Anda di halaman 1dari 13

SISTEM MUSKULOSKELETAL

LAPORAN TUTORIAL
MODUL NYERI SENDI

DISUSUN OLEH:

KELOMPOK 10

Mariyani Rumalolas (10542056614)

St Surya Musdalifah (105420568114)

Iqra Ayudia Syahra (105421101717)

Wardha Adetyaningsih (105421101817)

Muh. Tajrin (105421104517)

Rismayanti (105421106017)

Nurul Fadhilah Wahid (105421106117)

Rahma Wati Kasim (105421106417)

Dhiyaratu Nabilah Mustajab (105421106617)

Hanif Muhammad Taufan (105421109117)

Alawiyah Syamsuddin (105421109717)

Yulianti (105421109817)

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2011
MODUL I
NYERI SENDI

Skenario
Seorang laki – laki 45 tahun, datang ke poliklinik dengan jalan pincang, karena nyeri yang
hebat pada sendi ibu jari kaki kanan. Dialami penderita saat bangun pagi tadi, menurut
penderita semalam ia masih sempat belanja di mall bersama keluarga. Riwayat keluhan
seperti sudah sering dialami penderita.

Kata sulit
Nyeri : Pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan akibat dari kerusakan
jaringan yang aktual maupun potensial.

Kata kunci
 Laki – laki 45 tahun

 Nyeri hebat pada sendi ibu jari kaki kanan


 Dialami penderita saat bangun pagi
 Jalan pincang
 Riwayat keluhan sudah sering dialami penderita

Pertanyaan

1. Bagaimana struktur anatomi sendi kaki bagian tarsal?


2. Sebutkan klasifikasi nyeri!
3. Apa etiologi pada kasus tersebut?
4. Bagaimana patomekanisme terjadinya nyeri?
5. Mengapa hanya terjadi nyeri sendi pada ibu jari kaki kanan?
6. Apakah ada hubungan faktor usia dan jenis kelamin pada kasus?
7. Apakah ada hubungan aktivitas dengan gejala yang dirasakan pada pagi hari?
8. Bagaimanakah diferensial diagnostiknya?
9. Bagaimana langkah-langkah diagnostiknya?
10. Bagaimana penatalaksanaannya?
11. Bagaimana komplikasi dari kasus?
12. Bagaimana pencegahan nyeri sendi?
A. Pembahasan Modul Nyeri Sendi

1. Struktur anatomi sendi kaki bagian tarsal

2. Klasifikasi nyeri

a. Berdasarkan jenisnya
 Nyeri nosiseptif
Karena kerusakan jaringan baik somatik maupun viseral. Stimulasi
nosiseptor baik secara langsung maupun tidak langsung akan
mengakibatkan pengeluaran mediator inflamasi dari jaringan, sel imun dan
ujung saraf sensoris dan simpatik.
 Nyeri naurogenik
Nyeri yang didahului atau disebabkan oleh lesi atau disfungsi primer pada
sistem saraf perifer. Hal ini disebabkan oleh cedera pada jalur serat saraf
perifer, infiltrasi sel kanker pada serabut saraf, dan terpotongnya saraf
perifer. Sensasi yang dirasakan adalah rasa panas dan seperti ditusuk-tusuk
dan kadang disertai hilangnya rasa atau adanya rasa tidak enak pada
perabaan. Nyeri neurogenik dapat menyebakan terjadinya allodynia. Hal
ini mungkin terjadi secara mekanik atau peningkatan sensitivitas dari
noradrenalin yang kemudian menghasilkan sympathetically maintained
pain (SMP). SMP merupakan komponen pada nyeri kronik. Nyeri tipe ini
sering menunjukkan respon yang buruk pada pemberian analgetik
konvensional.
 Nyeri psikogenik
Nyeri ini berhubungan dengan adanya gangguan jiwa misalnya cemas dan
depresi.

b. Berdasarkan timbulnya nyeri


 Nyeri akut
Nyeri yang timbul mendadak dan berlangsung sementara. Nyeri ini
ditandai dengan adanya aktivitas saraf otonom seperti : takikardi,
hipertensi, hiperhidrosis, pucat, midriasis dan perubahan wajah seperti
menyeringai atau menangis.
 Nyeri kronik
Nyeri berkepanjangan dapat berbulan-bulan tanpa tanda-tanda aktivitas
otonom kecuali serangan akut. Nyeri tersebut dapat berupa nyeri yang
tetap bertahan sesudah penyembuhan luka (penyakit atau operasi) atau
awalnya berupa nyeri akut lalu menetap sampai melebihi 3 bulan.

c. Berdasarkan derajat nyeri


 Nyeri ringan adalah nyeri hilang timbul, terutama saat beraktivitas sehari
hari dan menjelang tidur.
 Nyeri sedang nyeri terus menerus, aktivitas terganggu yang hanya hilang
bila penderita tidur.
 Nyeri berat adalah nyeri terus menerus sepanjang hari, penderita tidak
dapat tidur dan sering terjaga akibat nyeri.

3. Etiologi
a. Mekanisme imunitas
Penderita nyeri sendi mempunyai auto antibody di dalam serumnya yang di kenal
sebagai faktor rematoid antibodynya adalah suatu faktor antigama globulin (IgM)
yang bereaksi terhadap perubahan IgG titer yang lebih besar 1;100, biasanya di
kaitkan dengan vaskulitis dan prognosis yang buruk
b. Faktor metabolik
Faktor metabolik dalam tubuh erat hubungannya dengan proses autoimun.
c. Faktor genetik dan faktor pemicu lingkungan
Penyakit nyeri sendi terdapat kaitannya dengan pertanda genetik. Juga denagn
masalah lingkungan, persoalan perumahan dan penataan yang buruk dan lembab
juga memicu penyebab nyeri sendi.
d. Faktor usia
Degenerasi dari organ tubuh menyebabkan usia lanjut rentan terhadap penyakit
baik yang bersifat akut maupun kronik.

4. Patomekanisme nyeri

5. Nyeri pada ibu jari kaki kanan


Penyebab dari nyeri sendi pada skenario ini adalah peningkatan kadar asma
urat dalam darah. Asam urat dalam darah akan mengalir berdasarkan siklus peredaran
darah tubuh dimana akan melewati bagian kaki terlebih dahulu dan menumpuk pada
persendian kaki. bengkak pada ibu jari kaki untuk stadium akut dan untuk kronik
didapatkan gejala topi pada telinga, pangkal jari dan ibu jari.
Daerah yg paling sering mengalami penimbunan asam urat yaitu jari karena
kristal asam urat(tophi) menyukai daerah yang bersuhu dingin seperti ujung jari
tangan dan kaki. Hampir 90% serangan pertama asam urat adalah pada sendi ibu jari
terutama pada bagian kaki.

6. Faktor usia dan jenis kelamin


Gout atritis merupakan salah satu penyakit yang sangat berpengaruh pada usia.
Semakin bertambah umur seseorang seharusnya mampu dan dianjurkan untuk
mengkonsumsi jumlah protein cukup sehingga kandungan purin dalam darah tidak
menumpuk dan menyebabkan GA.
Perkembangan GA sebelum usia 30 lebih banyak terjadi pada pria
dibandingkan wanita. Namun, pada usia diatas 60 tahun maka frekuensinya sama.
7. Hubungan aktivitas dan gejala utama
Pengaruh aktivitas dengan terjadinya nyeri sendi bergantung dari jenis
aktivitas tersebut misalnya aktivitas ringan seperti berjalan biasa, aktivitas sedang
seperti menaiki tangga, ataupun aktivitas berat seperti mengangkat beban berat atau
melompat. Akan tetapi, semuanya tetap di dukung oleh faktor-faktor lainnya seperti
berat badan, usia, jenis kelamin, ataupun riwayat penyakit.

8. Diferensial Diagnosis

a. Rheumatoid arthritis

Pengertian
Artritis rematoid adalah penyakit peradangan sistemis kronis yang tidak
diketahui penyebabnya dengan manifestasi pada sendi perifer dengan pola simetri.
Konstitusi gejala, terrmasuk kelelahan, malaise, dan kekakuan pada pagi hari.
Pada AR sering melibatkan organ ekstra artikular seperti kulit, jantung, paru-paru,
dan mata. AR menyebabkan kerusakan sendi dan dengan demikian sering
menyebabkan morbiditas dan kematian yang cukup besar.
Di seluruh dunia, kejadian tahunan AR adalah sekitar 3 kasis oer 10.000
penduduk, dan tingkat prevelensi sekitar 1%. Remisi klinis spontan bersifat jarang
(sekitar 5-10%). AR terjadi 2-3 kali lebih sering terjadi pada wanita dibandingkan
pada pria. Frekuensi AR puncaknya terjadi pada usia 35-50 tahun.
Pada pasien AR terjadi penurunan harapan hidup 5-10 tahun, meskipun angka
kematian mungkin lebih rendah pada mereka yang merespons terhadap terapi.
Faktor-faktor yang meningkatkan risiko kematian termasuk infeksi, penyakit
jantung, penyakit ginjal, pendarahan GI, dan ganggungan limfoproliferatif.
Peristiwa ini dapat langsung disebabkan oleh penyakit dan komplikasinya
(misalnya vaskulitis dan amiloidosis) atau efek samping akibat terapi.

Etiologi
Genetik. Sekitar 60% dari pasien dengan RA membawa epitop bersama dari
cluster HLA-DR4 yang merupakan salah satu situs pengikatan peptida-molekul
HLA-DR tertentu yang berkaitan dengan AR.
Lingkungan. Untuk beberapa dekade, sejumlah agen infeksi seperti organisme
mycoplasma, epstein, barr dan virus rubella menjadi predisposisi peningkatan AR.
Hormonal. Hormon seks mungkin memainkan peran, terbukti dengan jumlah
perempuan yang tidak proporsional dengan AR, ameliorasi selama kehamilan,
kambuh dalam periode postpartum dini, dan insiden berkurang pada wanita yang
menggunakan kontrasepsi oral.
Imunologi. Semua elemen imunologi utama memainkan peran penting dalam
propagasi, inisiasi, dan pemeliharaan dari proses autoimun AR. Peristiwa seluler
dan sitokin yang mengakibatkan konsekuensi patologis kompleks, seperti
proliferasi sinovia dan kerusakan sendi berikutnya.
Patifisiologi
AR tidak diketahui penyebabnya. Meskipun etiologi infeksi telah berspekulasi
bahwa penyebabnya adalah organisme mikoplasma, virus Epstein-Barr,
Parvovirus, dan rubella, respon autoimun, tetapi apakah autoimunitas merupakan
peristiwa sekunder atau primer masih belum diketahui.
AR memiliki komponen genetik yang significant dan berbagi epitop dari
cluster HLA-DR4/DR1 hadir pada 90% pasien dengan RA. Hiperplasia sel cairan
sendi dan aktivasi sel endotel adalah kejadian pada awal prosespatologis yang
berkembang menjadi peradangan yang tidak terkontrol dan berakibat pada
kehancuran tulang dan tulang rawan. Faktor genetik dan kelainan sistem
kekebalan berkontribusi terhadap progresivitas penyakit.
Sel T CD4, fagosit mononuklear, fibroblas, osteoklas, dan nautrofil
memainkan peran seluler utama dalam patofisiologi AR, sedangkan limfosit B
memproduksi autoantibody produksi sitokin abnormal, kemokin, dan mediator
inflamasi lain (misalnya TNF-alpha, interleukin (IL) -1, IL-6, IL-8, serta faktor
pertumbuhan fibroblas). Telah ditunjukkan pada pasien dengan AR. Pada
akhirnya, peradangan dan proliferasi sinovium (yaitu pannus) menuju kepada
kerusakan dari berbagai jaringan, termasuk tulang rawan, tulang, tendon, ligamen,
dan pembuluh darah. Meskipun struktur artikular adalah tempat utama yang
terlibat oleh AR, tetapi jaringan lain juga terpengaruh.

b. Oateoathritis

Pengertian
Kondisi osteoatritis merupakan suatu penyakit degeneratif pada persendian yang
disebabkan oleh beberapa macam faktor. Penyakit ini mempunyai karakteristik
berupa terjadinya kerusakan pada kartilago (tulang rawan sendi). Kartilago
merupakan suatu jarinagn keras bersifat licin yang melingkupi sekitar bagian akhir
tulang keras di dalam persendian. Jarinagn ini berfungsi sebagai penghalus
gerakan antar-tulang dan sebagai peredam (shock absorber) pada saat persendian
melakukan aktivitas atau gerakan.

Etiologi
Faktor risiko pada osteoartritis, meliputi hal-hal sebagai berikut.
1. Peningkatan usia. Osteoatritis biasanya terjadi pada manusia usia lanjut, jarang
dijumpai penderita osteoartritis yang berusia di bawah 40 tahun.
2. Obesitas. Membawa beban lebih berat akan membuat sendi sambungan tulang
bekerja lebih berat, diduga memberi andil terjadinya osteoartritis.
3. Jenis kelamin wanita
4. Trauma
5. Infeksi sendi
6. Trauma okupasional
7. Faktor genetik. Beberapa kasus orang lahir dengan kelainan sendi tulang akan
lebih besar kemungkinan mengalami osteoartritis.
8. Riwayat peradangan sendi
9. Gangguan neuromuskular
10. Gangguan metabolik

Patofisiologi

Perkembangan osteoartriris terbagi atas tiga fase, yaitu sebagai berikut

1. Fase 1 : terjadi penguraian proteolitik pada matrik kartilago. Metabolisme


kondrosit menjadi terpengaruh dan meningkatkan produksi enzim seperti
metalloproteinases yang kemudian hancur dalam matriks kartilago. Kondrosit
juga memproduksi penghambat protease yanag akan memengaruhi proteolitik.
Kondisi ini memberikan manifestasi pada penipisan kartilago.
2. Fase 2 : pada fase ini terjadi fibrilasi dan erosi dari permukaan kartilago,
disertai adanya pelepasan proteoglikan dan fragmen kolagen ke dalam cairan
sinovia.
3. Fase 3 : proses penguraian dari produk kartilago yang menginduksi respons
inflamasi pada sinovia. Produksi makrifag sinovia seperti interlaukin 1 (IL-1),
tumor necrosis factor-alpha, dan metalloproteinase menjadi meningkatkan.
Kondisi ini memberikan manifestasi balik pada kartilago dan secara langsung
memberirkan dampak adanya destruksi adanya kartilago. Molekul-molekul
pro-inflamasi lainnya seperti nitric oxide (NO) juga ikut terlibat. Kondisi ini
memberikan manifestasi perubahan arsitektur sendi. Perubahan arsitektur
sendi dan stres inflamasi memberikan pengaruh pada permukaan artikular
menjadikan kondisi gangguan yang progresif.

c. Gout arthritis

Pengertian
Artritis gout atau artritis pirai adalah suatu peradangan sendi sebagai manifestasi
dari akumulasi endapan kristal monosodiun urat, yang terkumpul di dalam
sendisebagai akibat darai tingginya kadar asam urat di dalam darah
(hiperurisemia). Tidak semua orang dengan hiperurisemia adalah penderita artritis
pirai atau sedang menderita artritis pirai. Akan tetapi, risiko terjadi artritis pirai
lebih besar dengan meningkatnya konsentrasi asam urat darah.

Etiologi
Penyakit ini dikaitkan dengan adanya abnormalitas kadar asam urat dalam serum
darah dengan akumulasi endapan kristal monosodium urat, yang terku,pul di
dalam sendi. Keterkaitan antara gout dengan hiperirusemia yaitu adanya produksi
asam urat yang berlebih, menurunnya ekskresi asam urat melalui ginjal, atau
mungkin karena keduanya.
Patofisiologi
Peningkatan kadar asam urat serum dapat disebabkan oleh pembentukan
berlebihan atau penurunan ekskresi asam urat, ataupun keduanya. Asam urat
adalah produk akhir metabolisme purin.

d. Septic arthritis

Pengertian
Artritis sepsis adalah suatu invasi langsung barbagai mikroorganisme,
termasuk bakteri, virus, mikrobakteri,dan jamur. Meskipun banyak agen infeksi
yang dapat menyebabkan peradangan pada sendi, tetapi patogen bakteri yang
paling signifikant mempunyai kemampuan dalam memberikan kerusakan pada
sendi. Untuk alasan ini, maka pembahasan lebih banyak berkonsentrasi pada
arstritis sepsis bakteri. Oleh karena meningkatnya penggunaan sendi buatan,
infeksi yang berkaitan dengan srtritis sepsis dan penggunaan perangkat ini
mungkin merupakan kondisi yang akan dihadapi oleh kabanyakan dokter.
Setiap 20.000 kasus artrirtis sepsis terjadi di amerika serikat setiap tahun,
kelompok utama artritis supuratif adalah gonokokus dan nongonokokal. Secara
keseluruhan, meskipun Neisseria gonorrhoae tetap yang paling patogen (75% dari
kasus), infeksi stafilococcus aureus adalah penyebab sebagian besar kasus radang
sendi bakteri akut pada orang dewasa dan pada anak yang lebih tua dari dua tahun.
Patogen ini menyebabkan di 80% dari sendi yang terinfeksi karena rematoid
artritis. Spesies streptokokus terlibat dalam 20-25% kasus. Sebgaian besar infeksi
terjadi pada anak-anak, lansia, imunosepresi, dan pengguna narkoba secara
intravena.

Patofisiologi
Organisme dapat menginvasi secara inokulasi langsung pada saat kontak dari
jaringan periartikular yang terinfeksi atau aliran darah (rute yang paling umum).
Sinovium merupakan struktur yang kaya dengan vaskular yang kurang dibatasi
oleh membran basal sehingga memungkinkan mudah masuknya bakteri secara
hematogen. Di dalam ruang sendi, lingkungannya snagat avaskular (karena
banyaknya fraksi kartilago hialin) dengan aliran cairan sendi yang lambat,
sehingga suasana yang baik bagi bakteri berdiam dan berproliferasi.
Sendi normal memiliki beberapa komponen pelindung. Sel sinovia yang sehat
memiliki aktivitas fagositosis signifikan dan cairan sinovia biasanya memiliki
aktivitas bakterisida signifikan. Kondisi artritik rematik yang lupus eritomatosus
sistemis menghambat fungsi pertahanan cairan sinovia, penurunan kemotaksis,
dan penurunan fungsi fagositosis laukosit PMN. Adanya rowayat kerusakan sendi,
terutama oleh rematoid artritis akan memberikan kondisi yang paling rentan
terhadap infeksi. Perubahan membran sinovia dengan terjadinya peningkatan dari
neuvaskularisasi sendi dan peningkatan adhesi memberikan manifestasi untuk
terjadinya bakteremia dan mengakibatkan infeksi sendi.
Konsekuensi utama dari invasi bakteri adalah kerusakan tulang rawan
artikular. Hal ini mungkin disebabkan oleh kemampuan organisme untuk
membentuk bentuk patologis. Sel-sel merangsang sintesis sitokin dan produk
inflamasi lainnya yang mengakibatkan hidrolisis kolagen dan proteoglikan.
Infeksi gonorea menginduksi masuknya leukosit ke dalam sendi, lalu
menimbulkan kerusakan sendi yang minimal dibandingkan dengan infeksi
organisme stafilococcus aureus.
Dengan berlanjutmya proses deskriktif, maka terbentuk erosi tulang rawan
pada margin lateral sendi dan dengan semakin luasnya kerusakan tulang rawan
akan terbentuk ekspos tulang yang mengganti posisi tulang rawan, kondisi ini
akan menurunkan fungsi sendi. Kondisi lebih lanjut akan menyebabkan
degenerasi tulang yang terlibat sehingga mengalami perubahan arsitektur pada
ujung tulang. Kondisi pembentukan efusi yang dapat terjadi pada infeksi pada
sendi pinggul akan mengganggu suplai darah dan mengakibatkan nekrosis tulang.

9. Langkah-langkah Diagnosis

10. Tatalaksana
a. Pengobatan medis
Yaitu pengobatan menggunakan obat-obatan kimia, cara ini dapat dilakukan
dengan jangka pendek maupun jangka panjang. Pengobatan jangka pendek adalah
dengan pemberian obat anti nyeri yang bertujuan untuk mengurangi rasa nyeri dan
menghilangkan bengkak. Sedangkan pengobatan jangka panjang dilakukan
dengan pemberian obat yang berfungsi menghambat xanthine oxidase.
b. Pengobatan non medis
Yaitu menjalankan pola hidup sehat yang bertujuan untuk mencegah dan
mengobati penyakit asam urat. Cara ini dapat dilakukan melalui: diet makanan,
yaitu dengan mengurangi konsumsi makanan tinggi purin dan disertai dengan pola
hidup sehat dengan cara melakukan olahraga secara teratur.
c. Pengobatan herbal
Yaitu pengobatan dengan memanfaatkan tanaman obat yang mempunyai
khasiat anti inflamasi seperti: kunyit, sambiloto dan daun sendok atau tanaman
obat yang mempunyai khasiat penghilang rasa sakit (analgesik) seperti : sandiguri
dan biji adas.

11. Komplikasi pada kasus


a. Kerusakan sendi yang berat
b. Batu ginjal
c. Meningkatkan resiko kematian penyakit kardiovaskular
d. Nephropatyk kronik

12. Pencegahan nyeri sendi


a. Olahraga
Gerakan (“olahraga”) yang benar akan mengurangi munculnya nyeri
pergelangan kaki, lutut, pinggul, ataupun bahu, karena gerakan itu akan
menguatkan otot, memulihkan kelentukan sendi, yang secara umum juga menjaga
kesehatan secara umum. Olahraga yang dilakukan dengan benar merupakan
langkah yang berakibat baik untuk mengurangi nyeri persendian.Bahkan jika
membiasakan berolahraga seperti itu dilakukan bisa-bisa menyelamatkan orang
dari keharusan operasi. Olahraga seperti ini harus dilakukan sebagai gerakan yang
halus,semisal jalan, dengan tambahan gerakan-gerakan dengan sasaran
menggunakan sendi yang sering nyeri itu. Untuk ini diperlukan memperhatikan
benar bahwa harus memulainya dengan pemanasan dulu sebelum peregangan.
b. Medikamentosa
Di Posyandu dalam penatalaksanaan nyeri sendi lutut medikamentosa baik dan
baik sekali 84%.Banyak lansia mencari tenaga kesehatan saat mengalami nyeri
hebat. Lansia berespon terhadap nyeri dengan menggunakan obat-obatan di
resepkan. Menurut (Stanley Beare 2007), medikamentosa berkenaan dengan obat-
obatan dalam pengobatan atau perawatan penyakit. Hendrik L.Blum memetakan
bahwa derajad kesehatan manusia dipengaruhi olah berbagai faktor dan salah
satunya adalah perilaku manusia itu sendiri, (Sudarna, 2008).Secara umum lansia
sering kali mengalami nyeri pada persendian, ini di sebabkan karena proses
degeneratif dari sel-sel pada semua. Rasa nyeri yang sering lansia rasakan ini
sangat mengganggu aktivitas sehari-hari karena rasa nyeri yang sangat
mengganggu seringkali lansia mencari pengobatan sendiri.
c. Koreksi poster tubuh
Koreksi postur tubuh adalah awal yang sangat baik untuk mulai menyehatkan
fisik, pikiran, dan roh kita. Sedangkan perilaku adalah suatu kegiatan atau
aktivitas organisme yang bersangkutan, yang dapat dialami secara langsung
maupun tidak langsung. Perilaku manusia adalah aktifitas yang timbul karena
adanya stimulus dan respon serta dapat diamati secara langsung maupun tidak
langsung (Sunaryo, 2004). Seorang lansia sering sekali suka memposisiskan diri
dengan tidak benar. Hal ini dapat mempengaruhi bentuk tubuh menjdi buruk,
disebabkan karena proses penuaan. Penatalaksanaan dengan koreksi postur tubuh
harus di lakukan dengan benar dengan cara jalan-jalan pagi, latihan senam pagi.
Latihan ini dilakukan bilamana responden sudah mengetahui bahwa pada
sendinya ada kerusakan sehingga responden dapat mencegah atau menghindari
aktivitas yang berat dan sangat disarankan untuk pemakaian alat-alat untuk
meringankan kerja sendi. Koreksi postur tubuh, tanpa memperhatikan posisi,
mempengaruhi mobilitas. Semua posisi (duduk, berbaring miring, dll) harus di
evaluasi dengan posisi tegak yang normal sebagai reverensi. Mengatur posisi juga
digunakan untuk meningkatkan tekanan darah balik vena. Jika seseorang
diposisikan dengan tungkai tergantung, pengumpulan penurunan tekanan darah
balik vena akan terjadi. Mengatur posisi tungkai dengan posisi ketergantungan
(misalnya meninggikan tungkai di atas dudukan kaki mencegah pengumpulan
darah pada ekstermitas bawah).
d. Diet di posnyandu lansia
Menurut (Sunita Almatsier 2005), diet adalah jumlah makanan yang di
konsumsi oleh seseorang untuk mencegah atau menghambat. Diet sehat dan
seimbang membantu membangun tulang yang kuat. Tulang kuat dapat membuat
kaki tegak, dan mencegah jatuh yang dapat menyebabkan kerusakan sendi. Salah
satu penyebab nyeri sendi adalah obesitas atau kelebihan berat badan, obesitas
atau kelebihan berat badan dapat memperberat kerja sendi sehingga terjadi nyeri
sendi.
e. Terapi konservatif
Menurut (Arif Muttaqin 2008), Terapi konservatif adalah suatu terapi dalam
pengobatan atau perawatan penyakit. Terapi ini mencegah memburuknya atau
mempertahankan tulang sehingga dapat mengurangi keluhan nyeri sendi. Nyeri
merupakan kondisi berupa perasaan tidak menyenangkan bersifat sangat subyektif
karena perasaan nyeri berbeda pada setiap orang dalam hal skala atau
tingkatannya, dan hanya orang tersebutlah yang dapat menjelaskan
atamengevaluasi rasa nyeri yang dialaminya (Hidayat, 2007).
f. Hindari kegiatan yang dapat membuat sendi terasa nyeri
Sebaiknya berat badan diturunkan, sehingga bila kegemukan mengakibatkan
beban pada sendi lutut atau tulang pinggul terlalu berat.
g. Hindari makanan yang dapat memicu
Hindari makanan dan segala sesuatu secara berlebihan atau terutaman segala
sesuatu yang mencetus reumatik. Kurangi makanan yang kaya akan purin
misalnya: daging, jeroan (seperti kikil), babat, usus, hati, ampela dan lain-lain.
DAFTAR PUSTAKA

1. Netter Frenk. Atlas Anatomi Manusia. 6 th ed. Singapura. Elsevier; 2016. P. 528
2. Konsep Singkat Nyeri [internet]. 2011. Available from:
http://55835_4fcae4529a54a35aa3f79af0628c9561.pdf
3. Etiologi Nyeri [internet]. Medscape. Available from : digilib.unimus.ac.id
4. Bahrudin Mochamad, Patofisiologi Nyeri. Fakultas Kedokteran Universitas
Muhammadiyah Malang. 2017: 8-10.
5. Sintesa dari Asam Urat [internet]. 2012. Available from:
http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/105/jtptunimus-gdl-rryaniandr-5233-2-bab2.pdf.
6. Untari Ida, Sarifah Siti, Sulastri. Hubungan antara Penyakit dengan Jenis Kelamin dan
Umur pada Lansia. Universitas Muhammadiyah Malang. 2017: 269
7. Enestasia Niken. Hubungan Obesitas dan Osteoarthritis Genu. 100 Jurnal Berkala
Epidemiologi. 2014;(1):93
8. Noor Zairin. Buku Ajar Gangguan Muskuloskeletal. 2 th ed. Jakarta Selatan :
Salemba Media; 2006; p. 182, 183, 207, 208, 302, 303, 314, 315.
9. Jaap Alan G, Robertson Colin. Macleod Diagnosis Klinis, In: Elsevier; 2015.
10. Metabolisme Purin Menjadi Asam Urat [internet]. 2011. Available from:
http://repository.unimus.ac.id/409/3/BAB%2011.pdf
11. Widyanto Fandi W, Artritis Gout dan Perkembangannya. Rumah Sakit Aminah Blitar.
2017: 150
12. Handono Sri, David Selvia R. Menurunkan Keluhan Nyeri Sendi Lutut pada Lansia di
Posyandu Lansia Sejahtera. Kediri. 2013: 1-3.

Anda mungkin juga menyukai