Anda di halaman 1dari 5

PEMBUATAN ASAM SULFAT DENGAN PROSES BILIK TIMBAL

Gambar. Proses bilik timbal

Proses bilik timbal yang dikembangkan pada pertengahan kedua abad ke-18, mungkin juga
berasal dari laboratorium para alkimiawan, yang membakar sulfur dalam bejana tanah liat.
Sejumlah kecil SO3 yang dihasilkan (bersama SO2 yang menjadi produk utamanya)
diembunkan dan dimasukkan ke dalam air untuk membuat asam sulfat. Suatu penemuan yang
tak sengaja mengungkapkan bahwa penambahan natrium nitrat atau kalium nitrat
meningkatkan rendemen SO3. Garam-garam ini terurai untuk menghasilkan nitrogen
dioksida, yang bereaksi dengan SO2 dan menghasilkan SO3:
SO2(g) + NO2(g) → SO3(g) + NO(g)
Pada tahun 1736, Joshua Ward mengambil langkah penting berikutnya dengan mengganti
bejana tanah liat tempat sulfur dibakar dengan botol kaca besar yang disusun berseri, untuk
mempercepat proses.
Pengembangan bilik-timbal (lead chamber) berukuran kamar, yang digunakan
pertama kali oleh John Roebuck pada tahun 1746, secara dramatis memperluas manufaktur
asam sulfat. Produk dari bejana tanah liat yang kuno itu hanya menghasilkan beberapa
kilogram. Sebaliknya, bilik-timbal dapat memproduksi asam sulfat dalam jumlah ratusan
pound hingga berton-ton, menurunkan harga produksi karena skalanya yang besar serta
menurunkan biaya tenaga kerja. Dalam proses bilik timbal, campuran sulfur dan kalium nitrat
diletakkan dalam cedok (ladle) dan dibakar di dalam bilik besar yang dilapisi timbal,
lantainya digenangi dengan air. Gas mengembun pada dinding dan diabsorpsi oleh air.
Sesudah proses ini diulang beberapa kali, asam sulfat encer diambil dan dididihkan untuk
memekatkannya lebih lanjut. Pengembangan terakhir meliputi penghembusan uap air untuk
mempercepat reaksi dengan air dan menyebarkan gas serta memisahkan bilik pembakar dari
bilik absorpsi.
Joseph Gay-Lussac mengambil langkah maju yang nyata pada tahun 1835 ketika ia
membangun menara untuk mengambil kembali NO yang sebelumnya telah dihembuskan ke
luar dan mengkonversinya kembali menjadi NO2 melalui reaksi dengan oksigen. Tepatnya,
dalam menara Gay-Lussac, NO dikonversi menjadi asam nitrit (HNO 2) yang dilarutkan
dalam asam sulfat berair:
2NO(g) + ½ O2(g) + H2O(l) → 2HNO2(aq)
Asam nitrit kemudian direaksikan dalam menara kedua (yang diberi nama sesuai
dengan pengembangnya, John Glover untuk mengoksidasi sulfur dioksida:
2HNO2(aq) + SO2(g) → H2SO4(aq) + 2NO(g)
Reaksi keseluruhan reaksi-reaksi ini ternyata:
SO2(g) + 1/2O2(g) +H2O(l) → H2SO4(aq)
Pendaurulangan oksida nitrogen sangat mengurangi konsumsi natrium nitrat atau kalium
nitrat, yang sekarang hanya diperlukan untuk menggantikan kehilangan dalam proses.
Disamping itu, menara Glover memproduksi asam sulfat yang lebih pekat (75 sampai 85%
H2SO4 berdasar massa dibandingkan 60 sampai 70% yang diperoleh dengan metode
terdahulu.
PEMBUATAN ASAM SULFAT DENGAN PROSES KONTAK

Gambar. Proses kontak


Sudah sejak tahun 1831, seorang pria berkebangsaan Inggris Peregrine Phillips mengamati
bahwa platinum dapat mengkatalisis proses konversi SO2 menjadi SO3, langkah yang sangat
penting dalam produksi asam sulfat. Temuan ini belum banyak mendapat perhatian sampai
tahun 1870-an, ketika pertumbuhan industri zat warna di Jerman mendorong pencarian suatu
metode untuk memproduksi asam sulfat yang lebih pekat daripada yang dibuat dengan
menara Glover. Katalis platinum ditemukan kembali dan dipatenkan tetapi pada awalnya
manfaatnya hanya terbatas, sebab katalis ini diracuni dan karena adanya zat asing dalam
umpan sufur dioksida. Akibatnya, aplikasi awal metode ini, mesipun agak mengandung
pertentangan, asam sulfat dari menara Glover sebagai bahan baku. Asam sulfat diuraikan
dengan pemanasan,
H2SO4(aq) → SO2(g) H2O(l) + ½ O2(g)
dan SO2 yang relatif murni dikonversi menjadi SO3 dengan katalis dan kemudian kembali
menjadi H2SO4. Dengan cara ini, asam yang sangat pekat diperoleh namun dengan biaya
tinggi. Setelah 30 tahun kemudian, para peneliti mengenali peran arsenik dan zat asing lain
yang meracuni katalis dan mengambil langkah untuk menyingkirkan zat asing ini dari umpan
SO2, yang mengakibatkan dapat diproduksinya asam sulfat pekat secara langsung tanpa
melewati langkah bilik-timbal lebih dulu. Katalis ini juga dikaji, yang akhirnya terpilih
adalah oksida dari vanadium (V2O5) yang merupakan katalis utama yang digunakan sekarang
ini.
Produksi katalitik asam sulfat dari SO2 disebut proses kontak (contact process). Dalam reaksi
SO2 dengan oksigen,
SO2(g) + 1/2O2(g) → SO3(g)
Jumlah mol gas menurun. Ini menunjukan agar reaksi dijalankan pada tekanan total yang
tinggi untuk meningkatkan rendemen produk. Namun demikian, sedikit keuntungan yang
diperoleh dengan menggunakan tekanan dalam reaksi ini tidak menutup biaya tinggi yang
dikeluarkan untuk peralatan. Dengan demikian, reaksi ini dilakukan pada tekanan atmosfer.
Karena reaksi ini eksotermik, semakin rendah suhu, semakin tinggi tetapan kesetimbangan,
dan semakin tinggi tingkat konversi menjadi produk pada kesetimbangan. Suhu harus
dipertahankan jauh dibawah titik 780oC untuk mencapai rendemen produk yang signifikan.
Masalahnya adalah bahwa pada suhu rendah reaksi menjadi lambat, meskipun katalis dapat
membantu mempercepatnya. Umumnya diperlukan suatu proses dengan dua sampai empat
tahap. SO2(g) yang masuk mencapai katalis pertama pada suhu 420oC. Begitu reaksi dimulai,
kalor dilepaskan dan suhu campuran gas yang bereaksi meningkat. Sesudah beberapa detik,
campuran telah mencapai kesetimbangan pada suhu sekitar 600 oC dengan konversi 60 sampai
70% SO2. Gas kemudian didinginkan kembali ke suhu 420oC dan dibiarkan bereaksi satu atau
dua kali lagi dengan katalis, dengan menggunakan suhu yang lebih rendah dan periode
pemaparan yang lebih lama. Hasilnya ialah konversi sekitar 97% dari SO 2 menjadi SO3.
Untuk konversi yang lebih besar lagi, gas kemudian dilewatkan ke dalam menara tempat SO3
larut dalam asam sulfat. Proses ini membuang produk reaksi, sehingga sekali lagi reaksi
bergeser ke kanan bila SO2 yang tidak beraksi dilewatkan pada katalis untuk terakhir kali.
SO3 dari tahap terakhir ini kemudian diabsorpsi, memberikan hasil keseluruhan sekitar 99,7%
dari SO2 yang semula diberikan. Pertimbangan yang cermat mengenai termodinamika dan
kinetika telah membuat proses yang sangat efisien. Hampir semua asam sulfat saat ini dibuat
menggunakan proses kontak.
Jika SO3 diabsorpsi ke dalam air dan bukan ke dalam asam sulfat, produknya akan lebih
encer dan sedikit SO3 yang diabsorpsi. Selain itu, reaksi langsung SO 3 dengan air
menghasilkan kabut asam yang halus yang sukar mengembun. Absorpsi SO3 ke dalam asam
sulfat menghasilkan asam sulfat berasap, atau oleum, yang dapat langsung digunakan atau
diencerkan dengan air dengan air sesuai dengan konsentrasi yang diinginkan. Jumlah
ekuimolar SO3 yang dilarutkan dalam H2SO4 menghasilkan asam disulfat (H2S2O7).
Jumlah SO2 yang dibebaskan oleh proses kontak untuk mencemari udara sangat kecil, tetapi
penyingkiran lanjutan SO2 dari gas lombong (tail gas) dapat dilakukan (dengan biaya
tambahan) pada langkah lain. Sebagian H2SO4, yang tentu saja tersedia melimpah, dioksidasi
secara elektrolitik menjadi asam peroksidisulfat (H2S2O8):
2H2SO4(aq) + 2H2O(l) → H2S2O8(aq) + 2H3O+(aq) + 2e– (anode)
2H3O+(aq) + 2e– → H2(g) + 2H2O(l) (katode)
H2S2O8 dengan cepat bereaksi:
H2O(l) + H2S2O8(aq) → H2SO4(aq) + H2SO5(aq)
H2SO5 dinamakan asam peroksimonosulfat. Gas yang keluar dilewatkan melalui skruber agar
bercampur dengan larutan zat pengoksidasi kuat ini. Dalam Skruber, reaksi
SO2(g) + H2SO5(aq) + H2O(l) → 2H2SO4(aq)
mengkonversi SO2(g) menjadi asam sulfat. Lebih dari 90% dari jumlah SO 2(g) yang sudah
sedikit ini dapat dsingkirkan dengan cara ini. Produknya, yaitu asam sulfat encer, didaur
kembali ke proses utama.

Anda mungkin juga menyukai