KEPERAWATAN KOMPLEMENTER
PSIKORELIGI : TERAPI BERDOA
Fasilitator :
Hanik Endang Nihayati, S.Kep., Ns., M.Kep
Oleh :
Kelompok 2
A-2015
Diki Alifta Rachmad 131511133006
Qurrata Ayuni Rasyidah 131511133013
Faza Hisbah Afifa 131511133014
Cherlys Tin Lutfiandini 131511133016
Malinda Kurnia Putri 131511133017
Nyuasthi Genta S. 131511133018
Unza Noor Ramadhanti 131511133020
Nopen Trijatmiko 131511133123
Segala puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas limpahan
rahmat, ridho, dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini
dengan baik. Adapun Tugas Makalah Keperawatan Komplementer “Psikoreligi : Terapi
Berdoa” ini disusun dalam rangka memenuhi tugas yang diberikan pembimbing kepada
penulis.
1. Hanik Endang Nihayati, S.Kep., Ns., M.Kep selaku dosen dari mata kuliah
Keperawatan Komplementer yang telah meluangkan waktu dan tenaga untuk
membimbing dan mengarahkan penulis.
Semoga segala bantuan yang diberikan kepada penulis mendapat balasan dari
Allah SWT. Saran dan kritik sangat diterima karena penulis menyadari makalah ini jauh
dari kata sempurna. Mohon maaf bila ada kesalahan kata dari penulis. Akhir kata
semoga ilmu dalam makalah ini dapat bermanfaat dan diterapkan secara efektif.
Terimakasih.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ...................................................................................................... i
KATA PENGANTAR ..................................................................................................... ii
DAFTAR ISI .................................................................................................................. iii
BAB I PENDAHULUAN............................................................................................... 1
...............................................................................................................................
1.1 Latar Belakang.................................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah............................................................................................... 2
1.3 Tujuan.................................................................................................................. 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA..................................................................................... 3
2. 1 Definsi Doa......................................................................................................... 3
2. 2 Fungsi Doa.......................................................................................................... 3
2. 3 Cara atau Syarat Terkabul Doa............................................................................ 4
2. 4 Macam dan Bentuk Doa...................................................................................... 6
2. 5 Adab Berdoa........................................................................................................ 6
2. 6 Terapi Spiritual Berdoa....................................................................................... 8
2. 7 Mekanisme Biologis Tubuh Terhadap Doa......................................................... 8
2. 8 Indikasi dan Kontraindikasi Doa......................................................................... 10
2. 9 Tahap Terapi Spiritual Doa................................................................................. 11
2. 10 Prosedur Terapi Doa......................................................................................... 13
2. 11 Implikasi Keperawatan..................................................................................... 15
BAB III PENUTUP........................................................................................................ 18
3.1 Kesimpulan......................................................................................................... 18
3.2 Saran.................................................................................................................... 18
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................................... 19
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Secara umum, WHO (1984) mengakui bahwa ada 4 dimensi kesehatan yaitu
fisiologis (biologis), kejiwaan (psikiater), sosial dan spiritual/keagamaan yang dapat juga
disebut sehat bio-psiko-sosial-spiritual. The American Psychiatric Association (APA)
juga mengadopsi gabungan dari empat dimensi di atas dengan istilah paradigma
pendekatan biopsikososiospiritual (Hawari, 2002). Pada dimensi spiritual/keagamaan
terdapat berbagai terapi yang dilakukan untuk meningkatkan kesehatan diri serta kualitas
hidup seseorang. Salah satu bentuk terapinya adalah terapi psikoreligius.
Terapi psikoreligius merupakan salah satu bentuk psikoterapi yang
mengkombinasikan pendekatan kesehatan jiwa modern dan pendekatan aspek
religius/keagamaan. Terapi ini bertujuan meningkatkan mekanisme koping (mengatasi
masalah) individu terhadap gangguan ansietas klien. Kegiatan terapi psikoreligius dapat
dilakukan dengan berbagai agama, contohnya agama islam yang meliputi doa, dzikir,
sholat dan membaca Al-Qur’an. Sedangkan agama Kristen dapat dilakukan terapi seperti
membaca bible, berdoa dan menyanyikan lagu rohani. Terapi psikoreligius ini
mengandung unsur spiritual (kerohaniaan/ keagamaan) yang dapat membangkitkan
harapan (hope), rasa percaya diri (self confidence) dan keimanan (faith) pada diri
seseorang (Yosep, 2010 dalam Hawari, 2007). Macam dari terapi psikoreligius ini adalah
terapi doa.
Terapi doa adalah suatu bentuk aplikasi yang dapat digunakan dan dimanfaatkan
untuk memberikan pengobatan untuk kesembuhan seseorang. Doa merupakan suatu
media komunikasi antara seseorang dengan sang Khalik (tuhan) dalam rangka memohon
dan meminta hajat hidup di dunia maupun di akhirat, mengeluh, dan mengadu atas
permasalahan hidup yang dihadapi, atau bentuk ketergantungan seseorang hamba yang
lemah dan hina kepada Tuhan Yang Maha Esa. Prof Dr. Zakiah Daradjat, pakar dan
praktisi konseling dan psikoterapi Islam, berpendapat bahwa doa dapat memberikan rasa
optimis, semangat hidup dan menghilangkan perasaan putus asa ketika seorang
menghadapi keadaan atau masalah-masalah yang kurang menyenangkan baginya. Di
samping itu doa juga menimbulkan rasa percaya diri (selfconfident) dan optimis (harapan
kesembuhan).
Oleh karena itu berdasarkan penjelasan diatas, penulis membuat makalah tentang
terapi doa bertujuan agar masyarakat dapat memahami dan mengerti mengenai terapi doa
sebagai salah satu terapi komplementer berbasis psikospiritual dalam dimensi kesehatan.
1
1.2 Rumusan Masalah
1. Apakah yang dimaksud dari terapi spiritual doa?
2. Apa saja fungsi dari doa?
3. Apa saja syarat dan bentuk doa?
4. Apa indikasi dan kontraindikasi dari doa?
5. Bagaimana adab berdoa yang benar?
6. Bagaimana mekanisme biologis tubuh terhadap doa?
7. Bagaimana tahap dan prosedur terapi spiritual doa?
8. Bagaimana implikasi keperawatan dalam terapi spiritual doa?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian dari terapi spiritual doa
2. Untuk mengetahui fungsi dari doa
3. Untuk mengetahui syarat dan bentuk dari doa
4. Untuk mengetahui adanya indikasi dan kontraindikasi dari doa
5. Untuk mengetahui adab berdoa yang benar
6. Untuk mengetahui mekanisme biologis tubuh terhadap doa
7. Untuk mengetahui tahap dan prosedur terapi spiritual doa
8. Untuk mengetahui implikasi keperawatan dalam terapi spiritual doa
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2. 1 Definsi Doa
Kata prayer (doa) diartikan sebagai kegiatan yang menggunakan kata-kata baik
secara terbuka bersama-sama atau secara pribadi untuk mengajukan tuntutan-tuntutan
(petitions) kepada Tuhan. Ibnu Arabi memandang doa sebagai bentuk komunikasi
dengan Tuhan sebagai satu upaya untuk membersihkan dan menghilangkan nilai-nilai
kemusrikan dalam diri. Menurut Zakiyah Darajat yang dikutip oleh Dadang Ahmad
fajar doa merupakan suatu dorongan moral yang mampu melakukan kinerja terhadap
segala sesuatu yang berada diluar jangkauan teknologi.
Doa merupakan wujud penyadaran atas diri yang tidak mempunyai daya upaya
dalam diri ini, selanjutnya akan terpancar keyakinan bahwa Doa adalah permohonan
kepada Allah yang disertai kerendahan hati untuk mendapatkan suatu kebaikan dan
kemaslahatan yang berada di sisi-Nya. Doa merupakan kegiatan permohonan serta
bentuk komunikasi dengan Tuhan sebagai bentuk permintaan atau harapan yang
dilakukan oleh individu kepada Allah, dalam upaya untuk suatu kebaikan, juga sebagai
salah satu upaya untuk membersihkan dan menghilangkan nilai-nilai kemusrikan dalam
diri. Sehingga dapat memberikan ketenangan pada jiwa.
2. 2 Fungsi Doa
Doa dipahami dalam tiga fungsi, yakni sebagai ungkapan syukur, ungkapan
penyesalan yaitu pengakuan atas penyimpangan dari ketentuan tuhan, dan sebagai
permohonan yaitu harapan akan terpenuhinya kebutuhan dan dilengkapinya kekurangan
dalam rangka mengabdi kepada tuhan.
Doa merupakan sarana untuk memohon kepada Allah, doa juga merupakan wujud
pengabdian hakiki. Makna doa dalam diri seseorang di mana Allah didudukkan atas dua
persoalan. Pertama, sebagai pelayan, yaitu seseorang memperlakukan Allah sebagai
pelayan untuk mewujudkan segala permohonannya. Dalam keadaan seperti ini,
seseorang merasakan ketergantungan, di mana tanpa-Nya, semua tugasnya tidak akan
mencapai keberhasilan. Kedua, Allah didudukkan sebagai Tuhan yang Maha dari segala
Maha. Konsekuensinya, tidak selalu diharap pengabulan Allah atas setiap doa, tetapi
lebih kepada kepuasan batiniah karena telah terjalin komunikasi dengan Allah. Menurut
pendapat kedua ini, doa tidak sekedar memohon sesuatu kepada Allah, tetapi lebih
tertuju pada pengabdian tanpa pamrih.
3
2. 3 Cara atau Syarat Terkabul Doa
Sebab-Sebab Terkabulnya Doa
Pertama, mengikhlaskan doa tersebut untuk Allah Ta’ala,
konsisten (istiqamah) dan menjauhi kemusyrikan. Allah Ta’ala berfirman,
صيِنن لنهر الدديِّنن نوُلنلو نكفرهن اللنكاَففرروُنن نفاَلدرعوا ا
ان رملخلف ف
“Maka berdoalah (sembahlah) Allah Ta’ala dengan memurnikan ibadah
kepada-Nya, meskipun orang-orang kafir tidak menyukai(nya)”
(QS. Ghaafir [40]: 14).
Oleh karena itu, tauhid (ikhlas) merupakan syarat terkabulnya doa tersebut.
Karena tauhid akan mendekatkan seseorang kepada Allah Ta’ala dan sebagai
sarana (wasilah) dikabulkannya doa seorang hamba.
Kedua, berdoa kepada Allah Ta’ala dengan sepenuh hati, menghadirkan hatinya
untuk benar-benar dikabulkan oleh Allah Ta’ala. Tidak berdoa dengan hati yang
lalai dan berpaling, sehingga hanya menggerakkan lisannya saja, sedangkan
hatinya berpaling memikirkan yang lainnya.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
ب نغاَففهل نلهه
ب ردنعاَءء فملن قنلل ه ِ نوُالعلنرموا أنان ا،ان نوُأنلنترلم رموقفرنونن فباَفلنجاَبنفة
ان نل يِّن ل
ستنفجيِ ر الدرعوا ا
“Berdoalah kepada Allah dengan keyakinan bahwa doa tersebut akan
dikabulkan. Dan ketahuilah, sesungguhnya Allah Ta’ala tidaklah mengabulkan
doa dari hati yang lalai dan berpaling”
(HR. Tirmidzi no. 3488 dan Al-Hakim dalam Al-Mustadrak 1/493).
Ketiga, berdoa kepada Allah Ta’ala dengan menyebutkan nama dan sifat Allah
Ta’ala, misalnya yaa Rahmaan, yaa Rahiim, yaa Allah, dan sebagainya.
Sebagaimana firman Allah Ta’ala,
سننىَ نفاَلدرعوهر بفنهاَ نوُنذرروُا الافذيِّنن يِّرللفحردوُنن ففيِ أن ل
سنماَئففه نوُفالف اللن ل
سنماَرء اللرح ل
“Hanya milik Allah asmaa-ul husna. Maka mohonlah kepada-Nya dengan
menyebut asmaa-ul husna itu dan tinggalkanlah orang-orang yang
menyimpang dari kebenaran dalam (menyebut) nama-nama-Nya” (QS. Al-
A’raf [7]: 180) .
5
Doa ibadah adalah tawassul kepada Allah subhanahu wa ta’ala untuk meraih
apa yang diminta, menolak yang dibenci atau menyingkirkan bahaya dengan cara
mengiklaskan ibadah hanya kepada-Nya saja. Firamn Allah subhanahu wa ta’ala,
“Dan (ingatlah kisah) Dzun Nun (Yunus), ketika ia pergi dalam keadaan marah,
lalu ia menyangka bahwa Kami tidak akan mempersempitnya (menyulitkannya),
maka ia menyeru dalam keadaan yang sangat gelap: "Bahwa tidak ada Tuhan
selain Engkau. Maha Suci Engkau, sesungguhnya aku adalah termasuk orang-
orang yang zalim". Maka Kami telah memperkenankan doanya dan
menyelamatkannya dari pada kedukaan. Dan demikianlah Kami selamatkan
orang-orang yang beriman.” (QS. Al Anbiya: 87-88)
2. Doa permintaan
Doa permintaan adalah permohonan sesuatu yang bermanfaat bagi yang
berdoa untuk mendapatkan manfaat atau menolak bahaya. Firman Allah subhanahu
wa ta’ala,
Dan ketahuilah bahwa semua doa adalah senjata. Senjata bisa ampuh degan
kekuatan sabetan dari pemakainya, bukan hanya karea factor tajamnya senjata,
tetapi juga didukug dengan kondisi senjata yang sempurna, tidak cacat, seperti
badan yang kekar dan tangan yang sangat kuat.
Doa sebagai senjata orang beriman akan bermanfaat sesuia dengan kondisi
fluktuasi keimanannya, sesuai kadar kuatnya keyakinan kepada Allah subhanahu
wa ta’ala. keistiqamahan dalam menjalani perintah-Nya dan kesungguhan
menjunjung tinggu kalimat-Nya, maka saat itulah doa akan terkabulkan.
2. 5 Adab Berdoa
Imam al-Ghazali dalam kitabnya Ihyā `Ulum al-Dīn menjelaskan tentang adab berdoa,
yang secara garis besar dapat dirangkum sebagai berikut:
1. Pertama, pada waktu dan tempat yang baik dan mulia, seperti pada hari Ārafah,
dibulan Ramadhan, hari Jum’at, dan sepertiga akhir malam dan pada waktu sahur.
Dan pada keadaan-keadaan yang mustajab, seperti ketika sujud, berperang, turun
6
hujan, iqāmah shalat, dan setelah shalat. Selain itu, menurut Imam al-Ghazali yaitu
ketika hati sedang lembut.
2. Kedua, membaca doa dengan penuh harap agar dikabulkan (raja’) dan khawatir
(khauf) jika tidak diperkenankan. Dalam hal ini, dianjurkan juga agar merendahkan
suaranya dan penuh dengan kekhusyuan, serta merasakan keagungan Allah SWT.
Sebagaimana dijelaskan dalam firman-Nya “Berdoalah kamu kepada Tuhanmu
dengan cara merendahkan diri dan dengan suara yang lembut. Sesungguhnya
Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas”.(QS. Al-A`raf [7]: 55)
3. Ketiga, doa tersebut dibaca berulang-ulang dua atau tiga kali, untuk menunjukkan
bahwa itu sangat dibutuhkannya. Selain dengan pengulangan tersebut, dianjurkan
juga mengangkat kedua belah tangan dan ditutup dengan menyapukan kedua belah
telapak tangannya di akhir doa. Hal ini menunjukkan kita butuh terhadap hal
tersebut.
4. Keempat, susunan doa biasa dan sederhana, sopan, dan tepat mengenai sesuatu
yang dipintanya, dan tidak bertele-tele. Akan lebih baik lagi menggunakan doa-doa
yang diajarkan Rasulullah Saw atau mempergunakan doa yang ada dalam al-
Qur’an, yang sesuai dengan kebutuhan kita.
5. Kelima, mengawali dan mengakhiri doa dengan pujian-pujian kepada Allah, dan
shalawat kepada Nabi Saw: “Bahwasannya doa itu terhenti antara langit dan bumi,
tiada naik barang sedikit juga daripadanya sampai engkau bershalawat kepada Nabi
engkau.” Dalam riwayat lain disebutkan, “Apabila kamu hendak berdoa, hendaklah
memulai berdoa dengan memuji Allah dan membesarkan-Nya. Sesudah itu,
bershalawat kepada Nabi, sesudah bershalawat, barulah berdoa memohon sesuatu
yang diinginkan”
6. Keenam, bertobat diri sebelum berdoa dan menghadapkan diri kepada Allah. Hal
ini dimaksudkan untuk menyucikan batinnya dari kotoran-kotoran rohani. Allah
SWT Maha suci, dan orang-orang yang suci batinnya tentunya lebih cepat sampai
ketimbang doa-doa orang yang banyak berbuat dosa.
7
2. Untuk mendapatkan kekuatan batin dan rasa percaya diri dalam menghadapi
semua ujian yang diberikan oleh Allah SWT, sehingga sabar dan tabah dalam
menjalani ujiannya.
3. Sebagai sarana untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT.
8
Tuhan dengan bersuara ataupun mengucapkannya dalam hati meminta kesembuhan.
Ketika berdoa akan menimbulkan rasa percaya diri, rasa optimisme (harapan
kesembuhan), mendatangkan ketenangan, damai, dan merasakan kehadiran Tuhan Yang
Maha Esa sehingga mengakibatkan rangsangan ke hipotalamus untuk menurunkan
produksi CRF (Cortictropin Releasing Factor). CRF ini selanjutnya akan merangsang
kelenjar pituitary anterior untuk menurunkan produksi ACTH (Adreno Cortico Tropin
Hormon). Hormon ini yang akan merangsang kortek adrenal untuk menurunkan sekresi
kortisol. Kortisol ini yang akan menekan sistem imun tubuh sehingga mengurangi
tingkat kecemasan (Budianto, 2010).
Pemberian terapi doa sebagai salah satu terapi psikoreligius merupakan terapi
modalitas yang dapat dilakukan sebagai terapi tambahan atau komplementer. Menurut
Hawari (2008), terapi psikoreligius dapat membangkitkan harapan (hope), rasa percaya
diri (self confidence) dan keimanan (faith) pada diri seseorang. Hal ini senada dengan
penelitian yang dilakukan senada (2012) mengenai terapi psikoreligius untuk
menurunkan tingkat stres pada pasien halusinasi mendapatkan data objektif tentang
perasaan lebih tenang, emosi lebih terkendali, dan tidak gelisah. Aspek religiusitas
mengandung unsur meditasi dan relaksasi sehingga sebagai mekanisme koping yang
dapat membangkitkan ketahanan tubuh seseorang secara alami. Secara biologis orang
dengan tingkat religiusitas tinggi memliki kadar CD-4 (limfosit T helper) yang tinggi,
ini menunjukkan tingginya daya tahan imunologi seseorang (Hawari, 2007 dalam
Subandi dkk, 2012).
Selain mempengaruhi tingkat imunologi, tingkat religiustitas yang tinggi dapat
juga meningkatakan mood dan menurunkan kadar katekolamin (norepeniferin dan
epinefrin) serta menyehatkan diri seseorang (Dalmida, 2006: Cummings, 2010).
Gangguan ansietas dihubungkan dengan peningkatan kadar norepeniferin dalam darah
(Towsend, 2009:Videbeck, 2011). Sehingga dengan pemberian terapi psikoreligius
kadar norepeniferin dalam darah dapat menurun dan gangguan ansietas dapat diatasi
(Subandi dkk, 2012).
10
Selain itu, stimuli kognitif yang merupakan hasil perbaikan pikiran
menyebabkan respon relaksasi melalui produksi gelombang alfa otak yang memicu
kondisi sejahtera dan relaksasi. Hal ini menyebabkan peningkatan denyut jantung
dan darah laktat yang sesuai dengan level rendah ansietas. Selain itu, terjadi
peningkatan aktivitas di sistem saraf simpatis yang menyebabkan ketenangan dan
ansietas rendah.
Kontraindikasi
Kontraindikasi untuk terapi doa, yaitu penyakit psikiatri (Ernst et al, 2007: 163).
Penyakit psikiatri merupakan penyakit di mana keadaan mental pasien mengalami
gangguan sehingga kesadaran dan kepercayaan terhadap Tuhan menjadi tidak
efektif. Selain itu, penyakit psikiatri menyebabkan gangguan kognitif sehingga
tidak dapat dihasilkan stimuli kognitif positif yang dapat mempengaruhi emosi
positif.
11
bagaimana Allah menggerakkan segala sesuatu, menghidupkan segala sesuatu.
Tahap ini juga dapat menumbuhkan keyakinan kita kepada Allah atas kemampuan
Allah dalam menyembuhkan. Bagaimana seseorang dapat berdoa kalau dirinya
tidak mengenal atau meyakini bahwa Sang Penyembuh tidak dapat
menyembuhkan. Yakin juga merupakan syarat mutlak dari suatu doa karena Allah
sesuai dengan prasangka hambanya, jika hambanya menyangka baik maka Allah
baik demikian pula sebaliknya. Seringkali ketika berdoa namun hati mengatakan
“dikabulkan tidak ya” atau mengatakan “mudah-mudahan dikabulkan”, kalimat
ini maksudnya tidak ingin mendahului Allah tapi sebenarnya adalah meragukan
Allah dalam mengabulkan doa kita. Ada perbedaan antara mendahului kehendak
Allah dengan keyakinan yang ditujukan kepada Allah. Jika mendahului biasanya
menggunakan kata seharusnya begini, harus begini, tapi jika yakin kita optimisme
akan kehendak Allah dan tidak masuk pada kehendak Allah. Sebagai contoh bila
kita berdoa “Ya Allah hilangkan kesedihan hati saya”, maka kita yakin kepada
Allah bahwa Allah memberikan kesembuhan. Hal yang penting juga adalah
afirmasi terhadap doa yang kita panjatkan kalau berdoa harus yakin dikabulkan
tidak ada alasan lain untuk tidak yakin selain dikabulkan. Sebab Allah akan
mengabulkan apa yang kita yakini dari pada apa yang kita baca dalam doa kita.
3. Tahap Komunikasi
Setelah sadar akan kelemahan dan penyakit yang dialami, dan sadar akan
kebesaran Allah maka selanjutnya adalah berkomunikasi dengan Allah sebagai
bagian penting dari proses terapi.
12
langsung. Syarat untuk dapat menerima jawaban ini adalah dengan sikap rendah
diri, terbuka, dan tenang (tidak tergesa-gesa). Sikap ini akan dapat menangkap
kalam Allah (jawaban doa) yang tidak berbentuk ucapan tidak berbentuk huruf
tapi berbentuk pemahaman pencerahan, ilham (enlightment), atau berbentuk
perubahan perubahan emosi dari tidak tenang menjadi tenang, dari sedih menjadi
hilang kesedihannya.Tahap ini merupakan tahap respon yang diberikan oleh Allah
kepada kita sebagai jawaban doa yang kita panjatkan. Tahap ini juga disertai
dengan sikap pasrah total kepada Allah mengikuti apa maunya Allah dan apa
kehendak Allah, sikap ini akan dapat menangkap jawaban Allah (Purwanto,
2007).
2. 11 Implikasi Keperawatan
Terapi keagamaan (intervensi religi) pada kasus-kasus gangguan jiwa ternyata
juga membawa manfaat. Misalnya angka rawat inap pada klien skizofrenia yang
mengikuti kegiatan keagamaan lebih rendah bila dibandingkan dengan mereka yang
tidak mengikutinya (Chudan Klien, 1985 dalam Yosep, 2007). Kegiatan
keagamaan/ibadah/shalat menurunkan gejala psikiatrik. Riset yang lain menyebutkan
bahwa menurunnya kunjungan ke tempat ibadah, meningkatkan jumlah bunuh diri di
USA. Kesimpulan dari berbagai riset bahwa religiusitas mampuh mencegah dan
melindungi dari penyakit kejiwaan, mengurangi penderitaan meningkatkan proses
adaptasi dan penyembuhan (Mahoney et.all, 1985 dalam Yosep, 2007 dalam
Fanada&Muda, 2012).
Menurut Darajat (1983 dalam Yosep, 2007 dalam Fanada&Muda, 2012), perasaan
berdosa merupakan faktor-faktor penyebab gangguan jiwa yang berkaitan dengan
penyakit-penyakit psikosomatik. Hal ini di akibatkan karena seseorang merasa dosa
yang tidak bisa terlepas dari perasaan tersebut kemudian menghukum dirinya. Bentuk
psikosomatik tersebut dapat berupa matanya menjadi tidak dapat melihat, lidahnya
14
menjadi bisu, atau menjadi lumpuh. Kekosongan spritual, kerohanian, dan rasa
keagamaan yang sering menimbulkan permasalahan masalah psikososial dibidang
kesehatan jiwa para pakar berpendapat bahwa untuk memahami manusia seutuhnya
baik dalam keadaan sehat maupun sakit, pendekatannya tidak lagi memandang manusia
sebagai mahkluk biopsikososial, tetapi sebagai makhluk biopsikososiospritual.
Pada beberapa penderita penyakit jantung, terdapat beberapa perilaku psikologis
yang muncul seperti gangguan stres akut, kecemasan, depresi, dan pesimisme. Suatu
penelitian menunjukkan bahwa perilaku berdoa pada pasien pembedahan jantung
terbukti meningkatkan rasa optimis, serta mengurangi kecemasan dan stres akut (Al
dkk, 2007). Penelitian serupa juga membuktikan bahwa agama dan spiritualitas dalam
menghadapi rasa sakit akan mempercepat proses penyembuhan. Ketika seseorang
menghadapi suatu penyakit berat seperti kanker, jantung, dan HIV/AIDS, mereka
mengaku menjadi lebih religius dan spiritual. Hal ini ditunjukkan dengan perilaku
seperti: waktu untuk berdoa lebih banyak, mencari petunjuk mengenai kebenaran, dan
mendekatkan diri pada Tuhan menjadi lebih intensif dibandingkan sebelum mereka
sakit. Hal ini menunjukkan bahwa subjek penelitian ini mempercayai Tuhan dan
kegiatan spiritual dilakukan untuk mendapatkan kesembuhan penyakit fisik (Woods &
Ironson, 1999 dalam Kuswardani, 2009).
Selain penelitian-penelitian yang berkaitan dengan spiritualitas secara umum,
secara khusus penelitian tentang pengaruh doa terhadap kesembuhan banyak dilakukan
para ahli. Benson (2000) adalah salah seorang pelopor penelitian tentang efektivitas
doa. Selama 25 tahun dia memelopori penelitian tentang manfaat interaksi jiwa dan
badan di Harvard Medical School. Disimpulkan bahwa ketika seseorang terlibat secara
mendalam dengan doa yang diulang-ulang (repetitive prayer), ternyata akan membawa
berbagai perubahan fisiologis, antara lain berkurangnya kecepatan detak jantung,
menurunnya kecepatan napas, menurunnya tekanan darah, melambatnya gelombang
otak dan pengurangan menyeluruh kecepatan metabolisme. Kondisi ini disebut oleh
Benson (2000) disebut sebagai respon relaksasi (relaxation response) (Subandi, 2003).
Doa bagi pasien ternyata tidak terikat oleh dimensi ruang. Dossey (1996) adalah
profil dokter lain yang banyak mengungkapkan penelitian tentang pengaruh doa. Dari
berbagai penelitian yang dikumpulkannya disimpulkan bahwa doa secara positif
berpengaruh terhadap berbagai macam penyakit. Misalnya tekanan darah tinggi, luka,
serangan jantung, sakit kepala dan kecemasan. Proses-proses fisiologis yang dapat
dipengaruhi doa antara lain adalah proses kegiatan enzim, laju pertumbuhan sel darah
putih leukimia, laju mutasi bakteri, pengecambahan dan laju pertumbuhan berbagai
15
macam benih, laju penyumbatan sel pemacu, laju penyembuhan luka, besarnya gondok
dan tumor waktu yang dibutuhkan untuk bangun dari pembiusan total, efek otonomi
seperti kegiatan elektrodermal kulit, laju hemolisis sel-sel darah merah dan kadar
hemoglobin. Dengan adanya bukti-bukti ilmiah seperti itu, maka dokter Dossey (1996)
sendiri selanjutnya menulis: “...setelah mempertimbangkan faktor-faktor ini selama
beberapa bulan, saya menyimpulkan bahwa saya akan berdoa bagi pasien-pasien saya”
(Subandi, 2003).
Bukti-bukti ilmiah tentang pengaruh agama umumnya dan doa pada khususnya
ternyata juga berpengaruh pada sebagian besar masyarakat pengguna jasa. Menurut
majalah Time (1996) 82% pasien percaya kekuatan doa untuk penyembuhan; 77%
percaya Tuhan dapat mengintervensi untuk menyembuhkan orang-orang yang
mempunyai penyakit serius; 73% percaya bahwa doa dapat membantu orang lain
mendapatkan kesembuhan dari penyakitnya. Kondisi tersebut selanjutnya
menumbuhkan keinginan pasien untuk mendapatkan doa khususnya dan pelayanan
spiritual pada umumnya. Survey dari National Institute for Health Care Research di
Amerika (1997) menunjukkan bahwa 70% dari populasi yang diteliti menginginkan
kebutuhan spiritual mereka dilayani sebagai bagian dari pelayanan medis. Survei lain
menunjukan bahwa 91% dokter melaporkan bahwa pasien mereka mencari bantuan
spiritual dan kerohanan untuk membantu menyembuhkan penyakit (Subandi, 2003).
Di San Fransisco, pada tahun 1996 dilakukan studi terhadap 393 pasien jantung
untuk mengetahui sejauh mana efektifitas doa dan dzikir. Kelompok pasien jantung
dibagi dalam 2 kelompok secara acak, yaitu mereka yang memperoleh terapi doa dan
dzikir dan kelompok yang tidak. Hasilnya menunjukkan bahwa kelompok mereka yang
memperoleh terapi doa dan dzikir hanya sedikit yang mengalami komplikasi,
sedangkan kelompok yang lain banyak mengalami komplikasi dari penyakit
jantungnya (Snyderman, 1996 dalam Kuswardani, 2009).
Penelitian-penelitian tersebut menunjukkan bahwa perilaku seseorang akibat
munculnya penyakit-penyakit berat menjadi lebih religius dan berdampak terhadap
kesembuhan. Sebaliknya, pasien yang justru menjadi kurang religius ketika
mendapatkan suatu penyakit, kesembuhannya lebih lama. Hal ini membuktikan bahwa
kegiatan spiritual membawa dampak positif yang signifikan terhadap kondisi kesehatan
seseorang (Kuswardani, 2009).
16
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Terapi psikoreligius merupakan salah satu bentuk psikoterapi yang
mengkombinasikan pendekatan kesehatan jiwa modern dan pendekatan aspek
religius/keagamaan. Terapi ini bertujuan meningkatkan mekanisme koping (mengatasi
masalah) individu terhadap gangguan ansietas klien. Kegiatan terapi psikoreligius dapat
dilakukan dengan berbagai agama, contohnya agama islam yang meliputi doa, dzikir,
sholat dan membaca Al-Qur’an. Salah satu Terapi psikoreligius adalah Terapi Doa.
Terapi Doa dapat membantu seseorang untuk meningkatkan kualitas hidupnya, terutama
pada klien dengan penyakit kronik. Hal tersebut disebabkan pada saat orang berdoa dan
mengikhlaskan hidupnya kepada Tuhan, maka secara tidak sadar ia berada pada kondisi
rileks yang bisa menstabilkan kondisi tubuhnya sehingga dapat membantu untuk
meningkatkan kualitas hidupnya. Oleh karena itu, penting bagi setiap perawat dan
tenaga kesehatan untuk memahami ilmu ini, dan membantu klien dalam memenuhi
kebutuhan spiritualnya berdasarkan agama yang diyakini.
3.2 Saran
Penting bagi perawat untuk mengetahui berbagai metode berdoa yang dilakukan
pada setiap agama. Karena, pasien yang akan dirawat tidak hanya berasal dari satu
agama saja. Diharapkan terapi berdoa ini bisa menjadi modalitas keperawatan yang
holistik (biopsikososiospiritual).
17
DAFTAR PUSTAKA
Budianto, Mesah. 2010. Pengaruh Terapi Religius Doa Kesembuhan Terhadap Penurunan
Tingkat Kecemasan Pasien Preoperasi di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Mardi
Rahayu Kudus. Semarang: Universitas Diponegoro
Fanada, Mery dan Muda, Widyaiswara. 2012. Perawat dalam Penerapan Terapi Psikoreligius
untuk Menurunkan Tingkat Stres pada Pasien Halusinasi Pendengaran di Rawat Inap
Bangau Rumah Sakit Ernaldi Bahar Palembang 2012. Sumateran Selatan: Badan Diklat
Provinsi Sumatera Selatan
Hawari, D. 1997. Al-Quran Ilmu Kedokteran jiwa dan Kesehatan Jiwa. Jakarta: Dana Bakti
Primayasa
H, Evi Laili. 2014. Peran Terapi Doa dan Zikir Bagi Kesehatan Anggota Seni Paguyuban
SEROJA (Sehat Rohani dan Jasmani) Studi Kasus di Desa Kalierang Kecamatan
Bumiayu Kabupaten Brebes. Purwokerto
Kuswardani, Istiana. 2009. Terapi Kultural dan Spiritual Penyakit Jantung Koroner.
Psikohumanika: Jurnal Ilmiah Psikologi
M, Anis dan Jejen Musfah. 2013. Doa Ajaran Ilahi, Kumpulan Doa dalam Al-Qur’an beserta
Tafsirnya. Jakarta: Noura Books, 2013
Robert H. 2000. Pengantar Psikologi Doa Cetakan Ketiga. Jakarta: Raja Grafindo Persada
Subandi, M.A. 2003. Integrasi Psikoterapi dalam Dunia Medis. Makalah. Yogyakarta:
Fakultas Psikologi Universitas Gajah Mada
Subandi, Lestari, Retno dan Suprianto, Teguh. 2012. Pengaruh Terapi Religius Terhadap
Penurunan Tingkat Ansietas pada Lansia di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia
Sejahtera Pandaan Pasuruan
https://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/islam-nusantara/17/12/11/p0sp86313-dua-
macam-doa diakses pada 20 November 2018 pukul 16.45 WIB
19