Anda di halaman 1dari 207

Yuswar Yunus

KOMPAKSI TANAH
PADA LAHAN MIRING

PENERBIT ALFABETA BANDUNG


Dilarang keras memperbanyak, memfotokopi
sebagian atau seluruh isi buku ini serta
memperjualbelikannya tanpa mendapat
izin tertulis dari Penerbit
Hak cipta dilindungi Undang-undang

2010, Penerbit Alfabeta, Bandung


Tek (xii + 194)
Judul Buku : Kompaksi Tanah Pada Lahan Miring
Penulis : Yuswar Yunus
Penerbit : ALFABETA, CV.
Website : www.cvalfabeta.com
Email : alfabetabdg@yahoo.co.id
Telepon : 022-2008822
Faks : 022-2020373
Cetakan Kesatu : 2010
ISBN : 978-602-8800-53-2
Anggota Ikatan Penerbit Indonesia (IKAPI)
PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim, alhamdullillah penulisan


buku “ Kompaksi tanah Pada Lahan Miring “ ini, telah dapat
disajikan, merupakan usaha dan perjuangan yang tidak sia-sia,
karena atas izin Allah SWT penulisan yang paling berharga
dan tinggi nilainya ini dapat diselesaikan tepat pada
waktunya, merupakan hasil penelitian untuk menyelesaikan
salah satu syarat program doktor pada Program Pascasarjana
Universitas Padjadjaran Bandung. Para kolega meminta untuk
membukukan disertasi ini agar menjadi referensi untuk para
mahasiswa yang mendalami ilmu konservasi dan mekanisasi
pertanian. Namun karena kesibukan penulis, maka baru dapat
disajikan pada saat ini.
Penyusunan naskah buku ini, diayomi dari arahan dan
bimbingan serta masukan-masukan yang sangat berharga
terutama dari Tim Promotor, untuk itu penulis menyampaikan
terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
Prof. Dr. H. Tjetje Soekarna Hasan, Ir., M. Sc (alm)
selaku Ketua Promotor, Prof. Dr. H. Mahfud Arifin, Ir., MS
dan Prof. Dr. H. Ade Moetangad Kramadibrata, Dipl.-ing, M.
Res.Eng.Sc.,Ph.D. Masing-masing selaku ko-Promotor yang
telah banyak mencurahkan waktu dan perhatian dalam
bimbingan, arahan, kritikan serta memotivasi penulis sejak

iii
awal dari wacana proposal, saat penelitian berlangsung
hingga penyelesaian disertasi dan ujian promosi.
Prof. H. Ridwan Setiamihardja, Ir., M.Sc., Ph. D.
selaku koordinator bidang ilmu dan sekaligus sebagai
pembahas, Prof. Dr. H. Saifuddin Sarief, Ir., M. Sc.(alm),
Prof. H. Sulya Djakasutami Ir., M. Sc., Ph.D, Prof. H. Giat
Suryatmana, Ir., M. Sc. dan Dr. H. Sujono Mihartawidjaja,
Ir.(alm), Prof. Dr. H. Oktap Ramlan Madkar, Ir, masing-
masing sebagai penelaah dan guru besar penguji, dengan tulus
bersedia untuk memberi masukan, sanggahan dan koreksi
serta saran-saran untuk kesempurnaan pengembangan ilmu
dan penulisan disertasi yang sekarang berwujud buku ini.
Kompaksi tanah pada lahan datar merupakan dinamika
sehari-hari yang di temukan, namun kompaksi tanah pada
lahan miring dengan tanah ordo Inceptisols memiliki
fenomena tersendiri dalam pengoperasian traktor pada lahan
miring yang umumnya ditanami palawija (kedelai), karena
lahan-lahan berbukit yang sangat luas dan berlereng belum
dimanfaatkan secara maksimal untuk diolah dengan
menggunakan traktor roda empat untuk mengejar produksi
pangan nasional.
Karenanya, dengan buku ini diharapkan para cendekia
yang membidangi ilmu mekanisasi pertanian dan konservasi
tanah serta para mahasiswa perlu mendalami dampak
pengolahan tanah di lahan lahan miring pada berbagai jenis

iv Kompaksi Tanah Pada Lahan Miring


tanah yang berbeda dan dapat menghasilkan kompaksi yang
berbeda pula.
Akhirnya, penulis berharap semoga buku ini
bermanfaat untuk mereka yang mecintai ilmu pengetahuan,
berguna bagi pengembangan ilmu konservasi tanah dan ilmu
mekanisasi pertanian. Terima kasih.

Bandung, 16 Juni 2010

Penulis

v
vi Kompaksi Tanah Pada Lahan Miring
SAMBUTAN REKTOR
UNIVERSITAS SYIAH KUALA

Kami menyambut baik penerbitan buku “Kompaksi


Tanah Pada Lahan Miring” yang disusun oleh saudara Prof.
Dr. Ir.YuswarYunus, MP, staf pengajar Fakultas Pertanian
Unsyiah, sebagai dinamika tanah yang berhubungan erat
dengan fenomena penelitian ilmu Mekanisasi Pertanian dan
ilmu Konservasi Tanah, dimana lahan-lahan yang berbukit
dan berlereng belum dimanfaatkan secara maksimal untuk
meningkatkan produksi pangan nasional.
Tanah dan Traktor mempunyai korelasi yang erat,
terutama kondisi fisika dan mekanika tanah yang selama ini
kurang diteliti di lahan-lahan miring, dengan buku ini
diharapkan dapat memberi manfaat untuk pengembangan
ilmu Mekanisasi Pertanian dan konservasi tanah yang lebih
terfokus dan terukur, sehingga akan menambah pendapatan
yang berwujud untuk kesejahteraan masyarakat.
Pengembangan ilmu pertanian harus dapat
menciptakan desa sebagai pusat perekonomian, dimana
diversifikasi mesin-mesin pertanian di perbukitan dan di
lereng-lereng pergunungan harus dapat meningkatkan
pendapatan petani, meningkatkan produksi pangan dan
memberi kesempatan untuk penampungan tenaga kerja,
sekaligus akan membantu untuk pembangunan infrastruktur

vii
pertanian yang harus terkonsolidasi dengan baik. Terima
kasih.-

.
Banda Aceh, Juni 2010
Universitas Syiah Kuala
Rektor,

Prof. Dr. Darni M. Daud, MA


NIP. 19610725 198602 1 002

viii Kompaksi Tanah Pada Lahan Miring


DAFTAR ISI
Halaman
PENGANTAR .......................................................................... iii
SAMBUTAR REKTOR UNIVERSITAS SYIAH KUALA .... vii
DAFTAR ISI ............................................................................ ix
1. PENDAHULUAN ............................................................ 1
1.1. Latar Belakang ........................................................... 1
1.2. Identifikasi dan Perumusan Masalah ........................ 8
1.3. Tujuan Penelitian ....................................................... 9
1.4. Kegunaan Penelitian ................................................. 10
1.5. Kerangka Pemikiran .................................................. 10
1.6. Hipotesis ................................................................. 19

2. TINJAUAN PUSTAKA .................................................. 20


2.1. Beberapa Sifat Fisika-Mekanika Tanah .................... 20
2.1.1. Struktur Tanah .............................................. 21
2.1.2. Tekstur Tanah ............................................... 22
2.1.3 Bobot Isi ....................................................... 24
2.1.4. Porositas Total .............................................. 26
2.1.5. Distribusi Pori .............................................. 27
2.1.6. Permeabilitas ................................................ 28
2.1.7. Stabilitas Agregat ......................................... 28
2.1.8. Konsistensi Tanah ........................................ 29
2.1.9. Plastisitas Tanah ........................................... 31
2.1.10. Tahanan Geser Tanah ................................... 35
2.1.11. Tahanan Penetrasi Tanah ............................. 36
2.2. Masalah Pengolahan Tanah dan Pemadatan ............. 38

ix
2.2.1. Hubungan Kandungan Air dan Pengolahan
Tanah ............................................................ 39
2.2.2. Teknik Pengolahan Tanah dengan
Kelembaban yang Sesuai ............................. 42
2.2.3. Pengolahan Tanah Untuk Mempertahankan
Kondisi Fisika-Mekanika Tanah .................. 45
2.2.4. Lintasan, Tekanan dan Pemadatan Tanah .... 53
2.3. Pengoperasian Traktor Sesuai Kelembaban Tanah
dan Kemiringan Lahan .............................................. 61
2.3.1. Kapasitas Infiltrasi Air dan Kelembaban
Tanah ............................................................ 65
2.3.2. Kemiringan lahan dan erodibilitas ............... 66
2.4. Hubungan Tanah, Pengolahan dan Pertumbuhan
Tanaman .................................................................. 66
2.4.1. Dinamika Tanah dan Hubungannya dengan
Pengolahan Tanah ........................................ 67
2.4.2. Pengolahan Tanah dan Hubungannya
dengan Pertumbuhan Tanaman .................... 73

3. METODE PENELITIAN ................................................. 91


2.1. Tempat dan Waktu ..................................................... 91
2.2. Bahan dan Alat ........................................................... 91
2.3. Metoda Percobaan ..................................................... 92
2.3.1. Rancangan Perlakuan .................................... 93
2.3.2. Rancangan Lingkungan ................................ 94
2.3.3. Rancangan Respons ...................................... 95
2.3.4. Rancangan Analisis ....................................... 96
2.4. Pelaksanaan Percobaan ............................................. 101
2.4.1. Persiapan Lahan ............................................ 101

x Kompaksi Tanah Pada Lahan Miring


2.4.2. Pengolahan Tanah ......................................... 102
2.4.3. Aplikasi Lintasan Traktor.............................. 102
2.4.4. Pengambilan Contoh Tanah ......................... 103
2.4.5. Penanaman Kedelai ....................................... 103
2.4.6. Pemupukan ............................................. 104
2.4.7. Pemeliharaan dan Panen ............................... 104
2.5. Analisis Data ............................................................. 105

4. HASIL DAN PEMBAHASAN ......................................... 107


4.1. Tanah dan Iklim Lokasi Penelitian ........................... 107
4.1.1. Jenis dan Karakteristik Tanah ...................... 107
4.1.2. Iklim ............................................................. 109
4.2. Sifat Fisika Tanah ..................................................... 118
4.2.1. Bobot Isi ....................................................... 119
4.2.2. Porositas Tanah ............................................ 123
4.2.3. Stabilitas Agregat ......................................... 128
4.2.4. Permeabilitas Tanah ..................................... 131
4.2.5. Konsistensi dan Plastisitas ........................... 133
4.3. Sifat Mekanika Tanah ............................................... 140
4.3.1. Tahanan Penetrasi Tanah ............................. 140
4.3.2. Tahanan Gesek Tanah .................................. 144
4.4. Erodibilitas dan Infiltrasi .......................................... 147
4.4.1. Erodibilitas Tanah ........................................ 147
4.4.2. Infiltrasi Air .................................................. 153
4.5. Pertumbuhan dan Hasil Tanaman ............................. 160
4.5.1. Panjang Akar Kedelai ................................... 160
4.5.2. Bobot Akar Kedelai ...................................... 164
4.5.3. Hasil Kedelai ................................................ 171

xi
4.6. Hubungan Perlakuan dengan Sifat Fisika, Mekanika,
Pertumbuhan dan Hasil Tanaman ............................. 173
4.6.1. Hubungan dengan Sifat Fisika dan Mekanika
Tanah ............................................................ 173
4.6.2. Hubungan dengan Tanaman ......................... 182
4.6.3. Hubungan Antar Variabel ............................ 185

5. KESIMPULAN DAN SARAN ....................................... 187


5.1. Kesimpulan ................................................................ 187
5.2. Saran-Saran ................................................................ 189

DAFTAR PUSTAKA ............................................................... 191

xii Kompaksi Tanah Pada Lahan Miring


1
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Tanah merupakan suatu sistem yang dinamis, tersusun
dari empat bahan utama, yaitu bahan mineral, bahan organik,
air dan udara. Bahan-bahan penyusun tanah tersebut masing-
masing berbeda komposisinya untuk setiap jenis tanah,
demikian pula kadar air dan perlakuan yang harus diberikan
terhadap tanah. Perlakuan ini, salah satunya adalah
pengolahan tanah dengan menggunakan traktor.
Traktor merupakan alat bantu mekanis yang sekarang
ini semakin luas penggunaannya, baik di dalam kegiatan pra-
panen maupun kegiatan pasca-panen. Dalam kegiatan tersebut
penggunaan traktor dapat membuat pekerjaan lebih ringan,
cepat dan tepat guna serta dapat melakukan pekerjaan-
pekerjaan besar dalam waktu yang relatif cepat dibandingkan
dengan pengolahan tanah secara tradisional.
Penggunaan traktor secara umum, terutama di lahan
miring dapat ditinjau dari dua aspek, yaitu teknis dan
ekonomis. Aspek pertama adalah dapat memberikan kapasitas
dan efisiensi kerja lapang yang lebih tinggi. Sedangkan aspek
kedua adalah diukur dari kecilnya biaya operasi untuk satuan

1
luas kerja tertentu. Kapasitas kerja traktor optimum diperoleh,
apabila dapat memberikan kapasitas dan efisiensi kerja lapang
yang tinggi dengan biaya operasi yang relatif rendah, namun
hal tersebut sangat tergantung ke pada kondisi tanah dan
kemiringan lahan yang akan dilalui oleh traktor.
Penggunaan traktor dapat mempengaruhi sifat fisika-
mekanika tanah akibat kualitas dan kuantitas lintasan,
sedangkan kondisi tanah dan kemiringan lahan akan
mempengaruhi kelincahan operasi traktor dan kualitas hasil
olahan tanah. Konsekuensinya kapasitas dan laju infiltrasi air
hujan ke dalam tanah menjadi terganggu, stabilitas agregat
tanah menjadi rendah dan akhirnya indek erodibilitas tanah
juga meningkat.
Penggunaan traktor untuk pengolahan tanah,
merupakan salah satu upaya penggemburan tanah menjadi
suatu media siap tanam yang dapat dicapai melalui proses
pembajakan (Kramadibrata, 2000), namun sarana teknis
tersebut di sisi lain dapat juga menimbulkan dampak yang
merugikan terhadap tanah, misalnya berupa pemadatan tanah
dan erosi.
Pengolahan tanah dilakukan pada kandungan air
tanah yang sesuai (kondisi kapasitas lapang) tetapi jika
kemiringan lahan tidak mendukung, maka akan
mempengaruhi kinerja traktor (gaya, daya, traksi dan slip)

2 Kompaksi Tanah Pada Lahan Miring


maupun mempengaruhi kondisi fisika dan mekanika tanah
dan besarnya erosi yang terjadi (Kramadibrata,1989). Hal
tersebut merupakan masalah penting dalam upaya konservasi
tanah dan air yang perlu diperhatikan, agar pengaruh yang
merugikan karena penggunaan traktor pada saat pengolahan
tanah dapat diperkecil. Berat-ringan traktor dan variasi
kemiringan lahan dapat mempengaruhi beban yang diterima
oleh tanah yang diolah, sekaligus menghasilkan tarikan
traktor (traction) yang mempengaruhi keefektivan kerjanya,
seperti pada keadaan tertentu dapat terjadi slip roda pada
lintasan yang berakibat juga terhadap pemadatan tanah.
Pemadatan tanah (compaction) adalah proses naiknya
kerapatan isi tanah dengan memperkecil jarak antar partikel
sehingga terjadi reduksi volume udara, tetapi tidak terjadi
perubahan volume air yang cukup berarti pada tanah
(Craig,1991). Pemadatan tanah dapat diberi batasan sebagai
perubahan karena tanah diberi tekanan (compression), untuk
setiap daya pemadatan tertentu kepadatan yang tercapai
tergantung pada kadar airnya (Islami dan Utomo,1995).
Pengolahan tanah sangat tergantung pada kandungan
air tanah, dimana pada saat kandungan air tanah relatif sedikit
(pF 3,5), tahanan tanah meningkat. Kondisi ini mengurangi
daya penetrasi alat pengolahan tanah untuk menembus lapisan
tanah serta meningkatkan kebutuhan tenaga untuk menarik
alat tersebut (Baver et al., 1978). Menurut Ayers dan

Pendahuluan 3
Perumpral (1982 dalam Djoyowasito, 1989), berkurangnya
daya penetrasi dan bertambahnya tenaga traktor, disebabkan
oleh meningkatnya tahanan tanah dan bertambahnya nilai
kekuatan geser tanahnya.
Air tanah didefinisikan sebagai air yang terdapat di
bawah permukaan bumi, air ini sangat berpengaruh pada sifat-
sifat teknis tanah, khususnya tanah yang berbutir halus.
Demikian juga, air merupakan faktor yang sangat penting
dalam masalah-masalah teknis yang berhubungan dengan
tanah seperti penurunan stabilitas agregat, terutama terjadi
pada lereng-lereng (Craig, 1991).
Hardjowigeno (1987) menyatakan bahwa banyaknya
kandungan air dalam tanah berhubungan erat dengan besarnya
tegangan air (moisture tension) dalam tanah tersebut.
Besarnya tegangan air (pF) menunjukkan besarnya tenaga
yang diperlukan untuk menahan air di dalam tanah.
Kadar air tanah juga berhubungan erat dengan
konsistensi dan plastisitas tanah. Konsistensi tanah
menunjukkan kekuatan daya kohesi butir-butir tanah atau
daya adhesi butir-butir tanah dengan benda lain. Hal ini
terlihat oleh daya tahan tanah terhadap gaya yang akan
mengubah bentuk tanah (Hardjowigeno,1987). Sedangkan
plastisitas merupakan karakteristik yang penting dalam hal
tanah berbutir halus. Istilah plastisitas menggambarkan

4 Kompaksi Tanah Pada Lahan Miring


kemampuan tanah untuk berdeformasi pada volume tetap
tanpa terjadi retakan atau remahan (Craig,1991)
Menurut Kepner et al., (1982) gaya yang diberikan
oleh traktor terhadap tanah akan memberikan perubahan
terhadap kestabilan tanah tersebut. Bila tahanan tanah tidak
dapat menahan gaya yang diberikan oleh traktor, maka timbul
efek dinamika tanah (soil dynamics) seperti pemadatan yang
dapat menghilangkan kestabilan ruang pori dan infiltrasi air
ke lapisan tanah yang lebih dalam.
Tanah sebagai suatu sistem yang dinamis,
menunjukkan tanpa pengolahanpun dapat berubah
keadaannya dari waktu ke waktu sesuai sifat-sifatnya yang
meliputi sifat fisika, kimia, biologi dan mekanis, serta
keadaan lingkungan yang keseluruhannya menentukan
produktivitas tanah. Pada tanah-tanah pertanian sifat mekanis
tanah yang terpenting adalah reaksi tanah terhadap gaya-gaya
yang bekerja pada tanah, dimana salah satu bentuknya yang
dapat diamati adalah perubahan tingkat kepadatan tanah
(Koolen dan Kuiper, 1983).
Kepadatan tanah akibat beban atau tekanan yang
bekerja pada tanah, terdiri dari tekanan dengan arah
horizontal dan tekanan dengan arah vertikal. Tekanan arah
horizontal disebabkan oleh kerja implemen (bajak),
sedangkan tekanan arah vertikal disebabkan berat dinamis

Pendahuluan 5
traktor. Sifat reaksi tanah terhadap beban ini adalah
memberikan penahanan dengan arah horizontal dan
kemampuan menyangga beban dinamis traktor ke arah
vertikal dan kekerasan tanah atau kemampuan penetrasi.
Ketiga bentuk sifat mekanis ini ditentukan oleh kandungan
koloid, bahan pengikat partikel-partikel tanah, tekstur dan
struktur tanah (Koolen et al., 1983).
Koolen, et al, (1983). menyatakan beban dinamis ke
arah vertikal untuk traktor adalah berat dinamis traktor yang
meliputi gaya-gaya tegak lurus pada bidang penyanggaan.
Besarnya kemampuan tanah untuk menyangga selanjutnya
akan menentukan daya maksimal yang dipakai untuk bekerja.
Biasanya tanah yang mempunyai penyanggaan yang besar
memiliki nilai kekerasan yang tinggi pula. Sifat mekanika
tanah ini dapat diketahui dengan mengukur tahanan geser
(sear resistance) dan penetrasi (penetrometer resistance).
Pengolahan tanah dengan traktor umumnya dilakukan
dengan menggunakan bajak piring, singkal dan rotari.
Penggunaan bajak rotari, dapat dibedakan dari segi
konstruksinya dengan bajak piring maupun singkal.
Pembajakan dengan bajak rotari memberikan hasil olahan
yang langsung hancur dan merata, karena bajak jenis ini
terdiri dari pisau-pisau rotari putar yang menghancurkan
tanah. Gerakan pisau-pisau rotari diukur dengan sistem
penyaluran tenaga dari poros mesin traktor itu sendiri. Maka,

6 Kompaksi Tanah Pada Lahan Miring


penggunaan bajak rotari sebagai alat pengolahan tanah ke dua
(secondary tillage) amat tepat, agar hasil yang diinginkan
dapat tercapai (Kepner et al., 1982).
Pengolahan tanah pertama (primary tillage) dengan
menggunakan bajak piring atau bajak singkal, adalah suatu
tahap pengolahan tanah dalam mempersiapkan tanah untuk
pertanaman dan membersihkan tumbuhan pengganggu,
dimana pada tahap ini tanah dipotong, dilonggarkan dan
dibalik. Sedangkan pengolahan tanah kedua yang dilakukan
dengan bajak rotari, dimaksudkan untuk menggemburkan
tanah, memperbaiki tata air tanah, menghancurkan sisa-sisa
tanaman, meratakan tanah dan dapat memberi efek pemadatan
tanah yang dapat mempengaruhi pertumbuhan tanaman.
Perubahan beberapa sifat fisika dan mekanika tanah,
seperti bobot isi (bulk density), porositas, ketahanan penetrasi
tanah, distribusi pori, permeabilitas, kemantapan agregat,
konsistensi, plastisitas dan ketahanan geser tanah, sebagai
akibat dari lintasan traktor dapat mempengaruhi kemampuan
tanah menginfiltrasikan air permukaan dan hal tersebut
terkait dengan variasi kemiringan lahan. Fenomena tersebut
merupakan suatu kajian yang sangat menarik untuk diteliti
secara lebih mendalam.
Tanaman yang digunakan dalam penelitian ini adalah
kedelai, merupakan komoditas andalan yang sedang

Pendahuluan 7
digalakkan untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri; dalam
hal ini hanya ditempatkan sebagai tanaman indikator, karena
kanopi perakaran kedelai berada pada lapisan olah yang
diprediksikan akan leluasa untuk tumbuh dan berkembang
dengan baik pada kondisi air tanah dan kemiringan lahan yang
berbeda serta perlakuan terhadap pengolahan tanah yang
dilakukan.
Tanaman kedelai di Indonesia mempunyai daya
adaptasi yang luas terhadap berbagai jenis tanah atau dapat
tumbuh di berbagai tipe tanah, namun demikian faktor
lingkungan, tinggi tempat, kultivar dan teknik bercocok
tanam juga mempunyai pengaruh yang besar terhadap
pertumbuhan dan hasil (Somaatmaja, 1974 dan Rukmana et
al., 1996). Tanah yang cukup lembab, cocok untuk budidaya
kedelai dimana kelembaban tanah berpengaruh terhadap
pertumbuhan tanaman, sejak perkecambahan benih hingga
tanaman tua ; yakni mempengaruhi aktifitas akar dalam
penyerapan air serta zat-zat hara dan mempengaruhi aktifitas
bakteri Rhizobium untuk bergerak ke daerah akar tanaman
(Pitojo, 2003).

1.2. Identifikasi dan Perumusan Masalah


Berdasarkan uraian pada sub-bab di muka, maka dapat
diidentifikasikan dan dirumuskan masalah sebagai berikut :

8 Kompaksi Tanah Pada Lahan Miring


(1) apakah lintasan traktor yang berbeda dapat menimbulkan
pengaruh yang berbeda terhadap beberapa sifat fisika-
mekanika tanah pada berbagai tingkat kemiringan lahan,
(2) pada tingkat kemiringan lahan bagaimana yang sesuai
dengan keragaman frekuensi lintasan traktor yang dapat
memberikan karakteristik fisika-mekanik tanah terbaik
bagi kapasitas infiltrasi air tanah dan erodibilitas tanah
serta pertumbuhan tanaman kedelai,
(3) apakah terdapat hubungan yang berbeda di antara sifat-
sifat fisika-mekanika tanah pada frekuensi lintasan traktor
dan tingkat kemiringan lahan tertentu terhadap hasil
tanaman kedelai

1.3. Tujuan Penelitian


Tujuan Penelitian ini adalah untuk mengetahui
perubahan beberapa sifat fisika-mekanika tanah akibat
keragaman lintasan traktor pada lahan dengan tingkat
kemiringan yang berbeda, yaitu : (a) untuk melihat bobot isi,
porositas, ketahanan penetrasi tanah, distribusi pori,
permeabilitas, kemantapan agregat, konsistensi, plastisitas,
tahanan geser tanah, dan (b) untuk mengetahui tingkat
kemiringan lahan pada lintasan traktor tertentu yang dapat
mempengaruhi kapasitas infiltrasi air permukaan ke lapisan
tanah yang lebih dalam, serta (c) untuk melihat pengaruh

Pendahuluan 9
setiap frekuensi lintasan traktor pada berbagai kemiringan
lahan terhadap hasil tanaman kedelai.

1.4. Kegunaan Penelitian


Penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi
pengembangan ilmu tanah dan aspek gunalaksananya. Dalam
pengembangan ilmu diharapkan dapat memperjelas pengaruh
penggunaan traktor di lahan miring terhadap beberapa sifat
fisika- mekanik tanah yang berhubungan erat dengan Ilmu
Konservasi Tanah dan Air. Aspek guna laksananya
diharapkan dapat membantu kebijaksanaan pemerintah dalam
penerapan teknologi tepat guna dan dalam pengembangan
budidaya tanaman kedelai melalui aplikasi program
mekanisasi pertanian di lahan yang miring.

1.5. Kerangka Pemikiran


Pengolahan tanah berkaitan erat dengan keberhasilan
produksi tanaman, terutama dalam menyiapkan struktur tanah
yang cocok untuk pertumbuhan tanaman. Penggunaan traktor,
selain memberikan pengaruh penggemburan tanah juga
memberi efek terhadap pemadatan tanah, hal ini
menyebabkan tata air dan udara tanah terganggu. Pada lahan-
lahan miring selain mempengaruhi sifat fisika dan mekanika
tanah juga membatasi infiltrasi air ke dalam tanah yang juga

10 Kompaksi Tanah Pada Lahan Miring


dapat mempengaruhi perkembangan akar tanaman.. Hal ini
tidak diharapkan dalam usaha pengawetan tanah dan air.
Pengolahan tanah dapat menciptakan media yang baik
bagi perkembangan akar, namun jika terjadi pemadatan tanah
akibat beban traktor akan berpengaruh terhadap bobot isi atau
kekerasan tanah. Apalagi pengolahan tanah secara berlebihan
yang dilakukan secara terus menerus pada lahan yang miring,
selama jangka waktu yang panjang dapat memacu pemadatan
tanah, sehingga mengakibatkan komponen-komponen yang
menunjang tingkat kesuburan tanah menjadi rendah.
Hardjowigeno (1987) menyatakan bahwa bobot isi
menunjukkan perbandingan antara berat tanah kering dengan
volume total tanahnya. Bobot isi merupakan petunjuk
kepadatan tanah, makin tinggi bobot isi maka tanah makin
sulit meneruskan air atau ditembus oleh akar tanaman. Pada
umumnya bobot isi tanah mineral, dipengaruhi oleh struktur
dan tekstur tanah yang merupakan sifat fisika tanah yang
dapat menunjukkan kegemburan atau tingkat kepadatan tanah.
Beberapa faktor yang mempengaruhi pengolahan
tanah, yang masih mungkin untuk disesuaikan dengan hasil
pengolahan tanah yang baik, adalah kelembaban tanah.
Kandungan koloid tanah sulit untuk diubah, demikian juga
kandungan bahan organik membutuhkan waktu yang lama.
Atas dasar inilah, setelah diketahui kondisi fisik tanahnya
(kandungan liat, indeks plastisitasnya, ukuran dan penyebaran

Pendahuluan 11
partikel-partikel tanah serta bobot isinya), program
pengolahan tanah perlu diwujudkan sesuai dengan tingkat
kemiringan lahannya.
Kemiringan lahan akan mempengaruhi kecepatan
gerak maju traktor, karena berhubungan dengan kerja alat
(bajak). Gaya tarik traktor pada lahan dengan kemiringan
yang berbeda, menghasilkan kapasitas kerja traktor yang
berbeda pula. Perbedaan tersebut antara lain disebabkan oleh
potensi terjadinya slip roda traktor yang tidak diharapkan dan
berakibat buruk terhadap kondisi fisika dan mekanika tanah.
Pengolahan tanah pada berbagai kemiringan lahan,
antara 0 % sampai 8% telah lazim dilakukan. Untuk jenis
tanah dengan kemiringan lahan lainnya, terutama ordo
Inceptisols hingga saat ini belum diketahui secara pasti.
Namun demikian batas ambang maksimal kemiringan lahan
yang dapat dilakukan untuk operasional traktor adalah pada
kemiringan lahan 15 % - 18 % (Kramadibrata, 1989).
Lintasan roda traktor pada kondisi kemiringan lahan yang
relatif tinggi, memberikan hasil olahan tanah yang berbeda
dibandingkan dengan kemiringan lahan yang relatif rendah.
Secara teknis, pengolahan tanah dilakukan menurut
arah kontur karena kelincahan gerak traktor pada saat
beroperasi ditentukan oleh kondisi kemiringan lahan. Traktor
cenderung miring ke kekiri atau ke kanan sesuai dengan arah
dan kemiringan lahan operasi. Jika arah lereng miring ke kiri,

12 Kompaksi Tanah Pada Lahan Miring


maka tumpuan berat traktor lebih tinggi pada roda belakang
sebelah kiri dan sebaliknya jika lahan operasi miring ke
kanan, maka tumpuan berat traktor lebih tinggi pada roda
belakang sebelah kanan. Perbedaan tumpuan berat traktor
tersebut menimbulkan dampak terhadap kondisi fisika dan
mekanika tanah yang dapat mempengaruhi laju infiltrasi air
ke dalam tanah, sehingga akan memperbesar limpasan air
permukaan (run off) yang dapat meningkatkan erosi.
Kerusakan tanah, akibat dari pengolahan tanah seperti
pemadatan (compaction) dapat menimbulkan kemunduran
kondisi fisika dan mekanika tanah seperti memburuknya
kapasitas infiltrasi dan kemampuan menahan air,
meningkatnya kepadatan dan ketahanan penetrasi tanah dan
berkurangnya kemantapan agregat yang pada akhirnya
menyebabkan pertumbuhan dan produksi tanaman menurun
(Arsyad, 1989).
Pengolahan tanah pada lahan budidaya sangat
diperlukan jika kondisi tata air, udara dan hara karena
kepadatan tanah tidak dapat lagi mendukung pertumbuhan
dan perkembangan tanaman. Meskipun pengolahan tanah
dianggap penting, tetapi pengolahan tanah yang dilakukan
secara intensif dengan menggunakan traktor secara terus
menerus di lahan dengan curah hujan yang tinggi
menimbulkan efek buruk terhadap sifat-sifat tanah itu sendiri,

Pendahuluan 13
antara lain terjadi pemadatan tanah, kerusakan struktur tanah
dan menurunnya kandungan bahan organik tanah.
Kedelai merupakan komoditas andalan yang sedang
digalakkan untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri, namun
keberhasilan budidayanya ditentukan oleh kondisi lingkungan
tumbuh seperti kondisi fisika dan mekanika tanah. Hal ini
disebabkan sistem perakaran dan polong kedelai tumbuh dan
berkembang ke semua arah pada kedalaman sekitar 20 cm
dari permukaan tanah. Akar berfungsi sebagai organ pengisap
unsur hara dan air serta media terbentuknya bakteri
Rhizobium, namun fungsi tersebut dapat terganggu karena tata
air, udara dan hara tanah yang terganggu, karena efek
pemadatan tanah oleh traktor. Selain itu jika kondisi fisika
dan mekanika tanah kurang mendukung terhadap
pertumbuhan tanaman, akan menurunkan hasil kedelai, karena
tanah yang padat (Rukmana et al., 1996).
Tekanan atau beban terhadap tanah oleh traktor,
berakibat terjadinya pemadatan tanah. Hal tersebut akan
berdampak terhadap kenaikan bobot isi yang terkait dengan
tingkat kelembaban tanah. Namun, peningkatan kelembaban
setelah mencapai maksimum akan menurunkan lagi bobot isi
tanah. Pemadatan dan geseran tanah oleh gaya kohesi,
menyebabkan rasio kekosongan (void ratio) tanah menurun
dan sebaliknya kerapatan serta kekuatan (tahanan) tanah
menjadi meningkat (Baver et. al., 1978).

14 Kompaksi Tanah Pada Lahan Miring


Pengolahan tanah dengan traktor dipengaruhi oleh
nilai bobot isi, porositas total dan tahanan penetrasi hanya
pada lapisan atas (top soil). Pada tanah dengan bobot isi yang
rendah mempunyai porositas total yang tinggi dan tahanan
penetrasi kecil, sehingga kapasitas kerja efektif traktor
semakin besar (Yunus et al., 2002).
Pengolahan tanah dengan menggunakan traktor yang
dilakukan bertahun-tahun secara terus menerus di lahan yang
miring dengan curah hujan yang tinggi, akan memberikan
efek buruk antara lain mempercepat pemadatan tanah,
kerusakan struktur tanah dan turunnya kandungan bahan
organik tanah serta memperbesar erosi yang akhirnya
berakibat banjir.
Namun, pengolahan tanah dengan traktor menurut
arah kontur atau memotong lereng, akan memperbesar
infiltrasi air permukaan, tetapi pengaruh terhadap perubahan
kondisi fisika dan mekanika tanah di bawah permukaan
bidang sentuhan roda traktor tidak dapat dihindari, yakni
terjadinya pemadatan karena frekuensi lintasan. Pada lapisan
tersebut, akan terjadi perubahan-perubahan terhadap
kepadatan tanah yang pada gilirannya akan mempengaruhi
infiltrasi air permukaan, sehingga mengancam kelestarian
pengawetan tanah dan air. Akibat pengoperasian traktor
dengan teknik yang kurang tepat dapat menurunkan
produktivitas tanah, bahkan pada lereng-lereng yang curam

Pendahuluan 15
akan berakibat fatal dengan resiko terguling traktor dan
mengancam jiwa operatornya.
Oleh karena itu, perlu dikaji kemiringan lahan yang
berpotensi terhadap erosi dengan teknik tanpa lintasan dan
lintasan traktor yang dilakukan secara berulang-ulang ; yakni
sejauhmana terjadi perubahan terhadap sifat-sifat fisika dan
mekanika tanah yang dapat mempengaruhi infiltrasi air
permukaan yang meresap ke dalam tanah.
Laju infiltrasi dapat dipertahankan, jika porositas
tanah tidak terganggu selama terjadi hujan. Tanah dengan
agregat mantap dapat mempertahankan kapasitas infiltrasi
dengan baik ( Kohnke dan Bertrand, 1978 ).
Alibasyah (2000) menyatakan bahwa pengolahan
tanah konservasi secara efektif dapat mengurangi erosi dan
aliran permukaan dibandingkan dengan pengolahan tanah
konvensional. Pada sistem olah tanah konservasi hanya
dilakukan sedikit manipulasi mekanik terhadap tanah,
sehingga pori tanah yang sudah terbentuk secara alami tidak
banyak mengalami gangguan, akibatnya agregat tanah tetap
dalam keadaan stabil, dengan demikian; total ruang pori,
kandungan air tanah dan permeabilitas tanah tetap dalam
keadaan baik.
Sistem pengendalian lintasan merupakan sebagai
salah satu cara untuk mengurangi terjadinya pemadatan tanah,
sedangkan operasi pengolahan tanah perlu dilakukan dengan

16 Kompaksi Tanah Pada Lahan Miring


pola lintasan yang sama, sehingga pemadatan berikutnya
“recompaction”, tidak terjadi di luar jalur lintasan (Foth,
1990).
Yunus (2001) dalam penelitiannya dengan
menggunakan traktor roda empat, mencoba melakukan uji
lintasan pada kelembaban tanah yang berbeda (kering, lembab
dan basah) dimana hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa
dengan tanpa lintasan, lintasan 1 kali, lintasan 3 kali dan
lintasan 5 kali, menghasilkan nilai tahanan penetrasi tertinggi
adalah pada keadaan tanah kering, karena pada keadaan tanah
tersebut nilai kohesi dan adhesi lebih tinggi. Pada kedalaman
30, 40 dan 50 cm, nilai tahanan penetrasi tertinggi terjadi pada
keadaan tanah lembab, hal ini disebabkan pada keadaan tanah
tersebut tidak adanya pengaruh lintasan traktor (Subsoil) serta
adanya Porous. Kemudian pada berbagai tingkat kelembaban
tanah terjadi juga peningkatan, mulai dari keadaan tanah
basah, lembab dan kering; hal ini disebabkan adanya
pengaruh kadar air dan kedalaman tanah (Top Soil). Secara
umum terlihat bahwa semakin rendah tingkat kadar air dan
tinggi kedalaman tanah, maka semakin besar nilai tahanan
penetrasinya.
Taylor et al. (1982) dari hasil penelitiannya di lahan
datar dengan tekstur tanah lempung berpasir, liat dan lempung
berdebu menyimpulkan, bahwa pemadatan tanah pada
lintasan pertama traktor pada tanah olah menunjukkan

Pendahuluan 17
kerapatan isi (bulk density) tanah yang lebih rendah dari
lintasan berikutnya, atau pada lintasan 1, 2, dan 3 terlihat
adanya kenaikan bobot isi tanah, namun pada lintasan ke-4
tidak berbeda dengan lintasan ke-3, yaitu tidak terlihat
kenaikan bobot isi tanah.
Pemadatan tanah sebagai akibat pengolahan tanah
dengan traktor, merupakan masalah yang ingin diketahui,
terutama akibat pengolahan tanah yang dilakukan berulang
kali pada lintasan yang sama dengan berat traktor pada
kemiringan lahan yang berbeda. Selama ini diketahui bahwa
pengolahan tanah dengan lintasan 1, 2 dan 3 (pada lintasan
yang sama di lahan datar) yang dilakukan oleh Taylor et al
(1982), menunjukkan adanya kenaikan pemadatan tanah yang
“sangat nyata” dan berpengaruh terhadap fisika dan mekanika
tanah. Pada beberapa jenis tanah tertentu, kenaikan frekwensi
lintasan 4, 5 dan 6 (pada lintasan yang sama di lahan datar)
terjadi pemadatan tanah yang nyata. Oleh karena itu perlu
dipertanyakan bagaimana hasil akhirnya jika dilakukan
penambahan lintasan 7, 8 dan 9 kali pada lintasan yang sama
tapi kemiringan lahan berbeda, sampai lintasan 9.
Pada kemiringan lahan tegalan sering dilakukan
pembudidayaan tanaman kedelai, pengolahan tanah sangat
diperlukan jika kondisi kepadatan tanah, aerasi, kekuatan
tanah dan dalamnya perakaran tanaman tidak lagi mendukung
untuk penyediaan air dan perkembangan akar sebagai akibat

18 Kompaksi Tanah Pada Lahan Miring


dari kerusakan struktur tanah, dan sejauh mana kemiringan
lahan yang berbeda akan mempengaruhi terhadap
pertumbuhan dan hasil tanaman kedelai.
Berdasarkan uraian di atas, sangat menarik untuk
dilakukan kajian tentang pengaruh frekuensi lintasan traktor
pada beberapa kemiringan lahan terhadap perubahan
beberapa sifat fisika dan mekanika tanah pada lapisan olah
dan lapisan bawahnya serta bagaimana kaitannya dengan
infiltrasi air permukaan dan erodibilitas tanah serta
pertumbuhan dan hasil tanaman kedelai.

1.6. Hipotesis
Berdasarkan kerangka pemikiran, dirumuskan
hipotesis sebagai berikut :
(1). lintasan traktor yang berbeda dapat menimbulkan
keragaman beberapa sifat fisika dan mekanika tanah
pada setiap variasi kemiringan lahan.
(2). kondisi fisika-mekanika tanah yang terbaik diperoleh
pada penggunaan traktor dengan lintasan tertentu dan
pada persentase kemiringan lahan tertentu.
(3). terdapat pengaruh lintasan traktor, laju infiltrasi dan
erodibilitas tanah pada berbagai kemiringan lahan
dengan beberapa sifat fisika-mekanika tanah, dan hasil
tanaman kedelai.

Pendahuluan 19
2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Beberapa Sifat Fisika – Mekanika Tanah


Sifat fisika dan mekanika tanah dipandang penting,
karena menjadi landasan dasar terhadap kemampuan tanah
untuk mempertahankan diri dari berbagai gaya yang datang
dari luar maupun dari dalam tubuh tanah itu sendiri. Salah
satunya adalah gaya dari efek pengolahan tanah dengan
traktor yang menimbulkan pemadatan tanah.
Sifat mekanika tanah, menunjukkan keadaan yang
terjadi pada tanah akibat gaya-gaya yang bekerja pada tanah,
seperti ketahanan penetrasi tanah dan Ketahanan geser tanah
(Gill dan Vanden Berg, 1967) . Namun selain sifat mekanika
tanah tersebut, beberapa sifat fisika yang berhubungan erat
dengan akibat pemadatan tanah adalah : Struktur Tanah,
tekstur Tanah, bobot isi, porositas total tanah, distribusi
ukuran pori, permeabilitas, konsistensi, plastisitas tanah dan
infiltrasi air permukaan serta perlu diketahui erodibilitas
tanah, karena berhubungan erat dengan pengolahan tanah di
lahan miring, seperti tertera dibawah ini.

20 Kompaksi Tanah Pada Lahan Miring


2.1.1. Struktur Tanah
Struktur, adalah faktor-faktor yang mempengaruhi
bobot isi tanah, dapat menciptakan ruang pori atau
menghasilkan bobot isi yang rendah. Disisi lain, pengolahan
tanah bertujuan untuk menurunkan bobot isi tanah, tetapi jika
digunakan alat-alat berat dan dalam jangka waktu yang lama,
akan mengakibatkan kenaikan bobot isi tanah yang berakibat
menurunkan porositas tanah (Sinukaban dan Rahman, 1982).
Kohnke (1968) mengelompokkan tipe struktur tanah
menurut bidang perpecahan agregat yang digolongkan atas
struktur sederhana dan struktur senyawa. Struktur sederhana
adalah struktur tanpa bidang perpecahan yang jelas, yaitu
struktur tunggal dan struktur pejal. Sedangkan struktur
senyawa mempunyai bidang perpecahan yang nyata. Jika
bidang perpecahan arah vertikal lebih besar dari pada arah
horizontal, maka akan terbentuk struktur prisma kolumnar.
Jika bidang perpecahan arah horizontal lebih besar dari arah
vertikal, akan terbentuk struktur lempeng. Jika bidang
perpecahan arah vertikal sama dengan arah horizontal, akan
terbentuk struktur kubus dan jika sangat berpori akan
terbentuk struktur granular.
Arifin (2002) memberikan tiga istilah untuk struktur
tanah, digabungkan dalam bentuk (1) tingkat perkembangan,
(2) ukuran, dan (3) bentuk. “Struktur granular, halus, dan

Tinjauan Pustaka 21
kuat” digunakan untuk menerangkan suatu tanah yang
terpisah, hampir seluruhnya menjadi satuan-satuan yang
diskrit dan lepas, bentuk spherical kasar, dan diameter
umumnya antara 1 dan 2 mm. Simbol struktur dengan tingkat
perkembangan, ukuran dan bentuk dapat dimodifikasi
dengan istilah yang lebih sesuai, apabila diperlukan untuk
menjelaskan karakteristik lainnya.
Tanah dengan struktur yang baik (granular, remah)
mempunyai tata udara yang baik, sehingga unsur-unsur hara
lebih mudah tersedia dan lebih mudah diolah. Struktur tanah
menentukan sifat aerasi, permeabilitas dan kapasitas menahan
air serta sifat-sifat mekanik tanah. Struktur tanah yang baik
adalah bentuk membulat, sehingga tidak dapat bersinggungan
dengan rapat (Buckman dan Brady, 1982).

2.1.2. Tekstur Tanah


Tekstur tanah menunjukkan kasar halusnya tanah
berdasarkan perbandingan banyaknya butir-butir pasir, debu
dan liat. Dalam klasifikasi tanah (taksonomi tanah) tingkat
famili, kasar halusnya tanah ditunjukkan oleh sebaran ukuran
butir (particle size distribution) yang merupakan
penyederhanaan dari kelas tekstur tanah dengan
memperhatikan pula fraksi tanah yang lebih besar dari pasir
(lebih dari 2 mm) (Hardjowigeno, 1987).

22 Kompaksi Tanah Pada Lahan Miring


Nurhayati, et al (1986), menyatakan tekstur tanah
berhubungan erat dengan plastisitas, permeabilitas, kekerasan,
kemudahan olah, kesuburan dan produktifitas tanah pada
daerah-daerah geografis tertentu.
Menurut Sarief (1986) tekstur tanah adalah
perbandingan kandungan partikel-partikel tanah primer
berupa fraksi liat, debu, dan pasir dalam suatu masa tanah.
Partikel-partikel tanah tersebut mempunyai bentuk dan ukuran
yang berbeda-beda dan dapat digolongkan kedalam tiga
fraksi.
Tekstur tanah menunjukan proporsi berat dari partikel-
partikel < 2 mm yang ditetapkan di laboratorium. Estimasi di
lapang harus selalu dibandingkan dengan hasil analisis
mekanik di laboratorium. Di lapangan, pasir terasa kasar pada
jari tangan (ibu jari dan telunjuk) dan dapat dilihat dengan
mata telanjang (tanpa bantuan alat). Kelas-kelas tekstur yang
ditetapkan adalah : Pasir, pasir berlempung, lempung berpasir,
lempung, lempung berdebu, debu, lempung liat berpasir,
lempung berliat, lempung liat berdebu, liat berpasir dan liat
(Arifin, 2002).
Tanah-tanah yang bertekstur pasir mempunyai luas
permukaan yang kecil, sehingga sulit menahan air dan unsur
hara, sedangkan tanah-tanah yang berstruktur liat mempunyai
luas permukaan yang luas, sehingga kemampuan menahan air
dan menyediakan unsur hara tinggi (Endang, 1988). Terdapat

Tinjauan Pustaka 23
hubungan yang erat antara tektur tanah dengan sifat-sifat
tanah lain, seperti kapasitas tukar kation, porositas, kecepatan
infiltrasi dan permeabilitas (Soedarmo dan Prayoto, 1985).

2.1.3. Bobot Isi


Bobot isi tanah, merupakan petunjuk kepadatan suatu
tanah. Makin tinggi nilai bobot isi dan kekerasan tanah, makin
kecil ruang pori totalnya, sehingga penetrasi akar tanaman
dalam tanah semakin terhambat dan tanah semakin sulit
meneruskan air ke lapisan yang lebih bawah. Kepadatan tanah
dapat menghambat pertumbuhan akar dengan cara : (1)
meningkatkan kekuatan tanah yang merupakan pembatas
mekanik terhadap pertumbuhan akar, (2) mengubah susunan
dan distribusi pori tanah. Kekuatan tanah dan aerasi tanah
memberikan efek interaksi terhadap kecepatan pertumbuhan
tanaman. Makin padat suatu tanah, kekuatannya menjadi
meningkat, sehingga diperlukan kekuatan akar yang lebih
besar untuk menembus tanah tersebut ; dengan demikian
perkembangan akar lebih sedikit (Taylor et al., 1972).
Hardjowigeno (1987) menyatakan bahwa bobot isi,
menunjukkan perbandingan antara berat tanah kering dengan
volume tanah, termasuk volume pori-pori tanah. Bobot isi
tanah merupakan petunjuk kepadatan tanah, makin tinggi
bobot isi tanah makin sulit meneruskan air atau ditembus akar
tanaman. Pada umumnya bobot isi tanah berkisar antara 1.1-

24 Kompaksi Tanah Pada Lahan Miring


1.6 g/cm3. Bobot isi ini, dipengaruhi oleh struktur tanah dan
merupakan sifat fisik tanah yang dapat menunjukkan
kegemburan atau tingkat kepadatan tanah.
Wesley (1973) mempertegas bahwa bobot isi tanah
merupakan perbandingan antara seluruh massa tanah dengan
isi tanah total. Pengolahan tanah bertujuan untuk
meningkatkan kegemburan tanah. Tingkat kegemburan tanah
dapat dilihat pada besarnya angka bobot isi tanah. Semakin
kecil angka bobot isi tanah, maka kegemburan tanah semakin
meningkat.
Kerapatan isi tanah dapat dinyatakan dalam bobot isi
tanah kering dan bobot isi tanah basah. Bobot isi tanah basah
adalah massa tanah total per unit volume; sedangkan bobot isi
tanah kering, adalah rasio antara massa tanah kering oven
dengan volume total.
Menurut Utomo (1995) lebih tingginya nilai tahanan
penetrasi pada tanah yang sering dilintasi traktor berkaitan
erat dengan lebih tingginya bobot isi tanah. Bobot isi yang
tinggi menghasilkan tanah yang lebih kompak dan sulit
ditembusi oleh akar tanaman.
Alibasyah (2000), hasil penelitiannya menyimpulkan
bahwa tanpa olah tanah, terjadi kompaksi tanah dan
pertumbuhan akar tanaman jagung terhambat, terbentuk kerak
dipermukaan dan infiltrasi berkurang; hal ini mempengaruhi
penetrasi akar lapisan tanah yang lebih dalam sehingga akar

Tinjauan Pustaka 25
menjadi lebih pendek. Taylor (1966) mengatakan bahwa
pertumbuhan akar tanaman dipengaruhi tahanan penetrasi
tanah.
Hillel (1980) menyatakan bahwa pada suatu usaha
pemadatan tanah yang tetap, bobot isi tanah merupakan fungsi
dari kadar air tanah. bobot isi tanah meningkat mulai dari
meningkatnya kadar air tanah dan mencapai puncak yang
disebut kadar air optimum, selanjutnya menurun dengan
meningkatnya kadar air tanah. Teori tersebut dapat ditelusuri
dengan uji pemadatan tanah di laboratorium. Metode yang
umum digunakan dalam menentukan bobot isi tanah adalah
dengan cara mengambil contoh tanah di lapangan kemudian
diukur volume dan berat kering tanah tersebut.

2.1.4. Porositas Total


Porositas total, merupakan volume dari seluruh pori-
pori dalam suatu volume tanah utuh, dinyatakan dalan persen.
Porositas total memegang peranan sangat penting, karena
berbagai proses fisika dan kimia yang terjadi di dalam tanah
sering ditentukan oleh total ruang pori ini, misalnya
perkembangan akar tanaman berlangsung lewat ruang pori,
demikian pula air tersimpan, pergerakan air dan pergerakan
zat hara. Porositas total pada tanah mineral berkisar antara 30
hingga 60 %, dan besar porositas total ini sama sekali tidak

26 Kompaksi Tanah Pada Lahan Miring


menunjukkan distribusi ukuran pori dalam tanah yang
merupakan suatu sifat yang penting (Arsyad et al., 1985).
Porositas total atau ruang pori total adalah volume
seluruh pori dalam suatu volume tanah utuh yang dinyatakan
dalam persen. Porositas total merupakan indikator awal yang
paling mudah untuk mengetahui apakah suatu tanah
mempunyai struktur baik atau jelek.
Data porositas total perlu dilengkapi dengan distribusi
ukuran pori yang perhitungannya didasarkan pada kurva
karakteristik air tanah.

2.1.5. Distribusi Pori


Distribusi Pori, merupakan penyebaran dan
keanekaragaman ukuran pori yang ada dalam tanah, baik pori
aerasi maupun pori air tersedia (pori kapiler), sedangkan pori
tidak berguna tidak diperhitungkan atau diabaikan. Pada
sebagian besar tanah, pori aerasi merupakan pori terpenting
karena jika jumlahnya kurang dari 10 persen volume, sering
menjadi faktor pembatas bagi pertumbuhan tanaman. Pori
aerasi juga sangat menentukan laju infiltrasi dan
permeabilitas. Pori yang berukuran antara 8,6 hingga 30 
disebut pori drainase lambat, sedangkan pori tidak berguna
berukuran kecil dari 0,2 .
Untuk menetapkan pori aerasi dan pori air tersedia,
ditentukan dulu kandungan air pada pF 2.0, 2.54, dan 4.2,

Tinjauan Pustaka 27
kemudian diperoleh pori aerasi = persen pori total dikurangi
dengan kandungan air pada pF 2.0, pori drainase lambat =
kandungan air pada pF 2.0 dikurangi kandungan air pada pF
2.54, sedangkan pori air tersedia = kandungan air pada pF
2,54 dikurangi kandungan air pada pF 3,5

2.1.6. Permeabilitas
Permeabilitas, merupakan kemampuan tanah untuk
dilalui oleh masa air melalui pori-pori atau kecepatan
bergeraknya (laju) suatu cairan pada suatu media berpori.
Cairan disini adalah air, sedangkan media berpori adalah
tanah.

2.1.7. Stabilitas Agregat


Stabilitas Agregat, merupakan ketahanan tanah
terhadap daya yang dapat menimbulkan penghancuran agregat
tanah. Stabilitas agregat tanah penting diketahui untuk
mengatasi masalah erosi. Makin banyak agregat yang
terbentuk dan mantap, semakin tahan tanah tersebut terhadap
erosi. Suatu tanah yang mempunyai kemantapan agregat besar
akan mempunyai kapasitas infiltrasi minimum lebih besar dari
pada tanah dengan kemantapan agregatnya kecil (Baver et al.,
1976). Tanah-tanah yang peka erosi biasanya mempunyai
agregat berukuran kecil, sedangkan tanah-tanah yang tidak
peka erosi agregatnya berukuran lebih besar ( Suwardjo,
1981).

28 Kompaksi Tanah Pada Lahan Miring


Stabilitas agregat tanah ditetapkan secara kuantitatif di
laboratorium dengan cara pengayakan kering dan basah
menurut metode De Leenheer dan De Boodt (1959) yang
didasarkan pada perbedaan rata-rata bobot diameter agregat
tanah pada pengayakan kering dengan pengayakan basah,
hasilnya berupa indeks instabilitas.

2.1.8. Konsistensi Tanah


Konsistensi, merupakan daya kohesi dan adhesi butir-
butir tanah atau daya tahan tanah terhadap pengaruh dari luar,
seperti daya tahan terhadap gaya grafitasi, tekanan, dorongan,
tarikan dan sentuhan,
Konsistensi Tanah menunjukkan kekuatan daya kohesi
butir-butir tanah atau daya adhesi butir-butir tanah dengan
benda lain. Hal ini ditunjukkan oleh daya tahan tanah
terhadap gaya yang akan mengubah bentuk (Hardjowigeno,
1987).
Russel (1928) dalam Baver et al. (1972)
mendefinisikan konsistensi tanah sebagai suatu istilah untuk
menunjukkan keadaan gaya-gaya fisik dari kohesi dan adhesi
yang bekerja dalam tanah pada berbagai keadaan kelembaban
tanah. Konsistensi tanah dipandang sebagai kombinasi yang
dipengaruhi oleh kekuatan mengikat antara butir-butir tanah
(Buckman dan Brady, 1982).

Tinjauan Pustaka 29
Konsistensi tanah berubah-ubah dan perubahannya
berhubungan dengan kandungan air yang terdapat dalam
massa tanah (Soedarmo et al, 1985). Berdasarkan kadar
airnya, tanah digolongkan dalam tiga kondisi yaitu kondisi
cair, plastis atau padat (solid). Umumnya tanah berbutir halus
secara alamiah berada dalam kondisi plastis. Batas atas dan
bawah dari rentang kadar air, dimana tanah masih bersifat
plastisitas berturut-turut disebut batas cair dan rentang kadar
air itu sendiri, di definisikan sebagai indeks plastisitas. Bila
kadar air tanahnya sangat tinggi, campuran tanah dan air akan
menjadi sangat lembek seperti cairan. Kadar air dinyatakan
dalam persen. Kadar air dimana transisi dari keadaan semi-
padat ke keadaan plastis terjadi dinamakan batas plastis dan
dari keadaan platis ke keadaan cair dinamakan batas cair.
Batas-batas ini dikenal juga sebagai batas-batas Atterberg.
Batas cair merupakan salah satu titik perubahan/transisi dari
keadaan tanah yang digolongkan oleh sifat mekanik dan
tergantung kepada kadar airnya (Das, 1998).
Pada kelembaban yang rendah, tanah akan keras dan
bergumpal-gumpal karena perekatan antara partikel-partikel
kering tanah. Bila tanah pada keadaan ini diolah (dibajak)
maka akan timbul bongkahan-bongkahan tanah. Bila
kelembaban tanah ditingkatkan, maka molekul-molekul air
diikat pada permukaan pertikel-pertikel tanah dan
menurunkan bentuk gumpalan dan memberikan keadaan

30 Kompaksi Tanah Pada Lahan Miring


remah pada tanah. Pada daerah remah ini, pengolahan tanah
memberikan hasil yang optimum. Kemudian bila air
ditambah, kohesi lapisan air disekitar partikel tanah akan
menyebabkan tanah menjadi lekat dan menjadi plastis; disini
tanah akan mudah melumpur. (Baver et al,.1972)
Gaya kohesi tanah berbanding terbalik dengan
kelembaban tanah untuk jumlah dan ukuran partikel yang
sama. Sedangkan gaya adhesi tanah dengan logam berbanding
langsung dengan kandungan koloid tanah (Nichols, Reed dan
Reaves, 1958).

2.1.9. Plastisitas Tanah


Plastisitas merupakan karateristik tanah berbutir halus
pada kadar air tertentu, terdiri dari batas plastis atas dan batas
plastis bawah. Batas plastis atas adalah keadaan kelembaban
tanah, dimana tanah akan mengalir dengan sedikit gaya saja,
sedangkan batas plastis bawah adalah keadaan kelembaban
tanah, dimana tanah mulai dapat digulung dan dibentuk
seperti kawat. Indeks plastisitas adalah selisih antara batas
plastis atas dan batas plastis bawah. Bainer dan Barger (1952)
mendefinisikan bahwa batas plastis atas adalah keadaan
kelembaban tanah, dimana tanah akan mengalir dengan
sedikit gaya saja, sedangkan batas plastis bawah merupakan
keadaan kelembaban tanah, dimana tanah mulai dapat
digulung dan dibentuk seperti kawat, sedangkan indeks

Tinjauan Pustaka 31
plastisitas adalah selisih antara batas plastis atas dan batas
plastis bawah.
Istilah plastisitas menggambarkan kemampuan tanah
untuk berdeformasi pada volume tetap tanpa terjadi retakan
atau remahan. Suatu kondisi fisis dari tanah berbutir halus
pada kadar air tertentu dikenal sebagai konsistensi (Craig,
1991).
Bowles (1989) dan Hardiyatmo (1992) menambahkan
bahwa batas plastis didefinisikan sebagai kadar air pada
kedudukan antara daerah plastis dan semi padat, yaitu
presentase kadar air dimana tanah dengan diameter 3,2 mm
mulai retak-retak ketika digulung. Batas plastis secara kasar
didefinisikan sebagai kadar air dimana selapis tanah yang
digulung sampai berdiameter 3 mm akan putus atau terpisah.
Batas plastis merupakan batas antara tanah dengan
keadaan semi plastis dan tanah dengan keadaan plastis.
Metode penentuan batas plastis dikembangkan oleh
Casagrande, sedangkan indeks plastisitas adalah perbedaan
antar batas cair dan batas plastis suatu tanah (Sapei, Dhalhar,
Fuji, Miyauchi dan Sudou , 1990).
Disini, partikel koloid liat dalam tanah bertindak
sebagai pelumas antara partikel-partikel yang lebih kasar dan
mengurangi gesekan-gesekan. Sifat plastis tanah disebabkan
oleh butir liat seperti lempeng, adalah pengaruh air yang
diadsorpsi ; merupakan pengikat agak licin. Sifat plastis ini

32 Kompaksi Tanah Pada Lahan Miring


sangat penting, karena memacu perubahan struktur tanah.
Pengerjaan tanah dengan tekstur halus dalam keadaan sangat
basah akan mengakibatkan keadaan tanah akan berlumpur
(Buckman et al., 1982).
Menurut Bainer, et al (1952) batas plastis bawah
bertambah dengan bertambahnya kandungan koloid tanah
atau liat, hal ini disebabkan oleh penambahan komposisi
kimia dari koloid dan ditambah dengan adanya bahan organik.
Pasir atau tanah yang kandungan liatnya kurang dari 15
sampai 20% umumnya tidak plastis. Konsistensi tanah
menunjukan kekuatan daya kohesi butir-butir tanah atau daya
adhesi butir-butir tanah dengan benda-benda lain. Hal ini
terlihat oleh daya tahan tanah terhadap gaya yang akan
mengubah bentuk tanah.
Berdasarkan tingkat kelembaban tanah (dalam persen
kadar air), terdapat tingkatan sifat kohesi tanah yang disebut
sifat konsistensi tanah. Atterberg (Das, 1968) mendefinisikan
sifat ini ke dalam 4 interval kelembaban, yaitu padat (solid),
semi-padat (semi-solid) plastik (plastic), dan cair (liquid),
dimana berturut-turut transisi kelembaban dari padat ke semi-
padat, dari semi-padat ke plastik, dan dari plastik ke cair,
dibatasi oleh batas susut (shringkage limit, SL), batas plastik
(plastic limit, PL), dan batas cair (liquid limit, LL), dengan
kombinasi rentang interval kelembaban tanah. Konsistensi
tanah diperlihatkan pada gambar 1.

Tinjauan Pustaka 33
Pada Semi- Plasti Cair
t adat k

SL PL LL
< 20% < 35%
Peningkatan % Kadar
Air
Gambar 1. Konsistensi Tanah pada Batas
Kelembaban Atterberg (Das,1968)
(SL : Shrinkage Limit, PL : Plastic Limit, LL : Liquid Limit).

Pada kondisi SL, kadar air tanah dan volume tanah


tidak berubah selama terjadi penyusutan air. Kadar air pada
setiap batas dapat ditentukan melalui tes uji tanah standar.
Sedang kondisi PL didefinisikan sebagai kadar air minimum
yang terkandung dalam contoh tanah yang dapat digulung
sampai berdiameter 3 mm tanpa terjadi retakan sementara
kondisi LL adalah kadar air aktual ketika contoh tanah mulai
“mengalir”.
Kramadibrata (2000), menyatakan dalam interval
kelembaban antara batas kering dan batas plastik fraksi tanah
mineral menjadi sangat lengket dan berat untuk diolah. Pada
rentang batas kering, satuan tanah menjadi keras, sehingga

34 Kompaksi Tanah Pada Lahan Miring


daya yang dibutuhkan untuk mengolah tanah menjadi besar
sekali dan dapat merusak alat pengolah tanah (bajak) yang
digunakan. Sedang pada kondisi kadar air tanah melampaui
batas cairnya, kondisi fisik tanah menjadi lunak dan
terdispersi, dimana sifat kohesif dan adhesifnya menurun,
sehingga bajak dapat menembusnya dengan draft tanah dan
tahanan gesek relatif jauh lebih rendah dari pada kondisi
plastiknya.

2.1.10. Tahanan Geser Tanah


Tahanan Geser Tanah, merupakan besarnya tahanan
dalam maksimum tanah untuk menahan gesekan antara
partikel-partikel tanah, yaitu tahanan untuk menggelincir
antara tanah dengan tanah.
Tahanan geser tanah merupakan besarnya tahanan
dalam maksimum tanah untuk menahan gesekan antara
partikel-partikel tanah, yaitu tahanan untuk menggelincir
antara tanah dengan tanah (Baver et al., 1972).
Komponen-komponen tahanan tanah adalah kohesi
dan gesekan dalam tanah. Kedua komponen ini dinyatakan
langsung dengan kombinasi faktor fisik dan kimia fisik.
Faktor fisik berpengaruh pada kohesi tanah. Nichols (1932)
dalam Baver et al., (1972) menyatakan bahwa nilai geseran
dari tanah plastis bertambah setaraf dengan besarnya tekanan
normal yang bekerja pada permukaan geser tanah. Pada tanah-

Tinjauan Pustaka 35
tanah lepas (unconsolidated soil) penambahan kelembaban
tanah sampai batas plastis akan menambahkan nilai geseran
tanah dan menurun setelah batas cairnya. Kemudian Baver et
al. (1972) menambahkan bahwa nilai geseran sebanding
dengan indeks plastisitas tanah.

2.1.11. Tahanan Penetrasi Tanah


Tahanan Penetrasi Tanah, merupakan ketahanan tanah
terhadap tembusan suatu alat, adalah penjumlahan dari indeks
pemadatan tanah, kelembaban tanah, tekstur, kandungan dan
jenis mineral liat, bobot isi tanah dan kandungan air tanah.
Alat dimaksud adalah penetrometer atau penetrograph
dengan satuan tekanan pascal yang biasa disingkat Pa. Jika
jarum penetrometer masuk ke dalam tanah, maka tanah akan
memberikan reaksi untuk menahan masuknya jarum tersebut.
Ketahanan penetrasi (indeks penetrometer) dipengaruhi oleh
tekstur tanah, kandungan liat, bobot isi tanah serta kandungan
air tanah. Indeks penetrometer akan menurun dengan makin
tingginya kandungan liat.
Tahanan tanah terhadap tembusan suatu alat
merupakan penjumlahan dari indeks pemadatan tanah,
kelembaban tanah, tekstur dan tipe mineral liat (Baver et
al.,1972).
Keselurahan dari penetrasi persatuan gaya yang
diberikan pada suatu contoh tanah akan bervariasi menurut

36 Kompaksi Tanah Pada Lahan Miring


bentuk dan jenis alat yang digunakan. Saat penetrometer
masuk ke dalam tanah, ia akan melawan tahanan pada
pemadatan, gesekan antara tanah dengan logam dan tahanan
geser dari tanah, yang membawa serta gesekan dalam dan
kohesi (Baver et al.,1972).
Menurut Shaw (1986) besarnya tahanan penetrasi
tanah disebabkan oleh tekanan (compression) dan gesekan
antara tanah dengan logam serta terdapat peningkatan yang
cepat pada tahanan penetrasi dengan menurunnya kelembaban
tanah. Jika jarum penetrometer atau akar tanaman menembus
tanah, maka tanah akan memberikan reaksi untuk menahan
(menghambat) masuknya jarum tersebut. Pada saat
pergerakan jarum, tanah akan mengalami keruntuhan dalam
bentuk geseran, padatan dan pemadatan. Jadi ketahanan
terhadap penetrasi yang diberikan tanah kepada jarum yang
bergerak adalah gabungan parameter gesekan tanah, tarik,
pemadatan dan gesekan antara tanah dan logam. Tetapi
komponen tarik hanya berperan jika tanah kering atau
kandungan air rendah, sehingga pada kandungan air tinggi
indeks penetrometer hanya ditentukan oleh geseran dan
pemadatan ( Islami et al, 1995 ).
Islami, et al (1995) menambahkan, karena indeks
penetrometer merupakan kombinasi dari kekuatan geser,
kekuatan tarik dan pemadatan; maka sifat tanah yang
mempengaruhi komponen kekuatan tersebut juga akan

Tinjauan Pustaka 37
berpengaruh terhadap ketahanan penetrasi. Jadi ketahanan
penetrasi akan dipengaruhi oleh tekstur tanah, kandungan dan
jenis liat, bobot isi tanah dan kandungan air tanah.
Pengukuran tahanan penetrasi tanah dilakukan pada
selang kedalaman (1 – 10, 10 – 20, 20 – 30, 30-40, 40-50 )
cm. Alat yang digunakan adalah penetrometer dengan
berbagai tipe.

2.1. Masalah Pengolahan Tanah dan Pemadatan


Ketergantungan untuk menggunakan traktor dalam
pengolahan tanah, diutamakan untuk produktifitas kerja dan
untuk menghindari dampak pengolahan tanah, diperlukan
kerja sama antara jenis dan bentuk traktor beserta peralatan
(bajak) yang digunakan dengan jenis dan kondisi tanah yang
akan diolah serta ketrampilan operator untuk mengendalikan
traktor. Tujuannya untuk menghindari atau memperkecil
dampak atau masalah terhadap kondisi fisika-mekanika tanah,
sehingga hasil kerja dapat memberikan kemudahan terhadap
kesuburan tanah yang diharapkan, agar akar tanaman leluasa
hidup dengan sempurna.
Adapun hal-hal yang berkaitan erat dengan dampak
yang ditimbulkan saat pengolahan tanah adalah :

38 Kompaksi Tanah Pada Lahan Miring


2.2.1. Hubungan Kandungan Air dan Pengolahan Tanah
Pengolahan tanah sebagai manipulasi fisik pada tanah
akan merubah susunan tanah, gerakan dan kondisi tanah serta
pergerakan air tanah. Pada kedalaman tertentu kandungan air
dibawah lapisan tanah yang diolah akan lebih tinggi
dibandingkan pada tanah tidak diolah (Sumarto, 1983). Hal
diatas disebabkan karena pada proses pengolahan tanah akan
mengakibatkan terputusnya sistim kapiler dalam tanah,
sehingga dapat menurunkan laju penguapan air dibawah
permukaan tanah, terutama pada tanah-tanah yang diolah
secara dangkal.
Kandungan air tanah sangat berpengaruh terhadap
tenaga pengolahan tanah. Menjelang musim kering
kandungan air akan semakin menurun dan pada keadaan ini
tahanan tanah meningkat sehingga mengurangi daya penetrasi
alat pengolahan tanah untuk menembus lapisan tanah serta
memperbesar tenaga untuk menerima alat (Baver et al, 1972)
Menurut Ayers dan Perumpral (1982), berkurangnya
daya penetrasi dan bertambahnya tenaga diatas disebabkan
karena meningkatnya tahanan tanah dan bertambahnya nilai
kekuatan geser tanahnya.
Rowe dan Barnes (1961) serta Gill dan Van den Berg
(1968) menyatakan, tingkat adhesi tanah terhadap bajak
sangat dipengaruhi oleh kelembaban tanah dan bertambahnya
gaya adhesi tanah akan memperbesar gaya tarik bajak. Baver

Tinjauan Pustaka 39
et al. (1972) berpendapat bahwa, pada kadar air yang sangat
rendah, pengolahan tanah akan merusak struktur tanah serta
hasil olah yang berbongkah besar.
Hadjowigeno (1987) menyatakan bahwa, banyaknya
kandungan air dalam tanah berhubungan erat dengan besarnya
tegangan air (moisture tension) dalam tanah tersebut.
Besarnya tegangan air menunjukkan besarnya tenaga yang
diperlukan untuk menahan air di dalam tanah. Banyak istilah
telah dipergunakan untuk memberikan batasan energi yang
mengikat air dalam tanah. Istilah tegangan air tanah dan
isapan tanah dipergunakan untuk memberikan batasan secara
berturut-turut.
Kalsim dan Sapei (1992) menyatakan bahwa
kandungan lengas tanah pada pF 2,0 atau pF 2,5 sering
diambil sebagai kapasitas lapang. Menurutnya kandungan
lengas tanah, menyebabkan akar tanaman sulit untuk
menghisapnya dan akhirnya akan layu. Titik layu permanen
adalah kandungan lengas tanah, dimana tanaman layu tidak
dapat segar kembali, walaupun lengas tanah dikembalikan ke
jenuh. Layu permanen untuk tanaman secara umum terjadi
pada pF 4,2 atau kurang.
Potensial air tanah menurun dengan meningkatnya
kandungan air (makin banyak air tanah, makin berkurang
energi yang diperlukan untuk memegang air dalam tanah).
Isapan meningkat jika ukuran pori yang mengikat air

40 Kompaksi Tanah Pada Lahan Miring


berkurang. Laju perubahan kemiringan maksimum,
menunjukkan ukuran rongga dominan yang mengikat air,
terjadi pada potensial yang lebih rendah bila ukuran partikel
menurun. Lempung berliat mempunyai suatu kurva yang
dangkal pada bagian atasnya (di atas pF = 2,0), yang
menggambarkan kenyataan bahwa liat kehilangan air secara
berangsur-angsur dibandingkan pasir, disini berarti lempung
berliat mengikat lebih banyak air. Tanaman tidak dapat
menghisap air dari tanah pada pF yang lebih besar dari pada
sekitar 4,2; ini berarti bahwa 20 persen terakhir air pada tanah
lempung berliat tidak tersedia bagi tanaman. Kenyataan
bahwa laju perubahan kemiringan sangat berpengaruh di
antara pF 1,8 dan pF 3,0; disini mencerminkan kenyataan
bahwa pada tanah yang bertekstur lebih kasar banyak air yang
diikat pada pori yang cukup besar pada isapan yang sangat
rendah, sebaliknya sangat sedikit pada pori-pori yang kecil.
Pada tanah berliat yang bertekstur lebih halus, kisaran ukuran
pori lebih besar dan terdapat pori-pori kecil dengan proporsi
yang lebih besar dan mengikat air dengan isapan yang sangat
rendah. Tanah liat utuh mempunyai lebih banyak rongga di
dalamnya, dibandingkan bila tanah dibentuk kembali yang
akan menyebabkan rongga tersebut rusak; dengan demikian
tanah menahan lebih banyak air bila dibentuk kembali
(Seyhan, 1990).

Tinjauan Pustaka 41
Sedangkan air di dalam tanah dibagi atas air gravitasi,
air kapiler dan air higroskopis serta keadaan air tanah adalah
perbandingan antara berat air dengan berat tanah. Kadar air
tanah biasanya dinyatakan dalam basis kering dan basis basah.

2.2.2. Teknik Pengolahan Tanah dengan Kelembaban


yang Sesuai
Pengolahan tanah bertujuan untuk menyiapkan tanah
yang siap tanam dan menjaganya agar tetap gembur dan bebas
dari gulma selama pertumbuhan tanaman.
Nichols (1931) dalam Bainer et al., (1952).
Menyatakan bahwa gaya-gaya reaksi dari tanah didominasi
oleh lapisan air pada partikel-partikel koloid dan dengan
demikian, berhubungan langsung dengan kelembaban tanah
dan kandungan koloid tanah.
Bila tanah plastis dalam keadaan lembab dan bergerak
menuju kering, akan melalui tahapan-tahapan : lekat, plastis,
remah dan keras. Keadaan remah memberikan kondisi yang
optimum untuk pengolahan tanah. Pemadatan tanah oleh alat-
alat pengolahan tanah disebabkan oleh pengerjaan tanah pada
keadaan terlalu basah. Namun pengolahan pada tanah kering
akan memberikan hasil yang terlalu hancur (Bainer et al.,
1952).
Bainer et al., (1952) menyatakan secara garis besar
tahanan tanah pada alat-alat pengolahan tanah, disebabkan

42 Kompaksi Tanah Pada Lahan Miring


oleh gesekan tanah. Nichols (1929) dalam Bainer et al. (1952)
membagi gesekan antara logam dengan tanah ke dalam
beberapa tahap yang berbeda :
1. Tahap kompresi, dimana air pada tanah tidak terikat pada
logam dan tahapan geser tanah lebih kecil dari tekanan
yang diberikan. Kejadian seperti ini terbatas pada tanah-
tanah kering yang tidak mengandung koloid-koloid tanah
yang nyata.
2. Tahap gesekan, bila tahanan geser tanah lebih besar dari
tekanan yang diberikan, air tanah tidak terikat pada logam,
gesekan yang sebenarnya dicapai dan ini dipengaruhi oleh
kelembaban tanah.
3. Tahap adhesi, bila terdapat cukup air untuk melekatkan
tanah pada logam, koefisien gesekan bertambah cepat
dengan penambahan kelembaban tanah.
4. Tahap pelumasan, bila terdapat cukup air untuk
memberikan efek pelumasan, koefisien gesekan menurun
dengan bertambahnya kelembaban tanah.
Secara sederhana semua alat pengolahan tanah terdiri
dari perkakas untuk penerapan tekanan pada tanah, sering kali
dengan memakai bidang miring atau bentuk seperti biji.
Tanah pada jalur pengolahan ini akan menerima tekanan yang
disebabkan oleh aksi geseran (Bainer et al., 1952).

Tinjauan Pustaka 43
Nichols (1929) dalam Baver et al., 1972. menemukan
bahwa untuk tanah plastis, gaya geser pada tekanan yang
diberikan meningkat dengan kelembaban hingga sekitar batas
plastis bawah dan kemudian menurun dengan seragam hingga
batas plastis atas.
Dengan bervariasinya kondisi tanah (tahanan geser
dan gesekannya), maka bervariasi juga reaksinya terhadap
pengolahan tanah. Bainer et al (1952) membagi keadaan tanah
dalam reaksinya pada pengolahan tanah (pembajakan) :
1. Tanah keras rekat. Tanah-tanah ini terpotong menjadi
bongkakan-bongkakan besar pada waktu pembajakan.
2. Tanah padang rumput berat. Karena permukaan tanah
didukung oleh petakaran bidang geseran normal,
umumnya sulit untuk diketahui; dalam hal ini reaksi tanah
terjadi dibawah permukaan.
3. Permukaan yang padat atau rekat. Keadaan yang jarang
terjadi ini biasanya terdapat tanah yang relatif lebih remah
dibawah lapisan padat tersebut. Lapisan padat ini akan
terpotong, terangkat dan terbalik sesuai dengan
lengkungan bajak.
4. Tanah olah. Pada keadaan ini, tanah tidak memiliki
kekakuan dan tekanan yang cukup untuk mendukung
bajak berfungsi dengan baik.

44 Kompaksi Tanah Pada Lahan Miring


5. Tanah terdorong. Adhesi tanah dengan permukaan bajak
memberikan tekanan ke depan bajak, karena tanah tidak
memiliki kekakuan pada “furrow slice”, tanah akan
terdorong dari pada terangkat dan terbalik.
6. Tanah normal. Tanah telah mencapai bentuk yang tetap
dan cukup kokoh dan berada dalam kelembaban yang
cukup untuk pembajakan yang baik.
Menurut Baver et al. (1972) faktor-faktor utama dalam
tahanan tanah terhadap alat-alat pengolahan tanah adalah
kohesi dan adhesi dan nyatalah bahwa tahanan maksimum
tanah terjadi dalam daerah plastis. Tarikan maksimum
menurun secara logaritma dengan plastisitas tanah.

2.2.3. Pengolahan Tanah untuk Mempertahankan


Kondisi Fisika-Mekanika Tanah
Kemampuan tanah untuk bertahan terhadap usaha
perubahan bentuk disebut kekuatan tanah dan diukur dengan
satuan tekanan yaitu Pascal yang biasa disingkat Pa. Jadi
kekuatan tanah dapat diberi pengertian sebagai besarnya
tekanan pada saat awal terjadinya keruntuhan (initial failure).
Sebelum terjadi keruntuhan, tanah telah mengalami perubahan
bentuk dan disebut dengan “Regangan” (Strain), yaitu nisbah
antara pertambahan atau pengurangan panjang atau volume,
karena tekanan dengan panjang atau volume semula dan

Tinjauan Pustaka 45
dinyatakan dalam satuan persen; dengan demikian, regangan
merupakan ukuran perubahan bentuk.
Pada benda yang bersifat plastis, begitu ada tekanan
terjadilah perubahan bentuk bersifat tetap. Jadi tidak ada
daerah elastis. Jika tekanan terus ditingkatkan sampai pada
suatu saat benda tidak mampu bertahan, terjadilah keruntuhan.
Pada benda yang bersifat rapuh (brittle), perubahan bentuk
yang terjadi, diukur dengan regangan, sangat kecil. Jadi
walaupun tekanan ditingkatkan, mungkin tidak terdapat
regangan yang berarti, sampai pada suatu saat jika tidak
mampu bertahan, terjadilah keruntuhan. Besarnya tekanan
pada saat terjadinya keruntuhan tanah inilah yang disebut
kekuatan tanah (soil strength).
Karena ada 3 macam model keruntuhan benda, maka
dalam mekanika tanah juga dikenal 3 macam kekuatan tanah,
yaitu, (a) kekuatan geser (shear strength), (b) kekuatan tarik
(tensile strength) dan (c) Ketahanan terhadap pemadatan
(compaction resistance).
Di alam, tanah mempunyai sifat sebagai benda cair,
plastis dan bahkan rapuh, hingga ke kekuatan geser tanah.
Karena itu Newmark (1960) memberi batasan keruntuhan
pada tanah, sebagai keadaan saat tanah kehilangan ketahanan
geser. Sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan,
ternyata bukannya kekuatan geser yang menentukan daya
dukung tanah. Seringkali tanah sudah mengalami keruntuhan

46 Kompaksi Tanah Pada Lahan Miring


pada tekanan dibawah kekuatan geser. Sehubungan dengan
hal ini, maka Kezdi (1979) menekankan pentingnya kekuatan
tarik dalam menentukan daya dukung tanah.
Keruntuhan geser ditandai dengan terjadinya bidang
keruntuhan geser yang mempunyai arah searah dengan
tekanan pokok major (major principle stress) dengan sudut 
(45o + 0). Model keruntuhan semacam ini dapat dijumpai pada
benda yang bersifat rapuh. Pada tanah, model keruntuhan ini
terjadi jika kandungan air tanah rendah atau tanah dalam
keadaan relatif kering. Jika kandungan air cukup tinggi, tanah
tidak pecah, tetapi ukuran garis tengah contoh yang diukur
kekuatannya bertambah dengan bertambahnya tekanan major.
Pertambahan garis tengah contoh ini merupakan bentuk yang
sifatnya tetap, jadi tekanan yang menyebabkan terjadinya
pertambahan ukuran garis tengah dapat dinyatakan sebagai
pengukur kekuatan geser tanah.
Teori keruntuhan geser pertama kali dikembangkan
oleh Coulomb pada tahun 1876, dan dikenal sebagai “teori
geser maksimum” (the maximum shear theory). Teori ini
menyatakan bahwa keruntuhan terjadi jika tekanan geser yang
diberikan mencapai harga kritis dari ketahanan geser tanah.
Teori ini disempurnakan oleh Navier dan kemudian oleh
Mohr, mengemukakan adanya hubungan fungsional antara
tekanan normal (normal stress) dengan tekanan geser pada
bidang keruntuhan.

Tinjauan Pustaka 47
Cara yang paling mudah untuk mengukur kekuatan
geser tanah adalah dengan cara “geser langsung” (direct
shear). Cara ini telah digunakan oleh Coulomb pada tahun
1876 dan masih dipakai secara luas sampai sekarang. Pada
semua alat geser langsung yang diukur adalah tekanan
normal, tekanan geser dan pergerakan relatif alat terhadap
tanah.
Setelah contoh tanah berada di dalam alat geser, pada
alat diberi gaya normal, kemudian alat diberi gaya geser
dengan menggeser tutup alat geser (dengan contoh di
dalamnya sampai terjadi keruntuhan). Tekanan normal
diperoleh dengan membagi gaya normal dengan luas bidang
keruntuhan, demikian pula kekuatan geser diperoleh dengan
membagi gaya geser dengan bidang keruntuhan.
Sudut geser tanah, yang dinamakan juga sebagai
komponen fisik kekuatan geser, merupakan ketahanan
gesekan. Ketahanan gesekan ini ditimbulkan oleh adanya (1)
gaya saling menahan diantara dua benda yang digeser dan (2)
dari rintangan karena adanya saling kunci- mengunci
(interlocking) diantara partikel-partikel yang bergerak
tersebut. Sumber kekuatan gesekan pada fenomena pertama
juga sering disebut sebagai daya saling mengunci mikro atau
dalam istilah Inggris disebut “micro interlocking” (Lambe dan
Whitman, 1969). Saling mengunci mikro terjadi karena
adanya kekasaran permukaan partikel yang saling bergeser.

48 Kompaksi Tanah Pada Lahan Miring


Jika ketahanan gesekan hanya berasal dari kekasaran
permukaan, keruntuhan tidak diikuti perubahan volume.
Sebaliknya saat saling mengunci (macro interlocking)
sebelum terjadi keruntuhan terjadi penambahan volume yang
cukup besar. Hal ini disebabkan sebelum dapat digeser,
partikel-partikel penyusun tanahnya perlu mengatur tempat
kedudukannya serta terjadi pergerakan partikel sebelum dapat
digeser terjadi keruntuhan. Bisa saja tidak terjadi perubahan
tempat kedudukan partikel, tetapi agar terjadi geseran, maka
harus ada pemecahan partikel.
Ketahanan gesekan dapat ditimbulkan oleh partikel
tanah yang berbentuk butir, misalnya kuarsa dan debu ataupun
berbentuk lempengan, misalnya mineral liat dan besarnya
dipengaruhi oleh ukuran partikel, kandungan air, kekasaran
permukaan, dan susunan partikel.
Nilai sudut geser menjadi semakin kecil dengan
bertambahnya ukuran partikel, menunjukkan nilai sudut geser
untuk debu adalah sebesar 30o, sedangkan nilai sudut geser
pasir berturut-turut adalah 28o, 25o, dan 20o (Lambe dan
Whitman, 1969).
Menurut Lambe dan Whitman (1969), pusat grafitasi
pada partikel yang berukuran besar berada jauh dari bidang
geser, sehingga partikel dapat bergerak lebih mudah (rolling)
dari pada partikel yang berukuran kecil. Pada tanah yang
sesungguhnya atau jika mineral yang berbentuk butiran

Tinjauan Pustaka 49
dicampur dengan liat, yang terjadi ialah semakin tinggi
kandungan liatnya, semakin kecil nilai sudut gesekannya.
Pengaruh kandungan air terhadap sudut geser pada
mineral yang berbentuk lempengan (sheet minerals) berbeda
dengan pengaruh kandungan pada mineral yang berbentuk
butiran. Pada mineral yang berbentuk lempengan, air
berfungsi sebagai pelumas, sedang pada mineral yang
berbentuk butiran, air berfungsi sebaliknya yaitu sebagai anti
pelumas (antilubricant).
Pengaruh kepadatan susunan terhadap sudut geser
dapat dijelaskan dari gejala saling mengunci. Pada tanah yang
mempunyai kepadatan rendah, karena relatif tidak ada partikel
yang saling mengunci, sudut geser terutama ditimbulkan oleh
ketahanan gesekan dari bagian benda yang digeser. Dalam hal
ini ketahanan gesekan terjadi karena kekasaran permukaan.
Sebaliknya pada benda yang mempunyai nilai susunan
kepadatan tinggi, mempunyai nilai rasio rongga pori rendah,
ketahanan gesekan disamping timbul dari kekasaran
permukaan bagian benda yang digeser, karena partikel-
partikel yang menyusun benda ini mempunyai kedudukan
saling mengunci, maka nilai sudut geser juga berasal dari
usaha untuk mengubah tempat kedudukan partikel-partikel
yang saling mengunci tersebut dan/atau memecahkan partikel
penyusunnya.

50 Kompaksi Tanah Pada Lahan Miring


Perlu diingatkan bahwa “kohesi” merupakan sifat dari
benda atau tanah, tetapi hanyalah pernyataan matematika dari
kekuatan geser. Adanya pengertian kohesi yang lain, yaitu
berasal dari adanya gaya tarik-menarik antara partikel,
dinyatakan dalam kekuatan tarik. Untuk membedakan kedua
macam kohesi tersebut, nilai kohesi yang berasal dari
persamaan 30 diberi istilah “kohesi geser”, sedang yang
berasal dari gaya tarik-menarik diantara partikel diberi istilah
“kohesi antar partikel”, dan disebut pula kekuatan tarik.
Suatu benda dikatakan mengalami keruntuhan tarik
(tension failure) jika benda terpisah atau terpotong menjadi 2
bagian atau lebih secara sempurna. Oleh karena itu kekuatan
tarik (tension strength) dapat diberi batasan sebagai nilai
tekanan tarik pada saat mulai terjadinya pemisahan.
Untuk tanah, kesulitan yang didapat adalah dalam
menentukan luas bidang keruntuhan (Gill dan Van den Berg,
1967). Sebagaimana telah dibahas di muka, tanah terdiri dari
padatan, air dan udara. Padahal kohesi hanya terjadi pada per-
mukaan kontak padatan tanah. Misalnya, penentuan luas per-
mukaan kontak sangat tidak praktis, sehingga biasanya yang
dimaksud dengan luas bidang keruntuhan adalah luas total.
Kekuatan tarik biasanya dianggap pengukur kohesi.
Pada waktu tanah mengalami keruntuhan tarik hanya gaya
kohesi yang bekerja, jadi tidak dipengaruhi oleh ketahanan
gesekan (Ingles, 1962). Sumber gaya kohesi tanah di alam

Tinjauan Pustaka 51
dapat digolongkan menjadi (1) kohesi sebenarnya dan (2)
kohesi semu (Mithcell,1976 dalam Islami et al., 1995).
Menurut Islami et al, 1995 kohesi sebenarnya berasal dari (1)
sementasi, (2) gaya tarik menarik elektrostatik dan
elektromagnetik, (3) ikatan valensi dan (4) adhesi. Kohesi
semu berasal dari (1) gaya kapiler, dan (2) gaya mekanis.
Kekuatan tarik tanah dipengaruhi oleh kandungan dan
jenis mineral liat, macam kation, kandungan bahan organik
dan kandungan air tanah. Pengaruh kandungan liat terhadap
kekuatan tegangan telah diteliti oleh Vomocil dan Chancellor
(1967) yang mendapatkan bahwa kekuatan tarik meningkat
dengan peningkatan kandungan liat. Pada kandungan liat yang
sama, kekuatan tarik monmorillonit lebih tinggi dari kaolonit.
Gill (1959) mengukur kekuatan tarik dengan jalan
menarik kolom tanah pada kedua ujungnya. Cara ini
kemudian disebut “tarik langsung” (direct tension). Metoda
yang lebih mudah dan banyak digunakan adalah apa yang
disebut “tarik tidak langsung” (indirect tension) atau juga
dikenal dengan “Brazilian test”, yang biasanya digunakan
untuk uji pasangan semen.
Untuk melaksanakan uji tarik tidak langsung, kolom
tanah dengan panjang L cm, diameter d cm, diletakkan di atas
piringan datar yang diletakkan di atas timbangan, kemudian di
atasnya diberi piringan lagi dan selanjutnya ditekan sampai
terjadi keruntuhan.

52 Kompaksi Tanah Pada Lahan Miring


2.2.4. Lintasan, Tekanan dan Pemadatan Tanah
Tekanan (compression) didefinisikan sebagai
perubahan volume tanah, akibat tekanan yang bekerja pada
tanah, sedangkan pemadatan (compaction) menunjukkan
peningkatan bobot isi tanah akibat suatu beban atau tekanan,
(Baver et al.,1972).
Pengaruh lintasan dapat menimbulkan dampak terha-
dap pemadatan, seperti bobot isi tanah meningkat dan porosi-
tas tanah menurun serta mempengaruhi penetrasi akar tanam-
an; disini pemadatan dapat diberi batasan sebagai perubahan
volume karena tanah diberi tekanan. Karena perubahan
volume ini juga merupakan perubahan bentuk tetap, maka
perubahan volume juga dapat dianggap sebagai salah satu
bentuk keruntuhan dan tekanan yang disebut kekuatan
kompresi tanah (Gill dan Van denBerg, 1967); tetapi dalam
menyatakan kompresi tersebut terdapat (ditemui) kesulitan
dalam penentuan saat mulai terjadi perubahan volume.
Karena kesulitan untuk menentukan nilai tekanan pada
saat mulainya keruntuhan, maka kekuatan kompresi biasanya
tidak dinyatakan dalam istilah “kekuatan”, tetapi sebagai
ketahanan tanah terhadap pemadatan. Sebagai indikator
pemadatan dapat digunakan perubahan volume, perubahan
bobot jenis atau perubahan rasio rongga pori.
Pada tanah beragregasi dengan kandungan air tinggi,
perubahan volume terjadi karena perubahan plastis (Day dan

Tinjauan Pustaka 53
Holmgren, 1952; Davis, Dexter dan Tanner 1973). Perubahan
bentuk plastis terjadi, jika tekanan yang diberikan melebihi
kekuatan geser. Pada tanah beragregasi kering, kompresi
terjadi jika pemecahan agregat, dalam hal ini tekanan yang
diberikan harus lebih besar dari kekuatan tarik tanah (Dexter,
1975 ; Kezdi, 1979). Oleh karena itu semua faktor yang
berpengaruh terhadap kekuatan geser dan kekuatan tarik akan
mempengaruhi ketahanan pemadatan ; dalam hal ini termasuk
tekstur, jenis liat, kandungan air tanah, macam kation dan
tentu saja kepadatan susunan.
Harris (1971) menunjukkan bahwa tingkat perubahan
dan perubahan total bobot isi tanah, jika diberi tekanan
kompresi pada tanah berdebu lebih besar dari pada tanah liat.
Pada keadaan kering udara, ketahanan pemadatan tanah liat,
lempung berdebu dan lempung berpasir tidak berbeda. Tetapi
jika kandungan air ditingkatkan, dengan tekanan yang sama,
perubahan bobot isi tanah liat rendah dibandingkan tanah
lempung berpasir. Pada kandungan air 8 % perubahan bobot
isi tanah liat hanya 0.17 g/cm3 sedang pada tanah lempung
berpasir 0.45 g/cm3. Hal ini menunjukkan bahwa ketahanan
pemadatan tanah liat lebih tinggi.
Macam tanah liat menentukan besarnya gaya tarik-
menarik dan tolak-menolak, makin besar gaya tolak-menolak
mineral liat akan makin besar kekuatan geser dan tentunya
ketahanan pemadatan. Disamping itu mineral liat juga

54 Kompaksi Tanah Pada Lahan Miring


mempengaruhi struktur tanah. Tanah yang didominasi mineral
monmorillonit mempunyai struktur acak atau random, sedang
yang didominasi kaolinit strukturnya flokulasi.
Craford (1964) dalam Islami et al., 1995 menunjukkan
bahwa pada mulanya perubahan rasio ruang yang terjadi
karena diberi tekanan pada tanah liat marine yang mempunyai
struktur flokulasi lebih rendah dari tanah kaya monmorillonit
dengan struktur random. Tetapi setelah strukturnya rusak
perubahan rasio ruang pada tanah berstruktur flokulasi sangat
besar dan lebih tinggi dari tanah dengan struktur random.
Nicholas dan Baver (1930) dalam Raghavan, Keys,
Amir, Chasse (1976) menunjukkan bahwa ketahanan
pemadatan menurun dengan kenaikan air tanah, tetapi
kemudian meningkat dengan peningkatan lebih lanjut. Nilai
terkecil biasanya berada disekitar batas plastis tanah. Harris
(1971) menunjukkan bahwa tanah pasir berlempung yang
mempunyai bobot volume awal 1,4 g/cm3 kemudian diberi
tekanan 138 kPa, berat volumenya berubah menjadi 1,9
g/cm3, jika kandungan airnya 8 % dan menjadi 1,5 g/cm3 jika
kandungan airnya 1,5 %.
Yunus (2002) dalam penelitiannya dengan mengguna-
kan traktor roda empat, mencoba melakukan uji lintasan pada
kelembaban tanah yang berbeda (lembab, kering dan basah)
dimana hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa tanpa lin-
tasan, lintasan 1 kali, lintasan 3 kali dan lintasan 5 kali, hasil

Tinjauan Pustaka 55
nilai tahanan penetrasi tertinggi adalah pada keadaan tanah
kering, karena pada keadaan tanah tersebut nilai kohesi dan
adhesi lebih tinggi. Pada kedalaman 30, 40 dan 50 cm
(gambar 1), nilai tahanan penetrasi tertinggi terjadi pada ke-
adaan tanah lembab, hal ini disebabkan pada keadaan tanah
tersebut tidak adanya pengaruh lintasan traktor (Subsoil) serta
adanya Porous. Kemudian pada berbagai tingkat kelembaban
tanah terjadi juga peningkatan, mulai dari keadaan tanah
basah, lembab dan kering; hal ini disebabkan adanya penga-
ruh kadar air dan kedalaman tanah (Top Soil). Secara umum
terlihat bahwa makin rendah tingkat kadar air dan tinggi keda-
laman tanah, maka semakin besar nilai tahanan penetrasinya.
Tanah yang mempunyai kepadatan susunan tinggi atau
bobot isinya tinggi mempunyai ketahanan penetrasi atau
ketahanan pemadatan yang lebih tinggi, dibandingkan dengan
tanah yang bobot isinya rendah (Chancellor dan Smith, 1962).
Riadi (2002) menunjukkan hasil pengujian pemadatan
tanah di laboratorium untuk tiga kedalaman. Dari pengujian
tersebut, menghasilkan nilai kadar air tanah optimum sebesar
32.44 % dan bobot isi tanah maksimum 1. 35 gr/cm3 untuk
kedalaman 0-20 cm, nilai kadar air tanah optimum sebesar
31.05% dan bobot isi tanah maksimum 1.38 gr/cm3 untuk ke-
dalaman 20-40 cm, dan nilai kadar air tanah optimum sebesar
33.98% dan bobot isi tanah maksimum 1.35 gr/cm3 untuk
kedalaman 20-40 cm. Dibawah ini dapat dilihat uji pemadatan

56 Kompaksi Tanah Pada Lahan Miring


tanah di laboratorium dengan menggunakan Standard Proctor
Test (Tabel 1).

Tabel 1. Uji Pemadatan Tanah di Laboratorium dengan


Menggunakan Standard Proctor Test.

Kedalaman Kedalaman Kedalaman


0 – 20 cm 20 – 40 cm 40 – 60 cm
Kadar Kepadatan Kadar Kepadatan Kadar air Kepadatan
air (%) (gr / cm3) air (%) (gr / cm3) (%) (gr / cm3)
7.53 1.16 7.70 1.17 8.89 1.15
12.64 1.17 12.81 1.19 14.54 1.17
18.53 1.18 16.82 1.23 19.79 1.18
22.92 1.21 21.85 1.25 24.79 1.23
27.70 1.26 26.36 1.28 29.21 1.27
32.44 *) 1.35 **) 31.05 *) 1.38 **) 33.98 *) 1.35 **)
37.85 1.29 36.03 1.27 38.60 1.24
42.19 1.20 39.38 1.24 44.32 1.15
Sumber : Riadi (2002) * ) kadar air tanah optimum
** ) kepadatan tanah maksimum

Uji Proctor tidak menggambarkan kondisi tanah di


lapangan, tetapi lebih menunjukkan pada sifat-sifat tanah
tersebut, ketika diberi gaya dari luar. Besarnya tingkat
kepadatan tanah maksimum dan kadar air optimum
merupakan fungsi dari jenis tanah, struktur dan tekstur tanah
untuk suatu usaha pemadatan tanah tertentu. Dalam

Tinjauan Pustaka 57
aplikasinya di bidang pertanian, uji proctor ini dapat
memberikan informasi mengenai kadar air tanah optimum
yang dapat menghasilkan kepadatan tanah maksimum,
sehingga penggunaan alat dan mesin budidaya pertanian dapat
diusahakan pada kondisi kadar air tanah yang tidak
mengakibatkan tingkat pemadatan tanah yang tinggi (Riadi,
2002).
Dibawah ini dapat dilihat, kurva pemadatan tanah
(Gambar 2), dimana selang kadar air untuk setiap ulangan
dikondisikan sama, yaitu sekitar 5 %.

0-20 cm 20-40 cm 40-60 cm

Gambar 2. Kurva Pemadatan Tanah Hasil Uji Proctor dari


Tanah dengan Kedalaman 0-20 cm, 20-40 cm dan
40-60 cm (Riadi, 2002).

58 Kompaksi Tanah Pada Lahan Miring


Dari kurva diatas, terlihat bahwa dari ketiga kurva
pemadatan yaitu kedalaman 0 – 20 cm, 20 – 40 cm dan 40 –
60 cm, menunjukkan pola yang hampir sama, yaitu nilai
bobot isi tanah naik dengan tajam ketika kadar air tanah
mendekati kadar air optimum pemadatan.
Banyak hal yang bisa dilakukan oleh perancang alat
untuk mendistribusikan beban lebih merata diatas permukaan
lintasan, bukan mengkonsentrasikan beban dibawah roda
belakang dan menyediakan tenaga tersendiri untuk peralatan
(lewat Power Take Off = PTO maupun mesin terpisah seperti
Rotari Tiller). Peralatan pengolahan tanah yang bermesin bisa
mengurangi ketergantungan pada tarikan traktor yang akan
meningkatkan slip roda traktor dan pelumpuran tanah. Traktor
yang tersedia harus memiliki gaya tarik dua kali dari gaya
yang harus dikeluarkan oleh traktor, sehingga pengurangan
kebutuhan tarikan bisa memungkinkan berat traktor yang
lebih ringan. Cara ini atau cara lainnya (seperti pengurangan
tekanan angin pada ban) untuk mengurangi tekanan yang
diteruskan ke tanah, harus merupakan unsur kriteria penting
pada rancangan pembuatan dan pemilihan traktor serta
peralatannya (Susanto et al., 1996). Karena terdapat banyak
faktor yang terlibat (mekanis, fisik tanah, iklim dan
agronomis) maka untuk jangka panjang, perlu memperbanyak
penelitian-penelitian tentang pengolahan tanah.

Tinjauan Pustaka 59
Islami dan Utomo (1995) serta Craig (1991)
menyatakan, pemadatan adalah proses naiknya kerapatan isi
tanah dengan memperkecil jarak antar partikel, sehingga
terjadi reduksi volume udara, tetapi tidak terjadi perubahan
volume air yang cukup berarti. Pemadatan tanah dapat diberi
batasan sebagai perubahan volume, karena tanah diberi
tekanan dan untuk setiap daya pemadatan tertentu kepadatan
yang tercapai tergantung pada kadar airnya.
Bila kadar air rendah, maka tanah akan keras atau
kaku sehingga sulit untuk dipadatkan. Bila kadar air di
tambah, maka air akan berfungsi sebagai pelumas sehingga
tanah akan lebih mudah dipadatkan. Pada kadar air tinggi
kepadatannya akan menurun karena pori-pori tanah menjadi
terisi air yang tidak dapat dikeluarkan dengan cara
memadatkan. Pemadatan tanah biasanya diukur (dinilai)
dengan menentukan berat isi keringnya, bukan dengan
menentukan angka porinya. Lebih tinggi berat isi kering,
berarti lebih kecil angka pori dan lebih tinggi derajat
kepadatannya (Wesley, 1973).
Karena volume tanah terdiri dari bagian padat dan
kekosongan diantaranya (voids), maka tekanan akan
menurunkan kekosongan (void ratio) tiap satuan tekanan atau
beban. Rasio kekosongan menyatakan perbandingan volume
kekosongan dengan volume padatan (Baver et al, 1972).

60 Kompaksi Tanah Pada Lahan Miring


Menurut Gill dan vanden Berg, (1967) pemadatan
tanah adalah sifat dinamik tanah dimana tingkat kepadatan
naik. Dalam hal ini pengeringan dan pengerutan dapat juga
meningkatkan kepadatan tanah selain gaya-gaya mekanis
yang bekerja pada tanah.
Akibat dari tekanan terhadap pemadatan tanah dapat
dilihat dalam gambar 2. Disini, kerapatan tanah pada gaya
pemadatan yang konstan memberikan kenaikan terus, setelah
mencapai maksimum, kerapatannya terlihat akan menurun
lagi (Baver et al.,1972).
Disini, dengan adanya gaya pemadatan dan geseran
pada tanah yang memiliki gaya kohesi, memberikan
penurunan pada rasio kekosongan (void ratio) dan
meningkatkan kerapatannya serta kekuatan (tahanan)
tanahnya (Baver et al.,1972).

2.2. Pengoperasian Traktor Sesuai Kelembaban Tanah


dan Kemiringan Lahan
Faktor-faktor yang sangat berpengaruh terhadap kebu-
tuhan tenaga dalam pengolahan tanah yaitu gaya horizontal
pada permukaan bajak, besarnya gaya ini diperlukan untuk
mengatasi gesekan antara tanah dan permukaan bajak, luas
permukaan bajak, besarnya sudut kemiringan bajak dengan
permukaan horizontal tanah serta besarnya sudut geser tanah
di muka bajak (Gill dan VandenBerg, 1968).

Tinjauan Pustaka 61
Bajak piring digunakan untuk menggantikan fungsi
dimana bajak singkal tidak efisien untuk dipakai, yaitu pada
kondisi : Tanah yang keras, licin dan tanah-tanah yang
memiliki lapisan keras (hardpan); tanah keras yang kering
tidak bisa tembus oleh bajak singkal; tanah-tanah yang masih
ada sisa-sisa akar, berbatu dan kasar; tanah yang berlumut dan
licin; serta untuk pembajakan yang dalam. Kelembaban tanah
amat mempengaruhi kecepatan gerak maju traktor sebagai
bagian dari kerja roda dan hubungannya dengan gaya tarik
dan perilaku tanahnya yang dapat mempengaruhi kapasitas
kerja traktor, sekaligus memberi dampak, yaitu terjadi
pemadatan tanah yang sangat tidak diharapkan.
Pengolahan tanah yang kurang menguasai teknik
pengendalian lintasan traktor dan kelembaban tanah, selain
memberikan pengaruh penggemburan juga pemadatan.
Akibatnya terjadi perubahan tata udara dan air dalam tanah,
terutama pada kelembaban tanah yang berbeda, hal ini dapat
mempengaruhi pembatasan fisik dan mekanik pada
perkembangan akar dengan lapisan keras pada tanah yang
dapat mempengaruhi pertumbuhan tanaman.
Pada kelembaban yang rendah, tanah akan keras dan
bergumpal-gumpal karena perekatan antara partikel-partikel
kering tanah; bila tanah pada keadaan ini diolah (dibajak)
maka akan timbul bongkahan-bongkahan tanah. Bila kelem-
baban tanah ditingkatkan, maka molekul-molekul air diikat

62 Kompaksi Tanah Pada Lahan Miring


pada permukaan partikel-partikel tanah dan menurunkan
bentuk gumpalan dan pengolahan tanah memberikan hasil
yang optimum. Kemudian bila air ditambah, kohesi lapisan air
di sekitar partikel tanah akan meningkat, menyebabkan tanah
menjadi lekat dan menjadi plastis. Tanah akan mudah
melumpur pada keadaan ini (Bavet et al., 1978).
Pemadatan tanah sebagai akibat pengolahan tanah
dengan traktor, merupakan masalah yang belum terpecahkan;
terutama pengolahan tanah yang dilakukan berulang kali pada
lintasan yang sama dengan berat traktor pada kelembaban
tanah tidak yang berbeda.
Penggunaan traktor untuk pengolahan tanah, bertujuan
untuk meningkatkan produksi dan kesejahteraan petani,
namun sarana teknis tersebut dapat menimbulkan pemadatan
tanah, sehingga waktu pengolahan tanah yang tepat dengan
kandungan air yang sesuai serta kemiringan lahan yang tidak
diinginkan, dapat mempengaruhi usaha konservasi tanah dan
air, merupakan masalah penting yang harus diperhatikan, agar
pengaruh lintasan saat pengolahan tanah dapat diperkecil.
Jenis traktor dan kemiringan lahan yang berbeda dapat
mempengaruhi beban yang diterima oleh tanah yang diolah,
sekaligus menghasilkan tarikan traktor (traction) yang efektif.
Infiltrasi air permukaan pada kondisi Fisik dan
Mekanik tanah yang terganggu seperti pemadatan akibat
lintasan traktor dan ditambah dengan adanya kemiringan

Tinjauan Pustaka 63
lahan dengan persentase tertentu, akan memberi pengaruh
terhadap tinggi rendahnya erosi tanah. Oleh karena itu,
diperlukan kajian pengolahan tanah dengan traktor pada lahan
dengan kemiringan tertentu yang sesuai dengan kaedah
konservasi tanah dan air.
Lintasan roda traktor yang berulang-ulang pada
kondisi kemiringan lahan yang relatif tinggi, akan memberi
hasil olahan tanah yang berbeda, jika dibandingkan dengan
kemiringan lahan yang relatif rendah, terutama dampak yang
ditimbulkan terhadap kondisi fisik dan mekanik tanah yang
dapat mempengaruhi infiltrasi air ke dalam tanah, sehingga
memperbesar air permukaan yang dapat menimbulkan erosi.
Disini, perlu dilihat kemiringan lahan yang berpotensi
terhadap erosi dengan teknik pengoperasian traktor atau tanpa
menggunakan traktor; sejauhmana dampak yang terjadi
terhadap perubahan fisik dan mekanik tanah yang dapat
mempengaruhi infiltrasi air permukaan yang meresap ke
dalam tanah atau erodibilitas tanah yang berakibat erosi, perlu
memperbanyak penelitian-penelitian, terutama kemiringan
diatas 15% atau 20%.
Teknologi penggunaan traktor yang terus berkembang,
harus diimbangi dengan penggunaan tanah di lahan kering,
terutama pengolahan tanah yang harus memberi manfaat
efektif terhadap produksi tanaman pada lahan-lahan berbukit

64 Kompaksi Tanah Pada Lahan Miring


dengan kelembaban dan kemiringan yang sesuai untuk
pengoperasian traktor.

2.3.1. Kapasitas Infiltrasi Air dan Kelembaban Tanah

Kapasitas Infiltrasi Air, merupakan proses masuknya


air permukaan ke dalam tanah. Kecepatan infiltrasi
dinyatakan dengan sejumlah air yang masuk ke dalam tanah
melalui permukaan tanah per satuan waktu (jam) dan per
satuan luas permukaan. Arsyad (1989) mengemukakan laju
masuknya air hujan ke dalam tanah ditentukan terutama oleh
ukuran dan susunan pori besar. Kapasitas infiltrasi hanya
dapat terpelihara jika porositas tanah semula tetap tidak
terganggu selama terjadinya hujan. Tanah-tanah yang mudah
terdispersi akan tertutup porinya sehingga kapasitas infiltrasi
cepat menurun. Pada tanah yang agregatnya stabil, kapasitas
infiltrasi akan tetap tinggi.
Pengukuran laju infiltrasi air dilakukan setelah selesai
pengolahan tanah di setiap lintasan yang dilalui oleh traktor,
dengan menggunakan infiltrometer double ring. Pada awal
pengukuran, pori tanah ada dalam keadaan kosong dan jika
diberikan air pada permukaannya, air tersebut akan mudah
masuk ke dalam tanah untuk mengisi pori yang ada. Semakin
lama air diberikan, kemampuan tanah untuk melalukan air
akan semakin kecil, karena semua pori sudah terisi air atau
tanah tersebut sudah jenuh air. Kecepatan infiltrasi terbesar

Tinjauan Pustaka 65
terjadi pada tanah dengan kandungan air rendah atau sedang,
tetapi makin tinggi kadar air sampai keadaan jenuh air, laju
infiltrasi menurun hingga mencapai minimum.

2.3.2. Kemiringan Lahan dan Erodibilitas


Erodibilitas, merupakan kepekaan tanah terhadap
erosi. Erodibilitas tanah tergantung pada kekukuhan
kumpulan butir tanah (mempengaruhi kemudahan lepas dan
penghancuran butir tanah) dan kapasitas peresapan air
(mempengaruhi aliran permukaan). Nilai faktor erodibilitas
tanah dihitung dengan nomograf dengan menggunakan
parameter : Persen debu, persen pasir, persen bahan organik
tanah, kelas struktur tanah dan permeabilitas tanah.

2.3. Hubungan Tanah, Pengolahan dan Pertumbuhan


Tanaman
Hubungan tanah, pengolahan dan pertumbuhan
tanaman sangat erat, disini diawali dengan status tanah
sebagai media untuk pertumbuhan tanaman dengan hamparan
yang luas karena menggunakan traktor untuk pengolahan,
yaitu dengan mengharapkan dan mempertahankan sifat-sifat
fisika tanah dalam mencapai tingkat kesuburan tanah yang
memadai untuk pertumbuhan tanaman.
Adapun hubungan yang langsung dan sangat prinsipil
ini berkaitan erat dengan :

66 Kompaksi Tanah Pada Lahan Miring


2.4.1. Dinamika Tanah dan Hubungannya dengan
Pengolahan Tanah
Faktor-faktor dasar yang mempengaruhi reaksi tanah
terhadap gaya-gaya yang bekerja pada tanah adalah besar, dari
penyebaran partikel-partikel tanah, kandungan dan sifat
koloid liat, kerapatan partikel-partikel tanah, kandungan
bahan organik dan kelembaban tanah.
Dari faktor-faktor tersebut yang mudah untuk dirubah
adalah kelembaban tanah. Secara praktis dapat disesuaikan
dengan reaksi tanah yang diinginkan. Untuk lebih jelasnya pa-
da gambar 3 terlihat hubungan sifat-sifat dinamis dengan ke-
lembaban tanah pada pengolahan tanah (Daywin et al, 1985)

10
Prosentase reaksi maksimum

900 A
80
70 A. “Shear”
B B. Adhesi
60
C. Kompresi
50 C D. “Dynamometer
40 full”
30 D E. Kohesi
20 E F. “Plasticity
10 F range”
0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22
Kelembaban (%)
Gambar 3. Hubungan faktor-faktor dinamik pada
pengolahan tanah
denganPustaka
Tinjauan kelembaban tanah (Baver et al., 1972) 67
Nilai geseran atau koefisien tahanan dalam tanah pada
kenyataannya merupakan sifat dinamik utama dalam interaksi
tanah dengan alat-alat pengolahan tanah. Pada gambar 3
terlihat bahwa nilai geseran meningkat hingga nilai
maksimum pada batas plastis, hal ini mudah dimengerti
dengan melihat persamaan (1) dari hukum Coulomb, karena
kohesi tanah meningkat dengan meningkatnya kelembaban
tanah. Tetapi nilai geseran (shear) ini menurun dengan tajam
setelah batas plastisnya, hal ini dapat dijelaskan dengan
persamaan (2) dimana bila kelembaban tanah (W) meningkat
mendekati batas plastis (PL) maka harga dari (PL-W) semakin
menurun dan akan menurunkan nilai geseran atau tahanan
geser (Fs).
Gesekan antara tanah dengan logam merupakan
variabel penting dalam operasi pengolahan tanah. Adhesi
meningkat dengan bertambahnya kelembaban tanah (gambar
3) nilai maksimumnya meningkat sesuai indeks plastisnya.
Diatas batas cairnya, karena cukup lapisan air untuk
memberikan efek pelumasan, maka koefisien gesekan menjadi
konstan. Dengan demikian bila pengolahan tanah dilakukan
pada tanah yang cukup basah, tanah akan lengket pada alat
pengolahan tanah.
Dengan adanya tekanan pada tanah akibat pengolahan
tanah, tanah sebelum tergeser mengalami tekanan terlebih

68 Kompaksi Tanah Pada Lahan Miring


dahulu. Oleh karena itu tahanan tanah terhadap tekanan
memegang peranan penting dalam operasi pengolahan tanah.
Gambar 3 menunjukkan bahwa tahanan terhadap
tekanan meningkat sampai nilai maksimalnya dalam daerah
plastis dan kemudian menurun. Pemadatan akan lebih tinggi
pada kelembaban yang tinggi yaitu dengan melakukan
pengolahan tanah pada keadaan terlalu basah, maka
pemadatan tanah akan timbul sebagai masalah pada
pengolahan tanah. Namun hal ini cukup memberikan efek
baik pada sawah yang memang membutuhkan penggenangan,
dengan adanya lapisan padat (sole) tidak banyak air yang
diperkolasikan.
Proses terjadinya lapisan padat setelah dilakukan
pengolahan tanah, tekanan yang berulang pada kedalaman
yang sama akan mendukung keadaan ini. Namun demikian
hal ini dapat dikurangi dan diperbaiki keadaannya dengan
pengolahan dalam (subsoiling) atau “chiselling”, pengaruh
dari kedua pengolahan .
Pada gambar 3 juga dapat dilihat hubungan kohesi
dengan kelembaban tanah, dimana dengan meningkatnya
kelembaban tanah, kohesi akan terus meningkat hingga
mencapai nilai maksimumnya pada daerah plastis.
Gaya adhesi pada tanah juga meningkat dengan
bertambahnya kelembaban tanah, namun yang lebih berperan

Tinjauan Pustaka 69
dalam adhesi ini adalah kandungan koloid tanah (Nichols, et
al 1958).
Hubungan antar adhesi dengan plastisitas tanah dapat
dilihat juga pada gambar 27, dimana pengolahan tanah pada
daerah plastis, menunjukkan; karena kohesi maksimum dan
adhesi maksimum mengakibatkan tanah sulit terpotong dan
digemburkan.
Disini, dengan adanya tekanan pada tanah pada
keadaan plastis ini, tanah akan cenderung menggelincir antara
partikel-partikelnya dari pada terpotong. Biasanya hasil
pemotongan bajak yang telah terbalik tidak langsung hancur,
tetap kokoh dan keadaan ini terlihat jelas bila tanah mulai
kering, akan timbul bongkahan-bongkahan sisa pemotongan
tanah. Tingkat kegemburan tidak tercapai dengan baik bila
pengolahan tanah dilakukan pada daerah plastis. Bila
pengolahan tanah dilakukan pada keadaan lebih basah lagi
(diatas batas plastisnya) maka tanah akan mudah terdorong
dengan sedikit gaya saja, dengan adhesi yang tinggi
(maksimum) tanah akan lekat pada bajak, selain itu pada
keadaan ini tanah mudah melumpur.
Lapisan tanah yang sudah terpotong oleh pisau bajak
akan meluncur pada permukaan bajak (dikenal dengan istilah
“scouring”). Bila pengolahan dilakukan pada tanah yang
terlalu kering, dimana terjadi nilai kohesi lebih kecil dari gaya

70 Kompaksi Tanah Pada Lahan Miring


adhesi (gambar 27), maka tanah cenderung terdorong oleh
bajak.
Kebutuhan tenaga untuk pengolahan tanah juga
berkaitan erat dengan sifat-sifat dinamik tanah. Karena faktor
utama dalam tahanan tanah terhadap alat-alat pengolahan
tanah adalah adhesi dan kohesi, maka jelaslah bahwa tahanan
maksimum terjadi pada daerah plastis, Seperti terlihat pada
gambar 27, tenaga tarik yang diperlukan meningkat dengan
bertambahnya kelembaban tanah, dan mencapai
maksimumnya pada daerah plastisnya. Inilah salah satu sebab
pentingnya pengolahan tanah dilakukan pada keadaan remah.
Pengolahan tanah pada keadaan remah ini, selain
menurunkan beban tarik juga memberikan hasil yang
optimum pada pengolahan tanah (seperti juga dijelaskan oleh
Baver et al.,1972)
Dari beberapa faktor yang mempengaruhi pengolahan
tanah, yang masih mungkin untuk disesuaikan dengan hasil
pengolahan tanah yang baik adalah kelembaban tanah.
Kandungan koloid tanah sulit untuk diubah, demikian juga
kandungan bahan organik membutuhkan waktu yang lama.
Atas dasar inilah, setelah diketahui sifat fisik tanahnya
(kandungan liatnya, indeks plastisitasnya, ukuran dan
penyebaran partikel-partikel tanah juga kerapatannya),
pengolahan tanah dilakukan pada tingkat kelembaban tanah
yang baik untuk pengolahan tanah (daerah remah).

Tinjauan Pustaka 71
Pengolahan tanah yang dilakukan pada tanah yang
terlalu kering, karena tahanan gesernya cukup besar, maka
diperlukan tenaga yang cukup besar untuk pemotongan.
Tanah tidak terbalik dengan sempurna dan terjadi bongkahan-
bongkahan yang keras, malah mungkin terjadi, tanah hanya
terdorong, walaupun efek pemadatan tanah kecil.
Bila pengolahan dilakukan pada daerah plastis, karena
adhesi dan kohesi tinggi (maksimum), maka diperlukan
tenaga yang cukup besar. Karena tanah plastis (liat), maka
tidak terjadi penggemburan yang baik dan efek pemadatan
tanah relatif tinggi.
Kemudian bila pengolahan dilakukan pada tanah yang
terlalu basah (diatas batas plastisnya), karena tahanan
gesernya kecil, tenaga yang diperlukan sedikit lebih rendah,
namun karena kelembaban yang tinggi tanah akan lebih
mudah melumpur.
Oleh karena itu, cukup jelas bahwa pengolahan tanah
akan memberikan hasil yang optimum pada keadaan remah.
Keadaan remah ini, berada dibawah batas plastis bawah,
namun tidak terlalu kering (dikenal dengan istilah “kapasitas
lapang”).
Selain menurunkan kebutuhan tenaga untuk
pengolahannya (pemotongan, pengangkatan, pembalikan dan
penghancuran), tanah akan terbalik dengan sempurna dan saat
tanah mulai jatuh terlempar akan terpecah (hal ini tidak terjadi

72 Kompaksi Tanah Pada Lahan Miring


pada keadaan plastis, tanah tetap seperti bentuk semula sesuai
pemotongan), dengan mudah kegemburan dapat dicapai. Satu
hal lagi yaitu efek pemadatan tanah bisa dikurangi.
Sedangkan Das (1985) dalam Kramadibrata (2000)
mengindikasikan bahwa pemadatan tanah secara mekanis
umumnya terjadi ketika kelembaban tanah mineral yang
didominasi oleh fraksi liat berada pada rentang batas
plastisnya.

2.4.2. Pengolahan Tanah dan Hubungannya dengan


Pertumbuhan Tanaman
Untuk mendapatkan hasil tanaman yang memuaskan,
maka harus diciptakan keadaan fisik tanah yang baik bagi
pertumbuhannya. Keadaan fisik yang baik akan dapat
diperoleh dengan melakukan pengolahan tanah yang efektif,
guna mempertahankan kondisi tanah yang baik untuk
pertumbuhan tanaman. Produksi tanaman dapat berkurang
secara langsung, pada kondisi tanah yang tidak
menguntungkan, akibat terhambatnya pertumbuhan karena
pemadatan. Pertumbuhan tanaman sebagian besar dipengaruhi
oleh faktor-faktor lingkungan tanah seperti status air, aerasi,
temperatur dan keadaan lingkungan lainnya.
Pada pembudidayaan tanaman, pengolahan tanah
sangat diperlukan jika kondisi kepadatan tanah, aerasi,
kekuatan tanah dan dalamnya perakaran tanaman tidak lagi

Tinjauan Pustaka 73
mendukung untuk penyediaan air dan perkembangan akar.
Meskipun pekerjaan pengolahan tanah pada setiap musim
tanam dianggap penting, tetapi pengolahan tanah intensif
yang dilakukan dengan menggunakan traktor yang dilakukan
bertahun-tahun secara terus menerus di daerah dengan curah
hujan yang tinggi, akan memberikan efek buruk; antara lain
mempercepat pemadatan tanah, kerusakan struktur tanah dan
turunnya kandungan bahan organik tanah.
Masalah pengolahan tanah, berkaitan erat dengan
produksi pertanian terutama dalam menyiapkan struktur tanah
yang cocok untuk pertumbuhan tanaman. Pengolahan yang
dilakukan pada tanah selain memberikan pengaruh
penggemburan juga pengaruh pemadatan; pengaruh-pengaruh
ini memberikan akibat perubahan udara dan air dalam tanah,
juga memberikan pembatasan mekanis pada perkembangan
akar dengan lapisan keras pada tanah; di lain pihak, tanah juga
dipakai untuk menyokong lalu-listas alat-alat pertanian itu
sendiri, besarnya tarikan (traction) dipengaruhi oleh kondisi
tanah yang secara langsung mempengaruhi jalannya
pengolahan tanah.
Untuk dapat tumbuh baik dan berproduksi tinggi,
tanaman tidak hanya membutuhkan hara yang cukup dan
seimbang, tetapi juga memerlukan lingkungan fisik tanah
yang cocok supaya akar tanaman dapat berkembang dengan
bebas, proses-proses fisiologi bagian tanaman yang berada di

74 Kompaksi Tanah Pada Lahan Miring


dalam tanah dapat berlangsung dengan baik dan tanaman
berdiri tegak, tidak mudah rebah.
Sifat fisik tanah juga sangat mempengaruhi sifat-sifat
tanah yang lain dalam hubungannya dengan kemampuannya
untuk mendukung kehidupan tanaman. Kemampuan tanah
menyimpan air tersedia, merupakan fungsi dari tekstur dan
struktur tanah. Kemampuan tanah untuk menyimpan hara dan
kemudian menyediakannya untuk tanaman sangat ditentukan
oleh tekstur tanah dan macam mineral liat (Danielson, 1972).
Dexter (1978) membuktikan bahwa kekuatan tanah
mempengaruhi absorbsi unsur hara, terutama hara yang tidak
“mobil”, seperti fosfat. Beberapa penulis telah membahas
secara rinci bahwa sifat fisik tanah mempengaruhi
terbentuknya senyawa racun. Aerasi buruk tidak hanya terjadi
pada lahan basah, tetapi juga sering dijumpai pada lahan
kering. Kondisi semacam ini disamping berpengaruh langsung
terhadap pertumbuhan tanaman juga sangat mempengaruhi
aktifitas dan kehidupan jasad mikro tanah (Cennel dan
Jackson, 1981).
Para pakar beranggapan bahwa sifat fisik tanah baru
perlu diperhatikan setelah mencapai nilai tertentu, dimana
tanaman sudah tidak dapat tumbuh. Hal ini terbukti dari
berbagai penelitian yang dilakukan untuk mencari berapa nilai
maksimum bobot volume tanah atau kekuatan tanah yang
menyebabkan akar tanaman berhenti pertumbuhannya.

Tinjauan Pustaka 75
Pfeffer, (1893) dalam Gill dan Bolt, (1955) menunjukkan
bahwa akar, baru berhenti pertumbuhannya jika tanah
memiliki kekuatan 2500 kPa. Di lapangan tanah dengan
kekuatan setinggi 2500 kPa sangat jarang dijumpai. Pada
lapisan padas yang terdapat pada tanah sawah, misalnya, nilai
tertinggi kekuatan tanah (yang diukur pada kapasitas lapang
dan dinyatakan dalam Indeks penetrometer, Qp) masih
dibawah 200 kPa. Berdasarkan kenyataan tersebut, maka
selama berpuluh-puluh tahun peranan sifat fisik tanah
terhadap pertumbuhan tanaman kurang diperhatikan (Utomo
et al, 1991).
Pada akhir tahun enam puluhan dan menjelang tahun
tujuh puluhan, para pakar menemukan kenyataan bahwa
walaupun kekuatan tanah masih jauh dibawah nilai ambang,
ternyata akar tanaman sudah terganggu pertumbuhannya.
Berdasarkan kenyataan tersebut, maka Russell (1977)
mengusulkan agar para pakar pertanian lebih memperhatikan
nilai terendah, saat sifat fisik tanah tersebut telah
mempengaruhi pertumbuhan dan hasil tanaman dari pada nilai
tertinggi, dimana pertumbuhan berhenti. Jadi dalam hal ini,
hendaknya sifat fisik tanah diperlukan sebagai “faktor
pembatas” pertumbuhan tanaman seperti halnya faktor
pertumbuhan lainnya, yaitu unsur hara, air dan lain-lain
sebagainya.

76 Kompaksi Tanah Pada Lahan Miring


Di dalam tanah, akar tanaman tumbuh dan memanjang
pada ruangan diantara padatan tanah. Ruang ini dikenal
sebagai ruang pori tanah. Pergerakan air dan hara tanaman
terjadi lewat ruang pori ini. Demikian pula respirasi akar
tanaman juga dapat berlangsung karena adanya ruang pori.
Disini, dapat dikemukakan bahwa struktur tanah
mempengaruhi pertumbuhan tanaman lewat pengaruhnya
terhadap perkembangan akar tanaman dan terhadap proses-
proses fisiologi akar tanaman. Proses fisiologi akar tanaman
yang di pengaruhi oleh struktur tanah termasuk absorbsi hara,
absorbsi air dan respirasi. Di samping itu struktur tanah juga
berpengaruh terhadap pergerakan hara, pergerakan air dan
sirkulasi O2 dan CO2 di dalam tanah.
Cannel dan Jackson, (1981), menyebutkan bahwa agar
akar tanaman, kecuali rambut akar, dapat tumbuh dengan
bebas memerlukan pori tanah dengan diameter lebih besar
dari 100 m, maka akar tanaman muda dapat tumbuh
melewati pori media tumbuh, jika diameter pori media
tersebut lebih besar dari pada diameter akar. Hal ini terjadi
jika pori kaku (rigid) dan agregat tanah mempunyai kekuatan
yang lebih tinggi dari tekanan akar. Perlu dikemukakan
bahwa jika akar tanaman menjumpai pori yang diameternya
lebih kecil dari diameter akar, akar tersebut akan
memperbesar tekanan tumbuhnya untuk memperbesar pori
(Russell, 1977 dan Dexter, 1978).

Tinjauan Pustaka 77
Dimuka telah dibahas, bahwa disamping efeknya
secara langsung, dalam hal ini lewat pengaruhnya terhadap
perkembangan dan perpanjangan akar, struktur tanah juga
berpengaruh terhadap perkembangan pertumbuhan tanaman
lewat proses respirasi akar. Dalam hubungan ini, Anderson
dan Kemper (1964) menekankan pentingnya ketersediaan
Oksigen dan pengeluaran karbon dioksida dari daerah
perakaran agar tanaman dapat tumbuh dengan baik. Menurut
Doyle dan McLean (1958), aerasi tanah merupakan hasil
masuknya oksigen dari udara melalui ruang pori tanah ke
dalam air tanah untuk menggantikan oksigen yang digunakan
oleh tanaman, serta jasad hidup dalam tanah, dan keluarnya
karbon dioksida yang dihasilkan jasad hidup dalam tanah ke
atmosfer.
Visser (1977) menggunakan “Kapasitas Aerasi Tanah”
(KAT) sebagai indeks struktur tanah. KAT, diberi batasan
sebagai nilai “Area Aerasi Tanah” (AAT), pada m = -100
cm.
Disini, ukuran pori tanah bervariasi sangat besar,
mulai dari kurang dari 1 m sampai lebih besar dari 1000 m,
Greenland (1971) menggolongkan ruang pori tanah menjadi
tiga, yaitu pori “transmisi”, pori “penyimpanan” dan pori
“residu”. Pori transmisi adalah pori yang terisi udara pada saat
air tanah berada dalam kapasitas lapang, dan berukuran > 50
m. Pori dalam “penyimpanan” merupakan ruang pori yang

78 Kompaksi Tanah Pada Lahan Miring


menyimpan air tersedia untuk tanaman, yaitu ruang pori yang
pada keadaan kapasitas lapang (m = 0,20 kPa) sampai titik
layu (m = - 4,2 MPa) terisi air, atau pori yang berukuran 5
m – 50 m. Pori “residu” adalah ruang pori yang berisi air
pada kondisi titik layu (m < -4,2 MPa), atau yang berukuran
lebih kecil dari 5 m. Sebaran ketiga ruang pori tersebut
berbeda untuk setiap macam tanah. Sebagai contoh pada
tanah pasir berlempung pori “transmisi” bisa mencapai 20-30
%, tetapi pada tanah liat pori transmisi hanya sekitar 3 %;
keadaan ini akan menyebabkan tanah liat, mudah mengalami
kondisi aerasi buruk.
Terjadi aerasi buruk dipercepat dengan masuknya air
ke dalam ruang pori tanah. Sebagaimana diketahui difusi
oksigen di dalam air 104 kali lebih lambat dibandingkan
dengan kecepatannya bergerak dalam udara bebas. Keadaan
ini akan menyebabkan oksigen yang masuk ke dalam tanah
sangat rendah. Pada pihak lain karena pengeluaran karbon
dioksida dari tanah juga terhambat, akan terjadi akumulasi
karbon dioksida di dalam tanah.
Disini, dengan makin berkurangnya kandungan
oksigen dalam tanah, terjadilah kondisi an aerob atau reduksi.
Pada kondisi ini akan terjadi perubahan-perubahan reaksi
kimia tanah yang sangat merugikan tanaman. Dalam keadaan
reduksi nitrat akan berubah menjadi Nitrit, untuk selanjutnya
berubah menjadi N2 dan menguap dari tanah. Pada keadaan

Tinjauan Pustaka 79
reduksi mangan (Mn3+) berubah menjadi (Mn2+) ferri (Fe3+)
menjadi Ferro (Fe2+), sulfat menjadi sulfit. Mangan (Mn2+)
dan Ferro (Fe2+) mempunyai sifat sangat larut (Islami et
al.,1995).
Pada kondisi an aerob, senyawa-senyawa organik tidak
semuanya dirombak menjadi karbon dioksida (CO2), tetapi
sebagian masih berada dalam bentuk senyawa antara;
termasuk dalam persenyawaan ini adalah asam laktat, ethanol,
asetaldehida dan asam-asam alifatik seperti asam-asam asetat
dan asam butirat. Disamping itu pada kondisi an aerob, juga
sering sekali terjadi akumulasi gas etilene. Adanya
persenyawaan tersebut di dalam tanah akan mengganggu
perkembangan dan aktifitas akar tanaman, karena senyawa-
senyawa tersebut merupakan senyawa yang meracuni
tanaman.
Dari pembahasan yang telah dikemukakan dapat
diambil kesimpulan bahwa terganggunya perkembangan akar
dan pertumbuhan tanaman pada kondisi aerasi jelek
disebabkan karena (1) terganggunya proses fisiologi akar
sebagai akibat berkurangnya O2, dan meningkatnya CO2 serta
etilene, dan (2) gangguan dari senyawa-senyawa beracun
yang berasal dari tanah sebagai akibat berubahnya kondisi
oksidasi menjadi kondisi reduksi.
Jika akar tanaman yang sedang tumbuh menjumpai
media padat berpori yang diameternya lebih kecil dari

80 Kompaksi Tanah Pada Lahan Miring


diameter akar, pertumbuhannya akan tetap berlanjut, jika akar
tanaman mempunyai tekanan untuk memperbesar diameter
ruang pori atau tanaman memperkecil diameter akarnya,
sehingga lebih kecil dari diameter pori tersebut. Pada
kenyataannya, akar tanaman bukan saja tidak dapat
memperkecil diameternya, tetapi pada umumnya akar yang
dalam pertumbuhannya menjumpai rintangan, karena adanya
tekanan dari luar, diameternya bertambah besar. Peningkatan
diameter akar ini terjadi karena sel korteks membesar,
sedangkan ukuran stele relatif tetap (Russell, 1977).
Pada pihak lain, tekanan tumbuh akan mempunyai
nilai maksimum tertentu yang tidak lagi dapat diperbesar;
dengan demikian jika rintangan mekanik yang terdapat pada
media tersebut lebih besar dari tekanan tumbuh maksimum
akar, maka pertumbuhan akar tanaman terhenti.
Studi tentang besarnya rintangan mekanik, dimana
akar tanaman dapat tumbuh telah dimulai oleh Pfeffer sejak
tahun 1893, yang mendapatkan hasil bahwa, akar tanaman
akan berhenti pertumbuhan memanjangnya, jika tekanan
media mencapai 1 MPa, dan pembesaran akar berhenti jika
media tumbuh mempunyai tekanan 0,5 MPa (Islami et al.,
1995).
Kenyatannya, pada kondisi pertumbuhan dimana air
dan hara tanaman dalam keadaan yang cukup, panjang dan
volume akar tanaman tidak banyak berpengaruh terhadap

Tinjauan Pustaka 81
pertumbuhan dan hasil tanaman. Tetapi pada umumnya tanah-
tanah pertanian justru mempunyai kondisi yang kurang
optimum untuk pertumbuhan tanaman, baik ditinjau dari
ketersediaan air maupun hara.
Dalam kondisi seperti ini, maka panjang dan volume
akar akan sangat mempengaruhi kemampuan tanaman untuk
mengasobsi air dan hara; dengan demikian, walaupun
pertumbuhan akar tanaman belum terhenti, tetapi
terhambatnya perpanjangan akar telah mempengaruhi
pertumbuhan dan hasil tanaman (Taylor, Huck dan Klepper.,
1972).
Dari fakta tersebut, dapat diperhitungkan bahwa
pengetahuan tentang “tekanan paling rendah yang dapat
mempengaruhi pertumbuhan akar”, atau yang kemudian
disebut “Tekanan Kritis Minimum”, lebih bermanfaat dari
pada pengetahuan tentang “Tekanan Akar Maksimum”.
Pada bab V telah dibahas bahwa perubahan bentuk
(deformasi) tanah oleh akar tanaman atau bagian tanaman
yang tumbuh di dalam tanah ada tiga macam, yaitu (1)
keruntuhan geser, (2) keruntuhan tarik dan (3) pemadatan.
Pada saat yang sama, tanah memberikan reaksi yang di kenal
sebagai (1) kekuatan geser, (2) kekuatan tarik dan (3)
ketahanan terhadap pemadatan.
Di lapangan, ketiga macam keruntuhan tersebut
biasanya terjadi secara bersamaan, dan sangat sulit untuk

82 Kompaksi Tanah Pada Lahan Miring


memisah-misahkannya. Oleh karena itu, para pakar ilmu
tanaman pada umumnya tidak menggunakan masing-masing
macam kekuatan tanah sebagai indikator rintangan mekanis,
tetapi menggunakan “ketahanan terhadap penetrasi” atau yang
disebut pula “Indeks penetrometer”, merupakan gabungan
dari kekuatan geser, kekuatan tarik dan ketahanan terhadap
pemadatan (Barley dan Greacen, 1967 ; Taylor dan Ratliff,
1969).
Taylor et al (1969) menyatakan bahwa pertumbuhan
akar kecambah sangat sensitif terhadap peningkatan kekuatan
tanah; dengan menggunakan tanaman kapas, mendapatkan
bahwa pada tanah yang mempunyai indeks penetrometer 0,7
MPa, kecepatan tumbuh akar tanaman kurang dari 50 %,
dibandingkan pertumbuhan akar tanaman pada tanah yang
mempunyai indeks penetrometer 0,1 MPa. Lebih lanjut, hasil
yang disajikan menunjukkan bahwa akar tanaman kapas
masih dapat tumbuh pada tanah yang mempunyai indeks
penetrometer 2,0 MPa, walau sebenarnya tekanan tumbuh
akar tanaman kapas hanya 1,3 MPa (Taylor dan Ratliff,
1969).
Taylor et al, (1972), menunjukkan tanaman pada tanah
lempung berliat (2) tumbuh lebih cepat dari pada tanaman
pada pasir berlempung (1). Peningkatan kekuatan tanah
memperlambat pertumbuhan tanaman dan menyebabkan
tanaman lebih pendek pada perlakuan (3) dibandingkan

Tinjauan Pustaka 83
perlakuan (1). Pengamatan akar tanaman juga menunjukkan
bahwa peningkatan kekuatan tanah menghambat pertumbuhan
akar. Sampai umur 20 hari, akar pada perlakuan (3) belum
mampu menembus lapisan padas (Qp = 550 kPa).
Sebagai akibat terganggunya pertumbuhan akar dan
tanaman, terlihat adanya peningkatan kekuatan tanah telah
menurunkan hasil tanaman. Utomo et al. (1991) menunjukkan
peningkatan indeks penetrometer, telah menurunkan hasil
tanaman kedelai. Hal yang sama telah diperlihatkan oleh
Lowrey et al. (1970) dimana dalam penelitiannya
mengkombinasikan kekuatan tanah dan kedalaman lapisan
padas; didapatkan hasil tanaman kapas menjadi lebih rendah
dengan meningkatnya indeks penetrometer dan makin
dangkalnya lapisan padas.
Walau telah dibuktikan, bahwa peningkatan kekuatan
tanah akan menghalangi pertumbuhan akar, tetapi ternyata
mekanisme bagaimana pertumbuhan akar terhambat dengan
peningkatan kekuatan tanah masih belum dapat dijelaskan
secara pasti. Beberapa pakar, mencoba berspekulasi bahwa
perpanjangan akar tanaman yang merupakan hasil
perpanjangan sel vakuola terhambat, karena masuknya air ke
dalam sel vakuola, dihalangi oleh tekanan dinding sel dan
tekanan dari luar. Dalam kenyataannya, bagaimana
mekanisme pertumbuhan akar tanaman dipengaruhi oleh
rintangan mekanik sangat kompleks; dengan demikian tidak

84 Kompaksi Tanah Pada Lahan Miring


dapat hanya dijelaskan dari proses fisik yang sangat sederhana
tersebut, karena adanya proses fisiologi dan hormonal yang
ikut dalam mekanisme pertumbuhan tanaman.
Penurunan pertumbuhan dan hasil tanaman yang
terjadi karena peningkatan kekuatan tanah juga disebabkan
karena terganggunya penyediaan hara, pergerakan dan
absorbsi hara, serta penyediaan dan absorbsi air. Dexter
(1978) telah membuktikan bahwa peningkatan kekuatan tanah
mengurangi ketersediaan fosfat. Penurunan absobsi air dengan
peningkatan kekuatan tanah, telah dibuktikan oleh Collis
George dan William (1968) dalam Islami et al., 1995. Salah
satu teori yang dapat menjelaskan fenomena ini adalah adanya
hubungan antara kekuatan tanah dan porositas serta ukuran
pori. Makin tinggi kekuatan tanah, makin rendah porositas
tanah dan makin banyak pori berukuran kecil. Akibatnya
pergerakan air lambat dan air ditahan kuat oleh gaya kapiler,
sehingga sulit diabsorbsi tanaman. Dari berbagai pembahasan
yang telah diuraikan, dapat dikemukakan secara pasti bahwa
peningkatan kekuatan tanah menghambat pertumbuhan akar.
Namun, berkurangnya pertumbuhan akar, tidak selalu
menurunkan hasil tanaman, jika hara dan air cukup untuk
memenuhi kebutuhan tanaman. Hal yang sama juga telah
ditunjukkan oleh Utomo dan Sulistyari (1989) yang
menyatakan bahwa peningkatan sistem perakaran tebu karena
pengolahan tanah, tidak diikuti kenaikan hasil tebu.

Tinjauan Pustaka 85
Kerusakan fisik tanah yang mempengaruhi
pertumbuhan tanaman tidak terjadi secara individu seperti
halnya dibahas dimuka, tetapi terjadi secara simultan dan
terdapat saling interaksi diantara sifat fisik tanah itu sendiri.
Bahkan, lebih luas lagi bersama-sama dengan sifat kimia dan
biologi tanah. Oleh karena itu tepat sekali apa yang
dinyatakan oleh Shaw (1952) dalam Islami et al (1995) bahwa
karena sifat fisik, kimia dan biologi tanah secara serentak
mempengaruhi pertumbuhan tanaman, maka hanya dengan
cara pendekatan fundamental hasil yang diperoleh akan
mempunyai arti dimasa mendatang. Hal ini bukan berarti
pendekatan secara empiris tidak diperlukan, tetapi hasil yang
diperoleh kurang dapat menjelaskan proses bagaimana sifat-
sifat tanah tersebut mempengaruhi pertumbuhan tanaman.
Taylor et al., 1966 membuktikan kekuatan tanah
merupakan fungsi dari tekstur tanah, struktur tanah dan
kandungan air tanah; dengan demikian tekstur tanah,
disamping secara langsung mempengaruhi pertumbuhan akar
tanaman lewat ukuran pori, juga berpengaruh terhadap
pertumbuhan akar dengan cara mempengaruhi kekuatan
tanah. Walau demikian dapat dikemukakan bahwa pada
struktur tanah yang sama, peningkatan kekuatan tanah
menurunkan pertumbuhan akar tanaman. Pada kekuatan tanah
rendah, tekstur tanah tidak berpengaruh terhadap
pertumbuhan akar, tetapi pada kekuatan tanah yang tinggi,

86 Kompaksi Tanah Pada Lahan Miring


terlihat bahwa makin tinggi kandungan pasir, makin sedikit
dijumpai akar. Pada tanah yang mempunyai kandungan pasir
> 80 %, akar tanaman sudah tidak dijumpai pada tanah yang
mempunyai indeks penetrometer 2000 – 2500 kPa, sedang
pada tanah yang kandungan pasirnya < 73 %, akar masih
dapat tumbuh pada tanah yang mempunyai indeks
penetrometer > 4000 kPa. Hal ini dapat dipahami, karena
makin tinggi kandungan pasirnya, porinya makin kaku, dan
kelihatannya ukuran porinya masih lebih kecil dari diameter
akar.
Perlu dikemukakan, seringkali bobot volume tanah
(b) digunakan sebagai indikator struktur tanah, dimana bobot
volume ini; disamping mempengaruhi kekuatan tanah, juga
berpengaruh terhadap ruang pori total tanah dan sebaran
ukuran pori (Islami et al., 1995).
Barley (1962) mempelajari pengaruh rintangan
mekanik dan konsentrasi oksigen terhadap pertumbuhan akar
tanaman jagung. Rintangan mekanik disimulasi dengan
memberi tekanan pada media. Hasil percobaan yang diperoleh
menunjukkan bahwa pada media tumbuh yang mempunyai
rintangan mekanik rendah, pertumbuhan akar tanaman
ditentukan oleh konsentrasi oksigen. Pertumbuhan akar
tanaman pada setiap tingkatan konsentrasi tertentu menurun
dengan meningkatnya rintangan mekanis dan pada rintangan
mekanik yang tinggi, walau masih cukup oksigen akar

Tinjauan Pustaka 87
berhenti tumbuh; ternyata, makin rendah konsentrasi oksigen
dalam media, makin rendah kemampuan akar tanaman untuk
mengatasi rintangan mekanis.
Baver et al, 1972 telah mencoba menggambarkan
konstribusi rintangan mekanis, aerasi dan cekaman air dalam
mempengaruhi pertumbuhan akar tanaman. Pada tanah yang
mempunyai bobot volume optimum (sekitar 1,0 g/cm3) faktor
pembatas pertumbuhan tanaman hanyalah aerasi, terjadi pada
potensial matriks (m) tinggi dan cekaman air, yang terjadi
pada m rendah. Pada kondisi ini rintangan mekanik tidak
menjadi faktor pembatas pertumbuhan akar tanaman. Begitu
bobot volume tanah meningkat, pengaruh rintangan mekanik
sudah mulai terlihat. Ini menunjukkan bahwa pada tanah yang
relatif basah (m lebih tinggi dari 100 cm) rintangan
mekanik telah mempengaruhi pertumbuhan akar tanaman.
Pada tanah yang mempunyai bobot volume, sangat tinggi (1,6
g/cm3) pertumbuhan akar tanaman sudah berhenti, walau
tanaman belum menderita cekaman air (m = -1000 cm).
Pendapat tersebut didukung dengan hasil percobaan
yang menunjukkan adanya hubungan antara bobot volume
tanah, kandungan air tanah, kekuatan tanah dan panjang akar
tanaman, bahwa kekuatan tanah meningkat dengan
meningkatnya bobot volume tanah dan pada masing-masing
bobot volume tanah, kekuatan tanah bertambah dengan
menurunnya potensial matriks tanah. Akar tanaman

88 Kompaksi Tanah Pada Lahan Miring


bertambah panjang dengan menurunnya bobot volume tanah
dan untuk setiap bobot volume tanah, terjadi penurunan
potensial matriks tanah; mula-mula diikuti perpanjangan akar
tanaman, tetapi setelah mencapai nilai m = -50 s/d -100 cm,
penurunan potensial matriks menurunkan panjang akar
tanaman. Pertumbuhan akar yang kurang baik pada potensial
matriks tinggi < - 100 Cm H2O), terutama disebabkan oleh
aerasi yang kurang baik, sedang pada m rendah, terutama
disebabkan adanya rintangan mekanik yang tinggi (Islami et
al., 1995).
Dari berbagai bahasan yang telah dikemukan dapat
dilihat, bahwa walaupun di lapangan tanah jarang mempunyai
rintangan mekanik yang sangat tinggi, tetapi dapat
menghentikan pertumbuhan akar tanaman, namun dengan
kekuatan tanah dibawah 0,5 MPa, bahkan sering sekali lebih
rendah; pertumbuhan akar dan batang tanaman serta hasil
mulai terganggu. Tanah-tanah pertanian yang mempunyai
kekuatan 0,5 – 1,0 MPa sangat banyak. Hal ini dapat terjadi
dengan mudah, karena adanya beban alat pertanian, ternak
maupun manusia, atau penurunan kandungan air tanah. Pada
tanah pertanian juga sering terbentuk lapisan kerak (crust)
pada permukaan tanah yang mempunyai kekuatn tinggi dan
seringkali merupakan penyebab utama kegagalan benih
berkecambah saat mulai penanaman (Islami et al, 1995).

Tinjauan Pustaka 89
Islami et al, (1995) hal yang lebih menarik adalah
bentuk akar yang mengembang dan saling menjalin melalui
volume tanah dan mempunyai luas permukaan yang besar;
dimana suatu tanaman tahunan bisa membentuk suatu sistem
perakaran beberapa ratus km2 (perkiraan panjang total dan
luas permukaan akar adalah 10 kali lebih besar jika akar
rambut diperhitungkan). Kebutuhan untuk menempati
permukaan yang luas akan jelas bila kita mempertimbangkan
fungsi utama akar yang terganggu akibat pemadatan tanah,
yaitu sukar memperoleh air dan unsur hara secara terus
menerus dari media yang seringkali hanya memiliki sedikit
persediaan air per satuan volume dan umumnya mengandung
unsur hara terlarut dalam konsentrasi sangat kecil. Pergerakan
dan pertumbuhan akar, termasuk perkembangan pada tanah
dimana akar berada dan berkembang menuju daerah baru,
dipengaruhi terutama oleh faktor tanah, selain kandungan air
dan unsur hara, yaitu suhu, aerasi, tahanan mekanis, adanya
bahan beracun, dan geotropisme akar utama, yaitu
kecenderungan untuk tumbuh vertikal ke bawah atau ke pusat
bumi; semua ini sangat mempengaruhi pertumbuhan dan
produksi tanaman.

90 Kompaksi Tanah Pada Lahan Miring


3

METODE PENELITIAN

3.1. Tempat dan Waktu


Percobaan ini akan dilakukan di Kebun Percobaan
Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran, Jatinangor,
Sumedang, Jawa Barat dengan ketinggian tempat sekitar 753
m dari permukaan laut. Tanah percobaan termasuk dalam
ordo Inceptisols, subgroup Fluventic Eutrudepts (Arifin dan
Hudaya, 2001). Zona agroklimat di lokasi tersebut menurut
Schmidt dan Ferguson (1951) diklasifikasikan ke dalam tipe
curah hujan C. Analisis tanah akan dilakukan di Laboratorium
Fisika Tanah Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran
Bandung dan di Laboratorium Mekanika Tanah Institut
Teknologi Bandung. Percobaan akan berlangsung selama 4
bulan yaitu dari April 2004 sampai dengan Agustus 2004
(Adapun jadwal dan perincian kegiatan percobaan disajikan
dan Deskripsi profil tanah ordo Inceptisols asal Jatinangor .

3.2. Bahan dan Alat


Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini
terdiri dari: Benih kedelai kultivar Orba, pupuk N, P, dan K.

91
Di samping itu juga digunakan pestisida dan insektisida untuk
pencegahan hama dan penyakit tanaman.
Peralatan yang digunakan di lapangan terdiri dari satu
unit traktor roda 4, bajak singkal (spesifikasi traktor, model
dan jenis bajak yang digunakan disajikan pada Lampiran 8,9
dan 10), ring sample, penetrometer tipe Eropa, cangkul, skop,
parang, meteran, serta alat pendukung lainnya. Sedangkan
peralatan laboratorium yang digunakan adalah ayakan kering
dan basah, peralatan penentuan pF, timbangan analitik,
piknometer, oven, strain-controlled, dan berbagai ukuran
serta bentuk glassware.
Percobaan akan menggunakan 36 petakan lahan,
masing-masing berukuran 12 m x 8 m yang terdiri atas: 12
petak lahan dengan kemiringan 0 % sampai 5 %, 12 petak
lahan dengan kemiringan 6 % sampai 10 %, dan 12 petak
dengan kemiringan 11% sampai15 %.

3.3. Metoda Percobaan


Merupakan penelitian eksperimen yang ditata dalam
bentuk rancangan petak terpisah (split plot design) pola
faktorial (Gomez dan Gomez 1995). Terdapat dua faktor
percobaan yang akan dilihat pengaruhnya terhadap kondisi
fisika dan mekanika tanah. Faktor pertama adalah lintasan
traktor (T) yang ditempatkan sebagai anak petak. Faktor

92 Kompaksi Tanah Pada Lahan Miring


kedua adalah kemiringan lahan (L) yang ditempatkan sebagai
petak utama.

3.3.1 Rancangan Perlakuan


Perlakuan dalam penelitian ini terdiri dari beberapa
level, adalah sebagai berikut: (1) faktor kemiringan lahan
(Main Plot Factor) yang terdiri atas 3 level yaitu, lahan
dengan kemiringan 0 % sampai 5 % (l1), lahan dengan
kemiringan 6 % sampai 10 % (l2), dan lahan dengan
kemiringan 11% sampai 15 % (l3) ); dan (2). faktor lintasan
traktor (Sub Plot Factor) yang terdiri atas 6 level yaitu, tanpa
lintasan (t0), 1 kali lintasan (t1), 3 kali lintasan (t2), 5 kali
lintasan (t3), 7 kali lintasan (t4), 9 kali lintasan (t5). Dengan
demikian terdapat tiga petak utama, masing-masing memiliki
12 anak petak atau terdapat 18 kombinasi perlakuan yang
masing-masing diulang sebanyak dua kali, sehingga diperoleh
36 unit satuan percobaan. Kombinasi perlakuan kemiringan
dan lintasan traktor dapat dilihat pada Tabel 1.

Metode Penelitian 93
Tabel 1. Kombinasi Perlakuan Kemiringan dan Lintasan
Traktor

Kemiringan Lintasan (T)


(L) t0 t1 t2 t3 t4 T5
L1 t0l1 t1l1 t2l1 t3l1 t4l1 T5l1
L2 t0l2 t1l2 t2l2 t3l2 t4l2 T5l2
L3 t0l3 t1l3 t2l3 t3l3 t4l3 T5l3

Keterangan: l1 = 0% - 5%; l2 = 6% - 10%; l3 = 11% - 15%


t0 = tanpa lintasan; t1 = 1 x lintasan ; t2 = 3 x lintasan;
t3 = 5 x lintasan; t4 = 7 x lintasan; dan t5 = 9 x
lintasan

Pengaruh perlakukan lintasan dengan menggunakan


bajak singkal pada setiap kemiringan lahan terhadap
perubahan beberapa sifat fisika dan mekanika tanah diamati
pada kedalaman 0 cm sampai 25 cm dan kedalaman 26 cm
sampai 50 cm. Sedangkan untuk ketahanan penetrasi tanah,
diamati pada lima tingkat kedalaman yaitu 0 cm sampai 10
cm, 11 cm sampai 20 cm, 21 cm sampai 30 cm, 31 cm sampai
40 cm, dan 41 cm sampai 50 cm

3.3.2. Rancangan Lingkungan


Rancangan lingkungan yang digunakan adalah
Rancangan Petak Terbagi (Split Plot Design) pola faktorial.

94 Kompaksi Tanah Pada Lahan Miring


Total kombinasi perlakuan adalah 18 satuan, diulang
sebanyak dua kali, sehingga seluruhnya berjumlah 36 satuan
percobaan.

3.3.3. Rancangan Respons


Variabel yang diamati terdiri atas pengamatan utama
dan pengamatan penunjang. Pengamatan penunjang meliputi
analisis tanah awal sebelum perlakuan, pengamatan keadaan
lingkungan setempat. Aspek analisis tanah sebelum perlakuan
terdiri atas; sifat fisika tanah (bobot isi, porositas,
permeabelitas, stabilitas agregat, konsistensi dan plastisitas,
infiltrasi air permukaan dan erodibilitas tanah), sifat mekanika
tanah (ketahanan penetrasi tanah, dan ketahanan geser tanah).
Sedangkan data sekunder (pendukung) yang diamati antara
lain curah hujan, suhu, kelembaban.
Variabel respons utama (primer) diamati setelah
perlakuan lintasan traktor pada berbagai kemiringan lahan,
terdiri atas sifat fisika, mekanika tanah, pertumbuhan dan
hasil tanaman kedelai. Adapun masing-masing variabel
respons tersebut yang diamati di lapangan maupun di
laboratorium adalah sebagai berikut:
a. Sifat fisika tanah, terdiri atas bobot isi, porositas total,
distribusi pori, permeabilitas, konsistensi dan plastisitas,
kemantapan agregat tanah, indeks stabilitas agregat,
infiltrasi serta erodibilitas.

Metode Penelitian 95
b. Sifat mekanika tanah, yang diamati adalah tahanan geser
tanah dan ketahanan penetrasi tanah.
c. Pertumbuhan akar dan hasil tanaman juga diamati sebagai
variabel respons yang terdiri atas panjang dan bobot
kering akar serta bobot kering biji kedelai.
Pengertian dan urutan serta rincian untuk pelaksanaan
analisis masing-masing variabel respons tersebut adalah
sebagai berikut :

3.3.4. Rancangan Analisis


Setiap variebel respons yang diamati ditetapkan
dengan mengikuti prosedur tertentu yang berbeda untuk setiap
aspek analisis yaitu:
Bobot Isi Tanah
Pengukuran bobot isi tanah dilakukan sebelum dan
sesudah perlakuan lintasan untuk masing-masing lintasan.
Bobot isi tanah ditentukan dengan menggunakan contoh tanah
utuh dalam ring sampel yang diambil pada jalur lintasan
traktor. Besarnya bobot isi tanah dihitung dengan
menggunakan Persamaan (1) (LPT, 1979) :
b = Ms/VT……………………………………………….. (1)
dimana : b = Bobot isi tanah (g/cm3)
Ms = Massa solid (g)
V1 = Volume tanah (volume ring sample)
(cm3)

96 Kompaksi Tanah Pada Lahan Miring


Porositas Total
Porositas total atau ruang pori total adalah volume
seluruh pori dalam suatu volume tanah utuh yang dinyatakan
dalam persen. Pengukuran porositas total tanah ditentukan
melalui persamaan (2) (LPT, 1979) :

 Bobot Isi ( BD ) 
Porositas Total  1   100% ……….………… (2)
 Bobot jenis butiran 

dengan bobot jenis butiran = 2,65 g cm-3

Tahanan Penetrasi Tanah


Pengukuran tahanan penetrasi tanah dilakukan dengan
menggunakan penetrometer tipe Eropa, tahanan penetrasi (CI)
dihitung dengan mengikuti persamaan (3) (LPT, 1979) :
CI = (98 Fp) ………………………………………(3)
dimana : CI (Cone Indeks) atau ketahanan penetrasi (kPa),
dan Fp = Gaya ketahanan penetrasi (kgF).

Distribusi Pori
Distribusi porositas tanah yang diamati terdiri atas pori
aerasi dan pori air tersedia. Pori aerasi adalah selisih antara
persen pori total dengan kandungan pada pF 2,0; pori drainase
lambat merupakan selisih antara kandungan air pada pF 2,0
dengan kandungan air pada pF 2,54; sedangkan pori air

Metode Penelitian 97
tersedia untuk tanaman adalah selisih antara kandungan air
pada pF 2,54 dengan pF 3,5.

Permeabilitas
Permeabelitas merupakan kemampuan tanah untuk
dilalui oleh massa air melalui pori-pori. Penentuan
permeabelitas tanah dihitung menurut persamaan 4 (LPT,
1979).

(K) = ……………….(4)

dimana : Q = banyaknya air yang mengalir pada setiap


pengukuran (ml)
t = waktu pengukuran (jam) = 1 jam
L = tebal contoh tanah (cm) = 4 cm
h = tinggi permukaan air dari permukaan contoh
tanah = 5 cm
A = luas permukaan contoh tanah = 45. 72 cm2

Stabilitas Agregat
Stabilitas agregat tanah ditetapkan secara kuantitatif di
laboratorium dengan cara pengayakan basah dan kering
menurut metode De Leenheer dan De Boodt (1959).
Penentuan stabilitas agregat tanah didasarkan pada perbedaan

98 Kompaksi Tanah Pada Lahan Miring


rata-rata bobot diameter agregat tanah pada pengayakan
kering dengan pengayakan basah dan hasilnya berupa indeks
instabilitas yang diperoleh dengan menggunakan persamaan
5.
……………………..5)

Konsistensi dan Plastisitas


Konsistensi tanah berubah-ubah dan perubahannya
berhubungan dengan kandungan air yang terdapat dalam masa
tanah. Umumnya tanah berbutir halus secara alamiah berada
dalam kondisi plastis. Batas atas dan bawah dari rentang
kadar air dimana tanah masih bersifat plastis, berturut-turut
disebut batas cair/mengalir (liquid limit = LL) dan batas
plastis/menggolek (plastic limit = PL). Rentang kadar air itu
sendiri didefinisikan sebagai indeks plastisitas (plasticity
index = PI) yaitu selisih antar batas cair dan batas plastis suatu
tanah yang dapat ditentukan dengan mengikuti persamaan 6:
PI = LL – PL ………………………………………(6)

Tahanan Geser Tanah


Tahanan geser tanah merupakan besarnya ketahanan
dalam maksimum tanah untuk menahan gesekan antara
partikel-partikel tanah, yaitu tahanan untuk menggelincir

Metode Penelitian 99
antara tanah dengan tanah. Penentuannya didasarkan menurut
persamaan Coulomb atau persamaan 7 (Das, 1985, Bowles et
al., 1991, Terzaghi et al., 1993 dan Soedarmo et al., 1997).
S = C + P tan ………………………………..(7)
Dimana : S = tahanan geser tanah
C = kohesi tanah
P = besarnya tekanan efektif yang bekerja pada
bidang geser
tan  = koefisien gesekan dimana  merupakan
sudut gesekan

Kapasitas Infiltrasi Air


Pengukuran laju infiltrasi air dilakukan sebelum dan
setelah selesai pengolahan tanah serta setelah selesai
pemanenan kacang tanah di setiap petak percobaan, yaitu
dengan menggunakan infiltrometer double ring. Pada awal
pengukuran, pori tanah ada dalam keadaan kosong dan jika
diberikan air pada permukaannya, air tersebut akan mudah
masuk ke dalam tanah untuk mengisi pori yang ada. Semakin
lama air diberikan, kemanpuan tanah untuk melalukan air
akan semakin kecil, karena semua pori sudah terisi air atau
tanah tersebut sudah jenuh air. Kecepatan infiltrasi terbesar
terjadi pada tanah dengan kandungan air rendah atau sedang,
tetapi makin tinggi kadar air sampai keadaan jenuh air, laju
infiltrasi menurun hingga mencapai minimum.

100 Kompaksi Tanah Pada Lahan Miring


Erodibilitas
Erodibilitas adalah kepekaan tanah terhadap erosi.
Pengukuran erodibilitas tanah dilakukan sebelum dan setelah
selesai pengolahan tanah serta setelah selesai pemenenan
kacang kedelai di setiap petak percobaan. Tanah dengan
erodibilitas tinggi, berarti tanah peka atau mudah tererosi,
sebaliknya bila erodibilitas tanah rendah berarti tanah resisten
atau tahan terhadap erosi. Penentuan erodibitas tanah
didasarkan pada prosedur Wischmeier, Johnson, dan Cross
(1977) dengan bantuan nomograf seperti ditunjukkan pada.

3.4. Pelaksanaan Percobaan


3.4.1. Persiapan Lahan
Sebelum dilakukan percobaan terlebih dahulu lahan
dibersihkan dari semak dan rerumputan. Selanjutnya dibuat
petak dengan ukuran 12 x 8 m memanjang kontur, sebanyak
12 petak pada kemiringan 0%-5% dengan ulangan 1 dan 2
atau sebagai anak petak, dan 12 petak pada kemiringan 6%-
10% dengan ulangan 1 dan 2 atau sebagai anak petak serta 12
petak pada kemiringan 11%-15% dengan ulangan 1 dan 2 atau
sebagai anak petak, jarak antar ulangan 1 dan ulangan 2
adalah 1 m dan jarak antar petak 0,5 m. Sedangkan jarak antar
petak utama, hanya dibatasi oleh kemiringan lahan yang
berbeda, pada satu lokasi perbukitan dengan jenis tanah yang
sama.

Metode Penelitian 101


3.4.2. Pengolahan Tanah
Pengolahan tanah menggunakan traktor roda 4 merek
Fiat dengan ukuran 45 HP, tanah diolah sampai kedalaman
25 cm dengan menggunakan jenis bajak singkal (teknik peng-
olahan sesuai arah kontur disajikan pada Lampiran 5). Kece-
patan traktor pada saat pengolahan tanah adalah konstan pada
5 km jam-1 dan teknik operasionalnya untuk pengambilan
data.
Pengolahan tanah untuk pengambilan contoh tanah,
yaitu untuk analisis sifat fisika dan mekanika tanah diambil
setelah pengolahan tanah pada setiap lintasan traktor yang
telah ditentukan menurut perlakuan. Setelah contoh tanah
diambil, pengolahan tanah dilanjutkan sesuai perlakuan untuk
media pertumbuhan tanaman, dengan tanpa mengganggu
lintasan sebelumnya (lintasan pengambilan contoh tanah).

3.4.3. Aplikasi Lintasan Traktor


Sistem operasional traktor pada setiap kemiringan
lahan percobaan dilakukan sesuai arah kontur, sehingga setiap
plot percobaan mendapat frekuensi lintasan sesuai dengan
perlakuan yang telah ditetapkan. Adapun laju kecepatan
traktor adalah konstan pada setiap lintasan, dan setiap
fekuensi lintasan dikontrol dengan menggunakan petunjuk
yang dibuat dari tali rafia untuk menghindar terjadinya
pergeseran roda traktor pada lintasan lain. Untuk lebih

102 Kompaksi Tanah Pada Lahan Miring


jelasnya mekanisme aplikasi lintasan traktor (teknik
operasional) pada setiap kemiringan lahan dapat dilihat pada.

3.4.4. Pengambilan Contoh Tanah


Contoh tanah diambil dalam dua bentuk yaitu contoh
tanah utuh dan contoh tanah terganggu. Contoh tanah utuh
diambil menggunakan ring sample untuk analisis beberapa
sifat fisika tanah, sedangkan contoh tanah terganggu diambil
masing-masing 5 kg tiap perlakuan untuk lapisan Topsoil dan
Subsoil, digunakan untuk analisis sifat mekanika tanah.
Pengambilan contoh tanah untuk analisis sifat-sifat fisika-
mekanika tersebut adalah sesuai jalur (line) yang dilintasi oleh
roda traktor sebagai tumpuan berat (roda kiri atau roda
kanan), dilakukan sebelum dan setelah perlakuan yang
dicobakan pada setiap kemiringan lahan dengan kedalaman 0
cm sampai 25 cm, dan 26 sampai 50 cm. Adapun teknik
pengambilan contoh tanah pada lintasan traktor disajikan.

3.4.5. Penanaman Kedelai


Penanaman benih kacang kedelai dilakukan setelah
selesai perlakuan lintasan, dimana penanaman dilakukan
serempak dalam lubang tanam yang dibuat dengan
menggunakan alat tugal, yaitu jarak dari pinggir petak 100
cm, sedangkan jarak tanam 40 x 25 cm atau jarak antara
barisan 40 cm dan dalam barisan 25 cm. Di dalam setiap
petak terdapat 600 lubang yang dibagi ke dalam 15 baris dan

Metode Penelitian 103


setiap baris terdapat 40 lubang. Setiap lubang tanam diberikan
2 butir benih dan setelah tumbuh dipilih 1 tanaman yang
terbaik dalam 1 lubang tanam. Penyulaman tanaman yang
tidak tumbuh atau mati dilakukan sampai batas waktu 2
minggu setelah tanam. Adapun pengaturan jarak tanam dan
pengambilan contoh tanaman.

3.4.6. Pemupukan
Pemupukan nitrogen (Urea, 46 % N) dengan dosis 50
kg N ha-1, Fosfor (SP-36, 36 % P2O5) dengan dosis 75 kg P
ha-1, dan kalium ( KCl, 56 % K2O) dengan dosis 60 kg K ha-1
hanya diberikan satu kali sebagai pupuk dasar. Pupuk dasar
tersebut diberikan pada saat penanaman dengan cara larikan
dalam masing-masing petak percobaan. Pemberian insektisida
Larvin 75 WP dengan dosis 2,5 ml L-1 air diberikan untuk
pencegahan terhadap gangguan hama dan penyakit
(Adisarwanto et al., 2002 dan Sudarmo, 1998).

3.4.7. Pemeliharaan dan Panen


Selama percobaan berlangsung tanaman tidak disiram
dengan air bila ada hujan dan bila tidak ada hujan tanaman
percobaan disiram dengan air. Setelah berumur dua minggu
diadakan penyulaman bagi tanaman yang tidak tumbuh
dengan memindahkan dari lubang yang lebih dari satu pohon.
Setelah berumur dua minggu tanaman dalam satu lubang
dipilih hanya satu saja yang pertumbuhannya sehat. Setelah

104 Kompaksi Tanah Pada Lahan Miring


berumur enam minggu dilakukan pembubunan sambil
menyiang. Pengendalian hama dilakukan secara preventif
dengan tidak menunggu datangnya serangan.
Kacang kedelai kultivar Orba (deskripsinya disajikan
pada Lampiran 12), dipanen pada umur 90 hari setelah tanam
dengan kriteria panen menurut Adisarwanto et al., (2002)
sebagai berikut : (a) polong mengalami perubahan warna dari
hijau menjadi kecokelatan atau 95 % polong telah berubah
warna , (b) batang dan daun telah kering (c) kadar air sekitar
15 – 18 %.

3.5. Analisis Data


Untuk menguji hipotesis maka setiap data yang
diperoleh diolah secara statistik parametrik. Untuk
mengetahui pengaruh faktor perlakuan terhadap sifat fisika
dan mekanika tanah diuji dengan sidik ragam (anova) atau uji
Fisher (F) pada probabilitas atau tingkat peluang 0,05 dengan
mengikuti prosedur Gomez dan Gomez (1995). Sedangkan
untuk melihat perbedaan rata-rata respons perlakuan, jika
perlakuan berpengaruh nyata akan dilanjutkan dengan uji
Beda Nyata Terkecil (BNT) pada  0.05.
Menurut Steel dan Torrie (1981), Gaspersz (1995)
serta Vincent (1994) model matematika untuk percobaan
faktorial yang terdiri atas dua faktor adalah :

Metode Penelitian 105


Yijk :
   k   i   ik   j    ij   ijk
dimana Yijk =Hasil pengamatan pada kelompok ke k yang
memperoleh taraf ke I dari faktor lintasan traktor dan taraf ke
j Faktor Kemiringan Lahan, µ = rata-rata umum, ρk =
pengaruh aditif dari kelompok ke k, αi = pengaruh aditif
lintasan traktor taraf ke-i, βj = Pengaruh aditif kemiringan
lahan taraf ke j, σik = pengaruh galat yang muncul pada taraf
ke-i dari faktor lintasan traktor dalam kelompok ke-k (galat
petak utama), (αβ)ij = pengaruh galat pada kelompok ke-k
yang memperoleh taraf ke-i dari factor lintasan traktor dan
traf ke-j dari kemiringan lahan, dan Σijk = pengaruh interaksi
taraf ke-i faktor lintasan traktor dan taraf ke-j faktor
kemiringan lahan.
Untuk melihat hubungan diantara variabel respons,
berupa sifat-sifat fisika dan mekanika tanah, diuji dengan
teknik regresi dan korelasi. Kebermaknaan model regresi
yang diperoleh diuji dengan analisis varians (anova) atau uji
F, keeratan hubungan atau korelasi antara setiap variabel
ditentukan dengan uji korelasi (R2), dan besarnya pengaruh
setiap variabel respon terhadap hasil (Y) ditentukan dari
koefisien determinasi (R). Sedangkan kesesuaian model yang
diperoleh diuji dengan residu dengan mengikuti prosedur
Gomez dan Gomez (1995).

106 Kompaksi Tanah Pada Lahan Miring


4
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1. Tanah dan Iklim Lokasi Penelitian


4.1.1. Jenis dan Karakteristik Tanah
Tanah di lokasi penelitian yang dideskripsi
berdasarkan Sistem Taksonomi Tanah USDA (“Soil Survey
Staff, 1998”) sebagaimana tertera pada Lampiran 10 adalah
masuk ke dalam order Inceptisols, Suborder Udeps, Great
Goup Eutrudepts, Sub Group Flueventic Eutrudepts, berliat,
kaolinitik, isohyperithermic, Seri Cileles. Inceptisols tersebut
terbentuk dari bahan induk abu volkan andestik dengan hasil
analisis difraksi sinar X (“X Ray”) mineral liat disajikan
dalam Lampiran 11. Jenis tanah tersebut berkembang pada
ketinggian (elevasi) sekitar 751 m dari permukaan air laut.
Solum tanah relatif tebal dengan kedalaman efektif mencapai
200 cm, belum menunjukkan gejala perkembangan struktur
dan warna tanah yang belum lanjut (Coklat gelap), bentuk
struktur tanah gumpal bersudut (angular blocky), terutama
pada horizon subsoilnya, warna berkisar sekitar 10YR,
dengan relief mikro rata-rata 30-40 cm dan muka air tanah
kurang dari 200 cm, dimana drainasenya baik, permeabilitas
sedang dengan aliran permukaan agak cepat sehingga bentuk

107
erosi yang terlihat di lapangan adalah erosi permukaan dan
alur dengan erodibilitas sedang (Arifin dan Hudaya, 2001).
Lahan penelitian yang terdiri dari tiga kemiringan
tersebut cukup padat dengan nilai bobot isi pada kemiringan
rendah 1,18 g cm-3, kemiringan sedang 1,14 g cm-3 dan
kemiringan tinggi 1,17 g cm-3. Bobot isi tersebut
menunjukkan bahwa tanah percobaan sebelum dilintasi oleh
traktor mempunyai kondisi sifat fisika dan mekanika tanah
yang harus dimanipulasi untuk mendapat sirkulasi tata air dan
udara yang baik dalam tanah. Menurut Taylor et al. (1972)
bobot isi tanah, merupakan petunjuk kepadatan suatu tanah.
Makin tinggi nilai bobot isi dan kekerasan tanah, makin kecil
ruang pori totalnya, sehingga penetrasi akar tanaman dalam
tanah semakin terhambat dan tanah semakin sulit meneruskan
air ke lapisan yang lebih bawah.
Tanah percobaan pada semua tingkat kemiringan
termasuk dalam katagori tekstur berliat. Permeabilitas tanah
percobaan berkisar antara agak lambat sampai sedang dengan
stabilitas agregat tanah sangat rendah dan porositas total
sedang. Permukaan tanah percobaan ini relatif tidak terdapat
batu-batuan, tidak berkerakal dan tidak berkerikil, sehingga
tidak dijumpai topsoil yang benar-benar alami.
Lahan-lahan tersebut sudah pernah mendapat
perlakuan pengolahan tanah sampai kedalaman 20 cm. Pada
lahan dengan kemiringan 0 – 5 persen pernah dilakukan

108 Kompaksi Tanah Pada Lahan Miring


pengolahan dengan menggunakan traktor, sedangkan pada
lahan percobahan dengan kemiringannya lebih dari 5 persen
juga pernah diolah, namun pengolahannya dilakukan secara
tradisional. Selain itu pada lokasi penelitian juga telah
ditanami dengan tanaman budidaya, antara lain jagung (Zea
mays L), gandum (Triticum aestivum), cabai (Capsicum
annum), kacang tanah (Arachis hypogea) dan kacang hijau
(Arachis radiatus). Adapun kondisi dan bentuk vegetasi pada
lokasi penelitian dengan kemiringan terpanjang sekitar 50 m
mempunyai vegetasi semak belukar atau alang-alang (
Imperata cylindrica).
Karakteristik sifat kimia tanah percobaan sebelum
penelitian disajikan dalam Lampiran 12. Berdasarkan
Lampiran 12 diketahui bahwa Inceptisols tersebut mempunyai
pH agak asam, kandungan C-organik sedang, kapasitas tukar
kation sedang, kejenuhan basa rendah, dan N total sedang,
Kalium tersedia rendah, phosfor tersedia sangat rendah, serta
basa-basa dapat dipertukarkan lainnya berkisar antara sangat
rendah sampai rendah. Secara keseluruhan tingkat kesuburan
tanah lokasi penelitian adalah sedang.

4.1.2 Iklim
Kondisi iklim di sekitar lokasi penelitian seperti curah
hujan, penyinaran matahari, kelembaban udara, temperatur
udara, kecepatan angin, dan arah angin juga diamati,

Hasil Penelitian dan Pembahasan 109


informasinya diperoleh dari Stasium Meteorology dan
Geofisika, Unpad, Jatinangor. Selama penelitian berlangsung
menunjukkan rata-rata temperatur udara tahunan adalah 23,9
0
C dimana temperatur udara maksimum mencapai 29,9 0C dan
temperatur udara minimum 16,9 0C dengan rata-rata
kelembaban udara bulanan mencapai >75 persen. Kisaran
tempratur udara tersebut masih mendukung untuk
pertumbuhan tanaman kedelai, karena temperatur udara yang
menjadi persyaratan tumbuh bagi tanaman kedelai adalah
berkisar antara 25 0C sampai 27 0C (Rukmana dan Yuniarsih,
1995). Lama penyinaran matahari di lokasi penelitian
mencapai 93 persen dari panjang hari keseluruhan (lebih
kurang 7 jam), intensitas penyinaran terpanjang terjadi pada
bulan Agustus, yaitu mencapai 8 jam hari-1, sedangkan
penyinaran terpendek terjadi pada bulan Juni yaitu 2 jam hari-
1
.
Curah hujan tahunan di lokasi penelitian berkisar
antara 1225 mm tahun-1 sampai 2752 mm tahun-1. Rata-rata
curah hujan bulanan tertinggi berkisar antara 2,8 mm bulan-1
sampai 5,16 mm bulan-1 yang terjadi pada bulan April hingga
Mei 2004. Curah hujan harian di lokasi penelitian dari April
2004 hingga Agustus 2004 mengalami penurunan. Saat
perlakuan lintasan traktor pada pertengahan April 2004
jumlah hari hujan mencapai 10 hari, sehingga rata-rata curah
hujan harian pada bulan tersebut sebesar 5,16 mm. Kemudian,

110 Kompaksi Tanah Pada Lahan Miring


mulai masuk ke Mei 2004 curah hujan berangsur-angsur
menurun sampai Agustus 2004 dengan rata-rata curah hujan
harian sebesar 2,8 mm sampai 0,03 mm. Curah hujan rata-rata
selama penelitian, terhitung mulai April 2004 sampai Agustus
2004 adalah 1,90 mm. Data curah hujan dan hari hujan selama
10 tahun terakhir dan selama berlangsungnya penelitian
dicantumkan pada Lampiran 13.
Berdasarkan metode penentuan tipe curah hujan yang
dikembangkan oleh Schmidt dan Fergusson (1951),
didasarkan pada rasio rata-rata bulan kering dengan rata-rata
bulan basah (bulan kering jika curah hujan bulanan <60mm
bulan-1 dan bulan basah jika curah hujan bulanan >100mm
bulan-1) bahwa daerah penelitian termasuk tipe curah hujan C
(agak basah). Keadaan curah hujan tersebut menunjukkan
bahwa kebutuhan air untuk pertumbuhan tanaman kedelai
pada fase vegetatif masih mencukupi terutama pada umur
tanaman 35 hari setelah tanam. Demikian juga kebutuhan air
pada saat pengisian polong dimana tanaman banyak
membutuhkan air masih cukup tersedia dari air hujan, namun
saat menjelang panen curah hujan sudah sangat rendah
bahkan tanaman mulai mengering sampai tanaman dapat
dipanen pada masa pertumbuhan tanaman 80 hari. Dengan
demikian jumlah hari hujan selama pertumbuhan tanaman di
lapangan hanya 19 hari dengan rata-rata curah hujan sebesar
4,3 mm hari-1 (Lampiran 14).

Hasil Penelitian dan Pembahasan 111


Laju infiltrasi air sebelum traktor dioperasikan pada
lahan dengan kemiringan 6 – 10 persen lebih cepat dari laju
infiltrasi pada lahan dengan kemiringan 11 – 15 persen,
sedangkan laju infiltrasi air pada lahan dengan kemiringan 0 –
5 persen jauh lebih lambat dibandingkan dengan laju infiltrasi
pada kedua tingkat kemiringan lahan di atas. Hal ini terlihat
dari laju infiltrasi pada saat 15 menit pertama, kedua, dan
seterusnya yang menunjukkan pada lahan dengan kemiringan
6 – 10 persen didapatkan penurunan permukaan air sebesar
9,2 cm, pada kemiringan 11 – 15 persen sebesar 7,9 cm,
sedangkan pada kemiringan 0 – 5 persen sebesar 5,7 cm. Hal
ini diduga karena pada lahan dengan kemiringan 0 – 5 persen
mempunyai porositas lebih rendah dan bobot isi lebih tinggi,
sehingga tanah lebih padat dibandingkan dengan kemiringan
lahan lainnya. Sedangkan pada kemiringan lahan di atas 5
persen memiliki tanah yang agak porous karena pengolahan
lahan tersebut dilakukan secara manual (menggunakan
cangkul) dengan intensitas pemadatan tanah yang relatif
rendah. Oleh karena itu pada lahan dengan kemiringan lebih
dari 10 persen diduga mempunyai porositas yang relatif lebih
rendah, karena bagian tanah “top soil” telah banyak yang
mengalami pengikisan atau erosi. Pola infiltrasi air tanah pra
perlakuan dapat dilihat dalam Gambar 3.

112 Kompaksi Tanah Pada Lahan Miring


10

8 Log. (K1) Log. (K2) Log. (K3)


Laju Infiltrasi (cm jam )

7
-1

0
0 50 100 150 200 250 300
Waktu (menit)

Gambar 3. Laju infiltrasi air tanah percobaan pada berbagai


kemiringan lahan sebelum perlakuan

Tanaman
Benih kedelai Galur Davros ditanam pada minggu
terakhir bulan Mei 2004, hasil pengamatan di lapangan
menunjukkan bahwa daya kecambah benih tersebut berkisar
antara 95 - 98 persen. Persentase perkecambahan terbanyak
terdapat pada lahan dengan kemiringan 6-10 persen dengan
frekuensi tujuh kali lintasan traktor, sedangkan persentase
perkecambahan terendah terdapat pada kemiringan lahan 0 -5
persen dengan frekuensi sembilan kali lintasan traktor.
Kondisi perkecambahan dan awal pertumbuhan tanaman

Hasil Penelitian dan Pembahasan 113


kedelai pada masing-masing kemiringan lahan dapat
dilihat dalam Gambar 4.

K1L9

Kemiringan
0 – 5%

K2L9

Kemiringan
6 – 10%

K3L1

Kemiringan
11 – 15%

Gambar 4. Kondisi awal pertumbuhan tanaman kedelai (umur dua


minggu setelah tanam)

114 Kompaksi Tanah Pada Lahan Miring


Benih tanaman kedelai yang gagal tumbuh yaitu
sekitar 2 - 5 persen diatasi dengan penyisipan kembali
sebelum tanaman berumur satu minggu. Pertumbuhan
tanaman kedelai secara umum termasuk dalam kategori
homogen, baik pada lahan dengan kemiringan rendah
ataupun lahan dengan kemiringan tinggi. Meskipun telah
dilakukan penyisipan kembali, ternyata pertumbuhan tanaman
kedelai pada lahan dengan kemiringan 0 -5 persen yang
dilalui dengan sembilan kali lintasan traktor memperlihatkan
rata-rata kondisi pertumbuhan di bawah normal, bahkan
sebagian tanaman tidak berkecambah sama sekali walaupun
telah dilakukan penyisipan. Sedangkan pada lahan dengan
kemiringan 6 – 10 persen menunjukkan pertumbuhan tanaman
kedelai yang jauh lebih baik jika dibandingkan dengan
pertumbuhan tanaman pada kemiringan lahan lainnya. Selain
itu, pada bagian lahan terbawah (frekuensi satu kali lintasan
traktor) dari lahan dengan kemiringan 11 – 15 persen terlihat
pertumbuhan tanaman jauh lebih sempurna dibandingkan
dengan kondisi pertumbuhan pada setiap frekuensi lintasan
dan kemiringan lainnya.
Pemeliharaan tanaman terdiri dari pengendalian hama
dan penyakit tanaman, penyiangan, dan pembumbunan.
Penyiangan dilakukan untuk memberantas berbagai macam
gulma yang tumbuh dan dilakukan sebanyak satu kali pada
saat tanaman telah berumur tiga minggu setelah tanam.

Hasil Penelitian dan Pembahasan 115


Adapun jenis gulma yang dominan di lokasi pertumbuhan
tanaman kedelai adalah jenis rumput-rumputan (gramineae)
Selama pertumbuhan tanaman tidak terlihat adanya
gangguan hama dan penyakit tanaman yang berarti. Meskipun
demikian, pada saat tanaman memasuki fase generatif terlihat
adanya peningkatan gangguan hama belalang jenis Locusta
migratoria dan kutu daun (Aphis glycines), tetapi masih jauh
di bawah ambang batas. Untuk menghindari peningkatan
serangan hama tersebut, dikendalikan dengan penyemprotan
menggunakan insektisida “Decis 2,5 EC” yang merupakan
racun kontak dengan bahan aktif deltametrin 2 g L-1 air
dengan frekuensi penyemprotan dua minggu sekali yang
dimulai sejak tanaman berumur tiga minggu setelah tanam.
Saat penanaman benih diberikan “Furadan 3G” yang
merupakan insektisida sekaligus nematisida yang bersifat
sistemik dengan bahan aktif karbofuran 3 %.
Akhir pertumbuhan vegetatif dicapai pada saat
tanaman telah berumur 35 hari setelah tanam, pada saat
tersebut diperkirakan masa pertumbuhan vegetatif telah
mencapai maksimal dan tanaman akan segera memasuki masa
pertumbuhan generatif. Pengamatan terhadap parameter
pertumbuhan tanaman kedelai yang terdiri atas panjang akar,
bobot segar akar, dan bobot kering akar dilakukan pada batas
umur seperti tersebut diatas. Secara visual kelihatan bahwa
pertumbuhan akar tanaman kedelai pada lahan dengan

116 Kompaksi Tanah Pada Lahan Miring


kemiringan 0 – 5 persen secara umum kurang sempurna jika
dibandingkan dengan pertumbuhan tanaman pada lahan
dengan kemiringan 6 –15 persen. Sedangkan pertumbuhan
akar terbaik dijumpai pada lahan dengan kemiringan 6 – 10
persen dibandingkan dengan pertumbuhan tanaman kedelai
pada lahan dengan kemiringan lainnya. Untuk lebih jelasnya
dapat dilihat dalam Gambar 5.

Kemiringan
0 – 5%

Kemiringan
6 – 10%

Hasil Penelitian dan Pembahasan 117


Kemiringan
11 – 15%

0x 1x 3x 5x 7x 9x
Gambar 5. Kondisi akar tanaman kedelai pada berbagai frekuensi
lintasan traktor pada lahan dengan kemiringan yang
berlainan.

4.2 Sifat Fisika Tanah


Hasil analisis sidik ragam pengaruh frekuensi lintasan
traktor dan kemiringan lahan terhadap beberapa sifat fisika
tanah dari hasil penelitian menjelaskan pengaruh frekuensi
lintasan traktor dan kemiringan lahan terhadap sifat fisika
tanah yang terdiri atas bobot isi, pori drainase cepat, pori
drainase lambat, pori air tersedia, permeabilitas, indek
stabilitas agregat, laju infiltrasi sebelum dan setelah panen,
serta erodibilitas tanah sebelum dan setelah panen secara
interaksi bersifat sangat nyata. Sedangkan pengaruh frekuensi
lintasan traktor secara mandiri sangat nyata terhadap
plastisitas tanah. Untuk porositas total tanah, baik pengaruh

118 Kompaksi Tanah Pada Lahan Miring


mandiri frekuensi lintasan traktor, kemiringan lahan, ataupun
interaksi antara keduanya adalah tidak nyata.

4.2.1 Bobot isi


Bobot isi (bulk density) merupakan perbandingan
antara massa total tanah dalam keadaan kering dengan volume
tanah (termasuk pori-pori tanah) yang dinyatakan dalam g cm-
3
. Bobot isi tanah, merupakan petunjuk kepadatan suatu
tanah, makin tinggi nilai bobot isi dan kekerasan tanah, maka
semakin kecil ruang pori totalnya, sehingga penetrasi akar
tanaman dalam tanah semakin terhambat dan tanah semakin
sulit meneruskan air ke lapisan yang lebih bawah. Bobot isi
tanah percobaan bervariasi akibat beragamnya frekuensi
lintasan traktor dan tingkat kemiringan lahan serta keragaman
nilai variabel ini saling tergantung pada setiap level percobaan
yang satu dengan yang lainnya (Lampiran 15). Bobot isi tanah
akibat pengaruh frekuensi lintasan traktor pada berbagai
kemiringan lahan dapat dilihat dalam Tabel 4.

Hasil Penelitian dan Pembahasan 119


Tabel 4. Bobot isi tanah akibat perbedaan frekuensi lintasan traktor
pada berbagai kemiringan lahan

Lahan Frekuensi Lintasan Traktor


(%) 0 1 3 5 7 9
……………….. (g cm-3) ………………..
1.13 B 1.31 C 1.19 AB 1.20 B 1.19 A 1.21 A
0-5
a b B b b c
1.03 A 1.05 A 1.21 B 1.22 B 1.19 A 1.22 A
6 - 10
a a B b b b
11 – 15 1.12 B 1.15 B 1.16 A 1.15 A 1.23 B 1.21 A
a ab b ab c c

Keterangan: Berdasarkan sidik ragam, LxK teruji nyata. Nilai yang diikuti
oleh huruf yang sama berbeda tidak nyata menurut uji BNT
pada  0.05. Huruf kapital dibaca vertikal dan huruf kecil
dibaca horizontal.

Berdasarkan Tabel 4 kelihatan bahwa bobot isi tanah


pada ketiga tingkat kemiringan terjadi peningkatan seiring
dengan meningkatnya frekuensi lintasan traktor sehingga
diperoleh bobot isi tanah berkisar antara 1,03 g cm-3 sampai
1,23 g cm-3. Bobot isi tanah terendah dijumpai pada
kemiringan 6 – 10 persen tanpa lintasan traktor, berbeda nyata
dengan bobot isi pada kemiringan lebih rendah ataupun lebih
tinggi dari kemiringan di atas dan pada berbagai frekuensi
lintasan traktor, kecuali pada frekuensi satu kali lintasan.

120 Kompaksi Tanah Pada Lahan Miring


Sedangkan bobot isi tanah tertinggi adalah 1,23 g cm-3
terdapat pada kemiringan 11 – 15 persen dengan frekuensi
tujuh kali lintasan, berbeda nyata dengan bobot isi pada
tingkat kemiringan di bawahnya dan pada frekuensi lintasan
lainnya kecuali pada frekuensi sembilan kali lintasan.
Terjadinya peningkatan bobot isi tanah pada setiap
kemiringan diduga karena peristiwa pemadatan (compaction)
dari gaya (berat) traktor yang dioperasikan pada lahan
percobaan. Gaya yang diberikan oleh traktor terhadap tanah
akan memberikan perubahan terhadap kestabilan tanah
tersebut. Bila ketahanan tanah tidak dapat menahan gaya yang
diberikan oleh traktor, maka timbul efek dinamika tanah (soil
dynamics) seperti pemadatan yang dapat menghilangkan
kestabilan ruang pori dan infiltrasi air ke lapisan tanah yang
lebih dalam (Kepner et al., 1982). Menurut Gill dan Vanden
Berg (1967) bahwa pengaruh lintasan traktor dapat
menimbulkan dampak terhadap pemadatan tanah, seperti
bobot isi tanah meningkat dan porositas tanah menurun serta
mempengaruhi penetrasi akar tanaman.
Hasil penelitian Taylor et al., (1982) pada lahan datar
dengan tekstur tanah lempung berpasir, liat dan lempung
berdebu dapat disimpulkan bahwa pemadatan tanah pada
lintasan traktor satu kali pada lapisan tanah olah menunjukkan
“kerapatan isi” (bulk density) tanah yang lebih rendah dari
lintasan berikutnya. Dengan lain perkataan pada frekuensi

Hasil Penelitian dan Pembahasan 121


satu, dua, dan tiga kali lintasan traktor terlihat adanya
kenaikan bobot isi tanah, namun pada lintasan ke-4 tidak
berbeda dengan lintasan ke-3, yaitu tidak terlihat kenaikan
bobot isi tanah.
Yunus, (2004) berbeda dengan Taylor et al., (1982)
dari hasil penelitiannya dengan menggunakan dua jenis
traktor yang berbeda (roda 4 dan roda 2) di lahan datar dengan
tekstur tanah liat pada tiga kelembaban (kering, lembab dan
basah) menunjukkan bobot isi dan ketahanan penetrasi tanah
mengalami peningkatan seiring dengan meningkatnya
frekuensi lintasan traktor. Lintasan yang memberi pengaruh
terbesar terhadap kerusakan sifat-sifat fisika tanah terjadi pada
lintasan 5 kali pada lapisan tanah atas (0-30cm) dan relatif
kurang berpengaruh pada tanah lapisan bawah (30-60 cm).
Pemadatan tanah dapat diartikan sebagai perubahan
volume tanah karena mendapat tekanan baik dari luar ataupun
dari dalam tanah itu sendiri. Menurut Islami dan Utomo
(1995) perubahan volume ini merupakan perubahan bentuk
tetap, maka perubahan volume juga dapat dianggap sebagai
salah satu bentuk keruntuhan dan tekanannya disebut
kekuatan kompresi tanah. Seringkali bobot volume tanah,
digunakan sebagai indikator struktur tanah, dimana bobot
volume ini; disamping mempengaruhi kekuatan tanah, juga
berpengaruh terhadap ruang pori total tanah dan sebaran
ukuran pori (Islami dan Utomo, 1995).

122 Kompaksi Tanah Pada Lahan Miring


4.2.2. Porositas Tanah
Pori drainase cepat merupakan pori-pori tanah dengan
ukuran > 30m yang diperoleh dari selisih antara persentase
porositas total dan kadar air pada pF2,0. Hasil analisis sidik
ragam memperlihatkan bahwa perlakuan lintasan traktor dan
kemiringan lahan secara interaktif berpengaruh sangat nyata
terhadap persentase pori drainase cepat. Artinya, porositas
drainase cepat tanah percobaan bervariasi akibat beragamnya
frekuensi lintasan traktor dan kemiringan lahan. Keragaman
nilai tersebut juga dipengaruhi oleh sifat ketergantungan
antara taraf satu faktor dengan faktor lainnya. Persentase pori
drainase cepat akibat perbedaan frekuensi lintasan traktor
pada berbagai kemiringan lahan dapat dilihat dalam Tabel 5.

Tabel 5. Persentase pori drainase cepat akibat perbedaan frekuensi


lintasan traktor pada berbagai kemiringan lahan
Lahan Frekuensi Lintasan Traktor
(%) 0 1 3 5 7 9
………………………… (%) ………………….
19 C 11.95 B 7.45 A 13.05 B 14.65 C 11.00 A
0-5 e bc A cd d b
16.1 B 11.2 B 8.4 A 9.25 A 12.35 B 10.85 A
6 - 10 c b A a b b
11 - 15 11.45 A 8.5 A 7.95 A 8.75 A 10.3 A 13.8 B
b a A a b c
Keterangan: Berdasarkan sidik ragam, LxK teruji nyata. Nilai yang diikuti
oleh huruf yang sama berbeda tidak nyata menurut uji BNT
pada  0.05. Huruf kapital dibaca vertikal dan huruf kecil
dibaca horizontal.

Hasil Penelitian dan Pembahasan 123


Tabel 5 menunjukkan bahwa persentase pori drainase
cepat tanah percobaan mengalami penurunan seiring dengan
meningkatnya frekuensi lintasan traktor pada setiap
kemiringan lahan. Pola penurunan persentase pori tanah
tersebut secara tajam sampai pada frekuensi tiga kali lintasan,
setelah itu peningkatannya menjadi tidak konsisten lagi
dengan peningkatan frekuensi lintasan traktor. Pada
kemiringan lahan 0 – 5 persen dijumpai persentase pori
drainase cepat tertinggi (19 persen), berbeda nyata dengan
persentase pori drainase cepat pada semua frekuensi lintasan
traktor dan pada setiap tingkat kemiringan lahan di atasnya.
Sedangkan persentase pori drainase cepat terendah terdapat
pada lereng yang sama dengan frekuensi tiga kali lintasan
traktor yaitu 7,45 persen, menunjukkan perbedaan tidak nyata
dengan persentase pori drainase cepat pada berbagai tingkat
kemiringan lahan yang dicobakan serta nyata berbeda dengan
nilai persentase porositas drainase cepat pada berbagai
frekuensi lintasan lainnya.
Persentase pori drainase lambat bervariasi akibat
beragamnya frekuensi lintasan traktor dan kemiringan lahan
dan keragaman pori tanah tersebut saling dipengaruhi oleh
sifat interaksi antara setiap frekuensi lintasan traktor dengan
setiap tingkat kemiringan lahan. Persentase pori drainase
lambat akibat perbedaan frekuensi lintasan traktor pada setiap
kemiringan lahan dapat dilihat dalam Tabel 6.

124 Kompaksi Tanah Pada Lahan Miring


Tabel 6. Persentase pori drainase lambat akibat perbedaan
frekuensi lintasan traktor pada berbagai kemiringan lahan
Lahan Frekuensi Lintasan Traktor
(%) 0 1 3 5 7 9
……………………………. ( % ) ……………………………
5.30 B 5.58 B 4.55 A 5.18 B 4.72 A 5.02 B
0-5
bc c A bc a b
5.32 B 4.85 A 5.21 A 4.80 A 5.05 B 4.65 A
6 – 10
c ab c ab bc a
4.85 A 4.75 A 5.33 A 5.06 AB 5.05 B 4.85 AB
11 - 15
ab a c bc bc ab

Keterangan: Berdasarkan sidik ragam, LxK teruji nyata. Nilai yang diikuti
oleh huruf yang sama berbeda tidak nyata menurut uji BNT
pada  0.05. Huruf kapital dibaca vertikal dan huruf kecil
dibaca horizontal.

Pori drainase lambat tanah pada kemiringan 0 – 10


persen mengalami penurunan yang tidak konsisten dengan
meningkatnya frekuensi lintasan traktor. Sebaliknya, pada
kemiringan 11 – 15 persen menunjukkan peningkatan
persentase pori drainase lambat yang tidak konsisten dengan
mengikuti peningkatan frekuensi lintasan traktor. Frekuensi
satu kali lintasan traktor pada kemiringan 0 – 5 persen
didapatkan persentase pori drianase lambat tertinggi yaitu
5,58 persen, namun berbeda tidak nyata dengan kontrol dan
pada lima kali frekuensi lintasan. Persentase pori tersebut juga

Hasil Penelitian dan Pembahasan 125


lebih tinggi dan berbeda nyata dengan pori drainase lambat
yang dijumpai pada kemiringan lebih tinggi di atasnya. (6 –
15 persen). Sedangkan persentase pori drainase lambat
terendah dijumpai pada frekuensi tiga kali lintasan dengan
tingkat kemiringan lahan 0 – 5 persen, dan berbeda nyata
dengan persentase yang diperoleh pada tingkat kemiringan
lebih tinggi di atasnya.
Frekuensi lintasan traktor dan kemiringan lahan
berpengaruh sangat nyata terhadap pori air tersedia dan
pengaruh terhadap variabel tersebut saling ditentukan oleh
sifat interaktif dari kedua perlakuan yang dicobakan. Untuk
lebih jelasnya dapat dilihat pada Lampiran 15, sedangkan
persentase pori air tersedia akibat pengaruh setiap frekuensi
lintasan traktor pada setiap kemiringan lahan disajikan pada
Tabel 7.
Tabel 7 dapat diketahui bahwa persentase pori air
tersedia dalam tanah percobaan menunjukkan penurunan
seiring dengan meningkatnya frekuensi lintasan traktor pada
semua tingkat kemiringan lahan. Pori air tersedia tertinggi
terdapat pada kemiringan 0 – 5 persen dengan tanpa
frekuensi lintasan traktor yaitu 13,74 persen, lebih tinggi dan
berbeda nyata dengan pori air tersedia pada berbagai
frekuensi lintasan dan tingkat kemiringan lahan di atasnya.
Sedangkan pori air tersedia terendah diperoleh pada
kemiringan 6 – 10 persen dengan frekuensi sembilan kali

126 Kompaksi Tanah Pada Lahan Miring


lintasan traktor yaitu 8,80 persen. Nilai tersebut berbeda tidak
nyata dengan pori air tersedia pada kedua tingkat kemiringan
lahan lainnya, demikian juga pada semua frekuensi lintasan
yang dicobakan, kecuali pada frekuensi satu kali lintasan.
Tabel 7. Persentase pori air tersedia akibat perbedaan frekuensi
lintasan traktor pada berbagai kemiringan lahan
Lahan Frekuensi Lintasan Traktor
(%) 0 1 3 5 7 9
..…………………………… ( % )……………………………
13.74 C 11.08 A 11.65 A 11.75 B 10.85 B 9.22 A
0–5
d b c c b a
10.65 A 12.23 B 11.47 A 10.05 A 9.21 A 8.80 A
6 - 10
c e D b a a
12.26 B 12.53 B 12.54 B 10.35 A 10.66 B 9.05 A
11 - 15
c cd D b b a

Keterangan: Berdasarkan sidik ragam, LxK teruji nyata. Nilai yang diikuti
oleh huruf yang sama berbeda tidak nyata menurut uji BNT
pada  0.05. Huruf kapital dibaca vertikal dan huruf kecil
dibaca horizontal.

Terjadinya penurunan persentase pori drainase cepat,


persentase pori drainase lambat, dan persentase pori air terse-
dia diduga erat kaitannya dengan perlakuan lintasan traktor
baik pada lahan dengan kemiringan rendah ataupun tinggi.
Selain gaya berat traktor, perubahan struktur tanah akibat

Hasil Penelitian dan Pembahasan 127


pembajakan oleh traktor diperkirakan memberi andil besar
terhadap perubahan persentase pori-pori tanah. Pengolahan
tanah dengan bajakan menyebabkan agregat tanah menjadi
lebih kecil dengan tingkat stabilitas yang sangat rendah, kon-
sekuensinya pori-pori tanah lebih mudah mengalami penyum-
batan akibat disperse fraksi yang berukuran halus dan pada
akhirnya persentase pori-pori tanah menjadi lebih rendah.
Gaya yang diberikan oleh traktor terhadap tanah akan membe-
rikan perubahan terhadap kestabilan tanah tersebut. Bila gaya-
gaya dalam tanah tidak dapat menahan gaya yang diberikan
oleh traktor, maka akan menimbulkan efek samping pada ta-
nah tersebut seperti kompaksi yang dapat menghilangkan
kestabilan ruang pori dalam tanah (Kepner et al., 1982).
Porositas tanah mineral pada umumnya berkisar antara
30 - 60 persen, dan besar porositas tanah berkisar antara 0,2
sampai >300 (Arsyad et al., 1985). Porositas tanah
memegang peranan penting dalam hubungannya dengan
kehidupan tanaman, aktivitas biologi tanah, distribusi dan
sirkulasi udara dan air tanah. Selain itu berbagai reaksi atau
proses fisika dan kimia tanah juga berhubungan dengan ruang
pori ini seperti air tersimpan, pergerakan air dan zat hara.

4.2.3. Stabilitas Agregat


Stabilitas agregat tanah merupakan ketahanan tanah
terhadap daya-daya yang dapat menimbulkan penghancuran

128 Kompaksi Tanah Pada Lahan Miring


agregat tanah, jadi indek stabilitas agregat tanah dapat
mencerminkan kekuatan struktur tanah. Dari hasil penelitian
ini, ternyata pengaruh lintasan traktor dan kemiringan lahan
secara interaktif sangat nyata mempengaruhi variabel ini.
Oleh karena itu indek stabilitas agregat tanah percobaan
menjadi beragam akibat dari perbedaan frekuensi lintasan
traktor dan kemiringan lahan, serta keragaman indek stabilitas
agregat tanah tersebut dipengaruhi oleh sifat interaktif antara
taraf faktor frekuensi lintasan dengan taraf faktor kemiringan
lahan (Lampiran 15). Sedangkan nilai indek stabilitas agregat
tanah akibat perbedaan frekuensi lintasan traktor pada setiap
tingkat kemiringan lahan dapat dilihat dalam Tabel 8.
Tabel 8. Indek stabilitas agregat tanah akibat perbedaan frekuensi
lintasan traktor pada berbagai kemiringan lahan
Lahan Frekuensi Lintasan Traktor
(%) 0 1 3 5 7 9
99.5 A 81 A 60.5 A 46 A 45.5 B 38 B
0- 5 e d c b b a
127.5 B 101.5 B 101 B 88.5 B 73 C 34.5 AB
6 - 10 e d d c b a
151.5 C 130 C 122.5 C 50.0 A 37.5 A 30 A
11 - 15 f e D c b a
Keterangan: Berdasarkan sidik ragam, LxK teruji nyata. Nilai yang diikuti
oleh huruf yang sama berbeda tidak nyata menurut uji BNT
pada  0.05. Huruf kapital dibaca vertikal dan huruf kecil
dibaca horizontal.
Indek stabilitas agregat tanah pada setiap kemiringan
menunjukkan penurunan secara konsisten seiring dengan

Hasil Penelitian dan Pembahasan 129


meningkatnya frekuensi lintasan traktor yang dicobakan.
Tanpa lintasan dan dengan frekuensi sampai tiga kali lintasan
traktor memperlihatkan indek stabilitas agregat tanah yang
meningkat secara proporsional dengan setiap peningkatan
kemiringan lahan. Setelah frekuensi lintasan traktor
melebihi lima kali lintasan, maka peningkatan atau penurunan
indek stabilitas agregat tanah pada setiap tingkat kemiringan
lahan menjadi tidak konsisten lagi. Indek stabilitas agregat
tanah tertinggi adalah 151,5 pada kemiringan 11 - 15
persen, lebih tinggi dan berbeda nyata dengan indek stabilitas
agregat tanah pada semua frekuensi lintasan lainnya.
Sedangkan indek stabilitas agregat tanah terendah dijumpai
pada kemiringan 11 – 15 persen dengan fekuensi 9 kali
lintasan yaitu 30, berbeda tidak nyata dengan indek stabilitas
agregat pada kemiringan 6 – 10 persen serta nyata dengan
nilai yang terdapat pada kemiringan terendah.
Stabilitas agregat tanah mengalami penurunan dengan
meningkatnya frekuensi lintasan traktor yang diduga karena
pengaruh langsung dari implementasi bajak singkal yang
berupa penghancuran bongkahan dan menghancurkan struktur
tanah pada saat proses lintasan traktor. Dengan demikian
semakin banyak frekuensi lintasan traktor, maka akan
semakin halus agregat tanah tersebut dan semakin lemah
struktur tanahnya. Menurut Baver (1976) semakin banyak
agregat tanah yang terbentuk dan mantap, maka semakin

130 Kompaksi Tanah Pada Lahan Miring


tahan tanah tersebut terhadap erosi. Suatu tanah yang
mempunyai kemantapan agregat besar akan mempunyai
kapasitas infiltrasi minimum lebih besar dibandingkan dengan
kapasitas infiltrasi air pada tanah dengan kemantapan
agregatnya lebih rendah.

4.2.4. Permeabilitas Tanah


Permeabilitas merupakan salah satu sifat fisika tanah
yang menunjukkan laju pergerakan zat cair melalui suatu
media yang berpori-pori yang disebut pula konduktivitas
hidrolik (Miller et al., 1958; dan Bowles, 1984). Dalam hal ini
zat cair adalah air tanah dan media berpori adalah tanah itu
sendiri. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa terjadi
keragaman permeabilitas tanah yang diakibatkan oleh
perbedaan frekuensi lintasan traktor dan kemiringan lahan,
serta keragaman hasil tersebut saling dipengaruhi oleh setiap
level faktor frekuensi lintasan traktor dengan tingkat
kemiringan lahan sebagaimana yang diperlihatkan dalam
Lampiran 15. Sedangkan nilai permeabilitas tanah pada setiap
lintasan traktor dan kemiringan lahan disajikan dalam Tabel
9.

Hasil Penelitian dan Pembahasan 131


Tabel 9. Permeabelitas tanah akibat perbedaan frekuensi lintasan
traktor pada berbagai kemiringan lahan

Lahan Frekuensi Lintasan Traktor


(%) 0 1 3 5 7 9
…………………………cm jam ……………………… -1

0–5 0.57 B 0.41 B 0.08 A 0.08 A 0.08 B 0.04 A


d c b b b a
0.54 A 0.52 C 0.11 B 0.08 A 0.07 AB 0.07 B
6 – 10
c c b a a a
1.15 C 0.13 A 0.08 A 0.06 A 0.05 A 0.06 AB
11 – 15
c c b a a a

Keterangan: Berdasarkan sidik ragam, LxK teruji nyata. Nilai yang diikuti
oleh huruf yang sama berbeda tidak nyata menurut uji BNT
pada  0.05. Huruf kapital dibaca vertikal dan huruf kecil
dibaca horizontal.

Permeabilitas tanah mengalami penurunan dengan


mengikuti peningkatan frekuensi lintasan traktor pada semua
tingkat kemiringan lahan. Permeabilitas tanah tertinggi adalah
1,15 yang dijumpai pada lereng 11 – 15 persen dengan tanpa
lintasan traktor. Kecuali pada frekuensi satu kali lintasan, nilai
tersebut berbeda nyata dengan permeabelitas tanah pada
semua frekuensi lintasan traktor yang dicobakan, dan
demikian pula dengan setiap kemiringan di bawahnya.
Sedangkan permeabelitas terendah terdapat pada kemiringan

132 Kompaksi Tanah Pada Lahan Miring


0 – 5 persen dengan frekuensi sembilan kali lintasan yaitu
0,04, lebih rendah dan berbeda nyata dengan permeabelitas
tanah pada kemiringan 6 – 10 persen dan berbeda tidak nyata
dengan hasil pada kemiringan 11 – 15 persen.
Sejalan dengan bobot isi dan persentase porositas
tanah, maka permeabilitas tanah juga mengalami penurunan
sebagai dampak dari lintasan traktor yang dioperasikan pada
berbagai kemiringan lahan. Proses pengolahan lahan tersebut
secara umum menimbulkan pemadatan tanah, dan perusakan
agregat tanah yang pada akhirnya akan mengganggu stabilitas
agregat dan porositas tanah. Kedua parameter tersebut
merupakan sifat fisika tanah yang terkait erat dengan nilai
permeabilitas tanah. Hal ini senada dengan pendapat Hillel
(1971) yang menyatakan bahwa beberapa faktor yang
mempengaruhi permeabilitas tanah antara lain adalah tekstur,
porositas, serta distribusi ukuran pori, stabilitas agregat,
struktur tanah dan kandungan bahan organik. Struktur tanah
sangat penting dalam menentukan permeabelitas tanah karena
struktur yang mantap dapat mempertahankan ruang pori
sehingga mempermudah air merembes ke dalam tanah.

4.2.5. Konsistensi dan Plastisitas


Konsistensi tanah memperlihatkan kekuatan daya
kohesi butir-butir tanah atau daya adhesi butir-butir tanah
dengan benda lain. Hal ini ditunjukkan oleh daya tahan tanah

Hasil Penelitian dan Pembahasan 133


terhadap gaya yang akan mengubah bentuk (Hardjowigeno,
1993). Russel (1928 dalam Baver et al., 1972) mendefinisikan
konsistensi tanah sebagai suatu istilah untuk menunjukkan
keadaan gaya-gaya fisika dari kohesi dan adhesi yang bekerja
dalam tanah pada berbagai keadaan kelembaban. Sedangkan
Buckman dan Brady (1982) menyatakan konsistensi tanah
dipandang sebagai kombinasi yang dipengaruhi oleh kekuatan
mengikat antara butir-butir tanah. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa konsistensi tanah secara nyata
dipengaruhi oleh faktor interaksi antara frekuensi lintasan
traktor dengan kemiringan lahan sebagaimana yang
ditunjukkan dalam Lampiran 16. Nilai konsistensi tanah
akibat perbedaan frekuensi lintasan traktor yang dijalankan
pada berbagai kemiringan lahan disajikan dalam Tabel 10.
Tabel 10. Konsistensi tanah akibat perbedaan frekuensi lintasan
traktor pada berbagai kemiringan lahan

Lahan Frekuensi Lintasan Traktor


(%) 0 1 3 5 7 9
16.24 C 17.53 B 17.78 B 20.68 B 20.50 B 22.06 B
0–5 a b b c c d
11.00 B 12.93 A 17.50 B 20.50 B 21.22 C 21.63 B
6 – 10
a b c d e f
11 – 15 10.08 A 13.09 A 16.65 A 17.92 A 18.12 A 19.18 A
a b c d d e
Keterangan: Berdasarkan sidik ragam, LxK teruji nyata. Nilai yang diikuti
oleh huruf yang sama berbeda tidak nyata menurut uji BNT
pada  0.05. Huruf kapital dibaca vertikal dan huruf kecil
dibaca horizontal.

134 Kompaksi Tanah Pada Lahan Miring


Berdasarkan Tabel 10 dapat disimpulkan bahwa
konsistensi tanah secara umum terjadi peningkatan seiring
dengan meningkatnya frekuensi lintasan traktor pada variasi
kemiringan lahan. Konsistensi tanah lebih tinggi pada lahan
dengan kemiringan rendah dibandingkan dengan konsistensi
yang terdapat pada lahan dengan kemiringan tinggi.
Fenomena ini diduga erat kaitannya dengan sejarah
penggunaan lahan pada kemiringan tersebut (0 – 5 persen)
yaitu sering digunakan dan dikelola secara intensif untuk
berbagai kepentingan tanaman budidaya. Dengan demikian
dapat diduga bahwa lahan pada kemiringan tersebut telah
mengalami degradasi kesuburan tanah, dalam hal ini
kemungkinan peranan bahan organik yang berfungsi sebagai
media pemegang air tanah dan bahan perekat antara fraksi
tanah telah mengalami kemunduran karana proses
dekomposisi yang intensif. Konsekuensinya, disamping
terjadi migrasi fraksi liat ke lapisan tanah lebih dalam dan
hilangnya bahan organik tanah, juga menimbulkan kompaksi
sebagai efek kompresi dari penggunaan alat mekanisasi
pertanian sebelumnya.
Dugaan tersebut searah dengan pendapat
Hardjowigeno (1992) bahwa kadar air tanah juga
berhubungan erat dengan konsistensi dan plastisitas tanah.
Konsistensi tanah menunjukkan kekuatan daya kohesi butir-
butir tanah atau daya adhesi butir-butir tanah dengan benda

Hasil Penelitian dan Pembahasan 135


lain. Hal ini terlihat oleh daya tahan tanah terhadap gaya yang
akan mengubah bentuk tanah. Bahan organik dan liat berperan
sebagai media yang berfungsi untuk melawan gaya-gaya yang
datang baik dari dalam tanah itu sendiri ataupun dari luar
sistem tanah.
Menurut Nichols et al., (1958) gaya kohesi tanah
berbanding terbalik dengan kelembaban tanah untuk jumlah
dan ukuran partikel yang sama. Sedangkan gaya adhesi tanah
dengan logam berbanding langsung dengan kandungan koloid
tanah. Dalam kasus di atas kandungan bahan organik, yang
berperan sebagai media penyimpan air, dan liat sebagai
perekat antara fraksi tanah telah mengalami kemunduran,
sehingga diperoleh nilai konsistensi tanah pada lahan dengan
kemiringan 0 – 5 persen lebih tinggi dibandingkan dengan
konsistensi tanah pada kedua lahan lainnya dengan tingkat
kemiringan yang berbeda-beda.
Bahan organik juga merupakan sumber energi bagi
aktifitas mikroorganisme dalam tanah, dimana aktifitas
biologi tersebut dapat memperbaiki kemantapan struktur
tanah, aerasi tanah dan meningkatkan daya memegang air.
Apabila faktor-faktor lain sama, maka tanah yang berbahan
organik rendah akan lebih mudah tererosi (Widiarso, 1986).
Istilah plastisitas menggambarkan kemampuan tanah
untuk berdeformasi pada volume tetap tanpa terjadi retakan
atau remahan (Craig, 1991). Bowles (1989) dan Hardiyatmo

136 Kompaksi Tanah Pada Lahan Miring


(2002) menambahkan bahwa batas plastis didefinisikan
sebagai kadar air tanah pada kedudukan antara daerah plastis
dan semi plastis, yaitu presentase kadar air dimana tanah
dengan diameter 3,2 mm mulai retak-retak ketika digulung.
Batas plastis secara kasar didefinisikan sebagai kadar air
dimana selapis tanah yang digulung sampai berdiameter 3 mm
akan putus atau terpisah. Batas plastis merupakan batas antara
tanah dengan keadaan semi plastis dan tanah dengan keadaan
plastis. Metode penentuan batas plastis dikembangkan oleh
Casagrande, sedangkan indeks plastisitas adalah perbedaan
antar batas cair dan batas plastis suatu tanah (Sapei et al.,
1990).
Apabila tanah plastis dalam keadaan lembab,
kemudian bergerak menuju keadaan kering, akan melalui
tahapan-tahapan: lekat, plastis, remah dan keras. Keadaan
remah memberikan kondisi yang optimum untuk pengolahan
tanah. Pemadatan tanah oleh alat-alat pengolahan tanah
disebabkan oleh pengerjaan tanah pada keadaan terlalu basah.
Namun pengolahan pada tanah kering akan memberikan hasil
yang terlalu hancur (Bainer dan Barger, 1952). Hasil
penelitian menunjukkan bahwa frekuensi lintasan traktor
berpengaruh nyata secara mandiri terhadap plastisitas tanah,
dengan lain perkataan plastisitas tanah beragam hanya karena
perbedaan frekuensi lintasan traktor. Nilai plastisitas rata-rata

Hasil Penelitian dan Pembahasan 137


akibat perbedaan frekuensi lintasan traktor tanah dapat dilihat
dalam Tabel 11.

Tabel 11. Plastisitas tanah akibat perbedaan frekuensi lintasan


traktor pada berbagai kemiringan lahan

Lahan Frekuensi Lintasan Traktor


(%) 0 1 3 5 7 9
0–5 28.90 27.95 24.80 26.60 29.60 26.35
6 – 10 29.50 30.25 27.80 27.20 25.45 26.25
11 – 15 30.50 29.40 30.40 28.0 25.30 26.00
Rata-rata 29.63 c 29.20 c 27.67 b 27.27 ab 26.78 ab 26.20 a

Keterangan: Berdasarkan sidik ragam, L teruji nyata. Nilai yang diikuti


oleh huruf yang sama berbeda tidak nyata menurut uji BNT
pada  0.05. Huruf kapital dibaca vertikal dan huruf kecil
dibaca horizontal.

Plastisitas tanah mengalami penurunan dengan


mengikuti penurunan frekuensi lintasan traktor sehingga
diperoleh nilai plastisitas yang berkisar antara 26,20 sampai
29,63. Frekuensi satu kali lintasan dan tanpa lintasan traktor
menunjukkan nilai plastisitas tanah yang sama atau berbeda
tidak nyata, lebih tinggi dan berbeda nyata dibandingkan
dengan plastisitas tanah pada frekuensi lintasan traktor
lebih tinggi dari itu. Frekuensi tiga kali sampai tujuh kali
lintasan traktor menunjukkan plastisitas tanah yang seragam

138 Kompaksi Tanah Pada Lahan Miring


atau sama dan lebih tinggi dari plastisitas yang terdapat pada
frekuensi sembilan kali lintasan. Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa semakin banyak frekuensi lintasan traktor
pada semua tingkat kemiringan yang dicobakan, maka akan
semakin rendah nilai plastisitas tanah tersebut.
Partikel koloid liat dalam tanah bertindak sebagai
pelumas antara partikel-partikel yang lebih kasar dan
mengurangi gesekan-gesekan (Buckman dan Brady, 1982).
Sedangkan Bainer dan Barger (1952) menjelaskan bahwa
batas plastis bawah bertambah dengan bertambahnya
kandungan koloid tanah atau liat, hal ini disebabkan oleh
komposisi kimia koloid dan ditambah dengan adanya bahan
organik tanah. Pasir atau tanah-tanah dengan kandungan liat
kurang dari 15 – 20 persen pada umumnya tidak plastis.
Baver et al., (1972) menjelaskan bahwa pada
kelembaban yang rendah, tanah akan keras dan bergumpal-
gumpal karena perekatan antara partikel-partikel kering tanah.
Bila tanah pada keadaan ini diolah (dibajak) maka akan
timbul bongkahan-bongkahan tanah. Bila kelembaban tanah
ditingkatkan, maka molekul-molekul air diikat pada
permukaan pertikel-pertikel tanah dan menurunkan bentuk
gumpalan dan memberikan keadaan remah pada tanah. Pada
daerah remah ini, pengolahan tanah memberikan hasil yang
optimum. Kemudian bila air ditambah, kohesi lapisan air di

Hasil Penelitian dan Pembahasan 139


sekitar partikel tanah akan menyebabkan tanah menjadi lekat
dan menjadi plastis; disini tanah akan mudah melumpur.
Kramadibrata (2000), menyatakan dalam interval
kelembaban antara batas kering dan batas plastik fraksi tanah
mineral menjadi sangat lengket dan berat untuk diolah. Pada
rentang batas kering, satuan tanah menjadi keras, sehingga
daya yang dibutuhkan untuk mengolah tanah menjadi besar
sekali dan dapat merusak alat pengolah tanah (bajak) yang
digunakan. Sedang pada kondisi kadar air tanah melampaui
batas cairnya, kondisi fisik tanah menjadi lunak dan terdispersi,
dimana sifat kohesif dan adhesifnya menurun, sehingga bajak
dapat menembusnya dengan draft tanah dan ketahanan gesek
relatif jauh lebih rendah dari pada kondisi plastiknya.

4.3. Sifat Mekanika Tanah


4.3.1. Tahanan Penetrasi Tanah
Tahanan penetrasi tanah menggambarkan tingkat
kekerasan tanah yang secara aplikatif terkait dengan
kemampuan akar tanaman untuk menembus kolom tanah.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa tahanan penetrasi tanah
secara interaktif sangat nyata dipengaruhi oleh faktor lintasan
traktor dan kemiringan lahan, dengan lain perkataan tahanan
penetrasi tanah bervariasi akibat beragamnya frekuensi
lintasan traktor dan kemiringan lahan serta keragaman nilai

140 Kompaksi Tanah Pada Lahan Miring


tersebut juga dipengaruhi oleh sifat interaksi antara taraf
faktor satu dengan taraf faktor lainnya. Rata-rata nilai tahanan
penetrasi tanah akibat keragaman frekuensi lintasan traktor
pada setiap kemiringan lahan disajikan dalam Tabel 12.
Tabel 12 memperlihatkan bahwa kecuali pada frekuensi
satu, tiga, dan tujuh kali lintasan traktor, tahanan penetrasi
tanah mengalami penurunan seiring dengan meningkatnya
kemiringan lahan. Selain itu juga diketahui, tahanan penetrasi
tanah mengalami peningkatan dengan mengikuti peningkatan
frekuensi lintasan traktor pada setiap kemiringan lahan yang
dicobakan. Tahanan penetrasi tanah tertinggi mencapai 1,29
MPa yang terdapat pada kemiringan 0 – 5 persen dengan
frekuensi sembilan kali lintasan, berbeda nyata dengan
tahanan penetrasi pada berbagai perlakuan frekuensi lintasan
traktor dan kemiringan lahan. Sedangkan tahanan penetrasi
tanah terendah (0,52 MPa) dijumpai pada kemiringan 11 – 15
persen dengan tanpa lintasan traktor, juga berbeda nyata
dengan nilai tahanan penetrasi pada berbagai frekuensi
lintasan traktor dan kemiringan lahan.

Hasil Penelitian dan Pembahasan 141


Tabel 12. Tahanan penetrasi tanah pada berbagai frekuensi
lintasan traktor dan kemiringan lahan
Lahan Frekuensi Lintasan Traktor
(%) 0 1 3 5 7 9
………………………… (MPa) ……………………..
0.73 B 0.74 AB 0.73 A 0.92 B 0.88 A 1.29 C
0-5
a a a b b c
0.71 B 0.66 A 0.75 A 0.73 A 1.12 B 0.81 A
6 – 10
ab a bc ab d c
0.52 A 0.76 B 0.79 A 0.93 B 0.90 A 1.10 B
11 – 15
a b b c c d
Keterangan: Berdasarkan sidik ragam, LxK teruji nyata. Nilai yang diikuti
oleh huruf yang sama berbeda tidak nyata menurut uji BNT
pada  0.05. Huruf kapital dibaca vertikal dan huruf kecil
dibaca horizontal.

Tahanan penetrasi tanah yang diamati setelah aplikasi


lintasan traktor meningkat dengan meningkatnya frekuensi
lintasan traktor. Hal ini diperkirakan karena telah terjadi
kompaksi tanah akibat aktivitas pengolahan tanah pada saat
lintasan traktor berlangsung. Akibatnya semakin tinggi
frekuensi lintasan traktor, maka akan semakin tinggi pula
pemadatan yang pada akhirnya akan terjadi peningkatan
tahanan penetrasi tanah. Berkaitan dengan hal ini, Chancellor
dan Smith (1962) menyatakan bahwa jika tanah mempunyai
bobot isi yang relatif tinggi, maka akan mempunyai nilai

142 Kompaksi Tanah Pada Lahan Miring


tahanan penetrasi atau tahanan pemadatan yang lebih tinggi,
apabila dibandingkan dengan tanah yang memiliki bobot isi
rendah.
Menurut Shaw (1986) besarnya tahanan penetrasi
tanah dapat disebabkan oleh tekanan (compression) dan
gesekan antara tanah dengan logam, serta terdapat
peningkatan tahanan penetrasi tanah dengan menurunnya
kelembaban tanah. Jika jarum penetrometer atau akar
tanaman menembus tanah, maka tanah akan memberikan
reaksi untuk menahan (menghambat) masuknya jarum
tersebut. Pada saat pergerakan jarum, tanah akan mengalami
keruntuhan dalam bentuk geseran, padatan dan pemadatan.
Jadi tahanan terhadap penetrasi yang diberikan tanah kepada
jarum yang bergerak adalah gabungan parameter gesekan
tanah, tarik, pemadatan dan gesekan antara tanah dan logam.
Tetapi komponen tarik hanya berperan jika tanah kering atau
kandungan air rendah, sehingga pada kandungan air tinggi
indeks penetrometer hanya ditentukan oleh geseran dan
pemadatan (Islami dan Utomo, 1995).
Kemampuan tanah untuk bertahan terhadap usaha
perubahan bentuk disebut kekuatan tanah dan diukur dengan
satuan tekanan yaitu Pascal yang biasa disingkat Pa. Jadi
kekuatan tanah dapat diberi pengertian sebagai besarnya
tekanan pada saat awal terjadinya keruntuhan (initial failure).
Sebelum terjadi keruntuhan, tanah telah mengalami perubahan

Hasil Penelitian dan Pembahasan 143


bentuk dan disebut dengan “regangan” (strain), yaitu nisbah
antara pertambahan atau pengurangan panjang atau volume,
karena tekanan dengan panjang atau volume semula dan
dinyatakan dalam satuan persen. Dengan demikian, regangan
merupakan ukuran perubahan bentuk. Oleh karena indeks
penetrometer merupakan kombinasi dari kekuatan geser,
kekuatan tarik dan pemadatan, maka sifat tanah yang
mempengaruhi komponen kekuatan tersebut juga akan
berpengaruh terhadap tahanan penetrasi. Jadi tahanan
penetrasi akan dipengaruhi oleh tekstur tanah, kandungan dan
jenis liat, bobot isi tanah dan kandungan air tanah (Islami dan
Utomo, 1995).

4.3.2. Tahanan Gesek Tanah


Tahanan gesek tanah merupakan besarnya tahanan
dalam maksimum tanah untuk menahan gesekan antara
partikel-partikel tanah, yaitu tahanan untuk menggelincir
antara tanah dengan tanah (Baver et al., 1972). Menurut Shaw
(1986), komponen-komponen tahanan tanah adalah kohesi
dan gesekan dalam tanah. Kedua komponen ini dinyatakan
langsung dengan kombinasi faktor fisik dan kimia fisik.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa tahanan gesek
tanah sangat nyata dipengaruhi oleh perlakuan frekuensi
lintasan traktor dan kemiringan lahan. Hal ini berarti tahanan
gesek tanah terjadi keragaman sebagai akibat dari

144 Kompaksi Tanah Pada Lahan Miring


bervariasinya frekuensi lintasan traktor dan kelerengan tanah
dan variasi nilai tersebut juga ditentukan oleh sifat
ketergantungan antara taraf faktor frekuensi lintasan traktor
dengan taraf kemiringan lahan seperti yang ditunjukkan dalam
Lampiran 15. Sedangkan rata-rata nilai tahanan gesek tanah
akibat keragaman frekuensi lintasan traktor pada setiap
tingkat kemiringan lahan dapat dilihat dalam Tabel 13.

Tabel 13. Tahanan gesek tanah pada berbagai frekuensi lintasan


traktor dan kemiringan lahan
Lahan Frekuensi Lintasan Traktor
(%) 0 1 3 5 7 9
………………………. (MPa) …………………….
0–5 0.88 B 0.40 A 0.02 A 0.18 A 0.53 B 0.35 A
e c a b d c
6 – 10 0.10 A 0.68 B 0.31 B 0.25 B 0.14 A 0.37 A
a e c b a d
11 – 15 0.05 A 0.67 B 0.73 C 0.51 C 0.10 A 0.83 B
a c d b a e

Keterangan: Berdasarkan sidik ragam, LxK teruji nyata. Nilai yang diikuti
oleh huruf yang sama berbeda tidak nyata menurut uji BNT
pada  0.05. Huruf kapital dibaca vertikal dan huruf kecil
dibaca horizontal.
Tahanan gesek tanah akibat perlakuan frekuensi
lintasan traktor pada setiap kemiringan lahan berkisar antara
0.05 MPa sampai 0,88 MPa. Pada kemiringan 0 – 5 persen,

Hasil Penelitian dan Pembahasan 145


tahanan gesek tanah menunjukkan penurunan dengan
meningkatnya frekuensi lintasan traktor sehingga diperoleh
tahanan gesek terendah pada lereng ini sebesar 0.02 MPa,
berbeda nyata dengan nilai tahanan gesek yang terdapat pada
semua frekuensi lintasan dan kemiringan di bawahnya.
Tahanan gesek tanah terendah pada kemiringan 6 – 10 persen
terdapat pada tanpa lintasan yang berbeda nyata dengan
semua frekuensi lintasan traktor lain, kecuali dengan
frekuensi tujuh kali lintasan. Fenomena ini juga terjadi pada
kemiringan lahan 11 – 15 persen. Kecuali pada kemiringan 0
– 5 persen, frekuensi lintasan traktor dapat meningkatkan
tahanan gesek tanah.
Terjadi peningkatan tahanan gesek tanah akibat
frekuensi lintasan traktor pada ketiga tingkat kemiringan
lahan diduga karena pengaruh nilai plastisitas tanah. Dengan
demikian juga terkait erat dengan kapasitas kandungan air
tanah serta beberapa sifat fisika tanah seperti tekstur dan
bahan organik tanah. Tanah yang beragregasi dengan
kandungan air tinggi, perubahan volume terjadi karena
perubahan sifat plastisitas (Davis et al., 1973). Perubahan
bentuk plastisitas terjadi jika tekanan yang diberikan melebihi
kekuatan gesek tanah. Sedangkan pada tanah yang
beragregasi kering terjadi kompresi jika agregat tanah
mengalami perpecahan, dalam hal ini tekanan yang diberikan
harus lebih besar dari kekuatan tarik tanah (Dexter, 1975 dan

146 Kompaksi Tanah Pada Lahan Miring


Kezdi, 1979). Oleh karena itu semua faktor yang berpengaruh
terhadap kekuatan gesek dan kekuatan tarik tanah akan
mempengaruhi pula terhadap tahanan pemadatan tanah.
Faktor-faktor dimaksud adalah termasuk tekstur, jenis liat,
kandungan air tanah, dan macam kation.
Baver et al. (1972) menyatakan bahwa nilai gesekan
dari tanah plastis bertambah setaraf dengan besarnya tekanan
normal yang bekerja pada permukaan gesek tanah. Pada
tanah-tanah lepas (unconsolidated soil) penambahan
kelembaban tanah sampai batas plastis akan meningkatkan
nilai gesekan tanah dan menurun setelah batas cairnya.
Kemudian Baver et al. (1972) menambahkan bahwa nilai
gesekan sebanding dengan indeks plastisitas tanah.

4.4. Erodibilitas dan Infiltrasi


4.4.1. Erodibilitas Tanah
Erodibilitas tanah dapat menggambarkan kepekaan
tanah untuk menahan terhadap gaya-gaya yang menimbulkan
erosi. Nilai erodibilitas tanah yang diamati setelah aplikasi
lintasan traktor terjadi keragaman sebagai akibat
bervariasinya frekuensi lintasan dan kemiringan lahan
.Ternyata erodibilitas tanah sangat nyata dipengaruhi secara
interaktif oleh perlakuan lintasan traktor dan kemiringan
lahan. Adapun nilai erodibilitas tanah akibat keragaman

Hasil Penelitian dan Pembahasan 147


frekuensi lintasan traktor dan kemiringan lahan dapat dilihat
dalam Tabel 14.

Tabel 14. Erodibilitas tanah setelah perlakuan frekuensi lintasan


traktor dan berbagai kemiringan lahan
Lahan Frekuensi Lintasan Traktor
(%) 0 1 3 5 7 9
0.20 B 0.18 B 0.31 C 0.32 C 0.19 B 0.19 B
0-5
a a b b a a
0.22 B 0.15 A 0.23 B 0.18 B 0.19 B 0.21 B
6 - 10
d a d b bc cd
0.16 A 0.17 AB 0.16 A 0.15 A 0.15 A 0.16 A
11 - 15
a a a a a a

Keterangan: Berdasarkan sidik ragam, LxK teruji nyata. Nilai yang diikuti
oleh huruf yang sama berbeda tidak nyata menurut uji BNT
pada  0.05. Huruf kapital dibaca vertikal dan huruf kecil
dibaca horizontal.

Pada Tabel 14 terlihat bahwa pada kemiringan lahan


0–5 persen terjadi peningkatan erodibilitas tanah sejalan
dengan meningkatnya frekuensi lintasan traktor sampai pada
frekuensi lima kali lintasan, namun berbeda tidak nyata
dengan erodibilitas pada tiga kali lintasan. Peningkatan
frekuensi lintasan traktor sampai lebih dari tujuh kali lintasan
memperlihatkan erodibilitas yang sama dengan tanpa lintasan
dan frekuensi satu kali lintasan. Erodibilitas tanah pada
kemiringan 6 – 10 persen mengalami penurunan dengan

148 Kompaksi Tanah Pada Lahan Miring


meningkatnya frekuensi lintasan traktor sehingga diperoleh
erodibilitas tanah terendah pada lereng tersebut yakni sebesar
0,18 yang berbeda tidak nyata dengan erodibilitas tanah pada
frekuensi tujuh kali lintasan. Sedangkan erodibilitas tanah
pada kemiringan lahan lebih dari 10 persen relatif tidak
dipengaruhi oleh setiap taraf frekuensi lintasan, artinya
erodibilitas tanah pada kemiringan tersebut relatif sama
atau berbeda tidak nyata akibat beragamnya frekuensi
lintasan traktor. Selain itu, kecuali pada tanpa lintasan traktor,
juga terlihat erodibilitas tanah cenderung mengalami
penurunan dengan peningkatan kemiringan lahan baik pada
frekuensi lintasan traktor rendah ataupun tinggi.
Adanya penurunan erodibilitas tanah sampai batas
frekuensi tiga kali lintasan diperkirakan ada hubungannya
dengan indek stabilitas agregat tanah, bahan organik tanah
serta kemiringan lereng. Frekuensi lintasan traktor yang lebih
tinggi diprediksi di samping merusak struktur tanah secara
intensif, juga menimbulkan dampak pemadatan tanah dari
gaya traktor yang digunakan untuk mengolah tanah.
Akibatnya baik secara langsung ataupun tidak langsung laju
infiltrasi air pada frekuensi lintasan traktor yang tinggi
cenderung mengurangi laju infiltrasi air ke dalam tanah.
Morgan (1980) menerangkan bahwa erodibilitas tanah
adalah ketahanan tanah terhadap proses penghancuran dan
pengangkutan oleh aliran permukaan, dimana kepekaan erosi

Hasil Penelitian dan Pembahasan 149


tanah tergantung pada posisi topografi, kemiringan lereng dan
tingkat gangguan manusia. Dalam kontek ini, Donahue et al.
(1977) menjelaskan bahwa Ketahanan tanah untuk terdispersi
dan kemampuan tanah menyerap air menentukan proses
terjadinya erosi, yang meliputi : (1) penghancuran dan
pelepasan struktur tanah menjadi butir-butir primer oleh
energi tumbukan air hujan yang jatuh, (2) penghanyutan
butir-butir tanah yang sudah lepas oleh aliran permukaan.
Sedangkan Baver (1972) menyatakan bahwa pengaruh sifat
tanah terhadap erosi ditentukan oleh kapasitas infiltrasi dan
mudah tidaknya tanah terdispersi. Mudah tidaknya tanah
terdispersi mempunyai hubungan yang erat dengan agregasi
tanah, dimana agregat yang lebih besar dan stabil akan tahan
terhadap dispersi.
Ketergantungan antara aliran air permukaan, infiltrasi,
absorbsi dan erosi tidak hanya dipengaruhi oleh lereng, iklim,
tanah dan vegetasi, tetapi juga perubahan kondisi permukaan
tanah dan lapisan bawahnya (Bennet, 1955). Menurut
Soepardi (1979) ada dua sifat tanah yang menonjol dalam
mempengaruhi erosi yaitu kapasistas infiltrasi dan stabilitas
struktur tanah, dimana keduanya saling kait mengait.
Selanjutnya Stallings (1959) mengungkapkan bahwa sifat dan
ciri tanah yang mempengaruhi erosi dan aliran permukaan
adalah tekstur tanah, struktur tanah, kandungan bahan
organik, sifat dari lapisan bawah, kedalaman lapisan kedap

150 Kompaksi Tanah Pada Lahan Miring


serta tingkat kesuburan tanah. Widiarso (1986) menjelaskan
bahwa meningkatnya intensitas hujan akan memperbesar
aliran permukaan, tetapi hubungannya tidak linier. Ketidak
linieran tersebut disebabkan oleh adanya penurunan kapasitas
infiltrasi dari tanah, dimana peningkatan intensitas hujan
menyebabkan akumulasi pada permukaan tanah. Adanya
akumulasi tersebut mengakibatkan tersumbatnya pori-pori
tanah sehingga infiltrasi berkurang, dengan demikian
peningkatan intensitas hujan tidak proporsional secara linier
dengan aliran permukaan.
Sifat-sifat fisika tanah seperti struktur, tekstur,
kandungan bahan organik, kelembaban, dan bobot isi
berperan dalam pengendalian kapasitas infiltrasi air ke dalam
tanah serta menentukan tingkat stabilitas agregat tanah. Oleh
karena itu, baik secara langsung ataupun tidak langsung sifat-
sifat fisika tanah tersebut juga turut serta dalam menentukan
tinggi rendahnya erosi tanah (Schwab et al., 1981).
Menurut Arsyad (1983) sifat-sifat tanah yang
mempengaruhi erosi adalah tekstur, struktur, kandungan
bahan organik, kedalaman solum, sifat tanah lapisan bawah,
dan tingkat kesuburan tanah. Sedangkan menurut Foth (1978),
sifat-sifat tanah yang mempengaruhi erosi adalah pori-pori
tanah, stabilitas agregat, tekstur, lapisan kedap dan persen liat.
Widiarso (1986) mengemukakan bahwa kepekaan erosi tanah
dipengaruhi oleh : (1) kecepatan infiltrasi, permeabilitas, total

Hasil Penelitian dan Pembahasan 151


kapasitas simpan air; (2) daya tahan terhadap dispersi,
perusakan, pengikisan dan kemampuan pengangkutan aliran
permukaan. Baver et al. (1972) menyatakan bahwa tanah
yang peka erosi umumnya mempunyai agregat berukuran
kecil, sedangkan tanah yang tidak peka terhadap erosi
agragatnya berukuran besar. Hal ini disebabkan agregat yang
lebih besar akan memperbesar permeabilitas dan infiltrasi.
Troeh et al. (1980), menjelaskan bahwa kerusakan
struktur tanah disebabkan oleh (1) tanah bagian bawah yang
pada umumya mempunyai porositas dan granulasi yang lebih
buruk dari pada lapisan atas, oleh proses erosi dapat tersembul
ke atas permukaan, setelah lapisan atas hilang, (2) pukulan
butiran hujan yang menyebabkan penghancuran agregat di
permukaan sehingga tanah menjadi padat, (3) perkolasi air
hujan membawa suspensi partikel tanah yang dapat
menyumbat pori tanah, sehingga permeabilitas dan infiltrasi
menjadi rendah. Agregat yang mantap sulit terpecah dan
terangkut disamping lebih permiabel. Pada ukuran struktur
yang sama, agregat yang lebih baik akan menjamin
pergerakan air yang lebih cepat dari pada agregat yang lebih
buruk. Oleh sebab itu, tanah dengan struktur mantap akan
lebih tahan terhadap erosi, Kemantapan struktur mempunyai
pengaruh yang negatif terhadap kepekaan erosi tanah, atau
semakin mantap struktur tanah maka semakin rendah
kepekaan erosi tanahnya. Suwardjo (1981), menambahkan

152 Kompaksi Tanah Pada Lahan Miring


tanah-tanah yang peka erosi biasanya mempunyai agregat
berukuran kecil, sedangkan tanah-tanah yang tidak peka erosi
agregatnya berukuran lebih besar.

4.4.2. Infiltrasi air


Kapasitas infiltrasi air tanah mengarah kepada
banyaknya air tanah yang dapat melewati kolom tanah dalam
satuan waktu tertentu, sedangkan laju infiltrasi tanah
merupakan kecepatan air yang dapat melalui kolom tanah
dalam satuan waktu tertentu sehingga dinyatakan dalam (cm
jam-1). Laju infiltrasi air tanah sangat nyata dipengaruhi
secara interaktif oleh frekuensi lintasan traktor dan kelerengan
tanah. Hal ini dapat berarti bahwa laju infiltrasi air tanah
terjadi keragaman karena variasi frekuensi lintasan traktor dan
kelerengan tanah, serta variasi nilai tersebut saling
dipengaruhi oleh sifat ketergantungan antara taraf frekuensi
lintasan dengan taraf kemiringan lahan. Sedangkan nilai laju
infiltrasi pada setiap frekuensi lintasan traktor dan kemiringan
lahan dapat dilihat dalam Tabel 15.

Hasil Penelitian dan Pembahasan 153


Tabel 15. Laju infiltasi air tanah setelah lintasan traktor pada
berbagai kemiringan lahan
Lahan Frekuensi lintasan traktor
(%) 0 1 3 5 7 9
……………………….. (cm jam-1) ………………………
24.82 A 23.69 B 3.08 A 23.91 B 18.87 C 13.88 B
0- 5
d d a d c b
38.26 C 22.51 B 2.85 A 2.01 A 1.28 A 1.65 A
6 – 10
c b a a a a
29.65 B 17.76 A 1.59 A 0.70 A 16.83 B 0.80 A
11 – 15
c b a a b a

Keterangan: Berdasarkan sidik ragam, LxK teruji nyata. Nilai yang diikuti
oleh huruf yang sama berbeda tidak nyata menurut uji BNT
pada  0.05. Huruf kapital dibaca vertikal dan huruf kecil
dibaca horizontal.

Laju infiltrasi air setelah perlakuan lintasan traktor


menunjukkan penurunan yang konsisten dengan peningkatan
frekuensi lintasan sampai pada tiga kali lintasan dan
fenomena ini berlaku pada semua tingkat kelerengan tanah.
Kecuali pada kemiringan 6 - 10 persen, peningkatan frekuensi
lintasan traktor menimbulkan laju infiltrasi air yang tidak
konsisten dengan peningkatan frekuensi lintasan yang diamati
setelah perlakuan tersebut dicobakan. Laju infiltrasi terendah
pada kemiringan 0 – 5 persen ditemukan pada frekuensi tiga

154 Kompaksi Tanah Pada Lahan Miring


kali lintasan yang berbeda tidak nyata dengan laju infiltrasi
yang terdapat pada setiap kemiringan lainnya. Selain itu juga
diketahui bahwa laju infiltrasi air yang diamati setelah
perlakuan lintasan menunjukkan penurunan seiring dengan
meningkatnya kemiringan lahan, namun demikian hal ini
tidak berlaku pada tanpa lintasan.
Laju infiltrasi air tanah yang diamati setelah tanaman
kedelai dipanen secara interaksi sangat nyata dipengaruhi oleh
perlakuan lintasan traktor dan kemiringan lahan. Hal ini
menunjukkan bahwa laju infiltrasi air tanah setelah kedelai
dipanen sangat beragam sebagai akibat perbedaan frekuensi
lintasan traktor dan kemiringan lahan, serta keragaman nilai
variabel tersebut saling ditentukan oleh sifat interaktif antara
level perlakuan pertama dengan level perlakuan lainnya
seperti yang ditunjukkan dalam Lampiran 15. Adapun laju
infiltrasi air setelah tanaman kedelai dipanen selengkapnya
dapat dilihat dalam Tabel 16.
Laju infiltrasi air tanah yang diamati setelah tanaman
kedelai dipanen berkisar antara 10,93 cm jam-1 sampai 83,75
cm jam-1. Laju infiltrasi air tertinggi dijumpai pada
kemiringan 6 – 10 persen dengan frekuensi satu kali lintasan
traktor, berbeda nyata dengan laju infiltrasi yang terdapat
pada semua frekuensi lintasan lainnya dan pada tingkat
kemiringan lahan di atas dan di bawahnya. Laju infiltrasi air
pada kemiringan tersebut mengalami penurunan dengan

Hasil Penelitian dan Pembahasan 155


Tabel 16. Laju infiltasi air tanah setelah panen kedelai pada
berbagai frekuensi lintasan traktor dan berbagai
kemiringan lahan
Lahan Frekuensi lintasan traktor
(%) 0 1 3 5 7 9
……………………….. (cm jam-1) ………………………
24.82 A 76.18 B 43.90 B 65.46 C 50.71 B 66.98 B
0- 5
a e b d c d
38.26 C 83.75 C 44.82 B 19.74 B 32.60 A 64.53 AB
6 – 10
c f d a b e
29.65 B 28.82 A 31.08 A 10.93 A 61.83 C 62.66 A
11 – 15
b b b a c c

Keterangan: Berdasarkan sidik ragam, LxK teruji nyata. Nilai yang diikuti
oleh huruf yang sama berbeda tidak nyata menurut uji BNT
pada  0.05. Huruf kapital dibaca vertikal dan huruf kecil
dibaca horizontal.

meningkatnya frekuensi lintasan traktor sampai lima kali


lintasan. Peningkatan frekuensi lintasan traktor lebih dari lima
kali lintasan menunjukkan kecenderungan peningkatan
kembali dengan peningkatan frekuensi lintasan traktor, namun
peningkatan tersebut masih lebih rendah dibandingkan laju
infiltrasi pada frekuensi lintasan lima kali. Sedangkan laju
infiltrasi terendah dijumpai pada kemiringan 11 – 15 persen
dengan frekuensi lima kali lintasan yang ternyata berbeda

156 Kompaksi Tanah Pada Lahan Miring


nyata dengan nilai laju infiltrasi pada semua perlakuan
lainnya baik dengan frekuensi lintasan traktor maupun dengan
kemiringan lahan.
Laju infiltrasi air pada kemiringan 0 – 5 persen yang
diamati setelah tanaman kedelai dipanen mengalami
penurunan dengan meningkatnya frekuensi lintasan traktor,
dimana laju infiltrasi air tertinggi adalah 76,18 cm jam-1 pada
frekuensi satu kali lintasan. Sedangkan pada kemiringan 11–
15 persen menunjukkan kecenderungan peningkatan laju
infiltrasi meskipun terjadi peningkatan frekuensi lintasan
traktor sehingga diperoleh laju infiltrasi air tertinggi pada
kemiringan tersebut yang mencapai 62,66 cm jam-1.
Tekstur tanah merupakan aspek penting untuk
mengendalikan dinamika kapasitas dan laju infiltrasi air ke
dalam tanah dan permeabilitas, serta daya tahan tanah itu
sendiri terhadap berbagai gaya dari luar dan dari dalam tanah.
Indikator ini yang terdiri dari fraksi liat, debu, dan pasir
menentukan pengendalian distribusi tata udara dan air tanah.
Tanah yang mempunyai kandungan liat sedang sampai tinggi
berkapasitas infiltrasi rendah, karena ruang pori yang besar
sedikit, sehingga jumlah aliran permukaan akan tinggi.
Namun demikian tanah seperti ini akan mempunyai stabilitas
agregat yang tinggi dan sukar untuk dihancurkan. Tanah yang
banyak mengandung pasir akan mudah dipecah dan dikikis,
tetapi sukar untuk diangkut dan mempunyai stabilitas agregat

Hasil Penelitian dan Pembahasan 157


yang rendah serta kapasitas infiltrasi yang tinggi, sehingga
jumlah aliran permukaan akan lebih kecil. Lainnya halnya bila
tanah tersebut banyak mengandung debu, maka tanah ini akan
mudah dikikis dan diangkut yang berakibat erosi akan lebih
mudah terjadi (Gustafson, 1941 dalam Arifin, 1982).
Arsyad (1989) menyatakan bahwa kerusakan tanah
akibat dari pengolahan tanah seperti pemadatan (compaction)
dapat menimbulkan kemunduran kondisi fisika dan mekanika
tanah seperti memburuknya kapasitas infiltrasi dan
kemampuan menahan air, meningkatnya kepadatan dan
keketahanan penetrasi tanah dan berkurangnya kemantapan
agregat yang pada akhirnya menyebabkan pertumbuhan dan
produksi tanaman menurun.
Buckman dan Brady (1969) menegaskan bahwa
kematapan struktur tanah di lapisan atas sangat menentukan
kapasitas infiltrasi. Kapasitas infiltrasi pada tanah yang
berstruktur tidak mantap lebih kecil dibandingkan dengan
kapasitas infiltrasi air pada tanah dengan struktur mantap. Hal
ini dikarenakan timbulnya kerusakan struktur tanah oleh air
hujan, sehingga memperkecil ruang pori air tersedia. Menurut
Hillel (1971), bahan yang berperan sebagai semen untuk
membentuk agregat yang mantap adalah tipe liat dan bahan
organik tanah.
Pada dasarnya laju infiltrasi air hujan ke dalam tanah
dapat dipertahankan, jika porositas tanah dapat terpelihara

158 Kompaksi Tanah Pada Lahan Miring


dengan baik. Kohnke dan Bertrand (1978) menyatakan bahwa
tanah dengan agregat mantap dapat mempertahankan
kapasitas infiltrasi dengan baik. Kandungan bahan organik
tanah dapat mempengaruhi kapasitas infiltrasi tanah
sebagaimana yang telah disampaikan oleh Wischmeier dan
Mannering (1969), bahwa kapasitas infiltrasi air dapat
meningkat dengan bertambahnya kadar bahan organik tanah.
Selain itu, Soepardi (1979) menyatakan bahwa tekstur
tanah menentukan kapasitas dan laju infiltrasi, permeabilitas
serta daya tahan tanah itu sendiri terhadap gaya-gaya dari
luar. Persentase kandungan liat, debu, dan pasir akan menjadi
unsur utama yang mengendalikan jumlah persentase porositas
tanah, oleh karena itu tekstur tanah juga terkait erat dengan
laju infiltrasi air tanah melalui dinamika pergerakan air dan
udara tanah. Tanah dengan kandungan liat dalam jumlah
sedang sampai tinggi memiliki kapasitas infiltrasi rendah,
karena ruang pori makro yang berukuran besar dalam jumlah
sedikit sehingga jumlah aliran permukaan akan lebih tinggi.
Namun demikian tanah seperti ini, akan mempunyai stabilitas
agregat yang tinggi dan sukar untuk dihancurkan. Tanah yang
banyak mengandung pasir akan mudah dipecah dan dikikis,
tetapi sukar untuk diangkut dan mempunyai stabilitas agregat
yang rendah serta kapasitas infiltrasi yang tinggi, sehingga
jumlah aliran permukaan akan lebih kecil. Lain halnya bila
tanah tersebut banyak mengandung debu, maka tanah ini akan

Hasil Penelitian dan Pembahasan 159


mudah terkikis dan diangkut yang berakibat erosi akan lebih
mudah terjadi (Gustafson, 1941 dalam Arifin, 1982 ).
Dalam beberapa hal tertentu, infiltrasi berubah-ubah
sesuai dengan intensitas hujan, akan tetapi banyaknya
infiltrasi akan berlangsung terus sesuai dengan kecepatan
absorbsi minimum setelah mencapai limitnya. Kapasitas
infiltrasi berbeda-beda menurut kondisi tanah. Pada tanah
yang sama kapasitas infiltrasinya dapat berbeda tergantung
pada kondisi permukaan tanah, struktur, tumbuhan yang ada,
suhu dan lain-lain. Disamping itu infiltrasi berubah-ubah
sesuai dengan kondisi kelembaban tanah dan udara yang ada.
Besarnya erosi berbanding lurus dengan kadar air tanah,
semakin tinggi kadar air tanah akan semakin kecil
infiltrasinya, sehingga akan semakin besarlah aliran
permukaan yang akan terjadi (Skaggs, 1968 dan Dhalhar,
1972).

4.5. Pertumbuhan dan Hasil Tanaman


4.5.1. Panjang Akar Kedelai
Parameter pertumbuhan tanaman kedelai yang diamati
terdiri atas komponen akar yang meliputi panjang akar kering,
bobot segar akar, bobot kering akar dan hasil kedelai dalam
kg ha-1. Dari hasil penelitian diketahui bahwa perlakuan
lintasan traktor dan kemiringan lahan secara interaktif sangat

160 Kompaksi Tanah Pada Lahan Miring


nyata mempengaruhi panjang akar kering tanaman kedelai.
Artinya keragaman frekuensi lintasan traktor dan kemiringan
lahan telah menimbulkan keragaman panjang akar kering
tanaman kedelai. Nilai rata-rata panjang akar kering tersebut
disajikan dalam Tabel 17.

Tabel 17. Panjang akar kering pada berbagai frekuensi lintasan


traktor dan kemiringan lahan
Lahan Frekuensi Lintasan Traktor
(%) 0 1 3 5 7 9
…………………………….. ( cm ) ……………………
29.8 A 28.65 B 28.65 A 30.25 B 28.22 A 30.45 B
0–5
b a a b a b
33.65 C 32.8 C 28.65 A 28.1 A 29.4 B 29.65 B
6 – 10
d d ab a bc c
31.6 B 29.6 A 33.25 B 31.45 C 27.75 A 25.1 A
11 – 12
d c e d b a

Keterangan: Berdasarkan sidik ragam, LxK teruji nyata. Nilai yang diikuti
oleh huruf yang sama berbeda tidak nyata menurut uji BNT
pada  0.05. Huruf kapital dibaca vertikal dan huruf kecil
dibaca horizontal.

Panjang akar kering tanaman kedelai secara umum


mengalami penurunan dengan meningkatnya frekuensi
lintasan traktor yang dicobakan pada setiap kemiringan lahan.
Panjang akar kering tanaman kedelai mencapai 30,25 cm pada
kemiringan 0 – 5 persen dengan frekuensi lima kali lintasan

Hasil Penelitian dan Pembahasan 161


traktor, berbeda tidak nyata dengan panjang akar kering pada
tanpa lintasan dan sembilan kali lintasan traktor. Nilai tersebut
nyata lebih tinggi dibandingkan dengan panjang akar kering
yang didapat pada kondisi kemiringan 6 – 10 persen, dan
nyata lebih rendah dibandingkan dengan panjang akar kering
pada kemiringan 11 – 15 persen. Sedangkan panjang akar
kering adalah “sama” antara tanpa lintasan traktor dengan satu
kali lintasan traktor pada kemiringan 6 – 10 persen, terjadi
penurunan dan berbeda nyata dengan panjang akar kering
pada setiap frekuensi lintasan traktor lainnya. Panjang akar
kering tanaman kedelai pada kemiringan tertinggi 33,25 cm
pada frekuensi tiga kali lintasan, nyata lebih tinggi
dibandingkan dengan panjang akar kering pada setiap
peningkatan dan penurunan frekuensi lintasan traktor yang
dicobakan.
Panjang akar tanaman kedelai mengalami penurunan
dengan meningkatnya frekuensi lintasan traktor yang diduga
karena telah terjadi pemadatan tanah akibat beroperasinya
traktor tersebut. Pemadatan tanah pada frekuensi tiga kali
lintasan traktor diperkirakan sudah cukup membentuk kondisi
sifat fisika tanah yang dapat menghalangi perkembangan akar
tanaman. Artinya kemampuan penetrasi akar tanaman pada
akhir pertumbuhan vegetatif mencapai titik maksimum pada
frekuensi lintasan tiga kali. Studi tentang besarnya rintangan
mekanik terhadap pertumbuhan dan perkembangan akar

162 Kompaksi Tanah Pada Lahan Miring


tanaman telah dimulai oleh Pfeffer sejak tahun 1893 dengan
hasil bahwa perpanjangan akar tanaman akan berhenti
pertumbuhannya jika tekanan media tumbuh mencapai 1.0
MPa, dan pembesaran akar berhenti jika media tumbuh
mempunyai tekanan 0,5 MPa.
Sejalan dengan pendapat Islami dan Utomo (1995)
tekanan tumbuh akan mempunyai nilai maksimum tertentu
yang tidak lagi dapat diperbesar; dengan demikian jika
rintangan mekanik yang terdapat pada media tersebut lebih
besar dari tekanan tumbuh maksimum akar, maka
pertumbuhan akar tanaman terhenti. Dalam kondisi seperti ini
maka panjang dan volume akar akan sangat mempengaruhi
kemampuan tanaman untuk mengasobsi air dan hara. Dengan
demikian pertumbuhan akar tanaman belum terhenti, tetapi
perpanjangan akar telah mulai terhambat dan kondisi ini
mempengaruhi pertumbuhan dan hasil tanaman (Taylor et
al., 1972).
Cannel dan Jackson (1981) menyebutkan bahwa agar
akar tanaman, kecuali rambut akar, dapat tumbuh dengan
bebas pada pori tanah dengan diameter lebih besar dari 100
m. Akar tanaman muda dapat tumbuh melewati pori media
tumbuh, jika diameter pori media tersebut lebih besar dari
pada diameter akar. Hal ini terjadi jika pori kaku (rigid) dan
agregat tanah mempunyai kekuatan yang lebih tinggi dari
tekanan akar. Jika akar tanaman menjumpai pori tanah yang

Hasil Penelitian dan Pembahasan 163


diameternya lebih kecil dari diameter akar, akar tersebut akan
memperbesar tekanan tumbuhnya untuk memperbesar pori.

4.5.2 Bobot Akar Kedelai


Bobot segar akar kedelai sangat nyata dipengaruhi
secara interaktif oleh perlakuan frekuensi lintasan traktor dan
kemiringan lahan. Hal ini dapat berarti bobot segar akar
tanaman tersebut bervariasi akibat beragamnya frekuensi
lintasan traktor yang dijalankan pada tanah dengan berbagai
kemiringan, serta keragaman nilai tersebut ditentukan oleh
sifat interaktif antara taraf frekuensi lintasan traktor dengan
taraf kemiringan lahan seperti ditunjukkan dalam Lampiran
15. Bobot segar akar tanaman kedelai pada setiap frekuensi
lintasan traktor dan kemiringan lahan dapat dilihat dalam
Tabel 18.

164 Kompaksi Tanah Pada Lahan Miring


Tabel 18. Bobot segar akar pada berbagai frekuensi lintasan
traktor dan kemiringan lahan
Lahan Frekuensi Lintasan Traktor
(%) 0 1 3 5 7 9
……………………………. ( g )………………….
0–5 3.2 A 2.9 A 3.1 B 3.05 B 2.95 C 2.3 B
c b bc bc bc a
6 – 10 5.1 B 5.1 B 4.3 C 2.8 B 2.3 A 2.55 B
c c bc a a a
11 – 15 3.0 .A 2.9 A 2.8 A 2.2 A 2.6 B 1.95 A
c c bc a b a

Keterangan: Berdasarkan sidik ragam, LxK teruji nyata. Nilai yang diikuti
oleh huruf yang sama berbeda tidak nyata menurut uji BNT
pada  0.05. Huruf kapital dibaca vertikal dan huruf kecil
dibaca horizontal.

Tabel 18 menunjukkan bahwa bobot segar akar


tanaman kedelai akibat perlakuan lintasan traktor pada
berbagai kemiringan lahan berkisar antara 1,95 g sampai 5,10
g tanaman-1. Bobot segar akar kedelai mengalami penurunan
dengan mengikuti peningkatan frekuensi lintasan traktor pada
berbagai kemiringan lahan. Frekuensi satu sampai tiga kali
lintasan dan tanpa lintasan traktor yang dioperasikan pada
lahan dengan kemiringan 6 – 10 persen memperlihatkan
bobot segar akar lebih tinggi dan berbeda nyata dibandingkan
dengan bobot segar akar pada kemiringan lahan di bawah 6

Hasil Penelitian dan Pembahasan 165


persen dan berbeda tidak nyata dengan bobot segar akar
tanaman kedelai yang ditanam pada kemiringan 11 - 15
persen. Bobot segar akar kedelai yang ditanam dalam plot
dengan frekuensi lima sampai sembilan kali lintasan pada
tanah dengan kemiringan 0 – 5 persen lebih tinggi
dibandingkan dengan bobot segar akar pada kemiringan di
atasnya.
Frekuensi satu sampai tiga kali lintasan traktor
diperkirakan telah mampu menghasilkan manipulasi sifat-sifat
tanah yang ideal untuk pertumbuhan dan perkembangan akar
tanaman kedelai terutama pada lahan dengan kemiringan 6 –
15 persen. Dampak lintasan traktor terhadap sifat-sifat fisika
tanah yang terkait dengan hambatan mekanik perakaran
tanaman pada frekuensi tersebut lebih rendah dari pada daya
penetrasi akar tanaman. Dengan demikian baik secara vertikal
maupun horizontal, pertumbuhan dan perkembangan akar
tanaman kedelai tertinggi dijumpai pada frekuensi lintasan
sebanyak satu sampai tiga kali.
Taylor dan Ratliff (1969) menyatakan bahwa
pertumbuhan akar kecambah sangat sensitif terhadap
peningkatan kekuatan tanah; dengan menggunakan tanaman
kapas, mendapatkan bahwa pada tanah yang mempunyai
indeks penetrometer 0,7 MPa, kecepatan tumbuh akar
tanaman kurang dari 50 persen, dibandingkan pertumbuhan
akar tanaman pada tanah yang mempunyai indeks

166 Kompaksi Tanah Pada Lahan Miring


penetrometer 0,1 MPa. Lebih lanjut, hasil yang disajikan
menunjukkan bahwa akar tanaman kapas masih dapat tumbuh
pada tanah yang mempunyai indeks penetrometer 2,0 MPa,
walau sebenarnya tekanan tumbuh akar tanaman kapas hanya
1,3 MPa.
Sebagaimana hasil bobot segar akar kedelai, maka
bobot kering akar tanaman tersebut yang ditanam pada
berbagai kemiringan lahan dengan berbagai frekuensi lintasan
traktor yang dijalankan di atasnya menunjukkan pengaruh
interaksi yang sangat nyata. Dengan lain perkataan, bobot
kering akar kedelai berbeda-beda akibat perbedaan frekuensi
lintasan traktor yang dijalankan pada tanah dengan
kemiringan yang beragam dan keragaman bobot kering akar
tersebut dipengaruhi oleh sifat interaktif antara taraf frekuensi
lintasan traktor dengan tingkat kemiringan lahan (Lampiran
15). Sedangkan perbedaan rata-rata bobot kering akar kedelai
pada berbagai frekuensi lintasan traktor dan kemiringan lahan
disajikan dalam Tabel 19.

Hasil Penelitian dan Pembahasan 167


Tabel 19. Bobot kering akar pada berbagai frekuensi lintasan
traktor dan kemiringan lahan
Lahan Frekuensi Lintasan Traktor
(%) 0 1 3 5 7 9
………………………………. ( g ) ………………………..
0.60 A 0.65 A 0.65 B 0.65 B 0.50 A 0.50 B
0–5
B c c c a a
0.95 C 0.75 C 0.60 A 0.60A 0.65 C 0.50 B
6 – 10
E d b b c a
0.70 B 0.70 B 0.70 C 0.70C 0.60 B 0.45 A
11 – 15
C c c c b a

Keterangan: Berdasarkan sidik ragam, LxK teruji nyata. Nilai yang diikuti
oleh huruf yang sama berbeda tidak nyata menurut uji BNT
pada  0.05. Huruf kapital dibaca vertikal dan huruf kecil
dibaca horizontal.

Frekuensi satu sampai lima kali lintasan traktor yang


dioperasikan pada kemiringan 0 – 5 persen menghasilkan
bobot kering akar kedelai yang sama, lebih tinggi dan
berbeda nyata dibandingkan dengan bobot kering akar pada
tanpa lintasan dan pada lintasan traktor lebih dari tujuh kali.
Frekuensi lintasan traktor juga mengakibatkan penurunan
bobot kering akar kedelai yang ditanam pada kemiringan 6 -
10 persen. Nilai tersebut pada tanpa lintasan, satu, dan tujuh
kali lintasan traktor lebih tinggi dan berbeda nyata dengan

168 Kompaksi Tanah Pada Lahan Miring


bobot kering akar kedelai yang ditanam pada kemiringan
lebih tinggi ataupun lebih rendah dari itu. Sedangkan pada
frekuensi tiga sampai lima kali lintasan traktor
memperlihatkan bobot kering akar yang lebih rendah dan
berbeda nyata dengan bobot kering pada kemiringan yang
lebih rendah ataupun lebih tinggi dari kemiringan 6 – 10
persen tersebut. Frekuensi lintasan traktor sampai lima kali
pada tanah dengan kemiringan 11–15 persen memperlihatkan
bobot kering akar yang relatif sama (0,7 g tanaman-1), lebih
tinggi dan berbeda nyata dengan bobot kering akar yang
dijumpai pada tujuh dan sembilan kali lintasan.
Frekuensi lintasan traktor ternyata dapat menekan
pertumbuhan perakaran tanaman baik secara langsung
ataupun secara tidak langsung. Hambatan secara langsung
yaitu berupa rintangan mekanik media tumbuh tanah yang
lebih besar dari kemampuan penetrasi akar tanaman.
Sedangkan hambatan secara tidak langsung dari frekuensi
lintasan adalah berupa terhambatnya distribusi dan sirkulasi
air, udara dan hara untuk tanaman akibat kompaksi tanah oleh
lintasan traktor. Taylor et al. (1972) menyampaikan bahwa
panjang akar tanaman akan sangat mempengaruhi
kemampuan tanaman untuk mengasobsi air dan hara; dengan
demikian, walaupun pertumbuhan akar tanaman belum
terhenti, tetapi terhambatnya perpanjangan akar telah
mempengaruhi pertumbuhan dan hasil tanaman.

Hasil Penelitian dan Pembahasan 169


Anderson dan Kemper (1964), menyatakan, struktur
tanah juga berpengaruh terhadap pertumbuhan dan
perkembangan tanaman lewat proses respirasi akar. Ia
menekankan pentingnya ketersediaan oksigen dan
pengeluaran karbon dioksida dari daerah perakaran agar
tanaman dapat tumbuh dengan baik. Dari pembahasan yang
telah dikemukakan dapat diambil kesimpulan bahwa
terganggunya perkembangan akar dan pertumbuhan tanaman
pada kondisi aerasi jelek disebabkan karena (1) terganggunya
proses fisiologi akar sebagai akibat berkurangnya O2, dan
meningkatnya CO2 serta etilene, dan (2) gangguan dari
senyawa-senyawa beracun yang berasal dari tanah sebagai
akibat berubahnya kondisi oksidasi menjadi kondisi reduksi
(Visser,1977).
Jika akar tanaman yang sedang tumbuh menjumpai
media padat berpori yang diameternya lebih kecil dari
diameter akar, pertumbuhannya akan tetap berlanjut, jika akar
tanaman mempunyai tekanan untuk memperbesar diameter
ruang pori atau tanaman memperkecil diameter akarnya,
sehingga lebih kecil dari diameter pori tersebut. Akar tanaman
bukan saja tidak dapat memperkecil diameternya, tetapi pada
umumnya akar yang dalam pertumbuhannya menjumpai
rintangan, karena adanya tekanan dari luar, diameternya
bertambah besar. Peningkatan diameter akar ini terjadi karena

170 Kompaksi Tanah Pada Lahan Miring


sel korteks membesar, sedangkan ukuran stele relatif tetap
(Russell, 1977).

4.5.3. Hasil Kedelai


Hasil kedelai yang ditanam pada berbagai kemiringan
lahan dan pada berbagai frekuensi lintasan traktor sangat
nyata bervariasi dan variasi hasil tersebut dipengaruhi oleh
sifat interaktif antara taraf frekuensi lintasan traktor dengan
taraf kemiringan lahan seperti ditunjukkan dalam Lampiran
15. Rata-rata hasil kedelai akibat perbedaan frekuensi lintasan
traktor pada setiap kemiringan lahan dapat dilihat dalam
Tabel 20.

Tabel 20. Hasil kedelai pada berbagai frekuensi lintasan traktor


dan kemiringan lahan
Lahan Frekuensi Lintasan Traktor
(%) 0 1 3 5 7 9
…………………………. ( kg ha-1 ) ………………………..
935 A 773 A 955 B 1.190 C 665 A 945 A
0–5 c b c d a c
1.495 B 1.928 C 1.945 C 960 B 1.273 C 1.580 C
6 – 10 c d d a b c
1.410 B 1.705 B 808 A 870 A 1.088 B 1.130 B
11 – 15 c d a a b b

Keterangan: Berdasarkan sidik ragam, LxK teruji nyata. Nilai yang diikuti
oleh huruf yang sama berbeda tidak nyata menurut uji BNT
pada  0.05. Huruf kapital dibaca vertikal dan huruf kecil
dibaca horizontal.

Hasil Penelitian dan Pembahasan 171


Pada Tabel 20 kelihatan bahwa hasil kedelai yang
ditanam pada tanah dengan kemiringan 0 – 5 persen dan
diolah sebanyak lima kali lintasan traktor mencapai 1.190 kg
ha-1. Hasil tersebut lebih tinggi dan berbeda nyata dengan
hasil yang terdapat pada semua perlakuan frekuensi lintasan
traktor pada kemiringan 0-5 persen dan kemiringan lahan
lebih tinggi dari itu. Hasil kedelai yang ditanam pada
kemiringan 6 – 10 persen dengan satu kali frekuensi
lintasan traktor mencapai 1.928 kg ha-1, berbeda tidak
nyata dengan hasil yang terdapat pada tiga kali lintasan
traktor. Sedangkan hasil kedelai yang ditanam pada tanah
dengan kemiringan 11 – 15 persen mencapai 1.705 kg ha-1,
nyata lebih tinggi dibandingkan dengan hasil yang diperoleh
pada berbagai frekuensi lintasan traktor.
Menurut Taylor et. al., (1972), panjang dan volume
akar akan sangat mempengaruhi kemampuan tanaman untuk
mengasobsi air dan hara; dengan demikian, walaupun
pertumbuhan tanaman belum terhenti, tetapi terhambatnya
perpanjangan akar telah mempengaruhi pertumbuhan dan
hasil tanaman.
Ketersediaan air tanah selama pertumbuhan tanaman
kedelai sangat menentukan daya hasil kedelai. Jika
kekeringan terjadi pada saat pembungaan dan pengisian
polong akan mempengaruhi hasil tanaman. Bahkan
berkurangnya diameter batang dan bobot kering akar tanaman

172 Kompaksi Tanah Pada Lahan Miring


dan ditambah dengan kekurangan air pada saat pertumbuhan
ditunjukkan dengan bentuk daun yang lebih kecil, sangat
mempengaruhi pertumbuhan, karena pertumbuhan tanaman
berhubungan erat dengan turgor dan hilangnya turgiditas
menghentikan pembesaran sel yang mengakibatkan sel-sel
tanaman lebih kecil ( Barley et al., 1975 ; Whigham dan
Minor, 1978).

4.6. Hubungan Perlakuan dengan Sifat Fisika, Mekanika,


Pertumbuhan dan Hasil Tanaman
4.6.1 Hubungan dengan Sifat Fisika dan Mekanika Tanah
Untuk mengetahui bentuk dan keeratan hubungan
antara frekuensi lintasan traktor dengan sifat fisika tanah pada
setiap kelerengan lahan dilakukan analisis regresi dan
korelasi. Hubungan (korelasi) antara perlakuan lintasan
traktor, kelerengan tanah dengan setiap variabel respon, dan
antara variabel respon itu sendiri dianalisis dengan uji
korelasi ( r ). Tahap pertama dianalis korelasi secara
parsial antara variabel tersebut dan hasilnya dapat
dilihat dalam Lampiran 16.
Lampiran 16 terlihat bahwa frekuensi lintasan traktor
(X1) berkorelasi secara nyata dengan bobot isi (Y1), porositas
total (Y2), pori air tersedia (Y5), permeabelitas (Y6),
stabilitas agregat (Y7), konsistensi (Y8), plastisitas (Y9),

Hasil Penelitian dan Pembahasan 173


infiltrasi air setelah lintasan traktor (Y10), panjang akar
kedelai (Y16), bobot kering akar (Y17), bobot segar akar (Y18).
Sedangkan perlakuan kemiringan lahan (X2) secara nyata
berhubungan dengan erodibilitas tanah setelah lintasan traktor
(Y12).
Hasil analisis regresi dan korelasi antara variabel
tersebut secara lengkap dapat dilihat dalam Lampiran 17.
Berdasarkan Lampiran 17 terlihat bahwa bentuk hubungan
antara frekuensi lintasan traktor dengan semua sifat fisika
tanah yang diamati membentuk model regresi kuadratik yang
bersifat nyata, masing-masing untuk bobot isi pada
kemiringan 6–10 persen, drainase cepat dan pori air tersedia
pada kemiringan 11–15 persen, permeabelitas pada
kemiringan 0–10 persen, indek stabilitas agregat dan
konsistensi pada kemiringan 0–15 persen, plastisitas dan
infiltrasi air setelah lintasan traktor, dan erodibilitas setelah
panen pada kemiringan 6 – 10 persen.
Hubungan frekuensi lintasan traktor yang dioperasikan
pada lahan dengan kemiringan 6 – 10 persen berkorelasi
secara nyata dengan bobot isi tanah (P 0.0348). Dengan lain
perkataan model regresi kuadratik hubungan kedua variabel
tersebut dapat digunakan untuk membuat kesimpulan bahwa
terdapat hubungan erat antara frekuensi lintasan traktor
dengan bobot isi tanah pada kemiringan 6 – 8 persen.

174 Kompaksi Tanah Pada Lahan Miring


Adapun bentuk hubungan tersebut dapat dilihat dalam
Gambar 6 dengan mengikuti persamaan berikut:
Yk2 = 1.0158 + 0.521 X – 0.0050 X2 (R2 0.822)
Selanjutnya juga diketahui bahwa koefisien korelasi
Pearson ( r ) adalah sebesar 0,91, menyatakan derajat keeratan
hubungan (correlation) antara frekuensi lintasan traktor pada
kemiringan 6 – 10 persen dengan bobot isi tanah termasuk
dalam katagori sangat tinggi. Sedangkan koefisien
determinasi (r2) adalah 0.822 yang berarti sekitar 82.2 persen
keragaman nilai bobot isi tanah ditentukan oleh frekuensi
lintasan traktor dan hanya 17,2 persen dipengaruhi oleh faktor
lain di luar perlakuan frekuensi lintasan traktor.
Persentase pori drainase cepat pada lahan dengan
kemiringan 11 – 15 persen berkorelasi secara nyata dengan
mengikuti model regresi kuadratik. Hasil analisis ragam
diperoleh nilai F hitung 22.21 dengan peluang atau
probabilitas P 0.016. Dengan demikian dapat disimpulkan
bahwa hubungan kuadratik antara frekuensi lintasan traktor
dengan persentase pori drainase cepat pada kemiringan 11 –
15 persen menurut persamaan: Y = 10.763 – 1.540 X + 0.210
X2 (R2 = 0.94) adalah bersifat nyata (Gambar 6). Besarnya
hubungan (korelasi) tersebut yang tercermin dari nilai
koefisien korelasi ( r ) mencapai 0,97, menyatakan derajat
keeratan hubungan antara kedua variabel termasuk dalam

Hasil Penelitian dan Pembahasan 175


kategori “sangat tinggi”. Sedangkan koefisien determinasi
adalah 0.94, artinya sebesar 94 persen keragaman persentase
pori drainase cepat ditentukan oleh frekuensi lintasan
traktor yang dioperasikan pada lahan dengan kemiringan 11
– 15 persen dan hanya 6 persen keragaman nilai porositas ini
dipengaruhi oleh faktor lain selain lintasan traktor.

1.4 yk1 = 0.188x 2 - 1.9924x + 15.981


20 R2 = 0.271

Pori Drainase Cepat (%)


1.2
Bobot isi (g cm )

yk2 = 0.2092x 2 - 2.1309x + 14.485


-3

1 yk1 = -0.0007x 2 + 0.0057x + 1.2003 15 R2 = 0.5845


0.8 R2 = 0.0112
0.6 yk2 = -0.005x 2 + 0.0659x + 1.0158 10
R2 = 0.8934
0.4
yk3 = 0.0104x + 1.1268 5 yk3 = 0.2102x 2 - 1.5403x + 10.763
0.2 R2 = 0.9367
R2 = 0.7586
0 0
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Frekuensi Lintasan Frekuensi Lintasan

yk1 = -0.0151x 2 - 0.2097x + 12.674 1.2 yk1 = 0.0123x 2 - 0.1631x + 0.5485


16 R2 = 0.6663 R2 = 0.937
Pori Air Tersedia (%)

14 1
yk2 = 0.0121x 2 - 0.163x + 0.5785
Permeabelitas

12 0.8 R2 = 0.9252
10
8 0.6 yk3 = 0.0262x 2 - 0.3104x + 0.8248
yk2 = -0.0344x 2 - 0.0187x + 11.432 R2 = 0.6733
6 R2 = 0.7799 0.4
4
yk3 = -0.0315x 2 - 0.0975x + 12.505 0.2
2
R2 = 0.8666
0 0
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Frekuensi Lintasan Traktor Frekuensi Lintasan Traktor

Gambar 6. Hubungan antara frekuensi lintasan traktor


dengan bobot isi tanah, pori drainase cepat, pori
air tersedia, dan permeabelitas tanah pada
berbagai kemiringan.

176 Kompaksi Tanah Pada Lahan Miring


Menurut hasil analisis sidik ragam hubungan antara
persentase pori air tersedia dengan frekuensi lintasan traktor
pada kemiringan 11 – 15 persen diperoleh nilai F hitung
sebesar 9,740 dengan probalilitas 0.049 (lebih kecil dari taraf
nyata 0,05). Artinya hubungan antara variabel tersebut
menurut persamaan regresi kuadratik berikut: Y = 12.505 –
0.0975 X – 0.0315 X2 (R2 0.87) adalah bersifat nyata.
Besarnya korelasi antara variabel tersebut mencapai 0.93
(sangat tinggi) dan besarnya konstribusi frekuensi lintasan
terhadap keragaman persentase pori air tersedia mencapai 87
persen. Hubungan antara persentase pori air tersedia dengan
frekuensi lintasan traktor pada kemiringan 11–15 persen dapat
dilihat pada Gambar 6.
Hillel (1980) menyatakan bahwa pada suatu usaha
pemadatan tanah yang tetap, bobot isi tanah merupakan fungsi
dari kadar air tanah. Bobot isi tanah meningkat mulai dari
meningkatnya kadar air tanah dan mencapai puncak yang
disebut kadar air optimum, selanjutnya menurun dengan
meningkatnya kadar air tanah. Teori tersebut dapat ditelusuri
dengan uji pemadatan tanah di laboratorium. Metode yang
umum digunakan dalam menentukan bobot isi tanah adalah
dengan cara mengambil contoh tanah di lapangan kemudian
diukur volume dan berat kering tanah tersebut.
Harris (1971) menunjukkan bahwa tingkat perubahan
dan perubahan total bobot isi tanah, jika diberi tekanan

Hasil Penelitian dan Pembahasan 177


kompresi pada tanah berdebu lebih besar dari pada tanah liat.
Pada keadaan kering udara, ketahanan pemadatan tanah liat,
lempung berdebu dan lempung berpasir tidak berbeda. Tetapi
jika kandungan air ditingkatkan, dengan tekanan yang sama,
perubahan bobot isi tanah liat rendah dibandingkan tanah
lempung berpasir. Pada kandungan air 8 persen perubahan
bobot isi tanah liat hanya 0.17 g/cm3 sedang pada tanah
lempung berpasir 0.45 g/cm3. Hal ini menunjukkan bahwa
ketahanan pemadatan tanah liat lebih tinggi.
Bentuk hubungan antara frekuensi lintasan traktor
dengan sifat permeabelitas tanah disajikan dalam Gambar 6.
Menurut gambar tersebut terlihat bahwa hubungan antara
variabel dimaksut mengikuti garis regresi kuadrik dengan
persamaan:
YK1 = 0.549 - 0.0123 X + 0.1631 X2 (R2 0.96), dan YK2 =
0.579 – 0.1629X + 0.0121 X2 (R2 0.82).
Kecuali pada kemiringan 11 – 15 persen. Korelasi antara
frekuensi lintasan traktor dengan permeabilitas tanah bersifat
nyata dengan nilai probabilitas masing-masing untuk
kemiringan 0 – 5 persen adalah 0.016 dan pada kemiringan
6 – 10 persen sebesar 0.020 dengan tingkat keeratan
hubungan antara kedua parameter itu 0.979 dan 0.906.
Adapun besarnya konstribusi pengaruh frekuensi lintasan
traktor terhadap dinamika permeabilitas tanah adalah 96

178 Kompaksi Tanah Pada Lahan Miring


persen pada kemiringan 0 – 5 persen dan 82 persen pada
kemiringan 6 – 10 persen.
Indek stabilitas agregat tanah berkorelasi positif secara
nyata dengan frekuensi lintasan traktor yang dioperasikan
pada semua tingkat kemiringan lahan dengan probabilitas
masing-masing dari kemiringan terendah ke kemiringan
tertinggi adalah 0.002, 0.0176, dan 0.0184. Bentuk hubungan
tersebut mengikuti garis regresi kuadratik dengan persamaan
berikut:
YK1 = 96.962 - 14.437 X + 0.907 X2 (R2 = 0.930),
YK2 = 35.312 - 11.943 X + 0.941 X2 (R2 = 0.9468),
YK3 = 25.509 - 7.2263 X + 0.5875 X2 (R2 = 0.5109).
Adapun tingkat hubungan antara variabel tersebut
adalah tertinggi pada kemiringan 6 – 10 persen yaitu sebesar
0.973 dan terendah pada kemiringan tertinggi yaitu 0.715.
Dengan demikian besarnya pengaruh frekuensi lintasan
traktor terhadap indek stabilitas agregat tanah pada masing-
masing kemiringan lahan juga demikian yaitu sebesar 94,68
persen pada lahan dengan kemiringan 6 – 10 persen dan 51,09
persen pada kemiringan 11 – 15 persen. Untuk lebih jelasnya,
hubungan antara frekuensi lintasan traktor dengan indek
stabilitas agregat tanah pada berbagai tingkat kemiringan
tanah dapat dilihat dalam Gambar 7.

Hasil Penelitian dan Pembahasan 179


Sebagaimana halnya indek stabilitas agregat tanah,
hubungan frekuensi lintasan traktor dengan konsistensi tanah
juga bersifat nyata pada ke tiga tingkat kemiringan lahan
dengan nilai probabilitas (P) untuk masing-masing
kemiringan dari rendah adalah 0.0168, 0.003, dan 0.0210.
Bentuk hubungan tersebut mengikuti garis regresi kuadratik
sebagaimana yang ditunjukkan dalam Gambar 7. Berdasarkan
Gambar 7 diketahui bahwa tingkat korelasi variabel respon
dimaksud dengan frekuensi lintasan traktor masing-masing
dari kemiringan lahan terendah adalah 0.967, 0.998, dan
0.961. Selain itu juga diketahui kontribusi frekuensi lintasan
traktor yang dioperasikan pada ketiga tingkat kemiringan
lahan tersebut masing-masing adalah sebesar 93.43 persen,
99.54 persen dan 92.39 persen.
Hasil analisis regresi dan korelasi antara frekuensi
lintasan traktor dengan plastisitas tanah pada tiga kemiringan
lahan yang dicobakan dapat dilihat pada Lampiran 17. Dari
hasil analisis tersebut diketahui bahwa hanya plastisitas tanah
pada kemiringan 6 – 10 persen saja yang secara nyata
mempunyai korelasi dengan frekuensi lintasan traktor (P =
0.0452). Bentuk hubungan tersebut dapat dilihat dalam
Gambar 7, yaitu mengikuti garis regresi kuadratik dengan
tingkat korelasi sebesar 0,934 dan nilai koefisien determinasi
0.8731. Nilai ini menunjukkan bahwa sebesar 87.31 persen
keragaman nilai plastisitas tanah pada kemiringan 6 – 10

180 Kompaksi Tanah Pada Lahan Miring


persen ditentukan oleh faktor frekuensi lintasan traktor,
sedangkan 12,69 persen lagi ditentukan oleh faktor lainnya.
Infiltrasi air yang diamati terdiri dari tiga tahap yaitu
sebelum dan setelah perlakuan lintasan traktor, dan setelah
tanaman kedelai di panen. Dengan demikian selisih waktu
pengamatan tahap setelah perlakuan lintasan traktor
dengan tahap Agregat, konsistensi, plastisitas dan infiltrasi

200.0 yk1 = 0.9069x 2 - 14.437x + 96.962 yk1= -0.0185x 2 + 0.7959x + 16.326


Indek Stabilitas Agregat

R2 = 0.983 25 R2 = 0.9343
150.0 yk2 = -0.6486x 2 - 2.8691x + 117.46 Konsistensi Tanah
20
R2 = 0.9323
100.0 15
yk2 = -0.172x 2 + 2.7435x + 10.749
10 R2 = 0.9954
50.0 2
yk3 = 0.78x - 21.569x + 155.34
5 yk3 = -0.1388x 2 + 2.0995x + 10.752
R2 = 0.9303
0.0 R2 = 0.9239
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 0
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Frekuensi Lintasan Traktor
Frekuensi Lintasan Traktor

yk1 = 0.0666x 2 - 0.6608x + 28.304


50 yk1 = 0.231x 2 - 2.7242x + 23.04
Infiltrasi Setelah Lintasan

35.0 R2 = 0.1271
R2 = 0.1378
30.0
Plastistitas Tanah

40
yk2 = 0.941x 2 - 11.943x + 35.312
25.0
30 R2 = 0.9468
20.0 yk2 = 0.0455x 2 - 0.8829x + 30.195 yk3 = 0.5875x 2 - 7.2263x + 25.509
15.0 R2 = 0.873 20 R2 = 0.5109
10.0 yk3 = -0.0166x 2 - 0.4281x + 30.507
5.0 R2 = 0.8136
10
0.0 0
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Frekuensi Lintasan Traktor Frekuensi Lintasan Traktor

Gambar 7. Hubungan antara frekuensi lintasan traktor


dengan indek stabilitas

Hasil Penelitian dan Pembahasan 181


air permukaan setelah lintasan traktor pada berbagai
kemiringan lahan.terakhir mencapai 120 hari atau sekitar tiga
bulan. Namun demikian, infiltrasi setelah perlakuan lintasan
traktor memperlihatkan korelasi yang nyata dengan perlakuan
tersebut, itupun terjadi hanya pada lahan dengan kemiringan 6
– 10 persen.
Hasil analisis regresi dan korelasi sebagaimana yang
ditampilkan dalam menghasilkan kedua sifat mekanika tanah
yang diamati, terdiri dari ketahanan geser dan ketahanan
penetrasi tanah mempunyai korelasi yang tidak nyata dengan
frekuensi lintasan traktor yang dioperasikan pada semua
tingkat kemiringan lahan.

4.6.2. Hubungan dengan Tanaman


Variabel pertumbuhan tanaman yang diamati terdiri
atas panjang akar, bobot akar kering, bobot akar segar dan
hasil tanaman. Hasil analisis sidik ragam regresi hubungan
frekuensi lintasan traktor dengan panjang akar tanaman
kedelai pada kemiringan 6 – 10 persen mempunyai nilai F
hitung sebesar 15.358 dengan nilai P 0.0265. Hal ini dapat
berarti bahwa hubungan regresi kuadratik sebagaimana yang
ditunjukkan dalam Gambar 8 bersifat nyata. Tingkat keeratan
hubungan antar variabel tersebut tergolong tinggi dengan
koefisien korelasi Pearson sebesar ( r ) mencapai 0.954.
Besarnya pengaruh frekuensi lintasan traktor pada kemiringan

182 Kompaksi Tanah Pada Lahan Miring


tersebut terhadap panjang akar tanaman kedelai seperti yang
ditunjukkan dari koefisien determinasi (r2) adalah 0,911. Nilai
ini menunjukkan bahwa sebesar 91.1 persen variasi panjang
akar tanaman kedelai disumbang oleh pengaruh dari frekuensi
lintasan traktor dan sebesar 8.9 persen disumbang oleh faktor
bukan perlakuan.
Gambar 8 memperlihatkan hubungan antara frekuensi
lintasan traktor dengan bobot akar kering kedelai yang
ditanam pada tiga kemiringan lahan. Bentuk hubungan
tersebut mengikuti persamaan garis regresi kuadratik dengan
uji

40 yk1 = 0.029x 2 - 0.1728x + 29.236 1.00 yk1 = -0.0041x 2 + 0.0204x + 0.6183


R2 = 0.1555
Bobot kering akar (g)

35 R2 = 0.7716
30 0.80
Panjang Akar (cm)

25 0.60
20 yk2 = 0.1607x 2 - 1.7821x + 33.111 yk2 = 0.0058x 2 - 0.0888x + 0.8851
15 R2 = 0.9352 0.40 R2 = 0.7922
10 0.20 yk3 = -0.0061x 2 + 0.0297x + 0.6867
yk3 = -0.2071x 2 + 1.1737x + 30.759
5 R2 = 0.9047 R2 = 0.9785
0 0.00
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Frekuensi Lintasan Traktor Frekuensi Lintasan Traktor

Gambar 8. Hubungan antara frekuensi lintasan traktor dengan


panjang akar dan bobot kering akar kedelai pada
berbagai kemiringan lahan.

Kebermaknaan garis regresi dapat dilihat dalam


Lampiran 17. Hasil analisis sidik ragam memperlihatkan

Hasil Penelitian dan Pembahasan 183


hubungan antara frekuensi lintasan traktor dengan bobot akar
kering tanaman kedelai hanya nyata pada kemiringan 11 – 15
persen dengan nilai P 0.003. Besarnya tingkat keeratan
hubungan tersebut tergolong sangat kuat yaitu mencapai 0.99
dan besarnya pengaruh frekuensi lintasan traktor terhadap
keragaman bobot kering akar tersebut mencapai 98 persen.
Kepadatan tanah dapat menghambat pertumbuhan akar
dengan cara : (1) meningkatkan kekuatan tanah yang
merupakan pembatas mekanik terhadap pertumbuhan akar, (2)
mengubah susunan dan distribusi pori tanah. Kekuatan tanah
dan aerasi tanah memberikan efek interaksi terhadap
kecepatan pertumbuhan tanaman. Makin padat suatu tanah,
kekuatannya menjadi meningkat, sehingga diperlukan
kekuatan akar yang lebih besar untuk menembus tanah
tersebut ; dengan demikian perkembangan akar lebih sedikit
(Taylor et al., 1972).
Pola hubungan antara frekuensi lintasan traktor dengan
bobot akar segar tidak jauh berbeda dengan bobot akar kering
kedalai. Akan tetapi hubungan antara variabel bebas
(independent variable) dengan bobot akar segar hanya bersifat
nyata pada tanaman yang ditanam pada kemiringan lahan 6 –
10 persen tergolong sangat tinggi dengan mengikuti model
regresi kuadratik berikut (Gambar 9):

184 Kompaksi Tanah Pada Lahan Miring


YK2 = 5.4294 - 0.6174 X + 0.0304 X2 (r2 0,928). Adapun
besarnya variasi bobot basah akar akibat pengaruh frekuensi
lintasan traktor adalah 0,928, artinya frekuensi lintasan traktor
memberi konstribusi sebesar 92.8 persen terhadap
bervariasinya bobot akar segar tanaman kedelai.

6.00 yk1 = -0.0182x 2 + 0.0935x + 3.0287


Bobot Segar Akar (g)

R2 = 0.7907
5.00 yk2 = 0.0304x 2 - 0.6174x + 5.4294
4.00 R2 = 0.928

3.00
2.00
yk3 = -0.0014x 2 - 0.0915x + 2.9951
1.00 R2 = 0.7579
0.00
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Frekuensi Lintasan Traktor

Gambar 9. Hubungan frekuensi lintasan traktor dengan bobot


segar akar pada setiap kemiringan lahan

4.6.3. Hubungan Antar Variabel


Hasil analisis regresi linier berganda antara setiap
variabel respon yang berupa sifat fisika-mekanika tanah,
pertumbuhan dan hasil tanaman dapat dilihat dalam Lampiran
18. Menurut Lampiran 18 tersebut kelihatan bahwa hubungan
antara sifat fisika-mekanika dan parameter pertumbuhan
tanaman terhadap bobot kering akar kedelai bersifat nyata

Hasil Penelitian dan Pembahasan 185


dengan nilai P 0.000. Tingkat hubungannya tergolong tinggi
(r = 0.9313) dengan koefisien determinasi mencapai 0,867.
Hasil analisis koefisien regresi (arah regresi) menunjukkan
bahwa hanya enam variabel tergantung tersebut yang nyata
memberi konstribusi terhadap keragaman bobot kering akar
yaitu faktor X3 (permeabilitas tanah P = 0.003), X5
(plastisitas P = 0.020), X9 (ketahanan geser P = 0.003), X10
(penetrasi tanah setelah perlakuan P = 0.008), X11 (panjang
akar) P = 0.008), dan X13 (konsistensi tanah P = 0.006).
Oleh karena itu, variabel yang berdasarkan uji t
tersebut terbukti tidak nyata maka akan dikeluarkan dari
model sehingga diperoleh model regresi linier berganda baru
yaitu:
Y = 0.3491 – 0.172 X3 + 0.0123 X5 – 0.0135 X9 – 0.187 X10
+ 0.019 X11 – 0.021 X13 (P = 0.000)
Namun demikian, model persamaan regresi linier
berganda yang terakhir ini memperlihatkan tingkat korelasi
yang lebih rendah (0.903) dan demikian pula konstribusi
pengaruh total keenam faktor tersebut terhadap bobot akar
kering sebesar 81.62 persen. Selain itu diketahui pula bahwa
setiap koefisien regresi dari model diatas adalah bersifat
nyata.

186 Kompaksi Tanah Pada Lahan Miring


5
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan
Hasil penelitian mengenai pengaruh lintasan traktor
dan kemiringan lahan terhadap sifat fisika-mekanika tanah,
menunjukkan hal-hal berikut :
1. Lintasan traktor dan kemiringan lahan secara interaktif
berpengaruh nyata terhadap bobot isi, persentase pori
drainase cepat, pori drainase lambat, pori air tersedia,
indek stabilitas agregat tanah, permeabilitas, konsistensi,
laju infiltrasi dan erodibilitas tanah baik setelah perlakuan
lintasan traktor ataupun setelah tanaman dipanen, lintasan
traktor secara mandiri nyata mempengaruhi plastisitas
tanah. Tahanan penetrasi dan tahanan geser tanah juga
nyata dipengaruhi secara interaktif oleh frekuensi lintasan
traktor dan kemiringan lahan dan demikian pula halnya
terhadap komponen pertumbuhan dan hasil tanaman
kedelai.
2. Bobot isi tanah menurun dengan meningkatnya frekuensi
lintasan traktor dan pada kemiringan lahan 6 – 10 persen
lebih rendah dibandingkan dengan bobot isi pada kedua
kemiringan lahan lainnya. Pori drainase cepat, lambat, dan
pori air tersedia menurun seiring dengan meningkatnya

187
frekuensi lintasan traktor dan demikian juga dengan indek
stabilitas agregat tanah. Konsistensi tanah meningkat
dengan meningkatnya frekuensi lintasan traktor,
peningkatan tersebut lebih tinggi pada kemiringan rendah
dibandingkan dengan kemiringan tinggi. Plastisitas tanah
menurun dengan meningkatnya frekuensi lintasan traktor,
nilai tersebut berbeda tidak nyata pada frekuensi tiga
sampai tujuh kali lintasan traktor.
3. Infiltrasi setelah lintasan traktor menurun dengan
meningkatnya lintasan traktor sampai pada tiga kali
lintasan, sedangkan laju infiltrasi setelah panen meningkat
dengan meningkatnya lintasan traktor sehingga diperoleh
laju infiltrasi tertinggi pada sembilan kali lintasan.
Erodibilitas tanah pada kemiringan 0 – 5 persen
meningkat dengan meningkatnya lintasan traktor sampai
pada tiga kali lintasan, pada kemiringan 6 -10 persen
menurun dengan meningkatnya lintasan, dan pada
kemiringan lahan 11 – 15 persen menunjukkan erodibilitas
tanah yang berbeda tidak nyata pada setiap frekuensi
lintasan traktor.
4. Lintasan traktor bertinteraksi dengan kemiringan lahan
nyata mempengaruhi tahanan geser dan penetrasi tanah.
Pada kemiringan lahan 0 – 5 persen terjadi penurunan
tahanan geser tanah dengan meningkatnya lintasan traktor,
sedangkan pada kemiringan 6 – 15 persen terjadi

188 Kompaksi Tanah Pada Lahan Miring


peningkatan dengan meningkatnya frekuensi lintasan
traktor. Tahanan penetrasi tanah meningkat dengan
meningkatnya frekuensi lintasan traktor pada semua
kemiringan lahan.
5. Panjang akar, bobot segar dan bobot kering akar serta
hasil tanaman kedelai secara interaktif nyata dipengaruhi
oleh frekuensi lintasan traktor dan kemiringan lahan.
Semua komponen pertumbuhan dan hasil tanaman
tersebut menurun dengan meningkatnya frekuensi lintasan
traktor pada semua kemiringan lahan.
Berdasarkan hal-hal yang dinyatakan dalam butir-butir
di atas maka dapat diambil kesimpulan bahwa sifat fisika dan
mekanika tanah secara nyata dipengaruhi oleh lintasan traktor
pada lahan dengan kemiringan rendah ataupun tinggi.

5.2. Saran-Saran
Sehubungan dengan temuan-temuan yang disebutkan
sebelumnya dan dikaitkan dengan sistem pengolahan tanah
konservatif, maka disarankan hal-hal sebagai berikut:
1. Pengolahan tanah dengan menggunakan traktor pada
lahan dengan kemiringan <10 persen hendaknya cukup
dilakukan sekali lintasan saja, sedangkan pada lahan
dengan kemiringan lebih dari >10 persen dapat
disesuaikan dengan kebutuhan.

Kesimpulan dan Saran 189


2. Masih diperlukan informasi dampak lintasan traktor
terhadap karakteristik fisika dan mekanika tanah, serta
pertumbuhan dan hasil tanaman yang ditumbuhkan pada
lahan yang diolah dengan traktor berkepasitas lebih tinggi
(80 HP) dan dengan rentang intensitas frekuensi lintasan
traktor yang agak jauh.

190 Kompaksi Tanah Pada Lahan Miring


DAFTAR PUSTAKA

Adisarwanto, T dan R. Wudianto. 2002. Meningkatkan Hasil Panen


Kedelai. Penerbit Penebar Swadaya. Jakarta.

Alibasyah, M. R. 2000. Perubahan Beberapa Sifat Fisika Tanah,


Tingkat Erosi, dan Hasil Jagung pada Ultisol dengan Tiga
Sistem Olah Tanah dan Mulsa Jagung serta Efek
Residunya. Disertasi. Program Pascasarjana Universitas
Padjadjaran. Bandung.

Arifin,M., dan R. Hudaya. 2001. Deskripsi Profil Tanah Kebun


Percobaan Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran,
Jatinangor. Bandung.

Arsyad, S. 1989. Konsevasi Tanah dan Air. Penerbit Institut Pertanian


Bogor (IPB Press). Bogor.

________. N. Kaban, dan S. Sukmana. 1985. Fisika tanah, dasar-dasar


sifat fisik dan proses. Proyek peningkatan/pengembangan
perguruan tinggi, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Baver, L. D., W.H Gardner and W.R Gardner. 1978. Scil Physics.
Wiley Eastern Limited, New Delhi.

______, 1976. Soil Physics. Fourth Edition. Wiley Eastern Limited.


New Delhi.

Bowles, J.E., J. K. Halnim. 1991. Sifat-Sifat Fisis dan Geoteknis Tanah


(Mekanika Tanah). Edisi kedua. Penerbit Erlangga.
Jakarta.

191
Craig, R. F. 1991. Mekanika Tanah. Edisi keempat. Departement of
Civil Engineering University of Dundee. Di terjemahkan
oleh S. Soepandji. Erlangga. Jakarta.

Das, B.M. 1995. Mekanika Tanah (Prinsip-prinsip Rekayasa


Geoteknis). Jilid 2. Alih Bahasa Noor Endah dan
Indrasurya B.Mochtar. Institut Teknologi 10 November.
Surabaya.

De Leenheer, L., and M. de Boodt. 1959. Determination of Aggregate


stability by the change in mean weight diameter. Inter.
Symp. on Soil Structure, Ghent, Belgium.

Djoyowasito, G. 1989. Pengaruh Maju Bajak Terhadap Beberapa Sifat


Dinamik Tanah Dalam Pengolahan Tanah, Tesis, Institut
Pertanian Bogor. Bogor

Foth, H. 1990. Fundamental of soil Science. Wiley, New York.

Gaspersz, V. 1995. Teknik Analisis Dalam Penelitian Percobaan.


Penerbit Tarsito, Bandung.

Gomez, K. A., and A. A. Gomez. 1995. Prosedur Statistik untuk


Penelitian Pertanian. Universitas Indonesia Press. Jakarta.

Hardjowigeno, S. 1987. Ilmu Tanah. PT Mediyatama Sarana Perkasa,


Jakarta.

Islami, T dan W. H. Utomo. 1995. Hubungan Tanah, Air dan


Tanaman. IKIP Semarang Press.

Kepner, R.A., R. Bainer and E.L. Barger. 1982. Principles of Farm


Machinery, AVI Publishing Co, Connecticut.

192 Kompaksi Tanah Pada Lahan Miring


Kohnke, H. and A. R. Bertrand. 1978. Soil Conservation. McGraw Hill
Book Co., Inc. New York.

Koolen, A. J. and H. Kuipers. 1983. Agricultural Soil Mechanics.


Springer-Verlag. Berlin Heldelberg. New York–Tokyo.

Kramadibrata, A. M., 1989. The use of Soil cone Index for Predicting
Traction Performance Characteristics. Disertation. The
University of new England. Australia.

________,2000. Analisis Kinerja Beberapa Struktur Geometrik Bajak


Singkal pada Pengolahan Lahan Sawah. Disertasi. Institut
Pertanian Bogor.

Lembaga Penelitian Tanah. 1979. Penuntun Analisa Fisika Tanah. No.


2 LPT, Bogor.

Pitojo, S. 2003. Benih Kedelai. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.

Rukmana, R dan Yuyun, Y. 1996. Kedelai, Budidaya dan Pascapanen.


Penerbit Kanisius. Yogyakarta.

Schmidt, P. H. and J. H. A. Ferguson. 1951. Rainfalltypes based on


wet and dry period rations for Indonesia with Western New
Guinea. Verhandelingen 42. Jawatan Meteorology dan
Geofisika, Jakarta.

Somaatmaja, S. 1974. Kedelai. Penerbit Soeroengan. Jakarta.

Stell, Robert G.D. and J.H. Torrie. 1981. Principles and procedures of
statistics.A Biometrical Approach. Second Ed. McGraw-
Hill Book Company. Auckland Bogota Guatemala
Hamburg Lisbon London. Madrid. New Delhi Panama
Paris San Juan Sao Paulo Singapore Sydney Tokyo.

Daftar Pustaka 193


Sudarmo, S. 1998. Pengendalian Serangga Hama Kedelai. Penerbit
Kanisius. Yogyakarta.Taylor, H. M., A.C. Trouse, Jr., E. C.
Burt, and A. C. Bailey. 1982. Multi Pass behaviour of a
pneumatic tire in tilled soils.

Soedarmo, G. D., S.J.E. Purnomo. 1997. Mekanika Tanah 2. Penerbit


Kanisius. Jakarta.

Suprapto. 2004. Bertanam Kedelai. Penerbit Penebar Swadaya. Jakarta.

Suwardjo. 1981. Peranan sisa-sisa tanaman dalam konservasi tanah dan


air pada usaha tani dan air pada usaha tani tanaman
semusim. Disertasi. Fakultas Pascasarjana, IPB. Bogor.

Terzaghi, K., R.B. Peck. 1993. Mekanika Tanah Dalam Praktek


Rekayasa. Jilid-1.Edisi Kedua. Penerbit Erlangga. Jakarta.

Vincent. 1994. Metode Perancangan Percobaan. Armico. Bandung.

Wischmeier, W.H., C. B. Johnson, and B. V. Cross. 1981. “A soil


erodibility nomograph for farmland and contruction sites”.
Soil Water Conserv.

Yunus, Y. 2001. Lintasan Bajak Singkal Pada berbagai Kadar Air


Tanah Terhadap Beberapa Sifat Fisika tanah dan Kapasitas
Kerja Traktor. Jurnal Agrista. Vol. 6 No.1, April 2002.
Unsyiah. Banda Aceh.

________, M.R.Alibasyah, Syahrul, dan S. A. Ali. 2002. Analisis


Kapasitas Kerja Efektif Traktor Roda Empat dan Roda Dua
Serta Hubungannya dengan Perubahan Sifat Fisika Tanah.
Jurnal Penelitian Pertanian. Vol. 21. No.2, Des 2002.
UISU. Medan.

194 Kompaksi Tanah Pada Lahan Miring

Anda mungkin juga menyukai