NEUROLOGIS
Sumber: DeJong’s Neurologic examination
1
PEMERIKSAAN FISIK N. I
Anamnesis penting untuk pasien gangguan olfaktori meliputi riwayat trauma, merokok, pemyakit
saluran pernafasan, nutrisi, riwayat pengobatan, dan paparan obat.
Pemeriksaan Fisik
- Harus dipastikan saluran hidung terbuka sebelum pemeriksaan penghidu, karena sebagian
besar gangguan penghidu karena obstruksi selain karena rhinitis maupun sinusitis.
- Lakukan pemeriksaan menggunakan stimulus noniritasi
- Hindari bahan yang mengandung amonia karena mampu merangsang nervus trigeminus
- Lakukan pemerikaan setiap nostril secara terpisah dengan menutup nostril yang lain, mata
pasien ditutup
- Cek apakah pasien mampu mencium bau, jika mampu minta untuk identifikasi.
- Ulangi untuk nostril yang lain
- Sisi nostril yang kemungkinan mengalami kelainan dilakukan pemeriksaan terlebih dahulu
- Untuk pemeriksaan bedside dapat digunakan pasta gigi, alkohol, sabun, pembersih mulut, dan
bahan yang lain
- Persepsi bau lebih penting daripada identifikasi. Persepsi adanya bau mengidentifikasi jaras
olfaktori sedangkan kemapuan identifikasi mengidentifikasi fungsi kortikal yang bagus.
- Kemampuan persepsi bau walau tanpa mampu identifikasi menyingkirkan anosmia.
2
Beberapa penyebab anosmia persisten
Sindrom Foster Kennedy yang terdiri dari anosmia yang disertai atrofi optik ipsilateral
unilateral dan papiledema kontralateral, biasanya disebabkan karena pertumbuhan tumor di regio
orbitofrontal seperti pada kasus meningioma sulcus olfaktori. Anosmia dan atrofi ortik karena
penekanan secara langsung sedangkan papiledema karena peningkatan tekanan intra kranial.
Sindrom Pseudo-Foster keneddy jika gambaran kelainan oftalmologi diatas tanpa disertai anosmia
yang biasanya karena iskemia nervus optikus anterior.
Anosmia dapat ditemukan pada penyakit dementia karena degeneratif terutama penyakit
Alzheimer's. Pemeriksaan kelainan penghidu merupakan metode untuk deteksi dini penyakit dan
membedakannya dengan kondisi yang lain seperti depresi. Disfungsi Olfactory ditemukan pada pasien
dengan Parkinson's disease.
3
PEMERIKSAAN FISIK N. II
PEMERIKSAAN FISIK
Idealnya mata diperiksa secara terpisah antara mata kanan dan kiri
Lakukan pemeriksaan status luar mata sebelum melakukan pemeriksaan nervus optikus
Dengan Kartu snellen, Pada pemeriksaan kartu memerlukan jarak enam meter antara pasien
dengan tabel, jika tidak terdapat ruangan yang cukup luas, pemeriksaan ini bisa dilakukan
dengan cermin. Ketajaman penglihatan normal bila baris yang bertanda 6 dapat dibaca dengan
tepat oleh setiap mata (visus 6/6)
Pemeriksaan penglihatan perifer dapat menghasilkan informasi tentang saraf optikus dan lintasan
penglihatan mulai dari mata hingga korteks oksipitalis. Dapat dilakukan dengan: Tes Konfrontasi,
Jarak antara pemeriksa – pasien : 60 – 100 cm, Objek yang digerakkan harus berada tepat di tengah-
tengah jarak tersebut. Objek yang digunakan (2 jari pemeriksa / ballpoint) di gerakan mulai dari lapang
pandang kanan dan kiri (lateral dan medial), atas dan bawah dimana mata lain dalam keadaan tertutup
dan mata yang diperiksa harus menatap lurus ke depan dan tidak boleh melirik ke arah objek
tersebut. Syarat pemeriksaan lapang pandang pemeriksa harus normal.
Refleks Pupil
Pakailah senter kecil, arahkan sinar dari samping (sehingga pasien tidak memfokus pada cahaya
dan tidak berakomodasi) ke arah salah satu pupil untuk melihat reaksinya terhadap cahaya. Inspeksi
kedua pupil dan ulangi prosedur ini pada sisi lainnya. Pada keadaan normal pupil yang disinari akan
mengecil.
Jika pada pupil yang satu disinari maka secara serentak pupil lainnya mengecil dengan ukuran yang
sama.
Digunakan alat oftalmoskop. Putar lensa ke arah O dioptri maka fokus dapat diarahkan kepada
fundus, kekeruhan lensa (katarak) dapat mengganggu pemeriksaan fundus. Bila retina sudah
4
terfokus carilah terlebih dahulu diskus optikus. Caranya adalah dengan mengikuti perjalanan vena
retinalis yang besar ke arah diskus. Semua vena-vena ini keluar dari diskus optikus.
Tes warna
5
PEMERIKSAAN FISIK N. V
PEMERIKSAAN :
Pasien menggigit giginya sekuat-kuatnya, palpasi m.maseter & temporalis (palpasi anterior
otot bukan lateral otot)
Pasien membuka mulutnya,perhatikan deviasi rahang bawah ( m. pterigoideus lateralis)
Kayu tong spatel digigit bergantian, bandingkan bekas gigitan( M.Pterigoideus Medialis)
INTERPRETASI
Normal :
Kelainan :
Penjelasan dejong :
Penilaian fungsi motorik trigeminal dilakukan dengan memeriksa otot-otot pengunyahan. Massa dan
kekuatan otot masseters dan pterygoids dapat diukur dengan meraba otot-otot rahang pasien.
Sebuah teknik yang efektif adalah dengan menempatkan jari pemeriksa sepanjang perbatasan
anterior, bukan lateral, otot masseters bilateral. Ketika rahang ditutup jari-jari akan bergerak maju,
gerakan ini harus simetris pada kedua belah sisi. Kelemahan motorik unilateral trigeminal
menyebabkan penyimpangan rahang menuju sisi lemah pada pembukaan. Lidah juga menyebabkan
penyimpang ke arah sisi sesuai dengan lesi N XII. Jadi baik lidah dan rahang menyimpang ke sisi
kelemahan.
6
Observasi yang cermat dari pembukaan rahang sering petunjuk awal adanya suatu kelainan. Kadang-
kadang sulit untuk memastikan apakah rahang menyimpang atau tidak. Perhatikan hubungan
kedudukan garis tengah antara gigi seri atas dan bawah, yang merupakan indikator yang lebih dapat
diandalkan daripada gerakan bibir. Ujung hidung dan lekukan interincisural harus berbaris. Teknik lain
yang berguna adalah untuk menggambar garis vertikal di bagian atas garis tengah dan bibir bawah
menggunakan penanda. Ketidaksejajaran dua tanda vertikal tersebut saat rahang dibuka
menunjukkan penyimpangan. Jika mampu pasien dapat diminta memindahkan rahang dari sisi ke sisi.
Adanya kelemahan unilateral pasien tidak mampu untuk memindahkan rahang kontralateral.
Kelemahan otot pterygoids kanan menyebabkan penyimpangan rahang ke kanan pada pembukaan
spontan, dan ketidakmampuan untuk menggerakkan rahang kiri pada perintah. Teknik lain untuk
memeriksa fungsi motorik trigeminal adalah meminta pasien mendorong dan menarik kembali
rahang, dicatat setiap kecenderungan adanya penyimpangan, dan memeriksa gigitan pasien pada stik
dengan gigi molar. Kelemahan sepihak otot yang diinervasi N. Trigeminal umumnya menandakan lesi
yang melibatkan batang otak, ganglion Gasserian atau akar motorik N. V di dasar tengkorak.
Kelemahan bilateral otot-otot pengunyahan dengan ketidakmampuan untuk menutup mulut (rahang
menggantung) menunjukkan penyakit motor neuron, yang mengalami gangguan transmisi
neuromuskuler, atau miopati. Adanya atrofi yang signifikan pada satu masseter, dapat dilihat adanya
pendataran pada sisi yang terlibat. Jarang ditemukan adanya fasikulasi atau gerakan abnormal tak
terkendali yang terjadi. Karena adanya persarafan bilateral maka lesi UMN unilateral jarang
menyebabkan penurunan fungsi motorik trigeminal yang signifikan. Mungkin ada kelemahan
unilateral yang ringan. Jumlah keterlibatan tergantung pada luasnya decussation. Pada lesi bilateral
supranuclear ada kemungkinan ditemukan paresis.
7
PEMERIKSAAN SENSORIK N. TRIGEMINUS
Dalam pengujian sensasi, sentuhan wajah, nyeri dan kadang-kadang suhu diperiksa dengan cara yang
sama seperti tempat lain pada tubuh, mencari daerah yang mengalami perubahan sensasi. Lebih baik
untuk meminta pasien merasakan apakah rangsangan kedua belah pihak sama daripada untuk
mengetahui perbedaan kedua belah pihak. Kadang-kadang berguna untuk memeriksa lubang hidung,
gusi, lidah, dan bagian dalam pipi. Proprioception tidak dapat diuji secara memadai, namun dapat di
uji kemampuan untuk mengidentifikasi angka yang ditulis pada kulit.
Ada tiga hal dalam mengevaluasi sensasi wajah: (a) menentukan apakah kehilangan sensori akibat
proses organik atau nonorganik, (b) menentukan modalitas yang terlibat, dan (c) mendefinisikan
distribusi. Keluhan mati rasa di wajah umum terjadi, namun tidak semua karena proses organik.
Kehilangan sensori nyata wajah dapat menjadi temuan yang serius, kadang-kadang menandakan
keganasan. Berbagai metode dan trik untuk mendeteksi kehilangan sensori nonorganik tidak
sepenuhnya dapat diandalkan, dan diagnosis ini harus dilakukan dengan hati-hati. Pasien dengan
kehilangan sensori nonorganik mungkin memiliki demarkasi daerah yang abnormal pada garis rambut
bukan kulit kepala vertex. Pada hilangnya fungsional sensorik wajah bagian bawah akan cenderung
mengikuti garis rahang dan melibatkan takik otot masseter, yang tidak diinervasi trigeminal
8
Pada batang tubuh kelainan sensorik organik biasanya berhenti pendek di midline karena tumpang
tindih dari sisi yang berlawanan, dan adanya pemisahan pada garis tengah menunjukkan nonorganik.
Temuan ini tidak dapat diandalkan pada pemeriksaan wajah karena tumpang tindih yang kurang pada
wajah, sehingga kehilangan sensori organik wajah dapat memperpanjang ke garis tengah. Refleks
kornea dan yg menyebabkan bersin harus normal pada kasus hilangnya sensorik nonorganik.
Memisahkan getaran di sepanjang garis tengah konon tanda nonorganik. Karena tulang frontal dan
mandibula merupakan tulang tunggal, tidak boleh ada perbedaan dalam sensibilitas getaran di kedua
sisi garis tengah. Pasien yang melaporkan perbedaan dalam sensibilitas getaran pada pengujian hanya
untuk salah satu sisi midline mungkin merupakan kehilangan sensori nonorganik. Kehandalan tanda
ini belum divalidasi, bisa menyesatkan.
Reflek kornea, reflek bersin, dan reflek rahang adalah refleks yang paling sering dinilai dalam
mengevaluasi saraf trigeminal. Saraf afferent dari refleks ini dimediasi trigeminal. Beberapa reflek
eferen juga trigeminal (misalnya, reflek rahang), yang lain eferen melalui koneksi dengan CN III, CN
VII, atau jalur lainnya.
REFLEK MANDIBULA
Untuk memeriksa reflek rahang, pemeriksa menempatkan jari telunjuk atau ibu jari di tengah dagu
pasien, memegang mulut yang terbuka dengan santai, kemudian pukul jari pemeriksa dengan
hammer reflek. Respon adalah gerakan mandibula secara mendadak ke atas. Metode lain untuk
memperoleh refleks meliputi memukul dagu secara langsung dan menempatkan spatel lidah diatas
lidah atau gigi seri bawah, kemudian diikuti memukul dagu. Semua ini menyebabkan respon
mandibula secara bilateral. Respon unilateral kadang-kadang dapat ditimbulkan dengan memukul
sudut rahang. Impuls aferen refleks ini melalui bagian sensorik dari saraf trigeminal, mungkin melalui
radik mesencephalic, dan impuls eferen melalui bagian motornya, pusat refleks dalam pons. Pada
orang normal, reflek rahang aktif secara minimal aktif atau bahkan absen. Penggunaan terbesar
adalah untuk membedakan hiper-reflexia ekstremitas karena lesi tulang belakang leher (di mana
reflek rahang normal) dari hiper-reflexia generalis (di mana reflek rahang meningkat seiring dengan
peningkatan semua refleks lainnya). Refleks rahang meningkat pada lesi yang mempengaruhi jalur
9
corticobulbar di atas nukleus motorik, terutama jika bilateral seperti pada pseudobulbar cerebri atau
amyotrophic lateral sclerosis (ALS). Kadang-kadang dimungkinkan muncul clonus rahang.
REFLEK KORNEA
Refleks kornea ditimbulkan oleh sentuhan ringan kornea dengan seuntai kapas atau tisu. Hal ini
digunakan untuk menilai fungsi N V1. Rangsangan idealnya harus dirangsang ke kornea bagian atas,
karena kornea yang lebih rendah pada beberapa individu mungkin diinervasi N V2. Rangsangan harus
dari bawah atau dari samping sehingga pasien tidak bisa melihatnya (Gambar 15.9). Stimulus harus
disampaikan ke kornea, tidak sclera. Jika ada bukti infeksi mata, bagian yang berbeda dari kapas atau
jaringan harus digunakan untuk dua mata. Rangsangan seperti benda tumpul besar atau jari tidak
boleh digunakan, bahkan pada pasien koma. Sebagai tanggapan terhadap stimulus kornea, harus
berkedip pada sisi ipsilateral (refleks langsung) dan kontralateral (refleks konsensual) mata. Aferen
refleks dimediasi oleh N V1 sedangkan eferen reflek oleh N VII. Refleks berkedip adalah fungsi
elektropsikologi di mana stimulus listrik dikirim ke saraf trigeminal, dan respon dicatat dari otot-otot
wajah. Hal ini dapat memberikan informasi lebih lanjut tentang N V, N VII, dan hubungan antara
mereka. H-refleks dapat diperoleh dari oto masseter dan temporalis. Untuk lesi batang otak, lokalisasi
lesi elektropsikologi sesuai dengan temuan pencitraan.
Adanya lesi trigeminal unilateral baik respon langsung maupun konsensual mungkin tidak ada, mata
tidak berkedip. Stimulasi mata kontralateral menghasilkan respon langsung dan konsensual yang
normal. Lesi N. VII sesisi maka respon langsung mungkin terganggu, namun refleks konsensual normal.
Stimulasi kontralateral menghasilkan respon langsung normal, tetapi respons konsensual terganggu.
Lesi yang melibatkan koneksi trigeminofacial mungkin menghasilkan penurunan kedua respon
langsung dan konsensual. Refleks kornea mungkin tertekan pada lesi kontralateral, terutama jika ada
keterlibatan thalamic. Sensasi kornea dapat terganggu pada pemakai lensa kontak.
REFLEK NASAL/BERSIN
Reflex stimulasi selaput lendir hidung dengan kapas, atau benda serupa menyebabkan kerutan
hidung, penutupan mata dan pernafasan kuat yang menyerupai bersin Nervus ophthalmicus cabang
dari trigeminal menginervasi septum nasal dan saluran hidung bagian anterior. Aferen refleks melalui
CN V1, eferen melalui N. V, VII, IX, X, dan saraf motor dari sumsum tulang belakang servikalis dan
thorakalis.
10
PEMERIKSAAN OCULAR MOTOR NERVES (N III, IV, VI)
Pemeriksaan Keterangan
INSPEKSI
Inspeksi luar
Posisi kedua mata Inspeksi mata dari luar, apakah terdapat malalignment (strabismus) yang tampak.
11
- Melihat objek yang dekat, dinilai respon konvergensinya
Miosis
- Menilai konstriksi pupil saat melihat dekat
Tes Saccadic Pasien melihat satu objek, kemudian secara cepat melihat objek lain, dinilai:
- Kecepatan
- Magnitude
- Akurasi
Refleks Vestibulookular Pasien melihat satu objek, kemudian kepala digerakkan secara pasif ke kiri dan ke
kanan, atas dan bawah.
Test Optokinetik Pasien diminta mengamati objek khusus, seperti target bergaris yang bergerak atau
rotating drum. Dinilai adanya nistagmus optokinetik.
TES MALALIGNMENT
(DIPLOPIA)
Tes subjektif:
Red lens test Pasien mengenakan kacamata khusus berwarna merah pada kaca sebelah kanan.,
kemudian diminta melirik pada keenam arah kardinal. Cari karakteristik diplopia yang
terjadi pada masing-masing posisi.
12
Maddox rod test Maddox rod merupakan silinder plastik yang membentu garis vertikal maupun
horizontal, tergantung cara penggunaannya. Garis vertikal digunakan untuk menilai
diplopia horizontal, dan sebaliknya.
Tes Objektif:
Test refleks pantulan Menamati refleksi (pantulan) cahaya pada kornea, untuk memperkirakan ada
cahaya kornea tidaknya deviasi mata
(hirschberg test)
Cover test Cover-uncover test
- Untuk mengevaluasi strabismus kongenital dimana terdapat deviasi yang jelas
Alternate cover test
- Untuk menilai strabismus yang lebih ringan
Comitance Menilai konsistensi deviasi pada berbagai arah gaze
TES LAINNYA
Occular bobbing, occular Merupakan gerakan saccade spontan menjauh dari titik fiksasi
flutter, opsoclonus
Ocular motor apraxia Ketidakmampuan melakukan gerakan saccade untuk melihat secara horizontal, dan
mengkompensasinya dengan berkedip atau gerakan kepala.
Oculogyric crisis Serangan deviasi konjugasi upward involunter pada mata, dapat berlangsung singkat
maupun berjam-jam.
Ocular dysmetria Terdapatnya over maupun undershooting pada gerakan refiksasi yang cepat
13
Pemeriksaan Nervus VII . Nervus Facialis
14
6. Minta pasien untuk bersiul Hembusan angin dari siulan
akan menghilang dari sisi
bibir wajah yang mengalami
kelemahan
7. Minta pasien untuk membuka mulut selebar Jumlah gigi yang tampak
mungkin. Amati bukaan mulut harus simetris, dan saat mulut dibuka umumnya
jumlah gigi yang ditunjukkan antara sisi kanan/ kiri lebih sedikit dibanding sisi
wajah (pembatasnya midline wajah) sama yang normal.
Pada pasien yang
8.Minta pasien menangkupkan gigi (menggigit) mengalami lesi Nervus VII :
dan tariklah sudut bibirnya dengan memintanya
untuk meringis untuk memunculkan platysma.
B Pemeriksaan Sensoris
1. Rasa
a. Minta pasien untuk menjulurkan lidah. Pasien dapat merasakan
sensasi rasa pada lidah
dengan tepat.
b. Letakkan permukaan dorsal jari telunjuk kiri
pemeriksa secara horizontal pada dagu pasien,
sambil menahan kassa/ tissue yang melapisii jari
telunjuk pemeriksa
c. Ketika lidah menjulur, tahan posisinya diantara
jari telunjuk dan ibu jari yang telah dilapisi kassa/
tissue
15
f. Pengujian dilakukan dalam kurun waktu 5-10
detik
16
6. Refleks Trigeminofacial, Trigeminopalpebral,
atau Trigemino-Orbicularis
17
Pemeriksaan nervus VIII
Nervus Koklearis
No Jenis Pemeriksaan Mekanisme Pemeriksaan Interpretasi
A suara bisik 1. Rinne
4. Bing
– Getarkan garputala dan tempatkan pd
calvaria penderita. Tidak Interpretasi :
– Sumbatlah salah satu lubang telinga Bing + : lateralisasi ke
penderita. telinga yg disumbat
– Tanyakan kearah telinga mana terdengar Bing - : tidak ada
suara garputala lebih keras. lateralisasi
b. Apa Pemeriksaan keseimbangan : Celah Interpretasi :
1. Uji romberg Romberg +
Jalan ditempat dengan mata tertutup Jalan berubah arah kesisi
Mengerak-gerakkan kedua anggota bagian labirin yg rusak
atas, Deviasi kearah labirin yg
Vestibularis keatas, kebawah dengan mata tertutup rusak
18
Pemeriksaan Nervus IX dan X
Nervus IX, X
No Jenis Pemeriksaan Mekanisme Pemeriksaan Interpretasi
A Pemeriksaan Motorik
Normal : Simetris lengkung
langit-langit
A.INSPEKSI LENGKUNG LANGIT-LANGIT Kelainan : Lengkung langit-
Minta penderita membuka mulut & suruh langit yg sehat bergerak
ucapkan “Ah,Ah” keatas
Perhatikan lengkung langit-langit dan posisi Lengkung langit-langit yg
uvula lumpu tertinggal.
Normal : mampu minum air
B. Pemeriksaan fungsi menelan dg baik.
– Minta penderita minum air Kelainan : air akan masuk
– Perhatikan mampu minum air atau air masuk ke hidung pd lesi n.IX
ke hidung bilateral
19
Pemeriksaan Nervus XI, XII
Nervus XI . Nervus
Accessorius
No Jenis Pemeriksaan Mekanisme Pemeriksaan Interpretasi
A Pada keadaan normal
Pemeriksaan Otot 1.Letakkan salah satu tangan pemeriksa pada ukuran dan kekuatan Otot
Sternomastoideus sisi kanan kepala pasien relatif sama.
2. Minta pasien untuk menolehkan kepala ke
arah kanan sejauh mungkin. Atau pemeriksa
berusaha mengembalikan kepala kearah depan,
sambil meminta pasien menahan posisi kepala
yang sudah menoleh dengan terlebih dulu
3. Amati ukuran dan kekuatan dari otot
Sternomastoideus kiri. Langkah serupa dapat
dilakukan untuk otot Sternomastoideus kanan
(kepala ditolehkan ke kiri)
B Pemeriksaan Otot
Trapezius 1. Pemeriksa berdiri di belakang pasien.
2.Amati leher pasien, punggung dan bahu. Pada keadaan normal
Apakah tampak simetris? Apakan ototnya ukuran dan kekuatan Otot
memiliki ukuran dan bentuk yang cenderung relatif sama.
sama di kedua sisi tubuh?
Pada keadaan normal
3. Tahan bagian atas otot bahu dengan tangan kekuatan Otot terkait
sambil meminta pasien mengangkat bahunya mampu melawan tahanan
keatas setinggi telinga tangan pemeriksa.
20
Nervus XII . Nervus
Hipoglossus
No Jenis Pemeriksaan Mekanisme Pemeriksaan Interpretasi
1. Minta pasien untuk membuka mulut tanpa
menjulurkan lidah
a. Lihat kedalam mulut . Amati lidah pasien, Pada kelemahan N XII lidah
apakah mendatar, menggulung, bergerak gerak, akan tampak lebih rendah
atau diam. posisinya dibandingkan
letak lidah normal.
b. Amati apakah garis tengah lidah berada pada Pada kelemahan N XII garis
garis tengah mulut tengah lidah tidak berada
tepat di garis tengah mulut
(deviasi)
a. Pada orang normal, lidah
2. Minta pasien untuk menjulurkan lidah secara terjulur tepat pada garis
lurus tengah mulut
b.Pada kelemahan N. XII
lidah umumnya menjulur
kearah sisi yang lemah
21
Pemeriksaan Motorik
Kekuatan otot
Gerakan utama leher adalah fleksi, ekstensi, rotasi, dan abduksi lateral
Pemeriksaan fleksi leher:
22
Pemeriksaan Gerakan dan Otot-Otot Ekstremitas Atas
Pemeriksaan rhomboid:
-Pasien diminta melakukan gerakan abduksi lengan hingga 90◦, melawan dorongan pemeriksa
Pemeriksaan Supraspinatus:
-Salah satu tangan pemeriksa diletakkan di bahu pasien guna melakukan palpasi supraspinatus,
sementara tangan lainnya memberikan tahanan di lengan bawah pasien
-Pasien diminta melakukan abduksi bahu kurang dari 15º
23
Pemeriksaan Pektoralis Mayor:
-Lengan pasien dalam posisi abduksi dan tangan pasien memegang lengan pasien
-pasien diminta mengadduksikan lengannya melawan tahanan pemeriksa
Pemeriksaan Latissimus dorsi
-Lengan kanan pasien dalam posisi abduksi ditahan oleh tangan kanan pemeriksa
-Pasien diminta mengadduksikan lengannya
-Tangan kiri pemeriksa meraba m.latissimus dorsi
Pemeriksaan Rotasi Eksternal Lengan
24
-Letakkan siku pasien di posisi antara fleksi dan ekstensi
-Minta pasien untuk mengekstensikan sikunya atau menahan posisinya dari tahanan pemeriksa
Pemeriksan brachioradialis:
-Dalam posisi semipronasi, pasien diminta memfleksikan lengan bawahnya melawan tahanan
pemeriksa
Fleksi Wrist:
-Lengan bawah pasien di pegang pemeriksa dalam posisi pronasi dan pergelangan tangan
setengah ekstensi
-Pasien berusaha menahan usaha pemeriksa memfleksikan tangan pasien
Tangan dan Jari
Pemeriksaan Fleksor Digitorum Profundus:
-Pasien diminta menahan usaha pemeriksa untuk mengekstensikan falang distal sementara falang
media difiksasi
Pemeriksaan fleksor digitorum sublimis:
-Pasien diminta menahan usaha pemeriksa untuk meluruskan jari-jari pada sendi interfalang
pertama
Pemeriksaan ekstensor digitorum comunis:
-Dengan tangan diluruskan dan sendi interfalang diekstensikan, pasien diminta menahan usaha
pemeriksa untuk memfleksikanjari pada sendi metacarpofalangeal
Ekstensi falang distal dan media:
-Pemeriksa memfiksasi sendi metacarpofalangeal
-Pasien diminta untuk mengekstensikan jarinya melawan tahanan pemeriksa
Pemeriksaan fleksor policis longus:
-Pasien diminta menahan upaya pemeriksa untuk mengekstensikan falang distal ibu jari
sementara falang proksimal difiksasi
25
Pemeriksaan Ekstensor policis longus:
-Pasien diminta melawan fleksi pasif ibu jari pada sendi interfalangeal
Pemeriksaan Ekstensor policis brevis:
-Pasien diminta melawan fleksi pasif ibu jari pada sendi metacarpofalangeal
Pemeriksaan abduktor policis longus:
-Pasien diminta mengabdusikan ibu jari pada bidang sejajar telapak tangan
Pemeriksaan policis opponen:
-Pemeriksa menahan ibu jari pasien
-Pasien diminta melawan tahanan sehingga ibu jari bisa menyentuh ujung jari kelingking
Pemeriksaan opponen digiti minimi:
-Pasien diminta menggerakan jari kelingkingnya yang diekstensikan pemeriksa menuju ibu jari
-Pasien diminta memfleksikan paha melawan tahanan pemeriksa, lutut difleksikan dan tungkai
bertumpu pada lengan pemeriksa
Pemeriksaan ekstensor paha di bagian pinggul:
26
-Pasien telentang, diminta untuk menggerakkan tungkai ekstensi keluar melawan tahanan
pemeriksa
-Kontraksi gluteus medius dan tensor fascia latae dapat dipalpasi
Pemeriksaan Adduksi Paha di Pinggul:
-Pasien berbaring posisi telungkup, diminta untuk mempertahankan fleksi lutut sementara
pemeriksa berusaha mengekstensikan lutut pasien.
Pemeriksaan Sartorius:
-Pasien dalam posisi paha difleksikan dan rotasi lateral, lutut fleksi sedang
-Pasien diminta memfleksikan lututnya melawan tahanan pemeriksa
Pemeriksaan ekstensi tungkai :
-Pasien berbaring telentang, diminta untuk mengekstensikan tungkai di sendi lutut melawan
tahanan pemeriksa
-Kontraksi quadrisep femoris dapat dilihat dan dipalpasi
27
Pemeriksaan fleksi plantar kaki:
-Pasien diminta melakukan gerakan fleksi plantar kaki pada pergelangan kaki melawan tahanan
pemeriksa
-kontraksi gastrocnemius dan otot-otot yang terkait dapat dilihat dan diplapasi
Pemeriksaan dorsofleksi (ekstensi)kaki:
-Pasien diminta melakukan gerakan fleksi jari-jari kaki melawan tahanan pemeriksa
28
Pemeriksaan Tonus Otot
-Pasien berbaring tanpa bantal, rileks, mata ditutup, dan alihkan perhatiannya
-Pemeriksa menempatkan satu tangannya di bawah oksiput pasien untuk melindungi kepala
pasien
-Tangan yang lain mengankat kepala pasien dengan cepat dan kemudian menjatuhkannya
-Normal jika kepala akan turun dengan cepat ke tangan pemeriksa yang melindungi kepala pasien
tersebut
-Rigiditas ekstrapiramidal: kepala akan jatuh secara lembut dan lambat
-Meningismus: adanya tahanan pada fleksi leher
29
-Hipotonus(penyakit serebellar): ayunan lengan lebih besar dari normal
-Pemeriksa dengan cepat mengangkat lengan pasien setinggi bahu, kemudian dijatuhkan
-Spastisitas : gerakan jatuh lebih lambat
-Hipotonus : gerakan jatuh lebih cepat
30
PEMERIKSAAN SENSORI
SENSASI EKSTEROCEPTIF
31
- Pasien yang kooperatif bisa menggambarkan
area yang mengalami gangguan sensori, yang
kemudian dibandingkan dengan gambar
distribusi sensori.
SENSASI PROPRIOSEPTIF
32
SENSAS I GETARAN
SENSASI TEKANAN
33
Sensasi Nyeri Dalam atau Nyeri Tekanan Nyeri dalam diperiksa dengan cara menekan
otot, tendon, atau testis; menekan kuat dan
hiperfleksi kuat sendi interphalangeal tangan;
penekanan kuat dasar kuku dengan palu reflek
atau gigi garputala.
- Interpretasi:
34
- Interpretasi
- Interpretasi
5. Gnostic atau Fungsi Recognisi lain - Pemeriksa menanyakan identifikasi salah satu
tungkai/lengan atau satu sisi tubuh.
- Interpretasi
35
REFLEX EXTREMITAS ATAS
Pemeriksaan interpretasi
Reflek Biceps
1 Tangan diletakan pada pangkuan pasien atau pemeriksa menahan respon positif jika didapatkan fleksi
lengan pasien dengan siku diletakan pada tangan pemeriksa lengan di siku
Reflek Triceps
1 Lengan diletakan pada pertengahan antara keadaan fleksi dan respon positif apabila terdapat
ekstensi, dapat diletakan pada pangkuan pasien, pada paha atau ekstensi lengan bawah di sendi siku
pangkal paha atau pada tangan pemeriksa.
Ketuk tendon tricep hanya pada bagian atas tempat insersesinya pada prosesus olecranon dari ulna
Refleks Brachioradialis
1 Lengan bawah pada posisi semifleksi dan semipronasi respon positif jika terdapat fleksi
menyebabkan fleksi siku dengan variable supinasi lengan bawah di siku dan supinasi
tangan
36
2 Ketuk tepat di atas prosesus styloid dari radius
Wartenberg Sign's
1 Meletakan tangan pasien pada permukaan yang solid dalam respons feksi jari pasien dan phalanx
keadaan supinasi dengan jari-jari sedikit menekuk distal dari ibu jari
2 Pemeriksa menempatkan jarinya berlawanan dengan jari pasien
37
3 Ketuk jarinya dengan palu refleks
Reflek Clavicula
1 Pasien dengan ekstremitas atas hiperfleksi kontraksi otot-otot ekstremitas atas.
Respon akan sama pada tiap sisi
2 Ketuk aspek lateral dari klavikula diikuti kontraksi yang meluas dari sekelompok otot pada lengan atas
Reflek Pronator
1 Dengan siku semifleksi dan lengan bawah sedikit pronasi, ketuk respon supinasi dan pronasi dari
baik permukaan volar dari radius distal atau aspek dorsal dari lengan bawah
procesus styloid dari ulna dapat menghasilkan supinasi yang
singkat diilkuti oleh pronasi dari lengan bawah dapat juga terjadi
fleksi pada pergelangan tangan dan jari- jari
38
REFLEX BATANG TUBUH
Pemeriksaan interpretasi
Reflek Costal Periosteal
1 posisikan pasien dalam posisi terlentang, ketuk tepi bawah tulang normal jika muncul kontraksi pada
iga costa cartilago dan procesus xyphoideus pada tulang sternum otot dan pergerakan ringan pada
daerah umbilikus mengikuti arah
rangsangan
Reflek otot perut
1 refleks peregangan perut dapat ditimbulkan oleh peregangan otot- pada orang yang normal reflek
otot dinding perut di berbagai titik pada dinding perut otot- otot dinding perut akan
muncul minimal
2 pemeriksa dapat dengan langsung menekan dinding perut dengan penggaris, jari telunjuk atau dengan
mengetuk menggunakan palu refleks
Reflek Iliaca
1 ketuk di atas krista iliaca ketukan di atas crista iliaca akan
diikuti dengan kontraksi otot- otot
perut bagian bawah. refleks ini
dimediasi oleh nervus intercostal
bawah (T10-T12)
Reflek Simphisis Pubis
1 pasien dalam posisi berbaring dengan otot perut yang rileks respon akan diikuti oleh kontraksi
dengan paha sedikit abduksi dan rotasi internal. Kemudian ketuk otot abdomen dan gerakan ke
diatas simphisis ubis bawah umbilikus. Apabila terdapat
spastisitas, maka
Back Refleks
Pasien dalam posisi berbaring, ketuk di atas sakral dan area akan dihasilkan kontraksi dari otot
lumbar tulang belakang erector spinae
39
REFLEX EXTREMITAS BAWAH
Pemeriksaan
Reflek Patella
1 pasien duduk dengan kedua kakinya dalam posisi digantung respon positif tungkai bawah
berekstensi
2 pasien duduk dengan kedua kakinya dalam posisi tumit bertumpu di lantai
Reflek Achiles
1 pasien dalam posisi duduk atau berbaring di tempat tidur, paha fleksi plantar pada pergelangan
abduksi dan rotasi eksternal kemudian lutut ditekuk kaki
2 jika pasien terlentang, letakkan kaki pada posisi kaki katak dengan lutut dan pergelangan kaki yang
berdekatan
3 atau dengan meletakan satu kaki diatas tulang kering kaki yang lain dengan posisi membentuk figure
four position, membentuk angka 4. pemeriksa harus meletakkan satu tangan di bawah kaki dan
pergelangan kaki didorsofleksikan kemudian ketuk tendon achilles
40
1 tekan tendon tibialis posterior tepat di atas dan di belakang reflek ini tidak ditemukan pada
maleolus medial diikuti inversi kaki radiculopathy L5-S1
2 pemeriksa menahan kaki dan posisi fleksi di lutut
Refleks Plantar
1 penggoresan terhadap kulit telapak kaki respon berupa plantarfleksi kaki
dan fleksi semua jari kaki. Untuk
respon yang abnormal terdiri dari
ekstensi serta pengembangan jari
kaki dan elevasi ibu jari kaki. Ini
akan dibahas pada bab refleks
patologis
Refleks Extensor Hallucis Longus
1 Dengan menggunakan jari, pemeriksa menekan permukaan dorsal yang dirasakan pasien lebih dari
kaki. Ketukan di jari diikuti ekstensi dari kaki apa yang terlihat. Refleks ini
dimediasi oleh saraf peroneal
saraf L5.pada pasien dengan
radiculopathy L5, refleks tersebut
tidak muncul
Refleks Tensor Fascia Lata
1 Refleks ini dilakukan dengan mengetuk bagian atas tensor fasia respon ditandai dengan sedikit
lata dekat spina iliaka anterior superior, abduksi paha
denganposisi pasien berbaring
Refleks Gluteal
1 ketuk bagian bawah dari sacrum atau bagian posterior dari ilium fleksi paha ipsiteral. (refleks ini
dekat pangkal musculus gluteus maximus. Refleks ini lebi baik dimediasi oleh nervus glutea
dilakukan pada pasien dengan posisi berbaring, dengan berat inferior (L5-S2)
badan di sisi yang berlawanan maka akan terjadi fleksi paha
ipsilateral. refleks ini bisa juga ditimbulkan pada pasien dengan
posisi tengkurap
2 refleks gluteus medius dapat dilakukan dengan menekan Crista iliaca anterior
41
3 kemudian ketuk diatas jari tangan menggunakan palu refleks
REFLEKS PATOLOGIS
1. Refleks Babinski
Gunakan ujung dari palu reflex, goreskan pada telapak kaki pasien dari sisi lateral, yang
dimulai dari dekat tumit dan diteruskan sepanjang sisi lateral dekat jari kelingking lalu
membelok ke medial proksimal dari basis jari lainnya. Secara sederhana, goresan ini akan
membentuk huruf J. Selalu mulai dengan tekanan minimal, bila belum muncul lakukan
dengan tekanan yang lebih kuat. Respon normal dari pemeriksaan ini adalah fleksi dari jari
kaki ( flexor plantar response). Bila terdapat kerusakan pada jaras motoric system saraf
pusat, akan muncul respon abnormal berupa dorsofleksi jari jempol kaki.
Ceklis Pemeriksaan :
No. Kriteria
1 Menjelaskan tujuan dan prosedur pemeriksaan
6 Gores telapak kaki pasien dari sisi lateral dengan lembut dimulai dari
dekat tumit lalu sepanjang sisi lateral sampai basis jari kaki lainnya. (J
Stroke)
7 Bila tidak ada respon, ulangi pemeriksaan dengan tekanan yang lebih
kuat.
42
2. Refleks Chaddock’s
Refleks chaddock muncul dengan cara menstimulasi aspek lateral dari kaki dengan
menggunakan ujung yang tumpul. Stimulasi dilakukan pada daerah sekitar malleolus
eksternal dengan arah sirkular. Refleks abnormal muncul ditandai dengan dorsofleksi dari
jempol kaki.
Ceklis Pemeriksaan :
No. Kriteria
1 Menjelaskan tujuan dan prosedur pemeriksaan
6 Gores aspek lateral kaki pasien dengan ujung tumpul, dibawah dan
memutari malleolus eksternal dengan arah sirkuler
7 Catat dan laporkan hasil pemeriksaan
3. Tanda Gordon
Tanda Gordon diperoleh dengan mencubit atau memberikan tekanan pada otot
gastrocnemius. Refleks abnormal muncul ketika terjadi dorsofleksi jempol kaki.
Ceklis Pemeriksaan :
No. Kriteria
1 Menjelaskan tujuan dan prosedur pemeriksaan
43
5 Mempersiapkan posisi pasien dalam ekstensi panggul dan lutut dan
tumit rileks diatas tempat tidur
4. Schaeffer’s Sign
Muncul dengan pemberian tekanan terhadap tendon Achilles. Refleks abnormal ditandai
dengan dorsofleksi jari jempol kaki.
Ceklis Pemeriksaan :
No. Kriteria
1 Menjelaskan tujuan dan prosedur pemeriksaan
5. Oppenheim’s Sign
Muncul dengan memberikan tekanan dengan menggunakan jempol dan telunjuk pada aspek
anterior tibia terutama pada aspek medial yang diteruskan dari region infrapatelar ke ankle.
Respon yang muncul ditandai dengan dorsofleksi jempol kaki.
Ceklis Pemeriksaan :
No. Kriteria
1 Menjelaskan tujuan dan prosedur pemeriksaan
44
6 Berikan tekanan dengan menggunakan jempol dan telunjuk pada
permukaan anterior dari tibia, terutama pada aspek medial, dan
tekan dari region infrapatelar sampai ankle.
7 Catat dan laporkan hasil pemeriksaan
6. Rossolimo’s Sign
Muncul dengan melakukan perkusi pada permukaan plantar, pemeriksaan ini dilakukan
dengan tungkai bawah pasien dalam posisi ekstensi. Pemeriksaan ini dikenal dengan nama
lain reflex tarsophalangeal. Hasil yang abnormal ditunjukkan dengan terjadinya fleksi plantar
menandakan adanya lesi pada traktus pyramidal.
Ceklis Pemeriksaan :
No. Kriteria
1 Menjelaskan tujuan dan prosedur pemeriksaan
7. Hoffman Reflex
Untuk memunculkan reflex Hoffman, pemeriksa menyangga tangan pasien dengan posisi
dorsofleksi pada pergelangan tangan sehingga dalam kondisi relaks dan jari2 dlm posisi
fleksi. Jari tengan diekstensikan lalu dilakukan penekanan pada kuku jari tengah pasien dan
didapatkan respon abnormal yang ditandai dengan fleksi dan adduksi jempol dan fleksi jari
telunjuk dan terkadang diikuti dengan fleksi jari lainnya.
Ceklis Pemeriksaan :
No. Kriteria
1 Menjelaskan tujuan dan prosedur pemeriksaan
45
4 Dengan menggunakan jempol pemeriksa melakukan tekanan atau
“snapping” pada jari tengah pasien hingga fleksi lalu lepaskan secara
tiba-tiba
5 Catat dan laporkan hasil pemeriksaan
8. Tromner’s Reflex
Pemeriksaan ini dilakukan dengan posisi awal tangan pasien sama dengan pemeriksaan
Hoffman, pemeriksa melakukan ketukan pada sisi volar dari jari tengah pasien dan hasil
positif ditunjukkan dengan respon yang sama dengan pemeriksaan Hoffman yang
menandakan terdapat lesi pada tractus pyramidal diatas segmen cervical 5-6.
Ceklis Pemeriksaan :
No. Kriteria
1 Menjelaskan tujuan dan prosedur pemeriksaan
46
47
Reflek primitif gerakan stereotipik yang berasal dari brainstem tanpa keterlibatan kortikal
Grasp Reflex
Merupakan salah satu frontal release sign, respon fleksor jari tangan involunter setelah
diberikan stimulus pada telapak tangan.
Normal ditemukan pada bayi baru lahir dan akan hilang pada usia 2 – 4 bulan.
Dapat muncul kembali sebagai penanda lesi primer (vaskuler ataupun neoplasma luas)
pada lobus frontalis maupun proses degenerasi cerebral kontralateral.
Normal ditemukan pada bayi baru lahir dan akan hilang pada usia 2 – 4 bulan.
Mekanisme
Respon kompleks yang melibatkan integrasi visual dan taktil di level kortikal
Cara
Lakukan pukulan ringan (tapping) dengan jari tangan pada telapak tangan pasien. Maka
Pemeriksaan
akan muncul reflek menggenggam
Cara Lakukan goresan tumpul pada eminensia thenar ataupun pukulan ringan (tapping) pada
Pemeriksaan lengan hingga ibu jari.
48
Snout Reflex / orbicularis oris reflex
Definisi gerakan protrusi bibir (terutama bibir bawah)/mecucu disertai penurunan sudut mulut
setelah diberikan stimulus taktil perioral berupa penekanan philtrumbibir atas, tapping
ringan pada bibir ataupun usapan dengan spatula lidah menyilang pada kedua bibir
Jika reflek kuat bisa diikuti dengan gerakan menghisap (sucking) , mengunyah (chewing),
dan menelan (swallowing)
disebut rooting (searching) reflex bila diikuti respon gerakan kepala yang mencari stimulus
taktil yang dilanjutkan ke samping mulut dan pipi
adanya reflek ini menunjukkan lesi serebral difus
Mekanisme Respon kompleks yang melibatkan integrasi visual dan taktil di level kortikal
Cara
Pemeriksaan
49
Cerebellar Examination
50
balik. Pada tumor serebellopontine, nistagmus terlihat
kasar saat melihat lesi yang terkena dan halus serta cepat
pada sisi yang berlawanan (nistagmus Bruns)
Uji klinis untuk kelainan fungsi tubuh cerebellar pada dasarnya didisain untuk mendeteksi disinergia,
dekomposisi dari gerakan, dan dysmetria. Kombinasi dari inkoordinasi, kejanggalan, kesalahan pada
kecepatan, jangkauan dan kekuatan dari gerakan, yang diikuti disdiadochokinesia dan tremor intensi
dikenal sebagai ataxia cerebellar. Pengamatan memberikan informasi yang sama dengan pemeriksaan
fisik. Melihat cara pasien berdiri, berjalan, memakai dan membuka baju, mengancingkan dan
membuka kancing pakaian, dan ikatan tali sepatu dapat membuktikan adanya tremor, inkoordinasi,
kelalaian, dan cara menjaga posisi tubuh. Pasien diminta untuk menulis, menggunakan alat sederhana,
minum dari gelas, dan mengikuti jejak garis dengan pena yang ringan tanpa sokongan siku. Pengujian
pada bayi dan anak-anak mungkin terbatas pada observasi sederhana, mencatat kemampuan anak
untuk meraih dan mempergunakan mainan. Uji untuk koordinasi dibagi atas equilibratory dan fungsi
nonequilibratory.
Koordinasi Equilibratory
Koordinasi Equilibratory yang dimaksud adalah menjaga keseimbangan dan koordinasi dari
tubuh secara keseluruhan.
Koordinasi Nonequilibratory
Uji koordinasi nonequilibratory menilai kemampuan normal atau tidaknya gerakan ekstremitas yang
bertujuan. Meskipun pemeriksaan ini adalah pemeriksaan utama koordinasi, sistem saraf yang lain
harus utuh untuk mendapat hasil yang baik. Pasien fatigue atau tersedasi dapat menunjukkan
inkoordinasi yang tidak normal. Kemampuan motorik halus dapat juga dinilai secara fungsional dinilai
dengan meminta pasien untuk memasukkan benang ke jarum, mengambil pin, memilah manik-manik,
menuang air atau menggambar lingkaran.
Saat jari mencapai target maka tremor intensi yang kasar dan tidak beraturan semakin
dapat diamati. Di tengah gerakan akan ada sedikit tremor, dan mendekati akhir gerakan
51
tremor akan muncul, ketika jari menyentuh dengan target, tremor akan berhenti. Pada ataxia
cerebellar, kesulitan akan bervariasi mulai dari inkoordinasi ringan hingga berat. Pasien
dengan ataxia appendicular berat tidak mampu menyentuh tangan ke kepala apalagi jari ke
hidung.
Pasien dengan dismetria akan berhenti sebelum menjangkau hidungnya sendiri, jeda,
kemudian melanjutkan gerakannya secara perlahan dan goyang, atau melampaui batas
dengan kecepatan dan kekuatan tinggi. Dengan dissinergi, gerakan tidak dapat dilakukan
dengan lancar dan harmonis, dapat berhenti tidak teratur, akselerasi, defleksi atau
disintegrasi gerakan. Uji finger to nose melawan tahanan yang ringan menunjukkan ataxia
ringan semakin jelas dan ataxia laten semakin terbukti. Pemeriksa dapat memberikan tahanan
dengan meletakkan jarinya melawan lengan bawah pasien dan memberikan tekanan saat
pasien menggerakkan lengannya ke ujung hidung, atau dengan cara meletakkan pita karet
panjang pada pergelangan tangan pasien dan menariknya secara lembut. Pemeriksaan lain
berupa pasien menggambar garis, memulai dan berhenti pada titik yang ditentukan. Pasien
mungkin mengalami kesulitan memulai pada titik yang benar atau bisa berhenti atau
melampaui titik yang ditentukan. Bisa juga muncul tremor, osilasi dari satu sisi ke sisi lain
sepanjang jalur yang semestinya. Pasien dengan penyakit cerebellar bisa makrografi dengan
huruf yang besar dan semakin besar di tiap halamannya. Gangguan menulis juga terlihat pada
penyakit parkinson.
Pada uji finger to finger, pasien menjauhkan lengannya secara horizontal kemudian
menyentuh ujung jari telunjuk atau jari tengah melewati garis busur yang lebar untuk
melihatnya benar-benar pada garis tegah. Dilakukan secara lambat kemudian cepat, dengan
mata yang pertama-tama terbuka dan kemudian ditutup. Pada penyakit cerebellar unilateral,
jari di sisi yang sama bisa gagal mencapai garis tengah dan jari pada sisi normal mampu
mencapai garis tengah lengan pada sisi yang terkena akan bangkit dan menyebabkan jari
tersebut di atas atau di bawah sisi yang normal.
Pada pasien histeria/malingering, akan terjadi respon yang sangat tidak beraturan.
Pasien seolah-olah tidak mampu mencapai jari ke ujung hidung atau mengelilingi dengan lebar
namun dapat menyentuh ujung jarinya. Pasien dapat menyentuh bagian wajah yang lain,
namun tidak kehilangan sensasi atau koordinasi.
Pemeriksaaan yang sama dapat dilakukan unruk menilai ekstremitas bawah. Pada tes
heel to shin atau uji tumit-tulang kering, pasien diminta untuk meletakkan tumit pada lutut di
sebelahnya, menyentuh lutut naik turun beberapa kali, dorong ujung tumit di sepanjang garis
ke ujung ibu jari kaki, kemudian kembali ke lutut. Pasien dengan penyakit cerebellar akan
menaikkan kaki terlalu tinggi, fleksi lutut terlalu banyak dan menempatkan tumit di bawah
lutut. Gerakannya di sepanjang ibu jari akan menghentak dan goyah. Pada ataxia sensori,
pasien sulit melokalisasi lutut dengan menggunakan tumit. Ada kesulitan menjaga tumit tetap
di tulang kering, bisa melenceng ke sisi sebelahnya saat meluncur di tulang kering. Pada uji
ibu jari kaki ke jari telunjuk, pasien mencoba untuk menyentuh ibu jari kaki, lalu lutut
kemudian jari pemeriksa. Bila ada dismetria, akan terjadi terlalu lebih atau terlalu rendah dari
target yang ditentukan, tremor intensi dan osilasi juga dapat dilihat. Pasien diminta untuk
menggambar lingkaran atau membuat gambaran angka delapan di lantai ataupun di udara
dengan kaki, pada pasien ataxia akan terjadi gerakan yang goyah dan gambaran irreguler.
52
Pada disdiadokokinesis, satu gerakan diikuti gerakan lawannya, kontraksi agonis dan
relaksasi antagonis tidak dapat diikuti secepatnya dengan relaksasi agonis dan kontraksi
antagonis. Pasien dengan ataxia cerebellar akan sulit mengikuti gerakan ini.
Teknik meminta pasien untuk pronasi dan supinasi tangan seperti ditepuk secara
bergantian dengan telapak/punggung pada paha atau telapak/punggung tangan
satunya. Bisa juga dengan meniru mengencangkan bola lampu atau memutar
gagang pintu. Gerakan dilakukan repetitif dan secepat mungkin.
Gerakan melibatkan inervasi yang berbalas-balasan dan aksi agonis dan antagonis
seperti: membuka dan mengepal tangan, fleksi dan ekstensi jari, menyentuh ujung jari
telunjuk ke sendi interfalangeal ibu jari atau menepuk secara cepat atas meja dengan tangan
atau ujung jari. Uji yang baik mengharuskan pasien menyentuh ujung ibu jarinya dengan ujung
setiap jariya secara cepat dan berurutan dimulai dari jari telunjuk sampai kelingking, lalu
sebaliknya. Pemeriksaan lain dengan mengetuk ritme simpel dengan tiap tangan (misal 1-2-3
dengan irama yang stabil), kemudian dengan irama yang lebih kompleks, contohnya lagu
Happy Birthday. Pemeriksaan RAM pada ekstremitas bawah lebih terbatas. Pasien diminta
untuk mengetuk kaki dengan mantap, menantang lantai bila berdiri,melawan telapak tangan
pemeriksa bila telentang atau secara berulang menyentuh tumit ke lutut naik turun jika
berbaring. Pemeriksaan RAM pada lidah dengan pasien menggerakkan lidah ke dalam dan ke
luar secepat mungkin.
Pada seluruh tes RAM, perhatikan kecepatan, ritme, akurasi dan kehalusan gerakan.
Pasien dengan ataxia akan melakukan secara lambat dan ragu-ragu dengan jeda antara
gerakan yang berlawanan secara goyah dan ireguler dan hilangnya ritme atau debar yang
cepat. Gerakan dapat dilakukan dengan baik awalnya,namun setelah beberapa saat akan
janggal dan kaku. Kedua ekstremitas harus dibandingkan, tetapi pasien banyak juga pasien
dengan abnormalitas bilateral dan pemeriksa harus berpatokan pada pengalaman dan
menggunakan kontrol lainnya. Dengan mencontohkan gerakan yang harus dialkukan pada
pasien akan menjadikannnya sebagai kontrol juga. Pada beberapa pemeriksaan,seperti
gerakan jari yang cepat dan berulang kedua ekstremitas dapat diperiksa secara simultan dan
dibandingkan antar sisi. Tes yang simultan akan menitikberatkan pada abnormalitas sisi yang
terkena.
53
Fenomena rebound terjadi normal dan dapat berlebihan pada badan yang spastik.
Tidak adanya rebound yang dipengaruhi penyakit cerebellar adalah tidak normal.
Pada penyakit labirin atau dengan lesi hemisfer cerebellar, lengan akan terdeviasi
pada sisi yang terkena begitu juga dengan mata tertutup. Deviasi ini disebut past
pointing(salah tunjuk). Cara yang lebih sederhana pada tes past pointing adalah dengan pasien
menutup matanya pada uji jari-hidung-jari. Dengan mata terbuka, dapat menunjuk secara
akurat namun dengan mata tertutup pasien menunjuk sebelah target. Dengan pengulangan
yang sering, maka akan terjadi deviasi yang banyak. Dengan lesi yang berat maka past pointing
dapat terjadi pada mata terbuka. Pola past pointing berbeda pada vestibular dan cerebellar.
Pada penyakit vestibuler,past pointing terjadi pada kedua ekstremitas atas pada sisi yang
terkena. Pada penyakit cerebellar unilateral past pointing terjadi pada sisi lesi yang terkena
namun hanya di lengan ipsilateral.
Lesi cerebellar bisa juga menyebabkan penyimpangan pada ekstremitas atas yang
terjulur. Ada 3 tipe penyimpangan yag dapat terjadi pada saat ekstremitas atas terjulur dan
mata tertutup: penyimpangan piramidal, penyimpangan parietal dan penyimpangan
cerebellar. Pada penyimpangan pronator (tanda Barre’s) karena lesi piramidal, lengan turun
yang diikuti pronasi lengan bawah. Pada penyimpangan parietal, lengan akan naik dan
menyimpang ke luar. Pada penyimpangan cerebellar, lengan menyimpang ke arah luar baik
pada ketinggian yang sama, naik atau paling jarang turun. Pemeriksaan selesai ketika lengan
terjulur dan mata tertutup. Dengan penyakit yang melibatkan salah satu hemisfer cerebellar,
lengan akan menyimpang pada sisi yang terkena. Deviasi dapat ditekankan dengan cara pasien
diminta menaikkan dan menurunkan lengan beberapa kali atau mengetuk pergelangan
tangan pasien yang terjulur. Dengan mengetuk pergelangan tangan bisa timbul osilasi naik
dan turun sebagai akibat gangguan ketepatan sehingga lengan berayun ke atas dan bawah
beberapa kali dan menyimpang ke lateral secara bertahap dan serringnya ke atas.
Penetapan posisi dapat diuji pada ekstremitas bawah,pasien posisi supinasi,
mengangkat kaki secara bersamaan. Bila ada ataxia, kaki tidak bisa diangkat secara mantap
dan pada garis yang sama. Bisa terjadi aduksi, abduksi, rotasi, osilasi, gerakan menghentak
54
dari satu posisi ke lainnya. Bila tubuh direndahkan, pasien dapat melemparkannya ke bawah
dengan kuat dan tidak akan kembali pada posisi sebelumnya, namun akan terdeviasi jauh.
Pada pasien yang duduk dengan kaki ekstensi tanpa support dan usaha mempertahankan
posisi, lesi cerebellar unilateral dapat menyebabkan osilasi dan deviasi lateral dari ekstremitas
ipsilateral. Penyimpangan dan deviasi dapat terjadi bila pasien berjalan dengan mata tertutup.
Pada vestibulopati, pasien menyimpang dari satu sisi ke sisi lain. Berjalan mundur dengan
mata tertutup akan mengungkap adanya gait kompas atau bintang karena penyimpangan sisi
yang terlibat. Saat berjalan mengelilingi kursi,pasien cenderung jatuh pada sisi yang terkena.
55