Disusun Oleh:
Annisa’ 1610247988
Dosen Pembimbing :
Prof. Dr. H. Amir Hasan, SE, MS, MM, Ak, CPA, CAC CA
Faktor kunci derivatif adalah orang dapat membeli dan menjual semua risiko dari asset
pokok tanpa memperdagangkan asset tersebut. Pertama kali transaksi ini muncul pada awal abad
17 dan berkembang secara perlahan, namun transaksi derivatif yang modern dan rumit terjadi
sekitar tahun 1970-an sebagai efek dari peristiwa runtuhnya sistem kurs atau nilai tukar tetap
(fixed exchange rate) model Bretton Woods pada awal tahun 1970-an. Sesungguhnya dalam
praktek yang sering terjadi adalah dua tujuan penggunaan instrumen derivatif yaitu : pertama,
untuk melakukan lindung nilai (biasanya dilakukan oleh para hedger) dan kedua, untuk
mengumpulkan dana (biasanya dilakukan oleh para spekulator). Mengingat semakin besarnya
peran transaksi derivatif dalam perdagangan internasional dan meningkatnya
transaksi/perdagangan uang secara global maka kebijakan fiskal yang tepat untuk transaksi
derivatif mempunyai potensi untuk meningkatkan penerimaan negara dari pajak penghasilan atas
penghasilan transaksi derivatif.
Derivatif merupakan instrumen keuangan yang nilainya berasal dari nilai aset lain,
kelompok aset, atau variabel ekonomis seperti harga saham, obligasi, harga komoditas, tingkat
bunga atau kurs pertukaran valuta (Sumbramanyam, 2010). Sedangkan Samsul (2010)
membedakan derivatif digolongkan menjadi dua golongan, yaitu bursa berjangka dan OTC (Over
the Counter). Bursa berjangka adalah transaksi kontrak beli dan kontrak jual dilakukan oleh
banyak pembeli dan banyak penjual dengan persyaratan standar yang ditetapkan oleh pihak bursa
dan penyelesaian kontrak dapat dilaksanakan setiap hari. Sedangkan OTC (Over the Counter)
adalah transaksi kontrak beli dan kontrak jual dilakukan oleh dua pihak tertentu dan penyelesaian
kontrak selalu pada tanggal jatuh tempo.
Permasalahan
Berdasarkan latar belakang di atas maka dapat dirumuskan permasalahan yang muncu,
yaitu: “Bagaimana perlakuan pajak atas transaksi derivatif?”
Dukungan Teori
Instrumen Derivatif Berdasarkan PP No.17 / 2009 tersebut yang dimaksud dengan
instrumen derivatif dijelaskan dalam penjelasan Pasal 1 adalah:
“Transaksi yang didasari pada kontrak atau perjanjian pembayaran yang nilainya merupakan
turunan dari nilai instrumen yang mendasari seperti suku bunga, nilai tukar, komoditi, ekuiti, dan
indeks, baik yang diikuti dengan pergerakan maupun tanpa pergerakan dana atau instrumen.”
(a) nilainya berubah sebagai akibat dari perubahan variabel yang telah ditentukan (sering disebut
dengan variabel yang mendasari), antara lain: suku bunga, harga instrumen keuangan, harga
komoditas, nilai tukar mata uang asing, indeks harga atau indeks suku bunga, peringkat kredit
atau indeks kredit, atau variabel lainnya. Untuk variabel nonkeuangan, variabel tersebut tidak
berkaitan dengan pihak-pihak dalam kontrak.
(b) tidak memerlukan investasi awal neto atau memerlukan investasi awal neto dalam jumlah
yang lebih kecil dibandingkan dengan jumlah yang diperlukan untuk kontrak serupa lainnya
yang diharapkan akan menghasilkan dampak yang serupa sebagai akibat perubahan faktor pasar.
Apa saja contoh produk-produk investasi derivative? Secara umum produk-produk investasi
derivative dapat dibedakan menjadi dua yaitu:
Produk investasi derivative yang dijual di bursa atau pasar sekunder (on the market) atau
disebut juga Exchange-traded derivatives adalah merupakan instrumen derivatif yang
diperdagangkan pada bursa perdagangan khusus derivatif (bursa berjangka) ataupun
bursa lainnya. Bursa derivatif menjalankan perannya sebagai perantara atas transaksi
terkait dan memungut marjin awal (initial margin) dari kedua belah pihak yang
melakukan transaksi sebagai jaminan.
Produk investasi derivative yang dijual di luar bursa (over the counter), jadi langsung ke
orang atau badan yang terkait, adalah merupakan suatu kontrak bilateral ( melibatkan dua
pihak) yang dilakukan di luar bursa ataupun tanpa menggunakan pialang (transaksi
langsung antara para pihak). Beberapa produk seperti swap, kontrak serah nilai tukar, dan
opsi eksotik (exotic option) yaitu suatu derivatif yang menggunakan fitur sehingga
menjadi lebih rumit daripada derivatif yang umum diperdagangkan, misalnya opsi vanilla
(opsi yang nilai payoff opsi hanya bergantung pada harga saham saat dilaksanakan)
seringkali diperdagangkan tanpa melalui bursa (OTC). Pasar transaksi derivatif tanpa
melalui bursa (OTC) ini sangat besar sekali.
1. Swap
Tukar menukar atau yang lebih dikenal sebagai swap dalam dunia keuangan merupakan
suatu instrumen derivatif, di mana terdapat dua pihak saling mempertukarkan suatu aliran
arus kas dengan aliran arus kas lainnya. Nilai swap ini dihitung berdasarkan suatu nilai
absolut atau notional amount yaitu suatu nilai nominal yang digunakan untuk menghitung
pembayaran terhadap suatu swap dan produk manejemen risiko lainnya dimana nilai ini
bukan suatu nilai yang sesungguhnya (absolute).
Contoh kontrak SWAP: ada dua pihak yang masing-masing memiliki utang dengan
kondisi jumlah uang yang sama. Pihak pertama memiliki utang dengan bunga
mengambang (floating rate atau variabel rate) sedangkan pihak kedua memiliki utang
dengan bunga tetap (fix rate).
2. Futures (Kontrak Berjangka)
Futures adalah kontrak berjangka panjang yang bersifat mengikat atau memberi
kewajiban kepada kedua belah pihak untuk membeli atau menjual underlying asset
tertentu (berupa valuta asing, tingkat bunga, ekuitas, atau komoditas) berdasarkan tingkat
harga yang ditetapkan saat ini yang penyelesaian transaksinya dilakukan secara cash
settelement di masa yang akan datang sesuai dengan expiration date yang ditetapkan di
dalam kontrak tersebut. future biasanya dilakukan di bursa.
Misalnya, A dan B membuat kontrak pada 1 Januari 2008. A akan menjual US$ 1 juta
dengan kurs Rp 9.350 per US$ pada 30 Juni 2008, tidak peduli berapa kurs di pasar saat
itu. Di satu sisi transaksi ini dapat dipandang sebagai spekulasi, disisi lain para pelaku
bisnis pada beberapa kasus menggunakannya sebagai mekanisme hedging (melindungi
nilai transaksi berbasis valas dari risiko gejolak kurs). Pembeli maupun penjual kontrak
mempunyai kewajiban melaksanakan kontrak tersebut, apapun kenyataan yang terjadi di
kemudian hari (menguntungkan ataupun merugikan).
Pemecahan Masalah
Transaksi derivatif adalah transaksi yang didasari oleh suatu kontak atau perjanjian
pembayaran yang nilainya merupakan turunan dari nilai instrumen yang mendasari, sepeti suku
bunga, nilai tukar, komoditas, ekuiti dan indeks, baik yang diikuti dengan pergerakan atau tanpa
pergerakan dana atau instrumen.
Sejalan dengan berlakunya Undang – Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan
Keempat Undang-Undang Pajak Penghasilan Nomor 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan,
maka pajak atas transaksi derivatif statusnya menjadi jelas dengan dikenai pajak bersifat final
sesuai dengan pasal 4 ayat 2 yang berbunyi :
“Penghasilan di bawah ini dapat dikenai pajak bersifat final: …c. penghasilan dari transaksi
saham dan sekuritas lainnya, transaksi derivatif yang diperdagangkan di bursa,…yang diatur
dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah.”2
“Perlakuan tersendiri dalam pengenaan pajak atas jenis penghasilan tersebut termasuk sifat,
besarnya, dan tata cara pelaksanaan pembayaran, pemotongan, atau pemungutan diatur dengan
Peraturan Pemerintah.“3
Dengan adanya landasan hukum ini, maka kemudian di terbitkan Peraturan Pemerintah
nomor 17 Tahun 2009 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Transaksi Derivatif
Berupa Kontrak Berjangka yang Diperdagangkan di Bursa. Peraturan Pemerintah (PP) ini
mengatur bahwa atas penghasilan dari transaksi derivatif berupa kontrak berjangka yang
diperdagangkan dibursa, dikenai PPh Final sebesar 2,5 persen dari margin awal.
Terbitnya PP ini menimbulkan tentangan dari beberapa pihak yang kemudian membawa
kasus ini untuk di Uji Materiil ke Mahkamah Agung. Mahkamah Agung kemudian memberikan
putusan dengan nomor 22 P/HUM/2009 yang menyatakan mengabulkan hak uji materiil
pemohon. Dengan adanya putusan tersebut, maka diterbitkan PP Nomor 31 Tahun 2011 yang
menyatakan bahwa PP Nomor 17 Tahun 2009 dicabut dan tidak berlaku. MA menetapkan
besaran pajak penghasilan derivatif yakni final 0,1%.
Manfaat pertama dari derivatif adalah sebagai instrumen untuk memindahkan resiko ke
pihak lain. Sebagai contoh seorang petani jagung bisa menjual kontrak berjangka untuk hasil
panen pada spekulator meskipun belum waktunya melakukan panen. Petani akan mendapatkan
perlindungan resiko dari pergerakan naik turun nya harga jagung. Sedangkan pihak spekulator
siap menerima resiko tersebut dengan harapan mendapat keuntungan jika harga jual jagung
mengalami kenaikan dan akan mengalami kerugian jika harga jual jagung menurun.
Manfaat kedua dari derivatif adalah sebagai sebuah aksi untuk mengambil keuntungan
dengan memanfaatkan perbedaan nilai suatu aset acuan dan nilai satu aset lainnya. Contohnya
mengambil keuntungan dari perbedaan harga indeks LQ-45 (ILQ-45) di Bursa Efek Jakarta dan
harga ILQ-45 di Bursa Efek Surabaya (future market).
Kesimpulan
Pemerintah menghapus pajak penghasilan hasil (PPh) transaksi derivatif yang
diperdagangakan melalui bursa. Keputusan ini tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) No.31
Tahun 2011 tentang Pencabutan PP No.17 Tahun 2009 tentang Pajak Penghasilan atas
Penghasilan dari Transaksi Derivatif Berupa Kontrak Berjangka yang Diperdagangkan di Bursa.
Pada akhirnya besaran PPh diturunkan menjadi 0,1 persen dari margin awal.
Rekomendasi
Perusahaan sebaiknya mengungkapkan dan menyajikan instrumen derivatif secara lebih
rinci di dalam laporan keuangan Perusahaan sesuai dengan tujuan dari dilakukannya instrumen
derivatif tersebut, untuk tujuan spekulasi atau untuk lindung nilai (hedging).