KOMPAKSI TANAH
PADA LAHAN MIRING
iii
awal dari wacana proposal, saat penelitian berlangsung
hingga penyelesaian disertasi dan ujian promosi.
Prof. H. Ridwan Setiamihardja, Ir., M.Sc., Ph. D.
selaku koordinator bidang ilmu dan sekaligus sebagai
pembahas, Prof. Dr. H. Saifuddin Sarief, Ir., M. Sc.(alm),
Prof. H. Sulya Djakasutami Ir., M. Sc., Ph.D, Prof. H. Giat
Suryatmana, Ir., M. Sc. dan Dr. H. Sujono Mihartawidjaja,
Ir.(alm), Prof. Dr. H. Oktap Ramlan Madkar, Ir, masing-
masing sebagai penelaah dan guru besar penguji, dengan tulus
bersedia untuk memberi masukan, sanggahan dan koreksi
serta saran-saran untuk kesempurnaan pengembangan ilmu
dan penulisan disertasi yang sekarang berwujud buku ini.
Kompaksi tanah pada lahan datar merupakan dinamika
sehari-hari yang di temukan, namun kompaksi tanah pada
lahan miring dengan tanah ordo Inceptisols memiliki
fenomena tersendiri dalam pengoperasian traktor pada lahan
miring yang umumnya ditanami palawija (kedelai), karena
lahan-lahan berbukit yang sangat luas dan berlereng belum
dimanfaatkan secara maksimal untuk diolah dengan
menggunakan traktor roda empat untuk mengejar produksi
pangan nasional.
Karenanya, dengan buku ini diharapkan para cendekia
yang membidangi ilmu mekanisasi pertanian dan konservasi
tanah serta para mahasiswa perlu mendalami dampak
pengolahan tanah di lahan lahan miring pada berbagai jenis
Penulis
v
vi Kompaksi Tanah Pada Lahan Miring
SAMBUTAN REKTOR
UNIVERSITAS SYIAH KUALA
vii
pertanian yang harus terkonsolidasi dengan baik. Terima
kasih.-
.
Banda Aceh, Juni 2010
Universitas Syiah Kuala
Rektor,
ix
2.2.1. Hubungan Kandungan Air dan Pengolahan
Tanah ............................................................ 39
2.2.2. Teknik Pengolahan Tanah dengan
Kelembaban yang Sesuai ............................. 42
2.2.3. Pengolahan Tanah Untuk Mempertahankan
Kondisi Fisika-Mekanika Tanah .................. 45
2.2.4. Lintasan, Tekanan dan Pemadatan Tanah .... 53
2.3. Pengoperasian Traktor Sesuai Kelembaban Tanah
dan Kemiringan Lahan .............................................. 61
2.3.1. Kapasitas Infiltrasi Air dan Kelembaban
Tanah ............................................................ 65
2.3.2. Kemiringan lahan dan erodibilitas ............... 66
2.4. Hubungan Tanah, Pengolahan dan Pertumbuhan
Tanaman .................................................................. 66
2.4.1. Dinamika Tanah dan Hubungannya dengan
Pengolahan Tanah ........................................ 67
2.4.2. Pengolahan Tanah dan Hubungannya
dengan Pertumbuhan Tanaman .................... 73
xi
4.6. Hubungan Perlakuan dengan Sifat Fisika, Mekanika,
Pertumbuhan dan Hasil Tanaman ............................. 173
4.6.1. Hubungan dengan Sifat Fisika dan Mekanika
Tanah ............................................................ 173
4.6.2. Hubungan dengan Tanaman ......................... 182
4.6.3. Hubungan Antar Variabel ............................ 185
1
luas kerja tertentu. Kapasitas kerja traktor optimum diperoleh,
apabila dapat memberikan kapasitas dan efisiensi kerja lapang
yang tinggi dengan biaya operasi yang relatif rendah, namun
hal tersebut sangat tergantung ke pada kondisi tanah dan
kemiringan lahan yang akan dilalui oleh traktor.
Penggunaan traktor dapat mempengaruhi sifat fisika-
mekanika tanah akibat kualitas dan kuantitas lintasan,
sedangkan kondisi tanah dan kemiringan lahan akan
mempengaruhi kelincahan operasi traktor dan kualitas hasil
olahan tanah. Konsekuensinya kapasitas dan laju infiltrasi air
hujan ke dalam tanah menjadi terganggu, stabilitas agregat
tanah menjadi rendah dan akhirnya indek erodibilitas tanah
juga meningkat.
Penggunaan traktor untuk pengolahan tanah,
merupakan salah satu upaya penggemburan tanah menjadi
suatu media siap tanam yang dapat dicapai melalui proses
pembajakan (Kramadibrata, 2000), namun sarana teknis
tersebut di sisi lain dapat juga menimbulkan dampak yang
merugikan terhadap tanah, misalnya berupa pemadatan tanah
dan erosi.
Pengolahan tanah dilakukan pada kandungan air
tanah yang sesuai (kondisi kapasitas lapang) tetapi jika
kemiringan lahan tidak mendukung, maka akan
mempengaruhi kinerja traktor (gaya, daya, traksi dan slip)
Pendahuluan 3
Perumpral (1982 dalam Djoyowasito, 1989), berkurangnya
daya penetrasi dan bertambahnya tenaga traktor, disebabkan
oleh meningkatnya tahanan tanah dan bertambahnya nilai
kekuatan geser tanahnya.
Air tanah didefinisikan sebagai air yang terdapat di
bawah permukaan bumi, air ini sangat berpengaruh pada sifat-
sifat teknis tanah, khususnya tanah yang berbutir halus.
Demikian juga, air merupakan faktor yang sangat penting
dalam masalah-masalah teknis yang berhubungan dengan
tanah seperti penurunan stabilitas agregat, terutama terjadi
pada lereng-lereng (Craig, 1991).
Hardjowigeno (1987) menyatakan bahwa banyaknya
kandungan air dalam tanah berhubungan erat dengan besarnya
tegangan air (moisture tension) dalam tanah tersebut.
Besarnya tegangan air (pF) menunjukkan besarnya tenaga
yang diperlukan untuk menahan air di dalam tanah.
Kadar air tanah juga berhubungan erat dengan
konsistensi dan plastisitas tanah. Konsistensi tanah
menunjukkan kekuatan daya kohesi butir-butir tanah atau
daya adhesi butir-butir tanah dengan benda lain. Hal ini
terlihat oleh daya tahan tanah terhadap gaya yang akan
mengubah bentuk tanah (Hardjowigeno,1987). Sedangkan
plastisitas merupakan karakteristik yang penting dalam hal
tanah berbutir halus. Istilah plastisitas menggambarkan
Pendahuluan 5
traktor. Sifat reaksi tanah terhadap beban ini adalah
memberikan penahanan dengan arah horizontal dan
kemampuan menyangga beban dinamis traktor ke arah
vertikal dan kekerasan tanah atau kemampuan penetrasi.
Ketiga bentuk sifat mekanis ini ditentukan oleh kandungan
koloid, bahan pengikat partikel-partikel tanah, tekstur dan
struktur tanah (Koolen et al., 1983).
Koolen, et al, (1983). menyatakan beban dinamis ke
arah vertikal untuk traktor adalah berat dinamis traktor yang
meliputi gaya-gaya tegak lurus pada bidang penyanggaan.
Besarnya kemampuan tanah untuk menyangga selanjutnya
akan menentukan daya maksimal yang dipakai untuk bekerja.
Biasanya tanah yang mempunyai penyanggaan yang besar
memiliki nilai kekerasan yang tinggi pula. Sifat mekanika
tanah ini dapat diketahui dengan mengukur tahanan geser
(sear resistance) dan penetrasi (penetrometer resistance).
Pengolahan tanah dengan traktor umumnya dilakukan
dengan menggunakan bajak piring, singkal dan rotari.
Penggunaan bajak rotari, dapat dibedakan dari segi
konstruksinya dengan bajak piring maupun singkal.
Pembajakan dengan bajak rotari memberikan hasil olahan
yang langsung hancur dan merata, karena bajak jenis ini
terdiri dari pisau-pisau rotari putar yang menghancurkan
tanah. Gerakan pisau-pisau rotari diukur dengan sistem
penyaluran tenaga dari poros mesin traktor itu sendiri. Maka,
Pendahuluan 7
digalakkan untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri; dalam
hal ini hanya ditempatkan sebagai tanaman indikator, karena
kanopi perakaran kedelai berada pada lapisan olah yang
diprediksikan akan leluasa untuk tumbuh dan berkembang
dengan baik pada kondisi air tanah dan kemiringan lahan yang
berbeda serta perlakuan terhadap pengolahan tanah yang
dilakukan.
Tanaman kedelai di Indonesia mempunyai daya
adaptasi yang luas terhadap berbagai jenis tanah atau dapat
tumbuh di berbagai tipe tanah, namun demikian faktor
lingkungan, tinggi tempat, kultivar dan teknik bercocok
tanam juga mempunyai pengaruh yang besar terhadap
pertumbuhan dan hasil (Somaatmaja, 1974 dan Rukmana et
al., 1996). Tanah yang cukup lembab, cocok untuk budidaya
kedelai dimana kelembaban tanah berpengaruh terhadap
pertumbuhan tanaman, sejak perkecambahan benih hingga
tanaman tua ; yakni mempengaruhi aktifitas akar dalam
penyerapan air serta zat-zat hara dan mempengaruhi aktifitas
bakteri Rhizobium untuk bergerak ke daerah akar tanaman
(Pitojo, 2003).
Pendahuluan 9
setiap frekuensi lintasan traktor pada berbagai kemiringan
lahan terhadap hasil tanaman kedelai.
Pendahuluan 11
partikel-partikel tanah serta bobot isinya), program
pengolahan tanah perlu diwujudkan sesuai dengan tingkat
kemiringan lahannya.
Kemiringan lahan akan mempengaruhi kecepatan
gerak maju traktor, karena berhubungan dengan kerja alat
(bajak). Gaya tarik traktor pada lahan dengan kemiringan
yang berbeda, menghasilkan kapasitas kerja traktor yang
berbeda pula. Perbedaan tersebut antara lain disebabkan oleh
potensi terjadinya slip roda traktor yang tidak diharapkan dan
berakibat buruk terhadap kondisi fisika dan mekanika tanah.
Pengolahan tanah pada berbagai kemiringan lahan,
antara 0 % sampai 8% telah lazim dilakukan. Untuk jenis
tanah dengan kemiringan lahan lainnya, terutama ordo
Inceptisols hingga saat ini belum diketahui secara pasti.
Namun demikian batas ambang maksimal kemiringan lahan
yang dapat dilakukan untuk operasional traktor adalah pada
kemiringan lahan 15 % - 18 % (Kramadibrata, 1989).
Lintasan roda traktor pada kondisi kemiringan lahan yang
relatif tinggi, memberikan hasil olahan tanah yang berbeda
dibandingkan dengan kemiringan lahan yang relatif rendah.
Secara teknis, pengolahan tanah dilakukan menurut
arah kontur karena kelincahan gerak traktor pada saat
beroperasi ditentukan oleh kondisi kemiringan lahan. Traktor
cenderung miring ke kekiri atau ke kanan sesuai dengan arah
dan kemiringan lahan operasi. Jika arah lereng miring ke kiri,
Pendahuluan 13
antara lain terjadi pemadatan tanah, kerusakan struktur tanah
dan menurunnya kandungan bahan organik tanah.
Kedelai merupakan komoditas andalan yang sedang
digalakkan untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri, namun
keberhasilan budidayanya ditentukan oleh kondisi lingkungan
tumbuh seperti kondisi fisika dan mekanika tanah. Hal ini
disebabkan sistem perakaran dan polong kedelai tumbuh dan
berkembang ke semua arah pada kedalaman sekitar 20 cm
dari permukaan tanah. Akar berfungsi sebagai organ pengisap
unsur hara dan air serta media terbentuknya bakteri
Rhizobium, namun fungsi tersebut dapat terganggu karena tata
air, udara dan hara tanah yang terganggu, karena efek
pemadatan tanah oleh traktor. Selain itu jika kondisi fisika
dan mekanika tanah kurang mendukung terhadap
pertumbuhan tanaman, akan menurunkan hasil kedelai, karena
tanah yang padat (Rukmana et al., 1996).
Tekanan atau beban terhadap tanah oleh traktor,
berakibat terjadinya pemadatan tanah. Hal tersebut akan
berdampak terhadap kenaikan bobot isi yang terkait dengan
tingkat kelembaban tanah. Namun, peningkatan kelembaban
setelah mencapai maksimum akan menurunkan lagi bobot isi
tanah. Pemadatan dan geseran tanah oleh gaya kohesi,
menyebabkan rasio kekosongan (void ratio) tanah menurun
dan sebaliknya kerapatan serta kekuatan (tahanan) tanah
menjadi meningkat (Baver et. al., 1978).
Pendahuluan 15
akan berakibat fatal dengan resiko terguling traktor dan
mengancam jiwa operatornya.
Oleh karena itu, perlu dikaji kemiringan lahan yang
berpotensi terhadap erosi dengan teknik tanpa lintasan dan
lintasan traktor yang dilakukan secara berulang-ulang ; yakni
sejauhmana terjadi perubahan terhadap sifat-sifat fisika dan
mekanika tanah yang dapat mempengaruhi infiltrasi air
permukaan yang meresap ke dalam tanah.
Laju infiltrasi dapat dipertahankan, jika porositas
tanah tidak terganggu selama terjadi hujan. Tanah dengan
agregat mantap dapat mempertahankan kapasitas infiltrasi
dengan baik ( Kohnke dan Bertrand, 1978 ).
Alibasyah (2000) menyatakan bahwa pengolahan
tanah konservasi secara efektif dapat mengurangi erosi dan
aliran permukaan dibandingkan dengan pengolahan tanah
konvensional. Pada sistem olah tanah konservasi hanya
dilakukan sedikit manipulasi mekanik terhadap tanah,
sehingga pori tanah yang sudah terbentuk secara alami tidak
banyak mengalami gangguan, akibatnya agregat tanah tetap
dalam keadaan stabil, dengan demikian; total ruang pori,
kandungan air tanah dan permeabilitas tanah tetap dalam
keadaan baik.
Sistem pengendalian lintasan merupakan sebagai
salah satu cara untuk mengurangi terjadinya pemadatan tanah,
sedangkan operasi pengolahan tanah perlu dilakukan dengan
Pendahuluan 17
kerapatan isi (bulk density) tanah yang lebih rendah dari
lintasan berikutnya, atau pada lintasan 1, 2, dan 3 terlihat
adanya kenaikan bobot isi tanah, namun pada lintasan ke-4
tidak berbeda dengan lintasan ke-3, yaitu tidak terlihat
kenaikan bobot isi tanah.
Pemadatan tanah sebagai akibat pengolahan tanah
dengan traktor, merupakan masalah yang ingin diketahui,
terutama akibat pengolahan tanah yang dilakukan berulang
kali pada lintasan yang sama dengan berat traktor pada
kemiringan lahan yang berbeda. Selama ini diketahui bahwa
pengolahan tanah dengan lintasan 1, 2 dan 3 (pada lintasan
yang sama di lahan datar) yang dilakukan oleh Taylor et al
(1982), menunjukkan adanya kenaikan pemadatan tanah yang
“sangat nyata” dan berpengaruh terhadap fisika dan mekanika
tanah. Pada beberapa jenis tanah tertentu, kenaikan frekwensi
lintasan 4, 5 dan 6 (pada lintasan yang sama di lahan datar)
terjadi pemadatan tanah yang nyata. Oleh karena itu perlu
dipertanyakan bagaimana hasil akhirnya jika dilakukan
penambahan lintasan 7, 8 dan 9 kali pada lintasan yang sama
tapi kemiringan lahan berbeda, sampai lintasan 9.
Pada kemiringan lahan tegalan sering dilakukan
pembudidayaan tanaman kedelai, pengolahan tanah sangat
diperlukan jika kondisi kepadatan tanah, aerasi, kekuatan
tanah dan dalamnya perakaran tanaman tidak lagi mendukung
untuk penyediaan air dan perkembangan akar sebagai akibat
1.6. Hipotesis
Berdasarkan kerangka pemikiran, dirumuskan
hipotesis sebagai berikut :
(1). lintasan traktor yang berbeda dapat menimbulkan
keragaman beberapa sifat fisika dan mekanika tanah
pada setiap variasi kemiringan lahan.
(2). kondisi fisika-mekanika tanah yang terbaik diperoleh
pada penggunaan traktor dengan lintasan tertentu dan
pada persentase kemiringan lahan tertentu.
(3). terdapat pengaruh lintasan traktor, laju infiltrasi dan
erodibilitas tanah pada berbagai kemiringan lahan
dengan beberapa sifat fisika-mekanika tanah, dan hasil
tanaman kedelai.
Pendahuluan 19
2
TINJAUAN PUSTAKA
Tinjauan Pustaka 21
kuat” digunakan untuk menerangkan suatu tanah yang
terpisah, hampir seluruhnya menjadi satuan-satuan yang
diskrit dan lepas, bentuk spherical kasar, dan diameter
umumnya antara 1 dan 2 mm. Simbol struktur dengan tingkat
perkembangan, ukuran dan bentuk dapat dimodifikasi
dengan istilah yang lebih sesuai, apabila diperlukan untuk
menjelaskan karakteristik lainnya.
Tanah dengan struktur yang baik (granular, remah)
mempunyai tata udara yang baik, sehingga unsur-unsur hara
lebih mudah tersedia dan lebih mudah diolah. Struktur tanah
menentukan sifat aerasi, permeabilitas dan kapasitas menahan
air serta sifat-sifat mekanik tanah. Struktur tanah yang baik
adalah bentuk membulat, sehingga tidak dapat bersinggungan
dengan rapat (Buckman dan Brady, 1982).
Tinjauan Pustaka 23
hubungan yang erat antara tektur tanah dengan sifat-sifat
tanah lain, seperti kapasitas tukar kation, porositas, kecepatan
infiltrasi dan permeabilitas (Soedarmo dan Prayoto, 1985).
Tinjauan Pustaka 25
menjadi lebih pendek. Taylor (1966) mengatakan bahwa
pertumbuhan akar tanaman dipengaruhi tahanan penetrasi
tanah.
Hillel (1980) menyatakan bahwa pada suatu usaha
pemadatan tanah yang tetap, bobot isi tanah merupakan fungsi
dari kadar air tanah. bobot isi tanah meningkat mulai dari
meningkatnya kadar air tanah dan mencapai puncak yang
disebut kadar air optimum, selanjutnya menurun dengan
meningkatnya kadar air tanah. Teori tersebut dapat ditelusuri
dengan uji pemadatan tanah di laboratorium. Metode yang
umum digunakan dalam menentukan bobot isi tanah adalah
dengan cara mengambil contoh tanah di lapangan kemudian
diukur volume dan berat kering tanah tersebut.
Tinjauan Pustaka 27
kemudian diperoleh pori aerasi = persen pori total dikurangi
dengan kandungan air pada pF 2.0, pori drainase lambat =
kandungan air pada pF 2.0 dikurangi kandungan air pada pF
2.54, sedangkan pori air tersedia = kandungan air pada pF
2,54 dikurangi kandungan air pada pF 3,5
2.1.6. Permeabilitas
Permeabilitas, merupakan kemampuan tanah untuk
dilalui oleh masa air melalui pori-pori atau kecepatan
bergeraknya (laju) suatu cairan pada suatu media berpori.
Cairan disini adalah air, sedangkan media berpori adalah
tanah.
Tinjauan Pustaka 29
Konsistensi tanah berubah-ubah dan perubahannya
berhubungan dengan kandungan air yang terdapat dalam
massa tanah (Soedarmo et al, 1985). Berdasarkan kadar
airnya, tanah digolongkan dalam tiga kondisi yaitu kondisi
cair, plastis atau padat (solid). Umumnya tanah berbutir halus
secara alamiah berada dalam kondisi plastis. Batas atas dan
bawah dari rentang kadar air, dimana tanah masih bersifat
plastisitas berturut-turut disebut batas cair dan rentang kadar
air itu sendiri, di definisikan sebagai indeks plastisitas. Bila
kadar air tanahnya sangat tinggi, campuran tanah dan air akan
menjadi sangat lembek seperti cairan. Kadar air dinyatakan
dalam persen. Kadar air dimana transisi dari keadaan semi-
padat ke keadaan plastis terjadi dinamakan batas plastis dan
dari keadaan platis ke keadaan cair dinamakan batas cair.
Batas-batas ini dikenal juga sebagai batas-batas Atterberg.
Batas cair merupakan salah satu titik perubahan/transisi dari
keadaan tanah yang digolongkan oleh sifat mekanik dan
tergantung kepada kadar airnya (Das, 1998).
Pada kelembaban yang rendah, tanah akan keras dan
bergumpal-gumpal karena perekatan antara partikel-partikel
kering tanah. Bila tanah pada keadaan ini diolah (dibajak)
maka akan timbul bongkahan-bongkahan tanah. Bila
kelembaban tanah ditingkatkan, maka molekul-molekul air
diikat pada permukaan pertikel-pertikel tanah dan
menurunkan bentuk gumpalan dan memberikan keadaan
Tinjauan Pustaka 31
plastisitas adalah selisih antara batas plastis atas dan batas
plastis bawah.
Istilah plastisitas menggambarkan kemampuan tanah
untuk berdeformasi pada volume tetap tanpa terjadi retakan
atau remahan. Suatu kondisi fisis dari tanah berbutir halus
pada kadar air tertentu dikenal sebagai konsistensi (Craig,
1991).
Bowles (1989) dan Hardiyatmo (1992) menambahkan
bahwa batas plastis didefinisikan sebagai kadar air pada
kedudukan antara daerah plastis dan semi padat, yaitu
presentase kadar air dimana tanah dengan diameter 3,2 mm
mulai retak-retak ketika digulung. Batas plastis secara kasar
didefinisikan sebagai kadar air dimana selapis tanah yang
digulung sampai berdiameter 3 mm akan putus atau terpisah.
Batas plastis merupakan batas antara tanah dengan
keadaan semi plastis dan tanah dengan keadaan plastis.
Metode penentuan batas plastis dikembangkan oleh
Casagrande, sedangkan indeks plastisitas adalah perbedaan
antar batas cair dan batas plastis suatu tanah (Sapei, Dhalhar,
Fuji, Miyauchi dan Sudou , 1990).
Disini, partikel koloid liat dalam tanah bertindak
sebagai pelumas antara partikel-partikel yang lebih kasar dan
mengurangi gesekan-gesekan. Sifat plastis tanah disebabkan
oleh butir liat seperti lempeng, adalah pengaruh air yang
diadsorpsi ; merupakan pengikat agak licin. Sifat plastis ini
Tinjauan Pustaka 33
Pada Semi- Plasti Cair
t adat k
SL PL LL
< 20% < 35%
Peningkatan % Kadar
Air
Gambar 1. Konsistensi Tanah pada Batas
Kelembaban Atterberg (Das,1968)
(SL : Shrinkage Limit, PL : Plastic Limit, LL : Liquid Limit).
Tinjauan Pustaka 35
tanah lepas (unconsolidated soil) penambahan kelembaban
tanah sampai batas plastis akan menambahkan nilai geseran
tanah dan menurun setelah batas cairnya. Kemudian Baver et
al. (1972) menambahkan bahwa nilai geseran sebanding
dengan indeks plastisitas tanah.
Tinjauan Pustaka 37
berpengaruh terhadap ketahanan penetrasi. Jadi ketahanan
penetrasi akan dipengaruhi oleh tekstur tanah, kandungan dan
jenis liat, bobot isi tanah dan kandungan air tanah.
Pengukuran tahanan penetrasi tanah dilakukan pada
selang kedalaman (1 – 10, 10 – 20, 20 – 30, 30-40, 40-50 )
cm. Alat yang digunakan adalah penetrometer dengan
berbagai tipe.
Tinjauan Pustaka 39
et al. (1972) berpendapat bahwa, pada kadar air yang sangat
rendah, pengolahan tanah akan merusak struktur tanah serta
hasil olah yang berbongkah besar.
Hadjowigeno (1987) menyatakan bahwa, banyaknya
kandungan air dalam tanah berhubungan erat dengan besarnya
tegangan air (moisture tension) dalam tanah tersebut.
Besarnya tegangan air menunjukkan besarnya tenaga yang
diperlukan untuk menahan air di dalam tanah. Banyak istilah
telah dipergunakan untuk memberikan batasan energi yang
mengikat air dalam tanah. Istilah tegangan air tanah dan
isapan tanah dipergunakan untuk memberikan batasan secara
berturut-turut.
Kalsim dan Sapei (1992) menyatakan bahwa
kandungan lengas tanah pada pF 2,0 atau pF 2,5 sering
diambil sebagai kapasitas lapang. Menurutnya kandungan
lengas tanah, menyebabkan akar tanaman sulit untuk
menghisapnya dan akhirnya akan layu. Titik layu permanen
adalah kandungan lengas tanah, dimana tanaman layu tidak
dapat segar kembali, walaupun lengas tanah dikembalikan ke
jenuh. Layu permanen untuk tanaman secara umum terjadi
pada pF 4,2 atau kurang.
Potensial air tanah menurun dengan meningkatnya
kandungan air (makin banyak air tanah, makin berkurang
energi yang diperlukan untuk memegang air dalam tanah).
Isapan meningkat jika ukuran pori yang mengikat air
Tinjauan Pustaka 41
Sedangkan air di dalam tanah dibagi atas air gravitasi,
air kapiler dan air higroskopis serta keadaan air tanah adalah
perbandingan antara berat air dengan berat tanah. Kadar air
tanah biasanya dinyatakan dalam basis kering dan basis basah.
Tinjauan Pustaka 43
Nichols (1929) dalam Baver et al., 1972. menemukan
bahwa untuk tanah plastis, gaya geser pada tekanan yang
diberikan meningkat dengan kelembaban hingga sekitar batas
plastis bawah dan kemudian menurun dengan seragam hingga
batas plastis atas.
Dengan bervariasinya kondisi tanah (tahanan geser
dan gesekannya), maka bervariasi juga reaksinya terhadap
pengolahan tanah. Bainer et al (1952) membagi keadaan tanah
dalam reaksinya pada pengolahan tanah (pembajakan) :
1. Tanah keras rekat. Tanah-tanah ini terpotong menjadi
bongkakan-bongkakan besar pada waktu pembajakan.
2. Tanah padang rumput berat. Karena permukaan tanah
didukung oleh petakaran bidang geseran normal,
umumnya sulit untuk diketahui; dalam hal ini reaksi tanah
terjadi dibawah permukaan.
3. Permukaan yang padat atau rekat. Keadaan yang jarang
terjadi ini biasanya terdapat tanah yang relatif lebih remah
dibawah lapisan padat tersebut. Lapisan padat ini akan
terpotong, terangkat dan terbalik sesuai dengan
lengkungan bajak.
4. Tanah olah. Pada keadaan ini, tanah tidak memiliki
kekakuan dan tekanan yang cukup untuk mendukung
bajak berfungsi dengan baik.
Tinjauan Pustaka 45
dinyatakan dalam satuan persen; dengan demikian, regangan
merupakan ukuran perubahan bentuk.
Pada benda yang bersifat plastis, begitu ada tekanan
terjadilah perubahan bentuk bersifat tetap. Jadi tidak ada
daerah elastis. Jika tekanan terus ditingkatkan sampai pada
suatu saat benda tidak mampu bertahan, terjadilah keruntuhan.
Pada benda yang bersifat rapuh (brittle), perubahan bentuk
yang terjadi, diukur dengan regangan, sangat kecil. Jadi
walaupun tekanan ditingkatkan, mungkin tidak terdapat
regangan yang berarti, sampai pada suatu saat jika tidak
mampu bertahan, terjadilah keruntuhan. Besarnya tekanan
pada saat terjadinya keruntuhan tanah inilah yang disebut
kekuatan tanah (soil strength).
Karena ada 3 macam model keruntuhan benda, maka
dalam mekanika tanah juga dikenal 3 macam kekuatan tanah,
yaitu, (a) kekuatan geser (shear strength), (b) kekuatan tarik
(tensile strength) dan (c) Ketahanan terhadap pemadatan
(compaction resistance).
Di alam, tanah mempunyai sifat sebagai benda cair,
plastis dan bahkan rapuh, hingga ke kekuatan geser tanah.
Karena itu Newmark (1960) memberi batasan keruntuhan
pada tanah, sebagai keadaan saat tanah kehilangan ketahanan
geser. Sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan,
ternyata bukannya kekuatan geser yang menentukan daya
dukung tanah. Seringkali tanah sudah mengalami keruntuhan
Tinjauan Pustaka 47
Cara yang paling mudah untuk mengukur kekuatan
geser tanah adalah dengan cara “geser langsung” (direct
shear). Cara ini telah digunakan oleh Coulomb pada tahun
1876 dan masih dipakai secara luas sampai sekarang. Pada
semua alat geser langsung yang diukur adalah tekanan
normal, tekanan geser dan pergerakan relatif alat terhadap
tanah.
Setelah contoh tanah berada di dalam alat geser, pada
alat diberi gaya normal, kemudian alat diberi gaya geser
dengan menggeser tutup alat geser (dengan contoh di
dalamnya sampai terjadi keruntuhan). Tekanan normal
diperoleh dengan membagi gaya normal dengan luas bidang
keruntuhan, demikian pula kekuatan geser diperoleh dengan
membagi gaya geser dengan bidang keruntuhan.
Sudut geser tanah, yang dinamakan juga sebagai
komponen fisik kekuatan geser, merupakan ketahanan
gesekan. Ketahanan gesekan ini ditimbulkan oleh adanya (1)
gaya saling menahan diantara dua benda yang digeser dan (2)
dari rintangan karena adanya saling kunci- mengunci
(interlocking) diantara partikel-partikel yang bergerak
tersebut. Sumber kekuatan gesekan pada fenomena pertama
juga sering disebut sebagai daya saling mengunci mikro atau
dalam istilah Inggris disebut “micro interlocking” (Lambe dan
Whitman, 1969). Saling mengunci mikro terjadi karena
adanya kekasaran permukaan partikel yang saling bergeser.
Tinjauan Pustaka 49
dicampur dengan liat, yang terjadi ialah semakin tinggi
kandungan liatnya, semakin kecil nilai sudut gesekannya.
Pengaruh kandungan air terhadap sudut geser pada
mineral yang berbentuk lempengan (sheet minerals) berbeda
dengan pengaruh kandungan pada mineral yang berbentuk
butiran. Pada mineral yang berbentuk lempengan, air
berfungsi sebagai pelumas, sedang pada mineral yang
berbentuk butiran, air berfungsi sebaliknya yaitu sebagai anti
pelumas (antilubricant).
Pengaruh kepadatan susunan terhadap sudut geser
dapat dijelaskan dari gejala saling mengunci. Pada tanah yang
mempunyai kepadatan rendah, karena relatif tidak ada partikel
yang saling mengunci, sudut geser terutama ditimbulkan oleh
ketahanan gesekan dari bagian benda yang digeser. Dalam hal
ini ketahanan gesekan terjadi karena kekasaran permukaan.
Sebaliknya pada benda yang mempunyai nilai susunan
kepadatan tinggi, mempunyai nilai rasio rongga pori rendah,
ketahanan gesekan disamping timbul dari kekasaran
permukaan bagian benda yang digeser, karena partikel-
partikel yang menyusun benda ini mempunyai kedudukan
saling mengunci, maka nilai sudut geser juga berasal dari
usaha untuk mengubah tempat kedudukan partikel-partikel
yang saling mengunci tersebut dan/atau memecahkan partikel
penyusunnya.
Tinjauan Pustaka 51
dapat digolongkan menjadi (1) kohesi sebenarnya dan (2)
kohesi semu (Mithcell,1976 dalam Islami et al., 1995).
Menurut Islami et al, 1995 kohesi sebenarnya berasal dari (1)
sementasi, (2) gaya tarik menarik elektrostatik dan
elektromagnetik, (3) ikatan valensi dan (4) adhesi. Kohesi
semu berasal dari (1) gaya kapiler, dan (2) gaya mekanis.
Kekuatan tarik tanah dipengaruhi oleh kandungan dan
jenis mineral liat, macam kation, kandungan bahan organik
dan kandungan air tanah. Pengaruh kandungan liat terhadap
kekuatan tegangan telah diteliti oleh Vomocil dan Chancellor
(1967) yang mendapatkan bahwa kekuatan tarik meningkat
dengan peningkatan kandungan liat. Pada kandungan liat yang
sama, kekuatan tarik monmorillonit lebih tinggi dari kaolonit.
Gill (1959) mengukur kekuatan tarik dengan jalan
menarik kolom tanah pada kedua ujungnya. Cara ini
kemudian disebut “tarik langsung” (direct tension). Metoda
yang lebih mudah dan banyak digunakan adalah apa yang
disebut “tarik tidak langsung” (indirect tension) atau juga
dikenal dengan “Brazilian test”, yang biasanya digunakan
untuk uji pasangan semen.
Untuk melaksanakan uji tarik tidak langsung, kolom
tanah dengan panjang L cm, diameter d cm, diletakkan di atas
piringan datar yang diletakkan di atas timbangan, kemudian di
atasnya diberi piringan lagi dan selanjutnya ditekan sampai
terjadi keruntuhan.
Tinjauan Pustaka 53
Holmgren, 1952; Davis, Dexter dan Tanner 1973). Perubahan
bentuk plastis terjadi, jika tekanan yang diberikan melebihi
kekuatan geser. Pada tanah beragregasi kering, kompresi
terjadi jika pemecahan agregat, dalam hal ini tekanan yang
diberikan harus lebih besar dari kekuatan tarik tanah (Dexter,
1975 ; Kezdi, 1979). Oleh karena itu semua faktor yang
berpengaruh terhadap kekuatan geser dan kekuatan tarik akan
mempengaruhi ketahanan pemadatan ; dalam hal ini termasuk
tekstur, jenis liat, kandungan air tanah, macam kation dan
tentu saja kepadatan susunan.
Harris (1971) menunjukkan bahwa tingkat perubahan
dan perubahan total bobot isi tanah, jika diberi tekanan
kompresi pada tanah berdebu lebih besar dari pada tanah liat.
Pada keadaan kering udara, ketahanan pemadatan tanah liat,
lempung berdebu dan lempung berpasir tidak berbeda. Tetapi
jika kandungan air ditingkatkan, dengan tekanan yang sama,
perubahan bobot isi tanah liat rendah dibandingkan tanah
lempung berpasir. Pada kandungan air 8 % perubahan bobot
isi tanah liat hanya 0.17 g/cm3 sedang pada tanah lempung
berpasir 0.45 g/cm3. Hal ini menunjukkan bahwa ketahanan
pemadatan tanah liat lebih tinggi.
Macam tanah liat menentukan besarnya gaya tarik-
menarik dan tolak-menolak, makin besar gaya tolak-menolak
mineral liat akan makin besar kekuatan geser dan tentunya
ketahanan pemadatan. Disamping itu mineral liat juga
Tinjauan Pustaka 55
nilai tahanan penetrasi tertinggi adalah pada keadaan tanah
kering, karena pada keadaan tanah tersebut nilai kohesi dan
adhesi lebih tinggi. Pada kedalaman 30, 40 dan 50 cm
(gambar 1), nilai tahanan penetrasi tertinggi terjadi pada ke-
adaan tanah lembab, hal ini disebabkan pada keadaan tanah
tersebut tidak adanya pengaruh lintasan traktor (Subsoil) serta
adanya Porous. Kemudian pada berbagai tingkat kelembaban
tanah terjadi juga peningkatan, mulai dari keadaan tanah
basah, lembab dan kering; hal ini disebabkan adanya penga-
ruh kadar air dan kedalaman tanah (Top Soil). Secara umum
terlihat bahwa makin rendah tingkat kadar air dan tinggi keda-
laman tanah, maka semakin besar nilai tahanan penetrasinya.
Tanah yang mempunyai kepadatan susunan tinggi atau
bobot isinya tinggi mempunyai ketahanan penetrasi atau
ketahanan pemadatan yang lebih tinggi, dibandingkan dengan
tanah yang bobot isinya rendah (Chancellor dan Smith, 1962).
Riadi (2002) menunjukkan hasil pengujian pemadatan
tanah di laboratorium untuk tiga kedalaman. Dari pengujian
tersebut, menghasilkan nilai kadar air tanah optimum sebesar
32.44 % dan bobot isi tanah maksimum 1. 35 gr/cm3 untuk
kedalaman 0-20 cm, nilai kadar air tanah optimum sebesar
31.05% dan bobot isi tanah maksimum 1.38 gr/cm3 untuk ke-
dalaman 20-40 cm, dan nilai kadar air tanah optimum sebesar
33.98% dan bobot isi tanah maksimum 1.35 gr/cm3 untuk
kedalaman 20-40 cm. Dibawah ini dapat dilihat uji pemadatan
Tinjauan Pustaka 57
aplikasinya di bidang pertanian, uji proctor ini dapat
memberikan informasi mengenai kadar air tanah optimum
yang dapat menghasilkan kepadatan tanah maksimum,
sehingga penggunaan alat dan mesin budidaya pertanian dapat
diusahakan pada kondisi kadar air tanah yang tidak
mengakibatkan tingkat pemadatan tanah yang tinggi (Riadi,
2002).
Dibawah ini dapat dilihat, kurva pemadatan tanah
(Gambar 2), dimana selang kadar air untuk setiap ulangan
dikondisikan sama, yaitu sekitar 5 %.
Tinjauan Pustaka 59
Islami dan Utomo (1995) serta Craig (1991)
menyatakan, pemadatan adalah proses naiknya kerapatan isi
tanah dengan memperkecil jarak antar partikel, sehingga
terjadi reduksi volume udara, tetapi tidak terjadi perubahan
volume air yang cukup berarti. Pemadatan tanah dapat diberi
batasan sebagai perubahan volume, karena tanah diberi
tekanan dan untuk setiap daya pemadatan tertentu kepadatan
yang tercapai tergantung pada kadar airnya.
Bila kadar air rendah, maka tanah akan keras atau
kaku sehingga sulit untuk dipadatkan. Bila kadar air di
tambah, maka air akan berfungsi sebagai pelumas sehingga
tanah akan lebih mudah dipadatkan. Pada kadar air tinggi
kepadatannya akan menurun karena pori-pori tanah menjadi
terisi air yang tidak dapat dikeluarkan dengan cara
memadatkan. Pemadatan tanah biasanya diukur (dinilai)
dengan menentukan berat isi keringnya, bukan dengan
menentukan angka porinya. Lebih tinggi berat isi kering,
berarti lebih kecil angka pori dan lebih tinggi derajat
kepadatannya (Wesley, 1973).
Karena volume tanah terdiri dari bagian padat dan
kekosongan diantaranya (voids), maka tekanan akan
menurunkan kekosongan (void ratio) tiap satuan tekanan atau
beban. Rasio kekosongan menyatakan perbandingan volume
kekosongan dengan volume padatan (Baver et al, 1972).
Tinjauan Pustaka 61
Bajak piring digunakan untuk menggantikan fungsi
dimana bajak singkal tidak efisien untuk dipakai, yaitu pada
kondisi : Tanah yang keras, licin dan tanah-tanah yang
memiliki lapisan keras (hardpan); tanah keras yang kering
tidak bisa tembus oleh bajak singkal; tanah-tanah yang masih
ada sisa-sisa akar, berbatu dan kasar; tanah yang berlumut dan
licin; serta untuk pembajakan yang dalam. Kelembaban tanah
amat mempengaruhi kecepatan gerak maju traktor sebagai
bagian dari kerja roda dan hubungannya dengan gaya tarik
dan perilaku tanahnya yang dapat mempengaruhi kapasitas
kerja traktor, sekaligus memberi dampak, yaitu terjadi
pemadatan tanah yang sangat tidak diharapkan.
Pengolahan tanah yang kurang menguasai teknik
pengendalian lintasan traktor dan kelembaban tanah, selain
memberikan pengaruh penggemburan juga pemadatan.
Akibatnya terjadi perubahan tata udara dan air dalam tanah,
terutama pada kelembaban tanah yang berbeda, hal ini dapat
mempengaruhi pembatasan fisik dan mekanik pada
perkembangan akar dengan lapisan keras pada tanah yang
dapat mempengaruhi pertumbuhan tanaman.
Pada kelembaban yang rendah, tanah akan keras dan
bergumpal-gumpal karena perekatan antara partikel-partikel
kering tanah; bila tanah pada keadaan ini diolah (dibajak)
maka akan timbul bongkahan-bongkahan tanah. Bila kelem-
baban tanah ditingkatkan, maka molekul-molekul air diikat
Tinjauan Pustaka 63
lahan dengan persentase tertentu, akan memberi pengaruh
terhadap tinggi rendahnya erosi tanah. Oleh karena itu,
diperlukan kajian pengolahan tanah dengan traktor pada lahan
dengan kemiringan tertentu yang sesuai dengan kaedah
konservasi tanah dan air.
Lintasan roda traktor yang berulang-ulang pada
kondisi kemiringan lahan yang relatif tinggi, akan memberi
hasil olahan tanah yang berbeda, jika dibandingkan dengan
kemiringan lahan yang relatif rendah, terutama dampak yang
ditimbulkan terhadap kondisi fisik dan mekanik tanah yang
dapat mempengaruhi infiltrasi air ke dalam tanah, sehingga
memperbesar air permukaan yang dapat menimbulkan erosi.
Disini, perlu dilihat kemiringan lahan yang berpotensi
terhadap erosi dengan teknik pengoperasian traktor atau tanpa
menggunakan traktor; sejauhmana dampak yang terjadi
terhadap perubahan fisik dan mekanik tanah yang dapat
mempengaruhi infiltrasi air permukaan yang meresap ke
dalam tanah atau erodibilitas tanah yang berakibat erosi, perlu
memperbanyak penelitian-penelitian, terutama kemiringan
diatas 15% atau 20%.
Teknologi penggunaan traktor yang terus berkembang,
harus diimbangi dengan penggunaan tanah di lahan kering,
terutama pengolahan tanah yang harus memberi manfaat
efektif terhadap produksi tanaman pada lahan-lahan berbukit
Tinjauan Pustaka 65
terjadi pada tanah dengan kandungan air rendah atau sedang,
tetapi makin tinggi kadar air sampai keadaan jenuh air, laju
infiltrasi menurun hingga mencapai minimum.
10
Prosentase reaksi maksimum
900 A
80
70 A. “Shear”
B B. Adhesi
60
C. Kompresi
50 C D. “Dynamometer
40 full”
30 D E. Kohesi
20 E F. “Plasticity
10 F range”
0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22
Kelembaban (%)
Gambar 3. Hubungan faktor-faktor dinamik pada
pengolahan tanah
denganPustaka
Tinjauan kelembaban tanah (Baver et al., 1972) 67
Nilai geseran atau koefisien tahanan dalam tanah pada
kenyataannya merupakan sifat dinamik utama dalam interaksi
tanah dengan alat-alat pengolahan tanah. Pada gambar 3
terlihat bahwa nilai geseran meningkat hingga nilai
maksimum pada batas plastis, hal ini mudah dimengerti
dengan melihat persamaan (1) dari hukum Coulomb, karena
kohesi tanah meningkat dengan meningkatnya kelembaban
tanah. Tetapi nilai geseran (shear) ini menurun dengan tajam
setelah batas plastisnya, hal ini dapat dijelaskan dengan
persamaan (2) dimana bila kelembaban tanah (W) meningkat
mendekati batas plastis (PL) maka harga dari (PL-W) semakin
menurun dan akan menurunkan nilai geseran atau tahanan
geser (Fs).
Gesekan antara tanah dengan logam merupakan
variabel penting dalam operasi pengolahan tanah. Adhesi
meningkat dengan bertambahnya kelembaban tanah (gambar
3) nilai maksimumnya meningkat sesuai indeks plastisnya.
Diatas batas cairnya, karena cukup lapisan air untuk
memberikan efek pelumasan, maka koefisien gesekan menjadi
konstan. Dengan demikian bila pengolahan tanah dilakukan
pada tanah yang cukup basah, tanah akan lengket pada alat
pengolahan tanah.
Dengan adanya tekanan pada tanah akibat pengolahan
tanah, tanah sebelum tergeser mengalami tekanan terlebih
Tinjauan Pustaka 69
dalam adhesi ini adalah kandungan koloid tanah (Nichols, et
al 1958).
Hubungan antar adhesi dengan plastisitas tanah dapat
dilihat juga pada gambar 27, dimana pengolahan tanah pada
daerah plastis, menunjukkan; karena kohesi maksimum dan
adhesi maksimum mengakibatkan tanah sulit terpotong dan
digemburkan.
Disini, dengan adanya tekanan pada tanah pada
keadaan plastis ini, tanah akan cenderung menggelincir antara
partikel-partikelnya dari pada terpotong. Biasanya hasil
pemotongan bajak yang telah terbalik tidak langsung hancur,
tetap kokoh dan keadaan ini terlihat jelas bila tanah mulai
kering, akan timbul bongkahan-bongkahan sisa pemotongan
tanah. Tingkat kegemburan tidak tercapai dengan baik bila
pengolahan tanah dilakukan pada daerah plastis. Bila
pengolahan tanah dilakukan pada keadaan lebih basah lagi
(diatas batas plastisnya) maka tanah akan mudah terdorong
dengan sedikit gaya saja, dengan adhesi yang tinggi
(maksimum) tanah akan lekat pada bajak, selain itu pada
keadaan ini tanah mudah melumpur.
Lapisan tanah yang sudah terpotong oleh pisau bajak
akan meluncur pada permukaan bajak (dikenal dengan istilah
“scouring”). Bila pengolahan dilakukan pada tanah yang
terlalu kering, dimana terjadi nilai kohesi lebih kecil dari gaya
Tinjauan Pustaka 71
Pengolahan tanah yang dilakukan pada tanah yang
terlalu kering, karena tahanan gesernya cukup besar, maka
diperlukan tenaga yang cukup besar untuk pemotongan.
Tanah tidak terbalik dengan sempurna dan terjadi bongkahan-
bongkahan yang keras, malah mungkin terjadi, tanah hanya
terdorong, walaupun efek pemadatan tanah kecil.
Bila pengolahan dilakukan pada daerah plastis, karena
adhesi dan kohesi tinggi (maksimum), maka diperlukan
tenaga yang cukup besar. Karena tanah plastis (liat), maka
tidak terjadi penggemburan yang baik dan efek pemadatan
tanah relatif tinggi.
Kemudian bila pengolahan dilakukan pada tanah yang
terlalu basah (diatas batas plastisnya), karena tahanan
gesernya kecil, tenaga yang diperlukan sedikit lebih rendah,
namun karena kelembaban yang tinggi tanah akan lebih
mudah melumpur.
Oleh karena itu, cukup jelas bahwa pengolahan tanah
akan memberikan hasil yang optimum pada keadaan remah.
Keadaan remah ini, berada dibawah batas plastis bawah,
namun tidak terlalu kering (dikenal dengan istilah “kapasitas
lapang”).
Selain menurunkan kebutuhan tenaga untuk
pengolahannya (pemotongan, pengangkatan, pembalikan dan
penghancuran), tanah akan terbalik dengan sempurna dan saat
tanah mulai jatuh terlempar akan terpecah (hal ini tidak terjadi
Tinjauan Pustaka 73
mendukung untuk penyediaan air dan perkembangan akar.
Meskipun pekerjaan pengolahan tanah pada setiap musim
tanam dianggap penting, tetapi pengolahan tanah intensif
yang dilakukan dengan menggunakan traktor yang dilakukan
bertahun-tahun secara terus menerus di daerah dengan curah
hujan yang tinggi, akan memberikan efek buruk; antara lain
mempercepat pemadatan tanah, kerusakan struktur tanah dan
turunnya kandungan bahan organik tanah.
Masalah pengolahan tanah, berkaitan erat dengan
produksi pertanian terutama dalam menyiapkan struktur tanah
yang cocok untuk pertumbuhan tanaman. Pengolahan yang
dilakukan pada tanah selain memberikan pengaruh
penggemburan juga pengaruh pemadatan; pengaruh-pengaruh
ini memberikan akibat perubahan udara dan air dalam tanah,
juga memberikan pembatasan mekanis pada perkembangan
akar dengan lapisan keras pada tanah; di lain pihak, tanah juga
dipakai untuk menyokong lalu-listas alat-alat pertanian itu
sendiri, besarnya tarikan (traction) dipengaruhi oleh kondisi
tanah yang secara langsung mempengaruhi jalannya
pengolahan tanah.
Untuk dapat tumbuh baik dan berproduksi tinggi,
tanaman tidak hanya membutuhkan hara yang cukup dan
seimbang, tetapi juga memerlukan lingkungan fisik tanah
yang cocok supaya akar tanaman dapat berkembang dengan
bebas, proses-proses fisiologi bagian tanaman yang berada di
Tinjauan Pustaka 75
Pfeffer, (1893) dalam Gill dan Bolt, (1955) menunjukkan
bahwa akar, baru berhenti pertumbuhannya jika tanah
memiliki kekuatan 2500 kPa. Di lapangan tanah dengan
kekuatan setinggi 2500 kPa sangat jarang dijumpai. Pada
lapisan padas yang terdapat pada tanah sawah, misalnya, nilai
tertinggi kekuatan tanah (yang diukur pada kapasitas lapang
dan dinyatakan dalam Indeks penetrometer, Qp) masih
dibawah 200 kPa. Berdasarkan kenyataan tersebut, maka
selama berpuluh-puluh tahun peranan sifat fisik tanah
terhadap pertumbuhan tanaman kurang diperhatikan (Utomo
et al, 1991).
Pada akhir tahun enam puluhan dan menjelang tahun
tujuh puluhan, para pakar menemukan kenyataan bahwa
walaupun kekuatan tanah masih jauh dibawah nilai ambang,
ternyata akar tanaman sudah terganggu pertumbuhannya.
Berdasarkan kenyataan tersebut, maka Russell (1977)
mengusulkan agar para pakar pertanian lebih memperhatikan
nilai terendah, saat sifat fisik tanah tersebut telah
mempengaruhi pertumbuhan dan hasil tanaman dari pada nilai
tertinggi, dimana pertumbuhan berhenti. Jadi dalam hal ini,
hendaknya sifat fisik tanah diperlukan sebagai “faktor
pembatas” pertumbuhan tanaman seperti halnya faktor
pertumbuhan lainnya, yaitu unsur hara, air dan lain-lain
sebagainya.
Tinjauan Pustaka 77
Dimuka telah dibahas, bahwa disamping efeknya
secara langsung, dalam hal ini lewat pengaruhnya terhadap
perkembangan dan perpanjangan akar, struktur tanah juga
berpengaruh terhadap perkembangan pertumbuhan tanaman
lewat proses respirasi akar. Dalam hubungan ini, Anderson
dan Kemper (1964) menekankan pentingnya ketersediaan
Oksigen dan pengeluaran karbon dioksida dari daerah
perakaran agar tanaman dapat tumbuh dengan baik. Menurut
Doyle dan McLean (1958), aerasi tanah merupakan hasil
masuknya oksigen dari udara melalui ruang pori tanah ke
dalam air tanah untuk menggantikan oksigen yang digunakan
oleh tanaman, serta jasad hidup dalam tanah, dan keluarnya
karbon dioksida yang dihasilkan jasad hidup dalam tanah ke
atmosfer.
Visser (1977) menggunakan “Kapasitas Aerasi Tanah”
(KAT) sebagai indeks struktur tanah. KAT, diberi batasan
sebagai nilai “Area Aerasi Tanah” (AAT), pada m = -100
cm.
Disini, ukuran pori tanah bervariasi sangat besar,
mulai dari kurang dari 1 m sampai lebih besar dari 1000 m,
Greenland (1971) menggolongkan ruang pori tanah menjadi
tiga, yaitu pori “transmisi”, pori “penyimpanan” dan pori
“residu”. Pori transmisi adalah pori yang terisi udara pada saat
air tanah berada dalam kapasitas lapang, dan berukuran > 50
m. Pori dalam “penyimpanan” merupakan ruang pori yang
Tinjauan Pustaka 79
reduksi mangan (Mn3+) berubah menjadi (Mn2+) ferri (Fe3+)
menjadi Ferro (Fe2+), sulfat menjadi sulfit. Mangan (Mn2+)
dan Ferro (Fe2+) mempunyai sifat sangat larut (Islami et
al.,1995).
Pada kondisi an aerob, senyawa-senyawa organik tidak
semuanya dirombak menjadi karbon dioksida (CO2), tetapi
sebagian masih berada dalam bentuk senyawa antara;
termasuk dalam persenyawaan ini adalah asam laktat, ethanol,
asetaldehida dan asam-asam alifatik seperti asam-asam asetat
dan asam butirat. Disamping itu pada kondisi an aerob, juga
sering sekali terjadi akumulasi gas etilene. Adanya
persenyawaan tersebut di dalam tanah akan mengganggu
perkembangan dan aktifitas akar tanaman, karena senyawa-
senyawa tersebut merupakan senyawa yang meracuni
tanaman.
Dari pembahasan yang telah dikemukakan dapat
diambil kesimpulan bahwa terganggunya perkembangan akar
dan pertumbuhan tanaman pada kondisi aerasi jelek
disebabkan karena (1) terganggunya proses fisiologi akar
sebagai akibat berkurangnya O2, dan meningkatnya CO2 serta
etilene, dan (2) gangguan dari senyawa-senyawa beracun
yang berasal dari tanah sebagai akibat berubahnya kondisi
oksidasi menjadi kondisi reduksi.
Jika akar tanaman yang sedang tumbuh menjumpai
media padat berpori yang diameternya lebih kecil dari
Tinjauan Pustaka 81
pertumbuhan dan hasil tanaman. Tetapi pada umumnya tanah-
tanah pertanian justru mempunyai kondisi yang kurang
optimum untuk pertumbuhan tanaman, baik ditinjau dari
ketersediaan air maupun hara.
Dalam kondisi seperti ini, maka panjang dan volume
akar akan sangat mempengaruhi kemampuan tanaman untuk
mengasobsi air dan hara; dengan demikian, walaupun
pertumbuhan akar tanaman belum terhenti, tetapi
terhambatnya perpanjangan akar telah mempengaruhi
pertumbuhan dan hasil tanaman (Taylor, Huck dan Klepper.,
1972).
Dari fakta tersebut, dapat diperhitungkan bahwa
pengetahuan tentang “tekanan paling rendah yang dapat
mempengaruhi pertumbuhan akar”, atau yang kemudian
disebut “Tekanan Kritis Minimum”, lebih bermanfaat dari
pada pengetahuan tentang “Tekanan Akar Maksimum”.
Pada bab V telah dibahas bahwa perubahan bentuk
(deformasi) tanah oleh akar tanaman atau bagian tanaman
yang tumbuh di dalam tanah ada tiga macam, yaitu (1)
keruntuhan geser, (2) keruntuhan tarik dan (3) pemadatan.
Pada saat yang sama, tanah memberikan reaksi yang di kenal
sebagai (1) kekuatan geser, (2) kekuatan tarik dan (3)
ketahanan terhadap pemadatan.
Di lapangan, ketiga macam keruntuhan tersebut
biasanya terjadi secara bersamaan, dan sangat sulit untuk
Tinjauan Pustaka 83
perlakuan (1). Pengamatan akar tanaman juga menunjukkan
bahwa peningkatan kekuatan tanah menghambat pertumbuhan
akar. Sampai umur 20 hari, akar pada perlakuan (3) belum
mampu menembus lapisan padas (Qp = 550 kPa).
Sebagai akibat terganggunya pertumbuhan akar dan
tanaman, terlihat adanya peningkatan kekuatan tanah telah
menurunkan hasil tanaman. Utomo et al. (1991) menunjukkan
peningkatan indeks penetrometer, telah menurunkan hasil
tanaman kedelai. Hal yang sama telah diperlihatkan oleh
Lowrey et al. (1970) dimana dalam penelitiannya
mengkombinasikan kekuatan tanah dan kedalaman lapisan
padas; didapatkan hasil tanaman kapas menjadi lebih rendah
dengan meningkatnya indeks penetrometer dan makin
dangkalnya lapisan padas.
Walau telah dibuktikan, bahwa peningkatan kekuatan
tanah akan menghalangi pertumbuhan akar, tetapi ternyata
mekanisme bagaimana pertumbuhan akar terhambat dengan
peningkatan kekuatan tanah masih belum dapat dijelaskan
secara pasti. Beberapa pakar, mencoba berspekulasi bahwa
perpanjangan akar tanaman yang merupakan hasil
perpanjangan sel vakuola terhambat, karena masuknya air ke
dalam sel vakuola, dihalangi oleh tekanan dinding sel dan
tekanan dari luar. Dalam kenyataannya, bagaimana
mekanisme pertumbuhan akar tanaman dipengaruhi oleh
rintangan mekanik sangat kompleks; dengan demikian tidak
Tinjauan Pustaka 85
Kerusakan fisik tanah yang mempengaruhi
pertumbuhan tanaman tidak terjadi secara individu seperti
halnya dibahas dimuka, tetapi terjadi secara simultan dan
terdapat saling interaksi diantara sifat fisik tanah itu sendiri.
Bahkan, lebih luas lagi bersama-sama dengan sifat kimia dan
biologi tanah. Oleh karena itu tepat sekali apa yang
dinyatakan oleh Shaw (1952) dalam Islami et al (1995) bahwa
karena sifat fisik, kimia dan biologi tanah secara serentak
mempengaruhi pertumbuhan tanaman, maka hanya dengan
cara pendekatan fundamental hasil yang diperoleh akan
mempunyai arti dimasa mendatang. Hal ini bukan berarti
pendekatan secara empiris tidak diperlukan, tetapi hasil yang
diperoleh kurang dapat menjelaskan proses bagaimana sifat-
sifat tanah tersebut mempengaruhi pertumbuhan tanaman.
Taylor et al., 1966 membuktikan kekuatan tanah
merupakan fungsi dari tekstur tanah, struktur tanah dan
kandungan air tanah; dengan demikian tekstur tanah,
disamping secara langsung mempengaruhi pertumbuhan akar
tanaman lewat ukuran pori, juga berpengaruh terhadap
pertumbuhan akar dengan cara mempengaruhi kekuatan
tanah. Walau demikian dapat dikemukakan bahwa pada
struktur tanah yang sama, peningkatan kekuatan tanah
menurunkan pertumbuhan akar tanaman. Pada kekuatan tanah
rendah, tekstur tanah tidak berpengaruh terhadap
pertumbuhan akar, tetapi pada kekuatan tanah yang tinggi,
Tinjauan Pustaka 87
berhenti tumbuh; ternyata, makin rendah konsentrasi oksigen
dalam media, makin rendah kemampuan akar tanaman untuk
mengatasi rintangan mekanis.
Baver et al, 1972 telah mencoba menggambarkan
konstribusi rintangan mekanis, aerasi dan cekaman air dalam
mempengaruhi pertumbuhan akar tanaman. Pada tanah yang
mempunyai bobot volume optimum (sekitar 1,0 g/cm3) faktor
pembatas pertumbuhan tanaman hanyalah aerasi, terjadi pada
potensial matriks (m) tinggi dan cekaman air, yang terjadi
pada m rendah. Pada kondisi ini rintangan mekanik tidak
menjadi faktor pembatas pertumbuhan akar tanaman. Begitu
bobot volume tanah meningkat, pengaruh rintangan mekanik
sudah mulai terlihat. Ini menunjukkan bahwa pada tanah yang
relatif basah (m lebih tinggi dari 100 cm) rintangan
mekanik telah mempengaruhi pertumbuhan akar tanaman.
Pada tanah yang mempunyai bobot volume, sangat tinggi (1,6
g/cm3) pertumbuhan akar tanaman sudah berhenti, walau
tanaman belum menderita cekaman air (m = -1000 cm).
Pendapat tersebut didukung dengan hasil percobaan
yang menunjukkan adanya hubungan antara bobot volume
tanah, kandungan air tanah, kekuatan tanah dan panjang akar
tanaman, bahwa kekuatan tanah meningkat dengan
meningkatnya bobot volume tanah dan pada masing-masing
bobot volume tanah, kekuatan tanah bertambah dengan
menurunnya potensial matriks tanah. Akar tanaman
Tinjauan Pustaka 89
Islami et al, (1995) hal yang lebih menarik adalah
bentuk akar yang mengembang dan saling menjalin melalui
volume tanah dan mempunyai luas permukaan yang besar;
dimana suatu tanaman tahunan bisa membentuk suatu sistem
perakaran beberapa ratus km2 (perkiraan panjang total dan
luas permukaan akar adalah 10 kali lebih besar jika akar
rambut diperhitungkan). Kebutuhan untuk menempati
permukaan yang luas akan jelas bila kita mempertimbangkan
fungsi utama akar yang terganggu akibat pemadatan tanah,
yaitu sukar memperoleh air dan unsur hara secara terus
menerus dari media yang seringkali hanya memiliki sedikit
persediaan air per satuan volume dan umumnya mengandung
unsur hara terlarut dalam konsentrasi sangat kecil. Pergerakan
dan pertumbuhan akar, termasuk perkembangan pada tanah
dimana akar berada dan berkembang menuju daerah baru,
dipengaruhi terutama oleh faktor tanah, selain kandungan air
dan unsur hara, yaitu suhu, aerasi, tahanan mekanis, adanya
bahan beracun, dan geotropisme akar utama, yaitu
kecenderungan untuk tumbuh vertikal ke bawah atau ke pusat
bumi; semua ini sangat mempengaruhi pertumbuhan dan
produksi tanaman.
METODE PENELITIAN
91
Di samping itu juga digunakan pestisida dan insektisida untuk
pencegahan hama dan penyakit tanaman.
Peralatan yang digunakan di lapangan terdiri dari satu
unit traktor roda 4, bajak singkal (spesifikasi traktor, model
dan jenis bajak yang digunakan disajikan pada Lampiran 8,9
dan 10), ring sample, penetrometer tipe Eropa, cangkul, skop,
parang, meteran, serta alat pendukung lainnya. Sedangkan
peralatan laboratorium yang digunakan adalah ayakan kering
dan basah, peralatan penentuan pF, timbangan analitik,
piknometer, oven, strain-controlled, dan berbagai ukuran
serta bentuk glassware.
Percobaan akan menggunakan 36 petakan lahan,
masing-masing berukuran 12 m x 8 m yang terdiri atas: 12
petak lahan dengan kemiringan 0 % sampai 5 %, 12 petak
lahan dengan kemiringan 6 % sampai 10 %, dan 12 petak
dengan kemiringan 11% sampai15 %.
Metode Penelitian 93
Tabel 1. Kombinasi Perlakuan Kemiringan dan Lintasan
Traktor
Metode Penelitian 95
b. Sifat mekanika tanah, yang diamati adalah tahanan geser
tanah dan ketahanan penetrasi tanah.
c. Pertumbuhan akar dan hasil tanaman juga diamati sebagai
variabel respons yang terdiri atas panjang dan bobot
kering akar serta bobot kering biji kedelai.
Pengertian dan urutan serta rincian untuk pelaksanaan
analisis masing-masing variabel respons tersebut adalah
sebagai berikut :
Bobot Isi ( BD )
Porositas Total 1 100% ……….………… (2)
Bobot jenis butiran
Distribusi Pori
Distribusi porositas tanah yang diamati terdiri atas pori
aerasi dan pori air tersedia. Pori aerasi adalah selisih antara
persen pori total dengan kandungan pada pF 2,0; pori drainase
lambat merupakan selisih antara kandungan air pada pF 2,0
dengan kandungan air pada pF 2,54; sedangkan pori air
Metode Penelitian 97
tersedia untuk tanaman adalah selisih antara kandungan air
pada pF 2,54 dengan pF 3,5.
Permeabilitas
Permeabelitas merupakan kemampuan tanah untuk
dilalui oleh massa air melalui pori-pori. Penentuan
permeabelitas tanah dihitung menurut persamaan 4 (LPT,
1979).
(K) = ……………….(4)
Stabilitas Agregat
Stabilitas agregat tanah ditetapkan secara kuantitatif di
laboratorium dengan cara pengayakan basah dan kering
menurut metode De Leenheer dan De Boodt (1959).
Penentuan stabilitas agregat tanah didasarkan pada perbedaan
Metode Penelitian 99
antara tanah dengan tanah. Penentuannya didasarkan menurut
persamaan Coulomb atau persamaan 7 (Das, 1985, Bowles et
al., 1991, Terzaghi et al., 1993 dan Soedarmo et al., 1997).
S = C + P tan ………………………………..(7)
Dimana : S = tahanan geser tanah
C = kohesi tanah
P = besarnya tekanan efektif yang bekerja pada
bidang geser
tan = koefisien gesekan dimana merupakan
sudut gesekan
3.4.6. Pemupukan
Pemupukan nitrogen (Urea, 46 % N) dengan dosis 50
kg N ha-1, Fosfor (SP-36, 36 % P2O5) dengan dosis 75 kg P
ha-1, dan kalium ( KCl, 56 % K2O) dengan dosis 60 kg K ha-1
hanya diberikan satu kali sebagai pupuk dasar. Pupuk dasar
tersebut diberikan pada saat penanaman dengan cara larikan
dalam masing-masing petak percobaan. Pemberian insektisida
Larvin 75 WP dengan dosis 2,5 ml L-1 air diberikan untuk
pencegahan terhadap gangguan hama dan penyakit
(Adisarwanto et al., 2002 dan Sudarmo, 1998).
107
erosi yang terlihat di lapangan adalah erosi permukaan dan
alur dengan erodibilitas sedang (Arifin dan Hudaya, 2001).
Lahan penelitian yang terdiri dari tiga kemiringan
tersebut cukup padat dengan nilai bobot isi pada kemiringan
rendah 1,18 g cm-3, kemiringan sedang 1,14 g cm-3 dan
kemiringan tinggi 1,17 g cm-3. Bobot isi tersebut
menunjukkan bahwa tanah percobaan sebelum dilintasi oleh
traktor mempunyai kondisi sifat fisika dan mekanika tanah
yang harus dimanipulasi untuk mendapat sirkulasi tata air dan
udara yang baik dalam tanah. Menurut Taylor et al. (1972)
bobot isi tanah, merupakan petunjuk kepadatan suatu tanah.
Makin tinggi nilai bobot isi dan kekerasan tanah, makin kecil
ruang pori totalnya, sehingga penetrasi akar tanaman dalam
tanah semakin terhambat dan tanah semakin sulit meneruskan
air ke lapisan yang lebih bawah.
Tanah percobaan pada semua tingkat kemiringan
termasuk dalam katagori tekstur berliat. Permeabilitas tanah
percobaan berkisar antara agak lambat sampai sedang dengan
stabilitas agregat tanah sangat rendah dan porositas total
sedang. Permukaan tanah percobaan ini relatif tidak terdapat
batu-batuan, tidak berkerakal dan tidak berkerikil, sehingga
tidak dijumpai topsoil yang benar-benar alami.
Lahan-lahan tersebut sudah pernah mendapat
perlakuan pengolahan tanah sampai kedalaman 20 cm. Pada
lahan dengan kemiringan 0 – 5 persen pernah dilakukan
4.1.2 Iklim
Kondisi iklim di sekitar lokasi penelitian seperti curah
hujan, penyinaran matahari, kelembaban udara, temperatur
udara, kecepatan angin, dan arah angin juga diamati,
7
-1
0
0 50 100 150 200 250 300
Waktu (menit)
Tanaman
Benih kedelai Galur Davros ditanam pada minggu
terakhir bulan Mei 2004, hasil pengamatan di lapangan
menunjukkan bahwa daya kecambah benih tersebut berkisar
antara 95 - 98 persen. Persentase perkecambahan terbanyak
terdapat pada lahan dengan kemiringan 6-10 persen dengan
frekuensi tujuh kali lintasan traktor, sedangkan persentase
perkecambahan terendah terdapat pada kemiringan lahan 0 -5
persen dengan frekuensi sembilan kali lintasan traktor.
Kondisi perkecambahan dan awal pertumbuhan tanaman
K1L9
Kemiringan
0 – 5%
K2L9
Kemiringan
6 – 10%
K3L1
Kemiringan
11 – 15%
Kemiringan
0 – 5%
Kemiringan
6 – 10%
0x 1x 3x 5x 7x 9x
Gambar 5. Kondisi akar tanaman kedelai pada berbagai frekuensi
lintasan traktor pada lahan dengan kemiringan yang
berlainan.
Keterangan: Berdasarkan sidik ragam, LxK teruji nyata. Nilai yang diikuti
oleh huruf yang sama berbeda tidak nyata menurut uji BNT
pada 0.05. Huruf kapital dibaca vertikal dan huruf kecil
dibaca horizontal.
Keterangan: Berdasarkan sidik ragam, LxK teruji nyata. Nilai yang diikuti
oleh huruf yang sama berbeda tidak nyata menurut uji BNT
pada 0.05. Huruf kapital dibaca vertikal dan huruf kecil
dibaca horizontal.
Keterangan: Berdasarkan sidik ragam, LxK teruji nyata. Nilai yang diikuti
oleh huruf yang sama berbeda tidak nyata menurut uji BNT
pada 0.05. Huruf kapital dibaca vertikal dan huruf kecil
dibaca horizontal.
Keterangan: Berdasarkan sidik ragam, LxK teruji nyata. Nilai yang diikuti
oleh huruf yang sama berbeda tidak nyata menurut uji BNT
pada 0.05. Huruf kapital dibaca vertikal dan huruf kecil
dibaca horizontal.
Keterangan: Berdasarkan sidik ragam, LxK teruji nyata. Nilai yang diikuti
oleh huruf yang sama berbeda tidak nyata menurut uji BNT
pada 0.05. Huruf kapital dibaca vertikal dan huruf kecil
dibaca horizontal.
Tahanan gesek tanah akibat perlakuan frekuensi
lintasan traktor pada setiap kemiringan lahan berkisar antara
0.05 MPa sampai 0,88 MPa. Pada kemiringan 0 – 5 persen,
Keterangan: Berdasarkan sidik ragam, LxK teruji nyata. Nilai yang diikuti
oleh huruf yang sama berbeda tidak nyata menurut uji BNT
pada 0.05. Huruf kapital dibaca vertikal dan huruf kecil
dibaca horizontal.
Keterangan: Berdasarkan sidik ragam, LxK teruji nyata. Nilai yang diikuti
oleh huruf yang sama berbeda tidak nyata menurut uji BNT
pada 0.05. Huruf kapital dibaca vertikal dan huruf kecil
dibaca horizontal.
Keterangan: Berdasarkan sidik ragam, LxK teruji nyata. Nilai yang diikuti
oleh huruf yang sama berbeda tidak nyata menurut uji BNT
pada 0.05. Huruf kapital dibaca vertikal dan huruf kecil
dibaca horizontal.
Keterangan: Berdasarkan sidik ragam, LxK teruji nyata. Nilai yang diikuti
oleh huruf yang sama berbeda tidak nyata menurut uji BNT
pada 0.05. Huruf kapital dibaca vertikal dan huruf kecil
dibaca horizontal.
Keterangan: Berdasarkan sidik ragam, LxK teruji nyata. Nilai yang diikuti
oleh huruf yang sama berbeda tidak nyata menurut uji BNT
pada 0.05. Huruf kapital dibaca vertikal dan huruf kecil
dibaca horizontal.
Keterangan: Berdasarkan sidik ragam, LxK teruji nyata. Nilai yang diikuti
oleh huruf yang sama berbeda tidak nyata menurut uji BNT
pada 0.05. Huruf kapital dibaca vertikal dan huruf kecil
dibaca horizontal.
Keterangan: Berdasarkan sidik ragam, LxK teruji nyata. Nilai yang diikuti
oleh huruf yang sama berbeda tidak nyata menurut uji BNT
pada 0.05. Huruf kapital dibaca vertikal dan huruf kecil
dibaca horizontal.
14 1
yk2 = 0.0121x 2 - 0.163x + 0.5785
Permeabelitas
12 0.8 R2 = 0.9252
10
8 0.6 yk3 = 0.0262x 2 - 0.3104x + 0.8248
yk2 = -0.0344x 2 - 0.0187x + 11.432 R2 = 0.6733
6 R2 = 0.7799 0.4
4
yk3 = -0.0315x 2 - 0.0975x + 12.505 0.2
2
R2 = 0.8666
0 0
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Frekuensi Lintasan Traktor Frekuensi Lintasan Traktor
R2 = 0.983 25 R2 = 0.9343
150.0 yk2 = -0.6486x 2 - 2.8691x + 117.46 Konsistensi Tanah
20
R2 = 0.9323
100.0 15
yk2 = -0.172x 2 + 2.7435x + 10.749
10 R2 = 0.9954
50.0 2
yk3 = 0.78x - 21.569x + 155.34
5 yk3 = -0.1388x 2 + 2.0995x + 10.752
R2 = 0.9303
0.0 R2 = 0.9239
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 0
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Frekuensi Lintasan Traktor
Frekuensi Lintasan Traktor
35.0 R2 = 0.1271
R2 = 0.1378
30.0
Plastistitas Tanah
40
yk2 = 0.941x 2 - 11.943x + 35.312
25.0
30 R2 = 0.9468
20.0 yk2 = 0.0455x 2 - 0.8829x + 30.195 yk3 = 0.5875x 2 - 7.2263x + 25.509
15.0 R2 = 0.873 20 R2 = 0.5109
10.0 yk3 = -0.0166x 2 - 0.4281x + 30.507
5.0 R2 = 0.8136
10
0.0 0
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Frekuensi Lintasan Traktor Frekuensi Lintasan Traktor
35 R2 = 0.7716
30 0.80
Panjang Akar (cm)
25 0.60
20 yk2 = 0.1607x 2 - 1.7821x + 33.111 yk2 = 0.0058x 2 - 0.0888x + 0.8851
15 R2 = 0.9352 0.40 R2 = 0.7922
10 0.20 yk3 = -0.0061x 2 + 0.0297x + 0.6867
yk3 = -0.2071x 2 + 1.1737x + 30.759
5 R2 = 0.9047 R2 = 0.9785
0 0.00
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Frekuensi Lintasan Traktor Frekuensi Lintasan Traktor
R2 = 0.7907
5.00 yk2 = 0.0304x 2 - 0.6174x + 5.4294
4.00 R2 = 0.928
3.00
2.00
yk3 = -0.0014x 2 - 0.0915x + 2.9951
1.00 R2 = 0.7579
0.00
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Frekuensi Lintasan Traktor
5.1. Kesimpulan
Hasil penelitian mengenai pengaruh lintasan traktor
dan kemiringan lahan terhadap sifat fisika-mekanika tanah,
menunjukkan hal-hal berikut :
1. Lintasan traktor dan kemiringan lahan secara interaktif
berpengaruh nyata terhadap bobot isi, persentase pori
drainase cepat, pori drainase lambat, pori air tersedia,
indek stabilitas agregat tanah, permeabilitas, konsistensi,
laju infiltrasi dan erodibilitas tanah baik setelah perlakuan
lintasan traktor ataupun setelah tanaman dipanen, lintasan
traktor secara mandiri nyata mempengaruhi plastisitas
tanah. Tahanan penetrasi dan tahanan geser tanah juga
nyata dipengaruhi secara interaktif oleh frekuensi lintasan
traktor dan kemiringan lahan dan demikian pula halnya
terhadap komponen pertumbuhan dan hasil tanaman
kedelai.
2. Bobot isi tanah menurun dengan meningkatnya frekuensi
lintasan traktor dan pada kemiringan lahan 6 – 10 persen
lebih rendah dibandingkan dengan bobot isi pada kedua
kemiringan lahan lainnya. Pori drainase cepat, lambat, dan
pori air tersedia menurun seiring dengan meningkatnya
187
frekuensi lintasan traktor dan demikian juga dengan indek
stabilitas agregat tanah. Konsistensi tanah meningkat
dengan meningkatnya frekuensi lintasan traktor,
peningkatan tersebut lebih tinggi pada kemiringan rendah
dibandingkan dengan kemiringan tinggi. Plastisitas tanah
menurun dengan meningkatnya frekuensi lintasan traktor,
nilai tersebut berbeda tidak nyata pada frekuensi tiga
sampai tujuh kali lintasan traktor.
3. Infiltrasi setelah lintasan traktor menurun dengan
meningkatnya lintasan traktor sampai pada tiga kali
lintasan, sedangkan laju infiltrasi setelah panen meningkat
dengan meningkatnya lintasan traktor sehingga diperoleh
laju infiltrasi tertinggi pada sembilan kali lintasan.
Erodibilitas tanah pada kemiringan 0 – 5 persen
meningkat dengan meningkatnya lintasan traktor sampai
pada tiga kali lintasan, pada kemiringan 6 -10 persen
menurun dengan meningkatnya lintasan, dan pada
kemiringan lahan 11 – 15 persen menunjukkan erodibilitas
tanah yang berbeda tidak nyata pada setiap frekuensi
lintasan traktor.
4. Lintasan traktor bertinteraksi dengan kemiringan lahan
nyata mempengaruhi tahanan geser dan penetrasi tanah.
Pada kemiringan lahan 0 – 5 persen terjadi penurunan
tahanan geser tanah dengan meningkatnya lintasan traktor,
sedangkan pada kemiringan 6 – 15 persen terjadi
5.2. Saran-Saran
Sehubungan dengan temuan-temuan yang disebutkan
sebelumnya dan dikaitkan dengan sistem pengolahan tanah
konservatif, maka disarankan hal-hal sebagai berikut:
1. Pengolahan tanah dengan menggunakan traktor pada
lahan dengan kemiringan <10 persen hendaknya cukup
dilakukan sekali lintasan saja, sedangkan pada lahan
dengan kemiringan lebih dari >10 persen dapat
disesuaikan dengan kebutuhan.
Baver, L. D., W.H Gardner and W.R Gardner. 1978. Scil Physics.
Wiley Eastern Limited, New Delhi.
191
Craig, R. F. 1991. Mekanika Tanah. Edisi keempat. Departement of
Civil Engineering University of Dundee. Di terjemahkan
oleh S. Soepandji. Erlangga. Jakarta.
Kramadibrata, A. M., 1989. The use of Soil cone Index for Predicting
Traction Performance Characteristics. Disertation. The
University of new England. Australia.
Stell, Robert G.D. and J.H. Torrie. 1981. Principles and procedures of
statistics.A Biometrical Approach. Second Ed. McGraw-
Hill Book Company. Auckland Bogota Guatemala
Hamburg Lisbon London. Madrid. New Delhi Panama
Paris San Juan Sao Paulo Singapore Sydney Tokyo.