Anda di halaman 1dari 50

PENGARUH EKSTRAK DAUN KUMIS KUCING (Orthosiphon

aristatus) TERHADAP
KONTRAKTILITAS OTOT POLOS VESIKA
URINARIA GUINEA PIG IN VITRO
Jurnal Penelitian, S1 Keperawatan
Erwanda Desire Budiman, jakarta 2015”

ABSTRAK

Erwanda Desire Budiman. Pengaruh Ekstrak Daun Kumis Kucing (Orthosiphon aristatus)
terhadap Kontraktilitas Otot Polos Vesika Urinaria Guinea Pig In Vitro. 2013.

Orthosiphon aristatus atau yang biasa dikenal kumis kucing merupakan tanaman yang sering
digunakan di Asia Tenggara sebagai obat herbal untuk penyakit ginjal dan saluran kemih,
hipertensi, diabetes melitus, dan gout. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui
pengaruh ekstrak daun Orthosiphon aristatus terhadap kontraktilitas otot polos vesika urinaria
secara in vitro dengan menggunakan instrumen organ bath. Pengaruh ekstrak daun
Orthosiphon aristatus terhadap tegangan strip otot polos setelah diinduksi oleh carbachol
diukur dan dibandingkan terhadap tegangan yang dipengaruhi oleh kontrol (pelarut). Hasil
penelitian ini menunjukkan bahwa Orthosiphon aristatus dapat merelaksasi strip otot polos
vesika urinaria guinea pig secara signifikan (p<0,05) pada konsentrasi 10-6 %, 10-5 %, 10-4 %,
dan 10-3 %.

Kata kunci : kontraksi otot polos, vesika urinaria, ekstrak Orthosiphon aristatus, organ
bath

ABSTRACT

Erwanda Desire Budiman. Effect of Orthosiphon aristatus Leaves Extract on the Smooth
Muscle of the Guinea Pig Vesica Urinaria In Vitro. 2013.

Orthosiphon aristatus or commonly known as “kumis kucing” is a plant that is often used in
Southeast Asia as an herbal medicine for many diseases such as kidney and urinary tract,
hypertension, diabetes mellitus, and gout. The aim of this study is to determine the effect of
Orthosiphon aristatus leaves extract on urinary bladder smooth muscle contractility in vitro
using organ bath instrument. The effects of Orthosiphon aristatus leaves extract on carbachol-
induced detrusor smooth muscle contraction were measured and were compared with controls
(vehicle). The result of this study demonstrated that Orthosiphon aristatus may relax detrusor
smooth muscle contraction at concentration 10-6 %, 10-5 %, 10-4 %, and 10-3 % significantly (p
< 0.05).

Keywords : smooth muscle contraction, vesica urinaria, Orthosiphon aristatus extract,


organ bath
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Surat Hasil Determinasi Tumbuhan ....................................................... 29


Lampiran 2 Surat Pengujian Ekstrak ......................................................................... 30
Lampiran 3 Cara Pembuatan Ekstrak ........................................................................ 31
Lampiran 4 Surat Peminjaman Laboratorium Multiguna ......................................... 32
Lampiran 5 Data Kontraksi Strip Otot Polos dengan Pemberian DMSO ................. 33
Lampiran 6 Data Kontraksi Strip Otot Polos dengan Pemberian Ekstrak Daun
Orthosiphon aristatus........................................................................... 34
Lampiran 7 Uji Normalitas Data ............................................................................... 35
Lampiran 8 Uji Independent Samples t Test.............................................................. 38
Lampiran 9 Gambar Proses Penelitian ...................................................................... 39
Lampiran 10 Daftar Riwayat Hidup .......................................................................... 42

xiii
1

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Pengobatan tradisional merupakan suatu perpaduan antara ilmu
pengetahuan, kepercayaan, serta tradisi masyarakat yang bertujuan untuk menjaga
kesehatan. Perhatian negara-negara berkembang maupun negara-negara maju
terhadap obat-obatan tradisional meningkat dalam dua puluh tahun terakhir.
Indonesia merupakan negara yang memiliki keanekaragaman hayati yang sangat
besar. Sekitar 9.600 dari 30.000 jenis tumbuhan di Indonesia dapat digunakan
sebagai obat-obatan.1
Salah satu tanaman di Indonesia yang dapat digunakan untuk pengobatan
adalah kumis kucing atau nama latinnya adalah Orthosiphon aristatus. Tanaman
ini telah diketahui memiliki beberapa kandungan zat aktif yaitu flavonoid, tannin,
saponin, phenol, serta terpenoid yang sudah dibuktikan memiliki efek
nefroprotektif.2
Orthosiphon aristatus telah dipakai selama berabad-abad di Asia
Tenggara. Selama ini tanaman tersebut sudah digunakan oleh masyarakat untuk
pengobatan pada gangguan saluran kemih dan ginjal, hipertensi, diabetes melitus,
dan gout. Selain itu, Orthosiphon aristatus terbukti memberikan efek diuretik.3
Orthosiphon aristatus umumnya digunakan pada penyakit batu ginjal
karena diduga memiliki efek diuretik, efek anti-inflamasi, serta efek anti
spasmodik.4 Pada penelitian sebelumnya, terbukti bahwa efek anti hipertensi
Orthosiphon aristatus disebabkan oleh adanya beberapa kandungan dari
Orthosiphon aristatus yang dapat menghambat kontraksi pada otot polos aorta.5
Vesika urinaria, bagian dari saluran kemih bawah yang berfungsi
menampung urin sebelum miksi, dapat berkontraksi karena memiliki lapisan otot
polos.6 Otot polos vesika urinaria guinea pig sering digunakan sebagai bahan uji
pada penelitian in vitro. Akan tetapi, sampai saat ini pengaruh ekstrak
Orthosiphon aristatus terhadap otot polos saluran kemih belum pernah diteliti.

1
2

Maka dari itu, peneliti ingin meneliti pengaruh Orthosiphon aristatus


pada kontraktilitas otot polos pada vesika urinaria guinea pig secara in vitro
dengan menggunakan organ bath.

1.2. Rumusan Masalah


Pengaruh ekstrak daun Orthosiphon aristatus terhadap kontraktilitas otot
polos vesika urinaria belum diketahui secara pasti.

1.3. Hipotesis
Hipotesis penelitian ini adalah ekstrak daun Orthosiphon aristatus dapat
menurunkan kontraksi otot polos vesika urinaria.

1.4. Tujuan
1.4.1. Umum
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh ekstrak daun
Orthosiphon aristatus terhadap kontraktilitas otot polos vesika urinaria.

1.4.2. Khusus
1. Mengetahui pengaruh ekstrak daun Orthosiphon aristatus terhadap
kontraktilitas strip otot polos vesika urinaria guinea pig secara in vitro.
2. Mengetahui kadar ekstrak Orthosiphon aristatus yang memiliki pengaruh
terhadap kontraktilitas strip otot polos vesika urinaria guinea pig.

1.5. Manfaat
Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah:
1. Bagi peneliti
Sebagai syarat lulus dari pendidikan pre-klinik Program Studi Pendidikan
Dokter Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
2. Bagi institusi
Melaksanakan salah satu Tri Darma Perguruan Tinggi yaitu
meningkatkan aspek penelitian.
3

3. Bagi keilmuan
Mengembangkan pengobatan-pengobatan yang berasal dari Orthosiphon
aristatus dan mengetahui efeknya terhadap kontraktilitas otot polos
vesika urinaria.
4. Bagi sosial
Diharapkan Orthosiphon aristatus bermanfaat sebagai pengobatan
penyakit-penyakit gangguan berkemih.
4

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Orthosiphon aristatus


Orthosiphon aristatu ls (Bl.) Miq. adalah tanaman yang termasuk ke
dalam famili Lamiaceae. Tanaman ini merupakan tanaman yang digunakan
sebagai obat herbal terkenal di Asia Tenggara yang umumnya berasal dari Pulau
Jawa dan dikenal dengan nama kumis kucing. Selain itu, di negara lain tanaman
ini juga memiliki nama lain yaitu java tea, cat’s whisker, Indian kidney tea
(Inggris), mao xu cao (Cina), misai kucing, ruku hutan (Malaysia), kabling gubat,
kabling parang (Filipina), se-cho, myit-shwe (Myanmar), rau-meo (Vietnam),
neko no hige (Jepang), katzenbart (Jerman), dan yaa-nuad-maew, pa-yab-mek
(Thailand). Orthosiphon aristatus memiliki banyak sinonim yaitu O. stamineus
Benth., O. longiforum Ham., O. grandiflorum et aristatum Bl., O. spiralis Merr.,
O. grandiflorus Bold., Clerodendranthus spicatus (Thumb.), dan Trichostemma
spiralis Lour. Saat ini masyarakat di beberapa negara Asia Tenggara
mengkonsumsi daun Orthosiphon aristatus dalam bentuk jamu tradisional yang
berfungsi sebagai pengobatan terhadap penyakit ginjal, gout, hipertensi, dan
diabetes melitus.7,8

Gambar 2.1. Tanaman Orthosiphon aristatus


Sumber : http://www.nrm.qld.gov.au/ diunduh tanggal 1 September 2013

4
5

Berikut ini adalah tata nama Orthosiphon aristatus menurut ilmu


taksonomi:
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Kelas : Dicotyledonae
Ordo : Tubiflorae
Famili : Laminaceae
Genus : Orthosiphon
Spesies : Orthosiphon aristatus9

Tanaman Orthosiphon aristatus ini memiliki tinggi mencapai dua meter


dengan daun yang berbentuk bulat telur lonjong ataupun belah ketupat.
Orthosiphon aristatus memiliki bunga berbentuk tandan yang keluar di ujung
cabang dengan mahkota berwarna putih atau ungu pucat yang memiliki panjang
13 - 27 mm. Pada bagian atas mahkota ditutupi bagian yang menyerupai rambut
pendek seperti kumis kucing berwarna putih atau ungu. Tanaman ini memiliki
buah berwarna coklat gelap dengan panjang 1,75 - 2 mm dan biji berbentuk bulat
panjang dengan warna putih kehitaman yang akan menjadi coklat kehitaman
ketika matang.10
Daun Orthosiphon aristatus memiliki kandungan mineral hingga 12 %
yang komponen utamanya adalah kalium. Selain itu, daun Orthosiphon aristatus
juga mengandung flavonoid lipofil (sinensetin dan isosinensetin), glikosida
orthosifon, asam rosmarinat, asam kafeat, fitosterol, salvigenin, eupatorin, tanin,
minyak atsiri (pimaran, sisopimaran diterpen staminol A), dan skutelarein
tetrametil eter. Senyawa orthosifol A-E merupakan senyawa lain yang saat ini
telah berhasil diisolasi dari Orthosiphon aristatus.10,11
Daun Orthosiphon aristatus telah diteliti pada hewan coba dan ternyata
terbukti memiliki efek diuretik. Pemberian ekstrak metanol-air daun Orthosiphon
aristatus dengan dosis 2 g/kg dapat meningkatkan ekskresi natrium dan kalium
pada 8 jam pertama pemberian. Sementara itu ekstrak metalonik daun
Orthosiphon aristatus dengan dosis 100 dan 200 mg/kgBB terbukti memiliki efek
nefroprotektif dengan menurunkan kadar kreatinin, urea, protein urin, dan
6

menghambat terjadinya radikal bebas. Minyak atsiri dari Orthosiphon aristatus


memiliki aktivitas antimikroba seperti terhadap bakteri Vibria parahaemolyticus
dan Streptococcus mutans sehingga bisa digunakan untuk mengobati infeksi
saluran kemih.10
Ekstrak daun Orthosiphon aristatus terbukti untuk menghambat
kontraksi otot polos aorta torakalis yang di stimulasi oleh KCl. Selain itu, aktivitas
relaksasi juga muncul pada otot polos trakea guinea pig dengan atau tanpa
stimulasi. Sehingga dapat dikatakan bahwa ekstrak daun Orthosiphon aristatus
efektif untuk masalah pada trakea seperti batuk.7

2.2. Vesika Urinaria


Vesika urinaria adalah salah satu organ saluran kemih bawah yang
berongga dan memiliki lapisan otot dan berfungsi sebagai tempat penampungan
sementara urin. Vesika urinaria berbentuk buah pir dan berkembang ke arah
rongga abdomen dan akan melebihi tinggi simfisis pubis pada saat terdapat
akumulasi urin di dalamnya, sedangkan vesika urinaria akan kolaps ketika
kosong.12 Vesika urinaria dapat dipalpasi ataupun diperkusi ketika penuh. Organ
tersebut dapat menonjol dan terlihat apabila vesika urinaria teregang berlebihan
akibat adanya retensi urin yang akut ataupun kronik. Kapasitas normal vesika
urinaria dewasa mencapai 400-500 mL.13

2.2.1. Anatomi Vesika Urinaria


Vesika urinaria terletak di posterior dari simfisis pubis pada rongga
pelvis. Vesika urinaria laki-laki terletak di anterior dari rektum dan terdapat
vesika seminalis dan vas deferens yang menempel di sisi posterior. Sedangkan
pada perempuan terletak di anterior dari vagina dan inferior dari uterus.13 Posisi
dari vesika urinaria dijaga oleh beberapa lipatan peritoneum yang membentuk
ligamen. Ligamen umbilikus media memanjang dari batas anterosuperior ke arah
umbilikus. Ligamen umbilikus lateral melewati sepanjang sisi vesika urinaria ke
umbilikus.14
7

Gambar 2.2. Potongan sagital pada pelvis perempuan


Sumber : Frederic H. Martini, 2012 (telah diolah kembali)

Gambar 2.3. Potongan sagital pada pelvis laki-laki


Sumber : Frederic H. Martini, 2012 (telah diolah kembali)

2.2.2. Histologi Vesika Urinaria


Vesika urinaria memiliki tiga lapisan pada dindingnya. Lapisan terdalam
dari dinding vesika urinaria adalah lapisan mukosa yang terdiri dari epitel
transisional dan lamina propria di bawahnya. Lapisan mukosa tersebut
8

membentuk lipatan-lipatan yang berfungsi agar vesika urinaria dapat


mengembang saat terisi urin disebut rugae. Selanjutnya terdapat lapisan
muskularis yang melapisi lapisan mukosa, yang juga disebut otot detrusor.12 Otot
detrusor akan berkontraksi dan mengeluarkan urin dari vesika urinaria ke uretra
sehingga rongga vesika urinaria akan mengecil kembali.14 Otot detrusor memiliki
tiga lapis serat otot polos yaitu lapisan longitudinal dalam, sirkular tengah, dan
longitudinal luar. Lapisan paling luar dari bagian inferior dan posterior vesika
urinaria adalah sebuah lapisan jaringan ikat areolar yang bernama adventisia,
sedangkan pada bagian superior vesika urinaria adalah sebuah lapisan viseral dari
peritoneum bernama serosa.12 Bagian serosa disebut juga urotelium/ suburotelium
dan berfungsi sebagai penerima sensasi serta dapat menyebabkan pengaruh
langsung terhadap fungsi otot detrusor.15

Gambar 2.4. Histologi potongan melintang dinding vesika vesika urinaria


Sumber : C.H. Fry, 2010

2.2.3. Fisiologi Vesika Urinaria


Pada dasar vesika urinaria terdapat daerah segitiga kecil yang disebut
trigonum. Trigonum memiliki penampakan yang halus karena lapisan mukosanya
melekat erat lapisan muskularis. Dua sudut posterior pada trigonum terdiri dari
9

dua lubang yang berasal dari ureter, sedangkan satu sudut terletak pada bagian
inferior atau disebut juga apeks. Pada bagian inferior terdapat lubang yang
menghubungkan vesika urinaria dan uretra disebut orifisium uretra interna.12
Bagian yang mengelilingi orifisium uretra interna disebut leher vesika urinaria.
Leher vesika urinaria terdiri dari otot sfingter uretra interna yang merupakan otot
polos yang bekerja secara involunter. Vesika urinaria diinervasi oleh serat
postganglionik dari ganglion di pleksus hipogastrikus dan oleh serat parasimpatis
dari ganglion intramural yang dikontrol oleh cabang dari nervus pelvis.14

Gambar 2.5. Vesika urinaria laki-laki dan perempuan


Sumber : C.H. Fry, 2010 (telah diolah kembali)

Vesika urinaria diperdarahi oleh arteri vesika superior, media, dan


inferior yang berasal dari trunkus anterior arteri iliaka interna atau hipogastrik
serta dari cabang kecil arteri obturator dan glutea inferior. Pada wanita, vesika
urinaria juga diperdarahi oleh arteri uterina dan vagina. Selain itu, vesika urinaria
kaya akan vena di sekelilingnya yang akan bermuara ke vena iliaka interna atau
hipogastrik. Sistem limfatik vesika urinaria akan mengalir ke limfonodus di
vesika, iliaka eksterna, dan iliaka interna.13
10

2.3. Otot Polos


Otot polos memiliki tiga tipe filamen yaitu, filamen miosin yang tebal,
filamen aktin yang tipis serta memiliki tropomiosin dan sedikit troponin, dan
filamen intermediet yang tidak berperan dalam kontraksi tetapi membantu
menjaga bentuk otot.16 Otot polos tidak memiliki gambaran serat lintang karena
filamen-filamennya yang tidak teratur sehingga berbeda dari otot rangka dan
jantung. Kontraksi otot polos juga berbeda dengan kontraksi otot rangka dan otot
jantung karena kontraksinya yang bersifat tonik. Otot polos berkontraksi dengan
aktin dan miosin-II yang bergeser satu sama lain. Otot ini memiliki badan padat
atau dense bodies yang terdapat di sitoplasma, melekat ke membran sel, dan
berikatan ke filamen aktin melalui aktinin-α. Selain itu, retikulum sarkoplasma
otot polos tidak berkembang dengan baik dan jumlah mitokondria otot polos
hanya sedikit. Proses glikolisis sangat penting untuk memenuhi kebutuhan
metabolisme otot polos.17

2.3.1. Jenis-jenis Otot Polos


Otot polos terdiri atas beberapa jenis sesuai dengan struktur, fungsi, dan
letaknya. Jenis yang pertama adalah otot polos viseral atau unitary yang berbentuk
lembaran luas, memiliki banyak jembatan taut celah dengan resistensi rendah
yang menghubungkan tiap-tiap sel otot, dan berfungsi sebagai sinsitium.
Sinsitium tersebut berfungsi untuk menyebarkan kontraksi otot polos viseral. Otot
polos viseral memiliki keunikan yaitu dapat berkontraksi bila diregangkan tanpa
17
ada inervasi ekstrinsik. Otot polos viseral terdapat pada dinding visera yang
berongga seperti pada saluran cerna, saluran reproduksi, saluran kemih, dan pada
pembuluh darah kecil.16
Jenis yang kedua adalah otot polos multi-unit yang tersusun atas banyak
unit tanpa jembatan penghubung sehingga terlihat terpisah-pisah, halus, dan
terbatas. Inisiasi kontraksi otot polos multi-unit dilakukan secara neurogenik. Otot
polos multi-unit terdapat pada iris mata, pembuluh darah besar, dan folikel
rambut. Otot ini memiliki sifat kontraksi yang involunter, halus, dan bertahap.16
11

2.3.2. Mekanisme Kerja Otot Polos


Kontraksi otot polos dipicu oleh peningkatan Ca2+ intrasel yang
dihasilkan oleh influks Ca2+ dari cairan ekstraselular melalui kanal Ca2+
bergerbang voltase dan bergerbang ligan, efluks dari penyimpanan intraselular
melalui kanal Ca2+ RyR, dan reseptor inositol trisfosfat (IP3R).17 Peningkatan Ca2+
bersifat sementara dan dapat dikurangi dengan mengeluarkan dari sel melalui
pertukaran Na+/ Ca2+ dan pompa Ca2+ yang bergantung ATP ataupun
diakumulasikan kembali dalam intraseluler melalui pompa SERCA
(Sarcoendoplasmic Reticulum Ca2+-ATPase).14 Kurangnya jumlah troponin di
dalam otot polos menghambat aktivasi Ca2+ melalui pengikatan troponin. Miosin
ATPase dapat diaktifkan bila miosin otot polos terfosforilasi. Selanjutnya Ca2+
berikatan dengan kalmodulin dan dapat mengaktifkan miosin kinase rantai ringan
yang bergantung pada kalmodulin (calmodulin-dependent myosin light chain
kinase/ MLCK).17 Aktivitas MLCK dapat diturunkan melalui fosforilasi dengan
beberapa kinase yaitu CaM kinase II, mitogen-activated protein (MAP) kinase,
cAMP-dependent kinase (PKA), dan p21-activated kinase.15 MLCK yang
bergantung pada kalmodulin bekerja untuk mengkatalis fosforilasi rantai ringan
miosin sehingga dapat meningkatkan aktivitas ATP yang akan menghasilkan
kontraksi.17
Selanjutnya miosin akan mengalami defosforilasi oleh miosin fosfatase
rantai ringan atau MLCP dalam sel. Relaksasi otot polos tidak harus melalui
mekanisme defosforilasi miosin kinase rantai ringan tersebut. Aktivitas MLCP
dapat diturunkan dengan fosforilasi, sehingga dapat meningkatkan sensitivitas
kontraksi terhadap kalsium.15 Selain itu, terdapat mekanisme latch bridge yang
dapat mempertahankan relaksasi atau kontraksi. Mekanisme ini menyebabkan
kontraksi menetap dengan energi yang sedikit karena jembatan-silang miosin
tetap terikat ke aktin selama beberapa saat walaupun konsentrasi Ca2+ dalam
sitoplasma menurun. Relaksasi dari otot polos dapat muncul bila kompleks Ca2+-
kalmodulin terdisosiasi.17
Kontraksi otot polos juga dapat dimediasi oleh saraf. Kontraksi otot
detrusor yang dimediasi saraf disebabkan oleh serat saraf parasimpatis
12

preganglionik yang berasal dari korda spinalis bagian sakral (S2 – S4). Serat saraf
tersebut memanjang dan mempersarafi seluruh miosit detrusor. Asetilkolin (Ach)
dan ATP adalah neurotransmiter fungsional yang dapat menginisiasi kontraksi
detrusor. Selanjutnya neurotransmiter tersebut akan diterima oleh reseptornya dan
akan mengaktifkan jalur-jalur intraseluler.15
Reseptor yang pertama adalah reseptor muskarinik yang terdiri dari
beberapa subtipe yaitu reseptor M1 sampai dengan reseptor M5. Pada otot detrusor
hanya terdapat dua subtipe yaitu reseptor M2 dan reseptor M3 dengan
perbandingan jumlah 3-9 : 1. Akan tetapi, reseptor M3 lebih berperan dalam
kontraksi otot tersebut. Selanjutnya reseptor M3 akan berpasangan dengan protein
Gq11 dan akan mengaktifkan enzim fosfolipase-C (PLC) untuk membangkitkan
second messenger lainnya yang berasal dari membran fosfoinositida (PIP2) yaitu
inositol trifosfat (IP3) dan diasilgliserol (DAG). IP3 akan berikatan dengan
reseptornya dan akan mengeluarkan cadangan kalsium intraseluler untuk dipakai.
Peningkatan Ca2+ ini akan menyebabkan Ca2+ yang lebih banyak dikeluarkan dari
retikulum sarkoplasma karena reseptor ryanodin (RyR) yang diaktifkan.
Sedangkan DAG akan mengaktivasi protein kinase-C yang dapat memfosforilasi
MLC fosfatase. Sementara itu, reseptor M2 bila diaktifkan akan berpasangan
dengan protein Gi yang dapat menurunkan produksi cAMP. Reseptor muskarinik
dapat didesensitasi setelah pajanan asetilkolin yang berkepanjangan.15
Selanjutnya terdapat reseptor purin yang diaktifkan oleh ATP. Reseptor
purin dibagi menjadi dua yaitu reseptor P2X yang bersifat ionotropik dan
merupakan kanal kation non spesifik bergerbang ligan serta reseptor P2Y yang
bersifat metabotropik dan berpasangan dengan protein G.15
Mekanisme yang memiliki peran paling sedikit pada otot detrusor adalah
mekanisme adrenergik. Otot detrusor memiliki inervasi simpatis secara langsung
dan akan diterima oleh tiga subtipe reseptor β dan akan meningkatkan cAMP dan
menyebabkan relaksasi. Reseptor β3 memiliki jumlah yang lebih banyak
dibanding yang lainnya.15
13

Gambar 2.6. Diagram kontraksi pada otot detrusor


Sumber : C.H. Fry, 2010

2.4. Organ Bath


Tissue organ bath merupakan alat yang umumnya dipakai dalam
eksperimen yang meneliti jaringan otot hewan atau manusia yang dilakukan di
luar tubuh. Jaringan otot dibentuk menjadi strip yang difiksasi dan direndam
dengan larutan fisiologis. Jaringan otot tersebut terikat dengan isometric force
transducer yang dapat menghitung tegangan yang dihasilkan.18
Kelebihan dari penggunaan organ bath adalah temperatur dapat diatur,
satu kali percobaan dapat dilakukan pada beberapa jaringan, dan jaringan-jaringan
tersebut dapat diteliti beberapa kali. Jaringan dapat diberikan stimulan-stimulan
tertentu seperti stimulasi elektrik dan stimulasi dari agonis.18,19
14

Setelah jaringan dipasang pada organ bath, jaringan perlu diistirahatkan


terlebih dahulu dalam larutan penyangga (buffer) dan diaerasi dengan 95 % O2
dan 5 % CO2. Selain itu, tegangan istirahat juga diberikan satu jam sebelum
penelitian dimulai.19 Jaringan dikondisikan pada suhu 37 oC dan pH 7,4. Larutan
di dalam bath dapat diganti dalam interval waktu tertentu apabila telah
dimasukkan bahan-bahan uji.20

2.5. Kerangka Teori

Gambar 2.7. Kerangka Teori


Sumber : Sandra Puetz, 2011 (telah diolah kembali)
15

2.6. Kerangka Konsep

Induksi kontraksi Ekstrak daun Orthosiphon


otot polos oleh aristatus konsentrasi 10-6
carbachol sampai 10-2 %

Kontraksi menurun
Strip otot polos
vesika urinaria Kontraksi Kontraksi menetap
Guinea pig
Kontraksi meningkat

Kontrol (Pelarut DMSO)

Variabel bebas : kadar larutan ekstrak daun Orthosiphon aristatus


Variabel terikat : Persentase kontraksi strip otot polos vesika urinaria guinea
pig

2.7. Definisi Operasional


No. Variabel Definisi Alat Ukur Hasil Skala
Operasional Ukur Pengukuran
1 Kontraksi Peningkatan Transducer Tegangan Numerik
strip otot tegangan strip otot (gram)
polos vesika otot polos vesika
urinaria urinaria
2 Kadar Persentase Persen Numerik
larutan ekstrak daun
ekstrak daun Orthosiphon
Orthosiphon aristatus yang
aristatus dilarutkan dalam
DMSO
16

BAB 3
METODE PENELITIAN

3.1. Desain Penelitian


Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental secara in vitro dengan
menggunakan alat organ bath untuk melihat pengaruh ekstrak daun Orthosiphon
aristatus terhadap kontraktilitas otot polos vesika urinaria guinea pig.

3.2. Waktu dan Tempat Penelitian


Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari sampai dengan Juli 2013 di
Laboratorium Riset Multiguna lantai 3 Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Penelitian ini telah diajukan
kepada Bagian Etik FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3.3. Alat dan Bahan Penelitian


Alat-alat yang dibutuhkan untuk penelitian ini adalah instrumen organ
bath, timbangan, sendok, cawan petri, gunting jaringan, pinset mikro, kacamata
pembesar, papan bedah, water heater, kulkas, laptop, benang, dan gunting.
Bahan-bahan yang diperlukan penelitian ini adalah ekstrak daun
Orthosiphon aristatus, strip otot polos vesika urinaria, kapas, tissue, sarung
tangan, carbachol, DMSO (dimetil sulfoksida), akuades, alkohol, gas karbogen
(O2 97 % dan CO2 3 %), dan larutan Krebs-Henseleit. Larutan Krebs-Henseleit
dibuat dalam volume 500 cc dengan komposisi seperti pada tabel 3.1.

Tabel 3.1. Komposisi larutan Krebs Henseleit


No. Komposisi Molaritas
1. NaCl 121,6 mmol/L
2. KCl 4,7 mmol/L
3. NaHCO3 15,4 mmol/L
4. KH2PO4 1,2 mmol/L
5. MgCl2 1,2 mmol/L
6. D-(+)-Glucose 11,5 mmol/L
7. CaCl2 2,5 mmol/L

16
17

3.4. Identifikasi Variabel


3.4.1. Variabel Bebas
Variabel bebas pada penelitian ini adalah kadar larutan ekstrak
Orthosiphon aristatus.

3.4.2. Variabel Terikat


Variabel terikat pada penelitian ini adalah persentase kontraksi relatif
strip otot polos vesika urinaria guinea pig.

3.5. Alur Penelitian

Persiapan ekstrak Pengambilan organ


daun Orthosiphon Persiapan alat dan
kandung kemih pada
bahan penelitian
aristatus guinea pig

Pengujian
Pengamatan dan Preparasi strip otot
kontraktilitas strip
pengukuran polos vesika urinaria
otot polos dengan
kontraksi otot polos Guinea pig
organ bath

Pengolahan data

3.6. Cara Kerja Penelitian


3.6.1. Tahap Persiapan
3.6.1.1. Persiapan Ekstrak Orthosiphon aristatus
Bahan yang diuji pada penelitian ini adalah larutan ekstrak daun
Orthosiphon aristatus. Daun Orthosiphon aristatus didapatkan dari Petak Pamer
Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik (BALITRO). Daun Orthosiphon
aristatus selanjutnya dideterminasi di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia
(LIPI). Lalu daun Orthosiphon aristatus diekstrak di BALITRO. Proses ekstrak
dapat dilihat dalam lampiran.
18

Sebelum pengujian dilakukan, ekstrak yang berupa stock solution


dilarutkan dengan DMSO menjadi berbagai kadar yaitu 10 %, 1 %, 0.1 %, 0.01 %,
dan 0.001 %.

3.6.1.2. Preparasi Jaringan


Hewan coba penelitian ini adalah guinea pig 2 ekor jantan dan 3 ekor
betina dengan berat badan 500 sampai dengan 700 gram dan usia 6 bulan.
Sebelum membunuh hewan coba, peneliti menyiapkan cawan diseksi yang diisi
dengan larutan Krebs-Henseleit bersuhu 4 oC serta diberikan gas karbogen. Cara
mematikan hewan coba adalah dengan membenturkan kepala guinea pig pada
benda keras dan menyembelihnya sesegera mungkin. Selanjutnya peneliti
mengambil organ vesika urinaria secepat mungkin dengan prinsip menghindari
peregangan pada jaringan melalui insisi secara longitudinal pada bagian tengah
abdomen bawah. Vesika urinaria dipindahkan ke dalam cawan diseksi yang sudah
dipersiapkan lalu dipotong pada bagian anterolateral dan dibentuk strip sebanyak
4 buah dengan ukuran 0,5 cm x 1 cm. Kemudian lapisan otot dipisahkan dari
lapisan mukosa dan serosa dengan menggunakan gunting jaringan dan dibantu
dengan kaca pembesar. Pemotongan dilakukan dengan prinsip tidak memberi
regangan pada jaringan.
Selanjutnya strip otot polos yang telah disiapkan diikat dengan benang
pada kedua sisinya. Kemudian strip otot polos digantung secara vertikal dengan
salah satu ujung benang tersebut (ujung atas) diikat pada transducer yang
terhubung dengan amplifier serta komputer, sedangkan ujung lainnya difiksasi
pada bagian bawah chamber sehingga strip otot polos tersebut terletak di tengah
dan tidak menempel pada dinding chamber organ bath.
19

Gambar 3.1. Skema organ bath

Strip otot polos yang telah digantung di dalam chamber direndam dalam
larutan Krebs-Henseleit sebanyak 50 cc dengan suhu 37 oC dan diberikan gas
karbogen (O2 97 % dan CO2 3 %). Strip otot polos tersebut diberikan tegangan
atau resting tension sebesar 0,5 gram dan dibiarkan selama 60 menit. Transducer
pada organ bath tersebut terhubung dengan komputer yang memiliki piranti lunak
Labchart dari ADInstrumen untuk menganalisis kontraktilitas strip otot polos
tersebut.

3.6.2. Tahap Pengujian Kontraktilitas


Strip otot polos yang telah diistirahatkan selama 60 menit diinduksi
dengan pemberian carbachol dengan konsentrasi 1 µM dan kembali diistirahatkan
selama 60 menit dengan cara mengganti cairan tersebut dengan larutan Krebs-
Henseleit yang baru (washing). Selanjutnya strip otot polos kembali diberikan
carbachol dengan konsentrasi yaitu 0,01 µM, 0,1 µM, 1 µM, 10 µM, dan 100 µM
secara kumulatif. Selanjutnya peneliti menganalisis rekaman hasil kontraktilitas
strip otot polos yang diinduksi oleh carbachol. Hal ini bertujuan untuk
mengetahui karakteristik dari kontraksi otot polos.
20

carbachol carbachol

0,01 0,1 1 10 100


µM µM µM µM µM

Gambar 3.2. Skema kontraksi otot polos pada pemberian carbachol

Otot polos yang telah diistirahatkan selama 60 menit diinduksi kembali


dengan carbachol 1 µM. Setelah kontraksi otot polos stabil, ekstrak daun
Orthosiphon aristatus ditambahkan ke dalam chamber dengan berbagai
konsentrasi yaitu 10-6 %, 10-5 %, 10-4 %, 10-3 %, dan 10-2 % secara kumulatif.
Besar kontraksi yang dipengaruhi oleh Orthosiphon aristatus dengan berbagai
konsentrasi tersebut dihitung dalam persen terhadap kontraksi yang ditimbulkan
oleh carbachol (kontraksi relatif).

KK
10-6%

KK
10-5%

KK
10-4%
KK
10-3%
KK
10-2%

Carbachol 1 µM Carbachol 1 µM
Gambar 3.3. Skema kontraksi otot polos pada pemberian ekstrak Orthosiphon
aristatus

Selain itu, dilakukan juga pengujian dengan pelarut saja yaitu DMSO.
Besar kontraksi yang dipengaruhi oleh pemberian Orthosiphon aristatus
21

dibandingkan dengan besar kontraksi yang dipengaruhi oleh pemberian pelarut


saja (DMSO). Perbedaan antara kedua kontraksi tersebut dianalisis dengan
menggunakan statistik.
DMSO

DMSO

DMSO

DMSO
DMSO

Carbachol 1 µM Carbachol 1 µM
Gambar 3.4. Skema kontraksi otot polos pada pemberian DMSO

3.7. Analisis Data


Hasil yang telah terekam di program LabChart v7.1 diambil dan dihitung
persentase kontraksi relatifnya dengan program Microsoft Office Excel 2007.
Efek kontraksi yang diinduksi carbachol 1 µM dinilai sebagai 100 % dari
kontraksi otot polos, sedangkan tegangan atau kontraksi setelah pemberian
carbachol secara kumulatif serta setelah pemberian ekstrak Orthosiphon aristatus
ataupun DMSO dinilai sebagai kontraksi relatif terhadap 100 % kontraksi
tersebut. Selanjutnya data-data yang didapat dicari reratanya dan dianalisis dengan
program SPSS 16.0. Normalitas data rerata dari kontraksi relatif tersebut dicari
dengan menggunakan uji Shapiro-Wilk. Perbedaan rerata kontraksi antara strip
otot polos yang diberikan Orthosiphon aristatus dan DMSO dibandingkan dengan
menggunakan uji statistik Independent-Samples t Test apabila distribusi sampel
dan kelompok normal, serta analisis Mann-Whitney apabila distribusi sampel dan
kelompok tidak normal.
22

BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan guinea pig dengan rerata berat badan
sebesar 587,62 ± 14,525 gram.

4.1 Kontraksi Otot Polos Vesika Urinaria yang Diinduksi Carbachol


Carbachol merupakan agonis kuat yang bekerja pada reseptor
muskarinik otot polos vesika urinaria. Schneider, dkk menyatakan bahwa
kontraksi otot polos vesika urinaria yang diinduksi oleh carbachol dimediasi oleh
influks Ca2+ melalui kanal tipe L yang bergantung pada voltase dan aktivasi rho
kinase. Proses kontraksi yang diinduksi carbachol tersebut tidak melibatkan
aktivasi PLC dan PKC.21
Efek kontraksi yang diinduksi oleh carbachol 1 µM dinilai sebagai 100
% dari kontraksi strip otot polos vesika urinaria dan didapatkan rerata persentase
kontraksi otot polos dengan konsentrasi carbachol 0,01 µM, 0,1 µM, 1 µM, 10
µM, dan 100 µM sebesar 0,81 ± 0,47 %, 10,56 ± 6,09 %, 102,39 ± 5,47 %, 112,63
± 10,55 %, dan 65,32 ± 9,89 %.
Pada penelitian ini terlihat bahwa pemberian carbachol pada strip otot
polos dapat menimbulkan kontraksi. Kontraksi strip otot polos akan meningkat
seiring dengan peningkatan konsentrasi carbachol yang diberikan sampai
konsentrasi 10 µM. Kontraksi paling tinggi atau kontraksi maksimal didapatkan
pada konsentrasi 10 µM. Pemberian carbachol dengan konsentrasi 100 µM hanya
menimbulkan efek kontraksi sebesar 65,32 %. Hal itu disebabkan oleh efek yang
dihasilkan sudah mencapai titik jenuh sehingga tidak memberikan kontraksi yang
lebih tinggi daripada 10 µM.
Berdasarkan karakteristik kontraksi otot polos yang diinduksi oleh agonis
muskarinik carbachol secara kumulatif tersebut, maka peneliti menggunakan
dosis carbachol sebesar 1 µM sebagai konsentrasi carbachol yang dipakai untuk
menginduksi kontraksi otot polos sebelum pengujian oleh bahan uji.

22
23

4.2 Pengaruh Ekstrak Daun Orthosiphon aristatus


Pada penelitian ini, peneliti menggunakan DMSO (dimetil sulfoksida)
sebagai pelarut pada larutan ekstrak daun Orthosiphon aristatus. Oleh karena itu
efek Orthosiphon aristatus terhadap kontraktilitias otot polos vesika urinaria
dibandingkan dengan efek pelarutnya.
Kontraktilitas strip otot polos vesika urinaria guinea pig yang diberikan
bahan uji yaitu ekstrak daun Orthosiphon aristatus dengan berbagai kadar, mulai
dari 10-6 %, 10-5 %, 10-4 %, 10-3 %, dan 10-2 % dapat dilihat pada gambar 4.1.

Gambar 4.1. Kontraksi otot polos vesika urinaria guinea pig dengan pemberian
ekstrak Orthosiphon aristatus

Pada pemberian ekstrak daun Orthosiphon aristatus pertama dengan


kadar 10-6 % didapatkan rerata kontraksi strip otot polos sebesar 59,46 ± 2,98 %.
Perlakuan kedua dengan memberikan ekstrak daun Orthosiphon aristatus 10-5 %
memberikan rerata kontraksi strip otot polos sebesar 41,57 ± 2,02 %. Lalu ekstrak
daun Orthosiphon aristatus 10-4 % menghasilkan rerata kontraksi strip otot polos
sebesar 37,56 ± 1,60 %. Selanjutnya pemberian ekstrak daun Orthosiphon
aristatus yang keempat dengan kadar 10-3 % didapatkan rerata kontraksi strip otot
polos sebesar 41,57 ± 2,02 %. Terakhir, pemberian ekstrak daun Orthosiphon
aristatus 10-2 % memberikan rerata kontraksi strip otot polos sebesar
33,62 ± 1,66 %.
Hasil kontraksi strip otot polos vesika urinaria guinea pig yang diberikan
DMSO (pelarut) untuk masing-masing konsentrasi zat aktif dapat dilihat pada
gambar 4.2.
24

Gambar 4.2. Kontraksi otot polos vesika urinaria guinea pig dengan pemberian
DMSO

Rerata kontraksi strip otot polos vesika urinaria guinea pig yang telah
diinduksi oleh carbachol pada pemberian DMSO (pelarut) sebagai kontrol untuk
masing-masing konsentrasi zat aktif adalah 83,86 ± 2,20 %, 59,08 ± 2,67 %, 51,09
± 2,47 %, 45,18 ± 3,22 %, dan 40,91 ± 3,26 %.
Perbedaan antara rerata persentase kontraksi kelompok perlakuan yaitu
dengan pemberian ekstrak daun Orthosiphon aristatus yang dilarutkan dalam
DMSO dan kelompok kontrol yaitu dengan pemberian pelarut DMSO saja dapat
dilihat pada gambar 4.3.

Kontraksi strip otot polos vesika urinaria


120
100
Kontraksi (%)

80 DMSO
60
40 Ekstrak Orthosiphon
aristatus
20
p < 0,05
0
Karbakol 10-6% 10-5% 10-4% 10-3% 10-2%
Konsentrasi ekstrak daun Orthosiphon aristatus

Gambar 4.3. Grafik perbandingan persentase kontraksi strip otot polos kelompok
kontrol (DMSO) dan kelompok perlakuan (ekstrak Orthosiphon aristatus)

Terdapat perbedaan yang bermakna (p<0,05) antara kontaksi relatif otot


polos yang diinduksi oleh Orthosiphon aristatus dengan konsentrasi 10-6 %, 10-5
%, 10-4 %, dan 10-3 % dibandingkan dengan kontraksi relatif otot polos yang
25

hanya diinduksi oleh DMSO (pelarut). Hal tersebut menunjukkan pemberian


ekstrak Orthosiphon aristatus dapat memberikan efek relaksasi pada otot polos
vesika urinaria dengan konsentrasi larutan antara 10-6 % hingga 10-3 %.
Efek relaksasi dari ekstrak Orthosiphon aristatus terhadap otot polos
vesika urinaria ini mendukung penelitian sebelumnya oleh Ohashi, dkk yang
menyatakan kandungan ekstrak Orthosiphon aristatus yaitu Neoorthosiphol A,
Neoorthosiphol B, Orthosiphol A, Orthosiphol B, Orthosiphonone A,
Orthosiphonone B, Methylripariochromene a, Acerovanillochromene,
Orthochromene A, Tethemethylscutellarein, dan Sinensetin dapat menekan efek
kontraksi otot polos aorta torakalis yang diinduksi oleh ion K+.20
Selain itu, Methylripariochromene A (MRC) yang merupakan kandungan
dari daun Orthosiphon aristatus juga berperan dalam aktivitas anti hipertensi. Hal
ini disebabkan oleh beberapa mekanisme. Pertama MRC menyebabkan penurunan
tekanan darah sistolik dan denyut nadi setelah dimasukkan secara subkutan.
Kedua, MRC menekan kontraksi otot polos aorta torakalis tikus yang diinduksi
oleh high K+, l-phenyephrine, atau prostaglandin dengan menghambat influks
Ca2+. Lalu ketiga, MRC dapat menurunkan kontraksi kedua atrium jantung guinea
pig tanpa mengurangi rerata denyutnya. Terakhir, MRC meningkatkan volume
urin dan eksresi Na+, K+, dan Cl- dalam tiga jam setelah administrasi oral pada
tikus.7, 22
Efek vasodilatasi yang diakibatkan oleh Orthosiphon aristatus juga
diperkuat dengan adanya perubahan pada aktivitas reseptor α1-adrenergik dan
reseptor AT1 yang disebabkan oleh endothelium-derived nitric oxide (EDNO).23
Beberapa tanaman dari kelas Lamiaceae seperti Satureja obovata dan
Salvia scutellarioides juga memiliki efek vasodilatasi terhadap otot polos
vaskular. Hal ini disebabkan oleh adanya kandungan zat aktif yang sama antara
beberapa spesies tersebut.24
Penelitian ini tidak dapat sepenuhnya mencerminkan proses fisiologis
yang terjadi pada tubuh karena terdapat beberapa kondisi yang berbeda. Selain itu
diperlukan adanya penelitian lebih lanjut untuk mengetahui mekanisme yang
menyebabkan terjadinya relaksasi pada otot polos vesika urinaria yang disebabkan
oleh ekstrak daun Orthosiphon aristatus.
26

Penelitian ini dapat dikembangkan untuk meneliti pengaruh ekstrak daun


Orthosiphon aristatus terhadap otot polos vesika urinaria yang abnormal seperti
pada overactive bladder. Kontraksi otot polos vesika urinaria pada overactive
bladder dapat mengalami keadaan abnormal pada fase pengisian urin dan
menyebabkan beberapa gejala saluran kemih bawah antara lain urgensi dengan
atau tanpa urge urinary incontinence, biasanya dengan frekuensi dan nokturia.6,25
Di Asia, overactive bladder memiliki prevalensi yang tinggi yaitu 30 % dari total
responden sebesar 2369. Lalu di Indonesia memiliki prevalensi sebesar 43 % dari
242 orang responden. Akan tetapi pengobatan pada gejala tersebut di Asia sangat
rendah dibandingkan dengan negara-negara barat. Sehingga diperlukan adanya
penelitian lebih lanjut yang menunjang manajemen dari overactive bladder.26
27

BAB 5
SIMPULAN DAN SARAN

5.1. Simpulan
Dari penelitian ini didapatkan adanya perbedaan yang bermakna (p<0,05)
antara rerata persentase kontraksi strip otot polos vesika urinaria guinea pig yang
diberikan dimetil sulfoksida dengan ekstrak daun Orthosiphon aristatus pada
kadar 10-6 %, 10-5 %, 10-4 %, dan 10-3 %. Hal ini menunjukkan ekstrak daun
Orthosiphon aristatus terbukti menurunkan kontraktilitas otot polos vesika
urinaria guinea pig.

5.2. Saran
Bagi peneliti berikutnya,
1. Dilakukan pengujian ekstrak daun Orthosiphon aristatus untuk
mengetahui substansi yang berperan menyebabkan penurunan kontraksi
pada otot polos.
2. Dilakukan pengujian ekstrak daun Orthosiphon aristatus pada otot polos
vesika urinaria yang abnormal.
3. Dilakukan pengujian ekstrak daun Orthosiphon aristatus untuk
mengetahui manfaatnya terhadap organ-organ tubuh lainnya.
4. Dilakukan pengujian ekstrak bagian-bagian tanaman Orthosiphon
aristatus lainnya untuk mengetahui manfaat lain dari tanaman
Orthosiphon aristatus.

27
28

DAFTAR PUSTAKA

1. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Kebijakan Obat Tradisional


Nasional. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
381/Menkes/SK/III/2007, 2007.

2. Kannapan N, Madhukar A, Mariymmal, Sindhura PU, Mannavalan R.


Evaluation of Nephroprotective Activity of Orthosiphon Stamineus Benth
Extract Using Rat Model. Int J PharmTech Res 2010; 2:209-215.

3. Han CJ, Hussin AHJ. Effect of the Orthosiphon stamineus, benth on


Aminopyrine Metabolism in Rat Hepatocytes. Malaysian J Pharm Sci
2007; 5: 25-32

4. Neharkar V, Laware S. Antibacterial and Antifungal Activity of Hydro-


Alcoholic Extract of Orthosiphon stamineus benth. Int J of Pharm and
Chem Sci 2013; 2: 713-715

5. Ohashi K, Bohgaki T, Shibuya H. Antihypertensive Substance in Leaves


of Kumis Kucing (Orthosiphon aristatus) in Java Island. Yakugaku Zasshi
2000; 120: 474-82

6. Finney SM, Andersson KE, Gillespie JI, Stewart LH. Antimuscarinic


Drugs in Detrusor Overactivity and the Overactive Bladder Syndrome:
Motor or Sensory Actions? BJU Int 2006; 98: 503-507

7. Shibuya H, Ohashi K, Kitagawa I. Search for Pharmacochemical Leads


from Tropical Rainforest Plants. Pure Appl Chem 1999; 71: 1109-1113

8. Adnyana IK, Setiawan F, Insanu M. From Ethnopharmacology to Clinical


Study of Orthosiphon stamineus Benth. Int J Phar Pharm Sci 2013; 5: 66-
73

9. Rini THA. Kajian Keamanan dan Aktivitas Immunomodulator Ekstrak


Daun Kumis Kucing (Orthosiphon stamineus Benth) dan Bunga Knop
(Gomphrena globosa L.). Ilmu Pangan, Magister [thesis]. Bogor: Institut
Pertanian Bogor; 2006

10. Mun’im A, Hanani E. Fitoterapi Dasar. Jakarta: Dian Rakyat; 2011

11. Aminudin I. Kandungan Sinensetin dan Kalium pada Kumis Kucing


(Orthosiphon aristatus (Bl) Miq) di Bawah Berbagai Tingkat Penutupan
Tajuk. Ilmu Pengetahuan Kehutanan, Magister [thesis]. Bogor: Institut
Pertanian Bogor; 2004
29

12. Tortora GJ, Derrickson B. Principles of Anatomy and Physiology.


Hoboken: John Wily & Sons; 2009

13. Tanagho EA, McAninch JW. Smith’s General Urology. The McGraw-
Hill; 2008

14. Martini FH, Nath JL, Bartholomew EF. Fundamentals of Anatomy &
Physiology. San Francisco: Benjamin Cummings; 2012

15. Fry CH, Meng E, Young JS. The Physiological Function of Lower Urinary
Tract Smooth Muscle. Autonomic Neuroscience: Basic and Clinical 2010;
154:3-13.

16. Sherwood L. Introduction to Human Physiology. Brooks/Cole, Cengange


Learning; 2013.

17. Barrett KE, Barman SM, Boitano S, Brooks HL. Ganong’s Review of
Medical Physiology. The McGraw-Hill; 2010.

18. Fry CH. Experimental Models to Study the Physiology, Pathophysiology,


and Pharmacology of the Lower Urinary Tract. J of Pharm and
Toxicological Methods 2004; 49:201-210.

19. Sibley GN. A Comparison of Spontaneous and Nerve-Mediated Activity


in Bladder Muscle from Man, Pig, and Rabbit. J Physiol 1984; 354: 431-
443.

20. Ohashi K, Bohgaki T, Matsubara T, Shibuya H. Chemical Structures of


Two New Migrated Pimarane-type Diterpenes, Neoorthosiphols A and B,
and Suppressive Effects on Rat Thoracic Aorta of Chemical Constituents
Isolated from the Leaves of Orthosiphon aristatus (Lamiaceae). Chem
Pharm Bull 2000; 48(3): 433-435.

21. Schneider T, Fetscher C, Krege S, Michel MC. Signal Transduction


Underlying Carbachol-Induced Contraction of Human Urinary Bladder.
The Journal of Pharm and Experimental Therapeutics 2004; 309: 1148-
1153.

22. Matsubara T, Bohgaki T, Watarai M, Suzuki H, Ohashi K, Shibuya H.


Antihypertensive Action of Methylripariochromene A from Orthosiphon
aristatus, an Indonesian Traditional Medical Plant. Biol Pharm Bull 1999;
22(10): 1083-1088.

23. Manshor NM, Dewa A, Asmawi MZ, Ismail Z, Razali N, Hassan Z.


Vascular Reactivity Concerning Orthosiphon stamineus Benth-Mediated
Antihypertensive in Aortic Rings of Spontaneously Hypertensive Rats. Int
J Vascular Med 2013; 2013.
30

24. Ramirez JH, Palacios M, Gutierrez O. Implementation of the Tehnique in


Isolated Organ Vascular as Tool for the Validation of Medical Plants:
Study of the Vasodilator Effect of the S. scutellarioides. Colomb Med
2007; 38.

25. Chapple CR, Khullar V, Gabriel Z, Muston D, Bitoun CE, Weinstein D.


The Effects of Antimuscarinic Treatments in Overactive Bladder: an
Update of a Systematic Review and Meta-Analysis. European Urology
2008; 54: 543-562.

26. Moorthy P, Lapitan MC, Quek PLC, Lim PHC. Prevalence of overactive
bladder in Asian Men: an Epidemiological Survey. BJU Int 2004; 93: 528-
531.
31

LAMPIRAN

Lampiran 1
Surat Hasil Determinasi Tumbuhan

Gambar 6.1. Surat hasil determinasi Tumbuhan


32

Lampiran 2
Surat Pengujian Ekstrak

Gambar 6.2. Surat pengujian ekstrak


33

Lampiran 3
Cara Pembuatan Ekstrak

Simplisia dijadikan serbuk

Serbuk simplisia dicampur


pelarut

Diaduk dengan stirer ± 3 jam

Mengendapkan selama 24
jam

Ampas Filtrat 1

Ditambah pelarut

Aduk selama 1 jam

Saring dengan
kertas saring

Ampas Filtrat 2

Ekstrak adalah filtrat 1 dicampur dengan filtrat 2

Gambar 6.3. Alur pembuatan ekstrak


34

Lampiran 4
Surat Peminjaman Laboratorium Multiguna

Gambar 6.4. Surat peminjaman laboratorium multiguna


35

Lampiran 5
Data Persentase Kontraksi Strip Otot Polos dengan Pemberian DMSO

Tabel 6.1. Persentase Kontraksi Strip Otot Polos dengan Pemberian DMSO
Carbachol DMSO1 DMSO2 DMSO3 DMSO4 DMSO5
Strip 1 100 89,11902727 51,76184076 45,81620463 35,73431626 29,55903473
Strip 2 100 75,43189285 47,3496248 40,85012115 43,27182014 39,80424486
Strip 3 100 85,053522 65,51084708 55,51891614 42,43242051 36,76369927
Strip 4 100 90,69387538 50,99267967 50,04517007 32,3744773 28,575667
Strip 5 100 74,49000693 67,1107702 56,27335796 54,2456151 50,36480385
Strip 6 100 88,8161038 62,83979179 43,53413871 42,00626691 40,03386343
Strip 7 100 81,04595968 61,05946906 58,86664823 54,1567274 50,73311558
Strip 8 100 86,30367889 66,03461494 57,85792936 57,22879663 51,49670258

Rerata 100 83,86925835 59,08245479 51,09531078 45,18130503 40,91639141


36

Lampiran 6
Data Persentase Kontraksi Strip Otot Polos dengan Pemberian Ekstrak
Daun Orthosiphon aristatus

Tabel 6.2. Persentase Kontraksi Strip Otot Polos dengan Pemberian Ekstrak Daun
Orthosiphon aristatus
Carbachol KK10-6 % KK10-5 % KK10-4 % KK10-3 % KK10-2 %
Strip 1 100 66,23489934 53,54428902 46,77165979 42,76347244 41,96897356
Strip 2 100 72,2599236 51,54587392 44,80298204 40,50784503 40,4922475
Strip 3 100 52,31342936 40,38707043 34,46756496 32,73404349 31,68560929
Strip 4 100 52,22804651 31,95123327 31,89943017 31,7824885 31,55116967
Strip 5 100 47,72275058 35,82253527 35,63085199 33,35163218 31,74683541
Strip 6 100 38,55019669 34,99860349 34,76405346 33,61251385 32,51093782
Strip 7 100 65,91444938 39,71182642 36,22801146 33,44644004 33,34187771
Strip 8 100 50,93749856 33,09005091 31,08216259 29,28982835 26,60587585
Strip 9 100 60,31584092 39,14735514 34,07140768 29,45461897 29,21854299
Strip 10 100 55,55088048 37,39749721 31,23049955 29,40907643 26,10244712
Strip 11 100 67,53206974 43,89918764 38,07606583 34,01193983 33,00019457
Strip 12 100 70,28119324 49,11259757 41,90852431 39,23536904 32,09575003
Strip 13 100 73,23081002 49,81147717 47,45325854 47,25484668 46,78417082

Rerata 100 59,46707603 41,57073827 37,56819018 35,14262422 33,62343326


37

Lampiran 7
Uji Normalitas Data

Tabel 6.3. Uji normalitas data kontraksi strip otot polos dengan pemberian ekstrak
daun Orthosiphon aristatus 10-6%
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

Statistic df Sig. Statistic df Sig.

KK 10-6% .187 13 .200* .938 13 .431

Tabel 6.4. Uji normalitas data kontraksi strip otot polos dengan Pemberian ekstrak
daun Orthosiphon aristatus 10-5%
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

Statistic df Sig. Statistic df Sig.

KK 10-5% .180 13 .200* .922 13 .269

Tabel 6.5. Uji normalitas data kontraksi strip otot polos dengan pemberian ekstrak
daun Orthosiphon aristatus 10-4%
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

Statistic df Sig. Statistic df Sig.

KK 10-4% .207 13 .133 .882 13 .076

Tabel 6.6. Uji normalitas data kontraksi strip otot polos dengan pemberian ekstrak
daun Orthosiphon aristatus 10-3%
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

Statistic df Sig. Statistic df Sig.

KK 10-3% .272 13 .009 .876 13 .062


38

(Lanjutan)

Tabel 6.7. Uji normalitas data kontraksi strip otot polos dengan pemberian ekstrak
daun Orthosiphon aristatus 10-2%
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

Statistic df Sig. Statistic df Sig.

KK 10-2% .288 13 .004 .873 13 .058

Tabel 6.8. Uji normalitas data kontraksi strip otot polos dengan pemberian DMSO
pertama
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

Statistic df Sig. Statistic df Sig.

DMSO1 .200 8 .200* .887 8 .220

Tabel 6.9. Uji normalitas data kontraksi strip otot polos dengan pemberian DMSO
kedua
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

Statistic df Sig. Statistic df Sig.

DMSO2 .225 8 .200* .862 8 .125

Tabel 6.10. Uji normalitas data kontraksi strip otot polos dengan pemberian
DMSO ketiga
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

Statistic df Sig. Statistic df Sig.

DMSO3 .236 8 .200* .899 8 .281


39

(Lanjutan)

Tabel 6.11. Uji normalitas data kontraksi strip otot polos dengan pemberian
DMSO keempat
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

Statistic df Sig. Statistic df Sig.

DMSO4 .212 8 .200* .914 8 .381

Tabel 6.12. Uji normalitas data kontraksi strip otot polos dengan pemberian
DMSO kelima
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wi/lk

Statistic df Sig. Statistic df Sig.

DMSO5 .222 8 .200* .881 8 .194


40

Lampiran 7
Uji Independent Samples t Test

Tabel 6.13. Uji Independent Samples t Test


t-test for Equality of Means

95% Confidence Interval of the

Sig. (2- Mean Std. Error Difference


t Df tailed) Difference Difference Lower Upper

KK10-6% (1) -5.804 19 .000 -2.440218232E1 4.204449425 -3.320219610E1 -1.560216854E1

(2) -6.572 18.982 .000 -2.440218232E1 3.713261752 -3.217462202E1 -1.662974261E1

KK10-5% (1) -5.191 19 .000 -1.751171652E1 3.373339768 -2.457219780E1 -1.045123524E1

(2) -5.104 14.159 .000 -1.751171652E1 3.431117631 -2.486297747E1 -1.016045557E1

KK10-4% (1) -4.801 19 .000 -1.352712060E1 2.817760310 -1.942476071E1 -7.629480490

(2) -4.580 12.817 .001 -1.352712060E1 2.953367842 -1.991677717E1 -7.137464023

KK10-3% (1) -3.144 19 .005 -1.003868081E1 3.192466007 -1.672058896E1 -3.356772669

(2) -2.804 10.303 .018 -1.003868081E1 3.579691517 -1.798304558E1 -2.094316048

KK10-2% (1) -2.205 19 .040 -7.292958156 3.306897960 -1.421437513E1 -.371541179

(2) -1.989 10.672 .073 -7.292958156 3.666436184 -1.539309357E1 .807177257

1 : Equal variances assumed


2 : Equal variances not assumed
41

Lampiran 8
Gambar Proses Penelitian

Gambar 6.5. Proses mematikan hewan Gambar 6.6. Proses pembedahan hewan
coba coba

Gambar 6.7. Vesika urinaria yang telah Gambar 6.8. Alat-alat untuk membuat
diambil dari guinea pig strip otot polos

Gambar 6.9. Proses pemotongan strip Gambar 6.10. Ekstrak daun Orthosiphon

otot polos aristatus


42

(Lanjutan)

Gambar 6.11. Organ bath

Gambar 6.12. Water jacketed chamber Gambar 6.13. Water heater


43

(Lanjutan)

Gambar 6.14. Proses pengikatan strip otot polos

Gambar 6.15. Proses penggantungan strip Gambar 6.16. Proses memberikan


otot polos tegangan istirahat pada strip otot polos

Gambar 6.17. Proses pengujian dengan ekstrak daun Orthosiphon aristatus


44

Lampiran 9
DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Erwanda Desire Budiman

Tempat, tanggal lahir : Jakarta, 28 Desember 1992

Alamat : Melati Mas Residence Blok SR-6 No.11

Serpong Utara, Tangerang Selatan

No. HP : +6281381281292

Email : erwandadesire@gmail.com

Riwayat Pendidikan :

1. TK Tritunggal (1996-1998)
2. SD Tritunggal (1998-2004)
3. SMP Pembangunan Jaya (2004-2007)
4. SMA Labschool Kebayoran (2007-2010)
5. PSPD FKIK UIN Jakarta (2010-sekarang)

Ahd

Anda mungkin juga menyukai