Anda di halaman 1dari 72

Pemuda adalah individu yang berada pada tahap yang progresif dan dinamis,

sehingga kerap kali pada fase ini dikatakan sebagai usia yang produktif untuk
melakukan berbagai bentuk kegiatan, baik belajar, bekerja, dan lain sebagainya.

Sedangkan menurut para ahli, arti pemuda atau pengertian pemuda adalah sebagai
berikut;

Pengertian Pemuda Menurut Para Ahli

WHO

Pengertian pemuda adalah seseorang yang berusia 10 sampai 24 tahun (young


people), sedangkan untuk usia 10 sampai 19 tahun disebut WHO menyebutnya
dengan adolescenea/ remaja.

Mulyana (2011)

Definisi pemuda adalah individu yang memiliki karakter dinamis, artinya bisa
memiliki karakter yang bergejolak, optimis, dan belum mampu mengendalikan
emosi yang stabil.

RUU Kepemudaan

Arti pemuda adalah inidvidu yang berusia 18 sampai dengan 35 tahun.

Koentjaraningrat (1997)

Pengertian masa muda/kepemudaan/pemuda adalah suatu fase yang berada


dalam siklus kehidupan manusia, dimana fase tersebut bisa kearah perkembangan
atau perubahan.

Taufik Abdullah (1974)

Pemuda adalah generasi baru dalam sebuah komunitas masyarakat untuk


melakukan perubahan ke arah yang lebih baik.

Dari 4 pengertian pemuda menurut para ahli diatas dapat dikatakan jika pemuda
atau kepemudaan memiliki dua visi besar dalam menjalankan perubahan yang
lebih baik kepada masyarakat, yaitu visi pendidikan dan pelestarian seni dan
budaya lokal. Kedua visi ini terintegrasi dalam sebuah model pengembangan
untuk mewujudkan Indonesia yang berkeadilan dan juga mampu bersaing dengan
Negara-negara maju.

Demikianlah pembahasan mengenai pengertian pemuda menurut para ahli,


semoga dengan adanya pengeratian ini dapat memberikan pengetahuan serta
wawasan bagi setiap pembaca yang sedang mencari refrensi tentang hakekat
pemuda menurut para pakar. Trimakasih,

Pengertian Kemandirian menurut Masrun (1986:8), kemandirian adalah


suatu sikap yang memungkinkan seseorang untuk bertindak bebas, melakukan
sesuatu atas dorongan sendiri dan untuk kebutuhannya sendiri tanpa bantuan dari
orang lain, maupun berpikir dan bertindak original/kreatif, dan penuh inisiatif,
mampu mempengaruhi lingkungan, mempunyai rasa percaya diri dan memperoleh
kepuasan dari usahanya.

Pengertian mandiri berarti mampu bertindak sesuai keadaan tanpa meminta atau
tergantung pada orang lain. Mandiri adalah dimana seseorang mau dan mampu
mewujudkan kehendak/keinginan dirinya yang terlihat dalam tindakan/perbuatan
nyata guna menghasilkan sesuatu (barang/jasa) demi pemenuhan kebutuhan
hidupnya dan sesamanya (Antonius,2002:145). Kemandirian secara psikologis
dan mentalis yaitu keadaan seseorang yang dalam kehidupannya mampu
memutuskan dan mengerjakan sesuatu tanpa bantuan dari orang lain. Kemampuan
demikian hanya mungkin dimiliki jika seseorang berkemampuan memikirkan
dengan seksama tentang sesuatu yang dikerjakannya atau diputuskannya, baik
dalam segi-segi manfaat atau keuntungannya, maupun segi-segi negatif dan
kerugian yang akan dialaminya (Hasan Basri,2000:53). Setiap kegiatan yang
dilakukan oleh seseorang agar berhasil sesuai keinginan dirinya maka diperlukan
adanya kemandirian yang kuat.

Pengertian Kemandirian menurut Brawer dalam Chabib Toha


(1993:121), kemandirian adalah suatu perasaan otonomi, sehingga pengertian
perilaku mandiri adalah suatu kepercayaan diri sendiri, dan perasaan otonomi
diartikan sebagai perilaku yang terdapat dalam diri seseorang yang timbul karena
kekuatan dan dorongan dari dalam diri seseorang yang timbul karena kekuatan
dorongan dari dalam tidak karena terpengaruh oleh orang lain.

Pengertian Kemandirian menurut Kartini Kartono (1985:21), kemandirian


seseorang terlihat pada waktu orang tersebut menghadapi masalah. Bila masalah
itu dapat diselesaikan sendiri tanpa meminta bantuan dari orang tua dan akan
bertanggung jawab terhadap segala keputusan yang telah diambil melalui berbagai
pertimbangan maka hal ini menunjukkan bahwa orang tersebut mampu untuk
mandiri.

Dari beberapa pendapat para ahli diatas dapat diambil kesimpulan bahwa
kemandirian merupakan sikap yang memungkinkan seseorang untuk
bertindak bebas, melakukan sesuatu atas dorongan sendiri dan kemampuan
mengatur diri sendiri, sesuai dengan hak dan kewajibannya sehingga dapat
menyelesaikan sendiri masalah-masalah yang dihadapi tanpa meminta
bantuan atau tergantung dari orang lain dan dapat menyelesaikan sendiri
masalah-masalah yang dihadapi tanpa meminta bantuan atau tergantung
dari orang lain dan dapat bertanggung jawab terhadap segala keputusan
yang telah diambil melalui berbagai pertimbangan sebelumnya. sebelumnya
Ber

tentang kemandirian, kita tentu ingin mengetahui “Ciri-ciri Kemandirian”.


Dengan mengetahui, kita dapat memastikan goal kemandirian yang akan dicapai.
Apakah sudah tepat jika menyatakan mandiri?

Beberapa ahli mengemukankan pendapatnya tentang ciri-ciri kemandirian.


Pendapat-pendapat para ahli, seperti Gilmore dalam Chabib Thoha, Lindzey &
Ritter, Hasan Basri, Antonius, menyebutkan hal-hal berikut ini dalam ciri-ciri
kemandirian.

1. Ada rasa tanggung jawab


2. Mampu bekerja sendiri secara mandiri (jarang meminta pertolong

2. an orang lain)
3. Memiliki sikap kreatif,
4. Punya insiatif,
5. Menguasa ketrampilan dan keahlian sesuai dengan bidang kerjanya
6. Menghargai waktu
7. Punya rasa aman jika memiliki pendapat yang berbeda dengan orang lain
8. Memiliki menyelesaikan persoalan
9. Mampu menimbangan dengan baik problem yang dihadapi secara
intelegen
10. Puas dengan pekerjaan yang dilakukannya.
11. Punya percaya diri
12. Dapat melayani diri sendiri, terutama untuk hal-hal pribadi

Ciri-ciri tersebut diambil oleh para ahli melalui melalui pengamatan kehidupan
bermasyarakat dan adat istiadat masyarakat ataupun penelitian.

Bagaimana jika ciri-ciri kemandirian ini dihubungkan dengan anak-anak


berkebutuhan khusus? Selain 12 ciri di atas, masih ada tambahan lagi dari ciri-ciri
tersebut. Tambahan ciri tersebut dihubungkan dengan tantangan/ hambatan akibat
kekhususannya.

Tantangan terbesar individu yang memiliki kekhususan adalah mennyelesaikan


tantangannya yang terkait dengan kekhususannya sebagai anak berkebutuhan
khusus. Sehingga definisi mandiri bagi anak berkebutuhan khususpun menjadi
bervariasi, tergantung jenis kekhususan dan hambatannya. Seperti anak
penyandang disabilitas pengelihatan yang mencoba untuk mampu “melihat”
dengan alat bantu. Atau penyandang autism yang mencoba mengembakan
kemampuannya berkomunikasi, berinteraksi sosial ataupun mengendalikan
perilakunya yang dianggap tidak wajar dilakukan oleh anak-anak pada umumnya.
Bukan hal mudah, tetapi juga bukan tidak mungkin.
Alat bantu, fasilitas, dukungan moral maupun fisik sangat dibutuhkan anak-anak
berkebutuhan khusus, menjadi salah

satu solusi bagi pemulihan ataupun pengembangan kemampuan diri. Misalnya,


anak penyandang disabilitas pen

n, menggunakan kacamata, instruksi dengan menggunakan suara sebagai penganti


instruksi tertulis atau tulisan braille, sebagai alat bantu dan fasilitas. Hingga
seorang anak penyandang disabilitas pengelihatan dapat berinteraksi dan berkarya
sebagaimana anak-anak lainnya.

Yang penting dari bahasan kali ini adalah, anak-anak yang telah menunjukkan
ciri-ciri mandiri, berhak untuk mendapatkan kepercayaan dari orangtua ataupun
orang-orang dewasa yang ada disekelilingnya. Walaupun ciri-ciri yang
ditunjukkan masih sangat awal dan sederhana. Anak-anak yang mendapat
kepercayaan mereka telah mampu mandiri, mampu melakukan hal-hal yang dapat
membuat mereka tidak berbeda dengan anak-anak lain. Sedangkan dengan
memperlakukan mereka masih tetap sama, sebagaimana ia belum mandiri, justru
akan membuat Ananda mengalami kemunduran. Rasa percaya dirinya menurun,
berkarya tidaklah memuaskan. Anak kembali bergantung. Peran serta orangtua
dan orang-orang dewasa yang ada di sekeliling sangat menentukan perkembangan
anak-anak berkebutuhan khusus ini makin meningkat kemandiriannya.Sebagai
contoh, anak yang sudah mampu mencuci piring sendiri, dilarang untuk mencuci
piring. Dengan alasannya ananda belum mencapai standrat kebersihan yang
dimiliki orangtua, atau orangtua tidak tega melihatnya mencuci piring. Alasan-
alasan ini membuat anak merasa tidak percaya diri dan enggan mencuci piringnya
sendiri.

Agar anak-anak berkebutuhan khusus dapat mandiri, perlu dibuatkan program


pengembangan kemandirian. Program ini dapat dibuat mulai dari hal yang paling
mudah bagi anak dan mengacu pada ciri-ciri kemandirian sesuai level yang
dikuasai oleh ananda. Saat mengaplikasikan, lakukan secara berkesinambungan,
konsisten dan terintegrasi. Orangtua atau orang dewasa yang ada di sekelilingnya
dapat membantu dengan cara memantau pencapaian perkembangan kemandirian
ananda, melakukan evaluasi secara berkala, merubah program agar anak-anak
mampu dengan mudah mengerjakan dan tentu saja membuat program lanjutan.
Jika dilakukan dengan baik, anak-anak berkebutuhan khusus juga mampu mandiri.

Pemuda sebagai Tonggak Kemandirian Bangsa


Indonesia memang negara kaya, tapi orang-orangnya pemalas dan suka
melalaikan tanggung jawab yang diberikan”. Mungkin itulah sepatah kalimat yang
diberikan oleh orang Jepang atau bangsa lain yang dikenal pekerja keras, jika
ditanya tentang Indonesia. Wajar saja jika ‘penghinaan’ itu dilontarkan kepada
masyarakat Indonesia, karena memang kenyataannya kita harus mengakui
sebagian fenomena itu.
Bagaimana tidak, bangsa indonesia yang ‘katanya’ negara subur makmur tetapi
untuk memenuhi sandang dan pangan saja harus impor dari negara lain? Katanya,
Indonesia punya beribu-ribu hektar lahan tebu, tapi mengapa untuk minum teh
saja harus mengimpor gula dari luar negeri? Yang lebih ironis lagi, adalah
Indonesia mengimpor garam dari luar negeri. Padahal dalam peta terpampang
jelas, wilayah kita kepulauan dan lautan yang membentang dari Sabang hingga
Merauke yang mempunyai lebih dari tujuh belas ribu pulau.

Sering kita baca juga indeks kekayaan wilayah NKRI, yang menyebutkan
Indonesia adalah negara maritim yang sebagian besar wilayahnya berupa lautan.
Tapi untuk memenuhi kebutuhan dapur saja harus bergantung pada orag lain.
Lantas dimana kekayaan yang sering dibanggakan selama ini?

Itu hanya sebagian kecil fakta yang memperlihatkan, betapa tragisnya stabilitas
ekonomi negeri ini. Krisis dalam berbagai aspek kehidupan berbangsa pun tidak
dapat terelakkan lagi. Indonesia sudah sangat kompleks menghadapi segala
permasalahanya, tidak hanya pada krisis moral dan kepercayaan para
pemimpinnya, akan tetapi juga krisis ekonomi yang sangat mempengaruhi perut
rakyat. Kemandirian bangsa tinggal cita-cita yang kembang kempis dimakan arus
globalisasi yang berkembang pesat.

Tidak bisa dipungkiri Indonesia memang punya sumber daya alam yang
berlimpah. Namun, kenyataanya banyaknya SDA tidak bisa menjadikan negara ini
lebih unggul. Bahkan, untuk bisa sejajar dengan bangsa lain pun masih sulit. Bisa
dibilang Indonesia sudah tertinggal jauh, jika berkaca pada negara -negara maju
seperti Amerika Serikat dan Jepang.

Seharusnya kita bisa mengatakan “kita bisa”, bahkan kita seharusnya “lebih bisa”
dari mereka, bila dilihat dari sudut sumber daya alam yang kita miliki. Kita punya
berbagai macam flora dan fauna yang tersebar di seluruh Nusantara. Akan tetapi,
yang jadi pertanyaan adalah mengapa kita “tidak bisa” seperti mereka, bahkan
lebih dari mereka? Nah, mungkin jawabannya adalah karena minimnya sumber
daya manusia yang mampu mengelola dan meningkatkan pembangunan ekonomi.
Semua harus didukung perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Siapa yang menjadi penopang utama SDM tersebut? Tentu saja para pemuda
sebagi penerus dan pemangku cita-cita bangsa. Saat ini, pemuda mempunyai
kesempatan. Sebuah kesempatan untuk memperbaiki anjloknya berbagai aspek
kehidupan, khususnya dalam bidang ekonomi.

Sebagai pemuda sudah selayaknya kita mengambil peran kita dalam kehidupan
berbangsa. Kita harus bisa menjalankan tugas dan kewajiban sebagai generasi
penerus bangsa yaitu mampu melakukan perubahan. Sebagai tulang punggung
perekonomian yang memikul tanggung jawab demi memajukan bangsa, pemuda
harus bisa melanjutkan dan mengisi perannya untuk pembangunan dan perbaikan
bangsa, termasuk dalam bidang ekonomi. dengan menggali kembali eksistensi
dalam cita-cita kemandirian bangsa di bidang perekonomian.
Apa yang harus kita lakukan sebagai pemuda untuk mewujudkan kemandiria
bangsa?

Pertama, meningkatkan produktivitas dan kualitas dalam proses industri. Tanpa


peningkatan tersebut kita tidak akan mampu besaing, karena kenyataanya
masyarakat kita lebih percaya pada produk luar. Sebuah kalimat “kemandirian”
akan terealisasi, jika sebagai penggerak pembangunan pemudanya mampu
meciptakan konsep kreatifitas dan daya saing guna memenuhi kebutuhan
bangsanya sendiri, baik dalam kebutuhan sandang, pangan maupun papan.

Kedua adalah membiasakan untuk menjadi pencipta sesuatu yang selalu muncul
dengan gebrakan-gebrakan kreatifitasnya, sehingga kita sebagai pemuda tidak
hanya menjadi penikmat konsumsi. Muncul ini ikutan ini, muncul itu ikutan itu.
Harus kita akui arus globalisasi yang berkembang dewasa ini meyebabkan
kaburnya batasan antar negara. Tak terkecuali dalam bidang ekonomi. Dalam
keadaan seperti itu pemuda dituntut untuk lebih kreatif dalam mengeluarkan ide-
idenya.

Untuk menghadapi globalisasi dan perubahan yang semakin pesat dibutuhkan


peranan pemuda dalam perencanaan menjadi kelompok inovatif, kreatif,
kompetitif, mandiri serta mempunyai ketangguhan untuk tetap bertahan pada
persaingan dengan dunia luar. Sebenarnya perlu dibangun oleh bangsa Indonesia
adalah kualitas SDM, dimana kekuatan terbesar SDM terletak pada generasi muda

Ketiga, mewujudkan kemandirian dan kemajuan bangsa perlu didukung oleh


kemampuan mengembangkan potensi diri dan konsep yang terarah. Konsep
kemandirian itu sendiri bisa diartikan sebagai upaya pemenuhan dan pengerjaan
segala sesuatu untuk diri sendiri dengan kekuatan dan kemampuan sendiri. Sebisa
mungkin tidak bergantung pada orang lain sesuai dengan semangat yang dicita-
citakan oleh Bung Karno: berdiri di atas kaki sendiri (berdikari).

Peranan pemuda dalam pembangunan bangsa, terutama dalam pembangunan


perekonomian, sangat dibutuhkan. Pada hakikatnya, pembangunan yang
dilakukan adala pembangunan insan-insannya, agar bisa menjadi SDM
berkualitas, karena SDA yang melimpah saja tidak cukup jika tidak didukung oleh
SDM berkompeten dalam ilmu pengetahuan dan teknologi.

Kita harus percaya bahwa para pemuda Indonesia lahir dan hidup saat ini bisa
membangun perekonomian demi kemajuan dan kemandirian bangsa, serta mampu
membwa Indonesia menuju developed country( negara maju) sehingga tidak hanya
berada pada status quo sebagai negara berkembang. Karena dengan kemandirian dan
eksistensi dalam pembangunan itulah kita akan diakui dan bermartabat dalam pergaulan
dunia, dan itu menjadi tugas kita sebagai generasi muda untuk mewujudkannya. Melalui
semangat dan eksistensi kita menjadi seorang pemimpin dan penopang harapan di masa
depan. []GENERASI MUDA DAN KEMANDIRIAN BANGSA
Di tengah arus mondial yang tergambarkan dalam wujud
globalisasi sekarang ini, isyu “kemandirian bangsa” bukan hanya merupakan
sesuatu yang penting, tetapi sekaligus merupakan kebutuhan bagi bangsa
Indonesia. Ada cukup banyak perspektif yang dapat diajukan tentang kemandirian
bangsa Indonesia, termasuk oleh pemuda.
Mendiang Presiden Soekarno misalnya memaknai kemandirian bangsa dalam apa
yang disebutnya sebagai “Tri Sakti” yakni berkedaulatan di bidang politik,
berdikari di bidang ekonomi, dan berkepribadian di bidang kebudayaan. Begitu
pun dengan pemimpin Indonesia lainnya termasuk Presiden Susilo Bambang
Yudhoyono yang sejak awal kepemimpinannya terus memacu semangat
kemandirian bangsa, agar kita dapat berdiri sejajar dengan bangsa lain di dunia,
yang dari aspek peradaban dan ilmu pengetahuan sudah lebih dulu maju.
Kemandirian bangsa tentu saja menjadi atensi dari semua elemen bangsa
khususnya pemuda sebagai pengemban masa depan bangsa. Tidak dapat
dipungkiri bahwa pemuda memiliki peranan sejarah yang penting dan
berkelanjutan dalam perjalanan kehidupan berbangsa. Mengingat peranan dan
posisinya yang strategis dalam konfigurasi kehidupan kebangsaan, sudah
sepatutnya pemuda mesti dipandang sebagai aset sosial bangsa yang strategis.
Secara kuantitatif, jumlah pemuda Indonesia hampir mencapai 40 persen dari total
200-an juta penduduk Indonesia atau sekitar 80 juta jiwa. Sedangkan secara
kualitatif, pemuda pun memiliki talenta dan kapasitas yang cukup memadai untuk
menjalankan tugas-tugas kepeloporan dalam pembangunan nasional, demi menuju
pencapaian kemandirian bangsa.
Berkaitan dengan kebijakan pembangunan kepemudaan, pemerintahan sekarang
ini memiliki visi yang reformis sekaligus progresif dalam menyusun regulasi
kepemudaan. Sejak ditunjuk Presiden SBY untuk memimpin Kementerian Negara
Pemuda dan Olahraga, Menpora Adhyaksa Dault berupaya optimal menyusun
regulasi pembangunan kepemudaan yang lebih berpengharapan bagi masa depan
pemuda. Sejak awal Menpora Adhyaksa Dault mengintrodusir pergeseran
paradigmatik dengan memosisikan ”pemuda sebagai social category”, dan bukan
lagi sebagai political category seperti realitas kekuasaan di masa lalu.
Pergeseran paradigma ini merupakan antitesa atas realitas kekuasaan masa lalu
yang cenderung memposisikan pemuda hanya sebagai komoditas politik belaka.
Adapun paradigma pemuda sebagai social category dapat dimaknai dari tiga
perspektif yakni; Pertama, perspektif filosofis; bahwa pemuda sebagaimana kodrat
manusia adalah makhluk sosial (homo socius) yang memiliki peran eksistensial
dengan beragam dimensi antara lain dimensi sosial, politik, ekonomi, dan budaya.
Artinya, secara kodrati pemuda mesti menjalankan peran eksistensialnya sebagai
manusia yang merupakan makhluk sosial.
Kedua, perspektif historis; pasca gerakan reformasi 1998, telah terjadi pergeseran
paradigma di hampir setiap lini publik. Di masa lalu, pemuda cenderung
diposisikan sebagai komoditas politik sehingga mengakibatkan bargaining
position pemuda sebagi aset sosial menjadi amat lemah. Halmana mengakibatkan
kurang terapresiasinya pemuda yang berada di luar area kelompok elitis.
Pergeseran paradigma pemuda dari political category ke social category
dimaksudkan untuk memposisikan pemuda sungguh-sungguh sebagai aset sosial
bangsa yang strategis.
Ketiga, perspektif kompetensi; bahwa pemuda merupakan segmen warga negara
yang memiliki aneka kompetensi yang dapat memberikan kemaslahatan bagi
bangsa dan negara. Paradigma pemuda sebagai social category sesungguhnya
hendak menegaskan bahwa apresiasi terhadap pemuda melingkupi seluruh lapis
profesi pemuda termasuk yang memilih politik sebagai domain praksis
profesionalnya. Artinya, hak-hak politik pemuda merupakan bagian yang tidak
terpisahkan (inherent) dari eksistensi pemuda sebagai social catagory.
Dari perspektif pemuda sebagai social category, kita tentu saja sangat menyadari
bahwa pemuda mesti terus mengalami pemberdayaan (empowering), baik dengan
ditopang oleh regulasi negara/pemerintah, maupun oleh kemampuan untuk
mandiri. Spirit kepeloporan dan kejuangan dengan sendirinya mesti terus-menerus
dipacu untuk dapat bertumbuh dan menjadi tradisi hidup pemuda.
Dalam konteks regulasi, penyelesaian problematika kepemudaan tidak dapat
dilakukan secara parsial. Diperlukan penanganan yang bersifat komprehensif dan
terkoordinasikan secara interdepartemental (interdep), dengan pendekatan
penyelesaian yakni “menuntaskan akar masalah” , dan bukan hanya sekedar
“menyentuh ekses atau dampak masalah”.
Sebagaimana diketahui betapa kompleksnya problematika kepemudaan di tanah
air. Problematika kepemudaan itu terus berkembang sesuai perkembangan dan
problematika sosial kemasyarakatan. Namun, secara sosiologis, problematika
kepemudaan aktual saat ini dapat diklasifikasikan dalam empat masalah pokok
yakni masalah sosial psikologi (psikososial), masalah sosial budaya, masalah
sosial ekonomi, dan masalah sosial politik. Keempat masalah pokok yang saling
bersinggungan ini dapat dideskripsikan sebagai berikut:
1. Masalah psiko-sosial.
Aspek psikologi pertumbuhan berperan penting dalam konteks perkembangan dan
eksistensi pemuda. Dimulai dari interaksi sosia sejak masa kanak-kanak, remaja,
hingga dewasa, seseorang tentu saja dibentuk oleh faktor-faktor lingkungan psiko-
sosialnya. Dalam kasus kenakalan remaja misalnya, generasi muda sering terjebak
dalam disorientasi nilai-nilai hidup (etika sosial) sehingga sering terjebak dalam
aneka penyakit sosial seperti kecanduan narkotika (Napza), degradasi kultur dan
kesantunan, serta kecenderungan negatif lainnya. Kondisi semacam ini
memerlukan perhatian dan kepedulian semua pihak, demi mencegah lahirnya
sebuah generasi bangsa yang mengalami krisis identitas dan kultur sebagai
bangsa.
2. Masalah budaya.
Degradasi budaya menjadi trend pada pemuda. Fenomena ini bukanlah
generalisasi, sebab ada pula generasi muda yang memiliki concern kuat terhadap
budaya bangsa sendiri. Namun demikian, trend krisis budaya mesti terus
diwaspadai karena dapat merugikan bangsa secara keseluruhan. Hari-hari ini kita
menyaksikan kuatnya penetrasi nilai-nilai asing yang tidak sesuai dengan budaya
bangsa. Apa yang disebut “Modernisasi” justru telah bergeser menjadi
“Westernisasi”; yang tidak selaras dengan budaya bangsa (baca: kearifan lokal di
Nusantara). Akibat penetrasi nilai-nilai asing, generasi muda cenderung
mengalami krisis identitas, sekaligus krisis orientasi. Muncul kecenderungan yang
menggelisahkan bahwa eksistensi agama sebagai “pandu rohani” diterima secara
acuh tak acuh oleh sebagian dari kalangan generasi muda kita. Kecenderungan
lainnya adalah degradasi spirit kebangsaan, memudarnya spirit of the nation,
melemahnya idealisme dan patriotisme, serta meningkatnya pragmatisme dan
hedonisme.
3. Masalah sosial ekonomi.
Kondisi demografis Indonesia dengan jumlah penduduk yang meningkat pesat,
berakibat langsung pada timpangnya rasio hasil pembangunan (baca:
kesejahteraan), yakni tidak meratanya sebaran atau distribusi hasil pembangunan
nasional. Kondisi ini mengakibatkan ketimpangan dalam struktur kehidupan
ekonomi masyarakat. Para pencari kerja terus bertambah sedangkan stok lapangan
kerja semakin terbatas, sehingga muncullah pengangguran (terbuka/manifes dan
tertutup/laten). Halmana memicu berbagai kerawanan sosial di tengah masyarakat.
Konflik horisontal misalnya acapkali dipicu oleh persoalan ekonomi yakni tidak
meratanya keadilan ekonomi, dan minimnya kesempatan berusaha atau
mendapatkan pekerjaan. Dalam keadaan seperti ini, amat mungkin terjadi
kerawanan sosial akibat akumulasi frustrasi sosial. Kemampuan keuangan
pemerintah amat terbatas untuk menangani semua permasalahan ekonomi
masyarakat. Dengan demikian, dalam jangka panjang diperlukan langkah-langkah
strategis, misalnya mewujudkan sistem pendidikan yang langsung menyentuh
kebutuhan ekonomi masyarakat sekaligus dapat menjawab kompleksitas
tantangan pembangunan.
4. Masalah sosial politik.
Struktur sosial masyarakat Indonesia yang heterogen membuat pemuda muncul
dengan latar belakang dan sub-kultur yang berbeda pula. Dalam domain aspirasi
politik misalnya, aspirasi pemuda cenderung bertumbuh dengan mengikuti pola
infrastruktur dan suprastruktur politik dalam satu periode tertentu. Hal ini
berpengaruh pada lemahnya “sinergi kolektif” untuk melahirkan orientasi dan tata
nilai baru sebagai pegangan untuk merintis masa depan. Untuk itu, diperlukan
pegangan bersama sebagai fundasi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Dalam kontek ini, Pancasila sesungguhnya menjadi panduan bersama karena telah
terbukti ketangguhannya sebagai ideologi bangsa yang mampu menjembatani
kemajemukan bangsa Indonesia. Generasi muda dengan demikian harus memiliki
kesadaran kolektif untuk terus-menerus menginternalisasi nilai-nilai luhur
Pancasila dalam konteks sebagai basis berpikir dan praksis orientasi kehidupan
berbangsa dan bernegara.
Kiranya dimaknai bahwa positioning pemuda dalam konfigurasi kehidupan
bangsa, bersentuhan langsung dengan wajah bangsa di masa depan. Itulah
sebabnya mengapa pemuda mesti diposisikan sebagai social category mengingat
potensi kualitatif dan kuantitatifnya yang bersifat strategis. Berbasiskan pada
perspektif pemuda sebagai social category, Pemerintah akan merekonrtsuksi
regulasi pembangunan kepemudaan secara permanen dan berkelanjutan .
Bertalian dengan hal tersebut, hari-hari ini Pemerintah berupa untuk membuat
regulasi pembangunan kepemudaan dengan pendekatan holistik dan fundamental.
Merespons posisi strategis pemuda dan menghadapi realitas problematika
kepemudaan di tanah air, maka Kementerian Negara Pemuda dan Olahraga
bersama mitra legislatifnya (Komisi X DPR RI) sedang mempersiapkan
Rancangan Undang Undang (RUU) Kepemudaan. Bila kelak RUU ini dapat
disahkan menjadi Undang Undang, maka para pemuda Indonesia boleh lebih
berlega hati dan optimistik, mengingat negara telah menyiapkan payung hukum
permanen bagi pembangunan kepemudaan.
Adapun RUU Kepemudaan yang kini sedang memasuki fase sosialisasi publik,
substansi materinya diarahkan pada tiga aspek utama sebagai yakni aspek
perlindungan, pemberdayaan, dan pengembangan kepemudaan. Dengan demikian,
pemuda diharapkan dapat lebih bersikap proaktif sebagai subjek pembangunan,
selain untuk memajukan diri dan komunitas kepemudaan, juga mampu
mengakselerasi kemajuan pembangunan nasional menuju kemandirian bangsa.
Materi UU Kepemudaan justru hendak memosisikan pemuda sebagai potensi
bangsa yang mesti mendapat porsi perhatian negara secara memadai, dengan tetap
menghormati independensi pemuda sebagai kekuatan intelektual. Reformasi
memang mengandaikan bahwa negara mesti mengambil posisi sebagai pihak yang
memotivasi, memediasi, dan memfasilitasi eksistensi dan kemajuan pemuda,
tanpa pendekatan mobilisasi seperti di masa-masa yang lalu.
Pemerintah tentu saja berharap bahwa sebagai bagian dari pemangku kepentingan
(stakeholders) kepemudaan, yakni para mahasiswa, bersama kekuatan intelektual
mahasiswa lainnya di kampus-kampus se-Indonesia dapat mengambil prakarsa
untuk mengelaborasi dan mengkontribusikan gagasan-gagasan visionernya demi
penguatan kualitas materi RUU Kepemudaan. Dengan begitu, nuansa akademik
dari materi RUU Kepemudaan juga lebih dapat terwarnakan dalam RUU
Kepemudaan.
Kementerian Negara Pemuda dan Olahraga memiliki optimisme bahwa dalam
waktu yang tidak terlalu lama, insya Allah, RUU Kepemudaan dapat segera
diundangkan untuk memayungi eksistensi pembangunan kepemudaan secara
nasional. Mitra legislatif di DPR RI beserta segenap stakeholders pemuda sejauh
ini menunjukkan kadar responsibilitas yang tinggi terhadap rencana Pemerintah
untuk melahirkan UU Kepemudaan.
Artinya, apabila nanti lahir UU Kepemudaan maka hal itu akan melengkapi
pembangunan dua pilar strategis di negeri ini yakni pemuda dan olahraga.
Sebagaimana telah kita ketahui bahwa Pemerintah bersama DPR telah
mengesahkan eksistensi UU Nomor 3 Tahun 2005 tentang Sistem Keolahragaan
Nasional. Hendaknya dipahami bahwa pemuda dan olahraga merupakan dua pilar
bangsa yang sama-sama penting untuk menguatkan nation and character building
sekaligus untuk menggelorakan spirit of the nation.
Kendati dililit oleh permasalahan yang kompleks, kita tentu saja yakin bahwa para
pemuda Indonesia memiliki ketulusan membangun idealisme demi kemajuan dan
kemandirian bangsanya. Kita percaya bahwa dengan generasinya yang datang
silih berganti, para pemuda pun terlatih untuk tangguh berdialektika demi menjadi
pemimpin bangsa di masa depan.
Demikianlah, pemuda memang tidak boleh merasa lelah untuk dapat meneruskan
cita-cita para pendiri bangsa (the founding fathers) yang selaras dengan amanat
Proklamasi 17 Agustus 1945. Mahasiswa, sebagai bagian inherent dari pemuda,
diharapkan dapat merevitalisasi spirit kebangsaan untuk melahirkan kemandirian
bangsa. Halmana agar bangsa Indonesia tidak lagi terpuruk di kancah kompetisi
global.
Home / announcement / OPTIMALISASI PERAN PEMUDA DALAM PEMBENTUKAN
KARAKTER
OPTIMALISASI PERAN PEMUDA DALAM PEMBENTUKAN
KARAKTERPemuda adalah sosok individu yang masih berproduktif yang
mempunyai jiwa optimis, berfikir maju, dan berintelegtual. Hal yang paling
menonjol dari pemuda ialah dengan cara melakukan perubahan bagi bangsa
menjadi lebih baik dan menjadi lebih maju. Perubaan yang mampu mengguba
bagsa Indonesia ditunjukan ole para pemudanya sejak awal perjuangan bangsa
melawan penjajah.

“Beri aku 1.000 orang tua, niscaya akan kucabut semeru dari akarnya. Beri
aku 10 pemuda niscaya akan kuguncangkan dunia”

Dari kutipan Ir. Soekarno diatas menunjukan bahwa pemuda dari dulu
sangat berpengaruh besar terhadap bangsa, salah satunya saat memperjuangkan
kemerdekaan Indonesia. Hal ini dapat dilihat dari peran pemuda pada saat
kemerdekaan Indonesia. Pada saat itu Indonesia sedang mengalami kekosongan
kekuasaan, golongan muda berpendapat bahwa pada waktu itulah kesempatan
untuk menyatakan kemerdekaan Indonesia, namun golongan tua tidak sepaham
dengan pendapat golongan pemuda tersebut dikarenakan tidak amannya kondisi
pada saat tersebut dan golongan tua juga tidak siap dengan proses kemerdekaan
tersebut.Hal inilah yang memacu pertentangan pendapat antara golongan muda
dan golongan tua. Golongan tua yang mengamankan Soekarno ke
Rengasdengklok kemudian menyusul dan membawa Soekarno untuk
memproklamasikan kemerdekaan Indonesia. Kemudian Soekarno menyetujui
memproklamasikan kemerdekaan yang akhirnya diperingati sebagai hari
kemerdekaan Indonesia yaitu pada tanggal 17 Agustus 1945.

Seorang pemuda dapat berpengaruh besar terhadap kemajuan bangsa


dengan melihat pada masa perjuangan tersebut. Pemuda adalah generasi penerus
yang akan memimpin perjuangan bangsa dan utama dalam mencapai ketahanan
bangsa . Pemuda yang berkualitas, pemuda yang memiliki daya saing adalah
harapan besar untuk masa depan yang lebih baik. Pemuda yang memiliki
pendidikan berkualitas dan mempunyai jiwa leadership. Karena menjadi
pemimpin bukanlah suatu hal yang mudah. Harus mampu memaksimalkan
kemampuan, sikap, naluri dan ciri-ciri kepribadiannya sehingga mampu
mendorong orang-orang yang dipimpinnya untuk dapat saling bekerja sama
mencapai satu tujuan.

Generasi penerus bangsa adalah pemuda yang nantinya akan menjadi


pemimpin di masa depan. Oleh karena itu, generasi muda diharapkan mampu
menjadi bagian dari GENRE, mampu menjadikan dirinya sebagai generasi muda
yang berkualitas, berperan aktif dalam mendukung pembangunan dan
mewujudkan pengendalian kependudukan di Indonesia. GENRE adalah sebuah
program yang bertujuan untuk memberikan edukasi yang komprehensif tentang
kesehatan reproduksi kepada generasi muda guna mendewasakan usia kawin
pertama dan menurunkan angka kelahiran remaja. Tujuan dari program ini yaitu
memberikan edukasi kepada para remaja Indonesia mengenai keluarga, kesiapan
fisik, mental, emosional, pendidikan, sosial, ekonomi serta yang paling utama
dalam menentukan jumlah dan jarak kelahiran.
Indonesia memiliki masalah yang sangat utama teruma dalam bidang
kependudukannya. masalah kependudukan merupakan masalah yangberkenaan
dengan tingkat kemakmuran penduduk, khususnya tingkat kemakmuran yang
sangat rendah. Variabel utama yang menjadi penyebab masalah kependudukan,
yaitu pertumbuhan penduduk yang pesat, dan keduanya adalah pertumbuhan
bahan kebutuhan primer yang tidak dapat mengimbangi pertumbuhan penduduk.
Ketidakseimbangan kedua variabel inilah yang menjadi dasar masalah
kependudukan (Primawati, n.d.). Masalah ini sangat terlihat dari jumlah penduduk
di Indonesia yang sekarang menempati posisi ke empat sebagai Negara terpadat di
dunia setelah India. Dengan masalah kependudukan ini menjadi pekerjaan rumah
bagi pemerintah, terlebih kepada para pemudanya. Pemuda harus mampu
mengembangkan potensi dan mencari solusi dari masyarakat.

Pemuda yang mampu mengatasi atau memberikan solusi terhadap


permasalahan di Indonesia telah menunjukan karakter yang bermutu. Sebagai
pemuda sudah selayaknya kita mengambil peran kita dalam kehidupan berbangsa.
Kita harus bisa menjalankan tugas dan kewajiban sebagai generasi penerus bangsa
yaitu mampu melakukan perubahan yang positif dengan diimbangi karakter
pemuda yang bermutu. Tidak hanya sekedar mensosialisasikannya saja,
melainkan karakter tersebut harus tertanam kuat di pemuda Indonesia bahkan
seluruh rakyat NKRI. Sehingga, akan tercipta bangsa yang berwawasan
kependudukan dimana telah mengerti berbagai masalah masyarakat dan
menemukan solusi yang tepat guna menyelesaikannya.

Dengan demikian, masyarakat harus mampu mempertahankannya guna


menuju proses Indonesia yang Maju karena sebuah proses tidak berlangsung
sebentar, melainkan berkelanjutan. Sebuah permasalahan tidaklah datang untuk
satu kali, tetapi berkali-kali hingga dapat mencapai sebuah keseimbangan. Oleh
sebab itu, peran pemuda sangat penting dan berpengaruh besar, maka dari itu kita
sebagai salah pemuda Indonesia harus mampu mengatasi solusi dan menciptakan
sebuah perubahan yang maju bagi Indonesia.

ntegritas dan Kontribusi Pemuda Menuju


Kemandirian Bangsa

“Setiap masa memiliki generasinya masing-masing, lakukanlah sesuka hatimu,


asal itu baik.” (Dahlan Iskan)

Indonesia, secuil bagian dari perjalanan panjang kisah peradaban manusia,


segerbang lokomotif di tengah rentetan kereta tua penyambung tali kehidupan.
Sebuah negara dengan potensi luar biasa, telah tenar di pojok-pojok dunia bahkan
karena telalu menggiurkannya, keperawanannya telah memanggil para ‘lelaking
jalang’ untuk mengerumuni, menjajah dan merampas hak-haknya untuk diangkut
ke sarang-sarang penyampun di seantero dunia. Ya, itulah Indonesia, surganya
para dhuafa merangkap penyedia kredit bagi penduduk dunia.

Sebuah negara yang ketika ditanya tentang keberaniannya, maka Bung Tomo-lah
yang maju di garda terdepan dan lantang untuk mengatakan
”merdeka..merdeka..merdeka ALLAHHUAKBAR!!”. Menjadi aneh ketika ditanya
tentang kegigihan, dimana di sinilah tempat lahirnya seorang panglima yang
bergerilya di atas tandu bersama penyakit paru-paru kronisnya, dan berkata:
” Jenderal besar tidak pernah lelah dan sakit”. Sebuah semangat yang
mengilhami ribuan pasukannya untuk mengusir para menir dan anak buahnya lari
tunggang langgang dari bumi pertiwi.

Tempat lahirnya politikus yang mengotaki kemerdekaan Indonesia, penembak jitu


di tengah lowongnya kekuasaan dan penjajahan, menjadi simbol proklamasi
kemerdekaan RI dan salah satu pemimpin besar dunia di zaman keemasannya,
Putra Sang Fajar, pemilik 26 gelar doktor honoris causa, penguasa 5 bahasa dan
arsitek gedung pusat universitas pertama di Indonesia ( Universitas Gajah Mada).
Tidak sebatas itu, para kaum hawanya pun tidak lantas terdiam di balik kepulan
asap di dapur rumah tangga, Penulis Door Duistermis tox Litch (menjadi buku “
Habis Gelap Terbitlah Terang”), R.A. Kartini, menjadi piooner perjuangan hak-
hak wanita layaknya titisan Fatimah Az Zahra di tengah gersangnya sosok
pemimpin wanita Indonesia.

Belum lagi Drs. Moh Hatta, B.J. Habibie, HOS Cokroaminoto dan sederet nama
besar lain yang mampu menjadi tokoh pembaharu bangsa, orang-orang yang
dengan ridho-Nya memiliki kapasitas dan kematangan pribadi sebagai modal
investasi kepahlawanan, memiliki momentum dalam potongan waktu dalam
hidupnya dan mengobarkan api keberanian untuk bersatu padu melahirkan sebuah
gelar “kepahlawanan”. Sosok- sosok inspiratif yang dengan ikhlasnya berkorban,
memilih keluar dari “zona nyaman” dan menerbangkan impian-impian tak
terbatas ruang sembari berpijak dibumi sosialita.

Namun kini Indonesia tengah mencari rupa, bingung mencari identitas,


sempoyongan memburu tempat peraduan dan kekeringan karena mampetnya
kran-kran pahlawan di tengah krisis yang menghujam. Lebih risau lagi jika
menilik ungkapan Annis Matta yang menjadikan kondisi kekinian Indonesia
sebagai “isyarat kematian sebuah bangsa”, tanda- tanda sakaratul maut dan tanda
semakin dekatnya bangsa ini dengan akhir hayatnya.

Namun, di tengah suremnya nasib bangsa, Indonesia masih merupakan pemilik


hujan tropis terluas di Asia Pasifik dan paling kaya keanekaragaman hayatinya
dengan 400 jenis kayu dipterocarp, 515 spesies mamalia, 121 spesies swalow tail,
600 lebih jenis reptil, 1519 spesies burung, 270 spesies ampfibi, 2500 spesies
tumbuhan berbunga, 6000 jenis anggrek . Selain itu, Indonesia adalah pemilik
pesisir pantai terpanjang di dunia, pemilik coral reef terkaya ( 18 % dari total
dunia), memiliki produksi perikanan laut 6,4 juta ton pertahun, pemilik hutan
bakau terluas di dunia, pemilik cadangan minyak 9,7 juta barel, pemilik cadangan
gas alam sebanyak 146,7 triliun kaki kubik, dan penyuplai 20 % gas alam cair di
pasar dunia. Bahkan, Indonesia masih menjadi penghasil karet terbesar kedua di
dunia, produsen minyak sawit terbesar (2006) dengan 16 juta ton pertahun,
pengekspor terbesar kayu lapis ke seluruh dunia, dan penghasil timah terbesar
kedua di dunia.

Hingga saat ini pun, banyak yang berkeyakinan bahwa Indonesia masih berpotensi
menjadi salah satu kekuatan utama dunia. Dengan lebih dari 200 juta penduduk,
Indonesia merupakan nomor empat terbesar di dunia. Heterogenitas adat dan
budaya Indonesia pun telah ditutupi dengan semangat nasionalisme
dan ukhuwah keislaman.

Integritas dan Karakter Pemuda Bangsa

Pemuda masa depan Indonesia adalah pemuda yang memiliki komitmen


yang kuat, kekhasan dalam berpikir dan mempunyai visi yang jelas dalam
bertindak. Dan kesemuanya merupakan penjabaran dari kelurusan niat, kegigihan
dalam berjalan di atas rel kebenaran dan bersedia berkubang dalam segala pelik
masalah yang menghadang. Disini, proses yang berat dan panjang merupakan
sarana dalam membentuk manusia super hero bagi seluruh umat yang
dinaunginya. Kepekaan hati yang dibalut dengan keberanian untuk bertindak
nyata melawan tirani kapitalisme menjadi semangat tak terbantahkan dari sosok
pemuda.

Para pemimpin muda harapan Indonesia adalah mereka yang berikrar dan
berkomitmen:

Kami pemimpin muda Indonesia/ berkomitmen/

Mempersembahkan segenap kemampuan kami/

Demi kembalinya kehormatan bangsa/


Bagi tegaknya kejayaan/ kemuliaan/ dan terwujudnya cita-cita kemerdekaan/

Hari ini kami proklamirkan/ kepada bangsa yang kami cintai/

Tiada yang melatarbelakangi kami/ kecuali kejujuran dan ketulusan/

Tiada ambisi pribadi/ apalagi hasrat kotor untuk menguasai/

Kami meyakini/ pemimpin bukanlah soal jabatan/ bukan soal posisi struktural/

Pemimpin adalah kapasitas/ komitmen/ kualitas diri/ dan tanggunjawab/

Untuk melakukan perubahan/ bagi lingkungan masyarakat kami/

Secara sadar kami memilih/ dan berkomitmen/ untuk menjadi pemimpin/


dimanapun/ kapanpun/

Dan dalam kondisi apapun/

Kami pemimpin muda Indonesia/ berjanji/

Untuk selalu berusaha bermanfaat dan berkontribusi pada masyarakat , apapun


tantangannya//

Selalu teguh dalam kejujuran, apapun kondisinya//

Selalu kokoh dalam integritas, betapapun sulitnya//

Selalu bertanggung jawab, betapapun beratnya

Inilah komitmen kami/ Para Pemimpin Muda Indonesia

Kami akan terus berkarya/ dan bekerjasama/ dalam mewujudkan cita-cita kami/

Menjadi pemimpin yang adil/ dan berintegritas/

Untuk Kebangkitan indonesia baru/ yang lebih kuat dan bermartabat/

Semoga Allah SWT memberkahi dan mejaga kami dalam janji ini

Surakarta, 20 November 2012

Perjuangan bangsa ini tidak akan pernah berakhir, karena kesempurnaan


dalam realita tidak akan pernah tercapai dan pragmatisme berfikirlah yang akan
menjadi pilihan terakhirnya. Perjuangan melawan kebobrokan moral, kemiskinan
ilmu, kejahatan globalisasi dan kebinasaan perekonomian Indonesia. Ini yang
semestinya menjadikan hati setiap pemuda prihatin dan menjadikannya terdidik
dan tercerahkan, seperti yang dikatakan Bapak Anhar Gong Gong, penulis buku
Api Sejarah bahwa “ Seorang pemimpin, pikir dan tindakannya selalu untuk
orang lain”.

Pemuda: Kontribusi Merawat Indonesia

Dan Abu Hurairah RA. bahwa Rasulullah SAW. bersabda, “Ada tujuh golongan
manusia yang akan dinaungi oleh Allah dalam naungan (Arsy)-Nya pada hari
yang tidak ada naungan (sama sekali) kecuali naungan-Nya :…(salah astunya)
seorang pemuda yang tumbuh dalam ibadah (ketaatan) kepada Allah..”. (HR. Al
Bukhari dan Muslim)

Pemuda dikaruniai berbagai kelebihan sebagai jembatan dua masa, masa kanak-
kanak dan masa tua. Pemuda terbaik adalah mereka yang menyadari tugasnya
sebagai agent of change. Dari hadist di atas dapat kita mengerti bahwa Islam,
sebagai agama mayoritas di Indonesia sangat menghargai peran seorang pemuda.
Perlu pula kita maknai ibadah tidak hanya sebatas berada di masjid dan berdoa
sepanjang waktu. Nabi Muhammad SAW saja membagi waktu dalam hidupnya
untuk 3 perkara, yaitu beribadah pada Allah, berdakwah pada masyarakat serta
menjaga keluarganya dari siksa api neraka. Nabi juga memprediksi tentang suatu
masa dimana mereka (orang mukmin) akan menemukan para ahli surga, bukan di
dalam masjid namun di kantor, pasar dan tempat lainnya. Pada hakikatnya,
memang Islam mengajarkan nilai sosial yang luar biasa sebagai representasi nilai-
nilai rabbani dalam diri manusia.

Pemuda adalah jembatan masyarakat, pemerintah dan pengusaha. Pemuda dengan


kekayaan inteletual yang dipandu oleh kejernihan hati memiliki integritas
tersendiri dalam percaturan kehidupan. Dia adalah elemen pemilik kepekaan
tinggi terhadap keadaan sosial masyarakat yang kemudian melecutkan semangat
keberanian (bukan hanya nekat) serta membangun aksi nyata dalam runtutan doa
di tiap sepertiga malam terakhirnya. Kecendikiaannya diamanfaatkan betul untuk
membawa perubahan mendasar pada paradigma masyarakat, mendampinginya
hingga mencapai kemandirian dan menggunakan pemberdayaan sebagai asas
pergerakan.

Di antara keajaiban hati para pemuda sejati adalah cara mereka mengapresiasi
karya-karya mereka. Para pemuda ini tidak pernah memandang karya-karya besar
secara berlebihan, tetapi mereka juga tidak pernah meremehkan pekerjaan-
pekerjaan kecil yang mereka lakukan. Besar kecilnya suatu karya bukan
merupakan hal yang penting bagi meraka. Melainkan kontribusi, semangat, dan
sikap rela berkorban menjadi parameter besar kecilnya pahala yang mereka dapat.

Sebagai seorang pemuda, kita diberi ruang belajar seluas-luasnya hingga suatu
ketika kita akan mencapai titik kedewasaan dan kondisi akhir terbaik untuk
berkontribusi pada bangsa. Pemuda Indonesia adalah mereka yang selalu bergerak
untuk memperbaiki diri, lingkungan dan masyarakat. Tidak ada super hero di
dunia ini, yang ada adalah sebuah organisasi tersruktur yang saling melengkapi
untuk mencapai sebuah visi. Visi ini akan merasuki setiap sendi dan pembuluh
darah hingga mampu menggerakkan tubuh dan jiwa menuju satu tujuan : merawat
Indonesia.

Jihad di era global bukan lagi hanya tentang mengangkat pedang penghujam
jantung lawan, tidak lagi cukup dengan menarik busur panah penghunus nyawa.
Saat ini, yang dibutuhkan adalah orang-orang yang memiliki kapasitas dan
spesialisasi di bidangnya namun tetap memiliki wawasan yang luas dan luar biasa
untuk menghimpun segala informasi dan memadukan paradigma berfikir
berbagai idealisme dari berbagai aspek kehidupan.

Maka perlulah kiranya kita (pemuda) menyadari peran strategisnya


sebagai jembatan peradaban dan penyambung tali perjuangan. Dengan apa?
Apapun itu, sebagai pendidik, enterpreneur, birokrat, agamawan bahkan sekadar
petani dan sejenisnya. Apapun kita, kita harus menyadari setiap tindakan kita akan
menjadi bagian dari pemenuhan amanah pahlawan dan rakyat Indonesia, inilah
yang akan membuat bangsa ini besar.

Indonesia perlu dibimbing, didampingi, didorong dan dirawat agar tidak semakin
layu di tengah kemarau moral bangsa dan cengkramaan kapitalisme global.
Indonesia perlu bercermin pada bangsa-bangsa Asia, seperti Jepang dan Korea
yang meyakini bahwa budayanyalah yang terbaik, pemuda merekalah yang
terunggul dan sejarah merekalah yang paling beradab hingga nantinya Indonesia
mampu berkata “Akulah Indonesia, negeri mandiri yang terawat dengan baik oleh
para pemuda dan masyarakatnya”

Generasi Muda Harus Mampu Bersaing di Era yang Semakin Kompetitif


BENGKALIS - Sebagaimana pemuda di daerah lain, sebagai generasi penerus, pemuda di kabupaten Bengkalis juga
dihadapkan pada persaingan yang semakin kompetitif. lebih-lebih di tahun 2016 ini, Masyarakat Ekonomi Asean (MEA)
sudah diberlakukan.

Artinya, seluruh pemuda bukan saja dihadapkan pada persaingan antar sesama
pemuda di kabupaten Bengkalis maupun dengan pemuda daerah lain di Indonesia,
tetapi juga pemuda dari negara-negara Asean lain.

Hal tersebut disampaikan Bupati Bengkalis, Amril Mukminin yang diwakili Plt.
Asisten Tata Praja, Hj Umi Kalsum saat membuka seleksi peserta Bhakti Pemuda
Antar Daerah (BPAD) Dan Kemah Kesatuan Pemuda (KKP) Tingkat Kabupaten
Bengkalis Tahun 2016, Selasa (26/04/2016) di Selat Baru, kecamatan Bantan.

Salah satu konsekuensi dari diberlakukannya MEA, akan adanya arus bebas
tenaga kerja terampil dari negara-negara Asean lainnya ke Indonesia. Pemuda-
pemuda terampil dari negara-negara Anggota asean lainnya, bukan hanya bisa,
tetapi juga bebas masuk dan mengisi peluang kerja yang ada di kabupaten
Bengkalis ini.

"Untuk itu, agar tidak menjadi penonton di daerah sendiri, seluruh pemuda di
daerah ini harus memiliki kualitas diri serta mempunyai orientasi yang jelas,
sehingga mampu memiliki daya saing. memiliki keunggulan kompetitif dan
komparatif. Tentunya, keunggulan kompetitif dan komparatif dimaksud
sebagaimana kami kemukakan di atas, bukan hanya bersifat internal, tetapi juga
dalam konteks eksternal, yaitu dengan pemuda dari berbagai negara Asean
lainnya" katanya.

Lebih lanjut disampaikan Umi Kalsum saat membaca sambutan tertulis bupati,
salah satu upaya yang dilaksanakan pemerintah untuk meningkatan kualitas diri
pemuda agar memiliki keunggulan kompetitif dan komparatif, diantaranya dengan
melaksanakan seleksi BPAD.

"Hal ini dimaksudkan agar terjadi transfer of knowlegde (pengetahuan) dan


transfer of experience (pengalaman). maksudnya, selain berkompetisi, melalui
BPAD ini seluruh peserta bisa saling asah, saling asih dan saling asuh, dan
akhirnya bergerak maju bersama, meskipun satu sama lain berasal dari daerah
yang berbeda" ungkapnya.

Selain BPAD, imbuhnya lagi, kegiatan yang dilakukan pemerintah, yaitu dengan
melaksanakan PPK. Bertujuan untuk mewujudkan generasi muda yang tangguh,
kokoh, dan mampu menghadapi tantangan masa depan daerah dan bangsa dalam
persaingan tatanan kehidupan global yang semakin kompetitif, serta tanpa batas
sekat wilayah dan waktu, sebagaimana saat ini kita rasakan bersama.

"Kegiatan PPK ini merupakan salah satu upaya untuk dapat menjadi para pemuda
menjadi pemuda yang handal. Bisa menjadi suri tauladan yang baik serta dapat
menciptakan persatuan dan kesatuan. untuk mewujudkan generasi penerus yang
memiliki sikap mawas diri, tahu diri, tenggang rasa, solidaritas sosial ekonomi
yang tinggi terhadap kebersamaan dan kesetiakawanan" pungkasnya.

Sementara itu dalam laporannya, Kepala Dinas Kebudayaan, Pariwisata, Pemuda


Dan Olahraga, H Eduar menyebutkan kegiatan yang akan berakhir 29 April
mendatang ini peserta akan dibekali berbagai materi dan kegiatan seperti materi
dinamika kelompok, pembinaan akhlak, pengenalan alam sekitar, motivasi
wirausaha, bahaya narkoba, kompetensi kemandirian, dan lain sebagainya.

Saat pembukaan, selain Umi Kalsum juga tampak hadir sejumlah pejaba

Menanamkan Keunggulan Kompetitif


Generasi Emas Indonesia

Email This BlogThis! Share to Twitter Share to Facebook

Indonesia boleh saja bangga pada sumber daya alam yang melimpah. Puja dan
puji syukur selalu dipanjatkan karena negeri ini begitu disayangi, dianugerahi
berbagai potensi alam yang dimiliki. Namun, kini sudah bukan saatnya lagi untuk
menjejali pemikiran pemuda kita dengan kebanggaan itu. CUKUP! Pemuda
Indonesia kini harus dibiasakan untuk merubah pola pikirnya. Menciptakan,
mengolah, mendesain dan yang terpenting, tidak hanya sekedar menikmati!

Sedikit menggebu memang, tapi dengan berkaca kondisi generasi muda Indonesia
kini, rasanya hal itu wajar dan harus dilakukan. Entah disadari atau tidak,
kecenderungan perilaku dan pemikiran sebagian pemuda kita saat ini sudah
berada pada titik yang mengkhawatirkan. Menurunnya moralitas dan lemahnya
kemampuan menghadapi persaingan global menjadi sebuah tantang besar bagi
generasi muda Indonesia saat ini.

Generasi Emas
Pesimis? Tentu tidak. Ini adalah sebuah refleksi bagaimana pemuda harus
menentukan langkahnya mulai dari sekarang. Sebagian besar pemuda Indonesia
kini harus disadarkan bahwa mereka adalah generasi emas yang dimiliki bangsa
ini. Menteri Pendidikan M.Nuh dalam peringatan Hardiknas Tahun 2012 lalu
menyatakan bahwa dari 2012-2035 Indonesia mendapat bonus demografi, dimana
jumlah penduduk usia produktif paling tinggi di antara usia anak-anak dan orang
tua.

Meskipun demikian, alasan lain yang kiranya pantas untuk menyebut mereka
generasi emas tidak hanya itu. Merekalah yang telah belajar banyak pada
bobroknya kondisi negara kita saat ini. Mereka yang menjadi pemuda pada masa
ini, dalam 10-20 tahun kedepan diharapkan dapat menjadi pemimpin baru yang
memperbaiki kelemahan berbagai sistem pemerintahan dan kehidupan yang ada.
Mereka pula yang sekarang aktif melakukan kritik sosial dan menunjukkan
prestasi di berbagai kompetisi. Lalu, selanjutnya apa? Apakah cukup dengan
melabeli mereka generasi emas?

Banyak hal yang harus ditempuh untuk menyambut era keemasan pemuda
Indonesia. Dengan berkaca pada kondisi negara sekarang ini, generasi muda bisa
saja terjebak dalam dilema besar. Apakah mereka mampu mendesain
pembangunan yang lebih baik? Atau justru dengan jumlah usia produktif yang
besar di periode 2020-2030 mereka hanya akan sebagai penonton, sasaran
konsumtif pasar global dan lebih parah lagi (maaf) budak kapitalis!

Tantangan terberat bagi generasi muda Indonesia di masa depan adalah


bagaimana mereka menciptakan kemandirian bangsa. Tidak terlepas secara
menyeluruh dari dunia luar, melainkan mampu bersaing dengan pasar global dan
tenaga kerja asing. Generasi muda kelak, harus mampu memberdayakan
masyarakat Indonesia secara merata sesuai dengan potensinya. Dengan begitu,
negara akan diurus oleh orang-orang yang kompeten, menciptakan proses
pembangunan negara yang terencana dengan baik, sehingga negara akan
mengalami kemajuan, serta pembangunan akan berlangsung secara
berkesinambungan.

Karakteristik itulah yang harus ditananamkan pada pemuda Indonesia kini.


Memang untuk membuat suatu perubahan tidak semudah membalikkan telapak
tangan atau berdasarkan teori semata. Proses penciptaan generasi emas yang
unggul, kompetitif dan mampu bersaing hanya terjadi apabila pemerintah
memiliki kesadaran untuk itu. Pemuda tanpa karakter kebangsaan ibarat raga
tanpa jiwa, seolah tidak memiliki tujuan dan cita-cita perjuangan. Karakter
kebangsaan inilah yang menjadi nilai plus yang mengarahkan pemuda dan para
generasi emas kita pada cita-cita untuk mampu menciptakan Indonesia yang lebih
baik

Menanamkan Keunggulan Kompetitif Generasi Emas Indonesia

Email This BlogThis! Share to Twitter Share to Facebook

Indonesia boleh saja bangga pada sumber daya alam yang melimpah. Puja dan
puji syukur selalu dipanjatkan karena negeri ini begitu disayangi, dianugerahi
berbagai potensi alam yang dimiliki. Namun, kini sudah bukan saatnya lagi untuk
menjejali pemikiran pemuda kita dengan kebanggaan itu. CUKUP! Pemuda
Indonesia kini harus dibiasakan untuk merubah pola pikirnya. Menciptakan,
mengolah, mendesain dan yang terpenting, tidak hanya sekedar menikmati!

Sedikit menggebu memang, tapi dengan berkaca kondisi generasi muda Indonesia
kini, rasanya hal itu wajar dan harus dilakukan. Entah disadari atau tidak,
kecenderungan perilaku dan pemikiran sebagian pemuda kita saat ini sudah
berada pada titik yang mengkhawatirkan. Menurunnya moralitas dan lemahnya
kemampuan menghadapi persaingan global menjadi sebuah tantang besar bagi
generasi muda Indonesia saat ini.
Generasi Emas
Pesimis? Tentu tidak. Ini adalah sebuah refleksi bagaimana pemuda harus
menentukan langkahnya mulai dari sekarang. Sebagian besar pemuda Indonesia
kini harus disadarkan bahwa mereka adalah generasi emas yang dimiliki bangsa
ini. Menteri Pendidikan M.Nuh dalam peringatan Hardiknas Tahun 2012 lalu
menyatakan bahwa dari 2012-2035 Indonesia mendapat bonus demografi, dimana
jumlah penduduk usia produktif paling tinggi di antara usia anak-anak dan orang
tua.

Meskipun demikian, alasan lain yang kiranya pantas untuk menyebut mereka
generasi emas tidak hanya itu. Merekalah yang telah belajar banyak pada
bobroknya kondisi negara kita saat ini. Mereka yang menjadi pemuda pada masa
ini, dalam 10-20 tahun kedepan diharapkan dapat menjadi pemimpin baru yang
memperbaiki kelemahan berbagai sistem pemerintahan dan kehidupan yang ada.
Mereka pula yang sekarang aktif melakukan kritik sosial dan menunjukkan
prestasi di berbagai kompetisi. Lalu, selanjutnya apa? Apakah cukup dengan
melabeli mereka generasi emas?

Banyak hal yang harus ditempuh untuk menyambut era keemasan pemuda
Indonesia. Dengan berkaca pada kondisi negara sekarang ini, generasi muda bisa
saja terjebak dalam dilema besar. Apakah mereka mampu mendesain
pembangunan yang lebih baik? Atau justru dengan jumlah usia produktif yang
besar di periode 2020-2030 mereka hanya akan sebagai penonton, sasaran
konsumtif pasar global dan lebih parah lagi (maaf) budak kapitalis!

Tantangan terberat bagi generasi muda Indonesia di masa depan adalah


bagaimana mereka menciptakan kemandirian bangsa. Tidak terlepas secara
menyeluruh dari dunia luar, melainkan mampu bersaing dengan pasar global dan
tenaga kerja asing. Generasi muda kelak, harus mampu memberdayakan
masyarakat Indonesia secara merata sesuai dengan potensinya. Dengan begitu,
negara akan diurus oleh orang-orang yang kompeten, menciptakan proses
pembangunan negara yang terencana dengan baik, sehingga negara akan
mengalami kemajuan, serta pembangunan akan berlangsung secara
berkesinambungan.

Karakteristik itulah yang harus ditananamkan pada pemuda Indonesia kini.


Memang untuk membuat suatu perubahan tidak semudah membalikkan telapak
tangan atau berdasarkan teori semata. Proses penciptaan generasi emas yang
unggul, kompetitif dan mampu bersaing hanya terjadi apabila pemerintah
memiliki kesadaran untuk itu. Pemuda tanpa karakter kebangsaan ibarat raga
tanpa jiwa, seolah tidak memiliki tujuan dan cita-cita perjuangan. Karakter
kebangsaan inilah yang menjadi nilai plus yang mengarahkan pemuda dan para
generasi emas kita pada cita-cita untuk mampu menciptakan Indonesia yang lebih
baik

Menanamkan Keunggulan Kompetitif Generasi Emas


Indonesia
Email This BlogThis! Share to Twitter Share to Facebook

Indonesia boleh saja bangga pada sumber daya alam yang melimpah. Puja dan
puji syukur selalu dipanjatkan karena negeri ini begitu disayangi, dianugerahi
berbagai potensi alam yang dimiliki. Namun, kini sudah bukan saatnya lagi untuk
menjejali pemikiran pemuda kita dengan kebanggaan itu. CUKUP! Pemuda
Indonesia kini harus dibiasakan untuk merubah pola pikirnya. Menciptakan,
mengolah, mendesain dan yang terpenting, tidak hanya sekedar menikmati!

Sedikit menggebu memang, tapi dengan berkaca kondisi generasi muda Indonesia
kini, rasanya hal itu wajar dan harus dilakukan. Entah disadari atau tidak,
kecenderungan perilaku dan pemikiran sebagian pemuda kita saat ini sudah
berada pada titik yang mengkhawatirkan. Menurunnya moralitas dan lemahnya
kemampuan menghadapi persaingan global menjadi sebuah tantang besar bagi
generasi muda Indonesia saat ini.

Generasi Emas
Pesimis? Tentu tidak. Ini adalah sebuah refleksi bagaimana pemuda harus
menentukan langkahnya mulai dari sekarang. Sebagian besar pemuda Indonesia
kini harus disadarkan bahwa mereka adalah generasi emas yang dimiliki bangsa
ini. Menteri Pendidikan M.Nuh dalam peringatan Hardiknas Tahun 2012 lalu
menyatakan bahwa dari 2012-2035 Indonesia mendapat bonus demografi, dimana
jumlah penduduk usia produktif paling tinggi di antara usia anak-anak dan orang
tua.

Meskipun demikian, alasan lain yang kiranya pantas untuk menyebut mereka
generasi emas tidak hanya itu. Merekalah yang telah belajar banyak pada
bobroknya kondisi negara kita saat ini. Mereka yang menjadi pemuda pada masa
ini, dalam 10-20 tahun kedepan diharapkan dapat menjadi pemimpin baru yang
memperbaiki kelemahan berbagai sistem pemerintahan dan kehidupan yang ada.
Mereka pula yang sekarang aktif melakukan kritik sosial dan menunjukkan
prestasi di berbagai kompetisi. Lalu, selanjutnya apa? Apakah cukup dengan
melabeli mereka generasi emas?
Banyak hal yang harus ditempuh untuk menyambut era keemasan pemuda
Indonesia. Dengan berkaca pada kondisi negara sekarang ini, generasi muda bisa
saja terjebak dalam dilema besar. Apakah mereka mampu mendesain
pembangunan yang lebih baik? Atau justru dengan jumlah usia produktif yang
besar di periode 2020-2030 mereka hanya akan sebagai penonton, sasaran
konsumtif pasar global dan lebih parah lagi (maaf) budak kapitalis!

Tantangan terberat bagi generasi muda Indonesia di masa depan adalah


bagaimana mereka menciptakan kemandirian bangsa. Tidak terlepas secara
menyeluruh dari dunia luar, melainkan mampu bersaing dengan pasar global dan
tenaga kerja asing. Generasi muda kelak, harus mampu memberdayakan
masyarakat Indonesia secara merata sesuai dengan potensinya. Dengan begitu,
negara akan diurus oleh orang-orang yang kompeten, menciptakan proses
pembangunan negara yang terencana dengan baik, sehingga negara akan
mengalami kemajuan, serta pembangunan akan berlangsung secara
berkesinambungan.

Karakteristik itulah yang harus ditananamkan pada pemuda Indonesia kini.


Memang untuk membuat suatu perubahan tidak semudah membalikkan telapak
tangan atau berdasarkan teori semata. Proses penciptaan generasi emas yang
unggul, kompetitif dan mampu bersaing hanya terjadi apabila pemerintah
memiliki kesadaran untuk itu. Pemuda tanpa karakter kebangsaan ibarat raga
tanpa jiwa, seolah tidak memiliki tujuan dan cita-cita perjuangan. Karakter
kebangsaan inilah yang menjadi nilai plus yang mengarahkan pemuda dan para
generasi emas kita pada cita-cita untuk mampu menciptakan Indonesia yang lebih
baik

Menanamkan Keunggulan Kompetitif Generasi Emas Indonesia

Email This BlogThis! Share to Twitter Share to Facebook

Indonesia boleh saja bangga pada sumber daya alam yang melimpah. Puja dan
puji syukur selalu dipanjatkan karena negeri ini begitu disayangi, dianugerahi
berbagai potensi alam yang dimiliki. Namun, kini sudah bukan saatnya lagi untuk
menjejali pemikiran pemuda kita dengan kebanggaan itu. CUKUP! Pemuda
Indonesia kini harus dibiasakan untuk merubah pola pikirnya. Menciptakan,
mengolah, mendesain dan yang terpenting, tidak hanya sekedar menikmati!

Sedikit menggebu memang, tapi dengan berkaca kondisi generasi muda Indonesia
kini, rasanya hal itu wajar dan harus dilakukan. Entah disadari atau tidak,
kecenderungan perilaku dan pemikiran sebagian pemuda kita saat ini sudah
berada pada titik yang mengkhawatirkan. Menurunnya moralitas dan lemahnya
kemampuan menghadapi persaingan global menjadi sebuah tantang besar bagi
generasi muda Indonesia saat ini.
Generasi Emas
Pesimis? Tentu tidak. Ini adalah sebuah refleksi bagaimana pemuda harus
menentukan langkahnya mulai dari sekarang. Sebagian besar pemuda Indonesia
kini harus disadarkan bahwa mereka adalah generasi emas yang dimiliki bangsa
ini. Menteri Pendidikan M.Nuh dalam peringatan Hardiknas Tahun 2012 lalu
menyatakan bahwa dari 2012-2035 Indonesia mendapat bonus demografi, dimana
jumlah penduduk usia produktif paling tinggi di antara usia anak-anak dan orang
tua.

Meskipun demikian, alasan lain yang kiranya pantas untuk menyebut mereka
generasi emas tidak hanya itu. Merekalah yang telah belajar banyak pada
bobroknya kondisi negara kita saat ini. Mereka yang menjadi pemuda pada masa
ini, dalam 10-20 tahun kedepan diharapkan dapat menjadi pemimpin baru yang
memperbaiki kelemahan berbagai sistem pemerintahan dan kehidupan yang ada.
Mereka pula yang sekarang aktif melakukan kritik sosial dan menunjukkan
prestasi di berbagai kompetisi. Lalu, selanjutnya apa? Apakah cukup dengan
melabeli mereka generasi emas?

Banyak hal yang harus ditempuh untuk menyambut era keemasan pemuda
Indonesia. Dengan berkaca pada kondisi negara sekarang ini, generasi muda bisa
saja terjebak dalam dilema besar. Apakah mereka mampu mendesain
pembangunan yang lebih baik? Atau justru dengan jumlah usia produktif yang
besar di periode 2020-2030 mereka hanya akan sebagai penonton, sasaran
konsumtif pasar global dan lebih parah lagi (maaf) budak kapitalis!

Tantangan terberat bagi generasi muda Indonesia di masa depan adalah


bagaimana mereka menciptakan kemandirian bangsa. Tidak terlepas secara
menyeluruh dari dunia luar, melainkan mampu bersaing dengan pasar global dan
tenaga kerja asing. Generasi muda kelak, harus mampu memberdayakan
masyarakat Indonesia secara merata sesuai dengan potensinya. Dengan begitu,
negara akan diurus oleh orang-orang yang kompeten, menciptakan proses
pembangunan negara yang terencana dengan baik, sehingga negara akan
mengalami kemajuan, serta pembangunan akan berlangsung secara
berkesinambungan.
Karakteristik itulah yang harus ditananamkan pada pemuda Indonesia kini.
Memang untuk membuat suatu perubahan tidak semudah membalikkan telapak
tangan atau berdasarkan teori semata. Proses penciptaan generasi emas yang
unggul, kompetitif dan mampu bersaing hanya terjadi apabila pemerintah
memiliki kesadaran untuk itu. Pemuda tanpa karakter kebangsaan ibarat raga
tanpa jiwa, seolah tidak memiliki tujuan dan cita-cita perjuangan. Karakter
kebangsaan inilah yang menjadi nilai plus yang mengarahkan pemuda dan para
generasi emas kita pada cita-cita untuk mampu menciptakan Indonesia yang lebih
baik

Menanamkan Keunggulan Kompetitif Generasi Emas


Indonesia

Email This BlogThis! Share to Twitter Share to Facebook

Indonesia boleh saja bangga pada sumber daya alam yang melimpah. Puja dan
puji syukur selalu dipanjatkan karena negeri ini begitu disayangi, dianugerahi
berbagai potensi alam yang dimiliki. Namun, kini sudah bukan saatnya lagi untuk
menjejali pemikiran pemuda kita dengan kebanggaan itu. CUKUP! Pemuda
Indonesia kini harus dibiasakan untuk merubah pola pikirnya. Menciptakan,
mengolah, mendesain dan yang terpenting, tidak hanya sekedar menikmati!

Sedikit menggebu memang, tapi dengan berkaca kondisi generasi muda Indonesia
kini, rasanya hal itu wajar dan harus dilakukan. Entah disadari atau tidak,
kecenderungan perilaku dan pemikiran sebagian pemuda kita saat ini sudah
berada pada titik yang mengkhawatirkan. Menurunnya moralitas dan lemahnya
kemampuan menghadapi persaingan global menjadi sebuah tantang besar bagi
generasi muda Indonesia saat ini.
Generasi Emas
Pesimis? Tentu tidak. Ini adalah sebuah refleksi bagaimana pemuda harus
menentukan langkahnya mulai dari sekarang. Sebagian besar pemuda Indonesia
kini harus disadarkan bahwa mereka adalah generasi emas yang dimiliki bangsa
ini. Menteri Pendidikan M.Nuh dalam peringatan Hardiknas Tahun 2012 lalu
menyatakan bahwa dari 2012-2035 Indonesia mendapat bonus demografi, dimana
jumlah penduduk usia produktif paling tinggi di antara usia anak-anak dan orang
tua.

Meskipun demikian, alasan lain yang kiranya pantas untuk menyebut mereka
generasi emas tidak hanya itu. Merekalah yang telah belajar banyak pada
bobroknya kondisi negara kita saat ini. Mereka yang menjadi pemuda pada masa
ini, dalam 10-20 tahun kedepan diharapkan dapat menjadi pemimpin baru yang
memperbaiki kelemahan berbagai sistem pemerintahan dan kehidupan yang ada.
Mereka pula yang sekarang aktif melakukan kritik sosial dan menunjukkan
prestasi di berbagai kompetisi. Lalu, selanjutnya apa? Apakah cukup dengan
melabeli mereka generasi emas?

Banyak hal yang harus ditempuh untuk menyambut era keemasan pemuda
Indonesia. Dengan berkaca pada kondisi negara sekarang ini, generasi muda bisa
saja terjebak dalam dilema besar. Apakah mereka mampu mendesain
pembangunan yang lebih baik? Atau justru dengan jumlah usia produktif yang
besar di periode 2020-2030 mereka hanya akan sebagai penonton, sasaran
konsumtif pasar global dan lebih parah lagi (maaf) budak kapitalis!

Tantangan terberat bagi generasi muda Indonesia di masa depan adalah


bagaimana mereka menciptakan kemandirian bangsa. Tidak terlepas secara
menyeluruh dari dunia luar, melainkan mampu bersaing dengan pasar global dan
tenaga kerja asing. Generasi muda kelak, harus mampu memberdayakan
masyarakat Indonesia secara merata sesuai dengan potensinya. Dengan begitu,
negara akan diurus oleh orang-orang yang kompeten, menciptakan proses
pembangunan negara yang terencana dengan baik, sehingga negara akan
mengalami kemajuan, serta pembangunan akan berlangsung secara
berkesinambungan.
Karakteristik itulah yang harus ditananamkan pada pemuda Indonesia kini.
Memang untuk membuat suatu perubahan tidak semudah membalikkan telapak
tangan atau berdasarkan teori semata. Proses penciptaan generasi emas yang
unggul, kompetitif dan mampu bersaing hanya terjadi apabila pemerintah
memiliki kesadaran untuk itu. Pemuda tanpa karakter kebangsaan ibarat raga
tanpa jiwa, seolah tidak memiliki tujuan dan cita-cita perjuangan. Karakter
kebangsaan inilah yang menjadi nilai plus yang mengarahkan pemuda dan para
generasi emas kita pada cita-cita untuk mampu menciptakan Indonesia yang lebih
baik
Bangsa-Cita-cita bangsa Indonesia adalah menjadi negara besar,kuat,disegani dan
dihormati keberadaannya di tengah-tengah bangsa-bangsa di dunia. Setelah 67
tahun Indonesia merdeka pencapaian cita-cita ini belum sepenuhnya
dipenuhi,meskipun kita sadari telah terjadi kemajuan dan capaian yang telah di
raih di bidang politik,keamanan,ekonomi,dan kesejahteraan rakyat. Namun kita
harus tetap sadar dan lebih meningkatkan kemauan dan kemampuan kita karena
ke depan masih banyak persoalan dan tantangan bahkan lebih kompleks yang
harus diselesaikan. Optimisme dan upaya kuat seluruh anak bangsa dengan
semangat nasionalisme dalam mewujudkan cita-cita harus tetap dilakukan secara
sistematik, sistemik dan berkelanjutan,meskipun dihadapkan pada berbagai
tantangan.Meningkatkan komitmen menjadikan pendidikan sebagai sarana utama
untuk menuju terwujudnya bangsa Indonesia sebagai bangsa yang mandiri dan
berdaya saing tinggi.
Pendidikan mempunyai peranan yang sangat penting dan strategis dalam
pembangunan nasional. Oleh karena itu pemerintah bertekad memberikan
perhatian yang besar pada pembangunan pendidikan. Sampai saat ini, pemerintah
telah mengambil berbagai terobosan kebijakan pendidikan berskala besar.
Kita semua menyadari,bahwa hanya melalui pendidikan bangsa kita menjadi maju
dan dapat mengejar ketertinggalan dari bangsa lain,baik dalam bidang sains dan
teknologi maupun ekonomi. Peran pendidikan penting juga dalam membangun
peradaban bangsa yang berdasarkan atas jati diri dan karakter bangsa.Apapun
persoalan bangsa yang dihadapi komitmen kita untuk melaksanakan
pembangunan pendidikan sesuai dengan amanat konstitusi dan berbagai peraturan
perundangan-undangan yang berlaku tetap dipegang. Komitmen ini direalisasikan
dalam berbagai kebijakan dan program yang diarahkan untuk mencapai tujuan
meningkatnya kualitas sumber daya manusia demi tercapainya kemajuan bangsa
dan negara di masa depan, sebagaimana yang kita cita-citakan bersama. Ini
menjadi bagian penting yang menentukan perkembangan pendidikan di Indonesia.
Pendidikan adalah suatu proses di mana suatu bangsa mempersiapkan generasi
mudanya untuk menjalankan kehidupan dan untuk memenuhi tujuan hidup secara
efektif dan efisien. Pendidikan adalah suatu proses dimana suatu bangsa atau
negara membina dan mengembangkan kesadaran diri diantara individu-
individu.Disamping itu pendidikan adalah suatu hal yang benar-benar ditanamkan
selain menempa fisik,mental dan moral bagi individu-individu,agar mereka
menjadi manusia yang berbudaya sehingga diharapkan mampu memenuhi
tugasnya sebagai manusia yang diciptakan Allah Tuhan Semesta Alam,sebagai
mahluk yang sempurna dan terpilih sebagai khalifahNya di muka bumi ini yang
sekaligus menjadi warga negara yang berarti dan bermanfaat bagi suatu negara.
Dalam konteks modern dan kontemporer, isitilah pendidikan senantiasa diletakkan
dalam kerangka kegiatan dan tugas yang ditujukan bagi sebuah angkatan atau
generasi yang sedang ada dalam masa-masa pertumbuhan. Oleh karena itu
pendidikan lebih mengarahkan dirinya pada pembentukan dan pendewasaan
pengembangan kepribadian manusia yang mengutamakan proses pengembangan
dan pembentukan diri secara terus menerus (on going formation).
Proses pembentukan diri terus-menerus ini terjadi dalam kerangka ruang dan
waktu. Pendidikan dengan demikian mengacu pada setiap bentuk pengembangan
dan pembentukan diri yang sifanya prosesual,yaitu sebuah kesinambungan yang
terus menerus yang tertata rapi dan terorganisasi,berupa kegiatan yang terarah dan
tertuju pada strukturasi dan konsolidasi kepribadian serta kehidupan rasional yang
menyertainya,secara personal, komuniter,mondial, dan sebagainya.
Pendidikan menyangkut diri manusia . Manusia membutuhkan pendidikan yang
bermutu dalam kehidupannya. Dalam Undang-undang Pendidikan Nomor 20
Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 1 butir 1 dinyatakan bahwa
pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk meuwujudkan suasana
belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan
potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,pengendalian
diri,kepribadian,kecerdasan, akhlak mulia,serta keterampilan yang diperlukan
dirinya,masyarakat,bangsa dan negara. Selanjutnya Pasal 3 menyatakan bahwa
pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk
watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan
kehidupan bangsa,bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar
menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha
Esa,berakhlak mulia, sehat,berilmu,cakap,kreatif, mandiri,dan menjadi warga
negara yang demokratis serta bertanggungjawab.

GENERASI EMAS INDONESIA: APA,SIAPA?


Menteri Pendidikan dan Kebudayaan pada sambutan Peringatan Hari Pendidikan
Nasional pada tanggal 2 Mei 2012 menyatakan bahwa tema Hari Pendidikan
Nasional Tahun 2012 adalah “Bangkitnya Generasi Emas Indonesia”. Karena
pada periode tahun 2010 sampai 2035 bangsa kita dikaruniai oleh Tuhan Yang
Maha Kuasa potensi sumber daya manusia berupa populasi usia produktif yang
jumlahnya luar biasa. Jika kesempatan emas yang baru pertama kalinya terjadi
sejak Indonesia merdeka tersebut dapat kita kelola dan manfaatkan dengan baik,
populasi usia produktif yang jumlahnya luar biasa tersebut insya Allah akan
menjadi bonus demografi (demographic dividend) yang sangat berharga.Di sinilah
peran strategis pembangunan bidang pendidikan untuk mewujudkan hal itu
menjadi sangat penting. (Kemeterian Pendidikan dan Kebudayaan:Sambutan
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan pada Peringatan Hari Pendidikan Nasional
2012,Rabu,2 Mei 2012).
Mengapa dikatakan Generasi Emas Indonesia ? Karena merupakan generasi
penerus bangsa yang pada periode tersebut adalah sangat produktif,sangat
berharga dan sangat bernilai, sehingga perlu dikelola dan dimanfaatkan dengan
baik agar berkualitas menjadi insan yang berkarakter, insan yang cerdas, dan insan
yang kompetitif, serta menjadi bonus demografi. Mengapa berkarakter? Karena
karakter menentukan kulitas moral dan arah dari setiap generasi muda dalam
mengambil keputusan dan tingkah laku. Karena karakter merupakan bagian
integral yang harus dibangun,agar generasi muda sebagai harapan bangsa,sebagai
penerus bangsa yang akan menentukan masa depan harus memiliki sikap dan pola
pikir yang berlandaskan moral yang kokoh dan benar dalam upaya membangun
bangsa.
Mengapa Cerdas? Karena dengan kecerdasan yang tinggi,akan mampu
memanipulasi unsur-unsur kondisi yang dihadapi untuk sukses mencapai tujuan.
Kemampuan,yaitu karakteristik diri individu yang ditampilkan dalam bentuk
perilaku untuk memenuhi kebutuhan/tuntutan tertentu. Manipulasi,yaitu perilaku
aktif dan disengaja untuk melihat dan mengorganisasikan dalam membentuk
hubungan antar unsur yang ada dalam suatu kondisi. Unsur-unsur,yaitu hasil
pemilahan/pemisahan atas bagian-bagian dari suatu kesatuan tertentu.
Tujuan,yaitu kondisi yang diharapkan terjadi melalui penampilan kemampuan
dalam bentuk usaha. Sukses adalah kondisi yang unsur-unsurnya sesuai dengan
kriteria yang diharapkan.
Mengapa Kompetitif? Karena dengan kemampuan kompetitif,akan mampu
mencapai keunggulan,memiliki daya saing dengan bangsa-bangsa lain,dan akan
menjunjung tinggi harkat dan martabat bangsa Indonesia. Akan menjadi bangsa
dan negara yang besar,kuat,disegani dan dihormati keberadaannya di tengah-
tengah bangsa di dunia. Ini akan menjadi perwujudan cita-cita bangsa Indonesia
setelah 67 tahun merdeka.
Generasi emas sebagai generasi penerus bangsa yang akan menentukan masa
depan dan int depan diri dan bangsegritas bangsa Indonesia. Generasi emas adalah
generasi yang memandang masa depan diri dan bangsanya,merupakan hal yang
pertama dan utama. Generasi emas adalag generasi muda yang penuh optimisme
dan gairah untuk maju dengan sikap dan pola pikir yang berlandaskan moral yang
kokoh dan benar. Generasi emas adalah generasi dengan visi ke depan yang
cemerlang,kompetensi yang memadai, dan dengan karakter yang
kokoh,kecerdasan yang tinggi, dan kompetitif,merupakan produk pendidikan yang
diidam-idamkan.
Peserta didik dalam setiap jenjang,jenis,dan jalur pendidikan merupakan individu
yang sedang dalam masa-masa pertumbuhan dan perkembangan,sedang dalam
proses pengembangan dan pembentukan diri secara terus menerus untuk menjadi
generasi emas yaitu insan yang bekarakter, cerdas dan kompetitif. Proses
pembentukan diri terus-menerus (on going formation) ini terjadi dalam kerangka
ruang dan waktu, melalui proses pendidikan bermutu.
Insan Indonesia berkarakter adalah insan yang memiliki sifat pribadi yang relatif
stabil pada diri individu yang menjadi landasan bagi penampilan perilaku dalam
standar nilai dan norma yang tinggi. Insan yang memiliki sikap dan pola pikir
yang berlandaskan moral yang kokoh dan benar. Indikator karakter yang terwujud
dalam perilaku insan berkarakter adalah iman dan takwa,pengendalian diri,sabar,
disiplin,kerja keras,ulet,bertanggung jawab,jujur ,membela kebenaran, kepatutan,
kesopanan,kesantunan,taat pada peraturan,loyal ,demokratis,sikap kebersamaan,
musyawarah,gotong royong,toleran, tertib,damai, anti kekerasan,hemat,konsisten.
Insan yang berperilaku berkarakter hendaknya disertai tindakan yang cerdas dan
perilaku cerdas hendaknya pula diisi upaya yang cerdas. Karakter dan kecerdasan
dipersatukan dalam perilaku yang berbudaya. Kehidupan yang berkarakter tanpa
disertai kehidupan yang cerdas akan menimbulkan berbagai kesenjangan dan
penyimpangan serta ketidakefisienan.
Insan Indonesia cerdas adalah insan yang cerdas komprehensif,yaitu cerdas
spiritual, cerdas emosional,cerdas sosial,cerdas intelektual,dan cerdas
kinestetis.Cerdas spiritual, yaitu beraktualisasi diri melalui olah hati/kalbu untuk
menumbuhkan dan memperkuat keimanan,ketakwaan dan akhlak mulia termasuk
budi pekerti luhur dan kepribadian unggul.Cerdas emosional, yaitu beraktualisasi
diri melalui olah rasa untuk meningkatkan sensitivitas dan apresiativitas akan
kehalusan dan keindahan seni dan budaya,serta kompetensi untuk
mengekspresikannya. Cerdas sosial,yaitu beraktualisasi diri melalui interaksi
sosial yang (i) membina dan memupuk hubungan timbal balik,(ii) demokratis, (iii)
empatik dan simpatik, (iv) menjunjung tinggi hak asasi manusia, (v) ceria dan
percaya diri, (vi) menghargai kebhinekaan dalam bermasyarakat dan bernegara,
(vii) berwawasan kebangsaan dengan kesadaran akan hak dan kewajiban warga
negara. Cerdas intelektual, yaitu beraktualisasi diri melalui olah pikir untuk
memperoleh kompetensi dan kemandirian dalam ilmu pengetahuan dan teknologi;
aktualisasi insan intelektual yang kritis,kreatif,inovatif dan imajinatif. Cerdas
kinestetik,yaitu beraktualisasi diri melalui olah raga untuk mewujudkan insan
sehat,bugar,berdaya-tahan,sigap,terampil dan trengginas; serta aktualisasi insan
adiguna.
Insan Indonesia kompetitif, yaitu insan yang berkepribadian unggul dan
gandrung akan keunggulan, bersemangat juang tinggi, mandiri,pantang menyerah,
pembangun dan pembina jejaring, bersahabat dengan perubahan,inovatif dan
menjadi agen perubahan,produktif, sadar mutu,berorientasi global,pembelajar
sepanjang hayat,dan menjadi rahmat bagi semesta alam.
Generasi emas sebagai generasi penerus bangsa mempunyai peranan penting
dalam upaya pembangunan karakter bangsa,yaitu sebagai:

BAGAIMANA CARA MENYIAPKAN GENERASI EMAS?


JAWABANNYA :
PEMBANGUNAN PENDIDIKAN DALAM PERSPEKTIF MASA DEPAN
Dalam rangka menyiapkan bangkitnya generasi emas Indonesia diperlukan
pembangunan pendidikan dalam perspektif masa depan, yaitu mewujudkan
masyarakat Indonesia yang berkualitas,maju,mandiri,dan modern,serta
meningkatkan harkat dan martabat bangsa.Keberhasilan dalam membangun
pendidikan akan memberikan kontribusi besar pada pencapaian tujuan
pembangunan nasional secara keseluruhan. Dalam konteks
demikian,pembangunan pendidikan itu mencakup berbagai dimensi yang sangat
luas,yaitu dimensi sosial,budaya, ekonomi dan politik.
Dalam perspektif sosial, pendidikan akan melahirkan insan-insan terpelajar yang
mempunyai peranan penting dalam proses perubahan sosial di dalam mobilitas
masyarakat. Pendidikan menjadi faktor penting dalam mendorong percepatan
mobilitas masyarakat, yang mengarah pada pembentukan formasi sosial baru.
Formasi sosial baru ini terdiri atas lapisan masyarakat kelas menengah terdidik,
yang menjadi elemen penting dalam meperkuat daya rekat sosial (social
cohesion). Pendidikan yang melahirkan lapisan masyarakat terdidik itu menjadi
kekuatan perekat yang menautkan unit-unit sosial di dalam masyarakat: keluarga,
komunitas, perkumpulan masyarakat, dan organisasi sosial yang kemudian
menjelma dalam bentuk organisasi besar berupa lembaga negara. Dengan
demikian pendidikan dapat memberikan sumbangan penting pada upaya
memantapkan integrasi sosial.
Dalam perspektif budaya, pendidikan merupakan wahana penting dan medium
yang efektif untuk mengajarkan norma, mensosialisasikan nilai, dan menanamkan
etos dikalangan warga masyarakat. Pendidikan juga dapat menjadi instrumen
untuk memupuk kepribadian bangsa, memperkuat identitas nasional, dan
memantapkan jati diri bangsa. Bahkan pendidikan menjadi lebih penting lagi
ketika arus globalisasi demikian kuat, yang membawa pengaruh nilai-nilai dan
budaya yang acapkali bertentangan dengan nilai-nilai dan kepribadian bangsa
Indonesia. Dalam konteks ini, pendidikan dapat menjadi wahana strategis untuk
membangun kesadaran kolektif sebagai warga masyarakat, bangsa dan
mengukuhkan ikatan-ikatan sosial, dengan tetap menghargai keragaman budaya,
ras, suku-bangsa, dan agama, sehingga dapat memantapkan keutuhan nasional.
Oleh karena itu pendidikan diselenggarakan sebagai suatu proses pembudayaan
dan pemberdayaan manusia yang berlangsung sepanjang hayat. Pendidikan
diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif
dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai cultural, dan
kemajemukan bangsa. Pendidikan diselenggarakan dengan memberdayakan
semua komponen masyarakat melalui peran serta dalam penyelenggaraan dan
pengendalian mutu layanan pendidikan.
Pendidikan adalah proses pembudayaan dan pemberdayaan manusia yang sedang
berkembang menuju kepribadian mandiri untuk dapat membangun diri sendiri dan
masyarakat. Proses pembudayaan dan pemberdayaan berlangsung sepanjang
hayat, dimana dalam proses tersebut harus ada pendidik yang memberikan
keteladanan dan mampu membangun kemauan, serta mengembangkan potensi dan
kreativitas peserta didik. Prinsip tersebut menyebabkan adanya pergeseran
paradigma proses pendidikan, dari paradigma pengajaran ke paradigma
pembelajaran. Paradigma pengajaran lebih menitikberatkan peran pendidik dalam
mentransformasikan pengetahuan kepada peserta didiknya bergeser pada
paradigma pembelajaran yang memberikan peran lebih banyak kepada peserta
didik untuk mengembangkan potensi dan kreativitas dirinya dalam rangka
membentuk manusia yang memiliki kekuatan spiritual keagamaan, berakhlak
mulia, berkepribadian, memiliki kecerdasan, memiliki estetika, sehat jasmani dan
rohani, serta keterampilan yang dibutuhkan bagi dirnya, masyarakat, bangsa dan
negara.
Pendidikan adalah pemberdayaan bagi manusia didik dalam menghadapi
dinamika kehidupan baik masa kini maupun masa yang akan datang, maka
pemahaman tentang kemanusiaan secara utuh merupakan keniscayaan.
Sebaliknya, jika pengertian dan pemahaman terhadap pendidikan kurang tepat
tentu akan melahirkan konsep dan praktik pendidikan yang juga kurang
proporsional.
Pendidikan merupakan upaya memberdayakan peserta didik sebagai generasi
emas untuk menjadi manusia Indonesia seutuhnya,yaitu yang menjunjung tinggi
dan memegang dengan teguh norma dan nilai sebagai berikut:
(Rencana Strategis Kemeterian Pendidikan Nasional 2010-2014)
Dalam konteks kebudayaan, maka pendidikan merupakan proses pembudayaan
peserta didik. Budaya itu sendiri merupakan buah keadaban manusia. Dengan
demikian melalui proses pendidikan, peserta didik dituntun menjadi manusia yang
makin beradab dan berakhlak. Adalah keliru apabila peserta didik yang diberi
pendidikan justru menjadi manusia yang tidak beradab dan tidak berakhlak.
Budaya atau kebudayaan (culture) adalah pandangan hidup sekelompok orang
(Berry dkk,1999) yang meliputi tradisi, kebiasaan, nilai-nilai, norma, bahasa,
keyakinan, dan berpikir yang telah terpola dalam suatu masyarakat dan diwariskan
dari generasi ke generasi serta memberikan identitas pada
komunitas`pendukungnya (Prosser,1978). Dipandang dari perspektif budaya,
situasi pendidikan adalah sebuah “perjumpaan cultural” (cultural encounter)
antara pendidik dengan peserta didik. Dalam pendidikan terjadi proses belajar,
transferensi dan kaunter transferensi, serta saling menilai. Oleh karena itu
pendidik perlu memiliki kepekaan budaya untuk dapat memahami dan membantu
peserta didik. Pendidik yang demikian adalah pendidik yang menyadari benar
bahwa secara kultural, individu memiliki karakteristik yang unik dan ke dalam
proses pendidikan ia membawa serta kerakteristik tersebut. Untuk memiliki
kepekaan budaya, pendidik ditunutut untuk mempunyai pemahaman yang kaya
tentang berbagai budaya di luar budayanya sendiri, khususnya berkenaan dengan
latar belakang budaya peserta didik di Indonesia.
Pada dasarnya pendidikan sebagai proses kebudayaan (cultural process) bagi
setiap peserta didik. Di dalam konteks pendidikan sebagai proses pembudayaan
maka setiap pendidikan itu berlangsung senantiasa harus dilakukan dengan
pendekatan budaya. Apabila pendidikan tidak dilakukan dengan pendekatan
budaya maka hanya akan melahirkan orang-orang yang tidak beradab.
Dalam perspektif ekonomi, pendidikan akan menghasilkan manusia-manusia yang
andal untuk menjadi subyek penggerak pembangunan ekonomi daerah dan
nasional. Oleh karena itu, pendidikan harus mampu melahirkan lulusan-lulusan
bermutu yang memiliki pengetahuan, menguasai teknologi, dan mempunyai
keterampilan teknis dan kecakapan hidup yang memadai. Pendidikan juga harus
dapat menghasilkan tenaga-tenaga profesional yang memiliki kemampuan
kewirausahaan, yang menjadi salah satu pilar utama aktivitas perekonomian
daerah dan nasional. Bahkan peran pendidikan menjadi sangat penting dan
strategis untuk meningkatkan daya saing nasional, serta membangun kemandirian
bangsa, yang menjadi prasyarat mutlak dalam memasuki persaingan antarbangsa
di era global.
Di era global sekarang ini, berbagai bangsa di dunia telah mengembangkan
knowledge-based economy (KBE) yang mensyaratkan dukungan manusia
berkualitas. Karena itu pendidikan mutlak diperlukan guna menopang
pengembangan ekonomi berbasis pengetahuan - education for the knowledge
economy (EKE). Dalam konteks ini, lembaga pendidikan harus pula berfungsi
sebagai pusat penelitian dan pengembangan, yang menghasilkan produk-produk
riset unggulan yang mendukung KBE. Ketersediaan manusia bermutu yang
menguasai IPTEK sangat menentukan kemampuan bangsa dalam memasuki
kompetisi global dan ekonomi pasar bebas, yang menuntut daya saing tinggi.
Dengan demikian pendidikan dapat mengantarkan bangsa Indonesia untuk meraih
keunggulan dalam persaingan global.
Dalam perspektif politik, pendidikan harus mampu mengembangkan kapasitas
individu untuk menjadi warga negara yang baik (good citizen), yang memiliki
kesadaran akan hak dan tanggungjawab dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara. Karena itu, pendidikan harus dapat melahirkan individu
yang memiliki visi dan idealisme untuk membangun kekuatan bersama sebagai
warga masyarakat daerah Kabupaten/Kota dan bangsa Indonesia. Visi dan
idealisme itu haruslah merujuk dan bersumber pada paham ideologi nasional,
yang dianut oleh seluruh komponen bangsa. Dengan demikian, pendidikan
merupakan usaha besar untuk meletakan landasan sosial yang kokoh bagi
terciptanya masyarakat demokratis, yang bertumpu pada golongan masyarakat
kelas menengah terdidik yang menjadi pilar utama civil society, yang menjadi
salah satu tiang penyangga bagi upaya perwujudan pembangunan masyarakat
demokratis.
Berbicara masalah pendidikan bukanlah hal yang mudah dan sederhana, karena
selain sifatnya kompleks, dinamis dan kontekstual; pendidikan merupakan wahana
untuk pembentukan diri seseorang secara keseluruhan. Peranan pendidikan dalam
pembentukan diri sebagai sumberdaya manusia tersebut, dibahas secara rinci oleh
Fullan (1982) sebagai tujuan umum pendidikan yang meliputi aspek kognitif
berupa keterampilan akademik (membaca dan matematika) dan keterampilan
berpikir yang lebih tinggi (kemampuan memecahkan masalah). Selain itu,
pendidikan dalam prosesnya juga sekaligus mencakup tujuan pengembangan
aspek pribadi dan sosial yang memungkinkan orang bekerja dan hidup dalam
kelompok secara kreatif, inisiatif, empati, dan yang memiliki keterampilan
interpersonal yang memadai sebagai bekal bermasyarakat.

Disadari bahwa pendidikan merupakan suatu kekuatan yang dinamis dalam


kehidupan setiap individu, yang mempengaruhi perkembangan fisiknya,
mentalnya, emosionalnya, sosialnya, dan etiknya. Dengan kata lain pendidikan
merupakan suatu kekuatan yang dinamis dalam mempengaruhi seluruh aspek
kepribadian dan kehidupan individu secara umum dan sangat mendasar.
Driyarkara (1980) mengatakan bahwa pendidikan adalah memanusiakan manusia
muda. Pengangkatan manusia muda ke taraf insani itulah yang menjelma dalam
semua perbuatan mendidik. Pendidikan dipandang sebagai komunikasi
keberadaan (eksistensi) manusiawi yang otentik kepada manusia muda, agar
dimiliki,dilanjutkan dan disempurnakan. Komunikasi ini terlaksana dalam
kesatuan antar pribadi antara pendidik dan anak didik.
Generasi Emas adalah generasi masa depan sebagai sumber daya manusia (SDM)
yang perlu mendapat perhatian serius dalam era globalisasi saat ini karena
generasi emas mempunyai peran yang sangat strategis dalam mensukseskan
pembanguan nasional. Mutu generasi emas akan menjadi modal dasar bagi daya
saing bangsa terutama di era masyarakat berpengetahuan. Peningkatan mutu
generasi emas hanya dapat dilakukan melalui pendidikan yang bermutu. Mutu
pendidikan secara kontekstual dan utuh, sesuai dengan kebutuhan peserta didik
dan persoalan bangsa adalah sangat diperlukan pada saat ini dalam konteks
pembangunan nasional.
Pendidikan dipandang bukan semata-mata sebagai sarana untuk persiapan
kehidupan yang akan datang, tetapi juga untuk kehidupan generasi sekarang
sebagai generasi emas yang sedang mengalami perkembangan menuju tingkat
kedewasaannya. Pendidikan tidak dipandang hanya sebagai usaha pemberian
informasi dan pembentukan keterampilan saja, namun diperluas sehingga
mencakup usaha untuk mewujudkan keinginan, kebutuhan dan kemampuan
individu sehingga tercapai pola hidup pribadi dan sosial yang memuaskan.
Pendidikan mengandung tujuan yang ingin dicapai, yaitu individu yang
kemampuan-kemampuan dirinya berkembang sehingga bermanfaat untuk
kepentingan hidupnya sebagai seorang individu, maupun sebagai warga negara
atau warga masyarakat. Untuk mencapai tujuan tersebut, pendidikan perlu
melakukan usaha yang disengaja dan direncana dalam memilih isi (materi)
strategi kegiatan, dan teknik penilaian yang sesuai. Kegiatan tersebut dapat
diberikan dalam lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat, berupa
pendidikan informal, pendidikan formal dan pendidikan nonformal. Apabila
diarahkan dengan keberadaan dan hakikat kehidupan manusia, kegiatan
pendidikan diarahkan kepada empat aspek pembentukan kepribadian manusia
yaitu pengembangan manusia sebagai mahluk individu, mahluk sosial, mahluk
susila, dan mahluk beragama (religius).
Pendidikan merupakan gejala yang universal, dimana ada manusia, di sana ada
pendidikan. Gejala yang universal ini bukanlah hanya sekedar gejala yang melekat
pada manusia saja, melainkan merupakan usaha untuk memanusiakan manusia itu
sendiri, yaitu untuk membudayakan manusia. Dengan demikian pendidikan
merupakan keharusan bagi manusia. Sesuai dengan perkembangan kebudayaan
manusia timbulah tuntutan akan adanya pendidikan yang terselenggara dengan
baik, lebih teratur dan didasarkan atas pemikiran yang matang. Disinilah muncul
keharusan adanya pemikiran teoritis tentang pendidikan.
Manusia membutuhkan pendidikan dalam kehidupannya. Pendidikan bagi
kehidupan umat manusia merupakan kebutuhan mutlak yang harus dipenuhi
sepanjang hayat. Tanpa pendidikan sama sekali mustahil suatu kelompok manusia
dapat hidup berkembang sejalan dengan aspirasi untuk maju, sejahtera dan
bahagia menurut konsep pandangan hidup mereka. Pendidikan merupakan usaha
agar manusia dapat mengembangkan potensi dirinya melalui proses pembelajaran
dan/atau cara lain yang dikenal dan diakui oleh masyarakat.
Pendidikan sebagai bagian dari usaha untuk meningkatkan taraf kesejahteraan
kehidupan manusia merupakan bagian dari pembangunan nasional. Inti dari pada
pembangunan pendidikan nasional ialah upaya pengembangan sumber daya
manusia (sebagai generasi emas) unggul dalam rangka mempersiapkan
masyarakat dan bangsa kita menghadapi millenium ketiga sebagai era yang
kompetitif. Pendidikan bagi bangsa yang sedang membangun seperti bangsa
Indonesia saat ini merupakan kebutuhan mutlak yang harus dikembangkan sejalan
dengan tuntutan pembangunan secara tahap demi tahap. Pendidikan yang dikelola
dengan tertib, teratur, efektif dan efisien akan mampu mempercepat jalannya
proses pembudayaan dan pemberdayaan manusia yang sedang berkembang.
Pendidikan sebagai salah satu sektor yang paling penting dalam pembangunan
nasional, dijadikan andalan utama untuk berfungsi semaksimal mungkin dalam
upaya meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia, dimana iman dan takwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa menjadi sumber kehidupan semua
bidang.Pembangunan peradaban bangsa harus didasari dengan pembangunan
nilai-nilai moral di kalangan warga bangsa baik sebagai individu maupun
kelompok.
Pendidikan adalah fenomena fundamental dalam kehidupan manusia. Melalui
pendidikan manusia akan menemukan eksistensinya. Eksistensi manusia adalah
eksistensi sosio-budaya, karena proses memanusiakan diri berarti juga proses
membudayakan diri yang akan menyangkut eksistensi bersama dan menyangkut
kehidupan orang lain. Oleh karena itu pendidikan harus menempatkan keberadaan
peserta didik yang terintegrasi dengan lingkungan sosial-kulturalnya dan pada
gilirannya akan menumbuhkan individu sebagai pribadi dan anggota masyarakat
mandiri yang berbudaya. Hal ini sejalan dengan proses pentahapan aktualisasi
intelektual, emosional dan spiritual peserta didik di dalam memahami sesuatu,
mulai dari tahapan paling sederhana dan bersifat eksternal, sampai tahapan yang
paling rumit dan bersifat internal, yang berkenaan dengan pemahaman dirinya dan
lingkungan kulturalnya.
Pendidikan ada dan berlangsung di dalam proses sosio-budaya yang sekaligus
sebagai wahana pengemban dan pengembang kehidupan sosio-budaya suatu
bangsa. Pendidikan sebagai upaya sadar untuk menciptakan manusia sadar akan
dirinya secara kultural, yang dapat memunculkan kekuatan moral, dan jika
kekuatan ini dimiliki oleh cukup banyak manusia akan dapat mengubah corak
kehidupan masyarakat itu sendiri.
Upaya pendidikan adalah upaya normatif. Keajegan pandangan tentang hakikat
manusia mutlak diperlukan di dalam pendidikan, karena pandangan itu menjadi
dasar arah normative strategi upaya pendidikan (Mungin Eddy Wibowo,2001).
Meskipun pendidikan itu tidak pernah berlangsung dalam kevakuman dan tidak
pernah steril dari nilai-nilai sosial budaya, pendidikan bukanlah proses
transformasi dan sosialisasi nilai-nilai budaya belaka. Pendidikan adalah proses
individuasi, yaitu membantu manusia berkembang sesuai dengan fitroh
kemerdekaannya, dengan memperhatikan keragaman pribadi dari setiap
pendidik.Oleh karena itu pendidikan tidak boleh dirancang sekadar sebagai usaha
untuk menghasilkan tenaga yang ibarat suku cadang yang dapat diganti dan
dipertukarkan. Pendidikan harus merupakan ikhtiar yang jauh melampaui
terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan sesaat-sesaat. Pendidikan harus tetap
mengunggulkan derajat dan martabat manusia.
Dalam konteks pendidikan di Indonesia, pendidikan diharapkan melahirkan sosok
manusia sebagai mana dirumuskan dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 3, yaitu pendidikan berfungsi
mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang
bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia beriman dan bertakwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhalk mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif,
mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Pendidikan diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan serta tidak
diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai
kultural, dan kemajemukan bangsa.
Visi pendidikan nasional adalah mewujudkan sistem pendidikan sebagai pranata
sosial yang kuat dan berwibawa untuk memberdayakan semua warga Negara
Indonesia agar berkembang menjadi manusia yang berkualitas sehingga mampu
dan proaktif menjawab tantangan zaman yang selalu berubah. Misi pendidikan
nasional adalah : (1) mengupayakan perluasan dan pemerataan kesempatan
memperoleh pendidikan yang bermutu bagi seluruh rakyat Indonesia; (2)
meningkatkan mutu pendidikan yang memiliki daya saing di tingkat nasional,
regional, dan internasional; (3) meningkatkan relevansi pendidikan dengan
kebutuhan masyarakat dan tantangan global; (4) membantu dan menfasilitasi
pengembangan potensi anak bangsa secara utuh sejak usia dini sampai akhir hayat
dalam rangka mewujudkan masyarakat belajar; (5) meningkatkan kesiapan
masukan dan kualitas proses pendidikan untuk mengoptimalkan pembentukan
kepribadian yang bermoral; (6) meningkatkan keprofesionalan dan akuntabilitas
lembaga pendidikan sebagai pusat pembudayaan ilmu pengetahuan, keterampilan,
pengalaman, sikap dan nilai berdasarkan standar yang bersifat nasional dan
global; dan (7) mendorong peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan
pendidikan berdasarkan prinsip otonomi dalam konteks Negara Kesatuan
Republik Indonesia.
Peningkatan mutu sumberdaya manusia (SDM) merupakan suatu hal yang perlu
mendapat perhatian serius dalam era globalisasi saat ini karena SDM mempunyai
peran yang sangat strategis dalam mensukseskan pembanguan nasional. Mutu
sumberdaya manusia akan menjadi modal dasar bagi daya saing bangsa terutama
di era masyarakat berpengetahuan. Peningkatan mutu sumberdaya manusia hanya
dapat dilakukan melalui pendidikan yang bermutu. Mutu pendidikan secara
kontekstual dan utuh, sesuai dengan kebutuhan peserta didik dan persoalan bangsa
adalah sangat diperlukan pada saat ini dalam konteks pembangunan nasional.
Pendidikan Transformatif dan Pendidikan Antisipatif
Pendidikan transformatif, yaitu menjadikan pendidikan sebagai penggerak
perubahan dari masyarakat berkembang menuju masyarakat maju. Pembentukan
masyarakat maju selalu diikuti oleh proses transformasi struktural, yang menandai
suatu perubahan dari masyarakat yang potensi kemanusiaannya kurang
berkembang menuju masyarakat maju dan berkembang yang mengaktualisasikan
potensi kemanusiaannya secara optimal. Bahkan pada era sekarang ini,trasformasi
berjalan dengan sangat cepat yang kemudian mengantarkan masyarakat Indonesia
pada masyarakat berbasis pengetahuan.
Pendidikan antisipatif adalah pendidikan yang mempersiapkan peserta didik
untuk mengarungi kehidupan di masa depan. Dengan istilah antisipatif
mengingatkan bahwa dalam penyelenggaraan pendidikan, hendaknya melihat jauh
ke depan. Maka dalam merancang perubahan pendidikan, tidak hanya
memikirkan kebutuhan generasi sekarang, tetapi melihat jauh ke depan,
memikirkan apa yang akan dihadapi anak dan cucu kita di masa depan. Antisipasi
jauh ke depan sangat penting mengingat bahwa dalam zaman modern ini
perubahan kehidupan ekonomi, sosial, dan politik terjadi dengan sangat cepat. Ini
akibat dari cepatnya perkembangan di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi.
Pendidikan antisipatif sangat tepat untuk diterapkan pada masa sekarang ini
dalam rangka membekali peserta didik sebagai generasi emas untuk menghadapi
masa depan yang penuh tantangan dan kompetitif.
Oleh karena itu perlu dipikirkan dan dirancang paradigma pendidikan yang dapat
membekali generasi emas menghadapi masa depan. Banyak paradigma
pendidikan telah dilontarkan oleh beberapa orang, namun paradigma mana yang
relevan untuk masa depan pendidikan di Indonesia pada umumnya, perlu analisis
spekulatif berdasarkan keadaan obyektif masyarakat kita masa depan, yakni
masyarakat madani kedudukannya ditengah masyarakat global. Menurut Gibson
(Ed.,1977) masa depan memiliki kriteria khusus yang ditandai oleh
hiperkompetisi, suksesi revolusi teknologi serta dislokasi dan konflik sosial,
menghasilkan keadaan yang non-linier dan sangat tidak dapat diperkirakan dari
masa lampau dan masa kini. Masa depan hanya dapat dihadapi dengan kreativitas,
meskipun posisi keadaan sekarang memiliki peranan penting untuk memicu
kreativitas kita. Selain itu tampak adanya pergeseran atau perubahan tingkat
kepuasan hidup manusia yang semakin materialistik. Keadaan ini mendorong kita
harus memiliki paradigma pendidikan masa yakni sistem pendidikan yang
memungkinkan peserta didik dan perilaku praksis pendidikan dapat
mengaktualisasikan dirinya sebagai insan berkarakter,cerdas dan kompetitif.
Aktualisasi Keunggulan Manusia Sebagai Generasi Emas
Paradigma baru dalam pendidikan masa depan mengisyaratkan aktualisasi
keunggulan kemampuan manusia sebagai generasi emas yang kini masih
tersembunyi dalam dirinya. Dalam kaitan dengan pengembangan manusia ada dua
pendekatan yang saling melengkapi, yaitu pengembangan sumber daya manusia
dan pengembangan kemampuan manusia.
Pengembangan sumber daya manusia atau Human Resource Development (HRD),
terutama terfokus pada keterampilan, sikap dan kemampuan produktif
ketenagakerjaan sehingga diperlakukan manusia sebagai “sumber untuk
dimanfaatkan” (yaitu sebagai obyek), dalam mencapai tujuan ekonomi, terutama
dalam jangka waktu pendek. Pengembangan itu tidak terjadi dari dalam,
melainkan “diatur dari atas” sesuai kepentingan lingkungannya. Seyogyanya
pendidikan itu teralihkan fokusnya kepada perkembangan dan keterwujudan
kemampuan manusia atau Human Capacity Development (HCD) sepanjang hayat
yang berhak dan mampu memilih berbagai peran dalam meraih berbagai peluang
partisipasi, sebagai anggota masyarakat, sebagai orang tua, atau sebagai pekerja
dan konsumen, yaitu suatu perkembangan yang arah dan sasarannya terutama
terjadi dari dalam, namun disulut untuk aktualisasinya.
Karena itu,HCD menunjuk pada konstelasi keterampilan, sikap dan perilaku
dalam melangsungkan hidup mencapai kemandirian (Levinger,1996), sekaligus
memiliki daya saing tinggi dan daya tahan terhadap gejolak ekonomi dunia. HCD
bermutu adalah proses kontekstual dan futuristik sehingga HCD melalui upaya
pendidikan bukanlah sebatas menyiapkan manusia menguasai pengetahuan dan
keterampilan yang cocok dengan tuntutan dunia kerja pada saat ini, melainkan
manusia yang mampu, mau, dan siap belajar sepanjang hayat, serta dilandasi
sikap, nilai,etik dan moral. Kebermutuan HCD tidak hanya terletak pada
kecerdasan intelektual, tetapi kecerdasan emosional, kecerdasan sosial,
kecerdasan moral, dan kecerdasan spiritual.
Di dalam pengembangan pribadi, individu perlu memperoleh kesempatan berpikir
dan pengalaman berpikir tentang bagaimana dia hendak membangun dirinya, apa
yang sudah dibangun, dan memperhadapkan diri dengan kebermaknaan yang akan
menjadi arah tujuan mengembangkan diri pada masa yang akan datang. Asumsi
ini mengandung implikasi bahwa pendidikan yang bersifat umum dan klasikal,
yang dalam banyak hal lebih banyak peduli terhadap belajar intelektual, perlu
dibarengi dengan strategi upaya yang secara sistematis untuk membantu individu
mengembangkan pribadi, memperhalus dan menginternalisasi nilai-nilai yang
diperoleh di dalam pendidikan, serta mengembangkan keterampilan hidup.
Pendidikan adalah kendaraan mencapai keterwujudan unggulan manusia sebagai
generasi emas berdasarkan motivasi instrinsik, menuju pada kinerja yang
akuntabel, berkualitas dan otonom sebagai manusia yang bermartabat, bukan
semata sebagai manusia yang harus mengisi keseimbangan antara supply dan
demand. Dari sudut pandang manajemen, orientasi HCD terfokus pada brain
power planning dan bukan terutama pada man power planning. Meskipun kedua
orientasi tidak sepenuhnya bertentangan, namun analisis dari kemengapaan,
terutama HCD akan menampilkan proses inquiry yang sifatnya multidimensional.
Selain itu,orientasi itu berdasarkan perspektif pengembangan jangka panjang yang
jauh melebihi jangkauan relevansi dan efisiensi semata, karena memiliki refleksi
terhadap aspek kompleks kualitatif perkembangan masyarakat. Sebaliknya, man
power planning yang dilandasi oleh paradigma supply and demand, banyak
terhalang oleh berbagai kendala, antara lain berkenaan dengan perubahan cepat
teknologi akibat perkembangan iptek yang merupakan tuntutan pasar dan
mempersyaratkan keterampilan baru dalam memasuki dunia kerja.
Pendidikan sebagai Investasi SDM
Pada periode tahun 2010 sampai 2035 Indonesia dikaruniai potensi sumber daya
manusia berupa populasi usia produktif terbesar sepanjang sejarah kemerdekaan
Indonesia. Potensi sumber daya manusia tersebut harus dikelola dengan baik agar
berkualitas sehingga menjadi bonus demografi.Oleh karena itu pada periode
tersebut harus dijadikan sebagai periode investasi besar-besaran di bidang sumber
daya manusia untuk membangkitkan generasi emas Indonesia. Investasi sumber
daya manusia akan dapat diwujudkan melalui peran strategis pembangunan
bidang pendidikan dalam mempersiapkan sumber daya manusia yang berkualitas.
Pendidikan merupakan suatu investasi SDM (human capital investment) sehingga
mampu menciptakan iklim yang memungkinkan bagi setiap warga negara untuk
turut andil atau berperan serta dalam penyelenggaraan negara dan pembangunan.
Agar dapat memberikan kontribusi itu setiap warga negara harus mengembangkan
dirinya agar menjadi produktif sehingga dapat lebih bernilai baik secara ekonomi
dan non-ekonomi. Pendidikan merupakan sistem rekayasa sosial terbaik untuk
meningkatkan kesejahteraan,mencerdaskan bangsa,serta meningkatkan harkat dan
martabat sekaligus membangun peradaban yang unggul. Dengan perannya yang
sangat penting itu,kita harus membuka akses seluas-luasnya bagi seluruh
masyarakat,mulai dari jenjang pendidikan anak usia dini (PAUD) sampai
pendidikan tinggi (PT).
Beberapa kebijakan pemerintah melalui kementerian pendidikan dan kebudayaan
telah dilakukan dalam rangka mewujudkan pendidikan bermutu,antara
lain,bantuan operasional untuk PAUD,sekolah,dan perguruan tinggi negeri
(BOP,BOS,dan BOPTN),bantuan siswa miskin,bidik misi,pendirian sekolah atau
perguruan tinggi di daerah khusus, dan direncanakan pada tahun 2013 akan mulai
pendidikan menengah universal (PMU). PMU tersebut diharapkan dapat
memeprcepat capaian angka partisipasi kasar (APK) sekolah menengah 97% pada
tahun 2020. APK tanpa program PMU tersebut baru akan dicapai tahun 2040.
Dengan berbagai kebijakan tersebut serta partisipasi masyarakat yang sangat
tinggi, akses ke dunia pendidikan semakin luas. Namun,luasnya akses tersebut
harus disertai dengan peningkatan kualitas melalui pemenuhan dan peningkatan
delapan standar nasional pendidikan, yaitu standar isi, standar proses,standar
kompetensi lulusan,standar pendidik dan tenaga kependidikan, standar sarana dan
prasarana,standar pengelolaan,standar biaya,dan standar penilaian
pendidikan.Untuk itu,diperlukan adanya kerjasama yang harmonis dan terus
menerus antara seluruh insan pendidikan, pemerintah,pemerintah
daerah,organisasi yang bergerak di dunia pendidikan dalam meningkatkan kualitas
pendidikan,sehingga akan dapat diwujudkan generasi emas yang berkarakter,
cerdas,dan kompetitif.
Pendidikan harus mengembangkan dan menyebarluaskan nilai dan sikap
produktivitas SDM melalui pengembangan dua kemampuan sekaligus. Pertama
kemampuan teknis seperti peningkatan penguasaan kecakapan, potensi dan
keahlian yang seusia dengan tuntutan masyarakat dan lapangan kerja yang
berubah. Kedua, kemampuan lain dalam kaitan dengan budaya yang mendorong
SDM untuk menjadi kekuatan penggerak pembangunan , seperti wawasan,
penalaran, etos kerja, orientasi ke depan, kemampuan belajar secara terus
menerus, dan sejenisnya. Dengan kemampuan untuk mengembangkan kedua
kekuatan SDM itu, pendidikan sebagai suatu investasi SDM memiliki fungsi yang
paling menonjol yaitu sebagai sarana untuk memberdayakan masyarakat, yang
pada gilirannya akan memberikan tingkat balikan yang tinggi terhadap
pertumbuhan ekonomi nasional secara berkelanjutan.
Oleh karena itu juga perlu ditanamkan dan diperkuat melalui pendidikan dan
kebudayaan bangsa Indonesia,terutama melalui penguatan budaya sekolah dan
kampus untuk membangun karakter,yaitu (i) memperkuat tradisi akademik
melalui penguatan budaya nalar dan kejujuran,(ii) menanamkan nilai patriotisme
dan nasionalisme,(iii) menumbuhkan sikap cinta damai,toleransi,saling
menghargai,dan menghormati, (iv) menanamkan nilai-nilai demokrasi,dan (v)
membudayakan kepatuhan terhadap pranata hukum. Dengan semakin luasnya
akses dan dan tingginya kualitas pendidikan disertai dengan penguatan budaya
sekolah dan kampus,diharapkan kualitas suber daya manusia Indonesia semakin
baik,semakin mampu mengelola kesempatan dan sumber daya yang kita
miliki,dalam rangka membangkitkan generasi emas Indonesia untuk memajukan
bangsa dan negara yang bermartabat dan disegani oleh bangsa dan negara lain di
dunia.
Ivestasi SDM berbeda dengan investasi sektor fisik karena pada sektor fisik
rentang waktu antara investasi dan tingkat baliknya lebih terukur (measurable)
dalam jangka pendek. Investasi pendidikan lebih berjangka panjang, tingkat
balikan terhadap investasi pendidikan tidak dapat dinikmati dalam ukuran waktu
1-2 tahun, melainkan belasan dan bahkan mungkin puluhan tahun. Indikator-
indikator manfaat pendidikan juga lebih halus dan tidak selalu tampak secara
langsung bahkan mungkin tidak selalu dapat diukur, sehingga harus diamati
melalui indikator-indikator yang tidak langsung. Namun demikian, dengan
semakin berkembangnya metode-metode dan alat ukur dalam analisis investasi
pendidikan, maka manfaat pendidikan sudah mulai dapat diukur secara langsung,
misalnya melalui pengukuran penghasilan seseorang, penghasilan negara, dan
pajak yang diterima oleh negara relative terhadap biaya yang dikeluarkan untuk
investasi pendidikan.
Karena sifatnya berjangka panjang, maka investasi pendidikan memiliki rentang
waktu (lead time) yang panjang pula. Jarak antara waktu seseorang menjalani
pendidikan dengan waktu ia memasuki masa produktif dalam masyarakat dan
lapangan kerja tidaklah pendek. Dalam keadaan normal, rentang waktu ke depan
seorang lulusan SMP adalah 9 tahun, sekolah menengah adalah 12 tahun, Sarjana
(S1) sekitar 16 tahun. Dengan adanya rentang waktu yang panjang tersebut, maka
investasi pendidikan dituntut untuk lebih berorientasi ke masa depan.Investasi
pendidikan dapat dipandang sebagai suatu proses peningkatan nilai tambah dalam
sektor-sektor produktif yang dapat memacu pertumbuhan secara tepat. Nilai
tambah tersebut dihasilkan dari keterampilan, dan keahlian yang diperoleh
seseorang dapat disumbangkan dengan derajat profesionalisasi yang semakin
tinggi lagi. Sehingga, pada gilirannya akan semakin memungkinkan bagi seorang
SDM terdidik untuk dapat menghasilkan karya-karya unggul dengan mutu
bersaing sehingga memiliki nilai ekonomis yang tinggi. Disinilah letak peranan
pendidikan dalam menggerakkan pendapatan masyarakat dan negara dan memacu
pertumbuhan ekonomi.
Pendidikan bermutu akan dapat terwujud jika upaya pendidikan dapat membantu
individu sebagai generasi emas yang sedang tumbuh dan kembang secara dinamis
dan aktif dalam pembentukan diri menjadi insan Indonesia yang berkarakter,
cerdas dan kompetitif,serta insan yang produktif baik dalam arti menghasilkan
barang atau jasa atau hasil karya lainnya, maupun menghasilkan suasana
lingkungan atau suasana hati serta alam pikiran yang positif dan menyenangkan.
Individu sebagai generasi emas yang produktif perlu memiliki kemampuan
intelektual, keterampilan, bersikap dan menerapkan nilai-nilai berkenaan dengan
berbagai bidang kehidupan. Generasi emas yang produktif merupakan wujud dari
manusia yang berkualitas, yang berkembang secara utuh dalam menyelenggarakan
kehidupannya secara berguna bagi manusia lain dan lingkungannya. Manusia
produktif adalah manusia yang mampu mengembangkan perilaku efektif-normatif
dalam kehidupan keseharian dan yang terkait dengan masa depan. Pendidikan
mengupayakan pengembangan segenap potensi individu secara optimal pada
setiap tahap perkembangan, dan berperan aktif dalam pembentukan manusia
produktif. Pengembangan ini akan dilengkapi dan meningkatkan pengembangan
kemampuan intelektual dan keterampilan dengan pengembangan nilai dan sikap
(Mungin Eddy Wibowo, 2000).
Bagaimana Cara Guru Melakukan Pembelajaran Dalam Menyiapkan Generasi
Emas?
Guru dalam melakukan pembelajaran harus mampu mengubah strategi
pembelajaran yang berlandaskan paradigma teaching menjadi strategi
pembelajaran kreatif berlandaskan paradigma learning. Paradigma learning
terlihat dalam empat visi pendidikan menuju abad ke-21 versi UNESCO. Keempat
visi pendidikan ini sangat jelas berdasarkan pada paradigma learning,tidak lagi
pada teaching, yaitu learning to know, learning to do, learning to live together,
dan learning to be. Paradigma belajar yang oleh UNESCO dipandang sebagai
pendekatan belajar yang perlu diterapkan untuk menyiapkan generasi muda
memasuki abad ke-21 hakikatnya merupakan pendekatan belajar yang telah
diperkenalkan oleh tokoh-tokoh pemikir pendidikan sejak permulaan abad ke-20.
Pendekatan ini demikian berkembang di Amerika Serikat dan Eropa Barat,
terutama sejak ketertinggalan Amerika Serikat dalam teknologi ruang angkasa Uni
Soviet pada tahun 1957.
Proses pembelajaran yang mengutamakan penguasaan “ways of knowing” atau
“mode of inquiry” memungkinkan peserta didik untuk terus belajar dan mampu
memperoleh pengetahuan baru dan tidak hanya memperoleh pengetahuan hasil
penelitian orang lain. Karena itu hakikat dari “Learning to Know” adalah proses
pembelajaran yang memungkinkan peserta didik menguasai teknik memperoleh
pengetahuan dan bukan semata-mata memperoleh pengetahuan. Dalam belajar
mengutamakan proses pembelajaran yang memungkinkan peserta didik terlibat
dalam proses meneliti dan mengkaji. Ini berarti pendidikan berorientasi pada
pengetahuan logis dan rasional sehingga leaner berani menyatakan pendapat dan
bersikap kritis serta memiliki semangat membaca,mengkaji dan meneliti yang
tinggi. Model pendekatan belajar seperti ini dapatlah dihasilkan lulusan yang
memiliki kemampuan intelektual dan akademik yang tinggi dan dengan sendirinya
akan mampu mengembangkan ilmu pengetahuan.
Bagaimana dengan pilar kedua “learning to do”. Jika pada “learning to know”,
sasarannya adalah pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sehingga
tercapainya keseimbangan dalam penguasaan IPTEK. Pada “learning to do”,
sasarannya adalah kemampuan kerja generasi muda untuk mendukung dan
memasuki ekonomi industri. “Learning to do” (belajar berbuat/hidup), aspek yang
dicapai dalam visi ini adalah keterampilan seorang peserta didik dalam
menyelesaikan problem keseharian yang berkaitan dengan kehidupan. Pendidikan
dan pembelajaran diarahkan pada “how to solve the problem”. Pendekatan belajar
ini,mengandung makna atau berimplikasi pada pembelajaran yang berorientasi
pada paradigma pemecahan masalah yang memungkinkan peserta didik
berkesempatan mengintegrasikan pemahaman konsep, penguasaan keterampilan
teknis dan intelektual, untuk memecahkan masalah dan dapat berlanjut kepada
inovasi dan improvisasi. Paradigma belajar berdasarkan pemecahan masalah
(problem-based learning) berfokus pada penyajian suatu permasalahan, dan
menawarkan kebebasan kepada peserta didik dalam proses pembelajaran. Melalui
pembelajaran ini peserta didik diharapkan untuk terlibat dalam proses penelitian
yang mengharuskan peserta didik mengidentifikasi permasalahan-
permasalahan,mengumpulkan data dan menggunakan data tersebut untuk
pemecahan masalah. Peserta didik akan terlibat sangat intensif, sehingga motivasi
untuk terus belajar dan terus mencari tahu menjadi meningkat. Semakin tinggi
tingkat kebebasan peserta didik,semakin tinggi juga kebutuhan pembimbingan
yang harus dilakukan oleh guru. Peran guru berubah dari “guru” atau “ahli”
menjadi fasilitator atau pembimbing.
Problem-based learning mempunyai lima asumsi utama,yaitu:
Permasalahan sebagai pemandu. Dalam hal ini, permasalahan menjadi acuan
konkret yang harus menjadi perhatian peserta didik. Bacaan diberikan sejalan
dengan permasalahan, dan peserta didik ditugaskan membaca sambil selalu
mengacu pada permasalahan. Permasalahan menjadi kerangka berpikir bagi
peserta didik dalam mengerjakan tugas.
Permasalahan sebagai kesatuan dan alat evaluasi. Dalam hal ni, permasalahan
disajikan kepada peserta didik setelah tugas-tugas dan penjelasan diberikan.
Tujuan utamanya memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk
menerapkan pengetahuan yang sudah diperolehnya dalam memecahkan masalah.
Permasalahan sebagai contoh. Dalam hal ini, permasalahan adalah salah satu
contoh dan bagian dari bahan belajar peserta didik. Permasalahan digunakan
untuk menggambarkan teori, konsep, atau prinsip, dan dibahas dalam diskusi
antara eserta didik dengan tenaga pengajar.
Permasalahan sebagai sarana yang menfasilitasi terjadinya proses. Fokusnya
pada kemampuan berpikir kritis dalam hubungannya dengan permasalahan.
Permasalahan menjadi alat untuk melatih peserta didik dalam bernalar dan
berpikir kritis.
Permasalahan sebagai stimulus dalam aktivitas belajar Fokusnya pada
pengembangan keterampilan pemecahan masalah dari kasus-kasus serupa.
Keterampilan tidak diajarkan oleh tenaga pengajar, tetapi ditemukan dan
dikembangkan sendiri oleh peserta didik mealui aktivitas pemecahan masalah.
Keterampilan dimaksud meliputi keterampilan fisik, keterampilan mengumpulkan
dan menganalisis data yang berkaitan dengan permasalahan, dan keterampilan
metakognitif.
Problem-based learning digunakan dalam pembelajaran dengan tujuan untuk
melibatkan peserta didik, dan mendukung peserta didik dalam aktivitas yang
mengembangkannya menjadi praktisi yang profesional. Problem-based learning
mengintegrasikan pembelajaran bidang ilmu dan keterampilan memecahkan
masalah, memanfaatkan situasi yang kolaboratif, dan menekankan pada proses
“belajar untuk belajar” dengan memberikan tanggung jawab maksimal kepada
peserta didik untuk menentukan proses belajarnya (Wilson & Cole,1996).
Pendidikan tidak hanya membekali peserta didik untuk menguasai IPTEK dan
kemampuan bekerja serta memecahkan masalah,melainkan kemampuan untuk
hidup bersama dengan orang lain yang berbeda dengan penuh
toleransi,pengertian, dan tanpa prasangka. Pendidikan diarahkan dalam
pembentukan peserta didik yang berkesadaran bahwa kita ini hidup dalam sebuah
dunia yang global bersama banyak manusia dari berbagai bahasa dan latar
belakang etnik,agama dan budaya. Disinilah pentingnya pilar ketiga yaitu
“learning to live together” (belajar hidup bersama). Pendidikan untuk mencapai
tingkat kesadaran akan persamaan antar sesama manusia dan terdapat saling
ketergantungan satu sama lain tidak dapat ditempuh dengan pendidikan yang
menggunakan pendekatan tradisional,melainkan perlu menciptakan situasi
kebersamaan dalam waktu yang relatif lama. Dalam hubungan ini,prinsip
relevansi sosial dan moral sangat tepat. Suatu prinsip yang memerlukan suasana
belajar yang secara “inherently” mengandung nilai-nilai toleransi saling
ketergantungan,kerjasama,dan tenggang rasa. Ini diperlukan proses pembelajaran
yang menuntut kerjasama untuk mencapai tujuan bersama.
Tiga pilar yaitu learning to know, learning to do, dan learning to live together
ditujukan bagi lahirnya peserta didik yang mampu mencari informasi dan/atau
menemukan ilmu pengetahuan,yang mampu melaksanakan tugas dalam
memecahkan masalah, dan mampu bekerjasama, bertenggang rasa, dan toleran
terhadap perbedaan.Hasil akhirnya adalah manusia yang mampu mengenal
dirinya, menerima dirinya, mengarahkan dirinya,mengambil keputusan dan
mengaktualisasikan dirinya. Manusia yang mandiri yang memiliki kemantapan
emosional,intelektual,moral, spiritual, yang dapat mengendalikan dirinya,
konsisten dan memiliki rasa empati atau dalam kamus psikologi disebut memiliki
kecerdasan emnosional,kecerdasan intelektual, kecerdasan moral, dan kecerdasan
spiritual. Inilah makna “learning to be”, yaitu muara akhir dari tiga pilar belajar.
Pada masa sekarang ini “learning to be” menjadi sangat penting karena
masyarakat modern saat ini sedang dilanda krisis kepribadian. Oleh karena itu
melalui “learning to be” sebagai muara akhir dari tiga pilar belajar akan mampu
membantu peserta didik dimasa depannya bisa tumbuh dan berkembang menjadi
pribadi yang mantap dan mandiri,memiliki harga diri dan tidak sekadar memiliki
having (materi-materi dan jabatan-jabatan politis). Dengan demikian tujuan
pendidikan nasional akan dapat diwujudkan, yaitu untuk berkembangnya potensi
peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan
Yang Maha Esa,berakhlak mulia,sehat,berilmu,cakap,kreatif,mandiri, dan menjadi
warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Kata kunci dari keempat pilar belajar tersebut,yaitu berupa “learning how to
learn” (belajar bagaimana belajar), sehingga pembelajaran tidak hanya
berorientasi pada nilai akademik yang berupa pemenuhan aspek kognitif
saja,melainkan juga berorientasi bagaimana peserta didik bisa belajar dari
lingkungan, dari pengalaman dan kehebatan orang lain, dari kekayaan dan luasnya
hamparan alam, sehingga mereka bisa mengembangkan sikap-sikap kreatif dan
daya berpikir imajinatif.
Untuk dapat mewujudkan paradigma pembelajaran tersebut, pendidik dan tenaga
kependidikan berkewajiban : (a) menciptakan suasana pendidikan yang bermakna,
menyenangkan,kreatif,dinamis,dan dialogis; (b) mempunyai komitmen secara
profesional untuk meningkatkan mutu pendidikan; dan (c) memberi teladan dan
menjaga nama baik lembaga,profesi, dan kedudukan sesuai dengan kepercayaan
yang diberikan kepadanya.
Pendidikan harus diselenggarakan dengan mempertimbangkan prinsip-prinsip:
(i) Pendidikan diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan serta tidak
diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia,nilai keagamaan,nilai
kultural, dan kemajemukan bangsa; (ii) Pendidikan diselenggarakan sebagai
proses pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik yang berlangsung
sepanjang hayat;(iii) Pendidikan diselenggarakan dengan memberi
keteladanan,membangun kemauan, dan mengembangkan kreativitas peserta didik
dalam proses pembelajaran; (iv) Pendidikan diselenggarakan dengan
mengembangkan budaya membaca,menulis,dan berhitung bagi segenap warga
masyarakat;dan (v) Pendidikan diselenggarakan dengan memberdayakan semua
komponen masyarakat melalui peran serta dalam penyelenggaraan dan
pengendalian mutu layanan pendidikan.

PENJAMINAN MUTU PENDIDIKAN


Pemerintah dan Pemerintah Daerah dalam rangka mempersiapkan generasi emas
Indonesia, disamping disiapkan kebijakan-kebijakan yang sistematis,yang
memungkinkan terjadinya mobilitas vertikal yang masif, juga harus mendorong
dan membantu satuan pendidikan formal dan nonformal dalam melakukan
penjaminan mutu (quality assurance) pendidikan. Penjaminan mutu pendidikan
bertujuan untuk memenuhi atau melampaui Standar Nasional Pendidikan.
Penjaminan mutu pendidikan dilakukan secara bertahap,sistematis,dan terencana
dalam suatu penjaminan mutu yang memiliki target dan kerangka waktu yang
jelas.
Penyelenggara pendidikan harus mempunyai acuan dasar (benchmark) yang
meliputi kriteria minimal berbagai aspek yang terkait dengan penyelenggaraan
pendidikan. Dalam kaitan ini, criteria penyelenggaraan pendidikan dijadikan
pedoman untuk mewujudkan: (1) pendidikan yang berisi muatan yang seimbang
dan holistic, (2) proses pembelajaran yang demokratis, mendidik, memotivasi,
mendorong kreativitas, dan dialogis, (3) hasil pendidikan yang bermutu dan
terukur, (4) berkembangnya profesionalisme pendidik dan tenaga kependidikan,
(5) tersedianya sarana dan prasarana belajar yang memungkinkan berkembangnya
potensi peserta didik secara optimal, (6) berkembangnya pengelolaan pendidikan
yang memberdayakan satuan pendidikan, dan (7) terlaksananya evaluasi,
akreditasi dan sertifikasi yang berorientasi pada peningkatan mutu pendidikan
secara berkelanjutan.
Acuan dasar tersebut merupakan standar nasional pendidikan (SNP) yang
dimaksudkan untuk memacu pengelola, penyelenggara, dan satuan pendidikan
agar dapat meningkatkan kinerjanya dalam memberikan pelayanan pendidikan
yang bermutu. Selain itu, standar nasional pendidikan juga dimaksudkan sebagai
perangkat untuk mendorong terwujudnya transparansi dan akuntabilitas public
dalam penyelenggaraan sistem pendidikan nasional.
Standar Nasional Pendidikan memuat kriteria minimal tentang komponen
pendidikan yang memungkinkan setiap jenjang dan jalur pendidikan untuk
mengembangkan pendidikan secara optimal sesuai dengan karakteristik dan
kekhasan programnya. Standar nasional pendidikan tinggi diatur seminimal
mungkin untuk memberikan keleluasan kepada masing-masing satuan pendidikan
pada jenjang pendidikan tinggi dalam mengembangkan mutu layanan
pendidikannya sesuai dengan program studi dan keahlian dalam kerangka otonomi
perguruan tinggi.
Penyelenggaraan pendidikan harus mengacu kepada standar nasional pendidikan
yang terdiri atas standar isi, proses, kompetensi lulusan, tenaga pendidik dan
tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan, pembiayaan, dan standar
penilaian pendidikan yang harus ditingkatkan secara berencana dan berkala.
Standar nasional pendidikan berfungsi sebagai dasar dalam perencanaan,
pelaksanaan, dan pengawasan pendidikan dalam rangka mewujudkan pendidikan
nasional yang bermutu. Standar Nasional Pendidikan bertujuan menjamin mutu
pendidikan nasional dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa dan
membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat. ( PP Nomor 19
tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan).
Standar Nasional Pendidikan dimaksudkan untuk memacu pengelola,
penyelenggara,dan satuan pendidikan gar dapat meningkatkan kinerjanya dalam
memberikan layanan pendidikan bermutu. Pendidikan bermutu diarahkan untuk
pengembangan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,berakhlak mulia,sehat,berilmu,cakap,
kreatif,mandiri,dan menjadi warga negara yang demokratis serta
bertanggungjawab.
Standar Nasional Pendidikan bertujuan untuk meningkatkan keprofesionalan
sekolah/madrasah sebagai pusat pembudayaan ilmu pengetahuan,
keterampilan,pengalaman,sikap, dan nilai berdasarkan SNP, sehingga menjadi
sekolah/madrasah mampu menjamin mutu pendidikan dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa dan membentuk watak serta peradaban bangsa
yang bermartabat.
Standar Nasional Pendidikan didalam pelaksanaannya ternyata bukan hanya
sebagai alat untuk meningkatkan kualitas pendidikan, tetapi juga berfungsi
sebagai pemerataan pendidikan yang bermutu. Standar Nasional Pendidikan
berfungsi sebagai penuntun bagi pendidik dalam mengadakan perubahan
global.SNP akan dapat meningkatan mutu pendidikan nasional dan merupakan
upaya yang memiliki dampak untuk peningkatan SDM yang
:bermutu,unggul,bermartabat,cerdas,terampil,
MUTU pendidikan yang tercermin dalam kompetensi lulusan Sekolah/Madrasah
dipengaruhi oleh berbagai komponen yaitu:isi (kurikulum),proses
pendidikan,pendidik dan tenaga kependidikan, sarana dan prasarana
pendidikan,pengelolaan pendidikan, pembiayaan pendidikan, dan penilaian
pendidikan,yang dapat digambarkan dalam konstelasi mutu pendidikan sebagai
berikut.
MUTU pendidikan dicerminkan oleh kompetensi lulusan yang dipengaruhi oleh
kualitas isi (kurikulum) pendidikan, dan proses pendidikan.Pencapaian Standar
Kompetensi Lulusan harus didukung oleh Standar Isi dan Standar Proses.
Perwujudan proses pendidikan BERMUTU dipengaruhi oleh kinerja pendidik dan
tenaga kependidikan, kualitas dan kuantitas sarana dan prasarana
pendidikan,kualitas pengelolaan pendidikan,ketersediaan dana pendidikan, dan
sistem penilaian pendidikan yang valid,obyektif, dan akuntabel
Oleh karena itu perwujudan pendidikan BERMUTU harus didukung oleh
SNP,yaitu: Standar Isi, Standar Kompetensi Lulusan,Standar Proses ,Standar
Pendidik dan Tenaga Kependidikan, Standar Sarana dan Prasarana,Standar
Pengelolaan,Standar Pembiayaan, dan Standar Penilaian Pendidikan.
Pendidikan nasional bermutu diarahkan untuk pengembangan potensi peserta
didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa,berakhlak mulia,sehat,berilmu,cakap,kreatif,mandiri,dan menjadi warga
negara yang demokratis serta bertanggungjawab. Dengan berkembangnya potensi
peserta didik maka akan dapat mewujudkan generasi emas Indonesia sebagai
generasi penerus bangsa yang berkarakter,cerdas dan kompetitif,sehingga akan
meningkatkan kesejahteraan,keharkatan dan kemartabatan bangsa dan negara
Indonesia.

DAFTAR PUSTAKA

Ace Suryadi dan Dasim Budimansyah (2004). Pendidikan Nasional Menuju


Masyarakat Indonesia Baru. Bandung: Ganesindo.
A.Atmadi dan Y. Setiyaningsing (editor) (2000). Transformasi Pendidikan
Memasuki Milenium Ketiga.. Yogyakarta: Kanisius.
Chapman,David W.,dkk (editor) (1997). From Planning to Action: Government
Initative for Improving School-Level Practice. UNESCO
Conny R. Semiawan (1999). Pendidikan Tinggi: Peningkatan Kemampuan
Manusia Sepanjang Hayat Seoptimal Mungkin. Jakarta: Grasindo
Dahlan,M.D (1998). Posisi Bimbingan dan Penyuluhan Pendidikan dalam
Kerangka Ilmu Pendidikan. Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar pada FIP-
IKIP Bandung.
Delors,Jacques (Editor) (1998). Education for the Twenty-Firt Century: Issues and
Prospects. Paris: UNESCO Publishing.
Depdiknas. (2003). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta: Depdiknas.
Depdiknas. (2005). Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 tahun
2005 tentang Standar Pendidikan Nasional. Jakarta: Depdiknas
Depdiknas.(2010). Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2010 tentang
Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2010 tentang
Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan. Jakarta: Depdiknas.
Depdiknas (2005). Rencana Strategis Departemen Pendidikan Nasional Tahun
2005-2009. Menuju Pembangunan Pendidikan Nasional Jangka Panjang 2025.
Jakarta: Depdiknas
Depdiknas (2010). Rencana Strategis Kementerian Pendidikan Nasional 2010-
2014. Jakarta:Kemendiknas.
Doni Koesoema A. (2007).Pendidikan Karakter Strategi Mendidik Anak di Zaman
Global. Jakarta:Grasindo
Frankl.Victor E. (1985). Man’s Search for Meaning. Pocket Book, New York:
Washington Square Press.
Gibson,R.Ed. (1977). Rethinking the Future. London:Nicholas Brealy Publishing.
H.A.R Tilaar (2002). Pendidikan untuk Masyarakat Indonesia Baru. Jakarta:
Grasindo.
Indra Djati Sidi (2003). Menuju Masyarakat Belajar:Menggagas Paradigma Baru
Pendidikan. Jakarta: Paramadina
Levinger,B. (1996). Critical Transitions: Human Capacity Development Across the
Lifespan. New York: Education Development Center, Inc.
Masnur Muslich (2011). Pendidikan Karakter Menjawab Tantangan Krisis
Multidimensional. Jakarta: Bumi Aksara.
Mohamad Ali (2009). Pendidikan Nasional untuk Pembangunan Nasional. Menuju
Bangsa Indonesia yang Mandiri dan Berdaya Saing Tinggi. Bandung. PT
Imperial Bhakti Utama.
Mungin Eddy Wibowo (2001). Model Konseling Kelompok di Sekolah Menengah
Umum. Disertasi. Bandung: program Pascasarjana Universitas Pendidikan
Indonesia.
Mungin Eddy Wibowo (2002). Konseling Perkembangan: Paradigma Baru dan
Relevansinya di Indonesia. Pidato Pengukuhan jabatan Guru Besar Tetap dalam
Bidang Bimbingan dan Konseling pada Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas
Negeri Semarang. Semarang: Depdiknas UNNES
Prosser, H.M. (1978). The Cultural Dialogue: An Introduction to Intercultural
Communication. Boston: Hougton Mifflin.
Sunaryo Kartadinata (1987). Mengkaji Makna Bimbingan: Suatu Pandangan
Sosiologis. Majalah Bunga Rampai Psikologi Pendidikan dan Bimbingan IKIP
Bandung. Seri 01,103-110.
Tonny D.Widiastono (2004).Pendidikan Manusia Indonesia. Jakarta: Penerbit Buku
Kompas
Zohar,Danah & Marshall,Lan (2000). Spiritual Intelligence The Ultimate
Intelligence. London: Bloombsbury Publ.Plc.
TERIMA KASIH
Prof.Dr.H.MUNGIN EDDY WIBOWO,M.Pd.,Kons.
Guru Besar Universitas Negeri Semarang
Ketua Umum Pengurus Besar Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia
(ABKIN) Anggota Badan
Standar Nasional Pendidikan (BSNP)
024-8501087; 08156610531; 021- 7668590,Fax 021-7668591, 0248501087;
http://www.bsnp-indonesia.o
A. Hakekat Kewirausahaan

Kewirausahaan pada hakekatnya adalah sifat, ciri dan watak


seseorang yang memiliki kemauan dalam mewujudkan gagasan inovatif ke
dalam dunia nyata secara kreatif. Istilah kewirausahaan berasal dari
terjemahan “Entrepreneurship”, dapat diartikan sebagai “the backbone of
economy”, yang adalah syaraf pusat perekonomian atau pengendali
perekonomian suatu bangsa. Secara epistimologi, kewirausahaan merupakan
suatu nilai yang diperlukan untuk memulai suatu usaha atau suatu proses
dalam mengerjakan sesuatu yang baru dan berbeda. Menurut Thomas W
Zimmerer, kewirausahaan merupakan penerapan kreativitas dan keinovasian
untuk memecahkan permasalahan dan upaya untuk memanfaatkan peluang
yang dihadapi sehari-hari. Kewirausahaan merupakan gabungan dari
kreativitas, keinovasian dan keberanian menghadapi resiko yang dilakukan
dengan cara kerja keras untuk membentuk dan memelihara usaha baru.

Menurut Marzuki Usman, pengertian wirausahawan dalam konteks


manajemen adalah seseorang yang memiliki kemampuan dalam menggunakan
sumber daya, seperti finansial, bahan mentah dan tenaga kerja untuk
menghasilkan suatu produk baru, bisnis baru, proses produksi ataupun
pengembangan organisasi. Wirausahawan adalah seseorang yang memiliki
kombinasi unsur-unsur internal yang meliputi kombinasi motivasi, visi,
komunikasi, optimisme, dorongan semangat dan kemampuan untuk
memanfaatkan peluang usaha. Sedangkan menurut Sri Edi Swasono, dalam
konteks bisnis, wirausahawan adalah pengusaha, tetapi tidak semua pengusaha
adalah wirausahawan. Wirausahawan adalah pionir dalam bisnis, inovator,
penanggung resiko, yang memiliki visi ke depan dan memiliki keunggulan
dalam berprestasi di bidang usaha ( Sumarsono, 2009).

Menurut Thomas Zimmerer dan Norman M. Scarborough dalam


Riant Nugroho (2009), entrepreneur ( wirausaha ) sebagai seorang yang
menciptakan sebuah bisnis baru dengan mengambil resiko dan ketidakpastian
demi mencapai keuntungan dan pertumbuhan dengan cara mengidentifikasi
peluang dan memnggabungkan sumber daya yang diperlukan untuk
mendirikannya.

Dari beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa


kewirausahaan adalah suatu kemampuan dalam berpikir kreatif dan
berperilaku inovatif yang dijadikan dasar, sumber daya, tenaga penggerak,
tujuan siasat, kiat dan proses dalam menghadapi tantangan hidup ( Sumarsono,
2009).

Adapun karakteristik wirausaha yang berhasil adalah sebagai berikut :

1. Inisiatif, yaitu melakukan sesuatu sebelum diminta atau terdesak keadaan.

2. Asertif, yaitu menghadapi masalah secara langsung dengan orang lain. Meminta
orang lain mengerjakan apa yang harus mereka kerjakan.
3. Melihat dan bertindak berdasarkan peluang, yaitu menangkap peluang khusus untuk
memulai bisnis baru, mencari dukungan keuangan, lahan, ruang kerja dan
bimbingan

4. Orientasi efisiensi, yaitu mencari dan menemukan cara untuk mengerjakan sesuatu
dengan lebih cepat atau dengan lebih sedikit biaya.

5. Perhatian pekerjaan dengan kualitas tinggi, yaitu keinginan untjuk menghasilkan


atau memasarkan produk atau jasa dengan kualitas tinggi.

6. Perencanaan yang sistematis, yaitu menguraikan pekerjaan yang besar menjadi


tugas-tugas atau sasaran-sasaran kecil, mengantisipasi hambatan dan menilai
alternative.

7. Pemantauan, yaitu mengembangkan atau menggunakan prosedur untuk memastikan


bahwa pekerjaan dapat diselesaikan atau sesuai dengan standar kualitas yang
ditetapkan.

8. Komitmen terhadap pekerjaan, yaitu melakukan pengorbanan pribadi atau bisnis


yang luar biasa untuk menyelesaikan pekerjaan. Menyingsingkan lengan bersama
karyawan dan bekerja di tempat karyawan untuk menyelesaikan pekerjaan.

9. Menyadari pentingnya dasar-dasar hubungan bisnis, yaitu melakukan tindakan agar


tetap memiliki hubungan dekat dengan pelanggan. Memandang pribadi sebagai
sumber bisnis. Menempatkan jasa baik jangka panjang di atas keuntungan jangka
pendek (Riant Nugroho, 2009)

Karakteristik wirausaha merupakan bagian dari pendidikan kecakapan


hidup ( life skills). Life skills dalam pendidikan kewirausahaan adalah
interaksi berbagai pengetahuan dan kecakapan yang sangat penting dimiliki
oleh siswa sehingga mereka dapat hidup mandiri sebagai wirausahawan. Maka
empat prinsip penting dalam menjalankan pembelajaran kewirausahaan
sebagai life skills tidak boleh ditinggalkan, yaitu Learning to know (belajar
untuk mengetahui kewirausahaan), learning to do (belajar untuk melakukan
kegiatan wirausaha), learning to be (belajar untuk mempraktekkan kegiatan
wirausaha), and learning to live together (belajar untuk bersama dengan yang
lain dalam interaksi sosial dalam berwirausaha). Belajar kewirausahaan bukan
hanya sekedar mengajari bagaimana siswa dapat membuat kemudian menjual,
melainkan memberikan pengalaman dan kecakapan langsung bagaimana
merancang dan mengelola sebuah usaha secara utuh (Anonim, 2009)

Pelaksanaan life skill kewirausahaan di SMK dapat dilaksanakan


melalui pendekatan : 1). reorientasi pembelajaran, 2). pengembangan budaya
sekolah, pengembangan manajemen sekolah dan hubungan sinergis dengan
masyarakat.

Melalui reorientasi pembelajaran pada prinsipnya bagaimana


mensiasati kurikulum yang berlaku agar kewirausahaan dapat ditumbuhkan
secara terprogram. Yaitu dengan mengkaitkan topik diklat dengan
karakteristik wirausaha akan mendorong pembelajaran lebih kontekstual
dengan kehidupan bermasyarakat dan realistik, karena itulah memang yang
diperlukan ketika siswa bekerja di masyarakat.

Dalam kaitanya dengan pengembangan budaya sekolah, pembelajaran


kewirausahaan di sekolah perlu diaitkan dengan sikap dan perilaku seperti :
disiplin diri, tanggung jawab, kerjakeras, semangat untuk belajar dan
menemukan cara kerja yang lebih baik, peduli lingkungan dan lain
sebagainya. Dengan demikian warga sekolah harus memahami hal-hal tersebut
, kemudian menjadikannya sebagai nilai-nilai kehidupan dan mewujudkanya
dalam perilaku keseharian.

Jika sikap-sikap tersebut menjadi nilai kehidupan dan terwujud dalam


kehidupan keseharian di sekolah, secara bertahap akan diikuti oleh siswa dan
pada akhirnya menjadi kebiasaan sehari-hari. Dengan demikian jika siswa
ingin menumbuhkan sikap wirausaha, maka perilaku tersebut harus menjadi
bagian dari budaya sekolah. Artinya dalam pengelolaan sumber daya, sekolah
harus menerapkan prinsip-prinsip wirausaha.

Dalam hal manajemen sekolah, rintisan unit produksi pada SMK


perlu dikembangkan. Unti produksi diharapkan dapat menjadi pemicu
berkembangnya iklim kewirausahaan di sekolah. Bekerjasama dengan instansi
atau unit kerja lain di luar sekolah perlu dikembangkan, untuk wahana belajar
para pengelola unit produksi, sekaligus belajar bersinergi dengan unit usaha
atau orang lain (Anonim, 2003).

Kewirausahaan merupakan suatu disiplin ilmu yang perlu dipelajari.


Kemampuan seseorang dalam berwirausaha, dapat dimatangkan melalui
proses pendidikan. Seseorang yang menjadi wirausahawan adalah mereka
yang mengenal potensi dirinya dan belajar mengembangkan potensinya untuk
menangkap peluang serta mengorganisir usahanya dalam mewujudkan cita-
citanya. Adapun pola pemelajaran kewirausahaan adalah :

1. Pembukaan Wawasan, dilakukan melalui kegiatan seperti: ceramah, diskusi,


mengundang lulusan SMK yang berhasil, mengundang wirausahawan yang berada
di sekitar sekolah agar menceritakan keberhasilan dan kegagalan yang pernah
mereka alami atau mengunjungi perusahaan, melalui pengamatan langsung
melalui pemagangan atau studi banding.

2. Penanaman Sikap

Penanaman sikap dilakukan melalui pembiasaan dan pemberanian melakukan


sesuatu. Kadang-kadang harus melalui “tekanan”, “keterpaksaan” dalam arti
positif antara lain dengan cara pemberian batas waktu (deadline)
3. Pembekalan Teknis
Bertujuan memberi bekal teknis dan bermanfaat bagi perjalanan hidup anak didik,
bukan ilmu yang muluk-muluk

4. Pembekalan pengalaman awal


Bertujuan mendorong anak didik berani “melangkah”, merasakan kenikmatan
keberhasilan dan belajar dari pahitnya kegagalan ( Sumarsono, 2009 ).

Kehidupan manusia tidak terlepas dari nilai dan nilai itu selanjutnya
diinstitusikan. Institusional nilai yang terbaik adalah melalui upaya
pendidikan. Kewirausahaan pada dasarnya merupakan nilai-nilai kehidupan.
Pandangan Freeman But dalam bukunya Cultural History Of Western
Education yang dikutip Muhaimin dan Abdul Mujib menyatakan bahwa
hakikat pendidikan adalah proses transformasi dan internalisasi nilai. Proses
pembiasaan terhadap nilai, proses rekonstruksi nilai serta proses penyesuaian
terhadap nilai.

Nilai-nilai yang akan ditransformasikan dalam pendidikan mencakup


nilai-nilai religi, nilai-nilai kebudayaan, nilai-nilai sains dan teknologi, nilai-
nilai seni, dan nilai keterampilan. Terkait dengan karakter wirausaha, nilai-
nilai yang perlu ditransformasikan dalam pendidikan khususnya pendidikan
non formal antara lain: kejujuran, kedisiplinan, Nilai-nilai yang
ditransformasikan tersebut dalam rangka mempertahankan, mengembangkan,
bahkan kalau perlu mengubah kebudayaan yang dimiliki masyarakat. Maka,
disinilah pendidikan akan berlangsung dalam kehidupan ( Anonim, 2009)

Agar proses transformasi tersebut berjalan lancar, ada beberapa syarat


yang harus dipenuhi dalam melaksanakan proses pendidikan, antara lain :

1. Adanya hubungan edukatif yang baik antara pendidik dan terdidik.


Hubungan edukatif ini dapat diartikan sebagai suatu hubungan yang
diliputi kasih sayang, sehingga terjadi hubungan yang didasarkan atas
kewibawaan. Hubungan yang terjadi antara pendidik dan peserta didik
merupakan hubungan antara subyek dan subyek.
2. Adanya metode pendidikan yang sesuai. Sesuai dengan kemampuan
pendidik, materi, kondisi peserta didik, tujuan yang akan dicapai, dan
kondisi lingkungan di mana pendidikan tersebut berlangsung.
3. Adanya sarana dan perlengkapan pendidikan yang sesuai dengan
kebutuhuan. Sarana tersebut harus didasarkan atas pengabdian pada
peserta didik, harus sesuai dengan stiap nilai yang ditransformasikan.

Adanya suasana yang memadai, sehingga proses transformasi nilai-


nilai tersebut berjalan wajar, serta dalam suasana yang menyenangkan.
Adapun beberapa nilai kewirausahaan yang perlu mendapat perhatian dalam
program pendidikan antara lain: kejujuran, keberanian, cinta damai, keandalan
diri, potensi, disiplin, tahu batas, kemurnian, kesesuaian, setia, dapat
dipercaya, hormat, cinta, kasih sayang, peka, tidak egois, baik hati, ramah, adil
dan murah hati. (Prasetyo, 2009).
Menanamkan jiwa
kewirausahaan disekolah
Ide untuk memasukkan aspek kewirausahaan di sekolah merupakan hal yang tidak
bisa ditawar lagi. Sebab kemampuan wirausaha membuat seseorang bisa mandiri
bahkan bisa menciptakan lapangan kerja.

Upaya untuk memasukkan aspek kewirausahaan di sekolah telah lama


diusahakan. Banyak sekolah dasar yang telah memasukan aspek kewirausahaan di
sekolah sebagai acara puncak dari sebuah tema pembelajaran. Banyak acara bazar
atau pasar murah yang berlangsung di sekolah. Sayangnya yang jadi pelaku
bisnisnya adalah orang tua siswa. Sementara siswa hanya duduk menonton dan
berbelanja, tanpa menjadi pelaku aktif. Padahal saat itu adalah saat yang tepat
untuk membuat siswa mempunyai keterampilan menjual dan memasarkan sesuatu.

Jangan pisahkan aspek kewirasahaan dengan pembelajaran disekolah karena


kedua-duanya sebenarnya saling berhubungan dan berkaitan satu sama lain.
Dalam berwirausaha seseorang butuh untuk menghitung laba dan rugi
(keterampilan matematika), meyakinkan pelanggan (keterampilan bahasa),
membuat promosi yang menarik dan mengatur barang dagangan agar menarik
(keterampilan seni rupa), membuat perhitungan keluar masuk barang
(keterampilan computer).

Dengan menjadikan kewira usahaan ini sebagai bagian dari pembelajaran,


membantu anda para guru untuk mengintegrasikan beberapa mata pelajaran dan
membuat pembelajaran dikelas bermakna. Bayangkan proses siswa memilih
produk yang akan dijual. Siswa juga membuat materi promosi untuk
mempromosikan barang dagangan yang telah dipilih, lambang atau logo produk
yang seperti apa yang kira-kira cocok.

Materi promosi tersebut bisa saja berupa sajak atau naskah lain yang mendukung
usaha agar orang mau membeli produk yang akan dijual. Bentuk promosinya pun
bisa selebaran, rekaman suara bahkan rekaman video buatan mereka sendiri.

Berikut adalah kegiatan yang bisa dilakukan dalam menanamkan jiwa wirausaha
di sekolah.

1. Rencanakan sebuah perhelatan dimana siswa bisa belajar berdagang dan


berbisnis.Waktu yang dipilih bisa saat istirahat agar siswa dari kelas lain bisa
berkunjung. Bisa juga dilakuakan sebagai puncak dari tema.

2. Produk yang dijual sedapat mungkin yang sesuai dengan minat konsumen
yang datang, jika yang datang adalah temen sebaya bisa mainan atau makanan
kecil yang sehat.
3. Mata dagangannya bisa makanan, alat tulis, mainan atau apa saja tentunya
dengan persetujuan guru.

4. Acara pada point no 1. bisa merupakan sebuah pengumpulan dana untuk


korban bencana alam atau lainnya. Dengan demikian anak diajar untuk peduli
terhadap sesama.

5. Membuat siswa menggunakan keterampilan matematikanya dengan belajar


membuat jadwal atau menghitung takaran saat menjual sebuah produk.

6. Dikelas besar anda juga bisa memasukkan pelajaran membuat riwayat hidup
atau membuat lamaran kerja, serta belajar mewawancarai dalam unit tentang
karir.

Jiwa Kewirausahaan
Proses kreatif dan inovatif hanya dilakukan oleh orang-orang yang
memiliki kepribadian kreatif dan inovatif yaitu orang yang memiliki jiwa,
sikap dan perilaku kewirausahaan, dengan cirri-ciri: (1) penuh pecaya diri,
indikatornya adalah penuh keyakinan, optimis, berkomitmen, disiplin,
bertanggung jawab; (2) memiliki inisiatif, indikatornya adalah penuh
energy, cekatan dalam bertindak dan aktif; (3) memiliki motif berprestasi,
indikatornya terdiri atas orientasi pada hasil dan wawasan ke depan; (4)
memiliki jiwa kepemimpinan, indikatornya adalah berani tampil beda,
dapat dipercaya, dan tangguh dalam betindak; dan (5) berani mengambil
risiko dengan penuh perhitungan (oleh karena itu menyukai tantangan).
Selain cirri-ciri di atas, masih banyak cirri khas lain yang bergantung dari
sudut pandang dan konteks penerapannya, yang secara khusus akan
diuraikan pada bagian selanjutnya.
Menurut Geoffrey (1996 : 5) para wirausaha adalah orang-orang
yang mempunyai kemampuan melihat dan menilai kesempatan-
kesempatan bisnis, mengumpulkan sumber-sumber daya yang dibutuhkan
guna mengambil keuntungan dari padanya dan mengambil tindakan yang
tepat, guna memastikan sukses. Para wirausaha adalah individu-individu
yang berorientasi kepada tindakan dan bermotivasi tinggi yang berani
mengambil resiko dalam mengejar tujuannya (Geoffrey et. Al, 1996 : 5).

Berikut ini adalah daftar watak-watak yang sebaiknya dimiliki dan


dikembangkan oleh wirausaha.
Watak :

Percaya diri : keyakinan, ketidaktergantungan, individualitas


optimisme
Berorientasi : Kebutuhan akan prestasi, beorientasi laba, ketekunan
tugas dan ketabahan, tekad kerja keras, mempunyai
dan hasil dorongan kuat, energitic, dan inisiatif.

Pengambil risiko : Kemampuan mengambil risiko, suka pada tantangan


Kepemimpinan : Bertingkah laku sebagai pemimpin, dapat bergaul
dengan orang lain. Menanggapi saran-saran dan kritik
Keorisinilan : inovatif dan kreatif, fleksibel, punya banyak sumber,
serba bisa, mengetahui banyak
Berorientasi ke : pandangan ke depan perspektif
masa depan

CARA MENUMBUHKAN JIWA WIRAUSAHA PADA ANAK

Des 13

Posted by hadi

B agaimana ya caranya mengajarkan mereka, padahal mereka masih suka


bermain?. Cara yang paling ampuh adalah dengan bermain sambil belajar. Berikut
adalah tips untuk menumbuhkan jiwa pengusaha pada anak:

1. Ajarkan anak untuk punya target

Ajarkan anak anda untuk mempunyai target-target tertentu dan ajarkan mereka
bagaimana cara mencapainya. Permainan yang bisa dilakukan bersama anak anda
adalah dengan cara mengajak anak untuk menuliskan 10 keinginan mereka.
Kemudian dari 10 keinginan itu, ajaklah anak untuk berpikir, keinginan mana
yang paling bisa membawa manfaat terbesar bagi hidup mereka. Lalu jadikan
keinginan itu menjadi suatu fokus yang harus dicapai. Langkah berikutnya adalah
berikan langkah-langkah terperinci kepada mereka, supaya mereka mengetahui
cara untuk mencapai target tersebut. Tidak lupa untuk selalu memberikan pujian
dan motivasi jika mereka berhasil melakukan satu tahap.

2. Anak harus belajar untuk melihat peluang

Banyak orang tidak mendayagunakan potensi yang ada pada diri mereka, karena
mereka kurang bisa melihat peluang disekitarnya. Karena dari itu, sangatlah
penting untuk mengajarkan anak untuk melihat potensi dan peluang yang ada pada
diri mereka dan disekitar mereka. Bagaimana caranya? Tanyakan pada mereka
tentang hal-hal kecil yang terkadang mengganggu diri mereka. Sebagai contoh,
sebagian anak merasa kesal jika mereka tidak mampu untuk mengambil barang
dari tempat yang tinggi. Kemudian ajaklah mereka untuk berdiskusi bagaimana
cara memecahkan masalah tersebut. Hal ini akan mengajarkan pada mereka untuk
membuat solusi. Hal ini juga akan memacu mereka untuk mengungkapkan ide
mereka.

3. Ajarkan anak untuk belajar berjualan


Ilmu untuk berjualan bukan hanya harus dimiliki oleh seorang pengusaha, tapi di
segala bidang karir. Karena itu ajarkan anak anda untuk berjualan, karena dengan
berjualan, sang anak tidak malu untuk berkomunikasi dengan orang lain, sehingga
bisa meningkatkan kepercayaan dirinya. Bagaimana cara mengajarkannya?
Ajaklah anak untuk berjualan mainan-mainan yang telah tidak terpakai dirumah,
atau buku-buku bekas. Biarkan mereka untuk menentukan harga jual dari barang
tersebut dan bantu mereka saat transaksi penjualan berhasil seperti menghitung
uang kembalian, membungkus produk yang berhasil dijual dan berterimakasi
kepada pembeli.

4. Ajarkan anak tentang mengelola keuangan

Pengelolaan keuangan sangatlah jarang diajarkan disekolah2, karena itu sebagai


orang tua kita bisa membatu mereka dengan cara ajarkan mereka berjualan atau
membantu anda berjualan. Kemudian ajarkan bahwa uang yang didapat bisa
menghasilkan yang lebih banyak dengan cara memutar uang tersebut untuk
berdagang berikutnya. Tidak lupa untuk mengajarkan mereka untuk bersedekah
dari setiap penghasilan yang mereka dapatkan.

5. Ajarkan tentang marketing

Cara marketing atau memasarkan produk sangatlah penting. Tanpa metode


pemasaran yang baik, maka suatu usaha bisa mengalami kegagalan. Lalu
bagaimana caranya? Ajak anak anda untuk melihat papan, poster atau iklan
tentang suatu produk yang sama tapi dari beberapa iklan perusahaan yang
berbeda-beda. Lalu tanyakan pada mereka, mana iklan yang lebih bagus dan
kenapa yang satu bagus dan yang lain kurang bagus. Anda akan sangat terkejut
dengan jawaban-jawaban mereka yang kadang tidak terduga dan bahkan sangat
menggelitik.

6. Ajarkan anak tentang kegagalan

Di sekolah kita selalu diajarkan bahwa kegagalan itu adalah suatu bencana yang
besar, tapi di dunia bisnis, kegagalan bisa menjadi guru dan motivasi untuk
perubahan yang sangat bagus. Jika anak anda gagal, maka motivasilah mereka
untuk belajar dari kesalahan dan untuk tidak mengulangi kesalahan-kesalahan
tersebut.

7. Komunikasi yang efektif

Anak jaman sekarang terkadang sangat takut untuk berkomunikasi secara tatap
muka, karena mereka sangat terbiasa dengan sms dan jejaring sosial. Salah satu
penunjang bisnis yang penting adalah cara kita berkomunikasi dan bernegosiasi.
Cara mengajarkannya adalah dengan bermain pembeli dan penjual. Pertama
contohkan anda sebagai penjual dan anak anda sebagai pembeli. Contohkan
kepada mereka bagaimana cara untuk menghadapi pembeli dengan baik.
Kemudian gantilah peran tersebut, sekarang anda menjadi pembeli dan anak
menjadi penjual. Dengan ini anak anda terlatih untuk berkomunikasi dan berani
menanggapi kemauan orang lain.

8. Kemandirian menciptakan kepercayaan diri

Pastinya kita ingin anak kita menjadi anak yang mandiri dan sukses. Lalu
bagaimana caranya? Setiap kali anak anda meminta mainan baru, ajaklah anak
anda berpikir bagaimana cara menghasilkan uang agar bisa membeli barang
tersebut. Hal ini akan meningkatkan daya kritis dan daya kreatifitas mereka.

9. Ajarkan untuk menolong sesama

Buat apa berhasil dalam suatu bisnis jika tidak bermanfaat bagi orang lain?
Sangatlah penting untuk mengajarkan anak anda untuk bersedekah, sehingga anak
tidak menjadi serakah dan egois. Ajak mereka untuk memasukkan uang ke
celengan – celengan masjid setiap kali mereka mendapatkan uang dari berjualan
ataupun uang jajan dari anda.

10. Ajarkan kepemimpinan

Di sekolah anak diajarkan untuk selalu mengikuti peraturan yang ada. Mereka di
program untuk belajar dan menghapal dan bukan untuk menjadi orang yang
berpikir secara mandiri. Ilmu sebagai pengusaha mengajarkan anak untuk berpikir
di luar kotak dan menciptakan solusi yang unik dan lebih baik. Bagaimana cara
mengajarkannya? Beri kesempatan kepada anak anda untuk memimpin temannya
pada saat bermain. Ajarkan mereka untuk berbicara di depan keluarga saat makan
malam atau acara keluarga bersama.

MENUMBUHKAN JIWA DAN


KOMPETENSI KEWIRAUSAHAAN”
April 2, 2010 at 11:39 pm (Kewirausahaan)
Tags: jiwa usaha, Kewirausahaan, kompetensi wirausaha
Harapan untuk diterima di dunia kerja tentunya tidaklah keliru, namun tidak dapat
dipungkiri bahwa kesempatan kerja pun sangat terbatas dan tidak berbandng
linear dengan lulusan lembaga pendidikan baik dasar, menengah maupun
pendidikan tinggi. Oleh sebab itu semua pihak harus terus berpikir dan
mewujudkan karya nyata dalam mengatasi kesenjangan antara lapangan kerja
dengan lulusan institusi pendidikan.
Kesenjangan ini merupakan penyebab utama peningkatan angka pengangguran.
Sedangkan pengangguran adalah salah satu permasalahan pembangunan yang
sangat kritis khususnya di negara Indonesia termasuk di daerah-daerah di pelosok
nusantara.
Salah satu solusinya adalah dengan mencetak lulusan lembaga pendidikan yang
memiliki potensi untuk mengembangkan keterampilannya menjadi usaha mandiri.
Selain menjadi solusi bagi dirinya, seringkali usaha mandiri ini mendatangkan
berkah bagi orang lain yang direkrut sebagai karyawan ataupun buruh pada usaha
yang dirintisnya.
Adapun alasan-alasan seseorang tertarik untuk berwirausaha adalah sebagai
berikut:
1. Alasan keuangan, untuk mencari nafkah, kaya, pendapatan tambahan
2. Alasan sosial, untuk memperoleh gengsi/status untuk dapat dikenal, dihormati
dan bertemu orang banyak
3. Alasan pelayanan, memberi pekerjaan pada masyarakat
4. Alasan pemenuhan diri, untuk menjadi mandiri, lebih produktif dan untuk
menggunakan kemampuan pribadi.
Semua alasan itulah yang mendorong seseorang untuk melakukan terobosan dan
memilih berwirausaha. Namun demikian pada prakteknya tidaklah mudah
memulai suatu usaha. Rasa takut yang berlebihan akan kegagalan dan kerugian
seringkali menghantui jiwa seseorang ketika akan memulai usahanya. Keberanian
untuk memulai merupakan modal utama yang harus dimilki seseorang untuk
terjun dalam dunia usaha. Namun itu saja tidak cukup, keberanian tanpa disertai
perhitungan dan kemampuan berwirausaha seringkali menjerumuskan kita ke
dalam situasi kegagalan yang berkepanjangan.
Pendidikan yang berwawasan kewirausahaan, adalah pendidikan yang
menerapkan prinsip-prinsip dan metodologi ke arah pembentukan kecakapan
hidup (life skill) pada peserta didiknya melalui kurikulum yang terintegrasi yang
dikembangkan di sekolah. Tulisan ini mencoba menawarkan suatu model
pendidikan yang berwawasan kewirausahaan untuk tingkat pra sekolah dan
sekolah dasar. Dengan model ini jika diterapkan diharap dunia pendidikan ikut
memberikan kontribusi nyata dalam rangka peningkatan mutuSDM diIndonesia

A. Inti dan Hakikat Kewirausahaan

Kewirausahaan (Suryana: 2003) adalah kemampuan kreatif dan inovatif yang


dijadikan dasar, kiat dan sumber daya untuk mencari peluang menuju sukses. Inti
dari kewirausahaan adalah kemampuan untuk menciptakan sesuatu yang baru dan
berbeda (create new and different) melalui berfikir kreatif dan inovatif.

Suryana (2003) mengatakan bahwa kewirausahaan merupakan suatu kemampuan


dalam menciptakan nilai tambah di pasar melalui proses pengelolaan sumber daya
dengan cara-cara baru dan berbeda melalui :

1. Pengembangan teknologi baru

2. Penemuan pengetahuan ilmiah baru

3. Perbaikan produk barang dan jasa yang ada

4. Penemuan cara-cara baru untuk menghasilkan barang lebih banyak

dengan sumber daya lebih efisien

Kreativitas adalah kemampuan untuk mengembangkan ide-ide baru dan cara-cara


baru dalam pemecahan masalah dan menemukan peluang. Sedangkan inovasi
adalah kemampuan untuk menerapkan kreativitas dalam rangka pemecahan
masalah dan menemukan peluang. Jadi kreativitas adalah kemampuan untuk
memikirkan sesuatu yang baru dan berbeda, sedangkan inovasi merupakan
kemampuan untuk melakukan sesuatu yang baru dan berbeda.

a. Jiwa dan Sikap Kewirausahaan

Meredith et al.. (2002), mengemukakan nilai hakiki penting dari wirausaha

adalah:

1. Percaya diri (self confidence)

Merupakan paduan sikap dan keyakinan seseorang dalam menghadapi tugas atau
pekerjaan, yang bersifat internal, sangat relatif dan dinamis dan banyak ditentukan
oleh kemampuannya untuk memulai, melaksanakan dan menyelesaikan suatu
pekerjaan. Kepercayaan diri akan mempengaruhi gagasan, karsa, inisiatif,
kreativitas, keberanian, ketekunan, semangat kerja, kegairahan berkarya. Kunci
keberhasilan dalam bisnis adaalh untuk memahami diri sendiri. Oleh karena itu
wirausaha yang sukses adalah wirausaha yang mandiri dan percaya diri.

2. Berorientasi tugas dan hasil

Seseorang yang selalu mengutamakan tugas dan hasil, adalah orang yang selalu
mengutamakan nilai-nilai motif berprestasi, berorientasi pada laba, ketekunan dan
kerja keras. Dalam kewirausahaan peluang hanya diperoleh apabila ada inisiatif.
Perilaku inisiatif biasanya diperoleh melalui pelatihan dan pengalaman bertahun-
tahun dan pengembangannya diperoleh dengan cara disiplin diri, berpikir kritis,
tanggap, bergairah dan semangat berprestasi.

3. Keberanian mengambil risiko

Wirausaha adalah orang yang lebih menyukai usaha-usaha yang lebih menantang
untuk mencapai kesuksesan atau kegagalan daripada usaha yang kurang
menantang. Wirausaha menghindari situasi risiko yang rendah karena tidak ada
tantangan dan menjauhi situasi risiko yang tinggi karena ingin berhasil. Pada
situasi ini ada dua alternatif yang harus dipilih yaitu alternatif yang mengangung
risiko dan alternatif yang konservatif . Pilihan terhadap risiko tergantung pada :

a. Daya tarik setiap alternatif

b. Kesediaan untuk rugi

c. Kemungkinan relatif untuk sukses atau gagal

Selanjutnya kemampuan untuk mengambil risiko tergantung dari :

a. Keyakinan pada diri sendiri

b. Kesediaan untuk menggunakan kemampuan dalam mencari peluang dan

kemungkinan untuk memperoleh keuntungan

c. Kemampuan untuk menilai situasi risiko secara realitis

4. Kempemimpinan

Seorang wirausaha harus memiliki sifat kepemimpinan, kepeloporan, keteladanan.


Ia selalu menampilkan produk dan jasa-jasa baru dan berbeda sehingga ia menjadi
pelopor baik dalam proses produksi maupun pemasaran. Dan selalu
memanfaatkan perbedaan sebagai suatu yang menambah nilai.

5. Berorientasi ke masa depan


Wirausaha harus memiliki perspektif dan pandangan ke masa depan, kuncinya
adalah dengan kemampuan untuk menciptakan sesuatu yang baru dan berbeda
dari yang ada sekarang.

6. Keorisinilan : Kreativitas dan Inovasi

Wirausaha yang inovatif adalah orang yang memiliki ciri-ciri :

a. Tidak pernah puas dengan cara-cara yang dilakukan saat ini, meskipun

cara tersebut cukup baik

b. Selalu menuangkan imajinasi dalaam pekerjaannya

c. Selalu ingin tampil berbeda atau selalu memanfaatkan perbedaan

Kewirausahaan adalah berfikir dan bertindak sesuatu yang baru atau berpikir
sesuatu yang lama dengan cara-cara baru. Menurut Everett E. Hagen ciri-ciri
innovational personality sebagai berikut :

a. Openness to experience, terbuka terhadap pengalaman

b. Creative imagination, memiliki kemampuan untuk bekerja dengan penuh


imajinasi

c. Confidence and content in one’s own evaluation, memiliki keyakinan atas


penilaian dirinya dan teguh pendirian

d. Satisfiction in facing and attacking problems and in resolving confusion or


inconsistency, selalu memiliki kepuasan dalam menghadapi dan memecahkan
persoalan

e. Has a duty or responsibility to achieve, memiliki tugas dan rasa tanggung jawab
untuk berprestasi

f. Inteigence and energetic, memiliki kecerdasan dan energik

Sedangkan menurut Alma (2003), jalan menuju wirausaha sukses adalah :

– mau kerja keras

– bekerjasama

– penampilan yang baik

– yakin

– pandai membuat keputusan


– mau menambah ilmu pengetahuan

– ambisi untuk maju

– pandai berkomunikasi

Proses kreatif dan inovatif (Suryana: 2003) hanya dilakukan oleh orangorang yang
memiliki jiwa dan sikap kewirausahaan yaitu :

a. Percaya diri (yakin, optimis dan penuh komitmen)

b. Berinisiatif (energik dan percaya diri)

c. Memiliki motif berprestasi (berorientasi hasil dan berwawasan ke depan)

d. Memiliki jiwa kepemimpinan (berani tampil berbeda dan berani mengambil


resiko dengan penuh perhitungan)

e. Suka tantangan

Faktor pribadi yang mempengaruhi kewirausahaan : motif berprestasi, komitmen,


nilai-nilai pribadi, pendidikan dan pengalaman. Sedangkan dari faktor lingkungan
adalah peluang, model peran dan aktivitas.

b. Kompetensi Kewirausahaan

Wirausaha yang sukses pada umumnya adalah mereka yang memiliki kompetensi
yaitu : seseorang yang memiliki ilmu pengetahuan, keterampilan dan kualitas
individu yang meliputi sikap, motivasi, nilai serta tingkah laku yang diperlukan
untuk melaksanakan pekerjaan/kegiatan.

Keterampilan yang harus dimiliki Suryana (2003) :

a. Managerial skill

b. Conceptual skill

c. Human skill (keterampilan memahami, mengerti, berkomunikasi dan berelasi)

d. Decision making skill (keterampilan merumuskan masalah dan mengambil


keputusan)

e. Time managerial skill ( keterampilan mengatur dan menggunakan waktu)

Kompetensi diartikan sebagai pengetahuan, keterampilan dan kemampuan


individu yang langsung berpengaruh pada kinerja, Kinerja bagi wirausaha
merupakan tujuan yang ingin dicapai.
B. Menumbuhkan Jiwa dan Kompetensi Kewirausahaan

1. Menumbuhkan Jiwa Wirausaha

Mungkin kita pernah mendengar bahwa keluarga yang kaya akan memunculkan
anak-anak yang kaya karena mereka terbiasa kaya. Begitu pula ada yang
menganggap bahwa seseorang menjadi pengusaha karena memang bapakibunya,
kakek-neneknya, dan sebagian besar keluarganya adlah keturunan pengusaha.

Anggapan seperti ini menurut hemat penulis merupakan pemikiran yang keliru.
Tidak bisa dipungkiri memang, ada banyak pengusaha yang lahir dari keluarga
atau keturunan pengusaha. Tetapi bukan berarti diturunkan secara genetis.
Mungkin hal ini terjadi karena aspek lingkungan pengusaha yang cukup kuat
mempengaruhi jiwa orang tersebut untuk menjadi pengusaha.

Menjadi wirausaha (entrepreneur) tentu saja merupakan hak azasi semua kita.
Jangan karena mentang-mentang kita tidak punya turunan pengusaha sehingga
menutup peluang untuk menjadi wirausaha.

Langkah awal yang kita lakukan apabila berminat terjun ke dunia wirausaha
adalah menumbuhkan jiwa kewirausahaan di diri kita. Banyak cara yang dapat
dilakukan misalnya:

1. Melalui pendidikan formal. Kini berbagai lembaga pendidikan baik menengah


maupun tinggi menyajikan berbagai program atau paling tidak mata kuliah
kewirausahaan

2. Melalui seminar-seminar kewirausahaan. Berbagai seminar kewirausahaan


seringkali diselenggarakan dengan mengundang pakar dan praktisi kewirausahaan
sehingga melalui media ini kita akan membangun jiwa kewirausahaan di diri kita

3. Melalui pelatihan. Berbagai simulasi usaha biasanya diberikan melalui


pelatihan baik yang dilakukan dalam ruangan (indoor) maupun di luar ruangan
outdoor). Melalui pelatihan ini, keberanian dan ketanggapan kita terhadap
dinamika perubahan linghkungan akan diuji dan selalu diperbaiki dan
dikembabngkan

4. Otodidak. Melalui berbagai media kita bisa menumbuhkan semangat


berwirausaha. Misalnya melalui biografi pengusaha sukses (sucess story), media
televisi, radio majalah koran dan berbagai media yang dapat kita akses untuk
menumbuhkembangkan jiwa wirausaha yang ada di diri kita.

Melalui berbagai media tersebut ternyata setiap orang dapat mempelajari dan
menumbuhkan jiwa wirausaha. Pertanyaannya, aspek-aspek kejiwaan apa saja
yang mencirikan bahwa seseorang dikatakan memilki jiwa wirausaha ?
Untuk membahas lebih lanjut mengenai pertanyaan tersebut, penulis akan
mencoba membahas pendapat Suryana (2003) bahwa orang-orang yang memiliki
jiwa dan sikap kewirausahaan yaitu :

a. Percaya diri (yakin, optimis dan penuh komitmen)

Percaya diri dalam menentukan sesuatu, percaya diri dalam menjalankan sesuatu,
percaya diri bahwa kita dapat mengatasi berbagai resiko yang dihadapi merupakan
faktor yang mendasar yang harus dimiliki oleh wirausaha. Seseorang yang
memiliki jiwa wirausaha merasa yakin bahwa apa-apa yang diperbuatnya akan
berhasil walaupun akan menghadapi berbagai rintangan. Tidak selalu dihantui
rasa takut akan kegagalan sehingga membuat dirinya optimis untuk terus maju.

b. Berinisiatif (energik dan percaya diri)

Menunggu akan sesuatu yang tidak pasti merupakan sesuatu yang paling dibenci
oleh seseorang yang memiliki jiwa wirausaha. Dalam menghadapi dinamisnya
kehidupan yang penuh dengan perubahan dan persoalan yang dihadapi, seorang
wirausaha akan selalu berusaha mencari jalan keluar. Mereka tidak ingin hidupnya
digantungkan pada lingkungan, sehingga akan terus berupaya mencari jalan
keluarnya.

c. Memiliki motif berprestasi (berorientasi hasil dan berwawasan ke depan)

Berbagai target demi mencapai sukses dalam kehidupan biasanya selalu dirancang
oleh seorang wirausaha. Satu demi satu targetnya terus mereka raih. Bila
dihadapkan pada kondisi gagal, mereka akan terus berupaya kembali memperbaiki
kegagalan yang dialaminya. Keberhasilan demi keberhasilan yang diraih oleh
seseorang yang berjiwa entrepreneur menjadikannya pemicu untuk terus meraih
sukses dalam hidupnya. Bagi mereka masa depan adalah kesuksesan adalah
keindahan yang harus dicapai dalam hidupnya.

d. Memiliki jiwa kepemimpinan (berani tampil berbeda dan berani mengambil


resiko dengan penuh perhitungan)

Leadership atau kepemimpinan merupakan faktor kunci menjadi wirausahawan


sukses. Berani tampil ke depan menghadapi sesuatu yang baru walaupun penuh
resiko. Keberanian ini tentunya dilandasi perhitungan yang rasional.

Seorang yang takut untuk tampil memimpin dan selalu melemparkan tanggung
jawab kepada orang lain, akan sulit meraih sukses dalam berwirausaha. Sifat-sifat
tidak percaya diri, minder, malu yang berlebihan, takut salah dan merasa rendah
diri adalah sifat-sifat yang harus ditinggalkan dan dibuang jauh-jauh dari diri kita
apabila ingin meraih sukses dalam berwirausaha.

e. Suka tantangan
Kita mungkin sering membaca atau menyaksikan beberapa kasus mundurnya
seorang manajer atau eksekutif dari suatu perusahaan. Pa yang menyebabkan
mereka hengkang dari perusahaannya dan meninggalkan kemapanan sebagai
seorang manajer?

Sebagian dari mereka ternyata merasa jenuh terus menerus mengemban tugas
rutin yang entah kapan berakhirnya. Mereka membutuhkan kehidupan yang lebih
dinamis yang selama ini belim mereka dapatkan di perusahaan tempat mereka
bekerja. Akhirnya mereka menelusuri aktivitas seperti apakah yang dapat
memuaskan kebutuhan mereka akan tantangan ?

“Berwirausaha” ternyata menjadi pilihan sebagian besar manajer yang sengaja


keluar dari kemapanannya di perusahaan. Mengapa “wirausah ?” Ternyata begitu
banyak variasi pekerjaan dan perubahan yang sangat menantang dalam dunia
wirausaha.

2. Menumbuhkan Kompetensi Kewirausahaan

Wirausaha yang sukses pada umumnya adalah mereka yang memiliki kompetensi
yaitu : seseorang yang memiliki ilmu pengetahuan, keterampilan dan kualitas
individu yang meliputi sikap, motivasi, nilai serta tingkah laku yang diperlukan
untuk melaksanakan pekerjaan/kegiatan.

Keterampilan yang harus dimiliki :

a. Managerial skill

Managerial skill atau keterampilan manajerial merupakan bekal yang harus


dimiliki wirausaha. Seorang wirausahawan harus mampu menjalankan fungsi-
fungsi perencanaan, pengorganisasian, penggerakkan dan pengawasan agar usaha
yang dijalankannya dapat mencapai tujuan yang diinginkan. Kemampuan
menganalisis dan mengembangkan pasar, kemampuan mengelola sumber daya
manusia, material, uang, fasilitas dan seluruh sumber daya perusahaan merupakan
syarat mutlak untuk menjadi wirausaha sukses.

Secara garis besar ada dua cara untuk menumbuhkan kemampuan manajerial,
yaitu melalui jalur formal dan informal. Jalur formal misalnya melalui jenjang
lembaga pendidikan sekolah menengah kejuruan bisnis dan manajemen atau
melalui pendidikan tinggi misalnya departemen administrasi niaga atau
departemen manajemen yang tersebar berbagai perguruan tinggi baik negeri
maupun swasta. Jalur informal, misalnya melalui seminar, pelatihan dan otodidak
serta melalui pengalaman.

b. Conceptual skill

Kemampuan untuk merumuskan tujuan, kebijakan dan strategi usaha merupakan


landasan utama menuju wirausaha sukses. Tidak mudah memang mendapatkan
kemampuan ini. Kita harus akstra keras belajar dari berbagai sumber dan terus
belajar dari pengalaman sendiri dan pengalaman orang lain dalam berwirausaha.

c. Human skill (keterampilan memahami, mengerti, berkomunikasi dan berelasi)

Supel, mudah bergaul, simpati dan empati kepada orang lain adalah modal
keterampilan yang sangat mendukung kita menuju keberhasilan usaha. Dengan
keterampilan seperti ini, kita akan memiliki banyak peluang dalam merintis dan
mengembangkan usaha.

Upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kemampuan ini misalnya


denganmelatih diri diberbagai organisasi, bergabung dengan klub-klub hobi dan
melatih kepribadian kita agar bertingkah laku mentenangkan bagi orang lain

d. Decision making skill (keterampilan merumuskan masalah dan mengambil


keputusan)

Sebagai seorang wirausaha, kita seringkali dihadapkan pada kondisi


ketidakpastian. Berbagai permasalahan biasanya bermunculan pada situasi seperti
ini. Wirausaha dituntut untuk mampu menganalisis situasi dan merumuskan
berbagai masalah untuk dicarikan berbagai alternatif pemecahannya.

Tidak mudah memang memilih alternatif terbaik dari berbagai alternatif yang ada.
Agar tidak salah menentukan alternatif, sebelum mengambil keputusan, wirausaha
harus mampu mengelola informasi sebagai bahan dasar pengambilan keputusan.
Keterampilan memutuskan dapat kita pelajari dan kita bangun melalui berbagai
cara. Selain pendiudikan formal, pendidikan informal melalui pelatihan, simulasi
dan berbagi pengalaman dapat kita peroleh.

e. Time managerial skill ( keterampilan mengatur dan menggunakan waktu)

Para pakar psikologi mengatakan bahwa salah satu penyebab atau sumber stress
adalah ketidakmampuan seseorang dalam mengatur waktu dan pekerjaan.
Ketidakmampuan mengelola waktu membuat pekerjaan menjadi menumpuk atau
tak kunjung selesai sehingga membuat jiwanya gundah dan tidak tenang. Seorang
wirausaha harus terus belajar mengelola waktu. Keterampilan mengelola waktu
dapat memperlancar pelaksanaan pekerjaan dan rencana-rencana yang telah
digariskan.

3. Peranan Pemerintah Dalam Mengembangkan Kewirausahaan

Mayoritas wirausahan Indonesia masih terjebak dalam status UKM. Kebanyakan


wirausaha dari negara berkembang memang tidak memiliki pilihan lain selain
menjadi UKM. Pada awal kehidupan kewirausahaannya, yaitu dalam sektor
perdagangan, dalam bidang hasil bumi, kerajian tangan atau industri kecil. Hal ini
sangat kontras dengan wirausaha dinegara-negara maju. Mereka umumnya sudah
termasuk kedalam industri jasa dan teknologi. Selain itu mereka juga didukung
oleh human capital (modal sumber daya manusia) berbasis pendidikan tinggi
memadai. Hal ini salah satunya kuncinya adalah peranan pemerintah
mengembangkan dalam iklim kewirausahaan.

Hal ini sudah jelas landasan hukum kewirausahaan Indonesia adalah tertuang
dalam INPRES. No. 4 Tahun 1995. INPRES tersebut dibuat sebagai payung besar
dari Gerakan Nasional memasyarakatkan dan membudayakan kewirausahaan.
Gerakan ini bertujuan cukup mulia yaitu menumbuh kembangkan budaya kreatif
dan inovatif dimasyarakat baik kalangan usaha, pendidikan maupun aparatur
pemerintah. Namun demikian kenyataan dilapangan menunjukkan bahwa
INPRES ini seolah-olah hanya menjadi keputusan politis pemerintah. Hal ini
dapat dilihat bahwa dalam banyak hal belum banyak diberikan kepada UKM,
selain slogan-slogan dan janji permodalan.

Jika dibandingkan dengan negara-negara lain harus diakui bahwa industri kurang
memiliki kebijaksanaan yang tepat yang dapat merangsang berkembangnya
kewirausahaan khususnya bagi UKM. Beberapa contoh kebijaksanaan yang
menjadi pekerjaan rumah bagi pemerintah adalah tentang kebijaksanaan
pembinaan eksportir yang berasal dari UKM. Pelakuan mengenai pajak bagi
UKM dan regulasi yang memberikan akses kepada UKM untuk mengikuti
pengadaan-pengadaan barang di pemerintah. Selain itu mengenai pembinaan dan
spirit kewirausahaan serta pembangunan jaringan serta standar kualitas produk
belum benar-benar dilakukan.

Tugas lain yang tidak kalah penting bagi pemerintah adalah bagaimana
menurunkan high cost economy (ekonomi biaya tinggi). Hal ini sudah menjadi
rahasia umum bahwa high cost economy di Indonesia merupakan timbul akibat
maraknya tingkat korupsi dan banyaknya pungutan-pungutan liar. Tingkat korupsi
di Indonesia merupakan salah satu tertinggi di dunia dan hal ini dapat diliat dalam
indeks korupsi Internasional. Demikian juga dengan pungutan liar yang ternyata
semakin marak setelah ditetapkannya undang-undang otonomi daerah. Penelitian
yang dilakukan oleh USAID (2003) menemukan bahwa cukup banyak pengusaha
yang mengeluh makin maraknya pungutan liar dan semakin banyaknya pajak-
pajak daerah dierah pasca implementasi otonomi daerah.

bahwa high cost economy ini memberikan beberapa dampak negatif bagi
perkembangan kewirausahaan (Businetz, Gomes dan Spencer, 2000), yang
pertama adalah tingginya biaya bagi pembuatan entitas hukum unit usaha di
Indonesia. Kedua kurangnya atau hilangnya Competitiveness wirausaha Indonesia
dalam menghadapi persaingan, karena banyak wirausaha yang membebankan
biaya ekstra ini kepada konsumen atau mengurangi tingkat keuntungannya.
Keadaan seperti ini tentunya akan menurunkan daya saing bagi wirausaha
Indonesia dalam menghadapi pasar global. Lihat saja negara Vietnam atau Cina
sebagai kompetitor. Memiliki struktur biaya yang rendah dan modal sosial yang
relatif baik serta sikap pemerintah dan parlemen yang lebih pro-wirausaha.

4. Mengembangkan Kemandirian Kerirausahaan Masyarakat


Keberhasilan mengembangkan kewirausahaan ternyata tidak terlepas dari peran
masyarakat. Peran serta masyarakat ternyata menjadi kunci penting
mengembangkan kewirausahaan di Indonesia. Banyak hal yang harus dibenahi
dalam menciptakan kemandirian pengembangan kewirausahaan di dalam
masyarakat. Pembangunan nilai-nilai budaya dan perbaikan pendidikan
kewirausahaan merupakan kunci pengembangan kewirausahaan, (Lim dan David,
1996). Masyarakat kita cenderung hidup dalam budaya aman atau menghendaki
adanya social harmony. Hal ini sangat bertentangan dengan budaya
kewirausahaan yang mengandung nilai-nilai seperti pantang menyerah, berani
mengambil resiko, kreatif dan inovatif (Debbi Liao dan Philip Sohmen, 2001).

Budaya yang cenderung mencari aman ini juga terlihat pada sebagian besar
generasi muda bangsa. Mayoritas generasi muda Indonesia atau angkatan kerja
lebih memilih menjadi pegawai, baik pegawai negeri maupun pegawai swasta.
Lihat jika pembukaan lowongan CPNS, yang mendaftar banyak (puluhan ribu)
padahal yang diterima sedikit (puluhan). Pendidikan kewirausahaan kita pun
memiliki banyak kelemahan (ILO, 2003). Beberapa kelemahan yang mendasar
adalah seperti kurangnya minat wirausaha sukses untuk mau mengajar. Kurikulum
kewirausahaan yang dianggap kurang menarik dan masih kurangnya pusat-pusat
pelatihan kewirausahaan baik secara formal maupun informal.

Terdapat beberapa langkah yang dapat ditempuh bagi permasalahan ini, yang
pertama adalah reformasi lembaga pendidikan yang berbasiskan kewirausahaan
baik formal maupun informal, reformasi ini juga harus menyentuh perubahan dari
sang pengajar dan materi pengajaran itu sendiri (Kompas, 2003). Sehingga
kewirausahaan lebih dipandang sebagai pengetahuan belaka, bukan suatu yang
memacu minat (soft skill). Kenyataan ini harus mendorong pemerintah dan
masyarakat untuk menciptakan program pelatihan-pelatihan kewirausahaan bagi
para pengajar. Kedua, memperbanyak serta memperluas pusat pendidikan dan
inkubator kewirausahaan. Selama ini kendala biaya dan geografik sering kali
membebani para wirausaha Indonesia, yang mayoritas UKM untuk mendapatkan
pendidikan yang baik (ILO, 2003). Yang ketiga adalah pembenahan lembaga
keuangan. Sebenarnya lembaga keuangan sudah cukup menyediakan alokasi.

Dan yang besar untuk mengembangkan kewirausahaan terutama bagi UKM,


sayangnya alokasi dana ini tidak disertai oleh upaya penghapusan sindrom-
sindrom negatif yang masih tumbuh subur dalam hubungan antara lebaga
keuangan dengan wirausahawan seperti “formalitas” sehingga menghambat
wirausaha UKM untuk mendapat pendanaan lembaga keuangan (Kasali. 2004)

5. Produktivitas Dan Lingkungan Kerja

Untuk menuju terwujudnya pendidikan berwawasan kewirausahaan, maka salah


satu kuncinya adalah menciptakan “perusahaan” (lembaga) yang dinamis dan
fleksibel, manajer bervisi ke depan, serta lingkungan kerja yang kondusif.

1. Organisasi perusahaan harus dinamis dan fleksibel.


Pengembangan organisasi perusahaan harus didasarkan atas visi, misi dan tujuan

yang jelas. Ada delapan roh oganisasi (perusahaan) agar sukses dan panjang umur
:

(1) roh kesucian dan kesehatan

(2) roh kebaikan dan kemurahan

(3) roh cinta dan suka cita

(4) roh keunggulan dan kesempurnaan

2. Peran manajer sangat menentukan.

Manajer harus memiliki visi ke depan agar mampu mengarahkan dan


meningkatkan kinerja perusahaan. Sekurang-kurangnya ada 8 kompetensi manajer
bervisi ke depan, ialah : (1) kemampuan strategi (2) kemampuan sintesis, (3)
kemampuan organisasi, (4) kemampuan komunikasi, (5) kemampuan negosiasi,
(6) kemampuan presentasi, (7) dinamika, dan (8) ketangguhan.

3. Penciptaan lingkungan kerja yang kondusif.

Ada delapan persyaratan kualitas kehidupan lingkungan kerja disebut kondusif,


ialah :

(1) Upah yang layak dan pantas bagi pekerjaan yang dilakukan dengan baik

(2) Kondisi kerja yang aman dan sehat

(3) Kesempatan untuk belajar dan menggunakan keterampilan-keterampilan baru

(4) Kesempatan untuk mengembangkan dan memajukan karir

(5) Integrasi sosial ke dalam organisasi

(6) Perlindungan terhadap hak-hak individu

(7) Keseimbangan antara tuntutan kerja dan bukan kerja

(8) Rasa bangga terhadap kerja itu sendiri dan terhadap organisasi

6. Membangun Etos Kerja Kewirausahaan

Salah satu sumber bala yang menimbulkan bencana nasional akhir-akhir ini
adalah karena tidak dimilikinya etos kerja yang memadai bagi bangsa kita. Belajar
dari negara lain, Jerman dan Jepang yang luluh lantak di PD II. Tetapi kini, lima
puluh tahun kemudian, mereka menjadi bangsa termaju di Eropa dan Asia.
Mengapa? Karena etos kerja mereka tidak ikut hancur. Yang hancur hanya
gedung-gedung, jalan, dan infrastruktur fisik.

Max Weber menyatakan intisari etos kerja orang Jerman adalah : rasional,
disiplin tinggi, kerja keras, berorientasi pada kesuksesan material, hemat dan
bersahaja, tidak mengumbar kesenangan, menabung dan investasi. Di Timur,
orang Jepang menghayati “bushido” (etos para samurai) perpaduan Shintoisme
dan Zen Budhism. Inilah yang disebut oleh Jansen H. Sinamo (1999) sebagai
“karakter dasar budaya kerja bangsa Jepang”.

Ada 7 prinsip dalam bushido, ialah : (1) Gi : keputusan benar diambil dengan
sikap benar berdasarkan kebenaran, jika harus mati demi keputusan itu, matilah
dengan gagah, terhormat, (2) Yu : berani, ksatria, (3) Jin : murah hati, mencintai
dan bersikap baik terhadap sesama, (4) Re : bersikap santun, bertindak benar, (5)
Makoto : tulus setulus-tulusnya, sungguh-sesungguh-sungguhnya, tanpa pamrih,
(6) Melyo : menjaga kehormatan martabat, kemuliaan, dan (7) Chugo : mengabdi,
loyal. Jelas bahwa kemajuan Jepang karena mereka komit dalam penerapan
bushido, konsisten, inten dan berkualitas.

Indonesia mempunyai falsafah Pancasila, tetapi gagal menjadi etos kerja bangsa
kita karena masyarakat tidak komit, tidak inten, dan tidak bersungguh-sungguh
dalam menerapkan prinsip-prinsip Pancasila dalam kehidupan sehari-hari. Maaf
cakap “Ketuhanan Yang Maha Esa” misalnya, sering ditampilkan sebagai
“Keuangan yang maha kuasa”. Kemanusiaan yang adil dan beradab, diterapkan
menjadi “Kekuasaan menentukan apa yang adil dan siapa yang beradab”,
“Persatuan Indonesia” prakteknya menjadi “persatuan pejabat dan konglemerat”
dsb. Inilah bukti dari ramalan Ronggowarsito dan inilah zaman edan.

Dampak kondisi ini etos kerja yang berkembang adalah etos kerja asal-asalan.
Beberapa pernyataan berikut adalah gambaran ungkapan yang sering muncul ke
permukaan yang menggambarkan etos kerja asal-asalan, atau istilah Sinamo
(1999) sebagai “etos kerja edan”, ialah : (1) bekerjalah sesuai keinginan penguasa,
(2) bekerja sebisanya saja, (3) bekerja jangan sok suci, kerja adalah demi uang, (4)
bekerja seadanya saja nggak usah ngoyo, tak lari gunung dikejar, (5) bekerja harus
pinter-pinter, yang penting aman, (6) bekerja santai saja mengapa harus ngotot,
(7) bekerja asal-asalan saja, wajar-wajar saja, kan gajinya kecil, (8) bekerja semau
gue, kan di sini saya yang berkuasa. Ungkapan-ungkapan seperti tersebut di atas
menggambarkan tidak adanya etos kerja yang pantas untuk dikembangkan apalagi
menghadapi persaingan global. Maka dari itu wajarlah jika bangsa ini harus
menerima pil pahit bencana nasional krisis yang berkepanjangan yang tak kunjung
usai.

Untuk mencapai kualifikasi Wirausaha Unggul maka SDM Perusahaan harus


memiliki Etos Kerja Unggul. Jansen H. Sinamo (1999) mengembangkan 8 Etos
Kerja Unggulan sebagai berikut :

1. Kerja itu suci, kerja adalah panggilanku, aku sanggup bekerja benar.
Suci berarti diabdikan, diuntukkan atau diorientasikan pada Yang Suci.
Penghayatan kerja semacam ini hanya mungkin terjadi jika seseorang merasa
terpanggil. Bukan harus dari Tuhan, tapi bisa juga dari idealisme, kebenaran,
keadilan, dsb. Dengan kesadaran bahwa kerja adalah sebuah panggilan suci,
terbitlah perasaan untuk melakukannya secara benar.

2. Kerja itu sehat, kerja adalah aktualisasiku, aku sanggup bekerja keras :

Maksudnya adalah bekerja membuat tubuh, roh dan jiwa menjadi sehat.
Aktualisasi berarti mengubah potensi menjadi kenyataan. Aktualisasi atau
penggalian potensi ini terlaksana melalui pekerjaan, karena kerja adalah
pengerahan energi bio-psiko-sosial. Akibatnya kita menjadi kuat, sehat lahir batin.
Maka agar menjadi maksimal, kita akan sanggup bekerja keras, bukan kerja asal-
asalan atau setengah setengah.

3. Kerja itu rahmat, kerja adalah terimakasihku, aku sanggup bekerja tulus :

Rahmat adalah karunia yang diberikan oleh Yang Maha Kuasa. Respon yang tepat
adalah bersyukur dan berterima kasih. Ada dua keuntungan dari bekerja sebagai
rahmat, (1) Tuhan memelihara kita, dan (2) disamping secara finansial kita
mendapat upah, juga ada kesempatan belajar, menjalin relasi sosial, dsb.
Pemahaman demikian akan mendorong orang untuk bekerja secara tulus.

4. Kerja itu amanah, kerja adalah tanggung jawabku, aku sanggup bekerja tuntas
:

Melalui kerja kita menerima amanah. Sebagai pemegang amanah, kita dipercaya,
berkompeten dan wajib melaksanakannya sampai selesai. Jika terbukti mampu,
akhlak terpercaya dan tanggung jawab akan makin menguat. Di pihak lain hal ini
akan menjadi jaminan sukses pelaksanaan amanah yang akan menguklir prestasi
kerja dan penghargaan. Maka tidak ada pekerjaan yang tidak tuntas.

5. Kerja itu seni/permainan, kerja adalah kesukaanku, aku sanggup bekerja


kreatif :

Apapun yang anda kerjakan pasti ada unsur keindahan, keteraturan, harmoni,
artistik seperti halnya seni. Untuk mencapai tingkat penghayatan seperti itu
dibutuhkan suatu kreativitas untuk mengembangkan dan menyelesaikan setiap
masalah pekerjaan. Jadi bekerja bukan hanya mencari uang, tetapi lebih pada
mengaktualisasikan potensi kreatif untuk mencapai kepuasan seperti halnya
pekerjaan seni.

6. Kerja itu ibadah, kerja adalah pengabdianku, aku sanggup bekerja serius :

Tuhan mewajibkan manusia beribadah (dalam arti ritual) dan beribadah (dalam
artian kerja yang diabdikan pada Tuhan). Kerja merupakan lapangan konkrit
melaksanakan kebajikan seperti: untuk pembangunan bangsa, untuk kemakmuran,
untuk demokrasi, keadilan, mengatasi kemiskinan, memajukan agama, dsb. Jadi
bekerja harus serius dansungguh-sungguh agar makna ibadah dapat
teraktualisasikan secara nyata sebagai bentuk pengabdian pada Tuhan.

7. Kerja itu mulia, kerja adalah pelayananku, aku sanggup bekerja sempurna

Secara moral kemuliaan sejati datang dari pelayanan. Orang yang melayani adalah
orang yang mulia. Pekerjaan adalah wujud pelayanan nyata bagi institusi maupun
orang lain. Kita ada untuk orang lain dan orang lain ada untuk kita. Kita tidak
seperti hewan yang hidup untuk dirinya sendiri. Manusia moral seharusnya
mampu proaktif memikirkan dan berbuat bagi orang lain dan masyarakat. Maka
kuncinya ia akan sanggup bekerja secara sempurna.

8. Kerja itu kehormatan, kerja adalah kewajibanku, aku sanggup bekerja unggul :

Sebagai kehormatan kerja memiliki lima dimensi : (1) pemberi kerja menghormati
kita karena memilih sebagai penerima kerja (2) kerja memberikan kesempatan
berkarya dengan kemampuan sendiri, (3) hasil karya yang baik memberi kita rasa
hormat, (4) pendapatan sebagai imbalan kerja memandirikan seseorang sehingga
tak lagi jadi tanggungan atau beban orang lain, (5) pendapatan bisa menanggung
hidup orang lain. Semuanya adalah kehormatan. Maka respon yang tepat adalah
menjaga kehormatan itu dengan bekerja semaksimal mungkin untuk
menghasilkan mutu setinggi–tingginya. Dengan unggul di segala bidang kita akan
memenangkan persaingan.

Anda mungkin juga menyukai