“PSIKOLOGI THAHARAH”
Rakimin, M.si
Disusun oleh:
KELOMPOK 4
FAKULTAS PSIKOLOGI
2018
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat ALLAH SWT yang selalu memberikan taufik
dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah “Psikologi Tharah” tepat waktu.
Shalawat serta salam semoga selalu tercurahkan pada reformis Islam sejati Nabi Muhammad SAW
pembawa umat minazhulumati ilannur.
Sebagaimana dalam peribahasa bahwa “tak ada gading yang tak retak” , dalam penyusunan
makalah ini pun kami menyadari bahwa banyak sekali kekurangannya, maka dari itu kritik dan
saran yang membangun untuk perbaikan penyusunan di masa yang akan datang sangat kami
harapkan.
Kami pun menghaturkan terima kasih kepada Pak Profesor Abdul Mujib dan pak Rakimin
sebagai Dosen Pembimbing matakuliah “Psikologi Ibadah” yang tak pernah lelah dan bosan
memberikan bimbingannya dan arahannya yang selalu membangunkan semangat kepada para
mahasiswanya.
Dengan adanya pembuatan makalah ini, diharapkan dapat membantu mahasiswa/i dalam
menguasai materi pelajaran. Semoga makalah ini dapat bermanfaat dan senantiasa membawa
kemudahan kita dalam belajar untuk meraih prestasi yang kita inginkan.
Penulis
i
DAFTAR ISI
ii
3.2 Dasar hukum wudhu ................................................................................................ 17
3.3 Keutamaan wudhu ................................................................................................... 17
3.4 Fardhu wudhu............................................................................................................... 18
3.5 Syarat-syarat wudhu ................................................................................................ 19
3.6 Sunnah-sunnah wudhu ............................................................................................ 19
3.7 Hal-hal yang membatalkan wudhu ......................................................................... 19
3.8 Hal-hal yang mewajikan wudhu ............................................................................. 20
3.9 Tata cara wudhu ....................................................................................................... 21
C. Manfaat Thaharah ........................................................................................................... 22
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................................... iv
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Suci merupakan budaya yang harus ditanamkan ke dalam diri manusia. Islam mengajarkan
bahwa kebersihan adalah sebagian dari iman. Islam adalah agama yang komperhensif, yang tidak
hanya membahas bagaimana konsep hidup menjadi manusia mulia dan bermartabat, akan tetapi
juga membahas hal mengenai kebersihan atau bersuci. alam ajaran islam sebelum mengerjakan
beberapa ibadah, terutama shalat, di syaratkan bersuci terlebih dahulu. Hal ini disebabkan karena
islam mengajarkan umatnya untuk senantiasa membersihkan diri, baik lahir maupun batin.
Kebersihan sangat erat kaitannya dengan ibadah teragung dalam islam, shalat merupakan
dialog rohani dengan Allah. Oleh karena itu kesucian merupakan syarat mutlak yang harus
dipenuhi sebelum seseorang memasuki dialog rohani yang agung tersebut.
Thaharah secara harfiyah artinya adalah bersih atau suci dari segala kotoran, sedangkan
menurut istilah syara’ thaharah adalah mengerjakan sesuatu yang menyebabkan seseorang
dipebolehakn untuk mengerjakan shalat seperti menghilangkan hadas dan najis. Di dalam makalah
ini kami akan membahas konsep Psikologi thaharah, dan jenis-jenis juga manfaatnya secara
singkat dan jelas.
B. Rumusan Masalah
1. Apa itu Psikologi Thaharah?
2. Apa saja Jenis-jenis Thaharah thaharah?
3. Mengapa Tharah begitu penting untuk melakukan ibadah?
4. Apa saja syarat-syarat thaharah?
C. Tujuan Pembelajaran
1. Agar mahasiswa/i memahami konsep Psikologi Thaharah
2. Agar Mahasiswa/i mengetahui objek kajian Psikologi Thaharah
3. Agar Mahasiswa/i mengetahui manfaat Thaharah dalam beribadah
4. Agar Mahasiswa/i mengetahu syarat-syarat dalam berthaharah
1
BAB II
PEMBAHASAN
A. THAHARAH
1. Definisi Thaharah
Secara etimologi kata “thaharah” adalah masdar atau benda yang terambil dari kata kerja
thaharah-yathhuru yang berarti bersuci. Sedangkan menurut syara’ sebagaimana dikatakan oleh
al-Jurjani thaharah berarti membersihkan anggota badan tertentu dengan cara tertentu pula. Sering
pula dikatakan bahwa thaharah (bersuci) adalah membersihkan diri dari najis dan hadats dengan
alat-alat yang ditentukan oleh syariat Islam.
Perlu diketahui bahwa najis berbeda dengan hadats. Najis adalah materi dari suatu kotoran,
sedangkan hadats adalah kondisi dimana seseorang dianggap tidak suci karena telah mengeluarkan
kotoran atau karena sebab-sebab lain yang dianggap membatalkan kesuciannya. Contohnya: kalau
seseorang telah buang air, maka dia berhadats. Setelah najisnya dibersihkan, dia masih tetap
berhadats jika dia belum berwudhu.
Hadats ada dua macam, hadats besar yang harus disucikan dengan mandi, dan hadats kecil
yang cukup disucikan dengan mandi, dan hadats kecil yang cukup disucikan dengan wudlu.
Contoh hadats besar adalah bersetubuh dan mengeluarkan air sperma, meskipun air sperma itu
sendiri berdasarkan beberapa hadits dari riwayat Muslim dinyatakan tidak najis (1992: 147).
Sedangkan hadats kecil adalah buang air, menyentuh kemaluan, menyentuh kulit orang lain dari
lawan jenis yang bukan muhrimnya menurut sebagian madzhab.
Dalam kondisi tertentu, seperti tidak ada air atau tidak boleh tersentuh air karena sakit,
orang dapat bersuci dari hadats besar atau kecil dengan cara tayamum sebagai ganti dari mandi
dan wudlu.
2
Artinya: “Mereka bertanya kepadamu tentang haidh. Katakanlah: "Haidh itu adalah suatu
kotoran". Oleh sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di waktu haidh; dan
janganlah kamu mendekati mereka, sebelum mereka suci. Apabila mereka telah suci, maka
campurilah mereka itu di tempat yang diperintahkan Allah kepadamu. Sesungguhnya Allah
menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri.”
Artinya: 1). Hai orang yang berkemul (berselimut), 2). Bangunlah, lalu berilah peringatan! 3).
Dan Tuhanmu agungkanlah!
Tharah atau bersuci ada dua bagian, yaitu bersuci dari hadats dan bersuci dari najis. Bersuci
dari hadats adalah membersihkan bagian tertentu dari badan, dilakukan dengan berwudlu,
tayamum dan mandi, sedangkan bersuci dari najis adalah membersihkan najis pada badan, pakaian
dan tempat.
Istinja’ adalah membersihkan qubul dan dubur (alat pelepasan depan dan belakang) dari
kotoran atau najis yang keluar darinya, dengan menggunakan air sebagai alat pembersih. Dan
bila alat pembersihnya berupa batu disebut istijmar.
Alat yang digunakan untuk istinja’ adalah air, sedang istijmar menggunakan batu, dan
benda-benda lain yang memilki daya serap kertas kertas (tissue), tembikar, dsb.
Benda-benda cair selain air, seperti minyak, dan benda-benda yang tidak memilki daya
serap seperti kaca atau pihak, serta benda-benda yang dihargai seperti sayur-sayuran, tidak boleh
digunakan untuk istinja’.
a. Setelah selesai buang air besar atau kecil, maka siramkan air ke tempat keluar najis dan
digosok beberapa kali sampai yakin bahwa najis itu sudah hilang.
3
b. Percikan air mengenai anggota badan lain atau pakaian anggota badan atau pakaian
anggota badan atau pakaian tersebut harus diberikan.
c. Jika menggunakan batu atau kertas (tissue), maka bagian yang sudah dipakai tidak boleh
digunakan untuk kedua kalinya karena sudah bernajis.
B. Jenis-jenis Thaharah
1. TAYAMUM
1.1 Pengertian Tayamum
Secara etimologis tayammum berarti menyegaja. Dalam terminologi fiqih,
tayammum diartikan sebagai menyapukan tanah ke muka dan dua tangan untuk pengganti
wudhu dan mandi dengan syarat-syarat tertentu. 1Tayammum adalah menyapukan debu tanah
yang suci ke muka dan dua telapak tangan sampai ke siku-siku dengan menurut cara-cara
tertentu.
Tayammum merupakan salah satu bentuk rukhshah (keringanan) sebagai pengganti wudhu
dan mandi, karena tidak ada air atau karena bagian tubuh yang hendak dibersihkan dengan
wudhu atau mandi tetapi tidak boleh terkena air (misalnya, karena sakit). Ibadah tayammum
sama dengan ibadah wudhu atau mandi, dan tidak mengurangi nilai ibadahnya.
ى ت َ ْغتَ ِسلُواْ َوإِن ُكنتُم َ ى ت َ ْعلَ ُمواْ َما تَقُولُونَ َوالَ ُجنُبًا إِالَّ َعابِ ِري
َ َّسبِي ٍل َحت َ ََّارى َحت َ سك ُ صالَة َ َوأَنت ُ ْم
َّ يَا أَيُّ َها الَّذِينَ آ َمنُواْ الَ تَ ْق َربُواْ ال
س ُحواْ بِ ُو ُجو ِه ُك ْم
َ طيِبًا فَا ْم َ ِسفَ ٍر أ َ ْو َجاء أ َ َحدٌ ِمن ُكم ِمن ْالغَآئِ ِط أ َ ْو الَ َم ْست ُ ُم الن
َ ْساء فَلَ ْم ت َِجد ُواْ َماء فَتَيَ َّم ُموا
َ ص ِعيدًا َ ضى أ َ ْو َعلَى َ َّم ْر
ً َُوأَ ْيدِي ُك ْم إِ َّن ّللاَ َكانَ َعفُ ًّوا َغف
﴾٤٣﴿ورا
Artinya: “Wahai orang yang beriman! Janganlah kamu mendekati shalat, ketika kamu
dalam keadaan mabuk, sampai kamu sadar apa yang kamu ucapkan, dan jangan pula (kamu
hampiri masjid ketika kamu) dalam keadaan junub kecuali sekedar melewati untuk jalan saja,
1
Zurrinal dan Aminuddin, FIQIH IBADAH, ( Ciputat: Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta), hlm 44
4
sebelum kamu mandi (mandi junub). Adapun jika kamu sakit atau sedang dalam perjalanan
atau sehabis buang air atau kamu telah menyentuh perempuan, sedangkan kamu tidak
mendapat air, maka bertayammumlah kamu dengan debu yang baik (suci); usaplah wajahmu
dan tanganmu dengan (debu) itu. Sungguh, Allah Maha Pemaaf lagi Maha Pengampun.” (QS.
An-Nisa (4) : ayat 43)
5
Dari Jabir, ia berkata: Kami pernah keluar dalam safar (berpergian), lalu salah seorang
diantara kami kena batu, sehingga luka di kepalanya, kemudian ia mimpi keluar mani, lalu
bertanya kepada kawan-kawannya, “Apakah kamu mendapatkan dalil yang membolehkan
aku tayammum?”. Mereka menjawab, “Kami tidak mendapati dalil yang membolehkan
kamu tayammum, karena dapat menggunakan air”. Lalu ia mandi, kemudian ia mati. Maka
tatkala kami sampai di hadapan Nabi Muhammad SAW, hal itu diceritakan kepada beliau,
lalu Nabi Muhammad SAW bersabda, “Celaka mereka itu, karena mereka telah
membunuhnya! Mengapa mereka tidak bertanya? Sesungguhnya cukup baginya
bertayammum dan membalut lukanya itu dengan sepotong kain, lantas ia mengusap di
atasnya, dan membasuh seluruh badannya.” (HR. Abu Dawud dan Daruquthni, dalam
Nailul Authar I : 301)
4. Membutuhkan air.
Seseorang yang memiliki air dalam jumlah cukup untuk berwudhu atau mandi, tetapi
dia sangat membutuhkannya untuk keperluan lain yang akan menyelamatkan jiwanya dan
kemadhratannya, dia boleh bertayammum meskipun memiliki air yang cukup. Misalnya,
air yang diperlukan untuk memasak, untuk menghilangkan najis, atau untuk minum
binatang peliharaan.
5. Takut kehilangan harta apabila ia mencari air.
Seseorang yang yakin apabila air untuk berwudhu akan didapat jika mencari, tetapi
khawatir akan kehilangan harta bendanya apabila upaya pencarian air tersebut dilakukan,
maka seseorang tersebut diperbolehkan untuk melakukan tayammum.
6. Keadaan sangat dingin.
Apabila seseorang khawatir akan berbahaya jika menggunakan air untuk berwudhu
karena udaranya sangat dingin dan tidak ada alat untuk memanaskan, maka diperbolehkan
untuk melakukan tayammum. Hal ini berlaku untuk seseorang yang sedang berada dalam
kondisi junub, sedangkan bagi seseorang yang berhadast kecil, tidak dapat bertayammum
dengan alasan dingin.2
2
Ibid hlm 49
6
7. Tidak ada alat untuk mengambil air.
Ketika ada air didalam sumur, tetapi timbanya tidak ada, maka diperbolehkan untuk
melakukan tayammum.
8. Takut habis waktu shalat jika ia mengambil air untuk berwudhu.
Bagi musyafir, dia dapat melakukan tayammum apabila dengan mencari air untuk
berwudhu namun dia akan kehabisan waktu melaksanakan shalat. Bagi selain musyafir,
alasan kehabisan waktu tidak dapat dijadikan alasan untuk bertayammum, karena
tayammum dilakukan bersamaan dengan adanya air.
َّ ور ْال ُم ْس ِل ِم َو ِإ ْن لَ ْم يَ ِجدْ ْال َما َء َع ْش َر ِسنِينَ فَإِذَا َو َجدَ ْال َما َء فَ ْلي ُِم
ُسهُ بَش ََرتَه َ ب
ُ ط ُه َّ ص ِعيدَ ال
َ ط ِي َّ ِإ َّن ال
Artinya: “Sesungguhnya, debu (atau segala sesuatu permukaan bumi) yang suci adalah
ada bersuci bagi seorang muslim, walaupun dia tidak mendapatkan air selama sepuluh
tahun. Jika dia mendapatkan air, maka hendaklah dikenakan kepada kulitnya.”
(Dishahihkan oleh Al-Albany dalam Shahih Abu Daud dan selainnya).
2. Mengusap wajah dan kedua tangan.
Dalilnya adalah Surat Al-Maidah (5) ayat 6, sebagai berikut:
7
Mengusap wajah dilakukan dengan cara mengusapkan kedua telapak tangan yang telah
berdebu ke bagian wajah. Batas wajah yang disapu adalah sama dengan batas wajah
ketika berwudhu (dengan tanpa menyela-nyela jenggot atau kumis). Mengusap wajah
dilakukan dengan mengusapkan salah satu telapak tangan ke tangan yang lain, mulai dari
ujung jari hingga siku, sebagaimana yang berlaku ketika berwudhu.
3. Menertibkan rukun-rukun tayammum.
4. Berturut-turut (Mengurutkan).
Mengusap anggota-anggota badan yang di tayammumi secara berkesinambungan
(berurutan), dengan tanpa disela dengan suatu waktu atau perbuatan lain yang memberi
kesan terputusnya tayamum.
5. Sha’id (Tanah)
Yang dimaksud dengan tanah adalah pasir, batu, kerikil, kapur. Termasuk barang
tambang yang selain emas, perak, permata atau mutiara, selama belum dipindahkan dari
tempatnya. Salju yang membeku baik yang ada dilaut maupun bumi, dapat digunakan
untuk bertayammum. Lalu udara, menurut ulama, kontemporer udara mengandung
molekul yang dianggap sama dengan debu atau tanah. Maka udara yang ada di dindingpun
dapat digunakan untuk bertayammum.
1.4 Syarat-Syarat Tayamum
1) Sudah masuk waktu shalat.
Tayamum diwajibkan kalau sudah masuk waktu shalat. Sebelum masuk waktu shalat,
maka belum diwajibkan melakukan tayamum.
2) Sudah diusahakan mencari air, tetapi air tidak didapat, sementara telah masuk waktu
shalat. Dalilnya surat (Al-Maidah 5:6). Bagi orang sakit yang tidak membolehkan
menggunakan air, syarat ini tidak berlaku. Artinya orang yang sakit dan tidak boleh
terkena air, dapat langsung tayamum apabila waktu shalat telah tiba, tanpa harus
mencari air terlebih dahulu.
3) Dengan tanah yang suci dan berdebu.
Dalilnya adalah hadis :
َ ط ِي َبةً َو
ط ُه ْو ًر َاو َمس ِْجدًا ُ ت ِلى ْاالَ ْر
َ ض ْ َُج ِعل
8
“Telah dijadikan bagiku bumi yang baik, menyucikan, dan tempat sujud” (Muttafaq
Alaihi)
4) Menghilangkan najis
Sebelum melakukan tayamum seseorang yang hendak tayamum hendaknya ia bersih
dari najis. (Rasyid, 1992 : 51-52)
1.5 Sunah Tayamum
1) Membaca basmalah, sama dengan sunat wudhu, karena tayamum adalah pengganti
wudhu.
2) Menghembuskan atau meniup debu yang ada di dua telaan tangan, agar tanah yang di
telapak tangan itu menjadi tipis.
Rasulullah saw bersabda :
ا نما كا ن يكفيك ا ن تضرب بكفيك فى التراب ثم: عن عما ر بن ىا سر ان ا انبى صلى ا هلل عليه و سلم قا ل
رواه الدارقطنى.تنفخ فيهما ثم تمثح بهما وجهك و كفيك الى الر سغين
“Dari Umar bin Yasir, bahwa Rasulullah saw bersabda “sesungguhnya cukuplah
bagimu apabila kau pukulkan kedua tapak tanganmu ke tanah, kemudian engkau
hembus kedua tapak tanganmu itu, lalu engkau usapkan kedua tanganmu itu ke muka
dan tapak tanganmu” (HR. Daruquthni).
3) Membaca dua kalimat syahadat sesudah selesai tayamum sebagaimana sesudah selesai
wudhu.
Ulama lain menambahkan sunah tayamum dengan :
a. Merenggangkan anak jari supaya tanah masuk ke sela-selanya.
b. Diam (tidak bicara)
c. Menghadap kiblat
d. Mendahulukan tangan kanan dari pada tangan kiti
e. Bersugi (menggosok) setelah membaca basmalah
f. Yang membatalkan tayamum :
1). Semua yang membatalkan wudhu
2). Ada air atau melihat air yang dapat dijangkau untuk berwudhu.
Apabila seseorang sudah bertayamum, dan sudah shalat, kemudian melihat air
maka shalatnya tetap sah. Apabila dia mengulangi lagi shalatnya dengan
9
berwudhu, maka pahalanya dua kali lipat. Demikian sabda Rasulullah dalam
hadis riwayat Nasai dan Abu Dawud (Rasyid, 1992 : 55)
3). Hilangnya kesulitan yang membolehkan tayamum, seperti sakitnya sembuh bagi
yang sakit.
Karena tayamum dilakukan untuk shalat maka dengan habisnya waktu shalat,
maka tayamum menjadi batal dengan habisnya waktu shalat.
5). Murtad
10
4) Memukulkan lagi kedua telapak tangan ke tanah atau debu, dan menggosokkan
kedua telapak tangan seperti pada gerakan kedua.
5) Mengusapkan telapak tangan kiri ke punggung lengan tangan kanan, dari ujung
jari ke siku kemudian memutar kebagian depan lengan tangan kanan, mulai dari
bagian siku ke jari bagian depan tangan kanan. Kemudian mengusapkan telapak
tangan kanan ke punggung lengan kiri, dari bagian jari ke siku, kemudian
memutar ke bagian depan lengan tangan kiri dari siku ke jari bagian depan
lengan tangan kiri, gerakan ini masing-masing dilakukan dua kali.
6) Menghadap kiblat lalu berdoa seperti doa sesudah wudhu.
2. MANDI
2.1 Pengertian mandi
Mandi dalam bahasa Arab adalah al ghuslu yang berarti mandi, dan juga berarti air yang
dipergunakan untuk mandi. 3Mandi secara bahasa adalah suatu perbuatan yang dilakukan oleh
manusia dengan cara mengalirkan air ke badannya. Secara istilah mandi adalah menggunakan
(mengalirkan) air yang suci ke seluruh badan dengan cara yang ditentukan oleh syara’.
Hukum mandi ada yang wajib, ada yang sunnah, dan ada juga yang makruh. Mandi wajib
karena seseorang melakukan perbuatan tertentu, seperti jima’ (bersetubuh), keluar mani, keluar
arah haid, atau nifas, dan arena meninggal. Mandi sunah, seperti mandi hendak shalat Jumat, manid
hari raya idul fitri, dan idul adha, ketika hendak ihram, mandi setelah memandikan mayat, mandi
karena akan melaksanakan shalat Istiqa dan sebagainya. Mandi makruh misalnya mandi sambil
berbicara, mandi dengan air terlalu banyak terlalu berlebihan, mandi dengan minta tolong orang
lain tanpa uzur, memukulkan air ke muka dan sebagainya.
3
Ibid 54
11
.....”dan jika kamu junub maka mandilah.” (Al Maidah 5 : 6 ).
Artinya: “Mereka bertanya kepadamu tentang haid. Katakanlah haid itu adalah suatu
kotoran. Oleh sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di waktu haid dan
janganlah kamu mendekati mereka, sebelum mereka suci. Apabila mmereka telah suci
maka campurilah mereka itu ditempat yang diperintahkan Allah kepadamu.” (Al-Baqarah
2 : 222)
2.3 Sebab-sebab mandi wajib
Sebab mandi wajib ada enam, tiga diantaranya biasa terjadi pada laki-laki dan wanita, tiga
lainnya terjadi khusus pada wnaita.
1. Jima’ (bersetubuh), baik keluar mania tau tidak. Jima’ disebut juga bertemu dua khitan.
Apabila dua orang laki-laki dan wanita bersetubuh, maka mereka kedua-keduanya wajib
mandi Rasulullah saw.
2. Keluar mani (sperma), baik keluarnya sebab bemrimpi, atau sebab lainnya, dengan sengaja
atau tidak sengaja. Keluar mani bisa melalui hubungan seksual maupun sebab lain, missal
muncul syahwat karena laki-laki memandang wanita, menghayal melakukan persetubuhan,
bercumbu, atau karena penyakit, atau penganiayaan.
3. Mati
Orang Islam yang meninggal, wajib dimandikan sebelum dikafani, disahalatkan, dan
dimakmkan. Hukum memandikan orang Islam yang meninggal bagi muslim lain adalah
fardhu kifayah, artinya setiap muslim mempunyai kewajiban memandikannya, tetapi
12
apabila salah seorang atau beberapa orang telah memandikan orang yang meninggal
tersebut, maka kewajiban bagi muslim yang lain terpenuhi, berarti kewajiban bagi yang
belum memandikan jenazah menjadi gugur, dan dia tidak mempunyai kewajiban lagi untuk
memandikan jenazah tersebut.
س ُحوا ِب ُر ُءو ِس ُك ْم َوأ َ ْر ُجلَ ُك ْم ِإلَىَ ق َو ْام ِ ِص َالةِ فَا ْغ ِسلُوا ُو ُجو َه ُك ْم َوأ َ ْي ِديَ ُك ْم ِإلَى ْال َم َراف َّ يَا أَيُّ َها الَّذِينَ آ َمنُوا ِإذَا قُ ْمت ُ ْم ِإلَى ال
سا َءَ ِسفَ ٍر أ َ ْو َجا َء أ َ َحدٌ ِم ْن ُك ْم مِنَ ْالغَائِ ِط أ َ ْو َال َم ْست ُ ُم الن
َ علَ ٰى َ ض ٰى أ َ ْو َّ َْال َك ْعبَي ِْن ۚ َو ِإ ْن ُك ْنت ُ ْم ُجنُبًا ف
َ اط َّه ُروا ۚ َو ِإ ْن ُك ْنت ُ ْم َم ْر
13
علَ ْي ُك ْم ِم ْن َح َرجٍ َو ٰلَ ِك ْن َّ ُس ُحوا بِ ُو ُجو ِه ُك ْم َوأ َ ْيدِي ُك ْم ِم ْنهُ ۚ َما ي ُِريد
َ ّللاُ ِليَجْ عَ َل َ ص ِعيد ًا
ْ َطيِبًا ف
َ ام َ فَلَ ْم ت َِجدُوا َما ًء فَتَيَ َّم ُموا
َعلَ ْي ُك ْم لَعَلَّ ُك ْم ت َ ْش ُك ُرون َ ُي ُِريدُ ِلي
َ ُط ِه َر ُك ْم َو ِليُتِ َّم نِ ْع َمتَه
“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah
mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu
sampai dengan kedua mata kaki, dan jika kamu junub maka mandilah, dan jika kamu sakit
atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat buang air (kakus) atau menyentuh
perempuan, lalu kamu tidak memperoleh air, maka bertayammumlah dengan tanah yang
baik (bersih); sapulah mukamu dan tanganmu dengan tanah itu. Allah tidak hendak
menyulitkan kamu, tetapi Dia hendak membersihkan kamu dan menyempurnakan nikmat-
Nya bagimu, supaya kamu bersyukur.” ( Q.S Al-Maidah: 6)
Menurut golongan Hanafiyah dan Hambaliyah, perintah bersuci diatas mencakup
menyucikan semua badan, termasuk mulut dan hidung.
4. Menghilangkan najis dan segala yang menghalangi sampainya air ke seluruh tubuh yang
dimandikan.
2.5 Sunnah Mandi
Sunah yang dianjurkan ketika mandi yaitu :
1. Membaca basmalah sebelum niat.
2. Membasuh dua tangan, faraj (qubul dan dubur), menghilangkan najis yang melekat
dibadan.
3. Berwudhu, seperti wudhu untuk sholat. Termasuk dalam wudhu berkumur-kumur dan
memasukkan air ke hidung.
4. Mengambil air dengan telapak tangan lalu menyiramkannya ke tempat-tempat yang sulit
dicapai air, seperti telinga, lipatan-lipatan perut, dan bagian pusar.
5. Menuangkan air ke atas kepala lalu diusapkan dengan tangan, kemudian menyiramkannya
tiga kali keseluruh badan.
6. Mengusap atau menggosok rambut-rambut yang tumbuh dibadan serta menghilangkan
kotoran-kotoran dibawhnya.
7. Mendahulukan membasuh bagian tubub kanan, baru yang iri berturut-turut sesuai dengan
urutan fardhu dan sunnah mandi.
14
2.6 Mandi Sunah
Sebelum melakukan ibadah tertentu disunahkan mandi,. Hukum mandi jenis ini adalah
sunah atau disunahkan, artinya kalau dikerjakan mendapat pahala, kalau ditinggalkan dia tidak
berdosa. Mandi yang disunahkan untuk mengerjakan ibadah tertentu adalah:
15
Dalam hadist riwayat Al Khamsah dinyatakan:
“Rasulullah SAW bersabda : orang yang telah memandikan mayat hendaklah dia mandi,
dan orang yang membawanya hendaknya berwudhu.” (HR. Khamsah).
6. Mandi bagi wanita yang selesai istihadah (haidh)
Menurut golongan Syafiiyah, Hambaliyah, Malikiyah dan Hnafiyah, orang yang telah haid,
disunahkan mandi tiap akan shalat. Dalam hadist riwayat Muttafaq Alaih dinyatakan:
“ Dari A’isyah bahwa Zainab binti hasy (mengalami) istihadah, lalu dia bertanya kepada
Rasulullah SAW lalu Rasulullah menjawab : mandilah setiap akan shalat”. (HR. Muttaqah
alaih).
7. Mandi apabilah sembuh dari gila, pinsan dan mabuk.
8. Mandi setelah berbekam, mandi pada malam bara’ah (nsfu sya’ban).
9. Mandi bagi orang yang baru masuk islam, karena beberapa orang ketika masuk islam
disuruh Rasulullah SAW untuk mandi. Dalam hadist riwayat Al Khamsah dinyatakan:
“Dari Qais bin ‘Asyim, ketika masuk islam Rasulullah SAW menyuruhnya mandi dengan
air dan daun bidara.” (HR. Khamsah selain Ibnu Majah)
10. Mandi ketika akan memasukki kota Mekkah
Dalam hadist riwayat Bukhari Muslim ra. dinyatakan:
“Dari ibnu Umar ra. bahwa ia tidak memasuki kota Mekkah kecuali bermalam di Dzi
Tuwan sampai waktu pagi. Kemudian baru masuk Kota Mekah di siang hari. Dan ia ingat
bahwa Rasulullah SAW pernah melakukan seperti itu.” (HR. Bukhari Muslim.
3. WUDHU
3.1 Pengertian wudhu
Secara bahasa, kata wudhu berasal dari kata al-wadha’ah yang artinya bersih dan cerah.
Jika kata ini dibaca al-wudhu artinya aktifitas wudhu, sedangkan jika di baca al-wadhu artinya air
yang dipakai untuk berwudhu. Wudhu adalah membasuh bagian tertentu yang boleh ditetapkan
dari anggota badan dengan air sebagai persiapan bagi seorang muslim untuk menghadap Allah
swt. Dalam hal ini Allah sendiri yang memerintahkannya dan Dia telah menetapkan bagian-bagian
anggota badan yang harus dibasuh pada saat berwudhu. Menurut istilah, wudhu adalah
membersihkan anggota tubuh tertentu (wajah, dua tangan, kepala dan kedua kaki) dengan
16
menggunakan air, dengan tujuan untuk menghilangkan hadas kecil atau hal-hal yang dapat
menghalangi seorang muslim melaksanakan ibadah salat atau ibadah lainnya.4
4
Sirajuddin, (PENTINGNYA PENGETAHUAN THAHARAH DAN PENGAMALANNYA BAGI MASYARAKAT TANI
DUSUN MA’LENGU KECAMATAN BONTOLEMPANGAN KABUPATEN GOWA, ( Tidak pernah dipublikasi :
UIN ALAUDDIN MAKASSAR, 2011), hlm 28
17
air yang terakhir–sehingga ia selesai dari wudhu dalam keadaan bersih dari dosa-
dosa.” (HR. Muslim : 32).
c. Meningkatkan derajat seorang hamba. Dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah saw
bersabda:
“Maukah kalian Aku tunjukkan sesuatu dimana dengannya Allah menghapus
kesalahan-kesalahan, dan mengangkat derajat dengannya? Para sahabata
menjawab, Ya mau wahai Rasulullah? Beliau bersabda, “yaitu menyempurnakan
wudhu pada saat yang sulit, berjalan ke masjid, dan menunggu shalat setelah
shalat, itulah ribath (sabar terhadap ketaatan).” (HR. Muslim : 41).
d. Berwudhu salah satu jalan menuju surga dari Uqbah bin Amir, ia berkata, saya
mendengar Rasulullah saw. bersabda:
“Barangsiapa berwudhu kemudian menyempurnakannya, kemudian mengerjakan
salat sebanyak dua rakaat, ia memfokuskan pada keduanya dengan sepenuh hati
dan wajahnya, niscaya ia pasti mendapat surga.” (HR. An-Nasai : 151).
e. Berwudhu merupakan tanda istimewa umat Islam saat mendatangi Al-haudh (telaga
di Masyar).
f. Air wudhu akan menjelma menjadi cahaya bagi seorang hamba di hari kiamat.
Rasulullah saw bersabda:
“Al-hilyah (cahaya di hari kiamat) akan menghiasi orang mukmin sebanyak
cakupan wudhunya.” (HR. Muslim : 40).
g. Berwudhu mengurai ikatan syaitan.
h. Selalu terpelihara dalam kebersihan dan kesucian diri.
3.4 Fardhu wudhu
Yang dimaksud dengan fardhu wudhu ialah sesuatu yang harus/wajib dilakukan dalam
berwudhu. Apabila salah satu dari fardhu wudhu tidak dilakukan maka wudhu tersebut tidak sah.
Berikut ini beberapa penjelasan fardhu wudhu:
a)Niat. Berwudhu tanpa disertai dengan niat dalam hati maka tidak sah, sebab niat adalah kunci
utama diterimanya suatu ibadah. Rasulullah saw. bersabda:
“Sesungguhnya amalan itu tergantung dari niatnya.” (HR. Bukhari : 1).
b) Membasuh seluruh muka, mulai dari tumbuhnya rambut kepala hingga bawah dagu, dan dari
telinga kanan hingga telinga kiri
18
c) Membasuh kedua tangan sampai siku.
d) Mengusap rambut.
e) Membasuh kedua belah kaki sampai mata kaki.
f) Tertib (berturut-berturut), artinya mendahulukan mana yang harus dahulu, dan mengakhirkan
mana yang harus diakhirkan.5
3.5 Syarat-syarat wudhu
a. Islam.
b. Tamyiz, yakni dapat membedakan baik buruknya sesuatu
c. pekerjaan.
d. Berhadas kecil atau tidak dalam keadaan berhadats besar.
e. Dengan menggunakan air yang suci dan mensucikan.
f. Tidak terhalangnya air ke anggota tubuh (wudhu), biasanya berupa getah, cat dan
sebagainya.
g. Mengetahui mana yang wajib (fardhu) dan mana yang sunnah.
3.6 Sunnah-sunnah wudhu
1) Membaca basmalah, sebagaiman yang disebutkan dalam hadis yang diriwayatkan oleh
Abu Hurairah:”Rasulullah saw. berkata: “Tidak sempurnah wudhu seseorang yang
tidak menyebut nama Allah (dalam berwudhu).” (HR. Tirmiziy : 25)
2) Membasuh kedua telapak tangan sampai pergelangan.
3) Berkumu-kumur.
4) Membasuh lubang hidung sebelum berniat.
5) Menyapu seluruh kepala dengan air.
6) Mendahulukan anggota kanan daripada kiri.
7) Menyapu kedua telinga luar dan dalam.
8) Menigakalikan membasuh.
9) Menyela-nyela jari-jari tangan dan kaki.
10) Membaca doa sesudah wudhu.
3.7 Hal-hal yang membatalkan wudhu
a. Keluarnaya sesuatu (kotoran tinja) seperti kelurnya air kecil, dan air besar atau
angin/kentut, termasuk wadi dan madzi dari qubul dan dubur. Para Ulama telah sepakat
5
Moh. Rifa’i, Risalah Tuntunan Shalat Lengkap (Semarang: PT. Karya Toha Putra, 2009), hlm 17.
19
bahwa kelurnya kotoran dari kedua jalan, qubul dan dubur tersebut maka wudhu menjadi
batal.
b. Hilangnya kesadara seperti gila, pingsan, mabuk dan tidur. Mengenai tidur terdapat dua
kategori yaitu tidur terlentang dan tidur dengan bersandar. Menurut kesepakatan ulama
tidur dalam keadaan terlentang membatalkan wudhu, sedangkan tidur dalam keadaan
bersandar terdapat dua pendapat. Menurut imam Malik Ats-Tsauri, tidur dalam waktu yang
lama dalam keadaan bersandar maka wudhu menjadi batal, tetapi jika tidurnya dalam
waktu yang tidak lama maka wudhunya tidak batal. Sedangka menurut Imam Syafi’i, tidur
dalam keadaan bersandar tidak membatalkan wudhu meskipun dalam keadaan lama,
selama orang yang duduk tersebut tetap pada posisi yang sama dan menjaga agar tidak ada
sesuatu keluar dari duburnya, dengan cara menempelkannya ke lantai. Sebagaimana
disebutkan pada sebuah hadits dari Anas bin Malqu, mengatakan: “Para sahabat Rasulullah
tertidur (pada wakti menunggu pelaksanaan shalat isya berjamaah), lalu mereka bangun
dan mengerjaka shalat tanpa berwudhu kembali.” (HR. At-Tirmidziy : 78).
c. Tersentuhnya kulit perempuan dan laki-laki yang bukan muhrim dengan tidak memakai
tutup.
d. Menyentuh kemaluan (qubul dan dubur) dengan telapak tanganmatau jari-jarinya tanpa
adanya alas atau penutup, meskipun kemaluannya itu sendiri.
3.8 Hal-hal yang mewajikan wudhu
1) Ketika seseorang hendak melaksanakan salat, maka wajib baginya mengambil air
wudhu, sebagaimana penjelasan dalildalil yang telah disebutkan sebelumnya.
2) Ketika hendak mengerjakan tawaf di sekeliling Ka’bah, diwajikan mengambil air
wudhu.
3) Menyentuh mushaf al-Qur’an. Hal ini didasarkan pada hadis Amr bin Hazm dan Hakim
bin Hizam serta Ibnu Umar, bahwa Rasululah saw. pernah bersabda: “Tidak ada yang
boleh menyentuh al-Qur’an kecuali orang yang suci.” (HR. Imam Malik, Daruquthni
dan al-Hakim).”
4) “Tidak ada yang boleh menyentuh al-Qur’an kecuali orang yang suci.” (HR. Imam
6
Malik, Daruquthni dan al-Hakim). Selain dari hal-hal yang mewajibkan orang
berwudhu, ada juga beberapa amalan-amalan yang disunahkan didahului dengan
6
a’id bin Ali bin Wahaf al-Qahthani, Panduan Bersuci (Cet. I; Jakarta: Almahira, 2006), hlm 64
20
wudhu, seperti ketika hendak menyebut nama Allah (berdzikir), maka terlebih dahulu
disunatkan berwudhu, ketika hendak tidur, ketika dalam keadaan junub (menggauli
istri, makan atau minum dan tidur) sebelumnya harus berwudhu, dan juga
memperbaharui wudhu. Adapun amalan yang diharamkan dilakukan bagi orang yang
junub ialah, salat, tawaf, menyentuh atau membawa al-Qur’an dan berdiam diri di
dalam masjid.
3.9 Tata cara wudhu
Seseorang yang ingin mengerjakan salat misalnya, wajib atasnya mengambil air wudhu,
karena wudhu merupakan syarat sahnya salat. 7Namun sebelum mengambil air wudhu, terlebih
dahulu ia harus membersihkan badan ataupun pakaian dari segala kotoran yang menempel seperti
najis atau kotoran lainnya. Untuk mendapatkan nilai ibadah yang sah dalam salat atau ibadah
lainnya, maka harus berwudhu secara benar. Berikut ini tata cara berwudhu:
1) Berniat, niat yang dimaksud yaitu berniat tanpa melafalkan tetapi dengan hati, karena
Nabi saw. tidak pernah sama sekali mengucapkan dengan mensuarakan baik ketika
wudhu, salat dan tidak pula pada ibadah-ibadah lainnya.8
2) Membaca basmalah. Sebagaimana dijelaskan pada hadis sebelumnya, bahwa tidak ada
wudhu tanpa menyebut nama Allah untuk mengerjakannya. Sambil mencuci kedua
belah tangan sampai pergelangan tangan dengan bersih.
3) Setelah membersihkan tangan kemudian berkumur-kumur tiga kali, sambil
membersihka gigi.
4) Selesai mencuci lubang hidung terus mencuci muka tiga kali, mulai dari tempat
tumbuhnya rambut kepala hingga bawah dagu, dan dari telinga kanan ke telinga kiri,
sambil niat wudhu:“nawaitul wudhuu’a li raf’il-hadatsil-ashgari fardhal
lillaahita’aalaa.”
5) Setelah mencuci muka, lalu mencuci kedua belah tangan hingga siku sebanyak tiga
kali.
7
Ibid hlm. 36
8
Asy Syaikh ‘Aziz bin ‘Abdullah bin Baz, Asy Syaikh Muhammad bin Sholih Al ‘Utsaimin, Kunci Ibadah Praktis
Menurut Tuntunan Rasulullah saw. (Cet. I; Jogjakarta: Hikmah Ahlus Sunnah,2007), h. 12.
21
6) Mengusap kepala sekali usapan, yaitu dengan membasahi kedua telapak tangan lalu
mengusapkannya dari kepala bagian depan (batas normal tumbuhnya rambut) sampai
ke tengkuk kemudian mengembalikannya ke depan.
7) Setelah mengusap kepala, kemudian mengusap kedua daun telinga, yaitu memasukkan
jari telunjuk ke dalam lubang telinga dan mengusap kedua bagian luar telinga dengan
ibu jari.
8) Selanjutnya, membasuh atau mencuci kedua kaki sebanyak tiga kali mulai dari ujung
jari-jemari kaki sampai dengan kedua mata kaki.
9) Dalam melaksanakan pekerjaan-pekerjaan wudhu, wajib dikerjakan secara berturut-
turut artinya yang dahulu harus di dahulukan dan yang akhir harus diakhirkan.
Demikian pula dengan mendahulukan mencuci atau membasuh bagian yang kanan
dibanding yang kiri.
10) Terakhir, membaca do’a sesudah berwudhu.
C. Manfaat Thaharah
Secara garis besar manfaat thaharah mencakup manfaat jasmani yaitu kesehatan badan
seseorang dan manfaat ukhrawi bagi thaharah fisik
1.Manfaat jasmani
Pertama, membasuh seluruh tubuh dan Seluruh ruas yang ada dapat menambah kesegaran
dan semangat, menghilangkan keletihan dan kelesuan sehingga ia dapat mengerjakan shalat secara
sempurna, khusyuk dan merasa diawasi Allah SWT. Kedua, bersuci dapat meningkatkan
kesehatan jasmani, karena kotoran biasanya membawa banyak penyakit dan wabah. Kaum
muslimin sangat layak untuk menjadi orang yang paling sehat fisiknya, jauh dari penyakit karena
agama Islam telah mengajarkan mereka untuk menjaga kebersihan tubuh, pakaian dan tempat
tinggal. Ketiga. Bersuci berarti memuliakan diri seorang muslim, keluarga dan masyarakatnya
22
mengerjakan perintah secara sempurna sesuai dengan syari‟at yang ada, akan memupuk keimanan,
melahirkan rasa diawasi Allah sehingga setiap kali ia melakukan thaharah dengan niat mencari
keridhaan Allah SWT. Keempat, kesepakatan seluruh kaum muslimin untuk melakukan
thaharahdengan cara dan sebab yang sama dimanapun mereka berada dan berapapun jumlahnya,
serta kesepakatan umat dalam beramal adalah sebab terjalinnya keterpautan antar hati, semakin
kompak dalam beramal akan semakin kuat persatuan mereka. Sedangkan esensi thaharah yang
lengkap bagi seluruh tubuh, ialah:
a. Menghilangkan semua bau busuk yang menjadikan tidak nyaman, selain tidak disenangi
malaikat dan orang shalat bersama dalam jamaah, dan menyebabkan mereka benci kepada
orang yang berbau busuk.contohnya pada disyariatkan mandi pada hari raya dan mandi
jumat.
b. Supaya tubuh segar dan jiwa bersemangat, tidak dapat diragukan lagi bahwa hubungan
antara kebersihan tubuh dan ketentraman jiwa sangat erat. Contohnya apabila tubuh
dibersihkan setelah mubasyarah (berhubungan intim), maka kembalilah ruh kepada
kesegaran dan hilanglah kemalasan dari tubuh.
c. Memalingkan jiwa dari keadaan bahimiyah kepada malakiyah, keseimbangan jiwa dengan
syahwat jima’, menarik jiwa pada sifat ke-bahimiyah-an, apabila terjadi demikian kita
segera mandi (thaharah), maka jiwa kita akan kembali pada sifat malakiyyah.
d. Menyucikan diri dari hadats dan najis memberi isyarat supaya kita senantiasa menyucikan
jiwa dari dosa dan segala perangai yang keji.Hikmah dan manfaat dilakukannya thaharah
tersebut memberikan pengetahuan kepada kita bahwa betapa pentingnya thaharah tidak
hanya sekedar untuk melaksanakan ibadah, tetapi juga untuk menjaga kesehatan tubuh
manusia.
23
BAB III
PENUTUPAN
A. Kesimpulan
Secara etimologi kata “thaharah” adalah masdar atau benda yang terambil dari kata kerja
thaharah-yathhuru yang berarti bersuci. Sedangkan menurut syara’ sebagaimana dikatakan oleh
al-Jurjani thaharah berarti membersihkan anggota badan tertentu dengan cara tertentu pula.
Istinja’ adalah membersihkan qubul dan dubur (alat pelepasan depan dan belakang) dari
kotoran atau najis yang keluar darinya, dengan menggunakan air sebagai alat pembersih. Dan bila
alat pembersihnya berupa batu disebut istijmar.
Tayammum merupakan salah satu bentuk rukhshah (keringanan) sebagai pengganti wudhu
dan mandi, karena tidak ada air atau karena bagian tubuh yang hendak dibersihkan dengan wudhu
atau mandi tetapi tidak boleh terkena air (misalnya, karena sakit).
Mandi secara bahasa adalah suatu perbuatan yang dilakukan oleh manusia dengan cara
mengalirkan air ke badannya. Secara istilah mandi adalah menggunakan (mengalirkan) air yang
suci ke seluruh badan dengan cara yang ditentukan oleh syara’.
Secara bahasa, kata wudhu berasal dari kata al-wadha’ah yang artinya bersih dan cerah. Jika kata
ini dibaca al-wudhu artinya aktifitas wudhu, sedangkan jika di baca al-wadhu artinya air yang
dipakai untuk berwudhu. Wudhu adalah membasuh bagian tertentu yang boleh ditetapkan dari
anggota badan dengan air sebagai persiapan bagi seorang muslim untuk menghadap Allah swt.
B. Saran
Dalam mengamalkan ilmu Thaharah tentu harus memahami terlebih dahulu makna dan
pengertian thaharah itu sendiri. Bersuci bukan hanya sekedar bersih, tetapi memiliki makna bahwa
kesucian itu bisa untuk melakukan ibadah karena Allah. Maka perlu pendalaman materi secara
bertahap agar bisa mengamalkan ilmu ini dalam kehidupan sehari-hari.
24
DAFTAR PUSTAKA
Asy Syaikh, Baz, A. A., & AL'Utsaimin, A. S. (2007). Kunci Ibadah Praktis Menurut Tuntunan
Rasulullah SAW cetakan I. Yogyakarta: Hikmah Ahlus Sunnah.
Rifa'i, M. (2009). Risalah Tuntunan Shalat Lengkap. Semarang: PT: Karya Toha Putra.
Z, Z., & Aminuddin. (2008). FIQIH IBADAH. Ciputat: Lembaga Penelitian Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
iv