Anda di halaman 1dari 37

PANDUAN PRAKTIK KLINIK

Hipertensi
dalam
Kehamilan

Perkumpulan Obstetri & Ginekologi Indonesia


Cabang Jawa Barat
2018
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI.... .......................................................................................................... i


KATA PENGANTAR................................................................................................... ii
KATA SAMBUTAN KETUA POGI CABANG JAWA BARAT .......................................... iii
SURAT KEPUTUSAN POGI JABAR TENTANG PANDUAN PRAKTIK KLINIK ................. iv
KONTRIBUTOR......................................................................................................... v
PERAWATAN ANTENATAL ....................................................................................... 1
PREEKLAMSI & PREEKLAMSI BERAT ........................................................................ 7
EKLAMSI .................................................................................................................. 17
PROGRAM AKSELERASI PENURUNAN ANGKA KEMATIAN IBU POGI JABAR
Zero mOther mOrtality preeclaMpsia (ZOOM) ....................................................... 25

i
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Warrahmatullah Wabarakatuh


Salam sejahtera, om swastiastu, nammo buddhaya
Preeklamsi sudah seharusnya dapat dideteksi dan dikelola dengan baik
sebelum timbulnya kejang (eklampsia) dan komplikasi yang mengancam jiwa
lainnya. Pemberian obat-obatan seperti magnesium sulfat untuk preeklamsi dapat
menurunkan risiko seorang wanita menjadi eklamsi atau timbulnya komplikasi
yang berat dan mengakibatkan kematian pada ibu hamil. Gangguan hipertensi
pada kehamilan umumnya berlanjut ke tahap penyakit yang lebih rumit, dan
banyak kelahiran dan kematian terjadi di daerah perifer atau perkotaan akibat
hipertensi dalam kehamilan (HDK).
Kematian ibu disebabkan oleh HDK secara global menempati nomor 2
setelah kasus perdarahan, demikian pula di Indonesia. Pada tahun 2016 dalam
rangka menunjang kegiatan penurunan angka kematian ibu, Perkumpulan Obstetri
dan Ginekologi Indonesia (POGI) bersama Kantor Kementerian Kesehatan
mengeluarkan Panduan Nasional Praktik Kedokteran (PNPK) tentang Preeklamsi
yang menjadi dasar untuk pembuatan standar pelayanan preeklamsi di seluruh
Indonesia dan diharapkan mampu membantu mempercepat penurunkan Angka
Kematian Ibu (AKI).
Atas dasar tersebut POGI Jabar atas izin Tuhan Yang maha Esa
mengeluarkan Panduan Praktik Klinik (PPK) Hipertensi Dalam Kehamilan. Atas
kerjasama berbagai pihak buku PPK ini diselesaikan dan diterbitkan yang
merupakan turunan dari PNPK preeklamsi tahun 2016 yang dikeluarkan PB POGI.
Buku PPK ini merupakan panduan untuk praktek harian di layanan primer,
sekunder maupun tersier. POGI Jabar berharap PPK tentang HDK ini dapat
dijadikan panduan penanganan kasus di seluruh Jawa Barat yang dapat digunakan
mulai tenaga kesehatan, bidan, dokter, spesialis dan tenaga terkait, sehingga
dapat diturunkan sesegera mungkin AKI di Jawa Barat.
Selamat bertugas, semoga AKI di Jawa Barat dapat diturunkan dengan segera.
Bandung, 12 Juli 2018

Dr. Adhi Pribadi, dr., SpOG(K)


Koordinator Pendidikan POGI
Cabang Jawa Barat

ii
KATA SAMBUTAN
KETUA POGI CABANG JAWA BARAT
Assalamualaikum Warrahmatullah Wabarakatuh
Salam sejahtera, om swastiastu, nammo buddhaya
Sejawat dokter ahli kebidanan dan kandungan yang terhormat , seperti kita
ketahui bersama bahwa angka kematian ibu, bayi dan balita di Indonesia masih
cukup tinggi walaupun sudah mengalami penurunan dengan berbagai upaya
bersama kita khususnya di Jawa Barat ( AKI 84,78/100.000 kelahiran hidup 2016 )
Dalam kontribusi untuk penurunan angka kematian ibu, bayi dan balita POGI Jawa
Barat atas prakarsa Dr. Adhi Pribadi. dr., SpOG(K) dan kawan-kawan sebagai
anggota POGI Jabar berupaya membuat buku “ Panduan Praktik Klinik Hipertensi
Dalam Kehamilan” sebagai buku panduan praktis yang dapat diaplikasikan di
fasilitas kesehatan di tingkat primer sampai Rumah Sakit – Rumah Sakit Tingkat
sekunder maupun tersier tempat sejawat SpOG bekerja. Untuk upaya tersebut
POGI Jabar memberikan apresiasi yang besar dan terimakasih atas jerih payah
yang telah dilakukan.
POGI Jabar telah menggulirkan berbagai program dalam upaya untuk membantu
memecahkan masalah problem AKI di Jawa Barat dengan program-program
optimalisasi PONED/PONEK, Zero mOther mOrtality preeclaMpsia (ZOOM), Bakti
Sosial skrining ibu hamil risiko tinggi, RS Sayang Ibu dan lain-lain bekerjasama
dangan instansi terkait, yang intinya peningkatan kesadaran seluruh anggota POGI
Jabar bahwa Angka Kematian Ibu merupakan tanggungjawab utama yang besar
sebagai dokter yang profesinya berhubungan langsung dengan masalah tersebut.
Harapan kami buku Panduan Praktik Klinik ini dapat bermanfaat dan terimakasih
pada seluruh tim yang telah berupaya dengan sungguh sungguh membuat buku
panduan ini terwujud.
Wassalam

Dr. Yudi Mulyana Hidayat. dr., SpOG(K), Dipl MAS


Ketua POGI Jawa Barat

iii
iv
KONTRIBUTOR

1. Prof.Dr.dr. Djamhoer MAS, SpOG(K), MSPH 33. dr. Ali Budi Harsono, SpOG(K)
2. Prof. Dr.dr. Dinan S. Bratakoesoema, SpOG(K) 34. dr. Dodi Suardi, SpOG(K)
3. Prof.dr. Hidayat Wijayanegara, SpOG(K) 35. dr. Gatot N. A. Winarno, SpOG(K), MKes
4. Prof.Dr.dr. Firman F. Wirakusumah, SpOG(K) 36. dr. Siti Salima, SpOG
5. Prof. Dr.dr. Sofie R. Krisnadi, SpOG(K) 37. dr. Andi Kurniadi, SpOG, Mkes
6. Prof. dr. Herman Susanto, SpOG(K) 38. dr. R. M. Sonny Sasotya, SpOG(K)
7. Prof. Dr.dr. Johanes C. Mose, SpOG(K) 39. dr. M. Rizkar Arev Sukarsa, SpOG(K)
8. Prof. dr. Duddy S. Nataprawira, SpOG(K) 40. dr. Edwin A.,SpOG(K),MM,MHKes,MMRS
9. Prof. Dr. dr. Jusuf Sulaeman Effendi, SpOG(K) 41. dr. Eppy Darmadi Achmad, SpOG(K), Mkes
10. Dr.dr. Udin Sabarudin, SpOG(K), MM, MHKes 42. dr. Andi Rinaldi, SpOG
11. Dr. dr. Anita Deborah Anwar, SpOG(K) 43. dr. Dini Pusianawati, SpOG(K)
12. Dr. dr. Budi Handono, SpOG(K)MH.Kes 44. dr. Dini Hidayat, SpOG(K), MKes
13. Dr. dr. Adhi Pribadi, SpOG(K) 45. dr. Mulya Nusa Amarullah R., SpOG (K), MKes
14. Dr.dr. Benny Hasan Purwara, SpOG(K) 46. dr. Dian Tjahyadi, SpOG(K), MMRS
15. Dr. dr. Supriadi Gandamihardja, SpOG(K) 47. dr. Windi Nurdiawan, SpOG, M.Kes
16. Dr. dr. Maringan D. L. Tobing, SpOG(K),MKes 48. dr. Artha Falentin Putri Susilo, SpOG
17. Dr. dr. Yudi Mulyana Hidayat, SpOG(K) 49. dr. Isfihany Zaenudin Kartadiradja., SpOG(K)
18. Dr. dr. Nanang W. Astarto, SpOG(K), MARS 50. dr. Unggul yudatmo., SpOG
19. Dr. dr. Wiryawan Permadi, SpOG(K)
20. Dr. dr. Tono Djuwantono, SpOG(K), MKes
21. Dr. dr. Tita Husnitawati Madjid, SpOG(K)
22. Dr. dr. Ruswana Anwar, SpOG(K), MKes
23. Dr. dr. Anita Rachmawati, SpOG(K)
24. Dr. dr. Hartanto Bayuaji, SpOG(K)
25. Dr. dr. Hanom Husni Syam, SpOG(K), MKes
26. Dr. dr. Ahmad Yogi Pramatirta, SpOG(K),Mkes
27. Dr.dr. Hadi Susiarno, SpOG(K), MKes, MHKes
28. Dr. dr. Zulvayanti, SpOG(K),MKes
29. Dr.dr. Triono Eddy Mulianto.,SpOG, MKes, MHKes
30. dr. Setyorini Irianti, SpOG(K)
31. dr. Muhammad Alamsyah, SpOG(K), KIC, MKes
32. dr. Amillia Siddiq, SpOG(K), Msi

v
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
HIPERTENSI DALAM KEHAMILAN
POGI JABAR
2018

I. PERAWATAN ANTENATAL
(Tujuan: Pencegahan Preeklamsi)
1. Definisi Pemeriksaan antenatal adalah upaya preventif program
pelayanan kesehatan obstetri untuk optimalisasi luaran
maternal dan neonatal melalui serangkaian kegiatan
pemantauan rutin selama kehamilan. Untuk melakukan
perawatan antenatal yang baik, petugas pelaksana
perawatan harus memiliki kompetensi untuk mengenali
perubahan hormonal, anatomi, dan fisiologi yang terkait
dengan proses kehamilan. Pemahaman perubahan
fisiologis tersebut adalah dasar untuk mengenali kondisi
patologis kesehatan ibu dan bayi yang dikandungnya,
termasuk melakukan rujukan optimal dan tepat waktu.
2. Tujuan a. Membangun rasa saling percaya antara klien dan
petugas kesehatan
b. Mengupayakan kondisi terbaik bagi ibu dan bayi yang
dikandungnya
c. Memperoleh informasi dasar tentang kesehatan ibu
dan kehamilannya
d. Mengidentifikasi dan menatalaksana kehamilan risiko
tinggi secara umum dan khususnya preeklamsi-eklamsi
e. Memberikan edukasi untuk menjaga kualitas kehamilan
f. Menghindarkan masalah kesehatan yang dapat
membahayakan ibu hamil dan bayi yang dikandungnya.

1
3. Pengamatan Agar dapat melakukan perawatan antenatal, petugas
Dan kesehatan harus mengetahui hal-hal berikut ini:
Pemeriksaan 1. Perubahan fisiologis hormonal pada kehamilan
Antenatal 2. Uji hormonal kehamilan
3. Perubahan anatomi dan fisiologi pada kehamilan
4. Jadwal kunjungan perawatan antenatal
5. Pemeriksaan rutin dan penelusuran penyulit selama
kehamilan
a. Pemeriksaan Umum (generalis)
b. Pemeriksaan Khusus (lokal)
c. Pemeriksaan Abdomen
 Inspeksi
 Palpasi
 Auskultasi
d. Pemeriksaan laboratorium
e. Pemeriksaan tambahan (Ultrasonografi, Rontgen,
Genetika, dsb)
6. Pemantauan gejala dan tanda bahaya selama
kehamilan
a. Perdarahan pada kehamilan muda dan lanjut
b. Hipertensi atau Kejang
c. Nyeri perut menjelang persalinan
d. Beberapa gejala dan tanda Terkait dengan
gangguan kehamilan adalah:
 Muntah berlebihan yang berlangsung selama
kehamilan
 Disuria
 Menggigil atau demam
 Ketuban Pecah Dini atau Sebelum Waktunya
 Uterus lebih besar/lebih kecil dari usia
kehamilan yang sesungguhnya.
e. Gangguan kesehatan dan penyakit berbahaya yang
menyertai kehamilan
 Tuberkulosis Paru
 Malaria
 Hepatitis B
 Infeksi Menular Seksual (IMS)
2
 Payah jantung
 HIV/AIDS (Prevention of Mother to Child
Transmission-PMTCT)
7. Pemantauan pada kunjungan berkala perawatan
antenatal Anjurkan ibu untuk melakukan kunjungan
antenatal secara berkala dan teratur. Lakukan
pemeriksaan dan pencatatan kesehatan ibu hamil dari
satu kunjungan ke kunjungan berikutnya, yaitu:
 Keluhan yang dirasakan oleh ibu hamil
 Hasil pemeriksaan setiap kunjungan
 Menilai Kesejahteraan Janin
8. Edukasi kesehatan bagi ibu hamil
Kunjungan antenatal memberi kesempatan bagi petugas
kesehatan untuk memberikan informasi kesehatan esensial
bagi ibu hamil dan keluarganya. Beberapa informasi
penting tersebut adalah:
a. Nutrisi yang adekuat
Kalori : 2200 Kkal
Dengan gizi seimbang
Kalsium : 1,5-2 gram/ hari (Suplementasi : 1gram
sisanya didapat dari makan dan minum)
Suplemen Zat besi : bila perlu
Asam folat : 400 mcg/hari
b. Perawatan payudara
c. Perawatan gigi
d. Kebersihan tubuh dan pakaian
9. Telaah Faktor Risiko untuk preeklamsi dan
pertumbuhan janin terhambat yang ada sebelum
konsepsi:
 Penyakit ginjal /hipertensi
 Diabetes pregestasional
 SLE/artritis rheumatoid
 Thrombofilia
 Hipertiroid yang tidak terkontrol
 Sindrom polikistik ovarium
 Usia diatas 40 tahun
 Usia dibawah 20 tahun
3
 Obesitas/resistensi insulin
 BBLR maternal
 Maternal preterm
 Preeklamsi kehamilan sebelumnya
 Donor inseminasi/donasi oosit
 Donasi embrio
 Merokok
 Riwayat keluarga preeklamsi
 Riwayat peny kardiovaskuler
 Kehamilan multipel
 Infeksi maternal
 Abnormalitas kromosom
 Partner yg menyebabkan preeklamsi
pd pasangan lain
UPAYA PENCEGAHAN TERJADINYA PREEKLAMSI
1. Pemberi Pelayanan Kesehatan tingkat I (PPK I)
 Penemuan kasus risiko tinggi seperti diatas atau
kehamilan multigravida dengan riwayat HDK pada
kehamilan sebelumnya, selanjutnya bila ditemukan
dapat dilakukan konsultasi dengan spesialis obstetri &
ginekologi di PPK II atau III.
 Proses pencegahan dapat diberikan suplemen
kalsium 1 gram pada semua kehamilan sejak 13
minggu kehamilan (pada daerah dengan diet kalsium
rendah) dengan anjuran cukup air minum.
2. Pemberi Pelayanan Kesehatan tingkat II-III (PPK II-III)
 Pada kasus dengan risiko tinggi dapat dilakukan
pencegahan terjadinya preeklamsi dengan pemberian
obat sbb:
Anti agregasi: Asetosal 80 mg
(Pemberian asetosal harus dalam pengawasan dokter)
Kalsium : Suplemen 1 gram ( Terutama pada daerah
rendah konsumsi kalsium )
Pemberian kombinasi asetosal & kalsium dapat
4
diberikan sejak 13 minggu kehamilan.
 Pada gravida satu (G1P0A0), dianjurkan pemeriksaan
arteri uterina untuk mendeteksi adanya gambaran
takik (notch) atau high impedance pada akhir
trimester pertama. Bila terdapat gambaran takik atau
high impedance, dianjurkan pemberian obat
pencegahan, sbb:
Anti agregasi: Asetosal 80 mg
(Pemberian asetosal harus dalam pengawasan dokter)
Kalsium : Suplemen 1 gram ( Terutama pada daerah
rendah konsumsi kalsium )
Catatan:
pemberian obat tersebut tetap memperhatikan
indikasi serta kontraindikasi pada saat itu.

5
6
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
HIPERTENSI DALAM KEHAMILAN
POGI JABAR
2018
II. PREEKLAMSI & PREKLAMSI BERAT
1. Definisi Preeklamsi adalah timbulnya hipertensi dapat
disertai proteinuri akibat kehamilan, setelah
umur kehamilan 20 minggu sampai berlangsung 3
bulan pasca persalinan.

2. Anamnesis 1. Umur kehamilan > 20 minggu s/d 3 bulan


pascasalin
2. Hipertensi
3. Tidak ada: kejang, penurunan kesadaran,
penglihatan kabur, nyeri kepala hebat, nyeri
ulu hati.
3. Pemeriksaan 1. Preeklamsi :
Fisik Diagnosis preeklamsi didasarkan atas
timbulnya hipertensi (sistolik antara 140-<160
mmHg dan diastolik antara 90-<110 mmHg)
disertai proteinuri (> 300 mg/24 jam, atau 1+
dipstick).
2. Preeklamsi berat :
Bila didapatkan satu atau lebih gejala di bawah
ini preeklamsi digolongkan berat.
 Tekanan darah sistolik > 160 mmHg atau
tekanan darah diastolik > 110 mmHg.
 Proteinuri > 2 g/24 jam atau > 2 + dalam
pemeriksaan kualitatif (dipstick)
 Kreatinin serum > 1,2 mg% disertai oliguria
(< 400 ml/ 24 jam)
 Trombosit < 100.000/mm3
 Angiolisis mikroangiopati (peningkatan
kadar LDH)
 Peninggian kadar enzim hati (SGOT dan
SGPT)
 Sakit kepala yang menetap atau gangguan

7
visus dan serebral
 Nyeri epigastrium yang menetap
 Pertumbuhan janin terhambat
 Edema paru disertai sianosis
 Adanya " HELLP Syndrome" (H : Hemolysis;
EL : Elevated liver enzymes; LP : Low Platelet
count)
4. Diagnosa Banding  Hipertensi kronik adalah hipertensi pada ibu
hamil yang sudah ditemukan sebelum
kehamilan atau yang ditemukan pada umur
kehamilan kurang dari 20 minggu, dan yang
menetap setelah 12 minggu pasca persalinan.
 Preeklamsi/eklamsi atas dasar hipertensi
kronis adalah timbulnya preeklamsi atau
eklamsi pada pasien hipertensi kronik.
 Hipertensi gestasional adalah timbulnya
hipertensi dalam kehamilan pada wanita yang
tekanan darah sebelumnya normal dan tidak
mempunyai gejala-gejala hipertensi kronik
atau preeklamsi/eklamsi (tidak disertai
proteinuri). Gejala ini akan hilang dalam waktu
< 12 minggu pascasalin.
5. Pemeriksaan  Preeklamsi : urin lengkap
Penunjang  Preeklamsi Berat
Pemeriksaan laboratorium:(bila tersedia
sarana & prasarana
 Pemeriksaan Hb, Ht, Lekosit, Trombosit,
urin lengkap.
 Pemeriksaan elektrolit Na, K, Ca, dan Cl;
kadar glukosa, Urea N, Kreatinin, SGOT,
SGPT, analisa gas darah, asam urat darah.
 Pemeriksaan KTG
 Pemeriksaan foto rontgen thoraks
 Pemeriksaan USG
6. Penatalaksanaan 1. Preeklamsi
Lihat Alogaritma
2. Preeklamsi Berat

8
Rawat bersama dengan Departemen yang
Terkait (Penyakit Dalam, Penyakit Saraf, Mata,
Anestesi, dll).
A. Medikamentosa
 Infus larutan ringer laktat
 Pemberian obat:
A.1 MgSO4
Cara pemberian MgSO4 :
3. Pemberian melalui intravena secara kontinyu
(infus dengan infusion pump):
a. Dosis awal :
4 gram MgSO4 (10 cc MgSO4 40 %) dilarutkan
kedalam 100 cc ringer laktat, diberikan selama
15-20 menit. (Tetesan ± 50 gtt/menit)
b. Dosis pemeliharaan :
10 gram (25cc MgSO4 40%) dalam 500 cc
cairan RL, diberikan dengan kecepatan 1-2
gram/jam (20-30 tetes per menit)
 Syarat-syarat pemberian MgSO4
- Harus tersedia antidotum MgSO4,
yaitu kalsium glukonas 10% (1 gram
dalam 10 cc) diberikan i.v dalam waktu
3-5 menit.
- Refleks patella (+) kuat
- Frekuensi pernafasan > 16 kali per
menit
- Produksi urin > 30 cc dalam 1 jam
sebelumnya (0,5 cc/kg bb/jam)
 Sulfas magnesikus dihentikan bila:
- Ada tanda-tanda intoksikasi
- Setelah 24 jam pascasalin
- Dalam 6 jam pascasalin sudah terjadi
perbaikan tekanan darah
(normotensif)
A.2 Antihipertensi
Diberikan terutama bila tekanan darah mencapai:
 Sistolik > 160 mmHg
9
 Diastolik > 110 mmHg
Dapat diberikan : (Gawat Darurat)
 Nifedipin: 10 mg per oral dan dapat
diulangi setiap 30 menit (maksimal 120
mg/24 jam) sampai terjadi penurunan
MABP 20% . Selanjutnya diberikan dosis
rumatan 3x10mg ( pemberian nifedipine
tidak diperkenankan diberikan sub
lingual)
 Nikardipine diberikan bila tekanan darah ≥
180/110 mmHg/ hipertensi emergensi
dengan dosis 1 ampul 10 mg dalam
larutan 50cc per jam atau 2 ampul 10 mg
dalam larutan 100cc tetes per menit
mikro drip. Pelarut yang tidak dapat
digunakan adalah ringer laktat dan
bikarbonat natrikus.

B. Pengelolaan konservatif
1. Indikasi :
Kehamilan preterm (< 34 minggu) tanpa
disertai tanda-tanda impending eklamsi
dengan keadaan janin baik
2. Pengobatan medisinal :
Sama dengan perawatan medisinal
pengelolaan secara aktif. Pemberian MgSO4
dihentikan bila sudah mencapai tanda-
tanda preeklamsi, selambat lambatnya
dalam waktu 24 jam.
3. Pengelolaan obstetrik :
 Selama perawatan konservatif, tindakan
observasi dan evaluasi sama seperti
perawatan aktif, termasuk pemeriksaan
tes tanpa kontraksi dan USG untuk
memantau kesejahteraan janin
 Bila setelah 2 kali 24 jam tidak ada
perbaikan maka keadaan ini dianggap

10
sebagai kegagalan perawat konservatif
pengobatan medisinal dan sangat
dianjurkan untuk dilakukan diterminasi.
Cara terminasi sesuai dengan
pengelolaan aktif.
 Penyulit :
Sindroma HELLP, gagal ginjal, gagal
jantung, edema paru, kelainan
pembekuan darah.
 Konsultasi :
Disiplin ilmu Terkait (Departemen Ilmu
Penyakit Dalam, ICU, Departemen Saraf,
Departemen Mata)
 Perawatan Rumah Sakit
Lampiran protokol
 Terapi
Lampiran protokol
 Izin Tindakan
Seksio sesarea, ekstraksi forsep,
embryotomi
 Lama Perawatan
Lampiran protokol
C. Pengelolaan Aktif
Indikasi
Bila didapatkan satu/lebih keadaan di bawah ini:
Ibu:
 Kehamilan > 34 minggu (dengan kortikosteroid
selama 2 hari telah diberikan, dan memberi
tahu bagian perinatologi sebelum pengakhiran
kehamilan)
 Adanya gejala impending eklamsi
 Gagal perawatan konservatif
Janin:
 Adanya tanda-tanda gawat janin
 Adanya tanda-tanda IUGR

Laboratorik:
 Adanya sindrom HELLP
11
D. Pengelolaan Obstetri
(Cara terminasi kehamilan)
I. Gravida :
1. Dilakukan induksi persalinan:
Bila skor bishop ≥ 6. Bila perlu dilakukan
pematangan serviks dengan misoprostol.
Induksi persalinan harus sudah mencapai
kala II dalam waktu 24 jam. Bila tidak
tercapai, induksi persalinan dianggap
gagal, dan harus disusul dengan seksio
sesarea.
2. Indikasi seksio sesarea :
a. Syarat persalinan pervaginam tidak
terpenuhi
b. Terdapat kontraindikasi persalinan
pervaginam
c. Induksi persalinan gagal
d. Terjadi gawat janin
e. Kelainan letak
f. Bila umur kehamilan < 34 minggu
II. Inpartu :
1. Perjalanan persalinan diikuti dengan grafik
Friedman.
2. Memperpendek kala II
3. Seksio sesarea dilakukan apabila terdapat
kegawatan ibu dan gawat janin.
4. Bila skor bishop ≤ 6 direkomendasikan
tindakan seksio sesarea
5. Anestesia : disesuaikan dengan kemampuan
sarana kesehatan.
Catatan:
Pemeriksaan dalam, amniotomi dan tetes
oksitosin dilakukan sekurang-kurangnya 15 menit
setelah pemberian pengobatan medisinal.
Kala II :
diselesaikan dengan partus buatan (Ektraksi
vakum atau Ektraksi Forsep) kecuali bila terdapat
kontraindikasi.
12
Unit Terkait:
1. Departemen Ilmu Penyakit Dalam
2. ICU
3. Departemen Mata
4. Departemen Saraf

13
PREKLAMSI BERAT

34 Minggu < 34 Minggu


Gawat Janin Gawat Janin (-)
Sindroma Hellp Sindroma Hellp (-)
PJT PJT (-)
Payah Jantung
Gangguan Ginjal
Konservatif
Aktif
MgSO4
R/Antihipertensi
R/Suportif
Kortikosteroid
Terminasi

34 minggu Perbaikan
Tidak Membaik

Rawat
Pervaginam Seksio Sesarea

34
Minggu

14
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
HIPERTENSI DALAM KEHAMILAN
POGI JABAR
2018

III. EKLAMSI
1. Definisi Eklamsi adalah kelainan akut pada
preeklamsi atau preklamsi berat, dalam
kehamilan, persalinan atau nifas yang
ditandai dengan timbulnya kejang dengan
atau tanpa penurunan kesadaraan
(gangguan sistem saraf pusat). Eclampsia
sine eclampsia adalah eklamsi yang ditandai
oleh penurunan kesadaran tanpa kejang
2. Diagnosis Penderita preeklamsi disertai kejang
3. Anamnesis 1. Umur kehamilan > 20 minggu
2. Hipertensi
3. Kejang
4. Penurunan kesadaran
5. Penglihatan kabur
6. Nyeri kepala hebat
7. Nyeri ulu hati
4. Pemeriksaan Fisik 1. Kesadaran: somnolen sampai koma
2. Tanda vital: Tekanan darah >140/90
mmHg
3. Proteinuria minimal +1
4. Penurunan kesadaran tanpa disertai
kejang.
5. Tetanus
5. Diagnosis 1. Epilepsi
Banding 2. Ensefalitis
3. Meningitis
4. Kejang karena kelainan SSP
6. Pemeriksaan 1. Pemeriksaan Hb, Ht, Lekosit,
Penunjang (Bila Sarana Trombosit, urin lengkap, fungsi hati,
& Prasarana Tersedia) fungsi ginjal.
2. Pemeriksaan foto rontgen thoraks

15
3. Pemeriksaan CT scan bila ada
dugaan perdarahan otak.
4. Punksi lumbal, bila ada indikasi.
5. Pemeriksaan elektrolit Na, K, Ca, dan
Cl; kadar glukosa, Urea N, Kreatinin,
SGOT, SGPT, analisa gas darah, asam
urat untuk mencari penyebab kejang
yang lain, atas indikasi
6. Pemeriksaan USG, KTG
7. Terapi  Pengobatan medisinal:
1. Infus larutan ringer laktat
2. Pemberian obat: MgSO4
Cara pemberian MgSO4 sama dengan
preeklamsi berat
 Bila timbul kejang-kejang ulangan
maka dapat diberikan 2g MgSO4
40% IV selama 2 menit, sekurang-
kurangnya 20 menit setelah
pemberian loading dose terakhir.
Dosis tambahan 2 g hanya diberikan
sekali saja. Bila setelah diberi dosis
tambahan masih tetap kejang maka
diberikan amobarbital 3-5
mg/kg/bb/IV pelan-pelan atau
segera perawatan intensif.
 Perawatan pasien dengan serangan
kejang :
 Dirawat di kamar isolasi yang cukup
terang.
 Masukkan sudip lidah/mayo ke dalam
mulut pasien.
 Kepala direndahkan: daerah orofaring
dihisap.
 Fiksasi badan pada tempat tidur harus
cukup longgar guna menghindari
fraktur.

16
 Diuretikum tidak diberikan kecuali bila
ada :
a. edema paru
b. payah jantung kongestif
 Antihipertensi diberikan sesuai dengan
preeklamsi berat
 Kardiotonika:
 Indikasi pemberian kardiotonika
ialah, bila ada tanda-tanda payah
jantung.
 Perawatan dilakukan bersama
dengan Bagian Penyakit Jantung
 Lain-lain :
1. Obat-obat antipiretik
 Diberikan bila suhu rektal di atas
38,5 ° C
 Dapat dibantu dengan pemberian
kompres dingin atau alkohol
2. Antibiotika
 Diberikan atas indikasi

3. Anti nyeri
 Bila pasien gelisah karena kontraksi
rahim dapat diberikan petidin HCl
50-75 mg sekali saja.
 Pengobatan Obstetri :
Sikap terhadap kehamilan
a. Sikap dasar :
 Semua kehamilan dengan eklamsi dan
impending eklamsi harus diakhiri tanpa
memandang umur kehamilan dan
keadaan janin.
 Gejala impending eklamsi, adalah :
 Penglihatan kabur
 Nyeri ulu hati
 Nyeri kepala yang hebat
b. Saat pengakhiran kehamilan :
17
 Terminasi kehamilan impending
eklamsi adalah dengan pervaginam,
seksio sesarea bila ada indikasi obstetri
atau pertimbangan lain.
Perawatan rumah sakit :
Diperlukan perawatan di ruang rawat
intensif, dan ruang HCU (High Care Unit),
bila tersedia.
Penyulit:
Gagal ginjal, gagal jantung, edema paru,
kelainan pembekuan darah, perdarahan
otak, kematian
Informed consent
 Dilakukan informed consent pada
setiap aspek tindakan, baik diagnostik
maupun terapeutik, kecuali bila
keadaan sudah sangat mengancam
jiwa.
Catatan medik:
Mencakup keluhan utama, gejala
klinis, riwayat obstetri, pemeriksaan
fisik & penunjang, terapi, operasi,
perawatan, tindak lanjut, konsultasi,
prognosis
8. Pengobatan Obstetri  Sindroma HELLP
Kumpulan gejala hemolysis, Elevated liver
enzym dan Low Platelets yang merupakan
gejala utama dari sindroma ini.
Diagnosis laboratorium:
 Hemolisis:
 adanya sel-sel spherocytes,
schistocytes, triangular, dan sel Burr
pada apus darah perifer
 kadar bilirubin total > 1,2 mg%
 Kenaikan kadar enzim hati
 kadar SGOT > 70 IU/L
 kadar LDH > 600 IU/L

18
 Trombosit < 100 x 103/mm3
Pengelolaaan :
Pada prinsipnya, pengelolaan terdiri dari:
1. Atasi hipertensi dengan pemberian obat
antihipetensi
(lihat pengelolaan preeklamsi berat).
2. Cegah terjadinya kejang dengan
pemberian MgSO4
(sesuai dengan preeklamsi )
3. Pertahankan keseimbangan cairan dan
elektrolit.
4. Pemberian transfusi trombosit apabila
3
kadar trombosit <30.000/mm untuk
mencegah perdarahan spontan.
5. Kortikosteroid digunakan untuk
pematangan paru janin. Deksametason 2
x 6mg (2 hari), Betametason 1 x 12 mg (2
hari).
6. Dianjurkan persalinan pervaginam,
kecuali bila ditemukan indikasi seperti:
serviks yang belum matang (skor Bishop
< 6), PJT, atau ada kontraindikasi
persalinan pervaginam.
7. Bila akan dilakukan operasi seksio
sesarea, dianjurkan kadar trombosit >
50.000/mm3 bila kurang dari nilai
tersebut, merupakan indikasi untuk
melakukan transfusi suspensi
trombosit.
8. Bila akan melakukan persalinan
pervaginam dianjurkan trombosit
>30.000/mm3
9. Pemasangan drain intraperitoneal
dianjurkan untuk mengantisipasi adanya
perdarahan intraabdominal.
Perawatan pascabedah di ICU atau HCU
merupakan indikasi untuk monitor
komplikasi gagal jantung kongestif dan
19
sindroma distres pernafasan ( sesuai SOP
faskes setempat).
Unit Terkait :
1. Departemen Ilmu Penyakit Dalam
2. Neurologi
3. ICU/HCU
4. Departemen Anestesi
5. Departemen Ilmu Kesehatan Anak

20
EKLAMSI
(Impending Eklamsi)

Rawat di I.C.U
Konsultasi dengan
Bag. Penyakit Dalam
Bag. Neurologi
Intensifis

MgSO4
R/A Antihipertensi
R/Suportif

Dalam Kehamilan Pascasalin

Terminasi Observasi tanda-tanda


impending/eklamsi ulangan

Seksio Sesarea Pervaginam


Inpartu Kala II
Terminal State
Kelainan Sereberal (CVA), Stroke, dsb)
ASA IV (Keputusan Anastesi)
Bila sarana pemantauan pasca S.C tidak
memungkinkan

21
22
Lampiran:
Program Akselerasi Penurunan Angka Kematian Ibu POGI Jabar:
Zero mOther mOrtality preeclaMpsia (ZOOM)
Moto: “preeklamsi bisa tetap ada tetapi ibu harus tetap bernyawa”
Adhi Pribadi

Angka Kematian Ibu (AKI) merupakan salah satu indikator untuk melihat
derajat kesehatan perempuan. Selain itu AKI merupakan salah satu
target (nomor 1) yang telah ditentukan oleh WHO sebagai indikator
kesehatan suatu negara.1 Dari hasil survey yang dilakukan, AKI di
Indonesia telah menurun dari waktu ke waktu, namun demikian masih
relatif tinggi dibandingkan negara Asia lainnya. Jumlah angka kematian
ibu di Indonesia (angka nasional) tahun 1991 sebanyak 390 sedangkan
pada tahun 2015 menurun mencapai 305/100.000 jumlah kelahiran
hidup.2 Di sisi lain, jumlah total kematian ibu Provinsi Jawa Barat tahun
2015 adalah sebanyak 823 orang (angka absolut).3
Rendahnya kesadaran masyarakat tentang kesehatan ibu hamil
menjadi faktor penentu angka kematian, meskipun masih banyak faktor
yang harus diperhatikan untuk menangani masalah ini. Persoalan kematian
yang terjadi pendarahan, preeklamsi-eklamsi dengan komplikasi, aborsi,
dan infeksi. Namun, ternyata masih ada faktor lain yang cukup penting,
misalnya pemberdayaan perempuan yang belum baik, latar belakang
pendidikan, sosioekonomi keluarga, lingkungan masyarakat dan kebijakan
publik. Kaum lelaki pun dituntut harus berupaya lebih aktif dalam segala
permasalahan bidang reproduksi. Oleh karena itu, pandangan yang
menganggap kehamilan adalah peristiwa alamiah perlu diubah secara
sosiokultural agar perempuan dapat lebih mendapat perhatian dari
masyarakat. Sangat diperlukan upaya peningkatan pelayanan perawatan
ibu oleh pemerintah, swasta, maupun masyarakat lainnya terutama
suami.
Kematian ibu disebabkan oleh hipertensi dalam kehamilan (HDK) secara
global menempati nomor 2 setelah kasus perdarahan, demikian pula di

23
Indonesia.4 Pada tahun 2016 dalam rangka menunjang kegiatan
penurunan angka kematian ibu, Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi
Indonesia (POGI) bersama Kantor Kementerian Kesehatan mengeluarkan
Panduan Nasional Praktik Kedokteran (PNPK) tentang Preeklamsi yang
menjadi dasar untuk pembuatan standar pelayanan preeklamsi di seluruh
Indonesia dan diharapkan mampu membantu mempercepat penurunkan
AKI.
Program ZOOM merupakan kegiatan yang dilakukan oleh POGI Cabang Jawa
Barat sejak Maret tahun 2017, dengan visi menurunkan angka kematian
ibu (AKI) serendah mungkin di provinsi Jawa Barat dengan melibatkan
seluruh tenaga kesehatan. Preeklamsi merupakan sasaran pertama
karena mempunyai karakteristik yang dapat dicegah, serta sarana dan
prasarananya telah tersebar luas di provinsi Jawa Barat, sehingga dapat
dilakukan segera. Propinsi Jawa Barat adalah provinsi dengan jumlah
penduduk terbanyak di Indonesia, sehingga bila Jawa Barat dapat
menurunkan AKI secara signifikan akan berdampak pula pada AKI
Indonesia secara nasional. Jawa Barat mempunyai data demografi sebagai
berikut: jumlah penduduk 47.379.389 jiwa, perempuan 23.368.128 jiwa,
jumlah perempuan produktif (15-39 tahun) 9.685.146 jiwa, luas wilayah
35.377,76 km2 dengan rasio penduduk per kilometer 1.339 jiwa.5
Alasan pilihan preeklamsi sebagai target pertama untuk menurunkan
AKI
1. Adanya metode deteksi dini
Deteksi dini didasarkan pada tiga hal utama yang difokuskan
dan saling melengkapi satu sama lain.6,7,8 sebagai berikut:
a. Riwayat medis atau faktor
risiko sebelum kehamilan.
b. Kumpulan parameter biofisik seperti tekanan darah,
kekakuan arteri, pemeriksaan
Doppler pada pembuluh darah ibu.
c. Parameter biokimia, yang bisa memberi petunjuk
tentang gangguan fungsi plasenta.
2. Obat-obatan terjangkau (murah dan mudah dapat)
Tujuan untuk diagnosis dini adalah dengan memulai terapi

24
pencegahan dengan pemberian 100 mg asetilsalisilat (asetosal)
sebelum 16 minggu kehamilan (pengurangan risiko preeklamsia
berat: RR 0,1; 95%, KI 0,1-0,74). Jelas bahwa perhitungan risiko
pada trimester pertama adalah metode yang paling efektif untuk
mencegah preeklamsia.9
Terdapat resistensi asetosal yang diketahui pada 33% wanita, minimal
dosis pemberian setidaknya 100 mg/hari. Kombinasi asetosal dan
heparin dengan berat molekul rendah dalam pencegahan sekunder
tampaknya membawa manfaat tambahan untuk hanya pemberian
asetosal.10,11 Panduan organisasi kesehatan dunia World Health
Organization (WHO) tahun 2011 memberikan acuan pemberian
asetosal berkisar 75 mg/hari sebelum minggu ke 20. Disamping itu
World Health Organization (WHO) merekomendasikan kalsium 1,5 g
sampai 2 g setiap hari untuk ibu hamil dengan asupan kalsium
12
rendah.
Suplementasi kalsium (≥ 1 g / hari) dikaitkan dengan penurunan risiko
preeklamsi yang signifikan, terutama untuk wanita dengan diet
rendah kalsium.13
Sebuah tinjauan bukti secara sistematis dilakukan oleh Satuan Tugas
Pelayanan Pencegahan Amerika Serikat dan diterbitkan sebagai
pedoman klinis pada bulan September 2014 oleh American College of
Obstetricians and Gynecologists (ACOG), merekomendasikan
penggunaan asetosal dosis rendah 80 mg dimulai setelah 12 minggu
kehamilan pada wanita berisiko tinggi terjadinya preeklamsi.14
Wanita yang dianggap berisiko tinggi menurut ACOG jika ada satu
atau lebih faktor risiko sebagai berikut:
a. Riwayat preeklamsi terutama jika disertai
dengan hasil yang merugikan.
b. Kehamilan multifetus
c. Hipertensi kronis
d. Diabetes (tipe 1 atau tipe 2)
e. Penyakit ginjal
f. Penyakit autoimun
3. Terdapat panduan nasional praktik kedokteran tentang Preeklamsi

25
(PNPK preeklamsi) Panduan nasional praktik kedokteran tentang
preeklamsi yang dikeluarkan oleh Perkumpulan obstetri dan
ginekologi Indonesia (POGI) dan Kementerian Kesehatan. Setelah
dikeluarkan PNPK ini selanjutnya dapat digunakan sebagai acuan
untuk membuat panduan praktik klinik (PPK) di seluruh tempat
pelayanan seluruh Indonesia termasuk di propinsi Jawa Barat.
Panduan yang dikeluarkan berupa PNPK akan mempermudah layanan
kesehatan untuk menangani preeklamsi dan diharapkan
penanganannya menjadi seragam dan sama secara praktis klinis di
seluruh Indonesia.
4. Rumah Sakit telah banyak berdiri (pemerintah dan swasta) di pelosok
Jawa Barat. Tercatat sampai dengan bulan Juni 2017, jumlah rumah
sakit di Jawa Barat tercatat sebanyak 328 rumah sakit. Berdasarkan
kepemilikan, terdiri dari rumah sakit pemerintah sebanyak 70 rumah
sakit (21,34%), Sementara rumah sakit swasta terdapat sebanyak 258
15
rumah sakit (78,66%).
5. Tenaga kesehatan relatif mencukupi
Menurut data dari kementerian kesehatan tanggal 31 desember 2016
tercatat tenaga kesehatan yang bekerja di jawa barat sebagai berikut:
Jumlah Spesialis Obstetri & Ginekologi mencapai 1.063 orang, dokter
umum 18.182 , bidan 17.629 orang (bidan di pusat kesehatan
kesehatan primer 12.889), mencapai jumlah lebih dari cukup sampai
di pelosok Jawa Barat meskipun mungkin penempatan di beberapa
5
daerah tidak merata secara baik.

Tahapan dan langkah kegiatan


1. Tahap pertama
a. Sosialisasi PNPK preeklamsia dari POGI pusat & Kemenkes
pada anggota POGI Jabar.
b. Sosialisasi & reedukasi preeklamsi pada dokter puskesmas,
dokter umum dan bidan seluruh jawa barat.
c. Workshop Pemeriksaan Doppler Arteri Uterina untuk program
deteksi dini dan pencegahan.
2. Tahap kedua
a. Sosalisasi PNPK preeklamsi pada Rumah Sakit se Jawa Barat.
b. Sosialisasi PNPK preeklamsi pada seluruh Dinkes kabupaten & kota
26
se jawa Barat termasuk dinkes provinsi.
3. Tahap ketiga
Edukasi eksekutif & legislatif untuk mengeluarkan Peraturan daerah
tentang preeklamsi. (Tujuan utama ZOOM : semua ibu hamil dengan
hipertensi dan risiko tinggi diwajibkan untuk bersalin di Rumah
Sakit agar tidak ada kematian pada keadaan hipertensi dalam
kehamilan)

Gambar Konsep Program Zoom

27
Daftar Pustaka

1. WHO. The 11 indicators of maternal, newborn and child


health.Didapatkan dari: http://www.who.int/ woman_ child_
accountability/progress_information/recommendation2/en/
(diunduh 1 Maret 2018)
2. Pusat Data Kementerian Kesehatan Republik indonesia.Angka
kematian Ibu (AKI) Indonesia. Didapatkan dari:
http://www.depkes.go.id/ resources/download/pusdatin/profil-
kesehatan Indonesia/Profil-Kesehatan-Indonesia-2016.pdf (diunduh
1 Maret 2018)
3. Pemerintah daerah provinsi jawa Barat. Angka Kematian Ibu
melahirkan di Jabar. Didapatkan dari:
http://www.jabarprov.go.id/index.php/
news/17978/2016/06/23/Angka-Kematian-Ibu-Melahirkan-di-Jabar-
Tinggi .(diunduh 1 Maret 2018)
4. Pusat Data Kementerian Kesehatan Republik indonesia. Hipertensi
dalam Kehamilan.Didapatkan dari:
http://www.depkes.go.id/resources/
download/pusdatin/infodatin/infodatin-ibu. (diunduh 1 Maret 2018)
5. Pusat Data Kementerian Kesehatan Republik indonesia.Demografi
propinsi Jawa Barat. Didapatkan dari: http://www.depkes.go.id/
resources/download/pusdatin/lain-lain/Data%20dan%20Informasi%
20 Kesehatan%20Profil%20Kesehatan%20Indonesia%202016%20-
%20%20 smaller%20size%20-%20web. (diunduh 1 Maret 2018)
6. Yu C K H, Smith G C S, Papageorghiou A T, Cacho A M, Nicolaides K H.
An integrated model for the prediction of preeclampsia using
maternal factors and uterine artery Doppler velocimetry in
unselected low-risk women. AJOG.2005; 193( 2): 429–36.
7. Sibai B, Dekker G, and Kupferminc M.Pre-eclampsia. The
Lancet.2005; 365(9461):785–99.
8. Steegers E , von Dadelszen A, Duvekot J J, Pijnenborg R. Pre-
eclampsia. The Lancet.2010;376 (9741):631–44.
28
9. Bujold E, Morency A M, Roberge S, Lacasse Y, Forest J C, GiguèreY.
Acetylsalicylic acid for the prevention of preeclampsia and intra-
uterine growth restriction in women with abnormal uterine artery
Doppler: a systematic review and meta-analysis. JOGC.2009;
31(9):818–26.
10. Gris J C, Chauleur C, Molinari N. Addition of enoxaparin to asetosal
for the secondary prevention of placental vascular complications in
women with severe pre-eclampsia. The pilot randomized controlled
NOH-PE trial. Journal of Thrombosis and
Haemostasis.2011;106(6):1053–1061.
11. De Vries J I, Van Pampus M G, Hague W M, Bezemer P D, Joosten J H.
Low-molecular-weight heparin added to asetosal in the prevention of
recurrent early-onset preeclampsia in women with inheritable
thrombophilia: the FRUIT-RCT. Journal of Thrombosis and
Haemostasis. 2012; 10(1):64–72.
12. WHO. Preeclampsia guidelines 2011. Didapatkan dari: http://
apps.who.int/iris/bitstream/10665/44703/1/9789241548335_eng.pd
f. (diunduh 1 Maret 2018)
13. Hofmeyr G, Lawrie TA, Atallah ÁN, Duley L, Torloni M. Cochrane
Primary Review Group: Pregnancy and Childbirth Group, published 24
June 2014.
14. American college obstetrics & gynecologist (ACOG). Didapatkan dari:
https://www.acog.org/Clinical-Guidance- and - Publications / Practice
Advisories/Practice-Advisory-Low-Dose-Asetosal-and-Prevention - of
Preeclampsia-Updated-Recommendations. (diunduh 1 Maret 2018)
15. Pemerintah daerah jawa Barat. Fasilitas kesehatan propinsi Jawa
barat. Didapatkan dari:http://www.jabarprov.go.id/index.php/artikel
/detail_artikel/381/2017/07/11 / Seluruh - Rumkit -di- Jabar- Harus-
Terakreditasi. (diunduh 1 Maret 2018)

29
30

Anda mungkin juga menyukai