sehingga kerap kali pada fase ini dikatakan sebagai usia yang produktif untuk
melakukan berbagai bentuk kegiatan, baik belajar, bekerja, dan lain sebagainya.
Sedangkan menurut para ahli, arti pemuda atau pengertian pemuda adalah sebagai
berikut;
WHO
Mulyana (2011)
Definisi pemuda adalah individu yang memiliki karakter dinamis, artinya bisa
memiliki karakter yang bergejolak, optimis, dan belum mampu mengendalikan
emosi yang stabil.
RUU Kepemudaan
Koentjaraningrat (1997)
Dari 4 pengertian pemuda menurut para ahli diatas dapat dikatakan jika pemuda
atau kepemudaan memiliki dua visi besar dalam menjalankan perubahan yang
lebih baik kepada masyarakat, yaitu visi pendidikan dan pelestarian seni dan
budaya lokal. Kedua visi ini terintegrasi dalam sebuah model pengembangan
untuk mewujudkan Indonesia yang berkeadilan dan juga mampu bersaing dengan
Negara-negara maju.
Pengertian mandiri berarti mampu bertindak sesuai keadaan tanpa meminta atau
tergantung pada orang lain. Mandiri adalah dimana seseorang mau dan mampu
mewujudkan kehendak/keinginan dirinya yang terlihat dalam tindakan/perbuatan
nyata guna menghasilkan sesuatu (barang/jasa) demi pemenuhan kebutuhan
hidupnya dan sesamanya (Antonius,2002:145). Kemandirian secara psikologis
dan mentalis yaitu keadaan seseorang yang dalam kehidupannya mampu
memutuskan dan mengerjakan sesuatu tanpa bantuan dari orang lain. Kemampuan
demikian hanya mungkin dimiliki jika seseorang berkemampuan memikirkan
dengan seksama tentang sesuatu yang dikerjakannya atau diputuskannya, baik
dalam segi-segi manfaat atau keuntungannya, maupun segi-segi negatif dan
kerugian yang akan dialaminya (Hasan Basri,2000:53). Setiap kegiatan yang
dilakukan oleh seseorang agar berhasil sesuai keinginan dirinya maka diperlukan
adanya kemandirian yang kuat.
Dari beberapa pendapat para ahli diatas dapat diambil kesimpulan bahwa
kemandirian merupakan sikap yang memungkinkan seseorang untuk
bertindak bebas, melakukan sesuatu atas dorongan sendiri dan kemampuan
mengatur diri sendiri, sesuai dengan hak dan kewajibannya sehingga dapat
menyelesaikan sendiri masalah-masalah yang dihadapi tanpa meminta
bantuan atau tergantung dari orang lain dan dapat menyelesaikan sendiri
masalah-masalah yang dihadapi tanpa meminta bantuan atau tergantung
dari orang lain dan dapat bertanggung jawab terhadap segala keputusan
yang telah diambil melalui berbagai pertimbangan sebelumnya. sebelumnya
Ber
2. an orang lain)
3. Memiliki sikap kreatif,
4. Punya insiatif,
5. Menguasa ketrampilan dan keahlian sesuai dengan bidang kerjanya
6. Menghargai waktu
7. Punya rasa aman jika memiliki pendapat yang berbeda dengan orang lain
8. Memiliki menyelesaikan persoalan
9. Mampu menimbangan dengan baik problem yang dihadapi secara
intelegen
10. Puas dengan pekerjaan yang dilakukannya.
11. Punya percaya diri
12. Dapat melayani diri sendiri, terutama untuk hal-hal pribadi
Ciri-ciri tersebut diambil oleh para ahli melalui melalui pengamatan kehidupan
bermasyarakat dan adat istiadat masyarakat ataupun penelitian.
Yang penting dari bahasan kali ini adalah, anak-anak yang telah menunjukkan
ciri-ciri mandiri, berhak untuk mendapatkan kepercayaan dari orangtua ataupun
orang-orang dewasa yang ada disekelilingnya. Walaupun ciri-ciri yang
ditunjukkan masih sangat awal dan sederhana. Anak-anak yang mendapat
kepercayaan mereka telah mampu mandiri, mampu melakukan hal-hal yang dapat
membuat mereka tidak berbeda dengan anak-anak lain. Sedangkan dengan
memperlakukan mereka masih tetap sama, sebagaimana ia belum mandiri, justru
akan membuat Ananda mengalami kemunduran. Rasa percaya dirinya menurun,
berkarya tidaklah memuaskan. Anak kembali bergantung. Peran serta orangtua
dan orang-orang dewasa yang ada di sekeliling sangat menentukan perkembangan
anak-anak berkebutuhan khusus ini makin meningkat kemandiriannya.Sebagai
contoh, anak yang sudah mampu mencuci piring sendiri, dilarang untuk mencuci
piring. Dengan alasannya ananda belum mencapai standrat kebersihan yang
dimiliki orangtua, atau orangtua tidak tega melihatnya mencuci piring. Alasan-
alasan ini membuat anak merasa tidak percaya diri dan enggan mencuci piringnya
sendiri.
Sering kita baca juga indeks kekayaan wilayah NKRI, yang menyebutkan
Indonesia adalah negara maritim yang sebagian besar wilayahnya berupa lautan.
Tapi untuk memenuhi kebutuhan dapur saja harus bergantung pada orag lain.
Lantas dimana kekayaan yang sering dibanggakan selama ini?
Itu hanya sebagian kecil fakta yang memperlihatkan, betapa tragisnya stabilitas
ekonomi negeri ini. Krisis dalam berbagai aspek kehidupan berbangsa pun tidak
dapat terelakkan lagi. Indonesia sudah sangat kompleks menghadapi segala
permasalahanya, tidak hanya pada krisis moral dan kepercayaan para
pemimpinnya, akan tetapi juga krisis ekonomi yang sangat mempengaruhi perut
rakyat. Kemandirian bangsa tinggal cita-cita yang kembang kempis dimakan arus
globalisasi yang berkembang pesat.
Tidak bisa dipungkiri Indonesia memang punya sumber daya alam yang
berlimpah. Namun, kenyataanya banyaknya SDA tidak bisa menjadikan negara ini
lebih unggul. Bahkan, untuk bisa sejajar dengan bangsa lain pun masih sulit. Bisa
dibilang Indonesia sudah tertinggal jauh, jika berkaca pada negara -negara maju
seperti Amerika Serikat dan Jepang.
Seharusnya kita bisa mengatakan “kita bisa”, bahkan kita seharusnya “lebih bisa”
dari mereka, bila dilihat dari sudut sumber daya alam yang kita miliki. Kita punya
berbagai macam flora dan fauna yang tersebar di seluruh Nusantara. Akan tetapi,
yang jadi pertanyaan adalah mengapa kita “tidak bisa” seperti mereka, bahkan
lebih dari mereka? Nah, mungkin jawabannya adalah karena minimnya sumber
daya manusia yang mampu mengelola dan meningkatkan pembangunan ekonomi.
Semua harus didukung perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Siapa yang menjadi penopang utama SDM tersebut? Tentu saja para pemuda
sebagi penerus dan pemangku cita-cita bangsa. Saat ini, pemuda mempunyai
kesempatan. Sebuah kesempatan untuk memperbaiki anjloknya berbagai aspek
kehidupan, khususnya dalam bidang ekonomi.
Sebagai pemuda sudah selayaknya kita mengambil peran kita dalam kehidupan
berbangsa. Kita harus bisa menjalankan tugas dan kewajiban sebagai generasi
penerus bangsa yaitu mampu melakukan perubahan. Sebagai tulang punggung
perekonomian yang memikul tanggung jawab demi memajukan bangsa, pemuda
harus bisa melanjutkan dan mengisi perannya untuk pembangunan dan perbaikan
bangsa, termasuk dalam bidang ekonomi. dengan menggali kembali eksistensi
dalam cita-cita kemandirian bangsa di bidang perekonomian.
Apa yang harus kita lakukan sebagai pemuda untuk mewujudkan kemandiria
bangsa?
Kedua adalah membiasakan untuk menjadi pencipta sesuatu yang selalu muncul
dengan gebrakan-gebrakan kreatifitasnya, sehingga kita sebagai pemuda tidak
hanya menjadi penikmat konsumsi. Muncul ini ikutan ini, muncul itu ikutan itu.
Harus kita akui arus globalisasi yang berkembang dewasa ini meyebabkan
kaburnya batasan antar negara. Tak terkecuali dalam bidang ekonomi. Dalam
keadaan seperti itu pemuda dituntut untuk lebih kreatif dalam mengeluarkan ide-
idenya.
Kita harus percaya bahwa para pemuda Indonesia lahir dan hidup saat ini bisa
membangun perekonomian demi kemajuan dan kemandirian bangsa, serta mampu
membwa Indonesia menuju developed country( negara maju) sehingga tidak hanya
berada pada status quo sebagai negara berkembang. Karena dengan kemandirian dan
eksistensi dalam pembangunan itulah kita akan diakui dan bermartabat dalam pergaulan
dunia, dan itu menjadi tugas kita sebagai generasi muda untuk mewujudkannya. Melalui
semangat dan eksistensi kita menjadi seorang pemimpin dan penopang harapan di masa
depan. []GENERASI MUDA DAN KEMANDIRIAN BANGSA
Di tengah arus mondial yang tergambarkan dalam wujud
globalisasi sekarang ini, isyu “kemandirian bangsa” bukan hanya merupakan
sesuatu yang penting, tetapi sekaligus merupakan kebutuhan bagi bangsa
Indonesia. Ada cukup banyak perspektif yang dapat diajukan tentang kemandirian
bangsa Indonesia, termasuk oleh pemuda.
Mendiang Presiden Soekarno misalnya memaknai kemandirian bangsa dalam apa
yang disebutnya sebagai “Tri Sakti” yakni berkedaulatan di bidang politik,
berdikari di bidang ekonomi, dan berkepribadian di bidang kebudayaan. Begitu
pun dengan pemimpin Indonesia lainnya termasuk Presiden Susilo Bambang
Yudhoyono yang sejak awal kepemimpinannya terus memacu semangat
kemandirian bangsa, agar kita dapat berdiri sejajar dengan bangsa lain di dunia,
yang dari aspek peradaban dan ilmu pengetahuan sudah lebih dulu maju.
Kemandirian bangsa tentu saja menjadi atensi dari semua elemen bangsa
khususnya pemuda sebagai pengemban masa depan bangsa. Tidak dapat
dipungkiri bahwa pemuda memiliki peranan sejarah yang penting dan
berkelanjutan dalam perjalanan kehidupan berbangsa. Mengingat peranan dan
posisinya yang strategis dalam konfigurasi kehidupan kebangsaan, sudah
sepatutnya pemuda mesti dipandang sebagai aset sosial bangsa yang strategis.
Secara kuantitatif, jumlah pemuda Indonesia hampir mencapai 40 persen dari total
200-an juta penduduk Indonesia atau sekitar 80 juta jiwa. Sedangkan secara
kualitatif, pemuda pun memiliki talenta dan kapasitas yang cukup memadai untuk
menjalankan tugas-tugas kepeloporan dalam pembangunan nasional, demi menuju
pencapaian kemandirian bangsa.
Berkaitan dengan kebijakan pembangunan kepemudaan, pemerintahan sekarang
ini memiliki visi yang reformis sekaligus progresif dalam menyusun regulasi
kepemudaan. Sejak ditunjuk Presiden SBY untuk memimpin Kementerian Negara
Pemuda dan Olahraga, Menpora Adhyaksa Dault berupaya optimal menyusun
regulasi pembangunan kepemudaan yang lebih berpengharapan bagi masa depan
pemuda. Sejak awal Menpora Adhyaksa Dault mengintrodusir pergeseran
paradigmatik dengan memosisikan ”pemuda sebagai social category”, dan bukan
lagi sebagai political category seperti realitas kekuasaan di masa lalu.
Pergeseran paradigma ini merupakan antitesa atas realitas kekuasaan masa lalu
yang cenderung memposisikan pemuda hanya sebagai komoditas politik belaka.
Adapun paradigma pemuda sebagai social category dapat dimaknai dari tiga
perspektif yakni; Pertama, perspektif filosofis; bahwa pemuda sebagaimana kodrat
manusia adalah makhluk sosial (homo socius) yang memiliki peran eksistensial
dengan beragam dimensi antara lain dimensi sosial, politik, ekonomi, dan budaya.
Artinya, secara kodrati pemuda mesti menjalankan peran eksistensialnya sebagai
manusia yang merupakan makhluk sosial.
Kedua, perspektif historis; pasca gerakan reformasi 1998, telah terjadi pergeseran
paradigma di hampir setiap lini publik. Di masa lalu, pemuda cenderung
diposisikan sebagai komoditas politik sehingga mengakibatkan bargaining
position pemuda sebagi aset sosial menjadi amat lemah. Halmana mengakibatkan
kurang terapresiasinya pemuda yang berada di luar area kelompok elitis.
Pergeseran paradigma pemuda dari political category ke social category
dimaksudkan untuk memposisikan pemuda sungguh-sungguh sebagai aset sosial
bangsa yang strategis.
Ketiga, perspektif kompetensi; bahwa pemuda merupakan segmen warga negara
yang memiliki aneka kompetensi yang dapat memberikan kemaslahatan bagi
bangsa dan negara. Paradigma pemuda sebagai social category sesungguhnya
hendak menegaskan bahwa apresiasi terhadap pemuda melingkupi seluruh lapis
profesi pemuda termasuk yang memilih politik sebagai domain praksis
profesionalnya. Artinya, hak-hak politik pemuda merupakan bagian yang tidak
terpisahkan (inherent) dari eksistensi pemuda sebagai social catagory.
Dari perspektif pemuda sebagai social category, kita tentu saja sangat menyadari
bahwa pemuda mesti terus mengalami pemberdayaan (empowering), baik dengan
ditopang oleh regulasi negara/pemerintah, maupun oleh kemampuan untuk
mandiri. Spirit kepeloporan dan kejuangan dengan sendirinya mesti terus-menerus
dipacu untuk dapat bertumbuh dan menjadi tradisi hidup pemuda.
Dalam konteks regulasi, penyelesaian problematika kepemudaan tidak dapat
dilakukan secara parsial. Diperlukan penanganan yang bersifat komprehensif dan
terkoordinasikan secara interdepartemental (interdep), dengan pendekatan
penyelesaian yakni “menuntaskan akar masalah” , dan bukan hanya sekedar
“menyentuh ekses atau dampak masalah”.
Sebagaimana diketahui betapa kompleksnya problematika kepemudaan di tanah
air. Problematika kepemudaan itu terus berkembang sesuai perkembangan dan
problematika sosial kemasyarakatan. Namun, secara sosiologis, problematika
kepemudaan aktual saat ini dapat diklasifikasikan dalam empat masalah pokok
yakni masalah sosial psikologi (psikososial), masalah sosial budaya, masalah
sosial ekonomi, dan masalah sosial politik. Keempat masalah pokok yang saling
bersinggungan ini dapat dideskripsikan sebagai berikut:
1. Masalah psiko-sosial.
Aspek psikologi pertumbuhan berperan penting dalam konteks perkembangan dan
eksistensi pemuda. Dimulai dari interaksi sosia sejak masa kanak-kanak, remaja,
hingga dewasa, seseorang tentu saja dibentuk oleh faktor-faktor lingkungan psiko-
sosialnya. Dalam kasus kenakalan remaja misalnya, generasi muda sering terjebak
dalam disorientasi nilai-nilai hidup (etika sosial) sehingga sering terjebak dalam
aneka penyakit sosial seperti kecanduan narkotika (Napza), degradasi kultur dan
kesantunan, serta kecenderungan negatif lainnya. Kondisi semacam ini
memerlukan perhatian dan kepedulian semua pihak, demi mencegah lahirnya
sebuah generasi bangsa yang mengalami krisis identitas dan kultur sebagai
bangsa.
2. Masalah budaya.
Degradasi budaya menjadi trend pada pemuda. Fenomena ini bukanlah
generalisasi, sebab ada pula generasi muda yang memiliki concern kuat terhadap
budaya bangsa sendiri. Namun demikian, trend krisis budaya mesti terus
diwaspadai karena dapat merugikan bangsa secara keseluruhan. Hari-hari ini kita
menyaksikan kuatnya penetrasi nilai-nilai asing yang tidak sesuai dengan budaya
bangsa. Apa yang disebut “Modernisasi” justru telah bergeser menjadi
“Westernisasi”; yang tidak selaras dengan budaya bangsa (baca: kearifan lokal di
Nusantara). Akibat penetrasi nilai-nilai asing, generasi muda cenderung
mengalami krisis identitas, sekaligus krisis orientasi. Muncul kecenderungan yang
menggelisahkan bahwa eksistensi agama sebagai “pandu rohani” diterima secara
acuh tak acuh oleh sebagian dari kalangan generasi muda kita. Kecenderungan
lainnya adalah degradasi spirit kebangsaan, memudarnya spirit of the nation,
melemahnya idealisme dan patriotisme, serta meningkatnya pragmatisme dan
hedonisme.
3. Masalah sosial ekonomi.
Kondisi demografis Indonesia dengan jumlah penduduk yang meningkat pesat,
berakibat langsung pada timpangnya rasio hasil pembangunan (baca:
kesejahteraan), yakni tidak meratanya sebaran atau distribusi hasil pembangunan
nasional. Kondisi ini mengakibatkan ketimpangan dalam struktur kehidupan
ekonomi masyarakat. Para pencari kerja terus bertambah sedangkan stok lapangan
kerja semakin terbatas, sehingga muncullah pengangguran (terbuka/manifes dan
tertutup/laten). Halmana memicu berbagai kerawanan sosial di tengah masyarakat.
Konflik horisontal misalnya acapkali dipicu oleh persoalan ekonomi yakni tidak
meratanya keadilan ekonomi, dan minimnya kesempatan berusaha atau
mendapatkan pekerjaan. Dalam keadaan seperti ini, amat mungkin terjadi
kerawanan sosial akibat akumulasi frustrasi sosial. Kemampuan keuangan
pemerintah amat terbatas untuk menangani semua permasalahan ekonomi
masyarakat. Dengan demikian, dalam jangka panjang diperlukan langkah-langkah
strategis, misalnya mewujudkan sistem pendidikan yang langsung menyentuh
kebutuhan ekonomi masyarakat sekaligus dapat menjawab kompleksitas
tantangan pembangunan.
4. Masalah sosial politik.
Struktur sosial masyarakat Indonesia yang heterogen membuat pemuda muncul
dengan latar belakang dan sub-kultur yang berbeda pula. Dalam domain aspirasi
politik misalnya, aspirasi pemuda cenderung bertumbuh dengan mengikuti pola
infrastruktur dan suprastruktur politik dalam satu periode tertentu. Hal ini
berpengaruh pada lemahnya “sinergi kolektif” untuk melahirkan orientasi dan tata
nilai baru sebagai pegangan untuk merintis masa depan. Untuk itu, diperlukan
pegangan bersama sebagai fundasi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Dalam kontek ini, Pancasila sesungguhnya menjadi panduan bersama karena telah
terbukti ketangguhannya sebagai ideologi bangsa yang mampu menjembatani
kemajemukan bangsa Indonesia. Generasi muda dengan demikian harus memiliki
kesadaran kolektif untuk terus-menerus menginternalisasi nilai-nilai luhur
Pancasila dalam konteks sebagai basis berpikir dan praksis orientasi kehidupan
berbangsa dan bernegara.
Kiranya dimaknai bahwa positioning pemuda dalam konfigurasi kehidupan
bangsa, bersentuhan langsung dengan wajah bangsa di masa depan. Itulah
sebabnya mengapa pemuda mesti diposisikan sebagai social category mengingat
potensi kualitatif dan kuantitatifnya yang bersifat strategis. Berbasiskan pada
perspektif pemuda sebagai social category, Pemerintah akan merekonrtsuksi
regulasi pembangunan kepemudaan secara permanen dan berkelanjutan .
Bertalian dengan hal tersebut, hari-hari ini Pemerintah berupa untuk membuat
regulasi pembangunan kepemudaan dengan pendekatan holistik dan fundamental.
Merespons posisi strategis pemuda dan menghadapi realitas problematika
kepemudaan di tanah air, maka Kementerian Negara Pemuda dan Olahraga
bersama mitra legislatifnya (Komisi X DPR RI) sedang mempersiapkan
Rancangan Undang Undang (RUU) Kepemudaan. Bila kelak RUU ini dapat
disahkan menjadi Undang Undang, maka para pemuda Indonesia boleh lebih
berlega hati dan optimistik, mengingat negara telah menyiapkan payung hukum
permanen bagi pembangunan kepemudaan.
Adapun RUU Kepemudaan yang kini sedang memasuki fase sosialisasi publik,
substansi materinya diarahkan pada tiga aspek utama sebagai yakni aspek
perlindungan, pemberdayaan, dan pengembangan kepemudaan. Dengan demikian,
pemuda diharapkan dapat lebih bersikap proaktif sebagai subjek pembangunan,
selain untuk memajukan diri dan komunitas kepemudaan, juga mampu
mengakselerasi kemajuan pembangunan nasional menuju kemandirian bangsa.
Materi UU Kepemudaan justru hendak memosisikan pemuda sebagai potensi
bangsa yang mesti mendapat porsi perhatian negara secara memadai, dengan tetap
menghormati independensi pemuda sebagai kekuatan intelektual. Reformasi
memang mengandaikan bahwa negara mesti mengambil posisi sebagai pihak yang
memotivasi, memediasi, dan memfasilitasi eksistensi dan kemajuan pemuda,
tanpa pendekatan mobilisasi seperti di masa-masa yang lalu.
Pemerintah tentu saja berharap bahwa sebagai bagian dari pemangku kepentingan
(stakeholders) kepemudaan, yakni para mahasiswa, bersama kekuatan intelektual
mahasiswa lainnya di kampus-kampus se-Indonesia dapat mengambil prakarsa
untuk mengelaborasi dan mengkontribusikan gagasan-gagasan visionernya demi
penguatan kualitas materi RUU Kepemudaan. Dengan begitu, nuansa akademik
dari materi RUU Kepemudaan juga lebih dapat terwarnakan dalam RUU
Kepemudaan.
Kementerian Negara Pemuda dan Olahraga memiliki optimisme bahwa dalam
waktu yang tidak terlalu lama, insya Allah, RUU Kepemudaan dapat segera
diundangkan untuk memayungi eksistensi pembangunan kepemudaan secara
nasional. Mitra legislatif di DPR RI beserta segenap stakeholders pemuda sejauh
ini menunjukkan kadar responsibilitas yang tinggi terhadap rencana Pemerintah
untuk melahirkan UU Kepemudaan.
Artinya, apabila nanti lahir UU Kepemudaan maka hal itu akan melengkapi
pembangunan dua pilar strategis di negeri ini yakni pemuda dan olahraga.
Sebagaimana telah kita ketahui bahwa Pemerintah bersama DPR telah
mengesahkan eksistensi UU Nomor 3 Tahun 2005 tentang Sistem Keolahragaan
Nasional. Hendaknya dipahami bahwa pemuda dan olahraga merupakan dua pilar
bangsa yang sama-sama penting untuk menguatkan nation and character building
sekaligus untuk menggelorakan spirit of the nation.
Kendati dililit oleh permasalahan yang kompleks, kita tentu saja yakin bahwa para
pemuda Indonesia memiliki ketulusan membangun idealisme demi kemajuan dan
kemandirian bangsanya. Kita percaya bahwa dengan generasinya yang datang
silih berganti, para pemuda pun terlatih untuk tangguh berdialektika demi menjadi
pemimpin bangsa di masa depan.
Demikianlah, pemuda memang tidak boleh merasa lelah untuk dapat meneruskan
cita-cita para pendiri bangsa (the founding fathers) yang selaras dengan amanat
Proklamasi 17 Agustus 1945. Mahasiswa, sebagai bagian inherent dari pemuda,
diharapkan dapat merevitalisasi spirit kebangsaan untuk melahirkan kemandirian
bangsa. Halmana agar bangsa Indonesia tidak lagi terpuruk di kancah kompetisi
global.
Home / announcement / OPTIMALISASI PERAN PEMUDA DALAM PEMBENTUKAN
KARAKTER
OPTIMALISASI PERAN PEMUDA DALAM PEMBENTUKAN
KARAKTERPemuda adalah sosok individu yang masih berproduktif yang
mempunyai jiwa optimis, berfikir maju, dan berintelegtual. Hal yang paling
menonjol dari pemuda ialah dengan cara melakukan perubahan bagi bangsa
menjadi lebih baik dan menjadi lebih maju. Perubaan yang mampu mengguba
bagsa Indonesia ditunjukan ole para pemudanya sejak awal perjuangan bangsa
melawan penjajah.
“Beri aku 1.000 orang tua, niscaya akan kucabut semeru dari akarnya. Beri
aku 10 pemuda niscaya akan kuguncangkan dunia”
Dari kutipan Ir. Soekarno diatas menunjukan bahwa pemuda dari dulu
sangat berpengaruh besar terhadap bangsa, salah satunya saat memperjuangkan
kemerdekaan Indonesia. Hal ini dapat dilihat dari peran pemuda pada saat
kemerdekaan Indonesia. Pada saat itu Indonesia sedang mengalami kekosongan
kekuasaan, golongan muda berpendapat bahwa pada waktu itulah kesempatan
untuk menyatakan kemerdekaan Indonesia, namun golongan tua tidak sepaham
dengan pendapat golongan pemuda tersebut dikarenakan tidak amannya kondisi
pada saat tersebut dan golongan tua juga tidak siap dengan proses kemerdekaan
tersebut.Hal inilah yang memacu pertentangan pendapat antara golongan muda
dan golongan tua. Golongan tua yang mengamankan Soekarno ke
Rengasdengklok kemudian menyusul dan membawa Soekarno untuk
memproklamasikan kemerdekaan Indonesia. Kemudian Soekarno menyetujui
memproklamasikan kemerdekaan yang akhirnya diperingati sebagai hari
kemerdekaan Indonesia yaitu pada tanggal 17 Agustus 1945.
Sebuah negara yang ketika ditanya tentang keberaniannya, maka Bung Tomo-lah
yang maju di garda terdepan dan lantang untuk mengatakan
”merdeka..merdeka..merdeka ALLAHHUAKBAR!!”. Menjadi aneh ketika ditanya
tentang kegigihan, dimana di sinilah tempat lahirnya seorang panglima yang
bergerilya di atas tandu bersama penyakit paru-paru kronisnya, dan berkata:
” Jenderal besar tidak pernah lelah dan sakit”. Sebuah semangat yang
mengilhami ribuan pasukannya untuk mengusir para menir dan anak buahnya lari
tunggang langgang dari bumi pertiwi.
Belum lagi Drs. Moh Hatta, B.J. Habibie, HOS Cokroaminoto dan sederet nama
besar lain yang mampu menjadi tokoh pembaharu bangsa, orang-orang yang
dengan ridho-Nya memiliki kapasitas dan kematangan pribadi sebagai modal
investasi kepahlawanan, memiliki momentum dalam potongan waktu dalam
hidupnya dan mengobarkan api keberanian untuk bersatu padu melahirkan sebuah
gelar “kepahlawanan”. Sosok- sosok inspiratif yang dengan ikhlasnya berkorban,
memilih keluar dari “zona nyaman” dan menerbangkan impian-impian tak
terbatas ruang sembari berpijak dibumi sosialita.
Hingga saat ini pun, banyak yang berkeyakinan bahwa Indonesia masih berpotensi
menjadi salah satu kekuatan utama dunia. Dengan lebih dari 200 juta penduduk,
Indonesia merupakan nomor empat terbesar di dunia. Heterogenitas adat dan
budaya Indonesia pun telah ditutupi dengan semangat nasionalisme
dan ukhuwah keislaman.
Para pemimpin muda harapan Indonesia adalah mereka yang berikrar dan
berkomitmen:
Kami meyakini/ pemimpin bukanlah soal jabatan/ bukan soal posisi struktural/
Kami akan terus berkarya/ dan bekerjasama/ dalam mewujudkan cita-cita kami/
Semoga Allah SWT memberkahi dan mejaga kami dalam janji ini
Dan Abu Hurairah RA. bahwa Rasulullah SAW. bersabda, “Ada tujuh golongan
manusia yang akan dinaungi oleh Allah dalam naungan (Arsy)-Nya pada hari
yang tidak ada naungan (sama sekali) kecuali naungan-Nya :…(salah astunya)
seorang pemuda yang tumbuh dalam ibadah (ketaatan) kepada Allah..”. (HR. Al
Bukhari dan Muslim)
Pemuda dikaruniai berbagai kelebihan sebagai jembatan dua masa, masa kanak-
kanak dan masa tua. Pemuda terbaik adalah mereka yang menyadari tugasnya
sebagai agent of change. Dari hadist di atas dapat kita mengerti bahwa Islam,
sebagai agama mayoritas di Indonesia sangat menghargai peran seorang pemuda.
Perlu pula kita maknai ibadah tidak hanya sebatas berada di masjid dan berdoa
sepanjang waktu. Nabi Muhammad SAW saja membagi waktu dalam hidupnya
untuk 3 perkara, yaitu beribadah pada Allah, berdakwah pada masyarakat serta
menjaga keluarganya dari siksa api neraka. Nabi juga memprediksi tentang suatu
masa dimana mereka (orang mukmin) akan menemukan para ahli surga, bukan di
dalam masjid namun di kantor, pasar dan tempat lainnya. Pada hakikatnya,
memang Islam mengajarkan nilai sosial yang luar biasa sebagai representasi nilai-
nilai rabbani dalam diri manusia.
Di antara keajaiban hati para pemuda sejati adalah cara mereka mengapresiasi
karya-karya mereka. Para pemuda ini tidak pernah memandang karya-karya besar
secara berlebihan, tetapi mereka juga tidak pernah meremehkan pekerjaan-
pekerjaan kecil yang mereka lakukan. Besar kecilnya suatu karya bukan
merupakan hal yang penting bagi meraka. Melainkan kontribusi, semangat, dan
sikap rela berkorban menjadi parameter besar kecilnya pahala yang mereka dapat.
Sebagai seorang pemuda, kita diberi ruang belajar seluas-luasnya hingga suatu
ketika kita akan mencapai titik kedewasaan dan kondisi akhir terbaik untuk
berkontribusi pada bangsa. Pemuda Indonesia adalah mereka yang selalu bergerak
untuk memperbaiki diri, lingkungan dan masyarakat. Tidak ada super hero di
dunia ini, yang ada adalah sebuah organisasi tersruktur yang saling melengkapi
untuk mencapai sebuah visi. Visi ini akan merasuki setiap sendi dan pembuluh
darah hingga mampu menggerakkan tubuh dan jiwa menuju satu tujuan : merawat
Indonesia.
Jihad di era global bukan lagi hanya tentang mengangkat pedang penghujam
jantung lawan, tidak lagi cukup dengan menarik busur panah penghunus nyawa.
Saat ini, yang dibutuhkan adalah orang-orang yang memiliki kapasitas dan
spesialisasi di bidangnya namun tetap memiliki wawasan yang luas dan luar biasa
untuk menghimpun segala informasi dan memadukan paradigma berfikir
berbagai idealisme dari berbagai aspek kehidupan.
Indonesia perlu dibimbing, didampingi, didorong dan dirawat agar tidak semakin
layu di tengah kemarau moral bangsa dan cengkramaan kapitalisme global.
Indonesia perlu bercermin pada bangsa-bangsa Asia, seperti Jepang dan Korea
yang meyakini bahwa budayanyalah yang terbaik, pemuda merekalah yang
terunggul dan sejarah merekalah yang paling beradab hingga nantinya Indonesia
mampu berkata “Akulah Indonesia, negeri mandiri yang terawat dengan baik oleh
para pemuda dan masyarakatnya”
Artinya, seluruh pemuda bukan saja dihadapkan pada persaingan antar sesama
pemuda di kabupaten Bengkalis maupun dengan pemuda daerah lain di Indonesia,
tetapi juga pemuda dari negara-negara Asean lain.
Hal tersebut disampaikan Bupati Bengkalis, Amril Mukminin yang diwakili Plt.
Asisten Tata Praja, Hj Umi Kalsum saat membuka seleksi peserta Bhakti Pemuda
Antar Daerah (BPAD) Dan Kemah Kesatuan Pemuda (KKP) Tingkat Kabupaten
Bengkalis Tahun 2016, Selasa (26/04/2016) di Selat Baru, kecamatan Bantan.
Salah satu konsekuensi dari diberlakukannya MEA, akan adanya arus bebas
tenaga kerja terampil dari negara-negara Asean lainnya ke Indonesia. Pemuda-
pemuda terampil dari negara-negara Anggota asean lainnya, bukan hanya bisa,
tetapi juga bebas masuk dan mengisi peluang kerja yang ada di kabupaten
Bengkalis ini.
"Untuk itu, agar tidak menjadi penonton di daerah sendiri, seluruh pemuda di
daerah ini harus memiliki kualitas diri serta mempunyai orientasi yang jelas,
sehingga mampu memiliki daya saing. memiliki keunggulan kompetitif dan
komparatif. Tentunya, keunggulan kompetitif dan komparatif dimaksud
sebagaimana kami kemukakan di atas, bukan hanya bersifat internal, tetapi juga
dalam konteks eksternal, yaitu dengan pemuda dari berbagai negara Asean
lainnya" katanya.
Lebih lanjut disampaikan Umi Kalsum saat membaca sambutan tertulis bupati,
salah satu upaya yang dilaksanakan pemerintah untuk meningkatan kualitas diri
pemuda agar memiliki keunggulan kompetitif dan komparatif, diantaranya dengan
melaksanakan seleksi BPAD.
Selain BPAD, imbuhnya lagi, kegiatan yang dilakukan pemerintah, yaitu dengan
melaksanakan PPK. Bertujuan untuk mewujudkan generasi muda yang tangguh,
kokoh, dan mampu menghadapi tantangan masa depan daerah dan bangsa dalam
persaingan tatanan kehidupan global yang semakin kompetitif, serta tanpa batas
sekat wilayah dan waktu, sebagaimana saat ini kita rasakan bersama.
"Kegiatan PPK ini merupakan salah satu upaya untuk dapat menjadi para pemuda
menjadi pemuda yang handal. Bisa menjadi suri tauladan yang baik serta dapat
menciptakan persatuan dan kesatuan. untuk mewujudkan generasi penerus yang
memiliki sikap mawas diri, tahu diri, tenggang rasa, solidaritas sosial ekonomi
yang tinggi terhadap kebersamaan dan kesetiakawanan" pungkasnya.
Saat pembukaan, selain Umi Kalsum juga tampak hadir sejumlah pejaba
Indonesia boleh saja bangga pada sumber daya alam yang melimpah. Puja dan
puji syukur selalu dipanjatkan karena negeri ini begitu disayangi, dianugerahi
berbagai potensi alam yang dimiliki. Namun, kini sudah bukan saatnya lagi untuk
menjejali pemikiran pemuda kita dengan kebanggaan itu. CUKUP! Pemuda
Indonesia kini harus dibiasakan untuk merubah pola pikirnya. Menciptakan,
mengolah, mendesain dan yang terpenting, tidak hanya sekedar menikmati!
Sedikit menggebu memang, tapi dengan berkaca kondisi generasi muda Indonesia
kini, rasanya hal itu wajar dan harus dilakukan. Entah disadari atau tidak,
kecenderungan perilaku dan pemikiran sebagian pemuda kita saat ini sudah
berada pada titik yang mengkhawatirkan. Menurunnya moralitas dan lemahnya
kemampuan menghadapi persaingan global menjadi sebuah tantang besar bagi
generasi muda Indonesia saat ini.
Generasi Emas
Pesimis? Tentu tidak. Ini adalah sebuah refleksi bagaimana pemuda harus
menentukan langkahnya mulai dari sekarang. Sebagian besar pemuda Indonesia
kini harus disadarkan bahwa mereka adalah generasi emas yang dimiliki bangsa
ini. Menteri Pendidikan M.Nuh dalam peringatan Hardiknas Tahun 2012 lalu
menyatakan bahwa dari 2012-2035 Indonesia mendapat bonus demografi, dimana
jumlah penduduk usia produktif paling tinggi di antara usia anak-anak dan orang
tua.
Meskipun demikian, alasan lain yang kiranya pantas untuk menyebut mereka
generasi emas tidak hanya itu. Merekalah yang telah belajar banyak pada
bobroknya kondisi negara kita saat ini. Mereka yang menjadi pemuda pada masa
ini, dalam 10-20 tahun kedepan diharapkan dapat menjadi pemimpin baru yang
memperbaiki kelemahan berbagai sistem pemerintahan dan kehidupan yang ada.
Mereka pula yang sekarang aktif melakukan kritik sosial dan menunjukkan
prestasi di berbagai kompetisi. Lalu, selanjutnya apa? Apakah cukup dengan
melabeli mereka generasi emas?
Banyak hal yang harus ditempuh untuk menyambut era keemasan pemuda
Indonesia. Dengan berkaca pada kondisi negara sekarang ini, generasi muda bisa
saja terjebak dalam dilema besar. Apakah mereka mampu mendesain
pembangunan yang lebih baik? Atau justru dengan jumlah usia produktif yang
besar di periode 2020-2030 mereka hanya akan sebagai penonton, sasaran
konsumtif pasar global dan lebih parah lagi (maaf) budak kapitalis!
Indonesia boleh saja bangga pada sumber daya alam yang melimpah. Puja dan
puji syukur selalu dipanjatkan karena negeri ini begitu disayangi, dianugerahi
berbagai potensi alam yang dimiliki. Namun, kini sudah bukan saatnya lagi untuk
menjejali pemikiran pemuda kita dengan kebanggaan itu. CUKUP! Pemuda
Indonesia kini harus dibiasakan untuk merubah pola pikirnya. Menciptakan,
mengolah, mendesain dan yang terpenting, tidak hanya sekedar menikmati!
Sedikit menggebu memang, tapi dengan berkaca kondisi generasi muda Indonesia
kini, rasanya hal itu wajar dan harus dilakukan. Entah disadari atau tidak,
kecenderungan perilaku dan pemikiran sebagian pemuda kita saat ini sudah
berada pada titik yang mengkhawatirkan. Menurunnya moralitas dan lemahnya
kemampuan menghadapi persaingan global menjadi sebuah tantang besar bagi
generasi muda Indonesia saat ini.
Generasi Emas
Pesimis? Tentu tidak. Ini adalah sebuah refleksi bagaimana pemuda harus
menentukan langkahnya mulai dari sekarang. Sebagian besar pemuda Indonesia
kini harus disadarkan bahwa mereka adalah generasi emas yang dimiliki bangsa
ini. Menteri Pendidikan M.Nuh dalam peringatan Hardiknas Tahun 2012 lalu
menyatakan bahwa dari 2012-2035 Indonesia mendapat bonus demografi, dimana
jumlah penduduk usia produktif paling tinggi di antara usia anak-anak dan orang
tua.
Meskipun demikian, alasan lain yang kiranya pantas untuk menyebut mereka
generasi emas tidak hanya itu. Merekalah yang telah belajar banyak pada
bobroknya kondisi negara kita saat ini. Mereka yang menjadi pemuda pada masa
ini, dalam 10-20 tahun kedepan diharapkan dapat menjadi pemimpin baru yang
memperbaiki kelemahan berbagai sistem pemerintahan dan kehidupan yang ada.
Mereka pula yang sekarang aktif melakukan kritik sosial dan menunjukkan
prestasi di berbagai kompetisi. Lalu, selanjutnya apa? Apakah cukup dengan
melabeli mereka generasi emas?
Banyak hal yang harus ditempuh untuk menyambut era keemasan pemuda
Indonesia. Dengan berkaca pada kondisi negara sekarang ini, generasi muda bisa
saja terjebak dalam dilema besar. Apakah mereka mampu mendesain
pembangunan yang lebih baik? Atau justru dengan jumlah usia produktif yang
besar di periode 2020-2030 mereka hanya akan sebagai penonton, sasaran
konsumtif pasar global dan lebih parah lagi (maaf) budak kapitalis!
Indonesia boleh saja bangga pada sumber daya alam yang melimpah. Puja dan
puji syukur selalu dipanjatkan karena negeri ini begitu disayangi, dianugerahi
berbagai potensi alam yang dimiliki. Namun, kini sudah bukan saatnya lagi untuk
menjejali pemikiran pemuda kita dengan kebanggaan itu. CUKUP! Pemuda
Indonesia kini harus dibiasakan untuk merubah pola pikirnya. Menciptakan,
mengolah, mendesain dan yang terpenting, tidak hanya sekedar menikmati!
Sedikit menggebu memang, tapi dengan berkaca kondisi generasi muda Indonesia
kini, rasanya hal itu wajar dan harus dilakukan. Entah disadari atau tidak,
kecenderungan perilaku dan pemikiran sebagian pemuda kita saat ini sudah
berada pada titik yang mengkhawatirkan. Menurunnya moralitas dan lemahnya
kemampuan menghadapi persaingan global menjadi sebuah tantang besar bagi
generasi muda Indonesia saat ini.
Generasi Emas
Pesimis? Tentu tidak. Ini adalah sebuah refleksi bagaimana pemuda harus
menentukan langkahnya mulai dari sekarang. Sebagian besar pemuda Indonesia
kini harus disadarkan bahwa mereka adalah generasi emas yang dimiliki bangsa
ini. Menteri Pendidikan M.Nuh dalam peringatan Hardiknas Tahun 2012 lalu
menyatakan bahwa dari 2012-2035 Indonesia mendapat bonus demografi, dimana
jumlah penduduk usia produktif paling tinggi di antara usia anak-anak dan orang
tua.
Meskipun demikian, alasan lain yang kiranya pantas untuk menyebut mereka
generasi emas tidak hanya itu. Merekalah yang telah belajar banyak pada
bobroknya kondisi negara kita saat ini. Mereka yang menjadi pemuda pada masa
ini, dalam 10-20 tahun kedepan diharapkan dapat menjadi pemimpin baru yang
memperbaiki kelemahan berbagai sistem pemerintahan dan kehidupan yang ada.
Mereka pula yang sekarang aktif melakukan kritik sosial dan menunjukkan
prestasi di berbagai kompetisi. Lalu, selanjutnya apa? Apakah cukup dengan
melabeli mereka generasi emas?
Banyak hal yang harus ditempuh untuk menyambut era keemasan pemuda
Indonesia. Dengan berkaca pada kondisi negara sekarang ini, generasi muda bisa
saja terjebak dalam dilema besar. Apakah mereka mampu mendesain
pembangunan yang lebih baik? Atau justru dengan jumlah usia produktif yang
besar di periode 2020-2030 mereka hanya akan sebagai penonton, sasaran
konsumtif pasar global dan lebih parah lagi (maaf) budak kapitalis!
Indonesia boleh saja bangga pada sumber daya alam yang melimpah. Puja dan
puji syukur selalu dipanjatkan karena negeri ini begitu disayangi, dianugerahi
berbagai potensi alam yang dimiliki. Namun, kini sudah bukan saatnya lagi untuk
menjejali pemikiran pemuda kita dengan kebanggaan itu. CUKUP! Pemuda
Indonesia kini harus dibiasakan untuk merubah pola pikirnya. Menciptakan,
mengolah, mendesain dan yang terpenting, tidak hanya sekedar menikmati!
Sedikit menggebu memang, tapi dengan berkaca kondisi generasi muda Indonesia
kini, rasanya hal itu wajar dan harus dilakukan. Entah disadari atau tidak,
kecenderungan perilaku dan pemikiran sebagian pemuda kita saat ini sudah
berada pada titik yang mengkhawatirkan. Menurunnya moralitas dan lemahnya
kemampuan menghadapi persaingan global menjadi sebuah tantang besar bagi
generasi muda Indonesia saat ini.
Generasi Emas
Pesimis? Tentu tidak. Ini adalah sebuah refleksi bagaimana pemuda harus
menentukan langkahnya mulai dari sekarang. Sebagian besar pemuda Indonesia
kini harus disadarkan bahwa mereka adalah generasi emas yang dimiliki bangsa
ini. Menteri Pendidikan M.Nuh dalam peringatan Hardiknas Tahun 2012 lalu
menyatakan bahwa dari 2012-2035 Indonesia mendapat bonus demografi, dimana
jumlah penduduk usia produktif paling tinggi di antara usia anak-anak dan orang
tua.
Meskipun demikian, alasan lain yang kiranya pantas untuk menyebut mereka
generasi emas tidak hanya itu. Merekalah yang telah belajar banyak pada
bobroknya kondisi negara kita saat ini. Mereka yang menjadi pemuda pada masa
ini, dalam 10-20 tahun kedepan diharapkan dapat menjadi pemimpin baru yang
memperbaiki kelemahan berbagai sistem pemerintahan dan kehidupan yang ada.
Mereka pula yang sekarang aktif melakukan kritik sosial dan menunjukkan
prestasi di berbagai kompetisi. Lalu, selanjutnya apa? Apakah cukup dengan
melabeli mereka generasi emas?
Banyak hal yang harus ditempuh untuk menyambut era keemasan pemuda
Indonesia. Dengan berkaca pada kondisi negara sekarang ini, generasi muda bisa
saja terjebak dalam dilema besar. Apakah mereka mampu mendesain
pembangunan yang lebih baik? Atau justru dengan jumlah usia produktif yang
besar di periode 2020-2030 mereka hanya akan sebagai penonton, sasaran
konsumtif pasar global dan lebih parah lagi (maaf) budak kapitalis!
Indonesia boleh saja bangga pada sumber daya alam yang melimpah. Puja dan
puji syukur selalu dipanjatkan karena negeri ini begitu disayangi, dianugerahi
berbagai potensi alam yang dimiliki. Namun, kini sudah bukan saatnya lagi untuk
menjejali pemikiran pemuda kita dengan kebanggaan itu. CUKUP! Pemuda
Indonesia kini harus dibiasakan untuk merubah pola pikirnya. Menciptakan,
mengolah, mendesain dan yang terpenting, tidak hanya sekedar menikmati!
Sedikit menggebu memang, tapi dengan berkaca kondisi generasi muda Indonesia
kini, rasanya hal itu wajar dan harus dilakukan. Entah disadari atau tidak,
kecenderungan perilaku dan pemikiran sebagian pemuda kita saat ini sudah
berada pada titik yang mengkhawatirkan. Menurunnya moralitas dan lemahnya
kemampuan menghadapi persaingan global menjadi sebuah tantang besar bagi
generasi muda Indonesia saat ini.
Generasi Emas
Pesimis? Tentu tidak. Ini adalah sebuah refleksi bagaimana pemuda harus
menentukan langkahnya mulai dari sekarang. Sebagian besar pemuda Indonesia
kini harus disadarkan bahwa mereka adalah generasi emas yang dimiliki bangsa
ini. Menteri Pendidikan M.Nuh dalam peringatan Hardiknas Tahun 2012 lalu
menyatakan bahwa dari 2012-2035 Indonesia mendapat bonus demografi, dimana
jumlah penduduk usia produktif paling tinggi di antara usia anak-anak dan orang
tua.
Meskipun demikian, alasan lain yang kiranya pantas untuk menyebut mereka
generasi emas tidak hanya itu. Merekalah yang telah belajar banyak pada
bobroknya kondisi negara kita saat ini. Mereka yang menjadi pemuda pada masa
ini, dalam 10-20 tahun kedepan diharapkan dapat menjadi pemimpin baru yang
memperbaiki kelemahan berbagai sistem pemerintahan dan kehidupan yang ada.
Mereka pula yang sekarang aktif melakukan kritik sosial dan menunjukkan
prestasi di berbagai kompetisi. Lalu, selanjutnya apa? Apakah cukup dengan
melabeli mereka generasi emas?
Banyak hal yang harus ditempuh untuk menyambut era keemasan pemuda
Indonesia. Dengan berkaca pada kondisi negara sekarang ini, generasi muda bisa
saja terjebak dalam dilema besar. Apakah mereka mampu mendesain
pembangunan yang lebih baik? Atau justru dengan jumlah usia produktif yang
besar di periode 2020-2030 mereka hanya akan sebagai penonton, sasaran
konsumtif pasar global dan lebih parah lagi (maaf) budak kapitalis!
DAFTAR PUSTAKA
2. Asertif, yaitu menghadapi masalah secara langsung dengan orang lain. Meminta
orang lain mengerjakan apa yang harus mereka kerjakan.
3. Melihat dan bertindak berdasarkan peluang, yaitu menangkap peluang khusus untuk
memulai bisnis baru, mencari dukungan keuangan, lahan, ruang kerja dan
bimbingan
4. Orientasi efisiensi, yaitu mencari dan menemukan cara untuk mengerjakan sesuatu
dengan lebih cepat atau dengan lebih sedikit biaya.
2. Penanaman Sikap
Kehidupan manusia tidak terlepas dari nilai dan nilai itu selanjutnya
diinstitusikan. Institusional nilai yang terbaik adalah melalui upaya
pendidikan. Kewirausahaan pada dasarnya merupakan nilai-nilai kehidupan.
Pandangan Freeman But dalam bukunya Cultural History Of Western
Education yang dikutip Muhaimin dan Abdul Mujib menyatakan bahwa
hakikat pendidikan adalah proses transformasi dan internalisasi nilai. Proses
pembiasaan terhadap nilai, proses rekonstruksi nilai serta proses penyesuaian
terhadap nilai.
Materi promosi tersebut bisa saja berupa sajak atau naskah lain yang mendukung
usaha agar orang mau membeli produk yang akan dijual. Bentuk promosinya pun
bisa selebaran, rekaman suara bahkan rekaman video buatan mereka sendiri.
Berikut adalah kegiatan yang bisa dilakukan dalam menanamkan jiwa wirausaha
di sekolah.
2. Produk yang dijual sedapat mungkin yang sesuai dengan minat konsumen
yang datang, jika yang datang adalah temen sebaya bisa mainan atau makanan
kecil yang sehat.
3. Mata dagangannya bisa makanan, alat tulis, mainan atau apa saja tentunya
dengan persetujuan guru.
6. Dikelas besar anda juga bisa memasukkan pelajaran membuat riwayat hidup
atau membuat lamaran kerja, serta belajar mewawancarai dalam unit tentang
karir.
Jiwa Kewirausahaan
Proses kreatif dan inovatif hanya dilakukan oleh orang-orang yang
memiliki kepribadian kreatif dan inovatif yaitu orang yang memiliki jiwa,
sikap dan perilaku kewirausahaan, dengan cirri-ciri: (1) penuh pecaya diri,
indikatornya adalah penuh keyakinan, optimis, berkomitmen, disiplin,
bertanggung jawab; (2) memiliki inisiatif, indikatornya adalah penuh
energy, cekatan dalam bertindak dan aktif; (3) memiliki motif berprestasi,
indikatornya terdiri atas orientasi pada hasil dan wawasan ke depan; (4)
memiliki jiwa kepemimpinan, indikatornya adalah berani tampil beda,
dapat dipercaya, dan tangguh dalam betindak; dan (5) berani mengambil
risiko dengan penuh perhitungan (oleh karena itu menyukai tantangan).
Selain cirri-ciri di atas, masih banyak cirri khas lain yang bergantung dari
sudut pandang dan konteks penerapannya, yang secara khusus akan
diuraikan pada bagian selanjutnya.
Menurut Geoffrey (1996 : 5) para wirausaha adalah orang-orang
yang mempunyai kemampuan melihat dan menilai kesempatan-
kesempatan bisnis, mengumpulkan sumber-sumber daya yang dibutuhkan
guna mengambil keuntungan dari padanya dan mengambil tindakan yang
tepat, guna memastikan sukses. Para wirausaha adalah individu-individu
yang berorientasi kepada tindakan dan bermotivasi tinggi yang berani
mengambil resiko dalam mengejar tujuannya (Geoffrey et. Al, 1996 : 5).
Des 13
Posted by hadi
Ajarkan anak anda untuk mempunyai target-target tertentu dan ajarkan mereka
bagaimana cara mencapainya. Permainan yang bisa dilakukan bersama anak anda
adalah dengan cara mengajak anak untuk menuliskan 10 keinginan mereka.
Kemudian dari 10 keinginan itu, ajaklah anak untuk berpikir, keinginan mana
yang paling bisa membawa manfaat terbesar bagi hidup mereka. Lalu jadikan
keinginan itu menjadi suatu fokus yang harus dicapai. Langkah berikutnya adalah
berikan langkah-langkah terperinci kepada mereka, supaya mereka mengetahui
cara untuk mencapai target tersebut. Tidak lupa untuk selalu memberikan pujian
dan motivasi jika mereka berhasil melakukan satu tahap.
Banyak orang tidak mendayagunakan potensi yang ada pada diri mereka, karena
mereka kurang bisa melihat peluang disekitarnya. Karena dari itu, sangatlah
penting untuk mengajarkan anak untuk melihat potensi dan peluang yang ada pada
diri mereka dan disekitar mereka. Bagaimana caranya? Tanyakan pada mereka
tentang hal-hal kecil yang terkadang mengganggu diri mereka. Sebagai contoh,
sebagian anak merasa kesal jika mereka tidak mampu untuk mengambil barang
dari tempat yang tinggi. Kemudian ajaklah mereka untuk berdiskusi bagaimana
cara memecahkan masalah tersebut. Hal ini akan mengajarkan pada mereka untuk
membuat solusi. Hal ini juga akan memacu mereka untuk mengungkapkan ide
mereka.
Di sekolah kita selalu diajarkan bahwa kegagalan itu adalah suatu bencana yang
besar, tapi di dunia bisnis, kegagalan bisa menjadi guru dan motivasi untuk
perubahan yang sangat bagus. Jika anak anda gagal, maka motivasilah mereka
untuk belajar dari kesalahan dan untuk tidak mengulangi kesalahan-kesalahan
tersebut.
Anak jaman sekarang terkadang sangat takut untuk berkomunikasi secara tatap
muka, karena mereka sangat terbiasa dengan sms dan jejaring sosial. Salah satu
penunjang bisnis yang penting adalah cara kita berkomunikasi dan bernegosiasi.
Cara mengajarkannya adalah dengan bermain pembeli dan penjual. Pertama
contohkan anda sebagai penjual dan anak anda sebagai pembeli. Contohkan
kepada mereka bagaimana cara untuk menghadapi pembeli dengan baik.
Kemudian gantilah peran tersebut, sekarang anda menjadi pembeli dan anak
menjadi penjual. Dengan ini anak anda terlatih untuk berkomunikasi dan berani
menanggapi kemauan orang lain.
Pastinya kita ingin anak kita menjadi anak yang mandiri dan sukses. Lalu
bagaimana caranya? Setiap kali anak anda meminta mainan baru, ajaklah anak
anda berpikir bagaimana cara menghasilkan uang agar bisa membeli barang
tersebut. Hal ini akan meningkatkan daya kritis dan daya kreatifitas mereka.
Buat apa berhasil dalam suatu bisnis jika tidak bermanfaat bagi orang lain?
Sangatlah penting untuk mengajarkan anak anda untuk bersedekah, sehingga anak
tidak menjadi serakah dan egois. Ajak mereka untuk memasukkan uang ke
celengan – celengan masjid setiap kali mereka mendapatkan uang dari berjualan
ataupun uang jajan dari anda.
Di sekolah anak diajarkan untuk selalu mengikuti peraturan yang ada. Mereka di
program untuk belajar dan menghapal dan bukan untuk menjadi orang yang
berpikir secara mandiri. Ilmu sebagai pengusaha mengajarkan anak untuk berpikir
di luar kotak dan menciptakan solusi yang unik dan lebih baik. Bagaimana cara
mengajarkannya? Beri kesempatan kepada anak anda untuk memimpin temannya
pada saat bermain. Ajarkan mereka untuk berbicara di depan keluarga saat makan
malam atau acara keluarga bersama.
adalah:
Merupakan paduan sikap dan keyakinan seseorang dalam menghadapi tugas atau
pekerjaan, yang bersifat internal, sangat relatif dan dinamis dan banyak ditentukan
oleh kemampuannya untuk memulai, melaksanakan dan menyelesaikan suatu
pekerjaan. Kepercayaan diri akan mempengaruhi gagasan, karsa, inisiatif,
kreativitas, keberanian, ketekunan, semangat kerja, kegairahan berkarya. Kunci
keberhasilan dalam bisnis adaalh untuk memahami diri sendiri. Oleh karena itu
wirausaha yang sukses adalah wirausaha yang mandiri dan percaya diri.
Seseorang yang selalu mengutamakan tugas dan hasil, adalah orang yang selalu
mengutamakan nilai-nilai motif berprestasi, berorientasi pada laba, ketekunan dan
kerja keras. Dalam kewirausahaan peluang hanya diperoleh apabila ada inisiatif.
Perilaku inisiatif biasanya diperoleh melalui pelatihan dan pengalaman bertahun-
tahun dan pengembangannya diperoleh dengan cara disiplin diri, berpikir kritis,
tanggap, bergairah dan semangat berprestasi.
Wirausaha adalah orang yang lebih menyukai usaha-usaha yang lebih menantang
untuk mencapai kesuksesan atau kegagalan daripada usaha yang kurang
menantang. Wirausaha menghindari situasi risiko yang rendah karena tidak ada
tantangan dan menjauhi situasi risiko yang tinggi karena ingin berhasil. Pada
situasi ini ada dua alternatif yang harus dipilih yaitu alternatif yang mengangung
risiko dan alternatif yang konservatif . Pilihan terhadap risiko tergantung pada :
4. Kempemimpinan
a. Tidak pernah puas dengan cara-cara yang dilakukan saat ini, meskipun
Kewirausahaan adalah berfikir dan bertindak sesuatu yang baru atau berpikir
sesuatu yang lama dengan cara-cara baru. Menurut Everett E. Hagen ciri-ciri
innovational personality sebagai berikut :
e. Has a duty or responsibility to achieve, memiliki tugas dan rasa tanggung jawab
untuk berprestasi
– bekerjasama
– yakin
– pandai berkomunikasi
Proses kreatif dan inovatif (Suryana: 2003) hanya dilakukan oleh orangorang yang
memiliki jiwa dan sikap kewirausahaan yaitu :
e. Suka tantangan
b. Kompetensi Kewirausahaan
Wirausaha yang sukses pada umumnya adalah mereka yang memiliki kompetensi
yaitu : seseorang yang memiliki ilmu pengetahuan, keterampilan dan kualitas
individu yang meliputi sikap, motivasi, nilai serta tingkah laku yang diperlukan
untuk melaksanakan pekerjaan/kegiatan.
a. Managerial skill
b. Conceptual skill
Mungkin kita pernah mendengar bahwa keluarga yang kaya akan memunculkan
anak-anak yang kaya karena mereka terbiasa kaya. Begitu pula ada yang
menganggap bahwa seseorang menjadi pengusaha karena memang bapakibunya,
kakek-neneknya, dan sebagian besar keluarganya adlah keturunan pengusaha.
Anggapan seperti ini menurut hemat penulis merupakan pemikiran yang keliru.
Tidak bisa dipungkiri memang, ada banyak pengusaha yang lahir dari keluarga
atau keturunan pengusaha. Tetapi bukan berarti diturunkan secara genetis.
Mungkin hal ini terjadi karena aspek lingkungan pengusaha yang cukup kuat
mempengaruhi jiwa orang tersebut untuk menjadi pengusaha.
Menjadi wirausaha (entrepreneur) tentu saja merupakan hak azasi semua kita.
Jangan karena mentang-mentang kita tidak punya turunan pengusaha sehingga
menutup peluang untuk menjadi wirausaha.
Langkah awal yang kita lakukan apabila berminat terjun ke dunia wirausaha
adalah menumbuhkan jiwa kewirausahaan di diri kita. Banyak cara yang dapat
dilakukan misalnya:
Melalui berbagai media tersebut ternyata setiap orang dapat mempelajari dan
menumbuhkan jiwa wirausaha. Pertanyaannya, aspek-aspek kejiwaan apa saja
yang mencirikan bahwa seseorang dikatakan memilki jiwa wirausaha ?
Untuk membahas lebih lanjut mengenai pertanyaan tersebut, penulis akan
mencoba membahas pendapat Suryana (2003) bahwa orang-orang yang memiliki
jiwa dan sikap kewirausahaan yaitu :
Percaya diri dalam menentukan sesuatu, percaya diri dalam menjalankan sesuatu,
percaya diri bahwa kita dapat mengatasi berbagai resiko yang dihadapi merupakan
faktor yang mendasar yang harus dimiliki oleh wirausaha. Seseorang yang
memiliki jiwa wirausaha merasa yakin bahwa apa-apa yang diperbuatnya akan
berhasil walaupun akan menghadapi berbagai rintangan. Tidak selalu dihantui
rasa takut akan kegagalan sehingga membuat dirinya optimis untuk terus maju.
Menunggu akan sesuatu yang tidak pasti merupakan sesuatu yang paling dibenci
oleh seseorang yang memiliki jiwa wirausaha. Dalam menghadapi dinamisnya
kehidupan yang penuh dengan perubahan dan persoalan yang dihadapi, seorang
wirausaha akan selalu berusaha mencari jalan keluar. Mereka tidak ingin hidupnya
digantungkan pada lingkungan, sehingga akan terus berupaya mencari jalan
keluarnya.
Berbagai target demi mencapai sukses dalam kehidupan biasanya selalu dirancang
oleh seorang wirausaha. Satu demi satu targetnya terus mereka raih. Bila
dihadapkan pada kondisi gagal, mereka akan terus berupaya kembali memperbaiki
kegagalan yang dialaminya. Keberhasilan demi keberhasilan yang diraih oleh
seseorang yang berjiwa entrepreneur menjadikannya pemicu untuk terus meraih
sukses dalam hidupnya. Bagi mereka masa depan adalah kesuksesan adalah
keindahan yang harus dicapai dalam hidupnya.
Seorang yang takut untuk tampil memimpin dan selalu melemparkan tanggung
jawab kepada orang lain, akan sulit meraih sukses dalam berwirausaha. Sifat-sifat
tidak percaya diri, minder, malu yang berlebihan, takut salah dan merasa rendah
diri adalah sifat-sifat yang harus ditinggalkan dan dibuang jauh-jauh dari diri kita
apabila ingin meraih sukses dalam berwirausaha.
e. Suka tantangan
Kita mungkin sering membaca atau menyaksikan beberapa kasus mundurnya
seorang manajer atau eksekutif dari suatu perusahaan. Pa yang menyebabkan
mereka hengkang dari perusahaannya dan meninggalkan kemapanan sebagai
seorang manajer?
Sebagian dari mereka ternyata merasa jenuh terus menerus mengemban tugas
rutin yang entah kapan berakhirnya. Mereka membutuhkan kehidupan yang lebih
dinamis yang selama ini belim mereka dapatkan di perusahaan tempat mereka
bekerja. Akhirnya mereka menelusuri aktivitas seperti apakah yang dapat
memuaskan kebutuhan mereka akan tantangan ?
Wirausaha yang sukses pada umumnya adalah mereka yang memiliki kompetensi
yaitu : seseorang yang memiliki ilmu pengetahuan, keterampilan dan kualitas
individu yang meliputi sikap, motivasi, nilai serta tingkah laku yang diperlukan
untuk melaksanakan pekerjaan/kegiatan.
a. Managerial skill
Secara garis besar ada dua cara untuk menumbuhkan kemampuan manajerial,
yaitu melalui jalur formal dan informal. Jalur formal misalnya melalui jenjang
lembaga pendidikan sekolah menengah kejuruan bisnis dan manajemen atau
melalui pendidikan tinggi misalnya departemen administrasi niaga atau
departemen manajemen yang tersebar berbagai perguruan tinggi baik negeri
maupun swasta. Jalur informal, misalnya melalui seminar, pelatihan dan otodidak
serta melalui pengalaman.
b. Conceptual skill
Supel, mudah bergaul, simpati dan empati kepada orang lain adalah modal
keterampilan yang sangat mendukung kita menuju keberhasilan usaha. Dengan
keterampilan seperti ini, kita akan memiliki banyak peluang dalam merintis dan
mengembangkan usaha.
Tidak mudah memang memilih alternatif terbaik dari berbagai alternatif yang ada.
Agar tidak salah menentukan alternatif, sebelum mengambil keputusan, wirausaha
harus mampu mengelola informasi sebagai bahan dasar pengambilan keputusan.
Keterampilan memutuskan dapat kita pelajari dan kita bangun melalui berbagai
cara. Selain pendiudikan formal, pendidikan informal melalui pelatihan, simulasi
dan berbagi pengalaman dapat kita peroleh.
Para pakar psikologi mengatakan bahwa salah satu penyebab atau sumber stress
adalah ketidakmampuan seseorang dalam mengatur waktu dan pekerjaan.
Ketidakmampuan mengelola waktu membuat pekerjaan menjadi menumpuk atau
tak kunjung selesai sehingga membuat jiwanya gundah dan tidak tenang. Seorang
wirausaha harus terus belajar mengelola waktu. Keterampilan mengelola waktu
dapat memperlancar pelaksanaan pekerjaan dan rencana-rencana yang telah
digariskan.
Hal ini sudah jelas landasan hukum kewirausahaan Indonesia adalah tertuang
dalam INPRES. No. 4 Tahun 1995. INPRES tersebut dibuat sebagai payung besar
dari Gerakan Nasional memasyarakatkan dan membudayakan kewirausahaan.
Gerakan ini bertujuan cukup mulia yaitu menumbuh kembangkan budaya kreatif
dan inovatif dimasyarakat baik kalangan usaha, pendidikan maupun aparatur
pemerintah. Namun demikian kenyataan dilapangan menunjukkan bahwa
INPRES ini seolah-olah hanya menjadi keputusan politis pemerintah. Hal ini
dapat dilihat bahwa dalam banyak hal belum banyak diberikan kepada UKM,
selain slogan-slogan dan janji permodalan.
Jika dibandingkan dengan negara-negara lain harus diakui bahwa industri kurang
memiliki kebijaksanaan yang tepat yang dapat merangsang berkembangnya
kewirausahaan khususnya bagi UKM. Beberapa contoh kebijaksanaan yang
menjadi pekerjaan rumah bagi pemerintah adalah tentang kebijaksanaan
pembinaan eksportir yang berasal dari UKM. Pelakuan mengenai pajak bagi
UKM dan regulasi yang memberikan akses kepada UKM untuk mengikuti
pengadaan-pengadaan barang di pemerintah. Selain itu mengenai pembinaan dan
spirit kewirausahaan serta pembangunan jaringan serta standar kualitas produk
belum benar-benar dilakukan.
Tugas lain yang tidak kalah penting bagi pemerintah adalah bagaimana
menurunkan high cost economy (ekonomi biaya tinggi). Hal ini sudah menjadi
rahasia umum bahwa high cost economy di Indonesia merupakan timbul akibat
maraknya tingkat korupsi dan banyaknya pungutan-pungutan liar. Tingkat korupsi
di Indonesia merupakan salah satu tertinggi di dunia dan hal ini dapat diliat dalam
indeks korupsi Internasional. Demikian juga dengan pungutan liar yang ternyata
semakin marak setelah ditetapkannya undang-undang otonomi daerah. Penelitian
yang dilakukan oleh USAID (2003) menemukan bahwa cukup banyak pengusaha
yang mengeluh makin maraknya pungutan liar dan semakin banyaknya pajak-
pajak daerah dierah pasca implementasi otonomi daerah.
bahwa high cost economy ini memberikan beberapa dampak negatif bagi
perkembangan kewirausahaan (Businetz, Gomes dan Spencer, 2000), yang
pertama adalah tingginya biaya bagi pembuatan entitas hukum unit usaha di
Indonesia. Kedua kurangnya atau hilangnya Competitiveness wirausaha Indonesia
dalam menghadapi persaingan, karena banyak wirausaha yang membebankan
biaya ekstra ini kepada konsumen atau mengurangi tingkat keuntungannya.
Keadaan seperti ini tentunya akan menurunkan daya saing bagi wirausaha
Indonesia dalam menghadapi pasar global. Lihat saja negara Vietnam atau Cina
sebagai kompetitor. Memiliki struktur biaya yang rendah dan modal sosial yang
relatif baik serta sikap pemerintah dan parlemen yang lebih pro-wirausaha.
Budaya yang cenderung mencari aman ini juga terlihat pada sebagian besar
generasi muda bangsa. Mayoritas generasi muda Indonesia atau angkatan kerja
lebih memilih menjadi pegawai, baik pegawai negeri maupun pegawai swasta.
Lihat jika pembukaan lowongan CPNS, yang mendaftar banyak (puluhan ribu)
padahal yang diterima sedikit (puluhan). Pendidikan kewirausahaan kita pun
memiliki banyak kelemahan (ILO, 2003). Beberapa kelemahan yang mendasar
adalah seperti kurangnya minat wirausaha sukses untuk mau mengajar. Kurikulum
kewirausahaan yang dianggap kurang menarik dan masih kurangnya pusat-pusat
pelatihan kewirausahaan baik secara formal maupun informal.
Terdapat beberapa langkah yang dapat ditempuh bagi permasalahan ini, yang
pertama adalah reformasi lembaga pendidikan yang berbasiskan kewirausahaan
baik formal maupun informal, reformasi ini juga harus menyentuh perubahan dari
sang pengajar dan materi pengajaran itu sendiri (Kompas, 2003). Sehingga
kewirausahaan lebih dipandang sebagai pengetahuan belaka, bukan suatu yang
memacu minat (soft skill). Kenyataan ini harus mendorong pemerintah dan
masyarakat untuk menciptakan program pelatihan-pelatihan kewirausahaan bagi
para pengajar. Kedua, memperbanyak serta memperluas pusat pendidikan dan
inkubator kewirausahaan. Selama ini kendala biaya dan geografik sering kali
membebani para wirausaha Indonesia, yang mayoritas UKM untuk mendapatkan
pendidikan yang baik (ILO, 2003). Yang ketiga adalah pembenahan lembaga
keuangan. Sebenarnya lembaga keuangan sudah cukup menyediakan alokasi.
yang jelas. Ada delapan roh oganisasi (perusahaan) agar sukses dan panjang umur
:
(1) Upah yang layak dan pantas bagi pekerjaan yang dilakukan dengan baik
(8) Rasa bangga terhadap kerja itu sendiri dan terhadap organisasi
Salah satu sumber bala yang menimbulkan bencana nasional akhir-akhir ini
adalah karena tidak dimilikinya etos kerja yang memadai bagi bangsa kita. Belajar
dari negara lain, Jerman dan Jepang yang luluh lantak di PD II. Tetapi kini, lima
puluh tahun kemudian, mereka menjadi bangsa termaju di Eropa dan Asia.
Mengapa? Karena etos kerja mereka tidak ikut hancur. Yang hancur hanya
gedung-gedung, jalan, dan infrastruktur fisik.
Max Weber menyatakan intisari etos kerja orang Jerman adalah : rasional,
disiplin tinggi, kerja keras, berorientasi pada kesuksesan material, hemat dan
bersahaja, tidak mengumbar kesenangan, menabung dan investasi. Di Timur,
orang Jepang menghayati “bushido” (etos para samurai) perpaduan Shintoisme
dan Zen Budhism. Inilah yang disebut oleh Jansen H. Sinamo (1999) sebagai
“karakter dasar budaya kerja bangsa Jepang”.
Ada 7 prinsip dalam bushido, ialah : (1) Gi : keputusan benar diambil dengan
sikap benar berdasarkan kebenaran, jika harus mati demi keputusan itu, matilah
dengan gagah, terhormat, (2) Yu : berani, ksatria, (3) Jin : murah hati, mencintai
dan bersikap baik terhadap sesama, (4) Re : bersikap santun, bertindak benar, (5)
Makoto : tulus setulus-tulusnya, sungguh-sesungguh-sungguhnya, tanpa pamrih,
(6) Melyo : menjaga kehormatan martabat, kemuliaan, dan (7) Chugo : mengabdi,
loyal. Jelas bahwa kemajuan Jepang karena mereka komit dalam penerapan
bushido, konsisten, inten dan berkualitas.
Indonesia mempunyai falsafah Pancasila, tetapi gagal menjadi etos kerja bangsa
kita karena masyarakat tidak komit, tidak inten, dan tidak bersungguh-sungguh
dalam menerapkan prinsip-prinsip Pancasila dalam kehidupan sehari-hari. Maaf
cakap “Ketuhanan Yang Maha Esa” misalnya, sering ditampilkan sebagai
“Keuangan yang maha kuasa”. Kemanusiaan yang adil dan beradab, diterapkan
menjadi “Kekuasaan menentukan apa yang adil dan siapa yang beradab”,
“Persatuan Indonesia” prakteknya menjadi “persatuan pejabat dan konglemerat”
dsb. Inilah bukti dari ramalan Ronggowarsito dan inilah zaman edan.
Dampak kondisi ini etos kerja yang berkembang adalah etos kerja asal-asalan.
Beberapa pernyataan berikut adalah gambaran ungkapan yang sering muncul ke
permukaan yang menggambarkan etos kerja asal-asalan, atau istilah Sinamo
(1999) sebagai “etos kerja edan”, ialah : (1) bekerjalah sesuai keinginan penguasa,
(2) bekerja sebisanya saja, (3) bekerja jangan sok suci, kerja adalah demi uang, (4)
bekerja seadanya saja nggak usah ngoyo, tak lari gunung dikejar, (5) bekerja harus
pinter-pinter, yang penting aman, (6) bekerja santai saja mengapa harus ngotot,
(7) bekerja asal-asalan saja, wajar-wajar saja, kan gajinya kecil, (8) bekerja semau
gue, kan di sini saya yang berkuasa. Ungkapan-ungkapan seperti tersebut di atas
menggambarkan tidak adanya etos kerja yang pantas untuk dikembangkan apalagi
menghadapi persaingan global. Maka dari itu wajarlah jika bangsa ini harus
menerima pil pahit bencana nasional krisis yang berkepanjangan yang tak kunjung
usai.
1. Kerja itu suci, kerja adalah panggilanku, aku sanggup bekerja benar.
Suci berarti diabdikan, diuntukkan atau diorientasikan pada Yang Suci.
Penghayatan kerja semacam ini hanya mungkin terjadi jika seseorang merasa
terpanggil. Bukan harus dari Tuhan, tapi bisa juga dari idealisme, kebenaran,
keadilan, dsb. Dengan kesadaran bahwa kerja adalah sebuah panggilan suci,
terbitlah perasaan untuk melakukannya secara benar.
2. Kerja itu sehat, kerja adalah aktualisasiku, aku sanggup bekerja keras :
Maksudnya adalah bekerja membuat tubuh, roh dan jiwa menjadi sehat.
Aktualisasi berarti mengubah potensi menjadi kenyataan. Aktualisasi atau
penggalian potensi ini terlaksana melalui pekerjaan, karena kerja adalah
pengerahan energi bio-psiko-sosial. Akibatnya kita menjadi kuat, sehat lahir batin.
Maka agar menjadi maksimal, kita akan sanggup bekerja keras, bukan kerja asal-
asalan atau setengah setengah.
3. Kerja itu rahmat, kerja adalah terimakasihku, aku sanggup bekerja tulus :
Rahmat adalah karunia yang diberikan oleh Yang Maha Kuasa. Respon yang tepat
adalah bersyukur dan berterima kasih. Ada dua keuntungan dari bekerja sebagai
rahmat, (1) Tuhan memelihara kita, dan (2) disamping secara finansial kita
mendapat upah, juga ada kesempatan belajar, menjalin relasi sosial, dsb.
Pemahaman demikian akan mendorong orang untuk bekerja secara tulus.
4. Kerja itu amanah, kerja adalah tanggung jawabku, aku sanggup bekerja tuntas
:
Melalui kerja kita menerima amanah. Sebagai pemegang amanah, kita dipercaya,
berkompeten dan wajib melaksanakannya sampai selesai. Jika terbukti mampu,
akhlak terpercaya dan tanggung jawab akan makin menguat. Di pihak lain hal ini
akan menjadi jaminan sukses pelaksanaan amanah yang akan menguklir prestasi
kerja dan penghargaan. Maka tidak ada pekerjaan yang tidak tuntas.
Apapun yang anda kerjakan pasti ada unsur keindahan, keteraturan, harmoni,
artistik seperti halnya seni. Untuk mencapai tingkat penghayatan seperti itu
dibutuhkan suatu kreativitas untuk mengembangkan dan menyelesaikan setiap
masalah pekerjaan. Jadi bekerja bukan hanya mencari uang, tetapi lebih pada
mengaktualisasikan potensi kreatif untuk mencapai kepuasan seperti halnya
pekerjaan seni.
6. Kerja itu ibadah, kerja adalah pengabdianku, aku sanggup bekerja serius :
Tuhan mewajibkan manusia beribadah (dalam arti ritual) dan beribadah (dalam
artian kerja yang diabdikan pada Tuhan). Kerja merupakan lapangan konkrit
melaksanakan kebajikan seperti: untuk pembangunan bangsa, untuk kemakmuran,
untuk demokrasi, keadilan, mengatasi kemiskinan, memajukan agama, dsb. Jadi
bekerja harus serius dansungguh-sungguh agar makna ibadah dapat
teraktualisasikan secara nyata sebagai bentuk pengabdian pada Tuhan.
7. Kerja itu mulia, kerja adalah pelayananku, aku sanggup bekerja sempurna
Secara moral kemuliaan sejati datang dari pelayanan. Orang yang melayani adalah
orang yang mulia. Pekerjaan adalah wujud pelayanan nyata bagi institusi maupun
orang lain. Kita ada untuk orang lain dan orang lain ada untuk kita. Kita tidak
seperti hewan yang hidup untuk dirinya sendiri. Manusia moral seharusnya
mampu proaktif memikirkan dan berbuat bagi orang lain dan masyarakat. Maka
kuncinya ia akan sanggup bekerja secara sempurna.
8. Kerja itu kehormatan, kerja adalah kewajibanku, aku sanggup bekerja unggul :
Sebagai kehormatan kerja memiliki lima dimensi : (1) pemberi kerja menghormati
kita karena memilih sebagai penerima kerja (2) kerja memberikan kesempatan
berkarya dengan kemampuan sendiri, (3) hasil karya yang baik memberi kita rasa
hormat, (4) pendapatan sebagai imbalan kerja memandirikan seseorang sehingga
tak lagi jadi tanggungan atau beban orang lain, (5) pendapatan bisa menanggung
hidup orang lain. Semuanya adalah kehormatan. Maka respon yang tepat adalah
menjaga kehormatan itu dengan bekerja semaksimal mungkin untuk
menghasilkan mutu setinggi–tingginya. Dengan unggul di segala bidang kita akan
memenangkan persaingan.