Anda di halaman 1dari 57

Keamanan dan ketertiban Masyarakat Swakarsa

Pengertian

1. Keamanan dan ketertiban masyarakat “(Kamtibmas) adalah keperluan hirarki masyarakat yang
mengahayati cita-cita atau tujuan selururh kegiatan masyarakat untuk mewujudkan masyarakat
yang tertib dan aman
2. Swakarsa adalah kehendak dan keamanan sendiri
3. Partisipasi adalah kesediaan masyarakat untuk ikut serta memikul tanggung jawab sebagai tugas
bersama
4. Kamtibmas swakarsa adalah kehendak sendiri, masyarakat (dari, oleh, dan untuk) dalam
keikutsertaannya memikul tanggung jawab dan mengamankan diri serta lingkungannya

Alasan perlunya perlibatan masyarakat

1. Masyarakat baik diri dan hartanya akan selalu menjadi obyek gangguan kamtibmas
2. Masyarakat mempunyai, memiliki potensi yang dapat diangkat menjadi kekuatan nyata baik
secara perorangan maupun secara kelompok untuk mencegah dan atau menangkal gangguan
kamtibmas khususnya kejahatan
3. Adanya dalil yang menyatakan bahwa kejahatan adalah produk masyarakat itu sendiri.
4. Polri tidak akan pernah mampu mengcover luasnya wilayah, jumlah penduduk dan berbagai
perkembangan fisik maupun non fisik yang ada

Swakarsa masih perlu dibina

Hakekat swakarsa adalah memang demikian dari, oleh, dan untuk masyarakat itu sendiri, namun masih
perlu adanya pembinaan untuk menumbuhkan pengertian, pemahaman dan sikap masyarakat terhadap
kamtibmas di dalam diri dan lingkungannya, karena selama ini sebagai masyarakat berpandangan bahwa
tugas dan tanggung jawab membina kamtibmas berada pada hanya POLRI dan aparat keamanan
lainnya. Pandangan masyarakat seperti ini pada dasarnya mirip dengan pandangan terhadap kesehatan
yang menjadi tanggung jawab dokter dan rumah sakit. Akibat pandangan terhadap kesehatan ini
melahirkan public health yaitu kesehatan masyarakat dari, oleh dan untuk masyarakat itu sendiri. Tanpa
peran masyarakat terhadap kebersihan lingkungan, diri dan cara hidup sehat, maka tugas dokter dan
rumah sakit semakin berat. Demikian pula dalam kamtibmas, kalau masyarakat tidak memahami
pengamanan dirinya hartanya berlaku pamer, tidak waspada, tidak hati-hati, kurang pengamanan, maka
pada dasarnya individu atau masayarakat telah menyandang dan mengkondisikan kejahatan itu sendiri.

Sikap yang mendukung kamtibmas tersebut ternyata masih harus dibangun,dibina dan diarahkan agar
individu dan masyarakat memalui diriu sendiri dan masyarakat dapat mencegah,menangkal dan bahkan
menanggulangi kejahatan.

Polri Sebagai Pembina Kamtibmas Swakarsa

Dalam rangka tugas pembinaan kamtibmas Polri berupaya untuk mengembangkan system kamtibmas
swakarsa. Sebagai inti pembina, polri dapat dan perlu berkoordinasi dan bekerjasama dengan instansi
terkait dan lembaga kemasyarakatan dalam rangka keterpaduan agar upaya pembinaan kamtibmas
swakarsa lebih efektif dan efisien.

Yang ingin ditumbuhkan dalam kamtibmas swakarsa

1. Kesadaran tentang keamanan dan ketertiban masyarakat


2. Kesadaran tentang potensi masyarakat yang dapat dijadikan kekuatan nyata dalam pengamanan
lingkungannya melalui upaya menagkal, mencegah dan menanggulangi kejahatan
3. Kesadaran tentang pentingnya partisipasi masyarakat dalam penegakan hukum
4. Kesadaran tentang partisipasinya dalam pembinaan kamtibmas dalam arti luas

Bentuk partisipasi masyarakat dalam kamtibmas swakarsa

1. Individu
a. Mencegah dirinya tidak menjadi korban kejahatan:
1. Tidak memancing kejahatan
2. Melakukan pengamanan yang cukup (kunci, trali, pengaman, dan lain-lain).
3. Hati-hati dan waspada
b. Sumbangan ide-ide tentang kamtibmas
c. Keikut sertaan secara fisik dan
d. Dukungan materiil
2. Masyarakat atau kelompok
PArtisipasi masyarakat dalam bidang kamtibmas dalam bentuk yang terorganisasi seperti seleksi
kamtibmas dibawah LKMD,Pos Kamling,Satpam,Pecalang termasuk didalamnya adalah POLISI
Kehormatan.

Partisipasi Masyarakat Dalam Penegakan hukum

1. Mau melaporkan setiap kejadian tindak pidana yang mengenai dirinya atau lingkungannya, hal ini
penting bagi penindakan, pencegahan, penilaian situasi dan sebagai bahan evaluasi kondisi
kamtibmas
2. Memahami pentingnya kesaksian dan siap untuk menjadi saksi
3. Masyarakat memiliki keberanian dan kejujuran untuk mengatakan apa yang diketahui
4. Memahami pentingnya tempat kejadian perkara (TKP) bagi penyidikan
5. Masyarakat mampu dan mau menjadi mata telingan POLRI

POLRI berperan dalam Binkamtibmas swakarsa

POLRI dari tingkat Polsek sampai tingkat Mabes Polri secara berjenjang mempunyai peran untuk
membina, bekerjasama dan berkoordinasi dengan masyarakt khususnya para pelaksana kamtibmas
swakarsa.

Masalah-masalah pokok yang dihadapi


Kerawanan-kerawanan nasional dan factor-faktor positif yang dapat digunakan untuk mengatasi
gangguan keamanan. Pengamatan terhadap sejarah nasional Indonesia menunjukkan adanya rangkaian
gangguan keamanan antara lain dalam bentuk pertentangan-pertentangan politik, demonstrasi-
demonstrasi, serangan-serangan bersenjata, dan usaha-usaha pengambil alihan kekuasaan secara
konstitusional, yang kesemuanya itu dapat diidentifikasikan sebagai kerawanan-kerawanan nasional.

Sebaliknya, pengamatan terhadap sejarah tersebut juga memunjukkan bahwa bangssa Indonesia
memiliki potensi-potensi dan kekuatan-kekuatan untuk menghadapi gangguan keamanan tersebut,
yang dapat diidentifikasikan sebagai faktor-faktor positif.

a. Kerawanan-kerawanan nasional
1. Idiologi yang bertentangan dengan Pancasila
a. Komunisme
Idioligi ini pada dasarnya tidak memberikan hak partisipasi pada seluruh warga Negara
dalam system politik. Komunisme dalam perkembangan dan pelaksanaannya banyak
mempunyai variasi sesuai dengan kondisi setempat dan tujuan nasional yang bersangkutan
seperti maoisme di RRC, Erokomunisme di beberapa Negara Eropa dan sebagainya.
Komunisme ini merupakan bahaya laten bagi kelangsungan hidup Negara Pancasila
b. Liberalisme
Idiologi ini pada dasarnya menitikberatkan individualisme yang sangat bertentangan dengan
Pancasila.
2. Kehidupan plotik yang bersifat primordial
Kehidupan politik di Negara-negara yang sedang berkembang pada umumnya banyak
dipengaruhi oleh unsure-unsur politik yang bersifat primordial. Antara lain pengelompokan-
pengelompokan beradasarkan ikatan darah, ras, agama, daerah, asal, dan adat istiadat.
Kehidupan poltik yang bersifat primordial dengan dasar pengelompokan yang kaku ini
menghambat terlaksananya musyawarah secara terbuka diantara berbagai golongan dalam
masyarakat.
Di Indonesia sifat primordial yang paling besar pengaruhnya terhadap politik adalah kelompok
dan gerakan yang mengatasnamakan agama, yang berpandangan sempit dan mempunyai pola
sikap serta prilaku yang ekstrim yang sesungguhnya bertentangan dengan agama.
3. Lemahnya pemerintahan
Pemerintah mempunyai tugas dan tanggung jwab untuk memelihara keamanan, ketentraman
lahir batin serta menciptkan kesejahtraan bagi seluruh warga Negara dan
penduduknya.Lemahnya pemerintahan disebabkan kurang mampu melaksanakan tugas dan
tanggung jawab secara langsung, akan menyebabkan tampilnya golongan-golongan dalam
masyarakat yang bertindak sendiri-sendiri untuk mengamankan dan mencari kesehjahteraan
bagi dirinya sendirinya.
Kekacuan di Indonesia terjadi antara tahun 1948 sampai dengan 1965 sebagian bersumber dari
lemahnya pemerintahan itu sendiri ,baik karena sistem demokarasi parlementer dengan sistem
banyak partai maupun karena dikendalikannya pemerintahan oleh unsur-unsur PKI yang
menganurt ajaran kontradiksi permanan.
Dari sejarah juga diperoleh kesimpulan bahwa lemahnya pemerintahan menyebabkan
terjadinya kekacauan politik dan pengambil alihan kekuasaan secara tidak sah.
4. Kehidupan Ekonomi yang kurang Selaras
a. Tidak adanya perbaikan dalam bidang ekonomi apalagi terasa adanya kemunduran taraf
hidup rakyat, merupakan salah satu penyebab dari timbulnya gangguan keamanan. JIka hal
tersebut dimanipulir unutk tujuan politik tertentu, maka akan dapt menimbulkan gangguan
keamanan dan ketertiban.
Revolusi-revolusi besar di dunia mengawali gerakannya dengan alasan sosial ekonomi
sebagai penyulutnya. Di Indonesia gerakan tritura pada tahun 1966 didasari antara lain oleh
keadaan ekonomi yang buruk disamping tidak berfungsinya struktur politik untuk memenuhi
aspirasi rakyat.
b. Keadaan ekonomi di Negara-negara yang rakyatnya hidup di bawah taraf yang layak
(subsistansi ekonomi) sangat terpengaruh oleh setiap perubahan keadaan, karena tidak
adanya tabungan atau cadangan sebagai bekal pada saat yang sulit. JIka hal-hal tersebut
disertai dengan lemahnya pemerintahan dapat merupakan sumber gangguan keamanan,
karena tiadanya harapan rakyat akan perbaikan hidup dari usaha-usaha pemerintahannya.
Kondisi yang demikian selalu dimanfaatkan oleh kekuatan-kekuatan ekstrim yang ingin
menjatuhkan pemerintah atau mengubah sistem yang ada.
c. Keadaan ekonomi yang kurang selaras juga selalu merupakan sasaran subversi idiologi
komunis untuk menghilangkan kepercayaan rakyat dan menumbangkan pemerintahan yang
ada, dan selanjutnya menggantikannya dengan pemerintahan komunis.
d. Kurangnya pemerataan keadilan dan kesejahtraan menyebabkan terjadinya kesenjangan
dan permusuhan antara berbagai kelompok masyarakat serta berkurangnya solidaritas
sosial. Keadaan seperti ini juga merupakan salah satu sumber gangguan keamanan serta
berkurangnya kemampuan masyarakat untuk menghadapi gangguan keamanan.
5. Kehidupan sosial budaya yang belum mantap
a. Rendahnya disiplin nasional
Disiplin nasional adalah sikap, perbuatan, atau tingkah laku warga Negara, berupa
kepatuhan dan ketaatan secara sadar serta sukarela terhadap kaedah-kaedah yang berlaku,
karena adanya keyakinan, bahwa dengan kaidah-kaidah tersebut tujuan nasional dapat
tercapai.Rendahnya disiplin nasional berarti kurang dipatuhinya aturan-aturan yang berlaku
dalam lingkungan bersama. Masyarakat mudah terangsang oleh sikap-sikap dan tindakan
negatif yang mengancam stabilitas keamanan. Keadaan ini menjadi sasaran kegiatan
subversi dan kelompok-kelompok ekstrim

Senin, 30 Januari 2006 00:00

Makalah tentang Sistim Pengamanan oleh : Prof. Dr. Awaloeddin Djamin, MPA

I. Pendahuluan
Di Indonesia, semenjak 25 tahun yang lalu sampai sekarang terdapat kerancuan istilah (semantic
confusion) “pertahanan” dan “keamanan” sebagai terjemahan “defence” dan “security”. Terdapat
istilah-istilah mengenai security, seperti “human security”, “world security”, “international security”,
“national security”, “internal security”, “homeland security” dan “industrial security”.

Bahasa Indonesia, istilah “keamanan nasional”, “pertahanan dan keamanan negara”, “sistim
pertahanan dan keamanan rakyat semesta”, “keamanan dalam negeri”, dan sebagainya juga kurang
jelas pengertiaanya. Kerancuan istilah itu sering pula dikaitkan dengan hubungan TNI dan Polri.

Industrial security, mencakupi pengamanan instalasi militer, pemerintahan, rumah sakit, kampus
universitas, dan semua bentuk dan bidang usaha. Pengamanan obyek vital termasuk lingkup “industrial
security”.

II. Industrial Security dan Pengamanan Swakarsa

Industrial security juga sering disebut “private security”, karena intinya mengenai segala kegiatan dan
usaha pengamanan yang dilakukan sendiri oleh instansi dan perusahaan yang bersangkutan.

Industrial security, khususnya security management telah berkembang dan merupakan disiplin
tersendiri di perguruan tinggi dan mencakup :
a. Physical Security, b. Information Security dan c. Personnel security, (kasus suap Mahkamah Agung,
misalnya menggambarkan kelemahan dalam ketiga bidang security tersebut. Physical Security,
contohnya berhubungan dengan pegawai MA diruangan parkir. Information Security, seperti bocornya
hasil rapat Mahkamah Kasasi; dan Personnel Security, pelanggaran dan kejahatan yang dilakukan
pegawai MA sendiri).

Kesadaran pemilik dan pemimpin perusahaan dan pimpinan instansi pemerintah di Indonesia mengenai
security masih sangat rendah yang mengakibatkan kerugian yang sangat besar dari pencurian intern,
penggelapan, pemalsuan, perampokan dan pengrusakan sampai pada korupsi, kolusi dan nepotisme.

Semua pimpinan instansi dan perusahaan, khususnya manajer sekuriti (bila sudah ada) hendaknya
mulai dengan mempertanyakan : Apa yang diamankan ? Kenapa ? Bagaimana cara pengamanannya?
Apa kerugian, bila tidak ada pengamanan?

Untuk menjawab pertanyaan tersebut, harus diketahui ancaman (threat) yang mungkin terdapat
didalam instansi/perusahaan (internal threat) dan ancaman apa yang mungkin datang dari luar
(external threat). Security manager memiliki pengetahuan dan kemampuan untuk mengidentifikasi
bidang-bidang yang potensial atau rawan terjadinya gangguan keamanan dan kerugian, kemudian
merencanakan langkah-langkah untuk mencegahnya.
Bagi perusahaan besar dan instansi penting, bila sekuriti manajer belum mampu, dapat menyewa
Konsultan (specialist) dalam risk management untuk mengadakan threat assessment dan security
survey. Tidak ada dua fasilitas (perusahaan/instansi) yang benar-benar sama, walaupun bergerak di
bidang usaha yang sama sekalipun, karena itu memerlukan assessment dan survey sendiri-sendiri bagi
masing-masing instansi / perusahaan.

Bidang-bidang security, physical, information dan personnel security merupakan bidang yang luas dan
saling terkait. Demikian pula alat pengamanan (security devices) terdapat dari yang sederhana sampai
yang tercanggih dengan teknologi yang mutakhir. Karena itu analisa cost – benefit harus dilakukan
seorang manajer sekuriti dengan memperhitungkan asset yang harus diamankan.

Seperti diterangkan diatas, banyak pemimpin perusahaan dan instansi menganggap security sebagai
cost, karenanya berusaha menekan biayanya serendah mungkin. Sedangkan sebenarnya security
adalah investment untuk menekan kerugian perusahaan/instansi (loss prevention) serendah mungkin.

Kebijakan Polri mengenai “bentuk-bentuk pengamanan swakarsa” yang tercantum dalam UU No. 2,
tahun 2002, mencakupi pengamanan baik sector tradisional, seperti ronda kampung dan siskamling
sampai pada industrial security sector modern, termasuk obyek-obyek vital, kantor-kantor perwakilan
asing.

Pelaksana pengamanan swakarsa, termasuk Satuan Pengaman (Security Guards) bertugas dan
bertanggung jawab dalam pengamanan lingkungan usaha dan wilayah kerjanya (zaken en
territorigebied) masing-masing. Mereka tidak memiliki wewenang penyidikan, kecuali bila tertangkap
tangan dan menyerahkan pelakunya kepada kepolisian.

Kepolisian di semua, juga Polri, bertugas dan bertanggung jawab di seluruh wilayah negara melindungi
seluruh warga masyarakat, baik jiwa, harta benda dan hak-haknya (public police).

UU No. 2 Tahun 2002 menugaskan Polri untuk memberi pembinaan teknis, mengkoordinasi dan
mengawasi Kepolisian Khusus, Penyidik Pegawai Negeri Sipil dan bentuk-bentuk pengamanan
swakarsa. Jadi, tidak hanya SATPAM yang merupakan “sabhara” nya industrial security untuk
lingkungan instansi / usahanya, tetapi seluruh bentuk pengamanan swakarsa perlu mendapat
pembinaan teknis, dikoordinasi dan diawasi.

Undang – Undang No. 2 Tahun 2002, juga memberi tugas dan wewenang kepada Polri untuk
mengeluarkan “izin operasional bagi usaha jasa pengamanan”.

Dengan pesatnya perkembangan usaha jasa pengamanan yang bergerak dibidang konsultan sekuriti,
perdagangan alat-alat sekuriti, pengangkutan uang dan surat berharga (cash in transit), pelatihan
SATPAM, usaha menyewakan tenaga SATPAM, maka Polri tentunya harus menata kerjasama dengan
Departemen Perdagangan, yang berwenang memberi izin usaha, dengan Departemen Hukum dan HAM
mengenai Akte Notaris dan Departemen Tenaga Kerja, bila usaha jasa sekuriti memerlukan tenaga
professional asing. Untuk ini perlu adanya SKB antara Polri dengan Departemen – departemen
tersebut.

Polri harus menentukan syarat-syarat untuk mendapatkan izin operasional, mengumumkan prosedur
untuk mendapatkan izin, berapa biayanya dan siapa yang ditunjuk oleh KAPOLRI untuk
menandatangani izin operasional tersebut.

Karena Polri telah meneliti calon usaha jasa pengamanan, maka dalam konsiderans izin Departemen
Perdagangan dan Departemen Tenaga Kerja, dicantumkan mengingat rekomendasi Polri No. ……....,
tanggal ……………………………., tentang bidang (bidang-bidang) usaha jasa pengamanan ……………….., Polri
wajib mengawasi usaha jasa pengamanan tersebut agar tidak menyimpang dari izin yang diberikan.

III. Pengamanan Obyek Vital pada Kantor-kantor Perwakilan Asing

Pemerintah, cq. Kepolisian menentukan apa yang tergolong obyek vital. Obyek vital, pada umumnya,
bila terjadi gangguan keamanan, akan berdampak pada masyarakat luas, dibidang politik, ekonomi dan
sosial secara nasional bahkan internasional.

Pembangkit tenaga listrik, bendungan besar, instalasi penting lainnya seperti kilang minyak, gedung
lembaga-lembaga negara (DPR, DPD, BPK, MA, Kepresidenan), kantor – kantor perwakilan asing,
perusahaaan besar asing, hotel milik asing, terutama kedutaan besar, umumnya digolongkan sebagai
obyek vital.

Karena vitalnya, Polri wajib membantu pengamanannya terutama dari ancaman luar (external threat),
sedangkan pengamanan intern sepenuhnya menjadi tanggung jawab instansi / usaha / kantor-kantor
perwakilan asing yang bersangkutan. Pengaturan dan penyelenggaraan keamanan terhadap ancaman
dari luar juga dilakukan oleh instansi / usaha / kantor-kantor perwakilan asing masing-masing, seperti
pintu gerbang, kunci-kunci, CCTV, pagar, security guards, sistem alarm, dan sebagainya.

Seperti dimaklumi kantor-kantor perwakilan asing, dapat berupa kantor perwakilan PBB (specialized
agencies), IMF, World Bank, Kedutaan Besar, Konsulat Jendral dan Konsulat.

Kedutaan besar merupakan wilayah extra territorial dari negara yang bersangkutan. Dubes dan staf
diplomatiknya memiliki kekebalan diplomatik, sehingga Polri tidak dapat memasuki wilayah Kedubes,
tanpa izin dari Dubes yang bersangkutan.

Ancaman dari luar bagi Kedutaan Besar dan kantor – kantor perwakilannya pada tingkat Konsulat
Jendral dan Konsulat, dapat berupa sabotase, perampokan dan pencurian dokumen rahasia, unjuk rasa
dengan pengrusakan, pembunuhan, penculikan, penyadapan dan sebagainya.

Kedutaan Besar Israel di ibukota Republik Federal Jerman, Bonn, 30 tahun yang lalu, hampir merupakan
benteng dengan menara penjaga keamanan serta alat-alat pengamanan yang cukup canggih.

Sekarang, dunia, termasuk Indonesia, dihantui oleh ancaman terrorisme internasional dan multi
nasional, seperti Al Qaeda dan Jamaah Islamiah, terutama setelah peristiwa 11 September World Trade
Center of New York dan Bom Bali I.

Memang ada terrorisme, seperti IRA di Irlandia Utara, Bask di Spanyol, Hamas di Palestina, di Jepang
dan sebagainya, tetapi yang bersifat internasional atau multi nasional merupakan gejala baru beberapa
tahun terakhir ini, terutama dalam bentuk bom bunuh diri.

Dari semua terror bom di Indonesia, semenjak tahun 1998 tidak pernah ada organisasi yang
mengatakan mereka bertanggung jawab, seperti yang sering terjadi di negara – negara lain, karena itu
sukar membuktikan organisasi yang bertanggung jawab.

Perkiraan dan pengakuan dari mereka yang tertangkap baik di Indonesia, Thailand dan Filipina,
menjurus kepada Jamaah Islamiah yang punya hubungan dengan Al Qaeda, terdiri dari orang – orang
Islam Fundamentalis dan radikal yang menentang Amerika Serikat dan

Sekutunya karena berpihak pada Israel dan memerangi Afghanistan dan Irak.Mereka menggunakan
agama sebagai dalih untuk jihad dan bom bunuh diri, selain bom dengan paket atau dengan remote
control.

Bom di Kedutaan Filipina berlatar belakang penahanan kelompok mereka di Filipina, sedangkan Bom
Bali I, hotel Marriott, Kedubes Australia, ditujukan terhadap Amerika dan sekutu-sekutunya.

Ancaman bom sering dilakukan melalui telpon. Di Amerika Serikat, 98% ternyata bohong. Walaupun
demikian, khususnya bagi kedutaan besar asing yang merupakan sasaran terror bom, penanganan
telpon di masing-masing Kedubes harus dilakukan secara cermat. Dalam hal ini peran operator telpon
sangat penting, antara lain untuk mendapatkan informasi tentang si penelepon dan sebagainya. Juga
harus ada komunikasi langsung dengan Command and Control Center Polri (PPKO).

Tidak semua kantor-kantor perwakilan asing sama rawannya terhadap ancaman terror bom atau unjuk
rasa dengan pengrusakan.

Karena itu Polri bersama-sama dengan perwakilan negara-negara asing yang ada di Indonesia
sebaiknya membuat tingkat-tingkat physical security dari 1. Minimum, 2. Low Level, 3. Medium, 4. High
Level dan 5. Maximum Security.
Ini dapat dibuat oleh Kedubes yang bersangkutan bersama Polri.

Minimum Security, yang relatif aman ancaman, cukup dengan (1). Penghalang physik yang sederhana
dengan (2). Kunci –kunci yang sederhana pula.

Low Level Security, ditambah (3). System alarm yang pokok saja, (4). Security Lighting sederhana, (5).
Penghalang (barriers) physik yang penting saja serta (6). Kunci-kunci yang lebih baik.

Medium Security, yang 6 diatas, ditambah (7). Remote alarm system yang lebih maju, (8). Physical
barrier yang lebih canggih, anjing pengaman, (9). Satuan pengaman dan sistim komunikasi yang pokok.

High Level Security, yang 9 diatas, ditambah (10). CCTV, (11). Alarm system untuk seluruh lingkungan,
(12). Satuan pengamanan yang terlatih khusus dengan sistem komunikasi yang maju, (13). Access
controls, (14). High security lighting, (15). Koordinasi dengan kepolisian setempat, (16). Memiliki
contingency plans yang jelas.

Maximum Security, yang 16 diatas, ditambah (17). Memiliki di dalam lingkungannya kesatuan
bersenjata untuk menghadapi segala kemungkinan, (18). Sistem Alarm yang paling canggih.

( diambil dari “Physical Security : Readings from Security Management Magazine” edited by Shari
Mendelson Gallery, 1986 ).

Penerapan tingkat security tersebut diatas tentu disesuaikan dengan lingkungan, keadaan dan
kebutuhan. Jadi, kedutaan besar negara Amerika Latin, Afrika, dan Timur Tengah misalnya tidaklah
sama rawannya dengan Kedubes Amerika Serikat, Australia, Inggris dan juga Filipina. Polri mengatur
patroli secara acak pada kedutaan-kedutaan itu.

Polri yang bertugas dan bertanggungjawab di lingkungan luar dari kedutaan besar negara-negara yang
tergolong rawan harus lebih memberi perhatian dalam pemasangan barikade (barrier), penjagaan
dengan menjalin kerjasama, termasuk mengetahui keamanan intern (sepanjang mengenai physical
security) dari perwakilan asing tersebut.

Dua puluh tahun yang lalu (kiranya juga sampai sekarang), Kepolisian Metropolitan London (Scotland
Yard) mempunyai bagian khusus untuk pengamanan kedutaan besar asing dan diplomat di London.
Mereka memiliki denah kantor KBRI di London, hingga dapat membantu bila evakuasi diperlukan.
Tentu denah dari kedubes-kedubes lain di London juga dimiliki Metropolitan Police London.

Bila obyek vital (khususnya milik asing) dan Kedutaan Besar telah memiliki sistem pengamanan yang
ketat, maka teroris akan mencari sasaran yang lebih mudah, seperti Bom Bali II, Jimbaran dan Kuta,
dimana korbannya kebanyakan bangsa Indonesia. Tujuannya adalah untuk menimbulkan rasa takut
masyarakat Indonesia dan asing dan menyatakan bahwa mereka masih exist.

Terorisme, terutama teror bom akan berpengaruh pada pariwisata dan investasi ke Indonesia.

Menurut pengalaman Indonesia, juga negara lain, terror bom sukar untuk dipastikan dimana dan kapan
akan terjadi. Untuk menghadapi ini, kemampuan intelligence (intelijen) sangat penting.

IV. Menghadapi Ancaman Terroris dan Terrorisme

Terorisme adalah kejahatan yang luar biasa, karena itu seperti halnya dalam menghadapi kejahatan
pada umumnya harus tetap dilakukan secara simultan dan terpadu kegiatan-kegiatan (1). Represif, (2).
Preventif dan (3). Pembinaan masyarakat atau pre-emptif.

Menurut ukuran kepolisian di dunia, Polri telah cukup berhasil dalam penanganan terrorisme di bidang
represif, dengan pengungkapan kasus Bom Bali I, Hotel Marriot dan Kedubes Australia.

Agak beda dengan kejahatan biasa, bahkan juga kejahatan KKN, efek jera dari keberhasilan represif (
dampak preventif ), pada kejahatan terorisme belum tentu berlaku.

Karena itu, kegiatan preventif, seperti diuraikan diatas terutama bagi obyek vital dan perwakilan asing
sangat penting artinya. Juga partisipasi TNI, instansi lain serta masyarakat akan memperkuat usaha
preventif ini.

Untuk mencegah agar terorisme tidak terus berkembang, tidak dapat merekrut kader-kader terroris
baru, khususnya, bila latar belakang teroris menggunakan dalih agama, maka peran pemimpin agama,
para Kiai, dai dan lembaga-lembaga pendidikan agama akan sangat menentukan.

Agama Islam, adalah agama damai yang mengharamkan pembunuhan orang-orang tidak bersalah,
dengan bom bunuh diri. Hal ini akan lebih efektif bila dinyatakan dan disampaikan oleh tokoh-tokoh
agama sendiri, daripada pejabat pemerintah dan pejabat keamanan.

Yang akhir ini termasuk usaha pre-emptif atau pembinaan masyarakat oleh pemimpin-pemimpin dan
tokoh masyarakat sendiri. Dengan demikian, para teroris tidak akan dapat simpati dari umat beragama
dan akan menutup rekrutmen teroris baru di Indonesia.

Presiden, Wakil Presiden, pimpinan dan anggota DPR, DPRD, pimpinan partai politik, NU,
Muhammadiyah, LSM dan media massa bersama-sama semua tokoh agama dari pusat sampai ke
daerah disarankan agara terus menerus meyakinkan umat agar terhindar dari pengaruh ajaran dan
janji-janji para terroris yang menyesatkan.
V. Penutup

Demikianlah secara ringkas mengenai sistem pengamanan obyek vital pada Kantor-kantor Perwakilan
Asing, terutama pengamanan dari ancaman teroris dan terorisme di Indonesia, semoga bermanfaat
bagi peserta seminar dan instansi – instansi pemerintah yang terkait.

Kita semua mengharapkan agar di masa mendatang Indonesia akan dikenal sebagai negara yang aman
bagi pariwisata dan investor asing, dimana “hantu” ancaman teror dapat dihadapi secara represif,
preventif dan pre-emptif.

MANAJEMEN PEMBINAAN KEAMANAN

Oleh

KEPALA BADAN PEMBINAAN KEAMANAN POLRI

KOMJEN POL Drs. IMAN HARYATNA

I. PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

a. Stabilitas keamanan merupakan kebutuhan hakiki umat manusia dalam bermasyarakat, tidak ada
masyarakat di dunia ini yang tidak membutuhkan stabilitas keamanan. Tanpa stabilitas keamanan, maka
eksistensi masyarakat akan terancam dan terganggu serta program pembangunan dan tujuan
masyarakat tersebut tidak akan tercapai.

b. Untuk menjamin tercipta dan terpeliharanya stabilitas keamanan tersebut diperlukan upaya
pengelolaan, oleh karenanya masyarakat melalui entitas negara yang dibangunnya membentuk aturan-
aturan hukum dan perangkat-perangkat serta pola penegakannya.

c. Menurut ketentuan peraturan perundang-undangan, bahwa salah satu perangkat negara yang
dibentuk untuk melaksanakan pembinaan keamanan tersebut dan merupakan aparatur negara yang
diletakkan di serambi terdepan sebagai leading sector dari sistem ketatanegaraan di Indonesia, adalah
“Kepolisian Negara Republik Indonesia.”
d. Untuk mewujudkan situasi dan kondisi keamanan negara, terutama situasi keamanan dalam negeri
yang menjadi syarat utama dalam mendukung kelancaran pembangunan nasional dan mewujudkan
tujuan nasional Indonesia, diperlukan managemen pembinaan keamanan yang dapat dipertanggung
jawabkan (Accountable).

e. Dalam konteks penciptaan dan pemeliharaan keamanan tersebut, ketentuan peraturan perundang-
undangan telah mengamanatkan kepada Polri untuk mewujudkan keamanan dalam negeri yang meliputi
terpeliharanya keamanan dan ketertiban masyarakat, tertib dan tegaknya hukum, terselenggaranya
perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat, serta terbinanya ketentraman
masyarakat dengan menjunjung tinggi hak asasi.

f. Penanggulangan hakekat ancaman keamanan dalam negeri, baik berupa potensi gangguan, ambang
gangguan maupun gangguan nyata dalam bentuk kriminalitas maupun bentuk gangguan lain, tidak akan
efektif manakala tidak dilakukan secara komprehensif.

g. Dalam naskah ini akan digambarkan implementasi pembinaan keamanan dalam pengamanan
kegiatan kenegaraan dan kegiatan kemasyarakatan.

2. Dasar.

a. Undang-Undang Dasar Tahun 1945.

b. TAP MPR No. VI dan VII Tahun 2000.

c. Undang-undang RI Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana.

d. Undang-undang RI Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia.

e. Grand Strategi Polri 2005-2025.

f. Renstra Polri 2010-2014.

3. Maksud dan Tujuan.

a. Memberikan pengetahuan dan pemahaman kepada perwira siswa tentang penyelenggaraan


manajemen pembinaan keamanan dalam rangka mewujudkan keamanan dalam negeri.

b. Untuk dapat dijadikan acuan / referensi dalam pelaksanaan tugas di lapangan oleh para perwira
lulusan Sespim Polri selaku manajer tingkat menengah.
4. Ruang Lingkup.

a. Konsep keamanan dalam negeri menurut UU RI No. 2 Tahun 2002.

b. Kedudukan dan peran Polri dalam ketatanegaraan.

c. Akuntabilitas Polri dalam rangka pembinaan keamanan.

d. Manajemen pembinaan keamanan dalam rangka penanggulangan keamanan dan ketertiban


masyarakat untuk mewujudkan keamanan dalam negeri.

e. Implementasi manajemen pembinaan keamanan dalam pengamanan kegiatan kenegaraan dan


kegiatan kemasyarakatan.

5. Permasalahan, Persoalan dan Pengertian Kamtibmas

a. Permasalahan.

Bagaimana manajemen pembinaan keamanan dalam rangka penanggulangan gangguan kamtibmas


untuk mewujudkan keamanan dalam negeri?

b. Persoalan.

1) Apa yang menjadi dimensi tantangan tugas Polri?

2) Bagaimana manajemen pembinaan keamanan saat ini dalam menjawab tantangan tugas Polri?

3) Faktor-faktor apa yang mempengaruhi efektifitas penyelenggaraan manajemen pembinaan


keamanan?

4) Bagaimana penyelenggaraan manajemen pembinaan keamanan yang diharapkan?

5) Bagaimana implementasi pembinaan keamanan dalam pengamanan kegiatan kenegaraan dan


kegiatan kemasyarakatan?

c. Pengertian Kamtibmas.

Terminologi ”Kamtibmas” merupakan akronim dari kata-kata “Keamanan dan Ketertiban Masyarakat”,
kata ”Keamanan” menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, edisi ketiga, terbitan PT. (Persero) Balai
Pustaka, Jakarta, 2002, diartikan secara singkat dan sederhana sebagai “Keadaan aman”, yaitu keadaan
dimana terdapat suasana :

1) Tenteram dan damai, baik lahir maupun bathin (peace).

2) Bebas dari kekhawatiran, keragu-raguan, dan ketakutan yang terwujud dalam adanya kepastian atas
tertib dan tegaknya hukum (sure).

3) Bebas dari setiap gangguan, baik fisik maupun psikis (secure).


4) Terlindungi dan terayomi dari segala macam bahaya dan resiko (safe).

Dengan demikian dalam konteks manifestasi hukum, yang dimaksudkan dengan peace, sure,
secure, dan safe itu adalah tidak adanya bahaya, ancaman, dan atau gangguan/pelanggaran hukum.
Sedangkan secara luas maka pengertian keamanan bisa termasuk situasi dan kondisi akibat adanya
banjir, tanah longsor, gempa bumi, gunung meletus, tsunami, kelaparan, hama penyakit, dsb.

Adapun terminologi “Ketertiban” berasal dari kata dasar “tertib”, yang artinya teratur (in order), sesuai
dengan aturan (orderly). Dengan demikian arti “Ketertiban” secara sederhana dan singkat adalah
“Keadaan serba teratur/baik.” Bila dirumuskan dalam formulasi yang lebih lengkap, maka definisi dari
“Ketertiban” itu adalah “Suatu kondisi dinamis dimana terdapat keteraturan hidup dan kehidupan
individu dan masyarakat yang tertata secara baik sesuai dengan norma-norma / ketentuan hukum yang
berlaku.”

Sementara arti kata “Masyarakat” adalah “Himpunan sejumlah manusia yang terikat dalam satu budaya
yang sama,” contohnya masyarakat desa, masyarakat kota, masyarakat ilmuan, masyarakat petani,
masyarakat nelayan, dan lain sebagainya.

Dari perpaduan ketiga arti kata di atas, lalu Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 merumuskan makna
Kamtibmas itu sebagai : “Kondisi dinamis masyarakat sebagai prasyarat terselenggaranya proses
pembangunan nasional dalam rangka tercapainya tujuan nasional yang ditandai oleh terjaminnya
keamanan, ketertiban, dan tegaknya hukum, serta terwujudnya ketentraman, yang mengandung
kemampuan membina serta mengembangkan potensi dan kekuatan masyarakat dalam menangkal,
mencegah, dan menanggulangi segala bentuk pelanggaran hukum dan bentuk-bentuk gangguan
lainnya yang dapat meresahkan masyarakat”.

6. Tata Urut.

a. Pendahuluan.

b. Dimensi tantangan tugas Polri.

c. Manajemen pembinaan keamanan saat ini.

d. Faktor-faktor yang mempengaruhi manajemen pembinaan keamanan.

e. Manajemen pembinaan keamanan yang diharapkan.

f. Implementasi pembinaan keamanan dalam pengamanan kegiatan kenegaraan dan kegiatan


kemasyarakatan.

g. Penutup.
II. DIMENSI TANTANGAN TUGAS POLRI

7. Perkembangan Lingkungan Strategis.

a. Global.

1) Keberadaan NGO (Non Government Organization) cenderung digunakan sebagai kepanjangan tangan
negara donor atau sebagai alat politik negara tertentu dalam upaya membantu merealisasikan kebijakan
pemerintah negaranya terhadap negara lain.

Sedangkan kegiatan NGO di Indonesia cenderung akan mempengaruhi kebijakan politik, konstitusi dan
pemerintahan dengan memanfaatkan isue tertentu sehingga cenderung menimbulkan terjadinya
perubahan sistem politik dan ketatanegaraan.

2) Berbagai kebijakan di bidang ekonomi yang dibuat oleh negara-negara maju seperti perdagangan
bebas akan mulai berlaku pada tahun 2010 bagi negara maju dan tahun 2020 untuk semua negara yang
tergabung dalam APEC. Bila Indonesia tidak siap dengan daya saing dan pengaturan perekonomian
nasional yang kondusif, maka perdagangan bebas akan dapat melemahkan pengusaha Indonesia.

3) Lembaga-lembaga keuangan multilateral seperti Bank Dunia, IMF, ADB, tetap didominasi oleh negara-
negara maju khususnya kelompok negara-negara G7. Dilain pihak melalui pengaruh politik maupun
ekonomi negara-negara maju telah memperkokoh jaringanTransnational Corporation (TNC) yang
mengkooptasi peluang bagi perusahaan-perusahaan nasional di setiap negara. Lembaga ini dikecam
serta dicurigai oleh beberapa negara dan LSM sebagai antek neokolonialis, dan lembaga-lembaga
keuangan tersebut diminta menghentikan pemberlakuan persyaratan yang menekan negara-negara
kreditor.

4) Konflik yang terjadi di kawasan Timur Tengah antara Israel dan Palestina, terutama tindakan agresi
militer Israel ke Jalur Gaza yang telah mengakibatkan jatuhnya ribuan orang korban meninggal dunia
dan ribuan lainnya luka-luka serta hancurnya infrastruktur di lokasi tersebut, telah menjadi sorotan
dunia dan memicu munculnya solidaritas terhadap Palestina.

5) Isue terorisme cenderung semakin meningkat, berkembang dan meluas dalam jaringan internasional.
Maraknya aksi terorisme semula dipicu oleh sikap tidak adil AS terhadap masalah Palestina dan Israel
dan akan terus berkembang sejalan dengan sikap AS yang semakin menonjolkan kekuatannya di
berbagai kawasan dunia.

b. Regional

1) Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) mempunyai perbatasan darat maupun perairan atau laut
dengan 10 (sepuluh) negara tetangga yaitu negara Malaysia, Singapura, Filipina, Australia, Vietnam,
Papua Nugini, Thailand, India, Republik Palau dan Timor Leste.

2) Jepang saat ini merupakan salah satu negara ekonomi kuat di dunia, yang hubungannya sangat erat
dengan Indonesia, hal ini ditandai dengan meningkatnya investasi Jepang di Indonesia serta
meningkatnya ekspor beberapa komoditas unggulan Indonesia ke Jepang. Di samping kerjasama
bantuan Jepang kepada Indonesia di bidang budaya, pendidikan yang berpengaruh bagi kemajuan
Indonesia.

3) Republik Rakyat Cina (RRC) mengalami kemajuan yang sangat pesat di bidang perekonomian
terutama sektor industri telah mengubah peta kekuatan perusahaan-perusahaan berbasis lintas negara
(trans / multinational corporation) yang selama ini didominasi oleh perusahaan yang berasal dari
Amerika dan Eropa. Produk-produk RRC membanjiri pasar dunia termasuk Indonesia, karena harga dan
kualitasnya yang mampu bersaing.

4) Korea Selatan merupakan sekutu AS, sehingga sangat dominan dalam keamanan kawasan di Asia
termasuk keamanan di Indonesia, namun pada daerah perbatasan Panmunjom merupakan daerah
rawan terjadinya konflik etnis antara Korea Selatan dengan Korea Utara. Korea Selatan dengan
Indonesia memiliki hubungan yang erat secara emosional karena adanya TKI dan TKW di negara tersebut
serta kerjasama industri otomotif dan industri lainnya yang berkembang cukup pesat.

5) Pakistan, dengan penduduk yang mayoritas Islam radikal dan dalam beberapa tahun terakhir menjadi
sekutu dekat AS dalam menumpas kelompok Al Qaeda pimpinan Osama Bin Laden, khususnya di daerah
perbatasan Afganistan. Hal tersebut akan berdampak terhadap situasi keamanan dalam negeri Pakistan
dan melahirkan berbagai tindakan terror yang dilakukan oleh kelompok Islam radikal yang memiliki
jaringan dengan kelompok terorisme di Indonesia.

6) Palestina, secara konsisten perjuangannya didukung oleh pemerintah Indonesia yang menentang
segala bentuk penjajahan dan mendukung resolusi DK PBB nomor 242 (1967) dan resolusi DK PBB
nomor 338 (1973) yang menyebutkan pengembalian tanpa syarat seluruh wilayah Arab yang diduduki
Israel dan pengakuan atas hak-hak syah rakyat Palestina.

7) Australia, peningkatan peran politik dan keamanan Australia sebagai sekutu AS cenderung melahirkan
ketegangan dengan negara-negara tetangga Australia yang mempunyai kepentingan berbeda dengan
AS. Strategi Australia dalam rangka memperkuat perannya di kawasan Asia Pasifik, telah membangun
kekuatan militer dengan fasilitas militer yang mampu menjangkau sebagian wilayah Indonesia.

8) Papua New Guinea (PNG), bahwa penyelundupan senjata api dari Australia melalui selat Torres ke
PNG yang ditukarkan dengan narkoba dan minuman keras kecenderungannya akan terus berlanjut.
Beberapa wilayah di PNG masih dimanfaatkan oleh TPN / OPM untuk melakukan kegiatan separatisme.
Masalah perbatasan RI dan PNG sampai saat ini belum dapat ditentukan secara yuridis formal.

9) Timor Leste, kondisi ekonomi masyarakat di Republik Demokratik Timor Leste (RDTL) sangat
bergantung pada negara lain terutama Indonesia, berpengaruh terhadap meningkatnya kasus
penyelundupan barang-barang komoditas dari negara tetangga tersebut ke Indonesia maupun
sebaliknya. Sebagian masyarakat Indonesia di kawasan yang berbatasan langsung dengan Timor Leste
keberatan atas status tanah yang mereka kuasai / miliki selama bertahun-tahun secara turun-temurun,
kini dimasukkan dalam wilayah negara Timor Leste.
10) Philipina, Pemerintah Phlipina masih menghadapi berbagai masalah keamanan dalam negeri, antara
lain pemberontakan di Philipina Selatan yang dilakukan oleh Moro Islamic Liberation
Front (MILF), Missuari Break Awcro Group (MBG) dan kelompok Abu Sayyaf Group (ASG) yang walaupun
sudah semakin terdesak namun masih melakukan tindakan kekerasan berupa terror dan penculikan
warga negara Philipina maupun warga negara asing dengan sasaran untuk mendapatkan uang tebusan.
Kelompok tersebut disinyalir masih ada kaitan dengan kelompok Islam radikal di Indonesia.

11) Singapura, sebagai anggota Asean menunjukkan sikap kooperatif namun cenderung mengutamakan
kepentingan nasionalnya sendiri. Kebijakan politik, ekonomi, keamanan dan hukum cenderung
mengabaikan kepentingan negara Asean lainnya, perbedaan sistem hukum yang berlaku di Singapura
menjadikan perjanjian ekstradisi untuk mengambil para buronan yang bermukim di Singapura dapat
dilakukan dengan cara mudah.

12) Malaysia, kebijakan Pemerintah Malaysia terhadap TKI cenderung masih merugikan kepentingan
Indonesia. Di satu sisi Malaysia masih sangat membutuhkan TKI, namun di sisi lain cenderung
memperlakukan TKI kurang manusiawi serta membiarkan masuknya TKI yang tidak memiliki perijinan
dan dokumen keimigrasian yang syah. Kondisi geografis Malaysia yang berbatasan langsung dengan
Indonesia berupa perairan laut, hutan yang cukup luas dan batas wilayah yang belum jelas dan sulit
diawasi memberi peluang timbulnya kejahatan, pelanggaran keimigrasian (human trafficking),
penyelundupan barang (smuggling) serta peredaran kayu illegal (illegal logging).

c. Nasional

1) Geografi.

a) Letak Geografi Indonesia berada pada posisi silang di antara dua benua yakni Benua Asia dan Benua
Australia, diapit dua samudera yakni Samudera Pasifik dan Samudera Hindia, luas wilayah Indonesia 7,7
juta Km2, garis pantai terbentang sepanjang 81.290 Km. Indonesia merupakan negara kepulauan yang
terdiri dari + 17.499 pulau, luas wilayah laut 5,8 juta Km2, kondisi geografi seperti ini dapat berimplikasi
terhadap keutuhan NKRI dan muncul berbagai masalah keamanan termasuk perbatasan, seperti
pelanggaran prosedur keimigrasian, penyelundupan barang atau orang, pencurian sumber daya alam
terutama di wilayah yang sulit / jauh dari jangkauan pengawasan.

b) Hukum laut Internasional (UNCLOS 82) telah mengakui Negara Indonesia sebagai Negara Kelautan.
PBB dan Negara-negara di dunia pada umumnya mengakui dan menjamin kedaulatan dan integritas
NKRI. Namun demikian harus tetap diwaspadai segala bentuk ancaman yang dapat mengganggu
stabilitas keamanan dalam negeri serta disintegrasi bangsa.

2) Demografi

a) Jumlah penduduk Indonesia sampai dengan tahun 2008 tercatat sebanyak 241.973.879 jiwa dan
menempati nomor 4 terbesar di dunia. Terdiri dari 525 suku bangsa dan menganut berbagai ajaran
agama serta berbagai aliran kepercayaan.
b) Laju pertumbuhan penduduk pada tahun 2008 tercatat sekitar 1,3 %. Dari jumlah tersebut yang
mendiami pulau Jawa 58,26 % dengan kepadatan 900 jiwa per Km2 sedangkan sisanya + 41,74 %
tersebar di luar pulau Jawa dengan kepadatan rata-rata 49 jiwa per Km2.

c) Dengan jumlah penduduk yang sedemikian besar dihadapkan dengan lapangan pekerjaan yang
terbatas, akan menimbulkan masalah pengangguran dan masalah sosial lainnya yang dapat berimplikasi
pada masalah keamanan.

3) Sumber daya Alam

a) Minyak dan gas bumi masih merupakan salah satu andalan bagi pemasukan devisa negara, baik yang
dikelola oleh Pertamina maupun oleh perusahaan asing dengan sistem bagi hasil.

b) Batubara merupakan sumber energi alternatif di masa mendatang dan terus mengalami peningkatan
produksi. Di samping itu potensi kandungan tambang emas, perak, bauksit, biji besi, nikel yang dimiliki
Indonesia cukup besar, eksploitasi terhadap potensi sumber daya alam tersebut melibatkan perusahaan
asing.

c) Lautan Indonesia memiliki potensi ikan dan kekayaan sumber daya laut lainnya yang cukup besar,
namun belum sepenuhnya dapat dimanfaatkan secara optimal.

d) Luas hutan Indonesia mencapai + 138,8 Juta Ha yang menurut fungsinya dibagi menjadi hutan
lindung, hutan produksi dan hutan untuk suaka margasatwa.

e) Sumber kekayaan alam Indonesia yang cukup berlimpah, di samping dapat memberikan
kesejahteraan bagi rakyat Indonesia juga dapat berimplikasi pada kerawanan bidang keamanan.

4) Ideologi

Kondisi ideologi masih dihadapkan pada belum diimplementasikannya nilai-nilai Pancasila sebagai dasar
negara secara menyeluruh dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, sejalan dengan
perkembangan kehidupan demokrasi timbul upaya dan keinginan dari kelompok masyarakat tertentu
untuk mengubah Pancasila dengan ideologi lain yang berorientasi kepada agama, faham liberal dan
faham sosialis / komunis, seperti :

a) Kelompok agama menghendaki pedoman hidup bangsa Indonesia harus berpegang pada prinsip
kebenaran ajaran agamanya, seperti ingin mengganti Pancasila dengan Piagam Jakarta.

b) Kelompok Faham Liberal dengan memanfaatkan momentum reformasi, tuntutan demokratisasi dan
HAM mempengaruhi para politisi, LSM, cendekiawan dan berbagai elemen masyarakat menuntut
kebebasan tanpa mengindahkan Pancasila sebagai falsafah bangsa.

c) Kelompok Faham Komunis melalui kelompok radikal berbasis komunis, mengangkat isue kepentingan
HAM selalu berupaya agar dicabutnya ketetapan MPRS Nomor XXV/MPRS/1966 sehingga ajaran
komunis dapat hidup kembali di wilayah NKRI.
5) Sosial Politik dan Hukum.

a) Kondisi Politik nasional masih diliputi suasana euphoria demokrasi yang berkepanjangan sehingga
meninggalkan rambu-rambu yang telah disepakati dan diatur oleh undang-undang, sehingga
berimplikasi terhadap terganggunya stabilitas kamtibmas.

b) Di bidang otonomi daerah pengaturan tentang perimbangan keuangan antara pusat dan daerah
masih belum tuntas karena adanya perbedaan kemampuan masing-masing daerah, terjadinya tarik
menarik kewenangan, serta konflik kepentingan berkaitan dengan sumber daya nasional yang berada di
daerah, di samping itu juga terjadi isue kesenjangan pembangunan antar daerah, seperti :

(1) Antara pulau Jawa dengan luar pulau Jawa.

(2) Antara kawasan barat Indonesia dengan kawasan timur Indonesia.

(3) Antara Kota dengan desa, dimana kecenderungan pembangunan terkonsentrasi di daerah perkotaan,
akibatnya kota mengalami pertumbuhan yang lebih cepat.

c) Di bidang pemekaran wilayah, di berbagai daerah menimbulkan berbagai permasalahan, karena


prosesnya terkesan dipaksakan oleh sekelompok orang, tidak melalui pentahapan secara matang,
mengabaikan persyaratan prinsip-prinsip daerah otonom, seperti batas wilayah, partisipasi rakyat serta
sumber daya yang masih kurang mendukung, sehingga berpotensi timbulnya konflik horizontal dan
vertikal yang dapat mengganggu stabilitas keamanan.

d) Di beberapa daerah telah diberlakukan Perda yang bernuansa syariat Islam sehingga telah
menimbulkan kontroversi yang dapat menimbulkan konflik horizontal.

e) Gejala separatisme di Provinsi Nangroe Aceh Darussalam, pasca perjanjian Helsinki masih menyisakan
permasalahan yang bernuansa separatisme.

f) Di Maluku, kekuatan separatis masih merupakan kerawanan karena ada kelompok-kelompok


masyarakat yang mengkonsolidasikan kekuatan untuk membentuk pemerintahan transisi Republik
Maluku Selatan (RMS).

g) Di Papua, kekuatan perjuangan Papua Merdeka akan meningkat pada masa-masa yang akan datang
dimana sekelompok rakyat Papua terutama penduduk asli menginginkan kemerdekaan.

h) Kondisi budaya politik belum menunjukkan iklim yang sesuai dengan demokrasi budaya politik masih
bersifat primodial, oportunis, nepotis, feodal dan anarkhis. Indikatornya antara lain pengerahan
kekuatan massa politik sebagai kelompok penekan bernuansa kekerasan dan destruktif.

i) Substansi hukum masih ada yang tumpang tindih dan inkonsisten.

j) Kebebasan pers tumbuh dan berkembang, namun belum diimbangi oleh tanggung jawab sesuai etika
jurnalistik, sehingga mengarah kepada kebebasan tanpa batas dan tidak bertanggung jawab.

6) Sosial Ekonomi
a) Pertumbuhan ekonomi tahun 2010, diperkirakan akan mengalami perlambatan dibanding tahun
2009, hal ini disebabkan dampak dari krisis ekonomi global. Daya beli masyarakat menurun, angka
pengangguran meningkat yang berimplikasi pada gangguan keamanan.

b) Kejahatan Perbankan nasional masih akan terjadi dengan berbagai modus operandi, sehingga
menurunkan tingkat kepercayaan pada Perbankan nasional.

c) Penyelundupan berbagai komoditi perdagangan masih tinggi, sebagai akibat adanya perbedaan harga
yang relatif besar serta lemahnya sistem pengawasan di berbagai instansi terkait.

d) Upaya Pemerintah untuk meyakinkan negara-negara besar agar menanamkan investasinya di


Indonesia belum sepenuhnya berhasil, hal ini disebabkan oleh berbagai hambatan antara lain : Proses
perijinan, peraturan perundang-undangan yang tumpang tindih dan belum adanya kepastian hukum
untuk berinvestasi di Indonesia.

7) Sosial Budaya

a) Dalam bidang kehidupan beragama masih muncul berbagai persoalan berkaitan dengan adanya
beberapa aliran kepercayaan yang sering menimbulkan konflik antar umat beragama dan para penganut
aliran kepercayaan. Selain itu masih pula dirasakan adanya fanatisme sempit dari kelompok umat
beragama yang sering memicu berbagai permasalahan sosial dengan isue agama. Sebagian pemuka
agama juga masih cenderung melakukan politisasi agama untuk kepentingan golongannya, kelompoknya
atau Parpol tertentu. Beberapa aliran kepercayaan yang dinilai sesat dan menyesatkan antara lain :

(1) Lia Eden / Ajaran Salamullah

(2) Al Zaytun

(3) Ajaran Islam Jamaah / Lemkari / LDII

(4) Aliran Ingkar Sunah

(5) Gerakan Darul Arqam

(6) Perguruan Mahesa Kurung

(7) Ajaran Ahmadiyah

(8) Aliran Pemburu Isa Bugis

(9) Gerakan Lembaga Kerasulan (LK)

(10) Bahai, Aliran Sesat Sempalan Syiah

(11) Gerakan Syiah di Indonesia

(12) Al-Qiyadah Al Islamiyah


Keberadaan aliran-aliran sesat ini berpotensi menimbulkan konflik komunal di lingkungan masyarakat
penganut agama.

b) Dengan masuknya budaya asing maka telah tergeser nilai-nilai budaya lokal seperti pola hidup
hedonisme yang mementingkan kesenangan dengan cara mencari uang secara mudah (tanpa melalui
proses usaha maksimal untuk mendapatkannya). Hal ini dapat dilihat dengan banyaknya remaja yang
terlibat penyalahgunaan dan perdagangan narkoba dengan harapan mendapatkan uang banyak tanpa
kerja keras.

c) Pola hidup konsumtif telah menggeser pola hidup sederhana yang menimbulkan tingginya tingkat
kebutuhan sesaat (feel need) bukan kebutuhan nyata (real need). Berkembangnya pusat perbelanjaan
yang ramai dikunjungi masyarakat yang inginnya belanja dengan menggunakan kartu kredit namun
berpotensi macet pada saat dilakukan penagihan oleh pihak Bank.

d) Bergesernya pola makan dari jenis makanan mediteranian food ke jenis makanan junk food sehingga
memunculkan berbagai jenis penyakit baru.

8) Keamanan.

a) Kondisi keamanan dapat dilihat dari gangguan kriminalitas, gangguan kamseltibcarlantas, gangguan
kamtibmas bukan pidana, dan keamanan situasi di wilayah konflik. Kriminalitas diwarnai oleh berbagai
kejahatan baik kejahatan konvensional, kejahatan transnasional, kejahatan terhadap kekayaan negara,
dan kejahatan yang berimplikasi kontinjensi.

Sedangkan situasi kamseltibcarlantas masih diwarnai rendahnya disiplin dan kesadaran hukum para
pemakai jalan sehingga situasi kamseltibcarlantas masih diwarnai oleh berbagai permasalahan lalu lintas
seperti pelanggaran, kemacetan dan kecelakaan. Mudahnya untuk memilliki kendaraan bermotor
dengan sistem kredit tanpa diimbangi dengan kemampuan mengendarai kendaraan bermotor dengan
tertib, sopan dan taat peraturan menyebakan angka kecelakaan lalu lintas dan kemacetan lalu lintas
cenderung semakin tinggi.

Sementara itu, situasi keamanan di beberapa daerah yang dilanda konflik secara umum kondisi
keamanannya sudah semakin kondusif, namun di beberapa daerah tertentu masih sering terjadi
tindakan main hakim sendiri, anarkisme, kekerasan dengan menggunakan senjata api, yang meresahkan
masyarakat.

b) Kondisi keamanan di wilayah konflik, dapat digambarkan, sebagai berikut :

(1) Situasi Kamtibmas di wilayah NAD dalam keadaan kondusif, namun masih terjadi aksi kriminal seperti
curas dengan menggunakan senpi yang dari hasil penyelidikan terungkap pelakunya melibatkan anggota
KPA / bekas GAM.
Pendirian partai lokal GAM yang dikendalikan oleh aktivis SIRA perlu diwaspadai mengingat mempunyai
cita-cita referendum yang merupakan indikasi upaya separatisme.

(2) Dengan telah tertangkapnya sebagain besar DPO pelaku kerusuhan, situasi kamtibmas di Poso relatif
kondusif. Namun tetap harus terus diwaspadai mengingat penyelesaian rehabilitasi terhadap
masyarakat korban konflik belum seluruhnya terselesaikan yang sewaktu-waktu dapat timbul kembali
apabila dipicu oleh oknum / kelompok tertentu yang tidak menginginkan keamanan dan kedamaian di
wilayah RI.

(3) Situasi Kamtibmas di wilayah Maluku sudah semakin kondusif, walaupun masih terdapat potensi
adanya simpatisan gerakan RMS.

(4) Gerakan kelompok separatis akan senantiasa eksis dan berkembang dari waktu ke waktu dengan
memanfaatkan setiap kesempatan untuk mempropagandakan dan memperjuangkan Negara Papua
Barat, dimana setiap tanggal 1 Desember selalu dijadikan sebagai peringatan kemerdekaan Papua Barat.

8. Trend kejahatan.

a. Jenis-jenis kejahatan mendatang hingga akhir Renstra 2005-2024 akan semakin canggih seperti
penggunaan senjata biologis, cyber crime, pemalsuan identitas, dan lain-lain. Kesemuanya itu tidak
dapat dihadapi dengan kemampuan Kepolisian secara konvensional.

b. Ancaman separatisme masih akan membayangi eksistensi NKRI. Isue-isue mengenai ketidakadilan
dalam proses pembangunan nasional antara pusat dan daerah, pelanggaran HAM, dan eksploitasi
sumber daya alam yang dilakukan tanpa memperhatikan keadilan bagi masyarakat lokal akan terus
digunakan oleh kelompok separatis dalam manuver untuk mencapai tujuannya. Separatisme akan terus
menjadi bahaya laten dan akan terus berkembang apabila tidak ada penanganan akar masalah secara
komprehensif dan tuntas.

c. Penyalahgunaan wewenang dan pencurian kekayaan negara akan semakin merajalela apabila tidak
ada tindakan yang tegas, didukung oleh kebijakan pemerintah yang memadai dan komitmen para
penyelenggara negara serta para elit politik terhadap kepentingan masyarakat banyak.

d. Kejahatan transnasional akan terus meningkat sejalan dengan kemajuan teknologi informasi dan
transportasi didukung kondisi geografis Indonesia yang terbuka dan kondisi masyarakat yang
ekonominya masih rendah.

e. Kejahatan narkoba masih merupakan ancaman yang sangat serius, karena disamping sindikat / mafia
lokal yang terus berkembang, juga didukung oleh sindikat / mafia internasional yang sudah memiliki
jaringan di Indonesia.

f. Kejahatan terhadap HAKI (Hak Atas Kekayaan Intelektual) cenderung terus berkembang dan
menimbulkan kerugian negara yang sangat besar sehingga menghambat proses pembangunan nasional.
Kejahatan terhadap HAKI juga dapat mempengaruhi hubungan bilateral, multilateral dan bahkan
internasional antara Indonesia dengan negara-negara lain apabila tidak ditangani dengan benar.
9. Tuntutan dan harapan masyarakat.

Di era keterbukaan menuju masyarakat modern, tuntutan dan harapan masyarakat akan terus
berkembang seiring dengan kemajuan teknologi informasi yang begitu pesat. Dihadapkan pada
masyarakat Indonesia yang majemuk dengan beragam suku bangsa dan adat istiadatnya, maka tuntutan
dan harapan masyarakat terhadap kinerja Polri juga semakin beragam. Dari hasil tinjauan evaluasi
kinerja organisasi dan profil Polri dapat diidentifikasi berbagai harapan masyarakat terhadap Polri
dengan pengelompokan sebagai berikut :

a. Masyarakat menginginkan adanya rasa aman.

Rasa aman merupakan salah satu kebutuhan manusia yang paling mendasar yang tidak bisa digantikan
dengan apapun. Masyarakat termasuk lembaga pemerintah maupun non pemerintah berharap bahwa
keberadaan Polri di tengah-tengah masyarakat benar-benar memberikan rasa aman dan tentram,
terbebas dari rasa takut atau khawatir dalam menjalankan aktifitasnya sehari-hari.

b. Masyarakat menginginkan adanya pelayanan prima.

Masyarakat menghendaki Polri yang merupakan Lembaga non profit tidak menarik keuntungan dari
pelayanan yang diberikan kepada masyarakat. Sebagai lembaga yang salah satu tugasnya memberikan
jasa pelayanan, masyarakat menuntut Polri untuk menerapkan standar pelayanan prima sebagaimana
yang telah ditentukan. Standar pelayanan tersebut bukan saja diberlakukan bagi pelayanan yang bersifat
administratif seperti pelayanan SIM, STNK, BPKB (SSB), perijinan, dan SKCK namun juga termasuk pada
pelayanan bidang operasional seperti penerimaan laporan atau proses penanganan kasus-kasus yang
dilaporkan masyarakat.

c. Masyarakat mendambakan Polri yang profesional, bermoral, dan modern.

Dambaan masyarakat tersebut secara lugas dapat diartikan bahwa sosok profesional yaitu sosok Polri
yang memiliki keahlian, kecakapan atau kemampuan teknis sesuai dengan misi dan tugas pokoknya.
Sosok yang bermoral berarti bahwa setiap anggota Polri harus selalu mempedomani etika profesinya
yang dilandasi nilai-nilai etika, moral dan integritas yang tinggi. Sedangkan modern berarti bahwa Polri
harus menyesuaikan diri dengan kondisi perubahan modern baik organisasi maupun peralatannya
sehingga senantiasa dapat memenuhi harapan masyarakat.

d. Masyarakat mengharapkan Polri yang transparan dan akuntabel.

Transparan yang diharapkan masyarakat adalah adanya keterbukaan, menghargai perbedaan, dapat
dipercaya, dan tidak diskriminatif dalam setiap tindakan yang dilakukan oleh Polri. Sedangkan akuntabel
artinya setiap tindakan yang dilakukan Polri dapat dipertanggungjawabkan baik dari sisi prosedural
maupun aturan hukum yang diterapkan serta dapat dilakukan audit oleh siapapun.

10. Isue-isue Strategis


Disamping perkembangan lingkungan strategis dan trend kejahatan, perlu juga dipertimbangkan isue-
isue strategis yang berimplikasi langsung terhadap pelaksanaan tugas Polri serta memerlukan respon
penanganannya, antara lain :

a. Pelayanan masyarakat wilayah perbatasan dan pulau-pulau terluar.

Wilayah Indonesia berbatasan dengan 10 negara dan diantaranya terdapat 12 pulau-pulau kecil
terdepan yang letaknya berbatasan langsung dengan negara tetangga. Kondisi tersebut rawan terhadap
munculnya berbagai bentuk kejahatan di lintas perbatasan. Di samping itu, kasus sengketa perbatasan
antara Indonesia dengan Malaysia yang kerap kali menimbulkan ketegangan terlebih lagi setelah
terlepasnya Pulau Sipadan dan Ligitan merupakan pengalaman berharga betapa pentingnya perhatian
terhadap wilayah perbatasan dan pulau-pulau terdepan yang masuk teritori wilayah Indonesia. Peran
Polri di wilayah perbatasan tidak semata-mata ditujukan pada fungsi penegakkan hukum terutama para
pelanggar lintas batas tetapi juga ditujukan pada fungsi pelayanan masyarakat. Oleh karena itu fokus
perhatian Polri sebenarnya ditujukan pada pengamanan keberadaan masyarakat yang berdiam di
wilayah perbatasan serta pulau-pulau terdepan yang berpenghuni.

b. Pengamanan obyek vital nasional.

Pengamanan obyek vital nasional terutama yang bernilai strategis menuntut kesiapan Polri dalam
melakukan penggelaran serta struktur organisasi yang mewadahinya. Terlebih lagi dengan terbitnya
Keputusan Presiden Nomor 63 Tahun 2004 tentang Pengamanan Obyek Vital Nasional yang secara tegas
menyebutkan Polri sebagai penanggungjawab terhadap pengamanan obyek vital nasional tersebut.
Masa peralihan pengamanan obyek vital yang semula dilakukan oleh TNI perlu dilakukan secara cermat
sehingga tidak ada celah yang berdampak pada munculnya keraguan dari pihak pengelola obyek vital
terhadap pengamanan yang dilakukan oleh Polri.

c. Munculnya perundang-undangan baru terkait dengan kewenangan Polri dan sistem politik yang masih
diwarnai oleh pengutamaan penguasaan posisi-posisi kekuatan guna memperoleh akses baik di dunia
usaha maupun kekuasaan dalam birokrasi pemerintahan dimungkinkan akan mendorong akumulasi
perundang-undangan baru yang berakibat pada lemahnya penegakan hukum dan meningkatnya
ketidakpercayaan masyarakat terhadap Polri. Hal tersebut merupakan konsekuensi dari begitu luas dan
kompleksnya tugas dan kewenangan Polri yang berimplikasi pada banyaknya keterkaitan dengan
departemen atau lembaga lain dalam penanganan suatu masalah. Dalam kapasitas hubungan antar
lembaga atau interdep menuntut adanya kesetaraan bagi para pejabat yang menangani fungsi teknis
khususnya pada tataran pengambil keputusan sehingga dalam batas-batas tertentu turut berpengaruh
dalam menentukan posisi tawar terhadap substansi masalah yang ditangani.

d. Kerjasama Internasional dan tugas misi perdamaian.

Hubungan dan kerjasama internasional khususnya dalam menangani kejahatan transnasional mutlak
diperlukan dan kecenderungan kedepan akan semakin meningkat. Di bidang penanganan kasus-kasus
terorisme, Polri telah berhasil mengungkap kasus-kasus terorisme yang berkait dengan dunia
internasional. Penanganan kasus terorisme di Indonesia telah mendapatkan pengakuan dari dunia
Internasional. Sejak awal teror bom pada pertengahan tahun 2000 sampai dengan sekarang, Polri telah
menangani 466 tersangka terorisme. Sebanyak 452 orang akan, sedang dan sudah diadili di Pengadilan.
Yang terpaksa ditindak dan tewas 14 orang. Prestasi yang menonjol dalam penanganan beberapa kasus
bom dan terorisme telah mengundang negara lain untuk melakukan komitmen dan kerjasama melalui
pendidikan dan pelatihan terorisme, disamping program-program lainnya yang banyak ditawarkan oleh
negara-negara donor, tentunya harus melandasi pada hubungan yang saling menghormati, saling
membantu dan tidak merugikan institusi Polri. Begitu juga kerjasama di bidang ektradisi dan
penempatan SLO Polri di beberapa negara sahabat serta keterlibatan Polri dalam tugas misi damai yang
perlu dipersiapkan dengan baik karena menyangkut citra dan kredibilitas Polri dalam pergaulan
internasional.

e. Meningkatnya peran serta masyarakat dalam bidang keamanan.

Keikutsertaan masyarakat dalam pengamanan swakarsa sebagaimana yang diamanatkan dalam UU RI


Nomor 2 Tahun 2002 perlu diwadahi secara proporsional sehingga tidak menjadi kontra produktif
dengan upaya pembinaan keamanan. Begitu juga dengan peran serta masyarakat dalam
penyelenggaraan perpolisian masyarakat (Polmas) harus diselenggarakan dengan memberdayakan
masyarakat secara maksimal dalam penyelesaian permasalahan-permasalahan kamtibmas
dilingkungannya masing-masing dengan melibatkan seluruh elemen dalam masyarakat itu sendiri.

III. MANAJEMEN PEMBINAAN KEAMANAN SAAT INI

11. Aspek Perencanaan

Aspek perencanaan memegang peranan yang sangat penting dalam penyelengaraan suatu sistem
manajemen, karena melalui perencanaan yang baik, maka rangkaian kegiatan manajemen selanjutnya
akan dapat dilaksanakan sesuai dengan apa yang diharapakan. Berkait dengan aspek perencanaan pada
proses manajemen Binkam saat ini, masih ditemukan beberapa kendala sebagai berikut :

a. Visi dan Misi yang telah ditetapkan belum sepenuhnya dijadikan dasar dalam penyusunan suatu
perencanaan strategis.

b. Rencana Kerja (Renja) tahunan belum sepenuhnya dipedomani dalam menjabarkan pelaksanaan
kegiatan yang ada.

c. Perkiraan keadaan Intelijen belum sepenuhnya dijadikan bahan masukan dalam merumuskan suatu
sasaran kegiatan.

12. Aspek Pengorganisasian.

a. Belum semua beban pekerjaan yang ada pada masing-masing fungsi terwadahi dalam struktur
organisasi.
b. Koordinasi antar fungsi Kepolisian belum dapat dilaksanakan secara maksimal.

c. Masih ditemukan beban pekerjaan yang tumpang tindih (over lapping) antara suatu fungsi dengan
fungsi lainya.

d. Koordinasi dan kerjasama antar instansi belum dapat dilaksanakan secara maksimal.

13. Aspek Pelaksanaan.

a. Konsep mendekatkan pelayanan kepada masyarakat selama 1x24 jam belum sepenuhnya dihayati dan
dilaksanakan secara lebih baik oleh unit pelayanan terdepan Kepolisian.

b. Penanganan dan penanggulangan terhadap 4 (empat) jenis kejahatan belum dapat dilaksanakan
secara maksimal, khususnya terhadap kejahatan kekayaan negara dan Trasnasional Crime.

c. Protap dan SOP yang telah ditetapkan belum dioperasionalkan secara benar oleh para pelaksana
lapangan, hal ini dapat dilihat dengan masih ditemukanya tindakan salah prosedur dalam penanganan
suatu masalah, terjadinya penyimpangan dan lain-lain.

d. Anggaran berbasis kinerja dalam implementasinya kadang masih ditemukan permasalahan di


lapangan.

e. Metode penanggulangan kejahatan baik yang bersifat preemtif, preventif dan represif / penegakan
hukum, masih belum optimal dilakukan oleh fungsi-fungsi sesuai tugas dan peran yang ada. Hal ini
disebabkan karena penggelaran kekuatan Polri di tengah-tengah masyarakat belum dapat dilaksanakan
secara maksimal.

f. Pada kegiatan perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat masih ditemukan
adanya diskriminasi.

g. Kamseltibcar Lantas belum dapat ditangani secara mendasar khususnya di kota-kota besar.

h. Pengembangan kegiatan perpolisian masyarakat yang berbasis pada masyarakat patuh hukum belum
dapat diwujudkan.

i. Pengelolaan sumber daya Polri belum dapat dilaksanakan secara profesional, transparan, akuntabel
dan modern.

j. Penggelaran program Quick Wins belum sepenuhnya dapat dipahami oleh para pelaksana di lapangan
baik latar belakang kebijakan, pendekataan pelaksanaan maupun out come yang diharapkan.

14. Aspek Pengawasan dan Pengendalian.

a. Pengawasan dan pengendalian baik internal maupun eksternal belum dimanfaatkan secara optimal
untuk memperbaiki kinerja organisasi.
b. Laporan pertanggungjawaban akuntabilitas kinerja belum sepenuhnya didasarkan pada kondisi riil di
lapangan.

c. Performance kinerja, belum sepenuhnya didasarkan pada program-program kerja yang telah
ditetapkan.

d. Laporan akuntabilitas kinerja belum dijadikan bahan masukan dalam perumusan perencanaan
selanjutnya.

IV. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

Pembinaan Keamanan diarahkan untuk membangun dan membina daya tangkal bangsa dan negara agar
mampu meniadakan setiap kerawanan, ancaman, dan gangguan kamtibmas dalam rangka memelihara
dan meningkatkan stabilitas nasional guna menunjang suksesnya pencapaian tujuan nasional. Dalam
pelaksanaannya, efektifitas pembinaan keamanan dalam negeri dipengaruhi oleh berbagai faktor baik
yang bersifat internal maupun eksternal. Berdasarkan analisis SWOT (Strength / kekuatan, Weakness /
kelemahan, Opportunity / peluang dan Threat / kendala), maka analisis terhadap faktor-faktor yang
mempengaruhi manajemen pembinaan keamanan tersebut adalah sebagai berikut :

15. Strength (kekuatan)

a. Reformasi.

Reformasi di Indonesia yang telah dimulai pada tahun 1998 telah memberikan dampak sangat besar bagi
kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Demikian juga bagi institusi Polri, reformasi telah
mengembalikan peran dan fungsi kepolisian yang bersifat universal dan bahkan telah mengangkat Polri
kepada kemandiriannya. Sejalan dengan paradigma baru di era reformasi, Polri telah mengambil
langkah-langkah reformasi menuju lembaga kepolisian sipil, profesional dan modern dengan
pembenahan berkelanjutan pada reformasi struktural, reformasi instrumental dan reformasi kultural
yang hingga saat ini masih terus dilakukan.

Reformasi struktural berwujud, antara lain paradigma baru pada pola organisasi Polri sebagai wujud
postur kekuatan Polri yang mengandalkan Polsek dan Polres sebagai ujung tombak pelayanan kepada
masyarakat, didukung oleh peran strategis Pelaksana Pusat Pembinaan, Pelaksana Pusat Operasional,
Satuan Induk berseragam dan Satuan Induk tidak berseragam dari Mabes Polri dan Polda sebagai satuan
induk penuh, sehingga dapat terwujud kekuatan Mabes yang kecil, Polda yang sedang, Polres yang besar
dan Polsek yang kuat.

Reformasi instrumental, berupa perubahan sistem piranti lunak, fungsional dalam organisasi Polri
sebagai pedoman operasionalisasi fungsi antara lain, pada pembenahan manajemen keuangan, dengan
sistem penganggaran berbasis kinerja, dimana diseluruh kesatuan selalu on budget sehingga pelayanan
polisi pada masyarakat diharapkan makin efektif. Sistem operasional yang diperbarui dengan
mengandalkan kekuatan kesatuan terdepan dalam pelaksanaan operasi, dukungan logistik yang sudah
tersedia di kesatuan terdepan, serta sistem pengawasan yang melekat di setiap tingkat satuan Polri.

Reformasi kultural telah meletakkan landasan dalam bentuk pembenahan manajemen sumberdaya
manusia dengan berorientasi strategi untuk mewujudkan Polisi berwibawa, bermoral dan berkinerja
yang profesional; memperjelas manajemen SDM yang sehat, mulai dari sistem rekruitmen, sistem
pendidikan dan seleksi, sistem penilaian kinerja, sistem jalur karier, sampai pada sistem remunerasi
personel berseragam dan tidak berseragam, sehingga tampilan Polri di lapangan benar-benar
sebagaimana yang diharapkan oleh masyarakat.

Selain itu, kuantitas dan kualitas peralatan pendukung terus dikembangkan. Pada intinya peralatan
standar untuk melaksanakan tugas pokok telah mulai dicukupi mulai dari tingkat Polsek kemudian
secara berjenjang ke atas sampai dengan Bidang operasional dan bidang pembinaan di Mabes Polri.
Sebagai ilustrasi dapat dikemukakan bahwa rata-rata seluruh Polsek di pedalaman dan pantai telah
dilengkapi dengan sepeda motor minimal 2 (dua) unit. Polsek di kota besar minimal 2 (dua) unit roda
empat (R4) dan di metropolitan setidaknya 5 (lima) unit R4. Tiap Kapolres dilengkapi dengan mobil
jabatan kondisi baik dan minimal 1 (satu) unit truck pengendali massa (Dalmas) bahkan lebih dan
beberapa unit mobil jabatan staf serta operasional lainnya. Di tiap Polwil terdapat setidaknya 1 (satu)
kompi Brimob lengkap dengan peralatan standar tugasnya, dan di tiap Polda berkedudukan Satuan
Brimobda yang juga relatif cukup peralatannya. Di tiap Polda juga dapat di BKO-kan setidaknya 1 (satu)
unit heli atau fixed wing sesuai keperluannya, disamping minimal 2 (dua) unit kapal tipe C di Polda
perairan. Dalam rangka memperhatikan kesejahteraan personel, setidaknya dicukupi kelengkapan tugas
perorangan dan pemenuhan kebutuhan BBM dalam bertugas, agar tidak mengurangi gaji dan tunjangan
yang diperoleh.

Untuk menjawab tuntutan masyarakat di era reformasi yang lebih mengharapkan


keterbukaan (transparancy) maka Polri melaksanakan pula reformasi birokrasi yang diharapkan akan
membawa Polri kepada Polisi sipil yang mandiri, profesional, bermoral, dan modern serta dapat selalu
tampil sebagai pemelihara kamtibmas, penegak hukum, pelindung-pengayom-pelayan masyarakat.

Beberapa peningkatan dan penghargaan dibidang pelayanan publik yang telah berhasil dilaksanakan
oleh jajaran Direktorat Lalu Lintas Babinkam Polri antara lain berupa :

1) 16 (enam belas) Inovasi Dit Lantas Babinkam Polri dalam peningkatan pelayanan publik penerbitan
SIM, STNK dan BPKB :

a) Inovasi Pelayanan SIM :

(1) SIM keliling.

(2) SIM corner.

(3) SIM komunitas.


(4) Gerai SIM.

(5) Ujian Avis System.

(6) Drive Thru (SIM).

b) Inovasi Pelayanan STNK :

(1) Samsat keliling.

(2) Samsat corner.

(3) Door to door.

(4) Gerai Samsat.

(5) Digital Cross Check Ranmor.

(6) Drive Thru (Samsat).

(7) Pembayaran STNK lewat Bank BRI.

c) Inovasi Pelayanan BPKB :

(1) Management pelayanan penerbitan BPKB.

(2) Online system dengan ATPM dan Bea Cukai.

(3) SIM, STNK, BPKB, Online System.

2) 176 (seratus tujuh puluh enam) Inovasi Pelayanan Subdit Min Regident Dit Lantas Babinkam Polri :

a) Komputerisasi BPKB : 29 Polda.

b) Samsat keliling : 8 bus/unit.

c) Samsat corner/gerai : 6 unit pelayanan.

d) Sim keliling : 118 bus/unit.

e) Sim corner/gerai : 7 unit pelayanan.

f) Ujian teori SIM Avis : 7 Polda.

g) SIM komunitas : 1 Polda.

3) 105 (seratus lima) penghargaan Inovasi Pelayanan Subdit Min Regident Dit Lantas Babinkam Polri :

a) Sertifikat ISO 9001:2000 : 64 unit pelayanan.


b) Piala pelayanan prima : 36 unit pelayanan.

c) Rekor Muri : 5 unit pelayanan.

b. Demokratisasi

Alam demokrasi yang telah kita nikmati di era reformasi dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa
dan bernegara memungkinkan setiap warga masyarakat / bangsa untuk mengaktualisasikan diri dan
berperan dalam setiap upaya pembinaan keamanan. Demokratisasi juga memberikan kesempatan
kepada setiap warga masyarakat / bangsa untuk secara aktif melaksanakan pengawasan terhadap
pelaksanaan pembinaan keamanan dengan mengaktifkan peran sebagai kontrol sosial baik terhadap
lembaga maupun personel / individu pelaksana dan penanggungjawab manajemen pembinaan
keamanan dalam negeri.

Polisi sebagai pengemban tugas pembinaan keamanan di era demokratisasi harus mampu menjunjung
tinggi kebebasan (liberty) dan persamaan hak (egalitarian) yang terwujud dalam Hak Azasi Manusia
khususnya hak-hak sipil dan politik warga (civil and political rights). Pengawasan terhadap polisi di
negara demokratis menjadi sangat penting karena masyarakat dan pemerintah bersama-sama
membentuk badan independen yang berfungsi menampung keluhan-keluhan warga terhadap polisi
sekaligus menggalang dukungan sumber daya untuk meningkatkan kinerja kepolisian. Di alam
demokrasi, Polisi harus mengabdi kepada rakyat bukan mengabdi kepada penguasa, polisi memiliki
peran protagonist.

c. Penghormatan tehadap HAM.

Penghormatan terhadap Hak Azasi Manusia (HAM) adalah upaya untuk menjamin bahwa tidak ada
perbuatan yang dilakukan seseorang atau kelompok orang termasuk aparat negara baik disengaja
maupun karena lalai secara melawan hukum mengurangi, menghalangi, membatasi, dan atau mencabut
hak-hak dasar seseorang atau kelompok orang sebagai individu atau kumpulan individu yang
bermartabat dan dilindungi oleh undang-undang.

Bagi Polri, penghormatan terhadap Hak Asasi Manusia (HAM) bukanlah sesuatu yang baru. Jauh
sebelum HAM menjadi salah satu isue global bersama-sama dengan demokratisasi dan lingkungan
hidup, Polri telah mengenal kewajiban menghormati HAM dalam setiap pelaksanaan tugas yakni sejak
diundangkannya KUHAP (UU No. 8 tahun 1981). KUHAP mengatur setiap langkah pelaksanaan tugas
Polri. Dengan demikian Polri telah melaksanakan profesionalisme pelaksanaan tugas khususnya dalam
bidang penegakan hukum dengan menjunjung tinggi HAM dengan implementasinya yang ditunjukkan
dalam kegiatan upaya paksa yang harus dilakukan dalam suatu proses penyidikan tindak pidana.

16. Weakness (kelemahan)

Pelaksanaan manajemen pembinaan keamanan masih dihadapkan pada beberapa hal yang merupakan
kelemahan (weakness) sehingga perlu diantisipasi agar tidak kontraproduktif dengan berbagai upaya
yang telah dilakukan dalam rangka mencapai outcome situasi Kamtibmas dan Kamdagri yang dapat
terpelihara. Berbagai kelemahan yang masih mewarnai pelaksanaan manajemen pembinaan keamanan
adalah:

a. Tumpang tindihnya peraturan dan perundang-undangan.

Hingga saat ini masih banyak peraturan dan perundangan yang masih tumpang tindih, tidak konsisten
dan tidak sesuai dengan azas dan strata perundang-undangan. Hal ini mengakibatkan kerancuan,
duplikasi dan tumpang tindih mengenai kewenangan dan institusi yang melakanakan kewenangan
pembinaan keamanan.

b. Primordialisme dan fanatisme sempit.

Berbagai elemen dan kelompok masyarakat cenderung masih menunjukkan primordialisme yang tinggi
dan fanatisme sempit yang tidak jarang menimbulkan potensi kerawananan bagi terselenggaranya
dinamika dan proses kegiatan manajemen pembinaan keamanan. Primordialisme dan fanatisme sempit
dapat memicu konflik komunal yang tentu saja akan mengganggu stabilitas keamanan dan ketertiban
dalam negeri.

c. Kekeliruan dalam menginterpretasikan dan melaksanakan reformasi.

Hingga saat ini masih banyak warga masyarakat yang keliru atau kurang tepat menginterpretasikan
reformasi. Reformasi masih sering diartikan sebagai kebebasan yang tanpa batas, sehingga masyarakat
dengan mengatasnamakan reformasi sering mengabaikan norma-norma, aturan, bahkan perundang-
undangan. Oleh karena itu, dalam rangka pembinaan keamanan maka perlu dilakukan langkah-langkah
strategis untuk meluruskan interpretasi mengenai reformasi.

17. Opportunity (Peluang)

a. Globalisasi.

Globalisasi selain membawa pengaruh buruk bagi kelangsungan hidup suatu bangsa juga dapat
berfungsi sebagai peluang yang memberi banyak kesempatan untuk menggalang kerjasama yang tak
terbatas dengan banyak negara-negara lain di dunia. Dalam hal ini Polri telah menggalang kerjasama
secara aktif dengan banyak Negara lain dalam rangka penegakan hukum, pendidikan dan latihan serta
peningkatan kuantitas dan kualitas sarana prasarana kepolisian. Kerjasama yang telah dan akan terus
dibangun bersifat bilateral, multilateral maupun global karena globalisasi bergulir demikian cepat
menembus batas antar negara-negara di dunia.

b. Kemajuan Iptek.

Tak dapat dipungkiri bahwa pelaksanaan tugas pembinaan keamanan semakin hari semakin diperkaya
dengan peralatan yang berbasis teknologi yang berkembang demikian pesat. Berbagai peralatan, sarana
dan prasarana serta sistem manajemen informasi telah memanfaatkan kemajuan Iptek sehingga telah
banyak menuai manfaat.

c. Stabilitas dalam negeri


Bagi Indonesia dengan jumlah penduduk yang begitu besar, posisi geopolitik yang dimiliki sangat
berpengaruh bagi keseluruhan sistem pembinaan keamanan. Semua elemen dari sistem pembinaan
keamanan tersebut bersimbiosis mutualis satu sama lain. Dengan kata lain keamanan menciptakan
stabilitas, namun pencapaian stabilitas juga sangat dipengaruhi oleh situasi keamanan dan ketertiban.

d. Tugas dan wewenang Polri telah ditetapkan dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 2
tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia termasuk kewenangan penyelidik, penyidik,
serta berhubungan kerja dan mekanisme antara Penyidik Polri dengan PPNS yang diatur dalam Undang-
undang Republik Indonesia Nomor 8 tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana serta berbagai upaya
pembenahan yang terus dilakukan oleh Pimpinan Polri melalui reformasi struktural, instrumental dan
kultural.

e. Mekanisme dan hubungan kerja antar sesama unsur Criminal Justice System (CJS) maupun unsur
penegak hukum lainnya berjalan dengan baik.

f. Terdapat lembaga yaitu Internasional Maritime Bureau (IMB) yang merupakan divisi khusus yang
berskala internasional dari lembaga kamar dagang dunia (Internasional Chamber of Commerce-ICC). IMB
bersifat organisasi nirbala / non-profit yang konsern di bidang penanggulangan terhadap berbagai jenis
kejahatan yang terjadi di perairan.

g. Pusat pelaporan perompak laut dari lembaga IMB (IMB Piracy Reporting Centre) yang berada di
Malaysia, memiliki tugas meliputi pengawasan jalur perdagangan / pengapalan internasional, pelaporan
terhadap serangan perompakan laut kepada instansi penegakan hukum lokal dan mengeluarkan
peringatan wilayah perairan yang rawan terhadap ancaman perompakan laut di seluruh dunia. Laporan
yang dikeluarkan secara berkala dari IMB Piracy Reporting Centre ini yang dipublikasikan ke seluruh
negara, seringkali menjadi indikasi tentang sejauh mana tingkat kerawanan perairan suatu Negara bagi
pelayaran perdagangan internasional.

h. Adanya International Criminal Police Organization (ICPO)-Interpol merupakan wadah kerjasama


internasional bidang Kepolisian dalam penegakan hukum, serta adanya agenda pertemuan Asean
Ministeriall Meeting on Transnational Crime (AMMTC) maupun Senior Officiall Meeting on Transnational
Crime (SOMTC) secara periodik.

i. Dukungan dan perhatian Pemerintah serta anggota DPR cukup besar terhadap pelaksanaan penegakan
hukum oleh Polri, termasuk upaya penambahan anggaran Polri.

j. Bantuan peralatan serta pendidikan yang diberikan oleh beberapa negara asing seperti Amerika
Serikat, Jepang, Australia, Korea, Jerman, Inggris, Belanda untuk keperluan penyelidikan / penyidikan
dan peningkatan kemampuan fungsi pada Babinkam Polri.

k. Makin aktifnya kontrol eksternal dari DPR, BPK / BPKP, Komnas HAM, Kompolnas, serta LSM,
merupakan kepedulian semua pihak yang memotivasi peningkatan kinerja Polri serta dukungan yang
cukup besar dari stakeholders.
l. Keberhasilan Polri dalam mengungkap berbagai kasus-kasus besar seperti illegal logging,
narkoba, illegal fishing, illegal minning, traficking Inperson, SAR, dan lain-lain telah menumbuhkan
kepercayaan dunia internasional kepada Polri.

j. Semakin meningkatnya ketersediaan sarana dan prasarana serta anggaran dari negara untuk
mendukung kegiatan / operasional Polri.

k. Adanya situasi yang kondusif dari kerjasama Internasional / Negara tetangga bagi penanganan dan
pengejaran di area lintas batas terutama dalam menggunakan alut maupun proses penyidikan yang
melibatkan unsur kepolisian kedua belah pihak. Penanganan keamanan di perairan dan laut perbatasan
juga seiring kebijakan pimpinan Polri tentang Pedoman Perencanaan Kapolri tahun 2008 sesuai Surat
Edaran Kapolri No. Pol. : SE/1/I/2008 , tanggal 18 Januari 2008, pada butir i : ”Mengembangkan
kekuatan pengamanan di perbatasan laut guna mengantisipasi ancaman dari luar”.

l. Percepatan penyediaan infrastruktur dasar dalam rangka mendukung upaya pengelolaan pulau-pulau
kecil, termasuk pulau-pulau terdepan dengan tujuan terciptanya kondisi yang layak / feasible di posisi
terluar ini akan bermanfaat pula bagi tersedianya dukungan lingkungan terhadap sistim deteksi
keamanan perbatasan.

18. Threat (ancaman)

Hakekat ancaman dalam pembinaan keamanan; antara lain:

a. Globalisasi, tidak lagi mengenal hambatan mobilitas antar negara telah mendorong kejahatan
transnasional mulai dari pencucian uang, narkoba, perdagangan illegal pada manusia , perdaganan
senjara, terorisme dan cyber crime.

b. Kondisi demografi Indonesia yang terdiri dari kepulauan dan perairan yang luas dengan penyebaran
penduduk yang tidak merata dan sumber daya alam yang melimpah telah menciptakan kerawanan
keamanan yang bersifat multi dimensi.

c. Kondisi geografi yang terbuka dan berbatasan dengan sejumlah negara tetangga memotivasi kegiatan
illegal dan kriminal yang luas melalui wilayah-wilayah tertentu terutama dalam bentuk kerjasama antara
warga negara Indonesia dengan warga negara atau kekuatan ekonomi dan politik negara lain serta
menciptakan jalur-jalur intelijen dan logistik bagi kegiatan terorisme insurgensi maupun konflik SARA.

d. Potensi ganguan keamanan masih sangat luas mulai dari konflik-konflik yang timbul dari kesenjangan
sosial ekonomi masyarakat, keaneka-ragaman suku, budaya dan agama, euforia kebebasan
mengemukakan pendapat, konflik kepentingan Partai Politik, jaringan perdaganan narkotika, aliansi
yang makin luas pada white collar crime, kejahatan terorganisir, yang menjadikan penegakan hukum
semakin kompleks.
e. Ambang gangguan keamanan yang setiap saat muncul dalam kehidupan bermasyarakat dan
memerlukan kehadiran Polisi yang cepat mulai dari persengketaan tanah atau harta warisan,
terganggunya ekosistem akibat bencana alam, maupun kebakaran atas ulah manusia.

f. Gangguan nyata keamanan yang diakibatkan tidak teratasinya PG dan AG tersebut di atas, menyulut
tindakan kriminal berupa :

1) Kejahatan konvensional.

Meskipun bersifat konvensional, namun beberapa daerah di Indonesia sangat terganggu dengan masih
tingginya angka kasus kejahatan tertentu yang sangat meresahkan, misalnya perampokan bersenjata api
yang cenderung meningkat.

2) Kejahatan transnasional.

Makin berkembangnya penyalahgunaan / peredaran narkoba dan obat–obat berbahaya yang dianggap
sebagai Transnational Crime menuntut Polri untuk dapat bekerja dengan lebih profesional, dengan
menggunakan laboratorium Forensik, serta peralatan / instrumen analisis sesuai dengan standart yang
dipersyaratkan oleh Scientific Working Group For Analysis Of Seized Drugs (SWG DRUGS).

3) Kejahatan terhadap kekayaan Negara.

Illegal mining, illegal fishing, illegal logging, korupsi, kejahatan terhadap benda benda purbakala dan
harta karun, perdagangan gelap satwa / fauna langka serta pengangkatan dan perdagangan illegal
barang muatan kapal tenggelam.

4) Kejahatan yang berimplikasi kontinjensi.

Beberapa kejadian dan kasus yang dapat berimplikasi kontijensi antara lain kejadian yang dilatar
belakangi masalah-masalah :

a) Permasalahan hitrogenitas penduduk, suku, ras, perbedaan aliran keyakinan, keagamaan, potensi
konflik atau perpecahan sosial yang diakibatakn perbedaan kepentingan dan pandangan dari berbagai
kelompok. Kecemburuan penduduk asli dengan pendatang pada suatu daerah tertentu, yang sering
mengakibatkan permasalahan sikap prilaku masyarakat yang terkadang menjadi brutal dapat
berdampak pada timbulnya kerusuhan.

b) Reaksi atau rusuh masa terhadap kebijakan Pemerintah RI maupun reaksi terhadap isu Internasional
yang dinilai bertentangan dengan kepentingan kelompok tertentu di dalam negeri.

c) Separatisme / pemberontakan bersenjata pada daerah-daerah yang berpotensi berkembang adalah :


Mauku, Aceh, Kalimantan dan Riau. Isu Manenesian Brotherhood (persaudaraan Malenesia)
dimungkinkan digunakan ajang penyusunan kekuatan Negara-negara kelompok Malenesia dan
berpengaruh terhadap gerakan separatis di Papua.
d) Kontijensi yang disebabkan oleh Pemilu / Pilkada langsung dan bencana alam.

e) Permufakatan jahat untuk menumbangakan Pemerintahan yang sah dengan cara makar.

f) Bencana alam, laka laut, tsunami dan kendala lainya terutama yang terjadi diperairan dan pulau-pulau
terpencil yang memerlukan kemampuan SAR laut.

g) Aktifitas illegal oleh Negara tetangga terhadap pulau-pulau terluar atau perbatasan.

h) Kegiatan dalam rangka pengambilan data data terhadap pulau dan daerah perairan dalam rangka
intelijen negara asing.

i) Konflik wilayah dengan menggunakan senjata yang bertujuan memisahkan diri dari Negara Kesatuan
Republik Indonesia.

j) Kerusuhan sosial dan tindakan anarkisme sebagai akibat konflik horisontal dan vertikal. Kejahatan
perkelahian massal antar kelompok / golongan terutama antar kelompok nelayan.

V. MANAJEMEN PEMBINAAN KEAMANAN YANG DIHARAPKAN.

19. Konsep Keamanan dalam negeri.

Dalam perspektif Polri, istilah keamanan diartikan juga sebagai keamanan dan ketertiban masyarakat
yaitu suatu kondisi dinamis masyarakat sebagai salah satu prasyarat terselenggaranya proses
pembangunan nasional dalam rangka tercapainya tujuan nasional yang ditandai oleh terjaminnya
keamanan, ketertiban, dan tegaknya hukum, serta terbinanya ketenteraman, yang mengandung
kemampuan membina serta mengembangkan potensi dan kekuatan masyarakat dalam menangkal,
mencegah, dan menanggulangi segala bentuk pelanggaran hukum dan bentuk bentuk gangguan lainnya
yang dapat meresahkan masyarakat.

Menurut Undang-undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia pasal 1
ayat (6) Keamanan dalam negeri adalah suatu keadaan yang ditandai dengan terjaminnya keamanan
dan ketertiban masyarakat, tertib dan tegaknya hukum, serta terselenggaranya perlindungan,
pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat.

Secara umum bentuk-bentuk ancaman kamtibmas dapat diproyeksikan dalam 3 (tiga) bentuk ancaman
yaitu dari mulai yang paling mendasar berupa akar permasalahan dan belum berbentuk gangguan
(faktor korelatif kriminogen/ Potensi Gangguan) yaitu semua faktor dalam kehidupan masyarakat yang
meliputi semua aspek Panca Gatra : Faktor kewilayahan, kependudukan, sumber daya alam,
Ipoleksosbud, Hankam terutama yang sifatnya negatif dan berpotensi mengganggu Kamtibmas.
Berikutnya adalah bentuk ancaman berupa kerawanan (Police Hazard /Ambang Gangguan) sampai pada
bentuk Gangguan yang nyata (Ancaman Faktual).

Berdasarkan konsep keamanan dalam negeri di atas maka setiap persoalan dipilah sesuai skala dan
derajad ancamannya termasuk strategi dan pola penanggulangannya. Untuk menghadapi potensi
gangguan digunakan pola preeemtif, guna mengantisipasi secara dini perkembangan semua faktor
dalam kehidupan masyarakat terutama yang bersifat negatif dan berpotensi menimbulkan terjadinya
gangguan keamanan dan ketertiban masyarakat dengan kegiatan utama melalui pembinaan masyarakat.

Untuk ancaman berupa ambang gangguan atau Police Hazard, penanggulangannya digunakan strategi
yang bersifat preventif yaitu melalui upaya pencegahan dengan sasaran untuk mengurangi faktor
kesempatan dan menurunkan faktor niat melalui kegiatan pengaturan, penjagaan, pengawalan maupun
patroli. Sedangkan untuk menangani gangguan nyata, digunakan strategi yang bersifat represif yaitu
melalui kegiatan penegakan hukum.

Ketiga jenis strategi dan pola penanggulangan tersebut di atas dalam pelaksanaannya tidak dilakukan
sendiri oleh Polri, tetapi juga melibatkan segenap komponen masyarakat dan unsur instansi terkait
sesuai batas kewenangan masing-masing. Dengan demikian keamanan dalam negeri
adalah outcomes dari kegiatan yang dilakukan oleh Polri sebagai leading sektor yang didukung oleh
seluruh komponen masyarakat.

20. Kedudukan dan peran Polri menurut ketatanegaraan RI.

a. Dalam pasal 30 ayat (4) UUD 1945 disebutkan bahwa Kepolisian Negara Indonesia sebagai alat Negara
yang menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat bertugas melindungi, mengayomi dan melayani
masyarakat serta menegakkan hukum.

b. Undang-undang No.2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia disebutkan bahwa:

1) Pasal 2 : Fungsi kepolisian adalah salah satu fungsi pemerintahan negara di bidang pemeliharaan
keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakan hukum, perlindungan, pengayoman, dan pelayanan
kepada masyarakat.

2) Pasal 6 (1) : Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam melaksanakan peran dan fungsi kepolisian
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dan 5 meliputi seluruh wilayah negara Republik Indonesia.

3) Pasal 6 ayat (2) Dalam rangka pelaksanaan peran dan fungsi kepolisian, wilayah negara Republik
Indonesia dibagi dalam daerah hukum menurut kepentingan pelaksanaan tugas Kepolisian Negara
Republik Indonesia.

4) Ketentuan mengenai daerah hukum sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diatur dengan Peraturan
Pemerintah.

5) Mengenai kedudukan Polri ditegaskan pada Pasal 8 ayat (1) yang menyebutkan bahwa Kepolisian
Negara Republik Indonesia berada di bawah Presiden.

6) Pasal 8 ayat (2) menyebutkan bahwa Kepolisian Negara Republik Indonesia dipimpin oleh Kapolri yang
dalam pelaksanaan tugasnya bertanggung jawab kepada Presiden sesuai dengan peraturan
perundang undangan.

7) Pasal 5 ayat (1) : Kepolisian Negara Republik Indonesia merupakan alat negara yang berperan dalam
memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, serta memberikan
perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka terpeliharanya keamanan
dalam negeri. Sedangkan Pasal 5 ayat (2) menyebutkan bahwa Kepolisian Negara Republik Indonesia
adalah Kepolisian nasional yang merupakan satu kesatuan dalam melaksanakan peran sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1).

8) Pasal 13 menyebutkan bahwa tugas pokok Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah :

a) Memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat.

b) Menegakkan hukum.

c) Memberikan perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada Masyarakat .

c. Demikian pula Undang-undang No. 8 tahun 1981 tentang Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana,
dalam :

1) Pasal 9 menyebutkan bahwa Penyelidik dan penyidik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1)
huruf a mempunyai wewenang melakukan tugas masing-masing pada umumnya di seluruh wilayah
Indonesia, khususnya di daerah hukum masing-masing di mana ia diangkat sesuai dengan ketentuan
undang-undang.

2) Pasal 4 menyebutkan bahwa Penyelidik adalah setiap pejabat polisi negara Republik Indonesia.

3) Pasal 6 ayat (1) menyebutkan bahwa Penyidik adalah :

a) Pejabat polisi negara Republik Indonesia;

b) Pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang.

21. Akuntabilitas dalam rangka pelaksanaan manajemen pembinaan keamanan :

a. Berfokus pada hasil (Result) yang dapat dirasakan Masyarakat.

b. Berpedoman pada prinsip 5 E.

1) Efisien.

2) Ekonomis.

3) Pelayanan Prima (excelency) .

4) Tidak diskriminatif (equity).

5) Efektifitas.

c. Berorientasi pada hasil (Result Oriented) .

1) Kejelasan Sasaran (Clarity About Objectives)


2) Hubungan antar tujuan dan cara melaksanakannya.

3) Out put In Put dan Proces.

4) Informasi tentang hasil (Information on result)

5) Adanya indicator kinerja (Performance Indicator).

6) Target untuk hasil (Target For Results).

c. Penguatan Akuntabilitas.

1) Membangun dan menerapkan suatu perencanaan dengan mendasarkan pada tugas peran serta
keinginan para Stakeholder.

2) Menyediakan anggaran yang berdasarkan tingkat kinerja yang diinginkan.

3) Mengukur dan melaporkan hasil kinerja.

4) Evaluasi berkelanjutan.

22. Penyelenggaraan manajemen pembinaan keamanan berdasarkan Renstra Polri 2010-2014.

a. Visi dan Misi.

Sebagai ujung tombak dalam menciptakan keamanan dan ketertiban Masyarakat, Polri harus mampu
beradaptasi dengan segala perubahan dan perkembangan yang terjadi dalam kehidupan masyarakat. Di
tengah dinamika yang begitu pesat Polri menghadapi tantangan yang semakin berat dan kompleks yang
akhirnya memperluas bentang tugas Polri.

Dalam menghadapi perubahan yang cepat, Polri harus memiliki pandangan kedepan yang mampu
membimbing dan dan memberikan arah pengembangan dan kemajuan yang lebih tinggi di banding
dengan intensitas permasalahan yang dihadapi.

Sebagai pedoman kedepan telah dirumuskan Visi dan Misi Polri sebagai berikut :

1) Visi Polri : Tergelarnya Polisi yang dipercaya masyarakat di semua titik dan lini pelayanan masyarakat
sepanjang waktu dalam mewujudkan keamanan dalam Negeri dan tegaknya hukum sebagai sinergi
pencapaian hasil pembangunan yang bernuansa keamanan.

2) Misi Polri : Berdasarkan pernyataan visi yang dicita-citakan tersebut selanjutnya diuraikan dalam misi
dan mencerminkan koridor tugas-tugas Polri sebagai berikut:

a) Melaksanakan deteksi dini dan peringatan dini melalui kegiatan / operasi penyelidikan, pengamanan
dan penggalangan.

b) Memberikan perlindungan, pengayoman dan pelayanan secara mudah, responsif dan tidak
diskriminatif.
c) Menjaga Kamtibcarlantas untuk menjamin keselamatan dan kelancaran arus Orang dan barang.

d) Menjamin keberhasilan penaggulangan gangguan keamanan dalam Negeri.

e) Mengembangakan Perpolisian Masyarakat yang berbasis pada masarakat yang patuh hukum.

f) Menegakan hukum secara profesional, obyektif, proporsional, transparan dan akuntabel untuk
menjamin kepastian hukum dan rasa keadilan.

g) Megelola secara profesional, transparan , akuntabel dan modern seluruh sumber daya Polri guna
mendukung operasional tugas Polri.

b. Tujuan

1) Tecapainya kepercayaan masyarakat terhadap Polri dalam bentuk kepuasan masyarakat atas
perlindungan, pengayoman dan pelayanan.

2) Terbangunnya kerjasama dengan masyarakat dalam wadah Perpolisian Masyarakat (Polmas) dan
kemetrian / lembaga, baik dalam maupun luar Negeri dalam Sistem Sinergi Polisonal Inter Departemen
(Sis Spindep).

3) Tergelarnya operasional baik preemtif maupun preventif dalam satuan satuan kewilayahan.

4) Tanggulanginya trend perkembangan kejahatan, meningkatnya penuntasan kasus kriminalitas 4


(empat) jenis kejahatan yaitu kejahatan Konvensional, transnasional terhadap kekayaan Negara yang
berimplikasi kontijensi.

5) Terwujudnya Good Governance dalam lembaga Kepolisian dengan pemberdayaan Kepolisian nasional
yang independent.

6) Terjaminya roda pemerintahan dan roda demokrasi yang kondusif baik tingkat pusat maupun tingkat
daerah agar terciptanya pemerintahan yang kredibel.

7) Terwujudnya keamanan dalam negeri yang semakin kondusif agar mampu mendorong dan mampu
menciptakan iklim usaha yang dipercaya dalam rangka meningkatakan pertumbuhan ekonomi dalam
Negeri.

8) Tergelarnya struktur organisasi Polri yang berorintasi tugas pokok Polri dengan memperhatikan
postur kekuatan Polri yang telah tergelar yaitu semakin ramping di tingkat atas dan efisien dalam
pemberdayaan pelayanan di dibawah tingkat Polres dan Polsek sebagai tolak ukuran referensi.

c. Strategi

1) Meneruskan, memelihara dan memantapakan kepercayaan masyarakat terhadap Polri yang telah
tergelar melalui strategi Trust Building sebagai mana yang telah tercapai pada Renstra Polri 2005-2009.
2) Melanjutkan langkah reformasi Polri menuju lembaga Kepolisian sipil yang dipercaya masyarakat
dengan melakuakan pembenahan interen terutama pada aspek kultural dalam mewujudkan Polri yang
berwibawa, bermoral dan berkinerja secara profesional sehingga tampilan Polri di lapangan benar-benar
sebagaimana yang diharapkan masyarakat menjadi Polri yang berpenampilan protagonis, menjunjung
tinggi HAM, supermasi hukum dan demokratisasi.

3) Memulihkan kebijakan penggelaran sturktur organisasi Polri yang berorintasi pada strategi struktur
organisasi Polri yaitu semakin ramping di tingkat atas, penguatan tingkat menegah di Polda di bawah di
tingkat Polres dan Polsek.

4) Mengelar kekuatan Polri di tengah-tengah masyarakat dalam rangka tindakan preemtif, preventif
dengan memperbanyak frekuensi keberadaan Polri sebagai pengemban fungsi diskresi pada satuan-
satuan kewilayahan dalam mewujudkan keamanan dalam segala lini kehidupan tidak terkecuali wilayah
perbatasan negara sampai dengan pulau pulau kecil terluar berpenghuni.

5) Membanggun sistim penegakan hukum yang terpadu guna mempersempit gerak kejahatan guna
merumuskan pedoman pemahaman masyarakat patuh hukum sehingga tertangganinya kasus
kriminalitas yang mencakup 4 (empat) golongan jenis kejahatan yaitu kejahatan konvesional,
transnasional, terhadap kekayaan negara dan yang berimplikasi kontijensi.

6) Menjalin sinergi penyelenggaraan keamanan dan penegakan hukum dengan masyarakat dan institusi
/ lembaga baik dalam maupun luar negeri yang memperhatikan sifat hubungan kerjasama atas dasar
sendi-sendi hubungan fungsional, saling menghormati, saling membantu, mengutamakan kepentingan
umum dan memperhatikan herarki yaitu :

a) TNI

Mendekatkan TNI khususnya dalam penanganan separatisme yang nyata-nyata menganggu eksistensi
Bangsa dan Negara, dalam pelaksanaan komando pengendalian operasi berada pada Polri.

b) Pemerintah Daerah

(1) Mendukung terwujudnya Good Governance dan Clean Government pada instansi Pemerintahan.

(2) Mensinergikan program pemeliharaan keamanan daerah dan pelaksanaan ketentraman serta
ketertiban masyarakat.

c) Institusi penegak hukum pidana lainnya.

(1) Dalam hal penelitian berkas perkara, dilakukan koordinasi sehingga tidak terjadi bolak-balik berkas
perkara.

(2) Kerjasama dalam mendorong pelaksanaan tuntutan dan eksekusi maksimal khususnya hukuman bagi
terpidana kejahatan narkoba dan terorisme.
(3) Kerja sama dengan pengadilan, dalam rangka mempercepat proses peradilan penyidikan yang
memerlukan surat ketetapan peradilan, baik dalam perpanjangan penahanan, izin penyitaan dan
persetujuan penyitaan.

(4) Kerja sama dengan lembaga pemasyarakatan, dalam kegiatan penitipan tahanan dalam hal
pembinaan dan pengawasan narapidana.

(5) Menjalin kemitraan dengan penasehat hukum dan LSM peduli hukum terhadap akses keadilan bagi
masyarakat miskin dan terpinggiran.

(6) Kerja sama dengan intitusi penegakan hukum dan kemitraan / lembaga yang membawahi PPNS,
Pemda serta kelompok masyarakat peduli hukum dan keadilan dalam menghadapi gangguan keamanan
yang bersifat spesifikasi tehnis.

(7) Masyarakat dan organisasi kemasyarakatan.

(8) Lembaga keuangan pemerintah / swasta.

Kerjasama dengan Pusat Pengawasan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) dan Bank Indonesia (BI)
dalam hal pemberantasan kejahatan keuangan dan perbankan yang memanfaatkan kecanggihan
transaksi perbankan. Kerjasama ini akan semakin memperkuat Kepolisian secara keseluruhan dalam
pemberantasan kejahatan sektor keuangan dan moneter dalam rangka memelihara stabilitas ekonomi
dan memantapkan pemulihan perekonomian nasional.

(9) Organisasi Profesi.

Kerjasama dengan organisasi profesi yang bertujuan :

(a) Menyempurnakan reformasi Polri dalam bidang manajemen dan sumber daya.

(b) Mengatasi kejahatan transnasional dan eksploitasi lingkungan dalam wadah kesepahaman
internasional atau antar negara dengan negara.

7) Memelihara keamanan dalam negeri dengan mengutamakan pola bertindak preventif dari pada
represif sehingga terwujud situasi kamtibmas yang kondusif yang pada akhirnya dapat menumbuhkan
kepercayaan dunia.

8) Menyempurnakan fungsi Komisi Kepolisian Nasional sesuai dengan Undang-Undang untuk


mendukung pelaksanaan tugas Polri sehingga terwujudnya Good Governance dalam lembaga Kepolisian.

d. Sasaran Strategi

1) Terwujudnya kerjasama antara Polri dengan berbagai komunitas di lingkungan masyarakat yang
peduli terhadap setiap permasalahan yang sedang atau mungkin berkembang di tengah-tengah
masyarakat sehingga sejak dini dapat diantisipasi pemecahan masalah agar tidak berkembang menjadi
gangguan nyata.
2) Terwujudnya kepercayaan publik melalui program Quick Wins dengan sasaran :

a) Membangun sistem komunikasi Polri berbasis teknologi mulai dari kecepatan respon terhadap setiap
panggilan dan permintaan bantuan dari masyarakat, melakukan komunikasi persuasif, sampai pada
pengendalian peristiwa gangguan nyata, dengan perlindungan dan pengayoman.

b) Mendekatkan pelayanan Polri kepada masyarakat dengan mengandalkan Polsek, sebagai ujung
tombak pelayanan keamanan dan Polres sebagai Kesatuan Operasional Dasar terutama pelayanan di
bidang administrasi dan operasional.

c) Memperhatikan hak-hak tersangka yang berdasarkan pada azas praduga tak bersalah sehingga secara
berkala menyampaikan kepada keluarga tersangka tentang perkembangan hasil penyidikan.

d) Proses penerimaan anggota Polri dilaksanakan secara transparan dengan melibatkan unsur-unsur
terkait dari kalangan akademisi, tokoh masyarakat dan tokoh agama.

3) Terwujudnya kemitraan antara Polri dengan penyelenggara keamanan antara lain dengan Barisan
Keamanan Desa (Barikade) sebagai pengganti Kamra, Gardu Waspada (Garda) pengganti siskamling dan
Swadaya Penjagaan Obyek Tertentu (SPOT).

4) Terwujudnya pelayanan secara mudah, responsif dan tidak diskriminatif khususnya terhadap korban
akibat tindak kejahatan agar proses penegakan hukum dapat yang berjalan secara obyektif.

5) Terwujudnya kemitraan antara Polri dengan Kementerian/ Lembaga lainnya baik dalam maupun luar
negeri dalam rangka sinergi keamanan yang berorientasi pada tindakan proaktif daripada tindakan
reaktif.

6) Terlaksananya peran serta media massa dalam rangka pencitraaan Polri atas hal-hal yang telah
dicapai Polri dalam melaksanakan tugas pokoknya selaku pelindung, pengayom dan pelayan masyarakat,
memelihara Kamtibmas dan pengegakan hukum.

7) Tergelarnya peralatan berbasis teknologi dalam menghadapi berbagai trend kejahatan yang
berkembang dengan semakin canggihnya kejahatan, bahkan kejahatan sudah merambah pada dunia
maya, sehingga memerlukan suatu kemampuan peralatan yang sebanding dalam melakukan deteksi
terhadap kejahatan berdimensi baru tersebut.

8) Tercapainya jumlah personel Polri pada ratio 1 : 584 sesuai pertumbuhan penduduk
sehingga intake personel hanya dilaksanakan untuk mempertahankan jumlah ratio karena penyusutan /
pensiun dan tahun 2010-2014 termasuk era peningkatan kualitas SDM Polri melalui Dikjur di SPN-SPN
dan pendidikan D3/S1 berkerjasama dengan perguruan tinggi setempat (in service training).

9) Terwujudnya suatu Sistem Hukum Kepolisian yang kokoh dalam rangka membentengi segala upaya
pihak-pihak tertentu yang menginginkan kedudukan Polri di bawah salah satu Departemen termasuk isu
strategis tentang Keamanan Nasional sehingga bergulir upaya untuk meninjau ulang Undang-Undang
yang mengatur kewenangan Polri.
e. Kebijakan Nasional.

1) Nasional :

a) Terwujudnya kondisi Indonesia yang aman dan damai di berbagai daerah dengan meningkatkan
kemampuan dasar pertahanan dan keamanan negara yang ditandai dengan peningkatan kemampuan
postur dan struktur pertahanan negara serta peningkatan kemampuan lembaga keamanan Negara.

b) Meningkatkan kesadaran dan penegakkan hukum, tercapainya konsolidasi penegakan supremasi


hukum dan penegakan HAM, serta kelanjutan penataan sistem hukum nasional.

c) Terwujudnya kehidupan bangsa yang lebih demokratis ditandai dengan membaiknya pelaksanaan
desentralisasi dan otonomi daerah serta kuatnya masyarakat sipil dan partai politik dalam kehidupan
berbangsa.

d) Meningkatnya kesejahteraan rakyat yang ditunjukkan oleh membaiknya berbagai indikator


pembangunan sumber daya manusia, yang didukung dengan sistem pendidikan nasional yang mantap.

e) Meningkatnya daya saing perekonomian melalui penguatan industri manufaktur sejalan dengan
penguatan pembangunan pertanian dan pembangunan kelautan serta sumber daya alam lainnya sesuai
potensi daerah secara terpadu, meningkatnya ilmu pengetahuan dan teknologi.

f) Pengelolaan sumber daya alam dan pelestarian fungsi lingkungan makin berkembang melalui
penguatan kelembagaan dan peningkatan kesadaran masyarakat yang ditandai dengan berkembangnya
proses rehabilitasi dan konservasi sumber daya dan lingkungan hidup.

2) Polri.

a) Memberdayakan personel Polri yang telah mencapai ratio terhadap pertumbuhan penduduk pada 1 :
584 sehingga intake personel hanya dilaksanakan untuk mempertahankan jumlah ratio karena
penyusutan yang pensiun (zero growth).

b) Membangun era peningkatan kualitas personel Polri dengan menggantikan fungsi SPN dari service
training menjadi in service training dengan memberikan pendidikan kejuruan teknis di SPN.

c) Menyelenggarakan program pendidikan S1 untuk seluruh Brigadir yang dilaksanakan secara bertahap
terutama di bidang ilmu sosial, bekerjasama dengan Universitas Terbuka (UT).

d) Meningkatkan kehadiran Polisi terutama pengemban diskresi tingkat Brigadir di tengah-tengah


masyarakat.

e) Membangun Ilmu Pengetahaun Kepolisian (Iptekpol) melalui Pogram Pengembangan Teknologi


Kepolisian (Probangtekpol), secara bertahap hingga menyentuh satuan-satuan kewilayahan.

f) Membangun sistem pemeliharaan peralatan Polri melalui sistem sewa (outsourcing).


g) Mewujudkan restrukturisasi organisasi Polri yang semakin ramping di tingkat atas pada tataran Mabes
Polri, penguatan di tingkat Polda sebagai Kesatuan Induk Penuh (KIP) serta semakin efisien dan efektif
pada pemberdayaan pelayanan di tingkat Kesatuan Operasional Dasar (KOD) dan Polsek.

h) Membangun kekuatan berbasis teknologi yang terintegrasi pada kemampuan forensik, Identifikasi
dan Piknas dalam rangka penyidikan kejahatan secara ilmiah (Crime Scientific Investigation).

i) Membangun secara terpadu dalam suatu sinergi kerjasama dengan institusi penegakan hukum dan
departemen yang membawahi PPNS.

j) Mengkonsolidasikan potensi keamanan, menggantikan istilah Satpam menjadi Swadaya Penjagaan


Obyek Tertentu (SPOT) dan Siskamling menjadi Gardu Waspada (Garda) dan Kamra menjadi Barisan
Keamanan Desa (Barikade).

k) Membangun kekuatan penanggulangan Transnational Crime.

l) Melembagakan Sistem Sinergi Polisional Inter Departemen (Sis Spindep).

m) Membangun Badan Kemitraan Polisi dan Masyarakat (BKPM) serta Forum Kemitraan Polisi dan
Masyarakat (FKPM) secara bertahap.

n) Memperkuat pengamanan masyarakat di garis perbatasan dan pulau terdepan.

o) Menekan angka kejahatan konvensional.

p) Melembagakan mekanisme mediasi antara proses penyelidikan dengan penyidikan.

q) Membangun Polri selaku alat negara yang menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat serta
bertugas melindungi, mengayomi dan melayani masyarakat dan menegakkan hukum sebagaimana pasal
30 UUD 1945 yang mengamanatkan bahwa tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam
usaha keamanan negara melalui sistem keamanan rakyat semesta.

r) Memperkuat landasan hukum formal wewenang Polri sesuai Tap MPR No. VI dan VII / MPR / 2000
serta Undang-undang Republik Indonesia Nomor 2 tahun 2002 khususnya berkaitan dengan Polri dalam
memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, memberikan pengayoman dan
pelayanan kepada masyarakat yang memerlukan keahlian dan keterampilan secara profesional.

f. Metode Pembinaan Kamtibmas.

Penyelenggaraan Binkamtibmas dilaksanakan dengan mengembangkan tiga metode, yaitu :

1) Preemtif, merupakan metoda untuk menangkal agar faktor-faktor korelatif kriminogen atau potensi
gangguan tidak berkembang menjadi police hazard atau ambang gangguan dan ancaman faktual atau
gangguan nyata. Bentuk implementasinya antara lain :
a) Penyuluhan dan penerangan Kamtibmas kepada masyarakat dalam rangka membangun dan
mendorong partisipasi aktif masyarakat dalam pemeliharaan kamtibmas, terutama di lingkungan
masing-masing.

b) Pembimbingan terhadap warga masyarakat yang potensial menjadi pelaku atau korban pelanggaran
hukum dalam rangka meminimalkan terjadi atau terulangnya kembali kasus-kasus pelanggaran hukum.

c) Penggalangan kepada tokoh-tokoh masyarakat agar lebih peduli dan lebih berperan dalam
mempengaruhi dan mendorong warga masyarakat dalam pemeliharaan Kamtibmas.

d) Pendekatan kepada Linsek terkait agar dalam penyusunan kebijakan dan program di sektor masing-
masing tidak mengabaikan atau mengesampingkan aspek Kamtibmas, sebab pada dasarnya semua
kebijakan yang diambil dan diterapkan oleh dan di sektor masing-masing, senantiasa berimplikasi dan
bermuara pada permasalahan Kamtibmas.

2) Preventif, merupakan metoda untuk mencegah dan menjaga agar police hazard atau ambang
gangguan tidak berkembang menjadi ancaman faktual atau gangguan nyata. Bentuk implementasinya
antara lain :

a) Pengaturan di jalan-jalan umum dalam rangka menciptakan lalu lintas yang aman, tertib, dan lancar.

b) Penjagaan di tempat-tempat / obyek rawan (police hazard) dalam rangka melindungi dan memberi
rasa aman kepada masyarakat serta memperkecil peluang bagi terjadinya ancaman dan gangguan
Kamtibmas.

c) Pengawalan terhadap obyek-obyek tertentu yang rawan menjadi sasaran atau penyebab bagi
terjadinya ancaman dan gangguan Kamtibmas.

d) Patroli di tempat-tempat rawan / police hazard dalam rangka memantau dan mengawasi
perkembangan keadaan, melindungi dan memberi rasa aman kepada masyarakat serta memperkecil
peluang bagi terjadinya ancaman dan gangguan Kamtibmas.

3) Penegakan hukum, merupakan metode untuk menertibkan dan mendidik warga masyarakat yang
melanggar hukum, memulihkan keadaan yang terganggu, dan menjamin kepastian serta tetap tegaknya
hukum. Bentuk implementasinya antara lain :

a) Razia di lokasi / kawasan tertentu yang diduga kuat sebagai tempat terjadinya pelanggaran hukum,
seperti di jalan raya (untuk kasus pelanggaran lalu lintas, senpi / handak ilegal, perampokan,
penyelundupan, dlsb), di tempat-tempat hiburan (untuk kasus susila, peredaran gelap / penyalahgunaan
narkoba, dlsb), di pelabuhan (untuk kasus penyelundupan, imigran gelap, pelarian DPO, dlsb), di
perairan laut (kasus penyelundupan, pencurian kekayaan laut, dlsb).

b) Operasi penindakan hukum, seperti :


(1) Operasi dalam rangka penyelamatan aset dan kekayaan negara (misalnya : operasi illegal logging,
operasi illegal fishing, operasi illegal minning, operasi illegal trading, operasi korupsi, operasi
penyelundupan, operasi kejahatan-kejahatan finansial/valas, dlsb).

(2) Operasi dalam rangka penegakan komitmen dan moral bangsa (misalnya : operasi judi, operasi miras,
operasi narkoba, operasi pornografi, operasi pornoaksi).

(3) Operasi dalam rangka memberi kepastian akan rasa aman (misalnya : operasi premanisme, operasi
sajam, operasi senpi, operasi handak, operasi pemulihan daerah konflik).

(4) Operasi dalam rangka pembelaan terhadap hak kekayaan intelektual (misalnya : operasi VCD
bajakan, operasi buku / barang cetak bajakan, operasi cybercrime).

4) Penyidikan terhadap kasus-kasus pelanggaran hukum, meliputi :

a) Kejahatan konvensional (antara lain : pembunuhan, penculikan, pengancaman / intimidasi, pencurian,


perkosaan, penganiayaan, penipuan, penggelapan, pemalsuan, pengrusakan, penyerobotan,
pembakaran, pemerasan, penghinaan, dlsb).

b) Kejahatan transnasional (antara lain : terorisme, narkoba, senpi / handak, penyelundupan,


perompakan, cyber crime, money laundring, illegal trading).

c) Kejahatan terhadap kekayaan negara (antara lain : korupsi, economic crime, business crime, industrial
crime, trading crime, financial crime, illegal mining, illegal fishing, illegal logging, tindak pidana
perhubungan / telekomunikasi).

d) Kejahatan yang dapat berimplikasi kontinjensi (antara lain : perkelahian antar kelompok, penistaan
agama, pelanggaran Pilkada, pelanggaran batas wilayah, dlsb).

g. Pola Pembinaan Kamtibmas.

Pembinaan Kamtibmas diselenggarakan dengan memadu-sinergikan dua pola orientasi, yaitu :

1) Pembinaan kekuatan, yang diarahkan untuk mewujudkan tingkat kesiagaan, kesiapan, dan
kemampuan operasional yang tinggi dari segenap kekuatan Kamtibmas agar mampu menangkal,
mencegah, dan menanggulangi segala macam / bentuk ancaman dan gangguan Kamtibmas, yang
meliputi :

a) Pembinaan kekuatan dasar, yaitu pembinaan terhadap warga masyarakat, baik sebagai perorangan
maupun kelompok terorganisir, yang dilakukan dalam wujud pembimbingan, penerangan, dan
penyuluhan, sehingga terwujud kesadaran dan partisipasi aktif dalam pemeliharaan Kamtibmas serta
kemampuan untuk mengamankan diri sendiri dan lingkungannya, atau sekurang-kurangnya tidak
berbuat hal-hal yang dapat mengganggu Kamtibmas di lingkungannya.

b) Pembinaan kekuatan utama, yaitu pembinaan terhadap institusi Polri, baik yang menyangkut
personel (brain ware), sarana prasarana (hard ware), serta sistem yang diterapkan (soft ware), sehingga
mampu menjalankan fungsi dan perannya selaku alat negara pemelihara keamanan dan ketertiban
masyarakat, penegak hukum, pelindung, pengayom, dan pelayan masyarakat secara efektif, efisien, dan
profesional.

c) Pembinaan kekuatan pendukung, yaitu pembinaan terhadap unsur-unsur pengemban fungsi


kepolisian yang membantu Polri (dalam hal ini kepolisian khusus, penyidik pegawai negeri sipil, dan
bentuk-bentuk pengamanan swakarsa), sehingga mampu menjalankan tugasnya sesuai dengan peran
dan fungsinya masing-masing.

2) Penggunaan kekuatan, merupakan pengerahan kekuatan Kamtibmas untuk menangkal, mencegah,


dan menanggulangi berbagai bentuk ancaman dan / atau gangguan Kamtibmas, yang digelar dalam
bentuk operasi kepolisian, yaitu :

a) Operasi kepolisian yang terdiri dari :

(1) Operasi kepolisian terpusat.

Adalah Operasi Kepolisian yang direncanakan dan dikendalikan oleh Mabes Polri, dengan pelibatan
personel terdiri dari personel Mabes Polri sepenuhnya atau dengan melibatkan personel satuan
Kewilayahan.

(2) Operasi kewilayahan kendali pusat.

Adalah operasi Kepolisian yang direncanakan dan dikendalikan oleh Mabes Polri, sedangkan personel
pelaksananya dari Kesatuan Kewilayahan dengan atau tanpa back-up dari pusat (Mabes Polri). Kendali
pasukan di lapangan sepenuhnya dilaksanakan oleh Kasatwil selaku Kaopsda.

(3) Operasi Kepolisian Mandiri Kewilayahan

Adalah Operasi yang direncanakan dan dikendalikan oleh kepala kesatuan kewilayahan, dengan
pelibatan kekuatan personel satuan tugas sepenuhnya dari kesatuan kewilayahan, dengan atau tanpa
back up dari pusat (Mabes Polri).

b) Kegiatan Kepolisian

Kegiatan Kepolisian merupakan penyelenggaraan operasional Polri sehari-hari dalam rangka menjaga
dan memelihara situasi keamanan dan ketertiban masyarakat melalui kegiatan preemtif, preventif dan
represif. Kegiatan kepolisian dilaksanakan oleh seluruh kesatuan Polri mulai dari tingkat pusat sampai
tingkat kewilayahan yang dapat didukung oleh pengemban fungsi Kepolisian lainnya sesuai dengan
Peraturan Perundang-Undangan. Kegiatan Kepolisian dilaksanakan melalui proses manajemen oleh
seluruh kesatuan kerja pengemban fungsi operasional Kepolisian mulai dari tingkat pusat sampai dengan
tingkat kewilayahan yang dapat didukung oleh fungsi pembinaan.
Bentuk-bentuk kegiatan kepolisian meliputi :

(1) Melakukan penyelidikan, pengamanan dan penggalangan.

(2) Membina masyarakat untuk meningkatkan partisipasi, kesadaran dan ketaatan hukum dan peraturan
Perundang-undangan.

(3) Melaksanakan pengaturan, penjagaan, pengawalan dan patroli terhadap kegiatan masyarakat dan
pemerintah sesuai kebutuhan.

(4) Menyelenggarakan segala kegiatan dalam menjamin keamanan, ketertiban dan kelancaran lalu lintas
di jalan.

(5) Memelihara ketertiban dan menjamin keamanan hukum.

(6) Melakukan koordinasi, pengawasan dan pembinaan teknis terhadap Kepolisian khusus, penyidik
pegawai negeri sipil dan bentuk-bentuk pengamanan swakarsa.

(7) Melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap semua tindak pidana sesuai dengan hukum acara
pidana dan peraturan perundang-undangan lainnya.

(8) Menyelenggarakan identifikasi Kepolisian, Kedok-teran Kepolisian, laboratorium forensik dan


psikologi Kepolisian untuk kepentingan tugas Kepolisian.

(9) Melindungi keselamatan jiwa raga, harta benda, masyarakat dan lingkungan hidup dari gangguan dan
atau bencana termasuk memberikan bantuan dan pertolongan dengan menjunjung tinggi Hak Asasi
Manusia.

(10) Melayani kepentingan warga masyarakat untuk sementara sebelum ditangani oleh instansi dan
atau pihak yang berwenang.

(11) Memberikan pelayanan kepada masyarakat sesuai dengan kepentingannya dalam lingkup tugas
kewenangan Kepolisian.

(12) Menyelenggarakan kegiatan Kepolisian masyarakat (community policing).

(13) Melakukan tugas lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

VI. IMPLEMENTASI MANAJEMEN PEMBINAAN KEAMANAN DALAM PENGAMANAN KEGIATAN


KENEGARAAN DAN KEGIATAN KEMASYARAKATAN

Stabilitas keamanan merupakan kebutuhan hakiki masyarakat di dunia termasuk masyarakat di


Indonesia. Untuk menjamin tercipta dan terpeliharanya stabilitas keamanan di dalam negeri diperlukan
upaya-upaya pengelolaannya. Kepolisian Negara Republik Indonesia berdasarkan Undang-undang No. 2
Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia berkewajiban untuk melaksanakan
pembinaan keamanan dan mewujudkan situasi dan kondisi keamanan negara yang kondusif guna
mendukung kelancaran dan mewujudkan pembangunan nasional Indonesia. Dalam konteks penciptaan
dan keamanan tersebut ketentuan perundang-undangan telah mengamanatkan kepada Polri untuk
mewujudkan keamanan dalam negeri yang meliputi terpeliharanya ketertiban masyarakat, tegaknya
hukum, terselenggaranya perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat dengan
menjunjung tinggi hak azasi manusia.

Pola-pola pengamanan yang dilaksanakan Polri pada pelaksanaan pengamanan setiap kegiatan
kenegaraan seperti Pengamanan Pemilu, Pemilihan Kepala Daerah dan kegiatan kemasyarakatan seperti
pengamanan hari raya Idhul Fitri dan tahun baru serta kegiatan masyarakat lainnya harus dapat
mengantisipasi secara cepat, efektif dan efisien, dengan penentuan cara bertindak yang telah dipilih dari
beberapa alternatif terhadap setiap perkembangan yang terjadi sehingga diharapkan Polri mampu
mengantisipasi segala bentuk hakekat ancaman (potensi gangguan, ambang gangguan dan gangguan
nyata) yang kemungkinan akan terjadi melalui prinsip-prinsip manajemen yang dimulai dari
perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan pengawasan serta pengendalian.

23. Perencanaan.

Perencanaan adalah merupakan titik awal dalam menyusun pola pengamanan sebagai contoh
pelaksanaan Pemilu tahun 2009 yang baru saja berakhir dengan pelantikan Presiden dan Wakil Presiden
pada tanggal 20 Oktober yang baru lalu diawali dengan adanya penyusunan Rencana Operasi Mantap
Brata-2008 pengamanan Pemilihan Umum tahun 2009 termasuk perubahannya, No. Pol. : R / Renops /
1877 / VIII / 2008 tanggal 13 Agustus 2008 yang disusun berdasarkan perkembangan hakekat ancaman
yang kemungkinan terjadi pada setiap tahapan penyelenggaraan Pemilu tahun 2009.

Untuk mewujudkan tindakan Kepolisian yang cepat, efektif dan efisien dalam menghadapi berbagai
dinamika perkembangan situasi Kamtibmas, maka telah direncanakan hal-hal sebagai berikut :

a. Perkiraan Ancaman

Perkiraan ancaman disusun berdasarkan analisa dan evaluasi terhadap pelaksanaan Pemilu yang lalu
dengan memperhatikan perkembangan secara komprehensif berbagai aspek kehidupan masyarakat dan
dinamika politik pada penyelenggaraan Pemilu 2009.

b. Tugas Pokok

Tugas pokok Polri yang merupakan implementasi manajemen pembinaan keamanan dalam pengamanan
Pemilu Presiden dan Wakil Presiden tahun 2009 dirumuskan sesuai hakekat ancaman yang akan
dihadapi dalam seluruh proses penyelenggaraan Pemilu.

c. Personel pengamanan

Pelibatan personel dalam pelaksanaan tugas pengamanan penyelenggaraan Pemilu Presiden dan Wakil
Presiden tahun 2009 memperhatikan kualitas dan kuantitas sesuai dengan fungsi dan perannya. Upaya
untuk menjamin kualitas personel yang dilibatkan antara lain dilakukan melalui kegiatan Latpraops
OMB-2008.

d. Sarana dan Prasarana

Sarana dan prasarana pendukung pelaksanan tugas oleh personel Polri dalam pelaksanaan pengamanan
penyelenggaraan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden tahun 2009 didukung alut dan alsus yang tersedia
sesuai dengan kebutuhan dan disesuaikan dengan fungsi dan peran masing-masing komponen operasi.

e. Strategi mewujudkan situasi yang kondusif

Strategi yang digunakan Polri dalam mewujudkan situasi yang kondusif pada seluruh tahapan kegiatan
Pemilu Presiden dan Wakil Presiden tahun 2009 adalah :

1) Sebelum penyelenggaraan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden tahun 2009 digelar operasi kepolisian
cipta kondisi.

2) Pada saat penyelenggaraan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden tahun 2009 dilaksanakan operasi
kepolisian Mantap Brata-2008.

3) Pasca Pemilu Presiden dan Wakil Presiden tahun 2009 dilaksanakan kegiatan kepolisian sesuai dengan
tugas dan peran masing-masing fungsi kepolisian.

24. Pengorganisasian

Kegiatan pengamanan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden pada tahun 2009 dilaksanakan melalui
operasi kepolisian Mantap Brata-2008 dengan struktur sebagai berikut :

a. Penanggungjawab Kebijakan Operasi (Kapolri).

b. Wakil Penanggungjawab Kebijakan Operasi (Wakapolri).

c. Kepala Operasi (Kababinkam Polri).

d. Wakil Kepala Operasi (Wakababinkam Polri).

e. Kepala Perencanaan dan Pengendalian Operasi (Deops Kapolri).

f. Kepala Sekretariat Operasi (Karo Renmin Babinkam Polri).

g. Kepala Administrasi Operasi (Kabag Opslat Rorenmin Babinkam Polri).

h. Kepala Satuan Tugas Intelijen (Dir ”A” Baintelkam Polri).

i. Kepala Satuan Tugas Preventif (Dir Samapta Babinkam Polri).

j. Kepala Satuan Tugas Penindakan (Wakakorbrimob Polri).

k. Kepala Satuan Tugas Penegakan Hukum (Dir I / Kamtrannas Bareskrim Polri).


l. Kepala Satuan Tugas Pam VVIP / VIP (Dir Pam Obsus Babinkam Polri).

m. Kepala Satuan Tugas Provost dan Pengamanan Internal (Kapuspaminal Polri).

n. Kepala Satuan Tugas Pengamanan, Pengawalan, Patroli dan Parkir (Dir Lantas Babinkam Polri).

o. Kepala Satuan Tugas Bantuan Polri (Dir Polair, Dir Poludara Babinkam Polri dan Pusdokkes Polri).

p. Kepala Operasi Daerah (para Kapolda).

25. Pelaksanaan

Dalam pelaksanaan pengamanan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden pada tahun 2009, Polri telah
melaksanakan seluruh rangkaian kegiatan sesuai dengan tahapannya dengan indikator sebagai berikut :

a. Polri telah mampu mewujudkan situasi dan kondisi yang kondusif pada semua tahapan
Penyelenggaraan Pemilu sehingga secara keseluruhan Pemilu 2009 dapat berlangsung aman, tertib,
lancar dan sesuai jadwal.

b. Polri telah mampu mewujudkan kesiapsiagaan operasional.

c. Polri telah melaksanakan tugas secara profesional & proporsional.

d. Polri telah mampu bersikap netral.

26. Komando dan Pengendalian

a. Komando

1) Penentuan dan pengendalian kebijakan Operasi berada pada Kapolri sehari-hari


dilaksanakan oleh Kababinkam Polri.

2) Komando Operasi di tingkat kewilayahan berada pada Kapolda.

b. Sistem Pelaporan

1) Pelaporan hasil pelaksanaan Operasi kepada Kapolri selaku Penanggung Jawab Kebijakan
Operasi dilaksanakan melalui Kababinkam Polri selaku Kaops berdasarkan sistem pelaporan yang
ditentukan.

2) Pengawasan terhadap pelaksanaan Operasi di lapangan dilaksanakan secara berjenjang oleh Satuan
Kewilayahan dan kompartemen pengawasan internal Polri.

c. Jaringan Komunikasi

1) Perhubungan menggunakan jaringan komunikasi yang tersedia di Pusat Pengendalian Operasi


(Pusdalops Polri).
2) Pos Komando Pusat bertempat di Pusdalops Polri yang berkedudukan di Markas Besar Kepolisian
Negara Republik Indonesia, Jl. Trunojoyo No. 3 Kebayoran Baru Jakarta Selatan.

3) Pos Komando di Satuan Kewilayahan berada pada Biro Operasi masing-masing Polda.

VII. PENUTUP

27. Kesimpulan.

a. Manajemen pembinaan keamanan tidak terlepas dari dimensi tantangan tugas yang dihadapi Polri,
meliputi :

1) Perkembangan Lingkungan Strategis.

2) Trend kejahatan.

3) Tuntutan dan harapan masyarakat.

4) Isue-isue strategis.

b. Dalam pelaksanaan manajemen pembinaan keamanan saat ini masih ditemukan adanya beberapa
kendala baik pada aspek perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan maupun pada aspek pengawasan
dan pengendalian, akibatnya tujuan pembinaan keamanan belum dapat diwujudkan secara maksimal.

c. Dalam pelaksanaan manajemen pembinaan keamanan terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi
yaitu :

1) Kekuatan (strength), karena adanya reformasi yang mendorong kemandirian Polri, demokratisasi yang
menyebabkan perubahan dalam pola pelaksanaan tugas-tugas Polri menjadi lebih protagonis dan
penghormatan terhadap HAM yang menjadi acuan dalam setiap pelaksanaan tugas Polri khususnya
penegakan hukum sehingga Polri menjadi lebih humanis.

2) Kelemahan (weakness) diantaranya ditunjukkan dengan masih banyaknya peraturan perundang-


undangan yang tumpang tindih, masih kentalnya sifat-sifat primordialisme dan fanatisme sempit serta
masih adanya kekeliruan dalam menginterprestasikan dan melaksanakan reformasi.

3) Peluang (opportunity), globalisasi yang terjadi selain membawa pengaruh buruk juga dapat
melahirkan peluang bagi Polri untuk menggalang kerjasama secara aktif dengan banyak negara dalam
rangka pelaksanaan manajemen pembinaan keamanan. Selain itu peluang yang dapat berpengaruh
positif dalam upaya pembinaan keamanan antara lain adalah kemajuan Iptek, kerjasama antar unsur-
unsur penegak hukum dalam CJS, dlsb.

4) Kendala (threat) yang dihadapi dalam pelaksanaan manajemen pembinaan keamanan antara lain
timbulnya berbagai kasus-kasus pelanggaran hukum yang meliputi kejahatan transnasional, kejahatan
konvensional, kejahatan terhadap kekayaan negara dan kejahatan berimplikasi kontijensi.
d. Manajemen pembinaan keamanan yang diharapkan dapat dicapai melalui upaya-upaya yang
dilaksanakan yaitu :

1) Penerapkan landasan teori dan prinsip-prinsip manajemen yang disesuaikan dengan konsep kamdagri
sesuai rumusan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara
Republik Indonesia.

2) Memperhatikan kedudukan dan peran Polri dalam ketatanegaraan Republik Indonesia.

3) Penyelenggaraan manajemen pembinaan keamanan secara konsisten sesuai Renstra Polri 2010-2014.

e. Implementasi manajemen pembinaan keamanan pada pengamanan kegiatan kenegaraan dan


kegiatan kemasyarakatan disusun berdasarkan prinsip-prinsip manajemen yang meliputi :

1) Perencanaan yang menggambarkan perkiraan ancaman pada setiap pelaksanaan pentahapan, cipta
kondisi kamtibmas, perumusan tugas pokok dan pelaksanaannya, kebutuhan personel pengamanan,
pemenuhan sarana prasarana, serta penetapan rencana strategi untuk mewujudkan situasi yang
kondusif pada setiap pelaksanaan pentahapan Pemilu.

2) Pengorganisasian yang menggambarkan struktur organisasi pelaksanaan operasi pengamanan dengan


pembagian dan penjabaran tugas yang jelas, efektif dan efisien sesuai fungsi dan peran masing-masing
satuan tugas operasi baik di tingkat Pusat maupun daerah secara sinergis.

3) Pelaksanaan pengamanan seluruh tahapan kegiatan disesuaikan dengan hakekat ancaman (potensi
gangguan, ambang gangguan dan gangguan nyata) yang mungkin dihadapi pada setiap pentahapan
tersebut.

4) Komando dan pengendalian dilaksanakan untuk menjamin bahwa pelaksanaan manajemen


pembinaan keamanan dapat berjalan sebagaimana mestinya dengan memberdayakan sistem pelaporan
dan jaringan komunikasi, personel dan satuan yang mampu melaksanakan tugas, fungsi dan perannya.

Jakarta, 12 Juli 2010

KEPALA BADAN PEMBINAAN KEAMANAN POLRI

Drs. IMAN HARYATNA

KOMISARIS JENDERAL POLISI

Paaf :
1. Konseptor / Kabag Umum : ..................

2. Kataud : ..................

3. Karorenmin : ..................

4. Wakababinkam Polri : ..................

DAFTAR PUSTAKA

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

Panduan Pemasyarakatan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945.

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 8 tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana.

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 17 tahun 2007 tentang RPJP (Rencana Pembangunan Jangka
Panjang) 2005-2025.

Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 89 tahun 2000 tentang Kedudukan Kepolisian Negara
Republik Indonesia.

TAP MPR RI Nomor VI/MPR/2000 tentang Pemisahan TNI dan Polri.

TAP MPR RI Nomor VII/MPR/2000 tentang Peran TNI dan Polri.

BUKU-BUKU / MAKALAH

Grand Strategi Polri tahun 2005-2025 dan Renstra Polri tahun 2010-2014.

Perkiraan Intelijen Keamanan Polri tahun 2010-2014.

Prof. Dr. Saleh Ali, Kajian Komporasi Pembangunan

Drs. Chaeruddin Ismail, S.H., M.H. Jenderal Polisi (Purn), Kepolisian Negara Republik Indonesia dan
Pelayanan Publik.
Drs. Chaeruddin Ismail, S.H., M.H. Jenderal Polisi (Purn), Manajemen Strategi Bagi Pengelola Intelijen
Keamanan Polri.

Soegeng Soerjadi Sukradi Rinakit, Meneropong Indonesia 2020, Pemikiran dan Masalah Kebijakan.

Jakob Oetama, Indonesia Abad XXI, Di Tengah Kepungan Perubahan Global.

Rusdi Marpaung, Al Araf, Junaidi & Ghufron Mabruri, Dinamika Reformasi Sektor Keamanan.

Riant Nugroho Dwidjowijoto, Indonesia 2020, Sebuah Sketsa Tentang Visi dan Strategi Dalam
Kepemimpinan Manajemen Politik & Ekonomi.

Manajemen Pembinaan Keamanan 91

Anda mungkin juga menyukai