Anda di halaman 1dari 10

1

KRITIK SENI: KAJIAN LUKISAN KUMBAKARNA MANGSAH YUDA


KARYA SUBANDI GIYANTO

Hanung B. Yuniawan1, Gallha Patra Novandika2, Zuliva Dwi Azizah3


(Pendidikan Seni Pascarasjana Universitas Negeri Yogyakarta)
h.yuniawan@gmail.com1, gallha.pn@gmail.com2, zulivadwazizah@gmail.com3

Abstract: An artwork does not only show its beauty, but there is meaning behind the
work. An artwork has intrinsic value that can be perceived by human and extrinsic value
in the form of idea, thought or concept. To get the meaning must understand the artwork.
In the painting of Subandi Giyanto entitled Kumbakarna Mangsah Yuda artists not only
display the beauty alone, but there is an idea or meaning that is delivered. To obtain the
meaning of a painting should be a study, one of them by using art criticism. In this journal
art criticism study was used as a method to reveal intrinsic and estrinsic value in
Kumbakarna Mangsah Yuda painting. The intrinsic value of Kumbakarna Mangsah Yuda
painting in the form of wayang purwa (Kumbakarna) becomes a more modern wayang
without leaving the grip by the artist. While extrinsic value of the value of education that
is the nationalist character and love the motherland.

Keywords: Painting, Subandi Giyanto, Kumbakarna Mangsah Yuda, art critic,


educational value

Abstrak: Sebuah karya seni sebenarnya tidak hanya menunjukkan keindahannya saja,
namun ada makna di balik karya tersebut. Suatu karya seni terdapat nilai intrinsik yang
dapat diindera manusia dan nilai ekstrinsik berupa ide, gagasan, pemikiran atau konsep
karya. Untuk mendapatkan makna tersebut harus memahami suatu karya seni secara
mendalam. Pada lukisan Subandi Giyanto yang berjudul Kumbakarna Mangsah Yuda
seniman tidak hanya menampilkan keindahan semata, namun terdapat gagasan atau
makna yang disampaikan. Untuk memperoleh makna tersebut suatu lukisan harus
dilakukan kajian, salah satunya dengan menggunakan kritik seni. Pada jurnal ini kajian
kritik seni digunakan sebagai metode untuk mengungkap nilai intrinsik dan nilai estetik
pada lukisan Kumbakarna Mangsah Yuda. Nilai intrinsik pada lukisan Kumbakarna
Mangsah Yuda berupa olahan wayang purwa (Kumbakarna) menjadi wayang yang lebih
modern tanpa meninggalkan pakem oleh seniman. Sedangkan nilai ektrinsik berupa nilai
pendidikan yaitu watak nasionalis dan cinta tanah air.

Kata kunci: Lukisan, Subandi Giyanto, Kumbakarna Mangsah Yuda, kritik seni, nilai
pendidikan

PENDAHULUAN mengenai nilai, kebenaran, kebajikan,


Banyak yang menganggap bahwa kecantikan, dan tekniknya. Kritik juga
kritik itu selalu mencari-cari kesalahan sebagai orang yang melibatkan diri secara
sesuatu yang sedang dikritik. Padahal pada profesional dalam menganalisis,
pemahaman sebenarnya, pengertian kritik mengevaluasi atau memberi penghargaan
bukanlah sedangkal itu. Khususnya pada terhadap karya seni atau capaian artistiknya.
bidang seni, kritik sama halnya dengan Seorang kritikus memberikan penilaian
mengkaji lebih dalam tentang susatu karya dengan cerdik dan tajam. (Bahari, 2014: 2)
seni atau aktivitas seni. Bangun (2000: 3) Kritik seni sangat diperlukan untuk
berpendapat bahwa kritik seni adalah melihat kualitas suatu karya seni yang
aktivitas pengkajian yang serius terhadap dihasilkan. Kritik seni juga dapat digunakan
karya seni. Tujuan kritik seni adalah sebagai jembatan antara pencipta seni atau
evaluasi seni, apresiasi seni, dan menilai seniman dengan penikmat seni atau publik
karya seni. Kritikus adalah orang yang seni. Menurut Feldman tujuan dari kritik
menyampaikan pendapatnya dengan alasan seni adalah memahami karya seni, dengan
tertentu terhadap berbagai hal, terutama ingin menemukan suatu cara untuk
2

mengetahui apa yang melatarbelakangi sebuah karya seni yaitu deskripsi, analisis
suatu karya seni dihasilkan, serta formal, interpretasi, dan evaluasi.
memahami apa yang ingin disampaikan Deskripsi merupakan proses
oleh pembuatnya, sehingga hasil kritik seni pengumpulan data yang tersaji secara
benar-benar maksimal, dan secara nyata langsung kepada pengamat. Deskripsi
dapat menyatakan baik dan buruknya mencakup pembuatan sekumpulan nama
sebuah karya. Dengan kritik seni orang benda serta analisis uraian mengenai proses
yang melihat karya seni memperoleh pembuatan sebuah karya seni. Data
informasi dan pemahaman yang berkaitan deskriptif diperoleh melaui fakt-fakta yang
dengan mutu suatu karya seni, dan dapat diamati, selanjunya menguraikan
menumbuhkan apresiasi serta tanggapan bagaimana proses pembuatan karya seni.
terhadap karya seni. (Bahari, 2014: 3). Proses pembuatan ini misalnya penerapan
Untuk melakukan kritik seni diperlukan cat,transparan, atau alla prima. (Bangun,
kegiatan-kegiatan yang dilakukan untuk 2000: 14).
mengritik. Menurut Feldman tahap kegiatan Analisis formal merupakan tahapan
mengkritik yakni deskripsi, analisis formal, menguraikan mutu garis, bentuk, warna,
interpretasi, dan evaluasi. pencahayaan dan pengamatan figur-figur,
Pada tulisan ini, akan dikritik suatu daerah warna, lokasi, serta ruang dalam
karya seni lukis dengan tema wayang. objek pengamatan. Pada tahap alisis
Lukisan yang dimaksud adalah lukisan dilakukan pengkajian terhadap kualitas
Subandi Giyanto yang berjudul unsur pendukung subject matter yang telah
Kumbakarna Mangsah Yuda. Menurut dihimpun dalam data deskripsi (Bangun,
penulis karya ingin memiliki sesuatu yang 2000: 15). Komposisi karya seni secara
baru karena Subandi Giyanto mampu keseluruhan seperti keseimbangan, irama,
menggabungkan antara wayang tradisional pusat perhatian, unsur kontras, dan kesatuan
dengan objek-objek realis.Ia juga mengolah juga dijelaskan pada tahap analisis.
wayang-wayang purwa gaya Yogyakarta Bagaimana tata cara proses perwujudan
yang serat akan pakem-pakem tradisi karya merupakan bagian dari analisis.
menjadi wayang dengan ciri khasnya Interpretasi dimaksudkan untuk
sendiri, kesukaannya sendiri. Dengan mengemukakan arti suatu karya setelah
begitu Subandi bebas menggerakkan melakukan penyelidikan yang cermat. Pada
wayangnya kesana kemari sesuai cerita tahap interpretasi, kritikus tidak berada
yang ia inginkan ditambah dengan dalam posisi menilai, tetapi memutuskan
penggunaan objek-objek lain yang apa makna seni, tema karya, dan masalah
mendukung wayang-wayangnya untuk artistic serta intelektual karya tersebut, dan
mengungkapkan isi hatinya. Secara visual akhirnya memperhitungkan objek seni
ada suatu keunikan tersendiri dari lukisan- secara keseluruhan. Interpretasi dilakukan
lukisan bertema wayang karya Subandi dengan mengamati objek seni dengan
Giyanto. Keunikan ini yang menjadi modal seksama, sehingga ditemukan ide yang
awal untuk mengkritisi lebih dalam lagi sangat signifikan. Fungsi seorang kritikus
pada karya-karyanya. Oleh karena itu, pada tahap interpretasi adalah sebagai
untuk mengupas karya ini lebih dalam perlu penemu gagasan dari apa yang terdapat
adanya kritik terhadap karya ini dengan pada sebuah karya seni dan selanjutnya
metode kritik seni. mengungkapkan apa maknanya. Kebenaran
dari penyataan yang diberikan harus dapat
KAJIAN TEORI diamati secara visual pada karya seni yang
Adapun kajian teori yang digunakan penulis sedang dikritik.
untuk membedah karya Subandi Giyanto Evaluasi dapat juga dikatakan sebagai
yang berjudul Kumbakarna Mangsah tahap penilaian karya seni. Menurut Bahari
Yudha yaitu: (2014) tahap evaluasi dapat dilakukan
1. Kritik seni dengan dua cara, yaitu general dan non-
Menurut Feldman dalam Bangun general. Secara general, menilai sebuah
(2001: 14) ada 4 tahapan dalam mengkritik karya seni rupa harus didasarkan pada
3

analisis unsur-unsur karya seni rupa DESKRIPSI


tersebut secara terpisah-pisah, seperti
komposisi, proporsi, perspektif, garis,
warna, anatomi, gelap terang, dan
sebagainya. masing-masing nilai
dijumlahkan kemudian dibagi banyaknya
unsur yang dinilai. Sedangkan secara non-
general, menilai karya seni tidak secara
terpisah-pisah. Karya seni dianggap sebagai
satu kesatuan yang tidak mungkin dianalisis
data unsur demi unsur. Selain secara
general dan non-general, ada cara lain yang
dapat digunakan untuk menilai karya seni.
Karya seni dapat dilihat pada tingkat
keberhasilannya dalam menyampaikan
pesan sesuai dengan keinginan penciptanya.
Pada tahap ini merupakan proses penetapan
Gambar 3. Lukisan berjudul Kumbakarna Mangsah
derajat karya snei bila dibandingkan dengan Yuda (2012)
karya seni lainnya yang sejenis. Sember: Doc. penulis
Penilaiannya ditetapkan berdasarkan nilai
estetis secara relative dan kontekstual. Cara Lukisan berjudul Kumbakarna
ini dimaksudkan untuk mencari ciri khas Mangsah Yudha. Kumbakarna Mangsah
masing-masing, menetapkan tujuan dan Yudha berarti Kumbakarna seorang pejuang
fungsi karya, menentukan perbedaan perang atau prajurit perang. Karya ini
karakteristik, kebutuhan khusus, dan sudut berukuran 150cm X 130cm. Media yang
pandang yang melatarbelakanginya. digunakan untuk melukis adalah cat akrilik
dan tinta pada media kanvas. Lukisan
2. Semiotika dikerjakan pada tahun 2012. Pada lukisan
Karya seni merupakan tanda-tanda ini terdapat banyak objek yang memenuhi
yang mengekspresikan ide-ide dan gagasan bidang kanvas. Objek yang sangat
yang dibuat oleh seniman. Oleh sebab itu mendominasi pada lukisa adalah objek
penulis menggunakan teori semiotika, di raksasa berwarna merah dengan rambut
mana semiotika merupakan ilmu yang terurai dan mengenakan mahkota. Raksasa
mengkaji tanda-tanda, dan bagaimana tanda ini juga memegang senapan berwarna hijau
itu bekerja (Berger, 2015: vii). Semiotika dan mengenakan sepatu boot tinggi
yang digunakan pada tulisan ini berwarna hitam. Dalam pewayangan
menggunakan semiotika aliran Saussurean. raksasa ini bernama Kumbakarna. Pada
Dalam teori semiotika sebuah tanda kaki kanan raksasa terdapat dua toko
disusun oleh penanda dan petanda. Petanda wayang yaitu Togog dan Bilung. Di bagian
tidak bisa dipisahkan oleh penanda begitu bawah ketiga objek wayang ini terdapat
pula sebaliknya. Petanda merupakan suatu objek api dan di atasnya terdapat lelehan-
hal yang dimaksudkan oleh pengguna lelehan cat berwarna merah. Pada bagian
tanda, sehingga ketika seseorang belakang sebagai background terdapat
menggunakan penanda maka petanda akan banyak objek-objek kecil yang sangat
selalu hadir. Teori semiotika digunakan padat. Objek-objek kecil itu berupa
dalam kritik seni pada tahap interpretasi perumahan yang terbakar, pohon-pohon,
atau penafsiran. kepala-kepala raksasa, dan tangan-tangan
raksasa. Dilihat dari visual yang
ditampilkan, lukisan ini bergaya
kontemporer. Seni rupa kontemporer
berorientasi bebas, tidak menghiraukan
batasan-batasan kaku seni rupa yang oleh
sementara pihak dianggap kaku. Dari sudut
4

teknik, seni rupa kontemporer perhiasannya. Cara ini dimaksudkan supaya


memunculkan seni installasi, multimedia, badan wayang tampak menonjol bila dilihat
menguatnya seni lokal sebagai jawaban atas dari jauh. Selain warna emas, digunakan
masalah-masalah yang muncul dalam pula warna-warna yang mencolok pada
praktik dan perilaku artistik yang wajah dan badan wayang. Selain supaya
menyimpang dari konvensi sebelumnya. menonjol, penggunaan warna-warna pada
(Susanto, 2011: 355) wayang digunakan untuk memperjelas
watak tokoh-tokoh wayang tersebut.
ANALISIS FORMAL (Haryanto, 1991: 24)
Cat akrilik digunakan untuk Pewarnaan dengan teknik tatah
memberikan warna dan efek pada suluruh sungging dikerjakan pada keseluruhan figur
bagian kanvas, sedangkan tinta digunakan pada lukisan. Teknik sungging pada lukisan
untuk membuat detail pada semua figur ini berupa membuat gradasi warna dari
yang dilukis. Cat akrilik mempunyai warna terang menuju warna gelap atau
karakteristik larut dalam air saat basah. sebaliknya. Gradasi ini dibuat dengan cara
Saat mengering cat menjadi permanen, bertingkat-tingkat, dengan perubahan value
tidak larut dalam air, tetap fleksibel, warna secara tegas dengan cara
permukaannya bebas retak. Untuk menggunakan teknik blok pada tiap value
mempertahankan stabilitas harus warnanya. Value disebut pula tone, nada,
diencerkan dengan sejumlah minimal air. atau nuansa, yang di dalamnya terkandung
Sedikit berbau, tidak berasap, dan tidak nilai tone, nilai nada, atau nilai nuansa.
mudah terbakar. (Sucitra, 2013: 63-64) (Sanyoto, 2010: 51-52) Value juga berupa
Sedangkan tinta merupakan salah satu kesan atau tingkat gelap terangnya warna.
bahan yang mengandung pigmen hitam Value yang lebih terang daripada warna
guna membuat karya seni. Tinta dibuat dari normal disebut tint, sedangkan value yang
pigmen warna, shellac dicampur air, lebih gelap dari warna normal disebut
sedangkan zaman dulu tinta hitam dibuat shade. Susanto, 2011: 418) Teknik yang
dari campuran jelaga dengan lem dan digunakan untuk pewarnaan pada
sejenis cuka. (Sucitra, 2013: 67) Tinta yang background menggunakan teknik
digunakan Subandi Giyanto untuk melukis transparan warna merah. Sedangkan untuk
adalah tinta hitam dalam bentuk drawing menciptakan efek lunturan menggunakan
pen. warna merah yang pekat namun encer,
Teknik yang digunakan untuk sehingga jika warna diteteskan pada kanvas
melukis sama dengan teknik yang yang tegak warna akan mengalir turun dan
digunakan untuk menggambar wayang tercipta efek meleleh.
yaitu teknik tatah sungging. Teknik tatah Tinta sebagai media yang
yang dimaksud adalah bentuk pola tatahan digunakan untuk menciptakan detail pada
yang nantinya dipahat dengan tatah objek-objek lukisan. Detail berupa outline
sehingga ketika didekatkan pada cahaya atau garis kontur. Selain itu, detail yang
akan nampak bentuk wayang. Sedangkan diciptakan dari tinta berupa bentuk-bentuk
teknik sungging merupakan teknik untuk tatahan yang ada pada wayang. Tinta yang
pewarnaannya. Sungging berarti digunakan adalah tinta hitam. Tinta hitam
menggambar, dalam kebudayaan Jawa ini berasal dari drawing pen.
teknik ini sangat dekat dengan teknik Unsur seni rupa yang digunakan
menggambar ilustrasi buku. Pada awalnya untuk menciptakan karya yaitu garis,
teknik ini dugunakan oleh ahli sungging warna, bidang, dan tekstur. Garis
untuk mengerjakan manuskrip-manuskrip merupakan hasil sentuhan alat gambar atau
Kraton yang menceritakan kisah-kisah penggores yang digerakkan. Hasil gerakan
dunia pewayangan seperti Ramayana atau ini menghasilkan bekas atau goresan
Mahabarata. (Susanto, 2011: 385) Pada dinamakan garis nyata. Garis dapat
wayang kulit, penyunggingan pada badan diperoleh melalui batas atau limit suatu
wayang dicat dengan warna emas yang benda, batas sudut ruang, batas warna,
seharusnya menggambarkan perhiasan- bentuk massa, rangkaian massa yang
5

berupa garis semu. (Sanyoto, 2010: 87) diraba. Yang digunakan pada lukisan ini
Pada lukisan khususnya pada masing- adalah tekstur semu. Tekstur ini sangat
masing objek banyak menggunakan garis terlihat pada bagian bawah lukisan,
nyata. Garis ini diciptakan dengan membuat tepatnya di sekitar kaki Kumbakarna.
kontur berwarna hitam menggunakan tinta. Tekstur diciptakan dari efek pewarnaan cat
Garis digunakan untuk membuat bidang- akrilik. Pewarnaan menggunakan teknik
bidang sehingga membentuk suatu objek. transparan dan tidak digoreskan secara
Garis juga banyak digunakan untuk merata, akibatnya warna yang tercipta
menciptakan detail-detail pada lukisan. menjadi tidak merata. Dari penggunaan
Garis semu digunakan pada lelehan warna tekstur ini tercipta kesan tanah pada karya
merah yang berada di atas bagian kanvas. lukisan.
Warna diciptakan dengan Pada penciptaan karya ini, Subandi
menggunakan cat akrilik. Cat akrilik Giyanto juga memperhatikan prinsip
merupakan cat yang berbasis air. Warna- penyusunan atau komposisi pada
warna pada lukisan menunjukkan warna lukisannya. Prinsip penyusunan ini
panas, ini ditandai dengan banyaknya berfungsi untuk menyusun segala unsur
penggunaan warna merah yang dominan seni rupa yang digunakan sehingga menjadi
pada karya. Warna panas berupa warna sebuah satu kesatuan yang indah.
merah, jingga, dan kuning. Warna ini Penyusunan ini sangat mempengaruhi nilai
memberikan kesan semangat, kuat, dan estetika pada lukisan yang dihasilkan.
aktif. Jika penggunaan warna merah ini Untuk memperoleh komposisi yang indah,
berlebihan akan memberikan kesan seorang seniman harus mempunyai
merangsang dan menjerit. (Sanyoto, 2010: pengalaman artistik.
32) Selain itu terdapat sedikit warna lain Prinsip penyusunan atau komposisi
yang digunakan seperti warna hijau dan yang terdapat pada lukisan Kekerasan
biru yang banyak erdapat pada aksesoris Harus Dihentikan yaitu irama,kesatuan,
yang dikenakan Kumbakarna. Kombinasi penekanan, keseimbangan, dan proporsi.
warna hijau tua pada senjata. Warna hitam Prinsip penyusunan irama terdapat pada
pada sepatu boot. background lukisan yaitu pada objek-objek
Figur-figur dan objek-objek lain wayang yang menjadi background
dalam lukisan dibentuk dengan bangunan-bangunan terbakar, pohon-pohon
menggunakan bidang-bidang. Bidang- tumbang, kepala-kepala, dan bagian-bagian
bidang sangat jelas terlihat karena efek tubuh yang berserakan. Irama atau ritme
penggunaan teknik blok pada yaitu gerak pengulangan atau gerak
pewarnaannya. Selain itu, kontur garis yang mengalir yang ajeg, teratur, dan terus
terdapat pada objek semakin menegaskan menerus. (Sanyoto, 2010: 157) Irama juga
adanya bidang. Tiap bidang terdapat satu terdapat pada lelehan warna merah di
blok warna sehingga pada lukisan tidak bagian atas kanvas yang menggambarkan
menampilkan volume atau kesan tiga darah yang mengalir, serta api pada bagian
dimensi. Kesan tiga dimensi diciptakan bawah kanvas. Irama yang ditampilkan
dengan perbedaan value warna. berfungsi supaya pandangan dari penikmat
Tekstur merupakan nilai raba pada karya mengalir ke semua objek-objek yang
lukisan. Tekstur juga dapat diartikan ada pada lukisan dan membentuk suatu
sebagai nilai atau ciri khas suatu permkaan kesatuan.
atau raut. Tekstur dapat berupa kasar, halus, Kesatuan sangat jelas ditunjukkan
polos, bermotif atau bercorak, mengkilat, dengan penggunaan warna yang dominan
buram, licin, keras, lunak, dan sebagainya. pada seluruh bagian kanvas yaitu
(Sanyoto, 2010: 120) Tekstur memiliki dua menggunakan warna merah. Warna merah
jenis yaitu tekstur nyata dan tekstur semu. ini berada baik pada background maupun
Tekstur nyata adalah tekstur yang dapat pada objek utama yaitu Kumbakarna.
dirasakan oleh indra peraba, sedangkan Dengan penggunaan warna yang dominan
tekstur semu hanya dapat dirasakan oleh pada hampir seluruh bagian kanvas maka
indra penglihat saja dan akan halus jika
6

dapat mengikat semua bagian-bagian karya memperoleh makna lukisan secara


menjadi satu kesatuan yang utuh. keseluruhan.
Prinsip penekanan biasa disebut
point of interest atau pusat perhatian.
Penekanan terdapat pada objek tunggal
yang berada di bagian tengah kanvas yaitu
Kumbakarna yang berdiri memegang
senapan. Dengan objek yang begitu besar
dan tidak ada objek lain yang
menandinginya bisa jadi Kumbakarna
menjadi ide utama yang mendasari
penciptaan lukisan dan menjadi cerita
utama dalam karya tersebut. Ditambah lagi Gambar 2. Detai kepala dan gestur Kumbakarna
Sumber: Doc. penulis
dengan pemberian judul Kumbakarna
Mangsah Yuda semakin mengokohkan
Tanda pertama yang menjadi
objek tunggal Kumbakarna sebagai poin
penandanya adalah Kumbakarna yang
utama pada lukisan ini.
berdiri dengan gagah berani sambil
Keseimbangan atau balance yang
memegang senapan AK7. Objek tersebut
digunakan untuk menyusun komposisi
menandakan betapa kuat dan perkasanya
menggunakan keseimbangan asimetri.
Kumbakarna, sedangkan senapan AK47
Keseimbangan jenis ini yaitu keseimbangan
merupakan senjata yang sangat mematikan,
antara ruang sebelah kiri dan ruang sebelah
sehingga menegaskan bahwa Kumbakarna
kanan meskipun keduanya tidak memiliki
yang marah karena negaranya diserang oleh
besaran sama maupun bentuk raut yang
musuh. Selain itu sepatu boot juga
sama. Keseimbangan asimetri digunakan
dikenakan, sehingga menunjukkan bahwa
supaya komposisi pada lukisan terlihat
Kumbakarna seperti seorang tentara perang.
dinamis, hidup, dan bergairah. (Sanyoto,
Gestur tubuh Kumbakarna yang sedang
2010: 240) Sementara proporsi yang
mengangkat senapan dengan warna merah
digunakan pada karya menggunakan aturan
di seluruh tubuhnya menggambarkan
pakem dalam pembuatan wayang kulit
semangat dan amarahnya yang sudah
purwa gaya yogyakarta.
memuncak untuk maju berperang. Warna
merah mempunyai karakter kuat, cepat,
INTERPRETASI
Karya ini diambil Subandi Giyanto enerjik, semangat, gairah, marah, berani,
bahaya, positif, agresif, merangsang, dan
dari cerita Ramayana. Di mana Ia ingin
panas. Warna ini menyimbolkan sifat nafsu
menunjukkan betapa hebatnya seorang
primitif, marah, berani, perselisihan,
Kumbakarna. Pada karya ini Kumbakarna
bahaya, perang, seks, kekejaman, bahaya,
digambarkan membawa sebuah senapan
dan kesadisan. (Sanyoto, 2010: 47) Badan
sejenis AK47. Pada kaki kanan
besar, mata besar, mulut menganga dengan
Kumbakarna terdapat figur Togog dan
gigi yang runcing, tangan yang kuat, dan
Bilung. Background pada karya ini
langkah kaki yang lebar seolah-olah siap
bergambar kondisi peperangan dengan
memangsa setiap musuh yang ada di
bagian bawah tergambar kobaran api
depannya.Mata tholongan, hidung tumpul,
berwarna kuning dan bagian atas terdapat
mulut terbuka, gusen bertaring, tubuh besar
lelehan-lelehan warna merah seperti darah
merupakan ciri-ciri raksasa. (Soekatno,
yang mengalir.
1992: 30) Mata tholongan ini menunjukkan
Pada tahap interpretasi, penulis
sifat garang, ganas, kejam, loba, dan suka
membagi tiga objek pada lukisan sebagai
pemarah. (Soekatno, 1992: 42)
tanda. Pertama figur Kumbakarna dengan
Pada cerita Ramayana,
membawa AK47, kedua tokoh Togog dan
Kumbakarna adalah putra Begawan
Bilung, dan ketiga yaitu background
Wisrawa dan Dewi Sukesi. Kumbakarna
lukisan. Ketiga tanda tersebut saling
merupakan adik dari Rahwana atau
mendukung satu sama lain sehingga
7

Dasamuka dan kakak dari Sarpakenaka dan tersebut berada di kaki kanan Kumbakarna,
Gunawan Wibisana. Meski terlahir dalam ini menandakan Togog dan Bilung
bentuk raksasa, namun Kumbakarna merupakan pengikut setia Kumbakarna.
memiliki watak satria. Kumbakarna Togog yang mempunyai nama lain Teja
menjadi salah satu tokoh penting Alengka. Mantri, Hyang Tejamaya, dan Sang Hyang
Saat itu pasukan kera Ramawijaya sedang Antaga. Togog merupakan anak dari Sang
menyerang Alengka dan Kumbakarna Hyang Tunggal dan Dewi Rekathawati.
sedang tertidur pulas. Tidak ada satupun Togog merupakan salah satu punakawan
orang dan cara dapat membangunkannya. sabrang. Sifat yang dimiliki Togog yaitu
Baru setelah bulu matanya dicabut, tekatnya labil, setia hanya pada tuan yang
Kumbakarna bangun. Utusan mampu memberi uang dan keberuntungan.
menyampaikan informasi kepada Seperti Semar yang diutus untuk memberi
Ramawijaya dan tentara keranya menyerbu nasihat, Togog juga diutus sebagai pamong
Alengka, Kumbakarna diutus untuk maju untuk para satria dengan watak buruk atau
berperang, dan sudah banyak korban yang di pihak raksasa (Kurawa). Togog sebagai
gugur. Kumbakarna hanya menyuruh pelopor petunuk jalan pada saat raksasa
Rahwana untuk mengembalikan Shinta yang diikutinya berjalan menuju negeri
pada Rama, tetapi Rahwana tidak mau dan lain. Togog mempunyai pengetahuan
marah. Sampai akhirnya Rahwana menjelajah banyak negara, kemampuan ini
membujuk Kumbakarna dengan alasan ia miliki dari menghambakan dirinya pada
negara Alengka akan jatuh di tangan majikan yang berbeda-beda. Karena itulah
musuh. Dengan alasan tersebut barulah Togog dikatakan seorang yang tidak setia
Kumbakarna bersedia untuk maju pada pekerjaannya dan sering berganti
berperang. Sesampainya di medan majikan. Pasangan tokoh wayang ini adalah
pertempuran, Sugriwa lah yang pertama Bilung.
melawan Kumbakarna. Karena badannya Bilung atau nama lainnya Sarawita
yang sangat besar, Sugriwa pun kuwalahan atau Bambang Sarawita adalah seorang
menghadapinya. Ketika mendapat raksasa kecil dan merupakan sahabat
kesempatan, Sugriwa melepaskan diri dari Togog, sifat yang dimiliknya sombong, sok
tangkapan Kumbakarna lalu menggigit jagoan tetapi cengeng. Dalam pewayangan,
hidung Kumbakarna. Kumbakarna mandi Bilung digambarkan sebagai tokoh wayang
darah dan akhirnya meminta adiknya berasal dari negeri seberang yaitu Melayu.
Gunawan Wibisana supaya Rama segera Oleh karena itu, Bilung sering memakai
menghabisi nyawanya. Kumbakarna mati dialog campuran bahasa Jawa dan Melayu.
dengan panah angin milik Ramawijaya. Pada karya ini, Togog dan Bilung lah yang
membangunkan Kumbakarna yang sedang
tertidur pulas.

Gambar 3. Detail Togog dan Bilung


Sumber: Doc. penulis

Pada tanda kedua yang menjadi


penandanya adalah tokoh Togog dan Gambar 4. Detail background
Bilung. Pada lukisan ini kedua tokoh Sumber: Doc. penulis
8

Penanda pada tanda yang ketiga maju berperang setelah dibangunkan oleh
yaitu background yang berupa gambaran Togog dan Bilung. Kumbakarna mulai
suatu kondisi peperangan bergaya wayang berperang saat kondisi Alengka sudah porak
beber yang suasananya mencekam. Ini poranda dan dalam keadaan mencekam.
menandakan betapa besarnya peperangan Tahu kondisi negaranya akan jatuh dan
yang terjadi. Kondisi ini dipertegas dengan diinjak-injak musuh, Kumbakarna maju
banyak bangunan yang terbakar, pohon- berperang untuk membela negaranya.
pohon yang tumbang, dan banyaknya Kumbakarna wafat sebagai pahlawan
bagian-bagian tubuh para raksasa seperti Alengka sebelum Kumbakarna
kepala dan tangan yang semuanya saling memenangkan peperangan. Konsep ini
terpisah dan berserakan. Bangunan yang diambil dari cerita Ramayana.
terbakar, pohon-pohon yang tumbang, dan
bagian-bagian tubuh raksasa ini EVALUASI
digambarkan pada seluruh bagian Tahapan terakhir yang dilakukan
background lukisan dengan menggunakan dalam kritik seni adalah evaluasi. Evaluasi
warna putih pada objek dan ditimpa oleh ini dapat dikatakan sebagai penilaian
warna merah yang transparan. Warna yang terhadap karya seni. Pada tahap ini seorang
kemerah-merahan ini serta ditambah kritikus secara sadar dan penuh
dengan lunturan warna merah dari bagian pertimbangan berusaha memformulasian
atas kanvas menambah suasana dramatis suatu penjelasan spesifik dari data
bahwa suasana yang terjadi berupa suasana deskripsi, analisis formal, dan interpretasi.
yang mencekam. Warna merah yang luntur (Bangun, 2000: 22)
menggambarkan darah para korban Tema yang diangkat pada lukisan
peperangan yang mengalir. Warna merah Subandi Giyanto berjudul Kumbakarna
yang digunakan pada background Mangsah Yuda adalah tentang watak satria
mengasosiakan pada darah, api, dan panas. atau sikap kepahlawanan. Sikap ini
Darah merupakan labang perang, digambarkan melalui kisah Kumbakarna
kekejaman, dan kesadisan. (Sanyoto, 2010: dalam cerita Ramayana. Tema divisualkan
47) dalam bentuk wayang klasik gaya
yogyakarta yang sudah diinovasi oleh
Subandi Giyanto. Untuk memvisualkan
temanya itu, Subandi menggunakan figur
Kumbakarna itu sendiri sebagai objek
utama di dalam lukisan. Kumbakarna
digambarkan pada posisi siap perang
Gambar 5. Detail api
Sumber: Doc. penulis melawan Ramawijaya beserta tentara
keranya.
Kobaran api yang berada pada Teknik yang digunakan untuk
bagian bawah kanvas semakin menegaskan mewujudkan lukisan menggunakan teknik
tentang peperangan yang begitu dahsyat, yang sama dengan membuat wayang yaitu
seperti api yang sedang berkobar dan dengan teknik tatah sungging. Cat akrilik
melahap semua yang ada di dekatnya tidak digunakan untuk memberikan warna,
peduli baik atau buruk. Objek api ini sedangkan untuk membuat detail digunakan
semakin menegaskan pertempuran yang media tinta. Prinsip penyusunan atau
begitu dahsyat. Warna kuning yang komposisi yang digunakan adalah ritme,
digunakan semakin memperkuat warna kesatuan, penekanan, keseimbangan, dan
panas yang digunakan sehingga menambah proporsi. Dengan berbagai prinsip
suasana panasnya suasana. penyususnan yang dipakai berarti lukisan
Interpretasi yang diperoleh dari berjudul Kumbakarna Mangsah Yuda sudah
lukisan berjudul Kumbakarna Mangsah memenuhi syarat estetik. Sehingga karya
Yuda yaitu menggambarkan Kumbakarna ini dapat dikatakan indah secara visual.
yang sedang maju berperang. Kumbakarna Konsep karya berjudul
Kumbakarna Mangsah Yuda yaitu
9

menceritakan Kumbakarna yang maju merupakan nila-nilai pendidikan yang dapat


menuju medan perang untuk melawan diambil dari tokoh Kumbakarna dan juga
Ramawijaya beserta tentara keranya. Pada sebagai nilai-nilai yang ingin disampaikan
saat itu negara Alengka dalam keadaan oleh lukisan berjudul Kumbakarna
yang sudah porak-poranda dan akan jatuh Mangsah Yuda. Pada karya sifat tidak hanya
ke tangan musuh. Dalam cerita Ramayana, dimunculkan dalam figur Kumbakarna
Kumbakarna maju berperang bukan karena tetapi diwujudkan dengan gestur tubuh
membela kakaknya Rahwana. Kumbakarna Kumbakarna yang tampil garang dan tidak
maju berperang karena membela negaranya. mengenal rasa takut meski kondisi medan
Sampai akhirnya Kumbakarna gugur di peperangan sudah mencekam dan sudah
medan perang oleh panah Rama dan banyak korban yang berguguran.
dinobatkan sebagai pahlawan Alengka. Kesesuaian antara objek lukisan dengan
Cerita tentang Kumbakarna ini konsep yang diangkat merupakan kesatuan
menggambarkan tentang sosok estetis yang berupa nilai intrinsik dan nilai
kepahlawanan dan sikap satria. ekstrinsik karya seni. Dengan begitu,
Kumbakarna rela mengorbankan jiwanya lukisan ini dapat dinikmati keindahannya
untuk membela tanah air yang sedang secara visual dan secara perenungan lewat
diserang musuh. konsep yang diceritakan.
Sifat Kumbakarna ini juga dinilai Selain nilai pendidikan yang
oleh Sri Mangkunegarn IV (1809-1881 M) diperoleh berupa jujur, adil, menjunjung
dalam buku berjudul Tripama pada bait tinggi negara, dan cinta tanah air terdapat
ketiga dan keempat yang terjemahannya nilai lain dalam lukisan Kumbakarna
yaitu, Mangsah Yuda. Nilai lain yang terdapat
3. Ada lagi teladan baik, satria agung di pada karya tersebut yaitu nilai budaya. Nilai
negeri Ngalengka, sang Kumbakarna budaya diperoleh dari bentuk visual berupa
namanya, padahal ia bersifat raksasa, penggunaan wayang tradisi. Bentuk wayang
meskipun demikian berusaha meraih dan cerita wayang merupakan salah satu
keutamaan, sejak mulai perang
bentuk budaya yang berupa kesenian.
Ngalengka, telah mengajukan
pendapat kepada kakandanya agar
Dengan gaya lukisan yang kontemporer,
selamat, (tetapi) Dasamuka tak pada karya ini telah sukses mengangkat
tergoyahkan oleh pendapat baik, seni tradisi ke dalam dunia modern namun
sebab hanya melawan kera. tetap tidak meninggalkan nilai-nilai yang
4. Kumbakarna disuruhnya maju perang, berada di dalamnya.
oleh kakandanya ia menolak, Inovasi-inovasi pada wayang yang
menetapi (hakekat) kesatriaannya, digunakan Subandi Giyanto dengan
(sebenarnya) dalam tekadnya (ia) tak menambah objek-objek lain juga patut
mau, (kecuali) melulu membela diberikan nilai lebih. Karena bersumber
negara, dan (mengingat) ayah- dari inovasi tersebut secara tidak langsung
bundanya, telah hidup nikmat di
mengembangkan wayang yang diangga
Ngalengka, (yang) sekarang akan
dirusak oleh tentara kera, kuno menjadi figur yang dapat hidup di
(Kumbakarna) bersumpah mati dalam dunia sekarang ini. Seperti halnya wayang
peperangan. (Kamajaya, 1985: 56-57) yang merupakan bayang-bayang manusia.
Berdasarkan penilaian tersebut, Ketika manusia berkembang menuju ke
Kamajaya (1985: 56) berpendapat bahwa arah modern, wayang juga bergerak maju
terdapat unsur watak Kumbakarna yaitu, (1) beriringan.
jujur dan adil, tidak menyetujui perbuatan
jahat melanggar hak dan kebahagiaan orang PENUTUP
lain. (2) Menjunjung tinggi negara warisan Kritik seni merupkan kajian tentang
leluhur dan tidak membiarkan dijajah seni. Denga adanya kritik seni, dapat
dikuasai orang lain. (3) Cinta tanah air mengkaji lebih dalam suatu karya seni atau
dengan keikhlasan mengorbakan jiwanya. aktivitas seni. Kritik seni memberikan
Ketiga watak Kumbakarna tersebut wacana-wacana tentang seni. Kritik seni
juga berfungsi sebagai jembatan
10

penghubung antara seniman dan publik Giyanto, juga diharapkan dapat


seni. Tahapan kritik seni yang dilakukan memunculkan inovasi-inovasi baru lainnya
menurut Feldman berupa deskripsi, analisis tanpa harus meninggalkan seni tradisi dan
formal, interpretasi, dan evaluasi atau ciri khas pada seniman yang membuatnya.
penilaian seni. Berdasarkan tahapan kritik Sehingga dapat menciptakan sebuah karya
tersebut dapat diperoleh kajian seni secara seni yang lebih berkarakteristik.
menyeluruh yang berupa nilai intrinsik dan
nilai ekstrinsik seni. DAFTAR PUSTAKA
Kritik seni yang diberikan pada Bagus, Lorens. 2005. Kamus Filsafat.
salah satu lukisan Subandi Giyanto berjudul Jakarta: Gramedia
Kumbakarna Mangsah Yuda (2012) Bahari, Nooryan. 2014. Kritik Seni:
memberikan nilai bahwa lukisan ini telah Wacana, Apresiasi, dan Kreasi.
memenuhi syarat estetis. Syarat ini ditandai Yogyakarta: Pustaka Pelajar
dengan digunakannya berbagai prinsip Bangun, Sem C. 2000. Kritik Seni Rupa.
penyusunan atau komposisi pada lukisan. Bandung: Penerbit ITB
Konsep yang diangkat pada lukisan yaitu Berger, Arthur Asa. 2015. Pengantar
bercerita tentang watak kepahlawanan atau Semiotika: Tanda-Tanda dalam
sifat satria Kumbakarna yang rela Kebudayaan Kontemporer.
mengorbankan jiwanya demi tanah air. Yogyakarta: Tiara Wacana
Konsep ini juga terdapat dalam cerita Haryanto. 1991. Seni Kriya Wayang Kulit:
Ramayana. Seni Rupa, Tatahan, dan
Nilai pendidikan yang dapat dipetik Sunggingan. Jakarta: Pustaka
dari lukisan Kumbakarna Mangsah Yuda Utama Grafiti
yaituberupa jujur, adil, menjunjung tinggi Hauskeller, Michael. 2015. Seni-Apa itu?
negara, dan cinta tanah air. Sedangkan nilai Posisi Estetika dari Platon sampai
budaya yang dapat dipetik berupa Danto. Yogyakarta: Kanisius
melestarikan seni tradisi yang berupa Kamajaya. 1985. Tiga Suri Teladan: Kisah
wayang purwa dan menggunakan cerita- Kepahlawanan Tiga Tokoh Cerita
cerita dalam pewayangan untuk membeikan Wayang. Yogyakarta: U.P.
petuah berupa nilai-nilai pendidikan kepada Indonesia
publik seni khusunya. Sucipto, Mahendra. 2016. Kitab Lengkap
Tokoh-Tokoh Wayang dan
SARAN Silsilahnya. Yogyakarta: Narasi
Berdasarkan hasil kritik seni yang Sucitra, I Gede Arya. 2013. Pengetahuan
telah dilakukan yaitu ketika menciptakan Bahan Lukisan. Yogyakarta: BP ISI
sebuah karya seni tidak akan memperoleh Yogyakarta
hasil yang baik tanpa adnaya kritik dan Sanyoto. 2010. Nirmana: Elemen-Elemen
saran yang membangun untuk mewujudkan Seni dan Desain. Yogyakarta:
suatu karya seni yang berkualitas. Jalasutra
Penilaian sebuah karya seni bukan Susanto, Mikke. 2011. Diksi Rupa:
bicara mengenai baik atau buruk, salah atau Kumpulan Istilah dan Gerakan
benar melainkan mengenai pemaknaan Seni Rupa. Yogyakarta: DictiArt
tersebut meyakinkan atau tidak. Dalam Lab
pembuatan karya Subandi Giyanto seolah Tofani, Muchyar Abi. 2013. Mengenal
tidak ingin meninggalkan tokoh Wayang Kulit Purwa: Wujud,
pewayangan yang menjadi metafornya Karakter, dan Kisahnya. Surabaya:
meskipun dia telah bereksperimen dengan Pustaka Agung Harapan
berbagai media dan tema yang berbeda
sehingga menciptakan bentuk-bentuk baru
tanpa meninggalkan keunikan dan
individualitas karyanya.
Sebagai bahan perbandingan dalam
mengkaji uang mengenai lukisan Subandi

Anda mungkin juga menyukai