Anda di halaman 1dari 4

BAB 4

Kedewasaan Sosial: Menjalin Relasi dengan Sesama


A. Dasar-dasar Membangun Relasi

Manusia sebagai makhluk sosial tidak dapat melepaskan diri dari hubungan dengan sesama.
Tidak ada seorang pun manusia yang dapat hidup sendiri. Kata “saling” tersebut paling tidak
menunjukkan hubungan antara dua orang atau lebth.

Coba renungkan! Apakah setiap orang mampu membuat pakaian, kursi, meja, alat tulis maupun
buku sendiri tanpa bantuan orang lain. Tentu tidak!
Pakaian, kursi, meja, alat tulis dan buku yang kita gunakan adalah hasil karya orang lain.

Tuhan memberikan manusia keahlian masing-masing. Perbedaan keahlian tersebut merupakan


sebuah sarana untuk saling melengkapi dan membantu kebutuhan orang lain. Kelebihan
seseorang akan melengkapi kekurangan orang lain. Demikian pula sebaliknya sehingga tercipta
hubungan timbal balik.

Ada beberapa faktor yang perlu diperhatikan ketika seseorang menjalin


relasi dengan orang lain, yaitu faktor dan dalam (Aku), faktor dan luar (Kau),
dan faktor citra baku (stereotip=pandangan klise).

1. Faktor dan dalam (Aku)

Terjadinya relasi yang baik pada dasamya dimulai dan diri sendiri (Aku). “Aku” mampu membuat
relasi menjadi baik atau tidak. Relasi akan menjadi baik ketika “Aku” mampu mempunyai prinsip
win-win thinking (berpikir menang-menang), bukan lose-lose thinking (berpikir kalah-kalah)
atau win-lose thinking” (menang-kalah). Dengan kata lain “yang penting aku”. Ungkapan “yang
penting aku” menunjukkan sikap mementingkan diri sendiri
dan tidak peduli kepada orang lain. Apabila prinsip ini diterapkan dalam relasi, lambat-laun
relasi yang dibangun akan menjadi runtuh.

Sedangkan win-win thinking merupakan pola pikir yang membuat aku dan kamu menjadi
pemenang. Dengan kata lain, semua pihak merasa untung, mendapat penghargaan (dihargai)
keberadaannya oleh pihak lain. Dengan demikian, tidak ada orang yang merasa kalah, dirugikan,
tidak dihargai atau kecewa. Untuk itu, zvin-zvin thinking harus diterapkan untuk menjalmn
relasi.

2. Faktor dan luar (Kau)

Ketika “aku” menerapkan “win-win thinking” dan orang lain juga menerapkan prinsip yang
sama, relasi yang baik sangat besar kemungkinannya untuk terjadi. Namun, prinsip win-win
thinking yang kita miliki menjadi tidak seimbang ketika orang lain menerapkan prinsip-pninsip
win-lose thinking. ini ‘ berarti relasi yang baik akan terjadi apabila semua pihak menerapkan
win- win thinking. Sulitnya, tidak semua orang dengan mudah menerima dan menerapkan
prinsip ini.

3. Faktor citra baku (stereotip)

Citra baku (stereotip) merupakan suatu pandangan yang ada pada seseorang atau masyarakat
tentang suatu hal dan pandangan tersebut sudah melekat secara mendalam dalam pola pikimya
sehingga sulit untuk diubah. Misalnya, banyak orangtua yang melarang anak perempuan pulang
ke rumah melebihi pukul 22.00, karena akan dianggap perempuan yang kurang baik. Namun,
bagi anak-anak laki-laki sedikit lebih bebas. Pulang melebihi jam tersebut dianggap hal yang
biasa.

Stereotip tersebut membuat diskriminasi antara laki-laki dan perempuan. Relasi yang terjadi
antara perempuan dan laki-laki sering kali dalam keadaan atas—bawah atau subyek—objek.
Laki-laki selalu menduduki tempat terutama dan teratas dalam statusnya. Sedangkan
perempuan harus lebih rendah daripada laki-kaki. Keadaan ini berdampak pada relasi yang
teijadi di antara mereka. Perempuan selalu dijadikan pelengkap saja sehingga harus selalu
tunduk kepada laki-laki. Artinya, laki-laki selalu berada pada posisi win. Sedangkan perempuan
pada posisi lose. Keadaan ini meruntuhkan relasi antara laki-laki dengan perempuan dalam
keadaan sejajar dan sederajat di hadapan Tuhan. Padahal Tuhan menciptakan laki-laki dan
perempuan dalam keadaan sederajat (Kejadian 2:18-25).

Di samping ketiga faktor tersebut terdapat satu faktor penunjang yang juga cukup penting, yaitu
komunikasi. Tanpa komunikasi yang baik, relasi tidak akan berjalan baik. Karena dengan
komunikasi yang balk, hal-hal yang menjadi penghambat relasi akan dapat dibongkar.
Komunikasi menjadi baik apabila terjadi sikap mengerti dan memahami apa yang menjadi pesan
dari pihak lain walaupun memiliki paham atau pendapat yang berbeda.

B. Macam-Macam Relasi

1. Pribadi-pribadi

Bagi remaja relasi pribadi dengan pribadi ini sangat tampak. Pada umumnya, remaja memiliki
seorang sahabat. Dengan sahabatnya, Ia akan membangun relasi untuk mencapai tujuan
tertentu.

Seorang sahabat selalu mengerti suka duka din kita. Reläsi yang baik dengan sahabat akan tetap
terus terjadi walaupun sahabat kita mengalami kesusahan. Inilah yang disebut sahabat sejati.

Hubungan antarpribadi juga terjadi antara seseorang dengan kekasihnya, ayah—ibu dengan
anaknya dan suami dengan istrinya. Hubungan antara pribadi dengan pribadi akan lebih mudah
dikelola. Maksudnya, lebth mudah dikembangkan dan dikendalikan menjadi baik ketika terjadi
konflik karena hanya sedikit orang yang terlibat. Walaupun memang tidak selalu dengan
sedikitnya orang yang terlibat, relasi yang terjadi akan lebih mudah dikelola. Semuanya
tergantung pada tiga faktor yang sudah dibahas pada poin A (factor 1, 2, dan 3).

2. Pribadi-kelompok

Relasi pribadi dengan kelompok biasanya pada sebuah organisasi tertentu. Misalnya, relasi
antara kamu dengan pengurus, anggota kelompok karang taruna atau persekutuan pemuda
gereja.

Kamu masuk atau begabung pada kelompok tertentu tentu mempunyai motivasi tertentu.
Misalnya, menjadi anggota persekutuan pemuda gereja. Tujuanmu untuk mendekatkan
diri kepada Tuhan. Namun, di sisi lain organisasi juga mempunyai kepentingan sendiri. Antara
kepentinganmu dengan kepentingan organisasi tentunya harus selaras. Apabila kehadiranmu
tidak jelas dalam organisasi tersebut, kehadiranmu menjadi tak berguna dan sia-sia. Namun,
sering kali kepentingan organisasi dibangun atas kesepakatan orang-orang yang mempunyai
kepentingan-kepentingan berbeda. Orang orang tersebut berniat menyatukan kepentingan-
kepentingan yang berbeda untuk dapat mencapai visi dan misi yang sama.
3. Kelompok-kelompok

Relasi antara kelompok dengan kelompok dapat dilihat dan relasi antara komunitas Kristen
dengan komunitas Muslim, pemerintah dengan lembaga keagamaan, sekolahmu dengan
sekolah yang lain.

Membangun relasi antara kelompok dengan kelompok bukan suatu hal yang mudah, apabila
dibandingkan dengan membangun relasi yang sebelumnya. Ini terjadi karena banyak pribadi
yang terlibat di dalamnya. Setiap pribadi pasti mempunyai pemikiran yang berbeda. Perbedaan
ini mempunyai dampak yang baik bagi sebuah kelompok karena dapat memperkaya fungsi relasi
dalam kelompok. Namun, di sisi lain juga sangat rawan konflik.

Sisi yang kurang baik bisa saja terjadi pada kelompok yang berdiri membawa panji-panji nama
dan ideologi tertentu. Misalnya, banyak konifik yang berkembang di dunia saat ini adalah konflik
antar agama dan antarpartai politik. Konflik yang terjadi karena salah satu kelompok merasa
superior, paling baik dan menganggap kelompok lain salah, tidak baik.

Sebenarnya konflik dapat diredam dengan cara-cara yang lebih baik. Misalnya mengadakan
dialog dengan kelompok-kelompok yang bertentangan. Cara ini menunjukkan jati din sebagai
manusia dewasa, karena lebih menggunakan akal sehat dalam menyelesaikan masalah.

Di samping itu juga konflik dapat diminimalkan karena setiap pribadi dalam kelompok
mempunyai prinsip aku dan kamu sama-sama ciptaan Tuhan dan diciptakan menurut gambar
Allah sehingga perlu dihargai baik pendapatnya, agamanya, sukunya maupun latar belakangnya.
Sama seperti kita menghargai Tuhan.

C. Ajaran Yesus Tentang Membangun Relasi

Sebagai pengikut Yesus Kristus kita perlu belajar dari pribadi-Nya yang mampu menjalin relasi
dengan siapapun. Banyak cerita yang dapat kita saksikan dan Injil tentang perjalanan hidup
Yesus. Dalam keadaan apa pun, Dia mampu membangun relasi dengan sesamanya.

Beberapa diantaranya adalah cerita tentang percakapan Yesus dengan perempuan Samaria.
Orang Samaria adalah musuh orang Yahudi, sehingga orang Yahudi dilarang bercakap-cakap dan
bergaul dengan orang Samaria. Karena, orang-orang Samaria dianggap orang kafir oleh orang
Yahudi Sehingga harus dijauhi. Yesus sebagai orang Yahudi memberi contoh yang baik.
Orang Samaria bukan kelompok yang perlu dijauhi karena mereka adalah manusia yang juga
akan mendapat keselamatan dari Tuhan apabila mau menerima keselamatan tersebut (Yohanes
4:42). Di sampmg itu, dalam cerita orang Samaria yang baik hati dalam Lukas 10:25-37
ditunjukkan bahwa mereka tidak perlu dijauhi.

Ada beberapa orang lain yang harus dijauhi menurut ajaran Yahudi, yaitu orang yang sakit kusta
dan perempuan yang diketahui berbuat zinah. Tetapi Yesus datang ke dunia untuk mengubah
tindakan-tindakan orang-orang Yahudi yang salah supaya menjadi benar. Kedatangan Yesus
memberi jaminan keselamatan dalam kehidupan kekal kepada manusia yang berdosa. Tentu
saja mereka yang percaya kepada Yesus menunjukkannya dengan mengasihi
dan menjalankan semua perintah-Nya.

Bagaimana dengan kita? Mampukah kita membangun relasi yang baik dengan siapa saja? Baik
mereka yang berbeda pendapat, agama, suku, bangsa, bahasa maupun latar belakang budaya
dan ekonomi. Yesus telah mengajarkan hal yang baik. Kita pun juga harus mampu meneladani
tindakan Yesus tersebut.
UJI KOMPUTENSI
1. Sebutkan dan jelaskan 3 faktor yang perlu diperhatikan seseorang dalam menjalin
sebuah relasi
2. Jelaskan apa yang dimaksud relasi pribadi dengan pribadi. Berikan contoh! (Minimal 5
contoh)
3. Jelaskan apa yang dimaksud relasi pribadi dengan kelompok. Berikan contoh! (Minimal
5 contoh)
4. Jelaskan apa yang dimaksud relasi kelompok dengan kelompok. Berikan contoh!
(Minimal 5 contoh)
5. Sebutkan teladan yang telah diberikan Yesus dalam hal menjalin relasi dengan sesama!
Tunjukkan ayat-ayatnya!

Anda mungkin juga menyukai