PENDAHULUAN
1.2. Tujuan
Tujuan penulisan referat ini adalah untuk memenuhi Tugas Kepaniteraaan Klinik di
Departemen Ilmu Kedokteran Forensik Rumah Sakit Umum Daerah Ulin Banjarmasin dan untuk
memberikan pengetahuan kepada mahasiswa mengenai pemeriksaan kasus gantung diri.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi
Gantung diri adalah suatu tindakan yang dilakukan secara sengaja untuk membunuh diri
sendiri melalui suatu penggantungan.5 Ada beberapa definisi tentang penggantungan.
Penggantungan atau hanging adalah suatu keadaan dimana terjadi konstriksi dari leher oleh alat
jerat yang ditimbulkan oleh berat badan seluruh atau sebagian.1
Penggantungan juga didefinisikan sebagai suatu keadaan dimana leher dijerat dengan
ikatan yang mana daya jerat ikatan tersebut memanfaatkan berat badan tubuh atau kepala.1,6
Dengan demikian berarti alat penjerat bersifat pasif dan berat badan bersifat aktif sehingga
terjadi konstriksi pada leher.1,2 Keadaan tersebut berbeda dengan penjeratan, dimana yang aktif
(kekuatan yang menyebabkan konstriksi leher), adalah terletak pada alat penjeratnya.5
Penggantungan (Hanging) adalah suatu keadaan dimana terjadi konstriksi dari leher oleh alat
penjerat yang ditimbulkan oleh berat badan seluruh atau sebagian. Alat penjerat sifatnya pasif,
sedangkan berat badan sifatnya aktif sehingga terjadi konstriksi pada leher.8 Umumnya penggantungan
melibatkan tali, tapi hal ini tidaklah perlu. Penggantungan yang terjadi akibat kecelakaan bisa saja tidak
terdapat tali. Pada beberapa kasus konstriksi dari leher terjadi akibat eratnya jeratan tali bukan oleh
berat badan yang tergantung. Pada beberapa kasus yang jarang, jeratan tali dipererat oleh berat tubuh
yang tergantung oleh individu dalam keadaan tegak lurus. Kekuatan tambahan juga kadang dibutuhkan
untuk mengeratkan tali.9
2.2. Epidemiologi
Suatu tinjauan pada tahun 2008 di 56 negara berdasarkan data mortalitas World Health
Organization (WHO) ditemukan bahwa penggantungan merupakan metode bunuh diri yang
paling utama pada sebagian besar negara-negara tersebut.5 Di Amerika Serikat, pada tahun 2005,
the National Center for Injury Prevention and Control melaporkan 13,920 kematian di seluruh
Amerika Serikat akibat sufokasi, dengan angka rata-rata 4,63 per 100.000. Angka ini meliputi
pula strangulasi dan hanging aksidental, strangulasi dan sufokasi aksidental, hanging, strangulasi
dan sufokasi serta ancaman terhadap pernafasan aksidental lainnya.7
Penggantungan bunuh diri disetujui bersama lebih banyak pada laki-laki.7 Di Eropa
Timur (misalnya Estonia, Latvia, Polandia dan Romania), proporsi tertinggi kasus gantung diri
lebih banyak pada laki-laki, yaitu 90%, sedangkan pada wanita 80%.8 Namun akhir-akhir ini
wanita lebih banyak memilih metode ini untuk melakukan bunuh diri dibanding penggunaan
senjata api dan racun.7Sedangkan berdasarkan usia, kelompok remaja melakukan tindakan bunuh
diri akibat depresi dimana dapat memicu gantung diri. Terdapat pula peningkatan insidensi
accidental hanging karena "the choking game", suatu strangulasi leher yang disengaja dalam
rangka menikmati perubahan status mental dan sensasi fisik. Pada kelompok usia dewasa muda,
penyebab tersering adalah penyerangan dan bunuh diri akibat depresi. Para narapidana sering
memilih gantung diri sebagai upaya bunuh diri karena ini merupakan satu dari sedikit metode
yang tersedia bagi mereka.7
Di India, dari tahun 1997-2000, didapatkan kematian akibat penggantungan sebesar 3,4%.
Penggantungan yang diakibatkan oleh bunuh diri lebih sering ditemukan pada jenis kelamin laki-laki
(2:1), tetapi kematian yang disebabkan oleh kekerasan strangulasi lebih dominan ditemukan pada
wanita.2 . Di Istanbul, Turki, 537 dari semua kasus gantung diri adalah laki-laki (70,56%) dan 224 adalah
wanita (29,44%).3 Jika dilihat dari faktor umur, insidens penggantung lebih sering terjadi pada dewasa
muda. Di India misalnya, kematian akibat penggantungan paling sering ditemukan pada kelompok umur
21-25 tahun4, manakala penelitian Davidson & Marshall (1986), melaporkan bahwa insidens
penggantungan yang paling tinggi adalah pada kelompok umur 20-39 tahun.5
Asfiksia bisa juga terjadi akibat dari tertutupnya jalan nafas. Kondisi ini terjadi setelah
korban tidak sadar dan tidak ada usaha untuk bernafas. Akhirnya, korban mati. Gambaran klasik
asfiksia termasuk:15
1. kongesti pada wajah
kulit tampak kemerahan pada wajah dan kepala akibat hambatan aliran kembali vena ke jantung
oleh kompresi leher
2. edema pada wajah
pembengkakan jaringan akibat transudasi cairan dari vena akibat peningkatan vena hasil
obstruksi aliran kembali vena ke jantung
3. sianosis pada wajah
warna biru pada kulit akibat adanya darah terdeoksigenasi dalam sistem vena yang terkongesti
serta kadang-kadang turut melibatkan sistem arteri.
4. peteki pada kulit wajah dan mata
perdarahan halus sebesar ujung jarum lazim ditemukan di wajah dan sekitar kelopak mata selain
pada konjunktiva dan sklera akibat darah bocor dari vena kecil yang mengalami peningkatan
tekanan. Keadaan ini diduga akibat hipoksia dinding pembuluh darah namun belum terbukti
pasti. Peteki bukan tanda diagnostik asfiksia karena dapat ditemukan pada keadaan batuk atau
bersin yang terlampau keras. Hal yang terkait peteki wajah adalah peteki visceral yang disebut
“Tardieu spots” yang sebelumnya dianggap tanda khas asfiksia kini sudah terbukti bukan tanda
terjadinya obstruksi pernapasan.
3. Berbaring, posisi penggantungan seperti ini biasanya dilakukan di bawah tempat tidur.
Pemeriksaan post-mortal pada kasus gantung diri atau penggantungan dipengaruhi oleh
mekanisme kematiannya; mekanisme kematian yang berbeda akan memberikan gambaran post-
mortal yang berbeda.
5. 1 Pemeriksaan tempat kejadian. 8,17
1. Periksa apakah masih hidup atau sudah meninggal
2. Keadaan di TKP (tempat kejadian perkara) : Pada kasus gantung diri, keadaanya tenang,
di ruang atau tempat tersembunyi atau pada tempat yang sudah tidak digunakan.
3. Pakaian korban : Pada kasus gantung diri biasa ditemukan pakaian korban cukup rapih,
sering didapatkan surat peninggalan dan tidak jarang diberikan alas sapu tangan sebelum
alat jerat dikalungkan ke leher.
4. Adakah alat penumpu seperti bangku dan sebagainya
5. Jumlah lilitan : Semakin banyak jumlah lilitan, dugaan bunuh diri makin besar
6. Arah serabut tali penggantung:
- Bunuh diri arah serabut tali menuju korban
- Dibunuh terlebih dulu arah serabut sebaliknya
7. Distribusi lebam mayat. Diperiksa apakah sesuai dengan posisi korban yang tergantung
atau tidak.
8. Macam simpul pada jerat di leher
- Simpul hidup : Umumnya pada kasus bunuh diri.
- Simpul mati
Pemeriksaan : Bila dilonggarkan maksimal, apakah dapat melewati kepala. Bila dapat biasanya
bunuh diri,. Bila tidak, curiga pembunuhan.
11. Bekas serabut tali pada tempat menggantung dan pada leher diamankan untuk
pemeriksaan lebih lanjut.
12. Bahan penggantung; makin kecil/keras bahan makin jelas alur jerat yang timbul di leher.
- Tali, kawat, selendang, ikat pinggang
- Seprei yang disambung
5. 2 Pemeriksaan Otopsi.
5. 21 Pemeriksaan luar.
Kepala:
1. Muka sianotik (vena terjepit) atau muka pucat (vena dan arteri terjepit)
2. Tanda penjeratan pada leher. Hal ini sangat penting diperhatikan oleh dokter, dan
keadaannya bergantung kepada beberapa kondisi :
a. Tanda penjeratannya jelas dan dalam jika tali yang digunakan kecil dibandingkan
jika menggunakan tali yang besar. Bila alat penjerat mempunyai permukaan yang
luas, yang berarti tekanan yang ditimbulkan tidak terlalu besar tetapi cukup
menekan pembuluh balik, maka muka korban tampak sembab, mata menonjol,
wajah berwarna merah kebiruan dan lidah atau air liur dapat keluar tergantung
dari letak alat penjerat. Jika permukaan alat penjerat kecil, yang berarti tekanan
yang ditimbulkan besar dan dapat menekan baik pembuluh balik maupun
pembuluh nadi; maka korban tampak pucat dan tidak ada penonjolan dari mata.
b. Alur jerat : bentuk penjeratannya berjalan miring (oblik atau berbentuk V) pada
bagian depan leher, dimulai pada leher bagian atas di antara kartilago tiroid
dengan dagu, lalu berjalan miring sejajar dengan garis rahang bawah menuju
belakang telinga. Tanda ini semakin tidak jelas pada bagian belakang.
c. Tanda penjeratan atau jejas jerat yang sebenarnya luka lecet akibat tekanan alat
jerat yang berwarna merah kecoklatan atau coklat gelap dan kulit tampak kering,
keras dan berkilat. Pada perabaan, kulit terasa seperti perabaan kertas perkamen,
disebut tanda parchmentisasi, dan sering ditemukan adanya vesikel pada tepi jejas
jerat tersebut dan tidak jarang jejas jerat membentuk cetakan sesuai bentuk
permukaan dari alat jerat.
d. Pada tempat dimana terdapat simpul tali yaitu pada kulit dibagian bawah telinga,
tampak daerah segitiga pada kulit dibawah telinga.
e. Pinggiran berbatas tegas dan tidak terdapat tanda-tanda abrasi disekitarnya.
f. Jumlah tanda penjeratan. Kadang-kadang pada leher terlihat 2 buah atau lebih
bekas penjeratan. Hal ini menunjukkan bahwa tali dijeratkan ke leher sebanyak 2
kali.
3. Tanda-tanda asfiksia.
a. Mata menonjol keluar; oleh karena pecahnya oleh bendungan kepala, dimana
vena-vena terhambat sedang arteri tidak.
b. Perdarahan berupa peteki tampak pada wajah dan subkonjungtiva; pecahnya vena
oleh bendungan dan meningkatnya permeabilitas pembuluh darah akibat asfiksia.
c. Lidah menjulur; tergantung dari letak jerat. Bila tepat di kartilago tiroid lidah
akan terjulur sedang jika di atasnya lidah tidak akan terjulur.
4. Air liur mengalir dari sudut bibir di bagian yang berlawanan dengan simpul tali. Keadaan
ini menunjukkan tanda pasti penggantungan ante-mortem.
5. Kedalaman dari bekas penjeratan menunjukkan lamanya tubuh tergantung.
6. Jika korban lama tergantung, ukuran leher menjadi semakin panjang.
Anggota gerak
7. Lebam mayat dan bintik-bintik perdarahan terutama pada bagian akral dari ekstremitas,
sangat tergantung dari lamanya korban dalam posisi tergantung.
8. Posisi tangan biasanya dalam keadaan tergenggam.
Dubur dan kelamin
9. Keluarnya mani, darah (sisa haid), urin dan feses akibat kontraksi otot polos pada saat
stadium konvulsi pada puncak asfiksia.
Hai ini bukan merupakan tanda khas dari penggantungan dan keadaan ini tidak selalu menyertai
penggantungan.
5. 22 Pemeriksaan dalam.
Kepala
Leher
2. Jaringan yang berada dibawah jeratan berwarna putih, berkilat dan perabaan seperti
perkamen karena kekurangan darah, terutama jika mayat tergantung cukup lama. Pada
jaringan dibawahnya mungkin tidak terdapat cedera lainnya.
3. Platisma atau otot lain disekitarnya mungkin memar atau ruptur pada beberapa keadaan.
Kerusakan otot ini lebih banyak terjadi pada kasus penggantungan yang disertai dengan
tindak kekerasan.
4. Lapisan dalam dan bagian tengah pembuluh darah mengalami laserasi ataupun ruptur.
Resapan darah hanya terjadi didalam dinding pembuluh darah.
5. Fraktur tulang hyoid jarang terjadi. Fraktur ini biasanya terdapat pada penggantungan
yang korbannya dijatuhkan dengan tali penggantung yang panjang dimana tulang hyoid
mengalami benturan dengan tulang vertebra. Adanya efusi darah disekitar fraktur
menunjukkan bahwa penggantungannya ante-mortem.
6. Fraktur kartilago tiroid jarang terjadi. Pada korban diatas 40 tahun, patah tulang ini darap
terjadi bukan karena tekanan alat penjerat tetapi karena terjadinya traksi pada
penggantungan.
7. Fraktur 2 buah tulang vertebra servikalis bagian atas. Fraktur ini sering terjadi pada
korban hukuman gantung
Darah
Hal ini sangat penting diperhatikan oleh dokter, dan keadaannya bergantung kepada
beberapa kondisi:
Tanda penjeratannya jelas dan dalam jika tali yang digunakan kecil dibandingkan jika
menggunakan tali yang besar.
Bentuk jeratannya berjalan miring (oblik) pada bagian depan leher, dimulai pada leher
bagian atas di antara kartilago tiroid dengan dagu, lalu berjalan miring sejajar dengan
garis rahang bawah menuju belakang telinga. Tanda ini semakin tidak jelas pada bagian
belakang.
Tanda penjeratan tersebut berwarna coklat gelap dan kulit tampak kering, keras dan
berkilat. Pada perabaan, kulit terasa seperti perabaan kertas perkamen, disebut tanda
parchmentisasi.
Pada tempat dimana terdapat simpul tali yaitu pada kulit di bagian bawah telinga, tampak
daerah segitiga pada kulit di bawah telinga.
Pinggirannya berbatas tegas dan tidak terdapat tanda-tanda abrasi di sekitarnya.
Jumlah tanda penjeratan. Kadang-kadang pada leher terlihat 2 buah atau lebih bekas
penjeratan. Hal ini menunjukkan bahwa tali dijeratkan ke leher sebanyak 2 kali.
Deskripsi leher korban penggantungan (hanging) yang penting kita berikan antara lain:9
- Lokasi luka
Lokasi luka pada leher korban penggantungan (hanging) dapat berada di depan, samping
dan belakang leher. Luka yang berada di depan leher kita ukur dari dagu atau manubrium
sterni korban. Luka yang berada di samping leher kita ukur dari garis batas rambut korban.
Luka yang berada di belakang leher kita ukur dari daun telinga atau bahu korban.
- Jenis luka
Jenis luka korban penggantungan (hanging) terdiri atas luka lecet, luka tekan dan luka
memar. Penting juga kita mendeskripsikan mengenai warna, lebar, perabaan dan keadaan
sekitar luka. Anggota gerak korban penggantungan (hanging) dapat kita temukan adanya
lebam mayat pada ujung bawah lengan dan tungkai.
- Lokasi simpul jeratan (belakang dan samping leher).
- Jenis simpul jeratan (simpul hidup dan simpul mati).
Gambar 6. Petechie pada mata sebagai tanda asfiksia pd kasus gantung diri
Lidah menjulur menunjukkan adanya penekanan pada bagian leher. Lidah korban
penggantungan (hanging) bisa terjulur, bisa juga tidak terjulur. Lidah terjulur apabila letak
jeratan gantungan tepat berada pada kartilago tiroidea. Lidah tidak terjulur apabila letaknya
berada diatas kartilago tiroidea.
5) Air liur mengalir dari sudut bibir di bagian yang berlawanan dengan tempat simpultali.
Keadaan ini merupakan tanda pasti penggantungan ante-mortem
6) Lebam mayat paling sering terlihat pada tungkai
7) Posisi tangan biasanya dalam keadaan tergenggam
8) Urin dan feses bisa keluar. Pengeluaran urin pada korban penggantungan disebabkan
kontraksi otot polos pada stadium konvulsi atau puncak asfiksia.
Pemeriksaan Dalam9
1) Kepala korban penggantungan (hanging) dapat kita temukan tanda-tanda bendungan
pembuluh darah otak, kerusakan medulla spinalis dan medulla oblongata.
2) Jaringan yang berada di bawah jeratan berwarna putih, berkilat dan perabaan seperti
perkamen karena kekurangan darah, terutama jika mayat tergantung cukup lama.Pada
jaringan di bawahnya mungkin tidak terdapat cedera lainnya.
3) Platisma atau otot lain di sekitarnya mungkin memar atau ruptur pada beberapa keadaan.
Kerusakan otot ini lebih banyak terjadi pada kasus penggantungan yang disertai dengan
tindakan kekerasan.
4) Lapisan dalam dan bagian tengah pembuluh darah mengalami laserasi ataupun ruptur.
Resapan darah hanya terjadi di dalam dinding pembuluh darah.
5) Fraktur tulang hyoid jarang terjadi. Fraktur ini biasanya terdapat pada penggantungan yang
korbannya dijatuhkan dengan tali penggantung yang panjang dimana tulang hyoid
mengalami benturan dengan tulang vertebra. Adanya efusi darah di sekitar fraktur
menunjukkan bahwa penggantungannya ante-mortem.
6) Fraktur kartilago tiroid jarang terjadi.
7) Fraktur 2 buah tulang vertebra servikalis bagian atas. Fraktur ini sering terjadi pada korban
hukuman gantung
Gambar 7. Kiri: Fraktur melintang pada prosesus servikalia ke lima-enam (C5-6) (panah lurus
penuh), fraktur pada tepi depan C6 (panah melengkung) dan perluasan persendian
antara tulang C5 dan C6 (panah kosong). Kanan: patah tulang krikoid
8) Dada dan perut korban penggantungan (hanging) dapat kita temukan adanya perdarahan
(pleura, perikard, peritoneum, dan lain-lain) dan bendungan / kongesti organ.
9) Darah dalam jantung korban penggantungan (hanging) warnanya lebih gelap dan
konsistensinya lebih cair.
4. Ekimosis tampak jelas pada salah Ekimosis pada salah satu sisi jejas
satu sisi dari jejas penjeratan. penjeratan tidak ada atau tidak jelas.
Lebam mayat tampak di atas jejas Lebam mayat terdapat pada bagian
jerat danpada tungkai bawah tubuh yang menggantung sesuai
dengan posisi mayat setelah
meninggal
8. Lidah bisa terjulur atau tidak Lidah tidak terjulur kecuali pada kasus
sama sekali kematian akibat pencekikan
9. Penis. Ereksi penis disertai Penis. Ereksi penis dan cairan sperma
dengan keluarnya cairan sperma tidak ada. Pengeluaran feses juga tidak
sering terjadi pada korban pria. ada
Demikian juga sering ditemukan
keluarnya feses
10. Air liur. Ditemukan menetes dari Air liur tidak ditemukan menetes pada
sudut mulut, dengan arah yang kasus selain kasus penggantungan
vertikal menuju dada. Hal ini
merupakan pertanda pasti
penggantungan ante-mortem
2.8. Perbedaan Penggantungan pada Gantung Diri dan Penggantungan pada Pembunuhan
Perbedaan gantung diri dan penggantungan pada pembunuhan dapat dilihat pada table.2 di
bawah ini.9,16
1. Usia. Gantung diri lebih sering Tidak mengenal batas usia, karena
terjadi pada remaja dan orang tindakan pembunuhan dilakukan oleh
dewasa.Anak-anak di bawah usia musuh atau lawan dari korban dan
10 tahun atau orang dewasa di atas tidak bergantung pada usia
usia 50 tahun jarang melakukan
gantung diri
3. Simpul tali, biasanya hanya satu Simpul tali biasanya lebih dari satu
simpul yang letaknya pada bagian pada bagian depan leher dan simpul
samping leher tali tersebut terikat kuat
4. Riwayat korban. Biasanya korban Sebelumnya korban tidak mempunyai
mempunyai riwayat untuk riwayat untuk bunuh diri
mencoba bunuh diri dengan cara
lain
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
1. Gantung diri adalah suatu tindakan yang dilakukan secara sengaja untuk membunuh diri
sendiri melalui suatu penggantungan.
2. Penggantungan adalah keadaan dimana leher dijerat dengan ikatan, daya jerat ikatan tersebut
memanfaatkan berat badan tubuh atau kepala.
3. Penggantungan merupakan metode bunuh diri yang paling utama di beberapa negara menurut
WHO (World Health Organization)
4. Kematian pada kasus penggantungan antara lain disebabkan karena adanya mekanisme,
seperti terhambatnya aliran udara pernafasan, kongesti pembuluh darah otak, iskemia serebral,
terjadinya refleks vagal atau karena terjadinya dislokasi atau fraktur vertebra servikalis.
5. Hanging dapat dikelompokkan berdasarkan posisi, yaitu complete hanging, partial hanging
dan berbaring. Selain itu dapat juga dibedakan berdasarkan letak jeratan, yaitu typical
hanging dan atypical hanging.
6. Ada 2 hal yang harus ditentukan dalam kasus penggantungan, yaitu apakah hanging tersebut
terjadi pada antemortem atau postmortem dan apakah penggantungan tersebut akibat
pembunuhan atau bunuh diri.
7. Penilaian terhadap kasus penggantungan dapat dilihat dari hasil pemeriksaan luar dan
pemeriksaan dalam pada korban
3.2 Saran
1. Sebaiknya seorang dokter atau calon dokter mampu mendeskripsikan luka tembak
sehingga mampu membuat Visum et Repertum yang baik dan benar.
2. Sebaiknya seorang dokter atau calon dokter tidak hanya mempelajari ilmu kedokteran
tetapi juga mengetahui hukum kesehatan.
DAFTAR PUSTAKA
2. Idries AM. Penggantungan. Pedoman Ilmu Kedokteran Forensik. Jakarta: EGC. 1997.
hal.202-7.
8. Gross VA, Weiss MG, Ring M, Hepp U, Bopp M, Gutzwiller F. Methods of suicide:
international suicide patterns derived from the WHO mortality database. Bulletin of the
World Health Organization. 86(9): 726-32. 2008. Diunduh dari:
http://www.scielosp.org/pdf/bwho/v86n9/a17v86n9.pdf
1. Sharma S.K. Ligature strangulation: Not very common but contested too often. Available
at: www.crimeandclues.com/ligature_strangulation.htm
2. Ernoehazy W. Hanging injuries and Strangulation. Cited February 14, 2006. Available at:
http://www.emedicine.com/emerg/topic227.htm
3. Uzün I, Büyük Y, Gürpinar K. Suicidal hanging: fatalities in Istanbul retrospective analysis
of 761 autopsy cases. Cited March 26,2007. Available at:
http://www.w3.org/TR/xhtml1/DTD/xhtml1-transitional.dtd
4. Sharma B.R, Harish D. Ligature Mark on the neck: How Informative? JIAFM 2005:27(1),
p 10-15.
5. Rajeev J, Ashok C, Hakumat R. Incidence and Medicolegal Importance of Autopsy Study
of Fracture of Neck Structure in Hanging and
Strangulation. Medico-Legal Update. October-December, 2007:7(4). P 105-130