Anda di halaman 1dari 8

Perpajakan Atas Transaksi Derivatif

Ditujukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah


Perpajakan Lanjutan

Disusun Oleh:

Annisa’ 1610247988

Dosen Pembimbing :

Prof. Dr. H. Amir Hasan, SE, MS, MM, Ak, CPA, CAC CA

Jurusan Magister Akuntansi


Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas Riau
2018
Latar Belakang Masalah
Kegiatan perputaran uang lintas batas negara yang dikenal sebagai perdagangan valuta
asing, pada kenyataannya nilainya dapat melebihi nilai perdagangan riil di dunia. Sebagai alat
untuk memfasilitasi perdagangan dan investasi lintas batas negara adalah dengan cara
mengkonversi mata uang yang satu ke mata uang yang lain dan sekaligus untuk melancarkan
transaksi-transaksi lintas negara tersebut. Perdagangan valuta asing diperlukan untuk
menghindari risiko yang timbul akibat fluktuasi harga di pasar. Perdagangan global valuta asing
berkembang, namun di samping itu muncul sekuritas yang sangat berpengaruh terhadap
pertumbuhan modal uang yang menjadi luar biasa pesat. Sekuritas memacu munculnya
instrumen-instrumen keuangan baru, salah satunya adalah transaksi derivatif.

Faktor kunci derivatif adalah orang dapat membeli dan menjual semua risiko dari asset
pokok tanpa memperdagangkan asset tersebut. Pertama kali transaksi ini muncul pada awal abad
17 dan berkembang secara perlahan, namun transaksi derivatif yang modern dan rumit terjadi
sekitar tahun 1970-an sebagai efek dari peristiwa runtuhnya sistem kurs atau nilai tukar tetap
(fixed exchange rate) model Bretton Woods pada awal tahun 1970-an. Sesungguhnya dalam
praktek yang sering terjadi adalah dua tujuan penggunaan instrumen derivatif yaitu : pertama,
untuk melakukan lindung nilai (biasanya dilakukan oleh para hedger) dan kedua, untuk
mengumpulkan dana (biasanya dilakukan oleh para spekulator). Mengingat semakin besarnya
peran transaksi derivatif dalam perdagangan internasional dan meningkatnya
transaksi/perdagangan uang secara global maka kebijakan fiskal yang tepat untuk transaksi
derivatif mempunyai potensi untuk meningkatkan penerimaan negara dari pajak penghasilan atas
penghasilan transaksi derivatif.

Derivatif merupakan instrumen keuangan yang nilainya berasal dari nilai aset lain,
kelompok aset, atau variabel ekonomis seperti harga saham, obligasi, harga komoditas, tingkat
bunga atau kurs pertukaran valuta (Sumbramanyam, 2010). Sedangkan Samsul (2010)
membedakan derivatif digolongkan menjadi dua golongan, yaitu bursa berjangka dan OTC (Over
the Counter). Bursa berjangka adalah transaksi kontrak beli dan kontrak jual dilakukan oleh
banyak pembeli dan banyak penjual dengan persyaratan standar yang ditetapkan oleh pihak bursa
dan penyelesaian kontrak dapat dilaksanakan setiap hari. Sedangkan OTC (Over the Counter)
adalah transaksi kontrak beli dan kontrak jual dilakukan oleh dua pihak tertentu dan penyelesaian
kontrak selalu pada tanggal jatuh tempo.

Adanya kebijakan-kebijakan dalam hal perpajakan menimbulkan adanya perlakuan


perpajakan tertentu. Keputusan bisnis sebagian besar dipengaruhi oleh pajak, baik secara
langsung maupun tidak langsung. Sehingga kebijakan perpajakan ini perlu dipertimbangkan.
Agar tidak terjadi gangguan yang serius terhadap jalannya perusahaan, maka pemenuhan
kewajiban perpajakan harus dikelola dengan baik.
Banyak pihak dari kalangan dunia usaha yang pro dan kontra mengenai hal ini. Kalangan
yang pro mengatakan bahwa dikenakannya Pajak Penghasilan atas transaksi derivatif justru
dirasa akan banyak manfaatnya. Salah satu pernyataan tersebut dilontarkan oleh Direktur Utama
Bursa Efek Surabaya (BES), yang mengusulkan agar penghasilan dari transaksi derivatif
tertentu, seperti swap, options, futures, warrant, dan forward dikenakan Pajak Penghasilan yang
final, karena justru diharapkan dengan pengenaan Pajak Penghasilan Final akan menciptakan
transparansi harga dan terjamin perlindungan bagi investor, sehingga investor akan tertarik untuk
memanfaatkan transaksi di dalam bursa dibandingkan di luar bursa. Pemberian insentif dengan
kebijakan Pajak Penghasilan final ini pasti akan sangat menguntungkan fiskus karena
menjadikan pemungutan pajak lebih efisien. Dalam Pajak Penghasilan final wajib pajak tidak
perlu menghitung utang pajaknya pada akhir tahun karena pajak dikenakan berdasarkan transaksi
yang terjadi. Apabila komentar di atas merupakan penilaian yang positif, ternyata banyak juga
tanggapan miring atas pengenaan Pajak Penghasilan Final atas transaksi derivatif ini. Beberapa
kalangan yang mempunyai pendapat berbeda menyatakan bahwa apabila Pajak Penghasilan
tersebut dikenakan berdasarkan nilai transaksi derivatif, maka dapat memukul pemain derivatif
serta akan membuat dunia usaha enggan memanfaatkan produk tersebut. Dalam dunia
perpajakan, Pajak Penghasilan Final biasanya dipotong dari jumlah bruto dalam bentuk persen,
sebanyak yang ditentukan oleh pemerintah.

Permasalahan
Berdasarkan latar belakang di atas maka dapat dirumuskan permasalahan yang muncu,
yaitu: “Bagaimana perlakuan pajak atas transaksi derivatif?”

Dukungan Teori
Instrumen Derivatif Berdasarkan PP No.17 / 2009 tersebut yang dimaksud dengan
instrumen derivatif dijelaskan dalam penjelasan Pasal 1 adalah:

“Transaksi yang didasari pada kontrak atau perjanjian pembayaran yang nilainya merupakan
turunan dari nilai instrumen yang mendasari seperti suku bunga, nilai tukar, komoditi, ekuiti, dan
indeks, baik yang diikuti dengan pergerakan maupun tanpa pergerakan dana atau instrumen.”

Sedangkan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) 55 revisi 2006, menyatakan


bahwa instrumen derivatif adalah suatu instrumen keuangan atau kontrak lain yang termasuk
dalam ruang dengan tiga karakteristik berikut ini:

(a) nilainya berubah sebagai akibat dari perubahan variabel yang telah ditentukan (sering disebut
dengan variabel yang mendasari), antara lain: suku bunga, harga instrumen keuangan, harga
komoditas, nilai tukar mata uang asing, indeks harga atau indeks suku bunga, peringkat kredit
atau indeks kredit, atau variabel lainnya. Untuk variabel nonkeuangan, variabel tersebut tidak
berkaitan dengan pihak-pihak dalam kontrak.
(b) tidak memerlukan investasi awal neto atau memerlukan investasi awal neto dalam jumlah
yang lebih kecil dibandingkan dengan jumlah yang diperlukan untuk kontrak serupa lainnya
yang diharapkan akan menghasilkan dampak yang serupa sebagai akibat perubahan faktor pasar.

(c) diselesaikan pada tanggal tertentu di masa depan.

Apa saja contoh produk-produk investasi derivative? Secara umum produk-produk investasi
derivative dapat dibedakan menjadi dua yaitu:

 Produk investasi derivative yang dijual di bursa atau pasar sekunder (on the market) atau
disebut juga Exchange-traded derivatives adalah merupakan instrumen derivatif yang
diperdagangkan pada bursa perdagangan khusus derivatif (bursa berjangka) ataupun
bursa lainnya. Bursa derivatif menjalankan perannya sebagai perantara atas transaksi
terkait dan memungut marjin awal (initial margin) dari kedua belah pihak yang
melakukan transaksi sebagai jaminan.

 Produk investasi derivative yang dijual di luar bursa (over the counter), jadi langsung ke
orang atau badan yang terkait, adalah merupakan suatu kontrak bilateral ( melibatkan dua
pihak) yang dilakukan di luar bursa ataupun tanpa menggunakan pialang (transaksi
langsung antara para pihak). Beberapa produk seperti swap, kontrak serah nilai tukar, dan
opsi eksotik (exotic option) yaitu suatu derivatif yang menggunakan fitur sehingga
menjadi lebih rumit daripada derivatif yang umum diperdagangkan, misalnya opsi vanilla
(opsi yang nilai payoff opsi hanya bergantung pada harga saham saat dilaksanakan)
seringkali diperdagangkan tanpa melalui bursa (OTC). Pasar transaksi derivatif tanpa
melalui bursa (OTC) ini sangat besar sekali.

Jenis Produk Derivatif

Stice Skoucen (2006) dalam bukunya Akuntansi Keuangan Menengah, menyebutkan


jenis produk derivatif yang secara umum dilakukan sebagai berikut:

1. Swap
Tukar menukar atau yang lebih dikenal sebagai swap dalam dunia keuangan merupakan
suatu instrumen derivatif, di mana terdapat dua pihak saling mempertukarkan suatu aliran
arus kas dengan aliran arus kas lainnya. Nilai swap ini dihitung berdasarkan suatu nilai
absolut atau notional amount yaitu suatu nilai nominal yang digunakan untuk menghitung
pembayaran terhadap suatu swap dan produk manejemen risiko lainnya dimana nilai ini
bukan suatu nilai yang sesungguhnya (absolute).
Contoh kontrak SWAP: ada dua pihak yang masing-masing memiliki utang dengan
kondisi jumlah uang yang sama. Pihak pertama memiliki utang dengan bunga
mengambang (floating rate atau variabel rate) sedangkan pihak kedua memiliki utang
dengan bunga tetap (fix rate).
2. Futures (Kontrak Berjangka)
Futures adalah kontrak berjangka panjang yang bersifat mengikat atau memberi
kewajiban kepada kedua belah pihak untuk membeli atau menjual underlying asset
tertentu (berupa valuta asing, tingkat bunga, ekuitas, atau komoditas) berdasarkan tingkat
harga yang ditetapkan saat ini yang penyelesaian transaksinya dilakukan secara cash
settelement di masa yang akan datang sesuai dengan expiration date yang ditetapkan di
dalam kontrak tersebut. future biasanya dilakukan di bursa.
Misalnya, A dan B membuat kontrak pada 1 Januari 2008. A akan menjual US$ 1 juta
dengan kurs Rp 9.350 per US$ pada 30 Juni 2008, tidak peduli berapa kurs di pasar saat
itu. Di satu sisi transaksi ini dapat dipandang sebagai spekulasi, disisi lain para pelaku
bisnis pada beberapa kasus menggunakannya sebagai mekanisme hedging (melindungi
nilai transaksi berbasis valas dari risiko gejolak kurs). Pembeli maupun penjual kontrak
mempunyai kewajiban melaksanakan kontrak tersebut, apapun kenyataan yang terjadi di
kemudian hari (menguntungkan ataupun merugikan).

3. Forward (Kontrak Serah)


Kontrak serah atau yang dalam bahasa asing disebut forward contract adalah suatu
persetujuan antara dua belah pihak untuk menjual atau membeli suatu aset (atau bentuk
apapun juga) di suatu waktu yang telah ditetapkan sebelumnya. Oleh karena itu, tanggal
penjualan dan tanggal penyerahan barang dilakukan berbeda. Kontrak serah ini
digunakan untuk mengendalikan dan meminimalkan risiko, sebagai contoh risiko
perubahan nilai mata uang (contoh: kontrak forward untuk transaksi mata uang) atau
transaksi komoditi (contoh: kontrak serah untuk minyak bumi).
Transaksi forward adalah transaksi berjangka dengan penyerahan valuta pada suatu
tanggal tertentu dengan menggunakan kurs yang disepakati pada tanggal transaksi. Satu
pihak setuju untuk membeli, pihak lain menjual, untuk suatu harga yang telah disetujui
sebelumnya. Saat terjadi transaksi forward, belum terjadi pertukaran atau pembayaran
uang. Pembayaran dan pengiriman barang dilakukan sesuai dengan jadwal dan aturan
yang telah disepakati. Harga forward berbeda dengan harga spot atau harga pada saat
asset tersebut berpindah tangan.
Forward biasanya dilakukan langsung ke pihak-pihak terkait atau Kontrak forward tidak
diperdagangkan di bursa (organized exchange), dan tidak distardarisasi. Artinya dapat
disesuaikan dengan kesepakatan kedua belah pihak yang bertransaksi, baik untuk nilai
transaksi dan tanggal penyelesaian (settlement). Pelaku pihak lainnya (counterparty)
umumnya melibatkan bank atau pialang valas, dan karena tidak terdapat atau diperlukan
lembaga kliring terpisah, maka sistem penyelesaiannya akan tergantung pada bank atau
pialang individual. Biaya transaksi ditentukan oleh spread (selisih) antara harga jual dan
harga beli kurs valas pada bank atau pialang tersebut.
4. Options (Opsi)
Opsi merupakan suatu jenis kontrak antara 2 (dua) pihak dimana satu pihak memberi hak
kepada pihak lain untuk membeli aset tertentu pada harga dan periode tertentu. Di sisi
lain, kontrak juga mengizinkan pihak lain untuk menjual aset pada harga dan periode
tertentu. Pihak yang membayar dan menerima hak disebut call option, sedangkan pihak
yang menjual disebut put option.
Contoh Bapak A melihat sebuah rumah kos yang dijual oleh pemiliknya (Bapak B)
dengan harga Rp 4.000.000.000. Kemudian Bapak A menemui Bapak B untuk membeli
opsi. Opsi tersebut berisi Bapak A diberikan hak untuk membeli rumah kos tersebut
dengan harga 4.000.000.000 pada 3 bulan kedepan. Opsi itu dibeli dengan cara
memberikan uang sebesar Rp 5.000.000 (dapat dikatakan sebagai bentuk jaminan atau
DP yang dapat hangus). Uang sebesar 5.000.000 tersebut akan hangus apabila Bapak A
tidak jadi membeli rumah kos Bapak B. Konsekuensi dari opsi tersebut adalah Dalam
kurun waktu 3 bulan kedepan Bapak B tidak diizinkan untuk menjual rumah kepada
orang lain, selain Bapak A. Apakah Bapak A akan mengeksekusi opsi atau tidak?
Keputusan diambil sesuai dengan kondisi yang ada. Contoh ada 2 kondisi sebagai
berikut:
Kondisi pertama
Bapak A kemudian mencari investor lain yang tertarik bisnis rumah kos, dan bersedia
membayar dengan biaya Rp 6.000.000.000. Kemudian Bapak A membeli rumah kos
Bapak B dengan harga Rp 4.000.000.000. Total biaya yang dikeluarkan Bapak A adalah
4.000.000.000 + 5.000.000 (biaya opsi). Kemudian rumah kos tersebut dijual pada
investor.
Kondisi Kedua
Bapak A tidak menemukan investor dan dalam waktu 3 bulan kedepan tidak
mendapatkan pembeli yang mau membeli lebih dari Rp 4.000.000.000. Maka Bapak A
tidak perlu mengeksekusi opsi yang telah dibelinya dari Bapak A.
Dalam kasus di atas asset dasarnya adalah rumah, sedangkan derivativenya adalah
perdagangan opsi.

Pemecahan Masalah
Transaksi derivatif adalah transaksi yang didasari oleh suatu kontak atau perjanjian
pembayaran yang nilainya merupakan turunan dari nilai instrumen yang mendasari, sepeti suku
bunga, nilai tukar, komoditas, ekuiti dan indeks, baik yang diikuti dengan pergerakan atau tanpa
pergerakan dana atau instrumen.

Sejalan dengan berlakunya Undang – Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan
Keempat Undang-Undang Pajak Penghasilan Nomor 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan,
maka pajak atas transaksi derivatif statusnya menjadi jelas dengan dikenai pajak bersifat final
sesuai dengan pasal 4 ayat 2 yang berbunyi :
“Penghasilan di bawah ini dapat dikenai pajak bersifat final: …c. penghasilan dari transaksi
saham dan sekuritas lainnya, transaksi derivatif yang diperdagangkan di bursa,…yang diatur
dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah.”2

Sementara di dalam penjelasannya disebutkan bahwa :

“Perlakuan tersendiri dalam pengenaan pajak atas jenis penghasilan tersebut termasuk sifat,
besarnya, dan tata cara pelaksanaan pembayaran, pemotongan, atau pemungutan diatur dengan
Peraturan Pemerintah.“3

Dengan adanya landasan hukum ini, maka kemudian di terbitkan Peraturan Pemerintah
nomor 17 Tahun 2009 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Transaksi Derivatif
Berupa Kontrak Berjangka yang Diperdagangkan di Bursa. Peraturan Pemerintah (PP) ini
mengatur bahwa atas penghasilan dari transaksi derivatif berupa kontrak berjangka yang
diperdagangkan dibursa, dikenai PPh Final sebesar 2,5 persen dari margin awal.

Terbitnya PP ini menimbulkan tentangan dari beberapa pihak yang kemudian membawa
kasus ini untuk di Uji Materiil ke Mahkamah Agung. Mahkamah Agung kemudian memberikan
putusan dengan nomor 22 P/HUM/2009 yang menyatakan mengabulkan hak uji materiil
pemohon. Dengan adanya putusan tersebut, maka diterbitkan PP Nomor 31 Tahun 2011 yang
menyatakan bahwa PP Nomor 17 Tahun 2009 dicabut dan tidak berlaku. MA menetapkan
besaran pajak penghasilan derivatif yakni final 0,1%.

Kegunaan atau manfaat derivatif adalah:

Manfaat pertama dari derivatif adalah sebagai instrumen untuk memindahkan resiko ke
pihak lain. Sebagai contoh seorang petani jagung bisa menjual kontrak berjangka untuk hasil
panen pada spekulator meskipun belum waktunya melakukan panen. Petani akan mendapatkan
perlindungan resiko dari pergerakan naik turun nya harga jagung. Sedangkan pihak spekulator
siap menerima resiko tersebut dengan harapan mendapat keuntungan jika harga jual jagung
mengalami kenaikan dan akan mengalami kerugian jika harga jual jagung menurun.

Manfaat kedua dari derivatif adalah sebagai sebuah aksi untuk mengambil keuntungan
dengan memanfaatkan perbedaan nilai suatu aset acuan dan nilai satu aset lainnya. Contohnya
mengambil keuntungan dari perbedaan harga indeks LQ-45 (ILQ-45) di Bursa Efek Jakarta dan
harga ILQ-45 di Bursa Efek Surabaya (future market).
Kesimpulan
Pemerintah menghapus pajak penghasilan hasil (PPh) transaksi derivatif yang
diperdagangakan melalui bursa. Keputusan ini tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) No.31
Tahun 2011 tentang Pencabutan PP No.17 Tahun 2009 tentang Pajak Penghasilan atas
Penghasilan dari Transaksi Derivatif Berupa Kontrak Berjangka yang Diperdagangkan di Bursa.
Pada akhirnya besaran PPh diturunkan menjadi 0,1 persen dari margin awal.

Rekomendasi
Perusahaan sebaiknya mengungkapkan dan menyajikan instrumen derivatif secara lebih
rinci di dalam laporan keuangan Perusahaan sesuai dengan tujuan dari dilakukannya instrumen
derivatif tersebut, untuk tujuan spekulasi atau untuk lindung nilai (hedging).

Pemerintah harus mengembangkan kemampuan sumber daya manusia maupun perangkat


teknologi informasi bagi para petugas pajak, agar para petugas pajak tersebut dapat mengikuti
dan mengawasi setiap transaksi derivatif yang dilakukan secara paperless dan pada akhirnya
tujuan pemungutan Pajak Penghasilan atas transaksi derivatif ini dapat tepat sasaran dan berhasil
guna.

Anda mungkin juga menyukai