Anda di halaman 1dari 68

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Persalinan kurang bulan adalah bayi lahir dengan berat badan < 2500g atau usia

kehamilan < 37 minggu. Persalinan kurang bulan merupakan salah satu penyebab

tertinggi morbiditas dan mortalitas pada bayi, diperkirakan sekitar 11% pada tingkat

global, dan ini menjadi perhatian utama untuk kesehatan masyarakat. Indonesia

menempati peringkat kelima dunia negara dengan jumlah bayi prematur. Laporan dari

Perserikatan Bangsa – Bangsa (PBB) yang berjudul Born Too Soon, The Global Action

Report on Preterm Birth menyebutkan secara global 15 juta bayi lahir prematur tiap

tahun. Lebih dari satu juta bayi meninggal karena komplikasi dari prematur. Menurut

laporan tersebut Indonesia menempati peringkat kelima negara dengan bayi prematur

terbanyak didunia (675. 700 bayi), setelah India (3,5 juta bayi), Tiongkok (1, 2 juta bayi),

Nigeria (773. 600 bayi), dan Pakistan ( 748. 100) bayi.1

Banyak faktor yang diasumsikan menjadi penyebab persalinan preterm, seperti

penyakit obstetrik atau medis seperti preeklampsia, faktor gaya hidup, faktor genetis dan

infeksi. Infeksi intrauterine dicurigai menjadi penyebab terpenting dan tersering

terjadinya persalinan preterm.2


2

Korioamnionitis merupakan salah satu penyebab persalinan kurang bulan. Ustun dkk.

menemukan angka kejadian inflamasi chorionic plate pada persalinan kurang bulan

sebanyak 35,5%, sedangkan persalinan cukup bulan hanya 5,4%. 3 Krisnadi

menyimpulkan bahwa korioamnionitis berhubungan dengan kejadian persalinan kurang

bulan.4 Onderdonk dkk. menyimpulkan bahwa persalinan kurang bulan dapat terjadi

apabila terdapat mikroorganisme patogen dengan jumlah yang cukup dan dapat

diperkirakan dengan menghitung jumlah mikroorganisme sebagai skrining.5 Dari

berbagai penelitian, diketahui tanda dan gejala klinis korioamnionitis meliputi demam

(suhu intrapartum > 100.4°F atau > 38°C), takikardi maternal yang signifikan (> 120

x/menit), takikardia fetus (> 160 x/menit), cairan ketuban atau lendir vagina berbau atau

tampak purulen, uterus teraba tegang, leukositosis maternal (leukosit >15000 sel/mm3).

Korioamnionitis bukan suatu gejala akut namun merupakan suatu proses kronis dan

tidak menunjukkan gejala sampai persalinan dimulai atau terjadi ketuban pecah dini.

Persalinan pada wanita yang terbukti memiliki korioamnionitis (melalui pemeriksaan

histologis atau kultur) dapat tidak ditemukan tanda klasik tersebut selain tanda-tanda

prematuritas. Pada penemuan mikroskopik, diagnosis korioamnionitis ditegakkan

dengan ditemukannya monomorfonuklear dan leukosit polimorfonuklear (PMN) yang

menginfiltrasi korion, yang disebabkan terutama oleh bakteri. 6,7,8

Inflamasi pada korioamnionitis merupakan salah satu bentuk respon imunitas.

Beberapa zat gizi antioksidan berperan dalam memproduksi dan menjaga keseimbangan
3

sel imun. Vitamin dan mineral tertentu seperti vitamin A, vitamin D, vitamin E, vitamin

C, vitamin B6, vitamin B12, zinc, selenium dan zat besi mempunyai peranan dalam

respon imun.9

Vitamin D diketahui memiliki aktivitas anti inflamasi, anti bakteri dan meningkatkan

imun tubuh. Defisiensi vitamin D pada masa usia reproduksi merupakan suatu keadaan

yang sering terjadi. Pada suatu studi cohort yang dilakukan di Belanda, 53, 2 % diketahui

kadar serum 25 hydroxyvitamin D 25 – OHD < 50 nmol/ L, dan di Norwegia 26 % <

25 nmol/ L. Pada survey multhiethnic kohort yang lain dikatakan: 45% Asia Selatan ,

40 % Timur Tengah, 26 % di Sub-Saharan Afrika kandungan 25-OHD pada wanita

hamil < 25 nmol/ L. Di Asia sendiri dikatakan 77, 3% kandungan 25-OHD < 50 nmol/

L, dan 28, 6% < 25 nmol/ L. Status vitamin D maternal rendah selama kehamilan adalah

faktor resiko untuk keluaran yang buruk termasuk kejadian persalinan prematur.10

Pada penelitian Akkar dkk tahun 2016 disimpulkan ibu yang melahirkan prematur

memiliki kadar serum vitamin D yang lebih rendah dibandingkan dengan materna yang

melahirkan bayi cukup bulan.11 Wagner dkk pada tahun 2014 menyimpulkan ibu hamil

dengan kadar serum 25 (OH) D ≥ 40 ng/ ml memiliki resiko persalinan prematur 57%

lebih rendah bila dibandingkan dengan ibu hamil dengan kadar serum 25 (OH) D ≤ 20

ng/ mL.12

Defisiensi vitamin D ini dapat dihubungkan dengan kurangnya asupan kalsium pada

ibu hamil. Dikatakan rendahnya kada serum kalsium pada ibu hamil berhubungan
4

dengan penurunan fungsi auto production vitamin D didalam tubuh. Defisiensi kalsium

di beberapa negara sebagai penyebab recketsia dan berkontribusi sebagai penyebab

osteomalasia. Kurangnya asupan kalsium dapat menyebabkan defisiensi sekunder

vitamin D sehingga berpengaruh pada jumlah konsentrasi serum 25 (OH) D di maternal

.13 WHO pada tahun 2013 mengatakan nutrisi yang buruk pada ibu dan bayi memberikan

kontribusi yang signifikan penyakit berat dan meningkatkan angka mortalitas.

Pemberian suplemen kalsium mengurangi resiko terjadinya hipertensi pada kehamilan,

dimana dihubungkan dengan resiko kematian ibu. Pemberian supelemen kalsium juga

dihubungkan dengan penurunan resiko kejadian partus prematur, dimana ini merupakan

salah satu penyebab tertinggi kematian janin dan bayi.14

Kadar serum maternal 25 (OH) D dan kalsium pada ibu hamil dihubungkan dengan

peningkatan resiko kejadian persalinan prematur yang salah satu penyebab utamanya

adalah korioamnionitis, dimana pada saat ini persalinan prematur menjadi perhatian

utama di bidang obsterik. Hal inilah yang menjadi latar belakang penulis tertarik untuk

menilai uji kesesuaian kadar serum maternal 25 (OH) D dan kalsium pada

korioamnionitis pasien partus prematur.


5

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan, maka rumusan masalah penelitian

adalah uji kesesuain kadar serum 25 (OH) D dan kalsium pada korioamnionitis pasien

partus prematur di Rumah Sakit Umum Pusat dr. Mohammad Hoesin Palembang.

C. Pertanyaan Penelitian

Berapa nilai kesesuaian antara pemeriksaan kadar serum 25 (OH)D dan kalsium pada

korioamnionitis pasien partus prematurus di Rumah Sakit Dr.Mohammad Hoesin

Palembang?

D. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Penelitian ini bertujuan membandingkan nilai kesesuaian antara pemeriksaan kadar

serum 25 (OH)D dan kalsium pada korioamnionitis pasien partus prematurus di

Rumah Sakit Dr. Mohammad Hoesin Palembang.

2. Tujuan Khusus

Mengetahui sensitivitas dan spesifisitas, nilai duga positif dan nilai duga negatif

pemeriksaan kadar serum 25 (OH)D dan kalsium pada korioamnionitis pasien partus

prematurus di Rumah Sakit Dr. Mohammad Hoesin Palembang.


6

E. Manfaat Penelitian

a. Menurunkan morbiditas dan mortalitas maternal & janin melalui pemeriksaan kadar

serum 25 (OH)D dan kalsium pada korioamnionitis pasien partus prematurus.

b. Meningkatkan pengetahuan tentang kadar serum 25 (OH)D dan kalsium pada

korioamnionitis pasien partus prematurus.

c. Mendorong penelitian lanjutan terkait upaya preventif komplikasi lanjutan

korioamnionitis pasien partus prematurus.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Persalinan Prematur

1. Definisi

Persalinan prematur adalah lahirnya bayi dengan berat badan < 2500g atau

persalinan < 37 minggu. Kejadian persalinan prematur meningkat sebanyak

36% dari 9. 4 % pada tahun 1984 menjadi 12, 8 % Pada tahun 2006. Sejak

2006 trend sudah mulai menurun dan dikatakan kejadian persalinan prematur

11, 7 % pada tahun 2011. Bayi prematur yang dilahirkan mempunyai resiko

yang tinggi terkena penyakit paru kronis, tuli, gangguan belajar dan kognitif,

kebutaan, dan lain sebagainya. 15

2. Penyebab persalinan prematur

Penyebab tersering persalinan prematur adalah ketuban pecah dini yang

disebabkan oleh infeksi pada traktus urinarius atau infeksi pada vagina (25,

9%), penyebab lain yang tersering seperti : perdarahan antepartum (10, 8%),

kehamilan ganda (4, 1 %), polihidramnion (3, 4 %), malpresentasi ( 14, 4%),

penyakit pada ibu ( 22%), usia ibu lanjut (13, 5%).16


8

3. Patofisiologi infeksi menyebabkan persalinan perematur

Produk Bakteri

Monosit

Sitokin :
Interleukin 1 dan 6 faktor
nekrosis tumor

Cairan amnion :
Faktor pengaktif
Asam arakhidonat
trombosit

Prostaglandin E2 dan F2α

Miometrium :
Kontraksi uterus

Gambar 1 : Patofisiologi infeksi meyebabkan persalinan prematur

Dikutip dari : Cunningham F. G 15


9

4. Diagnosis Partus Prematur

Persalinan prematur terutama didiagnosis dengan gejala fisik dan

pemeriksaan. Sonografi digunakan untuk mengidentifikasi asimtomatik

dilatasi serviks dan penipisan.15

a. Gejala

Perbedaan dari suatu mekanisme persalinan yang nyata atau tidak adalah sulit

sebelum dibuktikan ada pendataran serviks dan dilatasi. Aktivitas uterus saja

dapat menyesatkan karena kontraksi Braxton Hicks, yang digambarkan

sebagai tidak teratur, nonrhythmical, dan baik menyakitkan atau tidak

menyakitkan, dapat menyebabkan kebingungan dalam diagnosis persalinan

prematur benar. Tak jarang, wanita yang melahirkan prematur dikaitkan

dengan kontraksi Braxton Hicks, mendorong diagnosis yang salah dari

persalinan palsu. Demikian, American Academy of Pediatrics dan American

College of Obstetricians dan Gynecologists (2012) mendefinisikan persalinan

prematur menjadi kontraksi reguler sebelum 37 minggu yang terkait dengan

perubahan serviks.Selain kontraksi uterus menyakitkan atau tidak

menyakitkan, gejala seperti tekanan panggul, kram menstruasi seperti,

keputihan encer, dan nyeri punggung bawah telah empiris yang berhubungan

dengan kelahiran prematur yang akan datang. Beberapa keluhan itu dianggap
10

umumnya normal pada kehamilan dan karena itu sering diacuhkan oleh

pasien, dokter,dan perawat.15

b. Dilatasi serviks

Para peneliti telah mengevaluasi perubahan serviks tanpa gejala yang

mungkin pertanda dan dengan demikian memprediksi persalinan prematur.

Dilatasi serviks asimpotmatik setelah pertengahan kehamilan diduga menjadi

faktor risiko untuk kejadian prematur, meskipun beberapa dokter

mempertimbangkan itu menjadi varian anatomi normal. Selain itu, hasil

penelitian telah menyarankan bahwa paritas saja tidak cukup untuk

menjelaskan dilatasi serviks ditemukan di awal trimester ketiga.15

c.Pemantauan Uterus Ambulatory

Sebuah tocodynamometer eksternal diikat di sekitar perut dan terhubung ke

perekam pinggang elektronik memungkinkan seorang wanita untuk ambulasi

sementara aktivitas uterus dicatat. Hasil ditransmisikan melalui telepon setiap

hari. Para wanita diajarkan tentang tanda dan gejala persalinan prematur, dan

dokter diberitahu tentang keadaan mereka.15

d. Janin Fibronektin

Glikoprotein ini diproduksi dalam 20 bentuk molekul yang berbeda oleh

berbagai jenis sel, termasuk hepatosit, fibroblas, endotel sel, dan amnion janin.

Kehadirannya dalam konsentrasi tinggi dalam darah ibu dan cairan amnion,
11

diperkirakan untuk fungsi dalam adhesi antar selama implantasi dan di

pemeliharaan kepatuhan plasenta ke desidua uterus. Fetal fibronectin

terdeteksi dalam cairan servikovaginal pada wanita yang memiliki kehamilan

normal dengan membran utuh.15

5. Penatalaksanaan Partus Prematur

Kelahiran prematur dikaitkan dengan komplikasi neonatal jangka menengah

dan panjang. Morbiditas jangka panjang meliputi cerebral palsy,

keterlambatan perkembangan saraf dan penyakit paru-paru kronis. neonatal

yang hasil tergantung pada kehamilan yang usia saat pengiriman dan terkait

fitur seperti infeksi.15,17 Semakin rendah usia kehamilan, semakin tinggi

risiko kematian dan morbiditas. Untuk itu diperlukan suatu cara pengelolaan

yang tepat agar persalinan prematur ini dapat dihindari. Prinsip pengelolaan

persalinan prematur bergantung pada:

a. Keadaan selaput ketuban. Pada umumnya persalinan tidak dihambat bila

mana selaput ketuban sudah pecah.

b. Pembukaan serviks: Persalinan akan sulit dicegah bila pembukaan

mencapai 4 cm.

c. Umur kehamilan. Makin muda usia kehamilan, upaya mencegah persalinan

makin perlu dilakukan. Persalinan dapat dipertimbangkan berlangsung bila

TBJ >2.000 atau kehamilan > 34 minggu. 17


12

Pengelolaan pada kasus persalinan prematur dengan ketuban yang masih

utuh dimana tidak didapatkan bahaya pada ibu dan janin maka pengelolaannya

adalah konservatif, yang meliputi:

a. Menunda persalinan prematur dengan tirah baring dan pemberian obat-

obat tokolitik. Meskipun beberapa obat dan intervensi lainnya telah

digunakan untuk mencegah atau menghambat persalinan prematur,

tidak ada yang benar-benar terbukti efektif. American College of

Obstetricians dan Gynecologists (2012) telah menyimpulkan bahwa

agen tokolitik tidak nyata memperpanjang usia kehamilan tetapi dapat

menunda persalinan beberapa wanita hingga lebih dari 48 jam. Hal ini

memungkinkan untuk pemberian kortikosteroid. Beta-adrenergik

agonis, calcium channel blockers, atau indometasin adalah agen

tokolitik yang dianjurkan untuk seperti jangka pendek digunakan-

hingga 48 jam. Sebaliknya, ACOG memiliki kesimpulan terapi

pemeliharaan dengan tokolitik tidak efektif untuk mencegah kelahiran

prematur dan peningkatan hasil luaran neonatal. Direkomendasikan pula

bahwa wanita dengan kontraksi prematur tanpa perubahan serviks,

terutama mereka dengan serviks pelebaran kurang dari 2 cm, umumnya

tidak boleh diobati dengan tokolitik. 17 Beberapa obat-obatan tokolitik

antara lain:
13

i. β-adrenergik Reseptor Agonis

Beberapa senyawa bereaksi dengan reseptor β-adrenergik untuk

mengurangi kadar kalsium terionisasi intraseluler dan mencegah aktivasi

protein kontraktil miometrium. Di Amerika Serikat, ritodrin dan

terbutaline telah digunakan, tetapi hanya ritodrin telah disetujui untuk

persalinan prematur oleh FDA.15

ii. Magnesium sulfat

Magnesium ion dalam konsentrasi yang cukup tinggi dapat mengubah

kontraktilitas miometrium. Perannya adalah mungkin bahwa kalsium

yang antagonis, dan jika diberikan dalam dosis farmakologis, mungkin

menghambat kerja. Petrie (1977) menyimpulkan bahwa magnesium

intravena sulfat-4-g dosis diikuti dengan infus kontinu 2 g /jam-biasanya

mencegah persalinan.15

iii. Inhibitor prostaglandin

Prostaglandin sangat erat terlibat dalam kontraksi normal persalinan.

Antagonis bertindak dengan menghambat sintesis prostaglandin atau

dengan menghalangi aksi mereka pada target organ. Sekelompok enzim

kolektif disebut prostaglandin sintase yang bertanggung jawab untuk

konversi arakidonat bebas asam untuk prostaglandin. Beberapa obat


14

memblokir sistem ini, termasuk acetylsalicylate dan indometasin.

Indometasin pertama kali digunakan sebagai tokolitik untuk 50 wanita

oleh Zuckerman dkk. Studi yang diikuti melaporkan khasiat indometasin

dalam menghentikan kontraksi dan menunda kelahiran prematur.15

iv. Calsium-Channel Blocker

Kontraksi miometrium secara langsung berkaitan dengan kalsium bebas

di sitoplasma, dan pengurangan konsentrasi menghambat kontraksi.

Calcium channel blockers bertindak untuk menghambat, oleh berbagai

mekanisme, entri kalsium melalui membran sel saluran. Meskipun

mereka dikembangkan untuk mengobati hipertensi, kemampuan untuk

mencegah persalinan prematur telah dievaluasi. Keirse (1995)

membandingkan nifedipine dengan β-agonis menyimpulkan bahwa

walaupun nifedipine mengurangi kelahiran neonatus dengan berat

<2500g, secara signifikan lebih dari ini dirawat untuk perawatan intensif.

Peneliti telah menyimpulkan bahwa kalsium channel blockers, terutama

nifedipine, lebih aman dan lebih efektif agen tokolitik dari pada β-

agonis.15
15

2. Memberikan obat-obat untuk pematangan paru janin. Banyak bukti

menunjukkan bahwa steroid antenatal harus diberikan kepada ibu yang

terancam persalinan prematur mengurangi kejadian distress pernafasan,

perdarahan intraventrikular, dan kematian bayi. Steroid ini diberikan pada

usia kehamilan > 24 minggu atau <34 minggu meskipun rekomendasi dari

RCOG adalah sampai 36 minggu. Kerjanya akan terjadi pada antara 24 jam

dan 7 hari. 15

3. Memberikan obat-obat antibiotik untuk mencegah risiko infeksi perinatal.

Wanita yang dengan gejala persalinan prematur sering memiliki infeksi

okultisme saluran genital atas mereka yang dapat dideteksi oleh

amniosentesis dan kultur cairan ketuban mereka. Perempuan dalam

kelompok yang memiliki infeksi okultisme lebih mungkin untuk mengalami

kelahiran prematur daripada wanita tanpa bukti infeksi. Asosiasi dari infeksi

pada saluran genital dan kelahiran prematur pada wanita dengan gejala

persalinan prematur memberikan alasan untuk menggunakan antibiotik

dalam pengelolaan persalinan prematur. Pemberian antibiotik dapat

menyembuhkan infeksi okultisme, sehingga menurunkan risiko kelahiran

prematur spontan. Organisme yang dikultur dari plasenta-desidua atau

cairan ketuban wanita yang melahirkan preterm antara lain gram- negative,

gram-positif cocci, anaerobik cocci, dan spesies Mycoplasma campuran


16

flora genital. Mengingat berbagai organisme patogen potensial, telah secara

empiris dipilih antibiotik spektrum luas dalam upaya untuk memberantas

organisme ini dari saluran kelamin bagian atas pada wanita dengan

persalinan prematur. Antibiotik digunakan termasuk cephalosporins kedua

dan generasi ketiga, beta-laktam antibiotik dengan inhibitor beta-laktamase,

penisilin sintetik, metronidazole, dan kombinasi dari agen seperti "cakupan

triple" (antibiotik beta-laktam, aminoglikosida, dan klindamisin).15

4. Merencanakan cara persalinan prematur yang aman dan dengan trauma yang

minimal.

5. Mempersiapkan perawatan neonatal dini yang intensif untuk bayi-bayi

prematur.
17

B. Korioamnionitis

1. Definisi

Korioamnionitis merupakan inflamasi pada membran fetal / selaput ketuban

yang merupakan manifestasi dari infeksi intrauterin (IIU). Infeksi pada membran

dan cairan amnion dapat disebabkan oleh mikroorganisme yang bervariasi.

Bakteri dapat ditemukan melalui amniosintesis transabdominal sebanyak 20%

pada wanita dengan persalinan preterm tanpa manifestasi klinis infeksi dan

dengan membran fetalis yang intak. Infeksi tidak terbatas pada cairan amnion

dan biasanya terjadi karena infeksi asending mikroorganisme dari serviks dan

vagina, dapat pula transplasental dan iatrogenik, misalnya pada pemeriksaan

amniosintesis dan kordosentesis. Korioamnionitis sering dihubungkan dengan

ketuban pecah dini dan persalinan lama. Periode ketuban pecah yang lama

merupakan faktor risiko yang berpengaruh dalam patogenesis korioamnionitis.

Semakin lama jarak antara ketuban pecah dengan persalinan, semakin tinggi

risiko morbiditas dan mortalitas ibu dan janin.18

2. Epidemiologi

Pada kehamilan cukup bulan, korioamnionitis didiagnosis pada sekitar 5-7%

kehamilan. Penelitian yang dilakukan pada wanita yang mengalami persalinan

dengan membran yang intak diketahui bahwa organisme dari korioamnion

meningkat secara signifikan dalam persalinan spontan preterm.19


18

3. Patofisiologi

Korioamnionitis dapat menyebabkan bakteremia pada ibu, menyebabkan

kelahiran prematur dan infeksi yang serius pada bayi. Penyebab tersering infeksi

intrauterin adalah bakteri yang ascending dari saluran kemih ataupun genital

bagian bawah atau vaginitis. Organisme penyebab terjadinya korioamnionitis

adalah organisme normal di vagina, termasuk Eschericia coli, selain itu

Streptokokus grup B juga sering berperan sebagai penyebab infeksi Chlamydia

trachomatis sebagai salah satu bakteri penyebab cervicitis juga berperan sebagai

bakteri penyebab infeksi intrauterin dan berhasil diisolasi dari cairan amnion.

Peran virus sebagai penyebab korioamnionitis sampai dengan saat ini belum

jelas diketahui.15

Penyebab tersering infeksi intrauterin adalah melalui jalur pertama yaitu

bakteri naik dari vagina dan serviks. Korioamnionitis secara histologi didapati

lebih sering dan lebih berat pada daerah dimana terjadi ruptur membran

dibandingkan dengan daerah lainnya, seperti placental chorionic plate atau

umbilical cord. Identifikasi bakteri pada kasus ini mirip dengan bakteri yang

terdapat di saluran genital bagian bawah. Bila terjadi infeksi kantong amnion

selalu terlibat. Jalur ascending infeksi intrauterin berarti bahwa mikroorganisme

dapat memasuki kantong amnion dan fetus melalui jalur :


19

a. Naik dari vagina dan servik.

b. Penyebaran hematogen melalui plasenta (infeksi transplasenta)

c. Retrograd dari rongga peritoneum melalui tuba Fallopii

d. Tidak disengaja pada waktu melakukan prosedur invasif, seperti

amniosentesis, percutaneus fetal blood sampling, chorionic villous

sampling, atau shunting. 20

Adapun stadium Ascending Infeksi Intrauterin Infeksi intrauterin secara

ascending dibagi atas 4 stadium :

a. Terjadi perubahan flora normal di vagina/serviks atau adanya organisme

patologis (contoh: Neisseria gonorrhoea) di serviks. Beberapa bentuk

bacterial vaginosis juga dapat dijumpai pada manifestasi awal stadium 1.

b. Organisme sudah masuk ke rongga intrauterin dan berada di desidua, terjadi

reaksi inflamasi lokal yang menyebabkan desiduitis.

c. Mikroorganisme selanjutnya masuk ke korion dan amnion. Infeksi selanjutnya

menyebar ke pembuluh darah fetus (koriovaskulitis) atau melalui amnion

(amnionitis) ke dalam ruang amnion, menyebabkan invasi mikroba pada

ruang amnion atau infeksi intra amnion. Ruptur membran bukan menjadi

syarat untuk bisa terjadi infeksi intra amnion oleh karena mikroorganisme

mampu melewati membran yang utuh.


20

d. Setelah masuk ke kantong amnion, bakteri dapat masuk ke fetus melalui

berbagai jalur. 20

Gambar 2. Tempat-Tempat Potensial Infeksi Bakteri dalam Uterus


Dikutip dari Goldenberg RL 21

4. Penegakan Diagnosis

Korioamnionitis bukan suatu gejala akut namun merupakan suatu proses kronis

dan tidak menunjukkan gejala sampai persalinan dimulai atau terjadi ketuban

pecah dini. Gejala korioamnionitis dapat asimptomatik dan berbeda-beda pada

setiap wanita. Dari berbagai penelitian, diketahui tanda dan gejala klinis

korioamnionitis meliputi demam (suhu intrapartum > 100.4°F atau > 38°C),

takikardi maternal yang signifikan (> 120 x/menit), takikardia fetus (> 160
21

x/menit), cairan ketuban atau lendir vagina berbau atau tampak purulen, uterus

teraba tegang, leukositosis maternal (leukosit >15000 sel/mm3).2Penegakan

diagnosis infeksi intrauterin harus disertai bukti terjadinya peningkatan penanda

(marker) inflamasi. Penentuan penanda (marker) korioamnionitis yang baik

dapat menggambarkan proses infeksi yang sedang terjadi, sehingga dapat

ditentukan kemungkinan risiko yang akan terjadi pada persalinan, ibu, dan janin.

Terdapat berbagai macam penanda (marker) korioamnionitis. Diantara berbagai

penanda tersebut, yang paling sering digunakan adalah CRP, sel polimorfonuklear

dan neutrofil, LEA (Leukocyte Esterase Activity), fetal fibronectin, ferritin,

procalcitonin, sitokin pro inflamasi, glukosa cairan amnion, relaxin, dan

neutrophil elastase (NE).20

Pemeriksaan cairan amnion dilakukan dengan aspirasi cairan amnion

menggunakan intrauterine pressure cathether pada 50% kasus. Pada pasien

dengan suspek korioamnionitis, kadar glukosa cairan amnion yang rendah

merupakan prediktor yang baik dari hasil positif kultur cairan amnion namun

merupakan prediktor yang buruk untuk korioamnionitis secara klinis. Persalinan

pada wanita yang terbukti memiliki korioamnionitis (melalui pemeriksaan

histologis atau kultur) dapat tidak ditemukan tanda klasik tersebut selain tanda-

tanda prematuritas. Pada penemuan mikroskopik, diagnosis korioamnionitis

ditegakkan dengan ditemukannya monomorfonuklear dan leukosit


22

polimorfonuklear (PMN) yang menginfiltrasi korion, yang disebabkan terutama

oleh bakteri.22

C. Vitamin D

Vitamin D adalah vitamin yang larut lemak yang dibuat di dalam kulit saat kulit

terpapar sinar matahari. Hal ini juga dapat ditemukan secara alami dalam beberapa

makanan dan tambahan suplemen untuk makanan lainnya. Vitamin d tidak aktif

sampai telah dimetabolisme dalam tubuh. Vitamin D harus menjalani dua kali proses

yang disebut hidroksilasi, satu dihati dan satu di ginjal. Bentuk aktif vitamin D dalam

tubuh adalah 1, 25 dihidroksi vitamin D ( 1,25 (OH)D), yang juga disebut kalsitrol.23

Beberapa literatur menyebutkan bahwa vitamin D tidak tergolong vitamin

karena sumber utamanya adalah apa yang kita sintesis sendiri didalam kulit dengan

kurang dari 10% yang berasal dari makanan. Vitamin D mempunyai dua bentuk,

yaitu vitamin D2 (ergokalsiferol) dan vitamin D3 (kolekalsiferol). Tidak hanya

manusia, tanaman juga dapat membentuk dan mengaktifkan vitamin D, bentuk

utama yang dibuat oleh tannaman adalah vitamin D2 mengikuti paparan sinar UVB

dari provitamin D2 ergosterol. Sedangkan manusia bisa memetabolisme dengan baik

vitamin D2 dan D3. Namun tetap hanya dapat mensintesis de novo vitamin D3.23

1. Metabolisme vitamin D
23

Target utama jaringan vitamin D adalah usus dan tulang. Di dalam usus, vitamin

D memediasi transport trans seluler kalsium dan fosfat dan didalam tulang

memediasi penyerapan tulang. Kedua proses tersebut terlibat dalam menjaga

konsentrasi kalsium dan fosfat dalam darah.

Selama paparan sinar matahari 7 – dehodrokolesterol di kulit di konversikan

menjadi previtamin D, 7- dehidrokolesterol terdapat pada seluruh permukaan

kulit manusia. Mendekati 65% jumlah 7 – dehidrokolesterol ditemukan di

epidermis dan lebih besar lagi lebih dari 95 % previtamin D3 diproduksi didalam

epidermis yang sehat dan karena itu tidak dapat dihapus dari kulit ketika dicuci.

Produksi vitamin D3 di pengaruhi oleh pigmentasi kulit, penggunaan tabir surya,

musim, ketinggian, lintang, dan polusi udara.23

Vitamin D2 dan vitamin D3 dihidrolasi oleh enzim 25 – hidroksilase di hati

untuk diproduksi sirkulasi utama metabolisme vitamin D, 25 (OH)D, yang

digunakan untuk menentukan status vitamin D manusia. Metabolisme ini

berjalan dengan hidroksilasi oleh 25 (OH) D-1α – hydroxylase (CYP27B1)

didalam ginjal untuk membentuk hormon sekosteroid 1α, 25-dihydroxyvitamin

D (1,25[OH]2 D). 25 (OH) D berikatan dengan Vitamin D Binding Protein (DBP)

di saring di dalam ginjal dan di serap kembali pada tubulus proksimal oleh

reseptor megalin kubilin. 1α – hydroxylasi ginjal erat diatur, yang ditingkatkan

oleh hormon paratiroid (PTH), hipokalsemia, dan hipofosfatemia dan dihambat


24

oleh hiperfosfatemia, faktor pertumbuhan fibroblast – 23, dan, 1, 25 (OH)D

sendiri.23

Vitamin D dalam keadaan aktif, 1, 25 (OH)D, memainkan peran yang penting

dalam fungsi biologis terkait pengaturan transkripsi gen melalui nukleat reseptor

vitamin D. Kalsitirol berikatan dengan nukleat Vitamin D Receptor (VDR), yang

berikatan dengan sekuens nukleotida spesifik di DNA yang disebut sebagai

respons elemen vitamin D. Kurang lebih berkisar 200 – 300 gen yang

dipengaruhi respon elemen vitamin D, kemungkinan oleh epigenetik untuk

mengontrol banyaknya gen di seluruh genome. Penelitian terakhir tentang status

vitamin D3 dan suplementasi vitamin D menunjukkan bahwa peningkatan status

vitamin D akan signifikan berpengaruh terhadap ekspresi gen yang mempunyai

berbagai fungsi biologis lebih dari 80 jalur dikaitkan dengan kanker, gangguan

autoimun dan kardiovaskuler, yang telah dikaitkan dengan kekurangan vitamin

D.23

Bentuk aktif vitamin D, kalsitriol, mempunyai efek terhadap sistem endokrin

tubuh, yaitu : (1) meningkaktkan penyerapan kalsium di usus. (2) meningkatkan

penyerapan kalsium kembali di urin, dan (3) mengatur hormon paratiroid (PTH)

pada umpan balik negatif yang memungkinkan kalsium untuk diserap di saluran

cerna, di urin, dan dimetabolisme dari tulang untuk mempertahankan

homeostasis kalsium dalam tubuh. Hal ini penting karena kalsium bersifat
25

esensial dalam tubuh untuk jaringan dan organ, terutama jantung, otot rangka,

dan otak. Tubuh akan mengambil kebutuhan kalsium dari tulang kerangka jika

kekurangan. Kebutuhan vitamin D adekuat untuk memberikan substrat 25 (OH)

D serum dalam tubuh, yang pada akhirnya akan diubah menjadi bentuk aktif 1,

25 (OH) D yang memilik waktu hidup selama 8 jam. Vitamin D yang masuk

dalam sirkulasi cepat dikonversi ke 25 (OH)D dan kemudian 1, 25 (OH) D untuk

mempertahankan kalsium.23

2. Metabolisme vitamin D selama hamil

Metabolisme vitamin D selama kehamilan dan laktasi mengalami peningkatan.

Plasenta dalam tubuh ibu terbentuk pada minggu keempat kehamilan. Pada fase

inilah 25(OH)D serum ibu di transfer melalui plasenta, dan konsentrasi 25 (OH)D

serum dim plasenta berkorelasi dengan konsentrasi 25 (OH)D serum ibu. Namun

tidak dengan kalsitriol (1, 25 (OH)D yang tidak langsung melewati plasenta.

Ginjal pada janin dan plasenta memberikan sirkulasi janin dengan 1, 25 (OH)D

oleh ekspresi 1-α- hydroxylase CYP 27B1.23

Kadar Vitamin D Binding Protein (DBP) serum meningkat dari 46% - 103%

selama kehamilan. Hal ini menunjukkan bahwa DBP mempunyai peran secara

langsung terhadapmetabolisme dan fungsi vitamin D selama kehamilan.

Produksi vitamin D2 dan D3 pada tikus hamil telah menunjukkan bahwa kedua

kadar 25 (OH) D serum pada tikus dan kultur sel vitamin D2 dan D3 di plasenta
26

memiliki kalsitriol lebih banyak dalam janin dibanding dengan ibu. Hal ini dapat

dartikan bahwa tingkat transport dua metabolisme berbeda dengan sebelumnya

atau bergantung pada sistem endokrin yang mengontrol metabolisme vitamin D

pada janin dan ibu.23

Rendahnya konsentrasi 1. 25 (OH)D janin memperlihatkan rendahnya kadar

PTH dan meningkatnya konsentrasi fosfat. Total konsentrasi 1, 25 (OH) D serum

lebih banyak dua sampai tiga kali lipat pada sirkulasi maternal mulai dari awal

semester (TMI), tetapi hasil penelitian yang lain menunjukkan bahwa konsentrasi

meningkat ketika trimester III ( TMIII). Peningkatan ini karena sinstesis oleh 1α

– hidroksilase.23
27

Gambar 3. Metabolisme Vitamin D.


Dikutip dari Hayes CE, Nashold FE, Spach KM 24

3. Dosis Vitamin D pada Ibu Hamil dan Klasifikasi Vitamin D


Berdasarkan data RCT serta pengamatan substansial dan data intervensi,

disarankan bahwa semua hamil wanita mempertahankan 25 (OH) D yang beredar

dari pada setidaknya 40 ng / mL selama titik waktu awal kehamilan . Ini akan

memastikan perlindungan yang maksimal dari komplikasi kehamilan, termasuk

preeklampsia pada ibu dan asma pada bayi. Untuk mencapai hal ini, asupan

setidaknya 4000 IU / hari vitamin D3 akan diperlukan karena variabel kemampuan


28

individu untuk mengkonversi vitamin D menjadi 25 (OH) D.24 Suplemen ini telah

terbukti aman dalam ribuan pasien selama 15 tahun terakhir, tidak satu efek

samping tunggal telah diamati terkait dengan suplementasi vitamin D dari sekitar

4000 IU / hari. Ini membawa pada pertanyaan tentang kapan harus vitamin D

suplementasi dimulai. Berdasarkan pembahasan sebelumnya mengenai ekspresi

gen plasenta dan faktor epigenetik yang terkait dengan status vitamin D, asosiasi

plasenta peradangan dan penyakit yang nyata sebagai fungsi status vitamin D ibu

di awal kehamilan (misalnya, preeklamsia dan diabetes gestasional), tampaknya

bijaksana bahwa D suplemen vitamin dimulai sebelum plasentasi (dan invasi

trofoblas).25

Pada tahun 2010 Insitute of Medicine merilis klasifikasi yang


direkomendasikan untuk defisiensi vitamin D.26
Tabel 1. Klasifikasi kadar vitamin D
Klasifikasi nmol/ ng/
l ml
Defisiensi <30.0 <12
Inadekuat 30- 12-
49.99 20
Sufficient 50- 20-
74.99 50
Sufficient 75-
(tidak meningkatkan 125
kegunaan)
Toksik >125 >50

Dikutip dari Singh26


29

4. Peran Vitamin D dalam Kehamilan

Vitamin D sangat penting untuk homeostasis kalsium, mineralisasi tulang, fungsi

kekebalan tubuh, proliferasi sel, dan pencegahan penyakit. Vitamin D diketahui

terlibat dalam homeostasis pembentukan tulang selama kehamilan. Kekurangan

vitamin D dapat menyebabkan kejang neonatal pada neonatus dengan

hipokalsemia. Fungsi dari vitamin D selama periode sensitif ini mungkin juga

memiliki potensi dampak pada sistem lain, termasuk kekebalan tubuh, pankreas,

muskuloskeletal, dan fungsi kardiovaskular serta perkembangan saraf. Publikasi

terbaru menunjukkan hubungan antara status vitamin D ibu dengan komplikasi

kehamilan seperti preeklamsia, operasi caesar, dan persalinan prematur.26

Beberapa bukti menunjukan bahwa vitamin D memiliki yang memiliki aktivitas

antimikroba potensial yang memiliki efek merusak. Vitamin D dapat mengurangi

risiko infeksi melalui beberapa mekanisme. Meningkatkan vitamin D pada

imunitas bawaan dengan memodulasi produksi anti-mikroba peptida (AMP) dan

respon sitokin.27,28, 29

Kadar vitamin D seseorang sangat dipengaruhi oleh kalsium, fosfor, dan

faktor pertumbuhan fibroblast. Kadarnya akan menjadi menurun akibat umpan

balik negatif dari hormon paratiroid. 25

Peran vitamin D pada kehamilan adalah untuk membantu penyerapan fosfat

dan kaslium dalam tubuh dalam rangka membantu pembentukan tulang yang
30

kuat dan tidak rapuh. Selain itu, vitamin D juga bermanfaat bagi tubuh untuk

membantu pertumbuhan sel, menguatkan otot, menguatkan sistem kekebalan

tubuh dan membantu produksi hormone tertentu. Ibu hamil yang kekurangan

vitamin D rentan terhadap serangan berbagai macam penyakit dan masalah

kehamilan antara lain diabetes gestational, komplikasi kehamilan termasuk

preeklampsia, resiko infeksi meningkat dan persalinan prematur. 30

5. Hubungan Vitamin D dan Reaksi Inflamasi

Vitamin D berperan penting dalam sistem imunitas. Beberapa studi pada model

hewan dan manusia menunjukkan bahwa defisiensi vitamin D berkontribusi

dalam menyebabkan eksaserbasi infeksi dan penyakit-penyakit autoimun

melalui disregulasi fungsi sel T.23 
 Fungsi regulasi sel T dalam penyakit

inflamasi diketahui berkaitan dengan defisiensi vitamin D selama periode

kehamilan.24 Reseptor-reseptor sel T pada tali pusat merupakan indikator

langsung sintesis limfosit T, akibatnya, luaran timic secara negatif berkorelasi

dengan kadar vitamin D serum. Oleh karena timus juga berperan aktif dalam

sistem inflamasi fetus pada periode intrauterin. Respons anti-inflamasi non-

spesifik ini mungkin dipicu oleh kortikosteroid endogenus, mediator-mediator

inflamasi sistem, dan defisiensi dalam ambilan protein, mineral atau vitamin.30
31

Gambar 4 : Mekanisme vitamin D pada respon imun.


Dikutip dari: Florentina Sava. 31

Gambar 5 : Mekanisme vitamin D pada respon imun.


Dikutip dari : Florentina Sava. 31
32

5.1 Penelitian sebelumnya terkait hubungan korioamnionitis dan defisiensi

25(OH)D.

Secara fisiologis, kondisi kehamilan berakitan dengan peningkatan kerentanan

terhadap agen stress oksidatif, dimana terjadi ketidakseimbangan antara

produksi spesies oksigen reaktif dan kemampuan sistem anti-oksidatif untuk

mendetoksifikasi. Kondisi inflamasi sistemik semakin meningkat pada maternal

dengan defisiensi vitamin D serum. Defisiensi kadar serum vitamin D maternal

dapat dikaitkan dengan komplikasi kehamilan, proses inflamasi, dan fungsi

sistem imunitas.32 Peran vitamin D dalam inflamasi dan infeksi plasenta atau

korioamnionitis adalah adanya peran vitamin D dalam mencegah infeksi

bakterial dengan cara menstimulasi cathelicidin dalam sel-sel plasenta baik pada
33
materna maupun pada sisi fetus. Vitamin D juga mengatur regulasi sel-sel

natural killer dan monosit. Pada maternal dengan defisiensi vitamin D, terjadi

peningkatan produksi TNF-alpha dan sitokin-sitokin inflamasi. Lebih lanjut,

vitamin D menurunkan reaksi inflamasi pada desidua plasenta dengan cara

menghambat jalur inflamasi faktor kappa B. Oleh karena itu, maternal dengan

defisiensi vitamin D lebih rentan mengalami korioamnionitis karena adanya

penurunan respons inflamsi terhadap infeksi klinis dan subklinis.34

Enzim pengaktivasi vitamin D dan reseptor vitamin D diekskpresikan pada

desidua dan plasenta manusia. Oleh karena itu, genotip reseptor vitamin D
33

materna ditemukan berkaitan dengan defisiensi reaksi sistem imun pada desidua-

plasenta pada bayi-bayi yang lahir prematur. Pada penelitian Akkar et al (2016)

disimpulkan bahwa ibu dengan persalinan prematur memiliki kadar serum 25-

hydroxyvitamin D yang lebih rendah dibandingkan dengan materna yang

melahirkan bayi cukup bulan. 35

6. Vitamin D dan fungsi antimikroba selama kehamilan.

Vitamin D dikatakan dapat menimbulkan respon imun yang didapat, sebagian

laporan mengatakan dihubungkan dengan kemampuan stimulasi antimikroba.

Didalam sel seperti monosit, mengekspresikan VDR dan CYP227B1 yang

kemungkinan besar diinduksi dari aktivitas TLR. Hasil dari aktivitas ini

meningkatkan sintesis lokal dari 1, 25 (OH)2D3 yang kemudian dapat menjadi

triger respon vitamin D lewat interaksi dengan VDR endogenous, menyebabkan

regulasi transkripsi organ target monosit yang termasuk didalamnya protein

antimikroba cathelcidin dan ß – defensin2 , dimana protein ini menyebabkan

perubahan intraseluler sehingga dapat membunuh bakteri. Lebih jauh lagi

dikatakan vitamin D telah bertindak sebagai promotor autophagy pada proses

sitosol yang menyebabkan lingkungan autophagosomal untuk membunuh

bakteri patogen.36
34

Gambar 6 : Vitamin D menginduksi ekspresi cathelicidin dan pembunuhan bakteri monosit.

Dikutip dari : Hewitson M.

Penjelasan gambar : vitamin D menginduksi ekspresi cathelicidin dan

pembunuhan bakteri monosit. Aktivasi dari monocyte toll-like receptors(TLR1 –

TLR2) oleh bakteri patogen seperti M. tuberculosis menyebabkan induksi

transkripsional reseptor vitamin D (VDR) dan ekspresi vitamin-D-activating

enzyme 25-hydroxyvitamin D-1𝛼 hidroksilase (panah biru). Sirkulasi 25-

hydroxyvitamin masuk ke dalam darah melalui vitamin-D-binding protein

masuk ke dalam monosit secara bebas dan ini mengkonversi 1, 25-

dihydroxyvitamin D oleh motokondria menjadi 25-hydroxyvitamin D-

1𝛼 hidroksilase dan mengikat VDR (panah merah). 1, 25-dihidroxyvitamin D


35

terikat dengan VDR sehingga berperan sebagai faktor transkripsi untuk

menginduksi ekspresi cathechilidin sehingga menyebabkan autophagy.

Antibakteri cathelidin dan autophagy berkombinasi untuk menambah

kemampuan membunuh bakteri. 1, 24-dihidroxyvitamin D yang diproduksi oleh

monosit diikuti oleh aktivasi TLR1-TLR2 sehingga dapat menginduksi ekspresi

reseptor pathogen yang berhubungan dengan reseptor NOD2 yang dilepaskan

dari monosit sehingga mengaktivksan ekspresi VDR sel dari sistem imun

adaptive, termasuk T sel dan B sel.36

D. Kalsium

Kalsium adalah kation ekstra sel utama. Peran utama kalsium adalah untuk

kontraksi dan eksitasi otot jantung dan otot lainnya, transmisi sinap sistem saraf,

agresi platelet, koagulasi, dan sekresi hormon dan regulator lain yang

memerlukan eksositosis. Kadar kalsium normal dalam plasma 8,5 – 10, 4 mg/

dL, 45 % terikat protein plasma terutama albumin, 10 % terikat dengan anion

seperti sitrat dan fosfat. 45% sisanya ada dalam bentuk ion dan merupakan

bentuk aktif. Kadar kalsium dalam cairan ekstrasel 1 % dari keseluruhan total

kalsium tubuh sementara kadarnya dalam sel dijaga sekitar 1/10. 000 dari kadar

ekstrasel. Fungsi utama kalsium intrasel adalah second messenger intraseluler

untuk mengatur pembelahan sel, kontraktilitas otot, pergerakkan sel, dan

sekresi.37
36

Sumber kalsium utama dan satu – satunya adalah diet antara lain susu dan

produknya seperti keju dan yogurt, sayur – sayuran berwarna hijau, ikan dalam

kaleng yang lengkap dengan tulang seperti sardin, kacang – kacangan, dan

makanan jadi yang difortifikasi dengan kalsium seperti jus dan sereal. Absorbsi

kalsium di salauran cerna terjadi di proksimal duodenum yang tergantung pada

vitamin D aktif yang bersifat difuasi aktif yang memerlukan calsium binding

protein (CaBP) atau kalbindin. Efektivitas absorbsi kalsium di usus di pengaruhi

oleh asupan kalsium. Semakin rendah kadar kalsium dalam makanan yang

dikonsumsi, semakin aktif pula usus melakukan absorbsi. 99% kalsium ekstrasel

terdapat dalam tulang dalam bentuk hidroksiapatit yang mencerminkan

keseimbangan antara proses pembentukan dan resorpsi tulang.38

Keseimbangan metabolisme kalsium diatur oleh 3 faktor, hormon paratiroid,

vitamin D, dan kalsitonin yang dihasilkan oleh kelenjar tiroid. Membran sel

kelenjar paratiroid mengandung sensor kalsium yang dapat mendeteksi kadar

kalsium darah. Aktivasi reseptor kalsium terjadi bila kadar kalsium darah tinggi,

menyebabkan pelepasan fosfolipase A2, asam arakidonat, dan leukotrien.

Leukotrien menginhibisi sekresi hormon paratiroid melalui deghradasi 90%

granul sekretori yang mengandung bentuk bentuk performed hormon paratiroid.

Aktivasi reseptor kalsium tidak akan terjadi bila kadar kalsium darah rendah.

Hormon paratiroid bekerja dengan berikatan dengan reseptor membran sel organ
37

target, yaitu reseptor hormon paratiroid 1 di ginjal dan tulang. Hormon paratiroid

meningkatkan reabsorbsi kalsium dengan mempermudah pori kalsium di tubulus

distal ginjal terbuka. Hormon paratitoid menstimulasi hidroksilasi 25 – OH –

vitamin D3 manjadi bentuk aktifnya (kalsitrol). Efek kalsitonin terhadap kalsium

bertentgangan dengan efek hormon paratiroid. Kalsitonin menginhibisi aktivitas

osteoklast, mengurangi resorpsi tulang, dan meningkatkan ekskresi kalsium

melalui ginjal, jadi fungsi kalsitonin menurunkan kadar kalsium darah.38

1.1 Kalsium pada ibu hamil

Wanita hamil di negara berkembang umunya memiliki asupan kalsium yang

rendah. Penelitian yang dilakukan Kamerun menunjukkan sebanyak 94, 6%

ibu hamil memiliki asupan kalsium yang inadekuat. Berdasarkan penelitian

didaerah selatan Thailand, tapak bahwa sebanyak 55% ibu hamil memiliki

asupan kalsium inadekuat dengan rata - rata asupan kalsium sebesar 493,2

mg/ hari.39

WHO pada tahun 2013 mengatakan nutrisi yang buruk pada ibu dan

bayi memberikan kontribusi yang signifikan penyakit berat dan

meningkatkan angka mortalitas. Pemberian suplemen kalsium mengurangi

resiko terjadinya hipertensi pada kehamilan, dimana dihubungkan dengan

resiko kematin ibu. Pemberian supelemen kalsium juga dihubungkan dengan

penurunan resiko kejadian partus prematur, dimana ini merupakan salah satu
38

penyebab tertinggi kematian janin dan bayi. WHO merekomendasikan

suplementasi kalsium 1500 – 2000 g/ hari pada populasi dengan asupan

kalsium rendah sebagai bagian dari Ante Natal Care (ANC).

Pemberian suplemen kalsium cukup efektif dalam mengurangi angka

kejadian prematur pada wanita hamil dengan asupan kalsium yang rendah.

Pada wanita hamil yang secara rutin mengkonsumsi minimal 600 mg kalsium

tiap hari dan ditambakan suplemen tambahan 1500 mg/ hari mengurangi

resiko terjadinya persalinan prematur. Pada peneltian Cochrane sebelumnya

dikatakan wanita hamil yang secara kronik mengkonsumsi kalsium sangat

rendah, apabila diberikan 1000mg calsium tiap hari menunjukkan penurunan

angka kejadan persalinan prematur sebanyak 24%.40

Tabel 2 : Plasma Kalsium pada Ibu Hamil

No Subyek Calcium (mg/dl)

1 Tidak hamil 9,3 ± 0,27

2 Hamil ≤ 12 minggu 8,8 ± 0, 93

3 Hamil 13 – 20 minggu 8, 8 ± 1, 21

4 Hamil 21 – 28 minggu 9,1 ± 1, 28

5 Hamil 29 – 36 minggu 8, 9 ± 1, 18

6 ≥ 37 minggu 8, 7 ± 0, 66

Dikutip dari : L Raman40


39

Tabel 3: Sumber kalsium (Michael Thomas)

Sumber makanan Jumlah yang tersedia (OZ) Kandungan Kalsium (mg)

Low – fat plain yogurt 8 415

Low – fat yogurt with fruit 8 245 - 384

Sardines 3 324

Chedar cheese, shredded, 1, 5 306

Skim milk 8 302

2% low – fat milk 8 297

Whole milk 8 291

Buttermilk 8 285

Mozzarella, part skim 1, 5 275

Tofu, firm 4 205

Orange juice, calcium 6 200 – 260

fortified

Salmon with bones 3 181

Pudding, chocolate with 2% 4 153

milk

Cottage cheese 1 % milk fat 8 138

Tofu, soft 4 138

Spinach, cooked 4 120

Frozen yogurt, vanila, soft 4 103

serve

Turnip greens, boiled 4 99

Kale, cooked 8 94

Kale, raw 8 90

Ice cream, vanilla 4 85

Bread, white 1 31

Brocoli, raw 4 21

Dikutip dari : Michael Thomas41


40

G. KERANGKA TEORI

Persalinan prematur

Vitamin D2, Kalsium


Vitamin D3
Korioamnionitis

25 (OH)D; Keseimbangan
1, 25 (OH)D Kalsium
Inflamasi

Target sel Regulasi Imun

Sitokin Aktivasi komplemen


Aktivasi
C3a C5a Limfosit T
makrofag IL – 1 β IFN - ɤ 1, 25 (OH)D
IL – 6 TNF - α 1, 25 (OH)D
1, 25 (OH)D
IL – 8 IL - 12

Vasodilatasi & kebocoran Disfungsi endotel


Aktivasi kaskade koagulasi
pembuluh darah
AT III Protein
Trombin Fibrinogen
Gangguan fibrinolisis
PAI – I
FDP

Hipotensi
DIC

Gangguan mikrosirkulasi Modifikasi dari Chung M,


Asam laktat Balk Em, dkk (2009)

Keluaran sepsis
41

H. KERANGKA KONSEP
Partus prematurus Imminens

Demam suhu 38°C

Laboratorium
Manifestasi klinis  CRP (+).
 KPD > 12 jam.
 Lekositosis (> 15000)
Kadar serum Kadar serum  Maternal takikardi
vitamin D Kalsium  Fetal takikardi
 Keputihan
 Kontraksi uterus.

Early data dengan SPSS


versi 21

Analisis data
BAB lII

METODE PENELITIAN

A. Desain penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian uji kesesuaian antara pemeriksaan kadar serum

vitamin D dan kalsium lalu membandingkannya dengan pemeriksaan fisik dan

laboratorium pada korioamnionitis pasien partus prematurus.

B. Tempat dan waktu penelitian

Pengambilan sampel penelitian ini dilakukan di Bagian/Departemen Obstetrik dan

Ginekologi, pemeriksaan manifestasi klinis: demam, maternal takikardi, fetal takikardi,

keputihan, kontraksi uterus dilakukan di ruang pemeriksaan RSMH Palembang.

Pemeriksaan laboratorium kadar darah kalsium, serta jumlah leukosit dan CRP sebagai

penanda korioamninitis di lakukan di laboratorium Patologi Klinik di

Bagian/Departemen Patologi Klinik RSMH Palembang sedangkan untuk pemeriksaan

kadar serum vitamin D dilakukan di laboratorium Prodia. Waktu penelitian dimulai 1

Januari sampai 31 Juli 2018.


43

C. Populasi dan sampel penelitian

1. Populasi

Semua penderita dengan partus prematurus, ketuban pecah dini yang dicurigai

korioamnionitis yang dirawat di Bagian/Departemen Obstetrik dan Ginekologi

RSMH Palembang.

2. Sampel

Penderita dengan partus prematurus, ketuban pecah dini yang dicurigai

korioamnionitis yang dirawat di Bagian/Departemen Obstetrik dan Ginekologi

RSMH Palembang dan memenuhi kriteria inklusi.

3. Kriteria inklusi

1. Partus prematurus , ketuban pecah dini lebih dari 12 jam, dan usia kehamilan

lebih dari 24 minggu kurang dari 37 minggu yang dicurigai korioamnionitis

didiagnosa dari suhu ibu demam (38°C) ditambah 2 tanda dari :maternal

takikardi, fetal takikardi, keputihan, CRP (+), leukositosis > 15. 000.

2. Janin tunggal hidup

3. Semua paritas

4. Bersedia mengikuti penelitian dan menandatangani informed consent


44

4. Kriteria eksklusi

1. Kehamilan dengan penyulit obstetri, seperti perdarahan antepartum,

preeklampsia, eklampsia, kehamilan ganda

2. Kehamilan dengan penyulit medis, seperti penyakit jantung dan diabetes mellitus

3. Janin mati

5. Besar sampel

Pada penelitian ini dilakukan perhitungan jumlah sampel dengan rumus sebagai

berikut :

( Z / 2) 2 PQ 1,96 2 (0,97) (0,09)


n = n   33,53
d2 (0,1) 2

n = Jumlah sampel

P = Nilai sensitivitas kadar serum 25 (OH) D pada penelitian ZOU (2017)

dalam mendiagnosis partus prematurus imminens sebesar 97%

Q = 1 – P = 1-0,91 = 0,09

Zα = Tingkat signifikansi. Pada penelitian ini dipergunakan interval

kepercayaan 95% dan α sebesar 0,05 dan dari tabel diperoleh nilai Zα

= 1,96

d = Penyimpangan sensitivitas dan spesifitas sebesar 10%

Dari perhitungan di atas, didapat jumlah sampel penelitian 33,53 dibulatkan

menjadi 34 sampel. Dengan memperhitungkan drop out sebesar 10% maka

jumlah sampel dalam penelitian ini sebesar 35 sampel.


45

6. Teknik pengambilan sampel

Penelitian ini menggunakan teknik pengambilan sampel berupa purposive

sampling, dimana sampel diambil berdasarkan urutan pasien datang yang

memenuhi kriteria inklusi.

D. Variabel penelitian

1. Variabel bebas : Pemeriksaan kadar 25(OH)D serum

Materna dan kadar kalsium

2. Variabel terikat : Korioamnionitis

3. Variabel universal : Umur, usia kehamilan, paritas, pekerjaan,

pendidikan.
46

E. Definisi Operasional

Variabel Batasan Operasional Kelompok Skala


Usia ibu (tahun) Usia ibu berdasarkan Kartu Tanda Penduduk Mean ± SD Interval
(KTP)
Usia gestasi Usia kehamilan saat dirawat inap Mean ± SD Interval
(minggu) berdasarkan hari pertama haid terakhir
Paritas Banyaknya kelahiran hidup yang dimiliki  Nullipara Ordinal
oleh seorang wanita  Multipara
 Nullipara : seorang wanita yang belum
pernah melahirkan dengan usia kehamilan
≥22 minggu/ belum pernah melahirkan
janin yang viable.
 Multipara : seorang wanita yang sudah
mengalami hamil dengan usia kehamilan
≥22 minggu dan telah melahirkan janin 2
kali atau lebih.
Pekerjaan Sesuatu yang dilakukan untuk mendapatkan  Swasta Ordinal
nafkah  PNS
 Swasta : Sektor non pemerintahan
 PNS : Pegawai yang bekerja di sektor
pemerintahan
Pendidikan Proses pengubahan sikap dan tata laku  SD Ordinal
seseorang atau kelompok orang dalam usaha  SMP-SMA
mendewasakan manusia melalui upaya  DIII
pengajaran dan pelatihan  S1
Korioamnionitis Infeksi intrauterin baik gabungan antara  Ya Nominal
jaringan maternal dan fetal (ruang  Tidak
choriodecidual) maupun infeksi yang berasal
dari fetal sendiri (selaput amniochorion,
cairan ketuban dan tali pusat).
Korioamnionitis klinis ditegakkan bila
ditemukan demam >38⁰C dengan dua atau
lebih tanda berikut ini : Leukositosis >15.000
sel/mm3, Denyut jantung janin >160
kali/menit, Frekuensi nadi ibu >100
kali/menit, Nyeri tekan fundus saat tidak
berkontraksi dan Cairan amnion berbau dan
secara laboratorium : peningkatan kadar
leukosit dan nilai positif pada pemeriksaan
CRP.
Ketuban pecah Pecahnya selaput ketuban sebelum  <12 jam Nominal
dini pembukaan 4 cm  ≥ 12 jam
Kehamilan Kehamilan dengan satu janin  Ya Nominal
tunggal  Tidak
Demam Peningkatan suhu tubuh > 38°C pada ibu  Ya Nominal
 Tidak
47

Takikardi Peningkatan denyut nadi > 100x/menit  Ya Nominal


 Tidak
Takipnea Peningkatan frekuensi nafas > 60x/menit  Ya Nominal
 Tidak
Hipotermia Penurunan suhu tubuh < 36.5⁰C  Ringan Ordinal
 Sedang
 Berat
Leukositosis Ibu Peningkatan kadar leukosit ibu >15.000  Ya Nominal
sel/mm3  Tidak
Cairan amnion Cairan ketuban patologis yang disertai  Ya Nominal
berbau perubahan warna dan bau sebagai tanda  Tidak
terjadinya infeksi intrauterine
Uterus yang Berkurangnya kontraksi uterus terkait  Ya Nominal
lembek dengan adanya infeksi intrauterine  Tidak
Pemeriksaan Kadar serum vitamin D maternal  51 – 74 nmol/ L Ordinal
serum vitamin D
Pemeriksaan Kadar serum zinc maternal  8, 9 ± 1, 18 Ordinal
serum Kalsium
48

F. Bahan dan Prosedur Kerja

1. Bahan yang Digunakan

a. Tabung reaksi

b. Tabung EDTA

c. Spuit 5cc

2. Prosedur Kerja

a. Setiap penderita partus prematurus dengan ketuban pecah dini yang dicurigai

korioamnionitis dan memenuhi kriteria penerimaan diberikan penjelasan untuk

diikutsertakan dalam penelitian. Penjelasan meliputi manfaat, tujuan penelitian,

keuntungan dan kerugian penelitian. Tanda keikutsertaan penderita dibuktikan

dengan menandatangani lembar persetujuan (informed consent), lalu diberikan

kuesioner penelitian kepada peserta. Pemeriksaan kadar serum vitamin D dan

kalsium sebagai pemeriksaan diagnostik yang akan diuji pada penelitian ini untuk

mendiagnosis adanya korioamnionitis pada pasien partus prematurus.


49

b. Prosedur pemeriksaan sampel darah

Sampel darah diambil melalui pungsi vena antecubiti sebanyak 5 cc, sebelum

pungsi, dilakukan tindakan antiseptik dengan alkohol 70%. Sampel ini dimasukkan

ke tabung reaksi yang mengandung ethylene diamine tetraacetic (EDTA) sebanyak

2cc dan selebihnya dimasukkan ke dalam tabung reaksi biasa. Kemudian kedua

sampel darah tersebut dikirim ke laboratorium patologi klinik untuk dilakukan

pemeriksaan darah rutin, kimia klinik darah, CRP kualitatif dan kuantitatif, kadar

serum vitamin D dan kalsium.

G. Parameter keberhasilan

1. Diketahuinya derajat kesesuaian antara kadar serum 25 (OH)D dan kalsium pada

korioamnionitis pasien partus prematurus.

2. Diketahui sensitivitas, spesifisitas, nilai duga positif dan nilai duga negatif kadar

serum 25(OH)D dan kalsium pada korioamnionits pasien partus prematurus.


50

H. Analisis dan interpretasi

Data penelitian dikumpulkan dalam suatu formulir penelitian yang telah disiapkan

kemudian dilakukan entry data dengan menggunakan software SPSS ver. 21.0 Data

dianalisis dengan cara:

1. Deskriptif dengan menampilkan tabel distribusi frekuensi, nilai sensitivitas,

spesivisitas, nilai duga positif, nilai duga negatif

2. Menentukan nilai cut off point, yang dihitung dengan menggunakan ROC

3. Mengetahui kesesuaian, sensitivitas, spesifitas, nilai duga positif dan nilai duga

negatif dengan menggunakan metode Med Calc statistics.


51

I. Alur penelitian

Pasien yang datang dengan partus


prematurus
riwayat KPD yang dicurigai
korioamnionitis yang dirawat di
bagian kebidanan dan kandungan
RSMH

Kriteria Inklusi Kriteria Eksklusi

- Pemeriksaan kadar seum


25(OH)D
- Pemeriksaan kadar kalsium

Analisis data
52

J. Rencana Tabel
Tabel 1.1. Karakteristik Sampel / Responden
Variabel Kadar 25 (OH ) Kadar 25 (OH) D P Value
Rendah Normal
Usia ibu
(20-35 tahun)
Usia kehamilan
(> 24 minggu dan < 37 minggu)
Paritas
Pendidikan
Pekerjaan
*Chi Square x2 test, p = 0,05

Variabel Kadar Ca serum Kadar Ca serum P Value


Rendah Normal
Usia ibu
(20-35 tahun)
Usia kehamilan
(> 24 minggu dan < 34 minggu)
Paritas
Pendidikan
Pekerjaan
*Chi Square x2 test, p = 0,05
53

Tabel 1.2 Uji Kesesuaian Sensitivitas dan Spesifisitas Kadar Plasma Vit D dan Kalsium
Pemeriksaan kadar vitamin D Penegakkan korioamnionitis berdasasrkan
pemeriksaan fisik & laboratorium
Positif Negatif
Positif True Positive (A) False Positive (B)
Negatif False Negative (C) True Negative (D)

Pemeriksaan kadar Kalsium Penegakkan korioamnionitis berdasasrkan


pemeriksaan fisik & laboratorium
Positif Negatif
Positif True Positive (A) False Positive (B)
Negatif False Negative (C) True Negative (D)

Pemeriksaan kadar vitamin D Pemeriksaan kadar vitamin D


Positif Negatif
Positif True Positive (A) False Positive (B)
Negatif False Negative (C) True Negative (D)

Kedua alat harus mampu memisahkan : Sakit atau tidak sakit


Sensitifitas = A / (A + C)
Spesifisitas = D / (B + D)
Nilai duga positif = A / (A + B)
Nilai duga negatif = D / (C + D)
Kappa = A+D / (A+B+C+D)
54

Selanjutnya ditentukan titik potong kadar vitamin D dan kalsium serum dalam
menegakkan diagnosis korioamnionitis pasien partus prematurus . Penentuan didasarkan
pada nilai sensitifitas yang tinggi dan spesifisitas yang rendah atau sebaliknya. Salah
satu cara untuk menentukan titik potong untuk skala interval ataupun rasional.
Sensitifitas dengan ordinal Y, dan Spesifisitas dengan ordinal X pada analisis dengan
Receiver Operatic Characteristic Cureve (Kurva ROC).
BAB IV

JUSTIFIKASI ETIK

A. Rangkuman Karakteristik Penelitian

Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian uji kesesuaian yang bertujuan untuk

mengetahui efektivitas penanda kadar vitamin D [25{OH)D] dan kalsium serum maternal

dengan membandingkan metode penilaian korioamnionitis berdasarkan hasil

pemeriksaan fisik dan laboratorium.

B. Landasan Keilmuan

Persalinan kurang bulan merupakan salah satu penyebab tertinggi morbiditas dan

mortalitas pada bayi . Korioamnionitis penyebab utama persalinan prematur dan

dikaitkan dengan efek samping luaran perinatal pada bayi-bayi prematur. Inflamasi pada

korioamnionitis merupakan salah satu bentuk respon imunitas. Beberapa zat gizi

antioksidan berperan dalam memproduksi dan menjaga keseimbangan sel imun,

melindungi membran sel dari SOR ( vitamin dan mineral sebagai antioksidan), untuk

melawan mikroorganisme penyebab penyakit. Tubuh memerlukan vitamin dan mineral

dalam jumlah yang cukup agar sistem imun dapat berfungsi secara optimal. Vitamin dan

mineral tertentu seperti vitamin A, vitamin D, vitamin E, vitamin C, vitamin B6, vitamin

B12, zinc, selenium dan zat besi mempunyai peranan dalam respon imun.
56

Vitamin D diketahui memiliki aktivitas anti inflamasi dan retriksi pertumbuhan fetus

intrauterin. Vitamin D dapat menekan inflamasi dengan mendorong interaksi fisik antara

VDR (vitamin D receptor) placenta dan NF-kBp65 unit (nucleus transkolaksi pada sel

besar trophoblast dari lapisan labirin).

Defisiensi vitamin D ini dapat dihubungkan dengan kurangnya asupan kalsium pada

ibu hamil. Dikatakan rendahnya kada serum kalsium pada ibu hamil berhubungan

dengan penurunan fungsi auto production vitamin D didalam tubuh. Defisiensi kalsium

di beberapa negara sebagai penyebab recketsia dan berkontribusi sebagai penyebab

osteomalasia. Kurangnya asupan kalsium dapat menyebabkan defisiensi sekunder

vitamin D sehingga berpengaruh pada jumlah konsentrasi serum 25 (OH) D di maternal

(qhotbi). WHO pada tahun 2013 mengatakan nutrisi yang buruk pada ibu dan bayi

memberikan kontribusi yang signifikan penyakit berat dan meningkatkan angka

mortalitas. Pemberian suplemen kalsium mengurangi resiko terjadinya hipertensi pada

kehamilan, dimana dihubungkan dengan resiko kematin ibu. Pemberian supelemen

kalsium juga dihubungkan dengan penurunan resiko kejadian partus prematur, dimana

ini merupakan salah satu penyebab tertinggi kematian janin dan bayi. (WHO)
57

C. Prosedur Informed Consent

Semua subyek penelitian diberikan informed consent mengenai pelaksanaan penelitian.

Setiap subyek penelitian berhak mnegetahui hasil pemeriksaan yang dilakukan padanya.

D. Analisis Kelayakan Etik

Kiranya penelitian ini telah mempunyai landasan keilmuan yang kuat sehingga penelitian

ini diperkirakan akan memberikan hasil yang sesuai dengan tujuan dan manfaat

penelitian. Tidak ada beban khusus yang ditanggung oleh subyek dengan

keikutsertaannya dalam penelitian. Berdasarkan itu semua subyek penelitian akan

diperlakukan adil dan tanpa diskriminasi.

Pengambilan subyek melalui prosedur informed consent kiranya dapat menjamin

kebebasan subyek penelitian untuk ikut serta atau tidak dalam penelitian ini, termasuk

menghentikannya sebelum penelitian berakhir. Kerahasian data pasien akan tetap

dirahasiakan walaupun penderita meninggal dunia.

E . Simpulan

Semoga penelitian ini dapat bermanfaat untuk dunia kedokteran, dengan diketahuinya

kadar vitamin D dan kalsium pada kasus korioamnionitis pasien partus prematurus

imminens, maka dapat meningkatkan kualitas tindakan pencegahan terjadinya

korioamnionitis dengan pemberian vitamin D dan kalsium pada saat ante natal care.

Tujuan akhir semoga dapat menurunkan angka kematian ibu dan bayi di Sumatera

Selatan maupun di tingkat nasional.


BAB V
PENUTUP

A. Rencana Pendanaan
Dana yang dibutuhkan :

ATK dan Fotocopy Rp 1.000.000,-


Presentasi proposal penelitian Rp 1.000.000,-
Biaya tidak terduga 10% Rp 700.000,-
Biaya pemeriksaan serum vitamin D Rp 9. 000. 000,-
Jumlah Rp 11.700.000,-
59

B. Jadwal Kerja
Bulan / 2017 2018
kegiatan 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Merancang
 
proposal
Pengajuan

proposal
Seminar
 
proposal
Pengumpulan
            
data

Analisis data  
Pelaporan  
Ujian Tesis 

Tabel 4 : Jadwal Kerja


RUJUKAN

1. Born Too Soon: The Global Action Report on Preterm Birth. Geneva: World Health Organization;
2012. March of Dimes PMNCH, Save the Children, WHO.
2. Alexander JM, Mclntire DM, Leveno KJ. Chorioamnionitis and the prognosis of term infant. Obstet
Gynecol 2009;94:274-8.
3. Ustun C, Kocak I, Baris S, Uzel A, Saltik F. Subclinical chorioamnionitis as en etiologic factor in
preterm deliveries.
4. Krisnadi S. Penggunaan klindamisin untuk menurunkan kejadian berat badan lahir rendah pada
vaginosis bakterialis dengan atau tanpa kolonisasi sterptokokus group B dan infeksi oleh Chlamydia
trachomatis [trachomatis]. Bandung : Universitas Padjajaran; 2000.
5. Onderdonk AB, Lee ML, Ellice L. Quantitative microbiologic models for preterm delivery; Chaning
Laboratory, Departement of Pathology and Medicine, Harvard Medical School. J Clin Microbiol. 2003;
41 (3) : 1073 - 9
6. Gravett NG, Sampson JE. Other infectious conditions. In: James DK, Steer PJ, Weiner CP. High risk
pregnancy management options. London: WB Saunders Co Ltd ; 2006: 513-5.
7. Maberry MC, Gilstrap LC, Bawdon RE. Anaerobic coverage for intra-amniotic infection: maternal and
perinatal impact. Am J Perinatol 2001; 8: 338.
8. Parry S, Strauss JF. Premature rupture of the fetal membrane. New Engl J Med 2008;338 (10):663-70.
9. Almatsier S. 2006. Prinsip dasar ilmu gizi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
10. Zhou SS, Tao YH, Huang K, Zhu BB, Tao FB. Vitamin D and risk of preterm birth: Up-to-date meta –
analysis of randomized controlled trials and observational studeis. J Obstet Gynaecol 2017; 43 : 247 –
256
11. Akkar OB. Evaluation of maternal serum 25-hydroxyvitamin D, Paraoxonase 1 levels, and neutrophil-
to-lymphocyte ration in spontaneous preterm birth. Med Sci Monit. 2016;22:1238-1243.
12. A. Kofi, Moses K, Klevor, Carol L, Wagner. Maternal vitamin D insufficiency and risk of adverse
pregnancy and birth outcomes : A systematic review and meta-analysis of longitudinal studies. J P One
2017 : 1-22.
13. Nahid Q, Najmadin M, Pasha M, Vahid SG, Sabah H. Vitamin D. Calcium and phosporus status of
Pregnant Women and their Newborns in West Iran. J Ped Pakistan 2006.
14. World Health Organization, 2013. Guideline : Calcium Supplementation In Pregnant Women. World
Health Organization, 7.
15. Cunningham F.G., Lenovo, K.J, Bloom, S.L; Williams Obstetrics. 24th ed. McGraw Hill: 829-61.

16. Witwit SJ. The use of vitamin D suplemen in prevention of preterm labor. J of Babylon University
2017; vol (25).
17. Institute of Medicine. Preterm birth: causes, consequences, and prevention. Washington, D.C.: National
Academy of Sciences; 2007.
18. Lubis, SM. Korioamnionitis sebagai faktor resiko terjadinya palsi serebral. Majalah Kedokteran
Nusantra 2008;41(2):123-127.
19. Gravett NG, Sampson JE. Other infectious conditions. In: James DK, Steer PJ, Weiner CP. High risk
pregnancy management options. London: WB Saunders Co Ltd ; 2006: 513-5.
20. Menon R, Taylor RN, Fortunato SJ. Chorioamnionitis- a complex pathophysiologic syndrome. J
Placenta. 2010;31:113-20
21. Goldenberg RL, Hauth JC, Andrews WA. Intrauterine infection and preterm delivery. New Eng J Med.
2000;18:1500-08.
22. Edwards RK. Chorioamnionitis and labor. Obstet Gynecol Clin N Am. 2005; 32:287-96.
61

23. Aji AS. Vitamin D pada kehamilan. Jurnal arsip gizi dan pangan 2016; 1:2.
24. Liu NQ and Hewison M. Vitamin D, the placenta and pregnancy. Archives of Biochemistry and
iophysics 2012;523:37-47.
25. Holick, M.F. High prevalence of vitamin D inadequacy and implications for health.Mayo. Clin Proc.
81(3):353-373.
26. Singh, J.; Hariharan,C. Bhaumik, D. Role of VitaminD in Reducing the risk of Preterm labour. Int J
Reprod Contracept Obstet Gynecol. 2015 Feb: 4(1):86-93
27. Lopez,PF.et al. Effect of vitamin D supplementation during pregnancy on maternal and neonatal
outcames: A systematic review and meta-analysis of randomized controlled trials. Fertil Steril. 2015
May; 103(5): 1278-88.e4.
28. Youssef, DA.et al. Antimicrobial implication of vitamin D. Dermato Endocrinology3:4, 220-229.2011
29. Muszkat, P. et al. Evidence-based non-skeletal actions of vitamin D. Arq Bras Endocrinol Metab.
2010;54/2.
30. Morales E, Romieu I, Guerra S, [et al.].; INMA Project. Maternal vitamin D 
 status in pregnancy and
risk of lower respiratory tract infections, wheezing, and asthma in offspring. Epidemiology. 2012, 23,
64–71.
31. Sava F. Characterization of the inflammatory status of preterm infants. Budapest : 2016.
32. Pagenkemper M, Diemert A. Monitoring fetal immune development 
 in humanpregnancies: current
concepts and future goals. J Reprod 
 Immunol. 2014, 104, 49–53. 

33. Bodnar LM, Platt RW, Simhan HN: Early-pregnancy vitamin D de ciency and risk of preterm birth
subtypes. Obstet Gynecol,.2015; 125: 439–47.
34. Manzon L, Altarescu G, Tevet A et al: Vitamin D receptor polymorphism FokI is associated with
spontaneous idiopathic preterm birth in an Israeli pop- ulation. Eur J Obstet Gynecol Reprod Biol. 2014;
177: 84–88.
35. Thota C, Menon R, Fortunato SJ et al: 1,25-Dihydroxyvitamin D de ciency is associated with preterm
birth in African American and Caucasian women. Reprod Sci, 2014; 21: 244–50.
36. Hewitson M. Antibacterial Effects of Vitamin D. Nat.Rev. Endocrinol 2011.7, 337-345.
37. Thomas D, Weisman, Steven M. Calcium suplementation during pregnancy and lactation : effects on
mother and the fettus. American J obstet gynecol 2006; 194 : 37 – 45.
38. Setyorini A, Suandi IKG, Sidiartha IGL, Suryawan WB. Pencegahan osteoporosis dengan suplementasi
kalsium dan vitamin D pada penggunaan kortikosteroid jangka panjang. Sari pediatri 2009; 11: 1.
39. Purnasari G, Briawan D, Dwiriani CM. Kepatuhan konsumsi suplemen kalsium serta hubungannya
dengan tingkat kecukupan kalsium pada ibu hamil di kabupaten Jember. J Kes Rep 2016; 7 : 83 – 93.
40. Hacker A, Fung EB, King JC. Role of calcium during pregnancy : maternal and fetal needs. Nutrition
reviews 2012; 70 : 397 – 409.
41. Raman L, Yasodhara. Calsium and magnesium in pregnancy. Nutrrition research 1999; 11 : 1231 -
1236.
62

FORMULIR PERSETUJUAN MENGIKUTI PENELITIAN


(FORMULIR INFORMED CONSENT)

Penelitiutama Dr.
Pemberi informasi Dr.
Penerima informasi
Nama subyek :
Tanggal lahir (Umur) :
Jenis kelamin :
Alamat :
No. Telp (HP) :

JENIS INFORMASI ISI INFORMASI TANDAI


1. Judul penelitian Uji kesesuaian vitamin D dan kalsium serum
materna pada pasien ketuban pecah dini di
Rumah Sakit Dr. Mohammad Hoesin Palembang.

2. Tujuan penelitian a. Penelitian ini bertujuan membandingkan


sensitivitas dan spesifisitas vitamin D dan
kalsium serum maternal dalam diagnosis
korioamnionitis pada pasien partus
prematurus di Rumah Sakit Dr. Mohammad
Hoesin Palembang.
b. Mengetahui nilai duga positif dan nilai duga
negatif penanda vitamin D dan kalsium
serum maternal dalam diagnosis
korioamnionitis pada pasien partus
prematurus imminens di Rumah Sakit Dr.
Mohammad Hoesin Palembang.

3. Cara danprosedur penelitian Terlampir


4. Jumlah peserta penelitian 35 orang
5. Waktupenelitian Januari 2018 – selesai
63

6. Manfaat penelitian termasuk d. Menurunkan morbiditas dan mortalitas


manfaat bagi peserta janin & materna melalui percepatan
penelitian diagnosis dini koriomanionitis pasien
partus prematurus imminens.
e. Meningkatkan pengetahuan tentang kadar
serum vitamin D dan kalsium untuk
diagnosis korioamnionitis yang tepat.
f. Mendorong penelitian lanjutan terkait
upaya preventif komplikasi lanjutan
korioamnionitis.

7. Risiko dan efek samping Ketidaknyamanan pasien


penelitian
8. Ketidaknyamanan peserta Dilakukan pemeriksaan dalam untuk evaluasi
penelitian kemajuan persalinan
9. Kompensasi bila terjadi efek Penanganan efek samping sesuai prosedur terlampir
samping
10. Penjagaan kerahasiaan data Kerahasiaan data dijaminpeneliti
11. Biaya yang ditanggung Tidak ada biaya yang ditanggung peserta penelitian
peserta penelitian
12. Insentif bagi peserta Tidakada insentif
penelitian
13. Namapeneliti : Dr.
Alamat peneliti RSUP Dr. M. Hoesin Palembang
Nomor telepon penelilti
64

Setelah mendengarkan penjelasan pada halaman 1 dan 2 mengenai penelitian yang akan
dilakukan oleh dengan judul penelitian : Uji kesesuaian vitamin D dan kalsium serum
maternal dalam diagnosis korioamnionitis pada pasien partus prematurus di Rumah Sakit Dr.
Mohammad Hoesin Palembang. Informasi tersebut telah saya pahami dengan baik. Dengan
menandatangani formulir ini, saya menyetujui untuk diikutsertakan dalam penelitian di atas
dengan sukarela tanpa paksaan dari pihak manapun. Apabila suatu waktu saya merasa
dirugikan dalam bentuk apapun, saya berhak membatalkan persetujuan ini.

Palembang, ......-........................- 2018

(Nama Peserta Penelitian)


Palembang, ......-........................- 2018

(Nama Wali/Saksi)

Ket: Tanda tangan saksi/ wali diperlukan bila subyek tidak bisa baca tulis, penurunan kesadaran, mengalami
gangguan jiwa, dan berusia dibawah 18 tahun.

Saya telah menjelaskan kepada subyek secara benar dan jujur mengenai maksud penelitian,
manfaat penelitian, prosedur penelitian, serta resiko dan ketidaknyamanan potensial yang
mungkin timbul (penjelasan terperinci sesuai dengan hal yang Saya tandai diatas). Saya juga
telah menjawab pertanyaan-pertanyaan terkait penelitian dengan sebaik-baiknya.

Palembang, ......-........................- 2018

Dr.
65

PEMERIKSAAN DARAH

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya :


Nama :
Umur :
Alamat :

Dengan sesungguhnya menyatakan bahwa,

Setelah memperoleh penjelasan sepenuhnya menyadari, mengerti dan memahami tentang


tujuan, manfaat dan resiko yang mungkin timbul dalam pemeriksaan darah sebagai bagian
dari rangkaian penelitian, maka saya setuju untuk darah saya dilakukan pemeriksaan kadar
serum vitamin D dan kalsium.
Demikian surat pernyataan ini kami buat dengan sesungguhnya dan tanpa paksaan.

Palembang,tanggal............................Pukul............WIB

Peneliti, Yang memberi pernyataan,

Dr. (.................................................)
66

FORMULIR PENELITIAN

No. Sampel :

A. Maternal
1. Nama :
2. Umur :
3. Medrek/Reg :
4. Alamat :
5. No. Telp/Hp :
6. Pekerjaan :
7. Pendidikan :
SD ( ) SMP ( ) SMA ( ) Akademi ( ) S1 ( ) S2 (
)
8. Anamnesis :
a. Kel. Utama :
b. RPP :

9. St. Perkawinan : Menikah x, lamanya.......................................


10. St. Persalinan :
11. R/ reproduksi : Menars usia tahun, lamanya hari, siklus hari
HPHT :
12. St. Presens
Keadaan umum : TD : mmHg
RR : x/menit Sensorium :
HR : x/menit Temp : ˚C
13. St. Obstetri:
a. PL: FUT ( cm), puka/puki, letak (memanjang/ melintang
/oblique), bagian terbawah ( ) Djj: x/menit,
His: x /10’/ “, TBJ : gram
b. Inspekulo : Portio livide, OUE (terbuka/tertutup), fluor (+/-), fluksus
(+/-) ( ), tes lakmus (+/-)
67

c. VT : Portio lunak, posisi (posterior/medial/anterior), pendataran


( %), pembukaan (-/+ cm), ketuban (-/+) deskripsi
ketuban.....................bagian terbawah (……….),
penurunan(……..),penunjuk(………...)
14. Pemeriksaan USG :
- Tampak.............................................................................
- Fetal biometri :
BPD : AC : TBJ :
HC : FL :
- Ketuban...................................., AFI = = cm

- Plasenta di.........................................................................
- BPP = FT : FB : FM : NST : ICA :
(Bila ada)
Kesan :

15. Pemeriksaan LEA : + ..............

Interpretasi :

16. Diagnosis masuk :

17. Tindakan :
 Pervaginam
a. Spontan
b. Berbantu dengan ...............................................................................
 Perabdominam atas indikasi..........................................................................

18. Hasil laboratorium :


Darah rutin :
- Hb :
- Leukosit :
- Trombosit :
- Eritrosit :
68

- Hitung jenis :
Kimia darah :
- CRP kualitatif :
- CRP kuantitatif :
- Kadar Vitamin D :
- Kadar Kalsium darah :

c. Pemeriksaan vitamin D [25(OH)D] dan Kalsium serum materna


Korioamnionitis P Value

Mean 25 (OH) D

Mean Kalsium

Anda mungkin juga menyukai