Anda di halaman 1dari 87

BAB I

KONSEP FARMAKOLOGI

A. KONSEP DASAR FARMAKOLOGI


Farmakologi adalah ilmu yang mempelajari semua aspek tentang obat
terutama tentang respon tubuh terhadap obat yang meliputi aspek Farmasetika,
Farmakokinetika, Farmakodinamika. Dalam Farmakologi ada beberapa ilmu yang
terkait didalamnya meliputi Farmakodinamika, Farmakokinetika, Farmakoterapi,
Farmakognosi, Toksikologi dan Farmasetik. Namun dalam dunia keperawatan
hanya beberapa yang terkait didalamnya yang perlu diketahui yaitu
Farmakodinamik, Farmakokinetik dan Farmakoterapi.
Pengertian obat itu sendiri adalah suatu bahan yang digunakan untuk
diagnosis, mengobati, meringankan, mencegah penyakit pada manusia maupun
hewan. Obat berfungsi sebagai agen Farmakodinamika dimana obat yang dapat
menekan atau merangsang baik unsur fisiologik sehingga menyebabkan
menghilangkan penyakit atau sembuh, dan sebagai agen Kemoterapi dimana obat
yang secara khusus digunakan untuk menghambat atau menghancurkan sel – sel
yang tidak normal seperti Kanker, Sel Parasit, Mikroba yang dapat menyebabkan
penyakit.
Pemberian obat adalah tindakan memasukkan obat atau memberikan obat
kedalam tubuh pasien dengan berbagai macam cara, secara oral injeksi maupun
oles. Pengajaran Farmakologi ini bertujuan agar mampu menjelaskan mengenai
pemberian obat yang benar, perhitungan dosis obat serta aksi terapeutik berbagai
golongan obat, efek samping dan bahaya salah penggunaan dan penyalahgunaan
obat serta pengkajian keperawatan dibidang obat.
Obat memiliki 4 faktor yang akan dilalui meliputi faktor Farmasetik merupakan
proses masuknya obat dalam tubuh, faktor Farmakokintetik merupakan proses
perjalanan obat dalam tubuh, faktor Farmakodinamik merupakan proses tentang
efek dari kerja obat baik fisiologis maupun biokimia, yang terakhir yaitu faktor
farmakoterapi proses dalam pemberian obat sesuai dengan aturan dan dosis yang
ada.

1
1. PENGENALAN MENGENAI OBAT
a. Macam – macam bentuk obat.
Ada beberapa macam bentuk obat yang ada dalam dunia kesehatan
meliputi :
1) Bentuk Liquid ( cairan ) misalnya sirup
2) Bentuk Suspensi
3) Bentuk Powder misalnya puyer
4) Bentuk Pill misalnya kapsul, tablet, dll
b. Macam – macam jalan masuknya obat.
1) Melalui oral : pemberian obat yang dilakukan dengan
memasukkan obat kedalam mulut pasien maupun dilakukan
sendiri oleh pasien, misalnya : syrup, tablet, Kaplet, kapsul, tetes
puyer.
2) Sublingual : memasukkan obat dengan meletakkannya pada bawah
lidah pasien. Biasanya obat seperti ini dilakukan pada pasien yang
mengalami penyakit jantung, diletakkan dibawah lidah dengan
maksud agar obat cepat terabsorbsi didalam darah sebab dibawah
lidah merupakan tempat yang memiliki banyak kapiler – kepiler
darah.
3) Parenteral : pemberian obat yang dilakukan dengan pemberian
suntikan baik itu Intra Muscular ( pada otot ), Intra Vena ( pada
pembuluh darah ), dan Intra Cutan ( dibawah Kulit ).
4) Topikal : pemberian obat yang dilakukan dengan mengoleskan
pada bagian permukaan kulit misalnya pada salep yang dioleskan
pada permukaan kulit, dengan tujuan agar salep dapat menembus
dinding lapisan kulit namun absorbsi jenis pemberian obat seperti
ini sangat lama.
5) Rektal : pemberian obat yang dimasukkan melalui lubang anus
dimana jenis obat seperti ini bereupa suppositoria, biasanya pada
pasien yang mengalami gangguan BAB seperti Konstipasi.

2
6) Inhalasi : pemberian obat berupa Inhalar atau dengan cara
menghirup berupa uap, biasanya pada pasien asma bronchial
seperti obat Salbutamol.
7) Organ tertentu, seperti mata, hidung, telinga : pemberian obatnya
diberikan dengan cara tetes, dimana meneteskan beberapa tetes
kepada organ tertentu dengan dosis tertentu pula.
B. FARMAKOKINETIK
Farmakokinetik merupakan penjelasan mengenai perjalanan obat dalam
tubuh. Dalam Farmakokinetik meliputi ADME ( Adsorbsi, Distribusi,
Metabolisme, dan Eksresi ).
1. Adsorbsi merupakan proses berpindahnya molekul obat dari ilium ke
pembuluh darah, sebab ilium terdapat pembuluh darah yang paling
banyak. Biasanya adsorbsi disebut pula sebagai proses penyerapan obat.
2. Distribusi merupakan proses yang dialami obat setelah masuk kedalam
cairan tubuh pada pembuluh darah.
3. Metabolisme merupakan proses menghancurkan obat yang terjadi didalam
hati, hati ini berperan dalam menghancurkan obat jika obat telah
menyelesaikan fungsinya.
4. Eliminasi merupakan proses sekresi obat dalam tubuh menuju keluar
tubuh yang diperankan oleh ginjal, dimana ginjal mensekresi molekul obat
yang mampu larut dalam air.
C. FARMAKODINAMIKA
Mempelajari mengenai efek dari kerja obat, baik fisiologis maupun
biokimia. Proses kerja obat jika berada dalam jaringan dibahas dalam fase
farmakodinamika. Obat jika masuk dalam tubuh akan memberikan efek
dimana berupa respon yang timbul dalam dua hal yaitu efek fisiologis primer
merupakan efek yang ditimbulkan sesuai dengan tujuan, dan efek sekunder
merupakan efek yang timbul sebagai efek samping obat yang dikonsumsi.
Faktor – faktor yang mempengaruhi proses farmakodinamika :

3
1. Teori reseptor
Dalam mebran sel terdapat reseptor yang berupa protein yang
berfungsi untuk biokimia tubuh dan mengikat obat. Reseptor adalah
struktur protein pada membran sel yang mengikat obat, dimana obat
dibentuk dalam berupa hormon agar reseptor dapat mengikat obat.

4
BAB II

PERAN PERAWAT DAN HAK PASIEN DALAM PEMBERIAN


OBAT

A. PENGERTIAN
Obat : substansi yang diberikan pada manusia / binatang untuk perawatan,
pengobatan, pencegahan dari gangguan dari dlm tubuh.

Farmakologi : ilmu yang mempelajari tentang efek dari obat – obatan.

Pharmatist : orang yang diberi ijin untuk menyediakan & mengeluarkan obat –
obatan.

Aspek hukum :

Obat dapat dibuat dari sumber alam / sintesis oleh pabrik farmasi

Sebelum obat diberikan / dikonsumsi seseorang, obat telah melalui


beberapa proses antara lain :

 Proses penyediaan bahan

 Pengujian & perizinan

 Perdagangan

 Pengorderan

 Pembelian

 Pemakaian

B. Peran perawat :
 Mendukung keefektifan obat

 Observasi efek samping obat ; reaksi alergi

 Penyimpanan, penyiapan, administrasi obat

5
 Pendidikan kesehatan tentang obat

C. Standar Obat
Purity : murni / unsurnya asli / tidak ada percampuran

Potensi : konsentrasinya baik

Biovabilitas : keseimbangan obat

Efficacy : efektivitas

Safety : aman

D. TATA NAMA OBAT


Nama Generik : merupakan nama resmi obat / nama obat yang tidak
dimiliki oleh perusahaan tertentu, nama pertama dari pabrik yang
sudah mendapatkan lisensi
Nama Kimia : nama obat yang menjelaskan struktur zat kimia dari
obat ( acetylsalicylat acid / aspirin )
Nama dagang / trade mark : nama yang hanya dimiliki suatu pihak
tertentu, dimiliki oleh perusahaan obat yang biasanya merupakan
merek yang terdaftar ( bufferin, analgesic ).
E. JENIS-JENIS OBAT BERDASARKAN EFEK TERAPI
Palliative : mengurangi gejala ( nyeri )
Kurative : mengobati
Suportif : meningkatkan fungsi / respon tubuh
Subsitusi : menggantikan
Kemoterapi : mematikan, menghambat
Restoratif : meningkatkan fungsi tubuh yang sehat
F. Efek Obat
Efek terapeutik : efek yang diharapkan sesuai dengan kandungan obatnya.

Efek yang tidak diinginkan :

6
Efek samping : tidak ada hubungan dengan tujuan utama pemberian
obat, dampak yang tidak diharapkan, kemungkinan dapat
membahayakan ; alergi, toksisitas, iatrogenik.
Indiosinkrosi : merupakan respon yang tidak normal scr kualitatif,
timbul scr individu / familiar / ras
Overdosis : dosis yang diberikan terlalu banyak / besar
G. CARA KERJA OBAT
Suatu obat yang diminum melalui 3 fase :
1. FARMASETIK / Disolusi
Pada fase ini obat berubah menjadi larutan. Dalam Gastro intestinal obat
perlu dilarutkan agar dapat di absorbsi / dari bentuk tablet harus
diintegrasikan menjadi partikel – partikel kecil supaya larut dalam cairan.
Tablet → disintegrasi → disolusi
2 . FARMAKOKINETIK
adalah proses pergerakan obat untuk mencapai kerja obat yang
terdiri dari 4 fase :
Absorbsi ; pergerakan partikel partikel obat dari saluran GI kedalam cairan
tubuh melalui absorbsi pasif, aktif, pinositosis

Aktif : membutuhkan karier untuk melawan perbedaan konsentrasi


Pasif : terjadi melalui proses difusi
Pinositosis : membawa obat dgn proses menelan

H. Faktor – faktor yang mempengaruhi absorbsi obat :


Aliran darah
Rasa nyeri
Stress
Kelaparan
Makanan
PH
Jenis obat

7
Rute pemberian
Keadaan pasien

8
BAB III

PRINSIP PEMBERIAN OBAT PADA PASIEN

A. Peran Perawat Dalam Pemberian Obat

Karena obat dapat menyembuhkan atau merugikan pasien, maka


pemberian obat menjadi salah satu tugas perawat yang paling penting. Perawat
adalah mata rantai terakhir dalam proses pemberian obat kepada pasien.
Perawat yang bertanggung jawab bahwa obat itu diberikan dan memastikan
bahwa obat itu benar diminum.
Bila ada obat yang diberikan kepada pasien, hal ini harus menjadi bagian
integral dari rencana keperawatan. Perawat yang paling tahu tentang kebutuhan
dan respon pasien terhadap pengobatan. Misalnya, pasien yang sukar menelan,
muntah atau tidak dapat minum obat tertentu (bentuk kapsul), pasien ini harus
diperhatikan. Faktor gangguan visual, pendengaran, intelektual atau motorik,
yang mungkin membuat pasien sukar memakan obat, harus dipertimbangkan.

B. Prinsip 6 Benar Dalam Pemberian Obat

Rencana perawatan harus mencakup rencana pemberian obat, bergantung


pada hasil pengkajian, pengetahuan tentang kerja dan interaksi obat, efek
samping, lama kerja dan program dokter. Harus diperhatikan, prinsip 6 benar;

1. Benar Pasien

Dapat dipastikan dengan memeriksa gelang idenifikasi klien, dan


meminta klien menyebutkan namanya sendiri. Beberapa klien akan
menjawab dengan nama yng sebarang atu tidak dapat berespon, maka
gelang identifikasi harus diperiksa pada setip klen tiap kali pengobatan
diberikan. Pada keadaan dimana gelang identiikasi hilang, perawat harus
memastikan identias klien sebelum setiap obat diberikan. Implikasi dalam
keperawatan mencakupi:

9
a. Memastikan klien dengan memeriksa gelang indektifikasi.
b. Membedakn dua klien dengn nama belakang yang sama.

Perawat juga bertanggung jawab untuk secara tepan mengidentifikasi


setap orang pda saat memberikan obat.

2. Benar Obat

Obat yang benar berarti klien menerima obat yang telah diresepkan.
Perintah enobatan mungkin diresepkan oleh dokter-dokter yang
bersangkutan atau pemberi asuhan kesehatanyng memiliki ijin praktik
dengan wewenang dari pemerintah untuk memberikan pengobatan. Resep
dapat ditulis pada buku resep dan di isi oleh ahli farmasi di apotek di
rumah sakit. Bagi klien yang tinggal di rumah sakit, perintah pengobtan
ditulis pada lembaran intruksi dokter dan ditandatangani oleh orang yang
berwenang. Perintah melalui telpon untuk pengobatan harus
ditandatangani oleh dokter yang menelpon dalam waktu 24 jam. Perawat
harus tunduk dengan peraturan institusi mengenai perintah melalui
telepon. Komponen dari perintah pengobatan adalah;

a. Tanggal dan saat perintah ditulis


b. Nama obat
c. Dosis obat
d. Rute pemberian
e. Frekuensi pemberian
f. Tanda tangan dokter

Meskipun merupakan tanggung jawab seorang perawat untuk


mengikuti perintah yang tepat, tetapi jika slaah satu komponen tidak ada,
perintah pengobatan tidak lengkap maka obat tidak boleh diberikan. Harus

10
diperoleh perintah yang jelas, dan biasanya dengan menghubungi dokter
atau pemberi asuhan kesehatan.

3. Benar Dosis

Sebelum memberi obat, perawat harus memeriksa dosisnya. Jika


ragu, perawat harus berkonsultasi dengan apoteker atau penulis resep
sebelum dilanjutkan. Jika pasien meragukan dosisnya, harus diperiksa lagi.
Jika setelah menanyakan kepada apoteker atau penulis resepnya, perawat
masih ragu, ia tidak boleh melanjutkan pemberian obat itu dan
memberitahu penanggung jawab unit atau ruangan dan penulis resepnya
serta alasan nya.

Secara khusus perhatikan titik desimalya dalam dosis dan beda


antara singkatan mg dan mcg bila ditulis tangan. Ada obat dalam bentuk
tablet lepas berkala (ada yang berlapis-lapis, ada pula yang matriksnya
khusus), tablet demikian tidak boleh dibelah atau digerus karena ciri lepas
berkalanya hilang. Ada tablet bersalut enteric untuk melindungi terhadap
asam lambun. Aspirin terdapat dalam bentuk ini bila diberi dalam dosis
tinggi untuk waktu lama.

4. Benar Rute/Cara

Obat dapat diberikan melalui sejumlah rute berbeda. Faktor yang


menentukan rute pemberian terbaik ditentukan oleh keadaan umum pasien,
kecepatan respon yang diinginkan, sifat kimiawi dan fisik obat, dan tempat
kerja yang diinginkan. Obat dapat diberi peroral, parenteral, tropikal,
rektal, atau melalui inhalasi.

a. Oral
Rute pemberian yang paling umum dan paling banyak dipakai,
karena ekonomis, paling nyaman dan aman. Obat dapat juga
diabsorbsi melalui rongga mulut (sublingual / bucal), misalnya
gliserin trinitrat.

11
b. Parenteral
Dari bahasa yunani yang berarti samping, enteron berarti usus,
lebih singkatnya berarti diluar usus / diluar saluran pencernaan.

c. Topikal
Termasuk disini adalah krim, salep, losion, liniment, spray,
dan dapat dipakai untuk melumasi, melindungi, atau menyampaikan
obat ke daerah tertentu pada kulit atau membran mukosa.

d. Inhalasi
Saluran napas memiliki luas epitel untuk absorpsi yang sangat
luas dan dengan demikian berguna untuk memberi obat secara lokal
pada salurannya, misalnya salbutamol (Ventolin) atau spray
berklometasol (betocitade, aldecin) untuk asma atau dalam keadaan
darurat, misalnya terapi oksigen.

5. Benar Waktu
Obat harus diberikan pada waktu yang benar. Jika obat itu diminum
sebelum makan untuk memperoleh kadar yang diperlukan, harus diberi 1
jam sebelum makan. Hal ini banyak berlaku untuk antibiotik. Misalnya,
tetrasiklin dikhelasi (terbentuk senyawa yang tidak larut) jika diberi susu
atau makanan tertentu, yang mengikat sebagian besar obat itu sebelum
dapat diserap. Sebaliknya, ada obat yang harus diminum setelah makan,
untuk menghindari iritasi yang berlebihan pada lambung (misalnya
indometasin) atau agar diperoleh kadar darah yang lebih tinggi (misalnya,
griseofulvin bila diberi bersama dengan makanan yang berlemak)
Setelah obat itu diberikan, harus dicatat dosis, rute, waktu, dan oleh
siapa obat itu diberikan. Bila pasien menolak minum obatnya, atau obat itu
tidak sampai terminum harus dicatat alasannya dan dilaporkan.

12
6. Benar Dokumentasi
Pendokumentasi obat yang diberikan kepada pasien kepada perawat
harus segera dicatat informasinya yang sesuai mengenai obat yang
diberikan. Ini meliputi nama obat, dosis, rute (tempat suntikan jika perlu),
waktu dan tanggal, inisial atau tanda tangan perawat. Respon klien
terhadap pengobatan perlu dicatat untuk beberapa macam obat, seperti
narkotik-bagaimana efektifitasnya dalam menggunakan nyeri-atau
analgesik non narkotik, sedativa, anti ametik dan atau relasi yang tidak
diharapkan terhadap pengobatan seperti iritasi gastrointestinal atau tanda-
tanda kepekaan kulit. Penundaan dalam mencatat dalam mengakibatkan
luka untuk mencatat pengobatan atau perawat lain memberikan obat itu
kembali karena ia berfikir obat belum diberikan
Untuk membantu pencatatan tepat dan pada waktunya, banyak
fasilitas kesehatan menggunakan format grafik.

13
BAB IV

PERAN KOLABORATIF PERAWAT DALAM PEMBERIAN


OBAT

A. Obat Anti Inflamasi

Obat antiinflamasi nonsteroid (OAINS) atau nonsteroidal anti-


inflammatory drugs (NSAIDs) adalah kelompok obat yang digunakan untuk
meredakan nyeri, serta mengurangi peradangan yang ditandai dengan kulit
kemerahan, terasa hangat, dan bengkak. Selain itu, obat ini juga dapat
digunakan untuk menurunkan demam. NSAIDs sering dikonsumsi untuk
mengatasi sakit kepala, nyeri menstuasi, flu, radang sendi, cedera sendi, atau
keseleo.

Dengan menggunakan obat ini, peradangan, nyeri, atau demam yang


sedang terjadi dapat berkurang.

NSAIDs Obat antiinfamasi nonsteroid tersedia dalam bentuk kapsul,


tablet, krim, atau suppositoria (obat padat berbentuk peluru yang dipakai
dengan cara dimasukkan ke dalam anus), dan suntik.

Peringatan:

 Konsultasikan pada dokter sebelum mengonsumsi obat antiinflamasi


nonsteroid jika:
 Pemberian obat yang mengandung aspirin tidak dianjurkan untuk anak-
anak di bawah 16 tahun.
 Penderita yang berusia di atas 65 tahun.
 Obat antiinflamasi nonsteroid meningkatkan risiko perdarahan, karena
itu konsultasikan pada dokter sebelum mengonsumsi obat ini atau akan
menjalani prosedur tertentu, seperti operasi.
 Memiliki riwayat alergi terhadap obat antiinflamasi nonsteroid.

14
 Menderita penyakit asma, tukak lambung, penyakit asam lambung,
usus, jantung, ginjal, hati, sirkulasi tekanan darah, atau usus besar.
 Kategori kehamilan untuk sebagian obat antiinflamasi nonsteroid
adalah kategori C, yaitu obat-obatan yang berdasarkan efek
farmakologisnya telah atau diduga mampu memberikan dampak buruk
bagi janin, namun tidak sampai menyebabkan suatu kecacatan yang
sifatnya permanen. Sedangkan sebagian lagi masuk ke dalam kategori
D, yaitu obat-obatan yang telah atau diduga mampu meningkatkan
risiko terjadinya kecacatan janin yang sifatnya permanen.
 Mengonsumsi obat-obatan lain, seperti warfarin, obat antipsikosis, serta
obat untuk arthritis atau diabetes.

B. Obat Anti-Gout

Penting untuk beristirahat dengan cukup selama Anda mengalami


serangan penyakit asam urat. Angkatlah tungkai Anda dan hindarkan sendi
yang sedang mengalami radang dari benturan. Mengompres sendi dengan
sekantong es selama sekitar dua puluh menit juga dapat membantu
meredakan rasa nyeri. Jangan mengompres lebih dari waktu tersebut dan
jangan menempelkan es secara langsung ke kulit karena dapat merusak
kulit.

Efek samping penggunaan OAINS meliputi sakit maag dan gangguan


pencernaan. Untuk meminimalkan timbulnya efek samping tersebut, dokter
biasanya akan meresepkan obat penghambat pompa proton (PPI) sebagai
penyerta. Penting untuk mengikuti seluruh petunjuk pemakaian yang
diberikan oleh dokter dalam mengonsumsi OAINS. Obat ini biasanya harus
terus digunakan selama serangan penyakit asam urat belum reda, hingga dua
hari setelah serangan reda untuk mencegah kambuh. Apabila OAINS kurang
mampu meredakan gejala penyakit asam urat atau Anda tidak diperbolehkan
mengonsumsi obat ini dikarenakan kondisi tertentu, dokter dapat
meresepkan colchicine sebagai pengganti yang juga berkhasiat untuk

15
menghilangkan rasa sakit dan pembengkakan. Colchicine jarang
menimbulkan efek samping. Efek samping berupa sakit perut, mual, dan
diare biasanya timbul apabila obat ini dikonsumsi dalam dosis tinggi.

Pada kasus penyakit asam urat dengan gejala parah yang tidak bisa
diredakan dengan OAINS atau colchicine, dokter biasanya akan meresepkan
kortikosteroid. Selain dalam bentuk tablet, obat ini juga bisa diberikan
dokter dalam bentuk suntik untuk meredakan nyeri secara cepat.

Apabila digunakan dalam dosis rendah dan dalam jangka waktu singkat,
kortikosteroid jarang menimbulkan efek samping. Sebaliknya, jika
digunakan dalam dosis tinggi dan jangka waktu lama, obat ini berisiko
menimbulkan efek samping, seperti otot terasa lemas, kulit mudah memar,
penipisan tulang, dan kenaikan berat badan.

Mencegah terulangnya serangan penyakit asam urat :

 Makanan yang mengandung banyak purin dapat meningkatkan kadar


asam urat di dalam tubuh dan membuat kita rentan untuk terserang
gejala penyakit asam urat. Oleh karena itu, hindari makanan semacam
itu. Contoh-contoh makanan yang banyak mengandung purin adalah
jeroan (jantung, hati, ginjal, dan otak), makanan laut (kerang-kerangan,
kepiting, dan udang), daging merah, makanan yang mengandung ragi,
dan ikan yang banyak mengandung minyak (sarden, makarel, dan ikan
teri). Selain karena jeroan, kadar asam urat juga bisa meningkat apabila
kita terlalu banyak mengonsumsi camilan manis, minuman manis, dan
minuman beralkohol. Jenis minuman beralkohol yang paling berisiko
memicu serangan penyakit asam urat adalah bir, wiski, dan vodka.
 Kurangi berat badan apabila Anda memiliki proporsi tubuh kegemukan
(obesitas) karena fisik seperti itu akan membuat Anda rentan terhadap
serangan penyakit asam urat. Selain itu, jangan mengesampingkan
pentingnya berolah raga secara cukup agar tubuh Anda selalu sehat dan
bugar.

16
 Minum air putih secukupnya tiap hari. Disamping dapat menghindarkan
diri dari dehidrasi, air juga dapat memperlancar pembuangan asam urat
melalui urine sehingga risiko pembentukan kristal menjadi minim.
Disarankan agar kita minum sekitar 6-8 gelas air mineral per hari,
bahkan lebih banyak jika kita juga rutin melakukan olahraga atau
sedang berada di bawah cuaca panas.

Berikut ini jenis-jenis obat pencegah serangan penyakit asam urat.

 Allopurinol
Tablet yang diminum sekali dalam sehari ini dapat membantu tubuh
menurunkan jumlah asam urat dengan cara menghambat enzim yang
bertugas mengubah purin menjadi asam urat. Dosis allopurinol harus
disesuaikan untuk memastikan tercapainya penurunan kadar asam
urat sesuai target, yaitu di bawah 360 umol/L atau 6 mg/dl. Dosis
obat ini biasanya akan meningkat tiap 3-4 minggu, tergantung
kepada hasil pemeriksaan darah. Kristal-kristal asam urat di dalam
tubuh umumnya akan hilang secara total dalam waktu 1-2 tahun
masa pengobatan. Kadang-kadang serangan gout dapat terjadi ketika
Anda pertama kali menggunakan pengobatan dengan allopurinol.
Hal ini disebabkan oleh menyusutnya kristal-kristal yang ada di
tulang rawan sendi akibat kadar asam urat yang berkurang drastis
hingga di bawah titik jenuh. Kristal yang menyusut tersebut menjadi
lebih mudah meloloskan diri dari tulang rawan ke dalam rongga
sendi dan akhirnya membuat lapisan sendi atau sinovium mengalami
radang. Namun jangan khawatir hal ini akan berhenti setelah tubuh
Anda benar-benar bersih dari kristal natrium urat.
 Probenecid.
Obat ini mampu menurunkan kadar asam urat dengan cara
meningkatkan kemampuan ginjal untuk membuangnya. Efek
samping yang mungkin saja ada setelah menggunakan probenecid
adalah sakit perut, ruam kulit, dan risiko penyakit batu ginjal.

17
 Mencegah penyakit asam urat dengan vitamin C
Menurut sebuah penelitian, vitamin C mampu mencegah penyakit
asam urat dengan cara meningkatkan kinerja ginjal dalam
membuang asam urat yang ada di tubuh kita. Dosis vitamin C yang
dianjurkan adalah 500 miligram per hari. Namun sebelum Anda
mengonsumsi suplemen vitamin C, sebaiknya konsultasikan terlebih
dahulu kepada dokter karena dikhawatirkan Anda memiliki masalah
kesehatan yang bisa bertambah parah atau sedang menjalani
pengobatan dengan obat yang tidak boleh digunakan bersamaan
dengan suplemen vitamin C.
C. Obat Antibiotika

Antibiotik merupakan salah satu cabang dari jenis pengobatan anti


bakterial. Antibiotik berasal dari dua bahasa Yunani, yakni ‘anti’ yang
bermakna ‘melawan’ dan ‘bios’ yang bermakna ‘hidup’. Antibiotik
berfungsi menghambat dan membunuh bakteri. Bakteri menjadi
permasalahan penting dalam tubuh manusia. Karena ukurannya yang sangat
kecil dan berbeda-beda, para dokter membutuhkan ramuan khusus untuk
membasmi bakteri dalam tubuh manusia. Obat ini difungsikan untuk
melawan bakteri dalam tubuh, bukan virus dalam tubuh. Hati-hati dalam
memahami penyebab penyakit yang Anda alami. Jika penyakit yang
menyerang disebabkan oleh virus, obat antibiotik kurang tepat jika Anda
gunakan. Bahkan, dampak negatif obat antibiotik jika digunakan untuk
melawan virus bisa membahayakan tubuh manusia.

Berikut ini pemaparan mengenai jenis dan golongan obat antibiotik.


Dari beberapa obat antibiotik yang ada, akan kami golongkan menjadi
beberapa saja. Berikut penjelasannya.

18
Jenis dan Golongan Obat Antibiotik

1. Penisilin (Penicillins)

Jenis dan golongan obat antibiotik yang pertama dan sering kita dengar
adalah Penisilin. Penisilin merupakan obat antibiotik yang digunakan
untuk mengobati infeksi pada paru-paru, infeksi pada bagian dada, dan
kantong kemih. Penisilin merupakan bagian dari bakterisida yang
memiliki banyak macam, misalnya penisilin G, penisilin V, ampisilin,
tikarsilin, kloksasilin, oksasilin, amoksisilin, dan nafsilin. Antibiotik
semacam ini berfugsi untuk mengobati infeksi pada bagian mata, gigi,
saluran pernafasan, telinga, kulit, dan lain sebagainya.

Penisilin bisa juga disebut antibiotik beta-laktam, antibiotik ini bekerja


dengan cara merusak dinding bakteri ketika akan melakukan reproduksi.
Mayoritas orang akan mengalami alergi terhadap penisilin karena terjadi
hipersensitivitas terhadap obat antibiotik. Efek buruk jika Anda terlalu
sering menggunakan obat ini, yakni bakteri menjadi kebal dan tidak bisa
diatasi lagi. Jika sudah terjadi pengebalan bakteri, Anda perlu menambah
dosis yang lebih tinggi lagi untuk melawan bakteri ini.

Sebagian orang yang sudah mengalami alergi antibiotik penisilin perlu


ditangani dokter secara khusus.

2. Antibiotik Sefalosporin

Antibiotik Sefalosporin merupakan anti biotik dengan spectrum luas.


Maksudnya, jenis anti biotik ini bisa menyembuhkan berbagai macam
infeksi pada tubuh manusia. Infeksi yang tergolong serius, juga bisa
diobati dengan anti biotik ini. Contoh penyakit yang bisa diobati
menggunakan anti biotik sefalosporin seperti infeksi darah (septicemia),
pneumonia, infeksi lapisan luar otak, dan infeksi sumsum tulang
belakang. Penyakit ini tergolong penyakit serius dan membutuhkan
penanganan dokter ahli untuk mengatasinya.

19
Antibiotik sefalosporin juga terdiri dari dua macam obat yaitu cefixime
dan cefalaxim. Jika anda mengonsumsi obat anti biotik ini, akan ada
beberapa efek samping yang terjadi seperti diare, ruam, perut kejang,
dan demam.

3. Aminoglikosida

Jenis antibiotik Aminoglikosida bekerja dengan cara menghambat


pembentukan protein pada bakteri. Biasanya, para dokter menggunakan
anti biotik ini pada pasien yang menderita penyakit tifus dan pneumonia.
Akan tetapi, antibiotik ini tidak bisa diberikan secara sembarangan. Anda
perlu dokter yang benar-benar ahli untuk menyuntikkan pada tubuh
Anda. Jangan mengonsumsi anti biotik ini secara terus menerus. Jika
Anda mengonsumsi secara terus menurus atau dosis yang digunakan
tidak sesuai, bisa mengganggu fungsi pendengaran dan ginjal.

Antibiotik ini bisa digunakan untuk mengobati meningitis, gonorrhea,


dan lain sebagainya. Aminoglikosida digunakan untuk mengobati
penyakit yang cukup serius karena efek samping yang munculpun juga
tergolong serius. Antibiotik ini diberikan dengan cara mengkombinasikan
penisilin dan sefalosporin. Jika antibiotik ini diberikan secara terus
menerus, kemungkinan bakteri akan semakin kebal dan membutuhkan
dosis lebih tinggi untuk melawannya.

4. Antibiotik Tetrasiklin

Jenis dan golongan obat antibiotik selanjutnya adalah Tetrasiklin.


Antibiotik ini merupakan jenis spectrum luas (bisa digunakan berbagai
penyakit akibat inveksi bakteri). Misalnya, infeksi pada telinga bagian
tengah, saluran kantung kemih, pernafasan, dan lain sebagainya. Selain
itu, antibiotik ini bisa digunakan untuk merawat jerawat yang sudah
parah. Biasanya dikenal dengan sebutan rosacea (bintik-bintik pada kulit
wajah). Banyak dokter yang menganggap antibakteri ini bisa menjadi
racun, oleh sebab itu hanya digunakan pada bagian kulit saja.

20
Penggunaan tetraksilin memiliki efek samping kerusakan ginjal dan
gangguan sistem saraf otak manusia. Antibiotik ini tidak kami sarankan
bagi pasien yang memiliki permasalahan hati, karena dapat memperburuk
keadaan si pasien.

5. Makrolida

Antibiotik Makrolida melawan bakteri dengan cara melawan


pembentukan protein bakteri. Pasien yang memiliki kealergian antibiotic
penisilin tinggi, kami rekomendasikan untuk memilih Makrolida. Selain
itu, anti biotik ini bisa mengurangi tingkat kealergian pada penisilin.
Antibiotik ini memiliki spectrum lebih luas dibandingkan penisilin. Para
dokter ahli biasanya menggunakan antibiotik ini untuk mengobati pasien
yang menderita infeksi pada saluran pernafasan,infeksi dada, infeksi
saluran lambung.

6. Antibiotik Sulfonamida

Jenis antibiotik Sulfonamida ini sangat cocok untuk mengobati infeksi


ginjal. Selain dapat menyembuhkan infeksi ginjal, antibiotik ini bisa
membahayakan ginjal. Pasien yang mengonsumsi antibiotik ini dituntut
untuk banyak minum air putih agar tidak timbul Kristal obat. Gantisin
merupakan bagian dari jenis antibiotic sulfonamide yang sering
digunakan oleh dokter ahli.

Efek samping dari mengonsumsi Antibiotik Sulfonamida adalah


terjadinya kerusakan pada sel-sel darah yang berupa hemolitik, anemia
aplastis dan agranulositosis. Selain itu Sulfonamida juga memiliki efek
samping seperti reaksi alergi dan gangguan pada saluran kemih dengan
terjadinya kristaluria yaitu terdapat batu di dalam urine meski belum
kelihatan secara kasat mata. Agar terhindar dari efek samping kristaluria
Anda harus mengnsumsi air putih minimal 1,5L/hari.

21
7. Antibiotik Fluroquinolones

Jenis antibiotik Fluroquinolones merupakan jenis yang belum lama


muncul. Antibiotik ini bisa menghentikan sintetis DNA bakteri secara
langsung. Salah satu contoh dari bakteri fluroquinolones adalah
ciprofloxacin dan floksasin. Biasanya, jenis obat ini diberikan secara oral
(langsung diminum). Obat ini tergolong jenis obat yang aman
dikonsumsi namun tidak kami sarankan bagi wanita yang sedang hamil
dan anak-anak. Efek samping yang akan muncul yakni mual, diare, dan
muntah-muntah.

8. Antibiotik Polipeptida

Jenis dan golongan obat antibiotik yang terakhir adalah Polipeptida.


Antibiotik golongan polipeptida terdiri dari golongan A, B, C, D, dan E.
Antibiotik ini sangat aktif melawan bakteri gram negatif seperti
psedudomonas, dan kuman koliform lain. Toksisitas polimiksin bisa
membatasi pemakaianya dalam bentuk neurotoksisitas dan
nefrotoksisitasnya. Antibiotik ini bisa berperan lebih penting lagi ketika
meningkatnya infeksi pseudomonas dan enterobakteri yang resisten
terhadap obat lain. Efek samping yang akan muncul yakni kerusakan
pada sistem ginjal dan terganggunya sistem saraf otak. Antibiotik ini
secara aktif akan membasmi kuman atau bakteri dalam tubuh manusia

D. Obat Anti-Fungi

Obat anti jamur adalah senyawa yang digunakan untuk pengobatan


penyakit yang disebabkan oleh jamur.
Macam-Macam Obat Anti Jamur
Ada beberapa jenis obat-obatan anti jamur, yaitu:
1. Anti Jamur Cream
Digunakan untuk mengobati infeksi jamur pada kulit dan vagina. Antara
lain ketoconazole, fenticonazole, miconazole, sulconazole, dan
tioconazole.

22
2. Anti Jamur Peroral
Amphotericin dan nystatin dalam bentuk cairan dan lozenges. Obat-
obatan ini tidak terserap melalui usus ke dalam tubuh. Obat tersebut
digunakan untuk mengobati infeksi Candida (guam) pada mulut dan
tenggorokan. Itraconazole, fluconazole, ketoconazole, dan griseofulvin
dalam bentuk tablet yang diserap ke dalam tubuh. Digunakan untuk
mengobati berbagai infeksi jamur. Penggunaannya tergantung pada jenis
infeksi yang ada. Example:
a. Terbinafine umumnya digunakan untuk mengobati infeksi kuku yang
biasanya disebabkan oleh jenis jamur tinea.
b. Fluconazole umumnya digunakan untuk mengobati jamur Vaginal.
Juga dapat digunakan untuk mengobati berbagai macam infeksi jamur
pada tubuh
3. Anti Jamur Injeksi
Amphotericin, flucytosine, itraconazole, voriconazole dan caspofungin
adalah obat-obatan anti jamur yang sering digunakan dalam injeksi.

E. Obat Anti Virus

Antivirus merupakan salah satu penggolongan obat yang secara


spesifik digunakan untuk mengobati infeksi virus. Sama seperti antibiotik
dan antibiotik spektrum luas untuk bakteri, kebanyakan antivirus digunakan
untuk infeksi virus yang spesifik, sementara antivirus spektrum luas dapat
efektif melawan berbagai macam virus. Tetapi, tidak seperti sebagian besar
antibiotik, antivirus tidak dapat membunuh virus dan hanya menghambat
virus untuk masuk ke dalam sel atau bereplikasi.

Obat antivirus, antibiotik, antijamur, dan antiparasit termasuk


golongan antimikroba, termasuk obat antivirus yang berupa antibodi
monoklonal. Sebagian besar antivirus relatif tidak berbahaya bagi pasien,
karena itu dapat digunakan untuk mengobati infeksi. Antivirus berbeda
dengan virisida, yang merupakan suatu molekul yang dapat menghancurkan

23
virus. Beberapa tumbuhan menghasilkan senyawa antivirus alami seperti
pada eukaliptus.

Sebagian besar obat antivirus ditujukan untuk mengobati HIV, virus


herpes, virus hepatitis B dan C, dan virus influenza A dan B. Peneliti tengah
mengembangkan antivirus untuk patogen lainnya.

Merancang obat antivirus yang aman dan efektif sangatlah sulit,


karena virus menggunakan sel inang untuk bereplikasi. Hal ini yang
membuat sulit untuk obat dapat menghambat virus tanpa perlu
membahayakan pasien. Selain itu, kendala utama dalam mengembangkan
vaksin dan obat antivirus adalah materi genetik virus yang mudah bermutasi
sehingga tercipta banyak variasi dari materi genetik Virus.

Munculnya antivirus dikarenakan pengetahuan tentang genetik dan


fungsi molekuler dari organisme berkembang, sehingga peneliti dapat
memahami struktur dan fungsi dari virus, kemajuan metode untuk
menemukan obat baru, meningkatnya tekanan yang diberikan pada tenaga
medis untuk menyembuhkan HIV, penyebab dari AIDS.

Penelitian antivirus pertama kali dikembangkan pada tahun 1960-an,


sebagian besar untuk menangani virus herpes, dan obat tersebut ditemukan
dengan menggunakan metode trial-and-error. Peneliti menumbuhkan kultur
sel dan menginfeksikannya dengan virus. Kemudian diberikan senyawa
kimia yang diharapkan dapat menghambat aktivitas virus, dan kemudian
diamati apakah jumlah virus dalam kultur meningkat atau menurun.
Senyawa kimia yang terlihat memberikan efek diteliti lebih lanjut.

Proses tersebut sangat menghabiskan waktu, dan dengan kuranngnya


pengetahuan yang dimiliki tentang bagaimana virus tersebut bekerja metode
tersebut tidaklah efisien untuk menemukan antivirus yang efektif dengan
efek samping yang minimal. Baru di tahun 1980-an, ketika sekuensing
genetik dari virus telah berhasil dilakukan, peneliti dapat mempelajari virus

24
bekerja secara menyeluruh, dan senyawa kimia yang diperlukan untuk
menghambat virus bereplikasi.

25
BAB V

OBAT GANGGUAN SISTEM PENCERNAAN

A. OBAT SISTEM PENCERNAAN :

adalah obat yang bekerja pada sistem gastrointestinal dan hepatobiliar

Sistem pencernaan berfungsi :

 menerima makanan
 memecah makanan menjadi zat-zat gizi (suatu proses yang disebut
pencernaan)
 menyerap zat-zat gizi ke dalam aliran darah
 membuang bagian makanan yang tidak dapat dicerna dari tubuh

B. Klasifikasi : Antasida, H2 reseptor antagonis , Antiemetik ,


Antikolinergik, Hepatoprotektor, Antibiotik , Proton pompa inhibitor,
Prokinetik, Antidiare , Laksatif

8 Kategori besar yaitu :

1. ANTASIDA DAN ANTIULSERASI

mengobati ulkus / luka / tukak ( Ulkus Peptikum adalah luka berbentuk


bulat atau oval yang terjadi karena lapisan saluran cerna telah termakan oleh
asam lambung dan getah pencernaan) seperti :

 Ulkus duodenalis / ulkus duodenum, merupakan jenis ulkus peptikum yang


paling banyak ditemukan, terjadi pada duodenum (usus dua belas jari),
yaitu beberapa sentimeter pertama dari usus halus, tepat dibawah lambung.
 Ulkus gastrikum lebih jarang ditemukan, biasanya terjadi di sepanjang
lengkung atas lambung.

26
 Esofagitis ( peradangan) dan ulkus esofagealis karena regurgitasi (aliran
balik) berulang dari asam lambung ke dalam kerongkongan bagian bawah.
 Hiperasiditas (keasaman berlebih) dan kondisi hipersekresi asam lambung
oleh penyakit ( sindroma Zolinger Ellison, mastositosis sistemik).

Gastritis / maag

 Gastritis bakterialis akibat infeksi oleh Helicobacter pylori (bakteri yang


tumbuh di dalam sel penghasil lendir di lapisan lambung). Obat yang
diberikan mengandung bismuth atau antibiotik
misalnya amoxicillin dan claritromycin) dan obat anti-tukak (omeprazole).
 Gastritis karena stres akut, merupakan jenis gastritis yang paling berat,
yang disebabkan oleh penyakit berat atau trauma (cedera). Obat : jenis
antasida (untuk menetralkan asam lambung) dan anti-ulkus yang kuat
(untuk mengurangi atau menghentikan pembentukan asam lambung).
Perdarahan hebat : menutup sumber perdarahan pada tindakan endoskopi.
 Gastritis erosif kronis bisa merupakan akibat dari: bahan iritan seperti
obat-obatan, terutama aspirin dan obat anti peradangan non-steroid lainnya
penyakit Crohn , alkoholik, dll diobati dengan jenis antasida dan antagonis
reseptor H2 misal Cimetidin, Ranitidian
 Gastritis eosinofilik bisa terjadi sebagai akibat dari reaksi alergi terhadap
infestasi cacing gelang. diberikan obat maag dengan jenis kortikosteroid
atau dilakukan pembedahan.
 Gastritis sel plasma merupakan gastritis yang penyebabnya tidak
diketahui. Obat : jenis anti ulkus yang menghalangi pelepasan asam
lambung

2. REGULATOR GIT, ANTIINFLAMASI & ANTIFLATULEN.

Pada kelompok obat ini adalah obat-obat yang berfungsi sebagai:

 Pengatur fungsi dan gerak dari gastrointestinal atau sering disebut


regulator GIT

27
 Obat kembung atau antiflatulen digunakan untuk meteorisme.
 Anti radang atau pembengkakan pada saluran cerna atau disebut
antiinflamasi

Contoh obat kelompok ini adalah :

 Cisapride, meningkatkan pergerakan atau kontraksi dari lambung dan


usus.
 Dimethicone dan derivatnya, menurunkan tegangan permukaan dari gas
sehingga buih di dalam pencernaan membentuk gelembung yang besar
yang mudah dikeluarkan oleh tubuh.
 Clebopride, diindikasikan untuk mual & muntah yang disebabkan
berbagai hal baik obat maupun penyakit.
 Metoclopramide, merangsang motilitas saluran pencernaan makanan
tanpa mempengaruhi sekresi lambung, empedu atau pankreas.
 Domperidone, antiemetik (antimuntah) prokinetik, dengan efek seperti
metoclopramide.
 Hyoscine, antikolinergik dengan fungsi untuk gangguan kontraksi
saluran pencernaan, kandung empedu, saluran kemih dan saluran alat
kelamin wanita.

3. ANTISPASMODIK

Obat yang digunakan untuk mengatasi kejang pada saluran cerna yang
mungkin disebabkan diare, gastritis, tukak peptik dan sebagainya.

Beberapa contoh :

Hyoscine (Obat ini beraksi pada sistem saraf otonom dan mencegah
kejang otot), Clidinium (Kombinasi chlordiazepoxide dan clidinium bromide
digunakan untuk mengobati lambung yang luka dan teriritasi. Obat ini
membantu mengobati kram perut dan abdominal.) , Mebeverine , Papaverine,
(golongan alkaloid opium yang diindikasikan untuk kolik kandungan empedu

28
dan ginjal dimana dibutuhkan relaksasi pada otot polos, emboli perifer dan
mesenterik.) , Timepidium , Pramiverine , Tiemonium

4. OBAT ANTIDIARE

Diare adalah peningkatan volume, keenceran atau frekuensi buang air


besar.( Perubahan frekuensi & konsistensi ) dari kondisi normal. Dalam
keadaan normal, tinja mengandung 60-90% air, pada diare airnya bisa
mencapai lebih dari 90%.

 Diare merupakan suatu gejala, pengobatannya tergantung pada


penyebabnya.
 untuk membantu meringankan diare, diberikan obat seperti difenoksilat,
codein, paregorik (opium tinctur) atau loperamide.
 untuk membantu mengeraskan tinja bisa diberikan kaolin, pektin dan
attapulgit aktif.
 diarenya berat /dehidrasi, maka penderita perlu dirawat di rumah sakit
dan diberikan cairan pengganti dan garam melalui infus.
 Selama tidak muntah dan tidak mual, bisa diberikan larutan yang
mengandung air, gula dan garam.

Anti diare yang ideal :

Harus bekerja cepat, tidak menyebabkan konstipasi, mempunyai indeks


terapeutik yang tinggi, tidak mempunyai efek buruk terhadap sistem saraf
pusat, tidak menyebabkan ketergantungan..

Contoh antidiare :

 Racecordil, memenuhi semua syarat ideal, cara kerjanya


mengembalikan keseimbangan sistem tubuh dalam mengatur
penyebaran air dan elektrolit ke usus.

29
 Loperamide, golongan opioid yang bekerja dengan cara memperlambat
motilitas saluran cerna
 Nifuroxazide , bakterisidal terhadap E coli, Shigella dysenteriae,
Streptococcus, Staphylococcus dan P aeruginosa. Nifuroxazide bekerja
lokal pada saluran pencernaan.
 Dioctahedral smectite, melindungi barrier mukosa usus & menyerap
toksin, bakteri, serta rotavirus.

5. OBAT LAKSATIF (PENCAHAR)

Sembelit (konstipasi) adalah suatu keadaan dimana seseorang mengalami


kesulitan buang air besar atau jarang buang air besar. Jika konstipasi
disebabkan oleh suatu penyakit, maka penyakitnya harus diobati. Pencegahan
dan pengobatan terbaik untuk konstipasi adalah gabungan dari olah raga,
makanan kaya serat. Sayur-sayuran, buah-buahan dan gandum merupakan
sumber serat yang baik.

Golongan obat-obat pencahar yang biasa digunakan adalah :

 Bulking Agents. Bulking agents (gandum, psilium, kalsium polikarbofil


dan metilselulosa) bisa menambahkan serat pada tinja.
 Pelunak Tinja. Dokusat akan meningkatkan jumlah air yang dapat diserap
oleh tinja.
 Minyak Mineral. Minyak mineral akan melunakkan tinja dan
memudahkannya keluar dari tubuh.
 Bahan Osmotik. Bahan-bahan osmotik mendorong sejumlah besar air ke
dalam usus besar, sehingga tinja menjadi lunak dan mudah
dilepaskan.Cairan yang berlebihan juga meregangkan dinding usus besar
dan merangsang kontraksi. Pencahar ini mengandung garam-garam (fosfat,
sulfat dan magnesium) atau gula (laktulosa dan sorbitol).
 Pencahar Perangsang.

30
o langsung merangsang dinding usus besar untuk berkontraksi dan
mengeluarkan isinya. Mengandung substansi yang dapat
mengiritasi seperti senna, kaskara, fenolftalein, bisakodil atau
minyak kastor.
o bekerja setelah 6-8 jam dan menghasilkan tinja setengah padat, tapi
sering menyebabkan kram perut. Dalam bentuk supositoria (obat
yang dimasukkan melalui lubang dubur), akan bekerja setelah 15-
60 menit.jangka panjang menyebabkan kerusakan pada usus besar,
juga seseorang bisa menjadi tergantung pada obat ini sehingga usus
menjadi malas berkontraksi (Lazy Bowel Syndromes).
o Indikasi : untuk mengosongkan usus besar sebelum proses
diagnostik dan untuk mencegah atau mengobati konstipasi yang
disebabkan karena obat yang memperlambat kontraksi usus besar
(misalnya narkotik).

6. KOLAGOGUM, KOLELITOLITIK DAN HEPATIK PROTEKTOR

Pada obat pencernaan golongan ini tidak langsung berkaitan dengan


saluran cerna tetapi lebih kepada fungsi hati dan empedu yang
bermasalah.Obat yang menstimulasi aliran empedu ke duodenum
disebut Kolagogum. Hingga kini belum ada pengobatan efektif pilihan untuk
penyakit hepatitis yang kronis karena virus.

Ada beberapa zat aktif yang diindikasikan untuk masalah ini, misal :

 Ursodeoksikolat, memberi efek cytoprotektif langsung, dan efek pada


siklus enterohepatik pada efek korelatif potensial asam empedu dan efek
imunomodulate.
 AARC atau asam amino rantai cabang, merupakan asam amino esensial
yang terdiri dari asam amino Valin, Leusin, & Isoleusin. Pada penderita
penyakit hati kronis atau sirosis hati kadar AARC ini akan menurun.

31
 Chenodeoxycholic adalah asam empedu, satu dari empat asam organik
utama yang diproduksi oleh hati, disintesa hati dari kolesterol. Indikasi :
batu empedu kolesterol, khususnya pada pasien yang beresiko tinggi untuk
pembedahan, tidak dapat ditolong dengan pembedahan sama sekali atau
yang menolak kolesistektomi (membuang kandung empedu yang sakit
atau yang berisi batu dengan pembedahan).
 Zat aktif lainny, berasal dari alam seperti silymarin, lecitin, ekstrak
rimpang-rimpangan maupun tanaman lainnya yang dalam penelitian
bermanfaat untuk kesehatan hati.

7. OBAT HEMOROID

Hemoroid (Wasir) adalah pembengkakan jaringan yang mengandung


pembuluh balik (vena) dan terletak di dinding rektum dan anus. Wasir yang
tetap berada di anus disebut hemoroid interna (wasir dalam) dan wasir yang
keluar dari anus disebut hemoroid eksternal (wasir luar). Wasir bisa terjadi
karena peregangan berulang selama buang air besar, dan sembelit (kesulitan
buang air besar, konstipasi) bisa membuat peregangannya bertambah buruk.
Penyakit hati menyebabkan kenaikan tekanan darah pada vena portal dan
kadang-kadang menyebabkan terbentuknya wasir.

Pengobatan Hemoroid / Wasir

 Biasanya, wasir tidak membutuhkan pengobatan kecuali bila


menyebabkan gejala.
 Obat pelunak tinja atau psilium bisa mengurangi sembelit dan peregangan
yang menyertainya.
 Suntikan skleroterapi diberikan kepada penderita wasir yang mengalami
perdarahan. Dengan suntikan ini, vena digantikan oleh jaringan parut.
 Wasir dalam yang besar dan tidak bereaksi terhadap suntikan skleroterapi,
diikat dengan pita karet. Cara ini, disebut ligasi pita karet, meyebabkan
wasir menjadi layu dan putus tanpa rasa sakit.

32
 Pengobatan dilakukan dengan selang waktu 2 minggu atau lebih. Mungkin
3-6 kali pengobatan.
 Wasir juga bisa dihancurkan dengan menggunakan laser (perusakan laser),
sinar infra merah (fotokoagulasi infra merah) atau dengan arus listrik
(elektrokoagulasi).
 Pembedahan mungkin digunakan bila pengobatan lain gagal.

Kandungan obat hemoroid / wasir

 Polidocanol, sediaan injeksi (ampul).


 Senyawa bismuth dan kombinasinya, Kombinasi Hydrokortison,
suppositoria.
 Ekstrak tumbuh-tumbuhan, Graptophyllum pictum, Sophora japonica , dll
 Senyawa flucortolone dan kombinasi senyawa alumunium, senyawa zink,
hydrokortison dan lidokain dalam bentuk krim.

8. OBAT DIGESTAN

Obat membantu proses pencernaan berisi enzim-enzim atau campurannya,


berguna memperbaiki fungsi pencernaan, bermanfaat pada defisiensi satu atau
lebih zat yang berfungsi mencerna makanan.

Sediaan digestan :

 Enzim pankreas . Dalam sediaan dikenal sebagai pankreatin &


pankrelipase. Mengandung amilase, tripsin (protease) & lipase.
Pankrelipase berasal dari pankreas hewan, aktivitas lipase relatif lebih
tinggi dari pankreatin.
 Pepsin , enzim proteolitik yang kurang penting dibanding dengan enzim
pankreas.
 Empedu, mengandung asam empedu dan konjugatnya, mengatasi batu
kolesterol kandung empedu.

33
BAB VI

OBAT GANGGUAN SISTEM PERKEMIHAN

A. Antiseptik Saluran Kemih


Antiseptik saluran kemih merupakan kelompok antimikroba yang
bioavailabilitas sistemiknya rendah tetapi terkonsentrasi di tubulus ginjal
sehingga setelah berdifusi ke parenkim, efektif mengobati infeksi saluran
kemih. Pada infeksi berat yang disertai demam, menggigil, dan hipertensi,
tetap diperlukan antimikroba sistemik. Untuk infeksi yang demikian
pemilihan obat harus didasarkan pada hasil biakan kuman. Sebelum ada hasil
biakan, dapat digunakan antibiotika sistemik antara lain gentamisin,
sulfonamid, kotrimoksazol, ampisilin, sefalosporin, atau fluorokuinolon.
E. coli merupakan penyebab paling sering pada infeksi saluran kemih.
Penyebab lain yang lebih jarang adalah Proteus dan Klebsiella spp. Infeksi
Pseudomonas aeruginosa hampir selalu berhubungan dengan adanya kelainan
anatomis saluran kemih. Sementara itu, infeksi S. epidermidis dan E. faecalis
biasanya terjadi setelah kateterisasi lama.
Infeksi saluran kemih bagian bawah tanpa komplikasi biasanya
memberikan respons terhadap ampisilin, asam nalidiksat, nitrofurantoin, atau
trimetoprim yang diberikan 5-7 hari. Alternatif untuk infeksi oleh kuman
yang resisten terhadap penisilin adalah koamoksiklav, sefalosporin oral,
fluorokuinolon. Infeksi pada wanita hamil mungkin tidak menimbulkan
gejala, tetapi harus segera diobati agar tidak berkembang menjadi
pielonefritis akut. Penisilin dan sefalosporin aman untuk wanita hamil,
sedangkan trimetoprim, sulfonamid, kuinolon, dan tetrasiklin harus dihindari.
1. Infeksi saluran kemih
a. Definisi
Infeksi Saluran Kemih (ISK) keadaan ditemukannya
mikrorganisme di dalam urin dalam jumlah tertentu. Dalam keadaan
normal, urin juga mengandung mikroorganisme, umumnya sekitar 102

34
hingga 104 bakteri/ml urin. Pasien didiagnosis infeksi saluran kemih
bila urinnya mengandung lebih dari 105 bakteri/ml.
Penderita infeksi saluran kemih tidak mengalami gejala, namun
umumnya mempunyai gejala yang terkait dengan tempat dan keparahan
infeksi. Gejalagejala dapat meliputi berikut ini, sendirian atau bersama-
sama: (1) menggigil, demam, nyeri pinggang, sering mual dan muntah
(biasanya terkait dengan pielonefritis akut); dan (2) disuria, sering atau
terburu-buru buang air kecil, nyeri suprapubik dan hematuria yang
biasanya terkait dengan sistitis.
b. Klasifikasi Infeksi Saluran Kemih
Dari segi anatomi infeksi saluran kemih dapat diklasifikasikan
menjadi 2 macam yaitu infeksi saluran kemih bagian atas dan infeksi
saluran kemih bagian bawah. Infeksi sa luran kemih bagian bawah
terdiri dari sistitis (kandung kemih), uretritis (uretra), serta prostatitis
(kelenjar prostat). Infeksi saluran kemih bagian atas terdiri dari
pielonefritis yaitu infeksi yang melibatkan ginjal.
Infeksi saluran kemih (ISK) dari segi klinik dibagi menjadi:
1) Infeksi saluran kemih tanpa komplikasi (simple/ uncomplicated
urinary tract infection), yaitu bila infeksi saluran kemih tanpa faktor
penyulit dan tidak didapatkan gangguan struktur maupun fungsi
saluran kemih.
2) Infeksi saluran kemih terkomplikasi (complicated urinary tract
infection), yaitu bila terdapat hal – hal tertentu sebagai infeksi
saluran kemih dan kelainan struktur maupun fungsional yang
merubah aliran urin seperti obstruksi aliran urin ; batu saluran kemih,
kista ginjal, tumor ginjal, abses ginjal, residu urin dalam kandungan
kemih.
Terdapat perbedaan yang bermakna antara infeksi saluran kemih
terkomplikasi dan tidak terkomplikasi dalam hal kebutuhan
pemeriksaan penunjang untuk penegakan diagnosis, jenis dan lama

35
penatalaksanaan, serta resiko terjadinya perburukan dan gejala sisa
infeksi saluran kemih.
c. Gejala klinis
Gejala klinis infeksi saluran kemih sesuai dengan bagian saluran
kemih yang terinfeksi sebagai berikut:
1. Pasien infeksi saluran kemih bagian bawah, keluhan pasien biasanya
berupa rasa sakit atau rasa panas di uretra sewaktu kencing dengan
air kemih sedikitsedikit serta rasa tidak enak di daerah suprapubik.
2. Pasien infeksi saluran kemih bagian atas dapat ditemukan gejala
sakit kepala, mual, muntah, demam, menggigil, rasa tidak enak, atau
nyeri di pinggang.
d. Diagnosis
Guna menentukan adanya bakteriuria, artinya infeksi saluran kemih
dengan bakteri, sekarang tersedia beberapa cara diagnosa, yaitu:
1. Tes sedimentasi mendeteksi secara mikroskopis adanya kuman dan
lekosit di endapan dalam urin.
2. Tes nitrit (Nephur R) menggunakan strip mengandung nitrat yang
dicelupkan ke urin. Praktis semua gram negatif dapat mereduksi
nitrat menjadi nitrit, yang tampil sebagai perubahan warna tertentu
pada strip. Kuman-kuman grampositif tidak terdeteksi.
3. Dip-slide test (Uricult) menggunakan persemaian kuman di kaca
obyek, yang seusai inkubasi ditentukan jumlah koloninya secara
mikroskopis. Tes ini dapat dipercaya dan lebih cepat daripada
pembiakan lengkap dan jauh lebih murah.
4. Pembiakan lengkap terutama dilakukan sesudah terjadinya residif 1-
2 kali, terlebih-lebih pada infeksi saluran kemih anak-anak dan pria.
5. Tes ABC (Antibody Coated Bacteria) adalah cara imunologi guna
menentukan infeksi saluran kemih yang letaknya lebih tinggi. Dalam
hal ini tubuli secara lokal membentuk antibodies terhadap kuman,
yang bereaksi dengan antigen yang berada di dinding kuman.

36
Kompleks yang terbentuk dapat diperlihatkan dengan cara
imunofluoresensi.
e. Tata Laksana
Tujuan dan pengobatan infeksi saluran kemih adalah untuk
menurunkan morbiditas berupa simptom, pengangkatan bakteri
penyebab, mencegah agar tidak terjadi rekurensi dan kerusakan struktur
organ saluran kemih.
Berikut ini adalah deskripsi beberapa agen antimikroba yang umum
digunakan dalam terapi infeksi saluran kemih:
1. Ciprofloxacin
Obat golongan kuinolon ini bekerja dengan menghambat DNA
gyrase sehingga sintesa DNA kuman terganggu. Siprofloksasin
terutama aktif terhadap kuman Gram negatif termasuk Salmonella,
Shigella, Kampilobakter, Neiseria, dan Pseudomonas. Obat ini juga
aktif terhadap kuman Gram positif seperti Str. pneumonia dan Str.
faecalis, tapi bukan merupakan obat pilihan utama untuk Pneumonia
streptococcus
2. Trimetropim-Sulfametoksazol (kotrimoksazol)
Sulfametoksazol dan trimetoprim digunakan dalam bentuk
kombinasi karena sifat sinergisnya. Kombinasi keduanya
menghasilkan inhibisi enzim berurutan pada jalur asam folat.
Mekanisme kerja sulfametoksazol dengan mengganggu sintesa asam
folat bakteri dan pertumbuhan lewat penghambat pembentukan asam
dihidrofolat dari asam para-aminobenzoat. Dan mekanisme kerja
trimetoprim adalah menghambat reduksi asam dihidrofolat menjadi
tetrahidrofolat.
3. Amoxicillin
Amoxicillin yang termasuk antibiotik golongan penisilin bekerja
dengan cara menghambat pembentukan mukopeptida yang
diperlukan untuk sintesis dinding sel mikroba. Terhadap mikroba
yang sensitif, penisilin akan menghasilkan efek bakterisid.

37
Amoksisillin merupakan turunan ampisillin yang hanya berbeda
pada satu gugus hidroksil dan memiliki spektrum antibakteri yang
sama. Obat ini diabsorpsi lebih baik bila diberikan per oral dan
menghasilkan kadar yang lebih tinggi dalam plasma dan jaringan
4. Ceftriaxone
Ceftriaxone merupakan antibiotik golongan sefalosporin
generasi ketiga. Berkhasiat bakterisid dalam fase pertumbuhan
kuman, berdasarkan penghambatan sintesa peptidoglikan yang
diperlukan kuman untuk ketangguhan dindingnya. Seftriakson
memiliki waktu paruh yang lebih panjang dibandingkan sefalosprin
yang lain sehingga cukup diberikan satu kali sehari. Obat ini
diindikasikan untuk infeksi berat seperti septikemia, pneumonia, dan
meningitis.
5. Gentamisin
Gentamisin merupakan aminoglikosida yang paling banyak
digunakan. Spektrum anti bakterinya luas, tetapi tidak efektif
tehadap kuman anaerob.
6. Ampicillin
Ampisilin adalah antiseptik infeksi saluran kemih, otitis media,
sinusitis, bronkitis kronis, salmonelosis invasif dan gonore.
Ampisilin efektif terhadap beberapa mikroba gram -negatif dan
tahan asam, sehingga dapat diberikan per oral.
2. Obat Antiseptik Saluran Kemih
a. Fosfomisin
1) Indikasi: Infeksi akut saluran kemih bagian bawah yang tidak
terkomplikasi, profilaksis infeksi saluran kemih pada prosedur
transurethral.
2) Peringatan: Anak dibawah 12 tahun, tidak boleh digunakan lebih
dari dosis tunggal untuk pengobatan sistitis akut, kehamilan dan
menyusui.
3) Interaksi: Metoklopramid: penurunan kadar metoklopramid.

38
4) Kontraindikasi: Gagal fungsi ginjal (klirens kreatinin <80
mL/menit), hipersensitivitas.
5) Efek Samping:
Sangat umum : diare, sakit kepala. Umum: vaginitis, mual, rinitis,
nyeri pungung, dismenorea, faringitis, pusing, nyeri abdomen,
dispepsia, astenia, ruam. Jarang: gangguan abdominal stools,
anoreksia, konstipasi, mulut kering, disuria, gangguan telinga,
demam, flatulens, flu, hematuria, infeksi, insomnia, limfadenopati,
gangguan menstruasi, migren, mialgia, ketegangan, parestesia,
pruritus, peningkatan SGPT, gangguan kulit, somnolen, dan muntah.
6) Dosis:
Oral : infeksi akut saluran kemih bagian bawah yang tidak
terkomplikasi. Wanita ≥ 18 tahun, 3 g sebagai dosis tunggal.
Profilaksis infeksi saluran kemih prosedur transurethral. dua kali
dosis, dosis pertama diberikan 3 jam sebelum prosedur dan dosis
kedua 24 jam setelah dosis pertama.
Fosfomisin diberikan pada saat perut kosong (2-3 jam setelah
makan), sebelum tidur, setelah kandung kemih kosong. Obat harus
dilarutkan ke dalam segelas air (50-750 mL) diberikan segera setelah
dilarutkan.
b. Nitrofuration
1) Indikasi: infeksi bakteri saluran kemih
2) Peringatan:
a) Bagi wanita hamil atau sedang menyusui, konsultasikan dengan
dokter sebelum menggunakan nitrofurantoin.
b) Obat ini dikontraindikasikan pada orang dengan hipersensitivitas
terhadap nitrofurantoin, pasien dengan gangguan ginjal serius,
pasien dengan porfiria akut, pasien dengan defisiensi glucose-6-
phosphate dehydrogenase (G6PD), bayi berusia di bawah 3 bulan,
dan wanita hamil yang sudah mendekati waktu persalinan.

39
c) Hati-hati jika Anda menderita gangguan di hati, ginjal, diabetes
melitus dan saraf kronis (neuropati perifer).
d) Konsultasikan dengan dokter jika Anda pernah memiliki masalah
kesehatan seperti anemia, gangguan di hati, diabetes melitus,
gangguan saraf kronis (neuropati perifer), serta kekurangan asam
folat dan vitamin B.
e) Hindari mengonsumsi nitrofurantoin bersamaan dengan obat-
obatan lainnya (termasuk obat herbal) tanpa petunjuk dari dokter
karena dikhawatirkan dapat menyebabkan reaksi yang merugikan.
Pastikan dokter mengetahui apabila Anda atau anak Anda sedang
dalam pengobatan khusus, perawatan gigi, atau hendak
melakukan vaksin tifoid.
f) Jika terjadi reaksi alergi atau overdosis setelah menggunakan
nitrofurantoin, segera hentikan pengobatan dan temui dokter.
3) Efek Samping:
Beberapa efek samping yang umum terjadi setelah menggunakan
obat ini adalah:
a) Sakit kepala
b) Perubahan warna pada wajah dan kulit menjadi kekuningan
c) Rasa sakit pada dada
d) Meriang dan merasa tidak enak badan
e) Batuk atau suara serak
f) Demam
g) Gatal-gatal
h) Rasa sakit pada persendian atau otot
i) Nafas pendek hingga kesulitan bernapas
j) Kesulitan menelan
Selain itu, ada juga beberapa kondisi efek samping yang jarang
namun kemungkinan dapat terjadi, seperti:
a) Tinja menjadi kehitaman atau berdarah
b) Darah pada air seni

40
c) Merasakan sensasi seperti terbakar, mati rasa, geli, hingga sakit
d) Muncul bintik-bintik merah pada kulit
e) Sakit tenggorokan
f) Merasa lelah atau lemas yang tidak biasa, khususnya pada bagian
kaki, pergelangan, lengan, dan tangan
g) Pembengkakan pada wajah, mulut, tangan, atau kaki
Segera ke rumah sakit terdekat atau temui dokter jika mengalami
alergi atau merasakan efek samping ringan ataupun berat setelah
menggunakan obat tersebut.
4) Dosis: Dewasa: 4 tablet/hari; Anak: 3-5 mg/kg bb
c. Heksamin
1) Indikasi: pencegahan dan pengobatan infeksi kronis saluran kemih.
Zat ini bersifat antiseptik akibat aktivitas formaldehidnya
2) Peringatan: Hindari pemberian bersama dengan sulfonamida
(resiko kristaluria) atau zat pembasa urin.
3) Interaksi:
Interaksi Dengan Obat Lain:
a) Penggunaan metenamin dengan antasida, potasium sitrat, natrium
sitrat harus dihindari.
b) Penggunaan metenamin bersama sulfonamid meningkatkan resiko
terjadinya kristaluria.
c) Asetazolamid memberikan efek antagonis terhadap efek
metenamin.
d) Penggunaan metenamin bersama dengan antasida dapat
menyebabkan penurunan efektifitas metenamin.
e) Penggunaan metenamin bersama amfetamin dapat menurunkan
konsentrasi serum Amfetamin.
f) Penggunaan metenamin bersama inhibitor karbonat anhidrase
dapat mengurangi efek terapi Metenamin.

41
Interaksi Dengan Makanan: Penggunaan metenamin bersama
makanan yang alkali (alkaline food) menyebabkan penurunan efek
metenamin.
4) Kontraindikasi: gangguan fungsi ginjal, dehidrasi, asidosis
metabolik
5) Efek Samping:
a) Gangguan saluran cerna
b) Kemerahan
c) Iritasi kandung kemih
6) Dosis: 1 gram tiap 12 jam; Anak 6-12 tahun: 500 mg tiap 12 jam
4. Norfloksasin
1) Interaksi:
a) Norfloksasina (norfloxacin) digunakan untuk infeksi saluran
saluran kemih, gonokokus dan infeksi saluran gastrointestinal
yang spesifik disebabkan oleh shigella.
b) Norfloksasina (norfloxacin) juga digunakan untuk prostatitis dan
gonorrhoea tanpa komplikasi akut.
2) Kontraindikasi:
a) Norfloksasina (norfloxacin) harus dihindari pada pasien dengan
hipersensitivitas terhadap norfloksasina (norfloxacin) atau
antibiotik golongan kuinolon lainnya.
b) Jangan memberikan norfloksasina (norfloxacin) untuk anak-anak,
wanita hamil, dan ibu menyusui.
c) Norfloksasina (norfloxacin) juga kontra indikasi pada pasien
dengan epilepsi atau gangguan kejang lainnya.
d) norfloksasina (norfloxacin) sebaiknya tidak diberikan kepada
pasien dengan riwayat tendon pecah.
3) Efek Samping:
a) Efek samping yang paling umum seperti mual, muntah, diare, tes
fungsi hati yang abnormal, dispepsia, konstipasi, flatulen,

42
heartburn, mulut kering, nyeri punggung, hiper hidrosis dan ruam
pada kulit.
b) Norfloksasina (norfloxacin) juga meningkatkan risiko tendonitis
dan tendon pecah, terutama pada pasien > 60 tahun, pasien yang
juga menggunakan kortikosteroid, dan pasien dengan
transplantasi ginjal, paru-paru, atau jantung.
c) Norfloksasina (norfloxacin), seperti fluoroquinolones lain,
diketahui juga memicu kejang atau menurunkan ambang kejang,
dan dapat menyebabkan efek samping terhadap sistem pusat
lainnya.
d) Sakit kepala, pusing, dan insomnia juga dilaporkan cukup sering
terjadi.
e) Kejadian yang jauh lebih jarang seperti tremor, psikosis,
kecemasan, halusinasi, paranoia, dan percobaan bunuh diri,
terutama pada dosis yang lebih tinggi.

4) Dosis:
a) infeksi saluran kemih tanpa komplikasi : 2 x sehari 200 mg,
dengan komplikasi 2 x sehari 400 mg,
b) infeksi saluran pencernaan : 2-3 sehari 400 mg,
c) gonorrhoeae tanpa komplikasi akut : 2 x sehari 600 mg atau 800
mg dalam dosis tunggal

B. Analgesik, Perangsang dan Antispasmodik Saluran Kemih


Analgesik ialah istilah yang digunakan untuk mewakili sekelompok
obat yang digunakan sebagai penahan sakit. Analgesik merupakan obat yang
dapat mengurangi rasa nyeri dan akhirnya akan memberikan rasa nyaman
pada orang yang menderita.
Antispasmodik adalah golongan obat untuk spasm otot. Spasm adalah
kontraksi, tegang otot yang terjadi secara tiba-tiba dan tanpa sadar. Spasm
otot sering disebut orang awam sebagai kram otot. Semua otot tubuh, baik

43
otot anggota gerak maupun otot di dalam organ tubuh (otot usus, otot rahim,
otot pembuluh darah) dapat mengalami spasm. Penderita akan merasa sangat
nyeri. Spasm biasanya berlangsung dalam hitungan menit dan akan
menghilang sendiri, tetapi dapat juga berlangsung lebih lama. Spasm yang
terjadi amat sering atau berlangsung lama memerlukan obat antispasmodik.
1. Obat yang tergolong dalam Analgesik yaitu :
Fenazopiridin yang dipakai untuk meredakan nyeri, rasa terbakar dan
sering berkemih serta rasa dorongan berkemih yang merupakan gejala
ISK. Obat ini menimbulkan anemia hemolitik, nefrotoksik dan
hepatotoksisitas. Warna urin akan berubah menjadi jingga tetapi tidak
berbahaya. Jika fungsi kandung kemih menurun atau hilang akibat
kandung kemih neurologic akibat cedera medulla spinalis atau cedera
kepala yang berat, maka dapat dipakai parasimpatomimetik untuk
merangsang miksi atau berkemih, obat pilihannya adalah betanekol.
2. Obat yang tergolong dalam Antispasmodik yaitu :
a. Hyoscine
Obat ini beraksi pada sistem saraf otonom dan mencegah kejang otot.
Obat ini biasa digunakan untuk pra pengobatan untuk mengosongkan
secresi paru-paru. Obat ini juga digunakan untuk pengobatan tukak
lambung.
b. Clidinium
Kombinasi chlordiazepoxide dan clidinium bromide digunakan untuk
mengobati lambung yang luka dan teriritasi. Obat ini membantu mengobati
kram perut dan abdominal. Chlordiazepoxide dapat menyebabkan
kecanduan. Meskipun demikian, sewaktu mengkonsumsi chlordiazepoxide
dan clidinium bromide, jangan minum dengan dosis besar atau minum
lebih lama dari yang dokter resepkan. Toleransi mungkinterjadi karena
pemakaian jangka panjang atau berlebihan yang membuat pengobatan
kurag efektif. Obat ini harus dikonsumsi secara teratur agar pengobatannya
efektif.
c. Mebeverine

44
Obat ini digolongkan sebagai obat antispasmodic. Mebeverine
digunakan untuk mengobati kram dan kejang pada perut dan usus.
Mebeverine khususnya digunakan dalam pengobatan irritable bowel
syndrome (IBS) dan konsisi sejenis. Di Indonesia Mebeverine hanya
tersedia dalam bentuk tablet.
d. Papaverine
Papaverine digunakan untuk meningkatkan peredaran darah pada
pasien dengan masalah sirkulasi darah. Papaverine bekerja dengan
merelaksasi saluran darah sehingga darah dapat mengalir lebih mudah ke
jantung dan seluruh tubuh. Sediaannya selain tunggal juga ada yang
dikombinasi dengan obat Metamizole
e. Timepidium
Timepidium diindikasikan untuk sakit akibat spasme/kejang otot halus
yang disebabkan oleh gastritis (radang lambung), ulkus peptikum,
pankreatitis, penyakit kandung empedu dan saluran empedu, lithangiuria.

Di Indonesia ada dalam bentuk sediaan oral tablet dan injeksi.

a. Pramiverine
Pramiverine diindikasikan untuk spasme/kejang dan kolik yang terasa
sangat sakit pada saluran pencernaan, saluran empedu, dan saluran kemih,
dismenore (nyeri perut pada saat haid), nyeri setelah operasi.
b. Tiemonium
Tiemonium Methylsulfate adalah obat antispasmodic antikolinergik
sintetis. Tiemonium mengurangi kejang otot pada usus, bilari, kandung
kemih, dan uterus. Tiemonium diindikasikan untuk nyeri pada penyakit
gastrointestinal dan biliary and seperty gastroenteritis, diare, disentri,
biliary colic, enterocolitis, cholecystitis, colonopathies.

45
Obat Analgesik Saluran
Dosis Pemakaian
Kemih
Fenazopiridin D: PO: 100-200 mg 3 kali Untuk sistitis kronis,
sehari sesudah makan. guna meredakan nyeri
A: PO : 12 mg/kg/hari dan rasa terbakar sewaktu
dalam dosis terbagi 3 berkemih.
Urin akan berwarna
jingga,dipakai
bersama antibiotic.
Obat Perangsang Saluran Kemih
Betanekol D : PO: 10-50 mg 2,3 Untuk kandung kemih
atau yang hipotonik atau
4 kali sehari. atonik. Tidak boleh
dipakai bila terdapat
tukak lambung. Dapat
menimbulkan rasa
tidak enak pada ulu hati,
kram abdomen,
mual, muntah, diare dan
kembung
Obat Antispasmodik Saluran Kemih

Flavoksat D:PO: 100-200 mg 3 Untuk spasme saluran


atau 4 kali sehari kemih.Harus dihindari
oleh penderita glaucoma,
dan hati-hati pada
pemakai usia lanjut.

46
BAB VII

OBAT GANGGUAN SISTEM JANTUNG ATAU


KARDIOVASKULER

A. Terapi Farmakologi Pada Penyakit Kardiovaskuler


Pada gagal jantung kongestif (GJK), curah jantung tidak mencukupi untuk
mempertahankan aliran darah ke organ dan jaringan. Kongesti sirkulasi ini
disebabkan menurunnya kontraksi miokard.Terapi, ditujukan pada
peningkatan efisiensi jantung dan mengurangi edema.
Agens untuk pengobatan gangguan jantung kongestif
1. Digoksin
Efek utama digoksin adalah meningkatkan kekuatan kontraksi otot
jantung.Akibatnya, curah jantung meningkat, ukuran jantung mengecil,
penurunan tekanan vena dan akhirnya meredanya edema.Selain itu
digoksin menurunkan frekuensi denyut jantung.Digoksin juga
menurunkan konduksi melalui nodus AV, sehingga melindungi
ventrikel terhadap thakikardi atrial.
2. Diuretik
Diuretik berperan penting dalam pengobatan edema akibat gagal
jantung kongestif (GJK). Kini dipakai inhibitor ACE dalam
pengobatan GJK yang tidak berespond adekuat atau tidak dapat
dikendalikan dengan digoksin saja. Agens ini dapat dipakai bersama
diuretik dan digoksin, jika perlu.
a. Implikasi keperawatan
1) Pengkajian
Terapkan dulu fungsi dasar jantungnya, untuk dibandingkan
dengan efek terapeutik dan keracunan digokdin. Denyut apeks,
nadi perifer, irama dan frekuensi serta kualitas gelombang nadi,
umur, berat baddan, dan status elektrolit harus dicatat. Jika
dieuretik dipakai bersama digoksin, pengetahuan tentang efek

47
obat ini terhadap kadar kalsium serum dan kemungkinan
keracunan digoksin pada hipokalemia adalah gangguan
gastrointernal, stress, dan asupan maanan yang buruk.
Quinidin meningkatkan kadar digoksin darah, sehingga
kemungkinan keracunan digoksin bertambah bila obat itu
dipakai bersama, dan dosis difoksin perlu diturunkan
karenanya.
2) Intervensi
Pedoman umum untuk terapi digoksin. Digoksin dihentikan
bila denyut jantung (apeks) kurang dari 60/menit, dihitung 1
menit penuh. Jika kadar kalium serum jatuh dibawah batas
normal, perlu diberi tambahan kalium untuk mencegah
kemungkinan keracunan digoksin.
3) Evaluasi
Efek teraupetik digoksin akan tampak berupa perbaikan
keadaan paru, edema perifer, dan kelelahan; peningkatan
volume nadi dan keluaran urin, dan tanda lain perbaikan curah
jantung seperti awas mental, dan toleransi latihan. Karena
bendungan pembuluh darah gastrointestinal berkurang, maka
nafsu makan bertambah dan mual hilang.Bila penyebab dasar
gagal jantung itu tidak dapat diatasi, perbaikan hanya terbatas
dan pemberian obat perlu berlanjut terus (menahun).
4) Pendidikan pasien
Pasien perlu dididik mengenali tanda keracunan dan tanda awal
kambuhnya gagal jantung kongestif.

B. Pengobatan Angina Pektoris


Angina pektoris (AP) adalah syndrom yang ditandai dengan nyeri
paroksismal didada bagian anterior. Nyeri ini diakibatkan oleh kurangnya
liran darah koroner yang berakibat hipoksia miokard.
Pengobatan serangan akut

48
1. Terapi oral : terapi oral dengan gliseril trinitrat, sorbid nitrat. Gliseril
trinitrat 600 mcg(anginine) dan isosorbid nitrat 5mg (isordil) paling
sering dipakai untuk mengatasi serangan akut. Keduanya diberi secara
sublingual dan bekerja dalam 2 menit selama sekitar 20 menit. Bila
nyerinya tidak segera mereda, dapat diulangi setelah beberapa menit,
maksimum sampai 3 tablet. Reaksi merugikan dari agens ini adalah
wajah memerah, bersama dengan itu dapat terjadi sakit kepala pada
penggunaan semua nitrat, terutama pada awal pengobatan. Dapat
terjadi hipotensi dan berakibat episode pusing, lemah, dan perasaan
akan pingsan.
C. Terapi farmakologi henti jantung dan perawatan kritis
Obat yang dipakai untuk henti jantung dibagi dalam 5 kelompok :
1. Stimulan jantung – agens adrenergik
Jantung dikendalikan oleh sistem simpatis (adrenergik) dan
parasimpatis (kolinergik) istilah umumnya, efek adrenergik adalah
merangsang aktifitas dan efek kolinergik adalah menghambat aktifitas.
Dalam kasus henti jantung, obat adrenergik dipakai untuk merangsang
otot jantung agar aktif. Adrenalin merangsang reseptor alfa dan beta -1
dan :
1) Merangsang jantung agar berkontraksi spontan.
2) Pada fibrilasi ventrikuler, meningkatkan tonus miokard sebelum
defibrilasi.
3) Meningkatkan kecepatan konduksi dan velositas.
4) Meningkatkan perfusi dengan kompres jantung.

Adrenalin dapat diberikan melalui rute intrakardiak pada awal usaha


resusitasi, secara intra vena atau melalui selang endotrakea.Rute
intravena lebih disukai bila dapat.Dosis umumnya adalah 500 mikro
gram.Penyimpanan adrenalin penting dan tidak boleh dicampur dengan
aminofilin, fenitoin atau natrium bikarbonat.Agens ini juga tidak
kompatible dengan garam kalsium.

49
 Isoprenalin
Kerja isoprenalin (isuprel) serupa dengan adrenalin, yaitu
merangsang miokard agar berkontraksi spontan. Berbeda
dengan adrenalin, agens ini ternyata efektif pada
asidosis.Agens ini biasanya dipakai pada pasien dengan
bradiaritmia berat, setelah pemberian bolus dengan atropin
intra vena. Dosis intrakardial adalah 20 mcg (0,1 ml) tanpa di
encerkan. Dosis awal suntikan intra vena adalah 20-60 mcg,
sampai total 200 mcg.Kecepatan infus umumnya 5 mcg/menit.
Seperti halnya adrenalin isoprenalin dipengaruhi alkali dan
karnanya jangan dicampur dengan aminofilin, fenitoin atau
nabikarbonat.Isoprenalin dan adrenalin jangan diberi
bersamaan, tetapi boleh diganti-ganti.Isoprenalin jangan
dipakai pada pasien keracunan digoksin.
 Dobutamin
Dobutamin ( dobutrex, 250mg suntikan ) adalah agonis
adrenergik selektif beta-1. Kegunaannya untuk
mempertahankan sirkulasi pada pasien dengan payah jantung
atau untuk mendukung sirkulasi setelah henti jantung.
Kecepatan infus umumnya adalah 2,5-10 mcg/kg/mnt. Respon
pasien pada akhirnya yang menentukan kecepatan infus.
 Dopamin
Dopamin (intropin, revimin, 200 mg/5ml suntikan) merangsang
reseptor α-, β- dan dopaminergik. Konsentrasi dopamin serum
menentukan reseptor yang di rangsang dan efek klinis yang
ditimbulkan.Pada dosis rendah (2-5mcg/kg/mnt), reseptor
dopaminergik yang ditanggung, dan terjadi fasodilasi renal dan
mesenterik. Pada dosis antara 5-20 mcg/kg/mnt, tahanan perifer
total relatif tidak berubah karna efek alfa dan beta serupa.
Namun jika dosis lebuh besar dari 20 mcg/kg/mnt, efek
vasokonstriksi diakibatkan rangsangan pada reseptor alfa.

50
Reaksi merugikan dari efek kardiovaskular adalah denyut
ektopik, takikardia, nyeri angina, palpitasi, hipotensi dan
vasokontriksi.; efek pada gastroinetstinal : mual dan muntah;
efek pada sistem saraf pusat: sakit kepala; efek pernafasan:
dipsnea.
Catatan penting : dopamin jangan dicampur dengan pelarut
alkali karena akan menjadi non aktif. Harus hati-hati pada
pasien dengan panyakit vaskular perifer karna bahaya iskemia
perifer dan akhirnya gangren.
2. Agens anti aritmia
Lignokain (xylocard) yang juga bersifat anestetik lokal, khususnya
efektif mengendalikan aritmia ventrikular, seperti yang terjadi selama
bedah jantung atau sesudah infark miokard akut. Dapat diberi berupa
dosis bolus atau infus, atau secara intramuskular.Lignokain kerjanya
cepat namun lama kerjanya juga singkat (20 menit).
3. Agens anti kolinergik
Atropi sulfatbekerja pada jantung dengan mengurangi hambatan vagus
. dapat dipakai papa pasien dengan infark miokard akut dan
bradikardia dengan hipotensi. Dipakai berupa dosis bolus secara
intravena ( 400/600 mcg).
4. Kalsium glukonat
Kalsium glukonat 10% atau kalsium klorida 10% dapat diberi melalui
suntikan intravena (perlahan) dalam terapi henti jantung . Kerjanya
adalah:
1) Merangsang miokard agar berkontraksi spontan , meskipun
adrenalin gagal
2) Mengoreksi gangguan keseimbangan kalsium/kalium miokard
3) Mengoreksi kelebihan beban antagonis kalsium

Dosis dewasa untuk kalsium glukonat atau kalsium klorida adalah 250
mg diberi secara intravena perlahan-lahan , 1 ml per meni . jangan

51
dicampur dengan infus Na-bikarbonat karena timbul endapan ; mereka
juga inkompatibel dengan adrenalin.

5. Natrium bikarbonat
Dalam hal hipoksia atau anoksia yang berakibat asidosis
Nabikarbonat sering dipkai untuk mengoreksi gangguan
keseimbangan, dengan larutan infus 8, 4% (artinya 1 mmol/ml)
Nabikarbonat. Dosis umumnya adalah 50 mmol, dapat diulangi setiap
10 menit.Kontrol status asam basa agar jangan takar lajak (overdosis).
6. Diuretik
Diuretik adalah substansi yang mempengaruhi ginjal agar
menghasilkan lebih banyak urine. Kegunaan utama diuretik adalah
untuk mengurangi edema.Volume urine yang dihasilkan tubuh
dikendalikan oleh beberapa faktor, yang paling penting diantaranya
adalah jumlah natrium yang direabsorbsi melalui tubulus proksimal
ginjal.Reabsorbsi natrium diikuti reabsorbsi air, berakibat urine
berkurang. Faktor lain adalah keseimbangan asam basa, efek
aldosteron dan ADH (anti diuretik hormon). Bila faktor-faktor ini tidak
berhasil, mengendalikan volume urine, timbul edema, terlepas dari
penyakit primernya, yang umumnya dari jantung, ginjal, atau hati.
Terapi ditujukan terhadap penyakit primer dan terhadap edema itu.
Diuretik menghambat reabsobrsi natrium dalam ginjal.
7. Diuretik Thiazid
Termasuk dalam diuretik thiazid adalah bendrofluazid,
klorothiazid, klortalidon, siklopentiazid, hindrokhlorothiazid,
metiklothiazid, kuinethazon. Kelompok diuretik ini dengan prototif
klorotiazid, menghambat reabsorbsi natrium disegmen atas ansa henle
asenden.Diuretik golongan ini khususnya bermanfaat untuk mengatasi
edema yang disebabkan oleh gagal jantung kongestif dan retensi
natrium akibat steroid, seperti konrasepsi oral, estroge, dan

52
hidrokortison.Mereka juga memounyai efek antihipertensi karena
mempengaruhi dinding pembuluh darah.
Reaksi merugikan dari agens ini adalah dapat menyebabkan iritasi
gastrointestinal dan dehidrasi jika diminum berlebihan, kehabisan
kalium, dan peningkatan asam urat plasma dan glukosa.
8. Diuretik yang lebih protein
Termasuk dalam golongan ini adalah frusemid, bumetamid, asam
etakrinik. Frusemid (Lasix), bumetamid (Burinex), dan asam etakrinit
(edecril) bekerja pada ansa henle selain pada bagian tubulus proximal.
Kerjanya lebih cepat, namun untuk waktu lebih singkat.Frusemid
adalah yang paling banyak dipakai, dengan kekuatan dosis berbeda
berbentuk tablet dan suntikan.Dosis rendah untuk penggunaan umum,
dan dosis tinggi untuk gagal ginjal.
Reaksi Merugikan dari agens ini adalah dapat meningkatkan kadar
asam urat darah, tetapi efek hiperglikemiknya lebih rendah dari
golongan thiazid. Kadang-kadang pendengaran berkurang (sementara),
terutama pada dosis tinggi (>500mg po / >250 mg suntikan).
Kehilangan kalium dengan gejala kelemahan dan kelesuan mungkin
nyata.umumnya diperlukan terapi pengganti kalium.
9. Suplemen kalium
KCL paling sering dipakai dalam berbagai bentuk tablet bersalut
enterik (slow K, span K); tablet efervesen (chlorvercent); dan bentuk
cair ( Kay Ciel) yang dilarutkan dalam segelas air / jus. Dalam hal
kehabisan kalium, diberi suntukan intravena dalam bentuk diencerkan,
tidak pernah melalui bolus intravena.
10. Diuretik penghemat kalium
Termasuk dalam golongan ini adalah spironolakton, amilorit,
triamteren. Tidak semua diuretik memiliki efek mengeluarkan kalium
seperti diuretik yang sudah dibahas.Beberapa yang bekerja pada
bagian distal tubulus distal memiliki efek menghemat kalium, artinya
kalium tidak ikut dikeluarkan namun dipertahankan dalam badan.Salah

53
satunya adalah, spironolakton (aldactone), antagonis
aldosteron.Aldosteron umumnya menyebabkan retensi natirum
dibagian distal tubulus distal. Obat lain adalah amilorod (midamor)
dan triamteren (dytac).
Reaksi Merugikan dari agens ini adalah kemungkinan hiperkalemia,
pada pasien dengan gagal ginjal atau bila diberi kalium tambahan pad
waktu bersamaan.Pada penggunaan berkepanjangan spironolakton
dapat berakibat ginekomastia, mengantuk dan letargi.
11. Diuretik osmotik
Termasuk dalam golongan ini adalah mannitol, urea dan gliserol.
Mannitol, umumnya diberi secara intravena berupa larutan 10 – 20%
paling banyak dipakai.Diuretik ini menghambat reabsorbsi air.Dipakai
untuk mengurangi edema serebral atau menurunkan tekanan
intraokular.
D. Terapi Farmakologi untuk hipertensi
Pasien dengan tekanan diastole diatas 100 mmHg berisiko terkena
komplikasi gagal jantung, pendarahan serebral, atau hiertensi maligna.
Selain pemberian obat, faktor risiko lain harus diperhatikan, seperti
berhenti merokok, mengurangi obesitas, mengurangi minum alkohol, dan
mengurangi garam.
Pilihan terapi untuk hipertensi bergantung pada dan dipengaruhi oleh
banyak faktor, seperti berat hipertensi, umur dan penyakit yang sedang
diderita.
1. Diuretik
1) Diuretik Thazaid
Terapi dengan agens ini untuk hipertensi ringan sampai sedang.
Sering diberi bersama obat anti-hipertensi lain.
2) Deuretik Non-Thiazid
Diuretik non-thiazid indapamid (Natrilix) adalah obat anti
hipertensi oral, yang bila dipakai dengan dosis rendah (sampai
2,5 mg per hari) dipakai untuk pengobatan hipertensi esensial.

54
Obat ini mengurangi sympathetic outflow dari sistem saraf
autonom.
3) Obat penyekat-beta
Obat penyekat-beta non-selektif memblok reseptor beta-1 dan
beta-2. Penyekat-beta kardioselektif terutama memblok
nreseptor beta-1 dan tidak terlalu memblok reseptor beta-2,
yang mengakibatkan bronkodilatasi dalam paru. Agens ini
tidak dianjurkan untuk pasien asma, tetapi lebih cocok untuk
pasien diabetes dan pasien dengan penyakit vaskular perifer.
Bila berhenti memberi agens penyekat-beta, dosis harus
dikurangi secara berangsur, misalnya selama 10 hari,
khususnya pada kasus penyakit jantung iskemik.
4) Antagonis Kalsium
Antagonis kalsium banyak dipakai untuk angina pektoris; kini
juga untuk hipertensi. Mekanisme kerjanya adalah memblok
masuknya ion kalsium ke dalam sel; akibatnya terjadi dilatasi
koroner dan penurunan tahanan perifer dan koroner.
5) Inhibitor ACE
Inhibitor ACE (angiotensin converting enzyme) diduga
menghambat sistem renin-angiotensin-aldosteron, sehingga
tekanan darah turun. Inhibitor ACE menghambat enzim untuk
mengubah angiostensin I menjadi angiostensin II
(vasokonstriktor kuat).
E. Obat penurunan lipid darah
Hiperlipidemia adalah sekelompok keadaan yang ditandai
peningkatankonsentrasi berbagai lipoprotein plasma, seperti
kilomikron,VLDL (very low density lipoprotein), LDL (low density
lipoprotein). Dua indikator utama hiperlipidemia adalah kadar koleterol
dan trigliserida darah. Ada berbagai jenis hiperlipidemia, tergantung
lipoprotein mana yang berlebihan.

55
1. Kolestirkolestiramin dan Kolestipol
Kolestiramin ( questran ) dan Kolestipol ( colestid ) adalah
sequestran asam empedu. Agens adalah damar yang tidak diserap dari
saluran cerna . Asam epedu diikat oleh damar dalam usus dan
dikeluarkan melalui tinja . Tubuh memecah kolestrol tubuh menjadi
asam epedu untuk mengganti yang hilang itu . Damar ini hanya efektif
jika kolestrol LDL naik . Karena rasa nya yang tidak enak , sebaiknya
dicampur jus buah , dan diminum sesudah makan . Interaksi obat .
Selain asam empedu , obat yang lain juga diikatnya , seperti digoksin ,
tiroksin, warfarin , vitamin larut lemak dan asam folat . Untuk
mengurangi efek ini obat-obat itu hendaknya diminum satu jam
sebelum atau empat jam sesudah damar. Perlu ditambahnkan vitamin,
terutama anak-anak .
2. Klofibrat
Mekanisme kerja klofibrat ( Atromid S,Arterol,Liposol ) belum
jelas. Agens ini merupakan obat pilihan untuk hiperlipidemia tipe 3 .
Reaksi merugikan agens ini adalah mual , diare , kram otot , lemah ,
penurunan libido , kulit kering , dan alopesia. Klofibrat dikontra
indikasi untuk pasien dengan gagal ginjal menahun atau sindrom
nefrotik.
3. Probukol
Mekanisme kerja probukol ( Lursell ) juga belum jelas . Agens ini
terutama dipakai bila pada pasien gagal menurunkan kadar kolestrol
dengan diet dan terapi kolesteramin.Obat baru golongan ini adalah
gemfibrozil , lovastatin , bezavibrate , fluvastatin. Gemfibrozil (
Lipozil , Lipidan , Lopid , Hypofil ) , Lovastatin ( lipofas , lofacol ,
lovatrol ) , bezafibratr ( Bezalik/bezalip retard ) , fluvastatin ( lescol ).
Gemfibrozil dan Bezavibrate secara struktural terkait dengan klofibrate
. Lovastatin adalah metabolik jamur yang menghambat enzim yang
mengatur sistesis klolestrol . Dengan menghambat enzim itu , sintesis
kolestrol menurun.

56
BAB VIII

OBAT SISTEM PERNAFASAN

A. Rhinitis
Menurut Karch, Amy M (2003) rhinitis adalah suatu peradangan
membrane mukosa hidung dan ditandai oleh bersin, gatal pada hidung, ingus
yang cair, dan hidung tersumbat. Suatu serangan mungkin dirangsang oleh
inhalasi alergen (seperti debu, serbuk sari, atau bulu binatang). Sel mast
melepas mediator-mediator seperti histamine, leukotrien, dan factor
kemotaktik, yang menyebabkan spasme bronkiolus dan penebalan mukosa
karena edema dan infiltrasi seluler. Kombinasi antihistamin oral dengan
dekongestan merupakan terapi pilihan pertama untuk rhinitis alergika.
Namun, efek sistemik kadang-kadang menyertai preparat oral ini. (sedasi,
insomnia, dan yang jarang aritmia jantung) telah mendorong minat akan obat-
obat topical intranasal untuk pengobatan rhinitis alergika.
1. Antihistamin (penyekat reseptor H1)
Antihistamin merupakan obat yang paling banyak digunakan untuk
menggobati bersin dan ingus cair yang menyertai rhinitis alergika.
Penyekat reseptor histamin H, seperti difenhidramin, klorfeniramin,
loratadin, terfenadin dan astemizol, berguna dalam mengobati gejala
rinitas alergika yang disebabkan oleh pelepasan histamin. Kombinasi anti
histamine dan dekongestan efektif bila sumbatan hidung merupakan
gejala dari rintis. Obat-obat ini berbeda dalam kemampuan menyebabkan
sedasi dan masa kerjanya.

a. Farmakokinetik

Setelah pemberian oral atau parenteral, antihistamin H1 diabsorpsi


secara baik. Pemberian antihistamin H1 secara oral efeknya timbul 15-30
menit dan maksimal setelah 1-2 jam, mencapai konsentrasi puncak plasma
rata-rata dalam 2 jam. Ikatan dengan protein plasma berkisar antara 78-

57
99%. Kadar tertinggi terdapat pada paru-paru sedangkan pada limpa,
ginjal, otak, otot, dan kulit kadarnya lebih rendah. Sebagian besar
antihistamin H1 dimetabolisme melalui hepatic microsomal mixed-function
oxygenase system, tetapi dapat juga melalui paru-paru dan ginjal.
Konsentrasi plasma yang relatif rendah setelah pemberian dosis tunggal
menunjukkan kemungkinan terjadi efek lintas pertama oleh hati.
Antihistamin H1 dieksresi melalui urin setelah 24 jam, terutama dalam
bentuk metabolitnya.

Waktu paruh antihistamin H1 sangat bervariasi. Klorfeniramin


memiliki waktu paruh cukup panjang sekitar 24 jam, sedang akrivastin
hanya 2 jam. Waktu paruh metabolit aktif juga sangat berbeda jauh dengan
obat induknya, seperti astemizole 1,1 hari sementara metabolit aktifnya, N-
desmethylastemizole, memiliki waktu paruh 9,5 hari. Hal inilah yang
mungkin menjelaskan kenapa efek antihistamin H1 rata-rata masih eksis
meski kadarnya dalam darah sudah tidak terdeteksi lagi. Waktu paruh
beberapa antihistamin H1 menjadi lebih pendek pada anak dan jadi lebih
panjang pada orang tua, pasien disfungsi hati, dan pasien yang menerima
ketokonazol, eritromisin, atau penghambat microsomal oxygenase
lainnya.

b. Indikasi

Antihistamin H1 berguna untuk pengobatan simptomatik berbagai


penyakit alergi dan mencegah atau mengobati mabuk perjalanan.
Antihistamin generasi pertama digunakan untuk mengatasi
hipersensitifitas, reaksi tipe I yang mencakup rhinitis alergi musiman atau
tahunan, rhinitis vasomotor, alergi konjunktivitas, dan urtikaria. Agen ini
juga bisa digunakan sebagai terapi anafilaksis adjuvan.

Difenhidramin, hidroksizin, dan prometazin memiliki indikasi lain


disamping untuk reaksi alergi. Difenhidramin digunakan sebagai antitusif,

58
sleep aid, anti-parkinsonism atau motion sickness. Hidroksizin bisa
digunakan sebagai pre-medikasi atau sesudah anestesi umum, analgesik
adjuvan pada pre-operasi atau prepartum, dan sebagai anti-emetik.
Prometazin digunakan untuk motion sickness, pre- dan postoperative atau
obstetric sedation.

Indikasi dermatologi :

1. Urtikaria atau angioedema


2. Dermographisme simptomatik
3. Pruritus
4. Dermatitis atopik
5. Mastositosis simptomatik
6. Reaksi flushing

c. Dosis Dan Masa Kerja

Obat / efek sedative Dosis reguler Masa kerja Aktivitas Keterangan


orangdewasa (jam) antikolinergik
(mg)
ANTIHISTAMIN GENERASI PERTAMA
Ethanolamin / + – +++
Carbinoxamin (listin) 4-8 3-4 +++ Sedasi ringan-
menengah
Dymenhydrinate (garam) 50 4-6 +++ Sedasi lanjut;
aktivitas anti
Diphenydramine
motion sickness
(dramamine)
Diphenhydramine 25-50 4-6 +++ Sedasi lanjut;
(benadryl,dll) aktivitas anti
motion sickness

59
Doxylamine 1,25-25 Sedasi lanjut;
tersedia dalam
bentuk obat
pembantu tidur
Ethylamineddiamine / + – ++
Pyrilamine (Neo- 25-5- + Sedasi
Antergen) menengah;
komponen obat
pembantu tidur
Pyrilamine (PB2,dll) 25-50 + Sedasi menengah
Obat / efek sedative Dosis reguler Masa kerja Aktivitas Keterangan
orangdewasa (jam) antikolinergik
(mg)
Derivat piperazine / + – +++
Hydroxyzine (Atarak,dll) 15-100 6-24 Sedasi lanjut
Cyclizine (marezine) 25-50 – Sedasi ringan;
aktivitas anti
motion sickness
Meclizine (bonine,dll) 25-50 12-24 – Sedasi ringan;
aktivitas anti
motion sickness
Alkylamine / + – ++
Bropheniramine 4-8 4-6 + Sedasi ringan
(dimetane,dll)
Chlorpheniramine 4-8 4-6 +++ Sedasi ringan;
(chlortrimeton,dll) tersedia dalam
komponen
perawatan flu
Derivat phenothiazine / +++
Promethazine 10-25 4-6 +++ Sedasi lanjut;

60
(phenergen,dll) antiemetic
Lain-lain
Cyproheptadine 4 + Sedasi
(periactin,dll) menengah; juga
mengandung
aktivitas
antiserotonin
ANTIHISTAMIN GENERASI KEDUA
Piperidine
Fexofenadine (allegra) 60 – Resiko rendah
dari aritmia
Lain-lain
Loratadine (claritin) 10 12 – Aksi yang lebih
lanjut
Catirizine (Zyrtec) 5-10 –

· Mekanisme kerja :
Bekerja memblok reseptor H1 secara kompetitif atau non kompetitif
untuk mengurangi kotraksi otot polos saluran nafas, mengurangi permeabilitas
vaskular, dan mengurangi reflex serabut sensoris yang membebaskan neuro
peptida dari serabut sensoris.
d. Efek Samping

Pada dosis terapi, semua antihistamin H1 menimbulkan efek samping


walaupun jarang bersifat serius dan kadang-kadang hilang bila pengobatan
diteruskan. Terdapat variasi yang besar dalam toleransi obat antar individu,
kadang-kadang efek samping ini sangat mengganggu sehingga terapi perlu
dihentikan.1

Efek Samping Antihistamin H1 Generasi Pertama :

61
1. Alergi : fotosensitivitas, shock anafilaksis, ruam, dan dermatitis.
2. Kardiovaskular : hipotensi postural, palpitasi, refleks takikardia,
trombosis vena pada sisi injeksi (IV prometazin)
3. Sistem Saraf Pusat : drowsiness, sedasi, pusing, gangguan
koordinasi, fatigue, bingung, reaksi extrapiramidal bisa saja terjadi
pada dosis tinggi
4. Gastrointestinal : epigastric distress, anoreksi, rasa pahit (nasal
spray)
5. Genitourinari : urinary frequency, dysuria, urinary retention
6. Respiratori : dada sesak, wheezing, mulut kering, epitaksis dan nasal
burning (nasal spray)

Antihistamin Generasi kedua dan ketiga :

1. Alergi : fotosensitivitas, shock anafilaksis, ruam, dan dermatitis.


2. SSP : mengantuk/ drowsiness, sakit kepala, fatigue, sedasi
3. Respiratori : mulut kering
4. Gastrointestinal : nausea, vomiting, abdominal distress (cetirizine,
fexofenadine)

Efek samping SSP sebanding dengan placebo pada uji klinis,


kecuali cetirizine yang tampak lebih sedatif ketimbang placebo dan
mungkin sama dengan generasi pertama. Efek samping pada respiratori
dan gastrointestinal lebih jarang dibanding generasi pertama.

Beberapa efek samping lain dari antihistamin :

1. Efek sedasi

Dari hasil penelitian oleh perocek, dibandingkan


difenhidramin 2×50 mg dengan loratadine dosis tunggal 20 mg.
Hasilnya memperlihatkan efek sedasi difenhidramin lebih besar
dibanding loratadine. Jadi loratadine tidak mempengaruhi

62
kemampuan mengendarai, tingkat kewaspadaan siang hari dan
produktifitas kerja. Juga loratadin menghilangkan gejala rhinitis
alergi musiman secara efektif dan absorbsi oralnya sangat cepat
serta memiliki masa kerja yang panjang, sehingga cukup diberikan
sekali dalam sehari.

2. Gangguan psikomotor

Yaitu gangguan dalam pekerjaan yang melibatkan fungsi


psikomotor, merupakan masalah yang menjadi perhatian dalam
terapi yang menggunakan antihistamin. Efek samping terlihat saat
pasien melakukan kegiatan dengan resiko fisik seperti mengendarai
mobil, berenang, gulat, atau melakukan pekerjaan tangan.
Gangguan fungsi psikomotor adalah efek yang berbeda dari
terjadinya sedasi (rasa mengantuk).

3. Gangguan kognitif

Adalah gangguan terhadap kemampuan belajar, konsentrasi


atau ketrampilan di tempat bekerja. Dari hasil penelitian
memperlihatkan antihistamin generasi pertama terutama
difenhidramin menyebabkan gangguan kemampuan belajar,
konsentrasi, atau ketrampilan di tempat kerja. Sedangkan loratadin
meniadakan efek negative dari rhinitis alergi terhadap kemampuan
belajar.

4. Efek kardiotoksisitas

Antihistamin selama ini dianggap sebagai obat yang aman,


tetapi sejak akhir tahun 80-an mulai muncul beberapa jenis
antihistamin yang digunakan dengan dosis yang berlebihan.
Sehingga dapat menyebabkan pasien yang menggunakan
mengalami gangguan pada jantung (kardiotoksisitas).

63
Untuk pasien yang aktif bekerja harus berhati-hati dalam
menggunakan antihistamin, karena beberapa antihistamin memiliki
efek samping sedasi (mengantuk), gangguan psikomotor dan
gangguan kognitif. Akibatnya bila digunakan oleh orang yang
melakukan pekerjaan dengan tingkat kewaspadaan tinggi sangat
berbahaya. 6

e. Kontraindikasi

Antihistamin generasi pertama:

1. Hipersensitif terhadap antihistamin khusus atau terkait secara


struktural
2. Bayi baru lahir atau premature
3. Ibu menyusui
4. Narrow-angle glaucoma
5. Stenosing peptic ulcer
6. Hipertropi prostat simptomatik
7. Bladder neck obstruction
8. Penyumbatan pyloroduodenal
9. Gejala saluran napas atas (termasuk asma)
10. Pasien yang menggunakan monoamine oxidase inhibitor (MAOI)
11. Pasien tua.

Antihistamin generasi kedua dan ketiga :

1. Hipersensitif terhadap antihistamin khusus atau terkait secara struktural

f. Interaksi Obat

Tabel. Interaksi Obat

Precipitant Drug Object Drug Effect

64
Antihistamin Alkohol, depresan SSP Menambah efek depresan SSP
dan efek lebih kecil pada
antihistamin generasi kedua
dan ketiga.
Antifungi Azole dan loratadine, desloratadine Meningkatkan kadar plasma
Antibiotik Makrolida : object drug
azithromycin,
clarithromycin,
erythromycin,
fluconazole, itraconazole,
ketoconazole, miconazole
Cimetadine Loratadine Meningkatkan kadar plasma
object drug
Levodopa Promethazine Menurunkan efek levodopa
MAOIs: Antihistamin generasi Bisa memperlama dan
phenelzine, pertama memperkuat efek
isocarboxazid, antikolinergik dan sedative
tranylcypromine antihistamin, sehingga bisa
terjadi hipotensi dan efek
samping ekstrapiramidal
Protease Inhibitors: Antihistamin generasi Meningkatkan kadar plasma
ritonavir, indinavir, pertama, loratadine object drug
saquinavir, nelfinavir
Serotonin Reuptatke Antihistamin generasi Meningkatkan kadar plasma
Inhibitors (SSRIs): pertama object drug
fluoxetine, fluvoxamine,
nefazodone, paroxetine,
sertraline

65
2. Agonis β-adrenergik

Agonis β adrenerrgik atau (β-mimetika). Salbutamol, terbutalin,


klenbuterol, salmeterol, fenoterol, formoterol dan prokaterol.
Contoh :

1. Kerja singkat (1-3 jam) : epinefrin, isoproterenol, isoetarin


2. Kerja sedang (3-6 jam) : salbutamol, bitolterol, fenoterol,
metaproterenol. pributerol, terbutalin.
3. Kerja lama (lebih dari 12 jam) : formoterol, salmeterol, bambuterol.

Zat-zat ini bekerja selktif tehadap reseptor β adrenergic


(bronchospasmolysis) dan praktis tidak terhadap reseptor β1 (stimulasi
jantung). Obat dengan efek terhadap kedua reseptor sebaiknya jangan
digunakan lagi berhubung efeknya terhadap jantung. Seperti
efedrin,isoprenalin, dan orsiprenalin.pengecualian ada adrenalin (reseptor-
α dan – β) dan yang sangat efektif pada keadaan kemelut.
Mekanisme kerjannya adalah melaui stimulasi reseptor β2 yang
banyak terdapat di trachea (batang tenggorok dan bronchi yang
menyebabkan aktivasi dari adenilsiklase.Enzim ini memperkuat
pengubahan adenosintrifosfat (ATP) yang kaya energi menjadi cyclic-
adenosine-monophosphape (cAMP) dengan pembebasan enersi yang
digunakan proses-proses dalam sel.Meningkatnya kadar (cAMP) didalam
sel menghasilkan beberapa efek melalui enzim
fosfokinase,a.1.bronchodilatasi dan penghambatan pelepasan mediator
oleh mastcells.

a. Farmakodinamika :
Zat-zat ini bekerja selektif terhadap reseptor beta-2 adrenergik
(bronchospasmolysis) dan praktis tidak terhadap reseptor beta-1 (stimulasi
jantung).
b. Indikasi :

66
Untuk mencegah dan untuk mengatasi bronkospasme.

c. Farmakokinetik :
Diadsorbsi minimal dari saluran cerna,tidak melintasi blood-brain
barier ,dimetabolisme secara ekstensif dalam hepar menjadi metabolit in
aktif,dieksresi secara cepat melaui urin dan feses.
d. Efek samping :

1. Kerja pendek :mulut kering,tremors,tachycardia,paradoxial


bronchospasm
2. Kerja lama: bronchospasm, tachycardia

Penggunaanya semula sebagai monoterapi kontinu,yang ternyata


berangsur meningkatkan HRB dan akhirnya memperburuk fungsi paru
karena tidak menanggulangi peradangan dan peningkatan kepekaan bagi
allergen . Pada pasien alergis.oleh karena itu sejak beberapa tahun sejak
beberapa tahun hanya untuk melawan serangan dan sebagai pemeliharaan
dalam kombinasi dengan zat anti radang.yaitu kortikosteroid inhalasi.
Salbutamol dan butalin dapat di gunakan oleh wanita hamil,begitu pula
penoterol dan hekso-prenalin settelah minggu ke 16.salbutamol, terbutalin
dan salmeterol mencapaiair susu ibu.dari obat lainnya belum terdapat data
untuk menilai keamanannya tetapi cukup pada binatang percobaan
salmeterol ternyata merugikan janin.
Contoh obat

1) Dosis : 2mg, 4mg/tab, 2mg/5ml


Anak-anak : 3-4x 1/4-1/2 tab

67
Dewasa : 3-4x 2 tab

2) Indikasi : asma bronkial, bronkitis kronik, emfisema pulmonum,


3) Efek samping : kejang otot, tremor,takikardia, sakit kepala,
ketegangan, gugup,mual, vasodilatasi perifer, dan susah tidur.
4) Kontraindikasi : Hipersensitif
3. Kortikostreoid
Kortikosteroid seperti beklometason, flutikason, flunisolid dan
triamsinolon, efektif bila di berikan sebagai semprot hidung. Steroid
topical mungkin lebih efektif dari pada anti histamine dalam
menyembuhkan gejala hidung, baik rhinitis alergika maupun non alergika.
efek penggunaan jangka panjang tidak diketahui, walaupun pada
umumnya obat-obat ini di anggap aman. Dianjurkan melakukan penilaian
keadaan pasien secara berkala. Pengobatan rhinitis kronik mungkin tidak
meyebabkan perbaikan sampai 1-2 minggu setelah terapi dimulai.

Kortikosteroid berkhasiat meniadakan efek mediator, seperti


peradangan dan gatal gatal. Daya antiradang ini berdasarkan blockade
enzim fosfolipase A2, sehingga pembentukan mediator peradangan
prostaglandin dan leukotrien dari asam arachidonat tidak terjadi.
Kortikosteroid menghambat mekanisme kegiatan allergen yang melalui
IgE dapat menyebabkan degranulasi mastcells, juga meningkatkan
kepekaan reseptor beta 2 hingga efek beta mimetika diperkuat.
Penggunaannya terutama bermanfaat pada serangan asma akibat infeksi
virus,selain itu juga pada infeksi bakteri, dan melawan reaksi perdangan.
Zat-zat ini dapat diberikan inhalasi atau per oral pada kasus gawat dan
statuis asthmatikus,obat ini di berikan secara iv (perinfus) disusul
pemberian oral. Penggunaan oral dalam jangka waktu lama hendaknya di
hindari karena menekan funsi anak ginjal yang mengakibatkan
osteoporosis maka hanya diberikan untuk satu kurun singkat.
a. Steroid inhalasi→ untuk asma nokturnal (budesonid,
beklometason, flunisolid, flutikason dan triamcinolon cetonide)

68
b. Steroid intravena → untuk penanganan asma akut berat (
hydrocortisone sodium succinate. Metylprednisolon sodium
succinate). Oral → prednisolon, prednison
·
a. Mekanisme
Bekerja dengan jalan berikatan dengan reseptor cytosolic yang
penting untuk regulasi gen tertentu. Kortikosteroid meningkatkan
densitas reseptor beta 2 dalam otot polos saluran naps yang dapt
mencegah potensial toleransi terhadap agonis beta 2.

b. Contoh obat

· Dosis : 4mg, 8mg, dan 16mg


Anak - anak : 0,4-1,6 mg/kg BB
Dewasa : 4 - 48 mg/hari
c. Kontraindikasi
infeksi jamur ,sistemik, dan hipersensitif.
d. Indikasi
Asma bronchial, gangguan endokrin, gastrointestinal, reumatik,
eksema, alergi, meningitis tuberkulosa.
e. Efek samping
gangguan elektrolit dan cairan tubuh,gangguan pencernaan,
keringat berlebih, kelemahan otot, hambatan pertumbuhaan pada anak,
DM, glaukoma, katarak, meningkatnya tekanan darah.

69
f. Farmakokinetik :
Prednison oral dapat diabsorbsi dengan cepat dalam sal. Cerna
dimetabolisme secara ekstensif dalam hepar menjadi metabolit aktif
prednisolone .Bentuk iv mempunyai onset cepat .Bentuk inhalasi
diabsorbsi minimal (absorbsi linier dengan penambahan dosis)
g. Kortikosteroid bekerja dengan banyak mekanisme yaitu :
1. Relaksasi bronkospasme
2. Mengurangi sekresi mukosa
3. Potensiasi dengan reseptor adrenergik beta
4. Mengantagonis aksi aksi kolinergik
5. Stabilisasi lisosom
6. Memiliki sifat antiinflamsi
7. Menghambat pembentukan antibodi dan mengantagonis kerja
histamin.
8. Kortikosteroid tidak menghambat pembebasan mediator dari sel
mastosit, dan tidak pula menghambat respon awal terhadap
alergen, tetapi memblok respon lambat dan hiperresponsif
selanjutnya.
9. Steroid yang aktif pada pemberian topikal dan dapat mengontrol
asma tanpa menyebabkan efek sistemik atau suspersi adrenal
adalah beklometason dipropionat, budesonid, triamsinolon
asetat, dan flunisolid.
h. Efek samping
umumnya dari steroid inhalasi adalah kandidiasis orofaringeal
dan disfonia yang dapat dikurangi dengan penggunaan aerosol spacer
dan higiene orofaringeal yang baik. Efek samping trerois per oral
adalah osteoporosis, penambahan berat badan, hipertensi, diabetes,
miopati, gangguan psikiatri, kulit rapuh, katarak, dan supresi adrenal.

70
B. Bronkodilator/Antiasmatikus
Menurut Mycek, Mery J dkk (1995) bronkodilator adalah obat yang
digunakan untuk memfalisitasi pernapasan dengan cara mendilatasi jalan
napas.

Obat ini bermanfaat untuk meredakan gejala atau mencegah asma bronkial
dan bronkospasme yang terkait PPOK. Beberapa bronkodilator diberikan
melalui oral dan diabsorpsi secara sistemik sehingga obat tersebut berpotensi
menimbuulkan efek merugikan secara sistemik. Obat lain diberikan secara
langsung ke jalan napas dengan menggunakan nebulizer. Obat tersebut
menguntungkan karena menurunkan jumlah reaksi merugikan sistemik.

1. Xantin
Xantin termasuk kafein dan teofilin, berasal dari berbagai macam
sumber alami. Obat ini dahulu merupakan obat pilihan untuk mengatasi
asma dan bronkospasme. Namun, obat ini memiliki batas aman yang
relatif sempit dan berinteraksi dengan berbagai macam obat lainnya.
Oleh karena itu, obat ini tidak lagi menjadi obat bronkodilator utama.
Xantin yang digunakan untuk mengatasi penyakit saluran pernapasan
adalah aminofilin (truphyilline), kafein (Caffe-drine dan obat lain),difilin
(Dilor dan obat lain), okstrifilin (Choledyl-SA), dan teofilin (Sto-bid,
Theo-Dur)

a. Cara Kerja Obat dan Indikasi Terapeutik


Xantin memiliki efek langsung pada otot di salurun
pernapasan,baik pada bronkus maupun pembuluh darah. Walaupun
mekanisme kerja yang pasti masih belum diketahui, satu teori
menyatakan bahwa xantin bekerja dengan cara memengaruhi langsung
pergerakan kalsium di dalam sel. Hal tersebut dilakukan dengan cara
menstimulasi dua prostaglandin, sehingga menyebabkan relaksasi otot

71
polos meningkatkan kapasitas vital yang telah mengalami kerusakan
akibat adanya bronkospasme atau terperangkapnya udara. Xantin juga
menghambat pelepasan yang anafilaksis kerja lambat (SRSA) dan
histamin. Yang mengurangi pembekakan dan penyempitan bronkus
akibat kerja dari kedua zat kimia ini.
Xantin diindikasi untuk meredakan gejala atau mencegah asma
bronkial dan mengatasi bronkospasme yang terkait dengan PPOK.
Penggunaan off-label meliputi stimulasi pernapasan pada pernapasan
Cheyne-Stokes dan pengobatan apnea serta beradikardia pada bayi
prematur.
b. Farmakokinetik
Xantin diabsorpsi dengan cepat dalam salurn cerna (GI) dan
mencapai nkadar puncaknya dalam dua jam. Obat ini di distribusikan
secara luas dan di metabolism dalam hati. Ekskresi terjadi melaui urin.
Xantin data menembus plasenta dan masuk ke ASI. Obat ini telah
dikaitkan dengan kondisi janin yang abnormal dan kesulitan bernapas
saat lahir pada penelitihan yang menggunakan binatang. Walaupun
belum terdapat penelitian yang jelas pada kehamilan manusia,
penggunaan obat ini harus dibatasi hanya jika manfaatnya pada ibu
lebih besar daripada resiko potensial pada janin. Karena Xantin masuk
ke ASI dan dapat mempengaruhi bayi, pasie yang menggunakan obat
ini selama menyusui perlu menggunakan metode lain untuk memberi
makan bayinya.
c. Kontraindikasi dan Peringatan
Obat ini perlu digunakan dengan hati-hati pada pasien yang
mengalami ketidaknyamanan pada GI, penyakit koroner, disfungsi
pernapasan, penyakit ginjal atau hati, alkoholisme atau
hipertiroidisme, karena semua kondisi ini dapat diperparah dengan
adanya efek sistemik xantin. Xantin tersedia dalam bentuk oral dan
parenteral, obat parenteral harus diubah menjadi bentuk oral secepat

72
mungkin, karena efek sistemik dari bentuk oral tidak terlalu akut dan
lebih mudah untuk diatasi.
d. Efek Merugikan
Efek merugikan dari penggunakan xantin berhubungan dengan
kadar teofilin dalam darah. Kadar teofilin terapeutik dalam darah
adalah 10-20 µg/ml. Dengan peningkatan kadar teofilin dalam darah,
terlihat efek merugikan yang diperkirakan, dari adanya gangguan
saluran cerna, mual, iritabilitas, dan takikardia sampai terjadinya
kejang, kerusakan otak,dan bahkan kematian.
e. Interaksi Obat-obat yang Penting secara Klinis
Karena mekanisme metabolism xantin terjadi dalam hati,
beberapa obat berinteraksi dengan xantin. Daftar obat yang
berinteraksi harus diperiksa setiap obat ditambah atau dihentikan dari
program pengobatan.
Nikotin meningkatkan metabolism xantin dalam hati, sehingga
dosis xantin harus ditingkatkan pada pasien yang masih merokok saat
menggunakan xantin. Selain itu pula, tindakan kewaspadaan yang
tinggi harus diterapkan pada pasien yang memutuskan untuk
mengurangi atau menghentikan rokok, karena dapat terjadi keracunan
yang berat akibat xantin.

2. Bronkodilator Antikolinergik
Pasien yang tidak dapat menoleransi efek simpatis dari obat
simpatomimetik dapat berespon terhadap obat antikolinergik
ipratpropium (Atroven). Obat ini seefektif obat simpatomimetik, tetapi
obat ini meredakan beberapa gejala pada pasien yang tidak menoleransi
obat-obatan lain.

a. Cara Kerja Obat dan Indikasi Terapeutik

Obat antikolinergik digunakan sebagai bronkodilator


karena efek obat ini pada saraf vagos, yang menghambat

73
neurotransmitter asetilkolin ditempat reseptor vagal. Pada keadaan
normal, stimulasi vagal akan menghasilka efek stimulasi pada otot
polos menyebabkan kontraksi. Dengan menghambat efek vagal,
relaksasi otot polos bronkus terjadi, yang mengakibatkan
bronkodilatasi. Obat ini diindikasikan untuk terapi rumatan pasien
PPOK, termasuk kondisi bronkospasme dan emfisema.

b. Farmakokinetik

Ipratropium memiliki awitan kerja 15 menit ketika


diinhalasi. Waktu puncaknya terjadi dalam waktu 1-2 jam, dan
durasi efeknya selama 3-4 jam. Sampai saat ini masih sedikit yang
diketahui tentang nasib obat ini dan di dalam tubuh. Obat ini
umumnya tidak diabsorpsi secara sistemik

c. Kontraindikasi dan Peringatan

Tindakan kewaspadaan harus diterapkan pada setiap kondisi


yang dapat diperburuk oleh efek obat antikolinergik atau efek
seperti atropin, misalnya glaucoma sudut sempit (drainase vitrous
humor dapat dihambat oleh relaksasi otot polos), obstruksi leher
kandung kemih, atau hipertrofi prostat (relaksasi otot menurunkan
tonus kandung kemih), dan kondisi yang mengalami perburukan
akibat adanya mulut dan tenggorokan kering. Penggunaan
ipratropium dikontraindikasi pada pasien yang alergi terhadap obat-
obatan ini.

d. Efek Merugikan

Efek merugikan obat ini terkait dengan efek antikolinergik


apabila obat ini diabsorpsi secara sistemik. Efek ini mencakup rasa
pusing, sakit kepala, kelatihan, gugup, mulut kering sakit
tenggorokan, palpitasi, dan retensi urine.

74
e. Interaksi Obat-Obat yang Penting Secara Klinis

Tindakan kewaspadaan khusus perlu diambi untuk


menghindari kombinasi antara bronkodilator simpatomimetik dan
anestetik umum siklopropan dan hidrokarbon terhalgenasi. Karena
obat ini mensentisasi jantung terhadap katekolamin dan dapat terjadi
kmplikasi jantung yang serius.

C. Mukolitik dan Ekspektoran


1. Mukolitik
Menurut Tambayong, Jan (2001) mukolitik bekerja untuk memecah
mucus membantu pasien yang beresiko tinggi mengalami gangguan
pernafasan membatukkan secret kental yang membandel. Obat dapat
diberikan dengan menggunakan nebulizer atau memasukkan obat secara
langsung kedalam trakea melalui selang endotrakea atau trakeostomi.
Mukolitik antara lain asetilsistein (mucomyst dan lainnya)
dan dornase alfa (pulmozyme).
a. Cara kerja obat dan indikasi terapeutik
Mukolitik biasanya digunakan oleh pasien yang kesulitan
untuk menggerakkan dan membatukkan secret, seperti individu yang
mengalami penyakit paru obstruktif kronis ( PPOK), kistik fibrosis,
pneumonia, atau tuberkolosis. Obat ini juga di indikasikan bagi pasien
yang mengalami atelektasis karena adanya secret mucus yang kental.
Obat ini dapat digunakan selama pemeriksaan bronkoskopi diagnostic
untuk membersihkan jalan nafas dan mempermudah pembuangan
secret,demikian juga ketika pasca operasi dan pada pasien yang
menggunakan trakeostomi untuk mempermudah pembersihan jalan
nafas dan tindakan pengisapan secret.
Asetilsistein digunakan secara oral untuk melindungi sel hati
dari kerusakan selama episode toksisitas aseta/minofen,karena obat ini
menormalkan kadar glutation hati dan berikatan dengan metabolic
hepatotoksik reaktif dari asetanminofen.asetilsistein memengaruhi

75
mukoprotein dalam secret dengan cara memecahkan ikatan disulfida
yang berfungsi untuk melekatkan mukus. Hasilnya adalah
berkurangnya viskositas dan keletakan sekret. Asetilsitein
dimetabolisme dalam hati dan diekskresikan sedikit melalui urine. Saat
ini diketahui apakah obat ini dapat menebus plasenta atau masuk ke
ASI.
Dornase alfa merupkan mukolitik yang dipersiapkan
menggunakan teknik rekombinan DNA ekstraseluler dari protein.
Obat ini memiliki durasi kerja yang lama dan nasibnya di dalam tubuh
masih belum diketahui. Tidak ada data tentang efek obat ini pada
pasien yang sedang hamil atau menyusui. Obat ini digunakan untuk
mengurangi pembentukan sekret pada penyakit kritis fibrosis,
membantu jalan nafas terbuka dan berfungsi lebih lama.
b. Efek merugikan
Efek merugikan paling umum terjadi terkait dengan
penggunaan obat mukolitik adalah adanya gangguan GL stomatitis,
Rinorea dan terkadang ruang. Efek sampan samping obat mukolitik,
efek ringan biasanya terjadi pada saluran pencernaan seperti mual
c. Interaksi

Berikut adalah interaksi obat-obat agen mukolitik dengan obat-


obat lain :
1) Ambroxol :
Jika diberikan bersamaan dengan antibiotik seperti
amoxicillin, cefuroxim, erythromycin, dan doxycycline,
konsentrasi antiobiotik-antibiotik tersebut di dalam jaringan paru
meningkat. Obat ini juga sering dikombinasikan dengan obat-obat
standar untuk pengobatan bronkitis seperti glikosida jantung,
kortikosteroid dan bronkospasmolitik.

76
2) Bromhexin :
Pemberian bersamaan bromhexin dengan antibiotik seperti
amoxicillin, cefuroxim, erythromycin, dan doxycycline akan
meningkatkan konsentrasi antibiotik-antibiotik tersebut.

d. Farmakokinetik

Memecah ikatan kimia mukoprotein dan


mukopilisakarida pada dahak atau seputung sehingga dahak
menjadi lebih encer dan tidak lengket

2. Ekspektoran
Menurut Tambayong, Jan (2001) ekspektoran mengencerkan sekret
disaluran nafas bagian bawah, mengurangi kekentalan sekret tersbut
sehingga memudahkan pasien untuk membatukkannya. Ekspektoran
tersedia dalam berbagai bentuk preparat yang dijual bebas sehingga obat
dapat digunakan oleh masyarakat tanpa harus berkonsultasi dengan tenaga
kesehatan. Ekspektoran yang tersedia mencangkup guaifenesin (Anti-Tuss
dan lainnya ) dan terpin hidrat ( juga merupakan obat anti tusif, hanya
dalam bentuk generik).
A. Cara kerja obat dan indikasi terapeutik
Guaifenesin meningkatkan keluarnya cairan dari saluran
pernafasan dengan cara mengurangi kelekakatan dan tegangan
permukaan cairan, mempermudah pergerakan sekret yang berkurang
kekentalannya. Hasil dari pengenceran dari kekentalan ini adalah pasien
akan sering mengalami batuk produktif sehingga mengurangi frekuensi
batuk.Terpin hidrat merupakan obat iodin,mengstimulsi kelenjar
disaluran pernafasan untuk meningkatkan jumlah cairan yang
disekresikan. Preparat iodin telah digunakan selama bertahun-tahun
untuk mengstimulasi peningkatan cairan yang dihasilkan paru-paru. Obat
ini cenderung memiliki rasa sangat pahit, yang membatasi kepopuleran

77
obat ini. Obat ini juga harus digunakan dengan kewaspadaan yang tinggi
pada banyak kondisi karena adanya efek iodin pada kelenjar tiroid. Ke
dua obat ini sangat tua, dan farmakokinetiknya belum dilaporkan.
Ekspektoran juga digunakan untuk mengurangi gejala pada kondisi
pernafasan yang ditandai dengan batuk kering non produktif, termasuk
untuk mengatasi penyakit selesma,bronkitis akut dan influenza.
B. Efek merugikan
Efek merugikan yang biasa terjadi pada penggunaan ekspektoran
adalah adanya gejala GI ( misalnya: mual,muntah, anoreksia). Beverapa
pasien mengalami sakit kepala, pusing, atau keduanya; terkadang muncul
ruang ringan.Pertimbangan yang paling penting dalam penggunaan obat
ini adalah menemukan penyebab batuk. Penggunaan obat bebas dalam
waktu lama dapat menyemarkan gejala penting dari penyakit serius yang
menjadi penyebabnya. Obat ini tidak boleh digunakan lebih dari satu
minggu; apabila batuk menetap, sarankan pasien untuk memeriksakan
diri ketempat pelayanan kesehatan titik.

D. Antitusif
Menurut Karch, Amy M (2003) antitusif merupakan obat yang
menekan refleks batuk. Berbagai gangguan di saluran nafas termasuk
selesma, sinusitis, paringitis, dan pneumonia, disertai dengan batukr yang
tidak nyaman dan tidak produktif. Batuk yang berkepanjangan dapat sangat
melelahkan dan menyebabkan tegangan otot serta iritasi lebih lanjut pada
saluran nafas. Batuk yang terjadi tanpa adanya proses penyakit aktif atau
tetap ada setelah pengobatan, mungkin merupakan gejala proses penyakit
yang lain dan harus diselidiki sebelum memberi pengobatan lainnya untuk
mengurangi keadaan tesebut.
1. Cara kerja obat dan indikasi terapeutik
Antitusif yang digunakan sejak dahulu, termasuk kodein (hanya
generik), hidrokodon ( hycodan), dan dekstrometorfan (benylin dan jenis
yang lain), bekerja secara langsung pada pusat batuk di medulla otak

78
untuk menekan refleks batuk. Karena bekerja dipusat, obat ini bukan
obat pilihan bagi mereka yang mengalami cedera kepala atau yang
mengalami kerusakan sistem saraf pusat (SSP). Obat ini diabsopsi
dengan cepat, dimetabolisme dalam hati, dan di ekskresikan melalui urin.
Obat ini dapat menenmbus plasenta dan masuk ke ASI sehingga wanita
yang sedang hamil atau menyusui seharusnya tidak menggunakan obat-
obatan ini karena kemungkinan adanya penenkanan SSP janin atau
neonatus.
Obat antuitusif yang lain memiliki efek langsung pada saluran
nafas. Terpin hidrat (hanya generik) menstimulasi sel sekretori dalam
lapisan seluaran nafas, menghasilkan sekret yang lebih banyak, yang
menguarngi dampak iritasi dalam dinding saluran nafas yang
menstimulasi terjadinya batuk. Obat ini tidak direkomndasikan untuk
pasien yang telah mengalami gangguan akibat produksi sekret yang
sangat banyak. Farmakokinetik obat ini belum diketahui. Benzonatat
(tessalon) bekerja sebagai anestetetik lokal dalm saluran nafas, paru, dan
pleura, sehingga menghambat keefektifan reseptor regang yang
menstimulasi refleks batuk. Obat ini di metabolisme dalam hati dan
diekskersikan melalui urin. Wanita yang sedang hamil dan menyusui
harus menghindari penggunaan obat ini karena adanya efek merugikan
potensial pada janin dan neunatus. Semua obat ini di indikasikan untuk
pengobatan batuk yang tidak produktif.
2. Kontraindikasi dan peringatan

Antitusif dikontraindikasikan pada pasien yang memerlukan


79ecret batuk untunk memertahankan jalan nafas ( misalnya pasien pasca
operasi dan pasien yang baru menjalani pembedahan abdomen dan toraks).
Pasien yang mengalami asma dan emfisema disarankan untuk berhati-hati
dalm dalam menggunakan obat ini, karena penekanan reflek batuk pada
pasie dapat mengakibatkan akumulasi 79ecret dan hilangnya cadangan
penafasan.Tindakan kewaspadaan perlu diterapkan pada pasien yang

79
hipersensitif atau memilik riwayat ketergantungan narkotika
(kodein,hidrokodon). Kodein merupakan narkotika dan berkemungkinan
menimbulkan ketergantungan obat.

80
BAB IX

OBAT SISTEM PERSARAFAN

Sistem saraf dapat dibagi menjadi sistem saraf pusat atau sentral dan
sistem saraf tepi (SST) . Pada sistem syaraf pusat, rangsang seperti sakit, panas,
rasa, cahaya, dan suara mulamula diterima oleh reseptor, kemudian dilanjutkan ke
otak dan sumsum tulang belakang. Rasa sakit disebabkan oleh perangsangan rasa
sakit diotak besar. Obat – obat yang bekerja terhadap susunan saraf pusat
berdasarkan efek farmakodinamiknya dibagi atas dua golongan besar yaitu :
merangsang atau menstimulasi yang secara langsung maupun tidak langsung
merangsang aktivitas otak, sumsum tulang belakang beserta syarafnya dan
menghambat atau mendepresi, yang secara langsung maupun tidak lansung
memblokir proses proses tertentu pada aktivitas otak, sumsum tulang belakang
dan saraf-sarafnya.
A. OBAT PERANGSANG SISTEM SARAF PUSAT
Banyak obat yang dapat merangsang syaraf pusat, tetapi pemakaiannya
yang disetujui secara medis terbatas . Kelompok utama dari perangsang SSP
adalah amfetamin dan kafein yang merangsang korteks cerebri otak, analeptic dan
kafein yang bekerja pada batang otak dan medulla untuk merangsang pernafasan,
dam obat-obat yang menimbulkan anoreksia.Pemakaian amfetamin yang panjang
dapat menimbulkan ketergantungan psikologis dan toleransi, suatu keadaan
dimana dibutuhkan dosis yang lebih tinggi untuk mendapatkan respon awal.
B. OBAT –OBAT PENEKAN SISTEM SARAF PUSAT
1. Obat Anestetik :
Obat anestetik adalah obat yang digunakan untuk menghilangkan rasa sakit dalam
bermacan-macam tindakan operasi.
a. Anestetik Lokal : Obat yang merintangi secara reversible penerusan impuls-
impuls syaraf ke SSP (susunan syaraf pusat) pada kegunaan lokal dengan
demikian dapat menghilangkan rasa nyeri, gatal-gatal, panas atau dingin.
Anestetik lokal umumnya digunakan secara parenteral misalnya pembedahan
kecil dimana pemakaian anestetik umum tidak dibutuhkan. Efek samping dari

81
pengguna anestetik local terjadi akibat khasiat dari kardio depresifnya ( menekan
fungsi jantung ), mengakibatkan hipersensitasi berupa dermatitis alergi. Contoh
obat anestesi local diantaranya adalah Bupivikain, Etil klorida ( dengan efek
menekan pernafasan, gelisah dan mual. Selanjutnya adalah Lidokain dan Prokain (
novokain )sebagai anestesi filtrasi dan anestesi permukaan, antiaritmia dengan
efek mengantuk; Benzokain sebagai anestesi permukaan dan menghilangkan rasa
nyeri dan gatal
b. Anestetika Umum : Obat yang dapat menimbulkan suatu keadaan depresi pada
pusat-pusat syaraf tertentu yang bersifat reversible, dimana seluruh perasaan dan
kesadaran ditiadakan.. Hampir semua anestetik inhalasi mengakibatkan sejumlah
efek. samping yang terpenting diantaranya adalah :
1) Menekan pernafasan, paling kecil pada N2O, eter dan trikloretiken
2) Mengurangi kontraksi jantung, terutama haloten dan metoksifluran yang paling
ringan pada eter
3) Merusak hati, oleh karena sudah tidak digunakan lagi seperti senyawa klor
4) Merusak ginjal, khususnya metoksifluran
C. OBAT SYARAF OTONOM
Obat otonom yaitu obat-obat yang bekerja pada susunan syaraf otonom,
mulai dari sel syaraf sampai sel efektor. Obat ini berpengaruh secara spesifik dan
bekerja pada dosis kecil. Efek suatu obat otonom dapat diperkirakan jika respons
berbagai organ otonom terhadap impuls syaraf otonom diketahui.
1. Cara Kerja Obat Otonom
Obat otonom mempengaruhi transmisi neurohormonal dengan cara menghambat
atau
mengintensifkannya. Terdapat beberapa kemungkinan pengaruh obat pada
transmisi system
kolinergik dan adrenergic, yaitu:
a. Menghambat sintesis atau pelepasan transmitor
b. Menyebabkan penglepasan transmitor.
c. Berikatan dengan reseptor
d. Menghambat destruksi transmitor.

82
2. Penggolongan Obat Berdasarkan Efek Utamanya
a. Kolinergik atau Parasimpatomimetik
Efek obat golongan ini menyerupai efek yang ditimbulkan oleh aktivitas susunan
saraf parasimpatis. Ada 2 macam reseptor kolinergik, yaitu pertama, reseptor
muskarinik yang merangsang otot polos dan memperlambat denyut jantung dan
kedua reseptor nikotinik/neuromuskular yang mempengaruhi otot rangka.Pada
pemberian obat kolinergik perawat perlu memperhatikan efek akibat
hiperkoligergik.
Penggolongan Kolinergik
1) Ester kolin: tidak digunakan pengobatan (efek luas dan singkat), meteorismus,
(kembung), retensio urine, glaukoma, paralitic ileus, intoksikasi atropin/ alkaloid
beladona, faeokromositoma.
2) Antikolinesterase: atonia otot polos (pasca bedah, toksik), miotika, diagnosis
dan pengobatan miastemia gravis (defisiensi kolinergik sinap), penyakit
Alzheimer
(defisiensi kolinergik sentral)
3) Alkaloid Tumbuhan: untuk midriasis (pilokarpin)
4) Obat Kolinergik Lain: digunakan untuk memperlancar jalanya kontras
radiologik, mencegah dan mengurangi muntah (Metoklopramid)
b.Parasimpatolitik atau Antikolinergik

Obat-obat yang menghambat kerja asetilkolin dengan menempati reseptor-


reseptor asetilkolindisebut dengan antikolinergik atau parasimpatolitik. Obat ini
mempengaruhi organ jantung, saluran pernapasan, saluran gastrointestinal,
kandung kemih, mata dan kelenjar eksokrin dengan menghambat saraf
parasimpatis, sehingga system saraf simpatis (adrenergic) menjadi dominan. Efek
samping yang bisa terjadi adalah mulut kering, gangguan penglihatan (terutama
penglihatan kabur akibat midriasis), konstipasi sekunder, retensi urine dan
takikardia (akibat dosis tinggi) Penggolongan Obat Antikolinergik
1) Antikolinergik klasik (alkaloid belladonna, atropine sulfat dan skopolamin)
2) Antikolinergik sintetik (Propantelin)

83
3) Antikolinergik-antiparkisonisme (triheksifenidil hidroklorida, prosiklidin,
biperiden dan benztropin)

84
BAB X

OBAT SISTEM MUSKULOSKELETAL

A. OBAT PADA SISTEM MUSKULOSKELETAL


Sistem muskuloskeletal manusia merupakan jalinan berbagai jaringan, baik itu
jaringan pengikat, tulang maupun otot yang saling berhubungan, sangat khusus,
dan kompleks. Fungsi utama sistem ini adalah sebagai penyusun bentuk tubuh dan
alat untuk bergerak. Oleh karena itu, jika terdapat kelainan pada sistem ini maka
kedua fungsi tersebut juga akan terganggu. Salah satunya adalah infeksi
muskuloskeletal merupakan penyakit yang umum terjadi; dapat melibatkan
seluruh struktur dari sistem muskuloskeletal dan dapat berkembang menjadi
penyakit yang berbahaya bahkan membahayakan jiwa. Dalam Bab ini akan
dibahas beberapa obat yang bekerja terhadap system musculoskeletal, diantaranya
obat rematik artritis, Pemacu Transmisi Neuromuskler dan Pelemas otot skelet.
1. Obat Reumatik Artritis dan Penyakit Inflamasi Lainnya
Reumatik Artritis. Penyakit rematik pada umumnya memerlukan
penanganan simtomatik untuk mengatasi rasa nyeri, pembengkakan, kekakuan,
bersamaan dengan pengobatan untuk menjaga dan menekan aktivitas penyakit.
Non Steroid Antiinflamatory Drugs (NSAID) atau anti inflamasi non-steroid
(AINS) diindikasikan untuk mengatasi nyeri dan kekakuan yang timbul akibat
penyakit reumatik yang meradang. Tersedia juga obat yang dapat mempengaruhi
proses penyakit itu sendiri, misalnya untuk reumatik arthritis,Disease Modifying
Anti Rheumatic Drugs (DMARDs) meliputi penisilamin, garam emas, antimalaria
(klorokuin dan hidroksiklorokuin), obat-obat yang mempengaruhi respon imun,
dan sulfasalazin. Pada psoriatic arthritis, obat yang dapat mempengaruhi proses
penyakit tersebut adalah sulfasalazin, garam emas, azatioprin, metotreksat dan
etanersep. Juvenile idiopathic arthritis. . Penanganan arthritis pada anak dapat
melibatkan NSAID dan DMARDS (biasanya metotreksat atau etanersep), serta
kortikosteroid oral, intravena, atau intraartikular. Osteoartritis. Pada osteoarthritis,
pendekatan non obat seperti penurunan berat badan dan upaya olahraga sebaiknya
dilakukan. Penanganan kelainan pada persendian, luka atau ketegangan pada

85
jaringan lunak meliputi istirahat sementara yang disertai dengan pemberian
pemanas atau pendingin di sekitar jaringan yang sakit, pemijatan di sekitar
jaringan dan fisioterapi. Untuk meredakan nyeri pada osteoartritis dan gangguan
jaringan lunak, parasetamol umumnya mencukupi dan sebaiknya dipilih terlebih
dahulu. Sebagai pilihan berikutnya dapat digunakan NSAID dosis terapetik
terendah (contohnya ibuprofen sampai dengan 1,2 g/hari). Jika nyeri tidak dapat
diatasi secara memadai dengan kedua golongan obat tersebut, mungkin diperlukan
parasetamol (dalam dosis dewasa maksimal 4g/hari dan dosis anak maksimal 240
mg – 2 g/ hari tergantung usia) dan NSAID dosis rendah.
2. Pemacu Transmisi Neuromuskler
Miastenia Gravis timbul akibat kurangnya asetilkolon yang mencapai
reseptor kolinergik. Masalah ini ditandai dengan kelemahan otot otot rangka
diatas pinggang. Kelompok obat yang dipakai untuk mengendalikan miastenias
gravis adalah penghambat asetilkolinesterase dan antikolinesterase .
Antikolinesterase adalah obat pilihan pertama pada miastenia gravis okuler dan
sebagai terapi tambahan untuk imunosupresan pada miastenia gravis yang umum.
Kortikosteroid digunakan jika antikolinesterase tidak dapat mengendalikan gejala
sepenuhnya. Imunosupresan lini kedua seperti azatioprin sering digunakan untuk
mengurangi dosis kortikosteroid.
3. Pelemas otot skelet.
Kelompok obat di bawah ini digunakan untuk mengatasi spasme otot atau
kaku otot kronis yang disebabkan oleh multipel sklerosis atau kerusakan
neurologik lain, tidak diindikasikan untuk mengatasi spasme karena luka atau
cidera ringan. Obat ini bekerjanya di sistem saraf pusat (kecuali dantrolen), tidak
seperti kelompok pelemas otot yang digunakan dalam anestesi yang bekerja
dengan menghambat transmisi di simpul neuromuskular. Pelemas otot yang
bekerja sentral efektif untuk kebanyakan jenis kejang kecuali jenis alfa yang
jarang. Salah satu kekurangan obat ini adalah hilangnya daya bidai otot dari otot-
otot tulang belakang atau tungkai sehingga kadang menimbulkan kelumpuhan.
Dantrolen bekerja secara langsung pada otot rangka dan menghasilkan efek yang
tidak diinginkan pada sistem saraf pusat lebih ringan, sehingga lebih dipilih. Dosis

86
sebaiknya dinaikkan perlahan. Baklofen menghambat transmisi di tingkat spinal
dan menekan SSP. Peningkatan dosis sebaiknya dilakukan bertahap untuk
menghindari efek samping sedasi dan hipotonia. Selanjutnya, Diazepam juga
digunakan sebagai pelemas otot rangka. Efek yang tidak diinginkan diantaranya
sedasi dan ekstentor hipotonus (jarang terjadi). Benzodiazepin lain juga
mempunyai aktivitas pelemas otot. Dosis pelemas otot benzodiazepin ini sama
dengan dosis sebagai ansiolitik. Pada beberapa anak, efektivitas diazepam tidak
diragukan lagi. Terakhir adalah Tizanidin merupakan agonis alfa-2 adrenoreseptor
yang digunakan untuk kekakuan yang berhubungan dengan multipel sklerosis atau
cidera simpul saraf.

87

Anda mungkin juga menyukai