TIM DOSEN
DR. IR. WIDIASTUTI, MT.
DR. IR. NI KETUT AYU SIWALATRI, ST, MT.
NI MADE SWANENDRI, ST., MT.
I WAYAN WIRYAWAN, ST., MT
OLEH:
1. I GEDE PRINANTA NGURAH PUTRA (1705522012)
2. ANAK AGUNG GDE SATRIA WIRA BAYU (2005521081)
3. IDA AYU PUTU REICHITA CANDRA KUSUMA (2005521085)
4. GEDE AGUNG ARYA DHYAKSA DHANA (2005521101)
UNIVERSITAS UDAYANA
FAKULTAS TEKNIK
PROGRAM STUDI ARSITEKTUR
TAHUN AJARAN GENAP 2021-2022
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadiran Tuhan Yang Maha Esa karena telah
memberikan rahmat dan karunianya kepada kami selaku penyusun, sehingga dapat
menyelesaikan makalah mengenai “Pemahaman dalam Merancang pada Site Bertransis dan
Site Kritis". Penyusunan makalah ini merupakan salah satu tugas mata kuliah Ekologi
Arsitektur 2021/2022 dan sebagai bukti bahwa kami selaku penyusun telah melaksanakan
pembuatan makalah ini. Penyusun menyadari bahwa laporan makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan dan masih memiliki kekurangan - kekurangan dari segi kualitas, kuantitas,
maupun dari ilmu pengetahuan yang dikuasai. Oleh karena itu, kami selaku penyusun
menerima kritik dan saran yang bersifat membangun sebagai penyempurnaan pembuatan
laporan atau karya tulis di masa mendatang. Atas perhatian dan waktunya penulis ucapkan
terima kasih.
Penyusun
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN................................................................................................................................. 1
1.1. Latar Belakang .................................................................................................................................. 1
1.2. Rumusan Masalah ............................................................................................................................ 2
1.3. Tujuan Penulisan .............................................................................................................................. 2
1.4. Manfaat Penulisan ........................................................................................................................... 2
BAB II TANAH BERTRANSIS DAN TANAH KRITIS ........................................................................................ 3
2.1. Pengertian Tanah Bertransis dan Tanah Kritis.................................................................................. 3
2.2. Karakter Tanah Bertransis dan Tanah Kritis ..................................................................................... 3
2.3. Fungsi dan Tipologi .......................................................................................................................... 6
BAB III PEBAHASAN PADA OBJEK............................................................................................................. 11
3.1. Objek Kajian ................................................................................................................................... 11
3.2. Pencapaian Tapak ke Bangunan yang Sesuai dengan Teori Tanah Bertransis ................................ 12
3.3. Penggunaan Split Level pada WYAH Art and Creative Space ......................................................... 13
BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN............................................................................................................ 19
4.1. Kesimpulan..................................................................................................................................... 19
4.2. Saran .............................................................................................................................................. 19
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................................... 20
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Perancangan suatu bangunan sering kali kurang memperhatikan keselarasan antara
bangunan dengan alam dalam hal pemanfaatan sumber daya alam dan penggunaan teknologi yang
tidak ramah terhadap lingkungan. Oleh karena itu, perancangan suatu bangunan secara arsitektur
mempunyai andil yang sangat besar dalam memicu pemanasan global dan berakibat pada turunnya
kualitas hidup manusia. Dari semua gejala alam yang sudah terjadi, kini sudah saatnya
perancangan bangunan secara arsitektur lebih memahami alam melalui pendekatan dan
pemahaman terhadap perilaku alam yang lebih dalam, agar tidak terjadi kerusakan alam yang lebih
parah. Sasaran utama dari upaya ini adalah tidak memperparah pemanasan global melalui upaya
perancangan arsitektur yang selaras dengan alam serta memperhatikan kelangsungan ekosistem
yaitu dengan pendekatan ekologi. Pendekatan ekologi ini diharapkan menghasilkan konsep-
konsep perancangan arsitektur yang ramah lingkungan, ikut menjaga kelangsungan ekosistem,
menggunakan energi yang efisien, memanfaatkan sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui
secara efisien, dan menekankan penggunaan sumber daya alam yang dapat diperbaharui dengan
daur ulang. Semua ini ditunjukkan bagi kelangsungan ekosistem, kelestarian alam dengan tidak
merusak tanah, air, dan udara tanpa mengabaikan kesejahteraan dan kenyamanan manusia secara
fisik, sosial, dan ekonomi secara berkelanjutan.
Makalah ini akan membahas mengenai tanah bertransis, tanah bertransis adalah lahan
dengan topografi yang berbeda-beda atau tidak sama dan kami juga akan membahas bagaimana
membangun suatu tempat wisata pada tanah yang memiliki transis seperti objek tempat wisata
yang kami gunakan yaitu WYAH Art and Creative Space. WYAH Art and Creative Space di
bangun diatas tanah bertransis dengan luas 518 m2. Bangunan yang terdapat pada tapak dibangun
dengan menggunakan pola linier, yaitu pola yang mengikuti garis kontur atau transis agar
keindahan alami yang terdapat pada tapak tidak hilang atau berubah. Transis yang terdapat pada
objek dapat dikategorikan curam. Namun ini dapat diatasi dengan teknik-teknik yang dapat
digunakan untuk mengatasi lahan yang memiliki transis, sepeti teknik cut and fill dan split level,
dengan adanya perbedaan topografi atau transis pada lahan WYAH Art and Creative Space ini
dapat mengetahui apa saja permasalahan dan keuntungan yang didapatkan pada site bertransis
kerena pada tanah yang bertransis memiliki beberapa keuntungan yang dapat dimanfaatkan untuk
hunian wisata dibandingkan dengan tanah yang datar.
1
1.2 Rumusan Masalah
1. Apakah pencapaian ke tapak dan bangunan sudah sesuai dengan teori tanah bertransis?
2. Apakah ada penggunaan teknik split level?
2
BAB II
TANAH BERTRANSIS DAN TANAH KRITIS
1. Kontur merupakan faktor perencanaan utama. Artinya penempatan elemen – elemen sejajar
dengan garis kontur merupakan ciri yang umum.
2. Luas terbagi – bagi menjadi jalur – jalur sempit yang luasnya relatif sama, tegak lurus pada
sumbu kemiringan.
3. Dataran yang luas tidak mungkin didapat. Permukaan yang datar dibuat melalui proses cut
and fill dengan tembok – tembok penahan tanah.
4. Bagian atas dari bidang miring dapat dilihat dari semua bagian.
5. Hakekat dari bidang miring adalah naik dan turun.
6. Bidang miring adalah ramp. Artinya ramp atau tangga merupakan ciri yang jelas atau
menonjol.
3
7. Derajat kemiringan normal atau rata – rata mungkin terlalu curam untuk lalu lintas berada
maka akses akan lebih mudah menyusuri kontur umumnya akses ke dalam site dari arah
samping.
8. Arah gaya gravitasi adalah ke bawah dan miring.
9. Site yang miring memiliki kwalitas yang dinamis.
10. Kwalitas dramatis dari suatu bidang miring adalah perubahan tinggi permukaan.
11. Bidang miring memberikan kesan pertemuan antara tanah dan udara.
12. Site yang miring memberikan view yang menarik.
13. Site yang miring berorientasi keluar. Orientasi perencanaan biasanya ke arah luar dan ke
bawah, karena salah satu sisi terbuka ke arah view maka hubungan dengan matahari dan
angin menjadi sangat penting.
14. Site yang miring menimbulkan persoalan drainase (air tanah dan air hujan).
15. Bidang miring memungkinkan adanya permainan air.
2 3 - 15% Berombak
3 15 - 30% Bergelombang
4 30 - 50% Berbukit
5 50 - 80% Curam
4
Kemiringan Lahan yang Cocok untuk Masing – Masing Kegunaan Menurut Michael
Laurie adalah sebagai berikut :
• Kelandaian antara 4-10% dapat untuk jalur jalan dan jalan kecil dengan sedikit perubahan
dilakukan.
• Kelandaian 6% dapat dipilih sebagai kelandaian maximum untuk perumahan berkepadatan
tinggi.
• Kelandaian lebih besar dari 10% biasanya terlalu curam, kurang cocok untuk jalan dan
jalan kecil, dan sangat cocok untuk lapangan permainan dan penanaman tumbuh –
tumbuhan.
• Kelandaian 15% dianggap maximum untuk jalur kendaraan.
• Kelandaian 25% sebagai maximum untuk daerah halaman rumput yang masih dapat
dipotong dengan pemotong rumput.
• Untuk alasan pengendalian erosi kelandaian 25% merupakan daratan tercuram yang dapat
diubah.
Pedoman Kelandaian Maksimum dan Minimum Menurut Ki. W. Todd adalah sebagai
berikut :
• 1% minimum mutlak untuk daerah – daerah yang berumput dan beton. Penggenangan
biasanya akan terjadinya, jika mungkin harus dihindarkan
• 1,5 % minimum untuk aspal; minimum yang bisa dikerjakan untuk beton.
• 2 % minimum yang bisa dikerjakan untuk daerah berumput dan aspal tanpa penggenangan.
• 3 % kecuraman dimana kelandaian menjadi jelas.
• 5 % kelandaian yang mudah dijalani untuk mobil, baik ke atas maupun ke bawah.
Maksimum untuk pekerjaan jalan kota kelas I.
• 6 % terlalu curam bagi kebanyakan truk semi trailer tanpa mengganti gigi dan
memperlambat.
• 7 % kecuraman maksimum untuk lapangan parkir roda 2 arah dan terlalu curam pada iklim
banyak es dan salju.
• 8,33 % kecuraman maksimum untuk orang cacat.
• 10 % trotoar yang nyata sulit didaki dan berbahaya. Tapi bisa diterima untuk pekerjaan
jalan bila diperlukan.
• 25% maksimum bagi lereng – lereng yang dapat dipangkas dengan mesim pemotong
rumput.
5
• 33% maksimum mutlak untuk kelandaian yang dapat dipangkas oleh mesin pemotong
rumput.
• 50% maksimum bagi kelandaian yang ditahan oleh penutup permukaan dan tergantung
pada stabilitas tanah.
6
Gambar 2.1. Cut and fill
(sumber: google.com/images)
7
Lahan potensial kritis adalah lahan yang masih produktif untuk pertanian tanaman
pangan tetapi bila pengolahanya tidak berdasarkan konservasi tanah, maka akan cenderung rusak
dan menjadi semi kritis/lahan kritis.
Ciri lahan potensial kritis adalah :
• Pada lahan belum terjadi erosi, namun karena keadaan topografi dan
• Pengelolaan yang kurang tepat maka erosi dapat terjadi bila tidak dilakukan pencegahan
• Tanah mempunyai kedalaman efektif yang cukup dalam (>20cm)
• Prosentase penutupan lahan masih tinggi (>70%)
• Kesuburan tanah mulai dari rendah sampai tinggi.
8
Lahan kritis sosial ekonomi terjadi pada tanah/lahan yang terlantar akibat adanya salah
satu atau beberapa faktor sosial ekonomi sebagai kendala dalam usaha-usaha pendayagunaan
tanah tersebut. Termasuk dalam pengertian lahan kritis sosial ekonomi adalah tanah tersebut
masih dapat digunakan untuk usaha pertanian dan tingkat kesuburannya masih relatif ada.
Karena tingkat sosial ekonomi sosial penduduk rendah, maka lahan tersebut ditinggalkan oleh
penggarapnya dan menjadi lahan yang terlantar
4. Lahan Kritis Hidro-orologis
Lahan kritis hidroorologis menunjukkan keadaan sedemikian rupa dimana lahan tersebut
tidak mampu lagi mempertahankan fungsinya sebagai pengatur tata air. Hal ini disebabkan
terganggunya daya penahan, penghisap dan penyimpan air. Kritis hidroorologis dapat dilihat
dilapangan menurut banyak tidaknya vegetasi yang tumbuh dan adanya keterbatasan jenis
vegetasi diatasnya . Sebagian besar jenis vegetasi tidak mampu lagi tumbuh dan berkembang
baik ada lahan kritis hidroorologis ini.
Permasalahan pada tanah bertransis dan tanah kritis cukup banyak, karena pada setiap lahan
memiliki kelebihan ataupun kekurangannya. Pada permaslahan yang terjadi di akibatkan karena
adanya kekurangan , seperti:
Topografi atau bentuk muka tanah mempengaruhi rancangan dalam 3 hal yaitu :
1) Split Level
- topografi tanah merupakan lerengan landai (< 10 %)
- memiliki dua lantai dibagian bawah dan di bagian atas lerengan, biasanya dengan beda
tinggi setengah tingkat rumah / setengah lantai
2) Terraced House / Segkedan
- topografi tanah merupakan lerengan agak terjal (>10 %)
- memiliki susunan tingkat rumah sesuai garis kontur, dengan beda tinggi selalu satu
tingkat rumah
10
BAB III
PEMBAHASAN PADA OBJEK
Bangunan ini dikelilingi oleh hutan dan tanah berkontur. Lahan ini sangat menantang bagi
para perancang karena sangat menyatu dengan alam. Desain ini
mempertahankan elemen yang ada pada site, seperti tanah yang berkontur
dan banyaknya pohon.
11
Bentuk bangunan yang unik ini membuat bangunan sangat menyatu dengan alam dan
mengisi ruang yang ada diantara pepohonan. Bentuk ini seperti polygon
Bulat, yang atapnya menggunakan atap sirap sehingga menyatu secara
alami dengan sekitarnya. Kolom dan pipa diatur dalam posisi site yang
menyebar untuk membantu atau mewakili pengaturan pepohonan di dalam
Gedung.
3.2 Pencapain Tapak ke Bangunan yang Sesuai dengan Teori Tanah Bertransis
Memahami tentang teori tanah bertransis maupun tanah kritis merupakan hal yang
sangat menantang dan banyak yang harus dipelajari karena dalam sebuah perancangan
tidak dilakukan denga cara seenaknya. Perancangan dalam kondisi site yang datar saja
cukup membuat para arsitek atau designer berpikir.
Ada hal-hal yang harus diperhatikan dalam merancang di site yang bertransis,
seperti halnya kita harus mengetahui dan memahami bagaimana karakteristik yang terdapat
dalam tanah tersebut, jenis bangunan yang seperti apa yang dapat dibangun pada
kemiringan site tersebut, serta memahami makna dari Tanah Bertransis dan Tanah Kritis.
Pada objek yang kami gunakan yaitu WYAH Art and Creative Space memiliki
desain yang sangat memahami Tanah tersebut karena dapat dilihat dari kemiringan yang
sesuai dengan pedoman dalam pembangunan pada site yang bertransis.
Pada wyah ubud pencapaian ke tapak dan bangunan sudah sesuai dengan teori tanah
bertransis karena pada lokasi dari wyah ubud ini tepat berada pada jalan tanjakan, memiliki
kontur yang miring dan cukup terjal. Hampir tidak ada daerah datar yang cukup luas pada
tapak dari wyah ubud ini dan juga di beberapa sisi tapak pembuatan permukaan datar dibuat
dengan metode cut and fill seperlunya agar tidak mengurangi karakter dari tapak tersebut,
hal inilah yang sudah sesuai dengan teori dari tanah Objek dapat dikatakan memiliki
kemiringan sekitar
3.3 Penggunaan Split Level pada WYAH Art and Creative Space
Split level adalah bagian berundak yang dibuat menggantung sedikit lebih tinggi
dari lantai yang ada di bawahnya. Untuk mencapai bagian ini, biasanya orang harus
menaiki tangga kecil.
Awalnya, konsep ini banyak diaplikasikan pada rumah-rumah penduduk di
Amerika Utara pada abad ke 20. Karena kontur tanah di sana cenderung miring, konsep ini
mampu menjadi solusi agar ruangan rumah bisa lebih luas.
Dimulai setelah usainya Perang Dunia ke 2, perumahan warga di daerah tersebut
diperluas hingga daerah-daerah pinggiran kota. Dari 1950-an hingga sekarang, konsep ini
masih menjadi sebuah gaya yang populer untuk diterapkan.
- CIRI-CIRI SPLIT-LEVEL
13
Setidaknya ada tiga karakter atau ciri-ciri utama dari konstruksi yang menggunakan konsep
split level. Untuk mengetahui apa saja yang dimaksud, simak penjelasan berikut ini.
14
- KEKURANGAN SPLIT – LEVEL
1. Akan ada banyak tangga
Mobilitas di dalam rumah mungkin akan menjadi lebih melelahkan karena konsep ini
menerapkan tangga-tangga kecil untuk menghubungkan ruangan satu dengan yang lain.
2. Pengerjaannya cukup sulit
Memang di Amerika konsep ini populer untuk diterapkan pada rumah-rumah warga. Akan
tetapi, di Indonesia tidak terbiasa untuk memakai konsep ini. Paling aman, yang
mengerjakan hunian dengan konsep ini haruslah pihak yang memiliki pengalaman. Atau
paling tidak, pihak tersebut detail dalam melakukan perhitungan dan mengeksekusinya.
Karena jika salah, pembagian antar lantai bisa tidak sesuai dengan ukuran yang
direncanakan.
3. Konsep tidak selalu cocok untuk fase renovasi
Dengan ketentuan khusus yakni langit-langit yang harus tinggi, konsep ini tidak serta merta
cocok untuk dilakukan pada tahap renovasi bangunan. Apabila langit-langit terlalu pendek,
cukup sulit untuk menerapkan konsep ini di dalam hunian. Mungkin bisa, akan tetapi kamu
boleh jadi perlu untuk membungkuk ketika berada di ruangan split level-nya nanti.
Dari objek bangunan yang dipilih yaitu Wyah art & Creative Space ini, sangat terlihat
bahwa bangunan ini menggunakan teknik Split Level kedalam desainnya. Terlihat bahwa pada
keseluruhan bangunan ini, terdiri dari beberapa massa bangunan yang memiliki fungsi dan
ketinggian yang berbeda, namun seluruh massa bangunan yang terpisah ini dihubungkan
menggunakan tangga.
15
Sumber https://www.archdaily.com/976802/wyah-art-and-creative-space-parisauli-arsitek-
studio
Sumber https://www.archdaily.com/976802/wyah-art-and-creative-space-parisauli-arsitek-
studio
Sumber https://www.archdaily.com/976802/wyah-art-and-creative-space-parisauli-arsitek-
studio
16
Gambar 3.7 Foto Bangunan WYAH Art and Creative Space
Dapat dilihat bahwa pada objek WYAH Art and Creative Space menggunakan Teknik Split
– Level karena pada kemiringan yang terdapat pada site tersebut sangat memungkinkan adanya
17
penggunaan split – level dengan tujuan agar aktivitas civitas terlaksana dengan baik. Selain
penggunaan tangga pada area dalam bangunan, desain WYAH menggunakan ramp untuk
memprioritaskan civitas disabilitas agar dapat menikmati keindahan yang ada di dalam bangunan
tersebut.
18
BAB IV
4.1 KESIMPULAN
Karya arsitektur yang baik tentunya tidak hanya dilihat dari bentuk estetis bangunaannya
saja , tetapi juga memperhatikan fungsi dan memperhatikan kenyamanan daripada pengguna
bangunan. Bangunan yang menggunakan konsep yang lebih menyatu dan bersinergi dengan alam
sering smdigunakan sebagai konsep perancangan arsitektur. Konsep yang selaras dengan alam
serta memperhatikan kelangsungan ekosistem yaitu dengan pendekatan arsitektur ekologi.
Pendekatan ekologi ini menghasilkan konsep konsep yang ramah terhadap lingkungan dan dapat
memberikan timbal balik yang positif terhadap alam sekitar.
Berkaitan dengan penerapan perancangan arsitektur ekologis, pada objek WYAH Art &
Creative Center ini , terletak di lahan bertransis yang kemiringannya terbilang curam. Disini pada
perancangannya menggunakan teknik cut and fill yang diterapkan pada lahan dengan tidak
berlebihan selain itu pada objek juga diterapkan split level, guna memudahkan aktifitas civitas
pada objek. Secara keseluruhan bangunan Wyah Art & Creative center ini sudah menerapkan
metode – metode perancangan pada lahan bertransis baik dari pencapaaian dan cara pengolahan
lahan.
4.2 SARAN
Dalam merancang suatu banguann, sebagai arsitek hendaknya dapat merancang bangunan
yang estetis , menarik , fungsional dan juga dapat bersinergi dengan lingkungan sekitar. Arsitek
harus belajar tentang bagaimana cara mengolah lahan khususnya di lahan bertransis, agar dapat
merancang suatu bangunan yang baik dan estetis serta dapat mengurangi kerusakan alam sekitar.
Dengan demikian akan ada timbal balim positif antara alam dan manusia dan akan memberikan
nilai tersendiri terhadap banguann yang dirancang.
Pada rancangan objek WYAH Art & Creative Center ini sudah sangat baik dalam
pengaplikasian metode – metode dan teori terkait dengan pengolahan lahan di tanah bertransis .
Jika nantinya ada pengembangan rancangan, sebaiknnya tetap menerapkan metode yang sama
sehingga dapat meminimalisir dampak kerusakan lingkungan . Dan tentunya tetap memperhatikan
fungsi dan estetika daripada bangunan, sehingga dapat menarik minat bagi wisatawan untuk
berkunjung.
19
DAFTAR PUSTAKA
https://www.archdaily.com/976802/wyah-art-and-creative-space-parisauli-arsitek-studio
google.com/images
20