Dewatering Pada Lapisan Kompressibel
(Patrick Powers, 1992) .................................................... 179
Gbr 4.15. Diagram Tegangan vs Angka Pori Pada Lempung
Kompresibel (Patrick Powers, 1992) ................................ 180
Gbr 4.16. Hubungan antara MDD & OMC dengan berbagai
kadar SBR (%) (Fauziah et al., 2013) ................................ 190
Gbr 4.17. Efek Kadar SBR (%) Terhadap Koefisien
Permeabilitas (Fauziah et al., 2013) ................................ 190
Gbr 4.18. Efek Curing Time Terhadap pH pada berbagai
kadar SBR (%) (Fauziah et al., 2013) ............................... 191
Gbr 4.19. Efek Curing Time Terhadap Kuat Geser pada
berbagai kadar SBR (%) (Fauziah et al., 2013) ................. 191
Gbr 4.20. MDD vs % Aluminum (Canakci et al.,2016) ................. 194
Gbr 4.21. OMC vs % Aluminum (Canakci et al.,2016) ................. 194
Gbr 4.22. CBR (%) vs % Aluminum (Canakci et al.,2016) ............. 195
Gbr 4.23. Swelling (%) vs % Aluminum (Canakci et al.,2016) ...... 195
Gbr 5.1. Pelaksanaan Teknik Pemasukan
(Soletanche-Bachy, 2015) ................................................ 198
Gbr 5.2. Skema dan Penerapan Vibroflotation
(James D. Hussin, 2006) ................................................... 200
Gbr 5.3. Pengoperasioan Alat Stone Column
(Soletanche-Bachy, 2015)................................................. 203
Gbr 5.4. Skema dan Penerapan Stone Column
(James D. Hussin, 2006) ................................................... 204
Gbr 5.5. Tahapan Pelaksanaan Stone Column
(James D. Hussin, 2006) ................................................... 205
Gbr 5.6. Ketahanan geser kolom batu pada stabilitas
lereng (Mitchell, 1981) .................................................... 207
Gbr 5.7. Idealisasi Sel Unit (Bachus, 1989) ................................. 209
Gbr 5.8. Faktor Konsentrasi Tegangan – n (Bachus, 1989) ......... 210
Gbr 5.9. Skema dan Penerapan Compaction Grouting
(James D. Hussin, 2006) ................................................... 211

xvi | Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah


Gbr 5.10. Proses Pelaksanaan Compaction Grouting
(James D. Hussin, 2006) ................................................... 212
Gbr 5.11. Skema dan Penerapan Dynamic Compaction
(James D. Hussin, 2006 .................................................... 214
Gbr 5.12. Skema Perbaikan Tanah Berpotensi Likuifaksi
Metode Rapid Impact Compaction (Ruwhenua, 2013) ..... 217
Gbr 5.13. Skema Perbaikan Tanah Berpotensi Likuifaksi
Metode Rammed Aggregate Piers (Ruwhenua, 2013) ..... 217
Gbr 5.14. Skema Perbaikan Tanah Berpotensi Likuifaksi
Metode Low Mobility Grout (Ruwhenua, 2013) ............... 217
Gbr 5.15. Skema Perbaikan Tanah Berpotensi Likuifaksi
Metode Horisontal Soil Mixing (Ruwhenua, 2013) ........... 218
Gbr 5.16. Wet Top Feed Method (Krishna et. al. 2004) .............. 220
Gbr 5.17. Dry Bottom Feed Method (Krishna et. al. 2004) ......... 221
Gbr 5.18. Offsore Bottom Feed Method (Krishna et. al. 2004) ... 223

Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah | xvii


Bab -1: Pengertian & Jenis Stabilisasi Tanah

BAB – I

PENGERTIAN &
JENIS STABILISASI TANAH

Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah | 1


Bab -1: Pengertian & Jenis Stabilisasi Tanah

1.1. Pengertian Umum


Dalam perekayasaan konstruksi bangunan sipil, sering
ditemukan lapisan tanah yang memiliki daya dukung rendah (low
stength), yang sangat mempengaruhi berbagai tahapan rancang-
bangun konstuksi, baik dalam tahap perencanaan (design), tahap
pelaksanaan (perform), maupun tahap operasional dan
pemeliharaan (Operational and Maintenance).
Rendahnya daya dukung dari suatu jenis lapisan tanah di
suatu tempat, sangat dipengaruhi oleh minerologi tanah, yang
mana minerologi tanah terbentuk dari proses pelapukan material
batuan (unorganik) dan/atau material organik. Hasil lapukan
material unorganik dan organik yang membentuk lapisan tanah
pada suatu tempat, dapat merupakan material lapukan setempat
(residual soil), dan/atau hasil lapukan yang terangkut dari tempat
lain (transported soil). Eksistensi kedua jenis material lapukan
tersebut di dalam pembentukan lapisan tanah, sangat
mempengaruhi sifat-sifat tanah pada suatu tempat. Baik sifat fisis
maupun sifat teknis dari pada lapisan tanah. Jika partikel lapukan
tersebut bergradasi halus, maka cenderung memberikan sifat yang
kohesif dengan konsistensi fisis yang lunak. Sebaiknya jika partikel
lapukan pembentuk lapisan tanah bergradasi kasar, maka
cenderung memberikan konsistensi yang keras dan sifat yang
cenderung non kohesif. Kedua karaktersitik tersebut (kohesivitas
dan konsistensi), sangat menentukan kinerja dari lapisan tanah
dalam berbagai hal, seperti besaran daya dukung, kapasitas
permeabilitas tanah, perilaku kompresibilitas, dan potensi
kembang susut (swelling potensial) tanah.
Dalam pengertian teknis, terminologi dari pada daya
dukung tanah adalah kemampuan tanah memikul tekanan
dan/atau melawan penurunan akibat pembebanan, yaitu tahanan

2 | Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah


Bab -1: Pengertian & Jenis Stabilisasi Tanah

geser yang disebarkan oleh tanah disepanjang bidang-bidang


gesernya.
Besaran daya dukung geser pada suatu lapisan tanah
dipengaruhi oleh beberapa faktor, sebagaimana yang dirumuskan
dengan persamaan Mohr-Coulomb sebagai berikut :
 = 𝑐 + ( − 𝑈). 𝑡𝑎𝑛𝜑 .................... (1.1)
Yang mana :
 = kuat geser tanah (daya dukung geser)
c = kohesi tanah
 = tegangan total tanah = t.h
t = berat volume tanah
U = tekanan pori tanah
 = sudut geser dalam tanah
Dari formula di atas, terlihat jelas bahwa kohesivitas dan
konsistensi tanah menjadi faktor yang menentukan besaran daya
dukung geser tanah ;
1. Nilai kohesi tanah, merupakan parameter kohesivitas yang
sangat dipengaruhi adanya partikel tanah yang berbutir halus.
2. Sudut geser dalam tanah, berat volume tanah dan tekanan pori
tanah, ketiganya merupakan parameter yang menunjukan
konsistensi tanah, yang sangat dipengaruhi oleh adanya
partikel bergradasi kasar.
Jika besaran daya dukung tanah dimaknai dalam arti
kemampuan tanah dalam memikul tekanan aksial, maka beberapa
parameter tanah yang berpengaruh, sebagaimana yang
dirumuskan oleh Terzaghi dalam formula sebagai berikut :
qu = c.Nc + q.Nq + ½ .B.N .................... (1.2)
Yang mana :
qu = daya dukung alsial (ultimate)
C = kohesi tanah

Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah | 3


Bab -1: Pengertian & Jenis Stabilisasi Tanah

q = tekanan overburden = .h


 = berat volume tanah
B = lebar konstruksi (pondasi) yang bertumpu pada tanah
Nc, Nq, N = Faktor daya dukung (FDD) dari Terzaghi.
Demikian pula jika kita meninjau kapasitas lapisan tanah
dalam hal kemampuan tanah meluluskan aliran air (permeabilitas),
yang dapat dilihat pada formula Darcy sebagai berikut :
v = k.i .................... (1.3)
Yang mana :
v = kecepatan aliran (cm/det)
k = koefisien permeabilitas (cm/det)
i = gradient hidrolik
Koefisien permeabilitas (k) menunjukkan ukuran tahanan
tanah terhadap aliran air, yang dapat dirumuskan sebagai berikut :
K . w .g
k (cm / det)  .................... (1.4)

Yang mana :
K = Koefisien absolute (cm2), tergantung sifat butiran tanah.
w = rapat massa air (gram/cm3)
g = percepatan gravitasi (cm/det2)
 = koefisien kekentalan air (gram/cm.det)
Selanjutnya kapasitas permeabilitas dapat dirumuskan
dengan analogi persamaan Bernoulli yang dirumuskan sebagai
berikut :
Q = v. A = k.i.A .................... (1.5)
Yang mana :
Q = debit aliran permeabilitas (cm3/det)
v = kecepatan aliran (cm/det)
i = gradient hidrolik
A = luas penampang aliran (cm2)

4 | Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah


Bab -1: Pengertian & Jenis Stabilisasi Tanah

Dalam pekerjaan teknik sipil masalah permeabilitas tanah,


kadang diupayakan sekecil mungkin untuk tujuan optimalisasi
kinerja konstruksi. Contoh pada bendung tanggul urugan tanah,
struktur sub grade jalan, lapisan backfill turap, dan lain sebagainya.
Namun kadang pula diupayakan agar permeabilitas pada lapisan
tanah yang diperbesar. Contoh untuk lapisan top soil pada rechange
area suatu akuifer harus diupayakan lapisan permukaan tanah yang
memiliki permeabilitas tinggi, agar proses infiltrasi air permukaan
ke dalam zona akuifer lebih mudah dan akan menghasilkan input air
tanah ke dalam akuifer yang lebih besar. Dalam kasus yang terakhir
biasanya dilakukan pengurugan material tanah granuler di
permukaan sehingga membentuk lapisan porous yang biasa disebut
lensa pasir (sand lense).
Selajutnya potensi kembang susut (swelling potential) dari
tanah ekspansif dapat diperbaiki dengan cara merubah nilai density
tanah tersebut (Holtz, 1959). Metode ini menunjukkan bahwa
pemadatan pada nilai density yang rendah dan pada kadar air di
bawah kadar optimum yang terlihat pada test Standar Proctor
dapat mengakibatkan lebih sedikit swelling potential dari pada
pemadatan pada nilai density, yang tinggi dan kadar air yang lebih
rendah.
Semua tindakan mengubah sifat-sifat asli dari pada tanah,
untuk disesuaikan dengan kebutuhan konstruksi adalah merupakan
tindakan yang dapat dikategorikan sebagai upaya stabilisasi tanah.
Secara khusus pengertian stabilisasi tanah dapat dilihat dari
berbagai definisi yang dikemukakan beberapa ahli, antara lain :
1. Menurut Lambe (1962), mendefinisikan stabilisasi tanah
sebagai perubahan dari setiap properti tanah untuk
memperbaiki kinerja tekniknya (soil stabilization as "the
alteration of any property of a soil to improve its engineering

Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah | 5


Bab -1: Pengertian & Jenis Stabilisasi Tanah

performance"). Dalam pengertian ini Lambe memaknai sifat-


sifat tanah (soil property) mencakup sifat mikroskopis dan
makroskopis dari massa tanah.
2. Jon A. Epps et al. (1971), mengartikan stabilisasi tanah adalah
tidakan untuk memperbaiki sifat rekayasa tanah (soil
properties).
3. Ingles & Metcalf (1972), mengatakan bahwa perubahan sifat
tanah untuk memenuhi persyaratan teknik tertentu, dikenal
sebagai stabilisasi tanah.
4. Punmia (1980), menyatakan bahwa stabilisasi tanah dalam
pengertian luas mencakup berbagai metode yang digunakan
untuk memodifikasi sifat tanah untuk memperbaiki kinerja
tekniknya. Dalam hal ini menurut Punmia bahwa tujuan utama
dari stabilisasi tanah adalah untuk meningkatkan kekuatan
atau stabilitas tanah dan mengurangi biaya konstruksi dengan
memanfaatkan sebaik-baiknya bahan yang tersedia secara
local.
5. Winterkorn (1975), menyatakan bahwa Stabilisasi tanah adalah
istilah kolektif untuk metode fisik, kimia, atau biologi, atau
kombinasi metode semacam itu, yang digunakan untuk
memperbaiki sifat tertentu dari tanah alami agar sesuai dengan
tujuan rekayasa yang tepat.
6. Ruston Paving Company Inc., mengartikan bahwa“stabilisasi
tanah adalah perubahan fisik dan kimia permanen dari tanah
dan agregat untuk meningkatkan sifat tekniknya sehingga
meningkatkan daya dukung beban sub-grade atau sub-basis
untuk mendukung perkerasan dan pondasi."
Selain definisi di atas, masih banyak lagi terminologi yang
dikemukanan beberapa ahli lain. Secara umum orang mengartikan
bahwa stabilisasi tanah adalah pencampuran tanah dengan bahan

6 | Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah


Bab -1: Pengertian & Jenis Stabilisasi Tanah

tertentu guna memperbaiki sifat-sifat teknis tanah, atau dapat pula


diartikan secara umum bahwa stabilisasi tanah adalah usaha untuk
mengubah atau memperbaiki sifat-sifat teknis tanah agar
memenuhi syarat teknis tertentu.
Menurut hemat penulis, pengertian lebih luas dari stabilisasi
tanah adalah “suatu metode rekayasa tanah yang bertujuan untuk
meningkatkan dan/atau mempertahankan sifat-sifat tertentu pada
tanah, agar selalu memenuhi syarat teknis yang dibutuhkan”.
Dalam hal ini berbagai syarat teknis yang dibutuhkan dalam
mengoptimalkan kinerja konstruksi, antara lain ; kapasitas daya
dukung tanah, kuat geser tanah, penurunan (settlement),
permeabilitas tanah, dan lain sebagainya, yang mana syarat teknis
tersebut selalu dikaitkan dengan jenis dan fungsi konstruksi yang
dibangun/dibuat.
Secara garis besar, jika ditinjau dari mekanisme global yang
terjadi pada tindakan stabilisasi tanah, maka klasifikasi tindakan
stabilisasi tanah dapat dibedakan atas dua macam, yakni :
1. Perbaikan tanah (soil improvement) ; adalah suatu jenis
stabilisasi tanah yang dimaksudkan untuk memperbaiki
dan/atau mempertahankan kemampuan dan kinerja tanah
sesuai syarat teknis yang dibutuhkan, dengan menggunakan
bahan additive (kimiawi), pencampuran tanah (re-gradation),
pengeringan tanah (dewatering) atau melalui penyaluran
energi statis/dinamis ke dalam lapisan tanah (fisik).
2. Perkuatan tanah (soil reinforcement) ; adalah suatu jenis
stabilisasi tanah yang dimaksudkan untuk memperbaiki
dan/atau mempertahankan kemampuan dan kinerja tanah
sesuai syarat teknis yang dibutuhkan, dengan memberikan
material sisipan ke dalam lapisan tanah tersebut.

Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah | 7


Bab -1: Pengertian & Jenis Stabilisasi Tanah

Dari kedua pengklasifikasian di atas, terlihat korelasi antara


keduanya, bahwa :
1. Perbaikan tanah (soil improvement), relevan dengan stabilisasi
kimia dan stabilisasi fisik.
2. Perkuatan tanah (soil reinforcement), relevan dengan
stabilisasi mekanis.
Namun apabila ditinjau dari proses yang terjadi dalam
pelaksanaan stabilisasi tanah, maka stabilisasi tanah dapat
dibedakan atas tiga jenis, yakni :
1. Stabilisasi Kiwia ; yaitu menambahkan bahan kimia tertentu
dengan material tanah, sehingga terjadi reaksi kimia antara
tanah dengan bahan pencampurnya, yang akan menghasilkan
material baru yang memiliki sifat teknis yang lebih baik.
2. Stabilisasi Fisik ; yaitu mengenakan enersi dari beban dinamis
atau beban statis ke dalam lapisan tanah, sehingga terjadi
dekomposisi baru dalam massa tanah, yang akan memperbaiki
karakteristik lapisan tanah sesuaia dengan tujuan yang ingin
dicapai.
3. Stabilisasi Mekanis ; yaitu stabilisasi dengan memasukkan
material sisipan ke dalam lapisan tanah sehingga mampu
meningkatkan karakteristik teknis dalam massa tanah sesuai
dengan tujuan tindakan stabilisasi yang ingin dicapai. Karena
keberadaan material sisipan ke dalam lapisan tanah inilah,
sehingga stabilisasi mekanis diistilah sebagai “perkuatan tanah
(soil reinforcement). Contohnya stabilisasi dengan metal strip,
geotextile, geomembrane, geogrid, vertical drain, dan lain
sebagainya.

8 | Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah


Bab -1: Pengertian & Jenis Stabilisasi Tanah

1.2. Perbaikan Tanah


Apabila mengacu pada klasifikasi dari stabilisasi tanah
sebagaimana yang telah diuraikan sebelumnya, maka ruang lingkup
dari perbaikan tanah meliputi dua klasifikasi, yakni :
1. Perbaikan tanah dengan metode kimiawi ; yang selanjutnya
dapat dibedakan dalam beberapa sudut tinjauan, antara lain :
a. Ditinjau dari jenis bahan pencampur (additive) ; perbaikan
tanah dengan metode kimiawi, dibedakan atas :
1) Perbaikan tanah dengan bubuk (powder stabilization).
2) Perbaikan tanah dengan larutan (solvent stabilization).
b. Ditinjau dari jenis material bubuk (powder) ; perbaikan
tanah dengan metode kimiawi, dibedakan atas :
1) Perbaikan tanah dengan semen (soil cement).
2) Perbaikan tanah dengan kapur (soil lime).
3) Perbaikan tanah dengan abu (soil ash).
c. Ditinjau dari cara pencampuran ; perbaikan tanah dengan
metode kimiawi, dibedakan atas :
1) Perbaikan tanah dengan metode pengadukan (mixing
method).
2) Perbaikan tanah dengan metode penyuntikan (grouting
method).
2. Perbaikan tanah dengan metode fisik ; yang bila ditinjau dari
aspek metode pelaksanaannya dapat dibedakan dalam
beberapa jenis, antara lain :
a. Pemadatan tanah (compaction),
b. Konsolidasi tanah (consolidation or preloading),
c. Pengeringan tanah (dewatering),
d. Penggantian tanah (replacement),
e. Perekatan partikel tanah (permeation resin), dan lain-lain.

Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah | 9


Bab -1: Pengertian & Jenis Stabilisasi Tanah

1.3. Perkuatan Tanah

Sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa


perkuatan tanah (soil reinforcement), adalah suatu jenis stabilisasi
tanah yang dimaksudkan untuk memperbaiki dan/atau
mempertahankan kemampuan dan kinerja tanah sesuai syarat
teknis yang dibutuhkan, dengan memberikan material sisipan ke
dalam lapisan tanah tersebut.
Selanjutnya material lapisan tanah yang terbentuk dari hasil
tindakan perkuatan tanah disebut tanah perkuatan (reinforced
earth). Tanah perkuatan, adalah lapisan tanah yang telah diberikan
material sisipan yang mampu membentuk suatu sistem yang dapat
bekerja sebagai satu kesatuan, sehingga kemampuan dari sistem
tersebut menjadi jauh lebih besar atau lebih optimal dari pada
kemampuan awal dari lapisan tanah tersebut.
Secara garis besar perkuatan tanah dapat diklasifikasikan
berdasarkan tujuan utama dari tindakan perkuatan, yakni :
1. Perkuatan tanah dasar (bearing capacity reinforcement).
2. Perkuatan dinding penahan (retaining wall reinforcement)
Pembahasan tentang perkuatan tanah tidak akan diuraikan
dalam buku ini, dan akan dibahas secara khusus dalam buku lain
yang juga penulis susun.

10 | Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah


Bab-2 : Teori Perbaikan Tanah

BAB – II

TEORI
PERBAIKAN TANAH

Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah | 11


Bab-2 : Teori Perbaikan Tanah

2.1. Prinsip Dasar Perbaikan Tanah


Sebagaimana uraian pada bagian terdahulu bahwa
perbaikan tanah terbagi atas dua kelompok, yakni perbaikan tanah
secara kimiawi dan perbaikan tanah secara fisik. Kedua cara
tersebut memiliki kesamaan dalam tujuan dan sasaran yang ingin
dicapai, namun banyak perbedaan dalam metode maupun bahan
pencampur (additive) yang dipergunakan.
Teknik perbaikan tanah memiliki prinsip dasar bahwa
kapasitas tanah yang kurang baik (dalam berbagai aspek), dapat
diperbaiki melalui peningkatan sifat-sifat (properties) dari pada
tanah, sesuai dengan tujuan perbaikan yang diinginkan. Jika yang
diinginkan adalah peningkatan daya dukung dan kuat geser tanah,
maka beberapa parameter tanah perlu diperbaiki, seperti berat
volume tanah (), kohesi tanah (c), sudut geser dalam tanah (), dan
tekanan pori dalam tanah (u). Demikian pula jika yang ingin adalah
mendapatkan lapisan tanah yang kedap air (tanggul), dapat dicapai
dengan memperkecil koefisien permeabilitas tanah (k). Tetapi
sebaliknya yang diperlukan adalah lapisan tanah dengan kapasitas
infiltrasi yang besar, maka koefisien permeabilitas tanah (k) harus
diperbesar. Teknik memperbesar koefisien permeabilitas tanah
dapat dilakukan dengan urugan pasir pada permukaan (sand lense),
atau pencampuran pasir melalui teknik injeksi (grouting) ke dalam
lapisan tanah dalam (sand mix). Tindakan sand mix dapat juga
dilakukan untuk memperkecil kompresibilitas tanah, sehingga
dapat memperkecil penurunan (settlement) pada lapisan tanah
yang menerima beban aksial.
Selain prinsip dasar yang diuraikan di atas, diharapkan
bahwa para rekayasawa harus selalu mempertimbangkan pula
prinsip-prinsip dalam konsep pembangunan berkelanjutan
(sustainable development), bahwa pembangunan hanya akan dapat

12 | Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah


Bab-2 : Teori Perbaikan Tanah

berkelanjutan dan sumberdaya alam akan dapat pula dimanfaatkan


oleh generasi yang akan lahir di kemudian hari, apabila aspek
perlindungan terhadap lingkungan hidup tetap menjadi prioritas
dalam setiap tahapan perencanaan, pelaksanaan, dan
pengoperasian infrastruktur yang dibangunnya. Untuk itu maka
penerapan teknik-teknik perbaikan tanah harus senantiasa
dilengkapi dengan pertimbangan kelestarian lingkungan hidup,
sehingga tujuan stabilisasi tanah bukan hanya semata-mata
terpusat pada pencapaian syarat teknis, namun juga harus
memenuhi syarat-syarat keamanan lingkungan hidup (environment
safe).

2.2. Jenis Perbaikan Tanah


Dalam upaya memperbaiki parameter tanah, maka berbagai
teknik perbaikan tanah yang telah dihasilkan oleh para
rekayasawan (engineer). Berbagai jenis perbaikan tanah yang telah
dikembangkan selama ini, antara lain :
1. Perbaikan tanah dengan semen (soil cement) ; yaitu
perbaikan tanah dengan menggunakan bahan semen
sebagai pencampur.
2. Perbaikan tanah dengan kapur (soil lime) ; yaitu perbaikan
tanah dengan menggunakan kapur sebagai bahan
pencampur tanah yang lemah. Cara ini merupakan metode
paling tua yang dikenal sejak zaman Romawi Kuno, ketika
desakan mobilisasi alat perang dan personil militer mereka
semakin tinggi seiring dengan perkembangan ekspansi
kekuasaan pada zaman itu.
3. Perbaikan tanah dengan abu (soil ash) ; yaitu perbaikan
tanah dengan menggunakan bahan abu sebagai pencampur,

Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah | 13


Bab-2 : Teori Perbaikan Tanah

dapat berasal dari abu batu, abu terbang, abu sekam, dan
lain sebagainya.
4. Perbaikan tanah dengan larutan kimia (solvent
stabilization); yang mana berbagai bahan kimia yang biasa
digunakan untuk meningkatkan parameter tanah, seperti
larutan soda kaustik (NaOH), larutan asam sulfat (H2SO4),
dan berbagai larutan lain. Cairan pencampur yang sekarang
banyak digunakan cukup bervarisi, yang mana beberapa
pabrikan telah mengembangkan berbagai jenis cairan
additive sebagai bahan stabilizer untuk perbaikan tanah.
5. Perbaikan tanah dengan pemadatan ; yaitu penyaluran
enersi tumbukan dan/atau vibrasi (dynamic load) secara
langsung ke lapisan tanah yang kurang padat (gembur).
Metode ini dimaksudkan untuk memperbaiki parameter
tanah yang berhubungan dengan daya dukung, kuat geser,
penurunan, dan permeabilitas tanah.
6. Perbaikan tanah dengan konsolidasi ; yaitu pemberian
beban statis secara langsung di atas lapisan tanah (static
load), sehingga tanah akan terkompresi sebelum
pelaksanaan konstruksi dilakukan. Pemberian beban awal
semacam ini disebut preloading, dengan beban yang
biasanya diambil lebih besar dari beban konstruksi yang
akan bekerja. Metode konsolidasi pada dasarnya memiliki
tujuan yang sama dengan metode pemadatan, namun
bentuk bebannya yang berbeda, dan metode konsolidasi
membutuhkan waktu proses yang lebih lama.
7. Perbaikan tanah dengan teknik pengeringan (dewatering) ;
yaitu upaya peningkatan bearing capacity tanah melalui
proses pengeringan tanah, sehingga kadar air tanah
menurun, dan meningkatkan tegangan efektif di dalam

14 | Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah


Bab-2 : Teori Perbaikan Tanah

tanah. Metode ini banyak menggunakan teknik saluran pasir


vertikal (sand drain), yang dibuat sedemikian rupa, sehingga
air di dalam tanah dapat mengalir ke luar dari massa tanah.
Formasi sand drain sudah banyak dikembangkan para
engineer, sehingga air dalam massa tanah yang jenuh dapat
dialirkan baik pada arah vertikal (sand vertical drain),
maupun pada arah horisontal (sand horisontal drain).
8. Perbaikan tanah dengan penggantian tanah (replacement) ;
yaitu perbaikan gradasi dengan cara menambah tanah pada
fraksi tertentu yang dianggap kurang baik, sehingga tercapai
gradasi yang rapat dan memiliki parameter yang lebih baik.
9. Perbaikan tanah dengan permeation resin ; yaitu pengaliran
bahan perekat (resin) yang memiliki viskositas rendah ke
dalam pori-pori tanah tanpa menggusur atau mengubah
struktur tanah. Karakteristik tanah akan dimodifikasi oleh
aliran perekat resin yang akan menjadi busa atau gel.
Metode ini bertujuan untuk :
1) Meningkatkan kekuatan dan kohesi tanah granular,
sehingga akan meningkatkan kapasitas bebannya.
2) Mengurangi permeabilitas tanah.
Migrasi air yang terjadi melalui substrat tanah yang buruk
atau tanah lepas (tanah berpasir, isi yang tidak terpadatkan,
bahan organik yang membusuk, dll.), akan menyebabkan
erosi, gerakan dan/atau hilangnya tanah yang menyebabkan
kegagalan pada struktur di atas dan di bawah permukaan
seperti, pondasi , perkerasan jalan raya, jembatan, atau
konstruksi lain. Permeasi resin biasanya merupakan solusi
untuk kasus terjadi aliran partikel keluar dari zona lapisan
tanah pendukung. Resin biasanya disuntikkan melalui pipa
berdiameter kecil yang disebut "probe."

Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah | 15


Bab-2 : Teori Perbaikan Tanah

2.3. Tujuan Dan Sasaran Tindakan Perbaikan Tanah


Sebagaimana dengan tujuan dari setiap tindakan stabilisasi
tanah, maka tujuan umum dari perbaikan tanah adalah untuk :
1. Meningkatkan daya dukung tanah.
2. Meningkatkan kuat geser tanah.
3. Memperkecil kompresibilitas dan penurunan tanah.
4. Memperkecil permeabilitas tanah (kasus : tanggul)
5. Memperbesar permeabilitas tanah (kasus : dewatering dan
sand lense).
6. Memperkecil potensi kembang-susut pada tanah (swelling
potential).
7. Menjamin kelestarian dan keberlanjutan sumberdaya alam
dan lingkungan.
Tujuan yang terakhir, seyogianya menjadi tujuan yang
melekat pada setiap perlakuan dan tindakan di dalam perbaikan
tanah, terutama yang dilakukan dengan menggunakan bahan
additive, yang bisa bereaksi dengan unsur-unsur bahan alamiah
(natural material) dan akan mengubah struktur dan komposisi dari
material alamiah tersebut.
Dari berbagai jenis perbaikan tanah yang telah diuraikan
sebelumnya, secara khusus masing-masing mempunyai sasaran
terhadap peningkatan kapasitas tanah, sebagai upaya untuk
memperbaiki parameter tanah yang kurang baik. Adapun sasaran
dari masing-masing jenis perbaikan tanah tersebut, dapat diuraikan
sebagai berikut :
1. Perbaikan tanah dengan semen (soil cement) ; Sasarannya
adalah untuk memperbesar sudut geser dalam tanah (),
melalui pembentukan kerangka (skeleton) di dalam tanah.
Selain itu perbaikan tanah dengan semen, juga memiliki

16 | Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah


Bab-2 : Teori Perbaikan Tanah

sasaran terhadap peningkatan berat volume tanah (), kohesi


tanah (c), sekaligus juga memperkecil tekanan pori tanah (u),
karena akan memperkecil angka porositas dalam massa tanah.
Peningkatan parameter-parameter tersebut, memberikan
dampak signifikan terhadap peningkatan daya dukung (qu) dan
kuat geser tanah ().
2. Perbaikan tanah dengan kapur (soil lime) ; Sasarannya adalah
untuk meningkatkan kohesi tanah (c), sudut geser dalam tanah
(), berat volume tanah (), sekaligus memperkecil tekanan
pori tanah (u), karena akan memperkecil angka porositas
dalam massa tanah. Peningkatan parameter-parameter
tersebut, memberikan dampak signifikan terhadap
peningkatan daya dukung (qu) dan kuat geser tanah ().
3. Perbaikan tanah dengan abu (soil ash) ; Metode ini dapat
menggunakan beberapa jenis abu, seperti abu batu, abu
terbang, abu sekam. Sasaran utamanya adalah meningkatkan
kohesi tanah (c), sudut geser dalam tanah (), berat volume
tanah (), sekaligus memperkecil tekanan pori tanah (u), karena
akan memperkecil angka porositas dalam massa tanah.
Peningkatan parameter-parameter tersebut, memberikan
dampak signifikan terhadap peningkatan daya dukung (qu) dan
kuat geser tanah ().
4. Perbaikan tanah dengan bahan kimia (chemical stabilization);
Pencampuran tanah dengan berbagai jenis bahan kimia,
sasaran utamanya adalah untuk mengoptimalkan berbagai
parameter tanah sesuai dengan kebutuhan konstruksi, seperti
peningkatan kerapatan relatif (Dr), kepadatan relatif (Rc), berat
volume (), sudut geser dalam (). Juga bisa untuk sasaran
menurunkan angka pori (e), porositas (n), permeabilitas (k),
kompresibilitas (Cc), kadar air (w), tekanan pori (u), dan

Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah | 17


Bab-2 : Teori Perbaikan Tanah

sebagainya. Bahan kimia yang secara konvesional dapat


digunakan untuk memperbaiki (meningkatkan dan/atau
memperkecil) nilai parameter tanah, seperti larutan soda
kaustik (NaOH), asam fosfat (H3PO4), asam sulfat (H2SO4),
Natrium Cloride (NaCl) dan berbagai larutan lain. Namun
beberapa dekade terakhir banyak larutan (liquid) dan bubuk
(powder) kimia, yang dikembangkan sebagai pencampur
(additive), yang dapat berfungsi sebagai bahan stabilizer dalam
rekayasa perbaikan tanah, seperti Liquid Textile, PVC Liquid, Ba
Liquid, Cd Liquid, Zn Liquid, Polymer Gilsonite, Sodium
Lignosulphonate, Sodium Carboxymethyl, CMC Carboxymethyl,
Anionic Polyacrylamide, PAM Polyacrylamide, Polyanionic,
Chlorine Dioxide, Hydrogen Peroxide, Methyltin dan lain
sebagainya.
5. Perbaikan tanah dengan teknik dewatering atau pengeringan
tanah ; Sasaran utamanya adalah untuk menurunkan kadar air
tanah (w), sehingga tekanan air pori (u) akan menurun drastis,
dan tegangan efektif (eff) tanah meningkat significan. Dengan
demikian daya dukung (qu) dan kuat geser () pada lapisan
tanah tersebut akan meningkat secara signifikan pula. Metode
ini banyak menggunakan teknik saluran pasir vertikal (sand
drain), yang dibuat sedemikian rupa, sehingga air di dalam
tanah dapat mengalir ke luar dari massa tanah. Formasi sand
drain sudah banyak dikembangkan para engineer, sehingga air
dalam massa tanah yang jenuh dapat dialirkan baik pada arah
vertikal (sand vertical drain), maupun pada arah horisontal
(sand horisontal drain).
6. Perbaikan tanah dengan re-gradation ; Pencampuran tanah asli
dengan tanah pencampur bisa dilakukan dengan cara
mengaduk (mixing) untuk stabilisasi tanah permukaan yang

18 | Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah


Bab-2 : Teori Perbaikan Tanah

dangkal, atau dengan cara menginjeksi (grouting) untuk


stabilisasi tanah dalam. Sasaran utama dalam perbaikan tanah
dengan metode regradasi, utamanya adalah untuk
menurunkan potensi kembang-susut (swelling), dan
kompresibilitas tanah. Namun metode ini juga bisa dilakukan
untuk meningkatkan kerapatan relatif (Dr), kepadatan relatif
(Rc), berat volume (), dan sudut geser dalam tanah ().
7. Perbaikan tanah dengan pemadatan ; Penyaluran beban
dinamis (dynamic load) ke lapisan tanah semacam ini, sasaran
utamanya adalah untuk meningkatkan kerapatan relatif (Dr),
kepadatan relatif (Rc), berat volume (), dan sudut geser dalam
tanah (). Dan sekaligus memperkecil angka pori (e), porositas
(n) dan permeabilitas (k), dan kompresibiltas (Cc) dari pada
lapisan tanah.
8. Perbaikan tanah dengan konsolidasi ; Pemberian beban statis
(static load) di atas lapisan tanah, sasaran utamanya sama
dengan sistem pemadatan yaitu untuk meningkatkan
kerapatan relatif (Dr), kepadatan relatif (Rc), berat volume (),
dan sudut geser dalam tanah (). Dan sekaligus memperkecil
angka pori (e), porositas (n) dan permeabilitas (k), dan
kompresibiltas (Cc) dari pada lapisan tanah.
9. Perbaikan tanah dengan permeation resin ; dengan
mengalirkan bahan perekat (resin) yang memiliki viskositas
rendah ke dalam pori-pori tanah tanpa menggusur atau
mengubah struktur tanah. Karakteristik tanah akan
termodifikasi oleh aliran perekat resin yang akan menjadi busa
atau gel. Sasaran utama dalam perbaikan tanah dengan
metode permeasi resin, utamanya adalah untuk meningkatkan
kohesi (c), dan sekaligus menurunkan permeabilitas tanah (k).
Namun metode ini juga bisa dilakukan untuk meningkatkan

Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah | 19


Bab-2 : Teori Perbaikan Tanah

nilai parameter tanah seperti berat volume (), dan sudut geser
dalam tanah (). Dampak samping dari penggunaan resin
dalam stabiliasi tanah, ada yang bersifat positif seperti
penurunan angka pori dan porositas tanah, namun juga
memberikan dampak negatif berupa akumulasi residu resin di
dalam tanah yang sangat sulit dikeluarkan/dipisahkan dari
massa tanah.

2.4. Pemilihan Jenis Perbaikan Tanah


Dari sekian banyak jenis perbaikan tanah yang dapat
dilakukan, baik yang bersifat kimiawi maupun yang bersifat fisik,
masing-masing memiliki kelebihan dan kelemahan. Bahkan apabila
penerapannya tidak dilakukan dan diawasi secara seksama,
beberapa diantaranya ada yang dapat menimbulkan dampak buruk
dalam jangka panjang, terutama penggunaan bahan kimia dan
bahan perekat (resin). Beberapa faktor yang perlu dipertimbangkan
di dalam memilih jenis dan tipe perbaikan tanah yang akan
diterapkan dalam setiap tindakan perbaikan tanah, antara lain :
1. Jenis dan karaktersitik tanah, termasuk sifat-sifat kimia dan
fisik, termasuk minerologi tanah yang akan diperbaiki.
2. Jenis dan karakteristik konstruksi yang akan dibangun,
terutama beban konstruksi.
3. Parameter tanah yang perlu diperbaiki, sesuai kebutuhan
konstruksi.
4. Kedalaman lapisan tanah yang akan diperbaiki.
5. Sifat kimia dan sifat fisik dari bahan stabilizer yang akan
digunakan.
6. Harga bahan stabilizer yang akan digunakan, terutama
dikaitkan dengan efisiensi biaya perbaikan.
7. Ketersediaan bahan dan peralatan di lokasi perbaikan tanah.

20 | Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah


Bab-2 : Teori Perbaikan Tanah

8. Kondisi lingkungan di sekitarnya (existing environmental).


Berdasarkan beberapa pertimbangan di atas maka para
rekayasawan (engineer), dapat memilih jenis dan tipe perbaikan
tanah yang akan dipilihnya, dan yang paling penting pula dilakukan
adalah analisis dampak kegiatan perbaikan tanah terhadap
lingkungan baik biotik maupun abiotik, serta rencana
penanggulangan dampak penting yang berpeluang timbul akibat
kegiatan perbaikan tanah tersebut.

Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah | 21


Bab-3 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Kimia

BAB – III

PERBAIKAN TANAH
DENGAN METODE KIMIAWI

22 | Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah


Bab-3 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Kimia

3.1. Batasan Penerapan Metode Kimiawi.


Metode perbaikan tanah dengan bahan kimia dapat
menggunakan larutan kimia dan/atau bubuk kimia (powder), yang
dicampurkan dengan tanah yang akan diperbaiki, dengan beberapa
metode pecampuran yang disesuaikan kondisi bahan stabilizer
maupun kondisi tanahnya.
Kondisi tanah yang akan diperbaiki sangat penting diketahui
secara konprehensif, baik sifat-sifat fisik maupun sifat kimia tanah,
terutama yang menyangkut tentang komposisi kimia dari mineral
tanah yang ada. Hal ini sangat menentukan dalam pemilihan jenis
bahan stabilizer yang cocok dipergunakan untuk perbaikan tanah,
sehingga target perbaikan yang diinginkan dapat tercapai, sesuai
dengan karakteristik dan kebutuhan konstruksi yang akan dibangun
di atas lapisan tanah tersebut.
Jenis tanah yang lebih banyak diperbaiki melalui metode
kimiawi biasanya adalah jenis tanah berbutir halus (fine soil),
namun tidak jarang perbaikan tanah dengan metode kimia
terhadap tanah berbutir kasar (granuler soil), seperti perbaikan
sifat permeabilitas tanah berpasir yang digunakan pada bangunan
yang membutuhkan sifat yang lebih kedap air. Untuk memperkecil
permeabilitas pada tanah berpasir, bisanya dilakukan dengan
penerapan soil-cement. Penurunan permeabilitas tanah berpasir
dapat pula menggunakan bahan kimia lain yang mampu mengikat
partikel tanah secara kimiawi, dengan mekanisme reaksi
pembekuan (fluculated reaction).
Batasan lain yang perlu diperhatikan di dalam penerapan
perbaikan tanah dengan metode kimia, adalah sifat-sifat reaksi
kimia yang terjadi antara mineral tanah dengan zat kimia yang
dikandung oleh bahan stabilizer. Hal yang harus dihindarkan dalam
penggunaan bahan kimia, adalah perabatan atau penjalaran proses

Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah | 23


Bab-3 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Kimia

reaksi kimia ke massa tanah yang tidak menjadi target perbaikan.


Hal ini sangat merugikan lingkungan, bahkan dapat berakibat fatal
apabila zona perambatan reaksi tersebut menjangkau massa tanah
yang telah mendukung bangunan lain. Dengan demikian efek
penjalaran reaksi tersebut akan berdampak langsung pada
bangunan yang didukungnya, yang dapat berupa deformasi akibat
dekomposisi mineral tanah, atau dapat pula terjadi differential
settlement pada bangunan yang terdampak, dan lain sebagainya.

3.2. Minerologi Lempung.


Selain parameter teknis, hal penting yang juga harus
dipahami di dalam perencanaan perbaikan pada tanah lempung
adalah jenis dan komposisi mineral di dalam tanah. Oleh karena itu
maka pemahaman tentang minerologi tanah lempung yang
memadai diperlukan dimiliki oleh setiap rekayasawan (engineer)
yang bekerja pada bidang perbaikan tanah.
Lempung terbentuk dari hasil pelapukan akibat reaksi kimia
yang membentuk susunan kelompok partikel berukuran koloid
dengan diameter butiran yang lebih kecil dari 0,002 mm.
Partikel lempung tersebut berbentuk lembaran (sheet),
yang mempunyai bidang permukaan khusus (specific surface). Oleh
karena itulah sehingga jenis tanah lempung sangat dipengaruhi
oleh gaya-gaya permukaan.
Menurut Kerr ((1959), di bumi ini terdapat sekitar 15 macam
mineral tanah lempung, dan diantara yang dominan terdapat di
alam antara lain : montmorillonite, kaolinite, dan illite. Diantara 15
jenis lempung yang diidentifikasi Kerr, yakni ; montmorillonite,
kaolinite, illite, smectite, saponite, tales, pyrophyllite, nontronite,
halloysite, serpentine, chrysotile, lizardite, antigorite, hydromica,
dan sericite.

24 | Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah


Bab-3 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Kimia

Pada umumnya mineral tanah lempung tersusun atas


alluminium oktahedra dan silica tetrahedra, dan kedua senyawa
tersebut digambarkan sebagai berikut :

Silika Tetrahedral Aluminium Oktahedral

Gambar 3.1. Bentuk Ikatan Senyawa pada Mineral Lempung

Untuk memudahkan di dalam penggambaran komposisi


senyawa lempung, lembaran mineral tersebut cukup disimbolkan
dengan gambar berikut :

Simbol Lembaran Silika Simbol Lembaran Aluminium

Gambar 3.2. Simbol lembaran Silika dan Alluminium

Masing-masing mineral lempung terbentuk dari kombinasi


tumpukan dan susunan lembaran dengan bentuk dan dimensi yang
berbeda-beda.
Lempung Montmorillonte, yang mineralnya dikenal sangat
sensitive terhadap perubahan kadar air, yang mana setiap
perubahan kadar air selalu diikuti dengan perubahan volume
(volume change) yang ekstrim. Komposisi senyawa kimia di dalam
mineral tanah montmorillonite secara umum dapat dirumuskan
sebagai berikut :
Si8 Al4 O20 (OH)4 nH2O.

Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah | 25


Bab-3 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Kimia

Struktur mineral tanah lempung montmorillonite tersusun


atas dua lembar silika dan satu lembar alluminium, yang dapat
digambarkan seperti pada skema berikut :

Ikatan Van der Wals

Gambar 3.3. Diagram skematik struktur mineral Montmorillonite


Lembaran oktahedra yang terletak di antara dua lembaran
silica dengan ujung tetrahedra yang tercampur dengan hidroksil
(OH–) dari lembaran oktahedra untuk membentuk satu lapisan
aluminium.
Karena adanya ikatan Van der Waals diantara ujung
lembaran silica, dengan gaya yang sangat lemah dan memiliki
kekurangan muatan negative dalam lembaran oktahedra, maka air
dan/atau ion-ion lain yang berpindah-pindah dapat masuk dan
memisahkan lapisannya. Demikianlah proses pengembangan yang
terjadi pada mineral montmorillonite, sehingga dengan ukuran
kristal yang sangat kecil, tapi pada saat dimasuki air maka gaya tarik
yang sangat kuat akan menyerap air, dan segera mengembangkan

26 | Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah


Bab-3 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Kimia

volume tanah berlipat ganda dari volume sebelumnya (kering).


Mengembangnya tanah montmorillonite akan menimbulkan
tekanan pengembangan (expansive pressure), yang dapat merusak
konstruksi seperti pada konstruksi perkerasan jalan raya. Kelompok
tanah lempung ekspansive semacam ini, yakni montmorillonite,
smectite, saponite, tales, pyrophyllite, dan nontronite.
Lempung Kaolinite, adalah mineral lempung yang terdiri
atas susunan satu lembar silika tetrahedral dan satu lembar
aluminium oktahedra, dengan satuan susunan setebal 7,2
Angstrom (Ao), yang dapat digambarkan seperti pada skema
berikut :

Ikatan Hidrogen 7,2 Ao (1 Ao = 10–6 mm)

Gambar 3.4. Diagram skematik struktur mineral Kaolinite


Kedua lembaran terikat sedemikian sehingga ujung dari satu
lembaran silika dan satu lembaran oktahedra akan membentuk
suatu lapisan tunggal. Pada kombinasi lembaran silika dan
aluminium keduanya terikat oleh “ikatan hidrogen” yang relative
stabil. Oleh karena itu maka mineral kaolinite lebih stabil dan air
tidak dapat masuk diantara lembaran mineralnya. Komposisi
senyawa kimia di dalam mineral tanah kaolinite secara umum dapat
dirumuskan sebagai berikut :

Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah | 27


Bab-3 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Kimia

Si4 Al4 O10 (OH)8


Dengan memperthatikan komposisi senyawa kimia seperti
yang dirumuskan di atas, terlihat jelas bahwa subtitusi ionik dalam
struktur tanah kaolinite relatif kecil. Pada umumnya di dalam massa
tanah kaolinite, senyawa silika (SiO2) lebih dominan dari pada
senyawa aluminium (Al2O3). Beberapa peneliti telah membuktikan
bahwa perbandingan kedua senyawa pembentuk tanah kaolinite
tersebut, kurang lebih 2 silika berbanding 1 aluminium. Kelompok
tanah lempung kaolinite terdiri atas ; kaolinite, halloysite,
serpentine, chrysotile, lizardite, dan antigorite.
Lempung Illite, merupakan mineral lempung yang terdiri
atas susunan satu lembaran aluminium oktahedral dan dua
lembaran silika tetrahedral. Sepintas skematik strukturnya mirip
dengan lempung montmorillonite, tetapi sifat ikatannya sangat
berbeda. Pada lempung Illite, lembaran oktahedral bisa mengalami
subtitusi parsial terhadap aluminium oleh magnesium (Mg)
dan/atau besi (Fe). Jika hal ini terjadi maka di dalam lembaran
tetrahedral akan terjadi subtitusi silikon oleh aluminium yang
terlepas dari lembara oktahedral. Lembaran-lembaran Illite terikat
satu sama lain dengan ikatan lemah ion-ion kalsium, yang terdapat
di antara lembaran tersebut. Struktur mineral tanah lempung illite
yang tersusun atas satu lembaran aluminium oktahedral dan dua
lembaran silika tetrahedral dapat digambarkan seperti pada skema
berikut :

28 | Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah


Bab-3 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Kimia

K+

Ikatan Kalsium 9,6 Ao (1 Ao = 10–6 mm)

K+

Gambar 3.5. Diagram skematik struktur mineral Illite


Komposisi senyawa kimia mineral tanah lempung illite,
secara umum dapat dirumuskan sebagai berikut :
(K, H2O)2 Si8 (Al, Mg, Fe)4 O20 (OH)4
Ikatan ion kalsium (K+) pada senyawa illite lebih lemah
dibandingkan dengan ikatan hidrogen yang mengikat satuan Kristal
pada kaolinite, akan tetapi jauh lebih kuat bila dibandingkan
dengan ikatan ionik yang membentuk Kristal pada montmorillonite.
Dengan demikian maka susunan illite tidak mudah mengembang
akibat peningakatan kadar air di dalam tanah. Kelompok tanah
lempung illite terdiri atas ; illite, hydromica, dan sericite.
Mineral lempung yang dominan mengandung senyawa
silikat, terbentuk dari susunan tetrahedral silikon dan oktahedral
magnesium atau kristal lain. Ribuan susunan mineral semacam ini

Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah | 29


Bab-3 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Kimia

akan terhubung satu sama lain, yang membentuk massa tanah dan
susunan akan menentukan sifat-sifat dari tanah yang terbentuk.
Susunan semacam ini dapat diillustrasikan seperti gambar berikut.

(1) Lembaran Tetrahedral

(1) Lembaran Tetrahedral (1) Lembaran Oktahedral

Gambar 3.6. Struktur Mineral Tanah Liat (Berger, 2007)

3.3. Pengaruh Air Pada Tanah Lempung


Sebagaimana telah diuraikan secara implisit di atas bahwa
pada jenis tanah lempung keberadaan air sangat berpengaruh
terhadap sifat-sifat tanah lempung tersebut. Pada tanah berbutir
halus seperti lempung, keberadaan air membuat luas specific
surface akan menjadi lebih besar. Demikian pula dengan variasi
kadar air akan mempengaruhi sifat-sifat plastisitas pada tanah.
Dalam suatu Kristal yang ideal, muatan-muatan listrik
negatif dan positif selalu dalam keadaan seimbang. Akan tetapi
pada partikel lempung selalu terdapat muatan listrik negatif,
sebagai akibat dari perpecahan susunan yang berjalan kontinu.
Untuk mengimbangi muatan negative tersebut, maka partikel
lempung akan menarik ion positif (kation) dari senyawa garam yang
ada di dalam pori-pori tanah. Proses ini disebut pertukaran ion atau
lebih dikenal dengan istilah substitusi isomorf. Kation-kation
tersebut dapat disusun dalam urutan kekuatan daya tarik
menariknya berdasarkan deret volta, sebagai berikut :
Al3+ > Ca2+ > Mg2+ > NH4+ > K+ > H+ > Na+ > Li+

30 | Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah


Bab-3 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Kimia

Urutan kation di atas memberikan makna bahwa kation Al3+


dapat mengganti kation Ca2+ di dalam senyawa mineral lempung,
kemudian kation Ca2+ akan dapat menggeser kation Mg 2+, dan
seterusnya.
Molekul air (H2O) merupakan molekul dipolar, yaitu atom
hydrogen tidak tersusun simetris di sekitar atom oksigen. Hal ini
berarti bahwa satu molekul air membentuk batang yang
mempunyai muatan positif dan negative pada ujung yang
berlawanan atau dipolar (dua kutub). Ikatan dipolar yang terdapat
pada senyawa air, dapat digambarkan secara illustratif seperti pada
skema berikut :

oksigen

+
hidrogen 105o hidrogen

Gambar 3.7. Skema Sifat Dipolar pada Air (H 2O)

Ada tiga mekanisme yang dapat menyebabkan molekul air


(dipolar) dapat tertarik oleh permukaan partikel lempung secara
elektrik, yakni :
1. Tarikan antara permukaan yang bermuatan negatif dari
partikel lempung dengan ujung bermuatan positif pada air
dipolar.
2. Tarikan antara muatan positif (kation) dalam lapisan ganda
dengan muatan negatif dari ujung dipolar. Kation ini tertarik
oleh permukaan partikel lempung yang bermuatan negatif.

Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah | 31


Bab-3 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Kimia

3. Peranan dari atom-atom hidrogen dalam molekul air, yaitu


dengan ikatan hidrogen antara oksigen dalam partikel
lempung dengan atom hidrogen dalam molekul-molekul air.
Ketiga mekanisme tarik menarik antara partikel lempung
dengan molekul air dapat digambarkan sebagai berikut :

Mekanisme (1)

Permukaan kation
partikel
Mekanisme (2)
lempung

oksigen

Mekanisme (3)

hidrogen

Gambar 3.8. Tarik Menarik Molekul Air Dipolar Dengan


Partikel Lempung

Air yang tertarik secara elektrik yang berada di sekitar


partikel lempung, disebut air lapisan ganda (double-layer water).
Sifat plastisitas tanah lempung adalah akibat keberadaan dari
lapisan ganda tersebut. Air lapisan ganda pada bagian paling dalam
yang sangat kuat melekat pada partikel lempung, disebut air
serapan (adsorbed water). Ikatan antar partikel tanah yang disusun
oleh mineral lempung sangat dipengaruhi oleh besarnya jaringan
muatan negative pada mineral, tipe, konsentrasi dan distribusi
kation yang berfungsi mengimbangi muatannya.
Untuk memperlihatkan ketebalan air lapisan ganda pada
jenis partikel lempung yang berbeda, dapat disimak pada gambaran
berikut :

32 | Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah


Bab-3 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Kimia

Air Kristal
ser Montmorillonite

Air Lapisan Ganda 400 Ao Air


200 Ao
10 Ao
10 Ao
ser
10 Ao
1000 Ao 10 Ao
Kristal Kaolinite 200 Ao Air Lapisan Ganda

10 Ao

Air Lapisan Ganda 400 Ao (b) Lempung Montmorillonite


(a) Lempung Kaolinite

Gambar 3.9. Ketebalan Air Lapisan Ganda pada Partikel Lempung

Berdasarkan hasil penelitian pada tahun 1951 oleh Olphen


pada jenis tanah montmorillonite, dan penelitian Schofield &
Samson pada tahun 1954 pada jenis tanah kaolinite, disimpulkan
bahwa jumlah dan distribusi muatan residu pada jaringan mineral
tanah, bergantung pada pH air. Bila pH air rendah, maka ujung
partikel kaolinite dapat menjadi bermuatan positif, dan selanjutnya
akan menimbulkan gaya tarik terhadap permukaan antar partikel
yang yang berdekatan. Gaya Tarik menarik inilah yang akan
menimbulkan sifat kohesif pada tanah lempung.
Proses pertukaran ion antara mineral tanah dengan air,
lebih jelas dilihat dari illustrasi yang digambarkan di bawah ini.

Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah | 33


Bab-3 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Kimia

Kation kalsium (++) menggantikan


ikatan lemah yang mengurangi
afinitas tanah liat untuk air.

Gambar 3.10. Illustrasi Pertukaran Ion : Tanah – Air – Kalsium


(Berger, 2007)

Illustrasi di atas memperlihatkan bahwa permukaan tanah


liat yang bermuatan negatif akan menarik kation (+) dari unsur
kalsium dan molekul air (dipol), yang akan menyebabkan
pembentukan 'air lapisan ganda' yang berlapis-lapis.

3.4. Keseimbangan Partikel Dalam Tanah Lempung


Pada jenis tanah lempung, bentuk dan posisi partikelnya
akan sangat mempengaruhi karakteristik dan sifat-sifat teknisnya,
seperti permeabiltas, stabilitas, karakteristik deformasi, serta
distribusi tegangan di dalam lapisan tanah. Demikian juga dengan
jarak partikel akan mempengaruhi kekuatan ikatan antar partikel
tanah. Susunan partikel tanah dibagi atas dua macam (Rosenqvist,
1959), yakni :
- Susunan flocculated (terflokulasi) ; yaitu hubungan tepi
partikel yang satu dengan permukaan partikel yang lain.

34 | Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah


Bab-3 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Kimia

- Susunan dispersed (terdispersi) ; yaitu hubungan


permukaan partikel yang satu dengan permukaan partikel
yang lain.
Secara alami susunan partikel tanah sangat tergantung pada
lingkungan dimana lapisan tanah berada. Sebagai contoh tanah
lempung endapan cenderung membentuk susunan terdispersi,
dikarenakan adanya peranan dari gerakan fluida yang
mengendapkan butiran lempung.

(a) Susunan Flukulasi (b) Susunan Dispersi

Gambar 3.11. Susunan Partikel Tanah

Pada proses konsolidasi, cenderung akan terjadi


penyesuaian partikel ke bentuk susunan terdispersi atau lembaran
partikel cenderung parallel.
Beberapa hasil penelitian yang pernah dilakukan terhadap
perilaku tanah, yakni :
1. Lambe (1958) ; menyatakan bahwa pada konsolidasi satu
dimensi (one dimensional consolidation), maka seluruh
partikel akan menyesuaikan sendiri ke dalam bidang
parallel.
2. Mitchael (1959) ; menyatakan bahwa pembentukan tanah
secara acak akan menghasilkan pengelompokan susunan
partikel yang sejajar secara acak.

Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah | 35


Bab-3 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Kimia

3. Seed & Chan (1959) ; menyatakan bahwa regangan geser


akan cenderung untuk menyusun partikel tanah dalam tipe
susunan terdispersi.

3.5. Susunan Partikel Pada Tanah Granuler


Pada tanah yang berbutir kasar (granuler soil),
karakteristiknya sangat dipengaruhi oleh ukuran butir, komposisi
dan struktur partikelnya. Sehingga parameter tanah granuler
sangat tergantung pada faktor-faktor tersebut. Demikian pula di
dalam memilih jenis dan metode perbaikan pada tanah granuler,
juga sangat tergantung pada karakteristik tersebut.
Jenis tanah granuler dalam konsistensinya bisa dalam
bentuk kerikil, pasir atau lanau. Karakteristik tanah granuler yang
digambarkan oleh distribusi ukuran butiran, susunan, serta
kerapatan butiran, akan sangat mempengaruhi berbagai parameter
tanah seperti angka pori, porisitas, berat volume, kohesi, dan sudut
geser dalam tanah. Oleh karena itu di alam, biasa ditemukan tanah
granuler dalam konsistensi padat (dense), longgar (loose), atau
bahkan dalam bentuk sarang lebah (honeycomb), yang dapat
diilustrasikan seperti pada gambar berikut :

(a) Padat (b) Longgar (c) Sarang Lebah

Gambar 3.12. Susunan Butiran Tanah Granuler

36 | Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah


Bab-3 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Kimia

Parameter yang sangat penting diketahui dari lapisan tanah


granuler adalah kerapatan relative (Dr), akan tetapi karena
kesulitan pengambilan sampel tanah granuler tak terganggu
(undisturbed sample), maka sering dilakukan korelasi nilai
pengujian lapangan dengan nilai Dr. Percobaan lapangan yang
sering dilakukan untuk menguhubungkan dengan nilai Dr, adalah
nilai NSPT dari percobaan standard penetration test (SPT).
Akan tetapi dalam kondisi tertentu parameter Dr tidak
cukup memberikan informasi tentang sifat tanah granuler. Sejarah
tegangan lapisan tanah granuler juga sangat perlu untuk diketahui,
karena lapisan tanah granuler yang pernah mengalami tegangan
yang lebih besar dari tegangan yang dialami sekarang (over
consolidated), akan mempunyai perilaku tegangan-regangan dan
sifat penurunan yang sangat berbeda dibandingkan dengan lapisan
tanah granuler yang belum pernah mengalami tegangan lebih besar
daripada tegangan dialami sekarang (normally consolidated).
Pengaruh air terhadap lapisan tanah granuler cukup berarti
bila konsistensi tanah granuler tersebut tidak padat, karena
komposisi butiran akan mengalami distorsi bila ada air. Demikian
pula bila terjadi beban getaran seperti gempa atau beban dinamis
lain, maka keberadaan air di dalam tanah granuler akan
mengakibatkan tekanan pori menjadi maksimum, dan nilainya
mendekati nilai tegangan total tanah, sehingga membuat tegangan
efektif dalam tanah mendekati nol. Kejadian semacam ini ditandai
dengan mencairnya tanah yang dikenal istilah liquifaksi
(liquefaction). Lapisan tanah yang mengalami liquefaction akan
berperilaku seperti massa cair (liquid), sehingga kekuatan tanah
menjadi hilang. Mekanisme likuifaksi dapat dirumuskan sebagai
berikut :
 = c + eff tan .................... (3.1)

Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah | 37


Bab-3 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Kimia

Yang mana pada tanah granule kohesi = 0


eff = b – u .................... (3.2)
Pada saat gempa tekanan pori tanah maksimum hingga menjadi
sama dengan tegangan total tanah (b), sehingga :
eff = b – b = 0 .................... (3.3)
Jika : eff = 0 (saat gempa), dan
kohesi (c) = 0 (tanah granuler),
maka :  = 0  terjadi kasus likuifaksi.

3.6. Mekanisme Reaksi Kimia Pada Lempung.


Menurut Way (1952) dalam Ingles dan Metchalf (1972),
bahwa ada dua faktor internal di dalam tanah yang sangat
mempengaruhi mekanisme reaksi yang terjadi antara tanah dengan
unsur kimia dari bahan stabilizer, yaitu:
(1) Faktor permukaan partikel tanah (specific surface), dan
(2) Faktor keasaman tanah (acid).
Menurut Way, bahwa selain besarnya valensi mineral,
ukuran kation dari masing-masing unsur kimia (diskripsi dari specific
surface), juga sangat menentukan proses subtitusi ionik di dalam
reaksi kimia dalam tanah. Contoh kation kalium (K+) yang berujud
kristal di dalam tanah, kadang tidak dapat disubtitusi oleh kation
kalsium (Ca2+)disebabkan oleh jari-jari kation K+ yang jauh lebih
besar dari jari-jari kation Ca2+ . Pada tabel yang berikut
memperlihatkan ukuran kation dari masing-masing unsur kimia
berdasarkan konsistensinya, baik dalam bentuk kristal maupun
dalam wujud larutan (Way, 1952) :

38 | Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah


Bab-3 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Kimia

Tabel 3.1. Ukuran Jari-jari Kation


Valensi Jari-jari Kation (Ao)
Jenis Kation (muatan
Kristal Larutan
kimia)
Li+ +1 0,68 2,36
Na+ +1 0.97 1,83
+
K +1 1.33 1,24
Mg2+ +2 0,66 3,45
Ca2+ +2 0,99 3,07
Al3+ +3 0,51 4,57

Dari tabel di atas, terlihat bahwa dalam kondisi kristal ion


Kalium (K+) memiliki jari-jari yang lebih besar dibanding ion Litium
(Li+) dan Natrium (Na +), sehingga berpotensi menggantikan
keduanya (subtitusi ionik). Sebaliknya dalam kondisi larutan K +
sangat mudah disubtitusi oleh ion Na + dan Li+. Sifat yang spesifik lain
dari ion K+, antara lain bahwa ion K + tidak mengabsorpsi air (H2O)
dan sifat inilah yang mengakibatka tanah yang mengandung kalium
tidak akan bersifat ekspansif (kembang-susut).
Kation yang memperlihatkan gejala membesar bila dalam
kondisi larutan, cenderung memiliki potensi swelling yang besar.
Seperti halnya kation Al3+ akan mengembang kurang lebih 900%
dalam kondisi larutan dibanding kondisi kristalnya. Oleh karena itu
tanah yang mengandung unsur Al3+ sangat mudah potensial bersifat
expansive (kembang susut), seperti monmorillonite, smectite, dan
lain-lain.
Selain hasil penelitian Way (1951), terdapat pula hasil
penelitian dari Ingles dan Metchalf (1972), yang menggambarkan
kemampuan subtitusi kation berdasarkan specific surface dari

Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah | 39


Bab-3 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Kimia

masing-masing jenis lempung, seperti yang dirangkum dalam tabel


berikut :
Tabel 3.2. Kapasitas Kation Pada Mineral Lempung
Specific Surface (m2/gr) CEC
Jenis Lempung
Luar Total (m.eq/100gr)
Kaolinite 10 – 20 10 – 30 3 – 15
Illite 65 – 100 70 – 140 10 – 40
Monmorillonite 50 – 150 700 – 800 80 – 150
Note : CEC : Capacity of Change Cation
m eq : milli equivalent = 10-3 equivalet (eq)
1 eq = Jumlah muatan elementer dalam satu molekul larutan
(6x1023 = bilangan Avogadro)
Contoh implementasi tabel di atas, dapat digambarkan seperti ini.
Bila nilai CEC dari mineral lempung tertentu sebesa 10 m eq/100 gr,
itu berarti bahwa partikel solid lempung tersebut dapat
mensubtitusi muatan sebesar :
= 10 x 10-3 x (6x1023) = 6 x 1021 muatan elementer.
Selain subtitusi kation (+), di dalam massa tanah dapat pula
terjadi subtitusi anion (-), namun subtitusi anion di dalam tanah
jarang atau lebih sulit terjadi. Hal ini disebabkan karena kondisi
natural dari massa tanah pada umumnya memiliki muatan netto
negatif. Yang dimaksud dengan muatan netto adalah selisih antara
jumlah kation (+) dengan jumlah anion (-) di dalam susunan atom
partikel tanah. Keseimbangan muatan di dalam partikel tanah sulit
terjadi adanya ion-ion dari H2O (H+ dan OH-) beserta ion-ion lain
yang terlarut di dalamnya, akan selalu berinteraksi dan bereakasi
dengan ion-ion mineral tanah.
Eksistensi ion-ion H+ dan OH- di dalam tanah, akan sangat
mempengaruhi tingkat keasaman pada tanah. Oleh karena itu

40 | Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah


Bab-3 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Kimia

secara teknis ada dua parameter yang akan mempengaruhi nilai pH


tanah, yakni :
(1) Capacity of Change Cation (CEC), dan
(2) Muatan netto (electrolic static) partikel tanah.
Untuk menjelaskan esensi kedua parameter tersebut di
dalam nilai pH tanah, dapat digambarkan melalui reaksi berikut :
1. Pada tanah dengan pH < 7,00 (tanah asam) ;
Tanah dengan derajat keasaman yang lebih kecil dari 7,00,
partikelnya memiliki muatan netto kation (+). Sehingga ketika
berinteraksi dengan air akan mengalami reaksi sebagai berikut :
M OH + H2O  M OH2+ + OH–
mineral clay Partikel clay (kation)

Dari persamaan reaksi di atas terlihat bahwa apabila tanah asam


bereaksi dengan air (natural process), akan terbentuk partikel-
partikel tanah yang bermuatan positif (kation). Pembentukan
kation di dalam tanah mengindikasikan bahwa reaksi tersebut di
atas (clay dengan air), akan memberikan peningkatan kapasitas
subtitusi kation (CEC) di dalam tanah tersebut. Jika tanah
semacam ini memiliki parameter teknis yang kurang mendukung
konstruksi, maka tindakan stabilisasi kimia yang dapat dilakukan
adalah dengan menggunakan bahan stabilizer yang bersifat basa
(pH > 7,00), karena dapat bereaksi aktif untuk menangkap
muatan-muatan positif (kation) yang ada di dalam partikel-
partikel tanah. Dengan demikian terjadi subtitusi kation, yang
akan menghasilkan massa tanah yang lebih stabil dan memiliki
parameter teknis yang lebih baik.
2. Pada tanah dengan pH > 7,00 (tanah basah) ;
Sebaliknya pada tanah dengan derajat keasaman yang lebih
besar dari 7,00, partikelnya memiliki muatan netto anion (-).

Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah | 41


Bab-3 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Kimia

Sehingga ketika berinteraksi dengan air akan mengalami reaksi


sebagai berikut :
M OH  M O– + H+
mineral clay Partikel clay (kation)
Reaksi di atas memperlihatkan bahwa pada tanah yang bersifat
basa, akan terbentuk partikel-partikel tanah yang bermuatan
negatif (anion). Pembentukan anion di dalam tanah
mengindikasikan bahwa reaksi tersebut akan menyebabkan
penurunan kapasitas subtitusi kation (CEC) di dalam tanah
tersebut. Jika tanah semacam ini memiliki parameter teknis yang
kurang mendukung konstruksi, maka tindakan stabilisasi kimia
yang dapat dilakukan adalah dengan menggunakan bahan
stabilizer yang bersifat asam (pH < 7,00), karena dapat bereaksi
aktif untuk menangkap muatan negatif (anion) di dalam tanah.
Dengan demikian terjadi subtitusi anion, yang akan
menghasilkan massa tanah yang lebih stabil dan memiliki
parameter teknis yang lebih baik.
Pemilihan bahan stabilizer sangat ditentukan oleh jenis dan
sifat-sifat mineralogi tanah yang akan diperbaiki. Secara umum
relevansi antara karakteristik tanah dengan bahan stabilizer
(perbaikan kimiawi). Hal ini menjadi faktor pertimbangan penting
dalam penilihan metode perbaikan yang diperlukan, dan pedoman
praktisnya digambarkan dalam diagram berikut.

Gambar 3.13. Kesesuaian Antara Tanah Dengan Metode


Perbaikan Tanah (Berger, 2007)
42 | Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah
Bab-3 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Kimia

3.7. Perbaikan Tanah Lempung Dengan Kapur.


Untuk mendapatkan akurasi dan efektifitas di dalam
penerapan suatu metode perbaikan tanah, beberapa hal yang harus
di pahami dengan baik, antara lain ; prinsip teknis dari jenis
perbaikan tanah yang akan diterapkan, sifat-sifat bahan stabilizer,
kriteria tanah yang cocok dengan bahan stabilizer, mekanisme
reaksi antara tanah dengan bahan stabilizer, dan perubahan
properties tanah yang terjadi dan relevansinya dengan syarat teknis
yang ingin dicapai.
1. Prinsip Teknis :
Kapur merupakan bahan stabilizer yang secara kimiawi
bersifat basa. Prinsip perbaikan tanah dengan kapur adalah
mencampurkan kapur untuk meanfaatkan keunggulan sifat-sifat
teknis dari bahan kapur, dengan tanah yang memiliki karakteristik
kurang baik, seperti tanah dengan plastisitas yang tinggi (high
plasticity), potensi ekspansi yang tinggi (expansive soil),
kompresibilitas yang tinggi, dan lain sebagainya.
Perbaikan tanah dengan kapur tidak sekedar dicampurkan,
namun juga diikuti dengan pemadatan. Oleh karena itu tanah yang
diperbaiki dengan bahan kapur, akan mempermudah pekerjaan
pemadatan tanah, karena kapur akan mengurangi kelekatan dan
kelunakan tanah, serta membuat struktur partikel tanah lempung
menjadi rapuh (fragile), sehingga mudah untuk dipadatkan. Namun
demikian konskuensi negative dari perbaikan tanah dengan kapur
adalah menurunkan nilai kepadatan maksimum dari massa tanah.
Penggunaan kapur sebagai bahan stabilizer untuk perbaikan
tanah, sebenarnya sudah dipergunakan oleh militer pada zaman
kerajaan Romawi, untuk membangun jalan tanah untuk menunjang
mobilisasi pasukan perang dan alat perang mereka. Metode

Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah | 43


Bab-3 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Kimia

perbaikan tanah dengan kapur kembali dikembangkan yang lebih


luas, selama Perang Dunia I dan Perang Dunia II, yang bukan hanya
digunakan pada pembangunan jalan, namun juga diterapkan pada
pembangunan landasan pesawat tempur dan pesawat angkutan
militer. Sampai sekarang perbaikan tanah dengan kapur lebih
berkembang pesat, karena sudah lebih banyak digunakan untuk
berbagai kepentingan pembangunan infrastruktur, baik untuk jalan
raya, landasan pesawat, reklamasi lahan, backfill pada konstruksi
dinding penahan, dan lain sebagainya.
2. Karakteristik Bahan Stabilizer
Berdasarkan persyaratan dalam SNI 03-4147-1996, jenis
kapur yang direkomendasikan untuk digunakan sebagai bahan
perbaikan tanah adalah kapur padam dan kapur tohor.
Sebagaimana yang diketahui bahwa ada beberapa jenis
kapur, antara lain :
1) Kapur tohor (CaO), yaitu kapur dari hasil pembakaran batu kapur
pada suhu ± 90°C, dengan komposisi sebagian besar berupa
Kalsium Karbonat (CaCO3);
2) Kapur padam, yaitu kapur dari hasil pemadaman kapur tohor
dengan air, sehingga membentuk senyawa Kalsium Hidrat
[Ca(OH)2];
3) Kapur tipe I, yaitu kapur yang mengandung kalsium hidrat
[Ca(OH)2] tinggi, dengan kadar Magnesium Oksida (MgO)
paling tinggi 4% berat;
4) Kapur tipe II, yaitu kapur Magnesium atau Dolomit yang
mengandung Magnesium Oksida (MgO) lebih dari 4% dan
paling tinggi 36% berat.
3. Kriteria Tanah :
Sebagaimana diketahui bahwa dalam tindakan perbaikan
tanah dengan bahan stabilizer dari kapur adalah merupakan salah
satu metode kimia, maka tanah kriteria umum dari tanah yang
44 | Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah
Bab-3 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Kimia

dapat distabilisasi denga kapur hanya tanah yang berbutir halus.


Tanah granuler (pasir dan lanau) tidak efektif untuk distabilisasi
dengan bahan kapur. Secara khusus kriteria tanah yang efektif
untuk diperbaiki dengan stabilizer dari bahan kapur adalah :
1) Jenis tanah lempung yang bersifat asam (pH , 7,00).
2) Tanah lempung dengan plastisitas tinggi.
3) Tanah lempung dengan swelling potential tinggi.
4) Tanah lempung dengan kompresibilitas tinggi.
5) Tanah lempung dengan permeabilitas tinggi.
Perbaikan dengan kapur dapat dilakukan pada tanah lempung yang
memiliki karakteristik seperti di atas, dengan tujuan untuk
memperbaiki karakteristik- karakteristik tersebut, sehingga dapat
meningkatkan kinerja tanah untuk memenuhi kepentingan dalam
mendukung konstruksi yang berdiri di atasnya.
4. Mekanisme Reaksi :
Pada perbaikan tanah dengan menggunakan bahan
stabilizer kapur tergolong sebagai reaksi sementasi (cementation
reaction). Sebagai contoh apabila digunakan jenis kapur tohor
(CaCo3), akan terjadi mekanisme reaksi dalam dua tahap, yakni :
1) Reaksi pertukaran ion (ionic change reaction) ; yaitu reaksi
yang terjadi seketika ketika kapur tohor terkena air (H2O),
yang mana antara ion-ion dari senyawa kapur tohor (Ca2+
dan CO32–), akan bereaksi dengan ion-ion dri senyawa air (H +
dan OH–), dan membentuk senyawa baru. Mekanisme
reaksi pertukaran ion pada stabilisasi kapur dapat diuraikan
sebagai berikut :
CaCo3 + H2O  Ca(OH)2 + H2CO3
Selanjutnya senyawa kalsium hidroksida akan menghasil
muatan kation kalsium (Ca2+), melalui mekanisme reaksi
sebagai berikut :

Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah | 45


Bab-3 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Kimia

Ca(OH)2  Ca2+ + 2(OH– )


Selanjutnya lation Ca2+, akan bereaksi dengan mineral
tanah lempung dalam reaksi sementasi sehingga, dan
membentuk senyawa tanah lempung yang lebih stabil.
2) Reaksi sementasi ; yaitu reaksi antara kation Ca 2+ dengan
anion-anion di dalam mineral tanah lempung, dan
mensubtitusi kation di dalam tanah yang memiliki muatan
netto dan/atau jari-jari kation yang lebih kecil, seperti
Natrium (Na+), Litium (Li+), dan lain-lain. Mekanisme reaksi
sementasi kapur dengan tanah lempung (kation Na+), dapat
digambarkan dengan mekanisme reaksi sebagai berikut :
M Na +Ca2+  M Ca + Na+
low strength high strength
Persamaan reaksi di atas, memperlihatkan proses terjadinya
pertukaran kation Na + dengan Ca2+ di dalam mineral tanah
lempung, yang menghasilkan konsistensi lempung yang
lebih stabil dibanding pada saat kation Na + yang mengikat
mineral lempung.
Hal penting yang perlu diketahui bahwa reaksi antara tanah
dengan kapur atau semen, hanya akan berlangsung saat air hadir
dan mampu membawa ion kalsium dan hidroksil ke permukaan
tanah, terutama pada lempung yang memiliki pH masih tinggi.
Reaksi tersebut akan berjalan melambat seiring dengan
menurunnya kadar air tanah, dan akan berhenti pada tanah pada
kondisi sangat kering (very dry soil). Secara umum mekanisme
reaksi antara tanah lempung dengan kapur dapat ditunjukkan
dengan persamaan berikut (Ingles & Metcalf, 1980) :
NAS4H + CH  NH + CAS4H  NS + Residual Product

NH +C2SH or CSH
2CH

46 | Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah


Bab-3 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Kimia

Yang mana :
S = SiO2 H = H2O N = Na2O
A = Al2O3 C = CaO2
Residual product = silika, alumina, atau kalsium aluminat.
Berdasarkan illustrasi di atas, dapat dipahami bahwa pada
pekerjaan perbaikan tanah dengan kapur, pemadatan tanah harus
dilaksanakan pada saat kondisi campuran tanah dengan kapur
masih memiliki kadar air. Pemadatan akan memberikan hasil yang
maksimal apabila pemadatan dilakukan pada kondisi kadar air
campuran tanah-kapur berada pada nilai yang optimum (wopt).
Mekanisme reaksi antara tanah liat dengan kapur, oleh
Berger (2007), dibagi atas dua tahapan waktu, yakni :
1. Reaksi Seketika (Immidiate Reaction), yang terjadi dalam
hitungan jam, menyebabkan terjadinya pengurangan kadar air
di dalam tanah. Reaksi ini berlangsung dengan mekanisme
sebagai berikut :
CaO + H2O → Ca (OH)2 + panas*)
efek reaksi sebelum
hidrasi kapur.
Reaksi ini diikuti dengan proses flokulasi dan/atau aglomerasi
partikel tanah liat, ditunjukkan dengan perubahan tekstur
tanah, yang akan menyebabkan penurunan plastisitas,
sekaligus peningkatan kapasitas tanah (workability of soil).
2. Reaksi Jangka Panjang (Medium & Long Term Reaction), yang
terjdi dalam hitungan hari, minggu, bulan dan/atau tahun.
Reaksi yang terjadi pada tahap ini disebut reaksi pozzolanic
antara partikel kapur dan tanah liat. Tingkat reaksi pozzolanic
tergantung pada tiga hal, yakni :
(1) Jumlah dan bentuk stabilitas dari mineral tanah.
(2) Temperature (setiap peningkatan 10oC / 50oF, maka
kecepatan reaksi akan berganda)

Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah | 47


Bab-3 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Kimia

(3) Derajat keasaman tinggi (pH > 12), yang sangat


ditentukan oleh adanya anion OH–, ketersediaan kation
Ca2+, serta eksistensi air (H2O).
Reaksi pozzolanic akan menghasilkan kapur terhidrasi
(hydrated lime), yang merupakan bahan dasar terbentuknya
senyawa sementasi, dan dapat dijabarkan sebagai berikut :
(Ca(OH)2 + H2O + SiO2 & Al2O3  CSH & CAH

kapur pH>12 air lempung melarut bahan semen

Di dalam kondisi tertentu, apabila tanah asli memiliki


kandungan kapur yang tinggi, biasa dilakukan proses rekarbonasi
kapur (recarbonation of lime), yang bertujuan untuk mengurangi
kadar kapur di dalam campuran, sampai kadar kapur yang sesuai
kebutuhan untuk reaksi pozzolanic yang optimum.
Kelarutan senyawa silika dan senyawa alumina di dalam
massa tanah, sangat tergantung pada derajat keasamaan yang ada
pada tanah tersebut. Hal tersebut digambarkan oleh Berger (2007)
pada grafik berikut :

Gambar 3.13. Pengaruh pH terhadap kelarutan Silika dan


Alumina (Berger, 2007)
Menurut Thompson R. Marshall (1970) dalam Berger
(2007), bahwa jenis mineral tanah liat mempengaruhi jumlah kapur
48 | Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah
Bab-3 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Kimia

yang dibutuhkan untuk menghasilkan reaksi pozzolanic. Pengaruh


mineral tanah terhadap jumlah kapur yang dibutuhkan, dan
dampaknya terhadap kuat tekan bebas (unconfined compression
strength), dapat dilihat pada grafik berikut :

Gambar 3.14. Pengaruh Mineral Tanah terhadap


Prosentase Kapur (Berger, 2007)

5. Perubahan Properties :
Sebagaimana yang telah diuraikan sebelumnya bahwa
perbaikan tanah dengan bahan kapur dapat mempunyai berbagai
sasaran, tergantung dari kondisi tanah yang ada dan kebutuhan
konstruksi yang akan dibangun di atas lapisan tanah tersebut. Dari
beberapa hasil penelitian yang dilakukan oleh beberapa ahli,
tergambar perubahan terhadap beberapa parameter tanah yang
diperbaiki dengan bahan kapur, antara lain :
1) Perubahan parameter sifat indeks tanah :
Beberapa indikator perubahan parameter sifat indeks tanah
yang distabilisasi dengan kapur, seperti hasil penelitian Metcalf
(1959) yang menggambarkan hubungan antara kadar kapur dengan
perubahan sifat indeks tanah seperti yang tergambar di bawah ini :

Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah | 49


Bab-3 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Kimia

Gambar 3.15. Pengaruh Kadar Kapur Terhadap Parameter


Atterberg (Metcalf, 1959)

Selain gambaran dari hasil penelitin Metcalf di atas, oleh


Ramesh el al. (2013), menyatakan bahwa mekanisme fisiko-kimia
akan mengubah sifat indeks dari tanah yang dicampur dengan
kapur, akibat mekanisme pembentukan ketebalan lapisan ganda
yang terdifusi dan perubahan produk dari reaksi antara kapur
dengan tanah. Berbagai perubahan sifat indeks tanah tersebut
dapat dilihat pada uraian di bawah ini.
a) Batas cair tanah (liquid limit) menurun pada semua tingkat
umur campuran tanah-kapur. Hal ini disebabkan karena
depresi pada ketebalan lapisan ganda yang terdifusi pada
partikel tanah liat, dan menghasilkan partikel kasar akibat
pembentukan partikel yang terflokulasi. Gambaran
penurunan batas cair dari tanah yang distabilisasi dengan
kapur dapat dilihat pada grafik berikut.

50 | Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah


Bab-3 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Kimia

Gambar 3.16. Batas cair pada persentase tailing tambang &


kapur untuk variasi umur campuran (Ramesh el al., 2013)
b) Batas plastis tanah (plastic limit) menurun pada semua
tingkat umur campuran tanah-kapur. Hal ini disebabkan
karena penurunan ketebalan lapisan ganda yang dilipat dari
partikel tanah liat, dan hal ini akan meningkatkan ketahanan
geser tanah pada tingkat partikel dan juga flokulasi partikel
tanah liat. Gambaran penurunan batas plastis tanah yang
distabilisasi dengan kapur dapat dilihat pada grafik berikut.

Gambar 3.17. Batas plastis pada persentase tailing tambang


& kapur untuk variasi umur campuran (Ramesh el al., 2013)

Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah | 51


Bab-3 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Kimia

c) Batas susut tanah (shrinkage limit) meningkat pada semua


tingkat umur campuran tanah-kapur. Peningkatan batas
susut tanah disebabkan oleh flokulasi yang disebabkan oleh
kation. Reaksi aglomerasi berupa terjadinya pertukaran ion
(ionic change), dan akan efektifitasnya terus meningkat
seiring dengan pertambahan umur campuran. Hal ini dapat
dilihat pada grafik di bawah ini.

Gambar 3.18. Batas susut pada persentase tailing tambang &


kapur untuk variasi umur campuran (Ramesh el al., 2013)
d) Indeks plastisitas tanah (plasticity index) menurun, dan
penurunannya cukup signifikan pada usia campuran
mencapai 30 hari. Penurunan indeks plastisitas adalah
indikasi perbaikan sifat tanah, dan nilainya semakin
meningkat seiring dengan peningkatan kadar kapur yang
dicampurkan. Hubungan antara nilai batas cair dengan ideks
plastisitas tanah yang distabilisasi dengan bahan kapur
dapat dilihat pada grafik berikut.

52 | Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah


Bab-3 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Kimia

Gambar 3.19. Nilai Indeks Plastisitas berdasarkan Nilai Batas


Cair pada campuran Tanah-Kapur (Ramesh el al., 2013)

Sedangkan menurut Muhmed & Wanatowski (2013), bahwa


penambahan kapur pada tanah kaolin dapat meningkatkan batas
cair hingga 20,6%, dan batas plastis meningkat sampai 23,6%,
sehingga dapat menurunkan indeks plastisitas sebesar 3%. Hal
tersebut dapat dilihat pada diagram berikut.

Gambar 3.20. Pengaruh Kapur Terhadap Batas-batas Atterberg


Pada Tanah Kaolin (Muhmed & Wanatowski, 2013)

Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah | 53


Bab-3 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Kimia

2) Perubahan kekuatan tanah :


Beberapa peneliti telah melaporkan hubungan yang signifikan
antara kadar kapur dengan peningkatan kekuatan tanah yang
distabilisasi dengan bahan kapur. Berikut ini akan digambarkan
beberapa hasil penelitian yang menunjukkan hal tersebut.

Gambar 3.21. Pengaruh Kadar Kapur Terhadap Kuat Tekan Bebas


(Metcalf, 1959)

Gambar 3.22. Pengaruh Umur Lime-Soil (5%-Kapur) Terhadap


Kuat Tekan Bebas (Metcalf, 1959)
54 | Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah
Bab-3 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Kimia

Sedangkan pengaruh umur campuran terhadap kekuatan pada


temperatur pencampuran tertentu, digambarkan Marshal (1967)
seperti pada grafik berikut.

Gambar 3.23. Pengaruh Umur Campuran terhadap Kekuatan


pada Temperatur Berbeda (Marshall, 1967)

Selain gambaran di atas menurut Doty (1980) dalam Berger


(2007), bahwa pengaruh umur campuran (curing time) terhadap
kuat tekan bebas (unconfined compression strength), pada
beberapa jenis tanah (klasifikasi tanah), dapat dilihat pada grafik
berikut.

Gambar 3.24. Pengaruh Umur Campuran terhadap UCCS


pada Jenis Tanah Berbeda (Berger, 2007)

Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah | 55


Bab-3 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Kimia

Little et al. (1994) menyatakan bahwa tanah sub-grade yang


distabilisasi dengan kapur menunjukkan perbaikan struktural yang
signifikan dengan kekakuan meningkat antara 5 sampai 10 poin
(nilai DCP) di atas dasar tanah yang tidak distabilisasi.
Secara spesifik hasil penelitian berskala laboratorium oleh
Warsiti (2009) memberikan kesimpulan antara lain, bahwa tanah
yang distabilisasi dengan kapur akan mengalami kenaikan nilai CBR,
baik pada sample yang direndam (soaked sample) maupun pada
tanah yang tidak direndam (unsoaked sample). Kenaikan nilai CBR
tersebut dapat dilihat pada grafik berikut.

Gambar 3.25. Hubungan Prosentase Kadar Kapur Dengan CBR


(Warsiti, 2009)
Muhmed & Wanatowski (2013), menyatakan bahwa
penambahan kapur pada tanah kaolin dapat meningkatkan kadar
air optimum (wopt) dari 29,9% menjadi 33,3%, sehingga
penambahan bahan kapur mulai dari 5% akan memperlihatkan
peningkatan parameter kepadatan tanah. Hal tersebut dapat dilihat
pada grafik berikut.

56 | Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah


Bab-3 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Kimia

Gambar 3.26. Pengaruh Kapur Terhadap Kepadatan Kering Pada


Tanah Kaolin (Muhmed & Wanatowski, 2013)

Selain kesimpulan di atas, Muhmed & Wanatowski (2013) juga


menyatakan bahwa kuat tekan bebas (unconfined compression
strength) pada tanah kaolin yang distabilisasi dengan kapur,
mengalami peningkatan dua kali lipat (100%) pada umur campuran
28 hari. Hal tersebut dapat dilihat pada grafik-grafik berikut.

Gambar 3.27. Pengaruh Umur Campuran Terhadap UCS Pada


Tanah Kaolin – Kapur(Muhmed & Wanatowski, 2013)

Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah | 57


Bab-3 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Kimia

Gambar 3.28. Hubungan Tegangan – Regangan, Beberapa Umur


Campuran Tanah Kaolin - Kapur (Muhmed & Wanatowski, 2013)

Menurut Muhmed & Wanatowski (2013), bahwa kapur akan


terhidrasi secara efektif memperbaiki sifat kekuatan, plastisitas dan
pemadatan pada tanah liat kaolin. Hal ini disebabkan oleh
pembentukan bahan-bahan yang mengandung semen, yang
dihasilkan dari reaksi pozzolanic yang berkontribusi terhadap
peningkatan kekuatan tanah liat yang stabil.
3) Perubahan potensi kembang-susut (swelling potential) :
Menurut Al-Taie et al. (2016), bahwa stabilisasi kapur cukup
efektif digunakan untuk mengurangi potensi kembang-susut (swell-
shrink potential) pada jenis tanah ekspansif. Dari hasil penelitian
mereka diketahi bahwa pada siklus pembengkakan kedua terjadi
deformasi maksimum, dan kondisi seimbang (eqiulibrum) akan
tercapai pada siklus siklus yang ketiga. Selain itu, mereka juga
menyimpulkan bahwa pada perbaikan tanah dengan kadar kapur
2%, deformasi vertikal yang terjadi hanya sebesar 1/3, dan pada
perbaikan tanah dengan kadar kapur 3% deformasi vertikal yang
terjadi hanya sebesar 1/6 dari deformasi vertikal pada tanah tanpa
campuran kapur (natural soil). Hasil penelitian Al-Taie et al. (2016),
secara ringkas dapat dilihat pada grafik berikut.

58 | Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah


Bab-3 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Kimia

Gambar 3.29. Hubungan Regangan Vertikal dan Siklus Kembang-


Susut pada Tanah-Kapur dengan Tanah Tanpa Kapur
(Al-Taie et al., 2016)

Gambar 3.30. Hubungan Angka Pori dengan Kadar Air Pada


Kondisi Seimbang (Equilibrium) Kapur (Al-Taie et al., 2016)

Selain hubungan di atas, Warsiti (2009) juga


memperlihatkan hubungan antara kadar kapur dalam campuran
tanah-kapur, dengan penurunan potensi kembang-susut (swelling
potential) seperti yang diperlihatkan pada grafik berikut.

Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah | 59


Bab-3 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Kimia

Gambar 3.31. Hubungan Prosentase Kadar Kapur Dengan


Prosentase Swelling (Warsiti, 2009)

Sebagaimana diketahui bahwa sifat-sifat teknis tanah


seperti plastisitas dan kekuatan (strength and bearing capacity)
pada tanah yang stabilisasi dengan kapur dipengaruhi oleh
beberapa faktor, antara lain : jenis tanah, jenis kapur, persentase
kapur, umur campuran (curing time), dan lain sebagainya. Dalam
hal ini menurut Marshall R. Thompson (1967), bahwa tanah yang
distabilisasi dengan kapur, secara umum akan mengalami
peningkatan daya dukung dan kekuatan. Sedangkan plastisitasnya
akan mengalami pengurangan yang signifikan, terutama pada jenis
kapur yang menghasilkan senyawa hidratasi kalsium yang tinggi.
Pengurangan plastisitas semacam ini terjadi pada semua jenis
lempung, dan tingkat penurunannya tergantung pada sifat kimia
dan mineralogi dari tanah.
Banyak faktor penting yang mempengaruhi peningkatan
kekuatan dengan perlakuan kapur pada tanah, seperti mineralogi,
bahan kimia, dan sifat fisik tanah. Menurut Marshall (1967) bahwa

60 | Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah


Bab-3 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Kimia

jika tanah reaktif, maka reaksi tanah kapur (yang dibuktikan dengan
kenaikan kekuatan), dapat dicapai dengan jumlah normal (antara
3% - 7%) dari kapur berkualitas tinggi. Tetapi jika diinginkan untuk
memaksimalkan kekuatan, maka perhatian pada beberapa faktor
seperti tipe kapur, persentase kapur, dan lain-lain, akan menjadi
faktor yang sangat signifikan.
Hasil penelitian Marshall (1967) terhadap perbaikan tanah
lempung dengan bahan kapur, secara spesifik memberikan
beberapa kesimpulan penting, antara lain :
1. Jenis kapur sangat mempengaruhi peningkatan kekuatan dari
campuran kapur-tanah. Dari tiga jenis kapur komersial di
Illinois yang digunakan, kapur Dolomit (Dolomitic Lime)
menghasilkan peningkatan kekuatan yang lebih tinggi
dibanding kapur Padam (Calcitic Lime Class C), dan kapur Tohor
(Calcitic Lime Class A) yang memberikan hasil peningkatan
kekuatan campuran paling rendah.
2. Persentase kapur menghasilkan efek signifikan, baik terhadap
peningkatan kekuatan maupun terhadap penurunan plastisitas
pada tanah yang berbutir halus. Pencampuran dengan 5 dan 7
persen lebih unggul dari pada 3 persen.
3. Umur campuran (curing time), pada suhu 73oF memperlihatkan
pengaruh yang signifikan terhadap kekuatan tanah. Kekuatan
pada 56 hari lebih besar dari kekuatan pada 28 hari.
Menurut Marshall bahwa reaksi antara tanah dengan kapur
memang bersifat kompleks, karena dipengaruhi oleh banyak faktor.
Akan tetapi kompleksitas reaksi tersebut seharusnya tidak
membatasi penerapan stabilisasi kapur di lapangan praktis. Sifat
plastisitas, penyusutan, dan kemampuan kerja dari tanah berbutir
halus secara substansial diperbaiki dengan perlakuan kapur, dan
campuran tanah kapur yang memiliki kekuatan tinggi dapat dicapai

Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah | 61


Bab-3 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Kimia

apabila tanah yang reaktif distabilisasi dengan kapur yang


berkualitas.
Menurut Basma & Tuncer (2007), bahwa perubahan sifat
fisik yang disebabkan oleh penambahan kapur menurunkan
ekspansivitas potensial tanah dari yang sangat tinggi ke rendah. Hal
ini selanjutnya tercermin pada pengukuran tekanan dan
pembengkakan (swell) yang menurun, seiring dengan kenaikan
kadar kapur dan umur campuran. Grafik berikut menggambarkan
berkurangnya potensi kembang-susut (swelling potential) pada dua
jenis tanah yang diteliti oleh Basma & Tuncer (2007), baik pada
lempung heavy clay maupun pada jenis lempung silty clay. Pada
grafik tersebut terlihat bahwa pada tanah heavy clay yang memiliki
indeks plastis tinggi, mengalami pengurangan swelling potential
yang lebih kecil dibanding pada tanah silty clay, yang memiliki
indeks plastis yang sedikit lebih rendah.

Soil-A : Heavy Clay


Soil-B : Silty Clay

Gambar 3.32. Pengaruh Kadar Kapur & Umur Campuran


Terhadap Swelling Potential (Basma & Tuncer, 2007)

62 | Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah


Bab-3 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Kimia

Al-Rawas et al. (2005) dalam penelitiannya menggunakan


tanah ekspansif yang distabilisasi dengan kapur dan semen dalam
cuaca panas. Ditemukan bahwa dengan penambahan kapur 6%,
baik persentase kembang-susut (swelling percentage) maupun
tekanan kembang-susut (swelling pressure) keduanya menjadi nol.
Ditemukan pula bahwa pencampuran dalam kondisi panas
mengurangi potensi kembang-susut untuk menjadi nol. Menurut
mereka bahwa penggunaan kapur menunjukkan hasil yang superior
bila dibandingkan dengan zat penstabil lainnya.
Studi Danh Tran et al. (2014), yang meneliti efek perlakuan
kapur terhadap struktur mikro dan konduktivitas hidrolik pada
lempung ekspansif yang kompak, dengan penekanan pada efek
hidrasi dan modifikasi kapur, membuktikan bahwa hidrasi dan
modifikasi kapur tidak mempengaruhi pori antar-agregat (intra-
anggregate pores), namun meningkatkan ukuran pori antar-
agregat tersebut. Kenaikan ukuran pori antar-agregat tersebut,
memunculkan peningkatan konduktivitas hidrolik. Lebih tepatnya,
konduktivitas hidrolik spesimen yang diberi kapur meningkat secara
progresif, selama fase modifikasi pertama (3 hari) dan distabilkan
selama 4 hari berikutnya, yang sesuai dengan periode awal dalam
fase perbaikan tanah. Pengamatan mikrostruktur menunjukkan
bahwa reaksi perbaikan pada tanah akan optimum terjadi setelah
umur campuran mencapai 7 hari. Pengaruh perbaikan dan
penurunan konduktivitas hidrolik ada tanah ekspansif dapat
berlangsung dalam waktu yang lama, karena adanya pembentukan
senyawa sementitri (cementitious compounds).
Danh Tran et al. (2014), memperlihatkan hubungan antara
regangan pengembangan (swelling strains) dengan umur
perendaman spesimen tanah. Terlihat bahwa spesimen yang tidak
diperbaiki swelling strains stabil pada 19% setelah 2 hari, tetapi

Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah | 63


Bab-3 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Kimia

spesimen campuran tanah-kapur, pengembangan segera terjadi


dan swelling strains stabil pada suhu 18% setelah beberapa jam saja
(lihat pada grafik berikut).

Gambar 3.33. Swelling strain versus elapsed time dalam kondisi


free-swell conditions. (Danh Tran et al., 2014).

Perhatikan bahwa nilai regangan pengembangan akhir (final


swelling strains) dari kedua spesimen hampir sama, yaitu
mendekati 18%, tetapi nilai swelling strains yang sedikit lebih besar
untuk spesimen yang tidak dicampur kapur dan kerapatan kering
akhir tanah dapat diperkirakan 1,17 ton/m3.

4) Perubahan sifat kompresibilitas :


Secara teoritis pencampuran kapur ke dalam massa tanah
akan berakibat semakin meningkatkan partikel halus di dalam
tanah. Dan hal ini pada tahap awal pencampuran akan
meningkatkan kompresibilitas tanah. Namun setelah campuran
tanah dengan kapur telah bereaksi (reaksi pozzonalic dan
angglomerasi), maka akan terbentuk senyawa dalam tanah yang
membentuk rangkaian skeleton yang lebih kokoh. Dengan demikian
64 | Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah
Bab-3 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Kimia

pada akhirnya tanah yang distabilisasi dengan kapur, sifat


kompresibilitasnya akan menurun, dan memberikan dampak pada
pengurangan konsolidasi dan settlement pada tanah.
Menurut Galvao et al. (2004), bahwa resistensi tanah
terhadap kompresi meningkat secara substansial pada
penambahan kapur, mulai pada prosentase kapur 4%. Gejala
semacam ini menunjukkan sedikit meningkat pada penambahan
prosentase kapur yang lebih besar dari 4%. Kapur juga terbukti
efektif dalam mengurangi potensi keruntuhan pada kedua jenis
tanah saat dipadatkan pada kerapatan yang lebih rendah daripada
kepadatan kering maksimumnya. Jenis tanah yang diteliti oleh
Galvao et al. (2004) adalah tanah saprolitik coklat dan tanah laterit
merah yang ada di Brasil. Dai grafik hubungan antara tegangan
dengan regangan untuk campuran tanah-kapur, dapat dilihat
bahwa campuran dengan kadar kapur yang lebih banyak akan
mengalami regangan yang lebih kecil (lihat grafik berikut).

Gambar 3.34. Pengaruh Kadar Kapur terhadap Permeabilitas


Pada Tanah Saprolitik Coklat (Galvao et al., 2004).

Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah | 65


Bab-3 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Kimia

Gambar 3.35. Pengaruh Kadar Kapur terhadap Permeabilitas


Pada Tanah Laterit Merah (Galvao et al., 2004).
Basma & Tuncer (2007), menyatakan bahwa tanah lempung
yang distabilisasi dengan kapur, disamping dapat memperbaiki
lempung ekspansif dengan menurunkan potensi kembang-susut
(swelling potential), juga cukup efektif memperbaiki sifat
kompresibilitasnya. Kenaikan kadar kapur dan umur campuran
akan menurunkan penurunan konsolidasi primer, yang mana indeks
kompresi (Cc) dan rebound (Cr) menurun seiring dengan
penambahan kadar semen pada campuran kapur-tanah.
Pada grafik berikut ini, Basma & Tuncer (2007),
memperlihatkan hubungan antara beban (testing load) dengan
kompresi, yang dapat memberikan nilai Cc pada masing-masing
campuran dengan kadar kapur yang berbeda.

66 | Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah


Bab-3 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Kimia

Soil-A : Heavy Clay


Soil-B : Silty Clay

Gambar 3.36. Pengaruh Kadar Kapur & Umur Campuran


Terhadap Kompresibilitas (Basma & Tuncer, 2007)

Sedangkan berkurangnya indeks rebound yang terjadi pada


lempung yang distabilisasi dengan kapur, diperlihatkan oleh Basma
& Tuncer (2007) pada grafik berikut.

Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah | 67


Bab-3 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Kimia

Soil-A : Heavy Clay


Soil-B : Silty Clay

Gambar 3.37. Pengaruh Kadar Kapur & Umur Campuran


Terhadap Indeks Rebound (Basma & Tuncer, 2007)
Basma & Tuncer (2007), mengembangkan suatu konsep
yang diperkenalkan sebagai Lime Treatment Compression Ratio
(LTCR). Konsep ini digunakan untuk menentukan perbandingan
antara kompresi tanah yang distabilisasi dengan kapur dengan
kompresi tanah asli (tanpa kapur). Nilai LTCR diformulasikan
sebagai berikut :
𝑝𝑐(𝑇)
𝐿𝑇𝐶𝑅 = 𝑝𝑐(𝑈) .................... (3.4)
Yang mana :
pc(T) = tekanan preconsolidation tanah-kapur.
pc(U) = tekanan preconsolidation tanah asli.
Dari formula Basma & Tuncer, dapat diketahui bahwa nilai

68 | Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah


Bab-3 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Kimia

LTCR yang lebih tinggi menandakan kompresibilitas lebih rendah.


Grafik berikut menunjukkan LTCR dalam kaitannya dengan kadar
kapur untuk tanah heavy clay dan silty clay.

Gambar 3.38. Hubungan LTCR dengan Kadar Kapur & Umur


Campuran (Basma & Tuncer, 2007)
Dari grafik di atas terlihat bahwa LTCR meningkat seiring
dengan peningkatan kadar kapur dan umur campuran, dan hal ini
menandakan bahwa kompresibilitas pada kedua tanah tersebut
menurun. Selain itu, terlihat bahwa LTCR tidak tergantung pada
jenis tanah yang diuji.
Pengamatan ini, bagaimanapun, mungkin tidak benar untuk
tanah yang berbeda. Selanjutnya, tekanan preconsolidation dari
tanah tanpa perlakuan kapur tidak mengandung makna fisik,
namun tetap dapat dianggap sebagai ukuran kompresibilitas
buatan yang baik.
Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah | 69
Bab-3 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Kimia

Soil-A : Heavy Clay Soil-B : Silty Clay

Gambar 3.39. Pengaruh Kadar Kapur & Umur Campuran


Terhadap Beberapa Tipe Settlement (Basma & Tuncer, 2007)

Parameter yang sangat menentukan efektifitas pemadatan


campuran tanah-semen adalah kadar air optimum. Dalam hal ini
pencampuran kapur ke dalam tanah, akan menurunkan kadar air
optimumny. Formula untuk menghitung kadar air optimum pada
tanah yang distabilisasi dengan kapur, berdasarkan standar No. 13
dari PN-S-96011 (dalam Wojciech & Gluchowski, 2013) adalah
sebagai berikut :
Wcopt = Wgopt + 1,5 + 0,4.D .................... (3.5)
Yang mana :
Wcopt = Kadar air optimum campuran semen-tanah.
Wgopt = Kadar air optimum tanah asli (sebelum dicampurkan)
D = Kadar semen (%).

70 | Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah


Bab-3 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Kimia

5) Perubahan sifat permeabilitas :


Menurut Osinubi (1998), bahwa pada campuran tanah
laterit dengan bahan stabilizer kapur tohor, permeabilitasnya mulai
meningkat secara signifikan pada kadar kapur 4%, dan terus
meningkat seiring dengan penambahan kadar kapur sampai 8%.
Selanjutnya Osinubi juga menemukan bahwa pada campuran yang
dirawat (curing), terjadi peningkatan nilai permeabilitas sampai
usia 14 hari, kemudian selanjutnya nilai permeabilitas tersebut
akan mengalami sedikit penurunan.
El-Rawi & Awad (1981), menyatakan bahwa permeabilitas
pada tanah liat yang distabilisasi dengan kapur akan meningkat bila
dipadatkan pada kadar air optimum. Sedangkan penambahan
kapur berdampak mengurangi permeabilitas tanah pasir yang
diteliti pada berbagai kadar air. Rawi dan Awad menemukan fakta
bahwa permeabilitas pada semua campuran menurun seiring
pertambahan umur pengeringan campuran. Permeabilitas lempung
silika berpasir yang diteliti meningkat dengan meningkatnya kadar
kapur pada kerapatan kering yang sama.
Virender Kumar (2002), melakukan studi tentang efek kapur
sebagai bahan stabilizer dan Na2CO3 sebagai zat aditif, serta abu
terbang (fly ash) sebagai bahan tambahan. Ditemukan bahwa
dengan kombinasi 70% tanah, 28% fly ash, 1% kapur, dan 1% zat
Na2CO3; adalah komposisi yang memberikan hasil terbaik terhadap
penggunaan optimum fly ash pada perbaikan tanah. Mereka juga
menyimpulkan bahwa kandungan fly ash yang melebihi 15%, tidak
akan mengurangi permeabilitas maupun memperbaiki kerapatan
kering.
M. Yildiz dan A.S. Soganci (2012), meneliti pengaruh
pembekuan dan pencairan terhadap kekuatan dan permeabilitas
dari dua jenis tanah liat, yaitu tanah liat dengan plastisitas tinggi,

Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah | 71


Bab-3 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Kimia

dan tanah liat plastisitas rendah. Kedua jenis tanah tersebut


distabilisasi dengan kapur. Sebelum dan sesudah stabilisasi,
permeabilitas dan kekuatan spesimen dari kedua jenis tanah
tersebut diteliti dengan berbagai siklus pembekuan-pencairan.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa untuk kedua lempung,
penambahan kapur 6% meningkatkan konduktivitas hidrolik
spesimen 1000 kali. Namun, konduktivitas hidrolik tanah liat
dengan kapur 6% meningkat 10-20 kali setelah hanya 3 siklus
pencairan beku. Hasil uji kekuatan menunjukkan tren yang
berbeda. Kekuatan tanah liat plastisitas tinggi yang stabil,
meningkat sekitar 15 kali pada pada umur campuran 28 hari.
Sedangkan kekuatan tanah liat plastisitas rendah yang stabil,
meningkat sekitar 3 kali saja pada umur campuran yang sama.
Kekuatan kedua jenis lempung yang diteliti, menurun 10-15% pada
akhir siklus pencairan beku.
Menurut Shahidul (2001), bahwa berkenaan dengan sifat
permeabilitas, tanah kohesif (cohesive soil) lebih sensitif terhadap
campuran kapur daripada tanah yang kurang kohesif (cohesionless
soil). Permeabilitas meningkat pada tanah berbutir halus (pasir
halus dan tanah liat), seiring dengan peningkatan kandungan kapur,
namun terjadi penurunan permeabilitas pada tanah berbutir kasar
yang dicampur kapur. Disamping itu Shahidul juga menemukan
bahwa angka pori tanah yang distabilisasi dengan kapur
dipengaruhi pula oleh penambahan kapur. Untuk tanah yang
memiliki banyak partikel halus seperti pasir halus dan tanah liat,
apabila dicampur dengan kapur akan mengalami peningkatan
angka pori. Sedangkan untuk pasir yang memiliki sedikit partikel
halus menunjukkan penurunan angka pori, dan akan berkurang
seiring dengan penambahan kadar kapur. Hal lain yang ditemukan
oleh Shahidul dalam penelitiannya bahwa pasir yang distabilisasi

72 | Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah


Bab-3 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Kimia

dengan kapur memiliki permeabilitas yang terendah (minimal) pada


umur campuran 30 jam. Hubungan antara kadar kapur dengan
angka pori tanah yang distabilisasi oleh Shahidul (2001) dapat
dilihat pada grafik berikut.

Soil-3; Sand= 10.5%;


Silt= 39.4%; Clay=
50.1%

Soil-1; D10= 0.075


mm, D50= 0.11 mm
#200 = -8 %; FM= 0,26

Soil-2; D10= 0.15


mm, D50= 0.26 mm
#200 = -1 %; FM= 1.29

Gambar 3.40. Hubungan Prosentase Kadar Kapur Dengan Angka


Pori (Shahidul, 2001)

Menurut Jawad et al. (2012), bahwa penggunan kapur


sebagai bahan stabilizer memiliki sejumlah kelemahan yang
mendasar, seperti karbonasi, serangan sulfat dan dampak
lingkungan. Untuk itu mereka mengusulkan penggunaan
Magnesium Oksida (MgO) atau Magnesium Hidroksida (MgOH2)
untuk digunakan sebagai alternatif stabilizer tambahan pada kapur,
untuk mengatasi setidaknya beberapa kelemahan penggunaan
kapur dalam stabilisasi tanah. Campuran tanah-kapur memiliki
kelebihan dan kekurangan. Keunggulannya antara lain
meningkatkan kekuatan tanah secara signifikan, mengurangi
plastisitas (meningkatkan kemampuan kerja) dan meningkatkan

Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah | 73


Bab-3 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Kimia

daya dukung tanah. Akan tetapi penggunaan kapur sebagai bahan


stabilisasi tanah memiliki beberapa kekurangan, diantaranya yang
paling menonjol adalah meningkatkan karakteristik kompresibilitas,
sehingga memperbesar angka konsolidasi tanah. Selain itu,
pengurangan yang cukup besar dalam penyelesaian konsolidasi dan
memperbaiki karakteristik kompresibilitas diamati. Menurut Jawad
et al., bahwa perbaikan sifat permeabilitas dari campuran kapur
tanah yang mereka teliti, tidak signifikan bila dibandingkan sifat
permeabilitas dari tanah aslinya.
Galvao et al. (2004), melakukan penelitian tentang pengaruh
kapur terhidrasi terhadap permeabilitas dan kompresibilitas dua
jenis tanah di Brasil, yaitu tanah saprolitik coklat, dan tanah laterit
merah. Temuan mereka antara lain menunjukkan bahwa koefisien
permeabilitas pada saprolitik coklat, meningkat sekitar lima kali
lipat, bila 2% kapur ditambahkan dan kemudian menurun pada
penambahan kapur lebih lanjut. Hal ini disebabkan oleh penciptaan
ikatan dan agregasi kimia. Sedangkan pada laterit merah, koefisien
permeabilitasnya menurun seiring penambahan kadar kapur. Hal
ini juga disebabkan oleh mekanisme yang sama, namun agregasi
kimia yang terjadi pada laterit merah lebih lemah dibandingkan
yang terjadi pada tanah saprolitik coklat.
Pengaruh kadar kapur terhadap perubahan permeabilitas
pada kedua jenis tanah yang diteliti oleh Galvao el al., digambarkan
pada grafik berikut.
Jika diamati secara seksama grafik dari Galvao et al. (2004)
terlihat adanya perbedaan pendapat tentang pengaruh kapur
terhadap permeabilitas tanah, antara kesimpulan dari hasil
penelitian Galvao et al. tersebut dengan hasil dari Jawad et al.
(2012). Namun jika dipahami tentang kriteria tanah yang cocok
dengan bahan stabilizer dari kapur, maka kedua pendapat tersebut

74 | Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah


Bab-3 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Kimia

memang benar. Oleh karena kondisi tanah yang diteliti oleh Galvao
el al., adalah jenis tanah liat (clay) dengan partikel yang halus,
sedagkan jenis tanah yang diteliti oleh Jawad el al., merupakan
tanah lempung kepasiran (sandy clay).

(a) Tanah Coklat

(b) Tanah Merah

Gambar 3.41. Pengaruh Kadar Kapur terhadap Permeabilitas


Pada Tanah Laterit Coklat & Merah (Galvao et al., 2004).

Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah | 75


Bab-3 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Kimia

3.8. Perbaikan Tanah Lempung Dengan Semen.


Perbaikan tanah dengan semen adalah suatu campuran dari
tanah yang dihancurkan, semen dan air yang kemudian dilakukan
proses pemadatan yang akan menghasilkan suatu bahan baru yang
disebut material tanah-semen. Reaksi semen dengan material
tanah dan air, akan membuat senyawa yang mengeras sehingga
memperbaiki kekuatan tanah dan sifat-sifat teknis tanah tersebut
menjadi lebih kuat dan lebih tahan terhadap air.
1. Prinsip Teknis :
Semen merupakan material yang mempunyai sifat-sifat
adhesif dan kohesif sebagai perekat yang mengikat fragmen-
fragmen mineral menjadi suatu kesatuan yang kompak. Semen
dikelompokan ke dalam 2 (dua) jenis yaitu semen hidrolis dan
semen non-hidrolis. Semen hidrolis adalah suatu bahan pengikat
yang mengeras jika bereaksi dengan air serta menghasilkan produk
yang tahan air, seperti semen portland, semen putih dan
sebagainya. Sedangkan semen non-hidrolis adalah semen yang
tidak dapat stabil dalam air.
2. Karakteristik Bahan Stabilizer :
Semen Portland sebagai semen hidrolis yang dihasilkan
dengan cara mencampurkan batu kapur yang mengandung kapur
(CaO) dan lempung yang mengandung silika (SiO2), oksida alumina
(Al2O3) dan oksida besi (Fe2O3), dalam oven dengan suhu kira-kira
145°C sampai menjadi klinker. Klinker ini dipindahkan, digiling
sampai halus disertai penambahan 3-5% gips, untuk mengendalikan
waktu pengikat semen agar tidak berlangsung terlalu cepat.
Berdasarkan pengalaman jenis semen yang paling efektif
dipergunakan sebagai bahan stabilizer dalam pekerjaan perbaikan
tanah adalah semen portland. Hal ini ukuran partikel semen
portland relatif halus (± 20 micron), sehingga proses hidrasi lebih

76 | Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah


Bab-3 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Kimia

cepat. Menurut Ingles & Metcalf (1972), bahwa penggunaan semen


yang memiliki partikel lebih halus dari saringan No. 300, akan
memberikan tambahan kuat geser sampai 40%. Oleh karena itu
dalam spesifikasi yang ditentukan dalam SNI 03 – 3438 – 1994,
disyaratkan jenis semen untuk pekerjaan perbaikan tanah adalah
semen portland.
3. Kriteria Tanah :
Hampir semua jenis tanah kecuali tanah yang mengandung
kadar organik yang tinggi, dapat digunakan untuk stabilisasi dengan
bahan semen, mulai dari tanah berbutir halus (lempung, lanau),
sampai jenis tanah granuler (pasir). Namun karena pertimbangan
biaya maka dalam mengambil keputusan dalam pemilihan bahan
stabilizer yang akan digunakan, perlu pula mempertimbangkan
jenis stabilizer lain, seperti kapur, fly ash, bottom ash, biomass ash).
Jenis dan sifat-sifat teknis tanah sangat menentukan kadar
semen pencampur (stabilizer) yang diperlukan dalam perbaikan
tanah. Ingles & Metcalf (1972), memberikan korelasi antara kadar
semen dengan tipe tanah asli yang akan diperbaiki, seperti yang
tercantum dalam tabel berikut.
Tabel 3.3. Variasi Kadar Semen Sesuai Jenis Tanah Untuk
Perkerasan Jalan (Pavement Construction)
Jenis Tanah Kebutuhan Semen (%)
Batuan pecah (fine crushed rock) 0,5 – 2,0
Lempung berpasir-berkerikil (well graded
2,0 – 4,0
sandy clay gravel)
pasir gradasi baik (well graded sand) 2,0 – 4,0
Pasir gradasi buruk (poorly graded sand) 4,0 – 6,0
Lempung berpasir(sandy clay) 4,0 – 6,0
Lempung berlanau (silty clay) 6,0 – 8,0
Lempung (heavy clay) 8,0 – 12,0
Lumpur (very heavy clay) 12,0 – 15,0
Ttanah organik (organic soils) 10,0 – 15,0
Sumber : Ingles & Metcalf (1972)

Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah | 77


Bab-3 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Kimia

Menurut Ingles & Metcalf (1972), bahwa untuk jenis tanah


umum (common soil) yang digunakan pada bangunan umum, kadar
semen pencampur berkisar antara 10 sampai 20%.
Hal lain yang memerlukan perhatian di dalam pekerjaan
perbaikan tanah dengan semen, adalah kualitas air pecampur.
Pengalaman dari beberapa penelitian membuktikan bahwa air yang
mengandung bahan organik dan/atau garam sulfat, akan
memberikan hasil yang kurang baik dalam stabilisasi semen-tanah.
Oleh karena itu air pencampur yang digunakan, sebaiknya air yang
sekualitas dengan air minum.
Dalam penerapan semen-tanah, desain campuran sangat
penting memperhatikan dua hal, yakni ; (1) kondisi tanah asli secara
menyeluruh, (2) karaktersitik semen yang digunakan, dan (3)
maksud tindakan perbaikan yang dilakukan (target perbaikan
parameter tanah yang diinginkan). Ketiga faktor tersebut akan
mempengaruhi jumlah (kadar) semen yang diperlukan di dalam
tindakan perbaikan yang akan dilakukan.
4. Mekanisme Reaksi :
Mekanisme reaksi antara mineral tanah dengan bahan
semen, hampir sama dengan mekanisme pada kapur-tanah, yang
diawali dengan reaksi pertukaran ion (inonic change reaction), dan
akan berlanjut dengan reaksi sementasi.
Proses absorpsi air dan reaksi pertukaran ion segera terjadi
bila semen ditambahkan pada tanah dengan air, dimana ion kalsium
(Ca2+) yang dilepaskan melalui proses hidrolisis dan pertukaran ion
akan berlanjut pada permukaan partikel-partikel lempung. Dengan
reaksi ini, partikel-partikel lempung menggumpal sehingga
mengakibatkan konsistensi tanah menjadi lebih baik.
Mekanisme reaksi antara semen dengan mateial tanah,
dapat diurutkan sebagai berikut :
78 | Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah
Bab-3 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Kimia

1) Reaksi Pertukaran Ion


Reaksi pertukaran ion akan menghasilkan pembentukan
kalsium silikat (CaO.SiO2). dan/atau kalsium aluminat
CaO.Al2O3). Proses reaksi tersebut dapat dijelaskan dengan
persamaan berikut :
(3CaO.SiO2) + ( 6H2O  3CaO.2SiO2.3H2O + 3Ca(OH)2 )
Dari reaksi kimia yang berlangsung seperti di atas, maka
reaksi utama yang berkaitan dengan kekuatan adalah hidrasi
dari A-lite (3CaO.SiO2) dan B-lite (2CaO.SiO2), membentuk
senyawa-senyawa kalsium silikat dan melalui hidrasi tadi.
Senyawa hidrat yang terbentuk di dalam campuran
tergantung dari jenis mineral dalam tanah asli, dan senyawa-
senyawa hidrat yang dapat terbentuk dalam stabilisasi
semen-tanah seperti kalsium silikat dan/atau kalsium
aluminat.
2) Reaksi Sementasi
Reaksi sementasi yang terjadi pada campuran semen-tanah
adalah merupakan reaksi pozzolanic. Dengan bertambahnya
waktu reaksi, maka unsur silika (SiO2) dan unsur alumina
(Al203) yang terkandung di dalam tanah lempung dengan
kandungan mineral reaktif, akan membentuk senyawa
kalsium silikat hidrat (CaO.SiO2). dan/atau senyawa kalsium
aluminat hidrat (CaO.Al2O3). Pembentukan senyawa kimia ini
terus-menerus berlangsung untuk waktu yang lama dan
menyebabkan tanah menjadi keras dan kuat serta awet,
karena ia berfungsi sebagai binder ( pengikat ).
5. Perubahan Properties :
Sama halnya dengan perbaikan tanah dengan bahan yang
lain, maka perbaikan tanah dengan menggunakan bahan semen
mempunyai berbagai maksud dan sasaran yang hendak dicapai,
Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah | 79
Bab-3 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Kimia

tergantung dari kondisi tanah yang ada dan kebutuhan konstruksi


yang akan dibangun di atas lapisan tanah tersebut. Beberapa hasil
penelitian yang dilakukan oleh beberapa peneliti disimpulkan
bahwa perbaikan tanah dengan bahan semen dapat memberikan
perubahan terhadap beberapa parameter tanah, antara lain :
1) Perubahan parameter sifat indeks tanah :
Perbaikan sifat indeks tanah dengan bahan semen sudah
banyak diteliti para ahli. Beberapa hasil penelitian pada
dekade-dekade terakhir membuktikan bahwa perbaikan tanah
dengan bahan semen dapat memperbaiki berbagai parameter
tanah.
Mandal dan Mazumdar (1995), meneliti mengenai efek
aditif pada stabilisasi tanah laterit dengan semen dan kapur.
Terutama, perilaku kekuatan dan kelelahan, di bawah fleksi
yang berulang. Nilai reagen analitik sodium karbonat
digunakan sebagai aditif. Uji statis dan dinamis dilakukan pada
spesimen campuran semen dan tanah-kapur yang disiapkan di
bawah pemadatan standar dan modifikasi. Penemuan mereka
adalah bahwa natrium karbonat yang digunakan sebagai aditif
dalam jumlah sedikit, meningkatkan kekuatan semen tanah
dan kapur tanah. Selain itu, aditif juga meningkatkan nilai
modulus ruptur dan daya tahan.
Menurut Arumugam dan Muralidharan (1997), bahwa
perbaikan tanah dengan bahan semen dan kapur cukup efektif
membantu penghematan biaya konstruksi jalan. Dari hasil
penelitian, mereka menyimpulkan bahwa tindakan
mencampur tanah dasar dengan semen dapat menghemat
biaya pemadatan tanah sampai 46,2%. Sedangkan penggunaan
bahan kapur untuk jenis tanah yang sama, dapat menghemat
biaya pelaksanaan pemadatan sampai 27,56%.

80 | Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah


Bab-3 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Kimia

Lopez-Lara et al. (1999) melakukan evaluasi terhadap sifat


indeks tanah, bersama dengan karakterisasi bahan melalui
difraksi sinar-X. Kesimpulan mereka bahwa penggunaan
polyurethane sebagai material tambahan untuk memberikan
kinerja yang baik ke tanah cukup efektif pada tingkat
penambahan 6%.
Basha et al. (1999), melakukan perbaikan tanah dengan
menggunakan semen dan abu sekam terhadap tiga jenis tanah,
yakni tanah residu, tanah kaolinit dan tanah bentonite. Dalam
hal ini disimpulkan bahwa semen dan abu sekam mengurangi
plastisitas pada tanah kaolinit dan tanah bentonit. Penurunan
yang cukup besar dicapai oleh tanah yang stabil semen. Secara
umum, 6-8% semen dan 10-15% abu sekam, menunjukkan
jumlah optimum untuk mengurangi plastisitas tanah.
Menurunnya indeks plastisitas pada tanah yang diperbaiki, baik
dengan semen maupun dengan kapur merupakan indikator
perbaikan. Kerapatan kering maksimum pada tanah residu dan
tanah kaolinit yang dicampur dengan semen sedikit menurun,
seiring kenaikan kadar semen. Berbeda dengan tanah
bentonite, yang mengalami kenaikan kerapatan kering
maksimumnya bila dicampurkan dengan semen. Secara umum
penggunaan semen dan abu sekam sebagai bahan stabilizer
pada ketiga jenis tanah yang diteliti, dapat meningkatkan kadar
air optimum (wopt) yang signifikan.
Samson Mathew et al. (2009), menyimpulkan bahwa
perbaikan tanah lempung dengan semen
2) Perubahan daya dukung tanah :
Tanah yang diperbaiki dengan semen terutama ditujukan
untuk memperbaiki daya dukungnya. Berbagai studi yang
dilakukan para ahli yang menunjukkan fenomena peningkatan

Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah | 81


Bab-3 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Kimia

parameter-parameter daya dukung pada tanah yang


diampurkan dengan semen. Mitchell (1976) menggambarkan
peningkatan nilai kuat tekan bebas (UCS) pada tanah yang
diperbaiki dengan semen, seperti yang tergambar pada grafik
berikut.

Gambar 3.42. Pengaruh kadar semen terhadap Kuat Tekan


Bebas pada berbagai tingkat pemadatan (Mitchell, 1976)

Selanjutnya Mitchell (1976) mengkompilasi data pengujian


sebelumnya masing-masing dari Ferguson & Hoover (1968),
Christensen (1969), dan Bolmer (1958), yang digambarkan
dalam grafik berikut.

82 | Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah


Bab-3 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Kimia

Gambar 3.43. Pengaruh kadar semen terhadap Kohesi tanah


berbutir kasar & berbutir halus (Mitchell, 1976)

Kuat tekan bebas (UCS) pada campuran tanah-semen oleh


Mitchell (1976) telah mengusulkan formula sebagai berikut :
 ( )  d 
( c ) d   c do  K . log .6,895 .................... (3.6)
 6,895  do 
Yang mana :
(c)d = Kuat tekan bebas (UCS) sesuai umur (hari), dalam kPa.

Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah | 83


Bab-3 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Kimia

(c)do = Kuat tekan bebas (UCS) pada umur 0 hari, dalam kPa.
K = Faktor tanah (K = 70.C untuk tanah berbutir halus, dan K
= 10.C untuk tanah berbutir kasar).
C = Kadar semen dalam persen.
Formula Mitchell di atas, hanya diperuntukkan bagi
campuran tanah-semen yang tidak direndam sesudah
pencampuran. Sedangkan menurut Wojciech & Gluchowski (2013),
bahwa untuk menghitung kuat tekan bebas pada tanah yang
diperbaiki dengan semen baik campuran yang direndam maupun
yang tidak direndam, dapat digunakan persamaan sebagai berikut :
c
z 1  a  bx 3 .................... (3.7)
y
Yang mana :
z = Kuat tekan (compressive strength of sandy-silty clay)
x = Kadar air tanah sebelum dicampur.
y = Umur campuran tanah-semen (hari).
a = 0,194743202; b = 0,0000002776; dan c = 4,46434566.
Dengan mengetahui nilai kuat tekan bebas pada campuran
tanah-semen, maka parameter lain dapat dihitung, seperti nilai
kohesi tanah, modulus elastis tanah, dan lain-lain. Dalam hal ini
oleh beberapa ahli telah mengusulkan formula yang diantaranya
adalah Thompson (1967), dengan persamaan sebagai beikut :
  
c  9,3  0,292 c .6,895 .................... (3.8)
 6,895 
  
E  9,98  0,1235 c .6,895 .................... (3.9)
 6,895 
Yang mana :
C = kohesi campuran tanah-semen (kPa)
E = Modulus elastis campuran tanah-semen.
c = Kuat tekan bebas (UCS) sesuai umur (hari), dalam kPa.
84 | Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah
Bab-3 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Kimia

Aiban et al. (2005), H.M.Al-Ahmadi, I.M. Asi, Z.U.Siddique,


dan A.S.B. Al-Amoudi (2005) Tujuan utama dari penelitian ini
adalah untuk meningkatkan daya dukung beban perkerasan
yang dibangun di atas tanah sabkha, menggunakan tekstil geo,
dan untuk menilai pengaruh kelas geotekstil, ketebalan dasar,
jenis muatan (statis dan dinamis) dan Kondisi kelembaban
(seperti yang dibentuk dan direndam) pada sistem agregat kain
(SFA). Pengaruh geotekstil dalam memperbaiki kapasitas
pembawa beban tanah menjadi tidak dapat diabaikan pada
tingkat tegangan deviator yang lebih tinggi (yaitu 200 kPa). Juga
masuknya geotextile A-400 hampir serupa dengan peningkatan
yang dicapai saat menambahkan semen Portland 6,5%.
Suksun Horpibulsuk et al. (2006), meneliti tentang
peningkatan kekuatan tanah plastisitas rendah yang
distabilisasi dengan semen. Kesimpulan penelitian mereka
adalah bahwa karakteristik kekuatan dari tanah plastisitas
rendah yang dicampur dengan semen, nilainya juga signifikan.
Sebelumnya Costas A. Anagno dan Stopoulos (2004),
melakukan penelitian untuk mengetahui pengaruh
penambahan perekat akrilik (acrylic resin) dengan semen
terhadap perilaku fisis dan sifat teknis pada lempung lunak.
Pengujian yang mereka laksanakan dengan menggunakan
kadar semen antara 5% sampai 30%, dan kadar perekat akrilik
tetap sebesar 5% untuk semua campuran. Kesimpulan yang
mereka temukan adalah bahwa peningkatan kekuatan dan
kekakuan pada umur campuran 7 hari masih kurang signifikan.
Griffin & Tingle (2009) perbaikan tanah dengan semen
portland adalah metode yang populer dan hemat biaya untuk
memperbaiki kualitas tanah di lapangan. Kualitas tanah yang

Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah | 85


Bab-3 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Kimia

dapat ditingkatkan oleh semen portland, menurut Griffin &


Tingle (2009) antara lain ; Kemampuan Clegg Hammer,
Dynamic Cone Penetrometer (DCP), Soil stiffness gauge (SSG),
Portable falling-weight deflectometer (PFWD), dan Portable
seismic property analyzer (PSPA). Perbaikan nilai-nilai dari
parameter tanah yang dicampur dengan semen dapat dilihat
pada grafik-grafik berikut :

Gambar 3.44. Korelai Clegg vs UCS (Griffin & Tingle, 2009).

Gambar 3.45. Korelai SSG vs UCS (Griffin & Tingle, 2009).

86 | Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah


Bab-3 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Kimia

Gambar 3.46. Korelai FPWD vs UCS (Griffin & Tingle, 2009).

Gambar 3.47. Korelai PSPA vs UCS (Griffin & Tingle, 2009).

Skels et al. (2013), menemukan bahwa stabilisasi semen


portland terhadap tanah gambut akan meningkatkan kuat
tekan bebas dan kekakuan tanah, serta memperbaiki sifat
kompresibilitasnya, seiring dengan peningkatan kadar semen
dan umur campuran. Bahkan dengan menggunakan semen

Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah | 87


Bab-3 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Kimia

sebanyak 300 kg semen untuk 1 m3 tanah gambut, mereka


mendapatkan hasil peningkatan kuat tekan bebas tanah
mencapai 20 kali dari kuat tekan bebas tanah gambut alami
sebelum distabilisasi. Hal ini disebabkan karena ketika semen
bereaksi dengan air pada gambut, segera membentuk gel
kalsium silikat hidrat (3CaO·2SiO2·3H2O), yang akan berfungsi
sebagai lem yang mengikat dan menahan partikel tanah
bersama-sama. Namun karena pada tanah organik terdapat
berbagai unsur yang dapat menghambat atau mencegah
terjadinya proses hidrasi pada pengikatan semen dalam
campuran binder-soil, karena tanah gambut memiliki kadar
pozzolans yang relatif rendah, sehingga proses hidrasi hanya
akan terjadi pada reaksi sementasi sekunder (Hebib & Farrell,
2003).
Menurut Skels et. al. (2013), bahwa interaksi antara unsur
kapur Ca(OH)2 dalam semen dengan unsur-unsur dalam
gambut kurang berpengaruh dalam reaksi stabilisasi sekunder.
Oleh karena itu, tidak ada peningkatan kekuatan yang
signifikan yang dapat dicapai dari stabilisasi gambut dengan
semen, kecuali semen ditambahkan ke dalam tanah dengan
dosis yang besar. Pembebanan terhadap campuran tanah-
semen (initial preloading) harus segera diterapkan setelah
pencampuran tanah dengan semen, sehingga diharapkan
dapat memperbaiki kekuatan gambut yang distabilisasi
(Ahnberg et al., 2001).
Bhuria & Sachan (2014), menyatakan bahwa efek semen
terhadap peningkatan kuat tekan bebas (unconfined
compressive strength) serta kekakuan (stiffness) pada tanah
lunak yang diperbaiki dengan semen cukup signifikan.
Kelebihan dari semen sehingga dapat meningkatkan kekuatan

88 | Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah


Bab-3 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Kimia

tanah, oleh karena reaksi pozzolonic yang berlangsung lebih


lambat, dan pada umumnya selesai pada akhir 28 hari. Umur
semen-tanah juga memiliki efek nominal terhadap peningkatan
kekuatan dan kekakuan tanah lunak yang diperbaiki dengan
semen pada kadar semen rendah (lihat grafik a & b). Namun
pada campuran dengan kadar semen yang tinggi peningkatan
kekuatan dan kekakuan yang signifikan terjadi pada umur
campuran antara 1 dan 28 hari (lihat grafik berikut). Selain itu,
kegagalan rapuh (brittle-type failure) pada tingkat regangan
rendah untuk tanah lunak yang distabilisasi terjadi pada umur
campuran 28 hari (lihat grafik c & d).

Gambar 3.48. Umur vs Kuat Tekan Bebas Campuran tanah


lunak dengan kadar semen bervariasi
(Bhuria & Sachan, 2014).

Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah | 89


Bab-3 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Kimia

Perilaku rapuh pada semen-tanah terjadi karena adanya


transformasi air pori menjadi air terikat (bagian integral dari
partikel tanah campuran semen yang terhidrasi; lapisan ganda)
selama reaksi sementasi, dan menghasilkan pembentukan
kristal yang mengeras pada campuran semen-tanah di dalam
struktur matriks tanah. Semakin tinggi umur campuran,
semakin tinggi jumlah kristal yang mengeras dari partikel
semen-tanah terhidrasi yang terbentuk, dan menghasilkan
transformasi volume air pori yang lebih besar ke air terikat,
sehingga kristal semen-tanah akan berperilaku rapuh.
Peningkatan kuat tekan bebas pada umur (curing time)
tertentu lebih menonjol untuk tanah lunak yang distabilisasi
dengan kadar semen lebih tinggi daripada perlakuan dengan
kadar semen yang lebih rendah (lihat grafik berikut).

Gambar 3.49. Kadar semen vs Kuat Tekan Bebas Campuran


tanah lunak dengan umur bervariasi
(Bhuria & Sachan, 2014).
90 | Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah
Bab-3 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Kimia

Dari gambaran di atas Bhuria & Sachan (2014), selanjutnya


menyimpulkan bahwa kuat tekan bebas dari tanah lunak yang
diperbaiki dengan semen adalah fungsi kandungan semen dan
umur campuran.
3) Perubahan potensi kembang-susut (swelling potential) :
Pada dasarnya perbaikan tanah dengan semen pada
persentasi semen yang tinggi, akan mengakibatkan tanah lebih
rapuh dan sifat ekspansivitasnya bertambah. Oleh sebab itu
perbaikan tanah yang bersifat ekspansif kurang cocok
diterapkan pada tanah yang ekspansif, terutama pada
pencampuran semen dengan jumlah yang banyak. Perbaikan
tanah dengan semen lebih sesuai diterapkan pada perbaikan
tanah yang tidak ekspansif da/atau tanah yang berbutir kasar
(granuler soils).
Al-Homoud et al. (1999), melakukan penelitian untuk
membandingkan keefektifan dan kelayakan ekonomi, antara
tiga jenis bahan (aspal, kapur, dan semen), yang digunakan
sebagai stabilizer dalam mengurangi potensi kembang-susut
(swelling potential) pada tanah ekspansif dari Yordania Utara.
Hasil penelitian mereka menunjukkan bahwa untuk tanah yang
banyak mengandung partikel halus, penggunaan asphalt
cutback memberikan reduksi terhadap swelling potential yang
lebih besar daripada tanah yang diperbaiki dengan semen dan
kapur. Sehingga untuk tanah ekspansif dari Yordania Utara
penggunaan asphalt cutback adalah bahan yang ekonomis
dibandingkan dengan kapur dan semen.
Dari penelitian Costas A. Anagno dan Stopoulos (2004), yang
dilakukan untuk mengetahui pengaruh penambahan perekat
akrilik (acrylic resin) dengan semen terhadap perilaku fisis dan

Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah | 91


Bab-3 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Kimia

sifat teknis pada lempung lunak. Pengujian yang mereka


laksanakan dengan menggunakan kadar semen antara 5%
sampai 30%, dan kadar perekat akrilik tetap sebesar 5% untuk
semua ca ampuran. Kesimpulan yang mereka temukan adalah
bahwa penggunaan perekat akrilik menunjukkan pengaruhnya
terhadap peningkatan koefisien kompressi (Cc), pada semua
campuran dengan persentase semen yang diuji, hal ini
disebabkan karena perekat akrilik memiliki kecenderungan
untuk menjaga kandungan air dalam tanah.
Disamping penggunaan kapur dan semen, sering pula dipilih
penggunaan material lain dalam upaya perbaikan tanah, antara lain
penggunaan berbagai macam abu seperti abu terbang (fly ash), abu
jatuh (bottom ash), atau abu biomassa (biomass ash). Misra at al.
(2004) melakukan evaluasi terhadap karakteristik stabilisasi tanah
liat yang dicampur dengan fly ash kelas C, serta mengevaluasi
kemampuan sementasi dari fly ash kelas C. Hasil evaluasi mereka
menunjukkan bahwa karakteristik dari tanah yang distabilisasi
ditentukan oleh fungsi umur campuran, kondisi pemeliharaan
(curing), dan mineralisasi lempung. Hasil yang diperoleh dari
analisis menunjukkan bahwa perubahan OMC (optimum moisture
content) dipengaruhi oleh penambahan fly ash. Peningkatan
kekuatan maksimum dari campuran tanah tersebut, terjadi dalam
1 hari pertama, dan hal ini disebabkan oleh karena reaksi hidrasi
yang cepat dari fly ash kelas C. Biasanya kekuatannya cenderung
meningkat hingga umur campuran mencapai 14 hari, dan pada umu
di atas 14 hari kekuatannya mulai berkurang, dan setelah 28 hari
campuran akan menjadi rapuh (brittle).
Halaweh (2006) melaporkan bahwa dari hasil pengujian
yang dilakukan, ternyata bahwa meningkatnya kandungan SO3
dalam tanah yang dicampur dengan semen akan menghasilkan

92 | Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah


Bab-3 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Kimia

peningkatan ekspansi, yang disebabkan oleh peningkatan


pembentukan ettringite. Menurutnya bahwa meningkatnya
kandungan SO3 tidak secara dramatis mengubah proses hidrasi,
namun sepertinya justru memperlambat proses hidrasi.
Selanjutnya Halaweh (2006), menemukan bahwa
meningkatkan kadar alkali sampai 2% pada semua tingkat sulfat,
tidak banyak mempengaruhi perilaku ekspansi pada tanah dengan
pada suhu kamar. Sedangkan pada peningkatan kadar alkali
menjadi 3,8% akan mengakibatkan kerusakan mortar prisma di
dalam tanah.
Turkoz & Vural (2013) meneliti pengaruh aditif semen dan
zeolit alami terhadap karakteristik dispersibilitas dan potensi
kembang-susut pada tanah liat yang bersifat ekspansif. Dengan
persentase semen yang tetap (3%), ditambah persentase zeolit
alami yang berbeda (1%, 3%, 6%, 10%, 15%, dan 20%), kemudian
dicampur dengan empat jenis tanah liat yang berbeda. Penemuan
dari penelitian mereka menunjukkan bahwa campuran aditif semen
dan zeolit dapat memperbaiki sifat dispersif dan kembang-susut
pada tanah liat, serta meningkatkan nilai kekuatan tanah yang
signifikan. Pengujian terhadap keempat jenis tanah ekspansif,
ditemukan bahwa perbaikan sifat dispersif dan kembang susut
serta peningkatan kekuatan tanah yang dicapai tergantung pada
nilai SAR (sodium adsorption ratio) dan ESP (exchangeable sodium
percentage) dari tanah yang distabilisasi.
Alazigha et al. (2016), menemukan bahwa potensi
lignosulfonat (LS) untuk mengendalikan pembengkakan tanah
ekspansif cukup efektif. Lignosulfonat adalah merupakan bahan
limbah industri yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan stabilizer
pada tanah lunak terutama yang bersifat ekspansif. Hasil pengujian
menunjukkan bahwa LS berpengaruh signifikan terhadap

Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah | 93


Bab-3 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Kimia

pengurangan perilaku kembang-susut tanah ekspansif ini. Bahkan


hasilnya lebih baik dibandingkan dengan sampel tanah yang
diperbaiki dengan semen konvensional (portland cement). Mereka
juga menyatakan bahwa LS bisa menjadi alternatif ekonomis dan
ramah lingkungan untuk aditif alkalin tradisional. Selain itu,
pengujian terhadap perilaku tanah yang diperbaiki dengan LS,
memberikan hasil peningkatan yang signifikan dalam persentase
kehilangan massa pada tanah. Penggunaan LS sebagai penstabil
non-tradisional yang baru untuk tanah ekspansif, dan tampaknya LS
merupakan solusi yang tepat mengingat penggunaan limbah secara
lestari dan mengahsilkan konstruksi ramah lingkungan. Pengaruh
kadar LS terhadap kembang-susut vertikal (1-dimensi), dapat dilihat
pada grafik berikut.

Gambar 3.50. Pengaruh Kadar LS Terhadap Persen Kembang-


Susut, seiring umur campuran (Alazigha et al., 2016)

94 | Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah


Bab-3 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Kimia

Sedangkan gambaran tentang penurunan atau kehilangan


massa tanah yang diperbaiki dengan bahan LS dapat dilihat pada
grafik berikut.

Gambar 3.51. Pengaruh LS (konten 2%) Terhadap Kehilangan


Massa Tanah pada Uji Durabilitas (Alazigha et al., 2016)

Menurut Chen (1976), bahwa tidak ada bukti yang


meyakinkan mengenai korelasi antara potensi kembang-susut
(swelling potential) dan batas susut (shrinkage limit). Kemudian
Srindharan dan Prakash (2000) juga menunjukkan bahwa batas
susut tidak dapat memuaskan untuk digunakan memprediksi
potensi kembang-susut tanah. Sedangkan menurut Christodoulias
(2015) menilai bahwa batas susut cukup baik untuk menjadi dasar
dalam memprediksi tekanan pengembangan pada tanah.
Menurutnya bahwa hasil penelitian yang dia lakukan secara jelas

Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah | 95


Bab-3 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Kimia

menunjukkan bahwa sifat indeks tanah liat, seperti batas cair,


indeks plastisitas, kadar air alami, indeks swelling bebas, batas
susut, terkait signifikan dengan tekanan pengembangan (swelling
pressure). Masih menurut Christodoulias (2015), bahwa kita dapat
memprediksi tekanan pengembanagn dengan memuaskan pada
tanah mengandung tanah liat ekspansif, walaupun kita tidak tahu
mineralogi tanahnya.

4) Perubahan sifat kompresibilitas :


Perbaikan tanah dengan semen, disamping untuk
meningkatkan daya dukung tanah, tujuan pokok lainnya adalah
meningkatkan kompresibilitas tanah. Karena dengan meningkatnya
kompresibilitas tanah, maka stabilisasi tanah setelah dipadatkan
akan semakin baik. Hal ini dapat memperkecil penurunan yang akan
terjadi pada periode operasional konstruksi.
Wojciech & Gluchowski (2013) menemukan formulasi untuk
menghitung kadar air optimum pada tanah yang diperbaiki dengan
bahan semen. Jenis tanah yang diuji dan diteliti oleh mereka adalah
jenis tanah lempung lanau berpasir (sandy-silty clay) dengan batas
cair (LL) yang rendah. Formula untuk menghitung kadar air
optimum pada tanah sandy-silty clay yang distabilisasi dengan
semen adalah sebagai berikut :
Wcopt = Wgopt + 0,0733.D .................... (3.10)
Yang mana :
Wcopt = Kadar air optimum campuran semen-tanah.
Wgopt = Kadar air optimum tanah asli (sebelum dicampurkan)
D = Kadar semen (%).
Data pengujian yang digunakan dalam perumusan formula di atas
dapat dilihat pada grafik berikut.

96 | Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah


Bab-3 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Kimia

Gambar 3.52. Hubungan Kadar Semen dengan Kadar Air


Optimum (Wojciech & Gluchowski, 2013)

Ikhlef et al. (2014), meneliti perubahan sifat tanah pada


yang akan digunakan dalam konstruksi jalan (subgrade), yang
diperbaiki dengan menggunakan bahan semen dengan kelas
kekuatan 32,5. Dengan pencampuran kadar semen 3%, ditemukan
bahwa terjadi peningkatan kerapatan kering tanah, diakibatkan
oleh reaksi hidrasi yang mengurangi kadar air tanah. Dengan
meningkatnya kerapatn kering tanah, maka koefisien kompresi
tanah akan menurun, sehingga dapat memperbaiki sifat
kompresibilitasnya. Hasil lain dari penelitian mereka menunjukkan
sedikit pengurangan batas cair, kenaikan batas plastik, sehingga
terjadi pengurangan indeks plastisitas. Menurut hasil penelitian
mereka, bahwa semen bisa menjadi bahan stabilizer yang baik
untuk tanah pada kelas A1h.

Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah | 97


Bab-3 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Kimia

Pengaruh kadar semen pada campuran semen-tanah


terhadap kadar air optimum (optimum water content) dan berat
kering, dapat dilihat pada grafik berikut.

Gambar 3.53. Pengaruh SemenTerhadap Sifat-sifat Optimum –


Wopt & dry (Ikhlef et al., 2016)

Penelitian terakhir yang dilakukan oleh Mousavi & Sing


Wong (2017), yang hasilnya menunjukkan bahwa angka pori tanah
akan menurun dengan meningkatnya tekanan normal efektif
(effective normal pressure). Dari hasil pengujian laboratorium
menunjukkan bahwa penurunan (settlement) adalah hasil kompresi
tanah akibat beban vertikal yang diterapkan pada permukaan tanah
dalam uji konsolidasi 1-D. Oleh karena itu disimpulkan bahwa

98 | Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah


Bab-3 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Kimia

penurunan dan kompresi tanah akan stabil pada komposisi


pengikat semen 18%, abu gambut 2% dan pasir silika 5%, yang mana
dengan komposisi ini dapat meningkatkan angka penurunan
hampir 1,3 kali lipat. Penemuan lain yang penting dari penelitian ini
adalah adanya kesesuaian untuk diterapkan pada tanah untuk
tanggul jalan, dan juga daerah marjinal (lahan basah) untuk
pekerjaan pondasi, dan juga dapat memecahkan masalah
lingkungan dalam kaitannya dengan tanah gambut.
Disamping itu Bonagiri & Vincent (2017), menyatakan
bahwa pemberian zat aditif ke dalam tanah dengan formasi lunak,
sangat meningkatkan kekuatan (strength) dan kompresibilitas
(compressibility) pada tanah. Studi yang mereka laukan terhadap
kedua hal tersebut memberikan landasan untuk menarik beberapa
kesimpulan, yakni bahwa : (1) Ada peningkatan karakteristik
kekuatan dan kompresibilitas tanah lunak akibat karena
penambahan semen, kapur dan fly ash. Ditemukan pula bahwa
umur campuran sangat berpengaruh terhadap peningakatn kedua
karakteristik tanah tersebut; (2) Batas cair dan batas plastis tanah
menurun dengan meningkatnya kadar fly ash. Namun batas cair
dan batas plastis tanah meningkat dengan meningkatnya kadar
kapur. Dan juga batas cair dan batas plastis tanah meningkat
dengan kenaikan kadar semen; (3) Karakter pemadatan tanah
dipengaruhi oleh variasi kadar semen, terbukti kadar air maksimum
(Optimum Moisture Content = OMC) meningkat, dan kerapatan
kering maksimum (Maximum Dry Density = MDD) mengalami
penurunan seiring dengan kenaikan kadar semen; dan (4) Nilai daya
dukung (California Bearing Ratio = CBR) dari campuran tanah-
semen meningkat dengan meningkatnya kadar semen. Hasil studi
mereka di rangkum dalam tabel berikut.

Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah | 99


Bab-3 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Kimia

Tabel 3.4. Hasil pengujian sifat-sifat tanah-campuran


Liquid Plastic Compaction Test CBR Test
Type of soil Limit Limit (seaked
OMC MDD
Test Test condition)
Black soil 38,90% 14,40% 15,73% 1,76% 2,17%
Black soil + 10%
37,80% 13,20% 16,00% 1,72% 3,07%
fly ash
Black soil + 20%
35,00% 12,76% 18,50% 1,70% 5,05%
fly ash
Black soil + 30%
32,90% 11,20% 19,50% 1,64% 6,68%
fly ash
Black soil + 40%
29,70% 10,90% 20,00% 1,60% 7,95%
fly ash
Black soil + 3% fly
39,20% 17,77% 13,83% 1,80% 2,88%
ash
Black soil + 6% fly
40,50% 21,42% 15,79% 1,79% 3,25%
ash
Black soil + 9% fly
41,70% 23,80% 16,90% 1,78% 3,97%
ash
Black soil + 12%
42,98% 25,59% 18,27% 1,76% 5,60%
fly ash
Black soil natural 46,00% 27,00% 22,00% 28,00% 20,50%
Black soil + 5%
50,00% 32,00% 23,00% 27,00% 22,00%
cement
Black soil + 7,5%
51,00% 33,00% 24,00% 26,50% 24,30%
cement
Black soil + 10%
52,00% 35,00% 27,00% 26,00% 25,00%
cement
Black soil + 12,5%
53,00% 37,00% 28,00% 25,00% 27,00%
cement
Sumber : Bonagiri & Vincent (2017)
5) Perubahan sifat permeabilitas :
Beberapa hasil penelitian terhadap sifat permeabilitas
tanah lunak yang diperbaiki dengan bahan semen, diantaranya
adalah Wong et al. (2008), yang melakukan penelitian untuk
menganalisis kekuatan tekan bebas dan permeabilitas awal pada
tanah gambut yang distabilisasi dengan campuran semen portland
biasa, yang dicampur dengan slag dan pasir silika. Bukti signifikan
mengenai efek positif dari campuran pada stabilisasi tanah gambut

100 | Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah


Bab-3 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Kimia

ditemukan dari penyelidikan pengujian laboratorium dalam


penelitian mereka. Hasil dari penelitian mereka menunjukkan
bahwa penambahan campuran tersebut mampu meningkatkan
kekuatan tekan bebas dan juga mengurangi permeabilitas tanah
yang distabilisasi dengan semen.
Studi yang dilakukan oleh Quang & Chai (2015) terhadap
permeabilitas (k) pada tanah liat yang perbaiki dengan bahan
semen, diuji di laboratorium dengan alat uji permeabilitas dinding
fleksibel dan uji oedometer. Hasil uji menunjukkan bahwa
pemberian semen pada tanah liat hingga kadar 8% berat kering
belum signifikan mempengaruhi permeabilitas tanah campuran,
yang mana nilai k hampir sama dengan tanah yang tidak stabilisasi
pada kondisi void ratio (e) yang sama, dan nilai k menurun secara
signifikan seiring dengan pertambahan umur campuran. Koefisien
permeabilitas baru akan menurun signifikan bila kadar semen lebih
tinggi dari 8%. Sedangkan untuk tanah liat yang distabilisasi dengan
kapur, maka kadar kapur ambang yang mempengaruhi sifat
permeabilitas adalah sekitar 4%. Investigasi mikrostruktur tanah
menggunakan uji porosimetri intrusi merkuri (mercury intrusion
porosimetry = MIP) dan pencitraan mikroskop elektron scan
(scanning electron microscope = SEM) menunjukkan bahwa bila
produk sementasi yang terbentuk oleh reaksi pozzolanic terutama
mengisi pori intra agregat, maka nilai k sebanding antara tanah
perlakuan dan tanah tanpa perlakuan. Ketika produk sementasi
mulai mengisi pori-pori antar agregat, nilai k sampel yang
distablisasi menjadi lebih kecil dari pada tanah yang tidak
distabilisasi dengan kondisi nilai e yang sama. Hal ini merupakan
Indikasi bahwa produk sementasi telah memenuhi pori-pori antar
agregat dalam campuran tanah-semen, sehingga peningkatan
kekuatan tanah yang stabilisasi bertambah secara signifikan.

Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah | 101


Bab-3 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Kimia

Al-hassani et al. (2015), menggunakan debu semen (cement


kiln dust - CKD) yaitu limbah dari pembuatan semen, yang
dicampurkn dengan tanah lempung lunak. Penelitian mereka
dimaksudkan untuk mengetahui kelayakan pemanfaatan debu
semen untuk stabilisasi tanah. Karakteristik dari dua jenis tanah
kohesif yang mengandung lempung berbeda distabilisasi debu
semen diuji, antara lain kuat geser langsung, kuat tekan bebas,
koefisien permeabilitas, dan pengaruh umur campuran. Beberapa
pengujian yang dilakukan untuk mengetahui pengaruh umur
campuran terhadap kompresibilitas dan koefisien permeabilitas
campuran tanah-semen. Hasil pengujian menunjukkan penurunan
koefisien permeabilitas yang signifikan seiring dengan kadar semen
dan pertambahan umur campuran. Dengan demikian maka sifat
permeablitasnya akan semakin meningkat. Berikut beberapa grafik
yang memperlihatkan pengurangan koefisien permeabilitas atau
peningkatan ketahanan tanah terhadap kelulusan air.

Gambar 3.54. Grafik Umur vs Permeabilitas pada Tanah Liat


dengan Variasi Kadar CKD (Al-hassani, 2015)

102 | Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah


Bab-3 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Kimia

Gambar 3.55. Grafik Umur vs Permeabilitas pada Tanah Lanau


dengan Variasi Kadar CKD (Al-hassani, 2015)

Gambar 3.56. Grafik Koefisien Permeabilitas vs Kadar CKD (Al-


hassani, 2015)

Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah | 103


Bab-3 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Kimia

Z.A. Rahman et al. (2016), melakukan studi pengaruh semen


terhadap parameter geoteknik pada perbaikan tanah gambut.
Beberapa variabel teknik mereka periksa termasuk perilaku
pemadatan, permeabilitas dan kekuatan tekan tak terbatasi (UCS).
Uji batas Atterberg juga dilakukan untuk menguji pengaruh
penambahan semen pada tanah gambut. Tanah gambut yang diberi
semen disiapkan dengan menambahkan berbagai jumlah semen
Portland biasa (OPC) yang berkisar antara 0% dan 40% berat kering
tanah gambut. Untuk memeriksa efek perendaman campuran yang
distabilisasi dikeringkan pada suhu kamar selama tiga dan tujuh hari
sedangkan untuk sampel uji UCS diperpanjang sampai 28 hari
sebelum pemeriksaan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa batas
cair tanah yang distabilisasi menurun dengan meningkatnya kadar
semen. Kerapatan kerapatan maksimum (MDD) meningkat
sementara kadar air optimum (OMC) turun seiring dengan kenaikan
kandungan semen.
Tanah gambut yang diuji tanpa campuran semen memiliki
koefisien permeabilitas, k dari tanah gambut adalah 1,73x10-5 m/s.
Setelah perlakuan tanah gambut dengan kadar semen 10% dan
rendam selama tiga hari, nilai k turun menjadi 6,60×10-5 m/s.
Perlakuan lebih lanjut terhadap tanah gambut dengan kadar semen
20% dan 40%, nilai k menurunkan menjadi 1,87×10-6 m/s dan
9,33x10-5 m/s. Pengaruh umur campuran yang jelas terlihat karena
tanah gambut yang diperbaiki pada umur tujuh hari menunjukkan
nilai k yang lebih rendah dari pada yang berumur tiga hari.
Penurunan nilai k pada campuran tanah-semen yang berumur tujuh
hari lebih tinggi jika dibandingkan dengan campuran tanah-semen
yang berumur tiga hari. Penurunan nilai k yang signifikan pada
tanah berumur 7 hari dimulai terlihat pada kadar semen 10%.
Sedangkan untuk tanah berumur 3 hari, terlihat signifikan pada

104 | Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah


Bab-3 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Kimia

kadar semen 20%. Pada kadar semen 40%, nilai k mencapai nilai
terendahnya sebesar 8,33×10-8 m/s. Hasil pengujian menunjukkan
bahwa kadar semen optimum yang digunakan untuk mengurangi
nilai k pada perbaikan tanah gambut adalah 20% dan 10%, baik
pada umur tiga dan maupun tujuh hari.
Permeabilitas tanah yang distabilisasi dengan semen
menurun dari 6,2 × 10-4 menjadi 2,4 × 10-4 ms-1, karena kadar
semen meningkat dari 0% menjadi 40%. Dari serangkaian uji
permeabilitas (permeability falling test) pada tanah gambut baik
tanah yang distabilisasi maupun yang tidak distabilisasi dilakukan,
dan hasilnya ditunjukkan pada berikut.

Gambar 3.57. Grafik Kadar Semen vs Koefisien Permeabilitas


(Z.A. Rahman et al., 2016)

Sedangkan pengaruh umur campuran terhadap koefisien


permeabilitas (diuji pada umur 3 hari dan 7 hari), disajikan oleh Z.A.
Rahman et al. (2016) pada tabel berikut.

Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah | 105


Bab-3 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Kimia

Tabel 3.5. Permeabilitas Tanah Gambut Umur 3 & 7 hari


OPC content, Coeff. of permeability, k, m/s
% 3 days 7 days
0 1.73 x 10-5 1.72 x 10-5
10 6.60 x 10-6 4.92 x 10-7
20 1.87 x 10-6 1.61 x 10-7
40 9.33 x 10-7 8.33 x 10-8
Sumber : Rahman et al. (2016)

Penelitian terakhir yang dilakukan oleh Mousavi & Sing


Wong (2017), yang hasilnya menunjukkan bahwa angka pori tanah
akan menurun dengan meningkatnya tekanan normal efektif
(effective normal pressure). Hal ini disebabkan karena abu gambut
mempengaruhi sifat tanah dengan memperbaiki matriks tanah
yang stabil. Fenomena ini terjadi karena produk sementasi yang
mengisi ruang pori-pori tanah, sehingga menimbulkan efek
mengikat pada partikel tanah. Kemudian pemadatan yang
dilakukan terhadap campuran tanah-semen akan membuat partikel
akan mengisi ruang pori-pori tanah lebih sempurna, sehingga akan
memperbaiki sifat tanah. Dari uji laboratorium yang mereka
lakukan terlihat bahwa penurunan konsolidasi (consolidation
settlement) pada campuran tanah-semen dengan tegangan vertikal
efektif 160 kPa, meningkat hampir 33% bila dibandingkan dengan
tanah yang tidak distabilisasi. Sehingga dapat disimpulkan bahwa
stabilisasi tanah dengan semen tersebut meningkatkan koefisien
permeabilitas tanah hampir 56%.

106 | Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah


Bab-3 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Kimia

3.9. Perbaikan Tanah Lempung Dengan Larutan Kimia.

Beberapa jenis larutan kimia yang dapat dipergunakan


sebagai bahan stabilizer terhadap jenis tanah yang memiliki daya
dukung, dan atau sifat teknis lain yang tidak menguntungkan
konstruksi, seperti tanah ekspansif, tanah lunak, dan lain
sebagainya. Larutan kimia tersebut ada yang bersifat asam, netral
maupun yang bersifat basah.
Diantara sekian jenis larutan kimia yang dapat dipergunakan
sebagai stabilizer di dalam pekerjaan perbaiakan tanah, ada
beberapa jenis yang telah diproduksi secara besar-besaran dan
menjadi komoditas industri konstruksi, seperti garam magnesium,
garam natrium, garam aluminium, dan lain sebagainya.
Penggunaan beberapa jenis larutan garam, selain untuk bahan
stabilizer pada tanah dasar (subgrade), juga banyak digunakan
sebagai bahan peluntur es/salju (ice deicing) pada permukaan jalan
di daerah yang mengalami musim salju.

3.9.1. Perbaikan Dengan Larutan Soda Kaustik (NaOH)


Larutan NaOH biasa juga disebut Sodium Hydroxide, adalah
zat kaustik yang sangat baik untuk digunakan menetralisir asam dan
membuat garam natrium (NaCl). Pada suhu kamar natrium
hidroksida berbentuk padatan atau kristal tak berwarna atau putih,
yang menyerap kelembaban dari udara. Ketika dilarutkan dalam air
atau dinetralkan dengan asam, ia membebaskan panas yang besar,
yang mungkin cukup untuk menyalakan bahan yang mudah
terbakar dan sangat korosif. Nama umum lainnya antara lain soda
kaustik atau ada yang menyebutnya alkali. Oleh karena sifat
dasarnya bersifat korosif, maka penerapannya di dalam pekerjaan
perbaikan tanah harus dilakukan hati-hati, dengan memperhatikan

Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah | 107


Bab-3 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Kimia

keadaan lingkungan sekitarnya yang bisa berdampak bila


diterapkan.
Menurut Olaniyan et al. (2011), bahwa pada campuran
tanah dengan kadar NaOH sebesar 13%, memberikan kekuatan
tekan optimum. Meskipun demikian NaOH dengan kadar 13% tetap
akan terpengaruh oleh jenis dan bentuk material pengisi (filler).
Sebagai contoh adanya partikel pasir dalam tanah, yang
menurunkan sifat kohesi tanah, membuat campuran tanah dengan
NaOH kurang efektif. Hasil tak terduga dari penelitian mereka
adalah terjadinya penurunan kerapatan (density) tanah dengan
peningkatan NaOH. Investigasi yang cermat dengan melakukan plot
nilai kerapatan vs kandungan NaOH, menunjukkan bahwa
peningkatan kerapatan baru akan terjadi setelah kadar NaOH
mencapai 13% atau lebih besar. Pada tanah yang diperbaiki dengan
NaOH dalam keadaan basah, kuat siklik (strength of cyclic) lebih
besar dibanding keadaan tanah kering, namun daya tahan
(durability) tanah akan mengalami sebaliknya. Berikut beberapa
gambaran dari Olaniyan et al. (2011), tentang perubahan
parameter tanah yang diperbaiki dengan larutan NaOH.

Gambar 3.58. Grafik Kuat Tekan pada berbagai variasi kadar


NaOH (Olaniyan et al., 2011)

108 | Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah


Bab-3 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Kimia

Gambar 3.59. Grafik Penyerapan Air & Porositas versus %-NaOH


untuk Sampel Basah (Olaniyan et al., 2011)

Gambar 3.60. Grafik Penyerapan Air & porositas versus %-NaOH


untuk sampel siklik (Olaniyan et al., 2011)

Zangana (2012), melakukan penelitian tentang pengaruh


natrium hidroksida terhadap kekuatan campuran semen tanah liat.
Dari penelitian mereka menemukan bahwa penggunaan natrium

Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah | 109


Bab-3 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Kimia

hidroksida secara nyata meningkatkan kekuatan campuran semen


tanah. Disamping itu penambahan natrium hidroksida sekitar 1%
dari berat tanah dapat mengurangi sekitar 5% kadar semen yang
diperlukanuntuk memperbaiki tanah secara efektif.
Hasil penelitian Zangana (2012) menunjukkan bahwa pada
semua kadar NaOH yang dicampurkan terhadap tanah-semen akan
meningkatkan kuat tekan bebas (UCS). Hal ini disebabkan oleh
pembentukan gel sementasi yang lebih banyak daripada yang
terbentuk pada campuran semen tanah saja. Hal ini dapat dilihat
pada grafik berikut.

Gambar 3.61. Kadar NaOH vs UCS pada Umur 7 hari, Suhu 35oC
dan Kadar Semen 12,5% (Zangana, 2012)

Zangana (2012), juga menemukan konsentasi NaOH juga


berpengaruh terhadap kuat tekan bebas pada campuran tanah-
semen, namun mempunyai titik optimum. Pengujian yang
dilakukan pada 35oC, umur 7 hari, dan kadar semen 12,5%, dengan
kadar NaOH 1% yang konsentrasinya divariasikan, diperoleh nilai
kuat tekan bebas dari campuran tanah-semen untuk semua tanah
yang diselidiki, meningkat menjadi nilai maksimum pada

110 | Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah


Bab-3 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Kimia

konsentrasi NaOH tertentu, dan kemudian menurun seiring dengan


meningkatnya konsentrasi NaOH. Makanya ada konsentrasi
optimum yang menghasilkan kekuatan maksimal. Konsentrasi
NaOH optimum untuk campuran tanah-semen dari tanah Erbil
kurang lebih 1,5 N; tanah dari Laylan kurang lebih 1,0 N; dan tanah
dari Hawija adalah 1,0 N. Konsentrasi optimum yang relatif tinggi
yang dibutuhkan untuk tanah dari Erbil, dapat dikaitkan dengan
konsentrasi organik pada tanah tersebut yang relatif tinggi,
sehingga dan kapasitas pertukaran kation tanah tersebut cukup
tinggi. Gambaran tentang hal tersebut dapat dilihat pada grafik
berikut.

Gambar 3.62. Konsentrasi NaOH vs UCS pada Kadar NaOH 1%,


Umur 7 hari, Suhu 35oC dan Kadar Semen 12,5% (Zangana, 2012)

Temuan lain dari Zangana (2012), menunjukkan bahwa


penggunaan NaOH dapat mengurangi jumlah semen yang
digunakan sebesar 5% untuk tanah dari daerah Laylan dan Hawija,
dan menghemat semen sampai 7,5% untuk tanah dari Erbil. Hal
tersebut dapat dilihat pada tabel berikut.

Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah | 111


Bab-3 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Kimia

Tabel 3.6. Reduksi Semen Akibat Penambahan NaOH.


Group I, 27 tests done for the Group II, 48 tests done for the
investigated soils with No-NaOH investigated soils with addition of NaOH
added
Detail No. Test Detail No. Test
1. Values of NaOH
1. Values of cement
content of 1 and 2%
content of 0, 5, 10,
with cement content
15 and 20 %, with
15 UCS of 12.5%, curing 6 UCS
curing temperature
temperature of 35 ˚C
of 35 ˚C and curing
and curing age of 7
age of 7 days.
days.
2. Values of NaOH
2. Values of curing concentration of 0.5,
temperature of 25 1.0, 1.5 and 2%, with
and 45˚C, with cement content of
6 UCS 12 UCS
cement content of 12.5%, curing
12.5% and curing age temperature of 35 ˚C
of 7 days. and curing age of 7
days.
3. Values of NaOH
Trixial
concentration of 0,
3. Values of curing compression
0.5, 1.0, 1.5 and 2%%,
age of 1 and 28 days, (to find
with cement content
with cement content 6 UCS 15 cohesion and
of 12.5%, curing
of 12.5% and curing angle of
temperature of 35 ˚C
temperature of 35 ˚C. internal
and curing age of 7
friction)
days.
4. Values of NaOH
concentration of 0,
0.5, 1.0, 1.5 and 2%%,
with cement content
15 CBR
of 12.5%, curing
temperature of 35 ˚C
and curing age of 7
days.
Sumber : Zangana (2012).
Selanjutnya kohesi pada campuran semen tanah untuk
semua tanah yang diuji setelah ditambahkan dengan larutan
natrium hidroksida meningkat menjadi nilai maksimum, pada
konsentrasi natrium hidroksida tertentu, dan kemudian berkurang

112 | Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah


Bab-3 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Kimia

seiring dengan kenaikan konsentrasi natrium hidroksida. Gejala


semacam ini dapat dilihat pada grafik yang disajikan berikut ini.

Gambar 3.63. Konsentrasi NaOH vs Kohesi pada NaOH 1%, Umur


7 hr, Suhu 35oC & Semen 12,5% (Zangana, 2012)
Demikian pula dengan sudut geser dalam () dari campuran
tanah-semen untuk semua tanah yang diselidiki mengalami
penurunan, seiring dengan penambahan natrium hidroksida.
Gambaran penurunan nilai sudut geser dalam tersebut dapat
disimak pada grafik berikut.

Gambar 3.64. Konsentrasi NaOH vs Sudut Geser dgn NaOH 1%,


Umur 7 hr, Suhu 35oC & Semen 12,5% (Zangana, 2012)

Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah | 113


Bab-3 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Kimia

Dari hasil pengujian terhadap nilai CBR pada tanah yang


diperbaiki dengan penambahan NaOH, disimpulkan bahwa
peningkatan konsentrasi NaOH ke campuran tanah-semen, dapat
meningkatkan nilai CBR pada semua campuran semen-tanah
sampai mencapai nilai maksimum. Dan kemudian menurun dengan
penambahan konsentrasi NaOH yang berlebih. Dengan demikian
konsentrasi NaOH untuk campuran tanah-semen mempunyai nilai
optimum. Hal ini digambarkan pada grafik berikut.

Gambar 3.65. Konsentrasi NaOH vs CBR pada NaOH 1%, Umur 7


hr, Suhu 35oC & Semen 12,5% (Zangana, 2012)

3.9.2. Perbaikan Dengan Larutan Sodium Klorida (NaCl)


Sodium klorida juga dikenal sebagai garam adalah senyawa
ionik dengan rumus kimia NaCl, yang merupakan rasio 1: 1 dari ion
natrium dan klorida. Dengan massa molar 22,99 dan 35,45 g/mol,
masing-masing 100 g NaCl mengandung 39,34 gram Natrium dan
60,66 gram Cloride. Sodium klorida merupakan garam yang paling
berpengaruh atas salinitas air laut dan cairan ekstraselular dari
banyak organisme multi selular. Dalam bentuk garam dapur
114 | Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah
Bab-3 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Kimia

biasanya digunakan sebagai bumbu dan pengawet makanan.


Sejumlah besar natrium klorida digunakan dalam banyak proses
industri, dan ini adalah sumber utama senyawa natrium dan klorin
yang digunakan sebagai bahan baku untuk sintesis kimia lebih
lanjut. Aplikasi teknis bahan natrium klorida lainnya adalah untuk
garam pemecah es (de-icing salt) pada permukaan jalan raya pada
musim salju. Disamping itu natrium klorida juga dapat digunakan
sebagai bahan stabilizer pada tanah yang lunak.
Potensi natrium klorida sebagai bahan penstabil untuk
konstruksi jalan raya telah diselidiki. Berbagai literatur yang
mencakup studi laboratorium dan lapangan yang terbit sejak awal
1900-an. Studi laboratorium tentang penggunaan NaCl biasanya
meliputi uji batas Atterberg, uji pemadatan, uji tekan bebas, uji CBR,
uji kekuatan tarik tidak langsung, dan uji triaksial siklik, dan lain
sebagainya. Dari berbagai hasil pengujian akan menjadi dasar untuk
melihat ffek menguntungkan dan/atau merugikan dari perbaikan
tanah dengan natrium klorida (Singh & Das. 1999).
Durotoye et al. (2016), melakukan studi tentang pengaruh
NaCl terhadap beberapa sifat geoteknik tanah ekspansif, yang
dipergunakan pada pekerjaan perkerasan jalan raya (subgrade).
Parameter yang diamati antara lain kadar air alami, batas Atterberg,
berat jenis, pemadatan, indeks swell bebas, kekuatan tekan bebas,
nilai CBR, dengan perlakukan larutan NaCl yang bervariasi (0, 0,5,
1,0, 1,5 2.0 dan 2.5). Dari penelitian ini, batas plastik, batas cair,
indeks plastisitas, penyusutan linier, berat jenis, indeks swell bebas
dan nilai kadar air optimum dari tanah nilainya berkurang.
Sedangkan kerapatan kering maksimum, CBR dan kekuatan tekan
bebas (UCS) nilainya meningkat. Dengan menggunakan garam
dapur prosentase 1,5% dari berat tanah, diperoleh hasil sebagai
berikut : Persentase penurunan tertinggi yang terjadi adalah batas

Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah | 115


Bab-3 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Kimia

cair turun 60,42% (131 menjadi 51,85%), batas plastis turun 42,86%
(50,00 menjadi 28,57%), indeks plastisitas turun 71,26% (81,00
menjadi 23,28%), susut linier turun 66,64% (15,11 menjadi 5,04%),
indeks swelling turun 83,43% (115,00 menjadi 19,05%), dan kadar
air optimum turun 28,57% (28,00 menjadi 20,00%). Sedangkan
persentase kenaikan sebesar 11,38% (1,67 menjadi 1,86 g/m3,
pada kepadatan kering maksimum), 31,78% (29,20 menjadi 38,48%,
pada CBR tidak rata), 257,67% (4,3 menjadi 15,38%, pada CBR
basah), dan 26,98% (67,86 menjadi 86,17 kN/m2 pada nilai kuat
tekan bebas).
Perbaikan tanah dengan garam terbukti dapat mengurangi
potensi pengembangan tanah dan meningkatkan kekuatannya
(Durotoye et al., 2016). Pengaruh dan tingkat reduksi (%) terhadap
perlakuan NaCl pada sifat-sifat teknis tanah ekspansif yang mereka
teliti, dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 3.7. Reduksi Parameter Teknis Akibat NaCl pada Tanah
Ekspansif (Durotoye et al., 2016).
NaCl content (%) 0 0.5 1.0 1.5 2.0 2.5
Liquid Limit (%) 131.00 104.00 85.71 51.85 51.72 51.35
% Reduction - 20.61 45.29 60.42 60.52 60.80
Plastic Limit (%) 50.00 43.17 37.63 28.57 28.54 28.44
% Reduction - 13.66 24.74 42.86 42.92 43.12
Plasticity Index (%) 81.00 60.83 48.08 23.28 23.18 22.91
% Reduction - 24.90 40.64 71.26 71.38 71.72
Linear Shrinkage Limit
15.11 10.07 6.47 5.04 5.04 5.04
(%)
% Reduction - 33.36 57.18 66.64 66.64 66.64
Specific gravity 2.74 2.71 2.68 2.64 2.63 2.62
% Reduction - 1.09 2.19 3.65 4.01 4.38
OMC (%) 28 24 22 20 20 19
% Reduction - 14.29 21.43 28.57 28.57 32.14
Free Swell Index (%) 115.00 80.95 42.85 19.05 18.10 16.67
% Reduction - 29.61 62.74 83.43 84.26 85.50

116 | Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah


Bab-3 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Kimia

Tabel 3.8. Peningkatan Parameter Teknis Akibat NaCl pada Tanah


Ekspansif
NaCl content (%) 0 0.5 1.0 1.5 2.0 2.5
MDD (g/cm3) 1.67 1.80 1.83 1.86 1.85 1.84
(%) Increase - 7.78 9.58 11.38 10.78 10.18
CBR: unsoaked (%) 29.20 32.60 34.93 38.48 38.35 38.20
(%)Increase - 11.64 19.62 31.78 31.34 30.82
soaked (%) 4.30 9.75 11.00 15.38 15.28 15.10
(%) Increase - 126.74 155.81 257.67 255.35 251.16
unconfined
compressive 67.86 74.15 78.69 86.17 84.16 82.67
strength(kN/m2)
(%) Increase - 9.27 15.96 26.98 24.02 21.82
Sumber : Durotoye et al., (2016).

Dubey & Jain (2015), meneliti pengaruh garam (NaCl)


terhadap sifat-sifat teknis tanah ekspansif (black cotton). Tanah
tersebut dicampur dengan garam kristal, berturut-turut pada kadar
0%, 2%, 4%, 6% dan 8% dari berat kering tanah. Hasil perbaikan
tanah tersebut dengan NaCl, didapatkan bahwa :
- Terjadi peningkatan Kerapatan Kering Maksimum (Maximum
Dry Density MDD), dari sebesar 1,64 g/cc menjadi 1,79 g/cc,
- Kadar air optimum (Optimum Moisture Content - OMC),
mengalami pengurangan dari 21,16% menjadi 14,95%.
- Terjadi peningkatan nilai C & Ø pada tanah ekspansif, seiring
dengan penambahan garam (NaCl).
- Nili CBR meningkat, seiring dengan pertambahan kadar garam
(NaCl) dari 1,43% menjadi 3,10%.
- Kuat Tekan Bebas (UCS) juga mengalami peningkatan dari 73,54
KN/M2 menjadi 119,64 KN/M2.
- Terjadi pengurangan parameter pengembangan (swelling) pada
tanah yang signifikan. Nilai DFS berkurang dari 41% menjadi

Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah | 117


Bab-3 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Kimia

19%, yang menunjukkan bahwa tingkat ekspansif telah


berkurang dari yang tinggi ke rendah.
Dari hasil seperti di atas, yang menunjukkan bahwa potensi
penggunaan bahan garam (NaCl) untuk perbaikan tanah ekspansif
jenis black cotton cukup efektif, dan sesuai di dalam banyak aplikasi
geoteknik. Rangkuman hasil penelitian Dubey & Jain (2015), dapat
dilihat secara ringkas pada tabel berikut.
Tabel 3.9. Perubahan Parameter Teknis Tanah Ekspansif + NaCl.
No. Properties 0% NaCl 2% NaCl 4% NaCl 6% NaCl 8% Nacl
1. OMC (%) 21.16 19.46 17.92 16.29 14.95
2. MDD (gm/cc) 1.64 1.68 1.71 1.76 1.79
Strength
C =1, C = 1, C =1.1, C=1.4, C=1.1,
3. Parameters
Ø =16° Ø =17° Ø=12° Ø=14° Ø=18°
(kg/cm2)
4. CBR (%) 1.43 1.83 2.15 2.55 3.10
5. DFS (%) 41 34 29.5 25.4 19
6. UCS (KN/m2) 73.54 78.94 90.02 109.14 119.64
Sumber : Dubey & Jain (2015)

Abood & Mohamed (2015) melakukan studi tentang


pengaruh penambahan senyawa klorida yang berbeda (NaCl, CaCl2,
MgCl2), terhadap sifat-sifat teknis tanah lempung berlanau (silty
clay soil). Disamping untuk mencari pengaruh jenis garam, juga
diamati pengaruh jumlah garam terhadap parameter karakteristik
pemadatan, batas konsistensi dan kuat tekan tanah. Temuan utama
dari penelitian mereka adalah adalah bahwa kenaikan persentase
masing-masing senyawa klorida, meningkatkan kepadatan kering
maksimum dan kuat tekan bebas, serta menurunkan kadar air
optimum, batas cair, batas plastis dan indeks plastisitas. Deskripsi
hasil studi yang dilakukan oleh Abood & Mohamed (2015) terhadap
penggunaan ketiga jenis senyawa klorida yang berbeda, dapat
dilihat pada beberapa penyajian grafik berikut.

118 | Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah


Bab-3 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Kimia

Gambar 3.66. Persen Salt versus Moisture Content (Abood &


Mohamed, 2015)

Grafik di atas menunjukkan bahwa pada tanah yang tidak


ekspansif (lempung lanau), juga akan mengalami penurunan
parameter batas Atterberg, bila diperbaiki dengan senyawa klorida

Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah | 119


Bab-3 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Kimia

(garam), sebagaimana halnya yang telah banyak dijelaskan yang


terjadi pada tanah ekspansif.
Selanjutnya Abood & Mohamed (2015), dari uji kompaksi
telah menggambarkan peningkatan kepadatan kering maksimum
(MDD), dan penurunan kadar air optimum (OMC) pada tanah
lempung berlanau yang diperbaiki dengan senyawa garam, seperti
yang ditunjukkan pada grafik berikut.

Gambar 3.67. Grafik Uji Kompaksi – Optimum Water Content


(Abood & Mohamed, 2015)

120 | Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah


Bab-3 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Kimia

Gambar 3.68. Grafik UCS - Stress versus Strain (Abood &


Mohamed, 2015)

Pada grafik di atas, terlihat bahwa baik jenis senyawa klorida


maupun penambahan kadar garam tidak menunjukkan perbedaan
signifikan terhadap kuat tekan bebas (UCS) pada tanah hasil
perbaikan. Yang menarik dari grafik di atas adalah pola (trend)
tegangan-regangannya, yang terlihat agak berbeda. Pada nilai
tegangan yang sama terlihat bahwa regangan yang terjadi agak
berbeda. Secara berurutan regangan yang lebih kecil terjadi pada

Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah | 121


Bab-3 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Kimia

campuran NaCl < CaCl2 < MgCl2. Menurut penulis hal ini mungkin
disebabkan oleh perbedaan kuantitas unsur klorida pada ketiga
bahan stabilizer tersebut. Hal ini menarik untuk diteliti lebih lanjut.
Jika pada tanah lempung ekspansif perbaikan dengan garam
dinilai cukup efektif, namun lain halnya pada tanah lempung lunak
yang memiliki salinitas tinggi kibat terendam air pasang surut
misalnya. Jenis tanah dengan kondisi demikian biasanya perbaikan
parameternya cukup efektif dengan penggunaan bahan semen
sebagai stabilizer. Oleh Dingwen et al. (2013) melakukan penelitian
terhadap tanah lempung lunak dengan konsentrasi garam natrium
klorida tinggi. Beberapa hasil penelitian sebenarnya telah
mengungkap pengaruh konsentrasi garam terhadap sifat-sifat
teknis tanah yang telah dibahas pada beberapa literatur. Namun
karena Dingwen el al. (2013) menilai bahwa laporan hasil penelitian
tersebut tidak kosisten antara yang satu dengan yang lainnya. Oleh
karena itu mereka melakukan studi terhadap dampak garam
natrium klorida terhadap sifat kekuatan dan kekakuan pada tanah
lempung laut “Lianyungang” di China, kemudian dilakukan
stabilisasi semen dengan kadar yang bervariasi. Tanah lempung
dengan berbagai konsentrasi garam natrium klorida disiapkan
secara artifisial dan diperbaiki dengan berbagai tngkat kadar semen
(Portland Cement). Serangkaian uji kuat tekan bebas (UCS)
terhadap tanah-semen setelah periode perlakuan 7, 14, dan 28 hari.
Hasilnya menunjukkan bahwa konsentrasi garam natrium klorida
yang tinggi di dalam tanah, memiliki efek yang merugikan terhadap
kuat tekan bebas (UCS) dan kekakuan pada lempung yang
diperbaiki dengan semen. Efek yang merugikan dari konsentrasi
garam pada kekuatan dan kekakuan tanah lempung yang diperbaiki
semen secara langsung berhubungan dengan kebutuhan semen
dalam campuran. Tanah yang dicampur dengan kadar semen tinggi

122 | Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah


Bab-3 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Kimia

lebih tahan terhadap efek negatif garam dibanding tanah yang


dicampur dengan kadar semen rendah. Rasio modulus elastisitas
terhadap UCS tanah campuran semen tidak memiliki hubungan
yang jelas dengan konsentrasi NaCl. Temuan penelitian ini
menyajikan dasar rasional untuk memahami dampak kandungan
garam di dalam tanah, terhadap sifat rekayasa tanah yang
diperbaiki dengan semen.
Beberapa hasil studi yang dilakukan oleh Dingwen et al.
(2013), dapat disimak pada grafik-grafik berikut.

Gambar 3.69. Varietas Kehilangan UCS dengan Konsentrasi


Garam pada umur 28 hari (Dingwen et al., 2013)

Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah | 123


Bab-3 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Kimia

Gambar 3.70. Peningkatan Kuat Tekan Bebas (UCS) versus Kadar


Semen (Dingwen et al., 2013)

Gambar 3.71. Modulus Elastisitas (E) versus UCS pada campuran


semen-tanah (Dingwen et al., 2013)

124 | Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah


Bab-3 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Kimia

Gambar 3.72. Variasi Modulus Elastis Pada Konsentrasi Garam,


Kadar Semen, Umur 28 hari (Dingwen et al., 2013)

3.9.3. Perbaikan Dengan Kalsium Klorida (CaCl2).


Tanah lempung ekspansif mengalami perubahan volumetrik
siklik pada fluktuasi kelembaban karena perilaku mineralogi
intrinsiknya. Karena perubahan volumetrik ini mengancam
stabilitas hampir semua struktur yang terisi ringan, berbagai teknik
remedial telah dikembangkan untuk mengurangi kerusakan yang
diakibatkannya. Di antara langkah-langkah ini, stabilisasi kimia
dengan menggunakan kation multivalen yang ditujukan untuk
mengubah lingkungan kimia di sekitar partikel tanah liat, yang
sangat menentukan perilaku lempung ekspansif (Murty & Krishna,
2006).
Murty dan Krishna (2006), melakukan studi terhadap khasiat
kalsium klorida (CaCl2), elektrolit kuat, pada karakteristik plastisitas

Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah | 125


Bab-3 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Kimia

dan pengembangan (swelling) dari jenis tanah liat ekspansif. Satu


persen larutan CaCl2, yang dicampurkan dengan tanah liat ekspansif
dengan cara penggenangan (ponding) dan juga melalui lubang bor.
Pengaruh dari larutan kalsium klorida terhadap sifat-sifat tanah
ekspansif sangat kelihatan. Indeks plastisitas lapisan tanah liat
mengalami penurunan sebesar 40-60% dengan perbaikan tanah
menggunakan kalsium klorida. Demikian pula, tekanan
pengembangan (swelling pressure) dari tanah liat menurun sampai
pada 50-65%. Dari penelitian mereka, terungkap bahwa modifikasi
sifat tanah liat dengan kalsium klorida beberapa kali lebih besar
penggunaan bahan kapur atau semen.
Krishna & Ramesh (2012), meneliti perilaku kekuatan tanah
ekspansif jenis black cotton yang distabilisasi dengan dengan
kalsium klorida (CaCl2). Dari pemadatan langsung dan uji kuat tekan
bebas dari sampel yang direndam selama 30 hari, ditemukan bahwa
untuk tanah ekspansif jenis black cotton yang diperbaiki dengan
larutan kalsium klorida akan memberikan hasil yang optimum pada
kombinasi CaCl2 sebesar 3% dari berat kering tanah. Tanah jenis
black cotton adalah tanah ekspansif yang khas yang kehilangan
kekuatannya karena adanya pelepasan air dalam pembengkakan
tanah, dan bila kadar airnya turun maka pada tanah menunjukkan
banyak retak akibat penyusutan. Menurut mereka bahwa
penambahan kalsium klorida ke dalam tanah elspansif (black
cotton) dengan persentase yang berbeda, mengurangi kerapatan
kering maksimum dan meningkatkan kadar air optimum, seiring
tercapainya kerapatan kering maksimum (maximum dry density).
Kepadatan meningkat pada persentase optimum kalsium klorida di
tanah ekspansif setelah kerapatan berkurang, hal ini disebabkan
perubahan kritis struktur tanah dari keadaan flokulasi ke keadaan
terdispersi. Dari pembahasan di atas diamati bahwa 3% CaCl2

126 | Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah


Bab-3 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Kimia

adalah persentase optimum dimana densitas tanah meningkat dan


kadar air menurun seperti yang diperlihatkan pada gambar berikut.

Gambar 3.73. Kadar Air vs Kepadatan Pada Stabilisasi Tanah


Ekspansif, Variasi % CaCl2 (Krishna & Ramesh, 2012)

Sebagaimana diketahui bahwa kekuatan geser tanah adalah


ketahanan terhadap deformasi, dan perpindahan geser tanah
secara terus menerus pada aksi tegangan geser. Kuat geser tanah
dapat dipisahkan menjadi dua komponen yang dikenal dengan
parameter kuat geser (shear strength parameters), yakni ; kohesi
(c) dan sudut gesekan dalam (Ф). Penambahan larutan kalsium
klorida ke dalam tanah ekspansif yang meningkat, akan membuat
sudut geser dalam dan kohesi tanah secara bersama-sama
meningkat. Hal ini disebabkan karena larutan kalsium klorida akan
membentuk klaster-klaster di dalam tanah, dan semakin meningkat
lagi seiring dengan bertambahnya umur campuran, dan
meningkatkan kepadatan tanah sehingga gaya gesek di dalam
massa jga meningkat. Hasil penelitian Krishna & Ramesh (2012),
menunjukkan bahwa penambahan kalsium klorida dapat

Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah | 127


Bab-3 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Kimia

meningkatkan daya dukung tanah ekspansif dengan 12 sampai 15


kali lipat dibandingkan dengan tanah asli (lihat grafik berikut).

Gambar 3.74. Nilai UCS Pada Stabilisasi Tanah Ekspansif, Variasi


% CaCl2 & Umur (Krishna & Ramesh, 2012)

Sebagaimana telah diuraikan bahwa penambahan CaCl2


pada tanah ekspansif meningkatkan kekuatan ikatan antara partikel
dan karenanya meningkatkan Kohesi (c) dan sudut nilai gesekan
internal (Ф). Dengan demikian maka kenaikan nilai c dan Ф akan
meningkatkan kemiringan yang stabil dalam hal peningkatan faktor
keamanan bila diterapkan pada tanggul tanah. Dari pengujian yang
diamati, terlihat bahwa faktor keamanan tanggul meningkat seiring
dengan penambahan berbagai persentase Kalsium Klorida ke tanah
ekspansif. Untuk tanggul dengan kemiringan lereng 1:1,5
didapatkan faktor keamanan sebesar 56%; untuk tanggul dengan
kemiringan lereng 1:2 didapatkan faktor keamanan sebesar 69%;
dan untuk lereng tanggul 1:2,5 didapatkan faktor keamanan
sebesar 88%. Dari berbagai variasi kadar kalsium klorida untuk tiga
jenis tanggul tanah ekspansif dengan kemiringan lereng berbeda
pada tiga jenis tanggul dengan kemiringan bervariasi, ditemukan
bahwa prosentase kalsium klorida sebesar 3%, dengan kemiringan
128 | Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah
Bab-3 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Kimia

tanggul 1:2,5 menunjukkan nilai faktor kemananan yang lebih tinggi


dibandingkan dengan lereng lainnya. Gambaran yang menunjukkan
hal tersebut dapat dilihat pada grafik berikut.

Gambar 3.75. Faktor Keamanan (FOS) Pada Tanah Ekspansif,


Variasi Kemiringan Tanggul (Krishna & Ramesh, 2012)

Lajurkar et al. (2016), meneliti pengaruh larutan kalsium


klorida pada perbaikan tanah ekspansif yang dikenal dengan
sebutan tanah katun hitam (black cotton soil). sangat bermasalah
bagi struktur teknik sipil. Perilaku kembang-susut pada jenis tanah
semacam ini dapat menyebabkan kerusakan serius pada struktur
yang ada di dalamnya. Perbaikan tanah ekspansif biasanya
dimaksudkan untuk meningkatkan daya dukung dan mengurangi
sifat kembang-susut tanah selama mendukung konstruksi
bangunan di dalam dan/atau di atas lapisan.
Kesimpulan penting yang diambil oleh Lajurkar et al. (2016),
antara lain bahwa ; (1) Difusi larutan kalsium klorida yang
dicampurkan dengan tanah ekspansif dimungkinkan dan larutan
CaCl2 dapat memberikan efek positif terhadap peningkatan
karakteristik kekuatan dan mengurangi perilaku kembang-susut
pada tanah; (2) Konsentrasi kalsium klorida yang berbeda memiliki

Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah | 129


Bab-3 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Kimia

efek yang berbeda pula, baik terhadap nilai strain volumetrik Δh/h
(swelling), maupun terhadap kuat tekan bebas (UCS). Rangkuman
hasil penelitian Lajurkar et al. (2016), dapat dilihat pada tabel
berikut :
Tabel 3.10. Tegangan Volumetrik (Swelling) & UCS
Final
Initial Change
water
Concen- water in % Reduc- % In-
Sam- content Swell- UCS
tration of content water tion in crease in
ple after ing Kg/cm2
CaCl2 before content swelling UCS
diffu-
diffusion (w%)
sion
S1 0 % CaCl2 39,55% 16 % 12,987 - 0,34 -
0,5 %
S2 36,76% 13 % 10,209 21,391 0,57 67,0154
CaCl2
1,0 %
S3 36,03% 12 % 9,596 26,110 0,60 76,9500
CaCl2
1,5 %
S4 33,09% 9% 8,515 34,433 0,64 87,7485
CaCl2 23,88 %
2,0 %
S5 32,86% 9% 9,095 29,968 0,72 113,1328
CaCl2
2,5 %
S6 38,06% 14 % 11,196 13,790 0,49 44,0548
CaCl2
3,0 %
S7 38,52% 15 % 12,427 4,316 0,41 19,8776
CaCl2
Sumber : Lajurkar et al. (2016).

Kenaikan kadar air setelah difusi tanah dalam konsentrasi


larutan kalsium klorida berbeda, seperti yang ditunjukkan pada
tanah dengan air murni (0% CaCl2), mencapai nilai kadar air akhir
(final water content) yang tertinggi, sedangkan untuk sampel yang
disebarkan dalam larutan CaCl2 1,5% dan 2% menunjukkan nilai
yang jauh lebih kecil dari kadar air akhir setelah difusi, sehingga
dengan demikian akan mengakibatkan terjadinya pengembangan

130 | Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah


Bab-3 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Kimia

maksimum (maximum swelling). Gambaran ini dapat dilihat pada


grafik berikut.

Gambar 3.76. Kenaikan kadar air setelah difusi dalam larutan


CaCl2 pada konsentrasi berbeda (Lajurkar et al., 2016)
Karakteristik pengembangan (swelling) sehubungan dengan
waktu menunjukkan bahwa meskipun nilai maksimum Δh/h
berbeda secara signifikan untuk ketujuh sampel, namun perilaku
pengembangan tanah yang diteliti hampir identik. Penurunan
regangan volumetrik ditemukan paling besar terjadi dalam larutan
kalsium klorida pada konsentrasi 1,5% dan 2%. Hubungan antara
pengembangan dengan umur campuran tanah dengan kalsium
klorida dapat dilihat pada grafik berikut.

Gambar 3.77. Perilaku swelling tanah selama difusi dalam


larutan pada konsentrasi berbeda (Lajurkar et al., 2016)
Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah | 131
Bab-3 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Kimia

Perilaku tegangan-regangan dari tanah yang diperbaiki


dengan larutan kalsium klorida dengan konsentrasi yang berbeda,
setelah perawatan dan tanah menjadi kaku sehingga menunjukkan
kekuatan yang lebih besar, dibandingkan dengan sampel yang tidak
diperbaiki. Selain itu sampel yang dicampur dengan larutan kalsium
klorida dengan konsentrasi 1,5% & 2% mencapai kekakuan yang
lebih awal dari lima konsentrasi lainnya, dan juga komposisi ini
memberikan nilai UCS yang lebih tinggi. Gambaran perilaku dari
tujuh jenis sampel yang diuji dapat dilihat pada grafik berikut.

Gambar 3.78. Peningkatan UCS tanah diperbaiki dengan larutan


CaCl2 pada konsentrasi berbeda (Lajurkar et al., 2016).

3.9.4. Perbaikan Dengan Garam Magnesium (MgCl2)


Garam Magnesium (Magnesium Chloride) adalah nama
senyawa kimia dengan rumus MgCl2, dan berbagai hidratnya.
Berbagai macam hidrat diketahui dengan rumus MgCl2 (H2O) x, dan
masing-masing kehilangan air dengan kenaikan suhu : Yang mana
nilai x = 12 (-16,4°C), 8 (-3,4°C), 6 (116,7°C), 4 (181°C), 2 (± 300°C).
Garam ini adalah halida ionik khas yang sangat larut dalam air.
Magnesium klorida terhidrasi dapat diambil dari air asin atau air
laut. Di Amerika Utara, magnesium klorida diproduksi terutama dari

132 | Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah


Bab-3 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Kimia

danau Great Salt. Garam Magnesium juga banyak diekstraksi dalam


proses yang sama dari Laut Mati di lembah Yordan. Magnesium
klorida, sebagai mineral bischofite alami, juga diekstraksi dari dasar
laut kuno, seperti pada dasar laut Zechstein di barat laut Eropa.
MgCl2 mengkristal dalam bentuk kadmium klorida, yang memiliki
fitur oktahedral Mg.
Menurut Scholen (1992), bahwa Ketika amonium klorida
ditambahkan ke tanah ekspansif, bahan tersebut akan
menghilangkan air terionisasi dan menarik kisi-kisi itu bersama-
sama, namun ion amonium mengurangi kapilaritas dalam tanah,
sehingga membuat pencampuran di dalam tanah yang lebih
menyeluruh. Peningkatan kerapatan kering maksimum (MDD),
yang mempengaruhi sehingga terjadi penurunan pada nilai kadar
air optimum (OMC), akan terjadi pada setiap penambahan yang
bervariasi dari bahan kimia seperti Magnesium Chloride (MgCl2)
dan Sodium Chloride (NaCl) (M.Q. Waheed, 2012).
Studi yang dilakukan oleh Radhakrishnan et al. (2014),
menguji seberapa besar pengaruh garam-garam seperti garam
magnesium dan garam aluminium di dalam memperbaiki sifat
kembang-susut pada jenis tanah ekspansif. Sebagaimana diketahui
bahwa karakteristik tanah ekspansif yang paling merugikan
konstruksi adalah adanya perubahan volume (volume change) yang
berulang (cyclic), seiring dengan perubahan kadar air tanah.
Perilaku mengembang ketika kadar airnya tinggi dan menyusut
ketiga kadar airnya rendah (perilaku kembang-susut),
menyebabkan masalah serius pada struktur teknik sipil seperti
perkerasan jalan yang tertumpuk pada permukaan tanah.
Permasalahan seperti itu yang mendorong Radhakrishnan et al.
(2014), melakukan penelitian dengan tujuan utamanya adalah
untuk mempelajari sifat kembang-susut pada tanah dasar tanah

Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah | 133


Bab-3 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Kimia

ekspansif yang diperbaiki dengan bahan kimia seperti Magnesium


Chloride (MgCl2), Aluminium Chloride (AlCl3), dan juga dengan
menambahkan abu terbang (fly ash) dengan kadar bervariasi. Sifat
pengembangan tanah ekspansif yang diteliti mereka antara lain
parameter indeks pengembangan (Free Swell Index), potensi
pengembangan (Swell Potential), dan tekanan pengembangan
(Swelling Pressure). Hasil yang diperoleh dari penelitian
eksperimental menunjukkan bahwa Free Swell Index, Swell
Potential, dan Swelling Pressure berkurang secara substansial,
seiring dengan meningkatnya kadar garam dan fly ash. Perubahan
sifat-sifat pengembangan dari tanah ekspansif yang dicampur
dengan garam magnesium dan fly ash, dapat dilihat pada grafik
berikut.

Gambar 3.79. Variasi DFS untuk Campuran Tanah + MgCl2 +


Flyash (Radhakrishnan et al., 2014)

134 | Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah


Bab-3 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Kimia

Gambar 3.80. Variasi Potensi Swelling untuk Campuran Tanah +


MgCl2 + Flyash (Radhakrishnan et al., 2014)

Gambar 3.81. Variasi Tekanan Swelling untuk Campuran Tanah +


MgCl2 + Flyash (Radhakrishnan et al., 2014)

Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah | 135


Bab-3 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Kimia

Tanah gambut Sarawak yang diperbaiki dengan MgCl2


dilakukan oleh Wan Hassan (2015), dengan menggunakan bahan
kimia dari Magnesium Chloride (MgCl2) sebagai bahan stabilizer
tunggal, dengan kandungan persen berturut-turut 3%, 6%, 9%, 12%
dan 15% dari berat tanah gambut kering. Dari pengujian yang
dilakukan, dihasilkan kesimpulan bahwa garam magnesium dpat
menurunkan kadar air optimum (Optimum Moisture Content /
OMC) dan meningkatkan nilai kepadatan kering maksimum
(Maximum Dry Density / MDD), dan nilai kuat tekan tanah gambut.
Gejala semacam ini berlaku pada semua tingkat kadar garam
magnesium yang ditambahkan dan juga pada semua umur (curing)
sampel, dan terus membaik seiring dengan bertambahnya umur
campuran. Nilai kekuatan tekan tertinggi yang diperoleh dari
penelitian ini adalah 96 kPa, yaitu tanah gambut yang dicampur
dengan 6% MgCl2 pada waktu pengawetan 28 hari.
Penggunaan MgCl2 untuk perawatan jalan raya dan jalan-
jalan kota selama kejadian salju pada daerah beriklim dingin.
Larutan magnesium klorida cair (MgCl2) diterapkan sebagai deicing
sebagai pembekuan atau sebagai perawatan anti-icing.
Penggunaan kristal MgCl2 juga biasa diterapkan pada trotoar, jalan
masuk, dan jalan setapak dalam jumlah yang lebih kecil. Larutan
MgCl2 dapat pula digunakan pada jalan beraspal selama bulan-
bulan musim semi dan musim panas untuk penangkap debu dan roa
yang ada di permukaan jalan. Hal ini dimungkinkan karena
magnesium klorida adalah senyawa higroskopik yang menarik uap
air dari udara dan menahan penguapan. (Goodrich & Jacobi., 2014).
Penggunaan garam magnesium dewasa ini semakin meluas,
sehingga telah diproduksi secara besar-besaran oleh beberapa
perusahaan industri, baik untuk kepentingan pembuatan konstruksi

136 | Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah


Bab-3 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Kimia

(soil stabilization), maupun untuk mengatasi pembekuan es/salju di


daerah yang bercuaca dingin (ice deicing). Diantara industri besar
yang memproduksi garam magnesium untuk kebutuhan stabilisasi
tanah dan keperluan ice deicing antara lain Perusahaan
ENVIROTECH yang berbasis di Greeley, CARGILL yang bermarkas di
South Western, Denchem Ltd., dan lain sebagainya.

Gambar 3.82. Penyemprotan MgCl2 Pada Perbaikan Subgrade


Jalan (ROADSAVER® FROM ENVIROTECH, 2017)

3.9.5. Perbaikan Dengan Garam Aluminium (AlCl3)


Garam Aluminium atau alluminium chloride dengan rumus
kimia AlCl3, adalah senyawa yang terbentuk dari aluminium dan
klorin, berwarna putih, tetapi sering terkontaminasi besi klorida
yang menyebabkan garam aluminium warna kuning. AlCl3 dapat
mengadopsi tiga struktur bentuk yang berbeda, tergantung pada
suhu dan keadaan (padat, cair, gas). Sehingga bahan merupakan
senyawa anorganik yang mudah "retak" pada suhu yang rendah,
dan mudah berubah secara reversibel dari polimer menjadi
monomer. Padatan aluminium klorida memiliki titik leleh dan titik

Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah | 137


Bab-3 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Kimia

didih yang rendah. Bahan Ini terutama diproduksi dan dikonsumsi,


namun dalam jumlah yang besar juga dapat digunakan dalam
industri kimia, atau industri lainnya seperti konstruksi. Senyawa ini
sering juga disebut sebagai Asam Lewis.
Sebagaimana diketahui bahwa tanah gambut biasanya
memiliki kadar air yang sangat tinggi yang bisa lebih dari 1000%
dibandingkan dengan tanah mineral seperti lumpur, tanah liat dan
pasir. Oleh karena itu tanah gambut adalah tanah yang bermasalah,
yag memerlukan metode perbaikan. Thamer et al. (2015),
melakukan studi mengenai perbaikan tanah gambut yang disuntik
(grouting) dengan menggunakan tiga jenis bahan kimia yang
berbeda, yaitu kalsium klorida, formamida, dan aluminium klorida.
Hasil studi mereka menyimpulkan bahwa ketiga jenis bahan kimia
yang digunakan, mampu meningkatkan kuat tekan bebas (UCS)
pada tanah gambut, dan akan meningkat lagi seiring dengan
peningkatan kadar bahan kimia yang ditambahkan. Namun mereka
merekomendasikan bahwa pengaruh aluminium klorida (AlCl3)
sebagai reaktan pada gambut lebih efektif meningkatkan UCS
daripada reaktan lainnya yang mereka uji. Hal tersebut disebabkan
karena kapasitas aluminium yang lebih tinggi dibandingkan dengan
yang lain. Pengaruh aluminium klorida terhadap kekuatan pada
tanah gambut terlihat signifikan, baik terhadap pertambahan kadar
AlCl3 maupun terhadap pertambahan umur campuran. Untuk
campuran tanah gambut dengan aluminium klorida (2,5%0, pada
umur 3 hari kekuatan geser meningkat dari 238 menjadi 275 kPa,
dan pada umur 30 hari meningkat dari 253 menjadi 283 kPa.
Demikian pula jika dilihat bahwa kekuatan geser semakin
meningkat seiring dengan peningkatan kadar AlCl3, baik pada
sampel yang berumur 3 hari maupun yang berumur 30 hari. Hal ini
dapat dilihat pada grafik berikut.

138 | Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah


Bab-3 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Kimia

Gambar 3.83. Pengaruh Kadar Aluminium Klorida Terhadap UCS


Gambut (Thamer et al., 2015)

Penggunaan bahan kimia aluminium klorida (AlCl 3) sebagai


reaktan dalam perbaikan tanah ekspansif dilakukan oleh Devi &
Prasad (2016). Mereka melakukan studi perbaikan tanah ekspansif
yang distabilisasi dengan abu terbang (fly ash), lalu ditambahkan
bahan kimia ALCl3 ke dalamnya. Tujuan utama penelitian mereka
adalah untuk mengetahui keefektifan lapisan homogen yang
terbentuk dengan mencampur flyash dan bahan kimia Aluminium
Chloride (AlCl3) dengan tanah ekspansif. Penggunaan aluminium
klorida dengan variasi persentase 0,5%, 1,0%, 1,5%, 2,0%, dan
penambahan flyash dalam persentase 5%, 10%, 15%, 20%, dari
berat kering tanah ekspansif.
Pengujian yang mereka lakukan antara lain batas Atterberg,
pemadatan, California Bearing Ratio (CBR), dan Differential Free
Swell (DFS). Dari hasil tersebut, diamati bahwa persentase optimum
terjadi pada komposisi 1.0% AlCl3 dan 10% Flyash, dimana terjadi
peningkatan kekuatan tanah yang signifikan.

Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah | 139


Bab-3 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Kimia

Pengaruh kombinasi aluminium klorida dan fly ash terhadap


sifat indeks tanah yang diamati, secara umum juga menunjukkan
penurunan yang signifikan pada kombinasi fly ash 10% dan AlCl3 1%.
Persentase nilai batas cair turun 37% pada campuran dengan
penambahan aluminium klorida 1% dan kadar fly ash 10%. Selain
itu terjadi sedikit peningkatan nilai batas plastik dengan kenaikan
persentase bahan aluminium klorida. Kenaikan nilai batas plastik
dan pengurangan nilai batas cair menyebabkan penurunan pada
nilai indeks plastisitas. Untuk komposisi aluminium klorida 1% dan
fly ash 10%, terjadi penurunan nilai indeks plastisitas yang
mencapai 42%. Nilai Indeks Plastisitas lebih lanjut dapat dikurangi
dengan penambahan kadar abu terbang ke tanah. Selain itu nilai
batas susut meningkat sebesar 20% untuk pernambahan 1%
aluminium klorida, tanpa bahan fly ash. Dan untuk kombinasi 10%
fly ash + 1% aluminium kloridapersentase kenaikan batas susut
mencapai 37%. Untuk melihatperubahan nilai-nilai batas Atterberg
tersebut dapat dilihat pada grafik-grafik berikut.

Gambar 3.84. Variasi Batas Cair Tanah Ekspansif dengan


Persentase AlCl3 & Flyash yang Berbeda (Devi & Prasad, 2016).
140 | Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah
Bab-3 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Kimia

Gambar 3.85. Variasi Batas Plastis Tanah Ekspansif dengan


Persentase AlCl3 & Flyash Berbeda (Devi & Prasad, 2016).

Gambar 3.86. Variasi Indeks Plastis Tanah Ekspansif dengan


Persen AlCl3 & Flyash Berbeda (Devi & Prasad, 2016).

Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah | 141


Bab-3 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Kimia

Gambar 3.87. Variasi Batas Susut Tanah Ekspansif dengan Persen


AlCl3 & Flyash Berbeda (Devi & Prasad, 2016).

Disimpulkn pula oleh Devi & Prasad (2016), bahwa pada


penggunaan aluminium klorida berkadar 1% untuk berbagai kadar
fly ash, terjadi penurunan yang signifikan pada nilai diferensial
kembang bebas (Defferential Free Swell – DFS ). Tetapi untuk
penggunaan aluminium klorida yang lebih besar dari 1%,
pengurangan nilai DFS sangat kurang. Persentase penurunan nilai
DFS pada penggunaan aluminium klorida 1% tanpa fly ash mencapai
46%, dan untuk campuran aluminium klorida 1% + fly ash 10
mencapai 54%. Sehingga terlihat bahwa penurunan DFS yang
signifikan terjadi pada kombinasi 1% aluminium klorida kimia + 10%
fly ash. Gambaran variasi DFS untuk perbedaan persentase
aluminium klorida dan fly ash yang dicampurkan pada tanah
ekspansif ditunjukkan pada berikut.

142 | Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah


Bab-3 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Kimia

Gambar 3.88. Variasi Nilai DFS Tanah Ekspansif dengan Persen


AlCl3 & Flyash Berbeda (Devi & Prasad, 2016).

Dari uji kompaksi terhadap semua sampel tanah ekspansif


yang dicampur dengan persentase fly ash dan aluminium klorida
yang berbeda, disimpulkan bahwa kadar air optimum (Optimum
Moisture Contet – OMC) meningkat, dan nilai kepadatan kering
maksimum (Maximum Dry Density – MDD) menurun.

Gambar 3.89. Variasi Nilai OMC Tanah Ekspansif dengan Persen


AlCl3 & Flyash Berbeda (Devi & Prasad, 2016).

Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah | 143


Bab-3 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Kimia

Gambar 3.90. Variasi Nilai MDD Tanah Ekspansif dengan Persen


AlCl3 & Flyash Berbeda (Devi & Prasad, 2016).

Gambar 3.91. Variasi Nilai CBR Tanah Ekspansif dengan Persen


AlCl3 & Flyash Berbeda (Devi & Prasad, 2016).

Grafik di atas memperlihatka bahwa nilai CBR pada tanah


ekspansif yang tidak diperbaiki (0% fly ash & 0% AlCl3) hanya
sebesar 2,12. Dan pada penambahan aluminium klorida sebesar 1%
144 | Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah
Bab-3 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Kimia

tanpa fly ash nilai CBR dapat mencapai 4,52 atau mencapai
kenaikan sebesar ± 113% dari nilai awal. Bahkan dengan
pencampuran 1% aluminium klorida dan 10% fly ash, nilai CBR
meningkat sampai mencapai 9,62 (± 354% dari nilai awal).

3.9.6. Perbaikan Dengan Asam Sulfat (H2SO4)


Asam sulfat (alternatif penglihatan asam sulfat) adalah asam
mineral kuat yang sangat korosif dengan rumus molekul H2SO4 dan
berat molekul 9differential 8,079 g / mol. Ini adalah cairan kental
pekat-halus, tidak berwarna hingga sedikit kuning yang larut dalam
air pada semua konsentrasi. Kadang-kadang, itu diwarnai coklat
gelap selama produksi untuk mengingatkan orang terhadap
bahaya. Nama sejarah asam ini adalah minyak vitriol. (Encyclopædia
Britannica).
Asam sulfat adalah asam diprotik dan menunjukkan sifat
yang berbeda tergantung pada konsentrasinya. Korosifnya pada
bahan lain, seperti logam, jaringan hidup atau bahkan batu, dapat
terutama dianggap berasal dari sifat asamnya yang kuat dan, jika
terkonsentrasi, sifat dehidrasi dan pengoksidasi kuat. Hal ini juga
higroskopis, mudah menyerap uap air dari udara. [4] Asam sulfat
pada konsentrasi tinggi dapat menyebabkan kerusakan yang sangat
serius pada kontak, karena tidak hanya menyebabkan luka bakar
kimia melalui hidrolisis, tetapi juga luka bakar sekunder sekunder
melalui dehidrasi. Hal ini dapat menyebabkan kebutaan permanen
jika disiramkan ke mata dan kerusakan ireversibel jika tertelan.
(dynamicscience.com).
Asam sulfat memiliki berbagai macam aplikasi termasuk
pembersih pembersih asam dalam rumah tangga, sebagai elektrolit
pada baterai timbal-asam dan di berbagai agen pembersih. Ini juga
merupakan zat utama dalam industri kimia. Penggunaan utama

Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah | 145


Bab-3 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Kimia

meliputi pengolahan mineral, pembuatan pupuk, penyulingan


minyak, pengolahan air limbah, dan sintesis kimia. Ini diproduksi
secara luas dengan berbagai metode, seperti proses kontak, proses
asam sulfat basah, proses ruang timbal dan beberapa metode
lainnya (herchem.com)

3.9.7. Perbaikan Dengan Asam Posfat (H 2PO3)


Asam fosfat (juga dikenal sebagai asam ortofosfat atau
asam fosfat adalah asam mineral (anorganik) yang memiliki rumus
kimia H2SO4. Asam ortofofosfat mengacu pada asam fosfat, adalah
merupakan nama IUPAC (International Union of Pure and Applied
Chemistry), untuk senyawa ini. Awalan orto- digunakan untuk
membedakan asam dari asam fosfat terkait, yang disebut asam
polifosfat. Asam ortofofosfat adalah asam tidak beracun, yang bila
murni, padat pada suhu dan tekanan kamar. Basa konjugasi asam
fosfat adalah ion fosfat dihidrogen, H2PO4-1, yang pada gilirannya
memiliki basis konjugat hidrogen fosfat, HPO4-2, yang memiliki
basis konjugat fosfat, PO4-3. Fosfat sangat penting untuk
kehidupan.
Selain sebagai reagen kimia, asam fosfat memiliki beragam
kegunaan, termasuk sebagai konverter karat, aditif makanan,
etanol gigi dan ortopedi, elektrolit, fluks solder, bahan pendispersi,
etanol industri, bahan baku pupuk, dan komponen pembersih
rumah. produk. Asam fosfat dan fosfat juga penting dalam biologi.
Sumber asam fosfat yang paling umum adalah larutan berair
85%; larutan seperti itu tidak berwarna, tidak berbau, dan tidak
mudah menguap. larutan 85% adalah cairan manis, tapi masih bisa
dituangkan. Meskipun asam fosfat tidak memenuhi definisi ketat
asam kuat, larutan 85% cukup asam untuk bersifat korosif. Karena
persentase tinggi asam fosfat dalam pereaksi ini, setidaknya

146 | Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah


Bab-3 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Kimia

beberapa asam ortofosfat dikondensasikan menjadi asam


polifosfat; Demi pelabelan dan kesederhanaan, 85% mewakili
H3PO4 seolah-olah semuanya ada dalam bentuk orto. Larutan encer
asam fosfat ada dalam bentuk orto.
Ilmuwan tanah Kittrick dan Jackson (1955), telah
mempelajari mekanisme reaksi antara fosfat dengan empat jenis
mineral tanah yang berbeda (gibbsite, kaolinite, haematite dan
greenalite). Satu contoh yang diteliti adalah tanah Latosolik yang
diambil dari Puerto Riko. Tanah tersebut memiliki unsur kaolinit
sebagai mineral utama, serta mengandung 18,2% oksida besi yang
dapat diekstrak, pH-nya adalah 6.2. Sampel tanah tersebut bereaksi
pada tingkat yang sangat tinggi dengan fosfat (larutan air KHaPO4)
dalam tiga menit pertama; Setelah satu bulan laju reaksinya sangat
kecil. Mikroskop elektron mengungkapkan bahwa kristal baru
berbentuk heksagonal dan persegi panjang terbentuk, dengan
ukuran 0,1 gm sampai 0,5gm. Bila fosfat bereaksi dengan oksida
besi bebas dalam kisaran ukuran koloid, maka akan terbentuk
kristal heksagonal aluminium fosfat yang berukuran mulai dari 0,02
gm sampai 0,08 gm. Penelitian ini menunjukkan bahwa fosfat cukup
baik bereaksi dengan mineral tanah, sehingga dianggap cukup
representatif diterapkan tanah lunak yang tidak ekspansif.
Michaels et al.(1958) melaporkan studi tentang stabilisasi
tanah dengan asam fosfat dalam bentuk bubuk (P205 powder),
terhadap lima jenis tanah lempung yang non-ekspansif. Salah satu
sampelnya adalah lempung berpasir Belvoir, yang memiliki unsur
kaolinit sebagai mineral lempung berupa partikel berukuran kurang
dari 74 gin, batas cair 32,0 dan indeks plastisitas 14,0. Uji kuat tekan
bebas (UCS) dilakukan terhadap sampel yang dipadatkan dalam
cetakan miniatur Harvard (berdiameter 3,33 cm dengan tinggi 7,15
cm) yang menerapkan pemadatan statis.Kerapatan maksimum

Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah | 147


Bab-3 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Kimia

didsarkan pada standar AASHTO. Penambahan asam fosfat


bervariasi dari 2% sampai 10% dari berat tanah. Hasil pengujian
menunjukkan bahwa kuat tekan bebas (UCS) meningkat seiring
peningkatan kadar asam fosfat, serta meningkat pula seiring
pertambahan umur campuran. Dari lima jenis tanah yang diuji,
tanah Belvior (sandy clay) yang menunjukkan kuat tekan yang
paling optimal.
Selanjutnya Michaels dan Tausch (1960), membandingkan
potensi penggunaan beberapa jenis bahan kimia fosfor yang
berbeda. Menurut mereka bahwa asam fosfat cukup efektif
digunakan terhadap tanah berbutir agak halus, tapi tidak cocok
untuk lempung plastik tinggi. Dua alternatif bahan fosfor yang
mereka disarankan, yakni kalsium fosfat (Ca3(PO4)2) ditambah asam
sulfat (H2SO4), dan anrida fosfat ortorombik (orthorhombic
phosphoric anydride / P205). Penggunaan kalsium fosfat memiliki
potensi penggunaan sebagai bahan suplemen untuk mendapatkan
biaya rendah agar dapat bersaing dengan kapur dan semen.
Namun, kalsium fosfat reaksinya kurang aktif dibandingkan dengan
asam fosfat, sehingga daya dukung yang didapatkan lebih rendah
dibanding penggunaan asam fosfat saja. Kekuatan tekan yang
diperoleh cukup tinggi saat pengujian lempung tanah liat
Massachusetts, yang memiliki batas cair 20,0% dan indeks
plastisitas 6,0%, yang ditambahkan dengan 2,72% Ca 3(PO4)2 dan
ditambah 2,58% H2SO4. Kuat tekan bebas (UCS) sebesar 2,2 MPa
dicapai setelah berumur satu hari tanpa perendaman, dan nilai UCS
sebesar 0,6 MPa didapatkan dari sampel yang berumur satu hari
dengan perendaman. Sampel tanah liat yang sangat plastik dari
lempeng tanah liat Vicksburg yang dicampur dengan bahan fosfor
memberikan hasil yang tidak memuaskan.

148 | Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah


Bab-3 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Kimia

Para ahli agronomi tahu bahwa pupuk fosfor, jika digunakan


pada tanah yang bersifat asam tidak dapat larut, sehingga tidak
dapat memberikan nutrisi untuk tanaman. Fosfor dalam pupuk
hanya akan bereaksi dengan mineral besi dan aluminium oksida di
dalam tanah. Sehingga pada penggunaan pupuk fosfor dalam
bidang pertanian, disarankan untuk menambahkan bahan organik
yang mampu menangkap kation seperti Fe, Al, Mn, atau kation lain.
Dengan demikian unsur fosfor dapat terlepas dari senyawa,
sehingga dapat diserap untuk pertumbuhan tanaman. Dari sini
terlihat adanya kontradiksi kepentingan antara dua bidang ilmu,
pada satu pihak untuk keperluan pertanian mengharapkan unsur
fosfor dapat terlepas dari senyawa dalam tanah, sehingga bisa
terserap tumbuhan. Pada pihak lain dalam aplikasi teknik sipil
mengharapkan fosfor dapat bersenyawa dengan mineral tanah,
sehingga terbentuk struktur tanah yang kuat untuk menerima
pembebanan berbagai jenis konstruksi.
Tanah laterit dari daerah tropis yang memiliki oksida besi
dan aluminium bebas banyak memiliki potensi stabilisasi dengan
asam fosfat (Guida, 1971). Medina & Guida (1995), melakukan studi
laboratorium tentang stabilisasi tanah laterit dengan asam fosfat
(H3PO4). Metode ini paling menjanjikan untuk diterapkan pada
konstruksi perkerasan jalan dan bandara di daerah tropis, dimana
banyak terdapat tanah laterit yang bertekstur halus (lempung
merah dan lumpur). Ada empat jenis tanah yang diuji, namun
penelitian yang paling komprehensif dilakukan terhadap tanah
laterit, yang terbentuk dari pelapukan batuan dasar. Variabel
spesimen yang diuji adalah persentase asam, kadar air, energi
pemadatan, dan waktu pemeliharaan. Uji kekuatan tanah yang
dilakukan adalah uji kuat tekan bebas aksial, uji kompresi diameter
(diametrical compression test). Dengan pencampuran 5% asam

Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah | 149


Bab-3 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Kimia

fosfat dari berat kering tanah, setelah 28 hari pemeliaharaan


sampel, diperoleh nilai kuat tekan sekitar 4,0 MPa.
Kassim & Hadi Nur (2012), berpendapat bahwa zat stabilizer
yang mengandung fosfat secara khusus akan mengikat alumina
pada permukaan partikel tanah liat, sehingga memungkinkan
terbentuknya senyawa hidrat aluminat (aluminate hydrate) yang
lebih stabil di dalam tanah.Berdasarkan studi yang dilakukan
dengan menggunakan alat X-ray diffractometry dan alat energy
dispersive X-ray spectrometry, disimpulkan bahwa mineral kaolinit
dengan sifat struktural bergantung nilai pH, yang menunjukkan
perilaku yang sedikit berbeda baik pada tanah maupun dari asam
dari bahan stabilizer.
Sebuah studi tentang penggunan asam fosfat yang penulis
nilai cukup memadai adalah kajian yang dilakukan oleh Lyons &
McEwan (1972). Kajian mereka cukup komprehensif dalam
mendeskripsikan berbagai purubahan sifat-sifat tanah (soil
properties) pada tanah yang diperbaiki dengan asam fosfat. Uraian
mengenai pengaruh asam fosfat terhadap indeks kelompok pada
jenis lempung Putnam, memperlihatkan adanya penurunan yang
substansial pada berbagai indeks tanah. Hal ini menunjukkan
bahwa tanah yang diperbaiki dengan asam fosfat cukup baik
digunakan sebagai bahan untuk berbagai jenis konstruksi.
Perbaikan tanah dengan asam fosfat, dapat mereduksi indeks
kelompok pada tanah lebih dari setengahnya (50%). Hal ini
dipaparkan oleh Lyons & McEwan (1972) dalam tabel berikut.
Sedangkan pengaruh konsentrasi larutan asam fosfat
terhadap kuat tekan bebas tanah cukup signifikan, yang mana
kekuatan tanah meningkat seiring dengan peningkatan konsentrasi
asam sulfat. Hubungan kekuatan tanah dengan konsentrasi asam
fosfat, masa pemeliharaan (curing time) masing-masing selama 5

150 | Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah


Bab-3 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Kimia

hari dan 30 hari pada suhu ruangan, dan dipadatkan dengan 12


pukulan pada masing-masing lapis, digambarkan oleh Lyons &
McEwan (1972) pada grafik berikutnya.

Tabel 3.11. Pengaruh Asam Fosfat Terhadap Group Index


% Passing
Treatment
Liquid Limit Plastic Index Group Index
No.200 Sieve
Untreatment 85.3 75 55 20
1% H3PO4 79.7 51 24 16
2% H3PO4 68.4 47 19 11
3% H3PO4 60.4 45 17 8
4% H3PO4 60.3 47 18 9
Sumber : Lyons & McEwan (1972)

.
Immersed Unconfined Compression Strength - psi

% H3PO4 (dry soil basis) – Umur 5 hari

Gambar 3.92. Kekuatan Tanah vs Kadar H3PO4 untuk Umur


Campuran 5 hari (Lyons & McEwan, 1972)

Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah | 151


Bab-3 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Kimia

Immersed Unconfined Compression Strength - psi

% H3PO4 (dry soil basis) – Umur 30 hari

Gambar 3.93. Kekuatan Tanah vs Kadar H3PO4 untuk Umur


Campuran 30 hari (Lyons & McEwan, 1972)

Dari kedua grafik di atas terlihat bahwa peningkatan


kekuatan tanah hanya meningkat perlahan dengan jumlah asam
yang lebih banyak untuk sampel yang dipelihara hanya 5 hari
sebelum perendaman. Hal ini disebabkan karena pada konsentrasi
asam yang meningkat, dibutuhkan waktu pemeliharaan campuran
yang lebih, untuk pembentukan zat perekat (cementing subtances).
Sedangkan pada sampel yang dipelihara selama 30 hari meningkat
lebih dari 2 kali lipat pada kadar H3PO4 5%. Untuk menunjukkan
secara detail pengaruh dari waktu pemeliharaan sampel terhadap
peningkatan kekuatan tanah, oleh Lyons & McEwan (1972)
digambarkan di dalam grafik berikut.

152 | Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah


Bab-3 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Kimia
Immersed Unconfined Compression Strength - psi

Curing Time Befor Immersion (days) + 2% H 2SO4

Gambar 3.94. Kekuatan Tanah vs Waktu Pemeliharaan (Lyons &


McEwan, 1972)

Grafik di atas menunjukkan pengaruh waktu pemeliharaan


sampel terhadap kekuatan terdiferensiasi untuk tanah yang diobati
dengan 2 persen H3PO4, bahwa kenaikan kekuatan sangat cepat di
minggu pertama, agak melambat dalam tiga minggu ke depan, dan
jauh lebih melambat pada periode sesudahnya.
Selanjutnya Lyons & McEwan (1972), menyatakan bahwa
dalam perbaikan tanah dengan asam fosfat perlu diketahui
pengaruh kadar H3PO4 terhadap kerapatan kering dan kelembaban
tanah perbaikan. Hal ini sangat dibutuhkan para insinyur dalam
merancang prosedur dan spesifikasi konstruksi yang akan
dibangun. Hasil studi yang dilakukan oleh Lyons & McEwan (1972)
menunjukkan bahwa setiap jenis tanah akan memberikan pengaruh
terhadap kerapatan kering dan kelembaban tanah yangberbeda-
beda. Hal ini ditunjukkan pada grafik berikut.

Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah | 153


Bab-3 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Kimia

(a) Keyport clay loam (b) Cecil clay loam

(c) Putnam clay loam (d) Maryland clay

Gambar 3.95. Kekuatan Tanah vs Kadar H3PO4 untuk Umur


Berbeda (Lyons & McEwan, 1972)

Kepadatan tanah mengalami penurunan diturunkan dengan


perlakuan asam fospat bila pelaksanaan pemadatan dilakukan
terlalu cepat sesudah pencampuran. Hal ini disebabkan karena
tanah yang baru tercampur dengan H3PO4 akan melunak da sangat
sulit padat ketika dipadatkan. Oleh karena itu pada perbaikan tanah
dengan H3PO4 sebaiknya tanah diperam (dipelihara) minimal 2 hari
sebelum dipadatkan.
Penambahan asam fosfat ke dalam beberapa jenis tanah liat
akan mengurangi perubahan volume (volume change) hingga 0,6%
dibanding tanah tanpa perbaikan. Tetapi khusus pada lempung
Louisiana dan lempung Colorado yang bersifat basa kuat,

154 | Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah


Bab-3 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Kimia

menunjukkan pengurangan perubahan volume yang tidak


signifikan. Dan kedua jenis tanah ini, juga menunjukkan bahwa hasil
perbaikan dengan asam fosfat, tidak memuaskan.
Beberapa jenis larutan kimia yang lain juga dipergunakan
dalam berbagai upaya perbaikan tanah lunak. Studi tentang hal
tersebut akhir-akhir ini berkembang cukup pesat. Penggunaan tiga
polimer yang berbeda yaitu polimetil, metakrilat, dan polivinil
asetat, untuk perbaikan sifat-sifat pengembangan (swelling) pada
tanah ekspansif juga dilakukan oleh Mirzababaei et al. (2009). Hasil
penelitiannya menyimpulkan bahwa penambahan bahan polimetil,
metakrilat, dan polivinil asetat, juga dapat mengurangi potensi
pengembangan pada taah ekspansif (black cotton). Penambahan
aditif menghasilkan agregasi dan membentuk struktur matriks
lempung-granular di dalam tanah, yang akan mengurangi potensi
pengembangan pada tanah ekspansif.

tenaga-tenaga terampil dalam bidang kependudukan dan


lingkungan hidup, serta pendidikan pada jenjang Strata-1 (S1) untuk

Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah | 155


Bab-4 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Fisik

BAB – IV

PERBAIKAN TANAH
DENGAN METODE FISIK

156 | Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah


Bab-4 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Fisik

4.1. Pengertian Metode Fisik

Perbaikan tanah secara fisik, merupakan metode yang


bertujuan untuk meningkatkan kinerja tanah dalam berbagai aspek,
seperti daya dukung, penurunan (settlement), permeabilitas, dan
lain sebagainya. Untuk membedakan antara perbaikan tanah secara
fisik dengan perbaikan tanah secara kimiawi, dapat dilihat dari
mekanisme yang terjadi antara tanah dengan bahan dan/atau
usaha yang dilakukan. Penggunaan bahan (stabilizer) yang tidak
bereaksi secara kimiawi dengan mineral tanah, tergolong sebagai
perbaikan tanah secara fisik. Contoh penerapan sistem drainase
(vertical and horisontal drain), walaupun menggunakan material
untuk mengalirkan air tanah, namun tidak bereaksi secara kimiawi
dengan mineral tanah, melainkan hanya berfungsi menurunkan
kadar air atau derajat kejenuhan di dalam massa tanah. Demikian
pula dengan penyinjikan bahan perekat mekanis ke dalam lapisan
tanah yang loose dan porous. Sepanjang bahan perekat mekanis
(resin) tidak mengakibatkan reaksi kimia dengan mineral tanah,
maka perbaikan tersebut dikategorikan sebagai metode perbaikan
fisik tanah. Jenis perbaikan fisik yang paling sering dan paling
mudah dilaksanakan adalah metode pemadatan tanah. Pemadatan
tanah merupakan upaya perbaikan karakteristik tanah dengan jalan
mengurangi porositas tanah, yaitu dengan menyalurkan enersi dari
pembebanan melalui permukaan tanah, baik berupa beban statis
(konsolidasi) maupun beban dinamis (pemadatan).
Pemilihan tipe dan jenis perbaikan tanah secara fisik, tidak
terlepas dari 4 hal yang perlu dipertimbangkan, yakni :
(1) Jenis tanah yang akan diperbaiki.
(2) Parameter tanah yang memerlukan perbaikan, serta tingkat
perbaikan yang diperlukan sesuai kebutuhan konstruksi.
Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah | 157
Bab-4 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Fisik

(3) Biaya perbaikan yang diperlukan.


(4) Ketersediaan material dan peralatan untuk perbaikan.
Berbagai metode fisik yang biasa dilakukan dalam upaya
perbaikan tanah, antara lain :
(1) Metode Pemadatan (Compacted Method)
(2) Metode Konsolidasi (Consolidated Method)
(3) Metode Pengeringan (Dewatering Method)
(4) Metode Penggantian (Replacement Method)
(5) Metode Perekatan Partikel Tanah (Gluing Method)
(6) Dan berbagai jenis pengembangannya.
Dalam buku ini penulis akan medeskripsikan masing-masing
metode tersebut, berikut beberapa dampak dari perlakuan dari
perbaikan kinerja tanah.

4.2. Pemadatan Tanah Dengan Metode Pemadatan


Perbaikan tanah dengan pemadatan dilakukan dengan
menyalurkan enersi berupa beban dinamis (dynamic load) dari
permukaan tanah ke dalam lapisan tanah di bawah permukaan.
Metode seperti ini sangat umum digunakan dalam perbaikan
lapisan tanah dasar (subgrade) di bawah lapis perkerasan jalan
(pavement) atau pada jalur landasan pesawat (runway) pada
bangunan bandara.
Dalam pemanfaatan material tanah, maka tanah biasa
dipergunakan sebagai bahan bangunan seperti pada tubuh
bendungan, badan tanggul, atau base perkerasan jalan. Disamping
itu tanah juga merupakan lapisan dasar pendukung bangunan
pondasi berbagai macam bangunan. Apabila kondisi tanah kurang
baik, maka perlu dilakukan perbaikan, dan metode pemadatan
adalah salah satu cara perbaikan tanah yang sering dilakukan, baik

158 | Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah


Bab-4 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Fisik

pada tanah sebagai material bangunan maupun sebagai lapisan


dasar pendukung pondasi.
Peristiwa bertambahnya berat volume kering pada tanah
akibat beban dinamis disebut ”pemadatan”. Akibat beban dinamis
butir-butir tanah akan merapat satu sama lain, sehingga
mengakibatkan berkurangnya rongga udara di dalam tanah.
Sedangkan ”konsolidasi” adalah pengurangan secara pelan-pelan
volume pori di dalam tanah, yang mengakibatkan bertambahnya
berat volume kering tanah, sebagai akibat bekerjanya beban statis
dalam periode tertentu.
Teknik perbaikan tanah meliputi perubahan karakteristik
tanah dengan tindakan fisik, seperti getaran baik pada tanah yang
tidak dicampur, maupun tanah yang dicampur dengan bahan
pencampur dari bahan yang lebih kuat. Tujuan dari perbaikan tanah
dengan pemadatan antara lain adalah :
(1) Meningkatkan daya dukung tanah ; yang mana pemadatan
dapat mengakibatkan meningkatnya berat volume () pada
tanah, sehingga akan memperbesar daya dukung tanah.
qu = c.Nc + .h.Nq + ½ ..N .................... (4.1)
(2) Meningkatkan kekuatan geser tanah ; yang mana peningkatan
berat volume tanah akan meningkatkan tegangan () tanah,
dan penurunan angka pori tanah akan menurunkan pula
tekanan pori (u) pada tanah.
 = c + (.h – u).tan .................... (4.2)
(3) Mengurangi permeabilitas tanah ; yang mana dengan
penurunan angka pori akan menurunkan debit air yang mampu
menembus massa tanah.
Q.L
k .................... (4.3)
h. At

Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah | 159


Bab-4 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Fisik

(4) Mengurangi kompresibiltas tanah ; yang mana pemadatan


tanah akan membuat perubahan angka pori sebelum dan
setelah bekerjanya beban bangunan menjadi kecil, sehingga
koefisien pemampatan (av) akan menurun pula.
e e1  e2
av   .................... (4.4)
p p1  p2
(5) Mengurangi volume change (perubahan volume) pada tanah
sebagai akibat dari perubahan kadar air tanah, yang mana
dengan pori yang mengecil akan menjadikan perubahan angka
pori yang kecil pula.
av p e1  e2
V   .................... (4.5)
1  e1 1  e1
(6) Mempercepat proses penurunan sebelum tanah dibebani
konstruksi dan/atau mengurangi penurunan pada saat beban
konstruksi suah bekerja, baik penurunan mutlak (absolute
settlement) maupun penurunan diferensial (differential
settlement).
(7) Mengurangi atau menghilangkan potensi atau risiko likuifaksi
(liquefaction) jika terjadi gempa bumi atau getaran besar.
Pada proses pemadatan akan memperlihatkan fenomena
bahwa “berat volume kering” akan bertambah seiring penambahan
kadar air. Pada kadar air nol (w=0), berat volume tanah basah (b)
akan sama dengan berat volume tanah kering (d).
Apabila kadar air ditambahkan secara berangsur-angsur dan
pemadatan tetap dilakukan dengan nilai usaha pemadatan yang
sama, maka berat butiran tanah per satuan volume juga akan
bertambah. Pada saat kadar air melampaui kadar air tertentu,
terlihat fenomena lain bahwa kenaikan kadar air justru akan
mengurangi berat volume kering pada tanah, maka nilai kadar air
tersebut dinamakan “kadar air optimum”. Menurunkan nilai berat

160 | Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah


Bab-4 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Fisik

volume kering pada kadar air optimum tersebut, karena air yang
ditambahkan bukan lagi melunakkan partikel tanah, tetapi justru
mengisi rongga yang seharusnya diisi oleh butiran padat. Untuk
menjelaskan korelasi antara penambahan kadar air dengan
perubahan berat volume tanah, seperti yang diperlihatkan pada
gambar berikut.

Gambar 4.1. Kadar Air vs Berat Volume pada Pemadatan

Faktor utama yang mempengaruhi hasil pemadatan pada


tanah, adalah :
a. Kadar air tanah pada saat pemadatan.
b. Jenis tanah yang dipadatkan.
c. Enersi pemadatan per volume satuan tanah.
Kadar air sangat mempengaruhi tingkat pemadatan yang
dihasilkan. Kadar air tanah yang terlalu tinggi akan memberikan
nilai capaian berat volume kering yang kecil karena sebagian besar
pori terisi air ketika pemadatan, sehingga pasca pemadatan partikel
tanah akan kembali lepas akibat penuapan air tanah. Demikian pula

Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah | 161


Bab-4 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Fisik

bila kadar air tanah terlalu rendah, maka saat pemadatan partikel
tanah tidak mudah terdistorsi untuk menyusun komposisi yang
rapat, sehingga berat volume kering yang dihasilkan juga menjadi
kecil, karena sebagian besar pori terisi udara. Oleh karena itu sangat
penting di dalam pekerjaan pemadatan untuk mencari nilai kadar
air optimum (wopt), yang dapat memberikan hasil pemadatan yang
optimal dengan capaian berat volume kering yang maksimum pada
tanah.
Jenis tanah yang digambarkan dengan distribusi ukuran
butir, bentuk butiran, berat jenis, dan mineral lempung yang
terdapat dalam tanah, sangat berpengaruh pada berat volume
kering maksimum dan kadar air optimum pada tanah. Untuk
menggambarkan hubungan tersebut, berdasarkan hasil pengujian
terhadap berbagai jenis tanah berdasarkan prosedur ASTM D-698,
diperlihatkan dalam gambar berikut ini.

Gambar 4.2. Kurva Kadar Air vs Berat Volume Kering untuk


mendapatkan wopt beberapa jenis tanah (ASTM-698)

162 | Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah


Bab-4 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Fisik

Pada kurva di atas, terlihat bahwa untuk jenis tanah


berpasir, d cenderung berkurang saat kadar air bertambah. Hal ini
disebabkan karena hilangnya tekanan kapiler dalam pori tanah
pasir, saat kadar air bertambah. Pada kadar air rendah tekanan
kapiler dalam rongga pori menghalangi kecenderungan partikel
tanah untuk bergerak (distorsi), sehingga butiran cenderung akan
merapat (padat).
Pengaruh Enersi Pemadatan, dapat dilihat pada besarnya
enersi pemadatan per volume satuan (E), yang dinyatakan dengan
persamaan sebagai berikut :
Nb.Nl.W .H
E .................... (4.6)
V
Yang mana :
E = enersi pemadatan per volume satuan
Nb = jumlah pukulan per lapisan
Nl = jumlah lapisan
W = berat penumbuk
H = tinggi jatuh penumbuk
V = volume mould
Contoh :
Pada uji Standar Proctor :
(25).(3).(5,5).(1) ft  lb
E  12375  (592,5kJ / m 3 )
(1 / 30) ft 3
Pada uji Modified Proctor :
(25).(5).(10).(1,5) ft  lb
E  22500  (1077 ,3kJ / m 3 )
(1 / 30) ft 3

 1 kilo Joule/m3 = 20,88 ft-lb/ft3.

Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah | 163


Bab-4 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Fisik

Apabila enersi pemadatan per volume satuan berubah,


maka akan mengakibatkan perubahan mendasar pada kurva
hubungan antara berat volume kering dengan kadar air. Hal ini
dapat dilihat pembuktiannya pada pengujian pemadatan (Standar
Proctor) terhadap jenis tanah lempung berpasir, dengan
memberikan enersi pemadatan yang berbeda-beda, mulai dari 20
pukulan sampai 50 pukulan per lapisan. Jumlah enersi yang
diterapkan pada setiap pengujian dihitung dengan persamaan
enersi di atas, yang hasilnya dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 4.1. Korelasi Jumlah Pukulan & Enersi Pemadatan

Jumlah pukulan per Enersi pemadatan


No. Kurva
lapisan (Nb) (ft-lb/ft3)
1 20 9900
2 25 12375
3 30 14850
4 50 24750
Catatan : 1 ft-lb/ft3 = 47,88 J/m3 atau 1 kJ/m3 = 20,88 ft-lb/ft3.
Sumber : Braja M.Das,1994
Dari pengujian kadar air dan berat volume kering yang
dilakukan terhadap sampel yang dipadatkan dengan empat ragam
energi pemadatan di atas, hasilnya digambarkan dalam grafik.
Dari grafik dan tabel di atas, maka dapat disimpulkan dua
hal penting, yakni :
(1) Jika enersi ditambah, berat volume kering maksimum juga
bertambah.
(2) Jika enersi ditambah, kadar air optimum akan berkurang.
Kedua fenomena tersebut hampir berlaku umum pada
semua jenis tanah, akan tetapi perlu diingat bahwa derajat

164 | Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah


Bab-4 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Fisik

kepadatan tidak langsung, bertambah secara proporsional dengan


penambahan enersi pemadatan.

Gambar 4.3. Pengaruh Enersi Pada Hasil Pemadatan


(Braja M.Das, 1994)

Dalam pekerjaan pemadatan tanah, sebelumnya harus


dilakukan penetapan spesifikasi pemadatan. Ada dua spesifikasi
pada pemadatan tanah, yakni :
(1) Spesifikasi untuk pelaksanaan pemadatan
(2) Spesifikasi hasil akhir pemadatan
Pengujian pemadatan tanah di laboratorium dilaksanakan
terhadap contoh tanah (sample) yang diambil dari lokasi
pengambilan (quarry) dalam bentuk tanah asli (borrow material).
Dengan prosedur ini dapat dihasilkan sifat-sifat teknis tanah
timbunan yang dibutuhkan dalam perencanaan. Sesudah bangunan

Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah | 165


Bab-4 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Fisik

tanah direncanakan seperti tanggul, jalan, bendung, bendungan,


dan sebagainya.
Selanjutnya ditentukan spesifikasi hasil akhir, yang akan
menjadi pedoman standar dalam pengontrolan kualitas pekerjaan
pemadatan. Untuk spesifikasi hasil akhir dari pemadatan,
parameter ”kepadatan relatif (Rc)” sangat penting. Kepadatan
relatif untuk pelaksanaan didasarkan pada hasil pengujian di
laboratorium, yaitu perbandingan antara berat volume kering di
lapangan dengan berat volume kering di laboratorium (Proctor
standar atau Proctor modified).
Pertimbangan ekonomis untuk memperoleh hasil
pemadatan dapat dillustrasikan seperti pada kurva berikut :

Gambar 4.4. Garis Optimum Faktor Ekonomis Dalam


Memperoleh Hasil Pemadatan Optimal.
Kurva di atas memperlihatkan gambaran hasil pemadatan
pada tanah yang sama dengan 3 macam enersi pemadatan yang
berbeda.

166 | Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah


Bab-4 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Fisik

- Kurva-A ; adalah kurva pemadatan yang diperoleh dari alat


pemadat standar. Kemudian untuk memperoleh kepadatan
sebesar 90% dari kepadatan maksimum, maka kadar air tanah
yang akan dipadatkan harus diatur antara kadar air w 1 dan w2.
Interval kadar air dari w1 sampai w2, didapat dengan menarik
garis horisontal 90% dari  maks pada kurva-A. Jika tanah yang
akan dipadatkan kadar air berada di luar interval w1 sampai w2,
maka sulit diperoleh hasil pemadatan sesuai yang direncana.
- Kurva-B dan Kurva-C ; adalah kurva pemadatan yang diperoleh
dengan mengurangi enersi pemadatan. Enersi pemadatan yang
paling ekonomis adalah bila kadar air tanah pada saat
pemadatan sebesar w3. Interval kadar air tanah yang paling
baik dilakukan (aspek efisiensi enersi) di lapangan adalah tanah
dengan kadar air antara wopt sampai w3.
Pemadatan tanah pada kondisi basah optimum, pada
umumnya akan menghasilkan kuat geser yang lebih rendah
dibandingkan dengan pemadatan pada kondisi kering optimum.
Selain itu potensi kembang susut dan sifat permeabilitas sangat
dipengaruhi pula oleh kadar air tanah yang dipadatkan. Oleh karena
itu parameter yang penting untuk ditentukan pada spesifikasi hasil
pemadatan adalah :
(1) Tingkat kepadatan relatif (%)
(2) Interval kadar air tanah yang dipadatkan
Untuk pekerjaan pemadatan tanah yang berskala besar
seperti pada bendungan tanah, maka perlu pula ditentukan
parameter pemadatan yang meliputi :
a. Jenis alat pemadat
b. Berat mesin pemadat
c. Jumlah lintasan mesin pemadat
d. Ketebalan tiap lapisan pemadatan.

Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah | 167


Bab-4 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Fisik

Disamping pengaruh karakteristik tanah, faktor karakteristik


mesin pemadat da prosedur pelaksanaan pemadatan, juga sangat
mempengaruhi hasil dari pekerjaan pemadatan tanah. Ada lima
faktor prosedur pemadatan, yang sangat penting dicantumkan
dalam spesifikasi pelaksanaan pemadatan, yakni :
(1) Jenis alat pemadat lengkap dengan spesifikasi detail,
(2) Frekuensi operasi mesin penggilas,
(3) Tebal lapisan yang dipadatkan,
(4) Jumlah lintasan penggilas, dan
(5) Kecepatan lintasan.
Jenis alat pemadat biasanya diambil sesuai ketersediaan alat
di lokasi pekerjaan. Sedangkan frekuensi operasi masing-masing
alat pemadat telah menjadi spesifikasi alat (walaupun dapat diatur
bila dikehendaki). Hal yang perlu diuji (field experimental) adalah
tebal lapisan, jumlah dan kecepatan lintasan.
Untuk memperlihatkan pengaruh jumlah lintasan dan
kecepatan mesin penggilas, dengan menggunakan mesin pemadat
seberat 7700 kg pada tanah lempung dengan batas cair yang tinggi,
dan pada pasir bergradasi baik, diperlihatkan pada kurva berikut.
Pada kurva tersebut digambarkan hasil pemadatan dengan
menggunakan tiga macam kecepatan mesin penggilas, yakni 0,75
mph, 1,5 mph, dan 2,25 mph. Dari grafik tersebut terlihat bahwa
kepadatan tanah akan bertambah oleh kenaikan jumlah lintasan
sampai pada suatu titik tertentu.

168 | Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah


Bab-4 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Fisik

Gambar 4.5. Pengaruh Jumlah dan Kecepatan Lintasan terhadap


Berat Volume Kering (D’Appolonia, 1969 dalam Hary C., 2006)

Ketebalan lapisan tanah yang dipadatkan sangat


mempengaruhi jumlah lintasan yang dibutuhkan oleh alat pemadat
untuk mendapatkan kondisi kepadatan yang diinginkan. Makin
tebal lapisan tanah yang dipadatkan, makin besar pula enersi yang
dibutuhkan, sehingga diperlukan jumlah lintasan penggilas yang
lebih banyak. Sebaliknya, jika energi yang diaplikasikan terlalu besar
maka partikel tanah akan mengalami fraksi, sehingga kepadatan
yang dihasilkan juga tidak optimal. Hubungan antara ketebalan
lapisan tanah dengan jumlah lintasan yang diperlukan dapat dilihat
pada kurva berikut.

Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah | 169


Bab-4 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Fisik

Gambar 4.6. Hubungan Jumlah Lintasan dengan Kedalaman


Pemadatan (D’Appolonia, 1969 dalam Hary C., 2006)

Studi yang dilakukan oleh D’Appolonia (1969) dalam Hary C.


(2006), menggunakan mesin penggila seberat 5670 kg, yang
dioperasikan pada frekuensi 27,5 Hz, tanah pasir Indiana Utara
dengan tebal lapisan 240 cm. Kerapatan relatif awal (Drawal) sebesar
50% sampai 60%. Uji pemadatan dilaksanakan di lapangan pada
lubang uji (test pit). Dari kurva di atas, terlihat bahwa kepadatan
tanah akan bervariasi terhadap kedalamannya. Pada kedalaman 15
cm bagian atas tanah akan melonggar akibat vibrasi penggilas, dan
kepadatan maksimum terjadi pada kedalaman 1,5 feet (45 cm). Hal
lain yang terlihat dari gambar di atas, adalah bahwa pada jumlah

170 | Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah


Bab-4 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Fisik

lintasan di atas 5 kali, maka kedalaman dan kenaikan kepadatan


tanah sudah tidak signifikan lagi.
Prosedur penentuan ketebalan lapisan tanah yang akan
dipadatkan untuk memenuhi kerapatan relatif (Dr) tertentu, dapat
dilakukan sebagai berikut :
(1) Buat kurva hasil uji pemadatan di lapangan dengan 5 kali
lintasan.
(2) Bila misalnya diinginkan kerapatan relatif minimum
(Drminimum) 75%, maka buatlah beberapa kurva yang sama
dengan kurva di atas pada kertas transparan.
(3) Impitkan beberapa kurva transparan tersebut di atas kurva
pertama secara bersusun, sehingga didapatkan tebal efektif
untuk mencapai kerapatan relatif yang diinginkan.
Cara penentuan ketebalan lapisan yang akan dipadatkan
diperlihatkan pada gambar berikut, yang mana ditemukan bahwa
untuk memenuhi kerapatan minimum (Drmin = 75%), maka
diperlukan ketebalan lapisan tanah sebesar 1,5 ft atau 45 cm.

(a) Hasil pemadatan lapangan dengan 5 lintasan.


(b) Penentuan tebal lapisan yang memenuhi syarat Dr=75%
Gambar 4.7. Penentuan Tebal Lapis Pemadatan (D’Appolonia,
1969 dalam Hary C., 2006)

Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah | 171


Bab-4 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Fisik

4.3. Perbaikan Tanah Dengan Metode Konsolidasi

Telah diuraian sebelumnya bahwa perbaikan tanah dengan


metode konsolidasi adalah pemadatan dengan menggunakan
pembebanan statis. Oleh karena itu pemadatan yang murni dengan
metode konsolidasi membutuhkan waktu yang cukup lama,
sehingga metode ini hanya sesuai diaplikasikan pada lapisan tanah
yang kebutuhan penggunaannya masih cukup lama. Oleh karena itu
metode ini hampir tidak pernah diaplikasi sendiri, melainkan
dikombinasikan dengan metode lainnya, seperti sistem drainase air
tanah (vertical drain dan horizontal drain)
Perbaikan tanah dengan metode konsolidasi secara umum
dapat diartikan sebagai upaya yang dilakukan dengan
menempatkan beban statis yang bersifat sementara (pre-loading)
di atas lapisan tanah yang akan diperbaiki. Akibat beban tersebut,
maka tanah akan mengalami pemadatan akibat tekanan dari beban
sementara tersebut. Oleh karena proses konsolidasi membutuhkan
waktu yang lama, maka biasanya metode konsolidasi tidak berdiri
sendiri, melainkan dikombinasi dengan metode lain kombinasi
dengan metode drainase (penyaluran air tanah ke permukaan
tanah). Penempatan beban sementara (umumnya berupa
pengisian tanah) di lokasi sebagai pre-loading dimaksudkan agar
terjadi proses konsolidasi pada tanah, sebelum membangun
struktur yang direncanakan. Proses ini bertujuan untuk
memperbaiki tanah dengan mengompres tanah, sehingga dapat
meningkatkan kekakuan dan kekuatan gesernya. Untuk lapisan
tanah yang jenuh air, penempatan drainase berupa saluran buatan
(prefabricated vertical drains - PVDs), ditempatkan sebelum
pemberian beban pre-loading agar mempercepat pengaliran air

172 | Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah


Bab-4 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Fisik

tanah ke permukaan (drainase air tanah), dan mengurangi waktu


konsolidasi.

(a) Skema (b) Implementasi Lapangan


Gambar 4.8. Skema dan Penerapan Prefabricated Vertical Drains
(James D. Hussin, 2006)

Jenis tanah yang paling sesuai untuk penerpan metode ini


antara lain pada tanah lunak, dan tanah yang berbutir halus, oleh
karena pada tanah lunak umumnya mudah ditembus dengan PVDs,
sedangkan pada lapisan tanah yang kaku diperlukan pengeboran
awal (pre-drilling).
Penyaluran vertikal (vertical drain) biasanya digunakan
untuk memperbaiki tanah yang bergradasi halus dan jenuh. Teknik
ini meliputi cara vertikal drain dari bahan pabrikasi, dengan grid
tertentu ke dalam lapisan tanah. Pada saat tanah menerima
pembebanan, maka vertikal drain akan berfungsi membantu proses
evakuasi air pori ke permukaan, sehingga memungkinkan proses
konsolidasi tanah berjalan dengan cepat. Biaya utama yang
diperlukan pada penerapan metode ini adalah biaya untuk
pemberian pre-loading di atas permukaan tanah.

Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah | 173


Bab-4 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Fisik

Gambar 4.9. Susunan Vertikal Drain


(Soletanche-Bachy. 2015)

Salah satu metode preloading yang dilakukan oleh Chu &


Yan (2011) adalah metod “vacuum preloading method”. Yang
diterapkan pada perbaikan tanah lunak untuk subgrade jalan.
Skema metode ini diperlihatkan pada gambar berikut.

Gambar 4.10. Prinsip Kerja Vacuum Preloading Method


(Chu & Yan, 2011)

Hasil dari penerapan metode vacuum preloading,


menunjukkan adanya korelasi yang signifikan antara pengurangan

174 | Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah


Bab-4 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Fisik

penurunan (reduce of settlement) terhadap usia perbaikan yang


dilakukan pada beberapa kedalaman tanah. Hal ini dapat dilihat
pada frafik di bawah ini.

Gambar 4.11. Korelasi Penurunan vs Durasi dari hasil Vacuum


Preloading Method (Chu & Yan, 2011)

Menurut Chu & Yan (2011), bahwa metode vacuum


preloading efektif diterapkan untuk perbaikan tanah liat lunak.
Metode ini lebih murah dan lebih cepat, dibandingkan dengan
metode fill surchange. Hal yang penting dilakukan adalah mengukur
baik penurunan maupun tekanan air pori untuk menghitung tingkat
konsolidasi dan mengevaluasi kinerja dari perbaikan tanah yag
dilaksanakan. Kedalaman efektif untuk penerapan metode vacuum
preloading adalah lebih dari 10 m.
Dari hasil penelitian Chu & Yan (2011) digambarkan nilai
pengurangan tekanan air pori yang terjadi yang juga berkorelasi
dengan durasi pelaksanaan dari vacuum preloading. Hal ini dapat
dilihat pada grafik berikut.

Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah | 175


Bab-4 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Fisik

Gambar 4.12. Reduksi Tekanan Air Pori vs Durasi dari hasil


Vacuum Preloading Method (Chu & Yan, 2011)

Selain memperkenalkan metode vacuum preloading, Chu &


Yan (2011) juga melakukan perbaikan tanah dengan metode
Explosive Replecement yang telah lama dikenal orang.
Pemadatan eksplosif (explosive compaction) telah menjadi
metode yang digunakan untuk memadatkan tanah granular lepas
(loose granular soils). Penggantian eksplosif (explosive
replecement) adalah dengan metode yang menggunakan bahan
peledak untuk melepaskan lapisan tanah liat yang lunak, kemudian
menggantinya dengan bahan batu pecah. Hal ini dapat diterapkan
bila lapisan tanah lunak yang akan diperbaiki relatif dangkal dan
bahan batu pecah tersedia.
Menurut Chun & Yan (2011), bahwa metode explosive
replecement lebih cepat dari pada preloading dan lebih murah dari
pada penerapan soil-cement. Hal ini efektif bila lapisan tanah lunak
diganti kurang dari 10 m. Metode ini sangat sesuai untuk
pembangunan jalan di daerah pegunungan dimana batuan tersedia

176 | Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah


Bab-4 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Fisik

(misalnya, sebagai bagian dari terowongan untuk proyek jalan yang


sama).

4.4. Perbaikan Tanah Dengan Metode Pengeringan

Dewatering adalah istilah yang digunakan untuk


menggambarkan tindakan menghilangkan air tanah atau air
permukaan dari lokasi konstruksi. Biasanya proses pengeringan
dilakukan dengan memompa atau menguapkan, dan biasanya
dilakukan sebelum penggalian dilakukan lebih dalam, yang mungkin
menyebabkan masalah dalam pelaksanaan penggalian. Metode
dewatering diterapkan pada lokasi konstruksi, yang tergenang air
baik oleh air permukaan maupun yang tergenang akibat tingginya
muka air tanah.
Pelaksanaan pengurasan yang benar, harus mematuhi
beberapa ketentuan yang tidak akan menimbulkan dampak
terhadap lingkungan sekitarnya, baik lingkungan sosial maupun
lingkungan hidup secara lebih luas. Dalam pelaksanaan konstruksi,
lokasi pekerjaan harus bebas dari genangan air agar pekerjaan
dapat berlangsung dengan baik dan aman. Pemilik proyek biasanya
cenderung menggunakan pompa air untuk mengeringkan air dari
lokasi pekerjaannya. Tetapi jika mereka tidak memperhatikan
tempat pembuangan air, erosi dan masalah lainnya mungkin
terjadi. Hal seperti ini akan menimbulkan permasalahan baru dalam
pelaksanaan konstruksi.
Stabilitas tanah yang didapatkan dari proses dewatering,
biasanya berlaku jangka pendek, yakni hanya selama periode
pelaksanaan konstruksi saja, yang dimaksudkan untuk memberikan
kenyamanan dan keamanan kerja, sehingga pelaksanaan konstruksi
dapat berlangsung dengan baik dan sempurna. Kecuali jika elevasi
air tanah tidak kembali meningkat setelah proses pengurasan
Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah | 177
Bab-4 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Fisik

dilakukan, maka hasil perbaikan dengan dewatering dapat


berfungsi permanen. Hal semacam ini dapat dihasilkan apabila
saluran pengaliran dapat berfungsi sepanjang waktu.
Dewatering harus dilakukan dengan benar agar tidak
mengikis tanah di lokasi konstruksi. Oleh karena penting untuk
memilih lokasi terbaik untuk pembuangan air, dan sedapat mungkin
mungkin berada jauh dari badan air atau cekungan air. Dalam
proses pengeringan air tidak boleh dipompa langsung ke lereng.
Saluran yang digunakan untuk pengeringan harus stabil dan lebih
baik jika sudah terlindungi dengan rumput atau tumbuh-tumbuhan.
Selain itu pelaksanaan pengeringan harus dihindari pada saat hujan
deras, karena infiltrasi air hujan akan memperlambat proses
pengurasan, bahkan dewatering bisa tidak berfungsi sama sekali.
Pelaksanaan dewatering dapat mempengaruhi berbagai
aspek, baik terhadap kondisi air tanah, maupun pengaruhnya
terhadap lapisan tanah yang dikeringkan airnya. Salah satu
dampaknya adalah turunnya muka air tanah seperti yang
digambarkan berikut.

Gambar 4.13. Pengaruh Dewatering terhadap Muka Air Tanah


(Patrick Powers, 1992) ; (a) m.a.t sebelum dipompa (effluent stream) ;
(b) m.a.t setelah pemompaan (Influent stream)

178 | Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah


Bab-4 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Fisik

Menurut Patrick Powers (1992) bahwa pelaksanaan


dewatering akan menimbulkan permasalahan berupa penurunan
(settlement), dapat diakibatkan oleh beberapa hal, yakni :
1) Keluarnya partikel halus (fines) dari tanah melalui sumur
pompa yang tidak tersaring.
2) Pemompaan terbuka dari lubang galian yang kurang baik,
sehingga menimbulkan boils dan piping di dalam lapisan tanah,
atau kelaurnya tanah dari lereng, atau keluarnya tanah dari
permukaan terowongan. Boils pada lapisan tanah akan
menurunkan kekuatan tanah, dan akhirnya akan
mengakibatkan penurunan struktur dalam jangka panjang.
3) Terjadinya konsolidasi terutama pada tanah lanau atau
lempung yang bersifat kompresif, atau pada pasir lepas (loose
sand), karena adanya peningkatan tegangan efektif di dalam
tanah.

Gambar 4.14. Efek Dewatering Pada Lapisan Kompressibel


(Patrick Powers, 1992)

Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah | 179


Bab-4 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Fisik

Dari ilustrasi pada gambar di atas, dapat diketahui bahwa


selain dapat meningkatkan penurunan, akibat dari pelaksanaan
dewatering juga dapat menurunkan tekanan overburden di dalam
tanah. Hal ini disebabkan karena mengecilnya tekanan air pori di
dalam tanah, seperti yang dijabarkan dalam persamaan berikut.
Po = eff + pw .................... (4.7)
Po = eff + w.hw .................... (4.8)
Pada saat tanah kering, hw = 0, maka :
Po = eff + 0
Po = eff = d.h .................... (4.9)
Yang mana :
Po = tekanan overburden (tekanan total)
eff = tegangan efektif (tekanan butir)
w = berat volume air
d = berat volume butiraan (berat volume kering)
hw = tinggi muka air tanah dari titik yang ditinjau
h = tinggi permukaan tnah dari titik yang ditinjau

Gambar 4.15. Diagram Tegangan vs Angka Pori Pada Lempung


Kompresibel (Patrick Powers, 1992)

180 | Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah


Bab-4 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Fisik

Kurva hubungan tegangan dengan angka pori tanah seperti


yang digambarkan di atas memperlihatkan adanya dampak
samping (side effect) yang lain dari dewatering adalah menurunnya
tegangan tanah akibat terjadinya poses recompression dan
decompression karena keluarnya air dari pori tanah.

4.5. Perbaikan Dengan Pergantian Tanah

Teknik perbaikan tanah dengan metode penggantian tanah


(soil replacement) merupakan salah satu metode tertua dan paling
sederhana yang sering diterapkan dalam memperbaiki kondisi dan
daya dukung tanah. Daya dukung pondasi dapat diperbaiki dengan
mengganti tanah yang buruk (misalnya tanah organik atau tanah
lempung lunak), dengan bahan yang lebih baik dan kompeten
seperti pasir, kerikil atau batu pecah. Hampir semua tanah dapat
digunakan seabagi bahan pengisi, namun beberapa jenis tanah
yang sulit dipadatkan bila digunakan sebagai lapis pengganti (Abdel
Salam, 2007)
Penggunaan tanah pengganti di bawah pondasi dangkal
dapat mengurangi penurunan konsolidasi (consolidation
settlement), sekaligus dapat meningkatkan daya dukung tanah.
Cara seperti ini memiliki beberapa kelebihan dibanding
penggunaan teknik lain, atau penggunaan pondasi dalam (deep
foundation), karena lebih ekonomis dan waktu pelaksanaan
konstruksinya yang lebih cepat. Namun terlepas dari keuntungan
sistem penggantian tanah, permasalahan penentuan ketebalan
tanah pengganti yang selama ini didasarkan pada pengalaman yang
dalam banyak kasus masih dipertanyakan (Gabr, 2012).
P.C.Varghese (2005) menyatakan bahwa zona dengan tegangan
tinggi pada tanah di bawah pondasi dangkal (shallow foundation),

Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah | 181


Bab-4 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Fisik

hanya 1 sampai 1,5 dari luasnya yang dapat diganti dengan tanah
yang baik (replacement area).
Abdel Salam (2007) dan Abdel Fatah (2014) menyelidiki
pengaruh penggunaan berbagai jenis tanah, dan ketebalan lapisan
pengganti untuk peningkatan daya dukung dan pengurangan
penurunan konsolidasi pada tanah liat lunak secara eksperimental.
Kedua peneliti tersebut menyimpulkan bahwa, dengan
meningkatnya ketebalan lapisan pengganti, maka penurunan
vertikal (vertical settlement) akan berkurang.
Berkaitan dengan keraguan dan perdebatan terhadap
ketebalan lapis pengganti yang optimum untuk meningkatkan
kinerja tanah yang bersifat lunak, maka Gaafer et al. (2015)
menyimpulkan bahwa ada kebutuhan mendesak untuk
mempelajari teknik pemindahan dan penggantian untuk
memperbaiki perilaku tanah dengan mempertimbangkan
persyaratan geoteknik (yaitu daya dukung dan penurunan), serta
biaya untuk mencapai ketebalan lapisan pengganti optimum, dan
bahan yang paling sesuai dengan total biaya minimum dari
konstruksi pondasi yang dikerjakan.
Penerapan metode penggantian tanah secara konvensional
dapat dilakukan untuk perbaikan lapisan tanah permukaan yang
dangkal. Akan tetapi jika lapisan tanah yang hendak diperbaiki
cukup dalam, seperti misalnya untuk peningkatan daya dukung
pada pondasi tiang, maka metode ini dapat dilakukan dengan
melakuka kombinasi dengan metode lain, seperti metode
pemadatan dalam (deep soil mixing = DSM), metode stone column,
vibro replecement, dan lain-lain. Uraian tentang penggambungan
beberapa metode akan dibahas pada bab selanjutnya.

182 | Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah


Bab-4 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Fisik

4.6. Perbaikan Dengan Perekatan Butir Tanah


Interaksi partikel tanah yang lepas (loose condition)
menyebabkan kinerja lapisan tanah akan lemah. Salah satu
tindakan perbaikan yang dapat dilakukan adalah dengan
merekatkan partikel tanah sehingga dapat meningkatkan kinerja
lapisan tanah. Karena beberapa partikel tanah yang dapat bekerja
sama satu sama lain, akibat perekatan dari bahan stabilizer maka
metode ini dapat diistilahkan dengan metode perekatan (Gluing
Method)
Untuk tujuan stabilisasi tanah, resin sebagai bahan yang
tahan air (waterproofing) baik resin alami atau sintetis yang fungsi
utamanya adalah menjaga kadar air tanah berada pada kadar air
optimum atau dibawahnya, dengan maksud mencegah masuknya
air ke dalam campuran tanah yang diperbaiki dan dipadatkan.
Hampir tidak ada proses sementasi yang terjadi di dalam stabilisasi
resin, sehingga metode ini dikategorikan sebagai stabilisasi fisik.
Tidak seperti yang terjadi pada stabilisasi kimia bahwa kehadiran
zat pengikat (bonding agent), akan membuat efektivitas meningkat
secara umum, seiring dengan peningkatan jumlah yang digunakan,
pada penggunaan bahan resin biasanya mencapai keefektifan
maksimum bila diaplikasikan dalam jumlah kecil (± 2 % atau kurang
dari berat kering tanah yang distabilisasi). Meskipun mampu
memberikan karakteristik yang diinginkan ke tanah dan dapat
memberikan efek waterproofing yang cukup, namun tidak satu pun
bahan resin yang merupakan zat penstabil tanah yang dianggap
sesuai hingga saat ini. Ada yang berpendapat bahwa aktivitas
bakteri dalam tanah mungkin memiliki efek yang merugikan pada
kelanggengan (pemanency) dari zat penstabil pada tanah organik
seperti bahan bitumen dan resin (Mainfort, 1951).

Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah | 183


Bab-4 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Fisik

Bahan bitumen telah digunakan secara ekstensif untuk


stabilisasi tanah, dan sifatnya dalam hal ini telah diteliti secara
menyeluruh di laboratorium dan di lapangan oleh banyak pihak.
Bahan bitumen tidak terlalu efektif bila digunakan dengan tanah
yang terdeposit. Sulit untuk mendapatkan campuran menyeluruh
dari bitumen dan tanah halus, meskipun metode pencampuran
yang direkomendasikan oleh masing-masing produsen diikuti
dengan seksama. Dalam upaya untuk menentukan prosedur
pencampuran yang paling efektif, bitumen telah ditambahkan ke
tanah yang disiapkan dengan ketentuan sebagai berikut:
(1) tanah kering udara, (2) tanah pada kondisi kelembaban
optimum, (3) tanah di atas kelembaban optimum (mendekati cair
dekat), dan (4) kelembaban tanah yang berbeda. Namun tak satu
pun variasi dalam prosedur pencampuran yang dilakukan ini yang
tampak memperbaiki stabilitas yang dihasilkan. Persebaran yang
mendekati seragam, hampir dapat diperoleh bila bahan bitumen
ditambahkan ke dalam tanah pada kadar air di atas optimum, dan
dicampur dalam bentuk bubur. Dalam hal ini, campuran harus
dikeringkan kembali ke tingkat kelembaban optimum sebelum
dicetak. Semua jenis bitumen dapat memberikan tingkat repellency
air tertentu pada tanah yang diperbaiki, namun campuran yang
dihasilkan sangat rentan terhadap terjadinya destruktif pada proses
pembekuan dan pencairan. Sifat stabilisasi bahan bitumen,
khususnya MC-2, RC-2 dan emulsi aspal, dapat diperbaiki dengan
penambahan kapur dalam persentase kecil, atau menambahan
bahan-bahan seperti resorcinol-formaldehyde, atau aniline-
furfural. Bahan bitumen telah berhasil digunakan untuk
menstabilkan dan tanah berpasir yang tahan air (Mainfort, 1957).
Formulasi resorsinol-formaldehida tertentu dapat mengeras
tanah di bawah kondisi penyembuhan lembab pada suhu kamar.

184 | Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah


Bab-4 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Fisik

Sampel yang dicampur dengan bahan ini dan disimpan, akan


menjadi cukup keras hanya dalam beberapa jam setelah
pencampuran. Sampel yang dikeringkan pada suhu kamar dan
sampel yang direndam memberikan hasil stabilitas yang sama
(Mainfort, 1951). Bahan resorcinol formaldehyde biasanya dalam
bentuk cair dan memerlukan pelarut 15 persen dari bahan pengeras
aldehyde untuk mempercepat dan memberikan kemampuan
resinifikasi. Setidaknya 5 persen dari perawatan ini diperlukan
untuk stabilisasi tanah yang efektif, namun persentase perawatan
yang lebih tinggi menghasilkan stabilitas yang lebih tinggi. Sampai
saat ini resin jenis ini dinilai terlalu mahal untuk dipergunakan
sebagai zat penstabil pada tanah. Namun, tampaknya cocok untuk
menjadi bahan penambah pada stabilizer lain yang lebih ekonomis,
terutama untuk bahan bitumen. Sifat stabilisasi MC-2 dan emulsi
aspal sangat diuntungkan dengan hanya menambahkan sejumlah
kecil bahan ini. Campuran aniline-furfural adalah resin pengikat
sintetis yang paling murah yang telah dipertimbangkan untuk
stabilisasi tanah. Aniline merupakan bahan kimia beracun (toxic),
sehingga harus ditangani dengan cukup hati-hati.
Latta & Leonard (1975), mendapatkan hak paten atas
penemuannya yang berhubungan dengan penggunaan resin epoksi
(epoxy resin) untuk stabilisasi tanah, dan secara khusus untuk
metode pembuatan subbase, base dan surface course pada jalan
dan landasan pacu bandara, juga dapat digunakan menstabilkan
bukit pasir, material granular, dan material lepas lainnya, dan lain
sebagainya. Bahan yang ditemukan oleh Latta & Leonard (1975)
adalah senyawa Epoxy Resin Ester, yang merupakan produk reaksi
dari bisphenol A-glycidyl ether type epoxy resin dengan asam lemak
dari biji rami, yang mana perbandingan molar asam lemak dengan
unit bisphenol A adalah antara sekitar 0,5 sampai 1,0. Keunggulan

Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah | 185


Bab-4 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Fisik

penggunaan asam lemak dari biji rami yang berfungsi sebagai


pelarut, adalah karena bahan ini mudah menguap, dapat menjadi
zat pengikat emulsi dan air. Air yang ada dalam jumlah sekitar
sepertiga dari berat total bahan stabilizer dalam bentuk konsentrat,
akan membantu mempercepat proses pelarutan saat menerima air
tambahan, pada penerapannya dalam perbaikan tanah. Campuran
tanah yang dihasilkan dapat dilakukan pengeringan atau tidak, dan
hal ini tergantung pada kebutuhan dan kondisi dalam
penerapannya.
Salah satu bidang penerapan yang penting dari penemuan
mereka adalah pada struktur sub-base, base, dan lapisan aus (wear
courses) untuk jalan, bandara, landasan pendaratan helikopter dan
penggunaan yang semacamnya, di mana strukturnya harus
memberi daya dukung baik langsung ataupun tidak langsung.
Penemuan mereka disesuaikan dengan baik untuk pembangunan
jalan di daerah kering seperti daerah gurun atau dalam arti yang
lebih luas, di daerah di mana kadar air optimum untuk
pembangunan jalan kurang selama periode konstruksi
dilaksanakan, biasanya pada bulan-bulan musim panas di belahan
bumi bagian utara.
Pembuatan sub-base untuk jalan semacam itu, diperlukan
data tanah yang ditentukan termasuk ukuran partikel (grain size),
indeks plastisitas, klasifikasi tanah, kerapatan kering maksimum,
kadar air optimum, dan persentase Bearing California (CBR), dan
lain sebagainya. Dari data tersebut proporsi bahan stabilizer
terhadap tanah dapat ditentukan. Disarankan oleh Latta & Leonard
(1975) bahwa bahan epoxy resin dapat diterapkan untuk berbagai
macam kerikil, pasir, lumpur, atau lempung kasar secara lebih luas.
Penentuan proporsi optimal akan didasarkan pada beberapa faktor
termasuk kekuatan yang dibutuhkan oleh perancang jalan dan

186 | Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah


Bab-4 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Fisik

pengetahuan mengenai proporsi yang telah ditemukan untuk


memberikan hasil yang memuaskan dalam aplikasi yang sama atau
serupa (analogi). Tanah yang telah dicampurkan dengan stabilizer
dilakukan berbagai pengujian untuk mengetahui peningkatan
kekuatan, kekakuan dan sifat-sifat teknis tanah yang diperlukan
dalam perancangan konstruksi yang akan dibangun di atas lapisan
tanah perbaikan, seperti uji stabilitas Marshall, kekuatan tarik,
regangan tarik, dan penetrasi CBR, dan pengujian lainnya sesuai
kebutuhan. Karena bahan stabilizer adalah unsur paling mahal
dalam perbaikan tanah, maka proporsinya akan dipilih yang mana
jumlah minimum bahan diperlukan yang akan memenuhi
spesifikasi. Tanah yang baik membutuhkan bahan stabilizer yang
lebih sedikit daripada tanah yang buruk, dan lapis base
membutuhkan kekuatan lebih dari pada sub-base.
Sebagaimana diketahui bahwa pencampuran tanah dengan
aspal tidak menimbulkan reaksi kimia, sebagaimana yang terjadi
pada pencampuran tanah dengan semen atau kapur. Menurut
Ingles & Metcalf (1972), bahwa pada stabilisasi dengan aspal ada
hal yang masih menjadi kontradiksi. Jika lapisan aspal yang
menyelimuti partikel tanah tipis, maka akan membuat material
tanah lebih kuat. Lapisan film aspal yang tipis yang mengisi pori
tanah dapat mencegah masuknya air. Sebaliknya semakin banyak
aspal dapat menyebabkan hilangnya kekuatan tanah akibat efek
pelumasan partikel oleh aspal, sehingga ikatan (interlocking) antara
partikel menjadi terhambat. Karena itu sebelum penerapanya
diperlukan pengujian terlebih dahulu, untuk menentukan kadar
aspal yang tepat untuk suatu jenis tanah yang akan diperbaiki. Pada
umumnya stabilisasi tanah dengan aspal diterapka pada tanah
granular (non kohesif).

Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah | 187


Bab-4 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Fisik

Diana et al. (2011) melakukan penelitian tentang pengaruh


kadar aspal terhadap perbaikan parameter tanah pasir dari Kulon
Progo, yang tergolong sand poor graded (pasir bergradasi buruk),
terlihat bahwa penggunaan aspal dapat menurunkan kadar air
optimum (OMC) dan meningkatkan nilai kepadatan kering
maksimum (MDD), seiring dengan peningkatan kadar aspal yang
dicampurkan. Hal ini dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 4.2. Hubungan Kadar Aspal dengan OMC dan MDD.
Kadar Aspal Optimum Moisture Content Maximum Dry Density
(%) (OCM) – (%) (MDD) – (kg/cm3)
0 14,00 1,75
1 12,00 1,55
2 10,75 1,99
3 9,20 1,98
4 11,55 1,90
5 11,40 2,05

Selanjutnya dari pengujian CBR yang dilaksanakan oleh


Diana et al. (2011), dihasilkan bahwa dengan penambahan kadar
aspal 2% menyebabkan nilai CBR meningkat dari 8% menjadi 20%
(peningkatan sebesar 150%). Selanjutnya penambahan kadar aspal
3% sampai 5% cenderung menurunkan nilai CBR. Hal ini disebabkan
karena campuran tanah aspal menjadi bersifat lebih plastis.
Semakin banyak aspal dapat menyebabkan hilangnya kekuatan
tanah akibat efek pelumasan partikel oleh aspal, sehingga ikatan
(interlocking) antara partikel menjadi terhambat. Hal ini dapat
dilihat pada tabel berikut.

188 | Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah


Bab-4 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Fisik

Tabel 4.3. Hubungan Kadar Aspal dengan OMC dan MDD.


Kadar Aspal Nilai CBR (%)
(%) Penetrasi 1 Inch Penetrasi 2 Inch
0 6 8
1 15 20
2 17 20
3 12 16
4 9 11
5 10 14

Salah satu bahan stabilizer yang bersifat semi fisik


diperkenalkan oleh Fauziah et al. (2013), yang merupakan bahan
dari limbah pabrik karet di Malaysia. Bahan tersebut diberi nama
Styrene Butadiene Rubber (SBR), yaitu bahan aditif cair, yang
merupakan kopolimer acak, yang berasal dari monomer Styrene
dan Butadiena. Ada dua kelas SBR ; Emulsi SBR (E-SBR) dan larutan
SBR (S-SBR). Larutan SBR adalah salah satu kelompok polimer yang
memiliki potensi aplikasi yang sangat besar di berbagai industri. SBR
dapat dianggap sebagai bahan kimia yang murah, tersedia secara
luas, tidak beracun, dan mudah larut dalam air. Selanjutnya, dapat
diaplikasikan sebagai stabilizer tanah langsung di tempat kerja
konstruksi, tanpa instrumentasi khusus.
Penggunaan bahan SBR pada tanah lunak yang mengandung
unsur organik yang tinggi (12,5%), derajat keasaman yang juga
tinggi (pH = 3,8), serta nilai indeks plastisitas yang relatif sedang
(PI = 16,5), memberikan informasi bahwa penambahan SBR pada
tanah tersebut, akan menurunkan kadar air optimum (OMC),
meningkatkan kepadatan kering maksimum (MDD), dan
memperbesar koefisien permeabilitas. Disamping itu pengaruh
umur campuran juga dapat memperbesar nilai pH (mengurangi

Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah | 189


Bab-4 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Fisik

tingkat keasaman tanah), dan sedikit meningkatkan kekuatan


tanah. Beberapa hasil pengujian terhadap parameter tersebut
dapat dilihat pada beberapa grafik yang digambarkan berikut
(Fauziah et al., 2013):

Gambar 4.16. Hubungan antara MDD & OMC dengan berbagai


kadar SBR (%) (Fauziah et al., 2013)

Gambar 4.17. Efek Kadar SBR (%) Terhadap Koefisien


Permeabilitas (Fauziah et al., 2013)

190 | Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah


Bab-4 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Fisik

Gambar 4.18. Efek Curing Time Terhadap pH pada berbagai kadar


SBR (%) (Fauziah et al., 2013)

Gambar 4.19. Efek Curing Time Terhadap Kuat Geser pada


berbagai kadar SBR (%) (Fauziah et al., 2013)

Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah | 191


Bab-4 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Fisik

Kesimpulan penelitian Fauziah et al. (2013), menunjukkan


bahwa penggunaan SBR dapat ; (1) Mengurangi nilai indeks
plastisitas tanah sekitar 71,9% karena tercegahnya air menyerang
partikel tanah liat, (2) Mengurangi kadar air optimum (OMC) karena
pengurangan pengionisasi dan pertukaran molekul air pada
permukaan platelet tanah liat, (3) Meningkatkan kuat geser sampai
17,8% akibat meningkatkan ikatan antar partikel, (4) Menurunkan
keasaman tanah sekitar 14% dari tanah aslinya, (5) Memperbesar
nilai koefisien permeabilitas tanah pada SBR 2,5% memiliki
koefisien permeabilitas 1 x 10-7 m/det.
Berdasarkan hasil tersebut selanjutnya Fauziah et al. (2013)
merekomendasikan penggunaan bahan SBR untuk memperbaiki
tanah lunak yang banyak mengandung unsur organik. Karena
disamping menunjukkan kemampuan untuk memperbaiki jenis
tanah ini, juga karena bahan SBR tidak beracun (non-toxic), tidak
beruap (non-pavor), sehingga penggunaannya cukup aman.

4.7. Perbaikan Tanah Dengan Bahan Limbah (Weste Mix)

Salah satu bentuk inovasi yang dikembangkan orang dalam


perbaikan tanah adalah penggunaan material limbah sebagai bahan
pencampur ke dalam lapisan tanah yang memiliki daya dukung kecil
seperti lapisan tanah gambut atau lempung lunak lainnya. Selain
penggunaan abu terbang (fly ash) maupun abu biomassa yang
sudah disinggung sebelumnya, ada berbagai jenis limbah industri
yang dapat dipergunakan sebagai material pencampur pada tanah
yang lunak, seperti limbah dari berbagai jenis tambang logam
(tailing), limbah plastik, limbah kaleng, dan lain sebagainya.
Canakci et al. (2016), melakukan studi dengan
menggunakan limbah kaleng aluminium dari bekas minuman

192 | Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah


Bab-4 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Fisik

ringan, yang digunting-gunting sampai berbentuk aluminium strip.


Limbah minuman kaleng (Waste Canned Drinks - WCD), dipotong
menjadi 5 mm strip dan dicampur dengan tanah di 2, 4, 6, 8, dan
10% (berat kering tanah) sebelum digunakan.

Tiga pengujian standar yang dilakukan terhadap sampel


yang diberikan perlakuan, yaitu uji kepadatan, uji pembengkakan
bebas, dan uji California Bering Ratio (CBR). Dari hasil pengujian
tersebut menunjukkan bahwa WCD berpengaruh signifikan
terhadap peningkatan kepadatan tanah, pengurangan potensi dan
tekanan pembengkakan tanah, serta peningkatan kekuatan (CBR)
dari tanah yang diperbaiki dengan limbah kaleng aluminium.
Sebagai kesimpulan dari hasil studinya, Canakci et al. (2016)
menyimpulkan bahwa : (1) Dengan menambahkan kaleng minuman
aluminium ke tanah ekspansif, akan meningkatkan Maximum Dry
Density (MDD) tanah. Oleh karena itu, metode tersebut dapat
dipertimbangkan untuk digunakan sebagai bahan stabilizer pada
tanah yang bersifat ekspansif; (2) Dengan menambahkan kaleng
minuman aluminium ke tanah ekspansif akan menurunkan
Optimum Moisture Content (OMC); Oleh karena itu untuk proyek
yang spesifik dengan kadar air rendah, tanah ekspansif yang stabil
dengan aluminium dapat direkomendasikan; (3) Menstabilkan
tanah ekspansif dengan kaleng minuman aluminium bisa dianggap
ramah lingkungan karena tidak ada manufaktur yang digunakan
dengan teknik ini; dan (4) Menambahkan aluminium dengan 6%
dari berat kering tanah, dianggap sebagai persentase efektif untuk
limbah kalengaluminium dapat digunakan untuk mendapatkan
perbaikan terhadap nilai California Bearing Capacity (CBR) tanah
yang kondisinya lunak.

Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah | 193


Bab-4 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Fisik

Perubahan parameter tanah yang diperbaiki dengan


campuran limbah kaleng aluminium, oleh Canakci et al. (2016)
digambarkan pada grafik-gragik berikut.

Gambar 4.20. MDD vs % Aluminum (Canakci et al.,2016)

Gambar 4.21. OMC vs % Aluminum (Canakci et al.,2016)

194 | Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah


Bab-4 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Fisik

Gambar 4.22. CBR (%) vs % Aluminum (Canakci et al.,2016)

Gambar 4.23. Swelling (%) vs % Aluminum (Canakci et al.,2016)

Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah | 195


Bab-5 : Pengembangan Metode Perbaikan Tanah

BAB – V
PENGEMBANGAN METODE
PERBAIKAN TANAH

196 | Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah


Bab-5 : Pengembangan Metode Perbaikan Tanah

5.1. Pengembangan Metode Perbaikan Tanah


Sebagaimana yang telah diuraika pada bab sebelumnya,
bahwa ada beberapa metode yang sulit dilakukan murni secara
konvensional tanpa dikombinasikan dengan metode lainnya.
Seperti metode konsolidasi sering dikombinasikan dengan metode
drainase. Demikian pula dengan metode soil replacement yang
hanya efektif untuk penggantian lapisan tanah buruk di permukaan
yang dangkal saja, dan lain sebagainya. Oleh karena itu para
rekayasawan banyak melakukan perbaikan tanah dengan
mengkombinasikan beberapa metode, sehingga dapat didapatkan
hasil pemadatan tanah yang efektif mencapaiannya, cepat
pelaksanaannya, dan murah biayanya.

5.2. Perbaikan Dengan Teknik Inclusions


Teknik pemasukan material pengganti ke dalam tanah
(Inclusions Technique), merupakan teknik yang dikembangkan
dengan menyuntikkan material yang lebih baik ke dalam lapisan
tanah yang akan dipadatkan, tanpa mengeluarkan material buruk
di dalam tanah. Teknik ini dirancang untuk memberikan dukungan
struktural dari semua lempung yang bersifat kompresibel. Dengan
teknik ini memungkinkan pengurangan penurunan dalam batas
yang aman terhadap konstruksi. Formasi Inklusi umumnya vertikal
dan disusun dalam bentuk grid, sehingga sistem ini dapat
memberikan karakteristik deformasi dan kekakuan yang sesuai
untuk menopang struktur yang akan didukung.

Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah | 197


Bab-5 : Pengembangan Metode Perbaikan Tanah

Gambar 5.1. Pelaksanaan Teknik Pemasukan


(Soletanche-Bachy. 2015)
Metode ini dapat dilakukan melalui pengeboran dengan
atau tanpa perpindahan, pemancangan atau getaran, dengan
menyintikkan berbagai jenis bahan isian (batu, kerikil, campuran
tanah-semen, dan semua jenis mortar atau beton). Penggunaan
metode ini memungkinkan membentuk suatu konstruksi "sistem
pondasi superfisial" dengan biaya yang minim bila dibandingkan
dengan sistem pondasi dalam konvensional.

5.3. Perbaikan Dengan Teknik Vibroflotation


Teknik Vibroflotation yang juga biasa disebut Teknik Vibro
Compaction, cukup efektif diterapkan pada tanah yang granular dan
tidak koheren, seperti pasir dan kerikil. Getaran yang diterapkan
dapat menginduksi likuifaksi sesaat pada tanah di sekitar vibrator.
Dalam hal ini, kekuatan intergranular menjadi lepas, sehingga
partikel tanah akan tersusun ulang dalam pola yang lebih kompak,
sehingga dapat memberikan karakteristik yang lebih baik. Teknik ini
sering digunakan pada pekerjaan besar seperti pemadatan untuk
pekerjaan reklamasi.

198 | Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah


Bab-5 : Pengembangan Metode Perbaikan Tanah

Vibroflotation adalah salah satu cara yang mudah untuk


memperbaiki kondisi tanah, saat ditemukan kondisi tanah yang
tidak memadai pada lapisan dalam tanah. Teknik ini sangat
sederhana sehingga tidak memerlukan tambahan bahan selain
material pengisi, dan juga tidak dibutuhkan tambahan peralatan
selain probe serta peralatan yang terpasang padanya.
Teknik Vibroflotation dapat dilakukan dengan memilih satu
dari tiga macam teknik yang berbeda, yakni :
1) Metode Pemadatan Getar (Vibro Compaction Method) ;
Metode ini memungkinkan tanah granular dipadatkan. Metode
ini hanya digunakan untuk tanah berpasir kompak.
2) Metode Penggantian Getar (Vibro Replecement Method) ;
Teknik ini digunakan untuk mengganti bahan tanah yang buruk
atau tidak memadai, dengan membuang tanah dengan udara
atau air dan menggantinya dengan tanah granular. Hal ini
dapat digunakan pada berbagai jenis tanah seperti campuran
tanah liat dengan tanah berpasir.
3) Metode Pemindahan Getar (Vibro Displacement Method) ;
Prosedur ini digunakan tanpa atau hanya sejumlah kecil air
yang digunakan selama teknik berlangsung. Alat probe
dimasukkan ke dalam tanah dan akan menggantikan material
tanah yang buruk secara lateral, saat kolom material yang baru
terbentuk dan dipadatkan. Metode ini akan dibahas lebih rinci
pada bagian selanjutnya.
Prosedur pelaksanaan Vibroflotation cukup sederhana.
Probe ditancapkan ke dalam tanah di atas titik pemadatan.
Pembilasan air atau udara dikeluarkan melalui jet di ujung probe.
Getaran injeksi yang diinduksi ini akan mencairkan tanah, sehingga
memungkinkan probe penetrasi terus menerus di bawah beratnya
sendiri. Setelah probe mencapai lapisan tanah yang buruk, suntikan

Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah | 199


Bab-5 : Pengembangan Metode Perbaikan Tanah

air dan udara dihentikan. Pada titik ini tanah dipadatkan oleh
getaran probe yang akan menimbulkan kawah (crater) di sekitar
vibrator, dan crater tersebut dapat diisi ulang dengan bahan
granular. Begitu proses pengisian dan pemadatan selesai, probe
perlahan ditarik ke atas secara bertahap setiap 12 inch. Zona
pemadatan di sekitar probe akan terbentuk (silindris), dan tingkat
pemadatan yang dicapai dapat dibaca pada alat pressuremeter.
Material yang digunakan untuk pengisian ulang harus bebas dari
lumpur, kerikil atau batu pecah.

(a) Skema (b) Implementasi Lapangan


Gambar 5.2. Skema dan Penerapan Vibroflotation
(James D. Hussin, 2006)

Jarak titik pemadatan (probe spacing) sangat menentukan


efektifitas dari hasil pekerjaan semua jenis vibroflotation. Oleh
Hussin (2006), dilaporkan tentang pengaruh probe spacing
terhadap hasil vibro compaction seperti yang terlihat pada tabel
berikut.

200 | Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah


Bab-5 : Pengembangan Metode Perbaikan Tanah

Tabel 5.1. Hubungan Probe Spacing dengan Peluang Capaian


Perbaikan dengan Metode Vibro Campaction.
Expected Typical Probe
Soil Description
Improvement Spacing (ft)a
Well-graded sand
Excellent 9 – 11
<5% silt, no clay
Uniform fine to medium sand
Good 7,5 – 9
with <5% silt and no clay
Silty sand with 5–15% silt, no
Moderate 6 – 7,5
clay
Sand/silts, >15% silt Not applicableb -
Clays and garbage Not applicable -
aJarakprobe untuk mencapai kepadatan relatif 70% dengan vibroflot 165 HP, untuk
kepadatan lebih tinggi diperlukan jarak yang lebih dekat. (1 ft = 0,308 m).
bPerbaikan yang terbatas pada tanah lanau (silt), dapat dicapai dengan perpindahan

besar dengan memberikan isian batu.

Keuntungan penerapan dari teknik vibroflotation secara


umum adalah (Juan Rodriguez, 2016) :
1. Dapat mengurangi resiko terjadinya penurunan diferensial
(differential settlement), dan akan memperbaiki kondisi
pondasi pada konstruksi yang akan dibangun.
2. Pelaksanaannya mudah dan cepat untuk memperbaiki tanah
pada lapisan tanah dalam yang tidak memiliki daya dukung
yang memadai.
3. Teknik ini sangat akurat untuk diterapkan pada perbaikan lapis
tanah dasar pada bangunan pelabuhan.
4. Dari segi biaya, teknik ini relatif lebih murah dibanding teknik
konsolidasi, karena dengan teknik ini dapat membantu
memperbaiki ribuan meter kubik per hari.
5. Teknik Ini dapat dilakukan di sekitar bangunan yang sudah
berdiri tanpa resiko kerusakan pada bangunan tersebut.

Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah | 201


Bab-5 : Pengembangan Metode Perbaikan Tanah

6. Penerapan metode ini kurang memberi dampak negatif pada


lingkungan (ramah lingkungan)
7. Dapat memperbaiki strata tanah dengan menggunakan
karakteristiknya sendiri
8. Tidak membutuhkan penggalian, kontaminasi tanah rendah dan
tidak memerlukan pengangkutan tanah keluar lokasi, sehingga
resiko bahaya kerja cukup rendah.
9. Tidak menimbulkan permasalahan terhadap air tanah, sehingga
tidak dibutuhkan memerlukan izin yang menyangkut masalah
pelepasan dan pengeringan air (water dischange and
dewatering issues).
10. Teknik vibroflotation dapat disesuaikan dengan setiap kondisi
lapangan.
11. Dapat mengurangi resiko likuifaksi pada tanah yang telah
diperbaiki, apabila terjadi gempa.

5.4. Perbaikan Dengan Teknik Stone Column


Teknik kolom batu (stone column technique) merupakan
pengembangan dari teknik vibroflotation, dengan menggunakan
material pengisi dari kerikil besar atau batu. Jika dikatakan bahwa
teknik vibroflotation efektif diterapkan untuk tanah granuler yang
belum konsiten, maka teknik stone column dapat digunakan untuk
pemadatan tanah yang mengandung lempung dan lanau yang
bergradasi halus sampai tanah organik, dimana partikel-partikelnya
tidak dapat diatur ulang oleh getaran. Kolom-kolom batu
memungkinkan perlakuan terhadap jenis tanah ini melalui
penggabungan bahan granular (kadang-kadang disebut pemberat)
yang dipadatkan dengan sistem tahap yang meningkat (ascending
steps). Untuk penerapan stone column material batu bisa
digantikan dengan blok-blok beton atau mortar dari adukan semen

202 | Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah


Bab-5 : Pengembangan Metode Perbaikan Tanah

dengan material tanah sebagai bahan pengisi. Stone column juga


bisa berfungsi sebagai saluran pembuangan, dan membantu
percepatan konsolidasi pada tanah di sekitarnya. Untuk daerah
pada kawasan rawan gempa (seismic area), stone column juga
dapat mengurangi risiko likuifaksi pada tanah.

Gambar 5.3. Pengoperasioan Alat Stone Column


(Soletanche-Bachy, 2015)

Teknik stone column dikembangkan berdasarkan acuan


bahwa kolom di dalam tanah yang terbentuk dari susunan batu
yang dipadatkan akan memperbaiki kinerja tanah yang lunak atau
tanah lepas (loose soils). Batu di dalam tanah dapat dipadatkan
dengan metode dampak (impact method), seperti dengan bobot
jatuh atau compactor benturan atau dengan vibroflot, serta
metode lain yang lebih umum. Metode ini digunakan untuk
meningkatkan daya dukung (5 sampai 10 ksf atau 240 sampai 480
kPa), mengurangi penurunan pondasi, memperbaiki stabilitas
lereng, mengurangi penurunan seismik, mengurangi potensi
penyebaran dan likuifaksi lateral, sehingga memungkinkan
konstruksi dapat dibuat pada tanah lepas atau tanah lunak, atau

Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah | 203


Bab-5 : Pengembangan Metode Perbaikan Tanah

berfungsi sebagai penutup lubang (precollapse sinkholes) pada


wilayah karst. Dengan teknik stone column dapat memperbaiki
kinerja tanah dengan dua cara, yaitu ; (1) melalui proses pemadatan
(densifikasi) tanah granular di sekitarnya, dan (2) melalui penguatan
tanah dengan kekuatan geser yang lebih tinggi dan kaku dari kolom
batu yang terbentuk (Hussin, 2006).

(a) Skema (b) Implementasi Lapangan


Gambar 5.4. Skema dan Penerapan Stone Column
(James D. Hussin, 2006)

Prosedur penerapan stone column secara ringkas adalah


dimulai di bagian bawah pada kedalaman tanah yang akan
diperbaiki, dan berlanjut ke arah permukaan. Vibrator dapat
menembus lapisan tanah dengan bantuan beras sendirinya. Ujung
depan loader menempatkan batu di sekitar vibroflot di permukaan
tanah dan batu jatuh ke ujung vibroflot dengan bantuan air yang
disiram di sekitar bagian luar vibroflot. Vibrator ini kemudian
diangkat beberapa kaki dan batu jatuh di sekitar vibroflot ke
ujungnya, mengisi rongga yang terbentuk saat vibroflot dinaikkan.

204 | Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah


Bab-5 : Pengembangan Metode Perbaikan Tanah

Vibroflot kemudian berulang kali diangkat dan diturunkan, sehingga


dapat memadatkan tanah sekaligus dapat menggeser batu sampai
2 - 3 kaki ke samping (0,75 sampai 0,9 m). Air pembilasan biasanya
diarahkan ke cekungan deformasi yang terbentuk, dimana suspensi
partikel tanah yang halus berkumpul.

Gambar 5.5. Tahapan Pelaksanaan Stone Column


(James D. Hussin, 2006)

Pengeboran awal (predrilling) juga dapat diterapkan untuk


tanah permukaan yang kering. Kedalaman lapisan tanah yang dapat
diperbaiki dengan teknik stone column dapat mencapai 100 kaki
atau kurang lebih 30 m.
Daya dukung pada kolom batu merupakan fungsi dari sudut
geser dalam dari bahan kolom dan tekanan pasif yang bekerja pada
kolom di lapangan. Sudut geser dalam pada kolom batu umumnya
berkisar antara 40 derajat sampai 45 derajat, tergantung pada
bahan yang digunakan (Bell, 1975). Namun, untuk memasukkan
faktor keamanan, praktik umum diambil sudut geser dalam sebesar
38 derajat untuk tujuan desain (Besancon, 1982). Berdasarkan
informasi di atas, rumusan disain yang disederhanakan adalah
sebagai berikut (Besancon, 1982) :

Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah | 205


Bab-5 : Pengembangan Metode Perbaikan Tanah

n1 = 4.P1 .................... (5.1)


Yang mana :
n1 = tekanan vertikal total
P1 = tekanan lateral terbatas
Pada tahun 1984, D.A. Greenwood mengusulkan sebuah
formula untuk menentukan daya dukung akhir kolom batu tunggal.
Hal ini dimengerti, di tanah liat atau pada dasarnya tanah liat terisi,
batas penurunan yang diizinkan akan terjadi sebelum daya dukung
akhir dari kolom batu tercapai. Oleh karena itu, desain kolom batu
biasanya akan didasarkan pada angka penurunan. Sebagai panduan
umum, kekuatan geser (cu) dari bahan kohesif minimal 20 kilo
Newton per meter persegi, agar kolom batu bekerja efektif.
Walaupun demikian dalam keadaan khusus, tanah yang telah
diperbaiki dengan kolom batu, kekuatan geser yang diperhitungkan
hanya 15 kilo Newton per meter persegi. Daya dukung akhir dari
kolom batu yang berdiri tunggal dapat diperoleh dari (Greenwood,
1984) :
vc = tan2(45+/2).(F.Cu + ’rOs – Uo) .................... (5.2)
Yang mana :
vc = Daya dukung akhir Kolom Batu Tunggal
’r0s = Tekanan lateral termasuk beban tambahan
F = Faktor kelipatan (Gibson & Anderson, sarankan F = 4)
Uo = 0 ; apabila kolom efektif dalam mengurangi tekanan air pori
Cu = kuat geser undrained, untuk kolom batu kecil
Cu = C' (kohesi efektif), untuk kolom batu yang besar
 = Sudut geser dalam dari material kolom batu
Dalam desain kolom batu tiga hal yang tidak dapat
dipisahkan pembahasannya, yaitu daya dukung (bearing capacity),
spasi (spacing), dan penurunan (settlement).

206 | Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah


Bab-5 : Pengembangan Metode Perbaikan Tanah

Menurut Griffith (1991), bahwa pada sistem kolom batu


yang diterapkan pada tanah lunak dan kompresibel dapat berfungsi
sebagai pondasi tiang, tanpa pile cap, tanpa penulangan, tanpa
struktur penyambung, dan tidak lagi memerlukan penetrasi
pondasi. Selain itu, kolom batu bersifat kompresibel dan akan
berubah bentuk menjadi kekuatan yang termobilisasi, dan dapat
mengurangi tegangan selama aplikasi beban. Penggunaan kolom
batu untuk mendukung peningkatan daya dukung dan memperkecil
penurunan selalu menjadi perhatian utama. Bila kolom batu
digunakan untuk tujuan stabilitas pada tanggul atau lereng,
kekuatan geser kolom batu merupakan perhatian utama (Mitchell,
1981), seperti yang ditunjukkan pada gambar berikut.

Gambar 5.6. Ketahanan geser kolom batu pada stabilitas lereng


(Mitchell, 1981)

Sebagai mana diketahui bahwa jika bahan tumpukan


dikompres secara aksial, maka secara alami akan berusaha untuk
memperluas radialnya, sehingga menyebabkan material kohesif
sekitarnya ikut memobilisasi tekanan tanah pasif. Perlawanan pasif
pada ujung tumpukan bahan tersebut dapat dinyatakan sebagai
berikut (Griffith, 1991) :

Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah | 207


Bab-5 : Pengembangan Metode Perbaikan Tanah

𝑟 = . 𝑧. 𝑘𝑐 + 2𝐶√𝑘𝑐 .................... (5.3)


Yang mana :
r = Ketahanan pasif dari tanah
kc = Koefisien pasif tanah dari Rankine
C = Kohesi tanah
 = Berat volume tanah
z = Kedalaman tanah
Dengan menggunakan nilai yang diperoleh untuk ketahanan
pasif di atas, maka tegangan tertinggi yang dimiliki oleh kolom batu
adalah (Griffith, 1991) :
qu = r. kc .................... (5.4)
Yang mana :
qu = tegangan batas
r = Ketahanan pasif dari tanah
kc = Koefisien pasif tanah dari Rankine
= tan2(45+/2)
, adalah sudut ketahanan geser dari material kolom batu.

Untuk memperhitungkan jarak (spacing) dan penurunan


(settlement) pada kolom batu yang ditempatkan di dasar tanah
yang lunak, penting untuk mengembangkan model yang menjadi
dasar semua jenis kinerja: Oleh karena kompleksitas rancangan,
maka secara ekonomi tidak layak untuk memodelkan semua
kemungkinan besaran jarak (spacing) dan kombinasi beban.
Sehingga banyak insinyur yang mengadopsi penggunaan 'unit sel'
untuk memodelkan efek dari kolom batu yang ditempatkan pada
lapisan tanah lunak. Konsep 'sel unit (unit cell)' ini ditunjukkan pada
gambar berikut.

208 | Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah


Bab-5 : Pengembangan Metode Perbaikan Tanah

Gambar 5.7. Idealisasi Sel Unit (Bachus, 1989)

Faktor penting dalam desain kolom batu adalah jumlah


tanah yang digantikan oleh batu. Parameter ini harus
dipertimbangkan dalam desain, dan juga diukur di lapangan selama
penempatan kolom batu yang sebenarnya. Rasio penggantian area
antara tanah dengan batu, didefinisikan sebagai berikut (Bachus,
1989) :
as = As / A .................... (5.5)
Yang mana :
as = Rasio penggantian area
As = Luas kolom batu
A = Luas total di unit
Rasio penggantian area juga dapat didefinisikan sebagai
berikut (Griffith, 1991);
as = 0,907 (D/S)2 .................... (5.6)
Yang mana :
as = Rasio penggantian area
D = Diameter kolom batu.
S = Spasi kolom batu.

Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah | 209


Bab-5 : Pengembangan Metode Perbaikan Tanah

Pada tahun 1989, Bachus memasukkan faktor tegangan dan


unit sel ke dalam teori penurunan satu dimensi (one dimension
settlement theory), dan menawarkan sutau cara yang disebut
Metode Keseimbangan (Equilibrium Method). Sebagai bagian dari
metode keseimbangan yang ditawarkan oleh Bachus, maka angka
penurunan didefinisikan sebagai berikut :
ST/S = 1 / {1 + (n+1).as} = Uc .................... (5.7)
Yang mana :
ST = Penurunan kolom batu pada tanah yang diperbaiki.
S = Penurunan total pada tanah yang tidak diperbaiki.
as = Rasio penggantian area.
n = Faktor konsentrasi tegangan (lihat grafik)
Stress Concentration Factor in Clay, Uc

Stress Concentration Factor, n

Gambar 5.8. Faktor Konsentrasi Tegangan – n (Bachus, 1989)

210 | Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah


Bab-5 : Pengembangan Metode Perbaikan Tanah

5.5. Perbaikan Dengan Metode Compaction Grouting


Pemadatan dengan penyuntikan (compaction grouting)
adalah salah satu dari beberapa teknik dasar perbaikan tanah yang
dikembangkan di Amerika oleh Ed Graf dan Jim Warner khususnya
di wilayah California sejak tahun 1950an. Teknik pemadatan tanah
dilakukan dengan suntikan mortar beton yang memiliki mobilitas
rendah (low mobility) dengan nilai slump rendah (low slump).
Gumpalan mortar yang disuntikan akan mengembang di dalam
tanah dan akan memadat akibat dikompresi. Selain perbaikan di
tanah sekitarnya, massa tanah juga akan lebih kuat karena adanya
kolom-kolom mortar (grout column) yang terbentuk melalui
penyuntikan dan pemadatan yang dilakukan. Penerapan metode ini
akan mengurangi penurunan dan meningkatkan kekuatan geser
tanah. Metode ini cukup efektif digunakan untuk mengurangi
penurunan pondasi, mengurangi penurunan seismik dan potensi
likuifaksi, keamanan konstruksi dengan penambahan bahan pengisi
pada tanah granular yang longgar (loose granular fills), mengurangi
penurunan pada tanah yang berpotensi runtuh (collapsible soils),
dan mengurangi potensi terbentuknya lubang pada tanah (sinkhole)
terutama di wilayah karst (Hussin, 2006).

(a) Skema (b) Implementasi Lapangan


Gambar 5.9. Skema dan Penerapan Compaction Grouting
(James D. Hussin, 2006)
Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah | 211
Bab-5 : Pengembangan Metode Perbaikan Tanah

Teknik compaction grouting, sangat efektif untuk


memperbaiki tanah pada zona kedalaman tertentu yang ingin
diperbaiki, dan metode ini kurang optimal untuk mencapai
peningkatan kekuatan tanah yang signifikan pada kedalaman di
atas 8 ft (2,5 m) dari permukaan tanah. Dalam prosedur ini, pertama
tanah dipompa di bagian atas zona perlakuan. Setelah alat injeksi
dipasang, pipa dibor ke bagian bawah alat tersebut, lalu bahan
tambahan disuntikkan. Prosedur ini diulang sampai penyuntikan
selesai pada bagian bawah zona perlakuan. Kecepatan injeksi
umumnya berkisar dari 3 sampai 6 ft3/menit (0,087 sampai 0,175
m3/menit), tergantung pada jenis tanah yang diperbaiki. Jika laju
injeksi terlalu cepat, maka tekanan pori berlebih, sehingga terjadi
fraktur tanah, dan hal ini akan mengurangi efektivitas perlakuan.
Teknik pelaksanaanya dimulai pada bagian bawah dari zona yang
akan diperbaiki, dan proses penyuntikan selanjutnya bergerak ke
atas. Perlakuan tidak harus dilanjutkan sampai ke permukaan
tanah, dan bisa dihentikan pada kedalaman yang diinginkan. Urutan
dari proses pelaksanaan metode ini dapat dilihat secara runtun
pada gambar berikut.

(a) Pengeboran awal (b) Injeksi bgn bawah (c) Injeksi bgn atas
Gambar 5.10. Proses Pelaksanaan Compaction Grouting
(James D. Hussin, 2006)

212 | Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah


Bab-5 : Pengembangan Metode Perbaikan Tanah

5.6. Perbaikan Dengan Teknik Dynamic Compaction


Pemadatan dinamis (Dynamic Compaction), juga dikenal
sebagai pemadatan dalam yang dinamis, telah dipergunakan orang
lebih dari 1000 tahun lalu, namun baru diperkenalkan secara teknis
pada pertengahan 1960an oleh Luis Menard. Metode ini
memungkinkan dilakukan perawatan tanah pada kedalaman,
dengan memberikan beban dinamis di permukaan. Konsolidasi
dinamis akan mengakibatkan pemadatan terjadi pada tanah
granular yang longgar. Prinsip terknik ini terdiri dari beban
dijatuhkan berulang-ulang dengan berat beban beberapa ton dari
ketinggian di atas 10 meter. Di atas lapisan tanah liat, bahan isian
ditempatkan di permukaan tanah yang akan dipadatkan, sehingga
membuat proses penggantian material secara dinamis menjadi
lebih efektif. Menurut Hussin (2006), bahwa metode ini baik
digunakan untuk mengurangi penurunan pondasi, mengurangi
penurunan seismik dan potensi likuifaksi, keamanan konstruksi,
pemadatan tumpukan sampah, memperbaiki lahan bekas tambang,
dan mengurangi penurunan pada tanah yang berpotensi runtuh
(collapsible soils).
Efektifitas dari hasil pekerjaan pemadatan dinamis sangat
ditentukan oleh besarnya beban penumbukan yang diterapkan.
Oleh Hussin (2006), dilaporkan tentang pengaruh beban penumbuk
terhadap hasil dynamic compaction seperti yang terlihat pada tabel
berikut :

Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah | 213


Bab-5 : Pengembangan Metode Perbaikan Tanah

Tabel 5.2. Hubungan Enersi Penumbuk dengan Peluang Capaian


Perbaikan dengan Metode Dynamic Campaction.
Typical Energy
Expected
Soil Description Required (tons
Improvement
ft/cf)a
Gravel and sand
Excellent 2 – 2,5
< 10% silt, no clay
Sand with 10–80% silt and Moderate if dry;
2,5 – 3,5
<20% clay, pI < 8 Minimal if moist
Finer-grained soil with pI > 8 Not applicable –
Landfill Excellent 6 – 11
a
Energi = (tinggi jatuh x berat x jumlah pukulan) / volume tanah yang akan
dipadatkan, 1 ton ft/ft3 ¼ 94.1 kJ/m3.

(a) Skema (b) Implementasi Lapangan


Gambar 5.11. Skema dan Penerapan Dynamic Compaction
(James D. Hussin, 2006)

214 | Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah


Bab-5 : Pengembangan Metode Perbaikan Tanah

Kedalaman pengaruh dari pemadatan yang dilakukan


sangat tergantung pada besarnya enersi yang disalurkan dari setiap
pukulan beban yang diterapkan ke permukaan tanah. Kedalaman
pengaruh tersebut berhubungan dengan akar kuadrat dari energi
per satu pukulan (bobot dikalikan tinggi jatuh). Korelasi berikut
dikembangkan oleh Dr Robert Lucas berdasarkan data lapangan
(dalam Hussin, 2006), dengan formula berikut.
D = k.(W.H)1/2 .................... (5.8)
Yang mana :
D = kedalaman pengaruh maksimum di bawah muka tanah (m).
W = berat beban pukulan (ton)
H = tinggi jatuh beban pukulan (m)
k = konstanta yang nilai bervariasi dengan tipe tanah (0,3 s/d
0,7), dengan nilai yang lebih rendah untuk tanah halus.
Sebagai mana telah diungkap sebelumnya bahwa teknik
pemadatan dinamis cukup efektif diterapkan untuk meminimalkan
resiko likuifaksi pada saat terjadi gempa. Likuifaksi terjadi ketika
tanah di bawah permukaan air tanah sementara kehilangan
kekuatan dan kekakuan akibat getaran. Hal ini menyebabkan tanah
untuk sementara "mencairkan (liquefy)", sehingga sejumlah besar
air, pasir dan lumpur halus keluar ke ke permukaan, dan
menyebabkan permukaan tanah mengalami deformasi, dan
menimbulkan tegangan yang pada bangunan yang berada di atas
permukaan tanah yang mengalami pencairan (Ruwhenua, 2013).
Ruwhenua (2013) menawarkan empat metode untuk
perbaikan tanah yang berpotensi likuifaksi, yakni :
1) Rapid Impact Compaction ; Metode ini menerapkan pemadatan
tanah dengan menggunakan berat jatuh yang melekat pada
lengan penggali. Metode Ini bekerja paling sesuai diterapkan
pada tanah berpasir. Getaran dari alat pemadatan perlu

Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah | 215


Bab-5 : Pengembangan Metode Perbaikan Tanah

dikendalikan untuk membatasi gangguan getaran pada


tetangga.
2) Rammed Aggregate Piers ; Metode ini memanfaatkan dorongan
kerikil ke dalam tanah dengan menggunakan hydraulic ram yang
menempel pada alat penggali, sehingga membentuk kolom-
kolom kerikil di dalam lapisan tanah. Dengan demikian tanah
yang berada di antara kolom-kolom tersebut akan terpadatkan
oleh desakan material pengisit tersebut.
3) Low Mobility Grout ; Metode ini menggunakan penyuntikan
beton ke dalam tanah, di bawah tekanan, yang dimaksudkan
untuk membentuk serangkaian pilar di bawah tanah dari bola-
bola beton. Cara ini dapat memadatkan tanah yang terdapat di
antara pilar-pilar yang keras tersebut.
4) Horisontal Soil Mixing ; Pada metode ini pengeboran dilakukan
arah horizontal di bawah bangunan yang ada ke parit (trench)
yang berisi campuran semen. Pada saat alat bor ditarik kembali,
semen yang berada dalam trench akan tertarik ke dalam lapisan
tanah, sehingga membentuk kolom tanah-semen secara
horisontal.
Keempat metode pelaksanaan yang ditawarkan oleh
Ruwhenua (2013), dalam memperbaiki kondisi tanah yang
berpotensi terhadap likuifaksi diilustrasikan dengan skema seperti
yang tergambar berikut.

216 | Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah


Bab-5 : Pengembangan Metode Perbaikan Tanah

Gambar 5.12. Skema Perbaikan Tanah Berpotensi Likuifaksi


Metode Rapid Impact Compaction (Ruwhenua, 2013).

Gambar 5.13. Skema Perbaikan Tanah Berpotensi Likuifaksi


Metode Rammed Aggregate Piers (Ruwhenua, 2013).

Gambar 5.14. Skema Perbaikan Tanah Berpotensi Likuifaksi


Metode Low Mobility Grout (Ruwhenua, 2013).

Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah | 217


Bab-5 : Pengembangan Metode Perbaikan Tanah

Gambar 5.15. Skema Perbaikan Tanah Berpotensi Likuifaksi


Metode Horisontal Soil Mixing (Ruwhenua, 2013).

5.7. Perbaikan Dengan Teknik Vibro Replacement


Metode Vibro Replacement merupakan kombinasi dari
metode pemadatan dinamis (Dynamic Compaction) dengan
metode penggantian tanah (soil replacement), yaitu proses
penggantian tanah yang menggunakan bantuan alat penggetar
(vibrator), sehingga lahirlah metode baru yang disebut dengan
Vibro Replacement Method.
Vibro-replacement termasuk dalam kategori teknik
pemadatan getaran dalam, dimana tanah lepas atau tanah lunak
diperbaiki untuk tujuan bangunan dengan menggunakan vibrator
kedalaman khusus (Priebe 1995). Vibro-replacement adalah teknik

218 | Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah


Bab-5 : Pengembangan Metode Perbaikan Tanah

yang membuat kolom bantalan beban yang terbuat dari pasir kasar
atau batu kerikil atau batu pecah pada lapisan tanah kohesif dan
tanah granular yang kandungan partikel halus yang tinggi (Sayar
dan Khalilpasha 2013). Vibro-replacement memiliki keunggulan
ekonomi dibandingkan perbaikan tanah tradisional, terutama
untuk peningkatan daya dukung, peningkatan kekuatan geser,
peningkatan ketahanan terhadap likuifaksi, dan pengurangan
penurunan pada tanah.
Vibro-replacement adalah metode untuk memperbaiki
karakteristik tanah melalui pengeboran, getaran, dan pengisian
material pengganti. Jika material pengisi digunakan batu, maka
akan terbentuk konstruksi kolom batu (stone column) seperti yang
telah diuraikan sebelumnya. Vibro-replacement menggunakan
kepala bergetar yang besar dan menempel pada mesin. Bobot
eksentrik dan motor listrik yang terletak di bagian atas dari kepala
getaran menciptakan getaran. Getaran tersebut bergerak ke tanah
di sekitarnya sehingga terjadi perpindahan dan pemadatan tanah
itu (Sondermann & Wehr 2004). Begitu vibrator telah mencapai
kedalaman desain, maka batu segera mengisi kekosongan yang ada
melalui bagian atas atau bawah vibrator. Vibrator naik dengan
interval 0,5 sampai 1,0 meter, untuk memungkinkan batu pengisi
menjadi padat dan stabil pada tempatnya (Sondermann dan Wehr
2004). Ada empat metode vibro-replacement seperti yang akan
dibahas di bawah ini, dan setiap metode tersebut memiliki teknik
yang sangat berbeda satu sama lain.
A. Wet Top Feed Method
Metode ini merupakan metode yang paling umum, yaitu
dengan mengumpan bahan isian dari atas dengan bantuan air
(wet top feet method). Kekuatan air yang keluar melalui kepala
vibrator yang sudah terpasang di ujung rig alat bor. Tekanan air

Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah | 219


Bab-5 : Pengembangan Metode Perbaikan Tanah

akan membantu penetrasi tanah dan batu seperti yang


diumpankan dari bagian atas vibrator (Krishna et al., 2004).
Penetrasi ke kedalaman yang dibutuhkan terjadi melalui
kombinasi getaran dan pancaran air bertekanan tinggi. Begitu
vibrator mencapai kedalaman yang ditentukan, maka batu
segera diumpankan dari atas ke bawah. Metode ini dianggap
sebagai suatu proses penggantian parsial dengan beberapa
tanah yang diganti, dan tanah yang tersisa di dalam akan
dipindahkan dan ditekan ke arah lateral (Krishna et al., 2004).

Gambar 5.16. Wet Top Feed Method (Krishna et. al. 2004)
Gambar di atas menunjukkan mekanisme pada wet top feet
method sebagai salah satu teknik vibro replacement.
Permasalahan pada penerapan metode ini adalah masalah
pasokan dan pembuangan air. Prosesnya membutuhkan air
dalam jumlah yang besar, dan biasanya diangkut ke lokasi.
Pembuangan air harus dilakukan dengan prosedur yang baik dan
tepat karena sejumlah partikel halus sangat mudah ikut dalam

220 | Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah


Bab-5 : Pengembangan Metode Perbaikan Tanah

aliran di air. Metode ini dapat diterapkan pada perbaikan tanah


sampai pada kedalaman 30 meter.

B. Dry Bottom Feed Method


Dry Bottom Feed adalah suatu metode yang menggunakan
mesin khusus yang memungkinkan perakitan vibrator umpan
bawah (bottom feed). Penetrasi ke kedalaman yang dibutuhkan,
terjadi melalui kombinasi getaran dan kekuatan tekanan ke
bawah dari mesin (Krishna et al., 2004). Tidak seperti pada
metode wet top feed, pada metode ini prosesnya tidak
menggunakan tekanan air, dan karena itu metode dry bottom
feed lebih sesuai diterapkan di kering dan pada lokasi dengan
keterbatasan akses air. Batu yang diumpankan melalui tempat
pembuangan (bin) yang terletak pada bagian atas mesin, lalu
bergerak turun ke bagian bawah kepala vibrator (Krishna et al.,
2004). Metode ini dapat diterapkan pada lapisan tanah hingga
pada kedalaman 20 meter. Gambar berikut menunjukkan
pelaksanaan dari metode dry bottom feed.

Gambar 5.17. Dry Bottom Feed Method (Krishna et. al. 2004)

Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah | 221


Bab-5 : Pengembangan Metode Perbaikan Tanah

C. Dry Bottom Feed Crane-Hung Method


Metode ini proses hampir sama dengan teknik dry bottom
feet, dengan beberapa variasi. Pelaksanaannya tidak
memerlukan mesin, dan sebagai ganti mesin digunakan derek
(crane) yang mendukung perakitan vibrator untuk umpan
bawah. Penetrasi ke kedalaman yang dibutuhkan terjadi melalui
kombinasi getaran dan berat sendiri dari vibrator (Krishna et al.,
2004). Penerapan metode ini juga tidak memerlukan gaya ke
bawah ke arah kepala vibrator.

D. Offshore Bottom Feed Method


Metode ini menggunakan sebuah kapal tongkang atau
ponton yang dapat mendukung perakitan derek (crane) dan
tangkai penggetar (vibro string), mirip dengan metode dry
bottom feed crane hung (Krishna et al., 2004). Lokasi dan
penetrasi ke kedalaman yang dibutuhkan di bawah permukaan
laut terjadi melalui kombinasi getaran, kompresi udara, dan
sistem penentuan posisi global (Krishna et al., 2004). Gambar
berikut menunjukkan skema pelaksanaan metode offsore
bottom feed.

222 | Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah


Bab-5 : Pengembangan Metode Perbaikan Tanah

Gambar 5.18. Offsore Bottom Feed Method


(Krishna et. al. 2004)

a. Aspek lingkungan: suasanan ruang atau lingkungan.

Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah | 223


Daftar Pustaka

DAFTAR PUSTAKA
A. K. Gabr. 2012. "The Uncertainties of Using Replacement Soil in
Controlling Settlement". Journal of American Science ; Volume. 8,
No. 12, pp. 662-665, 2012.
A. R. Estabragh; I. Beytolahpour; and A. A. Javadi. 2011. “Effect of Resin
on the Strength of Soil-Cement Mixture”. Journal of Materials in
Civil Engineering / Vol. 23 Issue 7 - July 2011.
Ahnberg, H., Bengtsson, P.-E. and Holm., G. (2001), “Effect of initial
loading on the strength of stabilized peat”. Proceedings of the ICE-
Ground Improvement, Volume 5, Issue 1, pages 35-40
Ali Reza Zandieh and Shahaboddin Yasrobi. 2009. Retracted Article :
“Study of Factors Affecting the Compressive Strength of Sandy
Soil Stabilized with Polymer”. Original Paper. 28 November 2009.
Amer Ali Al-Rawas, A.W.Hago, Hilal Al-Sarmi. 2005. “Effect of lime,
cement and Sarooj (artificial pozzolan) on the swelling potential of
an expansive soil from Oman”. Building and Environment, Volume
40, Issue 5, May 2005, Pages 681-687.
Andan A. Basma and Erdil R. Tuncer. 2007. “Effect of Lime on Volume
Change and Compressibility of Expansive Clays”. Transportation
Research Record 1295. Jordan University of Science and
Technology Publication of this paper sponsored by Committee on
Lime and Lime-Fly Ash Stabilization.
Anil Misra, Debabrata Biswas and Sushant Upadhyaya (13 Decemeber
2004), "Physio- mechanical behavior of self cementing class C
flyash-clay mixtures," www.sciencedirect.com
Anonimus. 1953. “Stabilization of Soil with Asphalt”. Technical Bulletin
No. 200. American Road Builders Association, 1953.
Anonimus. 1966. “Laboratory Studies Set Coarse Grading Limits for Soil-
Cement”. Soil Cement News, No. 84, Portland Cement
Association, January 1966.
Anonimus. 1970. “Bituminous Base Course Practices”. Highway Research
Board Committee MC-47, Bituminous Aggregate Bases,
presented at 49th Annual Meeting HRB, 1970.
Anonimus. 2016. Soil “Stabilization”. Ruston Paving Company Inc.
http://www.rustonpaving.com/stabilization.aspx. Diunduh
tanggal 15 Mei 2017.
António Alberto S. Correia1 and Maria Graça Rasteiro. 2016.
“Nanotechnology Applied to Chemical Soil Stabilization”. Elsevier,
Procedia Engineering Volume 143, 2016, Pages 1252–1259.

224 | Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah


Daftar Pustaka

Arumugam and K. Muralidharan (1997), "Optimi- sation of Pavement


construction cost on stabilized soil subgrade," Indian Highways,
March 1997, pp. 33–42.
Asma Muhmed & Dariusz Wanatowski. 2013. “Effect of Lime Stabilisation
on the Strength and Microstructure of Clay”. IOSR Journal of
Mechanical and Civil Engineering (IOSR-JMCE) Volume 6, Issue 3
(May - Jun. 2013), PP 87-94.
Asmaa Al-Taie, Mahdi. M. Disfani, Robert Evans, Arul Arulrajah & Suksun
Horpibulsuk. 2016. “Swell-Shrink Cycles of Lime Stabilized
Expansive Subgrade” Procedia Engineering. Advances in
Transportation Geotechnics-3. The 3rd International Conference on
Transportation Geotechnics (ICTG 2016). Volume 143, 2016, Pages
615–622.
Athraa M. J. Al-hassani, Sami M. Kadhim, Ali A. Fattah. 2015.
“Characteristics of Cohesive Soils Stabilized by Cement Kiln Dust”.
International Journal of Scientific & Engineering Research, Volume
6, Issue 4, April-2015.
Azm S. Al-Homoud, Taisir Khedaywi and Abdullah M. Al. Ajlouni (1999),
"Comparison of effectiveness and economic feasibility of bitumen,
lime and cement as stabilizing agents for reduction of swell
potential of a clayey soil," Indian Highways, January 1999,pp.51-58.
B.A. Goodrich and W.R. Jacobi. 2014. “Magnesium Chloride Toxicity in
Trees : MgCl2 Uses for Road Treatments”. Fact Sheet No. 7.425.
Colorado State University Extension. 7/08. Revised 12/14.
Balasingam Muhunthan & Farid Sariosseir. 2008. “Interpretation of
Geotechnical Properties of Cement Treated Soils”. Research Report
FHWA Contract DTFH61-05-C-00008 Compaction Control of
Marginal Soils in Fills – July 2008.
Behzad Fatahi, Dirk Engelbert, Sanjin Mujic and Hadi Khabbaz. 2011.
“Effect of preloading on soft clay improvement using deep soil
mixing”. Australian Geomechanics Vol 46 No 3 September 2011.
Benson, J. R. and C. J. Becker. 1942. “Exploratory Research in Bituminous
Soil Stabilization”. Proceedings, Association of Asphalt Paving
Technology, Vol. 13, 1942.
Bumjoo Kim; Monica Prezzi; and Rodrigo Salgado. 2005. “Geotechnical
Properties of Fly and Bottom Ash Mixtures for Use in Highway
Embankments”. Journal of Geotechnical and Geoenvironmental
Engineering © ASCE / July 2005.
Chen FH. 1976. “Foundations on Expansive Soils”. Elsevier,New York, USA.

Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah | 225


Daftar Pustaka

Christodoulias J. 2015. “Engineering Properties and Shrinkage Limit of


Swelling Soils in Greece”. Journal Earth Science & Climatic Change
– 2015. Issue-5. 1000279.
Christopher J.Griffith. 1991. “ Soil Improvement Through Vibro
Compaction and Vibro Replacement”. University of Maryland,
Dept. of Civil Engineering, 28 June, 1991. AD-A245 093.
Costas A.Anagnostopoulos (2004), "Physical and Engineering Properties
of a cement stabilized soft soil treated with Acrylic Resin additive,"
www.ejge.com
Dallas N. Little, Tom Scullion, Prakash B.V.S. Kota, Jasim Bhuiyan. 1994.
“Identification of The Structural Benefits of Base and Subgrade
Stabilization”. Performing Organization Report, Research Report
No. 1287-2. Texas Transportation Institute.
Dallas N. Little. 1999. “Evaluation of Structural Properties of Lime
Stabilized Soils and Aggregates”. Volume 1 : Mixture Design and
Testing Procedure for Lime Stabilized Soils. Prepared for The
National Lime Association.
Dallas N. Little. 2000. “Evaluation of Structural Properties of Lime
Stabilized Soils and Aggregates”. Volume 3 : Mixture Design and
Testing Procedure for Lime Stabilized Soils. Prepared for The
National Lime Association.
Dario David Batioja. 2011. “Evaluation of Cement Stabilization of a Road
Base Material in Conjunction with Full-Depth Reclamation in
Huaquillas, Ecuador”. Master Thesis in Brigham Young University.
Deepika Bonagiri & G.Jasmine Vincent. 2017. “Effect of Admixtures on
Strength and Compressibility Characteristics of Different Types of
Soils”. International Journal & Magazine of Engineering
Technology, Management and Research. Volumen No: 4, Issue No:
2, February 2017.
Dennis Pere Alazigha, Buddhima Indraratna, J S. Vinod, Lambert Emeka
Ezeajugh. 2016. “The swelling behaviour of lignosulfonate-treated
expansive soil”. University of Wollongong Research Online. 2016.
Department of the Air Force, "Materials Testing," AFM 88-51, February
1966.
Department of the Army, "Soil Stabilization for Roads and Streets".
Technical Manual TM 5-822-4, (also Air Force Manual 88-7), Chap.
4, June 1969.
Department of the Army, 1966. “Soil Stabilization-Emergency
Construction”. Technical Manual TM 5-887-5, (also Air Force
Manual AFM 88-40), Chap. 30, May 1966.

226 | Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah


Daftar Pustaka

Dhiaadin Bahaadin Noory Zangana. 2012. “The Effect Of Sodium


Hydroxide On The Strength Of Kirkuk Soil – Cement Mixtures”.
Anbar Journal for Engineering Sciences. AJES-2012, Vol.5, No.2.
December 2012.
Donatella Sterpi. 2015. “Effect offreeze–thaw cycles on the hydraulic
conductivity of a compacted clayey silt and influence of the
compaction energy”. Elsevier - The Japanese Geotechnical Society,
Soils andFoundations2015;55(5):1326–1332.
Dumbleton. 1962. “Lime stabilized soil for road construction in Great
Britain – A laboratory investigation”. Road and Road Construction
40 (479), pp.321-325. Nopember, 1962.
Dunning, R. L. and F. E. Turner. 1965. “Asphalt Emulsion Stabilized Soils
asa Base Material in Roads”. Proceedings, Association of Asphalt
Paving Technologists," Vol. 34, 1965.
Durotoye, T.O, Akinmusuru, J.O, Ogbiye, A.S, Bamigboye. 2016. “Effect of
Common Salt on the Engineering Properties of Expansive Soil”.
International Journal of Engineering and Technology Volume 6
No.7, July, 2016.
Emhammed. A. Basha , Roslan Hashim and Agus S.Muntohar (1999),
"Effect of the cement–Rice husk ash on the Plasticity and
compaction of soil," www.ejge.com
Emmanuel Akintunde Okunade. 2010. “Geotechnical Properties of Some
Coal Fly Ash Stabilized Southwestern Nigeria Lateritic Soils”.
Modern Applied Science Vol. 4, No. 12; December 2010.
Endersby, V. A. 1942. “Fundamental Research in Bituminous Soil
Stabilization”. Proceedings, Highway Research Board, Vol. 22,
1942.
Endersby, V. A. 1961. “Soil Stabilization with Portland Cement”. Bulletin
292, Highway Research Board, 1961.
Eric Berger. 2007. “Lime Use For Soil & Base Improvement (Application
Design Testing)”. Chemical Lime – A Lhoist Group Company. July 19,
2007.
Fauziah binti Ahmed, Yahya K. Atemimi, and Mohd Ashraf Mohamad
Ismail. 2013. “Evaluation the Effects of Styrene Butadiene Rubber
Addition as a New Soil Stabilizer on Geotechnical Properties”. EJGE.
(2013). Pages 735-748.
G. Radhakrishnan, M. Anjan Kumar, and GVR Prasada Raju. 2014. Swelling
Properties of Expansive Soils Treated with Chemicals and Flyash.
American Journal of Engineering Research (AJER, 2014) e-ISSN :
2320-0847 p-ISSN : 2320-0936 Volume-03, Issue-04, pp-245-250.

Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah | 227


Daftar Pustaka

Gaafer, Manar, Bassioni, Hesham, Mostafa, Tareq. 2015. “Soil


Improvement Techniques”. International Journal of Scientific &
Engineering Research, Volume 6, Issue 12, December-2015
Guida, H.N. 1971. “Establização de um solo fino laterítico pelo ácido
fosfórico (Stabilization of a fine lateritic soil with phosphoric acid)”
M.Sc. thesis, COPPE/UFRJ (Federal University of Rio de Janeiro),
Brazil.
Gurdev Singh & Braja M. Das. 1999. “Soil Stabilization with Sodium
Chloride”. Article in Transportation Research Record Journal of
the Transportation Research Board 1673(1673):46-54 · October
1999
H.N.Ramesh, A.J.Krishnaiah and S.Shilpa Shet. 2013. “Effect of Lime on the
Index Properties of Black Cotton Soil and Mine tailings mixtures”.
IOSR Journal of Engineering (IOSRJEN). Vol. 3, Issue 4 (April. 2013),
pages 01-07.
Hanifi Canakcia, Fatih Celika, Mohammed O. A. Bizneb, Media O. A.
Biznea. 2016. “Stabilization of Clay with Using Waste Beverage
Can”. World Multidisciplinary Civil Engineering-Architecture-Urban
Planning Symposium, WMCAUS-2016. Procedia Engineering 161 (
2016 ) 595 – 599
Hebib, S. and Farrell, E.R. (2003), “Some experiences on the stabilization
of Irish peats”. Can. Geotech. J. 40(1): 107-120. Digital Object
Identifier (DOI): 10.1139/T02-091
Helen Åhnberg. 2006. “Strength of Stabilised Soils – A Laboratory Study
on Clays and Organic Soils Stabilised with Different Types of
Binder”. Doctoral Thesis, Lund University Sweden, April 2006.
Herrin, M. 1960. “Bituminous-Aggregate and Soil Stabilization”. Highway
Engineering Handbook, Section 111, Editor, K. B. Woods,
McGraw-Hill Book Co.
Hindermann, W. L. 1969. “Hydrated Lime in Asphalt Paving”. Bulletin of
Pit and Quarry, May 1969.
Ibtehaj Taha Jawad, Mohd Raihan Taha, Zaid Hameed Majeed and
Tanveer A. Khan. 2012. “Soil Stabilization Using Lime : Advantages,
Disadvantages and Proposing a Potential Alternative”. Research
Journal of Applied Sciences, Engineering and Technology 8(4): 510-
520, c 2014 Maxwell Scientific Publication Corp.
Ingles O.G. & Metcalf J.B. 1972. “Soil Stabilization Principles and Practice”.
Butterworths Pty. Limited, Brisbane Australia.

228 | Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah


Daftar Pustaka

J. Medina and H.N. Guida. 1995. “Stabilization of lateritic soils with


phosphoric Acid”. Geotechnical and Geological Engineering, 1995,
13, 199-216
J. Patrick Powers P.E. 1992. “Construction Dewatering, New Methods and
Applications”. John Wiley & Sons, Inc. Second Edition.
J.W. Lyons and G.J. McEwan. 1972. “Phosphoric Acid in Soil Stabilization”.
Inorganic Chemicals Division, Monsanto Chemical Company, St.
Louis, Mo.
James D. Hussin. 2006. “Methods of Soft Ground Improvement”. © 2006
by Taylor & Francis Group, LLC.
Jian Chu and Shuwang Yan. 2011. “Case histories of ground improvement
methods for road or airport construction”. Mid-Continent
Transportation Research Symposium, August 18-19, 2011, Ames.
Johnson, A. W., "Soil Stabilization". Technical Bulletin No. 258, American
Road Builders Association, 1965.
Jon A. Epps, Wayne A. Dunlap, Bob M. Galloway. 1971. “Basis For The
Development of A Soil Stabilization Index System”. Reproduced
by National Technical Information Science, Springfield, Vol. 2.
Jonathon R. Griffin and Jeb S. Tingle. 2009. “In Situ Evaluation of
Unsurfaced Portland Cement-Stabilized Soil Airfields”. Engineer
Research & Development Centre. US Army Corps of Engineers. July
2009.
Juan Rodriguez. 2016. “Advantages of Vibroflotation to Improve Bearing
Capacity”. The Balance. Updated November 20, 2016.
K.V. Manoj Krishna and H.N.Ramesh. 2012. “Strength and FOS
Performance of Black Cotton Soil Treated with Calcium Chloride”.
Journal of Mechanical and Civil Engineering (IOSRJMCE) ISSN: 2278-
1684 Volume 2, Issue 6 (Sep-Oct 2012), PP 21-25.
Khairul Anuar Kassim and Hadi Nur. 2012. “Stabilization of tropical kaolin
soil with phosphoric acid and lime”. Natural Hazards. April 2012,
Volume 61, Issue 3, pp 931–942.
Kittrick, J.A. and Jackson, M.L. 1955. “Rate of phosphate reaction with soil
minerals and electron microscope observations on the reaction
mechanism”. Soil Science Society Proceedings, 19, 292–5.
Kolawole J. Osinubi. 1998. “Permeability of Lime-Treated Lateritic Soil”.
Technical Papers. Journal of Transportation Engineering of ASCE.
Volume 124 Issue 5 - September 1998.
Komihana Ruwhenua. 2013. “IMPROVING Liquefaction Vulnerable Land”.
Earthquake Commision – EQC, New Zealand, 2013.

Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah | 229


Daftar Pustaka

Krishna, H., Raju, V.R., and Wegner, R., (2004). “Ground Improvement
using Vibro Replacement in Asia 1994 to 2004 : A 10 Year Review.”
Proc., 5th Int. Conf. on Ground Improvement Techniques., Kuala
Lampur, Malaysia.
L.S. Wong, R. Hashim and F.H. Ali. 2008. “Strength and Permeability of
Stabilized Peat Soil”. Journal of Applied Sciences, 8: 3986-3990.
Lambe, T. W. 1962. “Foundation Engineering”, edited by G. A. Leonards,
McGraw-Hill Book Co.
Laurence Latta and John B. Leonard. 1975. Epoxy Resin Soil Stabilizing
Compositions. United States Patent. Jul. 28, 1975.
Loan T.K.DAM, Isamu SANDANBATA, Makoto KIMURA. 2006. “Vacuum
Consolidation Method – Worldwide Practice and the Latest
Improvement in Japan”. Research Assistant, Hazama Corporation.
(2006.12).
M. Mirzababaei, S. Yasrobi, and A. Al-Rawas. “Effect of polymers on
swelling potential of expansive soils”. Proceedings of the Institution
of Civil Engineers - Ground Improvement. Volume 162, Issue 3.
2009.
M. Yıldız, A.S. Soğancı. 2012. “Effect of freezing and thawing on strength
and permeability of lime-stabilized clays”. Scientia Iranica A (2012)
19 (4), 1013–1017.
MacLean, D. J. and P. T. Sherwood. 1961. “Study of the Occurrence and
Effects of Organic Matter in Relation to the Stabilization of Soils
with Cement”. Proceedings, Fifth International Conference on Soil
Mechanics and Foundation Engineering, 1961.
Mahmoud Halaweh. 2006. “Effect of alkalis and sulfates on Portland
cement Systems”. A dissertation submitted in partial fulfillment of
the requirements for the degree of Doctor of Philosophy of
University of South Florida. December 8, 2006.
Manikant Mandal and Dr. Mayajit Mazumdar (1995), "A Study on the
effect of sodium carbonate as an additive to stabilized soil," Indian
Highways, December 1995, pp. 31–36.
Marshall R. Thompson. 1967. “Factor Influencing The Plasticity and
Strength of Lime-Soil Mixtures”. By the Board Of Trustees Of the
University Of Illinois.
Marwa Abdel Fatah. 2014. "Improvement Of Bearing Capacity Of Soft Clay
Soil Beneath Shallow Foundation Using Cohesionless Soil
Replacement". Menoufiya University, Egypt, 2014.

230 | Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah


Daftar Pustaka

Md. Shahidul Islam. 2001. “Permeability Characteristics of Lime Treated


Soils”. Master Thesis of ivil Engineering – Bangladesh University, Juli
2001.
Mertens, E. W. and Wright. 1959. “Cationic Asphalt Emulsions: How They
Differfrom Conventional Emulsion in Theory and Practice”.
Proceedings, Highway Research Board, Vol. 38, 1959.
Metcalf J.B. 1959. “A laboratory invetigation of the strength age relations
of fine soil stabilized with white hydrated lime and ordinary
portland cement”. RN/3435/JBM.DSIR RRL. March, 1959.
Michael Lersow. 2001. “Deep soil compaction as a methode of ground
improvement and to stabilization of westes and slopes with danger
of liquefaction, determining the modulus of deformation and shear
strength parameter of loose rock”. Pergamon – Elsevier, Weste
Management 21 (2001) 161-174.
Michael, A.S. and Tausch Jr., F.W. 1960. “Phosphorous chemicals as soil
stabilizers”. Industrial and Engineering Chemistry, 52(10), 857–8.
Michaels, A.S., Williams, P.M. and Randolph, K.B. 1958. “Acidic
phosphorous compounds as soil stabilizer. Industrial and
Engineering Chemistry, 50(6), 889–94.
Mitchell J.K. 1976. “The properties of cement-stabilized soils”. Proceeding
of Residential Workshop on Materials and Methods For Low Cost
Road, Rail, and Reclamation Works, Australia: 365–404.
Muhanned Qahtan Waheed. 2012. , “A Laboratory Evaluation of
stabilization of silty clay soil by using Chloride Compounds”,
Engineering & Technology Journal, Vol. 30, No.17, 2012, 3054 -
3064.
Murat Turkoz & Pinar Vural. 2013. “The effects of cement and natural
zeolite additives on problematic clay soils”. Science and
Engineering of Composite Materials. Volume 20 Issue 4 (Nov.
2013).
Murty V.R. and Krishna P.H. 2006. ““Stabilisation of expansive clay bed
using calcium chloride solution”. Proceedings of the Institution of
Civil Engineers - Ground Improvement. Volume 10, Issue 1, 2006.
Murty V.R. and Krishna P.H. 2007. “Amelioration of expansive clay slopes
using calcium chloride solution, ASCE Jl of Materials in Civil Engg.,
Vol. 1, no. 19, pp. no. 19-25, 2007.
N. S. Ikhlef, M. S. Ghembaza, M. Dadouch. 2014. “Effect of Cement and
Compaction on the Physicochemical Behavior of a Material in the
Region of Sidi Bel Abbes”. Engineering, Technology & Applied
Science Research Vol. 4, No. 4, 2014, 677-680

Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah | 231


Daftar Pustaka

Nagih M. El-Rawi and Amir A.A. Awad. 1981. “Permeability of Lime


Stabilized Soils”. Transportation Engineering Journal of ASCE, 1981,
Vol. 107, Issue 1, Pg. 25-35.
Nguyen Duy Quang, Jin Chun Chai. 2015 “Permeability of lime and
cement-treated clayey soils”. Canadian Geotechnical Journal,
2015, Vol. 52, No. 9 : pp. 1221-1227
Nidal R. Bhuria & Ajanta Sachan. 2014. Shear strength and constant rate
of strain consolidation behaviour of cement-treated slurry-
consolidated soft soil. Current Science, Vol. 10, pages 972-979, No.
7, 10 April 2014.
Noor Thamer, Bujang B.K. Huat, Eltaher Aburkaba, Thamer A. Mohamed,
Sina Kazemian. 2015. Effect of Formamide, calcium chloride and
aluminum chloride on stabilization of peat with cement-sodium
silicate grout. WALIA journal 31(S4): 202-206, 2015.
Oglesby, C. H. and L. I. Hewes 1963. “Highway Engineering”. John Wiley
and Sons, Inc., New York, 1963.
Olaniyan, O.S., Olaoye, R.A, Okeyinka, O.M, and Olaniyan, D.B. 2011. “Soil
Stabilization Techniques Using Sodium Hydroxide Additives”.
International Journal of Civil & Environmental Engineering IJCEE-
IJENS Vol: 11 No: 06. Dec. 2011.
P.C.Varghese. 2005. “Foundation engineering”. New Delhi: PHI learning
private limited, 2005.
Peteris Skels, Kaspars Bondars, Aleksandrs Korjakins. 2013. “Unconfined
Compressive Strength Properties of Cement Stabilized Peat”. 4th
International Conference CIVIL ENGINEERING`13 Proceedings Part
I – CONSTRUCTION AND MATERIALS. Latvia, LV-1658.
Prakhar Dubey & Rajesh Jain. 2015. “Effect of Common Salt (Nacl) on
Engineering Properties of Black Cotton Soil”. IJSTE - International
Journal of Science Technology & Engineering | Volume 2 | Issue 01
| July 2015.
Priebe, H. J. 1995. "The Design of Vibro Replacement." Gound Engineering
(Dec), 31-37.
Priebe, H. J. 1998. "Vibro Replacement to prevent earthquake induced
liquefaction." Ground engineering 31(9) 30-33.
Punmia B.C. 1980. “Soil Mechanics and Foundations”. Standard Book
House, New Delhi.
Puzinauskas, V. P. and B. F. Kallas 1962. “Stabilization of Fine-GrainedSoils
with Cutback Asphalt and Secondary Additives”. Bulletin 309,
Highway Research Board.

232 | Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah


Daftar Pustaka

R. C. Mainfort. 1951. "A Summary Report on Soil Stabilization by the Use


of Chemical Admixtures," Technical Development Report No. 136,
February 1951.
R. C. Mainfort. 1957. “Soil Stabilization with Resins and Chemicals”.
Highway and Construction Materials Department Dow Chemical
Company
Robnett, Q. L. & M. R. Thompson. 1969. “Stabilization Recommendations
for Illinois Soils and Materials”. Illinois Cooperative Highway
Research Program, Project IHR-94, August, 1969.
Robnett, Q. L. and M. R. Thompson, "Stabilization of Illinois Materials-
Development of Guidelines and Criteria". Illinois Cooperative
Highway Research Program Project IHR-94, September 1969.
S.A.Aiban, H.M.Al-Ahmadi, I.M. Asi, Z.U.Siddique, and O.S.B. Al- Amoudi
(8 March 2005), "Effect of geotextile and Cement on the
performance of sabkha subgrad," www.sciencedirect.com.
Samson Mathew, P. Selvi, and K.B.Velliangiri. 2009. “A Study on
Engineering Properties of Cement Stabilized Seashore Soil”.
NBMCW January 2009
Sangita Lajurkar, Y. S. Golait, S. R. Khandeshwar. 2016. “Effect of Calcium
Chloride Solution on Engineering Properties of Black Cotton Soil”.
International Journal of Innovative Research in Science,
Engineering and Technology. Vol. 5, Issue 2, February 2016
Sayar, A. D. and Khalilpasha, M. 2013. "Soil Improvement Using Vibro
Replacement Technique." The Masterbuilder., 74-76.
Scholen, D. E., “Non-Standard Stabilizers" Rep. No. FHWA-FLP-92-011,
FHWA, 1992.
Seyedesmail Mousavi & Leong Sing Wong. 2017. “Compressibility
Characteristics of Compacted Clay Treated with Cement, Peat Ash
and Silica Sand”. Sains Malaysiana 46(1)(2017): 97–106.
Sherif Abdel Salam. 2007. "The effect of replacement soil on reducing
settlement of footing on deep soft clay using numerical approach,"
cairo university, Giza, egypt, thesis 2007.
Siavash Mahvash, Susana López-Querol, Ali Bahadori-Jahromi. 2017.
“Effect of class F fly ash on fine sand compaction through soil
stabilization”. Elsevier, Heliyon 3 (2017).
Soletanche-Bachy. 2015. “Technique Soil Improvement” © 2015,
Soletanche-Bachy Group.
Sondermann, W. and Wehr, W. 2004. "Deep Vibro Techniques, Ground
Improvement", 2nd Edition, edited by M.P. Moseley and K. Kirsch,
57-92, Spon Press.

Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah | 233


Daftar Pustaka

Sridharan A, Prakash K. 2000. ‘Classification procedures for expansive


soils’. Proc Instn Civ Engrs Geotech Eng 143: 235-240.
Suksun Horpibulsuk et al. (2006), "Strength Development in Cement
stabilized low plasticity and Coarse grained soils: Laboratory and
Field Study," Soils and Foundation, vol.46,No.3, pp.351–366.
T. Ca´ssia de Brito Galvao, Ahmed Elsharief and Gustavo Ferreira Simoes.
2004. “Effects of Lime on Permeability and Compressibility of Two
Tropical Residual Soils”. Journal of Environmental Engineering, Vol.
130, No. 8, August 1, 2004. ©ASCE, ISSN 0733-9372/2004/8-881–
885.
T. Yamani Devi and DSV Prasad. 2016. “Stabilization of Expansive Soil
Using Aluminum Chloride and Flyash”. IOSR Journal of Mechanical
and Civil Engineering (IOSR-JMCE) e-ISSN: 2278-1684,p-ISSN: 2320-
334X, Volume 13, Issue 3 Ver. II (May- Jun. 2016), PP 78-82.
T.Lopez-Lara, J.A. Zepeda-Garrido and V.M. Castario (1999), "A
comparative study of the effectiveness of different additives on the
expansion behavior of clays," www.ejge.com
Tamadher Abood and Mohamed A. S. Mohamed. 2015. “A Laboratory
Evaluation of Stabilization of Salty Clay Soil by Using Chloride
Compounds”. International Journal of Civil and Structural
Engineering Research. Month: October 2014 – March 2015, pp:
(Vol. 2, Issue 2, pp : (47 – 52).
Thanh Danh Tran Yu-Jun Cui, Anh Minh Tang, Martine Audiguier, Roger
Cojean. 2014. “Effects of lime treatment on the microstructure and
hydraulic conductivity of Héricourt clay”. Journal of Rock
Mechanics and Geotechnical Engineering Volume 6 (2014), pages
399-404.
Thompson, M. R. 1964. “The Significance of Soil Properties in Lime-Soil
Stabilization”. Civil Engineering Studies, Highway Engineering
Series No. 13, University of Illinois, June 1964.
Thompson, M. R. and Q. L. Robnett, "Second Air Force Stabilization
Colloquium". Kirtland Air Force Base, February 1970.
U.S. Naval Civil Engineering Laboratory. 1962. “Standard Specifications for
Road and Bridge Construction”. Texas Highway Department,
1962.
U.S. Naval Civil Engineering Laboratory. 1968. “A Guide to Short-Cut
Procedures for Soil Stabilization with Asphalt”. Technical Note
N955, April 1968.
Uppal, I. S. 1967. “Soil-Bituminous Stabilization”. Highway Research
Record 198, Highway Research Board, 1967.

234 | Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah


Daftar Pustaka

Virender Kumar, (2002), "Compaction and permeability study of a soil


stabilised with Flyash, Lime and Na2CO3 ", Journal of The institution
of Engineers" Volume 82, Febraury 2002, pp. 173–176.
Wan Hasmida binti Wan Hassan. 2015. “Peat Soil Stabilization Using
Magmesium Chloride”. Master Thesis in Faculty of Civil Engineering
Universiti Teknologi Malaysia, January, 2015.
Warsiti. 2009. “Meningkatkan CBR Dan Memperkecil Swelling Potensial
Tanah Sub-grade Dengan Metode Stabilisasi Tanah Dengan Kapur”.
Wahana TEKNIK SIPIL Vol. 14 No. 1 April 2009: 38-4
Willis Diana, Afriza Marianti, Ika Ernawati. 2011. “Optimasi Kadar Aspal
pada Stabilisasi Tanah Pasir Menggunakan Aspal dengan Uji CBR”.
Jurnal Ilmiah Semesta Teknika, Vol. 14, No. 2, 127-132, November
2011.
Willis J.G. 1971. “Stabilization of road pavement in practice”. Aust. Road
Research Board. In press, 1971.
Winterkorn H.F. & Fang H.Y. 1975. “Foundation Engineering Handbook”.
Van Nostrand Reinhold Company. New York.
Winterkorn, H. F. 1957. “Granulometric and Volumetric Factors in
Bituminous Soil Stabilization”. Proceedings, Highway Research
Board, 1957.
Wojciech SAS, Andrzej Gluchowski. 2013. “Effects of stabilization with
cement on mechanical properties of cohesive soil – sandy-silty
clay”. Annals of Warsaw University of Life Sciences – SGGW Land
Reclamation No 45 (2), 2013: 193–205.
Ya-Sheng LUO, Jing LI, and Andrew CHAN. 2009. “STUDY ON THE
ENGINEERING PROPERTY OF MIXED-SOIL FLY ASH”. Proc. of Int.
Symp. on Geoenvironmental Eng., ISGE 2009, September 8-10,
2009, Hangzhou, China.
Z.A. Rahman, N. Sulaiman, S.A. Rahim, W.M.R. Idris & T. Lihan. 2016.
“Effect of Cement Additive and Curing Period on Some Engineering
Properties of Treated Peat Soil”. Sains Malaysiana 45(11)(2016):
1679–1687.
Zhang Dingwen, Fan Libin, Liu Songyu, and Deng Yongfeng. 2013,
“Experimental Investigation of Unconfined Compression Strength
and Stiffness of Cement Treated Salt-Rich Clay”. Marine
Georesources & Geotechnology, 31 : 360–374, 2013 Copyright #
Taylor & Francis Group, LLC.

Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah | 235


Index

INDEX

Additive 12, 14, 16, 18


Asam Fosfat 18, 146, 147, 148, 149, 150, 151, 153, 154, 155
Asam Sulfat 14, 18, 145, 146, 148
Bearing Capacity 10, 14, 193, 230
Black Cotton 118, 126, 129
California Bearing Ratio 99, 139
Capacity of Change Cation 40, 41
Cementation Reaction 45
Compaction Grouting 211, 212
Dewatering 16, 18, 258, 177, 178, 179, 180, 181, 202
Differential Free Swell 139
Differential Settlement 24, 160, 210
Dynamic Compaction 17, 213, 214, 218
Ekspansif 5, 63, 91, 93, 94, 116, 117, 118, 127, 128, 129, 133, 134, 139,
140, 141, 142, 143, 144, 155, 193
Garam Aluminium 107, 133, 137
Garam Magnesium 132, 133, 134, 136, 137
Group Index 151
Horizontal Drain 172
Ice deicing 107, 137
Illite 24, 28, 29, 40
Inclusions 197
Kalsium Klorida 125, 126, 127, 128, 129, 130, 131, 132, 138
Kaolinite 24, 27, 28, 29, 33, 40, 147
Kembang-susut 16, 19, 39, 58, 59, 62, 63, 66, 91, 93, 94, 95. 129, 133
Kuat Geser 3, 7, 12, 14, 16, 17, 18, 76, 102, 107, 191, 192, 206
Kuat Tekan Bebas 49, 54, 55, 57, 82, 84, 87, 88, 89, 90, 91, 110, 117, 121,
122, 124, 126, 130, 138, 147, 148, 149, 150
Likuifaksi 37, 38, 160, 198, 202, 203, 211, 213, 215, 216, 217, 218, 219
Liquefaction 37, 137
Liquid Limit 100, 116
Maximum Dry Density 99, 117, 136, 143, 188, 193
Montmorillonite 24, 25, 26, 27, 28, 29, 33
Natrium Klorida 115, 122
Normally Consolidated 37
Oktahedral 28, 29, 133
Optimum Moisture Content 92, 99, 117, 119, 136, 143, 188, 193

236 | Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah


Index

Over Consolidated 37
Pastic Index 151
Perkuatan Tanah 7, 8, 10
Permeability 105
Permeation Resin 9, 15, 19
Plastic Limit 100, 116
Plasticity 43, 52, 116
Pozzolanic 47, 48, 49, 58, 79, 107
Preloading 9, 14, 88, 174, 175, 176
Settlement 7, 12, 24, 65, 70, 98, 106, 157, 160, 175, 179, 181, 182, 201,
208, 210
Shear Strength 127, 231
Shrinkage Limit 116
Skeleton 16, 64
Soda Kaustik 14, 18, 107
Sodium Klorida 114
Soil Ash 9, 13, 17
Soil Cement 9, 13, 16
Soil Improvement 4, 7, 8
Soil Lime 9, 13, 17
Soil Properties 6, 150
Soil Reinforcement 4, 7, 8, 10
Soil Replacement 181, 197, 218
Soil Stabilization 4, 5, 137
Specific Surface 24, 30, 38, 39, 40
Stabilisasi Tanah 5, 6, 7, 8, 9, 10, 13, 18, 19, 74, 80, 92, 96, 100, 128, 137,
147, 149, 185, 187
Stabilizer 14, 18, 20, 23, 38, 41, 42, 43, 44, 45, 71, 73, 74, 76, 77, 81, 91,
93, 97, 106, 107, 115, 122, 136, 150, 157, 183, 186, 187, 189, 193
Stone Column 182, 202, 203, 204, 205, 219
Swelling Potential 5, 16, 45, 58, 59, 62, 66, 91, 95
Swelling Pressure 63, 96, 126, 134
Tetrahedral 27, 28, 29
Unconfined Compression Strength 49, 55, 57, 151, 152, 153
Vertical Drain 8, 18, 172, 173, 238
Vibro Replacement 218, 220
Vibroflotation 9, 16, 198, 199, 200, 201, 202
Volume Change 25, 133, 154, 160

Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah | 237


Gloserium

GLOSARIUM

ASTM = American Standard Testing of Material.


CBR = California Bearing Capacity
Cc = Coeficient Compressibility
CEC = Capacity of Change Cation.
CKD = Cement Kiln Dust.
DCP = Dynamic Cone Penetrometer
DFS = Differential Free Swell.
Dr = Relative Density
DSM = Deep Soil Mixing
E-SBR = Emulsion Styrene Butadiene Rubber.
ESP = Exchangeable Sodium Percentage.
FDD = Faktor Daya Dukung.
FOS = Factor of Safety
GI = Group Index.
IUPAC = International Union of Pure and Applied Chemistry.
LI = Liquid Index
LL = Liquid Limit
LS = Lignosulfonat.
LTCR = Lime Treatment Compression Ratio.
m.a.t = Muka Air Tanah
MC = Medium-Curing.
MDD = Maximum Dry Density.
MIP = Mercury Intrusion Porosimetry.
OMC = Optimum Moisture Content.
OPC = Optimum Portland Content.
PFWD = Portable Falling-Weight Deflectometer
pH = powerp/potenz [H+] = – log [H+] (derajat keasaman)
PI = Plasticity Index.
PL = Plastic Limit
PN-S-96011 = Polska Normy Standard 96011, Data publikacji, 02-01-1998
PSPA = Portable Seismic Property Analyzer.

238 | Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah


Gloserium

PVDs = Prefabricated Vertical Drains -


Rc = Relative Compaction
RC = Rapid Curing.
SAR = Sodium Adsorption Ratio.
SBR = Styrene Butadiene Rubber.
SEM = Scanning Electron Mmicroscope.
SL = Shringkage Limit
SNI = Standar Nasional Indonesia
SPT = Standard Penetration Test.
S-SBR = Solution Styrene Butadiene Rubber.
SSG = Soil Stiffness Gauge.
UCCS = Unconfined Compression Strength.
UCS = Unconfined Compression Strength.
WCD = Waste Canned Drinks.

Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah | 239


240 | Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah

View publication stats

Anda mungkin juga menyukai