Anda di halaman 1dari 24

Atresia Trikuspid

Latar belakang: Atresia trikuspid dapat didefinisikan sebagai agenesis atau


ketiadaan kongenital katup trikuspid. Ia adalah kelainan jantung kongenital
sianotik tersering ketiga; kedua kelainan jantung kongenital sianotik lainnya yang
paling sering ditemukan adalah transposisi arteri mayor dan tetralogi Fallot.
Atresia trikuspid adalah penyebab sianosis tersering dengan hipertrofi ventrikel
kiri.
Meskipun beberapa penulis menyatakan bahwa Holmes (1824) atau Kuhne
(1906) yang pertama kali melaporkan atresia trikuspid, telaah historis yang
metodik dan mendalam oleh Rashkind menunjukkan bahwa Kreysig melaporkan
kasus yang pertama kali pada tahun 1817. Laporan tahun 1812 oleh editor London
Medical Review tampaknya memenuhi gambaran atresia trikuspid, namun mereka
tidak menggunakan istilah yang spesifik ini.

Terminologi
Sedikit lebih dari 2 dekade yang lalu, terminologi untuk defek ini (yaitu
atresia trikuspid, jantung tanpa ventrikel, hubungan atrioventrikel tanpa ventrikel)
diperdebatkan secara intensif. Perdebatan ini dirangkum dalam The American
Journal of Cardiology terbitan tahun 1990, di mana Rao menyajikan bukti yang
kuat dan mendebat berdasarkan data yang dikumpulkan oleh Bharati, Wenink dan
Ottenkamp, Gessner, dan Rao untuk mendukung atresia trikuspid sebagai istilah
yang tepat dan logis untuk menggambarkan kondisi klinik dan patologik yang
telah banyak diketahui ini.

Embriologi
Katup atrioventrikuler berkembang segera setelah kanalis atrioventrikuler
membelah. Daun-daun katup trikuspid memiliki beberapa asal. Daun katup septal
dari katup trikuspid sebagian besar berkembang dari ceruk endokardial inferior
dengan sedikit kontribusi dari ceruk superior. Daun katup trikuspid anteriod dan
posterior terbentuk melalui penebalan segaris jaringan otot ventrikel. Proses

1
penebalan ini meluas hingga taut katup atrioventrikel tercapai. Resorpsi jaringan
otot menghasilkan daun katup dan korda tendinea yang tampak normal. Penyatuan
unsur-unsur daun katup yang sedang berkembang menghasilkan stenosis (fusi
parsial) atau atresia (fusi sempurna) katup tersebut.
Apakah terbentuk atresia trikuspid tipe muskuler atau terbentuk daun-daun
katup trikuspid yang sempurna namun menyatu bergantung pada tahap
perkembangan ketika terjadi kelainan embriologiknya.
Bentuk muskuler klasik dari atresia trikuspid terjadi bila kelainan
embriologiknya terjadi pada awal kehamilan, dan daun-daun katup yang menyatu
dengan bentuk yang lebih sempurna terjadi bila kelainan embriologiknya terjadi
sedikit lebih lambat dibanding kelainan awal tadi. Jika fusi katupnya tak
sempurna, maka terjadi stenosis katup trikuspid.
Gambaran patologik, klinik dan elektrokardiografik dari stenosis dan
atresia trikuspid sama. Maka, fakta bahwa stenosis trikuspid kongenital terisolasi
menjadi anggota kelompok defek atresia trikuspid dan bahwa perkembangan
embriologiknya sama bukanlah hal yang mengejutkan. Maka, stenosis katup
trikuspid, atresia trikuspid dengan daun katup yang terbentuk sempurna namun
menyatu, dan atresia trikuspid tipe muskuler merupakan satu spektrum kelainan
morfologik.

Anatomi
Kelainan anatomi atresia trikuspid paling mudah dipahami dengan membahas
variasi-variasi pada morfologi katup, sebagai berikut:
- Tipe tersering atresia trikuspid adalah muskuler. Ia ditandai oleh cekungan
atau penebalan fibrosa terlokalisir pada dasar atrium kanan di lokasi katup
trikuspid yang diharapkan. Varian muskuler terjadi pada 89% kasus.
- Pada tipe membranosa (6,6%), bagian atrioventrikuler dari septum
membranosa membentuk dasar atrium kanan di lokasi katup trikuspid yang
diharapkan. Tipe khusus ini tampaknya berhubungan dengan tidak adanya
daun katup pulmonal.
- Kuspis valvar minute menyatu pada tipe valvar (1%).

2
- Pada tipe Ebstein (2,6%), fusi daun katup trikuspid terjadi; penempelannya
tergeser ke bawah, dan terjadi penempelan daun katup ke dinding ventrikel
kanan. Varian ini jarang namun sudah dipahami dengan baik.
- Tipe kanalis atrioventrikuler sangat jarang (0,2%). Pada tipe ini, satu daun
katup dari katup atrioventrikuler kommunis menutup satu-satunya jalan masuk
ke ventrikel kanan.
- Pada tipe terakhir, tanpa pelindung dengan sekat muskuler (0,6%), taut
atrioventrikuler tidak tertutupi, namun bagian inlet (aliran masuk) dari
ventrikel kanan morfologik terpisah dari bagian outlet (aliran keluar) oleh
suatu sekat muskuler.
Atrium kanan membesar dan mengalami hipertrofi. Dibutuhkan hubungan
interatrial untuk menjamin kelangsungan hidup pasien. Hubungan ini paling
umum adalah foramen ovale paten yang teregang. Kadang-kadang ditemukan
defek septum atrium ostium primum atau ostium sekundum (ASD). Pada kasus-
kasus yang jarang, foramen ovale paten tadi tersumbat dan dapat membentuk
aneurisma fossa ovalis, yang kadang-kadang cukup besar untuk menghasilkan
sumbatan aliran masuk lewat katup mitral. Atrium kiri dapat membesar,
khususnya bila aliran darah paru meningkat. Katup mitral secara morfologik
normal; ia jarang tak kompeten dan memiliki orifisium yang besar. Ventrikel kiri
membesar dan mengalami hipertrofi namun seringkali normal secara morfologik.
Defek septum ventrikel (VSD) biasanya kecil; namun, ia dapat berukuran
besar, atau kadang-kadang ditemukan beberapa VSD. Septum ventrikelnya jarang
intak. Bila ada, VSD-nya dapat bertipe konoventrikuler atau perimembranosa (di
sebelah inferior pita septal), ia dapat bertipe kelainan kesegarisan septum konal
(antara lengan-lengan pita septal), atau ia dapat bertipe muskuler atau kanalis
atrioventrikuler. VSD muskuler adalah kelainan yang paling sering ditemukan dan
biasanya restriktif; mereka menyebabkan stenosis subpulmonal pada pasien-
pasien dengan arteri-arteri mayor yang hubungannya normal dan mirip sumbatan
subaortik pada pasien-pasien dengan transposisi arteri mayor.
Ventrikel kanan mengecil dan hipoplastik, dan ukurannya sebagian besar
bergantung pada tipe anatomiknya. Pada pasien-pasien dengan VSD besar atau

3
transposisi arteri mayor, ukuran ventrikel kanannya mungkin lebih besar namun,
pada pasien-pasien ini pun ventrikel kanannya tetap lebih kecil daripada normal.
pada pasien-pasien dengan atresia pulmonal dan arteri-arteri mayor yang
hubungannya normal, ventrikel kanannya berukuran kecil dan mungkin terlewat
dari deteksi. Namun, biasanya ia memang benar-benar ventrikel kanan sejati pada
sebagian besar pasien; ia tersusun oleh infundibulum yang berbatas tegas dengan
pita (jaringan otot) septal dan parietal dan sinus dengan trabekule, yang dapat
berhubungan dengan ventrikel kiri melalui VSD. Per definisinya, daerah inflow
(aliran masuk) tidak ada, meskipun otot-otot papiler kadang-kadang dapat
ditemukan.
Hubungan arteri mayor dapat bervariasi dan membentuk dasar klasifikasi
mayornya. Sumbatan traktus aliran keluar pulmonal ditemukan pada sebagian
besar kasus atresia trikuspid dan digunakan dalam skema klasifikasinya. Aortanya
normal atau sedikit lebih besar dibanding normal. Pada 30% pasien, ditemukan
berbagai kelainan jantung yang menyertainya; yang paling penting adalah
koarktasio aorta dan vena kava superior kiri persisten.
Kelainan-kelainan jantung yang menyertai atresia trikuspid adalah sebagai
berikut:
1) Defek-defek yang membentuk dasar klasifikasi adalah sebagai berikut:
- D-transposisi arteri-arteri mayor
- L-transposisi arteri-arteri mayor
- Ventrikel kanan double outlet
- Ventrikel kiri double outlet
- Malposisi-malposisi arteri-arteri mayor lainnya
- Trunkus arteriosus
2) Defek-defek yang mungkin membutuhkan perhatian sebelum atau pada saat
koreksi bedah total atau paliatif adalah sebagai berikut:
- Ketiadaan katup pulmonal
- Aneurisma septum atrial
- Kelainan pangkal arteri-arteri koroner dari arteri pulmonalis
- Kelainan pangkal arteri subklavia kiri

4
- Kelainan pangkal arteri subklavia kanan
- Fistula aortopulmonal
- Koarktasio aorta
- Atrium kommunis
- Cor triatriatum dekster
- Defek septum sinus koronarius
- Arkus aorta ganda
- Atrium kiri double outlet
- Hemitrunkus
- Aorta asenden hipoplastik dan/atau atresia aorta
- ASD ostium primum
- Ventrikel kanan parchment (perkamen)
- Duktus arteriosus persisten
- Vena kava superior kiri persisten
- Arkus aorta kanan
- Stenosis subaortik
- Kelainan total hubungan vena pulmonalis
- Hipoplasia tubuler pada arkus aorta
- Stenosis aortik valvar
3) Defek-defek lainnya yang terkait adalah sebagai berikut:
- Jukstaposisi apendiks-apendiks atrium
- Kelainan masuknya sinus koronarius ke atrium kiri

Subtipe
Atresia trikuspid diklasifikasikan menurut morfologi katupnya, gambaran
radiografik petanda-petanda vaskuler pulmonal, dan defek-defek jantung yang
menyertainya.
Van Praagh dkk pada awalnya mengusulkan suatu klasifikasi berdasarkan
morfologi katup trikuspid yang atretik. Ia dan beberapa peneliti lainnya kemudian
memodifikasi dan memperluas klasifikasinya, seperti dilaporkan dalam Tricuspid
Atresia (Rao, 1992). Semua tipe morfologik lainnya dijelaskan dalam bagian

5
Anatomi. Untuk contoh-contoh patologik, ekokardiografik, dan angiografik,
khususnya tipe-tipe anatomik yang langka, para pembaca yang tertarik
dipersilahkan membaca Tricuspid Atresia (Rao, 1992), dan Atlas of Heart
Disease: Congenital Heart Disease (Braunwald, 1997).
Astley dkk (1953) mengusulkan klasifikasi berikut ini berdasarkan
petanda-petanda vaskuler paru melalui foto thoraks: Kelompok A adalah kasus-
kasus dengan penurunan corakan vaskuler paru, dan kelompok B adalah kasus-
kasus dengan peningkatan corakan vaskuler paru. Dick dkk menambahkan
kelompok ketiga, kelompok C, untuk menggambarkan kasus-kasus dengan
transisi dari peningkatan ke penurunan corakan vaskuler paru. Tipe klasifikasi ini
memiliki beberapa arti klinis, meskipun definisi-definisi yang lebih tepat dari hal
ini seringkali dapat dibuat menggunakan ekokardiografi Doppler dan
ekokardiografi 2 dimensi non invasif (2D).
Pada tahun 1906, Kuhne pertama kali mengusulkan klasifikasi
berdasarkan hubungan arteri-arteri mayor, yang diperbaharui oleh Edwards dan
Burchell pada tahun 1949. Keith, Rowe dan Vlad mempopulerkan klasifikasi ini
pada tahun 1967. Peneliti-peneliti lainnya telah menawarkan berbagai klasifikasi
yang lain. Klasifikasi-klasifikasi ini dibahas secara mendalam dalam American
Heart Journal dan Tricuspid Atresia (Rao, 1992). Meskipun klasifikasi-klasifikasi
ini umumnya bagus, tersingkirnya beberapa variasi pada hubungan arteri mayor
dari klasifikasi-klasifikasi tadi dan tidak adanya konsistensi dalam subgrup adalah
hal yang mengganggu. Karenanya, kami mengusulkan klasifikasi baru berikut ini
yang komprehensif namun menyatu (diambil dari Rao, 1980):
1) Pengelompokkan utama tetap berdasarkan hubungan antar arteri-arteri mayor
berikut ini:
a) Tipe I – arteri-arteri mayor yang hubungannya normal
b) Tipe II – D-transposisi arteri-arteri mayor
c) Tipe III – Kelainan posisi arteri mayor selain D-transposisi arteri-arteri
mayor:
- Subtipe 1 – L-transposisi arteri-arteri mayor
- Subtipe 2 – Ventrikel kanan double outlet

6
- Subtipe 3 – Ventrikel kiri double outlet
- Subtipe 4 – D-malposisi arteri-arteri mayor (malposisi yang terkoreksi
secara anatomik)
- Subtipe 5 – L-malposisi arteri-arteri mayor (malposisi yang terkoreksi
secara anatomik)
d) Tipe IV – Trunkus arteriosus persisten
2) Semua tipe dan subtipe dibagi menjadi subgrup-subgrup berikut ini:
- Subgrup a – atresia pulmonal
- Subgrup b – stenosis atau hipoplasia pulmonal
- Subgrup c – tanpa stenosis pulmonal (arteri-arteri pulmonalis normal)
Setelah kategorisasi di atas, status septum ventrikel (intak atau VSD) dan
keberadaan malformasi-malformasi lainnya yang terkait juga dilaporkan (lihat
kelainan-kelainan jantung yang menyertai pada atresia trikuspid).
Klasifikasi yang menyatu ini melibatkan semua kelainan yang sebelumnya
telah dijelaskan pada posisi-posisi arteri-arteri mayor dan dapat diperluas lebih
lanjut bila terungkap variasi-variasi baru. Klasifikasi ini mempertahankan
keseragaman subgrup dan mempertahankan prinsip-prinsip dasar klasifikasi yang
dibuat oleh Kuhne, Edwards dan Buchell, dan Keith, Rowe, dan Vlad.

Patofisiologi:

Sirkulasi prenatal
Meskipun terjadi perubahan sirkulasi janin yang bermakna secara klinis
pada atresia trikuspid, perubahan-perubahan seperti itu tidak berdampak buruk
pada perkembangan janin. Pada janin dengan jantung yang terbentuk normal, satu
bagian bermakna dari darah yang sangat jenuh (kaya O 2) di vena kava inferior,
yang membawa aliran balik vena umbilikalis dari plasenta, dialihkan ke atrium
kiri melalui foramen ovale yang paten. Dari situ, darah mengalir ke ventrikel kiri
dan aorta. Maka, otak dan jantung mendapat darah dengan tekanan oksigen parsial
(PO2) yang tinggi.

7
Darah yang tak jenuh (kaya CO2) di vena kava superior berjalan melewati
katup trikuspid, ventrikel kanan dan arteri pulmonalis. Karena tahanan vaskuler
paru (PVR) yang tinggi, darah yang tak jenuh tadi kemudian dialihkan ke duktus
arteriosus ke aorta desenden dan arteri umbilikalis. Darah kemudian kembali ke
plasenta untuk oksigenasi.
Pada atresia trikuspid, darah dari kedua vena kava dipaksa melewati
foramen ovale paten ke dalam jantung kiri. Sebagai akibatnya, perbedaan PO 2
yang ada pada janin yang tumbuh normal tak ditemukan pada janin dengan atresia
trikuspid. Penurunan PO2 ke otak dan janting serta peninggian PO 2 ke paru-paru
tampaknya tidak menimbulkan kelainan-kelainan postnatal yang dapat dibedakan
secara klinis.
Pada pasien-pasien dengan atresia trikuspid yang disertai atresia pulmonal
(tipe Ia dan IIa), aliran darah paru dipenuhi seluruhnya melalui duktus arteriosus.
Maka, duktus hanya membawa 8-10% dari keseluruhan curah jantung ventrikuler
dibandingkan dengan 66% dari keseluruhan curah jantung ventrikuler pada janin
normal. Juga, angulasi akut duktus arteriosus terjadi di pangkalnya karena
membaliknya arah aliran duktal. Kedua faktor ini dapat membuat duktus
arteriosus menjadi kurang responsif terhadap rangsangan postnatal dibanding
seharusnya.
Pada janin dengan atresia trikuspid tipe I anatomi dan VSD kecil atau
tanpa VSD (tipe Ia dan Ib), hampir semua curah ventrikel kiri dikeluarkan ke
aorta dan diangkut turun ke plasenta. Akibatnya, istmus aorta membawa proporsi
curah jantung yang lebih besar daripada normal, hal ini dianggap sebagai alasan
untuk jarangnya koarktasio aorta pada sebagian pasien dengan atresia trikuspid
ini.
Sebaliknya, pada pasien-pasien dengan atresia trikuspid tipe II (transposisi
arteri-arteri mayor), lebih banyak darah yang lewat di duktus arteriosus ke aorta
desenden. Maka, aliran melewati istmus menjadi minimal, yang berkontribusi
pada insidensi koarktasio aorta yang relatif tinggi pada sebagian pasien ini.

8
Sirkulasi postnatal
Karena katup trikuspid yang atretik, semua darah vena sistemik harus
dipirau melewati hubungan septum interatrial ke atrium kiri. Pirau yang wajib
terjadi ini menyebabkan percampuran semua darah vena sistemik dan aliran balik
vena pulmonalis. Darah ini kemudian masuk ke ventrikel kiri melalui katup
mitral. Aliran ini terjadi pada semua tipe kecuali tipe III subtipe 1 dan 5. Pada
kedua pengecualian ini, katup trikuspid yang secara morfologik atretik terletak di
sisi kiri karena inversi ventrikel; maka, patofisiologinya adalah atresia mitral
dengan akibat pirau aliran balik vena pulmonalis kiri ke kanan.
Pada pasien-pasien dengan arteri-arteri mayor yang berhubungan normal
(tipe I) dan VSD, pirau melewati VSD memungkinkan perfusi paru-paru. Bila
tidak ada VSD, darah paru mengalir melalui duktus arteriosus persisten atau
pembuluh darah kolateral aortopulmonal. Perfusi paru sangat penting bagi
kelangsungan hidup pasien. Aliran darah sistemik berasal langsung dari ventrikel
kiri.
Pada pasien-pasien dengan D-transposisi arteri-arteri mayor (tipe II), paru-
paru mendapat aliran darah dari ventrikel kiri. Aorta menerima darah dari
ventrikel kiri melalui VSD dan dari ventrikel kanan. Pada tipe-tipe atresia
trikuspid yang lain, jalur aliran darah arteri pulmonalis dan aorta bergantung pada
ukuran VSD dan defek-defek jantung yang menyertainya.

Prinsip-prinsip fisiologik lainnya


Desaturasi arterial
Desaturasi arterial sistemik ditemukan pada semua pasien atresia trikuspid
karena percampuran darah sistemik, koroner, dan aliran balik vena pulmonalis di
atrium kiri yang tak dapat dihindari. Derajat desaturasi arterial bergantung pada
jumlah aliran darah pulmonalis. Saturasi oksigen arterial memiliki hubungan
kurvilinier, dengan rasio aliran darah pulmonal terhadap sistemik (Qp:Qs) yang
mencerminkan aliran darah pulmonal. Rasio Qp:Qs sebesar 1,5 sampai 2,5
tampaknya menghasilkan saturasi oksigen yang adekuat. Aliran darah pulmonal

9
yang lebih tinggi tidak meningkatkan saturasi oksigen secara bermakna namun
justru menghasilkan kelebihan volume (overloading) ventrikel kiri.

Aliran darah pulmonal


Gambaran klinis atresia trikuspid sebagian besar bergantung pada
kuantitas aliran darah pulmonal. Neonatus dengan penurunan aliran pulmonal
yang bermakna tampaknya pada awal periode neonatalnya akan menunjukkan
tanda-tanda sianosis berat, hipoksemi dan asidosis. Sebaliknya, jika aliran darah
pulmonalnya meningkat, neonatus mungkin tak tampak sianotik namun dapat
menunjukkan tanda-tanda gagal jantung. Pasien-pasien dengan oligemia pulmonal
biaanya menderita atresia tipe I (arteri-arteri mayor yang hubungannya normal);
pasien-pasien dengan plethora pulmonal biasanya menderita atresia trikuspid tipe
II (transposisi arteri-arteri mayor) dan yang lebih langka yaitu tipe Ic.
Besarnya aliran darah pulmonal tanpa riwayat koreksi bedah sebelumnya
bergantung sebagian besar pada derajat sumbatan traktus outflow pulmonal dan
patensi duktus arteriosus. Pada pasien-pasien dengan defek tipe I, sumbatannya
berada di tingkat valvar, subvalvar, atau yang tersering pada tingkat VSD. Pada
pasien-pasien dengan defek tipe II, sumbatannya di tingkat valvar atau subvalvar.
Pada pasien-pasien dengan defek tipe I, VSD-nya berukuran besar dan
nonrestriktif tanpa stenosis pulmonal, aliran parunya berbanding terbalik dengan
rasio tahanan vaskuler pulmonal terhadap sistemik. Jika duktusnya paten atau bila
dilakukan operasi pirau arteri sistemik ke pulmonal, maka aliran darah
pulmonalnya proporsional dengan ukuran hubungan aortopulmonal yang alami
atau dari hasil operasi tadi.

Overloading volume ventrikel kiri


Ventrikel kiri memompa seluruh curah jantung sistemik, koroner dan
pulmonal. Maka, overloading volume ventrikel kiri ditemukan pada semua pasien
atresia trikuspid. Derajat overloading volume meningkat lebih lanjut bila ada
sumbatan outflow pulmonal ringan atau tanpa sumbatan tadi atau bila dilakukan
pirau arteri sistemik ke pulmonal. Karena fungsi ventrikel kiri yang normal sangat

10
penting bagi operasi Fontan yang berhasil, pemeliharaan fungsi ventrikel kiri yang
normal wajib diusahakan. Fungsi ventrikel kiri cenderung berkurang seiring
bertambahnya usia, meningkatnya Qp:Qs, dan desaturasi arterial.

Sumbatan hubungan interatrial


Patensi hubungan interatrial, biasanya foramen ovale paten, sangat penting
bagi kelangsungan hidup. Karena keseluruhan darah vena sistemik harus masuk
melalui hubungan interatrial, terjadinya sumbatan interatrial bukanlah hal yang
tak terduga, namun jarang bermakna secara klinis. Pirau kanan ke kiri terjadi pada
akhir diastol atrial, dengan peningkatan aliran pada saat sistol atrial.
Pada pasien-pasien dengan sumbatan, sumbatan foramen ovale paten
dianggap ada bila rerata perbedaan tekanan antar atria lebih dari 5 mmHg dan
ditemukan gelombang a tinggi pada perekaman tekanan atrium kanan. Evaluasi
klinis dapat menunjukkan gelombang-gelombang yang menonjol pada nadi vena
jugularis, pulsasi hepatik presistolik, dan hepatomegali.

Perubahan hemodinamik
Beberapa perubahan hemodinamik terjadi ketika bayi dengan atresia
trikuspid tumbuh besar. Perubahan-perubahan ini meliputi duktus arteriosus, ASD,
dan VSD.
Penutupan duktus arteriosus pada neonatus dengan sumbatan traktus
outflow pulmonal yang berat atau atresia menghasilkan hipoksemi, dan pemberian
prostaglandin E1 (PGE1) atau pembuatan pirau arteri sistemik ke pulmonal lewat
operasi harus dilakukan.
Tentang ASD, dapat terbentuk hubungan interatrial restriktif,
menyebabkan kongesti vena sistemik. Septostomi atrial lewat operasi atau
transkateter mungkin dibutuhkan.
Patensi VSD sangat penting untuk mempertahankan pirau intrakardiak
yang dibutuhkan untuk kelangsungan hidup pasien; VSD-VSD yang paten ini
dinamai VSD yang menguntungkan secara fisiologik. Penutupan anatomik parsial
atau sempurna dan penutupan fungsional telah dilaporkan. Penutupan fungsional

11
VSD secara berkala menyebabkan serangan-serangan sianotik pada atresia
trikuspid. Etiologi penutupan seperti ini masih belum diketahui namun tampaknya
sama dengan yang dipostulatkan pada Tetralogi Fallot. Penutupan VSD pada tipe I
dapat menghasilkan sianosis progresif, peningkatan polisitemia, dan penurunan
atau menghilangnya bising VSD. Penutupan parsial maupun sempurna telah
dilaporkan dan membutuhkan intervensi bedah lebih dini daripada yang
diperkirakan.
Penutupan VSD pada tipe II (Transposisi) menyebabkan sumbatan outflow
subaortik, yaitu sistemik. Penutupan parsial telah dilaporkan, namun sepanjang
pengetahuan penulis belum pernah dilaporkan penutupan sempurna. Penutupan
parsial menghasilkan peningkatan massa ventrikel kiri, mempersulit operasi
Fontan di kemudian hari.
Dari penelitian penulis dan penelitian Sauer dan Hall (1980), taksiran
prevalensi penutupan VSD spontan adalah 38-48%. Prevalensi ini mirip dengan
VSD terisolasi. Penutupan VSD dilaporkan pada pasien-pasien yang lebih muda
dari 1 tahun hingga yang berusia 20 tahun, dengan median usia 1,3 tahun. Statistik
ini juga mirip dengan yang dijumpai pada defek terisolasi. Mekanisme penutupan
yang paling umum adalah pendekatan otot tepi defek secara progresif dengan
fibrosis dan penutupan oleh proliferasi endokardium, meskipun mekanisme-
mekanisme penutupan lainnya dari VSD terisolasi telah dilaporkan. Bagaimana
penutupan seperti ini dicetuskan masih belum diketahui.

Frekuensi
- Di AS: Meskipun insidensi atresia trikuspid yang sebenarnya masih belum
diketahui, prevalensi atresia trikuspid di antara defek-defek jantung kongenital
diperkirakan sebesar 2,9% pada hasil otopsi dan 1,4% pada penelitian klinis
setelah dilakukan telaah yang mendalam. Mengingat prevalensi defek jantung
kongenital sebesar 0,8% pada bayi-bayi yang lahir hidup, atresia trikuspid
dapat diperkirakan terjadi pada kira-kira 1 per 10.000 kelahiran hidup.
- Internasional: Telaah yang luas di kepustakaan tak menemukan perbedaan
prevalensi atresia trikuspid antara Amerika Serikat dan negara-negara di benua

12
yang lain, meskipun perbedaan geografik pada prevalensi stenosis aortik dan
koarktasio aorta telah dilaporkan.

Mortalitas / Morbiditas: Prognosis yang buruk dari pasien-pasien atresia


trikuspid yang tak diterapi sudah dimengerti; hanya 10-20% bayi yang dapat
bertahan hidup melewati usia satu tahun.
- Terjadi mortalitas yang cukup dini dan dapat dihubungkan dengan hipoksemi,
gagal jantung, intervensi bedah, atau kombinasinya. Paliasi bedah untuk
menormalkan aliran darah paru melalui pirau arteri sistemik ke pulmonal pada
neonatus-neonatus dengan oligemia pulmonal dan pengikatan arteri
pulmonalis pada bayi-bayi dengan aliran pulmonal yang sangat meningkat
dapat memperbaiki angka ketahanan hidup.
- Tersedianya PEG1 untuk mempertahankan agar duktus tetap terbuka dan
kemajuan-kemajuan pada bidang perawatan neonatal (yaitu identifikasi dini,
transpor yang aman ke pusat rujukan, diagnosis noninvasif melalui
ekokardiografi), anestesi, dan teknik-teknik bedah semestinya akan makin
menurunkan angka mortalitas dini.
- Setelah angka mortalitas dini yang tinggi, kurva ketahanan hidup menjadi
stabil dan mencapai plateau. Pada pasien-pasien yang berusia kira-kira 15
tahun, dimulai penurunan ketahanan hidup yang kedua dan terus berlanjut
hingga sisa periode pengamatannya. Tindakan koreksi Fontan secara fisiologik
dapat memulihkan mortalitas lambat ini. Apakah manfaat-manfaat dari
tindakan Fontan (yaitu memperbaiki hipoksemi dan menghilangkan overload
volume ventrikel kiri) dapat memperbaiki angka ketahanan hidup masih
belum jelas. Data pendahuluan menunjukkan bahwa tindakan ini memang
dapat memperbaiki angka ketahanan hidup, bahkan setelah memperhitungkan
angka mortalitas dini dan lambat dari operasi itu sendiri. Potensi untuk
perbaikan prognosis ini berarti bahwa tiap-tiap pasien dengan atresia trikuspid
akan menjalani terapi medis dan bedah secara agresif.
- Pasien-pasien dewasa yang memiliki sirkulasi Fontan klasik memiliki angka
mortalitas dini (28%) dan morbiditas yang tinggi. Angka morbiditas tadi

13
terkait dengan operasi ulang (58%) untuk memperbaiki hubungan-hubungan
Fontan, aritmia (56%) dan serangan tromboembolik (25%). Pasien-pasien
dengan hubungan kavopulmonal total tampaknya memiliki perbaikan
ketahanan hidup dan penurunan angka morbiditas, meskipun follow up pada
pasien-pasien ini masih relatif singkat.
- Perjalanan alamiah dari defek-defek komponen (yaitu duktus arteriosus
persisten, ASD dan/atau foramen ovale paten, dan VSD) disajikan pada
perubahan-perubahan hemodinamik yang sudah dibicarakan di atas.

Ras:
- Meskipun data pada tahun 1950-an dan awal tahun 1960-an menunjukkan
bahwa prevalensi penyakit jantung kongenital lebih tinggi pada keturunan
Kaukasia dibanding Afrika-Amerika, analisis statistik yang mendalam dan
benar oleh Mitchell dkk menunjukkan bahwa prevalensi penyakit jantung
kongenital sebenarnya sebanding pada ras Kaukasia dan Afrika-Amerika (8,3
vs 8,1 per 1000).
- Menurut Schriere (1963), insidensi atresia trikuspid di antara penyakit jantung
kongenital adalah 1,2% pada ras Kaukasia dan 1,4% pada ras Afrika-Amerika,
menunjukkan bahwa tidak ada predileksi rasial.
- Selain itu, telaah mendalam dan tabulasi prevalensi atresia trikuspid di
populasi dari beberapa benua tak menunjukkan perbedaan prevalensi
meskipun komposisi ras di benua-benua ini berbeda. Maka, tidak ada
predileksi rasial yang spesifik untuk atresia trikuspid.

Jenis kelamin:
- Para peneliti menunjukkan sedikit preponderansi pada laki-laki untuk
menderita atresia trikuspid. Telaah mendalam pada 1857 kasus
mengungkapkan bahwa 53% kasus terjadi pada pasien laki-laki dan 47%
terjadi pada pasien perempuan. Namun, temuan ini tidak bermakna secara
statistik (P > 0,01), menunjukkan bahwa tidak ada bukti untuk predileksi jenis
kelamin.

14
- Dick dkk menyatakan bahwa preponderansi laki-laki hanya ada pada pasien-
pasien dengan atresia trikuspid yang disertai transposisi. Untuk menguji
hipotesis ini, mereka mengevaluasi data pasien-pasien di mana diketahui jenis
kelamin dan hubungan arteri-arteri mayornya. Pada pasien-pasien tanpa
transposisi arteri-arteri mayor, prevalensinya adalah 54% pada pasien laki-laki
dan 46% pada pasien perempuan (P > 0,1). Pada pasien-pasien dengan
transposisi arteri-arteri mayor, prevalensinya lebih tinggi pada pasien laki-laki
dibanding perempuan (66% vs 34%; P < 0,5). Maka, preponderansi laki-laki
untuk atresia trikuspid ditemukan pada pasien-pasien dengan transposisi
arteri-arteri mayor.

Usia: Pasien-pasien dengan atresia trikuspid menderita sejak awal kehidupannya.


- Separuh pasien mulai menunjukkan gejala pada hari pertama kehidupannya,
dua pertiga mulai mengalami gejala pada akhir minggu pertama
kehidupannya, dan 80% mulai mengalami gejala pada bulan pertama
kehidupannya. Tak lebih dari 15% pasien yang mulai mengalami gejala-gejala
untuk pertama kalinya setelah berusia lebih dari 2 bulan.
- Besarnya aliran darah paru menentukan waktu dan cara presentasi gejalanya.
- Neonatus-neonatus dengan oligemia pulmonal pada awal hidupnya mengalami
sianosis, sedangkan pasien-pasien dengan plethora pulmonal menunjukkan
tanda-tanda gagal jantung kongestif, sianosis, atau keduanya yang muncul
sedikit lebih lambat, bergantung pada besarnya aliran darah paru.

KLINIS

Anamnesis: Gejala-gejala atresia trikuspid muncul sejak awal kehidupan. Hampir


separuh pasien mengalami gejala pada hari pertama kehidupannya, dan 80%
menjadi simptomatik pada bulan pertama hidupnya. Gambaran klinisnya sebagian
besar bergantung pada besarnya aliran darah pulmonal. Kedua presentasi yang
paling banyak ditemukan adalah penurunan aliran darah paru dan peningkatan
aliran darah paru.

15
a) Sianosis terjadi pada beberapa hari pertama kehidupan pada bayi-bayi dengan
oligemia pulmonal.
- Makin rendah aliran darah pulmonalnya, makin dini bayi menjadi sianotik.
- Hiperpneu dan asidosis juga ditemukan bila aliran darah pulmonalnya
sangat berkurang.
- Sebagian besar bayi memiliki defek tipe Ib. Jika atresia pulmonal juga
ditemukan (subgrup a), sianosis dini muncul ketika duktus mulai menutup.
- Serangan-serangan hipersianotik jarang ditemukan pada neonatus, namun
dapat terjadi pada akhir masa bayi.
b) Pasien-pasien dengan plethora pulmonal mengalami gejala-gejala dipsneu,
kelelahan, sulit menetek, dan berkeringat, yang mengarah ke gagal jantung
kongestif.
- Sianosis minimal bila ada.
- Gejala-gejala lainnya yang dapat ditemukan meliputi gagal tumbuh dan
infeksi saluran pernapasan berulang.
- Sebagian besar gejala muncul dalam beberapa minggu pertama kehidupan,
meskipun ada pasien-pasien yang gejalanya muncul dalam minggu
pertama.
- Sebagian besar pasien menderita tipe IIc (yaitu transposisi tanpa stenosis
pulmonal, namun dengan VSD); sebagian menderita tipe Ic (yaitu
hubungan arteri-arteri mayor yang normal dan tanpa stenosis pulmonal,
dengan VSD).
- Koarktasio aorta dapat ditemukan pada pasien-pasien dengan defek tipe II;
pada pasien-pasien ini, awitan gagal jantungnya dini.
c) Pasien-pasien yang langka dengan sianosis yang muncul lebih lambat dapat
mengalami intoleransi aktivitas fisik dan bising jantung.

Fisik: Temuan-temuan fisik untuk oligemia pulmonal dan plethora pulmonal


dibicarakan secara terpisah.
a) Pasien-pasien dengan oligemia pulmonal dapat menderita sianosis sentral,
takipneu atau hiperpneu, denyut nadi normal, dan gelombang a yang menonjol

16
pada denyut vena jugularis (bila ada sumbatan interatrial yang bermakna
secara klinis). Tak ditemukan hepatomegali.
- Pada palpasi didapatkan prekordium yang tenang dan tanpa thrill.
- Pada auskultasi, bunyi jantung keduanya tunggal, dan terdengar bising tipe
holosistolik pada batas bawah sternum, mengarah ke VSD. Bising
diastolik biasanya tak terdengar. Pada pasien-pasien dengan atresia
pulmonal, bising holosistoliknya tidak ada, dan kadang-kadang terdengar
bising kontinyu dari duktus arteriosus persisten (PDA).
- Tanda-tanda klinis gagal jantung tak ditemukan.
b) Pasien-pasien dengan plethora pulmonal biasanya menderita takipneu,
takikardi, sianosis minimal (bila ada), penurunan denyut nadi femoralis (jika
ada koarktasio aorta), pulsasi vena-vena leher yang mencolok, dan
hepatomegali.
- Gelombang a yang mencolok pada vena jugularis dan/atau pulsasi hepatik
presistolik dapat ditemukan bila sumbatan interatrialnya berat.
- Denyut prekordial yang meningkat dan hiperdinamik dapat teraba.
- Bunyi jantung kedua dapat tunggal atau terbelah, dan bunyi jantung ketiga
di apeks dapat terdengar.
- Temuan-temuan tambahan pada auskultasi meliputi bising holosistolik dari
VSD pada batas kiri bawah sternum dan bising (rumble) middiastolik di
apeks.
- Tanda-tanda klinis gagal jantung kongestif biasanya ditemukan.
c) Masalah-masalah yang terkait dengan sianosis kronik, seperti jari tabuh,
polisitemia, anemia relatif, stroke, abses otak, kelainan pembekuan darah, dan
hiperurikemia mirip dengan yang ditemukan pada penyakit-penyakit jantung
kongenital lainnya.
- Risiko endokarditis bakterial sebanding dengan penyakit-penyakit jantung
kongenital lainnya.
- Aritmia atrial (flutter dan/atau fibrilasi) dapat ditemukan pada anak-anak
yang lebih tua dan remaja dengan sianosis jangka panjang, pirau arteri

17
sistemik ke pulmonal, atau overloading volume ventrikel kiri atau pada
pasien-pasien yang sebelumnya menjalani operasi Fontan klasik.
d) Atresia trikuspid dapat disertai sindrom mata kucing, penyakit Christmas, dan
sindrom asplenia.
e) Kelainan-kelainan ekstrakardiak yang seringkali melibatkan sistem
gastrointestinal atau muskuloskeletal dapat ditemukan pada kira-kira 20%
pasien, seperti ditemukan dalam New England Regional Infant Cardiac
Program.

Penyebab: Etiologi atresia trikuspid tidak diketahui.


a) Hipotesis pewarisan multifaktorial diusulkan untuk menjelaskan semua
penyakit jantung kongenital, termasuk atresia trikuspid.
- Hipotesis ini menyatakan bahwa penyakit terjadi bila janin yang rentan
terpajan suatu pencetus lingkungan tertentu (di mana janin sensitif
terhadapnya) pada saat periode morfogenesis jantung yang kritis.
- Interaksi genetik dan lingkungan ini adalah mekanisme patogenik yang
paling masuk akal untuk penyakit-penyakit jantung kongenital secara
umum dan untuk atresia trikuspid secara khusus.
b) Berbagai faktor risiko secara statistik berhubungan dengan defek-defek
jantung tertentu. Namun, tidak ada faktor spesifik yang teridentifikasi dengan
jelas untuk atresia trikuspid.

Masalah-masalah lain yang perlu dipikirkan:


Pertimbangan diagnosis banding bergantung pada tipe presentasinya,
termasuk sianosis sedang hingga berat dengan penurunan aliran paru pada foto
thoraks dan sianosis ringan dengan peningkatan corakan vaskuler paru pada foto
thoraks dengan atau tanpa gagal jantung kongestif.

Penurunan aliran darah paru


Diagnosis banding bayi-bayi sianotik dengan oligemia pulmonal dibahas
dalam Pertimbangan Khusus. Elektrokardiografi berguna untuk menegakkan

18
diagnosis. Ekokardiografi dan/atau sineangiografi selektif mungkin diperlukan
untuk memastikan diagnosisnya.

Peningkatan aliran darah paru


Diagnosis banding sianosis ringan dengan plethora pulmonal disajikan
pada Pertimbangan Khusus. Meskipun ciri khas vektor superior yang abnormal
(deviasi aksis kiri) dari atresia trikuspid sangat membantu, ia tak ditemukan pada
semua kasus atresia trikuspid dengan transposisi arteri-arteri mayor. Selain itu,
sebagian dari defek-defek yang disajikan dalam Pertimbangan Khusus memiliki
gambaran elektrokardiografik yang mirip. Seringkali ekokardiografi, dan kadang-
kadang angiografi, dibutuhkan untuk memastikan diagnosisnya.

Pemeriksaan-pemeriksaan laboratorium
a) Pulse oximetry dan pemeriksaan gas darah arteri
- Taksiran saturasi oksigen arteri melalui pulse oximetry, yang banyak
tersedia di unit rawat jalan maupun rawat inap, adalah penunjang yang
bermakna pada pemeriksaan klinis. Saturasi oksigen arteri kurang dari 70-
80% sering ditemukan dan membutuhkan intervensi segera untuk
menghilangkan oligemia pulmonal.
- Pemeriksaan gas darah arteri memberikan informasi akurat tentang PO2,
tekanan parsial karbon dioksida (PCO2), dan defisit basa. Tes ini
memberikan data tentang nilai-nilai oksigen darah (misalnya PO2), status
ventilasi (PCO2), dan status metabolik (defisit basa). Namun, ini adalah tes
yang invasif dan tak dapat diandalkan bila anak menjadi rewel atau
menangis pada saat pengambilan sampel darah. Bila infus arterial sudah
terpasang, analisis gas darah sangat bernilai.
b) Pemeriksaan hemoglobin dan hematokrit
- Bila pengukuran saturasi oksigen memberikan nilai pada satu titik waktu,
kadar hemoglobin menunjukkan derajat dan durasi hipoksemi.
Peningkatan kadar hemoglobin secara cepat menunjukkan hipoksemia
yang berat atau sudah berlangsung lama.

19
- Penulis secara rutin melakukan pemeriksaan indeks sel darah merah untuk
memastikan bahwa tidak ada anemia defisiensi besi relatif. Mikrositosis
dan hipokromi menunjukkan defisiensi besi dan membutuhkan terapi
dengan suplemen besi.

Pemeriksaan pencitraan:

a) Foto thoraks
- Foto thoraks adalah penunjang yang bermanfaat dalam evaluasi penyakit
jantung kongenital apapun, termasuk atresia trikuspid. Ciri-ciri radiografik
juga bergantung pada aliran darah paru dan dikategorikan menjadi
kelompok oligemia pulmonal dan plethora pulmonal.
- Jika aliran darah parunya berkurang, jantung berukuran normal atau
sedikit membesar. Jika aliran darah parunya berlebihan, ditemukan
pembesaran jantung sedang hingga berat. Siluet jantung di kepustakaan
digambarkan sebagai bentuk telur, bel, segi empat, atau bentuk sepatu
(coeur en sabot). Namun, menurut pengalaman penulis dan ahli-ahli
lainnya, tidak ada pola konsisten yang bernilai diagnostik untuk atresia
trikuspid. Konkavitas di daerah segmen arteri pulmonalis ditemukan pada
pasien-pasien dengan oligemia pulmonal dan arteri pulmonalis yang kecil
atau atresia pulmonal. Batas atrium kanan mungkin mencolok, khususnya
bila ada sumbatan interatrial. Dengan ASD restriktif, bayangan atrium
kanan dapat mencolok.
- Arkus aorta kanan, yang seringkali ditemukan pada pasien-pasien dengan
tetralogi Fallot (25%) atau trunkus arteriosus (40%), hanya ditemukan
pada 8% dari pasien-pasien yang menderita atresia trikuspid. Pada tipe-
tipe atresia trikuspid yang langka (tipe III, subtipe 1 dan 5), ditemukan
kontur yang tak lazim dari batas kiri jantung akibat pergeseran aorta
asenden ke arah kiri dan anterior.
- Foto thoraks bermanfaat untuk menggambarkan posisi jantung; situs
viseroatrial; dan kelainan-kelainan paru, diafragma, atau vertebra.

20
- Aspek yang paling berguna dari foto thoraks adalah karena ia
memungkinkan pembedaan antara penurunan dan peningkatan corakan
vaskuler paru. Pembedaan ini seringkali adalah satu-satunya hal yang
diperlukan untuk menegakkan diagnosis setelah anamnesis, pemeriksaan
fisik, dan elektrokardiografi dilakukan.

b) Ekokardiografi
- Ekokardiografi 2D menunjukkan ventrikel kanan yang kecil dan
pembesaran atrium kanan, atrium kiri, dan ventrikel kiri. Pada tipe
muskuler dari atresia trikuspid yang paling sering ditemukan, ditemukan
pita gema yang padat di lokasi katup trikuspid biasa terletak. Daun katup
anterior dari katup atrioventrikuler yang dapat terdeteksi menempel pada
sisi kiri septum interatrial. Gambaran-gambaran ekokardiografik ini paling
baik divisualisasikan pada pandangan apikal dan subkostal 4 ruang.
Ukuran atrium kiri dan ukuran serta fungsi ventrikel kiri dapat dinilai
dengan ekokardiografi mode M. Pemeriksaan ulangan saat follow up
bermanfaat untuk mengevaluasi fungsi ventrikel kiri.
- Pembuktian ASD dan VSD menggunakan ekokardiografi 2D sangat
penting, dan pirau yang melewati defek dapat dibuktikan menggunakan
ekokardiografi Doppler. Katup semiluner dapat juga diidentifikasi sebagai
katup pulmonal atau aorta dengan menelusuri pembuluh-pembuluh darah
mayor sampai ke bifurkasio arteri pulmonalis atau sampai terlihat arkus
aorta. Koarktasio aorta, yang lebih sering ditemukan pada pasien-pasien
dengan atresia trikuspid tipe II, dapat dibuktikan pada pandangan titik
suprasternal.
- Ekokardiografi Doppler bermanfaat untuk menunjukkan derajat obstruksi
yang melewati ASD atau VSD, untuk mendeteksi stenosis traktus outflow
ventrikel kanan dan katup pulmonal, dan untuk membuktikan koarktasio
aorta.
- Ekokardiografi kontras dengan injeksi larutan natrium klorida atau bahan
kontras lainnya menunjukkan opasifikasi (kesuraman) atrium kanan,

21
atrium kiri, ventrikel kiri, dan selanjutnya ventrikel kanan, meskipun
pemeriksaan ini tidak diperlukan untuk menegakkan diagnosis.

c) Pemindaian radionuklida
- Pemeriksaan pemindaian radioisotop dapat digunakan untuk
mengidentifikasi dan mengkuantifikasi pirau kanan ke kiri, untuk
membuktikan anatomi jantung melalui angiografi nuklir, dan untuk
mengkuantifikasi perfusi relatif ke kedua paru-paru.
- Namun, pulse oximetry, analisis gas darah, dan ekokardiografi lebih dipilih
karena lebih sederhana dan tidak rumit dibanding pemindaian nuklir untuk
menunjukkan pirau kanan ke kiri dan anatomi jantung.
- Pemindaian perfusi paru kuantitatif bermanfaat bila dicurigai ada stenosis
atau percabangan arteri pulmonalis, khususnya setelah operasi Fontan.

Tes-tes lainnya
Elektrokardiografi:
- Pada bayi dengan sianosis, temuan elektrokardiografik hampir pasti
menegakkan diagnosis atresia trikuspid. Elektrokardiogram menunjukkan
hipertrofi atrium kanan, vektor QRS yang abnormal dan berorientasi ke
superior, deviasi aksis ke kiri pada plana frontal, hipertrofi ventrikel kiri,
dan penurunan kekuatan ventrikel kanan.
- Hipertrofi atrium kanan, bermanifestasi sebagai gelombang P tinggi dan
berpuncak (> 2,5 mm) pada sandapan II dan sandapan-sandapan jantung
kanan dapat ditemukan pada 75% dari pasien-pasien dengan atresia
trikuspid. Gambaran P-trikuspidale dengan puncak ganda, taji, dan
konfigurasi kubah dapat ditemukan. Puncak tinggi di awal terkait dengan
depolarisasi atrium, dan puncak kedua yang lebih rendah dianggap akibat
depolarisasi atrium kiri. Tanpa memandang konfigurasi gelombang P,
durasinya memanjang, yang mungkin disebabkan oleh pembesaran atrium
kanan.

22
- Vektor superior yang abnormal (deviasi aksis kiri 00 sampai -900 pada
plana frontal) ditemukan pada sebagian besar pasien dengan atresia
trikuspid. Vektor abnormal ini ditemukan pada 80% pasien dengan atresia
trikuspid tipe I (arteri-arteri mayor yang hubungannya normal), namun
hanya pada 50% pasien dengan atresia trikuspid tipe II atau III. Aksis
normal (00 sampai +900) atau deviasi aksis kanan (+900 hingga + 1800)
ditemukan pada sebagian kecil pasien, terutama pasien-pasien dengan
atresia trikuspid tipe II atau III.
- Sejumlah mekanisme telah dipostulatkan untuk menjelaskan vektor
superior yang abnormal, termasuk lesi-lesi destruktif pada bundel anterior
kiri, fibrosis pada left bundle branch, right bundle branch yang panjang
bersama dengan pangkal left bundle branch yang terlalu dini, ventrikel
kanan yang kecil, dan ventrikel kiri yang besar. Data dari penelitian-
penelitian aktivasi ventrikel terbaru menunjukkan bahwa vektor superior
tadi kemungkinan besar disebabkan oleh interaksi dari beberapa faktor.
Temuan yang terpenting adalah asinkroni aktivasi ventrikel fase kanan ke
kiri, disproporsi ventrikel kanan ke kirit, dan distribusi massa ventrikel kiri
yang asimetrik yang mendukung ke dinding superior.
- Tanpa memandang kelainan pada vektor plana frontalnya, hipertrofi
ventrikel kiri ditemukan pada sebagian besar pasien. Hal ini biasanya
bermanifestasi sebagai peningkatan amplitudo gelombang S pada
sandapan V1 dan V2 dan gelombang R pada sandapan V5 dan V6.
Perubahan-perubahan gelombang ST-T yang mengarah ke regangan
ventrikel kiri ditemukan pada 50% pasien. Pola hipertrofi ventrikel kiri
berhubungan dengan sifat anatomik dari lesinya dan overload ventrikel
kiri, dan ia disebabkan oleh tidak adanya hambatan terhadap kekuatan
listrik ventrikel kiri oleh ventrikel kanan yang kecil. Hipertrofi biventrikel
kadang-kadang ditemukan; bila pola seperti ini ditemukan, ia biasanya
adalah atresia trikuspid tipe II atau III dengan ventrikel kanan berukuran
normal. Penurunan gelombang R pada sandapan V1 dan V2 dan

23
gelombang S pada sandapan V5 dan V6 disebabkan oleh ventrikel kanan
hipoplastik.

24

Anda mungkin juga menyukai