Anda di halaman 1dari 27

LAPORAN MINI PROJECT

TINGKAT KEPUASAN PASIEN DI LAYANAN POLI BATUK PUSKESMAS


SRANDAKAN

Laporan ini disusun sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan Rekomendasi Penerbitan
Surat Tanda Selesai Internsip

Disusun Oleh:

dr. Andreas Jonathan

Dokter Internsip Puskesmas Srandakan

PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA

PUSKESMAS SRANDAKAN

KABUPATEN BANTUL, DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

2018

1
LEMBAR PENGESAHAN

Judul : TINGKAT KEPUASAN PASIEN DI LAYANAN POLI BATUK


PUSKESMAS SRANDAKAN
Penyusun : dr. Andreas Jonathan

Laporan mini project ini telah disetujui sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan Surat
Rekomendasi Penerbitan Surat Tanda Selesai Internsip.

Bantul, 5 April 2018

Mengetahui, Disetujui oleh:


Kepala Puskesmas Srandakan Pendamping Dokter
Internsip Puksesmas
Srandakan

drg. Budi Setyowati dr. Fifi Sumarwati


NIP. 197810162005012012 NIP. 198003142010012011

2
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Pengasih dan Maha
Penyayang karena atas segala limpahan berkah dan rahmat-Nya lah laporan mini project
sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan Surat Rekomendasi Penerbitan Surat Tanda
Selesai Internsip yang berjudul “TINGKAT KEPUASAN PASIEN DI LAYANAN POLI
BATUK PUSKESMAS SRANDAKAN” ini dapat terselesaikan dengan baik. Penulis juga
banyak mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah membantu dan
mendukung penulisan laporan ini. Adapun pihak-pihak tersebut adalah:

1. Drg. Budi Setyowati selaku Kepala Puskesmas Srandakan, yang telah memberikan
kesempatan kepada penulis untuk dapat melaksanakan mini project di lingkungan
Kecamatan Srandakan, Kabupaten Bantul.
2. dr. Fifi Sumarwati selaku dokter pendamping internsip, yang telah memberikan
bimbingan dan dukungan yang tak henti-hentinya kepada penulis untuk
menyelesaikan mini project yang merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan
program internsip dokter.
3. Ibu Bernadeta Eny Rilawati, SKM selaku koordinator TB yang telah memberikan
sumbangsih ide, tenaga, dukungan material maupun non-material yang sangat
bermakna dalam penyelesaian mini project.
4. Seluruh civitas pegawai Puskesmas Srandakan yang tidak dapat saya sebutkan satu-
persatu, yang telah memberikan dukungan material maupun non-material selama
penulis melaksanakan mini project.

Penulis menyadari bahwa pelaksanaan rangkaian kegiatan mini project hingga


penulisan laporan ini masih jauh dari kesempurnaan karena keterbatasan pengetahuan dan
pengalaman penulis. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang
membangun dari pembaca demi perbaikan di masa mendatang.

Bantul, April 2018

dr. Andreas Jonathan

3
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN ....................................................................... 2

KATA PENGANTAR ................................................................................ 3

DAFTAR ISI............................................................................................... 4

DAFTAR TABEL ...................................................................................... 6

DAFTAR GAMBAR .................................................................................. 7

BAB I PENDAHULUAN

1.2.Latar Belakang ................................................................................. 8

1.3.Rumusan Masalah ............................................................................ 8

1.4.Tujuan Penelitian ............................................................................. 9

1.5.Manfaat Penelitian ........................................................................... 9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi Tuberkulosis............................................................................ 10

2.2. Epidemiologi Tuberkulosis ................................................................... 10

2.3. Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi TB ............................ 11

2.4. Profil Poli Batuk ................................................................................... 19

BAB III METODE PENELITIAN

3.1.Rancangan Penelitian ....................................................................... 20

3.2.Tempat Penelitian ............................................................................ 20

3.3.Populasi dan Sampel ........................................................................ 20

3.4.Besar Sampel dan Cara Pengambilan Sampel ................................. 20

3.5.Definisi Operasional ........................................................................ 20

3.6.Teknik Pengumpulan Data ............................................................... 20

3.7.Pengolahan Data .............................................................................. 20

4
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1.Hasil Penelitian ................................................................................ 21

4.2.Pembahasan...................................................................................... 22

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1.Kesimpulan ...................................................................................... 24

5.2.Saran ................................................................................................ 24

Daftar Pustaka ........................................................................................... 25

Lampiran

5
DAFTAR TABEL

Tabel 1 : Ringkasan Pengendalian Administratif……………………….. 13

Tabel 2 : Kelebihan dan Kekurangan Ventilasi Campuran……………… 16

Tabel 3 : Karakteristik Responden/Pasien……………………………….. 21

Tabel 4 : Gambaran kepuasan Pelayanan Responden/Pasien Poli Batuk 21

6
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 :Pola Infeksi…………………………………………………… 11

Gambar 2 : Contoh Ventilasi Mekanik…………………………………… 15

Gambar 3 : Posisi Ruangan Pemeriksaan…………………………………. 16

7
BAB I

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Penyakit infeksi terkait pelayanan kesehatan atau Healthcare Associated Infection


(HAIs) merupakan salah satu masalah kesehatan di berbagai negara di dunia, termasuk
Indonesia. Dalam forum Asian Pasific Economic Comitte (APEC) atau Global health
Security Agenda (GHSA) penyakit infeksi terkait pelayanan kesehatan telah menjadi agenda
yang di bahas. Hal ini menunjukkan bahwa HAIs yang ditimbulkan berdampak secara
langsung sebagai beban ekonomi negara. Salah satu contoh penyakit infeksi yang masih
menjadi permasalahan adalah tuberkulosis (TB) (Permenkes no.27 tahun 2017).

Tuberkulosis (TB) masih terus menjadi masalah kesehatan di dunia terutama di


negara berkembang. Meskipun obat anti tuberculosis (OAT) sudah ditemukan dan vaksinasi
Bacillus Calmette‐Guérin (BCG) telah dilaksanakan, TB tetap belum bisa diberantas habis.
Insidens TB yang terus meningkat menjadi penyakit re‐emerging sehingga Organisasi
Kesehatan Sedunia/WHO pada tahun 1995 mendeklarasikan TB sebagai suatu global health
emergency. Laporan WHO (2010) memperkirakan ada 8,8 juta pasien TB baru dan 2,6 juta
diantaranya adalah pasien dengan Basil Tahan Asam (BTA) positif dengan 1,1 juta angka
kematian pasien pertahun di seluruh dunia (Pedoman PPI TB, 2012)

Secara prinsip, kejadian HAIs sebenarnya dapat dicegah bila fasilitas pelayanan
kesehatan secara konsisten melaksanakan program PPI. Pencegahan dan Pengendalian Infeksi
terutama TB merupakan upaya untuk memastikan perlindungan kepada setiap orang terhadap
kemungkinan tertular infeksi dari sumber masyarakat umum dan disaat menerima pelayanan
kesehatan pada berbagai fasilitas kesehatan. Salah satu upaya dalam pencegahan dan
pengendalian infeksi TB adalah dengan dibentuknya poli batuk di puskesmas. Dengan
dibentuknya poli batuk di puskesmas, diharapkan dapat mengurangi risiko penularan
penyakit airborne di rawat jalan serta area ruang tunggu pendaftaran.

1.2.Rumusan Masalah

Bagaimana tingkat kepuasan pasien terhadap pelayanan kesehatan di poli batuk


Puskesmas Srandakan?

8
1.3.Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat kepuasan pasien terhadap
pelayanan poli batuk

1.4.Manfaat Peneltian
a) Sebagai evaluasi untuk meningkatkan pelayanan pasien di poli batuk.

9
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi Tuberkulosis

Tuberkulosis (TB) paru merupakan penyakit infeksi bakteri menahun yang


disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis yang merupakan bakteri aerob. Penyakit ini
biasanya menyerang organ paru tetapi dapat menyebar hampir seluruh bagian tubuh seperti
otak, ginjal, tulang, dan kelenjar getah bening.

2.2. Epidemiologi

Pada tahun 2011 menurut WHO insidens pasien TB kasus baru di Indonesia sekitar
4% jumlah pasien TB di dunia dan merupakan ke 4 terbanyak setelah India, Cina dan Afrika
Selatan. Menurut Global TB Report 2011, terdapat 189 per 100.000 penduduk atau 450.000
kasus. Prevalensi HIV diantara pasien TB diperkirakan 4%. Jumlah kematian akibat TB
diperkirakan 61,000 kematian per tahunnya (Strategi Nasional TB, 2011). Hasil Riset
Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007 menyatakan penyakit TB merupakan penyebab
kematian nomor 2 setelah penyakit stroke, baik di perkotaan maupun di pedesaan (Pedoman
PPI TB, 2012).

Secara regional prevalensi TB BTA positif di Indonesia dikelompokkan ke dalam 3


wilayah, yaitu (Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, 2006) :

1. Wilayah Sumatera angka prevalensi TB adalah 160 per 100.000 penduduk


2. Wilayah Jawa dan Bali angka prevalensi TB adalah 110 per 100.000 penduduk
3. Wilayah Indonesia Timur angka prevalensi TB adalah 210 per 100.000 penduduk.

Upaya penanggulangan TB secara nasional telah dimulai sejak tahun 1999 di


Puskesmas dan sejak tahun 2004 mulai dilaksanakan secara bertahap di RS Paru/BP4 serta
RS umum lainnya. Umumnya Puskesmas saat ini melayani pengobatan pasien TB tanpa
komplikasi, tetapi sejak tahun 2009, ketika muncul kasus-kasus TB MDR maka Puskesmas
juga mulai diikutkan dalam pengobatan bagi pasien TB-MDR. Sejalan dengan kebijakan
program penanggulangan HIV/AIDS, Puskesmas juga mulai terlibat dalam upaya pengobatan
pasien HIV/AIDS. Pada tingkatan pelayanan RS/RS Paru/BP4, sebagian fasilitas pelayanan

10
kesehatan tersebut, selain mengobati pasien TB baru biasa, juga memberikan pengobatan
bagi pasien TB-MDR dan pasien dengan koinfeksi TB‐HIV.

2.3. Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI) TB

Penatalaksanaan pencegahan dan pengendalian infeksi TB sangatlah penting


peranannya untuk mencegah tersebarnya M. tuberculosis. Hal ini penting dilaksanakan bukan
saja untuk mencegah penularan dari pasien ke petugas kesehatan, tetapi juga untuk mencegah
penularan dari pasien ke pasien. Sesuai dengan karakteristik penularan M. tuberculosis
melalui udara, maka kewaspadaan transmisi airborne lah yang harus menjadi fokus utama
PPI TB di fasilitas kesehatan (Pedoman PPI TB, 2012).

Gambar 1. Pola Infeksi

Pencegahan dan pengendalian infeksi TB di Fasilitas Pelayanan Kesehatan terdiri dari


4 pilar yaitu (Pedoman PPI TB, 2012).:

a) Manajerial
b) Pengendalian Administratif
c) Pengendalian Lingkungan
d) Pengendalian dengan Alat Perlindungan Diri

A. Manajerial

Pihak manajerial adalah pimpinan Fasilitas Pelayanan Kesehatan, Kepala Dinas


Kesehatan Propinsi dan Kabupaten /Kota dan/atau atasan dari institusi terkait. Komitmen,
kepemimipinan dan dukungan manajemen yang efektif berupa penguatan dari upaya
manajerial bagi program PPI TB meliputi:

11
 Membuat kebijakan pelaksanaan PPI TB yang merupakan bagian dari program PPI
Fasyankes dengan mengeluarkan SK penunjukkan Tim /Penanggung jawab
 Membuat kebijakan dan SPO mengenai alur pasien untuk semua pasien batuk, alur
pelaporan dan surveilans
 Memberi pelatihan PPI TB bagi petugas yang terlibat dalam program PPI TB
 Membuat perencanaan program PPI TB secara komprehensif
 Membuat dan memastikan desain, konstruksi dan persyaratan bangunan serta
pemeliharaannya sesuai PPI TB
 Menyediakan sumber daya untuk terlaksananya program PPI TB meliputi tenaga,
anggaran, sarana dan prasarana yang dibutuhkan termasuk aspek kesehatan kerja.
 Monitoring dan Evaluasi
 Melakukan kajian di unit terkait penularan TB dengan menggunakan daftar tilik,
menganalisa dan memberikan rekomendasi untuk perbaikan
 Melaksanakan Advokasi, Komunikasi, Mobilisasi dan Sosialisasi terkait PPI TB
 Surveilans petugas (kepatuhan menjalankan SPO dan kejadian infeksi)
 Memfasilitasi kegiatan riset operasional

B. Pengendalian Administratif

Pengendalian Administratif adalah upaya yang dilakukan untuk


mencegah/mengurangi pajanan M.Tb kepada petugas kesehatan, pasien, pengunjung dan
lingkungan dengan menyediakan, mensosialisasikan dan memantau pelaksanaan standar
prosedur dan alur pelayanan. Upaya ini mencakup:

 Melaksanakan triase dan pemisahan pasien batuk, mulai dari “pintu masuk”
pendaftaran fasyankes.
 Mendidik pasien mengenai etika batuk.
 Menempatkan semua suspek dan pasien TB di ruang tunggu yang mempunyai
ventilasi baik dan terpisah dengan pasien umum.
 Menyediaan tisu dan masker, serta tempat pembuangan tisu maupun pembuangan
dahak yang benar.
 Memasang poster, spanduk dan bahan untuk KIE

12
 Mempercepat proses penatalaksanaan pelayanan bagi pasien suspek dan TB, termasuk
diagnostik, terapi dan rujukan sehingga waktu berada pasien di fasyankes dapat
sesingkat mungkin
 Melaksanakan skrining bagi petugas yang merawat pasien TB.
 Menerapkan SPO bagi petugas yang tertular TB.
 Melaksanakan pelatihan dan pendidikan mengenai PPI TB bagi semua petugas
kesehatan. Pencegahan dan pengendalian infeksi TB di Fasilitas Pelayanan
Kesehatan.

Tabel 1. Ringkasan Pengendalian Administratif

Langkah Kegiatan Keterangan


1 Triase Pengenalan segera pasien suspek atau konfirm TB adalah
langkah pertama.
Hal ini bisa dilakukan dengan menempatkan petugas untuk
menyaring pasien dengan batuk lama segera pada saat datang di
fasilitas. Pasien dengan batuk ≥ 2 minggu, atau yang sedang
dalam investigasi TB tidak dibolehkan meng-antri dengan
pasien lain untuk mendaftar atau mendapatkan kartu. Mereka
harus segera dilayani mengikuti langkah-langkah dibawah ini.
2 Penyuluhan Menginstruksikan pasien yang tersaring diatas untuk melakukan
etiket batuk. Yaitu untuk menutup hidung dan mulut ketika
batuk atau bersin. Kalau perlu berikan masker atau tisu untuk
membantu mereka menutup mulutnya
3 Pemisahan Pasien yang suspek atau kasus TB melalui pertanyaan
penyaringan harus dipisahkan dari pasien lain, dan diminta
menunggu di ruang terpisah dengan ventilasi baik serta diberi
masker bedah atau tisu untuk menutup mulut dan hidung pada
saat menunggu.
4 Pemberian Pada tempat pelayanan terpadu, pasien dengan gejala di-triase
pelayanan ke baris depan untuk mendapatkan pelayanan segera (misalnya
segera VCT HIV, kunjungan ulang obat), agar segera dapat dilayani
dan mengurangi waktu orang lain terpajan pada mereka.
Ditempat pelayanan terpadu, usahakan agar pasien yang hanya
datang untuk pelayanan HIV mendapatkan layanan HIV
sebelum layanan untuk ODHA dengan TB.
5 Rujuk untuk Pemeriksaan diagnostik TB sebaiknya dilakukan ditempat
investigasi/ pelayanan itu, tetapi bila layanan ini tidak tersedia, fasilitas
pengobatan TB perlu membina kerjasama baik dengan sentra diagnostik TB
untuk merujuk pasien dengan gejala TB. Selain itu, fasilitas
perlu mempunyai kerjasama dengan sentra pengobatan TB
untuk menerima rujukan pengobatan bagi pasien terdiagnosa
TB.

13
C. Pengendalian Lingkungan

Pengendalian Lingkungan adalah upaya peningkatan dan pengaturan aliran


udara/ventilasi dengan menggunakan teknologi untuk mencegah penyebaran dan mengurangi
/ menurunkan kadar percik renik di udara. Upaya pengendalian dilakukan dengan
menyalurkan percik renik kearah tertentu (directional airflow) dan atau ditambah dengan
radiasi utraviolet sebagai germisida.

Pemanfaatan Sistem Ventilasi:

Sistem Ventilasi adalah sistem yang menjamin terjadinya pertukaran udara di dalam
gedung dan luar gedung yang memadai, sehingga konsentrasi droplet nuklei menurun. Secara
garis besar ada dua jenis sistem ventilasi yaitu (Pedoman PPI TB, 2012) :

 Ventilasi Alamiah: adalah sistem ventilasi yang mengandalkan pada pintu dan jendela
terbuka, serta skylight (bagian atas ruangan yang bisa dibuka/terbuka) untuk
mengalirkan udara dari luar kedalam gedung dan sebaliknya. Indonesia sebaiknya
menggunakan ventilasi alami dengan menciptakan aliran udara silang (cross
ventilation) dan perlu dipastikan arah angin yang tidak membahayakan petugas atau
pasien lain.
 Ventilasi Mekanik: adalah sistem ventilasi yang menggunakan peralatan mekanik
untuk mengalirkan dan mensirkulasi udara di dalam ruangan secara paksa untuk
menyalurkan/menyedot udara ke arah tertentu sehingga terjadi tekanan udara positif
dan negatif. Termasuk exhaust fan, kipas angin berdiri (standing fan) atau duduk.
 Ventilasi campuran (hybrid): adalah sistem ventilasi alamiah ditambah dengan
penggunaan peralatan mekanik untuk menambah efektifitas penyaluran udara.

Pemilihan jenis sistem ventilasi tergantung pada jenis fasilitas dan keadaan setempat.
Pertimbangan pemilihan sistem ventilasi suatu fasyankes berdasarkan kondisi lokal yaitu
struktur bangunan, iklim cuaca, peraturan bangunan, budaya, dana dan kualitas udara luar
ruangan serta perlu dilakukan monitoring dan pemeliharaan secara periodik. Pengaturan tata
letak ruangan seperti antara ruangan infeksius dan non infeksius, pembagian area (zoning)
tempat pelayanan juga perlu memperoleh perhatian untuk PPI TB.

Pemantauan sistem ventilasi harus memperhatikan 3 unsur dasar, yaitu:

14
 Laju ventilasi (Ventilation Rate): Jumlah udara luar gedung yang masuk ke dalam
ruangan pada waktu tertentu
 Arah aliran udara (airflow direction): Arah aliran udara dalam gedung dari area bersih
ke area terkontaminasi
 Distribusi udara atau pola aliran udara (airflow pattern): Udara luar perlu terdistribusi
ke setiap bagian dari ruangan dengan cara yang efisien dan udara yang terkontaminasi
dialirkan keluar dengan cara yang efisien.

Ventilasi campuran:

Gedung yang tidak menggunakan sistem pendingin udara sentral, sebaiknya


menggunakan ventilasi alamiah dengan exhaust fan atau kipas angin agar udara luar yang
segar dapat masuk ke semua ruangan di gedung tersebut. Pintu, jendela maupun langit--
‐langit di ruangan di mana banyak orang berkumpul seperti ruang tunggu, hendaknya dibuka
selebar mungkin. Sistem ventilasi campuran (alamiah dengan mekanik), yaitu dengan
penggunaan exhaust fan/Kipas angin yang dipasang dengan benar dan dipelihara dengan
baik, dapat membantu untuk mendapatkan dilusi yang adekuat, bila ventilasi alamiah saja
tidak dapat mencapai rate ventilasi yang cukup. Ruangan dengan jendela terbuka dan exhaust
fan/kipas angin cukup efektif untuk mendilusi udara ruangan dibandingkan dengan ruangan
dengan jendela terbuka saja atau ruangan tertutup.

Gambar 2. Contoh Ventilasi Mekanik

Dengan ventilasi campuran, jenis ventilasi mekanik yang akan digunakan sebaiknya
di sesuaikan dengan kebutuhan yang ada dan diletakkan pada tempat yang tepat. Kipas angin
yang dipasang pada langit‐langit (ceiling fan) tidak dianjurkan. Sedangkan kipas angin yang
berdiri atau diletakkan di meja dapat mengalirkan udara ke arah tertentu, hal ini dapat
berguna untuk PPI TB bila dipasang pada posisi yang tepat, yaitu dari petugas kesehatan ke
arah pasien.

15
Gambar 3. Posisi ruangan pemeriksa

Pemasangan Exhaust fan yaitu kipas yang dapat langsung menyedot udara keluar
dapat meningkatkan ventilasi yang sudah ada di ruangan. Sistem exhaust fan yang dilengkapi
saluran udara keluar, harus dibersihkan secara teratur, karena dalam saluran tersebut sering
terakumulasi debu dan kotoran, sehingga bisa tersumbat atau hanya sedikit udara yang dapat
dialirkan. Optimalisasi ventilasi dapat dicapai dengan memasang jendela yang dapat dibuka
dengan ukuran maksimal dan menempatkan jendela pada sisi tembok ruangan yang
berhadapan, sehingga terjadi aliran udara silang (cross ventilation). Meskipun fasyankes
mempertimbangkan untuk memasang sistem ventilasi mekanik, ventilasi alamiah perlu
diusahakan semaksimal mungkin. Yang direkomendasikan adalah ventilasi campuran:

 Usahakan agar udara luar segar dapat masuk ke semua ruangan


 Dalam ventilasi campuran, Ventilasi alami perlu diusahakan semaksimal mungkin
 Penambahan dan penempatan kipas angin untuk meningkatkan laju pertukaran udara
harus memperhatikan arah aliran udara yang dihasilkan.
 Mengoptimalkan aliran udara
 Menyalakan kipas angin selama masih ada orang-‐orang di ruangan tersebut
(menyalakan kipas angin bila ruangan digunakan)

Tabel 2. Kelebihan dan kekurangan ventilasi campuran

Kelebihan Kekurangan
 Murah dan mudah  Ventilasi alamiah sering
direalisasikan agak sulit dikendalikan dan
 Diaktifkan hanya dengan diprediksi, karena
membuka pintu, jendela dan tergantung pada cuaca,
skylight kondisi angin, suhu dll.
 Tidak hanya mengurangi  Arah dan laju aliran udara
risiko dapat berubah

16
transmisi TB, tetapi juga sewaktu‐waktu
meningkatkan kualitas  Udara yang masuk ruangan
udara seara umum dari luar tanpa disaring
Kipas angin, cukup murah dapat membawa polutan
dan udara lainnya
mudah digunakan  Jendela/pintu yang selalu
 Kipas angin berdiri dibuka, dapat berdampak
(standing pada keamanan,
fan) dapat dengan mudah kenyamanan dan privasi .
dipindahkan, sesuai Hal ini terutama terjadi pada
kebutuhan malam hari atau bila cuaca
dingin

Kewaspadaan Berdasarkan Transmisi

Kewaspadaan berdasarkan transmisi sebagai tambahan Kewaspadaan Standar yang


dilaksanakan sebelum pasien didiagnosis dan setelah terdiagnosis jenis infeksinya. Jenis
kewaspadaan berdasarkan transmisi sebagai berikut (Permenkes no.27 tahun 2017) :

1. Melalui kontak
2. Melalui droplet
3. Melalui udara (Airborne Precautions)
4. Melalui common vehicle (makanan, air, obat, alat, peralatan)
5. Melalui vektor (lalat, nyamuk, tikus)

Kewaspadaan melalui udara

 Tempatkan pasien di ruang rawat terpisah dengan ruangan dengan pertukaran udara
 Batasi gerak pasien, bila diperlukan keluar ruangan pasien diberi masker.
 Menggunakan masker bedah untuk pasien dan respirator partikulat untuk petugas saat
masuk ke ruang pasien.

D. Pengendalian dengan Perlindungan Diri

Penggunaan alat pelindung diri pernapasan oleh petugas kesehatan di tempat


pelayanan sangat penting untuk menurunkan risiko terpajan, sebab kadar percik renik tidak
dapat dihilangkan dengan upaya administratif dan lingkungan. Petugas kesehatan perlu
menggunakan respirator pada saat melakukan prosedur yang berisiko tinggi, misalnya
bronkoskopi, intubasi, induksi sputum, aspirasi sekret saluran napas, dan pembedahan paru.
Selain itu, respirator ini juga perlu digunakan saat memberikan perawatan kepada pasien atau

17
saat menghadapi/menangani pasien tersangka MDR--‐TB dan XDR--‐TB di poliklinik.
Petugas kesehatan dan pengunjung perlu mengenakan respirator jika berada bersama pasien
TB di ruangan tertutup. Pasien atau tersangka TB tidak perlu menggunakan respirator
partikulat tetapi cukup menggunakan masker bedah untuk melindungi lingkungan sekitarnya
dari droplet (Pedoman PPI TB, 2012).

Pemakaian Respirator Partikulat

Respirator partikulat untuk pelayanan kesehatan N95 atau FFP2 (health care
particular respirator), merupakan masker khusus dengan efisiensi tinggi untuk melindungi
seseorang dari partikel berukuran < 5 mikron yang dibawa melalui udara. Pelindung ini
terdiri dari beberapa lapisan penyaring dan harus dipakai menempel erat pada wajah tanpa
ada kebocoran. Masker ini membuat pernapasan pemakai menjadi lebih berat. Harganya lebih
mahal daripada masker bedah.

Edukasi dan penerapan etika batuk

Petugas harus mampu memberi edukasi yang adekuat mengenai pentingnya


menjalankan etika batuk kepada pasien untuk mengurangi penularan. Pasien yang batuk /
bersin diinstruksikan untuk memalingkan kepala dan menutup mulut / hidung dengan tisu.
Kalau tidak memiliki tisu maka mulut dan hidung ditutup dengan tangan atau pangkal lengan.
Sesudah batuk, tangan dibersihkan, dan tisu dibuang pada tempat sampah yang khusus
disediakan untuk ini. Petugas yang sedang sakit sebaiknya tidak merawat pasien. Apabila
tetap merawat pasien, maka petugas harus mengenakan masker bedah. Apabila petugas bersin
atau batuk, maka etika batuk dan kebersihan tangan seperti di atas harus diterapkan.

Keselamatan dan Keamanan Laboratorium Tb

Konsep perlindungan diri petugas Laboratorium tetap mengacu pada Kewaspadaan


Standar dan Kewaspadaan Berdasarkan Transmisi melalui udara (airborne) dan Transmisi
melalui Kontak apabila sedang memproses spesimen. Petugas Lab yang menangani
pemeriksaan BTA dan kultur BTA berhak mendapatkan pemeriksaan kesehatan rutin setiap
tahun.

Keamanan Cara Pengumpulan sputum

Pengumpulan sputum oleh pasien harus dilakukan dalam ruangan terbuka, sputum
collection booth, atau ruangan dengan pengaturan sistem ventilasi yang benar. Udara dalam

18
booth dialirkan ke udara bebas di tempat yang bebas lalu lintas manusia. Apabila didampingi,
pedamping harus menggunakan respirator partikulat. Pasien harus tetap dalam ruangan
sampai batuk mereda dan tidak batuk lagi. Ruangan harus dibiarkan kosong sampai
diperkirakan udara sudah bersih sebelum pasien berikutnya diperbolehkan masuk. Untuk
sarana dengan sumber daya terbatas, pasien diminta mengumpulkan sputum di luar gedung,
di tempat terbuka, bebas lalu lintas manusia, jauh dari orang yang menemani atau orang lain,
jendela atau aliran udara masuk. Jangan menggunakan toilet atau WC sebagai tempat
penampungan sputum.

Proteksi saat transportasi pasien

Apabila pasien akan ditransportasikan keluar dari ruang isolasi, maka pasien harus
dipakaikan masker bedah untuk melindungi lingkungan sekitar.

2.4. Profil Poli Batuk Puskesmas Srandakan

Sejak bulan Februari 2018, Puskesmas Srandakan membangun Poli Batuk. Tujuan
Utama poli batuk adalah untuk meminimalisir risiko penularan penyakit airborne di
Puskesmas, terutama pada rawat jalan, area ruang tunggu pasien dan bagian pendaftaran,
Dasar dibentuknya poli batuk adalah Permenkes no. 27 tahun 2017 tentang Pedoman
Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Infeksi di Fasilitas Pelayanan Kesehatan serta
Permenkes tahun 2012 tentang Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Tuberkulosis. Dalam
pelaksanaan poli batuk, melibatkan beberapa pihak, seperti bagian pendaftaran, bagian
laboratorium, serta apotek. Bagian pendaftaran bertugas melakukan triase terhadap pasien
batuk, bagian laboratorium berperan dalam pengambilan/pengumpulan sampel dahak pasien,
serta apotek yang berperan dalam penyediaan obat-obatan yang diperlukan di poli batuk.

Sejek bulan Februari 2018 hingga Maret 2018, jumlah pasien pengunjung poli batuk
adalah 166 pasien. Pada bulan Februari terdapat 79 pasien, bulan Maret terdapat 87 pasien.
Sedangkan berdasarkan jenis kelamin, laki-laki 63 pasien, perempuan 103 pasien. Dari total
166 pasien yang berkunjung ke poli batuk, terdapat 2 pasien dengan BTA (+).

19
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Rancangan Penelitian

Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian yang bersifat deskriptif analitik
dengan pendekatan kuantitatif bermaksud untuk mendapatkan gambaran tentang profil
kepuasan pasien pengunjung poli batuk. desain penelitian yang digunakan adalah cross
sectional atau potong lintang, karena variabelnya dinilai secara simultan pada satu saat.

3.2. Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksankan di poli batuk Puskesmas Srandakan.

3.3. Populasi dan Sampel

Subjek penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah semua pasien yang
mengunjungi poli batuk dari tanggal 6 Maret 2018 – 31 Maret 2018.

3.4. Besar Sampel dan Cara Pengambilan Sampel

Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini adalah convenience sampling yaitu
sampel dipilih berdasarkan pada ketersediaan elemen serta pertimbangan kemudahan akses.
Jumlah sampel yang didapatkan adalah 13 pasien.

3.5. Definisi Operasional

1. Pasien poli batuk : adalah pasien yang memiliki keluhan batuk yang mengunjungi poli
batuk.

3.6. Teknik Pengumpulan Data

Data diambil dengan menggunakan kuesioner tingkat kepuasan pasien terhadap poli
batuk. Setelah pasien mendapatkan pelayanan di poli batuk, pasien diminta untuk mengisi
kuesioner.

3.7. Pengolahan Data

Pengolahan data dilakukan secara manual, disusun dalam bentuk tabel, dan dianalisis
secara deskriptif untuk menarik kesimpulan.

20
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil

Semua subjek penelitian menyetuui untuk berpartisipasi dalam penelitian. Proses


pengumpulan data dilakukan mulai 6 Maret 2018 hingga 31 Maret 2018 dengan melakukan
survey kuesioner yang diberikan kepada setiap pasien pengunjung poli batuk Puskesmas
Srandakan. Dari 13 pasien yang didapatkan, diperoleh gambaran tentang kepuasan pasien
terkait kemudahan arahan menu poli batuk, kenyamanan ruang tunggu, lama menunggu
antrian, kenyamanan ruang periksa, dan kepuasan terhadap pelayanan yang diberikan oleh
dokter/perawat.

Tabel 3. Karakteristik umum responden/pasien

Usia (tahun) Jumlah %


0-25 1 7%
26-50 8 62%
>50 4 31%
Jenis Kelamin
Laki-laki 3 23%
Perempuan 10 77%
Pada tabel 3, usia responden yang terbanyak adalah usia 26-50 tahun yaitu sebanyak 8
responden (62%). Sedangkan perempuan merupakan responden terbanyak yaitu 10 (77%).

Terdapat 8 pertanyaan yang diberikan kepada pasien terkait kepuasan pelayanan


pasien terhadap poli batuk.

Tabel 4. Gambaran kepuasan pelayanan pasien di poli batuk

No YA TIDAK Jumlah
1 Bagian pendaftaran memberikan arahan 13 0 (0%) 13 (100%)
yang jelas menuju poli batuk (100%)
2 Penunjuk arah menuju poli batuk sudah 12 1 (8%) 13 (100%)
membantu (92%)
3 Akses menuju poli batuk mudah 13 0 (0%) 13 (100%)
(100%)
4 Ruang tunggu dan fasilitas yang tersedia 13 0 (0%) 13 (100%)
sudah nyaman (100%)
5 Waktu yang diperlukan untuk menunggu 4 (30%) 9 13 (100%)
antrian lama (70%)
6 Ruang periksa nyaman 13 0 (0%) 13 (100%)
(100%)

21
7 Dokter/perawat memberikan pelayanan 13 0 (0%) 13 (100%)
dengan ramah dan baik (100%)
8 Dokter/perawat menjelaskan pemeriksaan 13 0 (0%) 13 (100%)
atau terapi dengan jelas (100%)

Pada tabel 4, pada pertanyaan nomor 1 semua responden (13) jelas terhadap arahan
yang diberikan . pada pertanyaan nomor 2, 12 responden terbantu dengan penunjuk arah poli
batuk. Pada pertanyaan nomor 3, semua responden mudah menuju poli batuk. Pada
pertanyaan nomor 4, semua responden nyaman terhadap fasilitas ruang tunggu poli batuk.
Pertanyaan nomor 5, ada 4 responden yang menyatakan menunggu antrian lama. Pertanyaan
nomor 6, semua responden nyaman terhadap ruang periksa. Pada pertanyaan nomor 7 dan 8,
semua responden menyatakan dokter/perawat ramah serta jelas terkait penjelasan
pemeriksaan atau terapi.

4.2. Pembahasan

Poli batuk Puskesmas Srandakan merupakan salah satu program baru yang bertujuan
untuk meminimalisir risiko penularan penyakit airborne di lingkungan puskesmas. Progam
ini dibentuk berdasarkan Permenkes no. 27 tahun 2017 tentang Pedoman Pencegahan dan
Pengendalian Penyakit Infeksi di Fasilitas Pelayanan Kesehatan serta Permenkes tahun 2012
tentang Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Tuberkulosis.

Poli batuk dibuka sejak tanggal 2 Februari 2018 hingga sekarang. Tataletak ruangan
dan fasilitas yang disediakan sudah didasarkan pada Permenkes tahun 2012 tentang
Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Tuberkulosis, seperti, penerapan ventilasi campuran,
yaitu adanya exhaust fan, atau kipas angin, serta jendela yang terbuka serta tembus sinar
matahari.

A. Evaluasi dari Responden

Kepuasan pasien merupakan salah satu indikator keberhasilan pelayanan yang


diberikan oleh poli batuk. Umpan balik dari pasien adalah sebagai salah satu bahan evaluasi
terhadap pelayanan di poli batuk. Dari tanggal 6 Maret 2018 hingga 31 Maret 2018,
didapatkan 13 responden yang mengisi kuesioner. Jumlah responden yang didapatkan hanya
13 kemungkinan karena setelah pemeriksaan di poli batuk, dokter/perawat lupa untuk
memberikan kuesioner kepada pasien. 13 responden, pada pertanyaan nomor 1, semua
terbantu dengan arahan yang diberikan bagian pendaftaran untuk ke poli batuk. Sedangkan,

22
untuk penunjuk arah (nomor 2) dari 13 responden terdapat 1 responden yang belum terbantu
dengan adanya penunjuk arah, namun, 12 responden lainnya sudah terbantu. Hal ini dapat
dijadikan sebagai evaluasi untuk penempatan penunjuk arah supaya lebih terlihat oleh pasien.
Semua responden juga mengatakan akses menuju poli batuk mudah. Semua responden juga
sudah merasa nyaman terhadap ruang tunggu dan fasilitas di poli batuk, meskipun, ada
beberapa responden yang merasa antrian di poli batuk lama (4 responden). Adanya pasien
yang menunggu lama kemungkinan pada saat itu petugas (dokter/perawat) tidak sedang stand
by, sehingga pasien menunggu sampai petugas datang. Untuk kenyamanan ruang periksa,
komunikasi dengan petugas, semua pasien sudah merasa nyaman, serta responden juga
mengatakan sudah mengerti dengan jelas tentang pemeriksaan atau terapi yang akan
diberikan. Secara umum, responden puas terhadap pelayanan di poli batuk.

B. Evaluasi dari Peneliti

Meskipun sudah mendapatkan umpan balik yang baik dari responden/pasien, poli
batuk tetap perlu mendapatkan evaluasi dari peneliti. Ada beberapa hal yang perlu menjadi
bahan evaluasi, yaitu :

1. Masih ada beberapa pasien dengan keluhan batuk menuju BP umum, tidak menuju
poli batuk. Hal ini kemungkinan karena bagian pendaftaran belum melakukan triase
pasien batuk dengan maksimal. Kemungkinan karena pasien banyak sehingga lupa
untuk melakukan triase.
2. Sebaiknya pemberian masker kepada pasien batuk dilakukan di bagian pendaftaran,
sehingga mengurangi risiko penularan penyakit.
3. Puskesmas dapat memberikan sosialisasi tentang adanya poli batuk, sehingga
diharapkan apabila pasien sudah mengetahui adanya poli batuk, pasien dengan
sendirinya langsung menuju poli batuk saat di bagian pendaftaran.

23
BAB V

KESIMPULAN

5.1. Kesimpulan

 Berdasarkan hasil kuesioner, dapat disimpulkan bahwa poli batuk Puskesmas


Srandakan sudah berjalan dengan baik. Secara umum, pasien yang berkunjung ke poli
batuk sudah puas dan nyaman terhadap pelayanan di poli batuk.

5.2. Saran

 Karena poli batuk merupakan program baru, perlu dilakukan refreshing alur SOP baik
kepada bagian pendaftaran maupun petugas kesehatan lainnya (dokter/perawat/bidan),
supaya dapat berjalan dengan optimal sesuai tujuan poli batuk dibentuk.
 Perlu dilakukan sosialisasi kepada masyarakat atau pengunjung Puskesmas Srandakan
bahwa sudah ada poli batuk.

24
DAFTAR PUSTAKA

Kemenkes RI tahun 2012. Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Tuberkulosis di


Fasilitas Pelayanan Kesehatan. Jakarta

Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam Edisi IV Jilid II. Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas
Kedokteran UI, Jakarta

Permenkes RI No, 17 Tahun 2017. Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di


Fasilitas Pelayanan Kesehatan .

25
LAMPIRAN

26
27

Anda mungkin juga menyukai