Anda di halaman 1dari 36

TUGAS MANDIRI FARMAKOLOGI II

ANTIHIPERTENSI

Disusun oleh:
Michelle Suhartono (021611133004)
Kirana Guspiari (021611133005)
Sofia Yusnur Rafida (021611133006)
Fami Widya Pangestika (021611133007)

DEPARTEMEN BIOLOGI ORAL


FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS AIRLANGGA
2018

i
DAFTAR ISI
Halaman Judul ............................................................................................ i
Daftar Isi ...................................................................................................... ii
Daftar Gambar ............................................................................................. iv
Daftar Tabel ................................................................................................. v
1. Hipertensi . ............................................................................................... 1
1.1 Diagnosis Hipertensi . ....................................................................... 1
1.2 Etiologi Hipertensi . .......................................................................... 2
1.3 Regulasi Normal Tekanan Darah . .................................................... 3
2. Antihipertensi. ......................................................................................... 3
2.1 Farmakologi Antihipertensi. ............................................................. 3
2.2 Obat yang mengubah sodium dan keseimbangan air. ....................... 5
3. Antihipertensi yang Memengaruh Saraf Simpatis ................................... 6
3.1 Anti-Adrenergik Alpha dan Beta Blocker ........................................ 7
3.1.1 Beta Blocker Agent ................................................................. 8
3.1.2 Alpha Blocker Agent .............................................................. 12
4. Vasodilator. ............................................................................................. 13
4.1 Mekanisme dan Situs Aksi................................................................ 13
4.2 Hydralazine. ...................................................................................... 14
4.3 Minoxidil........................................................................................... 15
4.4 Sodium Nitroprusside. ...................................................................... 16
4.5 Diazoksida......................................................................................... 17
4.6 Fenoldopam....................................................................................... 19
4.7Calcium Channel Inhibitor. ............................................................... 20
5. Inhibitor Angiotensin ............................................................................... 21
5.1 Mekanisme dan Situs Aksi................................................................ 21
5.2 Angiotensin-Converting Enzyme (ACE) Inhibitors ........................... 22
5.2.1 Farmakokinetik dan Dosis ...................................................... 23
5.2.2 Toksisitas ................................................................................ 24
5.3 Agen Angiotensin Receptor-Blocking ............................................... 25
6. Farmakologi Klinis Agen Antihipertensi ............................................... 25
6.1 Terapi Rawat Jalan Hipertensi .......................................................... 26

ii
6.2 Penanganan Hipertensi Darurat ........................................................ 29
6.2.1 Presentasi Klinis dan Patofisiologi ......................................... 29
6.2.2 Penanganan Keadaan Darurat Hipertensi ............................... 29
Daftar Pustaka ....................................................................................................... 32

iii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Baroreceptoreflex .......................................................................... 2


Gambar 2 Sites of action obat antihipertensi .................................................. 4
Gambar 3 Hydralazine .................................................................................... 15
Gambar 4 Minoxidil ....................................................................................... 16
Gambar 5 Nitroprusside ................................................................................. 17
Gambar 6 Diazoksida ..................................................................................... 18
Gambar 7 Mekanisme Obat yang Menghambat Sistem Renin-Angiotensin-
Aldosteron. ACE, Angiotensin-Converting Enzyme; ARBs, Angiotensin Receptor
Blockers ............................................................................................................ 22

iv
DAFTAR TABEL

Tabel 1 Klasifikasi Tekanan Darah ................................................................. 1


Tabel 2 Mekanisme dan Situs Aksi ................................................................. 14
Tabel 3 Obat-obatan yang Digunakan untuk Hipertensi ................................. 30

v
1. Hipertensi
Hipertensi adalah salah satu penyakit kardiovaskular yang memiliki
pravalensi penderita yang tinggi di dunia. Hipertensi mampu merusak jaringan di
berbagai organ seperti ginjal, jantung, otak dan lain – lain. Menurut data yang ada,
peningkatan tekanan darah menyebabkan 7,5 juta kematian. Peningkatan tekanan
darah merupakan faktor risiko utama penyakit jantung koroner dan stroke iskemik
serta hemoragik.

1.1 Diagnosis Hipertensi


Diagnosis penyakit hipertensi dapat dilihat di Tabel 1 studi epidemiologis
menunjukkan bahwa risiko kerusakan ginjal, jantung, dan otak berhubungan
langsung dengan tingkat tekanan darah.

Tabel 1 Klasifikasi tekanan darah

Tekanan darah normal adalah dibawah 120/80. Tekanan darah hipertensi


dibagi menjadi beberapa kategori yaitu prehipertensi, hipertensi, hipertensi tahap 1
dan tahap 2. Pada prehipertensi, tekanan darahnya yaitu 140/90. Sementara itu,
tekanan darah hipertensi ringan adalah lebih dari 140 – 159/90 – 99. Hipertensi
ringan memiliki resiko menyebabkan kerusakan organ. Pada tahap 1, tekanan darah
sebesar 140 – 159/90 – 99 dan tahap 2 adalah sebesar lebih dari 160/100. Mulai dari
115/75 mmHg, risiko penyakit kardiovaskular setiap kenaikan tekanan darah 20/10
mm Hg. Pada umumnya resiko tekanan darah tinggi banyak terjadi pada pria.
Faktor risiko tekanan darah meliputi merokok, sindrom metabolik, termasuk
obesitas, dislipidemia, dan diabetes; manifestasi dari kerusakan pada saat diagnosis;
dan riwayat keluarga terkait penyakit kardiovaskular.

1
1.2 Etiologi Hipertensi
Penyebab hipertensi pada pasien tidak diketahui secara pasti. Pasien yang
diketahui penyebabnya dikatakan sebagai secondary hipertensi. Perlu diketahui
penyebab hipertensi pada pasien disebabkan beberapa pasien harus menjalani
beberapa operasi ginjal, primer aldosteron dan lain-lain.
Dalam beberapa kasus peningkatan tekanan darah dibarengi oleh peningkatan
aliran darah pada arteriol. Hipertensi juga disebabkan oleh beberapa komplikasi
penyakit lainnya. Epidemologi hipertensi juga disebabkan faktor genetik, fisiologis
stress, lingkungan dan dietary factors (peningkatan garam dan penurunan potasium
atau kalsium intake).

1.3 Regulasi Normal Tekanan Darah


Pada keadaan normal, tekanan dipengaruhi oleh cardiac output dan tekanan
darah perifer. Ginjal berfungsi sebagai jalan masuk darah dengan meregulasi cairan
intravascular. Barorefleks adalah autonomic nerves yang bekerjasama dengan
mekanisme humoral yaitu sistem rening-angiotensin-aldosteron untuk mengontrol
kordinasi tekanan darah normal.
Mekanisme pengaturan tekanan darah pada penderita hipertensi dan orang
normal memiliki perbedaan pada baroreseptor dan sistem kontrol tekanan darah
pada ginjal yang lebih tinggi daripada biasanya.

a. Postural barorefleks

Gambar 1 Baroreceptoreflex

2
Baroresptor dirangsang oleh tekanan darah, tindakan baroreflex yang sama
menanggapi kejadian yang menurunkan tekanan arteri, termasuk penurunan
primer pada pembuluh darah perifer resistensi (misalnya, disebabkan oleh
agen vasodilatasi) atau pengurangan dalam volume intravaskular (misalnya,
karena perdarahan atau hilangnya garamdan air melalui ginjal).

b. Respon ginjal untuk menurunkan tekanan darah


Ginjal berfungsi sebagai kontrol tekanan darah dalam jangka panjang.
Reduksi di ginjal menyebabkan distribusi tekanan darah dan meningkatkan
reabsropsi air dan garam. Penurunan tekanan arteriol di intrarenal ginjal
sebaik simpatik neural activity menstimulasi produksi renin dan
meningkatkan produksi angiotensin II. Angiotensin II menyebabkan (1)
hambatan konstriksi langsungpembuluh dan (2) stimulasi sintesis
aldosteron di korteks adrenal, yang meningkatkan penyerapan natrium
ginjal dan intravaskularvolume darah. Vasopressin dilepaskan dari
posteriorKelenjar pituitari juga berperan dalam menjaga tekanan
darahmelalui kemampuan ginjal mengatur reabsorpsi air.

2. Antihipertensi

2.1 Farmakologi Antihipertensi


Pembatasan sodium selama bertahun – tahun digunakan sebagai cara
menurunkan tekanan darah pada pasien hipertensi. Menurut beberapa sumber
pengendalian tekanan darah dengan diet sodium merupakan tindakan teraupetik
yang relatif aman dan dapat digunakan sebagai tindakan yang bersifat preventif.
Namun, sekarang terdapat berbagai macam antihipertensi. Obat antihipertensi dapat
digolongkan sesuai mekanisme kerjanya dalam tubuh yaitu :

1. Dieuretic
Obat dieuretic menurunkan tekanan darah dengan cara menurunkan kadar
sodium dan mengurangi volume darah dalam tubuh.

2. Sympathoplegic

3
Sympatholegic menurunkan tekanan darah dengan mengurangi resistensi
aliran darah perifer, menghambat fungsi jantung,
3. Direct vasodilators
Obat dengan mekanisme direct vasodilators menurunkan tekanan darah
dengan cara merelaksasi aliran darah pada otot polos, medilatasi resistansi
otot dan menaikan kemampuan kerja dengan baik.
4. Memblok produksi angiotensin dan mengurangi resistensi aliran darah
perifer dan volume darah.

Gambar 2 Sites of action obat antihipertensi

2.2 Obat yang mengubah sodium dan keseimbangan air

4
1. Mekanisme dari aksi dan efek hemodynamic dari dieuretik
Obat dieuretik menurunkan tekana darah dengan cara mengosongkan
penyempinan sodium dalam tubuh. Dieuretik menerunkan tekanandarah
dengan cara mengurangi volume darah dan cardiac output; resistansi pembuluh
darah perifer meningkat. Setelah 6 – 8 minggu, cardiac output kembali normal
saat terjadi penolakan resistensi pembuluh darah perifer. Sodium dianggap
berkontribusi dakam pembuluh darah perifer dengan menaikan kekakuan
pembuluh darah dan reaktifitas saraf, terkait dengan perubahan pertukaran
sodium-kalsium
2. Penggunaan obat dieuretik
Thiazide digunakan untuk pasien dengan hiprtensi yang sedan dan
menengah dalam keadaan fungsi ginjal dan jantung yang baik. Furosemide
dibutuhkan pada beberapa kasus hipertensi, ketika bebrapa obat yang
mengandung sodium digunakan dalam pengobatan penyakit ginjal. Ketika
kadar filtrasi glomerulus <30 / 40 ml/menit dan dakam kondisi gagal jantung
dintandai dengan kurangnya kadar yodium.
Obat potassium dieuretik sangat berguna dalam mengatasi kkurangan
potassium dalam tubuh dan untuk meningkatkan natriuretik. Reseptor
antagonis aldosteron juga mempunyai efek yang khas pada sistem jantung pada
penderita penyakit gagak jantung.
Thiazid dieuretik memiliki kadar natreutik yang lebih tinggi (rata – rata
100 – 200 mg hidroklorothiazid). Ketika digunakan sebagai obat tunggal, dosis
rendahnya (25 – 50 mg) dapat meunculkan efek antihipertensi sama dengan
dosis tertingginya. Sebaliknya, thiazide dalam tekanan darah merespon siklus
dieuretik untuk terus meningkat dengan dosis yang kebih besar dari therapatic
dose pada umumnya.
3. Toksisitas obat dieuretik
Pada pengobatan hipertenis, obat dieuretik memiliki beberapa efek.
Hypokalemia memiliki toleransi yang baik pada beberapa pasien namun pada
pasien arythemia kronik bisa berbahaya. Obat ieretik bisa menurunkan kadar
magnesium, merusak jakan masuk glukosa dan menaikan jonsentrasi kadar
lemak pada serum. Obat Dieuretik menaikan konsentrasi asam dan kolestrol.

5
3. Antihipertensi yang Memengaruhi Saraf Simpatis
Pengendali tubuh manusia terdiri dari dua sistem, yaitu sistem saraf dan
sistem endokrin. Sistem endokrin bekerja untuk mengontrol metabolisme dan
sistem saraf bekerja untuk mengontrol regulasi secara terus-menerus. Sistem saraf
pusat terdiri dari otak, medula spinalis,dan saraf kranial sedangkan saraf perifer
terdiri dari saraf sensori dam saraf somatis.
Sistem saraf otonom bekerja dengan sistem endokrin untuk mengatur fungsi
dan mempertahankan homeostasis. Sistem saraf otonom dibagi menjadi dua
cabang, yaitu sistem saraf simpatis dan parasimpatis, keduanya ini bekerja secara
berlawanan untuk mempertahankan pengaturan lingkungan internal dari menit ke
menit dan mempengaruhi respon cepat pada situasi stres.
Sistem saraf simpatis biasa disebut sebagai sistem melawan atau menghindar
sistem ini terdiri dari sel sistem saraf parasimpatis yang berasal dari area torasik
atau lumbal pada medula spinalis, akson praganglionik yang pendek, ganglia yang
ada di dekat medula spinalis, dan akson pascaglikonik yang panjang yang bereaksi
dengan sel efektor. Neurotransmiter yang digunakan oleh sel praganglionik adalah
acetilkolin (Ach) dan neurotransmiter yang digunakan oleh sel pascaglikonik
adalah norepinefrin. Sedangkan sistem saraf parasimpatis terdiri dari sel saraf
parasimpatis yang muncul dari wilayah sakrum dan kranium medula spinalis, akson
graganglionik panjang yang mensekresi Ach. Akhir saraf yang membebaskan
acetilkolin disebut serat kolinergik dan yang membebaskan norepinefrin disebut
serat andrenergik.
Tekanan darah dipengaruhi oleh resistensi pembuluh darah dan besarnya
curah jantung. Dua variabel ini dikendalikan oleh sistim saraf otonom. Di sisi lain,
volume diastolik akhir (end diastolic volume), kontraktilitas otot jantung dan detak
jantung adalah variabel dependen, yang mengatur curah jantung.
Diastolik akhir ditentukan oleh tekanan vena, yang berhubungan dengan
volume darah dan tonus otot halus; keduanya dipengaruhi oleh kontrol simpatetik.
Sedangkan kontraktiltas otot jantung dan detak jantung dipengaruhi oleh divisi
simpatetik dan parasimpatetik sistim saraf otonom.
Peningkatan sympathetic nerve activity (SNA) ada pada sebagian besar
bentuk hipertensi pada manusia. Dan, hubungan kausal antara peningkatan SNA

6
dengan kejadian hipertensi terdokumentasi dengan baik dalam penelitian-penelitian
terapi antihipertensi dengan obat-obatan simpatolitik (antagonis reseptor
adrenergen alfa atau beta).

3.1 Anti-Adrenergik Alpha dan Beta Blocker

Agonis adrenergik meningkatkan tekanan darah dengan merangsang jantung


(reseptor ß1) dan/atau membuat konstriksi pembuluh darah perifer (reseptor α1).
Pada pasien hipertensi, efek adrenergik dapat ditekan dengan menghambat
pelepasan agonis adrenergik atau melakukan antagonisasi reseptor adrenergik.

a. Penghambat pelepasan adrenergik prasinaptik


Penghambat pelepasan adrenergik prasinaptik dibagi menjadi
antiadrenergik “sentral” dan “perifer”. Antiadrenergik sentral mencegah
aliran keluar simpatis (adrenergic) dari otak dengan mengaktifkan reseptor
α2 penghambat. Antiadrenergik perifer mencegah pelepasan norepinefrin
dari terminal saraf perifer (misal yang berakhir di jantung). Obat-obat ini
mengosongkan simpanan norepinefrin dalam terminal-terminal saraf.
b. Blocker alfa dan beta
Blocker alfa dan beta bersaing dengan agonis endogen memperebutkan
reseptor adrenergik. Penempatan reseptor α1 oleh antagonis menghambat
vasokontriksi dan penempatan reseptor ß1 mencegah perangsangan
adrenergik pada jantung.
Alpha dan beta adrenergik bloking agen bertindak dengan mencolokkan alpha
atau reseptor beta, yang mencegah agen-agen lain biasanya katekolamin dari terjadi
secara alami merangsang reseptor spesifik. Blocker beta dapat dibagi lagi menjadi
antagonis beta nonselektif dan selektif. Agen memblokir selektif memiliki afinitas
yang sama untuk beta-1 dan beta - 2 reseptor dan mereka menghambat keduanya.
agen ini adalah propanolol, nadolol, pindolol, penbutolol, carteolol, sotalol, dan
timolol. beta selektif - 1 blocking.
Agen memblokir beta adrenergik (misalnya beta blocker) digunakan secara
ekstensif untuk mengobati hipertensi, infark miokard, angina pectoris, jantung,
dysrhytmias, gejala hipertiroid, dan demam panggung. Beta blockers nonselektif
harus digunakan dengan hati-hati pada pasien dengan kondisi pernapasan seperti

7
bronkitis, emfisema, asma, atau alergi rhinitis. Sebuah blokade beta menghasilkan
bronkokonstriksi parah terutama selama musim serbuk sari.
Beta blocker harus digunakan dengan hati-hati pada pasien dengan diabetes
dan pada mereka yang rentan terhadap hipoglikemia. Beta blockers lanjut
menginduksi efek hipoglikemik insulin dan mengurangi pelepasan insulin dalam
menanggapi hiperglikemia. Semua beta blockers menutupi sebagian dari tanda-
tanda dan gejala hipoglikemia akut. Beta agen blocking adrenergik harus digunakan
hanya pada pasien dengan gagal jantung dikendalikan. hipotensi, bradikardia, atau
gagal jantung lanjut dapat berkembang.

3.1.1 Beta Blocker Agent

Semua agen beta blocker memiliki sifat hipotensi yang aditif dengan obat
antihipertensi (angiotensing converting enzyme inhibitor, calcium channel
blockers, diuretik, angiotensin-receptor blockers, metildopa, hydralazine,
clonidine, reserpin) jika diputuskan untuk menghentikan terapi pada pasien yang
menerima beta blocker harus ditarik secara bertahap. obat-obat ini mengurangi
curah jantung, mempengaruhi sensitivitas refleks baroreseptor, dan memblok
adrenoseptor perifer. Beberapa beta bloker menekan sekresi renin plasma. Efek
sentral dari beta bloker mungkin juga dapat menjelaskan mekanisme kerjanya.

Beta bloker efektif untuk menurunkan tekanan darah namun antihipertensi


lain biasanya lebih efektif untuk menurunkan kejadian stroke, infark miokard, dan
kematian akibat penyakit kardiovaskuler, terutama pada lansia. Oleh karena itu
antihipertensi lain lebih dipilih untuk pengobatan awal pada hipertensi tanpa
komplikasi. Pada umumnya, dosis beta-bloker tidak perlu tinggi; misalnya, dosis
atenolol 25-50 mg sehari dan jarang diperlukan peningkatan dosis sampai 100 mg.
Beta bloker dapat digunakan untuk mengurangi frekuensi denyut nadi pada
pasien dengan feokromositoma. Namun pada kondisi ini, beta bloker harus
digunakan bersama alfa bloker karena dapat menimbulkan krisis hipertensi. Karena
itu, fenoksibenzamin harus selalu digunakan bersama dengan beta bloker.
Beta bloker dapat menyebabkan efek lelah, rasa dingin di kaki dan tangan
(lebih jarang terjadi pada beta bloker yang memiliki aktivitas simpatomimetik
intrinsik), dan gangguan tidur dengan mimpi buruk (jarang terjadi pada beta bloker

8
yang larut dalam air). Beta bloker tidak dikontraindikasikan pada pasien diabetes
tetapi dapat sedikit memperburuk toleransi glukosa, juga mengganggu respons
metabolik dan autonomik terhadap hipoglikemia. Beta-bloker yang kardioselektif
mungkin lebih baik, tetapi semua beta-bloker sebaiknya dihindarkan pada pasien
dengan episode hipoglikemia yang sering.
Untuk pengobatan rutin hipertensi tanpa komplikasi, pemberian beta bloker
sebaiknya dihindarkan pada pasien dengan diabetes atau pada pasien dengan risiko
tinggi diabetes, terutama jika dikombinasi dengan diuretika tiazid.
a. Asebutololl
Nama Paten Sacral, corbutol,sectrazide.
Sediaan obat Tablet.
Mekanisme kerja Pengurangan curah jantung disertai vasodilatasi
perifer, efek pada reseptor adrenergic di SSP,
penghambatan sekresi renin akibat aktivasi
adrenoseptor di ginjal.
Indikasi Hipertensi ringan – sedang, aritmia
Kontraindikasi Gangguan konduksi AV, gagal jantung
tersembunyi, bradikardia, syok kardiogenik, anuria,
asma, diabetes.
Efek samping Nyeri otot, tangan kaki rasa dingin, lesu, gangguan
tidur, kulit kemerahan, impotensi.
Interaksi obat Efek hipoglikemia diperpanjang bila diberikan
bersama insulin. Diuretik tiazid meningkatkan
kadar trigliserid dan asam urat. Iskemia perifer
berat bila diberi bersama alkaloid ergot.
Dosis 2 x 40 – 80 mg/hr
Tingkat Keamanan Kategori C
Menurut FDA

b. Atenolol
Nama Paten Betablok, Farnomin, Tenoret, Tenoretic, Tenormin,
internolol.

9
Sediaan obat Tablet, kapsul.
Mekanisme kerja Menghambat efek isoproterenol
Menurunkan aktivitas rennin
Menurunkan outflow simpatetik perifer.
Indikasi Hipertensi, angina pectoris, aritmia, feokromositoma,
kardiomiopati obtruktif, hipertropi, tirotoksitosis.
Kontraindikasi Gagal jantung, syok kardiogenik, asma, diabetes
mellitus, bradikardia, depresi.
Efek samping Mual, kaki tangan dingin, insomnia, mimpi buruk,
lesu.
Interaksi obat Memperpanjang keadaan hipoglikemia bila diberi
bersama insulin. Diuretic tiazid meningkatkan kadar
trigleserid dan asam urat bila diberi bersaa alkaloid
ergot. Depresi nodus AV dan SA meningkat bila
diberikan bersama dengan penghambat kalsium
Dosis 2 x 200 mg/hr (maksimal 800 mg/hr).
Tingkat Keamanan Kategori C
Menurut FDA

c. Metropolol
Nama Paten Cardiocel, Lopresor, Seloken, Selozol.
Sediaan obat Tablet.
Mekanisme kerja Pengurangan curah jantung yang diikuti vasodilatasi
perifer, efek pada reseptor adrenergic di SSP,
penghambatan sekresi renin akibat aktivasi
adrenoseptor beta-1 di ginjal.
Farmakokinetik Diabsorbsi dengan baik oleh saluran cerna. Waktu
paruhnya pendek, dan dapat diberikan beberapa kali
sehari.

Farmakodinamik Penghambat adrenergic beta menghambat


perangsangan simpatik sehingga menurunkan denyut

10
jantung dan tekanan darah. Penghambat beta dapat
menembus barrier plasenta dan dapat masuk ke ASI.
Indikasi Hipertensi, miokard infard, angina pectoris
Kontraindikasi Bradikardia sinus, blok jantung tingkat II dan III,
syok kardiogenik, gagal jantung tersembunyi
Efek samping Lesu, kaki dan tangan dingin, insomnia, mimpi
buruk, diare
Interaksi obat Reserpine meningkatkan efek antihipertensinya
Dosis 50 – 100 mg/kg
Tingkat Keamanan Kategori C
Menurut FDA

d. Propanolol
Nama Paten Blokard, Inderal, Prestoral
Sediaan obat Tablet
Mekanisme kerja Tidak begitu jelas, diduga karena menurunkan curah
jantung, menghambat pelepasan renin di ginjal,
menghambat tonus simpatetik di pusat vasomotor
otak.
Farmakokinetik Diabsorbsi dengan baik oleh saluran cerna. Waktu
paruhnya pendek, dan dapat diberikan beberapa kali
sehari. Sangat mudah berikatan dengan protein dan
akan bersaing dengan obat – obat lain yang juga sangat
mudah berikatan dengan protein.
Farmakodinamik Penghambat adrenergic beta menghambat
perangsangan simpatik sehingga menurunkan denyut
jantung dan tekanan darah. Penghambat beta dapat
menembus barrier plasenta dan dapat masuk ke ASI.
Indikasi Hipertensi, angina pectoris, aritmia jantung, migren,
stenosis subaortik hepertrofi, miokard infark,
feokromositoma

11
Kontraindikasi Syok kardiogenik, asma bronkial, brikadikardia dan
blok jantung tingkat II dan III, gagal jantung
kongestif. Hati – hati pemberian pada penderita
biabetes mellitus, wanita haminl dan menyusui.
Efek samping Bradikardia, insomnia, mual, muntah, bronkospasme,
agranulositosis, depresi.
Interaksi obat Hati – hati bila diberikan bersama dengan reserpine
karena menambah berat hipotensi dan kalsium
antagonis karena menimbulkan penekanan
kontraktilitas miokard. Henti jantung dapat terjadi bila
diberikan bersama haloperidol. Fenitoin, fenobarbital,
rifampin meningkatkan kebersihan obat ini. Simetidin
menurunkan metabolism propranolol. Etanolol
menurukan absorbsinya.
Dosis Dosis awal 2 x 40 mg/hr, diteruskan dosis
pemeliharaan.
Tingkat Keamanan Kategori C
Menurut FDA

3.1.2 Alfa Blocker Agent

Menghambat reseptor alfa diotot polos vaskuler yang secara normal


berespon terhadap rangsangan simpatis dengan vasokonstriksi.

a. Metildopa
Nama Paten Dopamet (Alpharma), Medopa (Armoxindo),
Tensipas (Kalbe Farma), Hyperpax (Soho)
Indikasi Hipertensi, bersama dengan diuretika, krisis hipertensi
jika tidak diperlukan efek segera.
Kontraindikasi Depresi, penyakit hati aktif, feokromositoma, porfiria,
dan hipersensitifitas

12
Efek samping Mulut kering, sedasi, depresi, mengantuk, diare,
retensi cairan, kerusakan hati, anemia hemolitika,
sindrom mirip lupus eritematosus, parkinsonismus,
ruam kulit, dan hidung tersumbat
Peringatan Memengaruhi hasil uji laboratorium, menurunkan
dosis awal pada gagal ginjal, disarankan untuk
melaksanakan hitung darah dan uji fungsi hati, riwayat
depresi.
Tingkat Keamanan Metildopa memiliki faktor resiko B pada kehamilan
Menurut FDA

b. Klonidin
Nama Paten Catapres, dixarit
Sediaan obat Tablet, injeksi.
Mekanisme kerja Menghambat perangsangan saraf adrenergic di SSP.
Indikasi Hipertensi, migren
Kontraindikasi Wanita hamil, penderita yang tidak patuh.
Efek samping Mulut kering, pusing mual, muntah, konstipasi.
Interaksi obat Meningkatkan efek antihistamin, andidepresan,
antipsikotik, alcohol. Betabloker meningkatkan efek
antihipertensinya.
Dosis 150 – 300 mg/hr.

4. Vasodilator

4.1 Mekanisme dan Situs Aksi


Kelas obat ini meliputi vasodilator oral, hydralazine dan minoxidil, yang
digunakan untuk terapi rawat jalan hipertensi jangka panjang; vasodilator
parenteral, nitroprussida, diazoksida, dan fenoldopam, yang digunakan untuk
mengobati keadaan hipertensi darurat; penghambat saluran kalsium, yang
digunakan dalam kedua keadaan, dan nitrat, yang digunakan terutama di angina.
Semua vasodilator yang berguna dalam hipertensi merelaksasi otot arteriol,

13
sehingga mengurangi resistensi vaskular sistemik. Sodium nitroprusside dan nitrat
juga merelaksasi pembuluh darah. Penurunan resistensi arteri dan penurunan darah
arterial berarti tekanan menimbulkan respons kompensasi, dimediasi oleh
baroreseptor dan sistem saraf simpatik, dan juga renin, angiotensin, dan aldosteron.
Karena refleks simpatik yang utuh, terapi vasodilator tidak menyebabkan hipotensi
ortostatik atau disfungsi seksual. Vasodilator bekerja paling baik dalam kombinasi
dengan antihipertensi lainnya obat-obatan yang melawan kompensasi respon
kardiovaskular.

Tabel 2 Mekanisme dan Situs Aksi

4.2 Hydrazaline
Hydralazine, turunan hidrazin, melebarkan arteriol tetapi vena tidak. Sudah
tersedia selama bertahun-tahun, meski awalnya tidak terlalu efektif karena
takipilaksis. Efek antihipertensi berkembang pesat. Hidralazine dapat digunakan
lebih efektif, terutama pada hipertensi berat. Kombinasi hydralazine dengan nitrat
harus diperhatikan pada penderita hipertensi dan gagal jantung.
Farmakokinetik & Dosis
Hydralazine diabsorpsi dengan baik dan cepat dimetabolisme oleh hati
selama first pass, sehingga bioavailabilitas rendah (rata-rata 25%). Akibatnya,
asetilator cepat memiliki metabolisme first-pass yang lebih besar, menurunkan
kadar darah, dan manfaat antihipertensi kurang dari dosis yang diberikan
dibandingkan dengan asetilator lebih lambat. Waktu paruh hydralazine berkisar
antara 1,5 sampai 3 jam, namun efek vaskular bertahan lebih lama daripada
konsentrasi darah karena avid mengikat jaringan vaskular.

14
Gambar 3 Hydralazine

Dosis biasa berkisar antara 40 mg /sampai 200 mg/ hari. Semakin tinggi dosis
dipilih sebagai dosis dimana ada kemungkinan kecil mengembangkan sindroma
seperti lupus erythematosus seperti yang dijelaskan dibagian selanjutnya. Namun,
dosis yang lebih tinggi menghasilkan vasodilatasi yang lebih tinggi dan bisa
digunakan jika perlu. Dosis dua atau tiga kali setiap hari memberikan kontrol
tekanan darah.
Toksisitas
Efek samping hydralazine yang paling umum adalah sakit kepala, mual,
anoreksia, palpitasi, berkeringat, dan pembilasan. Pada pasien dengan penyakit
jantung iskemik, takikardia refleks dan stimulasi simpatis dapat memicu angina
atau aritmia iskemik. Dengan dosis 400 mg /atau lebih, ada kejadian 10-20%
terutama pada orang yang secara perlahan mengasetilasi obat-dari sindrom yang
ditandai dengan artralgia, mialgia, ruam kulit, dan demam yang menyerupai lupus
erythematosus. Sindrom ini tidak terkait dengan kerusakan ginjal dan dengan
penghentian hydralazine. Neuropati perifer dan demam obat adalah efek samping
serius lainnya namun jarang terjadi.
4.3 Minoxidil
Minoxidil adalah vasodilator aktif yang sangat manjur. Itu akibat efek dari
pembukaan saluran potasium oleh minoxidil sulfate, metabolit aktif. Peningkatan
permeabilitas kalium menstabilkan membran pada potensial membran istirahat dan
membuat kontraksi lebih kecil. Seperti hydralazine, minoxidil melebarkan arteriol
tapi tidak vena. Karena itu
Efek antihipertensi yang lebih potensial, minoxidil seharusnya diganti
hydralazine bila dosis maksimal yang terakhir tidak efektif atau pada pasien dengan

15
gagal ginjal dan hipertensi berat, yang tidak merespon dengan baik terhadap
hydralazine.

Gambar 4 Minoxidil
Farmakokinetik & Dosis
Penggunaan minoxidil dikaitkan dengan refleks simpatis stimulasi dan
sodium dan cairan penyimpanan. Minoksidil harus digunakan dalam kombinasi
dengan β blocker dan loop diuretik.
Toksisitas
Takikardia, palpitasi, angina, dan edema diamati saat dosis β blocker dan
diuretik tidak memadai. Sakit kepala, berkeringat, dan hipertrikosis, yang sangat
mengganggu. Topikal minoxidil (sebagai Rogaine) digunakan sebagai stimulan
untuk pertumbuhan rambut koreksi kebotakan.
4.4 Sodium Nitroprusside
Sodium nitroprusside adalah pemberian parenteral vasodilator kuat yang
digunakan dalam mengobati keadaan hipertensi darurat dan gagal jantung parah.
Nitroprusside memperbesar baik arteri dan pembuluh vena, sehingga mengurangi
resistensi pembuluh darah perifer dan kembalinya vena. Tindakan tersebut terjadi
sebagai hasil aktivasi guanylyl cyclase, baik melalui pelepasan oksida nitrat atau
secara langsung stimulasi enzim. Hasilnya meningkat secara intraselular cGMP,
yang melemaskan vaskular otot polos. Dengan tidak adanya gagal jantung, tekanan
darah menurun, karena penurunan resistensi vaskular, sedangkan curah jantung
tidak berubah atau sedikit menurun. Pada penderita gagal jantung dan jantung
rendah output, output sering meningkat karena pengurangan afterload.

16
Gambar 5 Nitroprusside

Farmakokinetik & Dosis


Nitroprusside adalah kompleks dari besi, gugus sianida, dan nitroso. Hal ini
cepat dimetabolisme dengan pengambilan ke dalam sel darah merah dengan
pembebasan sianida. Sianida dimetabolisme oleh enzim mitokondria rhodanase,
dengan adanya belerang donor, ke tiosianat yang kurang beracun. Tiosianat
didistribusikan di cairan ekstraselular dan perlahan dieliminasi oleh ginjal.
Nitroprusside dengan cepat menurunkan tekanan darah, dan pengaruhnya
hilang dalam 1-10 menit setelah penghentian obat diberikan infus intravena.
Sodium nitroprusside dalam air solusi sensitif terhadap cahaya dan karena itu harus
dibuat segar sebelum setiap administrasi dan ditutup dengan kertas buram.
Larutan infus harus diganti setelah beberapa jam. Dosis biasanya dimulai
pada 0,5 mcg / kg / menit dan mungkin meningkat sampai 10 mcg / kg / menit yang
diperlukan untuk mengendalikan darah tekanan. Tingkat infus yang lebih tinggi,
jika berlanjut lebih dari satu jam, bisa berakibat toksisitas. Karena khasiatnya dan
cepat timbulnya efek, nitroprusside harus diberikan dengan infus pompa dan
tekanan darah arteri terus dipantau via rekaman intra-arterial.
Toksisitas
Selain menurunkan tekanan darah berlebihan, yang paling berhubungan
dengan akumulasi sianida; asidosis metabolik, aritmia, hipotensi berlebihan, dan
kejadian kematian. Di beberapa kasus, toksisitas setelah nitroprusside dosis rendah
terdapat sebuah cacat dalam metabolisme sianida. Pemberian natrium tiosulfat
sebagai donor belerang memfasilitasi metabolisme sianida. Hydroxocobalamin
menggabungkan dengan sianida untuk membentuk nontoxic cyanocobalamin,

17
keduanya telah dianjurkan untuk profilaksis atau pengobatan keracunan sianida
selama infus nitroprusside. Tiosianat dapat menumpuk selama proses yang
berlangsung lama, Biasanya beberapa hari atau lebih, terutama pada pasien dengan
insufisiensi ginjal yang tidak mengeluarkan tiosianat pada tingkat normal.
Toksisitas tiosianat diwujudkan sebagai kelemahan, disorientasi, psikosis, kejang
otot, dan kejang, dan diagnosisnya dikonfirmasi dengan menemukan konsentrasi
serum lebih besar dari 10 mg / dL. Jarang, hipotiroidisme tertunda terjadi, karena
penghambatan tiosianat serapan iodida oleh tiroid. Methemoglobinemia selama
infus nitroprusside juga telah dilaporkan.
4.5 Diazoksida
Diazoxide adalah tindakan yang efektif dan relatif lama secara parenteral
diberikan dilator arteriol yang kadang-kadang digunakan untuk mengobati keadaan
darurat hipertensi menunjukkan bahwa hal itu mungkin terjadi, injeksi diazoksida
menghasilkan penurunan sistemik yang cepat, resistensi vaskular dan tekanan darah
arteri rata-rata. Studi mekanismenya menunjukkan bahwa mencegah otot polos
vaskular kontraksi dengan membuka saluran potasium dan menstabilkan potensi
membran pada tingkat istirahat.

Gambar 6 Diazoksida

Farmakokinetik & Dosis


Diazoksida serupa secara kimiawi dengan diuretik thiazide namun tidak
memiliki aktivitas diuretik, sangat terikat pada serum albumin dan ke jaringan
vaskular. Diazoxide sebagian dimetabolisme; jalur metaboliknya tidak ditandai
dengan baik. Sisanya diekskresikan tidak berubah waktu paruhnya kira-kira 24 jam.
Efek penurun tekanan darah, injeksi dilakukan dalam waktu 5 menit dan
berlangsung selama 4-12 jam.

18
Hipotensi bisa dihindari dengan memulai dengan dosis yang lebih kecil (50-
150 mg). Bila perlu, dosis 150 mg bisa diulang setiap 5 sampai 15 menit sampai
tekanan darah turun. Hampir semua pasien merespon maksimal tiga atau empat
dosis. Sebagai alternatif, diazoksida dapat diberikan melalui infus intravena pada
tingkat 15-30 mg / menit. Karena pengikatan protein berkurang, Hipotensi terjadi
setelah dosis yang lebih kecil pada orang dengan gagal ginjal kronis, dan dosis yang
lebih kecil harus diberikan pada pasien ini. Efek hipotensi dari diazoksida juga lebih
besar saat pasien diobati dengan penghambat β untuk mencegah refleks takikardia
dan peningkatan curah jantung.
Toksisitas
Toksisitas yang paling signifikan dari diazoksida adalah hipotensi, akibat dari
rekomendasi untuk menggunakan fixed dosis 300 mg pada semua pasien. Hipotensi
semacam itu telah terjadi stroke dan infark miokard. Respons simpatik refleks dapat
memprovokasi angina, bukti elektrokardiografi iskemia, dan gagal jantung pada
penderita penyakit jantung iskemik, dan diazoksida harus dihindari dalam situasi
ini. Diazoxide menghambat pelepasan insulin dari pankreas (mungkin dengan
membuka saluran potassium di membran sel beta) dan digunakan untuk mengobati
hipoglikemia sekunder akibat insulinoma. Kadang, hiperglikemia memperumit
penggunaan diazoksida, terutama pada orang dengan insufisiensi ginjal.
Berbeda dengan diuretik thiazide terkait struktural, diazoksida menyebabkan
garam ginjal dan retensi air. Namun, karena obat hanya digunakan untuk jangka
pendek saja, ini jarang menjadi masalah.
4.6 Fenoldopam
Fenoldopam adalah pelemas arteriolar perifer yang digunakan untuk
hipertensi keadaan darurat dan hipertensi pasca operasi. Ini bertindak terutama
sebagai agonis reseptor dopamin D 1, menghasilkan pelebaran arteri perifer dan
natriuresis. Produk komersialnya adalah campuran rasemat dengan (R) isomer
yang memediasi farmakologis aktivitas.
Fenoldopam cepat dimetabolisme, terutama melalui konjugasi. Waktu
paruhnya adalah 10 menit. Obat ini diberikan secara kontinyu, infus intravena
Fenoldopam dimulai dengan dosis rendah (0,1 mcg / kg / menit), dan dosisnya
kemudian dititrasi ke atas setiap 15 atau 20 menit sampai dosis maksimal 1,6 mcg

19
/ kg / menit atau sampai pengurangan tekanan darah yang diinginkan tercapai.
Seperti halnya vasodilator langsung lainnya, toksisitas utamanya adalah takikardia
refleks, sakit kepala, dan pembilasan. Fenoldopam juga tekanan intraokular
meningkat dan harus dihindari pada pasien dengan glaukoma.
4.7. Calcium Channel Blockers
Selain antianginal dan antiaritmik, efek penghambat saluran kalsium juga
mengurangi resistensi perifer dan tekanan darah. Mekanisme kerja pada hipertensi
(dan, sebagian, di angina) adalah penghambatan kalsium masuk ke dalam sel otot
polos arteri. Verapamil, diltiazem, dan keluarga dihidropiridina (amlodipin,
felodipin, isradipin, nicardipin, nifedipin, dan nisoldipine) semuanya sama
efektifnya dalam menurunkan tekanan darah, dan banyak formulasi saat ini
disetujui untuk penggunaan ini di amerika serikat. Clevidipine adalah anggota baru
dari kelompok ini yang diformulasikan hanya untuk penggunaan intravena.
Perbedaan hemodinamik antara calcium channel blockers dapat mempengaruhi
pilihan agen tertentu. Nifedipin dan agen dihidropiridin lainnya lebih selektif
seperti vasodilator dan memiliki efek depresan jantung kurang dari verapamil dan
diltiazem.
Aktivasi simpatik refleks dengan sedikit takikardia mempertahankan atau
meningkatkan curah jantung pada kebanyakan pasien yang diberi dihidropiridin.
Verapamil memiliki efek depresi terbesar pada jantung dan mungkin menurunkan
denyut jantung dan curah jantung. Dosis penghambat saluran kalsium digunakan
untuk mengobati hipertensi sama dengan yang digunakan dalam perawatan angina.
Beberapa studi epidemiologi melaporkan adanya peningkatan risiko infark miokard
atau mortalitas pada pasien yang menerima short-acting nifedipin untuk hipertensi.
Oleh karena itu disarankan yang kerja pendek tidak digunakan untuk hipertensi.
Pelepasan kalsium penghalang atau penghambat kalsium dengan panjang
waktu paruh memberikan kontrol tekanan darah lebih halus dan lebih sesuai untuk
pengobatan hipertensi kronis. Intravenanicardipine dan clevidipine tersedia untuk
perawatan hipertensi saat terapi oral; verapamil parenteral dan diltiazem juga bisa
digunakan untuk indikasi yang sama. Nicardipine biasanya diinfuskan pada tingkat
2-15 mg / jam. Clevidipine diinfuskan mulai 1-2 mg / jam dan berlanjut sampai 4-
6 mg / jam. Memiliki onset tindakan yang cepat dan telah digunakan pada hipertensi

20
akut terjadi selama operasi Nifedipine short-acting oral telah digunakan dalam
penanganan darurat hipertensi berat.
5. Inhibitor Angiotensin
Renin, angiotensin, dan aldosteron memainkan peran penting dalam
hipertensi esensial. Sekitar 20% dari pasien dengan hipertensi esensial tidak tepat
dan 20% memiliki aktivitas renin plasma yang tidak tepat. Tekanan darah pasien
dengan hipertensi renin tinggi merespons dengan baik obat yang mengganggu
sistem, mendukung peran berlebih renin dan angiotensin pada populasi ini.
5.1 Mekanisme dan Situs Aksi
Pelepasan Renin dari korteks ginjal dirangsang dengan cara mengurangi
tekanan arteri ginjal, stimulasi saraf simpatis, dan mengurangi pengiriman natrium
atau meningkatkan konsentrasi natrium di tubulus ginjal distal. Renin bertindak
berdasarkan angiotensinogen untuk memisahkan preceptor decapeptide yang tidak
mengaktifkan angiotensin I. Angiotensin I kemudian diubah, terutama oleh
endothelial ACE, ke vasokonstriktor arterial octapeptide angiotensin II, yang
kemudian diubah dalam kelenjar adrenal menjadi angiotensin III. Angiotensin II
memiliki vasokonstriktor dan sodiumretainingactivity. Angiotensin II dan III
merangsang pelepasan aldosteron. Angiotensin dapat berkontribusi untuk
mempertahankan tinggi resistensi pembuluh darah pada keadaan hipertensi
berhubungan dengan tinggi aktivitas renin plasma, seperti stenosis arteri ginjal,
beberapa jenis penyakit ginjal intrinsik, dan hipertensi ganas, serta di hipertensi
esensial setelah perawatan dengan pembatasan natrium, diuretik, atau vasodilator,
obat ini dapat menurunkan tekanan darah.
Sistem paralel untuk pembangkit angiotensin ada di beberapa jaringan lain
(misalnya jantung) dan mungkin bertanggung jawab untuk trofik perubahan seperti
hipertrofi jantung. Enzim konversi dilibatkan dalam sintesis jaringan angiotensin II
juga dihambat oleh ACE penghambat.
Tiga kelas obat bertindak secara khusus pada renin-angiotensin sistem: ACE
inhibitor; penghambat kompetitif angiotensin pada reseptornya, termasuk losartan
dan antagonis nonpeptida lainnya; dan aliskiren, antagonis renin aktif secara oral.
Kelompok obat keempat, penghambat reseptor aldosteron (misalnya,

21
spironolakton, eplerenon) dengan diuretik. Selain itu, bloker β, seperti disebutkan
sebelumnya, dapat mengurangi sekresi renin.
5.2 Angiotensin-Converting Enzyme (ACE) Inhibitors
Captotril dan obat-obatan dalam kelompok ini menghambat enzim peptidyl
dipeptidase yang menghidrolisis angiotensin I menjadi angiotensin II dan (dengan
nama plasma kininase) menginaktivasi bradikinin, vasodilator poten, yang berperan
dalam merangsang pelepasan nitrit oksida dan prostasiklin. Aktivitas hipotensi
captotril berdampak pada aktivitas menghambat sistem renin-angiotensin dan
merangsang sistem kalikrein-kinin (Gambar 2.5). Mekanisme akhir ialah
antagonis reseptor bradikinin, yaitu icatibant, menumpulkan efek penurunan
tekanan darah dari captopril.

Gambar 7 Mekanisme Obat yang Menghambat Sistem Renin-Angiotensin-


Aldosteron. ACE, Angiotensin-Converting Enzyme; ARBs, Angiotensin Receptor
Blockers
Enalapril adalah prodrug oral yangdiubah oleh hidrolisis menjadipenghambat
enzim konversi, enalaprilat, dengan efek serupa dengan kaptopril. Enalaprilat hanya

22
tersedia untuk penggunaan intravena, terutama untuk keadaan darurat hipertensi.
Lisinopril adalah derivat lisin dari enalaprilat. Benazepril, fosinopril, moexipril,
perindopril, quinapril, ramipril, dan trandolapril merupakan derivat dari kelompok
ini yang memiliki efek panjang. Derivat-derivat tersebut termasuk prodrug, seperti
enalapril, dan dikonversi menjadi agen aktif dengan hidrolisis, terutama di hati.
Inhibitor angiotensin II menurunkan tekanan darah terutama dengan
menurunkan resistensi pembuluh darah perifer. Cardiac output dan heart rate tidak
berubah secara signifikan. Tidak seperti vasodilator langsung, agen-agen ini tidak
berdampak pada aktivasi refleks simpatis dan aman untuk digunakan pada penderita
penyakit jantung iskemik. Tidak adanyatakikardia refleks mungkin disebabkan oleh
pengaturan ulang bagian bawahbaroreseptor atau peningkatan aktivitas
parasimpatis. Meskipun inhibitor converting enzyme paling efektif pada kondisi
yang berhubungan dengan aktivitas renin plasma tinggi, tidak adakorelasi yang baik
antara subjekdi antara aktivitas renin plasmadan respon antihipertensi. Dengan
demikian, profiling renin tidak diperlukan.
Inhibitor ACE memiliki peran penting dalam perawatanpasien dengan
penyakit ginjal kronis karena mengurangi proteinuriadan menstabilkan fungsi
ginjal (meski tidak ada penurunantekanan darah). Efek ini amat berarti pada
diabetes, dan obat-obatan ini saat ini direkomendasikan untuk diabetes, bahkan
yang tanpa hipertensi. Manfaat ini kemungkinan diperoleh dari peningkatan
hemodinamik intrarenal, dengan penurunan resistensi arteriolar eferen
glomerulusdan hasilnya penurunan tekanan kapiler intraglomerular. Inhibitor ACE
jugaterbukti sangat bermanfaat dalam pengobatan gagal jantung dansetelah infark
miokard.Akhir-akhir ini, ada bukti yang menyatakan bahwa inhibitor
ACEmengurangi kejadian diabetes pada pasien dengan risiko kardiovaskular
tinggi.

5.2.1 Farmakokinetik dan Dosis


Parameter farmakokinetik captopril dan rekomendasi pemberian
dosistercantum dalam Tabel 2.2. Konsentrasi puncak enalaprilat, metabolit aktif
enalapril, terjadi 3-4 jam setelah pemberian dosisdengan enalapril. Waktu paruh
enalaprilat sekitar 11 jam.Dosis khusus enalapril adalah 10-20 mg sekali atau dua
kali sehari.Lisinopril memiliki waktu paruh 12 jam. Dosis 10-80 mg sekali sehari

23
efektif pada sebagian besar pasien. Semua inhibitor ACE, kecuali fosinopril dan
moexipril, dieliminasi terutama olehginjal.Dosis obat ini harus dikurangi pada
pasien denganinsufisiensi ginjal.

5.2.2 Toksisitas
Hipotensi berat dapat terjadi setelah dosis awal ACEinhibitor pada pasien
yang mengalami hipovolemik akibat diuretik,pembatasan garam, atau kehilangan
cairan gastrointestinal. Efek merugikan lainnya yang umum terjadi pada semua
inhibitor ACE meliputi gagal ginjal akut(terutama pada pasien dengan stenosis
arteri ginjal bilateral ataustenosis arteri ginjal dari ginjal soliter), hiperkalemia,
batuk kering kadang disertai dengan mengi, dan angioedema.Hiperkalemia lebih
cenderung terjadi pada pasien denganinsufisiensi ginjal atau diabetes. Bradikinin
dan substansi P tampak menjadi penyebab batuk dan angioedema denganinhibisi
ACE.
Inhibitor ACE dikontraindikasikan pada saat trimester kedua dan ketiga
kehamilan karena risiko hipotensi janin,anuria, dan gagal ginjal, kadang
berhubungan dengan malformasi janin atau kematian. Bukti terbaru juga
menunjukkan bahwa paparan inhibitor ACE pada trimester pertama meningkatkan
risiko teratogenik.Kaptopril, terutama bila diberikan dalam dosis tinggi untuk
pasien denganinsufisiensi ginjal, dapat menyebabkan neutropenia atau proteinuria.
Efek toksik minor yang terlihat lebih khas meliputi indra perasa yang
berkurang,ruam kulit alergi, dan demam obat, yang mungkin terjadi pada hingga
10% dari pasien.
Interaksi obat yang penting termasuk yang mengandung suplemen kalium
atau diuretik hemat kalium, yang bisa mengakibatkanhiperkalemia. Obat
antiinflamasi nonsteroid dapat menghalangi efek hipotensi dari inhibitor ACE
dengan cara memblokir vasodilatasi yang diperantarai oleh bradikinin, yang
setidaknya sebagian, prostaglandindimediasi.

5.3 Agen Angiotensin Receptor-Blocking


Losartan dan valsartan adalah pemblokirangiotensin II tipe 1 (AT1) pertama
yang dipasarkan. Candesartan, eprosartan,irbesartan, telmisartan, dan olmesartan

24
juga tersedia. Merekatidak berpengaruh pada metabolisme bradikinin dan karena
itu lebih banyak pemblokir selektif efek angiotensin daripada ACE
inhibitor.Merekajuga memiliki potensi inhibisi angiotensin yang lebih lengkap.
Tindakan dibandingkan dengan inhibitor ACE karena adaenzim selain ACE yang
mampu menghasilkan angiotensinII. Pemblokir reseptor angiotensin memberikan
manfaat yang serupa dengan pemblokir ACE pada pasien dengan gagal jantung dan
penyakit ginjal kronis. Parameter farmakokinetik losartan tercantum di Tabel 2.2.
Efek sampingnya serupa dengan yang dijelaskan pemblokir ACE, termasuk bahaya
penggunaan selama kehamilan.Batuk dan angioedema bisa terjadi namun jarang
terjadi pada pemblokir reseptor angiotensin dibandingkan dengan inhibitor ACE.

6. Farmakologi Klinis Agen Antihipertensi


Hipertensi biasanya berkaitan dengan penyakit seumur hidup, dari yang
menyebabkan sedikit gejala hingga stadium lanjut. Untuk pengobatan yang efektif,
obat-obatan harus dikonsumsi setiap hari, beberapa obat mungkin mahal dan
kadangkala menghasilkan efek samping. Dengan demikian, dokter harus
memahami bahwa hipertensi bersifat persisten dan memerlukan perawatan, serta
harus menyingkirkan penyebab sekunder hipertensi yang mungkin diobati dengan
prosedur bedah definitif. Hipertensi yang terus menerus,, terutama pada orang
dengan peningkatan tekanan darah ringan, harus dilakukan dengan menemukan
tekanan darah tinggi pada setidaknya tiga kunjungan yang berbeda. Pemantauan
tekanan darah ambulatori dapat menjadi prediktor risiko terbaik dan oleh karena itu
diperlukan terapi hipertensi ringan. Terapi tersebut juga bermanfaat bagi hipertensi
sistolik terisolasi dan hipertensi pada orang tua.
Pertimbangan mengenai pengobatan serta obat apa yang harus digunakan
dalam menangani hipertensi amatlah penting. Tingkat tekanan darah, usia pasien,
tingkat keparahan kerusakan organ jika ada akibat tekanan darah tinggi, dan adanya
faktor risiko kardiovaskular harus diperhatikan. Penilaian fungsi ginjal dan adanya
proteinuria bermanfaat dalam pemilihan obat antihipertensi. Pada tahap ini, pasien
harus diberi pemahamantentang sifat hipertensi dan pentingnya pengobatan
sehingga ia dapat membuat keputusan mengenai terapi.
Begitu keputusan terapi dibuat, resimen terapeutik harus dikembangkan.
Pemilihan obat dibuat berdasarkan pertimbangan tingkat tekanan darah, ada atau

25
tidaknya dan keparahan kerusakan organ akhir, serta adanya penyakit lainnya.
Tekanan darah tinggi yang parah dengan komplikasi yang mengancam jiwa
membutuhkan penanganan yang lebih cepat dengan obat yang lebih berkhasiat.
Kebanyakan pasien dengan hipertensi telah mengalami tekanan darah yang
meningkat selama berbulan-bulan atau bertahun-tahun, dan terapi yang paling baik
dilakukan secara bertahap.
Pengetahuan tentang sejarah hipertensi, pentingnya pemenuhan dalam
pengobatan, serta potensi efek samping obat sangat penting. Obesitas harus diobati
dan obat-obatan yang meningkatkan tekanan darah (dekongestan simpatiomimetik,
obat antiinflamasi nonsteroid, kontrasepsi oral, dan beberapa obat herbal) harus
dihentikan pemakaiannya jika memungkinkan. Beberapa cara yang dapat dilakukan
oleh dokter untuk meningkatkan kepatuhan pasien terhadap pengobatan, antara lain
meyakinkan pasien bahwa dokter menganggap penyakitnya serius. pentingnya
perawatan harus diperkuat, dan pemberitahuan mengenai dosis atau efek samping
obat. Faktor lain yang dapat meningkatkan kepatuhan pasien adalah
menyederhanakan resimen pemberian dosis dan sebaiknyapasien memantau
tekanan darah di rumah.

6.1 Terapi Rawat Jalan Hipertensi


Langkah awal dalam mengobati hipertensi umumnya bersifat
nonfarmakologis. Pembatasan konsumsi natrium dapat menjadi pengobatan yang
efektif untuk banyak pasien dengan hipertensi ringan. Konsumsi masyarakat
Amerika rata-rata mengandung sekitar 200 mEq natrium per hari. Konsumsi yang
disarankan dalam mengobati hipertensi adalah 70-100 mEq sodium per hari, yang
dapat dicapai dengan tidak mengasinkan makanan selama atau setelah memasak
dan dengan menghindari makanan olahan yang mengandung natrium dalam jumlah
besar. Mengonsumsi buah-buahan, sayuran, dan produk susu rendah lemak dengan
kandungan lemak jenuh dan total yang berkurang, dan pengurangan asupan alkohol
(tidak lebih dari dua minuman per hari) juga dapat menurunkan tekanan darah.
Penurunan berat badan,bahkan tanpa pembatasan natrium, telah terbukti
dapat menormalkan tekanan darah pada 75% pasien dengan berat badan berlebih
dengan hipertensi ringan hingga sedang. Beberapa penelitian menyatakan bahwa
olahraga teratur dapat menurunkan tekanan darah pada pasien hipertensi.

26
Pada penanganan farmakologis hipertensi ringan, tekanan darah dapat
dinormalisasi pada banyak pasien dengan mengonsumsi obat tunggal. Namun,
kebanyakan pasien hipertensi memerlukan dua atau lebih obat antihipertensi.
Diuretik thiazide, pemblokir β, pemblokir ACE, pemblokir reseptor angiotensin,
dan pemblokir saluran kalsium telah terbukti mengurangi komplikasi hipertensi dan
dapat digunakan untuk terapi obat awal. Ada kekhawatiran bahwa diuretik, yang
secara negatif mempengaruhi profil lipid serum atau gangguan toleransi glukosa,
dapat menambah risiko penyakit koroner, sehingga mengurangi manfaat
pengurangan tekanan darah. Namun, percobaan klinis akhir-akhir ini
membandingkan kelas antihipertensi yang berbeda untuk terapi awal menemukan
bahwa chlorthalidone (diuretik thiazide) sama efektifnya dengan substansi lain
dalam mengurangi kematian penyakit jantung koroner dan infark miokard nonfatal,
dan lebih unggul dari amlodipin dalam mencegah gagal jantung. Selain itu,
corthalidone lebih unggul dari lisinopril dalam mencegah stroke.
Kehadiran beberapa penyakit secara bersamaan mempengaruhi pemilihan
obat antihipertensi karena dua penyakit dapat diatasi dengan obat tunggal.
Misalnya, obat yang menghambat sistem renin-angiotensin amat berguna pada
pasien diabetes atau penyakit ginjal kronis dengan proteinuria. Pemblokir βdan
pemblokir saluran kalsium bermanfaat pada pasien yang juga memiliki angina;
diuretik; pemblokir ACE, pemblokir reseptor angiotensin, pemblokir β
atauhidralazine yang dikombinasikan dengan nitrat pada pasien yang juga
mengalami gagal jantung; dan pemblokir α1pada pria yang memiliki hiperplasia
prostat jinak. Ras dapat mempengaruhi pemilihan obat. Misalnya, orang Afrika
Amerika rata-rata merespon lebih baik pada diuretik dan pemblokir saluran kalsium
daripada pemblokir β dan pemblokir ACE, sedangkan pasiendengan etnis Tionghoa
lebih sensitif terhadap efek pemblokir β dan mungkin memerlukan dosis lebih
rendah.
Jika satu obat tidak dapat mengontrol tekanan darah dengan baik, obat-obatan
dengan berbagai organ target dapat dikombinasikan untuk menurunkan tekanan
darah secara efektif sambil meminimalkan toksisitas. Jika diuretik awalnya tidak
digunakan, seringkali dipilih sebagai obat kedua. Jika tiga obat diperlukan,
kombinasi diuretik, agen sympathoplegic atau inhibitor ACE, dan vasodilator

27
langsung (misalnya hydralazine atau pemblokir saluran kalsium) pada umumnya
efektif. Di Amerika Serikat, kombinasi obat dosis tetap yang mengandung
pemblokir β, pemblokir ACE, atau pemblokir reseptor angiotensin dengan thiazide,
dan pemblokir saluran kalsium dengan inhibitor ACE tersedia. Kombinasi dosis
tetap memiliki kekurangan yaitu tidak dapat digunakan untuk titrasi dosis obat
individual, namun memiliki keuntungan yaitu membutuhkan lebih sedikit pil yang
akan dikonsumsi, yang dapat memudahkan pasien.
Pemeriksaan tekanan darah selama kunjungan kantor harus
mencakuppengukuran tekanan telentang, duduk, dan berdiri. Sebuah upaya harus
dilakukan untuk menormalkan tekanan darah pada postur tubuhatau tingkat
aktivitas yang lazim bagi pasien. Penelitian besar mengenai Pengobatan Hipertensi
Optimal (Hypertension Optimal Treatment) menunjukkan bahwa titik akhir tekanan
darah optimal adalah 138/83 mmHg. Menurunkan tekanan darahdi bawah tingkat
ini tidak menghasilkan keuntungan lebih lanjut. Namunpada penderita diabetes, ada
penurunan terus menerus tekanan darah sehingga tekanan darah menjadi semakin
rendah. Hipertensi sistolik(> 140 mm Hg dengan adanya tekanan darah diastolik
normal)adalah faktor risiko kardiovaskular yang kuat pada orang yang berusia lebih
dari 50 tahun danharus diobati.
Selain tidak patuhnya pasien pada pengobatan, penyebab kegagalanterapi
obat termasuk asupan natrium yang berlebihan dan terapi diuretik yang tidak
adekuat dengan volume darah berlebih, obat-obatanseperti antidepresan trisiklik,
antiinflamasi nonsteroid, over-the-counter sympathomimetics, penyalahgunaan
stimulan(amfetamin atau kokain), atau dosis berlebihan kafein dan alat kontrasepsi
oral. Hal-hal tersebut bisa mengganggu kerja obat-obatan antihipertensi atau
langsung menaikkan tekanan darah.
6.2 Penanganan Hipertensi Darurat
Keadaan darurat relatif jarang terjadi pada sejumlah besar pasien dengan
hipertensi kronis. Meskipun demikian, kenaikan tekanan darah, baik yang sudah
diprediksi maupun mendadak, merupakan ancaman serius bagi kehidupan, dan
pengendalian tekanan darah dengan cepat diperlukan. Keadaan darurat hipertensi
seringkali terjadi pada pasien hipertensiparah dan kurang terkontrol dan pada pasien
yang mendadak menghentikan pengobatan antihipertensi.

28
6.2.1 Presentasi Klinis dan Patofisiologi
Keadaan darurat hipertensi meliputi hipertensi yang terkait dengankerusakan
vaskular (disebut hipertensi ganas) dan hipertensi yang terkait dengan komplikasi
hemodinamik seperti gagal jantung, stroke, atau pembedahan aorta aneurisma.Yang
mendasari proses patologis pada hipertensi ganas adalah arteriopati
progresifdengan peradangan dan nekrosis arteriol. Lesi vaskular terjadi di ginjal,
yang melepaskan renin, yang dapat merangsang produksi angiotensin dan
aldosteron, yang selanjutnyameningkatkan tekanan darah.
Ensefalopati hipertensif merupakan salah satu ciri hipertensi ganas. Gejala
klinisnya, antara lain sakit kepala parah, kebingungan mental, dan ketakutan.
Penglihatan kabur, mual dan muntah, serta defisit neurologis fokal seringkali
terjadi. Jika tidak diobati, sindrom ini bisa berlanjut selama 12-48 jam hingga
berakibat kejang, pingsan, koma, bahkan kematian.

6.2.2 Penanganan Keadaan Darurat Hipertensi


Penatalaksanaan umum keadaan darurat hipertensi memerlukan pemantauan
pasien di unit perawatan intensif dengan terus menerus memantau tekanan darah
arteri. Asupan dan pengeluaran cairan harus dipantau dan berat badan diukur setiap
hari sebagai indikator volume cairan tubuh total selama menjalani terapi.
Obat antihipertensi parenteral digunakan untuk menurunkan tekanan darah
dengan cepat (dalam beberapa jam). Setelah tekanan darah yang normal tercapai,
terapi antihipertensi harus diganti dengan menggunakan obat anti hipertensi oral
karena memungkinkan pengelolaan hipertensi jangka panjang yang lebih lancar.
Tujuan dari pengobatan hipertnsi pada beberapa jam pertama atau hari bukanlah
untuk mencapainormalisasi tekanan darah secara total karena hipertensi kronis
dikaitkan dengan perubahan autoregulator pada aliran darah serebral. Normalisasi
cepat tekanan darah dapat menyebabkan hipoperfusi serebral dan cedera otak.
Dengan demikian, tekanan darah harus diturunkan sekitar 25% serta menjaga
tekanan darah diastolik tidak kurang dari 100-110 mmHg. Selanjutnya, tekanan
darah dapat dikurangi ke tingkat normal dengan menggunakan obat oral selama
beberapa minggu. Obat yang paling umum digunakan untuk mengobati keadaan
darurat hipertensi adalah vasodilator sodium nitroprusside. Obat parenteral lainnya
yang mungkin efektif meliputi fenoldopam, nitrogliserin, labetalol, pemblok

29
saluran kalsium, diazoxide, dan hydralazine. Esmolol biasa digunakan untuk
penanganan hipertensi intraoperatif dan postoperatif. Diuretik seperti furosemida
diberikan untuk mencegah ekspansi volume yang biasanya terjadi selama
pemberian vasodilator kuat.

Tabel 3 Obat-obatan yang Digunakan untuk Hipertensi

30
DAFTAR PUSTAKA

Katzung, Bertram, G., Susan B. Masters, dan Anthony J. Trevor. 2012. Basic & Clinical
Pharmacology, 12th ed. New York: McGraw Hill.

31

Anda mungkin juga menyukai